Uji daya hasil pendahuluan galur-galur mutan kedelai (Glycine max (L.) Merr.) hasil iradiasi sinar gamma di Tanah Masam, Lampung

i

UJI DAYA HASIL GALUR – GALUR MUTAN KEDELAI
(Glycine max (L.) Merr.) HASIL IRADIASI SINAR GAMMA DI
TANAH MASAM, LAMPUNG

KHUSNUL KHOTIMAH
A24080073

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

ii

RINGKASAN
KHUSNUL KHOTIMAH. Uji Daya Hasil Pendahuluan GalurGalur Mutan Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) Hasil Iradiasi
Sinar Gamma di Tanah Masam, Lampung. (Dibimbing oleh
TRIKOESOEMANINGTYAS dan DESTA WIRNAS)
Kedelai merupakan pangan utama ketiga setelah padi dan jagung. Kedelai

memiliki peran strategis dalam ketahanan pangan nasional. Kebutuhan akan
komoditi kedelai terus meningkat dari tahun ke tahun. Produksi dalam negeri pada
tahun 2012 baru mampu memenuhi 783,158 ton atau 34.05 % dari total kebutuhan
sedangkan kekurangannya dipenuhi dari impor. Rendahnya produksi kedelai di
dalam negeri antara lain disebabkan luas lahan kedelai menurun sebagai akibat
dari alih fungsi lahan produktif ke non pertanian. Menurut data statistik luas
tanam kedelai menurun 1.6 juta ha pada tahun 1992 menjadi 621,636 ha pada
tahun 2011. Tersedia lahan seluas 17.1 juta ha yang tersebar di luar pulau Jawa
yang berpotensi untuk mengembangkan pertanaman kedelai. Permasalahannya
adalah sebagian lahan kering ini didominasi oleh lahan masam. Salah satu upaya
yang dilakukan adalah mengembangkan varietas berdaya hasil tinggi serta adaptif
di tanah masam.
Sejak tahun 2009 para pemulia IPB telah memulai penelitian guna merakit
varietas unggul kedelai yang berdaya hasil tinggi dan adaptif di tanah masam
menggunakan induksi mutasi melalui radiasi sinar Gamma. Penelitian ini
merupakan rangkaian penelitian sebelumnya dan merupakan bagian dari
pengujian daya hasil pendahuluan. Galur-galur yang digunakan adalah galur
mutan M8 yang sebelumnya diseleksi sampai M5 berdasarkan indeks sensivitas
kekeringan (ISK) selanjutnya M6 sampai M7 dilakukan penanaman di lahan
optimum. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi galur-galur mutan hasil

iradiasi sinar Gamma yang adaptif di tanah masam dan berdaya hasil tinggi serta
untuk mendapatkan informasi keragaan agronomi galur-galur mutan M8.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret – Juli 2012 di Dusun
Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Kelompok Teracak

iii
(RKLT) dengan satu faktor tunggal dan tiga ulangan. Galur harapan kedelai yang
terdiri dari 15 galur dan 2 varietas pembanding adalah sebagai perlakuan. Kelima
belas galur tersebut yaitu M100-29A-42-14, M100-33-6-11, M100-46-44-6,
M100-47-52-13, M100-96-53-6, M150-29-44-10, M150-7B-41-10, M150-69-472, M150-92-46-4, M200-13-47-7, M200-39-69-4, M200-37-71-4, M200-58-59-3,
M200-93-49-6, M200-93-49-13 dan dua varietas pembanding yaitu Argomulyo,
dan Tanggamus. Penanaman dilakukan pada petak berukuran 2 m x 2 m dengan
jarak tanam 30 cm x 15 cm.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penampilan karakter umur berbunga,
umur panen, tinggi tanaman saat panen, jumlah buku produktif, jumlah polong
berisi, jumlah polong total, jumlah biji per polong, bobot 100 biji dan bobot biji
per petak dipengaruhi oleh galur/varietas. Berdasarkan hasil uji lanjut menunjukan
bahwa rataan nilai tengah populasi galur mutan M8 memiliki keragaan karakter
tinggi tanaman, jumlah cabang dan jumlah buku produktif, jumlah polong, jumlah

biji per polong, dan bobot biji per tanaman lebih baik atau sama dengan varietas
asalnya Argomulyo di tanah masam.
Seleksi pada galur mutan M8 kedelai ini dilakukan berdasarkan kriteria
hasil biji. Berdasarkan kriteria tersebut terdapat 6 galur terpilih yang memiliki
hasil dan berdaya adaptasi yang lebih baik atau sama dengan varietas Argomulyo.
Galur tersebut antara lain M100-46-44-6, M100-47-52-13, M100-33-6-11, M10029A-42-14, M100-96-53-6, dan M150-69-47-2. Galur-galur terpilih tersebut
berpotensi hasil lebih tinggi dibandingkan varietas toleran tanah masam
Tanggamus dan tetua asalnya Argomulyo yaitu berkisar antara 2.32 ton/ha – 3.23
ton/ha dan berukuran biji besar (13 – 16 g/100 biji).

iv

UJI DAYA HASIL GALUR-GALUR MUTAN KEDELAI
(Glycine max (L.) Merr.) HASIL IRADIASI SINAR GAMMA DI
TANAH MASAM, LAMPUNG

Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor


KHUSNUL KHOTIMAH
A24080073

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

v

Judul

:

UJI DAYA HASIL GALUR-GALUR MUTAN
KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) HASIL
IRADIASI

SINAR


GAMMA

DI

TANAH

MASAM, LAMPUNG
Nama

: KHUSNUL KHOTIMAH

NRP

: A24080073

Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II


Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc.
NIP. 19620102 199702 2 001

Dr. Desta Wirnas, SP. MSi.
NIP. 19701228 200003 2 001

Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr.
NIP. 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus :

vi

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada 7 September 1989 di Brebes, Jawa Tengah sebagai anak

terakhir dari sepuluh bersaudara dari pasangan bapak Kandar dan ibu Casmah.
Penulis memulai pendidikan formal di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah
Negeri I Pesantunan pada tahun 1996. Kemudian pada tahun 2002 sampai tahun
2005 penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri I Wanasari dan pada tahun
2008 lulus SMA Negeri 2 Brebes. Penulis melanjutkan pendidikan di Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa Masuk IPB (USMI)
pada tahun 2008. Tahun 2009 penulis diterima di Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti organisasi unit
kegiatan mahasiswa (UKM) KSR PMI Unit 1 IPB periode 2008-2010, Ikatan
Keluarga Mahasiswa Muslim TPB IPB (IKMT) pada periode 2008/2009,
Lembaga Dakwah Fakultas Pertanian (LDF) FKRD periode 2009/2011, dan
Senior Resident (SR) Asrama TPB IPB periode 2011-2012. Selain itu, penulis
juga aktif mengikuti organisasi ekstra kampus diantaranya Perhimpunan
Mahasiswa Peduli (PMP), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).
Penulis pernah menjadi finalis pada Lomba Karya Tulis Ilmiah Alqur’an
(LKTIA) FIM yang diselenggarakan oleh Serum-G FMIPA pada tahun 2010,
penulis juga aktif mengikuti kegiatan Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM) pada
tahun 2010-2012, dan berbagai kegiatan seminar, expo, kepanitiaan, dan
perlombaan yang diselenggarakan di kampus.


vii

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian sampai pada penulisan skripsi yang berjudul “Uji Daya Hasil GalurGalur Mutan Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) Hasil Iradiasi Sinar Gamma di
Tanah Masam, Lampung” dengan baik.
Penelitian ini merupakan proyek penelitian yang didanai oleh Dirjen Dikti
proyek IMHERE Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB tahun anggaran
2012. Penelitian ini dapat terlaksana dengan baik berkat dukungan dari berbagai
pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan
penghargaan sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc. dan Dr. Desta Wirnas, SP. MSi. selaku
dosen pembimbing yang memberikan bimbingan dan arahan selama
kegiatan penelitian berlangsung sampai pada pembuatan skripsi.
2. Dr. Eko Sulistyono, MSi. selaku dosen pembimbing akademik yang
senantiasa memberikan doa dan bimbingan selama penulis menjadi
mahasiswa.
3. Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS selaku dosen penguji yang telah memberi

masukan selama pelaksanaan sidang skripsi.
4. Orangtua tercinta dan saudara-saudara tersayang yang memberikan
dukungan baik materiil maupun moril yang tiada pernah henti.
5. Kepada Bapak Sugiman, SP dan Ibu Sri yang sudah membantu dan
mendampingi penulis selama penelitian berlangsung.
6. Teman-teman departemen Agronomi dan Hortikultura angkatan 45
Fakultas Pertanian IPB dan teman-teman Senior Resident (2011/2012) atas
pengalaman yang berharga.
Semoga tulisan ini dapat memberi informasi bagi pihak-pihak
terkait yang membutuhkan. Besar harapan penulis skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Bogor, Desember 2012
Penulis

viii

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................


ix

DAFTAR GAMBAR .....................................................................................

x

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................

xi

PENDAHULUAN .........................................................................................
Latar Belakang ........................................................................................
Tujuan ......................................................................................................
Hipotesis..................................................................................................

1
1
3
3


TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................
Karakteristik Lahan Kering Masam ........................................................
Pengaruh Kekeringan terhadap Morfologi dan Hasil Kedelai ................
Perakitan Kedelai Toleran Tanah Masam ...............................................
Uji Daya Hasil .........................................................................................
Pendugaan Parameter Genetik ................................................................

4
4
5
6
7
8

BAHAN DAN METODE ............................................................................
Tempat dan Waktu Penelitian ...............................................................
Bahan dan Alat ......................................................................................
Metode Percobaan .................................................................................
Pelaksanaan ...........................................................................................
Pengamatan ...........................................................................................
Analisis Data .........................................................................................

11
11
11
11
12
13
14

HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................
Kondisi Umum ......................................................................................
Keragaan Karakter Agronomi...................................................................
Keragaman Genetik...............................................................................
Uji Korelasi antar Karakter Tanaman ...................................................
Seleksi Galur-Galur Mutan M8.............................................................
Deskripsi galur-galur terbaik hasil seleksi ............................................

16
16
19
29
31
33
34

KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................
Kesimpulan ...........................................................................................
Saran......................................................................................................

39
39
39

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

40

LAMPIRAN .................................................................................................

45

ix

DAFTAR TABEL

Nomor
Halaman
1. Iklim bulanan wilayan Beranti Lampung Selatan bulan januari juli 2012..............................................................................................

16

2. Rekapitulasi nilai tengah, standar deviasi, dan kisaran karakter
agronomi galur-galur mutan M8 di tanah masam ..............................

19

3. Rekapitulasi hasil analisis ragam karakter agronomi galur-galur
mutan M8 di tanah masam .................................................................

20

4. Keragaan karakter umur berbunga dan umur panen galur-galur
mutan M8 dan varietas pembanding di tanah masam ........................

21

5. Keragaan karakter tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang dan
jumlah buku produktif galur-galur mutan M8 dan varietas
pembanding di tanah masam ..............................................................

23

6. Keragaan karakter jumlah polong berisi, jumlah polong total, dan
persentase polong isi galur-galur mutan M8 dan varietas
pembanding di tanah masam ..............................................................

26

7. Keragaan karakter jumlah biji per polong, bobot 100 biji, bobot per
tanaman, bobot biji per petak, dan potensi hasil galur-galur mutan
M8 dan varietas pembanding di tanah masam ...................................

27

8. Nilai ragam lingkungan, ragam genetik, ragam fenotipik,
heritabilitas, dan koefisien keragaman genetik galur-galur mutan
M8 di tanah masam ...........................................................................

30

9. Galur-galur hasil seleksi berdasarkan hasil biji per petak panen dan
varietas pembanding...........................................................................

33

x

DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Kondisi tanaman kedelai M8 pada 5 minggu setelah tanam ..............
17
2. Beberapa jenis hama yang menyerang tanaman kedelai ...................

18

3. Beberapa jenis gulma yang dominan di lahan kedelai .......................

19

4. Keragaan galur M100-46-44-6 (umur 75 hari) ..................................

34

5. Keragaan galur M100-47-52-13 (umur 75 hari) ................................

35

6. Keragaan galur M100-33-6-11 (umur 75 hari) ..................................

36

7. Keragaan galur M100-29A-42-14 (umur 75 hari)..............................

37

8. Keragaan galur M100-96-53-6 (umur 75 hari) ..................................

37

9. Keragaan galur M150-69-47-2 (umur 75 hari) ..................................

38

xi

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Layout penelitian................................................................................

46

2. Hasil uji korelasi Pearson antar karakter tanaman .............................

47

3. Keragaan ukuran biji galur mutan M8 dan varietas pembanding di
tanah masam .......................................................................................

48

4. Sidik ragam karakter agronomi kedelai di tanah masam ...................

49

5. Deskripsi varietas Argomulyo (Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan, 2007) .....................................................................

52

6. Deskripsi varietas Tanggamus(Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan, 2007) .....................................................................

53

7. Hasil analisis tanah lokasi penelitian ................................................

54

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai merupakan pangan ke tiga setelah padi dan jagung. Kedelai
memiliki peran strategis dalam ketahanan pangan nasional. Kebutuhan akan
komoditi kedelai terus meningkat dari tahun ke tahun. Rata-rata kebutuhan
kedelai setiap tahunnya ± 2.3 juta ton. Produksi dalam negeri pada tahun 2012
baru mampu memenuhi 34.05% (783,158 ton) dari total kebutuhan sedangkan
kekurangannya dipenuhi dari impor (BPS, 2012).
Produksi kedelai nasional tahun 2012 (ARAM II) diperkirakan mencapai
783.16 ribu ton biji kering mengalami penurunan sebesar 63.13 ribu ton atau 8%
dibandingkan tahun 2011. Penurunan produksi kedelai tahun 2012 diperkirakan
terjadi di Jawa sebesar 34.06 ribu ton dan di luar pulau Jawa sebesar 34.07 ribu
ton. Penurunan produksi kedelai diperkirakan terjadi karena turunnya luas panen
yaitu dari 660,823 ha pada tahun 2010 menurun menjadi 570,495 ha (ARAM II)
pada tahun 2012 (BPS, 2012).
Luas tanam kedelai menurun 1.6 juta ha pada tahun 1992 (Mulyani, 2008)
menjadi 621,636 ha pada tahun 2011 (Dirjen Tanaman Pangan, 2012). Tersedia
lahan seluas 17.1 juta ha yang tersebar di Sumatra, Kalimantan, dan Papua yang
berpotensi untuk mengembangkan pertanaman kedelai (Mulyani, 2006). Dari luas
total lahan Indonesia yaitu 188.2 juta ha yang berupa lahan kering sekitar 148 juta
ha, 102.8 juta ha atau 69.46% dari total luas lahan kering adalah tanah masam
(Mulyani et al., 2004).
Menurut Zaini (2005) pengembangan pertanaman kedelai dapat diarahkan
pada tiga agroekosistem utama yaitu lahan sawah irigasi, lahan sawah tadah
hujan, dan lahan kering. Lahan kering merupakan salah satu agroekosistem yang
mempunyai potensi besar untuk usaha pertanian, baik tanaman pangan, tanaman
hortikultura

maupun

tanaman

tahunan

(Abdurachman

et

al.,

2008).

Permasalahannya adalah sebagian besar lahan kering ini didominasi oleh tanah
masam (Atman, 2006).
Tanah yang bereaksi masam didominasi oleh jenis tanah ultisol. Tanah
ultisol dicirikan oleh reaksi tanah masam, kejenuhan basa rendah, kandungan

2
bahan organik rendah, miskin kandungan hara terutama P dan kation-kation dapat
ditukar seperti Ca, Mg, Na, dan K, kapasitas tukar kation, dan peka erosi serta
potensi keracunan Al tinggi (Adiningsih dan Mulyadi, 1993). Oleh karena itu
diperlukan varietas kedelai yang berdaya hasil tinggi dan daya adaptasi yang baik
di tanah masam. Salah satu upaya yang dilakukan adalah merakit varietas berdaya
hasil tinggi serta adaptif terhadap lingkungan bercekaman (Wirnas et al., 2006).
Upaya perbaikan untuk mendapatkan varietas berdaya hasil dan adatif di
tanah masam pun saat ini sudah banyak dilakukan salah satunya adalah melalui
program pemuliaan. Keragaman genetik yang tinggi merupakan salah satu syarat
yang diperlukan dalam perbaikan tanaman (Husnil et al., 2006). Salah satu teknik
yang digunakan untuk meningkatkan keragaman adalah dengan melalui induksi
mutasi yaitu dengan perlakuan fisik radiasi sinar Gamma. Teknik ini cukup
efesien dalam menciptakan keragaman populasi (Husnil et al., 2006).
Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) sebagai lembaga penelitian sejak
tahun 1972 telah melakukan penelitian dengan teknologi mutasi radiasi untuk
mendapat varietas kedelai baru yang unggul. Pemuliaan mutasi radiasi kedelai
dimulai pada tahun 1977. Sampai dengan tahun 2008 dengan memanfaatkan
teknik mutasi radiasi telah dihasilkan 5 varietas unggul kedelai yaitu Muria dan
Tengger yang dirilis pada tahun 1987, varietas Meratus yang dirilis pada tahun
1998, varietas Rajabasa yang dirilis pada tahun 2004 yang merupakan hasil
persilangan dari galur mutan No. 214 dengan galur mutan No. 23-D (dihasilkan
dari iradiasi sinar Gamma terhadap varietas Guntur), dan varietas Mitani yang
dirilis pada tahun 2008 (http://batan.go.id., 2008).
Keberhasilan dalam merakit varietas unggul melalui induksi mutasi
mendorong para pemulia IPB untuk merakit varietas unggul baru kedelai dengan
cara induksi mutasi menggunakan radiasi sinar Gamma. Tetua yang digunakan
sebagai sumber galur adalah varietas Argomulyo dengan harapan Argomulyo
dapat menghasilkan galur-galur kedelai yang mampu beradaptasi baik pada tanah
masam dan berdaya hasil tinggi serta berbiji besar (> 14 g/100 biji).
Penelitian ini menggunakan 15 galur mutan M8 terpilih berdasarkan
seleksi bobot 100 biji. Selanjutnya membutuhkan pengujian daya hasil untuk

3
mengetahui keragaan agronomi dan memastikan galur-galur tersebut memiliki
daya hasil tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menguji daya hasil 15 galur
mutan M8 adaptif di tanah masam. Selain itu, penelitian selanjutnya diharapkan
dapat membantu para pemulia untuk melanjutkan ke penelitian lanjutan supaya
galur-galur tersebut dapat dilepas sebagai varietas kedelai baru.

Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memperoleh informasi tentang keragaan karakter agronomi galur-galur
mutan M8 di tanah masam
2. Memperoleh galur-galur mutan M8 yang memiliki daya hasil tinggi dan
beradaptasi baik di tanah masam

Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Terdapat perbedaan karakter agronomi galur-galur mutan M8 yang diuji di
tanah masam
2. Terdapat satu atau beberapa galur mutan M8 yang berdaya hasil dan daya
adaptasi lebih baik atau sama dengan varietas pembanding di tanah masam

4

TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Lahan Kering Masam
Definisi lahan kering adalah lahan yang pernah digenangi atau tergenang
air pada sebagian besar waktu dalam setahun (Mulyani et al., 2004). Menurut
Mulyani (2006) lahan kering dikelompokan menjadi dua yaitu lahan kering tidak
masam dan lahan kering masam. Lahan kering di Indonesia umumnya bereaksi
masam. Lahan masam memiliki ciri sifat pH rendah (asam), kapasitas tukar
kation, kejenuhan basa (KB), dan C-organik rendah, kandungan alumunium
tinggi, fiksasi P tinggi, kandungan besi dan mangan mendekati batas meracuni
tanaman, peka erosi, dan unsur biotik rendah (Suprapto, 2001).
Alumunium merupakan mineral yang banyak dikandung oleh tanah pada
saat kondisi kekeringan. Alumunium berinteraksi dengan komponen organik dan
anorganik tanah, pada umumnya terjadi pada pH kurang dari 5.5 (Soemartono,
1995). Kelarutan Al meningkat pada tanah bereaksi masam. Kelarutan Al yang
tinggi dapat meracuni tanaman kedelai. Tanaman kedelai memerlukan P lebih
besar dibandingkan dengan komoditas lainnya seperti gandum dan jagung.
Cekaman kahat P biasanya terjadi pada fase awal pertumbuhan tanaman yaitu
akar-akar tanaman kurang berkembang sehingga tidak mampu menyediakan
seluruh kebutuhan P. Fosfor dapat diikat kuat oleh Al dan Fe pada tanah masam
sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Daun-daun tua pada kedelai yang
kahat P sering menampakkan warna ungu karena terjadinya akumulasi antosianin
(pigmen ungu). Masalah lain yang sering muncul di lapangan adalah toksisitas
mangan (Mn) serta kahat Ca. Tokisistas pada tanaman kedelai ditandai dengan
rusaknya (terganggunya) sistem perakaran. Berbeda dengan Al, toksisitas Mn
terjadi pada bagian atas tanaman. Pengecilan, pengeringan, dan karat daun
merupakan gejala toksisitas Mn pada kedelai (Atman, 2006).

5
Pengaruh Kekeringan terhadap Morfologi dan Hasil Kedelai
Keragaman toleransi tanaman kacang-kacangan terhadap cekaman
kemasaman lahan ditunjukkan oleh tinggi tanaman, panjang dan bobot kering
akar, ukuran biji, dan hasil biji atau polong. Tanaman kacang-kacangan yang
tercekam kemasaman lahan tumbuh lebih pendek, ramping dengan perakaran
pendek dan tidak lebat, biji berukuran lebih kecil dan hasil lebih sedikit dari
tanaman normal (Trustinah et al., 2008).
Adaptasi tanaman pada cekaman kekeringan yaitu dengan mengurangi
luas permukaan daun untuk mengurangi transpirasi yang ditunjukkan dengan
penurunan bobot kering (BK) tajuk serta menyerap air lebih tinggi (sistem
perakaran air panjang) (Hamim et al., 1996; Hapsoh et al., 2004). Sumarno (2005)
menambahkan, gejala yang muncul saat tanaman dalam kondisi kekeringan yaitu
daun berwarna kuning kecoklatan, bunga yang terbentuk minimal dan jumlah
polong juga minimal.
Tanaman kedelai yang mengalami cekaman kekeringan pada stadia
vegetatif menunjukkan pertumbuhan lambat dan daun sempit serta buku batang
yang pendek sehingga penampilan tanaman akan kerdil, cepat berbunga,
defisiensi unsur hara baik makro maupun mikro dan potensi hasil hasil yang
rendah. Cekaman kekeringan pada waktu pembungaan menyebabkan kerontokan
bunga, cekaman pada stadia pembentukan polong akan menyebabkan jumlah
polong yang terbentuk turun jumlahnya dan terjadi kerontokan, serta cekaman
kekeringan pada stadia pengisian polong menyebabkan penurunan jumlah polong
isi dan jumlah biji per tanaman (Hapsoh et al., 2004). Cekaman kekeringan pada
stadia pengisian polong juga menyebabkan penurunan ukuran biji (Borges, 2005).
Selain itu, cekaman kekeringan dilaporkan mempercepat pembungaan dan umur
panen (Jusuf et al., 1993).
Tanaman kedelai yang toleran di tanah masam akan memberikan hasil
yang tinggi dengan pertumbuhan akar lebat dan dalam sehingga tanaman lebih
tinggi. Sebaliknya, tanaman kedelai yang peka di tanah masam pertumbuhan akar
lebih pendek, ringan, tanaman pendek, hasil biji lebih sedikir dan ukuran biji lebih
kecil (Trustinan et al., 2008).

6
Perakitan Varietas Kedelai Toleran Tanah Masam
Masalah utama yang dihadapi dalam pengembangan budidaya kedelai di
lahan kering masam adalah relatif rendahnya tingkat kesuburan tanah (pH rendah,
kandungan hara makro, dan bahan organik rendah), cekaman kekeringan (akhir
musim hujan (MH-II), gangguan hama, gulma dan penyakit tanaman (Arsyad et
al., 2007). Kondisi seperti ini akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil kedelai.
Salah satu cara untuk mengatasi masalah cekaman kekeringan adalah dengan
memperbaiki genotipe tanaman agar toleran terhadap cekaman (Soemartono,
1995).
Arsyad et al. (2007) menyatakan bahwa program perakitan varietas
kedelai adaptif lahan masam diarahkan untuk mendapatkan varietas yang berdaya
hasil tinggi dan memiliki sifat agronomis yang diinginkan seperti umur lebih
pendek (80 – 82 hari) dan berukuran biji besar (13 – 14 g/100 biji). Upaya
perbaikan untuk mendapatkan varietas berdaya hasil tinggi dan adaptif pun saat
ini sudah banyak dilakukan. Untuk mendapatkan varietas unggul baru dapat
ditempuh melalui program pemuliaan tanaman. Salah satu teknik yang digunakan
adalah induksi mutasi dengan perlakuan fisik iradiasi sinar Gamma. Teknik ini
cukup efesien dalam menciptakan keragaman populasi (Husnil et al., 2006).
Mutasi merupakan perubahan yang terjadi pada materi genetik sehingga
menyebabkan perubahan ekspresi. Mutasi dapat terjadi baik pada tingkat
pasangan basa, tingkat satuan DNA atau bahkan terjadi pada tingkat kromosom
(Jusuf, 2001). Tujuan pemuliaan mutasi adalah 1) untuk memperbaiki satu atau
beberapa karakter khusus dari suatu kultivar/galur, 2) untuk membentuk penanda
morfologi (warna, rambut, braktea, dan lain-lain), 3) untuk membentuk galur
mandul jantan yang berguna bagi pembentukkan kultivar hibrida, 4) untuk
mendapatkan karakter khusus dalam genotipe yang telah beradaptasi (Herawati
dan Setiamihardja, 2000).
Bahan fisik yang dikenal sebagai penginduksi mutasi antara lain sinar
ultraviolet, sinar X, dan sinar Gamma. Radiasi sinar Gamma merupakan radiasi
ionisasi yang dapat menembus sel-sel dan jaringan dengan mudah (Pai, 1999).

7
Sinar Gamma mempunyai kemampuan penetrasi yang cukup kuat ke dalam
jaringan tanaman. Penggunaan radiasi sinar Gamma dalam perakitan kultivar
kedelai merupakan salah satu cara guna mendapatkan varietas unggul dan berdaya
hasil tinggi (Herawati dan Setiamihardja, 2000).
Pengembangan kedelai toleran tanah masam yang berdaya hasil tinggi
diawali dengan melakukan seleksi terhadap galur-galur hasil mutasi yang telah
dilakukan oleh para pemulia IPB pada tahun 2009. Tetua galur yang digunakan
adalah varietas Argomulyo. Keragaman genetik dari galur tersebut diperoleh dari
induksi mutasi dengan meradiasi benih kedelai menggunakan sinar Gamma yang
bersumber dari Cobalt-60. Dosis yang digunakan adalah 50, 100, 150, dan 200
Gy. Perlakuan induksi mutasi tersebut menghasilkan generasi M1 (Diana, 2012).
Generasi M1 adalah generasi yang berasal dari biji yang mendapatkan perlakuan
mutagen baik mutagen fisik maupun kimia (Idris, 2009). Diperoleh 4 populasi
hasil iradiasi yang dikembangkan sampai M4 dengan seleksi pedigree untuk
karakter agronomi. Pada generasi M5 dilakukan seleksi untuk toleransi terhadap
kekeringan di rumah plastik dan terpilih 50 galur putatif mutan. Hasil seleksi pada
M5 kemudian dilakukan penanaman dilahan optimum sehingga didapat benih M6.
Kelima puluh benih M6 kemudian ditanam di lahan kering bertanah masam di
Kecamatan Natar, Lampung Selatan dan diseleksi 25 galur paling toleran (Diana,
2012). Galur-galur tersebut untuk selanjutnya perlu dilakukan pengujian daya
hasil untuk mendapatkan galur-galur yang berdaya hasil tinggi dan adaptif di
tanah masam. Pembentukan genotipe kedelai toleran tanah masam ini bertujuan
untuk memperbaiki karakter agronomi dan kualitas hasil kedelai sehingga sesuai
dengan kondisi agroekologi yang diinginkan (Arsyad et al., 2007).

Uji Daya Hasil
Daya hasil adalah karakter kuantitatif yang menjadi target pemuliaan
tanaman (Roy, 2000). Pengujian daya hasil dilakukan terhadap galur-galur terbaik
hasil seleksi pada generasi tertentu. Galur-galur harapan yang telah melalui tahap
pengujian daya hasil (pendahuluan, lanjutan dan multilokasi) dan menunjukkan

8
keragaan yang lebih unggul dibandingkan dengan varietas pembanding serta stabil
dapat diusulkan untuk dilepas sebagai varietas baru (Arsyad et al., 2007).
Pengujian daya hasil pada umumnya dibagi menjadi tiga tahap, yaitu a) uji
daya hasil pendahuluan (UDHP), b) uji daya hasil lanjutan (UDHL), dan uji
multilokasi (UML). Pada tahap pengujian daya hasil pendahuluan ini diperlukan
galur sebanyak mungkin agar peluang untuk mendapatkan galur yang hasilnya
tinggi cukup besar (Sumarno, 1982). Uji daya hasil pendahuluan dimaksudkan
untuk mengevaluasi untuk yang pertama kali beberapa galur atau varietas yang
akan diujikan di suatu daerah baru (Tulus, 2011). Pengujian daya hasil
pendahuluan ini dilakukan pada 2 – 3 lokasi dengan 2 ulangan per lokasi, selama
1 – 2 musim. Dalam pengujian daya hasil varietas unggul yang ada perlu
diikutkan sebagai pembanding. Galur yang rata-rata hasilnya lebih tinggi daripada
varietas pembanding dapat dilanjutkan pengujiannya ke pengujian daya hasil
lanjutan (Sumarno, 1982).
Pada tahap pengujian daya hasil lanjutan galur yang diuji antara 15 – 30
galur termasuk varietas unggul pembanding. Jumlah lokasi sekurang-kurangnya 4
lokasi, dalam waktu 2 – 4 musim tanam. Tahap uji multilokasi ini hanya 5 – 10
galur harapan saja yang perlu diuji. Tujuan pengujian pada uji multilokasi ini
adalah untuk mengetahui daya adaptasi dari galur-galur harapan yang akan dilepas
sebagai varietas unggul baru (Sumarno, 1982). Ukuran petak percobaan pada
pengujian daya hasil pendahuluan lebih kecil ( 6 – 8 m²) dari pada pengujian daya
hasil lanjutan,sementara ukuran petak percobaan pada uji multilokasi berkisar
antara 10 – 15 m² (Arsyad et al., 2007).

Pendugaan Parameter Genetik
Ragam genetik suatu populasi sangat penting dalam program pemuliaan
tanaman, oleh karena itu pendugaan besarannya perlu dilakukan. Ragam yang
diukur dari suatu populasi untuk karakter tertentu merupakan ragam fenotipe.
Ragam fenotipe sebenarnya terdiri dari ragam genetik, ragam lingkungan serta
interaksi antara ragam genetik dan ragam lingkungan (Syukur, 2005). Keragaman

9
fenotipe adalah keragaman yang dapat diukur langsung dari karakter yang dapat
diamati. Keragaman genotipe adalah keragaman yang tidak dapat diukur langsung
pengukurannya, pengukurannya dapat diduga melalui analisis ragam (Roy, 2000).
Keragaman genetik disebabkan oleh perbedaan nilai genotipe suatu
populasi dinyatakan dengan koefisien keragaman genetik (KKG). Nilai koefisien
keragaman genetik membantu pengukuran diversitas genetik pada suatu sifat dan
melengkapi cara dalam membandingkan keragaman genetik di dalam sifat-sifat
kuantitatif (Kasno et al., 1983). Nilai koefisien keragaman genetik (KKG) dibagi
menjadi tiga kategori yaitu sempit ( 0 – 10%), sedang (10 – 20%), dan luas (>
20%) (Alnopri, 2004).
Seleksi dilakukan atas fenotipe tanaman, oleh karenanya perlu ada alat
pengukur untuk mengetahui apakah penampilan fenotipe tersebut lebih
dipengaruhi oleh peranan faktor lingkungan atau oleh faktor genetik. Alat
pengukur tersebut adalah nilai duga heritabilitas yaitu nilai perbandingan antara
ragam genotipik dengan ragam keseluruhan (ragam total), dimana ragam total
adalah ragam genotipik ditambah dengan ragam lingkungan (Miller, 1989).
Heritabilitas merupakan suatu tolak ukur yang bersifat kuantitatif menentukan
perbedaan penampilan suatu karakter disebabkan oleh faktor genetik atau
lingkungan sehingga akan diketahui sejauh mana sifat tersebut akan diturunkan
pada generasi selanjutnya (Bari et al., 1982).
Heritabilitas terbagi menjadi dua yaitu heritabilitas arti luas (h² bs ) dan
heritabilitas arti sempit (h² ns ). Heritabilitas arti luas adalah proporsi relatif ragam
genetik terhadap ragam total (ragam genetik ditambah ragam lingkungan).
Heritabilitas arti sempit adalah proporsi relatif ragam aditif terhadap ragam total
(Roy, 2000). Heritabilitas arti luas yaitu untuk menduga seberapa besar pengaruh
lingkungan terhadap ekspresi gen pada suatu karakter sedangkan heritabilitas arti
sempit ialah untuk menduga seberapa besar sifat aditif diturunkan pada generasi
selanjutnya (Falconer dan Mackay, 1996).
Nilai heritabilitas secara teoritis berkisar dari 0 sampai 1. Nilai 0 ialah
apabila seluruh variasi yang terjadi disebabkan oleh faktor lingkungan sedangkan
nilai 1 apabila seluruh variasi disebabkan oleh faktor genetik. Dengan demikian

10
nilai heritabilitas akan terletak antara kedua nilai ekstrim tersebut (Welsh, 1991).
Stansfield (1983) membagi nilai heritabilitas menjadi tiga kategori yaitu nilai
heritabilitas tinggi (h² > 50%), heritabilitas sedang (20% < h² 0.05) (Gomez dan Gomez,
1995).

11

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun
Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis
tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Balai Penelitian Tanah, Kementrian
Pertanian Republik Indonesia, Bogor. Pengamatan komponen hasil dan hasil
dilakukan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat
Bahan tanam yang digunakan pada penelitian ini adalah 15 galur mutan
M8 yang merupakan hasil seleksi berdasarkan ukuran biji pada M7 dan 2 varietas
pembanding yaitu Argomulyo sebagai sumber tetua dan Tanggamus sebagai
pembanding varietas toleran tanah masam. Galur-galur tersebut adalah M10029A-42-14, M100-33-6-11, M100-46-44-6, M100-47-52-13, M100-96-53-6,
M150-29-44-10, M150-7B-41-10, M150-69-47-2, M150-92-46-4, M200-13-47-7,
M200-39-69-4, M200-37-71-4, M200-58-59-3, M200-93-49-6, M200-93-49-13.
Pupuk yang digunakan adalah 50 kg Urea/ha, 150 kg SP-36/ha, dan 100 kg
KCl/ha, inokulan Rhizobium SP dengan dosis 250 g/40 kg benih, insektisida
karbofuran 3G dengan dosis 2 kg/ha, dan pestisida dengan bahan aktif
tiametoksam, dan kloroantranilipol dengan dosis 100 g/L.

Metode Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan kelompok
lengkap teracak (RKLT) faktor tunggal dengan 3 ulangan. Galur harapan kedelai
yang terdiri dari 15 galur dan 2 varietas pembanding adalah sebagai perlakuan
sehingga terdapat 51 satuan percobaan. Penanaman dilakukan pada petak
berukuran 2 m x 2 m dengan jarak tanam 30 cm x 15 cm.

12
Model aditif linier rancangan percobaan yang digunakan menurut Steel
Torrie (1993) adalah:
Y ij = μ + α i +ß j + ε ij
Keterangan :
Y ij

= Respon galur/varietas ke-i terhadap ulangan ke-j

µ

= Nilai rataan umum

αi

= Pengaruh galur/varietas ke-i

ßj

= Pengaruh ulangan ke-j

ε ij

= Galat percobaan pada galur/varietas ke-i, ulangan ke-j

Pelaksanaan
Penelitian dilakukan pada akhir musim kemarau (MK-I) dengan kondisi
non optimum (tanpa kapur). Sebelum diolah dilakukan analisis tanah berupa pH,
Al3+, dan KTK. Hasil analisis tanah yang diperoleh adalah pH 5.01, Al3+ 0.05
cmol c /kg, dan KTK 18.62 (Lampiran 6 ).
Pengolahan tanah

dilakukan dua minggu

sebelum

tanam

yaitu

pembajakan. Luas petak percobaan adalah 2 m x 2 m, diantara petakan dibuat
saluran drainase. Jarak antar petak dalam setiap ulangan adalah 0.5 m dan jarak
antar ulangan 1 m.
Penanaman dilakukan dengan cara tugal dengan kedalaman antara 2 – 3
cm. Kedelai ditanam 2 benih/lubang sebelum tanam benih kedelai dicampur
dengan inokulum rhizobium dan pada saat menanam benih kedelai diberi
perlakuan insektisida karbofuran secukupnya untuk mencegah serangan lalat bibit.
Jarak tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 cm x 15 cm, terdapat
13 baris dan 7 lajur untuk masing-masing petak percobaan.
Seluruh jenis pupuk yang terdiri dari 50 kg Urea/ha, 150 kg SP-36/ha dan
100 kg KCl/ha diberikan pada waktu yang bersamaan yaitu pada satu minggu
setelah tanam (MST) dengan cara ditugal pada kedalaman kurang lebih 7 cm dan
jarak 7 cm dari lubang tanam. Penyulaman dilakukan pada umur 1 MST.

13
Penyiangan gulma dilakukan secara intensif setiap minggu dengan cara
manual (fisik) terutama pada fase vegetatif tanaman. Pengendalian hama dan
penyakit tanaman (HPT) dilakukan dengan pemberian insektisida karbofuran saat
penanaman dan penyemprotan dilakukan secara intensif disesuaikan dengan
populasi hama yang tinggi.

Pengamatan
A. Pengamatan pada setiap satuan percobaan meliputi:
1.

Umur berbunga dihitung saat 50% populasi galur/varietas sudah mulai
muncul bunga.

2.

Umur panen dihitung saat 95% polong dalam populasi galur/varietas
menunjukkan warna kuning kecoklatan, sudah mulai mengering, dan daun
berwarna kuning kecoklatan atau telah gugur.

3.

Bobot biji per petak (g/4 m²), yaitu hasil bobot total biji kering panen tiap
petak percobaan.

B. Pengamatan terhadap keragaan karakter agronomi dan hasil dilakukan pada
10 tanaman sampel dimasing-masing satuan percobaan. Pengamatan meliputi:
1.

Tinggi tanaman (cm), yaitu dihitung pada saat panen. Tinggi tanaman diukur
dari pangkal akar pada permukaan tanah sampai titik tumbuh.

2.

Jumlah cabang produktif, yaitu jumlah total cabang pada batang utama yang
menghasilkan polong.

3.

Jumlah buku produktif, yaitu jumlah total buku yang terdapat pada batang
utama dan cabang pada batang utama yang menghasilkan polong.

4.

Jumlah polong berisi per tanaman, yaitu jumlah polong bernas tiap tanaman.

5.

Jumlah polong total, yaitu jumlah polong berisi dan polong hampa.

6.

Persentase polong isi (%), yaitu persen hasil bagi antara jumlah polong berisi
dengan jumlah polong total.

7.

Jumlah biji per polong, yaitu rata-rata jumlah biji tiap polong per tanaman.

8.

Bobot 100 biji (g), yaitu menimbang bobot 100 biji kering per tanaman.

14
9.

Bobot biji per tanaman (g), yaitu menimbang bobot biji kering tiap tanaman
sampel.
Pemanenan dilakukan dengan menggunting batang bagian bawah tanaman,

hal ini untuk mengantisipasi kehilangan hasil pada saat panen. Kemudian tanaman
dijemur selama 2 – 3 hari sampai beberapa polongnya pecah untuk selanjutnya
dilakukan perontokan polong.

Analisis Data
Data dianalisis dengan analisis sidik ragam (ANOVA) yaitu dengan uji F
pada taraf nyata 5% (Steel dan Torrie, 1993). Perlakuan yang menunjukkan
perbedaan nyata kemudian diuji lanjut dengan uji t-Dunnet pada taraf nyata 5%.
Data juga dianalisis untuk menduga nilai ragam genetik yaitu dengan pendugaan
parameter genetik meliputi komponen ragam (ragam genetik, ragam fenotipik,
dan ragam lingkungan) dan nilai duga heritabilitas.
a. Ragam lingkungan (σ2 e ) yaitu pengaruh lingkungan yang menyebabkan
terjadinya perbedaan karakter yang diamati.
σ2 e = KTE, dimana KTE = KT galat (Kuadrat Tengah galat)
b. Ragam fenotipik (σ2 p ), yaitu hasil penjumlahan nilai ragam lingkungan dan
nilai ragam genotip.
σ2 p = σ2 e + σ2 g
c. Ragam genetik (σ2 g ), yaitu pengaruh genetik terhadap penampilan dari
karakter yang diamati.
σ2 g = (KT galur – KT galat)/r, dimana r = ulangan
d. Nilai duga heritabilitas arti luas (h² bs ) yaitu proporsi ragam genetik terhadap
besaran total ragam genetik ditambah dengan ragam lingkungan.
h² bs = σ2 g / σ2 p x 100%
e. Koefisien keragaman genetik (KKG) yaitu nisbah antara akar kuadrat tengah
ragam genetik dengan rataan umum, dirumuskan:
KKG = �σ²g/rataan umum x 100%

15
f. Hubungan antar karakter dianalisis dengan menghitung nilai koefisien
korelasi Pearson. Masing-masing nilai koefisien korelasi dihitung pada taraf
nyata 5% (Gomez dan Gomez, 1995).

16

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Karakteristik dari lahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah pH 5.1
(masam), konsentrasi Al3+ 0.05 cmolc/kg (sangat rendah). Toleransi kemasaman
tanah (pH tanah) bagi kedelai adalah 5.8 – 7.0. Pada pH kurang dari 5.5
pertumbuhannya terhambat karena keracunan alumunium (Purwono dan
Purnamawati, 2007). Pada penelitian kali ini, lahan percobaan tidak diberi kapur
maupun bahan organik meskipun pH tanah rendah. Hal ini dikarenakan pemberian
kapur akan lebih sesuai jika pH < 5 dan kejenuhan Alumunium (Al-dd) >10%
(Kustiastuti dan Taufiq, 2008).
Penelitian sebelumnya yang dilaksanakan di wilayah yang sama dengan
lokasi penelitian ini yaitu kecamatan Natar menunjukkan bahwa tanah yang
digunakan bertekstur liat pasir dengan komposisi liat lebih tinggi dibanding
dengan fraksi pasir dan terendah adalah fraksi debu. Komposisi tanah yang
demikian dapat memberikan pengaruh baik untuk pertumbuhan tanaman.
Kandungan bahan organik seperti C dan N, rasio C/N sangat rendah. Hal ini
disebabkan oleh lahan tersebut adalah lahan kering (Toyib, 2012).
Tabel 1. Iklim Bulanan Wilayah Beranti Lampung Selatan Bulan JanuariJuli 2012
Unsur iklim

Satuan

Curah Hujan
Hari Hujan
Kelembaban
suhu Udara
Lama
Penyinaran

mm
hari
%
C
%

Jan
227.4
21
80
26.5

Feb
192.4
20
83
26.4

46.7

54.8

Bulan
Mar Apr
172.6 242.5
14
12
79
81
26.8 26.9
55

70.4

Mei
96.5
9
80
27.4

Jun
52.9
9
80
26.5

Jul
18.2
6
78
26.2

70.5

67.1 74.2

Sumber : BMKG Beranti, 2012

Tabel 1 menunjukkan data curah hujan wilayah Beranti yang merupakan
salah satu wilayah yang berada di Lampung Selatan yang dekat dengan lokasi
penelitian ini. Curah hujan di wilayah Lampung Selatan dan sekitarnya tidak

17
merata disemua wilayah termasuk Kecamatan Natar yang memperoleh curah
hujan dapat dikatakan sedikit sehingga kondisi lahan mengalami kekeringan.
Curah hujan bulanan dari bulan Maret sampai Juli 2012 mengalami
penurunan. Rata-rata curah hujan per bulan, kelembaban, dan suhu udara selama
penelitian berlangsung terhitung pada bulan Maret sampai bulan Juli 2012
masing-masing adalah 116.54 mm/bulan, 79.6%, dan 26.76 °C (BMKG, 2012).
Tanaman kedelai dapat tumbuh dengan baik apabila curah hujan didaerah tersebut
berkisar antara 100 – 400 mm/bulan (Purwono dan Purnamawati, 2007).
Rendahnya curah hujan mengakibatkan kondisi lahan kedelai mengalami
kekeringan sehingga menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman
tidak optimal karena proses metabolisme terganggu.
Lahan yang digunakan untuk penelitian ini berupa lahan kering masam
yang sebelumnya ditanami dengan padi gogo. Pada fase vegetatif tanaman kedelai
tumbuh dengan baik. Hal ini karena curah hujan cukup bagi pertumbuhan
tanaman (Gambar 1). Selama pertumbuhan tanaman tidak ditemukan gejala
penyakit tanaman.

Gambar 1. Kondisi tanaman kedelai pada 5 Minggu Setelah Tanam (MST)

Kendala yang dihadapi saat penanaman adalah pada awal penanaman
curah hujan dilokasi penelitian tergolong rendah. Hal ini mengakibatkan daya
berkecambah benih rendah. Terjadinya penurunan pertumbuhan bukan disebabkan
mutu benih yang kurang baik. Penurunan viabilitas benih ini diduga karena air

18
kurang tersedia bagi benih sehingga proses imbibisi benih terganggu. Menurut
Susanti (2011), air merupakan salah satu unsur alamiah utama yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan karena air berfungsi untuk menjamin kelangsungan proses
fisiologis dan biologi tanaman. Dengan demikian ketersediaan air pada fase awal
pertumbuhan sangat diperlukan bagi tanaman.
Fase generatif tanaman sudah mulai berbunga sejak awal munculnya
bunga pertama yaitu pada 4 MST (umur 28 hari), kemudian berlanjut memasuki
tahap pengisian polong pada 6 MST. Galur-galur mutan M8 berbunga lebih cepat
jika dibandingkan dengan Tanggamus (berbunga pertama pada 30 hari). Hal ini
sebagai adaptasi tanaman terhadap kondisi kekeringan.
Organisme pengganggu tanaman meliputi gulma dan hama, tidak ditemui
gejala penyakit pada tanaman kedelai. Hama yang menyerang tanaman kedelai
adalah kepik hijau (Nezara viridula), belalang (Oxya spp.), dan kepik polong
kedelai (Riptortus linearis), dan penggerek polong (Etiella zinckenella).
Pengendalian hama dilakukan dengan menyemprot tanaman secara intensif yaitu
pada 3 MST, 5 MST, 6 MST, 7 MST dan 9 MST.

a

b

c

d

Gambar 2. Beberapa hama yang menyerang tanaman kedelai, a) dan b) Oxya,
spp., c) kepik hijau (Nezara viridula), dan d) larva penggerek
polong

Faktor biotik lainnya yang dapat mempengaruhi pertumbuhan kedelai
adalah gulma. Gulma yang mendominasi disekitar tanaman adalah Boreria alata,
Boreria laevis, Digitaria sp., Ephorbia hirta. Pengendalian gulma dilakukan
secara intensif terutama pada 3 MST dan 6 MST dengan cara manual yaitu
dicabut dan dibabat menggunakan kored/sabit.

19

Gambar 2. Beberapa jenis gulma yang dominan di lahan kedelai, a)
Boreria, sp. b) Ageratum conyzoide, dan c) Euphorbia hirta

Keragaan Karakter Agronomi
Pengamatan dilakukan terhadap beberapa karakter yaitu umur berbunga,
umur panen, tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang produktif, jumlah buku
produktif, jumlah polong berisi, jumlah polong total, bobot 100 biji, bobot biji per
tanaman, dan bobot per petak.
Tabel 2. Rekapitulasi Nilai Tengah, Standar Deviasi, dan Kisaran Karakter
Agronomi Galur-Galur Mutan M8 di Tanah Masam
Karakter
Umur berbunga (HST)
Umur panen (HST)
Tinggi tanaman saat panen (cm)
Jumlah cabang produktif
Jumlah buku produktif
Jumlah polong berisi
Jumlah polong total
Presentase polong isi (%)
Jumlah biji per polong
Bobot 100 biji (g)
Bobot biji/tanaman (g)
Bobot biji/petak(g/4 m²)

Nilai Tengah
± Std Dev
35.47 ± 0.34
85.41 ± 2.45
46.52 ± 5.86
2.47 ± 0.64
10.35 ± 1.12
20.71 ± 2.74
21.62 ± 3.03
95.78 ± 2.16
2.38 ± 0.13
16.62 ± 1.12
7.87 ± 0.97
356.29±54.63

Kisaran
35.00 - 36.33
81.33 - 91.33
41.08 - 59.14
1.44 - 2.87
7.47 - 11.73
14.57 - 23.00
14.77 - 25.07
92.00 - 99.13
2.13 - 2.61
13.41 - 17.93
5.46 - 9.01
267.20 - 483.14

Terdapat perbedaan penampilan karakter diantara galur-galur yang
diamati. Galur/varietas berpengaruh sangat nyata terhadap karakter umur
berbunga, umur panen, tinggi tanaman saat panen, jumlah polong berisi, jumlah
polong total, jumlah biji per polong, bobot 100 biji, dan bobot biji per petak.
Galur/varietas juga berpengaruh nyata terhadap karakter jumlah buku produktif
sedangkan pada pengamatan karakter persentase polong isi, dan bobot biji per

20
tanaman memperlihatkan bahwa galur/varietas tidak berpengaruh nyata terhadap
karakter-karakter tersebut (Tabel 3). Karakter-karakter yang menunjukkan nilai
tengah nyata kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut t-Dunnet pada taraf 5%
dengan varietas Argomulyo dan Tanggamus sebagai pembanding.
Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Karakter Agronomi Galur-Galur
Mutan M8 di tanah masam
Karakter
Umur berbunga
Umur panen
Tinggi tanaman saat panen
Jumlah cabang produktif
Jumlah buku produktif
Jumlah polong berisi
Jumlah polong total
Presentasi polong isi
Jumlah biji per polong
Bobot 100 biji
Bobot biji/tanaman
Bobot biji/petak

KT galur
6.46
26.77
160.15
0.34
7.46
85.27
93.89
12.39
0.08
6.68
3.41
11534.98

Fhit
17.34**
6.88**
16.36**
0.95tn
2.12*
5.44**
5.99**
1.16tn
2.88**
8.24**
1.18tn
2.73**

Pr > F
< .0001
< .0001
< .0001
0.5295
0.0343
< .0001
< .0001
0.344
0.0053
< .0001
0.337
0.0076

KK (%)
1.72
2.31
6.72
24.18
18.12
19.11
18.32
3.41
7.11
5.41
21.66
18.25

Keterangan: tn = tidak berbeda nyata; ** = berbeda sangat nyata pada taraf 1%; * = berbeda nyata
pada taraf 5% berdasarkan hasil uji F

Galur mutan M8 yang diujikan di tanah masam pada penelitian ini
merupakan galur-galur terpilih setelah dilakukan pengujian pada generasi M6 dan
M7 pada kondisi optimum. Pada penelitian sebelumnya memperlihatkan bahwa
galur mutan M8 pada generasi M5 merupakan galur yang memiliki indeks
sensivitas kekeringan (ISK) tinggi sehingga galur-galur tersebut dapat
dikategorikan sebagai galur yang toleran kekeringan (Diana, 2012). Berdasarkan
hasil penelitian ini terlihat bahwa karakter agronomi galur mutan M8 mengalami
penurunan hasil pada karakter jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif,
jumlah polong berisi, dan bobot biji per tanaman pada kondisi tanah masam
dibandingkan dengan generasi sebelumnya (M5).

21
Umur Berbunga dan Umur Panen
Sebagian besar populasi galur mutan M8 berbunga pada umur 5 MST.
Pengamatan umur berbunga dilakukan pada saat 50% populasi galur sudah mulai
berbunga. Umur berbunga galur-galur yang diujikan berada pada kisaran 35 hari
– 36.3 hari (rata-rata berbunga pada 35 hari) sedangkan rata-rata umur berbunga
varietas pembanding adalah 38.34 hari (Tabel 4).
Tabel 4. Keragaan Karakter Umur Berbunga dan Umur Panen Galur-Galur
Mutan M8 dan Varietas Pembanding di Tanah Masam
Galur/Varietas
M100-29A-42-14
M100-33-6-11
M100-46-44-6
M100-47-52-13
M100-96-53-6
M150-29-44-10
M150-7B-41-10
M150-69-47-2
M150-92-46-4
M200-13-47-7
M200-39-69-4
M200-37-71-4
M200-58-59-3
M200-93-49-6
M200-93-49-13
Rata-rata
Argomulyo
Tanggamus
Rata-rata

Umur Berbunga
(HST)
35.00b
36.33b
35.00b
35.00b
35.00b
35.00b
35.00b
35.00b
35.00b
35.00b
35.00b
35.00b
35.00b
35.00b
35.00b
35.09
35.67
41.00
38.34

Umur Panen
(HST)
83.67b
91.33
85.67b
85.67b
83.67b
85.67b
85.00b
82.33b
86.33b
87.33b
85.67b
83.67b
83.67b
81.33ab
81.67ab
84.84
87.00
92.33
89.67

Keterangan: Angka yang diikuti dengan a, b berbeda nyata dengan Argomulyo atau Tanggamus

berdasarkan uji Dunnet pada taraf 5%

Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa umur berbunga galur-galur mutan M8
tidak berbeda nyata lebih lama atau lebih cepat dibandingkan varietas Argomulyo
sebagai tetua galur akan tetapi umur berbunga galur-galur mutan M8 yang
diujikan menunjukkan nyata lebih cepat dibandingkan varietas Tanggamus
sebagai pembanding toleran tanah masam. Karakter umur berbunga yang cepat
pada galur-galur mutan M8 dapat diduga bahwa tanaman mengalami stres akibat

22
cekaman kekeringan. Hasil penelitian Jusuf et al. (1993) menunjukkan bahwa
cekaman kekeringan mempercepat pembungaan dan umur panen. Mitra (2