Uji daya hasil galur kedelai (Glycine max (L.) Merr.) hasil iradiasi sinar gamma di tanah masam

(1)

 

UJI DAYA HASIL GALUR KEDELAI (

Glycine max

(L.) Merr.)

HASIL IRRADIASI SINAR GAMMA DI TANAH MASAM

FITRIA PUSPA JUWITA

A24080176

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN


(2)

Yield Trial of Soybean (Glycine max (L.) Merr) Lines Gamma Ray Irradiation Produced at Acid Soil Fitria Puspa Juwita1, Trikoesoemaningtyas2, Yudiwanti Wahyu E.K.2

1

Mahasiswa, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB 2

Staf Pengajar, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB Abstract

Soybean ( Glycine max L. ) is one of the main commodity nuts in Indonesia because it is a source of vegetable protein important to diversify food. The objective of the research was to evaluate the yield of fifteen soybean lines gamma ray irradiation produced with two check varieties, namely Argomulyo as progeny and Tanggamus as drought acid tolerant varieties. The evaluation was aimed to gain information on the performance of agronomic characters of the advanced breeding lines of soybean and to select high yielding lines for released high yield

variety soybean acid adaptability. The research conduted at folk’s field in Jasinga subdistrict,

Bogor regency, in February 2012 – June 2012 as a part of preface trial. The design used was

randomized complete block design (RCBD) with 3 replication. The research result showed that flowering time, harvesting time, number of productive node, number of total pod, number of seed/pod, and 100 seed weight were very significantly different among lines evaluated. Plant height, number of productive branch, number of filled pod, and number of total pod had positive correlated to seed/plant weight. Lines that showed of the good performance for the some characters to influenced the yield were M100-33-6-11, M100-96-53-6, dan M200-93-49-13. Keyword : yield trial, soybean, acid adaptability


(3)

 

 

RINGKASAN

FITRIA PUSPA JUWITA. Uji Daya Hasil Galur Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) Hasil Iradiasi Sinar Gamma di Tanah Masam. Dibimbing oleh TRIKOESOEMANINGTYAS dan YUDIWANTI WAHYU E. K.

Kedelai (Glycine max L.) merupakan salah satu komoditas utama kacang-kacangan di Indonesia karena merupakan sumber protein nabati penting untuk diversifikasi pangan dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Pengembangan pertanaman kedelai dapat diarahkan pada tiga agroekosistem utama, yaitu: lahan sawah irigasi, lahan sawah tadah hujan, dan lahan kering. Dengan mempertimbangkan produktivitas yang paling tinggi dan resiko kegagalan yang paling kecil, lahan sawah setelah padi dan lahan kering mempunyai potensi paling besar untuk pengembangan tanaman kedelai. Lahan kering di Indonesia umumnya bertanah masam. Permasalahan yang dihadapi dalam budidaya kedelai tanah masam adalah berkurangnya hasil produksi yang diperoleh akibat dari lingkungan yang kurang optimal. Cara yang efektif untuk mengatasi kendala tersebut adalah dengan mengembangkan varietas toleran pada tanah masam melalui program pemuliaan kedelai.

Penelitian ini merupakan rangkaian dari penelitian kedelai hasil mutasi dengan menggunakan irradiasi sinar gamma yang bertujuan untuk menghasilkan varietas yang mampu beradaptasi baik pada tanah masam. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai dengan Juni 2012 di kebun milik masyarakat di Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan Laboratorium Penelitian Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktor tunggal dengan tiga ulangan. Galur harapan kedelai yang terdiri dari 15 galur dan 2 varietas pembanding adalah sebagai perlakuan. Varietas pembanding yaitu Argomulyo sebagai varietas asal dan Tanggamus sebagai pembanding toleran lahan kering masam. Galur - galur yang digunakan adalah M100-29A-42-14, M100-33-6-11,


(4)

 

 

M100-46-44-6, M100-47-52-13, M100-96-53-6, M150-7B-41-10, M150-29-44-10, M150-69-47-4, M150-92-46-4, M200-13-47-7, M200-37-71-4, M200-39-69-4, M200-58-59-3, M200-93-49-6, dan M200-93-49-13.

Kondisi tanaman secara umum menunjukkan keragaan yang baik pada dua ulangan, namun pada satu ulangan keragaannya kurang baik. Pada ulangan tersebut tanaman mengalami kekerdilan, klorosis, bercak daun, diameter batang yang sangat kecil, dan tidak mampu membentuk polong. Hasil analisis tanah pada ulangan tersebut menunjukkan bahwa nilai pH sebesar 4.0 dan konsentrasi Al3+ sebesar 5.38. Oleh karena itu, data dari perlakuan pada ulangan tersebut ditiadakan pada hasil penelitian.

Galur – galur kedelai yang diuji pada penelitian ini berbeda sangat nyata pada karakter umur berbunga, umur panen, jumlah buku produktif, jumlah polong total, jumlah biji per polong dan bobot 100 biji. Karakter tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang produktif, jumlah polong bernas, dan jumlah polong total berkorelasi positif dan sangat nyata terhadap karakter bobot biji per tanaman. Galur yang menunjukkan penampilan baik untuk beberapa karakter komponen hasil adalah M100-33-6-11, M100-96-53-6, dan M200-93-49-13.


(5)

 

UJI DAYA HASIL GALUR KEDELAI (

Glycine max

(L.) Merr.)

HASIL IRRADIASI SINAR GAMMA DI TANAH MASAM

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

FITRIA PUSPA JUWITA

A24080176

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN


(6)

 

 

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : UJI DAYA HASIL GALUR KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) HASIL IRRADIASI SINAR GAMMA DI TANAH MASAM

Nama : FITRIA PUSPA JUWITA

NIM : A24080176

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu E.K., MS

NIP. 19620102 199702 2 001 NIP. 19631107 198811 2 001

Mengetahui:

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc. Agr NIP. 196111 198703 1 003


(7)

 

 

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada 16 April 1991 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara dari Bapak Riduwan dan Ibu Mayda Haryati. Penulis adalah adik dari Noli Kusumawanti AMd.Keb dan Angga Dwi Kurniawan AMd, serta kakak dari Ajeng Madyatri Hartanti.

Tahun 2002 penulis lulus dari SDN 02 Petang Kalideres Jakarta, kemudian pada tahun 2005 menyelesaikan studi di SMPN 169 Jakarta. Selanjutnya penulis lulus dari SMAN 84 Jakarta pada tahun 2008. Penulis diterima di IPB pada tahun 2008 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) sebagai mahasiswa Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan. Tahun 2009 aktif dalam Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian (DPM A) dan menjabat sebagai staf badan pengawas BEM. Tahun 2010 penulis mengikuti kegiatan ”IPB Go Field” untuk Desa Hambalang, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor. Selain itu penulis juga aktif dalam mengikuti beberapa pelatihan, seminar serta panitia dalam kegiatan mahasiswa. Salah satu pelatihan yang diikuti adalah Latihan Dasar Kemiliteran Resimen Mahasiswa Program Pendidikan Pendahuluan Bela Negara di Gunung Bunder, Bogor pada tahun 2009.


(8)

 

 

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan petunjuk dan kemudahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beriring salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia kepada ilmu dan kebaikan.

Studi yang berjudul ”Uji Daya Hasil Galur Kedelai (Glycine Max (L.) Merr.) Hasil Irradiasi Sinar Gamma di Tanah Masam” ini merupakan bagian penelitian yang didanai oleh Dirjen Dikti Proyek I-MHERE b2c Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc dan Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu E.K., MS selaku pembimbing skripsi yang telah banyak membantu penulis baik selama penelitian maupun penulisan skripsi.

2. Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran selama pelaksanaan sidang skripsi.

3. Dr. Desta Wirnas, SP, MSi selaku pembimbing akademik yang telah memberikan nasihat - nasihat berharga bagi penulis selama studi.

4. Seluruh keluarga besar penulis atas doa dan dukungannya.

5. Gandhi Satya Mahardika, SP yang telah memberikan semangat, motivasi, bantuan tenaga mulai dari sebelum pelaksanaan penelitian hingga selesai. 6. Mba Siti Marwiyah yang telah membantu penulis dalam kegiatan sebelum

penelitian sampai menyusun skripsi. Pak Zaenudin dan Mas Eki yang telah membantu pelaksanaan penelitian di lapang.

7. Sahabat - sahabat penulis, Ratih, Wulan, Dinda, Alma, Hesti, teman - teman Laboratorium Pemuliaan Tanaman, Tuti, Khusnul, Lela, Saroh, dan Rifa. 8. Teman - teman Kost Putri WJ, Dyla, Dilla, Tipa, Tina, Ferra, Erna, Mba Atik,

Mba Santi, Uthu dan Rini yang telah berbagi kebersamaan dan keceriaan. Penulis berharap skripsi ini dapat berguna dan diterima bagi pihak - pihak yang membutuhkan.


(9)

 

 

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……… Vi

DAFTAR GAMBAR ……… Vii

DAFTAR LAMPIRAN ……… Viii

PENDAHULUAN ……… 1

Latar Belakang ……….. 1

Tujuan Penelitian ……….. 3

Hipotesis ………... 3

TINJAUAN PUSTAKA ………... 4

Botani Tanaman Kedelai ……….. 4

Syarat Tumbuh Kedelai ……….... 8

Toleransi Kedelai terhadap Tanah Masam ……….. 9

Pemuliaan Tanaman Kedelai ……….... 10

Uji Daya Hasil Kedelai ………. 12

BAHAN DAN METODE ………. 14

Waktu dan Tempat ………... 14

Bahan dan Alat ………. 14

Rancangan Penelitian ………... 14

Pelaksanaan Penelitian ………. 15

Pengamatan Penelitian ……….. 16

Analisis Data ……… 17

HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 19

Kondisi Umum ………. 19

Keragaan Karakter Agronomi ……….. 23

Keragaman Genetik Galur Kedelai M7 ……… 33

Uji Korelasi Beberapa Karakter Tanaman ……….. 34

Deskripsi Galur – galur Kedelai Putatif Mutan ………….... 37

KESIMPULAN DAN SARAN ……… 41

Kesimpulan ……….. 41

Saran ………. 41

DAFTAR PUSTAKA ………... 42


(10)

 

 

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Uraian stadia vegetatif tanaman kedelai ……….………. 6 2. Uraian stadia generatif tanaman kedelai ……….. 7 3. Analisis ragam dan komponen pendugaan ragam …….……….. 18 4. Rekapitulasi nilai tengah, simpangan baku, dan kisaran

beberapa karakter agronomi galur kedelai putatif mutan ………

23 5. Rekapitulasi hasil analisis ragam keragaan karakter agronomi

genotipe kedelai ………..………….

24 6. Keragaan karakter karakter umur berbunga, umur panen, dan

periode pengisian polong genotipe kedelai di tanah masam …...

25 7. Keragaan karakter tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang

produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong bernas, dan jumlah polong total genotipe kedelai di tanah masam ...……...

28

8. Keragaan karakter persentase polong isi, jumlah biji per polong, bobot 100 biji, bobot biji per tanaman, dan bobot biji per petak genotipe kedelai di tanah masam …….………..………..

30

9. Nilai komponen ragam, heritabilitas, dan koefisien keragaman genetik (KKG) galur kedelai di tanah masam ……….

33 10. Hasil uji korelasi Pearson antar karakter pada galur kedelai

putatif mutan ………...

36 11. Karakteristik sifat kuantitatif genotipe - genotipe kedelai yang

diuji ………..


(11)

 

 

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Kondisi tanaman kedelai 3 MST dan kondisi tanaman

menjelang panen ………...

19 2. Hama, penyakit dan gulma pada pertanaman kedelai selama

penelitian ……….………

22

3. Keragaan biji genotipe – genotipe kedelai hasil pertanaman di tanah masam ……….


(12)

 

 

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Hasil analisis ragam karakter umur berbunga ………. 47 2. Hasil analisis ragam karakter umur panen ……….. 47 3. Hasil analisis ragam karakter tinggi tanaman saat panen …... 47 4. Hasil analisis ragam karakter jumlah cabang produktif …….. 47 5. Hasil analisis ragam karakter jumlah buku produktif ………. 48 6. Hasil analisis ragam karakter jumlah polong bernas ……….. 48 7. Hasil analisis ragam karakter jumlah polong total ………….. 48 8. Hasil analisis ragam karakter jumlah biji per polong ………. 48 9. Hasil analisis ragam karakter persen polong isi ……….. 49 10. Hasil analisis ragam karakter bobot biji per tanaman ………. 49 11. Hasil analisis ragam karakter bobot 100 biji ……….. 49 12. Hasil analisis ragam karakter bobot biji per petak ……….…. 49 13. Data iklim bulanan BMKG 2012 Darmaga Bogor …………. 50 14. Hasil analisis contoh tanah pertama sebelum tanam kedelai

di Desa Bagoang, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor,

Jawa Barat 2012 ………..…….... 51

15. Hasil analisis contoh tanah kedua ………...… 52 16. Deskripsi varietas pembanding ………... 53


(13)

 

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kedelai (Glycine max L.) merupakan salah satu komoditas utama kacang -kacangan di Indonesia karena merupakan sumber protein nabati penting untuk diversifikasi pangan dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Biji kedelai dapat diolah menjadi beberapa produk diantaranya tempe, tahu, susu kedelai, tauco, dan sebagai bahan baku kosmetik. Faktor pertambahan jumlah penduduk, berkembangnya industri pangan dan pakan mengakibatkan kebutuhan kedelai di Indonesia pada 2010 telah mencapai 2.3 juta ton, sementara produksi dalam negeri baru memenuhi 35 – 40% dari kebutuhan. Pemerintah telah mencanangkan program peningkatan produksi kedelai nasional dan menjadikan tahun 2014 sebagai tahun swasembada kedelai dalam rangka mengurangi ketergantungan impor (Balitbangtan, 2011).

Saat ini luas panen kedelai di Indonesia sebesar 622,254 ha dengan hasil panen sebesar 851,286 ton sehingga produktivitas kedelai sebesar 1.368 ton/ha. Kondisi ini lebih kecil dibandingkan luas panen kedelai di Indonesia pada tahun 1993 sebesar 1,468,316 ha dengan hasil panen kedelai sebesar 1,707,126 ton dengan produktivitas hanya sebesar 1.163 ton/ha. Menurut angka ramalan I (ARAM I), diperkirakan luas lahan kedelai berkurang namun terdapat peningkatan produktivitas kedelai. Luas panen yang diperkirakan pada tahun 2012 sebesar 566,693 ha dengan produktivitas sebesar 1.376 ton/ha sehingga produksi kedelai mencapai 779,741 ton (BPS, 2012).

Usaha meningkatkan produksi kedelai dapat dilakukan melalui peningkatan produktivitas dan perluasan areal tanam (Arsyad et al., 2007). Pengembangan pertanaman kedelai dapat diarahkan pada tiga agroekosistem utama, yaitu: lahan sawah irigasi, lahan sawah tadah hujan, dan lahan kering. Dengan mempertimbangkan produktivitas yang paling tinggi dan resiko kegagalan yang paling kecil, lahan sawah setelah padi dan lahan kering mempunyai potensi paling besar untuk pengembangan tanaman kedelai (Zaini, 2005).


(14)

 

 

Umumnya lahan kering di Indonesia bertanah masam. Permasalahan yang dihadapi dalam budidaya kedelai tanah masam adalah berkurangnya hasil produksi yang diperoleh akibat dari lingkungan yang kurang optimal. Kendala tersebut dapat diatasi dan dikendalikan dengan melakukan pengapuran pada lahan, namun cara tersebut kurang ekonomis dan dapat dan menimbulkan pencemaran tanah. Cara yang lebih efektif adalah dengan mengembangkan varietas toleran pada tanah masam melalui program pemuliaan kedelai.

Saat ini terdapat 7 varietas unggul kedelai adaptif lahan kering masam, yaitu varietas Slamet, Sindoro, Tanggamus, Sibayak, Nanti, Ratai dan Seulawah. Daya hasil varietas-varietas tersebut 2.2 – 2.5 ton/ha pada lahan kering agak masam (pH 5.5, Al 30 - 35%). Varietas tersebut umumnya berumur sedang (86 - 93 hari). Enam varietas berukuran biji sedang (10.5 – 12.7g/100 biji) dan satu varietas (Seulawah) berbiji kecil (9.5/100 biji). Tiga varietas yaitu Nanti, Ratai dan Seulawah tahan penyakit karat, sedangkan empat varietas yaitu Tanggamus, Nanti, Ratai dan Seulawah toleran kekeringan (Balitkabi, 2010). Perakitan varietas toleran tanah masam juga dilakukan dengan meradiasi massa sel somatik varietas Wilis, Slamet dan Sindoro dengan sinar gamma 0 dan 400 rad, yang kemudian diseleksi pada pH 4 dan Al dengan taraf 0 – 500 ppm (Mariska et al., 2001). Iswari (2002) melakukan penelitian mengenai produktivitas kedelai pada tanah masam di Jasinga memperoleh kisaran hasil di bawah produktivitas nasional yaitu 0.53-1.18 ton/ha.

Pada lokakarya tahun 1976 Lewis telah menemukan empat tingkatan ketepatan penelitian bagi pengungkapan aspek genetik pada masalah cekaman tanah mineral, yaitu (1) penyaringan dan pengujian di lapang, (2) penyaringan di laboratorium disertai studi genetik, (3) studi fisiologi tentang interaksi genotipe dengan cekaman, dan (4) studi pada tingkat sel dan molekuler (Makmur, 2003). Arsyad et al. (2007) menyatakan bahwa upaya peningkatan keragaman genetik kedelai dapat dilakukan melalui introduksi, persilangan, transformasi genetik dan mutasi.


(15)

 

 

Salah satu tujuan program pemuliaan kedelai ini adalah untuk memperoleh varietas yang beradaptasi baik pada kondisi tanah masam. Untuk itu dilakukan penelitian uji daya hasil galur - galur harapan kedelai hasil dari irradiasi sinar gamma di lahan kering bertanah masam dengan tujuan untuk memperoleh keragaan karakter agronomi.

Galur yang digunakan pada penelitian ini adalah generasi M7 dari hasil irradiasi Sinar Gamma varietas Argomulyo dengan dosis 50, 100,150 dan 200 Gy. Diperoleh 4 populasi hasil irradiasi yang dikembangkan sampai M4 dengan seleksi pedigree untuk karakter agronomi dan daya hasil tinggi. Pada generasi M5 dilakukan seleksi untuk toleransi terhadap kekeringan di rumah plastik dan terpilih 50 galur. Kelima puluh galur M6 kemudian ditanam di lahan kering bertanah masam di Kecamatan Natar, Lampung Selatan dan diseleksi 25 galur paling toleran. Pada penelitian ini 15 galur generasi M7 terpilih dievaluasi dalam uji daya hasil lanjutan untuk memperoleh galur kedelai adaptasi tanah masam dengan daya hasil yang tinggi.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah menguji daya hasil galur - galur kedelai hasil irradiasi sinar gamma sebagai bagian uji daya hasil lanjutan. Selain itu, pengujian tersebut dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai keragaan karakter agronomi galur - galur hasil irradiasi sinar gamma di tanah masam.

Hipotesis Hipotesis yang diajukan untuk penelitian ini adalah :

1. Terdapat perbedaan keragaan karakter agronomi di antara galur - galur yang diuji di tanah masam.

2. Terdapat perbedaan hasil dari galur - galur yang diuji di tanah masam. 3. Terdapat galur kedelai putatif mutan yang memiliki penampilan baik untuk


(16)

 

 

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Kedelai

Pada tahun 1948 telah disepakati bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah, yaitu Glycine max (L.) Merill. Klasifikasi tanaman kedelai sebagai berikut :

Divisio : Spermatophyta Classis : Dicotyledoneae Ordo : Rosales

Familia : Papilionaceae Genus : Glycine

Species : Glycine max (L.) Merill

Tanaman kedelai yang dibudidayakan merupakan tanaman tegak, bersemak dan berdaun banyak. Apabila tanaman kedelai memiliki ruang tumbuh yang cukup, tanaman akan membentuk cabang yang sedalam–dalamnya (Poehlman, 1959). Adie dan Krisnawati (2007) menambahkan bahwa karakteristik kedelai yang dibudidayakan (Glycine max L. Merril) di Indonesia merupakan tanaman semusim, tanaman tegak dengan tinggi 40 - 90 cm, bercabang, memiliki daun tunggal dan daun bertiga, bulu pada daun dan polong tidak terlalu padat dan umur tanaman antara 72 - 90 hari. Kedelai introduksi umumnya tidak memiliki atau memiliki sangat sedikit percabangan dan sebagian bertrikoma padat baik pada daun maupun polong.

Biji berkembang dalam waktu yang lama beberapa hari setelah pembuahan. Perpanjangan dimulai sekitar 5 hari dan panjang maksimum didapatkan setelah 15 – 20 hari. Pembelahan sel pada kotiledon terjadi dua minggu setelah pembuahan. Perkembangan kotiledon yang cepat ditandai dengan akumulasi berat protein dan lemak (Shibels et al., 1975). Biji merupakan komponen morfologi kedelai yang bernilai ekonomis (Adie dan Krisnawati, 2007). Jumlah biji per polong pada kedelai berkisar 1 – 5 biji, umumnya varietas kedelai yang dipasarkan memiliki 2 atau 3 biji per polong. Ukuran biji kedelai


(17)

 

 

sangat bervariasi yang dapat diukur dari bobot 100 biji. Kisaran bobot 100 biji kedelai adalah 5 – 35 g (Poehlman, 1959). Pengelompokan ukuran biji kedelai berbeda antar negara, di Indonesia kedelai dikelompokkan berukuran besar (bobot > 14 g/100 biji), sedang (10 - 14 g/100 biji), dan kecil (< 10 g/100 biji). Biji sebagian besar dilapisi oleh kulit biji (testa). Antara kulit biji dan kotiledon terdapat lapisan endosperm (Adie dan Krisnawati, 2007).

Sistem perakaran pada kedelai terdiri dari sebuah akar tunggang yang terbentuk dari calon akar sekunder yang tersusun dalam empat barisan sepanjang akar tunggang, cabang akar sekunder, dan cabang akar adventif yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil. Bintil akar pertama terlihat 10 hari setelah tanam. Umumnya sistem perakaran terdiri dari akar lateral yang berkembang 10 - 15 cm di atas akar tunggang. Dalam berbagai kondisi, sistem perakaran terletak 15 cm di atas akar tunggang, tetap berfungsi mengapsorpsi dan mendukung kehidupan tanaman (Adie dan Krisnawati, 2007). Akar lateral kedelai muncul 3 – 7 hari setelah berkecambah. Sebulan kemudian akar primer muncul sepanjang 45 – 60 cm (Shibels et al., 1975).

Batang tanaman kedelai berasal dari poros embrio yang terdapat pada biji masak. Hipokotil merupakan bagian terpenting pada poros embrio, yang berbatasan dengan bagian ujung bawah permulaan akar yang menyusun bagian kecil dari poros bakal akar hipokotil. Bagian atas poros embrio berakhir pada epikotil yang terdiri dari dua daun sederhana, yaitu primordial daun bertiga pertama dan ujung batang. Sistem perakaran di atas hipokotil berasal dari epikotil dan tunas aksilar. Pola percabangan akar dipengaruhi oleh varietas dan lingkungan, seperti panjang hari, jarak tanam, dan kesuburan tanah (Adie dan Krisnawati, 2007).

Daun kedelai terbagi menjadi empat tipe, yaitu kotiledon atau daun biji, dua helai daun primer sederhana, daun bertiga, dan profila. Bentuk daun kedelai adalah lancip, bulat, dan lonjong, serta terdapat perpaduan bentuk daun misalnya antara lonjong dan lancip. Sebagian besar bentuk daun kedelai yang ada di Indonesia adalah berbentuk lonjong dan hanya terdapat satu varietas (Argopuro) berdaun lancip (Adie dan Krisnawati, 2007).


(18)

 

 

Kedelai merupakan tanaman menyerbuk sendiri yang bersifat kleistogami. Polen dari anter jatuh langsung pada stigma bunga yang sama. Bunga membuka pada pagi hari tetapi terlambat membuka pada cuaca yang dingin (Poehlman and Sleper, 1995). Periode berbunga dipengaruhi oleh waktu tanam, berlangsung 3 - 5 minggu. Berbagai penelitian menyebutkan bahwa tidak semua bunga kedelai berhasil membentuk polong, dengan tingkat keguguran 20 - 80%. Umumnya varietas dengan banyak bunga per buku memiliki persentase keguguran bunga yang lebih tinggi daripada yang berbunga sedikit. (Adie dan Krisnawati, 2007).

Pertumbuhan tanaman dibagi dalam dua fase (stadia) yakni fase vegetatif dan fase generatif (reproduktif). Fase vegetatif dilambangkan dengan huruf V, sedangkan fase generatif atau reproduktif dengan huruf R.

a) Stadia pertumbuhan vegetatif

Fase vegetatif (V) diawali pada saat tanaman muncul dari tanah dan kotiledon belum membuka (Ve). Jika kotiledon telah membuka dan diikuti oleh membukanya daun tunggal (unifoliat) maka dikategorikan fase kotiledon (Vc). Penandaan fase vegetatif berikutnya berdasarkan pada membukanya daun bertiga (trifoliat) sekaligus menunjukkan posisi buku yang dihitung dari atas tanaman pada batang utama. (Adie dan Krisnawati, 2007).

Tabel 1. Uraian stadia vegetatif tanaman kedelai

Stadium Tingkat stadium Uraian

Ve Stadium pemunculan Kotiledon muncul dari dalam tanah Vc Stadium kotiledon Daun unifoliat berkembang

V1 Stadium buku pertama Daun terurai pada buku unifiloat

V2 Stadium buku kedua Daun bertiga yang terurai penuh pada buku diatas buku unifoliat

V3 Stadium buku ketiga Tiga buah buku pada batang utama dengan daun terurai penuh

Vn Stadium buku ke-n n buku pada batang utama dengan daun terurai penuh


(19)

 

  b) Stadia pertumbuhan reproduktif

Stadia pertumbuhan reproduktif (generatif) dihitung sejak tanaman kedelai mulai berbunga sampai pembentukan polong, perkembangan biji, dan pemasakan biji.

Tabel 2. Uraian stadia generatif tanaman kedelai

Stadium Tingkatan stadium Uraian

R1 Mulai berbunga Bunga terbuka pertama pada buku manapun di batang utama

R2 Berbunga penuh Bunga terbuka pada salah satu dari dua buku teratas pada batang utama dengan daun terbuka penuh

R3 Mulai berpolong Polong sepanjang 5 mm pada salah satu dari 4 buku teratas batang utama dengan daun terbuka penuh

R4 Berpolong penuh Polong sepanjang 2 cm pada salah satu dari 4 buku teratas batang utama dengan daun terbuka penuh

R5 Mulai berbiji Biji sebesar 3 mm dalam polong di salah satu dari 4 buku teratas batang utama dengan daun terbuka penuh R6 Berbiji penuh Polong berisi satu biji hijau di salah atu

dari 4 buku teratas pada batang utama dengan daun terbuka penuh

R7 Mulai matang Satu polong pada batang utama telah mencapai warna polong matang

R8 Matang penuh 95% polong telah mencapai warna polong matang

Sumber : Hidajat (1985)

Uraian stadia vegetatif dan generatif dapat terlihat pada Tabel 1 dan 2 dimana tanaman kedelai memiliki dua periode tumbuh, yaitu stadia vegetatif dan generatif. Stadia vegetatif tergantung genotipe dan lingkungan, terutama panjang hari dan suhu. Di daerah tropis, stadia vegetatif sebagian besar kultivar berkisar antara 4 - 5 minggu. Periode vegetatif dihitung sejak tanaman muncul dari dalam tanah. Setelah stadia kotiledon, penandaan stadia vegetatif berdasarkan jumlah


(20)

 

 

buku. Stadia generatif dinyatakan sejak waktu berbunga hingga perkembangan polong, perkembangan biji, dan saat matang biji (Hidajat, 1985).

Pertumbuhan tanaman kedelai selain dibagi atas dasar lamanya periode vegetatif dan generatif, juga dapat dibedakan berdasarkan batang dan bunga. Maka dari itu tipe pertumbuhan kedelai terdiri dari tipe determinit, indeterminit dan semi-determiniit. Pada tipe determinit, pertumbuhan vegetatif berhenti setelah fase berbunga, buku bagian atas mengeluarkan bunga pertama, batang tanaman teratas cenderung berukuran sama dengan batang bagian tengah sehingga pada kondisi normal batang tidak melilit. Tipe indeterminit, pertumbuhan vegetatif berlanjut setelah fase berbunga, buku bagian bawah mengeluarkan bunga pertama, batang tanaman teratas cenderung berukuran lebih kecil dengan batang bagian tengah sehingga pada kondisi normal batang melilit. Varietas kedelai yang ada di Indonesia umumnya bertipe tumbuh determinit (Adie dan Krisnawati, 2007).

Syarat Tumbuh Kedelai

Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100 - 400 mm/bulan. Untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman kedelai membutuhkan curah hujan antara 100 - 200 mm/bulan. Suhu yang dikehendaki tanaman kedelai antara 21 – 34 oC, akan tetapi suhu optimum bagi pertumbuhan tanaman kedelai 23 – 27 oC. Pada proses perkecambahan benih kedelai memerlukan suhu yang cocok sekitar 30 oC. Varietas kedelai berbiji kecil, sangat cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 0.5 - 300 m dpl. Varietas kedelai berbiji besar cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 300 - 500 m dpl. Kedelai biasanya akan tumbuh baik pada ketinggian tidak lebih dari 500 m dpl (Prihatman, 2000).

Komponen lingkungan yang menjadi penentu keberhasilan usaha produksi kedelai adalah faktor iklim (suhu, sinar matahari, curah dan distribusi hujan), dan kesuburan fisiko-kimia tanah dan biologi tanah (solum, tekstur, pH, ketersediaan hara, kelembaban tanah, bahan organik dalam tanah, drainase dan aerasi tanah, serta mikroba tanah). Rhizobium sp. yang hidup pada akar bersimbiosis dengan


(21)

 

 

tanaman kedelai sangat penting bagi pertumbuhan kedelai. Rhizobium sp. umumnya memiliki persyaratan hidup yang sama dengan persyaratan tumbuh kedelai (Sumarno dan Manshuri, 2007). Bakteri penambat nitrogen dalam tanah dipengaruhi oleh sifat fisik tanah seperti tekstur tanah dan kelembaban tanah. Tanah yang tergenang mengurangi bintil akar kedelai sekitar 15% (Norman et al., 1995).

Genotipe (varietas) kedelai memiliki persyaratan adaptasi spesifik walaupun pada suatu lingkungan ditentukan oleh interaksi antar genotipe dengan lingkungan. Varietas kedelai dari wilayah subtropik tidak tumbuh atau berproduksi optimal pada lingkungan tumbuh terbaik di Indonesia. Lingkungan tumbuh yang sangat sesuai bukan jaminan mutlak untuk keberhasilan usaha produksi kedelai. Mutu benih, waktu tanam, pengendalian OPT, pengelolaan tanaman yang optimal merupakan hal yang sama penting dengan lingkungan tumbuh yang sesuai (Sumarno dan Manshuri, 2007).

Toleransi Kedelai terhadap Tanah Masam

Penyebaran tanah kering di Indonesia sekitar 60 % luas lahannya ditempati oleh tanah bereaksi masam (Hairiah et al., 2005). Dengan demikian, jelaslah bahwa potensi tanah masam sangat besar untuk pembangunan pertanian, baik masa kini maupun masa mendatang. Sejak awal tahun 1970, tanah masam di Indonesia telah dimanfaatkan untuk keperluan transmigrasi dan sekaligus untuk pembangunan pertanian, baik untuk tanaman pangan maupun untuk tanaman perkebunan dan kehutanan.

Tanah masam dicirikan oleh pH yang rendah (<5.5), yang berkaitan dengan kadar Al tinggi, fiksasi P tinggi, kandungan basa - basa dapat ditukar dan KTK rendah, kandungan besi dan mangan yang mendekati batas racun, peka erosi, dan miskin elemen biotik. Tanah – tanah tersebut umumnya terdapat di wilayah beriklim basah yang mengalami proses pelapukan kimiawi secara sangat insentif. Lingkungan yang lembab dengan suhu tinggi sangat cepat melapukkan mineral - mineral primer tanah dan batuan induk tanah yang menghasilkan lapukan berupa basa - basa tanah (Ca, Mg, K, dan Na). Curah hujan yang tinggi


(22)

 

 

juga mengakibatkan basa - basa dalam tanah tercuci keluar lingkungan tanah dan yang tertinggal dalam kompleks adsorpsi liat dan humus adalah ion H dan Al. akibatnya tanah menjadi bereaksi masam dengan kejenuhan basa rendah dan menunjukkan kejenuhan aluminium yang tinggi (Abdurachman, et al., 2007).

Luas total tanah yang tersedia di Indonesia sebagian besar bereaksi masam dengan status Al tinggi, kapasitas tukar kation dan kandungan unsur haranya rendah ini menyebabkan produksi kedelai lebih rendah. Teknologi budidaya kedelai yang dianjurkan di lahan kering masam adalah penggabungan teknologi ameliorasi tanah masam dengan penggunaan varietas unggul toleran tanam masam. Selain itu, waktu tanam, cara tanam, perawatan tanaman, dan panen yang tepat sangat mempengaruhi peningkatan produksi kedelai (Atman, 2006).

Makmur (2003) menyatakan bahwa derajat ketoleranan terhadap pH rendah sejalan dengan ketoleranan terhadap tingkat kandungan Al-dd dan efisiensi terhadap pupuk fosfat. Dalam kondisi tercekam Al, galur - galur toleran lebih mampu menyerap Ca++ dan Mg++.

Perakitan varietas kedelai adaptif lahan kering masam lebih diarahkan untuk mendapatkan varietas yang toleran kemasaman tanah dan toleran kekeringan serta mempunyai sifat-sifat agronomi yang baik yaitu tanaman kokoh, tinggi, tidak mudah rebah, polong banyak, ukuran biji besar atau sedang (Balitkabi, 2010).

Pemuliaan Tanaman Kedelai

Pemuliaan tanaman dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang perubahan – perubahan susunan genetik sehingga diperoleh tanaman yang menguntungkan manusia (Poespodarsono, 1988). Arsyad et al. (2007) menambahkan strategi perakitan varietas diarahkan untuk menghasilkan varietas baru guna meningkatkan produksi dan pendapatan petani. Strategi perakitan varietas ditujukan untuk mengatasi permasalahan atau hambatan produksi pada agroekosistem yang bersangkutan, yang meliputi permasalahan biologis dan non biologis (fisik), peluang keberhasilan, dan kemungkinan pengembangan di masa mendatang.


(23)

 

 

Umumnya proses kegiatan pemuliaan diawali dengan (i) usaha koleksi plasma nutfah sebagai sumber keragaman, (ii) identifikasi dan karakterisasi, (iii) induksi keragaman, misalnya melalui persilangan ataupun dengan transfer gen, yang diikuti dengan (iv) proses seleksi, (v) pengujian dan evaluasi, (vi) pelepasan, distribusi dan komersialisasi varietas.

Dalam program pemuliaan tanaman untuk ketahanan atau toleransi terhadap cekaman lingkungan (fisik), teknik seleksi dapat dibedakan ke dalam : (a) seleksi tidak langsung (indirect breeding), (b) seleksi langsung (direct breeding), dan (c) seleksi pada lingkungan terkontrol (Lewis and Christiansen, 1981). Seleksi didasarkan pada penampilan individu dalam populasi, antara lain jumlah polong isi atau tinggi tanaman. Hasil – hasil penelitian korelasi antar ciri- ciri agronomik tetap penting untuk mengidentifikasi genotipe – genotipe superior, sedangkan pengukuran hasil diperlukan untuk meningkatkan perbaikan genetik mengenai kapasitas hasil secara maksimal (Somaatmadja, 1985).

Sumarno dan Harnoto (1983) menyatakan pemuliaan kedelai ditujukan untuk mendapatkan varietas unggul dengan sifat-sifat potensi hasil tinggi yaitu mencapai 2 ton/ha, umur genjah (75 - 90 hari), tahan penyakit karat daun (Phakopsora pachyrhyzi), toleran tanah masam, dan beradaptasi baik pada tanah tanpa pengolahan intensif. Arsyad (2000) menambahkan tujuan pemuliaan kedelai antara lain mengembangkan varietas yang dapat beradaptasi baik pada lahan kurang subur, umur tanaman tergolong tengahan hingga panjang, tahan hama penyakit utama, memiliki sifat agronomis yang baik, penampilan serta mutu biji yang baik, beradaptasi baik pada kondisi kekurangan air dan responsif terhadap lingkungan yang lebih baik atau subur.

Pengembangan varietas unggul pada tanaman kedelai perlu terus dilakukan agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam pengembangan varietas unggul adalah dengan melakukan perbaikan daya hasil dan adaptasi tanaman. Perakitan varietas baru memerlukan populasi dasar yang memiliki keragaman genetik yang tinggi. Saat ini keragaman genetik kedelai di Indonesia masih cukup rendah, sehingga perlu upaya peningkatan keragaman genetik tanaman. Upaya peningkatan keragaman genetik


(24)

 

 

kedelai dapat dilakukan melalui introduksi, persilangan, transformasi genetik, dan mutasi (Arsyad et al., 2007).

Tanaman kedelai kini telah dikembangkan galur harapan hasil dari induksi mutasi dengan irradiasi sinar gamma. Perakitan varietas toleran tanah masam dilakukan dengan meradiasi massa sel somatik varietas Wilis, Slamet dan Sindoro dengan sinar gamma 0 dan 400 rad, yang kemudian diseleksi pada pH 4 dan Al dengan taraf 0, 100, 200, 300, 400 dan 500 ppm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas Wilis, Sindoro, dan Slamet mampu membentuk struktur embrio somatik. Dari embrio somatik yang terbentuk, kemudian diperoleh benih somatik menunjukkan bahwa dari 39 benih yang diaklimatisasi, 12 diantaranya mampu tumbuh dan menghasilkan polong dengan jumlah bervariasi. (Mariska et al., 2001).

Arief (2001) melakukan pengujian benih yang berasal dari 12 genotipe tersebut di tanah masam dan tanah normal. Pengujian dibagi atas dua seri dikarenakan keterbatasan lahan. Seri pertama dilakukan pada tanah masam dengan pH 4.80 dan kejenuhan Al 51%, dan pada tanah normal dengan pH 5.20 dan kejenuhan Al 0%. Genotipe yang diuji terdiri atas Wilis radiasi Al-300 (A), Sindoro radiasi Al-100 (H) dan Sindoro radiasi pH 4 (I), yang mempunyai jumlah polong lebih besar atau sama dengan 60 polong. Dari pengujian ini dipilih genotipe Sindoro radiasi Al-100 yang paling toleran dan berpenampilan kompak di lapangan dengan rataan komponen hasilnya tidak berbeda dengan kontrol Sindoro untuk diuji lebih lanjut. Seri kedua dilakukan pada tanah masam dengan pH 4.37dan kejenuhan Al 81%, menggunakan sembilan genotipe lainnya yang memiliki jumlah polong kurang dari atau sama dengan 60 polong. Pada pengujian seri kedua diketahui bahwa genotipe Wilis radiasi Al-500 (E) memiliki penurunan hasil yang lebih kecil dibandingkan dengan delapan genotipe lainnya.

Uji Daya Hasil Kedelai

Potensi hasil suatu galur harapan dapat dilakukan melalui suatu pengujian yaitu uji daya hasil. Uji daya hasil dilakukan terhadap galur - galur terbaik hasil seleksi pada generasi tertentu. Beberapa tahapan pengujian daya hasil yaitu uji


(25)

 

 

daya hasil pendahuluan (UDHP), uji daya hasil lanjutan (UDHL), dan uji multilokasi (UML).

Pengujian tahap awal (uji daya hasil pendahuluan) diutamakan 50 - 60 galur homozigot di lokasi yang terbatas ( 1 – 2 lokasi). Pada musim berikutnya, pengujian daya hasil lanjutan, diuji 15 – 20 galur di 4 – 5 lokasi. Selanjutnya, dalam uji multilokasi, diuji 8 – 10 galur di 10 – 12 lokasi selama dua musim tanam. Ukuran petak percobaan pada pengujian daya hasil pendahuluan lebih kecil (6 – 8 m2) dan pada pengujian daya hasil lanjutan dan uji multilokasi lebih besar (10 – 15 m2) (Arsyad et al., 2007).

Pengujian daya adaptasi dan hasil lanjutan beberapa varietas kedelai pada berbagai lokasi dengan jenis tanah dan iklim yang berbeda akan memberikan masukan bagi pengembangan benih - benih unggul kedelai serta mendapatkan calon varietas unggul yang cocok dengan kondisi spesifik lokasi. Arsyad et al. (2007) menyatakan bahwa pengembangan varietas - varietas kedelai yang beradaptasi baik pada lahan yang kurang subur (kandungan hara makro rendah), misalnya lahan masam dengan kandungan aluminium dan mangan tinggi, umur sedang, tahan hama dan penyakit utama, sifat agronomis baik, dan mutu biji yang baik. Tipe tanaman ideal (plant-ideotype) yang berdaya hasil tinggi dan dianggap sesuai adalah memiliki umur berbunga 40 - 45 hari, umur masak 90 - 95 hari, tipe tumbuh semi-determinate, tinggi tanaman 80 - 100 cm, percabangan banyak (5 - 6 cabang), daun berukuran sedang dan berwarna hijau, batang kokoh (tidak rebah), polong tidak mudah pecah pada cuaca panas, biji berukuran sedang (12 g/100 biji), bulat, dan berwarna kuning.

Saat ini terdapat 7 varietas unggul kedelai adaptif lahan kering masam, yaitu varietas Slamet, Sindoro, Tanggamus, Sibayak, Nanti, Ratai dan Seulawah. Daya hasil varietas-varietas tersebut 2.2 - 2,5 ton/ha pada lahan kering agak masam (pH 5.5, Al 30 - 35%). Varietas tersebut umumnya berumur sedang (86 - 93 hari). Enam varietas berukuran biji sedang (10,5 - 12,7g/100 biji) dan satu varietas (Seulawah) berbiji kecil (9,5/100 biji). Tiga varietas yaitu Nanti, Ratai dan Seulawah tahan penyakit karat, sedangkan empat varietas yaitu Tanggamus, Nanti, Ratai dan Seulawah toleran kekeringan (Balitkabi, 2010).


(26)

 

 

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2012 di kebun masyarakat di Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan Laboratorium Penelitian Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan adalah 15 galur kedelai putatif mutan hasil irradiasi sinar gamma dan 2 varietas pembanding, yaitu Argomulyo sebagai varietas asal dan Tanggamus sebagai pembanding toleran tanah kering masam. Galur - galur yang digunakan adalah M100-29A-42-14, M100-33-6-11, M100-46-44-6, M100-47-52-13, M100-96-53-6, 7B-41-10, 29-44-10, M150-69-47-4, M150-92-46-4, 13-47-7, 37-71-4, 39-69-4, M200-58-59-3, M200-93-49-6, dan M200-93-49-13.

Pupuk yang digunakan adalah Urea, SP-36, dan KCl dengan dosis masing-masing 100 kg/ha, 200 kg/ha, dan 150 kg/ha, inokulan rhizobium dengan dosis 250 g/40 kg benih, insektisida karbofuran 3G dengan dosis 2 kg/ha, dan pestisida dengan bahan aktif deltamethrin.

Rancangan Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktor tunggal dengan tiga ulangan. Galur harapan kedelai yang terdiri dari 15 galur dan 2 varietas pembanding adalah sebagai perlakuan. Varietas Argomulyo sebagai pembanding toleran terhadap penyakit karat (Sunihardi, 1999) dan Tanggamus sebagai pembanding toleran tanah kering masam (Hermanto et al., 2002) sehingga terdapat 51 satuan percobaan. Penanaman dilakukan pada petak berukuran 2 m x 1 m, jarak tanam 30 cm x 15 cm dengan 2 benih per lubang tanam.


(27)

 

 

Model adiptif linier rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yij = µ + αi +βj + εij

Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan galur ke-i, ulangan ke-j µ = Nilai rataan umum

αi = Pengaruh adaptif perlakuan ke-i (i = 1,2,3,...17)

βij = Pengaruh kelompok ke-j (j = 1,2,3)

ε = Pengaruh galat percobaan adaptif galur ke-i, ulangan ke-j

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian diawali dengan survey lahan dilanjutkan persiapan lahan. Persiapan lahan dimulai dengan pembersihan lahan dari gulma dan pengolahan lahan. Petak percobaan sebanyak 51 petak berukuran 2 m x 1 m dibuat untuk tiga ulangan kemudian dilanjutkan dengan pembuatan lubang tanam serta penanaman genotipe - genotipe kedelai dengan jarak tanam 30 cm x 15 cm. Genotipe - genotipe tersebut ditanam sebanyak 2 benih per lubang diikuti dengan aplikasi karbofuran 3G dengan dosis 2 kg/ha serta pemupukan. Pupuk diberikan dalam alur yang dibuat diantara barisan genotipe - genotipe kedelai.

Kegiatan penyulaman dilakukan setelah 1 Minggu Setelah Tanam (MST). Pemeliharaan tanaman meliputi pengendalian OPT di lapang yang dilakukan secara manual dan kimiawi. Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan cara mencabuti gulma menggunakan alat pertanian sederhana. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan sistem terpadu yaitu diawali dengan peninjauan hama dan penyakit, pengendalian secara manual, dan pengendalian pestisida dengan bahan aktif deltamethrin melalui penyemprotan.

Tanaman dipanen apabila 80% telah masak polong. Pengambilan tanaman sampel sebanyak 10 tanaman dilakukan sebelum tanaman di dalam petakan dipanen. Kegiatan selanjutnya adalah penjemuran brangkasan di bawah sinar matahari, perontokan biji kedelai dari brangkasan, penimbangan bobot biji per


(28)

 

 

petak, bobot biji per tanaman, serta bobot 100 biji. Data hasil pengamatan diolah dan dianalisis.

Pengamatan Penelitian

Pengamatan yang dilakukan meliputi fase pertumbuhan tanaman dan keragaan karakter agronomi serta hasil. Pengamatan terhadap fase vegetatif dilakukan dengan mengamati pertumbuhan tanaman pada setiap satuan percobaan. Sedangkan pengamatan terhadap keragaan karakter agronomi dan hasil dilakukan pada 10 tanaman sampel di masing-masing satuan percobaan. Peubah - peubah yang diamati adalah sebagai berikut:

a. Tinggi tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur dari buku pertama sampai dengan titik tumbuh setelah panen.

b. Umur berbunga (HST)

Umur berbunga ditentukan dengan mengamati petakan dalam setiap satuan percobaan, yaitu apabila tanaman dalam petakan ± 50% telah berbunga.

c. Umur panen (HST)

Pemanenan dilakukan apabila ± 80% tanaman pada setiap satuan percobaan telah menunjukkan masak polong disertai dengan daun yang menguning dan gugur.

d. Jumlah cabang produktif

Jumlah cabang produktif diketahui dengan menghitung jumlah cabang yang menghasilkan polong.

e. Jumlah buku produktif

Jumlah buku produktif diamati dengan menghitung jumlah buku yang menghasilkan polong.

f. Jumlah polong bernas

Jumlah polong bernas diketahui dengan menghitung seluruh polong yang menghasilkan biji.


(29)

 

  g. Jumlah polong total

Jumlah polong total dihitung dengan menjumlahkan polong bernas dengan polong hampa.

h. Persentase polong isi

Persentase polong isi dihitung dengan membandingkan jumlah polong yang menghasilkan biji dengan jumlah polong total dikalikan 100%.

i. Jumlah biji per polong

Jumlah biji per polong dihitung dengan menghitung jumlah biji pada satu tanaman dibagi dengan jumlah polong total.

j. Bobot 100 biji (gram)

Bobot 100 biji dihitung dengan menimbang 100 biji kedelai. k. Bobot biji per tanaman

Bobot biji per tanaman dihitung dengan menimbang biji yang dihasilkan setiap tanaman sampel.

l. Bobot biji per petak

Bobot biji per petak diketahui dengan menimbang bobot biji setiap petakan.

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan uji F untuk mengetahui perbedaan antara nilai tengah karakter yang diamati. Jika perlakuan genotipe berpengaruh nyata terhadap karakter yang diuji maka dilanjutkan dengan uji lanjut t-Dunnet pada taraf 5%.

Pendugaan parameter genetik meliputi pendugaan komponen ragam dan pendugaan nilai heritabilitas dalam arti luas (h2bs) untuk menentukan sumber keragaman atau besarnya ragam genetik, dan koefisien keragaman genetik (KKG).


(30)

 

 

Tabel 3. Analisis ragam dan komponen pendugaan ragam Sumber Keragamam

(SK)

Derajat Bebas (db)

Kuadrat Tengah (KT)

E (KT) FK 1

Ulangan r-1 M3 σ2 + g σ2u

Galur g-1 M2 σ2 + r σ2g

Galat g(r-1) M1 σ2

Total g.r

Pendugaan komponen ragam diperoleh dengan cara sebagai berikut: Ragam lingkungan besarnya diduga dari KT galat (σ2e)

Ragam genetik (σ2g) diduga dari : (M2-M1) / r Ragam fenotipik (σ2p) = σ2e + σ2g

Pendugaan nilai heritabilitas diperoleh dengan cara : h2 = σ2g / σ2p X 100%

Allard (1960) mengemukakan bahwa setiap sebaran data pada masing – masing karakter pengamatan pada populasi dapat dihitung dengan menghitung koefisien keragaman genetiknya (KKG) yang merupakan nisbah antara ragam genetik dengan rataan umum. Nilai KKG dapat dihitung melalui rumus :

KKG = ( σ g / X) x 100%

Hubungan antar karakter dianalisis dengan menghitung nilai koefisien korelasi Pearson. Masing - masing nilai koefisien diuji pada taraf nyata 0.05 (Gomez dan Gomez, 1995). Nilai koefisien korelasi yang dihitung adalah koefisien korelasi fenotipik (rp) yang dihitung dengan rumus :

rp =

. dengan db = n – 2

dimana, covxy = peragam antara karakter x dengan karakter y, varx = ragam karakter komponen hasil, vary = ragam karakter hasil, dan n = banyaknya data yang diamati pada karakter x dan y.


(31)

 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penelitian

Penelitian ini merupakan rangkaian dari penelitian kedelai hasil mutasi dengan menggunakan sinar irradiasi gamma yang bertujuan untuk menghasilkan varietas yang mampu beradaptasi baik pada tanah masam. Penelitian yang dilaksanakan di Desa Bagoang, Kecamatan Jasinga ini, dimulai pada bulan Februari 2012 sampai dengan Juni 2012. Curah hujan di Kecamatan Jasinga pada bulan Februari 2012 sebesar 204 mm, Maret 167 mm, April 362 mm, Mei 206 mm, dan Juni 132 mm, dengan rata - rata curah hujan sebesar 214.2 mm/bulan,dan rata - rata hari hujan adalah 11.4 hari. Rata -rata kelembaban udara adalah 84.4% dan rata - rata suhu udara adalah 26 oC (BMKG, 2012).

Umumnya kebutuhan air tanaman kedelai yang dipanen pada umur 80 - 90 hari berkisar antara 360 - 405 mm, setara dengan curah hujan 120 - 135 mm/bulan. Lahan untuk usaha produksi kedelai di Indonesia umumnya memiliki lapisan olah yang dangkal yaitu sekitar 15 - 30 cm sehingga penambahan air dari hujan atau irigasi lebih sering diperlukan. Pada umumnya curah hujan yang merata 100 - 150 mm/bulan pada dua bulan sejak tanam merupakan kondisi yang cukup baik bagi pertumbuhan kedelai (Sumarno dan Manshuri, 2007).

Gambar 1. Kondisi tanaman kedelai 3 MST (kiri) dan kondisi tanaman menjelang panen (kanan)

Berdasarkan hasil analisis tanah pertama diperoleh nilai pH sebesar 4.4 dan konsentrasi Al3+ 2.79 cmolc/kg. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tanah di


(32)

 

 

daerah penelitian termasuk ke dalam kriteria tanah masam yang diinginkan untuk pelaksanaan penelitian daya hasil galur kedelai di tanah masam. Namun seiring berjalannya waktu penelitian, terlihat bahwa pada salah satu ulangan penelitian keragaan tanaman kedelai sangat buruk. Secara keseluruhan pada ulangan tersebut tanaman mengalami kekerdilan, daun mengalami klorosis, diameter batang sangat kecil, dan tidak mampu membentuk polong.

Kondisi ini dapat diduga bahwa kondisi tanah yang terdapat pada ulangan tersebut mengalami kondisi kekurangan nutrisi dan memiliki nilai pH yang sangat rendah. Oleh karena itu, dilakukan analisis tanah kedua terhadap sampel tanah yang berasal dari ulangan tersebut. Hasil analisis tanah kedua menunjukkan nilai pH sebesar 4.0 dan konsentrasi Al3+ 5.38 (cmolc/kg). Kondisi tanah tersebut merupakan kriteria tanah yang kurang cocok dalam penelitian ini karena kondisi tanah yang terdapat pada ulangan tersebut sangat masam. Oleh karena itu, data pada ulangan tersebut tidak digunakan.

Sumarno dan Manshuri (2007) menyatakan bahwa kedelai tumbuh baik pada tanah yang sedikit masam sampai mendekati netral yaitu pada pH 5.5 - 7.0, dan pH optimal 6.0 - 6.5. Pada tanah yang bereaksi masam (pH kurang dari 5.5), hara fosfat (P), kalsium (Ca), magnesium (Mg), kalium (K), dan sulfur (S) tidak mudah tersedia bagi tanaman. Pada tanah masam, mineral Mn, Al, dan Fe tersedia secara berlebihan sehingga dapat meracuni tanaman. Pada tanah masam yang mengandung Al tinggi dengan kadar lebih dari 20%, dapat menyebabkan terjadinya keracunan pada akar kedelai sehingga akar tidak berkembang, tanaman tumbuh kerdil, daun berwarna kuning kecoklatan, dan tidak mampu membentuk polong. Perkembangan bakteri Rhizobium juga terhambat pada tanah yang masam. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya fotosintat dari daun.

Pada awal pertumbuhan, daya berkecambah galur - galur kedelai yang diamati sekitar 76%. Kondisi nilai daya berkecambah ini cukup rendah sehingga dilakukan penyulaman pada umur 1 MST. Begitu pula pada benih varietas pembanding yang memiliki daya berkecambah yang sangat rendah sehingga pada hari ke-17 dilakukan penanaman ulang untuk varietas pembanding. Benih varietas pembanding yang digunakan untuk penanaman ulang tidak diperoleh dari sumber


(33)

 

 

benih yang sama dari sebelumnya. Benih tersebut diperoleh dari hasil benih kedelai yang baru dipanen untuk benih Tanggamus, dan benih yang disimpan sekitar 3 bulan pada benih Argomulyo. Tidak tumbuhnya benih varietas pembanding pada penanaman pertama diduga disebabkan oleh benih yang sudah disimpan lama, benih berwarna hitam, dan benih yang sudah kisut.

Sadjad (2006) menyatakan bahwa secara spesifik, penggunaan benih bermutu tinggi berdampak terhadap pertumbuhan tanaman yang baik dan hasil panen yang tinggi. Syarat benih bermutu adalah murni dan diketahui nama varietasnya, daya tumbuh tinggi (minimal 80%) dan vigornya baik; biji sehat, bernas, tidak keriput, dipanen pada saat biji telah matang; dipanen dari tanaman yang sehat, tidak terinfeksi penyakit (cendawan, bakteri dan virus); dan benih tidak tercampur biji tanaman lain atau biji rerumputan.

Organisme pengganggu tanaman pada penelitian ini adalah gulma, hama dan penyakit. Gulma yang mendominasi di sekitar tanaman adalah Borreria laevis, Borreria alata, Digitaria sp. dan Mimosa pudica. Hama yang menyerang tanaman antara lain kelinci hutan, kepik polong (Riptortus linearis Fabricius), ulat grayak (Spodoptera litura Fabricius), kumbang hijau, hama penggerek batang, belalang (Valanga nigricornis.), dan rayap (Odontotermes spp.). Pada fase vegetatif beberapa petak daun tanaman kedelai dimakan hama kelinci hutan (Nesolagus netscheri). Oleh karena itu, dilakukan pemagaran di sekitar lahan penelitian ini. Pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman menjadi tidak optimal karena adanya serangan kelinci hutan (Nesolagus netscheri).

Penyakit yang menyerang pertanaman kedelai adalah bercak daun dan klorosis yang disebabkan dari segi nutrisi tanah yang kurang atau keracunan. Pada lahan percobaan ulangan 3, keragaan tanaman kedelai secara keseluruhan mengalami kekerdilan dan penampakan morfologi tanaman yang sangat buruk hingga tanaman tidak mampu membentuk polong secara optimal. Keadaan ini mulai muncul pada saat tanaman dalam fase vegetatif, yaitu berumur 17 HST, hingga tanaman mencapai fase generatif. Akibatnya tinggi tanaman, jumlah polong dan biji pun sangat rendah hasilnya.


(34)

 

 

Borreria laevis Borreria alata Digitaria sp. Mimosa pudica

Tanaman dimakan Akar tanaman Kepik polong

kelinci hutan terserang rayap (Riptortus linearis) (Nesolagus netscheri) (Odontotermes spp.)

sehingga daun patah

Belalang Kepik hijau Ulat grayak (Valanga nigricornis) (Nezara viridula) (Spodoptera Litura)

Gejala bercak daun Cercospora Gejala klorosis


(35)

 

 

Pemanenan dilakukan saat 80% tanaman pada setiap satuan percobaan telah menunjukkan masak polong disertai dengan daun yang menguning dan gugur. Kegiatan pemanenan dilakukan tidak serempak karena kondisi satuan percobaan yang berbeda. Panen dilakukan sebanyak delapan kali sesuai dengan kondisi lapang yaitu pada saat kondisi lapang tidak hujan.

Keragaan Karakter Agronomi

Pengamatan keragaan karakter agronomi galur kedelai putatif mutan meliputi karakter umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong bernas, jumlah polong total, persen polong isi, jumlah biji per polong, bobot 100 biji, bobot biji per tanaman, dan bobot biji per petak. Keragaan galur – galur putatif mutan yang diuji untuk semua karakter dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rekapitulasi nilai tengah, simpangan baku, dan kisaran beberapa karakter agronomi galur kedelai putatif mutan

Karakter Nilai Tengah ±

Simpangan baku Kisaran Umur berbunga (HST) 26.8 ± 1.1 25.5 – 29.5 Umur panen (HST) 76.1 ± 2.6 75.0 – 85.0 Tinggi tanaman saat panen (cm) 28.1 ± 2.6 24.7 – 33.4 Jumlah cabang produktif 2.0 ± 0.4 1.3 – 2.6 Jumlah buku produktif 7.8 ± 0.7 6.5 – 8.8 Jumlah polong bernas 16.3 ± 4.1 10.1 – 24.7 Jumlah polong total 16.9 ± 4.3 10.4 – 25.8 Persentase polong isi (%) 96.68 ± 1.68 93.98 – 99.45 Jumlah biji per polong 2.3 ± 0.1 2.1 – 2.5 Bobot 100 biji (g) 13.99 ± 0.79 12.60 – 15.27 Bobot biji per tanaman (g) 4.91 ± 1.04 2.63 – 6.13 Bobot biji per petak (g)/2 m2 244.28 ± 66.84 144.77 – 377.82


(36)

 

 

Tabel 5. Rekapitulasi hasil analisis ragam keragaan karakter agronomi genotipe kedelai

Karakter KT Galur Fhit Pr>F KK (%) Umur berbunga (HST) 21.67 23.30** <.0001 3.46

Umur panen (HST) 50.30 4.08** 0.0038 4.56

Tinggi tanaman saat panen (cm) 21.51 0.70 0.7569 19.35 Jumlah cabang produktif 0.36 1.26 0.2780 33.55 Jumlah buku produktif 6.93 5.21** 0.0010 15.77 Jumlah polong bernas 45.35 1.42 0.2463 34.92 Jumlah polong total 764.84 28.55** <.0001 24.29 Persentase polong isi (%) 26.60 0.77 0.6975 6.12 Jumlah biji per polong 1.76 26.24** <.0001 10.43

Bobot 100 biji (g) 4.22 7.29** 0.0001 5.59

Bobot biji per tanaman (g) 3.14 1.51 0.2088 30.93 Bobot biji per petak (g)/2 m2 10221.29 1.75 0.1377 32.91 Ket : ** = berbeda sangat nyata pada taraf 1% pada uji F; HST = Hari Setelah Tanam.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap karakter umur berbunga, umur panen, jumlah buku produktif, jumlah polong total, jumlah biji per polong dan bobot 100 biji. Genotipe tidak berpengaruh nyata pada karakter tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang produktif, jumlah polong bernas, persen polong isi, bobot biji per tanaman, dan bobot biji per petak.

Umur Berbunga dan Umur Panen

Umur berbunga galur – galur yang diuji berkisar antara 25.5 – 29.5 HST dengan nilai rataan 26.8 HST, sedangkan varietas pembanding memiliki umur berbunga berkisar antara 32.0 – 39.0 HST dengan nilai rataan 35.5. Berdasarkan hasil uji lanjut t-Dunnett terlihat bahwa umur berbunga semua galur nyata lebih rendah dibandingkan varietas pembanding Tanggamus, kecuali galur M100-29A-42-14 yang memiliki umur berbunga tidak berbeda nyata dari varietas Argomulyo (Tabel 6). Galur – galur yang memiliki umur berbunga lebih rendah menunjukkan bahwa galur tersebut berumur genjah. Galur – galur kedelai yang berbunga lebih cepat daripada pembanding tersebut rata - rata memiliki hasil yang lebih tinggi


(37)

 

 

untuk beberapa komponen hasil seperti bobot 100 biji, bobot biji per tanaman, dan bobot biji per petak.

Tabel 6. Keragaan karakter karakter umur berbunga, umur panen, dan periode pengisian polong genotipe kedelai di tanah masam

Galur Umur berbunga

(HST) Umur panen (HST)

Periode Pengisian Polong (Hari)

M100-29A-42-14 29.5-a 75.0-a 45.5

M100-33-6-11 27.0-a-b 85.0+b 58.0

M100-46-44-6 27.0-a-b 75.0-a 48.0

M100-47-52-13 27.0-a-b 76.5-a 49.5

M100-96-53-6 28.0-a-b 75.0-a 47.0

M150-7B-41-10 26.0-a-b 75.0-a 49.0

M150-29-44-10 25.5-a-b 78.0-a+b 52.5

M150-69-47-4 26.0-a-b 75.0-a 49.0

M150-92-46-4 25.5-a-b 75.0-a 49.5

M200-13-47-7 26.0-a-b 75.0-a 49.0

M200-37-71-4 28.0-a-b 75.0-a 47.0

M200-39-69-4 27.0-a-b 76.5-a 49.5

M200-58-59-3 27.0-a-b 75.0-a 48.0

M200-93-49-6 26.0-a-b 75.0-a 49.0

M200-93-49-13 27.0-a-b 75.0-a 48.0

Rata-rata 26.8 76.1 49.2

Tanggamus 39.0 94.0 55.0

Argomulyo 32.0 75.0 43.0

Rata-rata 35.5 84.5 49.0

Ket : Angka yang diikuti dengan huruf a atau b memiliki nilai berbeda nyata lebih rendah (-) dan lebih tinggi (+) dibandingkan dengan nilai varietas pembanding Tanggamus (a) dan Argomulyo (b) berdasarkan uji Dunnett pada taraf 5%

Menurut Adie dan Krisnawati (2007), apabila tanaman kedelai memiliki umur berbunga antara 25 – 30 hari maka tanaman tersebut tergolong tanaman berumur genjah, apabila tanaman kedelai memiliki umur berbunga antara 31 – 35 hari tanaman tersebut tergolong tanaman berumur medium, dan apabila tanaman kedelai memiliki umur berbunga antara 35 - 40 hari maka tanaman tersebut tergolong tanaman berumur dalam. Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa galur -galur kedelai yang diuji memiliki umur berbunga yang lebih genjah dibandingkan


(38)

 

 

varietas pembandingnya. Menurut Arsyad et al. (2007) pengembangan varietas -varietas yang beradaptasi baik pada lahan kurang subur misalnya lahan masam, tipe tanaman ideal (plant-ideotype) yang berdaya hasil tinggi dan dianggap sesuai adalah tanaman yang memiliki umur berbunga 40 – 45 hari.

Panen kedelai dilakukan saat 80% tanaman pada setiap galur telah menunjukkan masak polong disertai dengan daun yang menguning dan gugur. Kegiatan pemanenan dilakukan tidak serempak karena kondisi galur yang berbeda. Panen dilakukan sebanyak delapan kali sesuai dengan kondisi lapang yaitu pada saat kondisi lapang tidak hujan. Umur panen galur kedelai berkisar antara 75.0 – 85.0 HST dengan rataan galur 76.1 hari, sedangkan umur panen varietas pembanding berkisar antara 75.0 – 94.0 HST dengan rataan 84.5 hari. Berdasarkan hasil uji lanjut t-Dunnett dengan varietas Tanggamus (Tabel 6), menunjukkan bahwa hampir semua galur nyata lebih rendah terhadap varietas pembanding kecuali galur M100-33-6-11. Hasil uji lanjut t-Dunnett dengan varietas Argomulyo (Tabel 6), dapat dilihat bahwa galur M100-33-6-11 dan M150-29-44-10 nyata lebih tinggi terhadap varietas pembanding. Varietas pembanding Tanggamus pada penelitian ini memiliki umur panen yang sangat dalam.

Menurut Adie dan Krisnawati (2007), apabila tanaman kedelai memiliki umur panen antara 70 - 79 hari maka tanaman tersebut tergolong tanaman berumur genjah, apabila tanaman kedelai memiliki umur panen antara 80 - 85 hari maka tanaman tersebut tergolong tanaman berumur medium, apabila tanaman kedelai memiliki umur panen antara 86 - 90 hari maka tanaman tersebut tergolong tanaman berumur dalam, dan apabila tanaman kedelai memiliki umur panen lebih dari 90 hari maka tanaman tersebut tergolong tanaman berumur sangat dalam. Menurut Arsyad et al. (2007) pengembangan varietas - varietas yang beradaptasi baik pada lahan kurang subur misalnya lahan masam, tipe tanaman ideal (plant-ideotype) yang berdaya hasil tinggi dan dianggap sesuai adalah tanaman yang memiliki umur masak 90 - 95 hari.


(39)

 

 

Jarak antara umur berbunga sampai umur panen merupakan periode pengisian polong tanaman kedelai. Apabila dibandingkan dengan varietas Argomulyo, galur – galur kedelai memiliki periode pengisian polong lebih lama. Rata – rata periode pengisian polong pada galur kedelai sebesar 49.24 HST, sedangkan pada varietas Argomulyo sebesar 43 HST. Akibatnya, komponen hasil seperti jumlah polong dan bobot biji pada galur – galur kedelai lebih besar dibandingkan varietas Argomulyo.

Tinggi Tanaman Saat Panen, Jumlah Cabang Produktif, Jumlah Buku Produktif, dan Jumlah Polong bernas

Galur - galur kedelai yang ditanam di tanah masam memiliki kisaran tinggi tanaman antara 24.8 cm – 33.4 cm dengan rataan 28.1 cm, sedangkan tinggi tanaman varietas pembanding berkisar antara 27.7 cm – 37.2 cm dengan rataan 32.5 cm. Hasil analisis ragam pada karakter ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang nyata pada semua galur maupun varietas pembanding. Menurut Pusat Perlindungan Varietas Tanaman (2007) menyatakan bahwa tanaman yang memiliki tinggi tanaman berkisar antara 15 cm – 50 cm termasuk dalam tanaman pendek. Semua galur memiliki tinggi yang tidak berbeda nyata terhadap varietas Argomulyo (Tabel 7). Adapun salah satu faktor yang menyebabkan pertumbuhan tinggi tanaman yang pendek adalah kondisi lahan yang masam atau lahan yang kekurangan hara dan nutrisi. Menurut Arsyad et al. (2007), pengembangan varietas-varietas yang beradaptasi baik pada lahan kurang subur misalnya lahan masam, tipe tanaman ideal (plant-ideotype) yang berdaya hasil tinggi dan dianggap sesuai adalah tanaman yang memiliki tinggi tanaman 80 – 100 cm. Sedangkan pada kondisi umum, varietas Argomulyo memiliki tinggi tanaman sebesar 40 cm (Sunihardi et al., 1999).

Karakter jumlah cabang produktif galur kedelai berkisar antara 1.3 – 2.6 dengan rataan 2.0, sedangkan pada varietas pembanding memiliki jumlah cabang produktif antara 0.9 – 1.8 dengan rataan 1.3. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa galur tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang produktif. Kondisi ini kurang sesuai dengan pernyataan Arsyad et al. (2007) yang menyatakan bahwa pengembangan varietas - varietas yang beradaptasi baik pada lahan kurang subur


(40)

 

 

misalnya lahan masam, tipe tanaman ideal (plant-ideotype) yang berdaya hasil tinggi dan dianggap sesuai adalah tanaman yang memiliki percabangan yang banyak yaitu 5 – 6 cabang. Semakin rendahnya tinggi tanaman yang dimiliki oleh tanaman maka semakin besar pula kemungkinan bahwa cabang produktif yang diperoleh tanaman semakin sedikit. Sedangkan pada kondisi umum, varietas Argomulyo dan Tanggamus memiliki jumlah percabangan sebesar 3 – 4 (Sunihardi et al., 1999; Hermanto et al., 2002).

Tabel 7. Keragaan karakter tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong bernas, dan jumlah polong total genotipe kedelai di tanah masam

Galur Tinggi tanaman (cm) Jumlah cabang produktif Jumlah buku produktif Jumlah polong bernas Jumlah polong total M100-29A-42-14 27.1 2.0 8.0 14.8 15.4 M100-33-6-11 33.4 2.7 8.5+b 24.7 25.8+b M100-46-44-6 28.1 1.6 7.5 15.4 15.7 M100-47-52-13 28.5 2.1 7.9 15.6 16.1 M100-96-53-6 29.3 2.1 8.5+b 18.6 19.3 M150-7B-41-10 26.1 1.3 6.5 10.1 10.4 M150-29-44-10 28.4 2.4 8.1 18.1 18.3 M150-69-47-4 33.0 2.5 8.8+b 23.1 24.0+b M150-92-46-4 26.4 2.1 7.9 14.9 15.5 M200-13-47-7 25.8 1.8 6.6 10.6 11.2 M200-37-71-4 25.2 1.5 7.3 11.9 12.2 M200-39-69-4 24.8 1.8 7.2 13.5 13.8 M200-58-59-3 26.8 1.9 8.2 17.7 17.8 M200-93-49-6 30.1 2.0 8.0 18.6 19.6 M200-93-49-13 28.5 2.0 8.2+a+b 17.4 18.3+a+b Rata-rata 28.1 2.0 7.8 16.3 16.9 Tanggamus 37.2 1.8 8.8 22.3 25.4 Argomulyo 27.7 1.0 5.4 7.0 7.0 Rata-rata 32.5 1.4 7.1 14.7 16.2 Ket : Angka yang diikuti dengan huruf a atau b memiliki nilai berbeda nyata lebih rendah (-) dan

lebih tinggi (+) dibandingkan dengan nilai varietas pembanding Tanggamus (a) dan Argomulyo (b) berdasarkan uji Dunnett pada taraf 5%

Jumlah buku produktif galur kedelai berkisar antara 6.5 – 8.8 dengan rataan 7.8, sedangkan jumlah buku produktif varietas pembanding berkisar antara


(41)

 

 

5.4 – 8.8 dengan rataan 7.1. Hasil analisis ragam pada karakter ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang sangat nyata pada semua galur maupun varietas. Berdasarkan hasil uji lanjut t-Dunnett yang dilakukan dapat dilihat bahwa galur M100-33-6-11, M100-96-53-6, M150-69-47-4, dan M200-93-49-13 memiliki jumlah buku produktif nyata lebih besar dibandingkan dengan varietas Argomulyo. Sedangkan galur M200-93-49-13 memiliki jumlah buku produktif nyata lebih besar dibandingkan dengan varietas Tanggamus

Jumlah polong bernas galur kedelai berkisar antara 10.1 – 24.7 dengan rataan 16.3, sedangkan jumlah polong bernas varietas pembanding berkisar antara 7.0 – 22.3 dengan rataan 14.7. Hasil analisis ragam pada karakter ini menunjukkan bahwa galur tidak berpengaruh nyata. Apabila dilihat dari nilai tengah, nilai tengah jumlah polong bernas yang dihasilkan oleh galur kedelai memiliki jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan varietas Argomulyo.

Jumlah polong total galur kedelai berkisar antara 10.4 – 25.8 dengan rataan 16.9, sedangkan jumlah polong total varietas pembanding berkisar antara 7.0 – 25.4 dengan rataan 16.2. Hasil analisis ragam pada karakter ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang sangat nyata pada perlakuan. Apabila dibandingkan dengan varietas Argomulyo, dapat diperoleh hasil uji lanjut t-Dunnett pada karakter jumlah polong total menunjukkan bahwa galur M100-33-6-11, M150-69-47-4, dan M200-93-49-13 nyata lebih besar dibandingkan dengan varietas Argomulyo. Sedangkan galur M200-93-49-13 nyata lebih besar dibandingkan dengan varietas Tanggamus.

Persentase Polong Isi, Jumlah Biji per Polong, Bobot 100 Biji, Bobot Biji per Tanaman, Bobot Biji per Petak

Persentase polong isi merupakan hasil dari jumlah polong yang menghasilkan biji dengan jumlah polong total dikalikan 100%. Persentase polong isi merupakan suatu karakter yang diharapkan memiliki nilai yang besar sehingga peluang untuk mencapai hasil biji yang didapatkan semakin besar besar pula. Persentase polong isi galur kedelai berkisar antara 93.98% – 99.45% dengan rataan 96.68%, sedangkan persentase polong isi varietas pembanding memiliki


(42)

 

 

nilai yang hampir sama yaitu berkisar antara 83.52% - 99.29% dengan rataan 91.41%. Persentase polong isi pada galur kedelai memiliki rataan lebih besar dibandingkan varietas pembanding walaupun berdasarkan hasil analisis ragam tidak ada pengaruh yang nyata terhadap perlakuan (Tabel 8).

Tabel 8. Keragaan karakter persentase polong isi, jumlah biji per polong, bobot 100 biji, bobot biji per tanaman, dan bobot biji per petak genotipe kedelai di tanah masam

Galur Polong isi (%) Jumlah biji per polong Bobot 100 biji (g) Bobot biji per tanaman (g) Bobot biji per petak (g)

M100-29A-42-14 95.29 2.3 14.13+a 4.82 377.82

M100-33-6-11 96.00 2.1 13.48+a 6.13 327.17

M100-46-44-6 98.18 2.4 14.13+a 5.04 250.37

M100-47-52-13 96.52 2.3 13.94+a 4.77 284.34

M100-96-53-6 97.04 2.5 14.07+a 6.13 348.56

M150-7B-41-10 97.96 2.2 12.71+a 2.63 144.77

M150-29-44-10 99.22 2.2 14.11+a 5.50 217.99

M150-69-47-4 96.59 2.2 12.60+a 5.94 219.00

M150-92-46-4 95.50 2.4 14.03+a 4.94 224.95

M200-13-47-7 94.93 2.2 14.72+a+b 3.49 163.82

M200-37-71-4 96.95 2.2 14.99+a+b 3.80 226.07

M200-39-69-4 98.16 2.1 14.58+a+b 4.05 169.63

M200-58-59-3 99.45 2.3 14.23+a+b 5.30 222.29

M200-93-49-6 93.98 2.2 12.87+a 5.09 223.02

M200-93-49-13 94.49 2.4+a+b 15.27+a+b 6.08 264.33

Rata-rata 96.68 2.1 13.99 3.63 179.62

Tanggamus 83.52 1.9 9.10 3.64 170.47

Argomulyo 99.29 2.4 12.02 1.84 117.17

Rata-rata 91.41 2.1 10.56 2.74 143.82

Ket : Angka yang diikuti dengan huruf a atau b memiliki nilai berbeda nyata lebih rendah (-) dan lebih tinggi (+) dibandingkan dengan nilai varietas pembanding Tanggamus (a) dan Argomulyo (b) berdasarkan uji Dunnett pada taraf 5%

Jumlah biji per polong merupakan suatu karakter yang perlu diperhatikan karena setiap polong diharapkan menghasilkan biji yang lebih banyak. Karakter jumlah biji per polong galur kedelai berkisar antara 2.1 – 2.5 dengan rataan sebesar 2.3. Pada varietas pembanding, jumlah biji yang dihasilkan berbeda nyata terhadap galur kedelai. Jumlah biji varietas pembanding berkisar antara 1.9 – 2.4


(43)

 

 

dengan rataan sebesar 2.1. Berdasarkan hasil uji lanjut t-Dunnett, dapat dilihat bahwa galur M200-93-49-13 memiliki jumlah biji per polong nyata lebih besar dibandingkan dengan varietas Tanggamus dan Argomulyo (Tabel 8).

Bobot 100 biji merupakan suatu karakter kuantitatif yang dapat menggambarkan ukuran biji tersebut. Adie dan Krisnawati (2007) menyatakan bahwa pengelompokan ukuran biji kedelai berbeda antar negara, di Indonesia kedelai dikelompokkan berukuran besar (bobot > 14 g/100 biji), sedang (10 - 14 g/100 biji), dan kecil (< 10 g/100 biji). Bobot 100 biji galur kedelai pada penelitian ini berkisar antara 12.60 g – 15.27 g dengan rataan sebesar 13.99 g, sedangkan bobot 100 biji varietas pembanding Argomulyo dan Tanggamus berkisar antara 9.10 g – 12.02 g dengan rataan 10.56 g. Berdasarkan hasil uji lanjut t-Dunnett, bobot 100 biji semua galur kedelai nyata lebih tinggi dibandingkan varietas pembanding Tanggamus. Selain itu, galur M200-13-47-7, M200-37-71-4, M200-39-69-4, M200-58-59-3, dan M200-93-49-13 memiliki bobot 100 biji nyata lebih tinggi dibandingkan varietas Argomulyo. Galur kedelai putatif mutan memiliki ukuran biji sedang hingga besar, sedangkan varietas Tanggamus memiliki ukuran biji kecil.

Menurut Arsyad et al. (2007), pengembangan varietas - varietas yang beradaptasi baik pada lahan kurang subur misalnya lahan masam, tipe tanaman ideal (plant-ideotype) yang berdaya hasil tinggi dan dianggap sesuai adalah tanaman yang memiliki biji berukuran sedang yaitu 12 g/100 biji. Berdasarkan deskripsi varietas Tanggamus, varietas tersebut memiliki bobot 100 biji sebesar 11 g (Hermanto et al., 2002).

Bobot biji per tanaman galur kedelai berkisar antara 2.63 g – 6.13 g dengan rataan 4.91 g, sedangkan bobot biji per tanaman varietas pembanding berkisar antara 1.84 g – 3.64 g dengan rataan 2.74 g. Hasil analisis ragam pada karakter ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang nyata pada semua galur maupun varietas pembanding. Namun apabila dilihat dari nilai tengah, hampir semua galur kedelai memiliki nilai tengah yang lebih besar daripada nilai tengah varietas Argomulyo kecuali galur M150-7B-41-10 yang memiliki nilai bobot biji


(44)

 

 

per tanaman terendah yaitu 2.63 g dan galur M100-33-6-11 serta M100-96-53-6 merupakan galur yang memiliki bobot biji per tanaman tertinggi.

Gambar 3. Keragaan biji genotipe - genotipe kedelai hasil pertanaman di tanah masam

Bobot biji per petak galur kedelai berkisar antara 144.77 g – 377.82 g dengan rataan 244.28 g, sedangkan bobot biji per petak varietas pembanding berkisar antara 117.17 g – 170.47 g dengan rataan 143.82 g. Hasil analisis ragam pada karakter ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang nyata pada semua galur maupun varietas pembanding. Namun apabila dilihat dari nilai tengah, galur - galur kedelai memiliki nilai tengah bobot biji per petak yang lebih besar daripada nilai tengah varietas Argomulyo sebagai varietas asal galur - galur tersebut ataupun Tanggamus sebagai pembanding toleran lahan masam. Galur M100-29A-42-14 merupakan galur yang memiliki bobot biji per petak tertinggi.


(45)

 

 

Keragaman Genetik Galur Kedelai M7

Pendugaan ragam pada galur kedelai adaptif tanah masam ini dilakukan untuk setiap karakter yang diamati. Komponen ragam terdiri dari ragam lingkungan atau galat, ragam fenotipik dan ragam genetik. Nilai ragam lingkungan tertinggi terdapat pada karakter bobot biji per petak sedangkan yang terendah terdapat pada karakter jumlah biji per polong. Nilai ragam genetik tertinggi terdapat pada karakter bobot biji per petak dan terendah pada karakter tinggi tanaman saat panen. Ragam genetik untuk karakter tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang produktif dan persentase polong isi bernilai negatif. Angka negatif pada ragam genetik disebabkan nilai kuadrat tengah galur lebih rendah daripada nilai kuadrat tengah galat. Hal ini menunjukkan bahwa penampilan fenotipe tanaman lebih disebabkan faktor lingkungan (Tabel 9).

Tabel 9. Nilai komponen ragam, heritabilitas, dan koefisien keragaman genetik (KKG) galur kedelai di tanah masam

Karakter ve vp vg h2bs KKG

Umur berbunga (HST) 0.93 11.30 10.37 91.77 11.56

Umur panen (HST) 12.33 31.32 18.99 60.63 5.66

Tinggi tanaman (cm) 30.67 26.09 -4.58 0.00 0.00 Jumlah cabang produktif 0.41 0.39 -0.03 0.00 0.00 Jumlah buku produktif 1.33 4.13 2.80 67.80 22.89 Jumlah polong bernas 31.98 38.67 6.69 17.29 15.97 Jumlah polong total 26.79 395.82 369.03 93.23 90.19 Persentase polong isi (%) 34.6 30.60 -4.00 0.00 0.00 Jumlah biji per polong 0.06 0.91 0.85 93.41 37.18

Bobot 100 biji (g) 0.58 2.40 1.82 75.83 9.93

Bobot biji per tanaman (g) 2.07 2.61 0.54 20.54 15.70 Bobot biji per petak (g) 5853.37 8037.34 2183.97 27.17 20.10 Keterangan : ve = ragam lingkungan, vp = ragam fenotipik, vg = ragam genotipik, h2 = nilai

heritabilitas, KKG = Koefisien Keragaman Genetik (%), Ragam genotipik negatif dianggap nol pada perhitungan selanjutnya

Stansfield (1983) menyatakan bahwa nilai heritabilitas digolongkan menjadi tiga kriteria yaitu nilai heritabilitaas tinggi (h2 > 50), heritabilitas sedang (20 < h2 < 50), dan heritabilitas rendah (h2 < 20). Tabel 9 menunjukkan bahwa karakter yang termasuk ke dalam heritabilitas rendah adalah tinggi tanaman saat


(46)

 

 

panen, jumlah cabang produktif, jumlah polong bernas dan persentase polong isi. Karakter yang termasuk ke dalam heritabilitas sedang adalah bobot biji per tanaman dan bobot biji per petak, sedangkan karakter yang termasuk ke dalam heritabilitas tinggi adalah umur berbunga, umur panen, jumlah buku produktif, jumlah polong total, jumlah biji per polong dan bobot 100 biji.

Karakter dengan nilai koefisien keragaman genetik (KKG) yang bernilai nol menunjukkan bahwa keragaman genetik pada karakter tersebut bernilai negatif. Alnopri (2004) menyatakan bahwa luas sempitnya nilai koefisien keragaman genetik (KKG) dibagi menjadi 3 kriteria yaitu sempit (0 – 10%), sedang (10-20%), dan luas (> 20%). Berdasarkan tabel 9, karakter yang termasuk ke dalam KKG sempit adalah umur panen, tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang produktif, persentase polong isi, dan bobot 100 biji. Karakter yang termasuk ke dalam KKG sedang adalah umur berbunga, jumlah polong bernas dan bobot biji per tanaman, sedangkan karakter yang termasuk ke dalam kriteria KKG luas adalah jumlah buku produktif, jumlah polong total, jumlah biji per polong, dan bobot biji per petak.

Uji Korelasi Beberapa Karakter Tanaman

Dalam perakitan varietas unggul perlu diketahui hubungan antar sifat tanaman. Apabila seleksi dilakukan pada suatu sifat, maka perlu diketahui pengaruhnya terhadap sifat lain (Arsyad et al., 2007). Uji korelasi merupakan pengujian untuk mengetahui hubungan keeratan antara dua peubah atau lebih. Koefisien korelasi adalah koefisien yang menggambarkan tingkat keeratan hubungan linier antara dua peubah atau lebih. Koefisien korelasi sering dinotasikan dengan r dan nilainya berkisar antara -1 dan 1 (-1 ≤ r ≤ 1), nilai r yang mendekati 1 atau -1 menunjukkan semakin erat hubungan linier antara kedua peubah tersebut. Sedangkan nilai r yang mendekati nol menggambarkan hubungan kedua peubah tersebut tidak linier (Mattjik dan Sumertajaya, 2006). Nilai korelasi positif maupun negatif berada pada taraf sangat nyata (P < 0.01), taraf nyata (0.01 < P < 0.05) dan taraf tidak nyata (P > 0.05) (Gomez dan Gomez, 1995).


(47)

 

 

Hasil korelasi menunjukkan bahwa karakter - karakter yang diuji memiliki nilai korelasi yang beragam. Karakter tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang produktif, jumlah polong bernas, dan jumlah polong total berkorelasi positif dan sangat nyata terhadap karakter bobot biji per tanaman (Tabel 10). Hasil korelasi ini sejalan dengan penelitian Prasetyo (2010) bahwa koefisien korelasi pada karakter tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong bernas dan jumlah polong total menunjukkan korelasi yang positif dan nyata atau sangat nyata terhadap bobot biji per tanaman. Hal ini berarti bahwa perbaikan dan pemilihan kriteria pada karakter tersebut dapat meningkatkan hasil bobot biji per tanaman.

Karakter bobot biji per petak berkorelasi positif sangat nyata dan nyata terhadap karakter tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang produktif, jumlah polong bernas, dan bobot biji per tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan bobot biji per tanaman akan meningkatkan hasil bobot biji per petak.


(48)

 

 

Tabel 10. Hasil uji korelasi Pearson antar karakter pada galur kedelai putatif mutan

UB UP TTSP JCP JBP JPB JPT JBPP % PI BB/Tan BSB

UP 0.696** (0.000) TTSP 0.190

(0.282)

0.116 (0.515) JCP -0.254

(0.147)

0.047 (0.790)

0.558** (0.001) JBP 0.014

(0.936) 0.126 (0.476) 0.400* (0.019) 0.466** (0.005) JPB -0.007

(0.969) 0.161 (0.364) 0.759** (0.000) 0.854** (0.000) 0.454** (0.007) JPT -0.030

(0.868) 0.005 (0.978) 0.228 (0.194) 0.278 (0.112) -0.601** (0.000) 0.398* (0.020) JBPP -0.127

(0.475) -0.221 (0.209) -0.015 (0.931) 0.068 (0.704) -0.796** (0.000) 0.084 (0.635) 0.915** (0.000) % PI -0.566**

(0.000) -0.746** (0.000) 0.251 (0.153) 0.338* (0.050) 0.129 (0.468) 0.167 (0.345) -0.059 (0.742) 0.068 (0.702) BB/Tan -0.359*

(0.037) -0.156 (0.378) 0.472** (0.005) 0.860** (0.000) 0.297 (0.088) 0.837** (0.000) 0.464** (0.006) 0.278 (0.112) 0.304 (0.080) BSB -0.708**

(0.000) -0.547** (0.001) -0.397* (0.020) 0.072 (0.688) -0.274 (0.117) -0.223 (0.205) 0.161 (0.364) 0.323 (0.062) 0.337 (0.051) 0.275 (0.115) BB/Ptk -0.208

(0.238) -0.203 (0.249) 0.457** (0.007) 0.627** (0.000) 0.307 (0.077) 0.576** (0.000) 0.254 (0.147) 0.155 (0.381) 0.279 (0.110) 0.753** (0.000) 0.321 (0.064) Keterangan : *) UB = Umur Berbunga, UP = Umur Panen, TTSP = Tinggi Tanaman Saat Panen, JCP = Jumlah Cabang Produktif, Jumlah Buku Produktif, JPB,

Jumlah Polong Bernas, JPT = Jumlah Polong Total, JBPP = Jumlah Biji per Polong, % PI = Persentase Polong Isi, BB/Tan = Bobot Biji per Tanaman, BSB = Bobot 100 Biji, BB/Ptk = Bobot Biji per Petak. **) Nilai dalam kurung menunjukkan nilai peluang koefisien korelasi diatasnya; angka yang diikuti dengan ** = berbeda sangat nyata pada α = 1%, * = berbeda nyata pada α = 5%


(49)

 

 

Seleksi merupakan tindakan yang terpenting dari kegiatan pemuliaan tanaman, karena dari seleksi akan dihasilkan populasi tanaman yang unggul. Seleksi dapat dilaksanakan berdasarkan satu kriteria atau berdasarkan sejumlah kriteria atau karakter. Berdasarkan kriteria seleksi yang digunakan, seleksi dapat dibagi atas seleksi langsung dan tidak langsung. Seleksi langsung adalah seleksi Arsyad et al. (2007) menjelaskan bahwa pengembangan varietas - varietas kedelai yang beradaptasi baik pada lahan yang kurang subur (kandungan hara makro rendah), misalnya lahan masam dengan kandungan aluminium dan mangan tinggi, umur sedang, tahan hama dan penyakit utama, sifat agronomis baik, dan mutu biji yang baik. Tipe tanaman ideal (plant-ideotype) yang berdaya hasil tinggi dan dianggap sesuai adalah memiliki umur berbunga 40 - 45 hari, umur masak 90 - 95 hari, tipe tumbuh semi-determinate, tinggi tanaman 80 - 100 cm, percabangan banyak (5 - 6 cabang), daun berukuran sedang dan berwarna hijau, batang kokoh (tidak rebah), polong tidak mudah pecah pada cuaca panas, biji berukuran sedang (12 g/100 biji), bulat, dan berwarna kuning.

Galur - galur pada penelitian ini memiliki warna hipokotil ungu. Tipe tumbuh semua galur adalah determinit dengan bentuk percabangan agak tegak-tegak hingga agak tegak-tegak. Galur - galur tersebut memiliki warna bunga yang sama yaitu ungu dan menghasilkan kecerahan kulit biji yang tidak mengkilap. Namun pada galur M100-33-6-11 memiliki kecerahan kulit biji yang mengkilap. Karakteristik sifat kuantitatif galur - galur yang diuji terdapat pada Tabel 11.

Galur - galur yang diuji pada penelitian ini adalah galur hasil irradiasi sinar gamma dosis rendah pada varietas Argomulyo dengan dosis 50 Gy, 100 Gy, 150 Gy, dan 200 Gy generasi M7. Diperoleh 4 populasi hasil irradiasi yang dikembangkan sampai M4 dengan seleksi pedigree untuk karakter agronomi dan daya hasil tinggi. Pada generasi M5 dilakukan seleksi untuk toleransi terhadap kekeringan di rumah plastik dan terpilih 50 galur. Kelima puluh galur M6 kemudian ditanam di lahan kering bertanah masam di Kecamatan Natar, Lampung Selatan dan diseleksi 25 galur paling toleran. Untuk penelitian ini 15 galur M7 terpilih dievaluasi dalam uji daya hasil lanjutan untuk memperoleh galur kedelai adaptasi tanah masam dengan daya hasil yang tinggi.


(50)

 

 

Tabel 11. Karakteristik sifat kuantitatif genotipe - genotipe kedelai yang diuji

Galur Karakter Umur Berbunga (HST) Umur Panen (HST) Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Cabang Produktif Jumlah Buku Produktif Jumlah Polong Bernas Jumlah Polong Total Jumlah Biji/ Polong Bobot Biji/ Tanaman (g) Bobot 100 Biji (g) Bobot Biji/ Petak (g) M100-29A-42-14 29.5 75.0 27.1 2.0 8.0 14.8 15.4 2.3 4.82 14.14 377.82

M100-33-6-11 27.0 85.0 33.4 2.7 8.5 24.7 25.8 2.1 6.13 13.48 327.17

M100-46-44-6 27.0 75.0 28.1 1.6 7.5 15.4 15.7 2.4 5.04 14.13 250.37

M100-47-52-13 27.0 76.5 28.5 2.1 7.9 15.6 16.1 2.3 4.77 13.94 284.34

M100-96-53-6 28.0 75.0 29.3 2.1 8.5 18.6 19.3 2.5 6.13 14.07 348.56

M150-7B-41-10 26.0 75.0 26.1 1.3 6.5 10.1 10.4 2.2 2.63 12.71 144.77

M150-29-44-10 25.5 78.0 28.4 2.4 8.1 18.1 18.3 2.2 5.50 14.11 217.99

M150-69-47-4 26.0 75.0 33.0 2.5 8.8 23.1 24.0 2.2 5.94 12.60 219.00

M150-92-46-4 25.5 75.0 26.4 2.1 7.9 14.9 15.5 2.4 4.94 14.03 224.95

M200-13-47-7 26.0 75.0 25.8 1.8 6.6 10.6 11.2 2.2 3.49 14.72 163.82

M200-37-71-4 28.0 75.0 25.2 1.5 7.3 11.9 12.2 2.2 3.80 14.99 226.07

M200-39-69-4 27.0 76.5 24.8 1.8 7.2 13.5 13.8 2.1 4.05 14.58 169.63

M200-58-59-3 27.0 75.0 26.8 1.9 8.2 17.7 17.8 2.3 5.30 14.23 222.29

M200-93-49-6 26.0 75.0 30.1 2.0 8.0 18.6 19.6 2.2 5.09 12.87 223.02

M200-93-49-13 27.0 75.0 28.5 2.0 8.2 17.4 18.3 2.4 6.08 15.27 264.33

Tanggamus 39.0 94.0 37.2 1.8 8.8 22.3 25.4 1.9 3.64 9.10 170.47


(51)

 

 

yang dilakukan atas karakter yang dituju seperti bobot biji per tanaman atau hasil panen per plot. Seleksi tidak langsung adalah seleksi yang dilakukan terhadap suatu karakter lain yang berhubungan karakter yang akan diperbaiki seperti seleksi terhadap jumlah polong per tanaman yang dilakukan untuk memperbaiki bobot biji per tanaman.

Berdasarkan hasil penelitian Wirnas et al. (2006), bahwa karakter jumlah cabang, jumlah buku total, jumlah polong isi, jumlah polong total, dan persentase polong isi dapat digunakan untuk membentuk indeks seleksi dalam rangka pengembangan kedelai berdaya hasil tinggi. Karakter yang digunakan sebagai kriteria seleksi untuk daya hasil selain berkorelasi positif dengan daya hasil, juga harus memiliki nilai heritabilitas yang tinggi sehingga akan diwariskan pada generasi berikutnya. Dengan demikian perlu dipilih karakter yang mempunyai nilai heritabilitas yang tinggi.

Galur - galur yang terbaik yang direkomendasikan untuk dilakukan uji daya hasil lanjutan berdasarkan karakter agronomi dan karakternya lebih baik dari pembanding dan sesuai untuk tanah masam adalah M100-33-6-11, M100-96-53-6, dan M200-93-49-13. Galur tersebut memiliki jumlah buku produktif dan jumlah polong total yang lebih tinggi dari varietas asal yaitu varietas Argomulyo, serta jumlah biji per polong dan bobot 100 biji yang lebih tinggi dari pembanding toleran lahan kering masam yaitu varietas Tanggamus. Galur tersebut memiliki ukuran biji sedang hingga besar.

Galur M100-33-6-11 memiliki umur berbunga 27 HST dan umur panen 85 HST. Bobot biji per tanamannya merupakan bobot biji per tanaman tertinggi dibandingkan dengan galur lainnya yaitu 6.13 gram per tanaman. Ukuran biji sedang yaitu 13.48 gram/100 biji. Tinggi tanaman pada galur ini juga mencapai tinggi tanaman tertinggi dibandingkan dengan galur lainnya yaitu 33.4 cm dengan jumlah cabang produktif dan jumlah polong total terbanyak masing-masing sebesar 2.7 dan 25.8.

Galur M100-96-53-6 memiliki umur berbunga 28 HST dan umur panen 75 HST. Tinggi tanaman pada galur ini mencapai 29.3 cm. Bobot biji per tanamannya sama dengan galur M100-33-6-11 yaitu sebesar 6.13 gram per tanaman dengan ukuran biji besar yaitu 14.07 gram/100 gram.


(1)

 

   

Lampiran 13. Data iklim bulanan BMKG 2012 Darmaga Bogor

Bulan Temperatur Rata-Rata (oC)

Kelembaban Rata-Rata (%) Hari Hujan (Hari) Curah Hujan (mm)

Februari 25.6 87 12 204

Maret 26.1 85 13 167

April 26.0 86 13 362

Mei 26.1 85 9 206

Juni 26.2 79 10 132

Jumlah 130 422 57 1071

Rataan 26 84.4 11.4 214.2

Maksimum 26.1 87 13 362

Minimum 25.6 85 9 167

Keterangan : Curah Hujan dan Hari Hujan ditakar di perkebunan Jasinga

Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor Lokasi : Klimatologi Bogor Elevasi : 190 m

Lokasi : 06.33 LS 106.45 BT


(2)

 

Lampiran 14. Hasil analisis contoh tanah pertama sebelum tanam kedelai di Desa Bagoang, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 2012


(3)

 

Lampiran 15. Hasil analisis contoh tanah kedua

   


(4)

 

Lampiran 16. Deskripsi varietas pembanding 1. Argomulyo

Nama Varietas : Argo Mulyo

Asal : Introduksi dari Thailand, oleh PT Nestle Indonesia pada tahun 1988, dengan nama asal Nakhon Sawan I Warna hipokotil : Ungu

Warna bunga : Ungu Warna biji : Kuning Warna hilum biji : Putih terang Warna bulu : Coklat Tipe tumbuh : Determinate Tinggi tanaman : 40 cm

Percabangan : 3-4 cabang dari batang utama Umur mulai berbunga : 35 hari

Umur saat panen : 80-82 hari

Kerebahan : Tahan rebah Kandungan minyak biji : 20,8%

Kandungan protein biji : 39,4% Daya hasil : 1,5-2 ton/ha

Ketahanan terhadap penyakit : Toleran terhadap penyakit karat Keteranngan : Sesuai untuk bahan baku susu kedelai

Pemulia : Rodiah S., C. Ismail, Gatot Sunyoto, dan Sumarno Penyedia Breeder Seed : BPTP Karangploso, Malang

Tahun dilepas : 1998


(5)

 

   

2. Tanggamus

Nama Varietas : Tanggamus Tahun pelepasan : 2001

SK Mentan : 536/Kpts/TP.240/10/2001 Nomor induk : K3911-66

Warna hipokotil : Ungu Warna epikotil : Hijau Kotiledon : Kuning

Asal : Persilangan tunggal (Single cross) antara Kerinci x No. 3911

Umur berbunga : 35 hari Warna bunga : Ungu Warna biji : Kuning Warna hilum biji : Coklat tua Warna polong masak : Coklat Warna bulu : Coklat Tinggi tanaman : 67 cm

Tipe tumbuh : Determinate Bentuk daun : Lanceolate Umur panen : 88 hari

Hasil Rata - rata : 1,5 ton/ha Bentuk biji : Oval Ukuran biji : Sedang Percabangan : 3 – 4 cabang Jumlah polong/tanaman : 47

Bobot 100 biji : 11,0 gr

Ketahanan penyakit : Moderat terhadap penyakit karat daun Kadar lemak : 12,9%

Kadar protein :44,5% Kadar air : 6,1% Kerebahan : Tahan


(6)

 

  Pecah polong : Tahan

Wilayah adaptasi : Lahan kering masam

Pemulia : Darman M. Arsyad, M. Muchlis Adie, Heru Kuswantoro, Purwantoro