Seleksi Massa Kedelai (Glycine max L. Merrill) Hasil Radiasi Sinar Gamma Pada Generasi M4

(1)

SELEKSI MASSA KEDELAI (Glycine max

L. Merrill) HASIL

RADIASI SINAR GAMMA PADA GENERASI M4

SKRIPSI

OLEH :

SYAMSIR S. E. D. SAMOSIR 060307011 / PEMULIAAN TANAMAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

Judul Skripsi : Seleksi Massa Kedelai (Glycine maxL. Merrill) Hasil Radiasi Sinar Gamma Pada Generasi M4

Nama : Syamsir S. E. D. Samosir

NIM : 060307011

Departemen : Budidaya Pertanian Program Studi : Pemuliaan Tanaman

Disetujui oleh, Komisi Pembimbing :

(Ir. Eva Sartini Bayu, MP) (Ir. Hasmawi Hasyim, MS)


(3)

ABSTRAK

SYAMSIR S. E. D. SAMOSIR : Seleksi Massa Kedelai (Glycine max L. Merrill) Hasil Radiasi Sinar Gamma pada Generasi M4, dibimbing oleh Ibu Ir.

Eva Sartini Bayu, MP dan Bapak Ir. Hasmawi Hasyim, MS.

Perakitan varietas kedelai (Glycine max L. Merrill) yang berproduksi tinggi sehingga dapat ditanam di Indonesia. Untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di Tanjung Slamat, Medan, Sumatera Utara (+ 25 m dpl.) pada bulan September-Desember 2010 menggunakan rancangan acak kelompok non faktorial, yaitu populasi M4 tanpa radiasi (P0), populasi M4 dengan dosis radiasi

100 gray (P1), populasi M4 dengan dosis radiasi 150 gray (P2), dan populasi M4

dengan dosis radiasi 200 gray (P3) kemudian dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT). Parameter yang diamati adalah persentase perkecambahan, tinggi tanaman, jumlah cabang pada batang utama, jumlah buku per tanaman, umur berbunga, umur panen, jumlah polong berisi per tanaman, jumlah polong hampa per tanaman, jumlah biji per tanaman, bobot biji per tanaman, bobot 100 biji, kandungan lemak, dan kandungan minyak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi M4hasil radiasi yang diuji

tinggi tanaman fase V1 pada P0 (9,71 cm) dan P3 (10,75 cm) berbeda nyata dengan P2 (11,67 cm), kemudian fase V3 pada P0 (18,25 cm) dan P1 (19,72 cm) berbeda nyata dengan P2 (21,33 cm), pada parameter jumlah polong berisi per tanaman pada P0 (53,80 polong) dan P1 (57,43 polong) berbeda nyata dengan P2 (78,00 polong), dan pada parameter jumlah biji per tanaman pada P0 (142,50 biji) dan P1 (152,60 biji) berbeda nyata dengan P2 (198,50 biji), sedangkan pada parameter persentase perkecambahan, jumlah cabang pada batang utama, jumlah buku per tanaman, umur berbunga, umur panen, jumlah polong hampa per tanaman, bobot biji per tanaman, dan bobot 100 biji tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Kandungan lemak tertinggi yaitu pada populasi M4tanpa radiasi (P0)

sebesar 17,61 %, sedangkan terendah pada P1 (6,53 %). Kandungan minyak tertinggi yaitu pada populasi M4 tanpa radiasi (P0) sebesar 19,94 %, sedangkan

terendah pada P1 (8,58 %). Nilai heritabilitas sedang terdapat pada parameter jumlah polong berisi per tanaman (0,405), sedangkan terendah pada bobot 100 biji (0,077). Nilai kemajuan genetik yang sangat tinggi terdapat pada parameter jumlah biji per tanaman (28,237).


(4)

ABSTRACT

SYAMSIR S. E. D. SAMOSIR : Selection of Soy Mass (Glycine Max L. Merrill) Result of Irradiation Gammaray of Generation M4, guided by Mrs. Ir.

Eva Sartini Bayu, MP and Mr. Ir. Hasmawi Hasyim, MS.

Assembling of Variety soy (Glycine Max L. Merrill) high production so that can be planted in Indonesia. For that an research have been done in Tanjung Slamat, Medan, North Sumatra (+ 25 m above sea level) in September-December 2010 using non factorial randomized block design, that is population M4without

irradiation (P0), population M4 with the dose irradiation 100 gray (Gy) (P1),

population M4 with the dose irradiation 150 gray (Gy) (P2), and population M4

with the dose irradiation 200 gray (Gy) (P3) then continued with the Duncan Multiple Range Test (DMRT). Parameters perceived were germination percentage, plant height, number of branch of especial bar, number of nodes of crop, flowering initiation, harvesting time, number of filled pods of crop, number of vacuous pods of crop, number of seeds of crop, seeds wight of crop, wight 100 seeds, fat content, and oil content.

Result of research indicate that the population M4 of result irradiation,

plant height at phase V1 at P0 (9,71 cm) and P3 (10,75 cm) differing reality by P2 (11,67 cm), then phase V3 at P0 (18,25 cm) and P1 (19,72 cm) differing reality by P2 (21,33 cm), at parameter number of filled pods of crop at P0 (53,80 pods) and P1 (57,43 pods) differing reality by P2 (78,00 pods), and at parameter number of seed of crop at P0 (142,50 seeds) and P1 (152,60 seeds) differing reality by P2 (198,50 seeds), while at parameter of germination percentage, number of branch of especial bar, number of nodes of crop, flowering initiation, harvesting time, number of vacuous pods of crop, seed wight of crop, and wight 100 seeds do not show the a marked difference. Highest fat content is population M4 without

irradiation (P0) equals to 17,61 %, while lowest at P1 (6,53 %). Highest oil content is population M4without irradiation (P0) equals to 19,94 %, while lowest

at P1 (8,58 %). Middle value of heritability is at parameter number of filled pods of crop (0,405), while lowest at wight 100 seeds (0,077). Highest Progress genetic value is at parameter number of seeds of crop (28,237).


(5)

RIWAYAT HIDUP

Syamsir S. E. D. Samosir, dilahirkan di Medan pada tanggal 31 Juli 1986 dari ayahanda Drs. Kaliaman Samosir dan ibunda Matilda Silalahi. Penulis merupakan anak ketiga dari 3 bersaudara.

Tahun 1998 penulis lulus dari SD Santo Thomas 1 Medan, tahun 2001 lulus dari SLTP Santo Thomas 3 Medan, tahun 2005 lulus dari SMA Swasta Seminari Menengah Pematangsiantar.

Terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan pada tahun 2006 melalui jalur SPMB, pada Departemen Budidaya Pertanian Program Studi Pemuliaan Tanaman.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi intra kampus HIMADITA (2006-2011), IMK FP (2006-2011), organisasi ekstra kampus KMK USU (2006-2011).

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Kerja Lapangan (PKL) di PT Perkebunan Nusantara III (Persero) Kebun Bangun Kabupaten Simalungun Sumatera Utara dari tanggal 20 Juni sampai 20 Juli 2010.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Seleksi Massa Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merril) Hasil Radiasi Sinar Gamma Pada Generasi M4 .

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ayahanda Drs. Kaliaman Samosir dan Ibunda Matilda Silalahi yang telah membesarkan dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapkan terimakasih kepada Ibu Ir. Eva Sartini Bayu, MP selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Hasmawi Hasyim, MS selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai penetapan judul, melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir.

Terima kasih kepada abang saya Julius Suprapto Samosir, dan kakak saya Surety Susilawati Samosir, yang telah menjadi penyemangat selama masa perkuliahan.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang memerlukan.

Medan, Maret 2011 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK... i

ABSTRACT...ii

RIWAYAT HIDUP...iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL...vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Jangka Panjang ... 4

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian... 4

Kegunaan Penelitian... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Botani Tanaman ... 5

Syarat Tumbuh... 7

Iklim... 7

Tanah ... 8

Mutasi... 10

Keragaman Genotip dan Fenotip ... 15

Varietas ... 17

Heritabilitas... 19

Ideotipe... 22

Kemajuan Genetik... 24

Seleksi Massa... 25

Kandungan Lemak dan Minyak Kedelai... 27

BAHAN DAN METODE ... 31

Tempat dan Waktu... 31

Bahan dan Alat... 31

Metode Penelitian... 31

PELAKSANAAN PENELITIAN... 33

Uji Viabilitas Benih ... 33

Persiapan Lahan ... 33

Penanaman ... 34

Pemupukan... 34

Pemeliharaan Tanaman ... 34

Penyiraman ... 34


(8)

Penyulaman... 35

Penyiangan... 35

Pembumbunan ... 35

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 35

Panen... 35

Menghitung Kandungan Lemak dan Minyak ... 36

Pengamatan Parameter... 36

Persentase Perkecambahan (%) ... 36

Tinggi Tanaman (cm) ... 36

Jumlah Cabang pada Batang Utama (cabang)... 36

Jumlah Buku per Tanaman (buku) ... 36

Umur Berbunga (hari)... 37

Umur Panen (hari) ... 37

Jumlah Polong Berisi per Tanaman (polong) ... 37

Jumlah Polong Hampa per Tanaman (polong) ... 37

Jumlah Biji per Tanaman (biji)... 37

Bobot Biji per Tanaman (gram)... 38

Bobot 100 Biji (gram)... 38

Kandungan Lemak dan Minyak... 38

HASIL DAN PEMBAHASAN... 40

Hasil ... 40

Persentase Perkecambahan (%) ... 40

Tinggi Tanaman (cm) ... 41

Jumlah Cabang pada Batang Utama (cabang) ... 42

Jumlah Buku per Tanaman (buku) ... 43

Umur Berbunga (hari)... 44

Umur Panen (hari) ... 45

Jumlah Polong Berisi per Tanaman (polong) ... 46

Jumlah Polong Hampa per Tanaman (polong) ... 47

Jumlah Biji per Tanaman (biji)... 48

Bobot Biji per Tanaman (gram)... 49

Bobot 100 Biji (gram)... 50

Kandungan Lemak dan Minyak... 51

Keragaman Genotip dan Fenotip ... 52

Heritabilitas... 53

Pembahasan... 54

KESIMPULAN DAN SARAN... 62

Kesimpulan ... 62

Saran... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64 LAMPIRAN


(9)

Hal.

1. Persentase perkecambahan dari populasi M4...40

2. Tinggi tanaman pada fase V1 sampai dengan V9 dari populasi M4...41

3. Perbandingan tinggi tanaman populasi M1, M2, M3, dengan populasi M4...41

4. Jumlah cabang pada batang utama dari populasi M4...42

5. Jumlah buku per tanaman dari populasi M4...43

6. Perbandingan jumlah buku per tanaman M3dengan populasi M4...43

7. Umur berbunga dari populasi M4...44

8. Perbandingan umur berbunga populasi M3dengan M4...45

9. Umur panen dari populasi M4...45

10. Perbandingan umur panen populasi M2, M3dengan M4...46

11. Jumlah polong berisi per tanaman dari populasi M4...46

12. Perbandingan jumlah polong berisi per tanaman populasi M1, M2, M3 dengan populasi M4...47

13. Jumlah polong hampa per tanaman dari populasi M4...48

14. Jumlah biji per tanaman dari populasi M4...48

15. Bobot biji per tanaman dari populasi M4...49

16. Perbandingan bobot biji per tanaman populasi M2, M3dengan populasi M4...49

17. Bobot 100 biji dari populasi M4...50

18. Perbandingan bobot 100 biji populasi M2, M3dengan populasi M4...50

19. Kandungan lemak dari populasi M4...51

20. Kandungan minyak dari populasi M4...51

21. Variabilitas Genotip (2g), Variabilitas Fenotip (2p), Koefisien


(10)

Harapan Kemajuan Genetik (HKG)...52 22. Nilai duga heritabilitas (h2) masing-masing karakter ...53


(11)

ABSTRAK

SYAMSIR S. E. D. SAMOSIR : Seleksi Massa Kedelai (Glycine max L. Merrill) Hasil Radiasi Sinar Gamma pada Generasi M4, dibimbing oleh Ibu Ir.

Eva Sartini Bayu, MP dan Bapak Ir. Hasmawi Hasyim, MS.

Perakitan varietas kedelai (Glycine max L. Merrill) yang berproduksi tinggi sehingga dapat ditanam di Indonesia. Untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di Tanjung Slamat, Medan, Sumatera Utara (+ 25 m dpl.) pada bulan September-Desember 2010 menggunakan rancangan acak kelompok non faktorial, yaitu populasi M4 tanpa radiasi (P0), populasi M4 dengan dosis radiasi

100 gray (P1), populasi M4 dengan dosis radiasi 150 gray (P2), dan populasi M4

dengan dosis radiasi 200 gray (P3) kemudian dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT). Parameter yang diamati adalah persentase perkecambahan, tinggi tanaman, jumlah cabang pada batang utama, jumlah buku per tanaman, umur berbunga, umur panen, jumlah polong berisi per tanaman, jumlah polong hampa per tanaman, jumlah biji per tanaman, bobot biji per tanaman, bobot 100 biji, kandungan lemak, dan kandungan minyak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi M4hasil radiasi yang diuji

tinggi tanaman fase V1 pada P0 (9,71 cm) dan P3 (10,75 cm) berbeda nyata dengan P2 (11,67 cm), kemudian fase V3 pada P0 (18,25 cm) dan P1 (19,72 cm) berbeda nyata dengan P2 (21,33 cm), pada parameter jumlah polong berisi per tanaman pada P0 (53,80 polong) dan P1 (57,43 polong) berbeda nyata dengan P2 (78,00 polong), dan pada parameter jumlah biji per tanaman pada P0 (142,50 biji) dan P1 (152,60 biji) berbeda nyata dengan P2 (198,50 biji), sedangkan pada parameter persentase perkecambahan, jumlah cabang pada batang utama, jumlah buku per tanaman, umur berbunga, umur panen, jumlah polong hampa per tanaman, bobot biji per tanaman, dan bobot 100 biji tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Kandungan lemak tertinggi yaitu pada populasi M4tanpa radiasi (P0)

sebesar 17,61 %, sedangkan terendah pada P1 (6,53 %). Kandungan minyak tertinggi yaitu pada populasi M4 tanpa radiasi (P0) sebesar 19,94 %, sedangkan

terendah pada P1 (8,58 %). Nilai heritabilitas sedang terdapat pada parameter jumlah polong berisi per tanaman (0,405), sedangkan terendah pada bobot 100 biji (0,077). Nilai kemajuan genetik yang sangat tinggi terdapat pada parameter jumlah biji per tanaman (28,237).


(12)

ABSTRACT

SYAMSIR S. E. D. SAMOSIR : Selection of Soy Mass (Glycine Max L. Merrill) Result of Irradiation Gammaray of Generation M4, guided by Mrs. Ir.

Eva Sartini Bayu, MP and Mr. Ir. Hasmawi Hasyim, MS.

Assembling of Variety soy (Glycine Max L. Merrill) high production so that can be planted in Indonesia. For that an research have been done in Tanjung Slamat, Medan, North Sumatra (+ 25 m above sea level) in September-December 2010 using non factorial randomized block design, that is population M4without

irradiation (P0), population M4 with the dose irradiation 100 gray (Gy) (P1),

population M4 with the dose irradiation 150 gray (Gy) (P2), and population M4

with the dose irradiation 200 gray (Gy) (P3) then continued with the Duncan Multiple Range Test (DMRT). Parameters perceived were germination percentage, plant height, number of branch of especial bar, number of nodes of crop, flowering initiation, harvesting time, number of filled pods of crop, number of vacuous pods of crop, number of seeds of crop, seeds wight of crop, wight 100 seeds, fat content, and oil content.

Result of research indicate that the population M4 of result irradiation,

plant height at phase V1 at P0 (9,71 cm) and P3 (10,75 cm) differing reality by P2 (11,67 cm), then phase V3 at P0 (18,25 cm) and P1 (19,72 cm) differing reality by P2 (21,33 cm), at parameter number of filled pods of crop at P0 (53,80 pods) and P1 (57,43 pods) differing reality by P2 (78,00 pods), and at parameter number of seed of crop at P0 (142,50 seeds) and P1 (152,60 seeds) differing reality by P2 (198,50 seeds), while at parameter of germination percentage, number of branch of especial bar, number of nodes of crop, flowering initiation, harvesting time, number of vacuous pods of crop, seed wight of crop, and wight 100 seeds do not show the a marked difference. Highest fat content is population M4 without

irradiation (P0) equals to 17,61 %, while lowest at P1 (6,53 %). Highest oil content is population M4without irradiation (P0) equals to 19,94 %, while lowest

at P1 (8,58 %). Middle value of heritability is at parameter number of filled pods of crop (0,405), while lowest at wight 100 seeds (0,077). Highest Progress genetic value is at parameter number of seeds of crop (28,237).


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kedelai berasal dari suatu domestikasi di pertengahan sebelah timur Cina bagian utara, sekitar Abad ke-11 SM. Dari sana kedelai tersebar ke Mancuria, Korea, Jepang, dan Rusia, yang di negara-negara tersebut domestikasinya telah berlangsung berabad-abad. Kedelai tercatat pada pustaka-pustaka Jepang sekitar tahun 712 Masehi. Tanaman ini dimasukkan ke Korea Utara antara tahun 30 SM dan tahun 70 Masehi. Pada tahun 1765, Samuel Bower memasukkan kedelai ke Amerika Serikat dari Cina. Dari Cina, Jepang, dan Korea lalu diintroduksikan lagi ke sebagian besar negara di Asia Selatan dan Asia Tenggara melalui Jalur Sutra (Maesen dan Sadikin, 1993).

Kedelai merupakan salah satu sumber protein nabati dengan kandungan 39%, dan 2% dari seluruh rakyat Indonesia memperoleh sumber kalori dari kedelai. Kedelai juga telah menjadi bagian makanan sehari hari bangsa Indonesia selama lebih dari 200 tahun dengan berbagai teknik pengolahan yang semakin meningkat dan diakui bernilai gizi tinggi oleh dunia internasional. Kedelai dapat sebagai sumber makanan ternak dan bahan baku suatu industri yang dapat diolah menjadi minyak makan, dan susu kedelai (Lamina, 1989).

Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2009) Angka Ramalan III (ARAM III) produksi kedelai tahun 2009 diperkirakan sebesar 966,47 ribu ton biji kering. Dibandingkan produksi tahun 2008, terjadi kenaikan sebesar 190,76 ribu ton


(14)

(24,59 persen). Kenaikan produksi tahun 2009 diperkirakan terjadi karena naiknya luas panen seluas 137,24 ribu hektar (23,22 persen) dan produktivitas sebesar 0,14 kuintal/hektar (1,07 persen). Kenaikan produksi kedelai tahun 2009 tersebut diperkirakan terjadi di Jawa sebesar 104,73 ribu ton (20,18 persen) dan di luar Jawa sebesar 86,03 ribu ton (33,51 persen). Di Jawa, peningkatan produksi diperkirakan disebabkan oleh naiknya luas panen seluas 69,27 ribu hektar (17,77 persen) dan produktivitas sebesar 0,27 kuintal/hektar (2,03 persen). Di luar Jawa, kenaikan produksi diperkirakan disebabkan naiknya luas panen seluas 67,97 ribu hektar (33,79 persen), sedangkan produktivitas mengalami penurunan sebesar 0,03 kuintal/hektar (0,24 persen). Perkiraan kenaikan produksi kedelai tahun 2009 yang relatif besar terjadi di Provinsi Jawa Timur, Nanggroe Aceh Darussalam, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Banten, dan Lampung. Sementara penurunan produksi diperkirakan terjadi antara lain di Provinsi Maluku Utara dan Papua Barat.

Teknik mutasi dalam bidang pemuliaan tanaman dapat meningkatkan keragaman genetik tanaman sehingga memungkinkan pemulia melakukan seleksi karakter tanaman sesuai dengan tujuan perlakuan bahan mutagen tertentu terhadap organ reproduksi tanaman. Apabila proses mutasi alami terjadi secara sangat lambat maka percepatan frekuensi dan spektrum mutasi tanaman dapat diinduksi dengan perlakuan bahan mutagen tertentu. Pada umumnya bahan mutagen bersifat radioaktif dan memiliki energi tinggi yang berasal dari hasil reaksi nuklir (http://www.infonuklir.com, 2008).

Dengan tersedianya berbagai varietas unggul kedelai diharapkan para petani kembali berbagai untuk menanam palawija, khususnya kedelai untuk


(15)

memenuhi kebutuhan nasional yang saat ini masih jauh lebih besar dibandingkan dengan kemampuan produksinya. Dengan memanfaatkan teknik mutasi radiasi, Batan terus berupaya menciptakan varietas baru untuk memperkaya keragaman genetik yang memudahkan petani dalam memilih varietas yang disukai (http://www.warintek.ristek.go.id, 2010).

Dari hasil pengamatan tinggi tanaman populasi M1(30,47 cm 37,88 cm)

tidak sangat berbeda dengan hasil pengamatan populasi M2 (34,69 cm 36,79

cm), tetapi sangat berbeda dengan hasil pengamatan pada populasi M3 (42,83 cm

46,50 cm). Dari hasil pengamatan jumlah polong berisi populasi M1 (27,65

polong 38,05 polong) tidak sangat berbeda dengan hasil pengamatan populasi M3(31,40 polong 35,37 polong), tetapi sangat berbeda dengan hasil pengamatan

populasi M2 (51,75 polong 57,75 polong). Dari hasil pengamatan umur

berbunga populasi M2 (32,33 hari 33,33 hari) sangat berbeda dengan hasil

pengamatan populasi M3 (35 hari 42 hari). Dari hasil pengamatan umur panen

populasi M2 (113,5 hari 116 hari) sangat berbeda dengan hasil pengamatan

populasi M3(92 hari 96 hari). Dari hasil pengamatan berat 100 biji populasi M2

(12,47 gram 13,15 gram) tidak sangat berbeda dengan hasil pengamatan populasi M3(13,38 gram 14,69 gram) (Eka, 2010).

Adanya perbedaan respon genotip tanaman terhadap lingkungan menyebabkan timbul perbedaan fenotipik pada setiap tanaman, dan dari penampilan fenotipik suatu tanaman dapat dihitung suatu nilai yang menentukan apakah perbedaan penampilan suatu karakter disebabkan oleh faktor genetik atau lingkungan, sehingga akan diketahui sejauh mana sifat tersebut akan diturunkan pada generasi selanjutnya.


(16)

Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian guna mengetahui kelanjutan karakter pertumbuhan vegetatif dan generatif dari tanaman kedelai yang diradiasi.

Tujuan Jangka Panjang

Untuk mendapatkan varietas kedelai yang berproduksi tinggi.

Tujuan Penelitian

Untuk mengamati karakter morfologi dan produksi mutan kedelai (Glycine max(L.)Merrill) hasil radiasi sinar gamma pada generasi M4.

Hipotesis Penelitian

Perbedaan karakter morfologi dan produksi mutan kedelai (Glycine max(L.)Merrill) hasil radiasi sinar gamma pada generasi M4.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, dan diharapkan dapat pula berguna bagi pihak yang memerlukan.


(17)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Menurut Lamina (1989), tanaman kedelai diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Class : Dicotyledoneae Ordo : Polypetales Family : Leguminosae Genus : Glycine

Species :Glycine max(L.) Merrill

Tanaman kedelai mempunyai akar tunggang yang membentuk akar-akar cabang yang tumbuh menyamping (horizontal) tidak jauh dari permukaan tanah. Jika kelembapan tanah turun, akar akan berkembang lebih ke dalam agar dapat menyerap unsur hara dan air. Pertumbuhan ke samping dapat mencapai jarak 40 cm, dengan kedalaman hingga 120 cm. Selain berfungsi sebagai tempat bertumpunya tanaman dan alat pengangkut air maupun unsur hara, akar tanaman kedelai juga merupakan tempat terbentuknya bintil-bintil akar. Bintil akar tersebut berupa koloni dari bakteri pengikat nitrogen Bradyrhizobium japonicum yang bersimbiosis secara mutualis dengan kedelai. Pada tanah yang telah mengandung bakteri ini, bintil akar mulai terbentuk sekitar 15-20 hari setelah tanam. Bakteri bintil akar dapat mengikat nitrogen langsung dari udara dalam bentuk gas N2yang

kemudian dapat digunakan oleh kedelai setelah dioksidasi menjadi nitrat (NO3)


(18)

Kedelai berbatang dengan tinggi 30-100 cm. Batang dapat membentuk 3-6 cabang, tetapi bila jarak antar tanaman rapat, cabang menjadi berkurang, atau tidak bercabang sama sekali. Tipe pertumbuhan batang dapat dibedakan menjadi terbatas (determinate), tidak terbatas (indeterminate), dan setengah terbatas ( semi-indeterminate). Tipe terbatas memiliki ciri khas berbunga serentak dan mengakhiri pertumbuhan meninggi. Tanaman pendek sampai sedang, ujung batang hampir sama besar dengan batang bagian tengah, daun teratas sama besar dengan daun batang tengah. Tipe tidak terbatas memiliki ciri berbunga secara bertahap dari bawah ke atas dan tumbuhan terus tumbuh. Tanaman berpostur sedang sampai tinggi, ujung batang lebih kecil dari bagian tengah. Tipe setengah terbatas memiliki karakteristik antara kedua tipe lainnya (http://id.wikipedia.org, 2010).

Daun primer sederhana berbentuk telur (oval) berupa daun tunggal (unifoliolat) dan bertangkai sepanjang 1-2 cm, terletak berseberangan pada buku pertama di atas kotiledon. Daun-daun berikutnya yang terbetuk pada batang utama dan pada cabang ialah daun bertiga (trifoliolat), namun adakalanya terbentuk daun berempat atau daun berlima. Bentuk anak daun beragam, dari bentuk telur hingga lancip (Hidayat, 1985).

Bunga kedelai tergolong bunga sempurna, yaitu setiap bunga memiliki alat jantan dan alat betina. Penyerbukan terjadi pada saat bunga masih tertutup (kleistogamus) sehingga kemungkinan penyerbukan silang amat kecil. Bunga kedelai dapat berwarna ungu atau putih (Hidayat, 1985). Pembungaannya berbentuk tandan aksilar atau terminal, berisi 3-30 kuntum bunga, bunganya kecil, berbentuk kupu-kupu, lembayung atau putih, daun kelopaknya berbentuk tabung,


(19)

dengan dua cuping atas dan tiga cuping bawah yang berlainan, tidak rontok, benang sarinya sepuluh helai, dua tukal, tangkai putiknya melengkung, berisi kepala putik yang berbentuk bonggol (Maesen dan Sadikin, 1993).

Kultivar kedelai memiliki bunga bergerombol terdiri atas 3-15 bunga yang tersusun pada ketiak daun. Karakteristik bunganya seperti famili Legum lainnya, yaitucorolla(mahkota bunga) terdiri atas 5petalyang menutupi sebuahpistildan 10 stamen (benang sari). 9 stamen berkembang membentuk seludang yang mengelilingi putik, sedangkan stamen yang kesepuluh terpisah bebas (Poehlman and Sleper, 1995).

Buah kedelai berbentuk polong, jumlah biji sekitar 1-4 tiap polong. Polong berbulu berwarna kuning kecoklat-coklatan atau abu-abu. Dalam proses pematangan warna polong berubah menjadi lebih tua, warna hijau menjadi kehitaman, keputihan atau kecoklatan (Departemen Pertanian, 1990).

Biji kedelai berkeping dua terbungkus kulit biji dan tidak mengandung jaringan endosperma. Embrio terletak diantara keping biji. Warna kulit biji kuning, hitam, hijau, atau coklat. Pusar biji (hilum) adalah jaringan bekas biji melekat pada dinding buah, bentuk biji kedelai pada umumnya bulat lonjong, tetapi ada juga yang bundar atau bulat agak pipih (Departemen Pertanian, 1990).

Syarat Tumbuh Iklim

Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Bahkan daya tahan kedelai lebih baik daripada jagung. Iklim kering 9


(20)

lebih disukai tanaman kedelai dibandingkan iklim lembab. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100-400 mm/bulan. Sedangkan untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman kedelai membutuhkan curah hujan antara 100-200 mm/bulan. Suhu yang dikehendaki tanaman kedelai antara 21-34 derajat C, akan tetapi suhu optimum bagi pertumbuhan tanaman kedelai 23-27 derajat C. Pada proses perkecambahan benih kedelai memerlukan suhu yang cocok sekitar 30derajat C. Saat panen kedelai yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik dari pada musim hujan, karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan pengeringan hasil (http://www.scribd.com, 2010).

Kedelai merupakan tanaman hari pendek, yakni tidak akan berbunga bila lama penyinaran (panjang hari) melampaui batas kritis. Setiap varietas mempunyai panjang hari kritik. Apabila lama penyinaran kurang dari batas kritik, maka kedelai akan berbunga. Dengan lama penyinaran 12 jam, hampir semua varietas kedelai dapat berbunga dan tergantung dari varietasnya, umumnya kedelai berbunga beragam mulai dari 20 hingga 60 hari setelah tanam. Apabila lama penyinaran melebihi periode kritik, tanaman tersebut akan meneruskan pertumbuhan vegetatifnya tanpa berbunga (Baharsjah, dkk, 1985).

Tanah

Aerasi tanah yang kurang biasanya disebabkan oleh drainase air yang kurang baik sehingga tanah menempati pori-pori besar yang jika tidak demikian akan memungkinkan pertukaran gas ke udara. Pengaruh kejenuhan air kadang-kadang diperberat oleh perombakan bahan organik seperti sisa-sisa tanaman.


(21)

Dalam situasi-situasi selain daripada kejenuhan total, pertumbuhan akar kapas dan kedelai tampaknya sama sekali tidak peka terhadap kandungan O2 serendah

kira-kira 5 %. Walaupun demikian, periode-periode tanpa oksigen selama hanya 3 jam untuk kapas, dan 5 jam, untuk kedelai, mematikan ujung-ujung akar (Goldsworthy dan Fisher, 1992).

Aerasi tanah (kandungan O2 dan CO2 didalam tanah) sangat

mempengaruhi sistem perakaran suatu tanaman. Oksigen merupakan unsur yang penting untuk proses-proses metabolisme. Kebutuhan oksigen untuk setiap jenis tanaman berbeda-beda. Pada kedelai kebutuhan O2 dan pengambilan nitrogen

lebih besar pada fase vegetatif dibandingkan dengan fase generatif. Apabila tanaman ditanam pada tempat yang dijenuhi oleh air (tergenang) maka dalam jangka waktu yang relatif singkat akan menunjukkan penguningan daun, pertumbuhan terhambat, dan menyebabkan matinya tanaman. Hal ini disebabkan karena pada kondisi yang jenuh air, maka kandungan O2 sedikit dan CO2

meningkat. Sehingga akan menghambat pertumbuhan akar yang selanjutnya berpengaruh pada proses pengisapan air dan unsur hara (Islami dan Utomo, 1995). Kedelai termasuk tanaman yang mampu beradaptasi terhadap berbagai agroklimat, menghendaki tanah yang cukup gembur, tekstur lempung berpasir dan liat. Tanaman kedelai dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang mengandung bahan organik dan pH antara 5,5-7 (optimal 6,7). Tanah hendaknya mengandung cukup air tapi tidak sampai tergenang (Departemen Pertanian, 1996).


(22)

Mutasi

Mutasi adalah perubahan susunan atau konstruksi dari gen maupun kromosom suatu individu tanaman, sehingga memperlihatkan penyimpangan (perubahan) dari individu asalnya dan bersifat baka (turun-temurun). Mutasi dapat terjadi secara alamiah, tetapi frekuensinya sangat rendah, yaitu 10-6 pada setiap

generasi. Untuk mempercepat terjadinya mutasi dapat dilakukan secara buatan dengan memberikan perlakuan-perlakuan sehingga terjadi mutasi (induced mutation). Mutasi pada tanaman dapat menyebabkan perubahan-perubahan pada bagian-bagian tanaman baik bentuk maupun warnanya juga perubahan pada sifat-sifat lainnya (Herawati dan Setiamihardja, 2000).

Jenis-jenis mutasi ada 2, yaitu: mutasi alami, dan mutasi buatan (mutasi terinduksi). Mutasi alami terjadi secara alamiah dan spontan di dalam tubuh makhluk hidup tanpa ada bantuan manusia. Mutasi alami jarang terjadi. Sedangkan mutasi buatan (terinduksi) adalah mutasi yang terjadi karena adanya bantuan manusia. Mutasi terinduksi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu energi dan kimia. Yang termasuk dalam kategori energi ialah: sinar x, sinar gamma, sinar beta, neutron cepat dan neutron lambat, partikel alfa, sinar devtron, dan sinar ultra ungu. Yang termasuk dalam kategori kimia diantaranya ialah: metansulfonat, etilinimin, diepoksibutan, mustard nitrogen, dan etilinoksida (Welsh, 1991).

Mutasi dalam pemuliaan tanaman prinsip dasar dari induksi mutasi (mutagen) yang harus diketahui oleh para pemulia tanaman adalah macam kejadian yang terjadi antara saat energi masuk ke dalam sistem biologi tanaman hingga tahap yang mungkin memberikan efek yang nampak pada perubahan


(23)

secara biologi. Proses dari transfer energi dalam memberikan pengaruh kerusakan dalam sistem biologi meliputi 4 tahap perubahan yaitu secara fisik, kimia, biokimia dan secara biologi. Mutasi adalah perubahan genetik baik gen tunggal, sejumlah gen ataupun susunan kromosom, dapat terjadi pada setiap bagian tanaman terutama bagian yang aktif melakukan pembelahan sel (Micke dan Donini, 1993).

Secara luas mutasi dihasilkan oleh segala macam tipe perubahan genetik yang mengakibatkan perubahan fenotipe yang diturunkan, termasuk keragaman kromosom maupun mutasi gen. Mutasi juga dapat disebut sebagai perubahan materi genetik pada tingkat genom, kromosom dan DNA atau gen sehingga menyebabkan terjadinya keragaman genetik. Mutasi induksi dapat dilakukan pada tanaman dengan perlakuan bahan mutagen tertentu terhadap organ reproduksi tanaman seperti biji, stek batang, serbuk sari, akar rizome, kalus dan sebagainya. Secara relatif, proses mutasi dapat menimbulkan perubahan pada sifat-sifat genetis tanaman baik kearah positif maupun negatif, dan kemungkinan mutasi yang terjadi dapat juga kembali normal (recovery). Mutasi yang terjadi ke arah sifat positif dan terwariskan ke generasi berikutnya merupakan mutasi yang dikehendaki oleh pemulia tanaman pada umumnya (Soeranto, 2003).

Mutasi dapat terjadi secara tiba-tiba dan acak, dan merupakan dasar sebagai sumber keragaman bagi tanaman dan bersifat terwariskan (heritance). Mutasi dapat terjadi secara spontan di alam (spontaneous mutation) dan dapat terjadi melalui induksi (induced mutation) (Koornneef, 1991).

Mutasi induksi dapat memperluas variabilitas genetik tanaman. Teknik mutasi induksi pada tanaman yang diperbanyak secara vegetatif lebih efektif


(24)

karena dapat mengubah satu atau beberapa karakter tanpa mengubah karakteristik kultivar asalnya (Nagatomi, 1996).

Mutasi dapat terjadi pada setiap bagian tanaman dan fase pertumbuhan tanaman, namun lebih banyak terjadi pada bagian yang sedang aktif mengadakan pembelahan sel seperti tunas, biji dan sebagainya. Secara molekuler, dapat dikatakan bahwa mutasi terjadi karena adanya perubahan urutan (sequence) nukleotida DNA kromosom, yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada protein yang dihasilkan (Oeliem, dkk, 2008).

Faktor yang mempengaruhi terbentuknya mutan antara lain adalah besarnya dosis iradiasi. Dosis iradiasi diukur dengan satuan Gray (Gy), 1 Gy sama dengan 0,10 krad yakni 1 J energy per kilogram iradiasi yang dihasilkan. Dosis iradiasi dibagi 3, yaitu: tinggi (>10 k Gy), sedang (1-10k Gy), dan rendah (<1k Gy). Perlakuan dosis tinggi akan mematikan bahan yang dimutasi atau akan mengakibatkan sterillitas. Pada umumnya dosis yang rendah dapat mempertahankan daya hidup atau tunas, dapat memperpanjang waktu kemasakan pada buah-buahan dan sayuran, serta meningkatkan kadar pati, protein, dan kadar minyak pada biji jagung, kacang, dan bunga matahari. Sering kali penampakan akibat mutasi baru muncul setelah generasi selanjutnya, yakni M2 atau kelanjutannya (http://www.pustaka-deptan.go.id, 2010).

Mutasi induksi merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh, karena keragaman genetik tanaman dapat ditingkatkan dan kultivar baru dapat diperoleh dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan melalui pemuliaan secara konvensional. MV1 mengalami kerusakan fisiologis sehingga perkembangan morfologi menjadi abnormal dan perubahan penampilan yang terjadi belum stabil


(25)

dan kemungkinan dapat berubah kembali seperti penampilan tanaman asalnya. Pada tanaman MV2 dan MV3 perubahan genetik biasanya telah stabil dan mutan yang diperoleh tidak berubah lagi ke bentuk asalnya (http://www.pustaka-deptan.go.id, 2010).

Iradiasi sinar gamma sering digunakan dalam usaha pemuliaan tanaman karena dapat meningkatkan variabilitas, sehingga dapat menghasilkan mutan baru (Al-Safadi et al., 2000).

Respon tanaman terhadap efek iradiasi sinar gamma, selain dipengaruhi oleh jenis kultur yang digunakan, juga tergantung dari laju dosis iradiasi yang digunakan. Laju dosis iradiasi adalah jumlah dosis terserap per satuan waktu (rad per detik atau Gy per detik). Satuan sinar radiasi adalah Gray (Gy) atau rad. Alat yang digunakan untuk mengukur besarnya dosis radiasi adalah dosimeter. Dosimeter yang umum digunakan adalah Fricke yaitu mampu mengukur dosis sinar gamma antara 40 400 Gy. Pengukuran diluar selang dosis tersebut dilakukan kalibrasi. Efek iradiasi sinar gamma dapat menyebabkan perubahan genetik di dalam sel somatik (mutasi somatik), dapat diturunkan dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan fenotip. Perubahan tersebut dapat terjadi secara lokal pada tingkat sel atau kelompok sel sehingga individu dapat menjadi kimera (Ismachin, 1988).

Beberapa hasil penelitian penggunaan iradiasi sinar gamma menyebutkan bahwa iradiasi sinar gamma pada dosis rendah dapat menginduksi perubahan secara fisiologi dan biokimia (Berezina dan Kaushankii, 1989).


(26)

Beberapa hasil penelitian penggunaan iradiasi sinar gamma menyebutkan bahwa iradiasi sinar gamma pada dosis rendah dapat menghasilkan pertumbuhan vegetatif yang lebih cepat dan pembungaan lebih awal (Charbaji dan Nabulsi, 1999).

Pengaruh peningkatan dosis mutagen terhadap kerusakan fisiologis memberikan kurva sigmoid, dimana kerusakan atau kematian tidak terjadi sekaligus sesuai dengan meningkatnya dosis. Hal ini menunjukkan bahwa suatu molekul atau sel yang peka maka molekul atau sel tersebut akan rusak atau mati. Sebaliknya apabila yang terkena radiasi adalah molekul atau sel yang tidak peka maka sel atau molekul tersebut tidak mati. Makin tinggi dosis makin banyak terjadi mutasi dan makin tinggi pula kerusakannya. Perlakuan dengan mutagen dapat menyebabkan pula sterilitas, yaitu : hambatan pertumbuhan sehingga menghalangi pembungaan, terbentuknya bunga yang tidak sempurna, terbentuknya bunga dengan tepung sari mandul, pembentukan embrio yang gugur sebelum masak, biji terbentuk tetapi tidak mampu berkecambah (Mugiono, 2001).

Semakin tinggi dosis radiasi yang diberikan pada tanaman kedelai maka akan semakin besar pula tingkat kerusakan dan penghambatan pertumbuhan tanaman itu, terutama untuk fisiologi tanaman (Rici, 2009).

Perlakuan radiasi akan menyebabkan kerusakan sel atau terhambatnya metabolisme sel karena adanya gangguan sintesa RNA sehingga sintesis enzim yang diperlukan untuk pertumbuhan terhambat. Dengan adanya gangguan struktur DNA akan menyebabkan enzim yang dihasilkan kehilangan fungsinya. Perlakuan radiasi dapat menyebabkan enzim yang merangsang pertunasan menjadi tidak aktif, sehingga pertumbuhan tanaman terhambat (Cassaret, 1961).


(27)

Keragaman Genotip dan Fenotip

Genotipe (harafiah berarti "tipe gen") adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan keadaan genetik dari suatu individu atau sekumpulan individu populasi. Genotipe dapat merujuk pada keadaan genetik suatu lokus maupun keseluruhan bahan genetik yang dibawa oleh kromosom (genom). Genotipe dapat berupa homozigot atau heterozigot genotipe sering dilambangkan dengan huruf yang berpasangan; misalnya AA, Aa, atau B1B1. Pasangan huruf yang sama

menunjukkan bahwa individu yang dilambangkan adalah homozigot (AA dan B1B1), sedangkan pasangan huruf yang berbeda melambangkan individu

heterozigot. Sepasang huruf menunjukkan bahwa individu yang dilambangkan ini adalah diploid (2n). Sebagai konsekuensi, individu tetraploid (4n) homozigot dilambangkan dengan AAAA (http://id.wikipedia.org, 2010).

Fenotipe adalah suatu karakteristik (baik struktural, biokimiawi, fisiologis, dan perilaku) yang dapat diamati dari suatu organisme yang diatur oleh genotipe dan lingkungan serta interaksi keduanya. Pengertian fenotipe mencakup berbagai tingkat dalam ekspresi gen dari suatu organisme. Pada tingkat organisme, fenotipe adalah sesuatu yang dapat dilihat/diamati/diukur, sesuatu sifat atau karakter. Fenotipe ditentukan sebagian oleh genotipe individu, sebagian oleh lingkungan tempat individu itu hidup, waktu, dan, pada sejumlah sifat, interaksi antara genotipe dan lingkungan. Waktu biasanya digolongkan sebagai aspek lingkungan (hidup) pula. Ide ini biasa ditulis sebagai P = G + E + GE, dengan P berarti fenotipe, G berarti genotipe, E berarti lingkungan, dan GE berarti interaksi antara genotipe dan lingkungan bersama-sama (yang berbeda dari pengaruh G dan E sendiri-sendiri. Pengamatan fenotipe dapat sederhana (misalnya warna bunga)


(28)

atau sangat rumit hingga memerlukan alat dan metode khusus. Namun demikian, karena ekspresi genetik suatu genotipe bertahap dari tingkat molekular hingga tingkat individu, seringkali ditemukan keterkaitan antara sejumlah fenotipe dalam berbagai tingkatan yang berbeda-beda. Fenotipe, khhususnya yang bersifat kuantitatif, seringkali diatur oleh banyak gen. Cabang genetika yang membahas sifat-sifat dengan tabiat seperti ini dikenal sebagai genetika kuantitatif (http://id.wikipedia.org, 2010).

Gen-gen tidak dapat menyebabkan berkembangnya karakter terkecuali jika mereka berada lingkungan yang sesuai, dan sebaliknya tidak ada pengaruh terhadap perkembangnya karakteristik dengan mengubah tingkat keadaan lingkungan terkecuali jika gen yang diperlukan ada. Namun, harus disadari bahwa keragaman yang diamati terhadap sifat-sifat yang terutama disebabkan oleh perbedaan gen yang dibawa oleh individu yang berlainan dan terhadap variabilitas di dalam sifat yang lain, pertama-tama disebabkan oleh perbedaan lingkungan dimana individu berada (Allard, 2005).

Perbedaan kondisi lingkungan memberikan kemungkinan munculnya variasi yang akan menentukan penampilan akhir tanaman tersebut. Bila ada variasi yang timbul atau tampak pada populasi tanaman yang ditanam pada kondisi lingkungan yang sama maka variasi tersebut merupakan variasi atau perbedaan yang berasal dari genotip individu anggota populasi (Mangoendidjojo, 2003).

Keragaman yang sering ditunjukkan oleh tanaman sering dikaitkan dengan aspek negatif. Hal ini sering tidak diperhatikan oleh peneliti yang menganggap bahwa susunan genetik dari bahan tanaman digunakan adalah sama karena berasal


(29)

dari varietas yang sama. Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan susunan genetik selalu mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan berasal dari jenis tanaman yang sama. Jika ada dua jenis tanaman yang sama ditanam pada lingkungan yang berbeda, dan timbul variasi yang sama dari kedua tanaman tersebut maka hal ini dapat disebabkan oleh genetik dari tanaman yang bersangkutan (Sitompul dan Guritno, 1995).

Keragaman genetik alami merupakan sumber bagi setiap program pemuliaan tanaman. Variasi ini dapat dimanfaatkan, seperti semula dilakukan manusia, dengan cara melakukan introduksi sederhana dan tehnik seleksi atau dapat dimanfaatkan dalam program persilangan yang canggih untuk mendapatkan kombinasi genetik yang baru. Jika perbedaan dua individu yang mempunyai faktor lingkungan yang sama dapat diukur, maka perbedaan ini berasal dari genotipe kedua tanaman tersebut. Keragaman genetik menjadi perhatian utama para pemulia tanaman, karena melalui pengelolaan yang terpat dapat menghasilkan varietas baru yang lebih baik (Welsh, 2005).

Variasi yang ditimbulkan ada yang dapat langsung dilihat, misalnya adanya perbedaan warna bunga, daun dan bentuk biji (ada yang berkerut, ada yang tidak), ini yang disebut variasi sifat yang kualitatif. Namun ada pula variasi yang memerlukan pengamatan dengan pengukuran, misal tingkat produksi, jumlah anakan, tinggi tanaman, dan lainnya (Mangoendidjojo, 2003).

Varietas

Varietas tanaman yang pembuahannya sendiri, artinya putik dibuahi oleh serbuk sari dalam satu bunga maka terjadinya penyerbukan silang dengan bunga


(30)

lain berkurang kemungkinnya sehinga persentase terjadinya penurunan varietas sangat kecil. Ditemukannya varietas tanaman yang mempunyai kelebihan-kelebihan tertentu seperti: produksinya besar, umurnya pendek, tahan penyakit setelah melalui serangkaian penelitian seksama. Pada mulanya satu butir pertama dari tanaman yang baik, kemudian ditanam dan menghasilkan beberapa butir dan dipilih beberapa butir terbaik dan ditanam lagi dan dipilih beberapa butir terbaik dan seterusnya (Isnaini, 2006).

Varietas unggul sangat menentukan tingkat produktivitas pertanaman dan merupakan komponen teknologi yang relatif mudah diadopsi petani jika benihnya tersedia. Di Indonesia hingga kini telah dilepas sekitar 64 varietas kedelai dengan karakter yang beragam diantaranya dalam hal umur panen, potensi hasil, ukuran dan warna kulit biji, dan kesesuaiannya terhadap lahan spesifik. Varietas yang dilepas belakangan pada dasarnya merupakan perbaikan varietas sebelumnya. Dari sejumlah varietas tersebut, sebagian besar adalah yang kulit bijinya berwarna kuning sampai kuning kehijauan, sedang kulitnya berwarna hitam baru dilepas tiga varietas yakni Merapi, Cikuray, dan Malika. Varietas unggul kedelai yang dilepas sebelum dan setelah tahun 2000 yang populer dan/atau mempunyai karakter spesifik telah disajikan. Kini telah tersedia sejumlah besar varietas unggul kedelai dengan karakter yang beragam, sehingga dapat memberikan banyak pilihan (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2007).

Penggunaan varietas unggul yang mempunyai adaptasi luas terhadap pola tanam dan kondisi setempat merupakan faktor penting. Varietas kedelai mempunyai sifat khusus baik terhadap daerah maupun lingkungan lain. Varietas


(31)

unggul lokal memiliki sifat yang lebih sesuai dan lebih mantap dengan kondisi daerah tertentu, tetapi hasil umumnya lebih rendah. Untuk mendapatkan varietas unggul dapat ditempuh dengan beberapa cara, yaitu: introduksi, mengadakan seleksi galur terhadap populasi yang telah ada seperti varietas lokal atau varietas dalam koleksi, dan mengadakan program pemuliaan dengan persilangan, mutasi atau teknik mandul jantan (http://pertanian.uns.ac.id, 2010).

Heritabilitas

Fehr (1987) menyebutkan bahwa heritabilitas adalah salah satu alat ukur dalam sistem seleksi yang efisien yang dapat menggambarkan efektivitas seleksi genotipe berdasarkan penampilan fenotipenya. Sedangkan korelasi antar karakter fenotipe diperlukan dalam seleksi tanaman, untuk mengetahui karakter yang dapat dijadikan petunjuk seleksi terhadap produktivitas yang tinggi.

Hanson (1963) menyatakan nilai heritabilitas dalam arti luas menunjukkan genetik total dalam kaitannya keragaman genotip, sedangkan menurut Poespodarsono (1988), bahwa makin tinggi nilai heritabilitas satu sifat makin besar pengaruh genetiknya dibanding lingkungan.

Pengertian heritabilitas sangat penting dalam pemuliaan dan seleksi karakter kuantitatif. Efektif atau tidaknya seleksi tanaman yang berdaya hasil tinggi dari sekelompok populasi, tergantung dari seberapa jauh keragaman hasil yang disebabkan kepada turunan genetik yang yang nantinya diwariskan kepada turunannya, dan seberapa jauh pula keragaman hasil yang disebabkan oleh lingkungan tumbuh tanaman. Heritabilitas dapat didefinisikan sebagai bagian keragaman genetik dari keragaman total (keragaman fenotipe). Pendugaan


(32)

heritabilitas suatu karakter kuantitatif dapat diduga suatu desain persilangan dua galur murni.

VP= VG+ VE

VP= ragam fenotipe; VG= ragam genetik; VE= ragam lingkungan.

VE= VP1+ VP2 atau VE= VP1+ VP2+ VF1

2 3

H = VG = VG

VP VG+VE

(Makmur, 1992).

Variasi keseluruhan dalam suatu populasi merupakan hasil kombinasi genotipe dan pengaruh lingkungan. Proporsi variasi merupakan sumber yang penting dalam program pemuliaan karena dari jumlah variasi genetik ini diharapkan terjadi kombinasi genetik yang baru. Proporsi dari seluruh variasi yang disebabkan oleh perubahan genetik disebut heritabilitas. Heritabilitas dalam arti yang luas adalah semua aksi gen termasuk sifat dominan, aditif, dan epistasis. Nilai heritabilitas secara teoritis berkisar dari 0 sampai 1. Nilai 0 ialah bila seluruh variasi yang terjadi disebabkan oleh faktor lingkungan, sedangkan nilai 1 bila seluruh variasi disebabkan oleh faktor genetik. Dengan demikian nilai heritabilitas akan terletak antara kedua nilai ekstrim tersebut (Welsh, 2005).

Seperti dijelaskan sebelumnya, variasi keseluruhan dalam suatu populasi merupakan hasil kombinasi genotipe dan pengaruh lingkungan. Proporsi variasi merupakan sumber yang penting dalam program pemuliaan, karena dari jumlah variasi genetik ini diharapkan terjadi kombinasi genetik yang baru. Proporsi dari seluruh variasi yang disebabkan oleh perubahan genetik disebut heritabilitas.


(33)

Heritabilitas ini dapat dirumuskan sebagai: h = Vg / (Vg + Ve). Vg = variasi

genetik, Ve= variasi lingkungan. Heritabilitas dalam arti yang luas adalah semua

aksi gen termasuk sifat dominan, aditif dan epistatis. Nilai heritabilitas secara teoritis berkisar dari 0 sampai 1. Nilai 0 ialah bila seluruh variasi disebabkan oleh faktor lingkungan, sedangkan nilai 1 ialah bila seluruh variasi disebabkan oleh faktor genetik. Dengan demikian nilai heritabilitas akan terletak antara kedua nilai ekstrim tersebut. Hambatan-hambatan untuk kemajuan program pemuliaan disebabkan antara lain karena kecilnya keragaman genetik, besarnya pengaruh lingkungan terhadap fenotipe, atau kombinasi keduanya. Akan sangat sukar untuk menentukan keberadaan jumlah atau tipe variabilitas genetik jika ekspresi fenotipe sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Heritabilitas meramalkan sebagian perkiraan variasi sesuai dengan komponen genetik dan lingkungannya. Selanjutnya komponen tadi dibagi lagi dalam nilai genetik keseluruhan (dalam arti yang luas) dan nilai aditif (dalam arti yang sempit). Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk memperkirakan nilai heritabilitas. Nilai heritabilitas untuk karakter tunggal akan berubah tergantung pada teknik analiasis statistik yang digunakan dan lingkungan tempat penelitian dilakukan. Perkiraan heritabilitas ini melibatkan hubungan antara sifat induk dan keturunannya. Allard menjelaskan secara garis besar konsep heritabilitas. Dengan menggunakan analisis statistik yang mendalam, aksi gen yang cukup lengkap dapat dijelaskan sehingga pengaruh aditif, dominan dan epistatis dapat diidentifikasi (Welsh, 1991).

Variasi genetik akan membantu dalam mengefisienkan kegiatan seleksi. Apabila variasi genetik dalam suatu populasi besar, ini menunjukkan individu dalam populasi beragam sehingga peluang untuk memperoleh genotip yang


(34)

diharapkan akan besar (Bahar dan Zein, 1993). Sedangkan pendugaan nilai heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa faktor pengaruh genetik lebih besar terhadap penampilan fenotip bila dibandingkan dengan lingkungan. Untuk itu informasi sifat tersebut lebih diperankan oleh faktor genetik atau faktor lingkungan, sehingga dapat diketahui sejauh mana sifat tersebut dapat diturunkan pada generasi berikutnya.

Ideotipe

Tipe tanaman ideal (plant-idoetype) yang sesuai untuk lahan kering, lebak, dan gambut adalah memiliki umur berbunga 40-45 hari, umur masak 90-95 hari, tipe tumbuh semi indeterminet, tinggi tanaman 80-100 cm, percabangan banyak (5-6 cabang), daun berukuran sedang dan berwarna hijau, batang kokoh (tidak rebah), polong tidak mudah pecah pada cuaca panas, biji berukuran sedang (12 gr/100 biji), bulat dan berwarna kuning (Arsyad, dkk, 2007).

Seleksi visual ialah identifikasi genotip tanaman yang berharga berdasarkan gambaran tipe tanaman yang ideal (ideotipe). Komponen-komponen ideotipe antara lain tinggi tanaman, ukuran dan bentuk daun, kemampuan tumbuh memanjat, kekuatan, warna, dan reaksi terhadap hama. Setiap pemulia menggunakan ideotipe yang berbeda tergantung pada pengalaman yang bersangkutan dan informasi ilmiah yang tersedia. Ideotipe dalam seleksi, sering dikacaukan dengan pertimbangan sebelumnya dari para pemulia tentang tanaman yang sempurna (Welsh, 1991).

Ideotipe digambarkan atas dasar karakteristik morfologi, namun berhubungan dengan fungsi fisiologis. Tipe ideal merupakan suatu parameter


(35)

yang diinginkan oleh konsumen sebagai atribut (warna, bentuk, jenis, rasa, harga, dll), dan merupakan salah satu dari aspek selera konsumen (http://balithi.litbang.deptan.go.id, 2010).

Untuk mempertahankan kemurnian agar seragam dan keunggulannya tetap dimiliki, perlu mempelajari sifat-sifat morfologis tanaman seperti tipe tumbuh, warna hipokotil, warna bunga, warna bulu, umur berbunga, dan sifat-sifat kuantitatif seperti tinggi tanaman, ukuran biji, dan ukuran daun. Pengenalan atau identifikasi varietas unggul adalah suatu teknik untuk menentukan apakah yang dihadapi tersebut adalah benar varietas unggul yang dimaksudkan. Pelaksanaannya dapat dilakukan dengan mempergunakan alat pegangan berupa deskripsi varietas. Tingkat hasil suatu tanaman ditentukan oleh interaksi faktor genetis varietas unggul dengan lingkungan tumbuhnya seperti kesuburan tanah, ketersediaan air, dan pengelolaan tanaman. Tingkat hasil varietas unggul yang tercantum dalam deskripsi umumnya berupa angka rata-rata dari hasil yang terendah dan tertinggi pada beberapa lokasi dan musim. Potensi hasil varietas unggul dapat saja lebih tinggi atau lebih rendah pada lokasi tertentu dengan penggunaan masukan dan pengelolaan tertentu pula. Biasanya untuk mendapatkan hasil yang lebih tinggi dari penggunaan varietas unggul diperlukan pengelolaan yang lebih intensif dan perhatian serius serta kondisi lahan yang optimal. Agar memperoleh hasil yang optimal di atas rata-rata dalam deskripsi maka perolehan varietas unggul harus sesuai 6 tepat (tepat varietas, jumlah, mutu, waktu, lokasi, dan tepat harga) (http://www.pustaka-deptan.go.id, 2010).


(36)

Kemajuan Genetik

Selain menggunakan nilai heritabilitas yang tinggi, juga menggunakan parameter yang lainnya, yaitu nilai duga kemajuan genetik yang tinggi, sebab nilai heritabilitas itu sendiri kurang memberikan gambaran sebenarnya mengenai kemajuan yang diharapkan terhadap genetik dengan nilai heritabilitas dan kemajuan genetik akan didapatkan gambaran terbaik mengenai kemajuan yang diharapkan dari seleksi (Rachmadi, dkk, 1990).

Menurut Dudley dan Moll (1976), nilai heritabilitas dapat memberikan petunjuk sederhana terhadap besar kecilnya pengaruh genetik dan lingkungan dari suatu populasi, sehingga apabila nilai heritabilitas dipadukan dengan nilai kemajuan genetik dari seleksi maka akan lebih bermanfaat dalam meramalkan hasil akhir untuk melakukan seleksi sifat individu yang baik.

Seleksi akan menunjukkan kemajuan genetik yang tinggi jika sifat yang dilibatkan dalam seleksi mempunyai variasi genetik dan heritabilitas yang tinggi. Jika nilai heritabilitas tinggi, sebagian besar variasi fenotip disebabkan oleh variasi genetik, maka seleksi akan memperoleh kemajuan genetik (Zen, 1995). Knight (1979) menyatakan informasi mengenai variasi genetik dan heritabilitas berguna untuk menentukan kemajuan genetik yang diperoleh dari seleksi. Hayward (1990) menyatakan bahwa sifat-sifat yang dikendalikan oleh gen-gen bukan aditif menyebabkan kemajuan genetik yang rendah. Hal ini disebabkan pengaruh tindak gen bukan aditif tidak diwariskan dan akan lenyap semasa seleksi (Suprapto dan Kairuddin, 2007).

27


(37)

Menurut Burton (1952) menyatakan bahwa pemulia lebih banyak mempertimbangkan dugaan kemajuan genetik dalam persen (KG%) di atas nilai rata-rata populasi. Oleh karena itu sesuai rumus yang disajikan Singh dan Chaudhary (1977) tergambar bahwa KG (%) merupakan produk dari nilai-nilai diferensial seleksi, heritabilitas yang menentukan efisiensi sistem seleksi sehingga seleksi akan efektif bila nilai kemajuan genetik tinggi ditunjang oleh salah satu nilai KVG atau heritabilitas tinggi (Tempake dan Luntungan, 2002).

Seleksi Massa

Langkah-langkah yang ditempuh pada pemuliaan tanaman menyerbuk sendiri adalah dengan introduksi, seleksi, hibridisasi, dan seleksi setelah hibridisasi. Seleksi dapat berupa seleksi massa dan seleksi galur murni. Yang disebut seleksi massa adalah menyeleksi tanaman yang sma penampilannya (fenotipe), kemudian tanaman yang sama itu benihnya digabung. Seleksi massa dari tanaman menyerbuk sendiri dianggap menghasilkan individu-individu yang semuanya lebih kurang sama genotipenya (true breeding). Jadi, pada seleksi massa, tanaman dipilih atas dasar fenotipe, kemudian benih dipanen dan digabung menjadi satu tanpa diadakan uji turunan (uji progeny) (Makmur, 1992).

Seleksi massa berbeda dari seleksi galur murni dalam hal jumlah tanaman dimana tidak hanya sebatang yang diseleksi untuk mendapatkan varietas baru. Varietas yang dikembangkan dengan cara ini mencakup beberapa genotipe lebih banyak dibandingkan dengan populasi induknya tetapi lebih dari satu varietas genotipe yang dikembangkan dengan seleksi galur murni. jumlah dari keragaman jenis yang termasuk didalamnya tergantung pada variabilitas dari populasi awal 28


(38)

sebagai suatu metode pemuliaan. Fungsi yang pertama dari seleksi massa adalah keamanan dan kecepatan dimana seleksi massa dapat memperbaiki efek dari varietas lokal. Fungsi kedua dari seleksi massa adalah pemurnian varietas yang telah ada didalam produksi bibit murni dengan cara penggabungan biji. Biasanya beberapa ratus tanaman diseleksi dari penanaman yang telah diketahui akan menjadi varietas yang representatif. Keturunannya ditumbuhkan dari individu tanaman ini dalam tahun berikutnya dan diamati pada tingkatan yang kritis dari perkembangan yang memungkinkan keturunan dapat dikurangi dari jenis yang termasuk mutan, hibridisasi alami, varietas campuran dan tipe jelek lainnya. Keturunan yang sisa umumnya dipanen dalam keadaan banyak untuk membuat sumber bibit murni (Allard, 1992).

Dalam seleksi massa, maka tanaman individual yang diinginkan dipilih, dipanen dan bijinya disusun tanpa uji coba keturunan untuk membuat generasi berikutnya. Karena seleksi itu didasarkan hanya atas induk betina, dan tidak ada pengawasan tentang penyerbukan, maka seleksi massa termasuk bentuk perkawinan acak dengan seleksi. Seleksi massa ialah menaikkan proporsi genotipe yang super dalam populasi. Seleksi massa telah efektif dalam menaikkan frekuensi gen untuk sifat yang mudah dilihat atau diukur. Jadi seleksi massa telah berguna dalam membentuk varietas untuk tujuan khusus dan dalam mengubah adaptasi varietas supaya mereka cocok dengan areal produksi yang baru. Sebaliknya, seleksi massa tidak efektif dalam memodifikasi sifat seperti umpamanya produksi (hasil), yang yang dihimpun oleh banyak gen dan tidak dapat disaksikan dengan cermat atas dasar penampilan satu tumbuhan tunggal. Ketidakefektifan seleksi massa dalam menaikkan dalam menaikkan produksi


(39)

varietas yang diadaptasi berasal dari tiga sebab utama, yaitu: (1) ketidakmampuan mengidentifikasi genotipe superior dari penampilan fenotipe sebuah tanaman tunggal, (2) penyerbukan yang tidak diawasi, sehingga tumbuh-tumbuhan terpilih diserbuk oleh kedua induk serbuk sari superior dan inferior, dan (3) seleksi yang ketat menuju ke besarnya populasi yang dikurangi (Allard, 1995).

Kandungan Lemak dan Minyak Kedelai

Kacang kedelai mengandung 38% protein, 18% lemak (Polyunsaturated Fatty Acid), 15% karbohidrat, 15% serat diet kacang kedelai, soy lechitin, vitamin, mineral dan phytonutrient seperti isoflavones, phytoesterols dan saponin. Setiap 100 gram dari Melilea Instant Soya Bean Powder mengandung 432 kalori (http://www.slideshare.net, 2010).

Kedelai mengandung minyak sekitar 18% - 20% dan dapat dimanfaatkan dalam aneka industri pangan, antara lain sebagai minyak goreng dan bahan baku margarin (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2007).

Begitu besarnya kontribusi kedelai dalam hal penyediaan bahan pangan bergizi bagi manusia sehingga kedelai biasa dijuluki sebagai Gold from the Soil, atau sebagai World's Miracle mengingat kualitas asam amino proteinnya yang tinggi, seimbang dan lengkap. Setiap 100 gram kedelai kering mengandung 34,90 gram protein, 331,00 kal kalori, 18,10 gram lemak serta berbagai vitamin dan mineral (http://agribisnis.tripod.com, 2010).

Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya, tetapi hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Perbedaan ini didasarkan pada


(40)

perbedaan titik lelehnya. Pada suhu kamar lemak berwujud padat, sedangkan minyak berwujud cair. Titik leleh minyak dan lemak tergantung pada strukturnya, biasanya meningkat dengan bertambahnya jumlah karbon. Banyaknya ikatan ganda dua karbon juga berpengaruh. Trigliserida yang kaya akan asam lemak tak jenuh, seperti asam oleat dan linoleat, biasanya berwujud minyak sedangkan trigliserida yang kaya akan lemak jenuh seperti asam stearat dan palmitat, biasanya adalah lemak. Semua jenis lemak tersusun dari asam-asam lemak yang terikat oleh gliserol. Sifat dari lemak tergantung dari jenis asam lemak yang terikat dengan senyawa gliserol. Asam - asam lemak yang berbeda disusun oleh jumlah atom karbon maupun hidrogen yang berbeda pula. Atom karbon, yang juga terikat oleh dua atom karbon lainnya, membentuk rantai yang zig - zag. Asam lemak dengan rantai molekul yang lebih panjang lebih rentan terhadap gaya tarik menarik intermolekul, (dalam hal ini yaitu gaya Van der waals) sehingga titik leburnya juga akan naik (http://ocw.usu.ac.id, 2011).


(41)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di lahan Balai Benih Induk Tanaman Pangan di Kelurahan Tanjung Slamat, Medan dengan ketinggian tempat + 25 m diatas permukaan laut, penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2010 sampai Desember 2010.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai yang diturunkan dari irradiasi pada generasi pertama yaitu mutan Argomulyo merupakan generasi M4 yang ditanam secara bulk sebagai objek yang diamati.

Sumber radiasi digunakan sinar gamma chamber dari ionisasi cobalt60 memalui irradiatorgamma chamber 4000A. Kompos sebagai penutup benih yang ditanam. Pupuk (Urea, KCl, TSP), insektisida Decis 2,5 EC, fungisida Dithane M-4,5, dan bahan-bahan lain yang mendukung penelitian ini.

Adapun alat yang digunakan adalah cangkul, gembor, meteran, timbangan analitik, tali plastik, alat tulis, kalkulator, kertas label, pacak sampel, plank nama dan alat-alat lain yang mendukung penelitian ini.

Metode Penelitian

Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Non Faktorial yang terdiri dari 4 populasi M4, yaitu:


(42)

P0 = Populasi M4tanpa radiasi

P1 = Populasi M4dengan dosis radiasi 100 gray

P2 = Populasi M4dengan dosis radiasi 150 gray

P3 = Populasi M4dengan dosis radiasi 200 gray

Jumlah blok (ulangan) = 6 ulangan

Jumlah plot = 24 plot

Jarak antar plot = 30 cm Jarak antar ulangan = 50 cm Jumlah tanaman perplot = 25 tanaman Jumlah sampel per plot = 5 tanaman Jumlah tanaman sampel = 120 tanaman Jumlah tanaman seluruhnya = 600 Tanaman

Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam dengan model linier sebagai berikut:

Yij =+ i + j +ij

i = 1,2,3,4,5,6 j = 1,2,3,4 Dimana:

Yij : nilai pengamatan pada blok ke-i dalam perlakuan ke-j  : nilai tengah (nilai rata-rata umum)

i : pengaruh blok ke-i j : pengaruh perlakuan ke-j


(43)

Data hasil penelitian pada perlakuan yang berpengaruh nyata dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% (Bangun, 1991).

Nilai Harapan Kuadrat Tengah Bagi Analisis RAK

Sumber Db JK KT Estimasi Kuadrat Tengah(EKT)

Blok b-1 JKB KTB 2e + g2b

Genotip g-1 JKG KTG 2e + b2g

Error (b-1)(g-1) JKE KTE 2e

Total bg-1 JKT

1. Keragaman Genotip dan Fenotip

Keragaman sifat dihitung melalui analisis sidik ragam yang dikemukakan oleh Singh dan Chaudary (1977) dalam Tempake dan Luntungan (2002) adalah sebagai berikut :

r KTE

KTGenotip

g  

2

e KTE2

e g p 2 2

2

% 100 2

g x

KVG

% 100 2

g x

KVP

Keterangan :

x = Rataan Populasi

KVG = Koefisien Variabilitas Genetik KVP = Koefisien Variabilitas Fenotip 2g = Ragaman Genotip


(44)

2p = Ragaman Fenotip

2e = Ragaman Galat

r = Ulangan

Kriteria variabilitas menurut Murdaningsih, dkk (1990) dalam Tempake dan Luntungan (2002) adalah :

Rendah = 0 25% dari Koefisien Variabilitas Genetik (KVG) tertinggi Sedang = 25 50% dari Koefisien Variabilitas Genetik (KVG) tertinggi Tinggi = 50 75% dari Koefisien Variabilitas Genetik (KVG) tertinggi Sangat Tinggi = 75 100% dari Koefisien Variabilitas Genetik (KVG) tertinggi

2. Heritabilitas

Heritabilitas dari seluruh sampel dihitung dengan rumus :

e

g g

p g

h 2 2

2 2 2 2   

Menurut Stansfield (1991) kriteria heritabilitas adalah sebagai berikut : Heritabilitas tinggi > 0,5

Heritabilitas sedang = 0,2 0,5 Heritabilitas rendah < 0,2

3. Kemajuan Genetik

Harapan Kemajuan Genetik (HKG) dapat dihitung dan diduga menurut cara sebagai berikut :

) )( ( 2p h2 I

HKG Keterangan :

I = Konstanta 2,06 untuk intensitas seleksi 0,05 h2 = Nilai heritabilitas


(45)

PELAKSANAAN PENELITIAN Uji Viabilitas Benih

Biji yang diperoleh dari populasi M3 masing-masing perlakuan yang

disebut biji M4, dilakukan seleksi secara visual untuk memperoleh benih M4.

Benih M4 tersebut, diuji kemampuan berkecambahnya dengan cara menanam

benih tiap-tiap perlakuan ke dalam masing-masing bak perkecambahan yang berisi kapas putih sebagai media tumbuh benih tersebut. Setiap satu bak perkecambahan hanya ditanami satu perlakuan yang berjumlah 30 butir. Sehingga jumlah bak perkecambahan yang dibutuhkan sebanyak 4 buah karena jumlah perlakuan yang diuji sebanyak 4 perlakuan (P0, P1, P2, P3). Dari 30 butir benih yang diuji, ternyata yang berkecambah adalah 21 untuk P0, berarti viabilitasnya 70 %. Dari 30 benih P1, ternyata yang berkecambah adalah 20, berarti viabilitasnya 69 %. Dari 30 butir benih yang diuji, ternyata yang berkecambah adalah 21 untuk P2, berarti viabilitasnya 70 %. Dari 30 benih P3, ternyata yang berkecambah adalah 28, berarti viabilitasnya 93 %.

Persiapan Lahan

Areal pertanaman yang akan digunakan, dibersihkan dari gulma yang tumbuh pada areal tersebut. Tanah diolah kemudian dibuat plot seluas 200 cm x 120 cm, dengan lebar parit 30 cm sebagai batas antar plot dan 50 cm sebagai jarak antar ulangan. Bagan penelitian terlampir pada Lampiran 4.


(46)

Penanaman

Penanaman dilakukan dengan melubangi tanah kedalaman 3 cm kemudian memasukkan 2 benih per lubang tanam dan ditutup dengan kompos. Jarak tanam dalam barisan 20 cm dan antar barisan 40 cm.

Pemupukan

Pemupukan dilakukan sesuai dengan dosis anjuran kebutuhan pupuk kedelai yaitu 100 kg Urea/ha (0,2 g/lubang tanam), 200 kg TSP/ha (0,4 g/lubang tanam), dan 100 kg KCl/ha (0,2 g/lubang tanam). Pemupukan Urea dilakukan dalam 2 tahap yakni pada saat penanaman sebanyak setengah dosis anjuran dan setengah dosis lagi diberikan pada saat tanaman berumur 30 hari setelah tanam (hst) sedangkan pupuk TSP dan KCL diberikan pada saat penanaman.

Pemeliharaan Tanaman Penyiraman

Penyiraman dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan. Penyiraman dilakukan sore atau pagi hari.

Penjarangan

Penjarangan tanaman dilakukan ketika tanaman berumur 2 Minggu Setelah Tanam (MST) dan setiap lubang tanam ditinggalkan sebanyak 1 tanaman yang tumbuh baik.


(47)

Penyulaman

Penyulaman dilakukan apabila dalam satu lubang tanam tidak ada benih yang tumbuh atau pertumbuhannya abnormal. Penyulaman dilakukan paling lama 2 MST.

Penyiangan

Penyiangan gulma dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang ada di sekitar lahan penelitian. Penyiangan dilakukan untuk menghindari persaingan dalam mendapatkan unsur hara dari dalam tanah. Penyiangan disesuaikan dengan kandisi di lapangan.

Pembumbunan

Pembumbunan dilakukan dengan cara membuat gundukan tanah di sekeliling tanaman. Pembumbunan dilakukan agar tanaman tidak mudah rebah sehingga dapat berdiri tegak dan kokoh.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dilakukan dengan penyemprotan insektisida Decis 2,5 EC dengan dosis 0,5 cc/liter air, sedangkan pengendalian penyakit dilakukan penyemprotan fungisida Dithane M-45 dengan dosis 1 cc/liter air. Masing-masing disemprotkan pada tanaman yang terkena serangan.

Panen

Panen dilakukan dengan cara dipetik satu persatu dengan mengggunakan tangan atau menggunakan pisau. Adapun kriteria panennya adalah ditandai dengan kulit polong sudah berwarna kuning kecoklatan sebanyak 95 %.


(48)

Menghitung Kandungan Lemak dan Minyak

Penghitungan kandungan lemak dan minyak biji kedelai dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pengamatan Parameter Karakter Morfologi

Persentase Perkecambahan (%)

Persentase perkecambahan dihitung dengan membandingkan kecambah yang tumbuh dengan jumlah contoh benih yang diuji. Persentase perkecambahan dihitung setelah benih tampak berkecambah, untuk mengetahui daya kecambahnya dilakukan setelah 5 hari setelah tanam.

Tinggi Tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dari pangkal batang hingga titik tumbuh tanaman dengan menggunakan meteran. Pengukuran dilakukan pada saat stadia vegetatif sampai stadia generatif awal (V1-R1).

Jumlah Cabang pada Batang Utama (cabang)

Jumlah cabang pada batang utama dihitung pada saat stadia generatif akhir (R8).

Jumlah Buku per Tanaman (buku)

Jumlah buku dihitung pada saat tanaman setelah dipanen dengan cara menghitung jumlah buku yang dihasilkan pada tiap tanaman mulai dari buku pertama hingga buku terakhir.


(49)

Umur Berbunga (hari)

Pengamatan umur berbunga dilakukan dengan menghitung umur tanaman pada saat tanaman memasuki stadia reproduktif R1 yaitu membukanya bunga pertama kali pada salah satu buku batang utama.

Umur Panen (hari)

Pengamatan umur panen dihitung ketika tanaman memasuki stadia R8 yaitu polong telah mencapai warna polong matang + 95% yang ditandai dengan warna kuning kecoklatan pada polong.

Jumlah Polong Berisi per Tanaman (polong)

Jumlah polong berisi dihitung pada setiap tanaman, yaitu polong yang menghasilkan biji. Perhitungan dilakukan pada saat tanaman telah dipanen.

Jumlah Polong Hampa per Tanaman (polong)

Dihitung jumlah polong hampa tiap tanaman, yaitu polong yang tidak berisi biji, pada saat tanaman telah matang penuh, dihitung setelah panen.

Jumlah Biji per Tanaman (biji)

Penghitungan dilakukan saat stadia R8(matang penuh / 95 % dari polong

telah mencapai warna polong matang) atau saat panen dilakukan. Untuk mengetahui jumlah biji pada tiap polong tanaman dilakukan dengan membuka/mengupas tiap polong, lalu dihitung semua biji yang ada pada polong tersebut.


(50)

Diambil seluruh biji dari masing-masing perlakuan pada tanaman sampel kemudian ditimbang menggunakan timbangan analitik.

Bobot 100 Biji (gram)

Diambil 100 biji dari masing-masing perlakuan pada tanaman sampel dengan menggunakan timbangan analitik.

Kandungan Lemak dan Minyak

1. Prosedur Analisis Kandungan Lemak

 Kedelai dihaluskan dengan cara diblender.

 Dikeringkan sampel selama 2 jam dengan suhu 105°C.

 Ditimbang sampel sebanyak 5 gram lalu dimasukkan ke dalam selongsong yang telah diketahui beratnya.

 Diletakkan selongsong dari kertas saring yang berisi sampel ke dalam soxhlet, kemudian dipasang alat kondensor di atasnya dan labu didih di bawahnya.

 Dituangkan heksan ke dalam labu didih sebanyak 2/3 bagian.  Dilakukan refluks selama 6 jam sampai pelarut yang turun

kembali ke labu didih.

 Dikeringkan selongsong pada suhu 105°C selama 2 jam, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

 Dihitung kadar lemak dengan Rumus:

% Lemak = Berat Lemak (gr) x 100 % Berat Sampel (gr)


(51)

2. Prosedur Analisis Kadar Minyak:

 Kedelai dihaluskan dengan cara diblender.

 Dikeringkan sampel selama 2 jam dengan suhu 105° Celcius.  Ditimbang sampel sebanyak 20 gram lalu dimasukkan ke

dalam selongsong yang telah diketahui beratnya.

 Diletakkan selongsong dari kertas saring yang berisi sampel tersebut ke dalam soxhlet.

 Dituangkan heksan ke dalam labu didih sebanyak 2/3 bagian.  Dilakukan refluks selama 10 jam sampai pelarut yang turun

kembali ke labu didih.

 Dituang heksan yang berada di labu didih ke dalam Erlenmeyer 600 ml.

 Dididihkan heksan yang telah bercampur minyak tadi sampai mengental.

% Minyak = Volume Lemak (ml) x 100 % Volume Sampel (ml)


(52)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Persentase Perkecambahan (%)

Data pengamatan persentase perkecambahan dan hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada lampiran 6 dan 7. Hasil analisis sidik ragam tersebut menunjukkan bahwa populasi mutan tidak berbeda nyata pada persentase perkecambahan. Rataan persentase perkecambahan dari beberapa populasi M4

dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Persentase perkecambahan dari populasi M4.

Populasi M4 Rataan Persentase Perkecambahan (%)

P0 (0 gray) 79.00

P1 (100 gray) 75.67

P2 (150 gray) 78.67

P3 (200 gary) 89.00

Tabel 1 menunjukkan bahwa rataan persentase perkecambahan tertinggi terdapat pada populasi P3 yaitu 89,00 % dan yang terkecil terdapat pada populasi P1 yaitu 75,67 %.


(53)

Tinggi Tanaman (cm)

Data pengamatan tinggi tanaman mulai pada fase V1 s/d V9 serta hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada lampiran 8 s/d 25. Hasil analisis sidik ragam tersebut menunjukkan bahwa populasi mutan tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman pada fase V2, fase V4 s/d V6 dan fase V8 s/d V9 , sedangkan pada fase V1, V3 dan V7 pada populasi mutan berbeda nyata terhadap tinggi tanaman. Rataan tinggi tanaman dari beberapa populasi M4 pada fase V1 s/d V9 dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Tinggi tanaman pada fase V1 s/d V9 dari populasi M4.

Populasi Rataan Tinggi Tanaman pada Stadia Pertumbuhan Vegetatif (cm)

M3 V1 V2 V3 V4 V5 V6 V7 V8 V9

P0 9.71bc 11.99 18.25bc 23.37 29.03 31.32 35.52abc 40.56 45.57 P1 10.80ab 13.26 19.72bc 25.08 31.85 34.34 38.61ab 43.38 48.68 P2 11.67a 14.58 21.33a 26.98 31.98 34.29 38.70a 43.74 49.11 P3 10.75bc 12.98 19.78ab 24.85 31.09 33.64 37.93abc 43.22 48.48 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama tidak berbeda nyata

pada Uji DMRT dengan taraf 0.05

Tabel 2 menunjukkan bahwa rataan tinggi tanaman pada fase V9 yang tertinggi terdapat pada populasi P2 yaitu 49.11 cm dan yang terendah pada populasi P0 yaitu 45.57 cm.

Tabel 3. Perbandingan tinggi tanaman populasi M1, M2, M3dengan populasi M4.

Dosis Radiasi Rataan Tinggi Tanaman (cm)

(Gray) Populasi M1 Populasi M2 Populasi M3 Populasi M4

0 34.20 34.94 42.83 45.57

100 37.88 36.79 46.50 48.68

150 36.42 34.69 44.62 49.11

200 30.47 34.67 46.25 48.48

Rataan 34.74 35.25 45.05 47.96

Tabel 3 menunjukkan terjadinya peningkatan tinggi tanaman pada seluruh pemberian dosis radiasi pada populasi M3 ke M4 yaitu 45,05 cm (populasi M3)


(54)

peningkatan tinggi tanaman yaitu 35,25 cm (populasi M2) meningkat menjadi

45,05 cm (populasi M3), dan pada populasi M1ke M2 terjadi peningkatan tinggi

tanaman yaitu 34,74 cm (populasi M1) meningkat menjadi 35,25 (populasi M2).

Gambar 2. Foto tinggi tanaman fase V9

Jumlah Cabang pada Batang Utama (cabang)

Data pengamatan jumlah cabang pada batang utama serta hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada lampiran 26 dan 27. Hasil analisis sidik ragam tersebut menunjukkan bahwa populasi mutan tidak berbeda nyata terhadap jumlah cabang pada batang utama. Rataan jumlah cabang pada batang utama dari beberapa populasi M4dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 4. Jumlah cabang pada batang utama dari populasi M4.

Populasi M4

Rataan Jumlah Cabang pada Batang Utama (cabang)

P0 (0 gray) 4.37

P1 (100 gray) 4.80

P2 (150 gray) 5.37

P3 (200 gary) 4.73

Tabel 4 menunjukkan bahwa rataan jumlah cabang pada batang utama yang tertinggi terdapat pada populasi P2 yaitu 5,37 cabang dan yang terendah pada populasi P0 yaitu 4,37 cabang.


(55)

Gambar 3. Foto cabang pada batang utama tanaman kedelai

Jumlah Buku per Tanaman (buku)

Data pengamatan jumlah buku per tanaman serta hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada lampiran 28 dan 29. Hasil analisis sidik ragam tersebut menunjukkan bahwa populasi mutan tidak berbeda nyata terhadap jumlah buku per tanaman. Rataan jumlah buku per tanaman dari beberapa populasi M4 dapat

dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah buku per tanaman dari populasi M4.

Populasi M3 Rataan Jumlah Buku per Tanaman (buku)

P0 (0 gray) 39.73

P1 (100 gray) 42.23

P2 (150 gray) 49.43

P3 (200 gary) 42.63

Tabel 5 menunjukkan bahwa rataan jumlah buku yang tertinggi terdapat pada populasi P2 yaitu 49,43 buku dan yang terendah pada populasi P0 yaitu 39,73 buku.

Tabel 6. Perbandingan jumlah buku per tanaman M3dengan populasi M4.

Dosis Radiasi Rataan Jumlah Buku per Tanaman (buku) (Gray) Populasi M3 Populasi M4

0 14.37 39.73

100 16.90 42.23

150 14.33 49.43

200 12.77 42.63


(56)

Tabel 6 menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah buku per tanaman pada seluruh pemberian dosis radiasi pada populasi M3 ke M4 yaitu 14,59 buku

(populasi M3) meningkat menjadi 43,51 buku (populasi M4).

Gambar 4. Foto buku tanaman kedelai

Umur Berbunga (hari)

Data pengamatan umur berbunga pada fase R1 serta hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada lampiran 30 dan 31. Hasil analisis sidik ragam tersebut menunjukkan bahwa populasi mutan tidak berbeda nyata pada umur berbunga. Rataan umur berbunga dari beberapa populasi M4pada fase R1 dapat dilihat pada

Tabel 7.

Tabel 7. Umur berbunga dari populasi M4.

Populasi M4 Rataan Umur Berbunga (hari)

P0 (0 gray) 31

P1 (100 gray) 31

P2 (150 gray) 31

P3 (200 gary) 31

Tabel 7 menunjukkan bahwa rataan umur berbunga populasi P0, P1, P2, dan P3 semua sama yaitu 31 hari.


(57)

Tabel 8. Perbandingan umur berbunga populasi M3dengan populasi M4.

Dosis Radiasi Rataan Umur Berbunga (hari) (Gray) Populasi M3 Populasi M4

0 39 31

100 42 31

150 38 31

200 35 31

Rataan 38 31

Tabel 8 menunjukkan terjadinya percepatan umur berbunga pada seluruh pemberian dosis radiasi pada populasi M3 ke M4 yaitu 38 hari (populasi M3)

menjadi 31 hari (populasi M4).

Gambar 5. Foto tanaman kedelai fase R1

Umur Panen (hari)

Data pengamatan umur panen pada fase R8 serta hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada lampiran 32 dan 33. Hasil analisis sidik ragam tersebut menunjukkan bahwa populasi mutan tidak berbeda nyata pada umur panen. Rataan umur panen dari beberapa populasi M4 pada fase R8 dapat dilihat pada

Tabel 9.

Tabel 9. Umur panen dari populasi M4.

Populasi M4 Rataan Umur Panen (hari)

P0 (0 gray) 88

P1 (100 gray) 88

P2 (150 gray) 88


(58)

Tabel 9 menunjukkan bahwa rataan umur panen pada populasi P0, P1, P2, dan P3 sama yaitu 88 hari.

Tabel 10. Perbandingan umur panen populasi M2,M3dengan populasi M4.

Dosis Radiasi Rataan Umur Panen (hari)

(Gray) PopulasiM2 Populasi PopulasiM3 M4

0 113 93 88

100 114 96 88

150 116 93 88

200 116 92 88

Rataan 115 94 88

Tabel 10 menunjukkan terjadinya percepatan umur panen dari populasi M2

ke populasi M3 pada semua dosis radiasi dengan rataan umur berbunga pada

populasi M2yaitu 115 hari mengalami percepatan pada populasi M3dengan rataan

yaitu 94 hari, dan terjadinya percepatan umur panen dari populasi M3ke populasi

M4pada semua dosis radiasi dengan rataan umur berbunga pada populasi M3yaitu

94 hari mengalami percepatan pada populasi M4dengan rataan yaitu 88 hari.

Jumlah Polong Berisi per Tanaman (polong)

Data pengamatan jumlah polong berisi per tanaman serta hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada lampiran 34 dan 35. Hasil analisis sidik ragam tersebut menunjukkan bahwa populasi mutan berbeda nyata terhadap jumlah polong berisi per tanaman. Rataan jumlah polong berisi per tanaman dari beberapa populasi M4dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Jumlah polong berisi per tanaman dari populasi M4.

Populasi M4

Rataan Jumlah polong berisi per tanaman (polong)

P0 (0 gray) 53.80 bc

P1 (100 gray) 57.43 bc

P2 (150 gray) 78.00 a


(59)

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama tidak berbeda nyata pada Uji DMRT dengan taraf 0.05

Tabel 11 menunjukkan bahwa rataan jumlah polong berisi per tanaman yang tertinggi terdapat pada populasi P2 yaitu 78,00 polong dan yang terendah pada populasi P0 yaitu 53,80 polong.

Tabel 12. Perbandingan jumlah polong berisi per tanaman populasi M1, M2, M3

dengan populasi M4.

Dosis Radiasi Rataan Jumlah Polong Berisi per tanaman (polong)

(Gray) Populasi M1 Populasi M2 Populasi M3 Populasi M4

0 27.65 51.75 32.20 53.80

100 35.75 57.75 35.30 57.43

150 38.05 56.16 35.37 78.00

200 29.20 54.58 31.40 60.73

Rataan 32.66 55.06 33.57 62.49

Tabel 12 menunjukkan terjadinya penurunan jumlah polong berisi per tanaman pada seluruh pemberian dosis radiasi pada populasi M2 ke M3 yaitu

55,06 polong (populasi M2) menurun menjadi 33,57 polong (populasi M3), pada

populasi M1 ke M2 terjadi peningkatan jumlah polong berisi per tanaman yaitu

32,66 polong (populasi M1) meningkat menjadi 55,06 polong (populasi M2), dan

pada populasi M3 ke M4 terjadi peningkatan jumlah polong berisi per tanaman

yaitu 33,57 polong (populasi M3) meningkat menjadi 62,49 polong (populasi M4).

Jumlah Polong Hampa per Tanaman (polong)

Data pengamatan jumlah polong hampa per tanaman serta hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada lampiran 36 dan 37. Hasil analisis sidik ragam tersebut menunjukkan bahwa populasi mutan tidak berbeda nyata terhadap jumlah polong hampa per tanaman. Rataan jumlah polong hampa per tanaman dari beberapa populasi M4dapat dilihat pada Tabel 13.


(60)

Tabel 13. Jumlah polong hampa per tanaman dari populasi M4.

Populasi M4

Rataan Jumlah polong hampa per tanaman (polong)

P0 (0 gray) 0.43

P1 (100 gray) 0.40

P2 (150 gray) 0.53

P3 (200 gary) 0.37

Tabel 13 menunjukkan bahwa rataan jumlah polong hampa per tanaman yang tertinggi terdapat pada populasi P2 yaitu 0,53 polong dan yang terendah pada populasi P3 yaitu 0.37 polong.

Gambar 6. Foto polong kedelai

Jumlah Biji per Tanaman (biji)

Data pengamatan jumlah biji per tanaman serta hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada lampiran 38 dan 39. Hasil analisis sidik ragam tersebut menunjukkan bahwa populasi mutan berbeda nyata pada jumlah biji per tanaman. Rataan jumlah biji per tanaman dari beberapa populasi M4 dapat dilihat pada

Tabel 14.

Tabel 14. Jumlah biji per tanaman dari populasi M4.

Populasi M4 Rataan Jumlah Biji per Tanaman (biji)

P0 (0 gray) 142.50 bc

P1 (100 gray) 152.60 bc

P2 (150 gray) 198.50 a


(61)

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama tidak berbeda nyata pada Uji DMRT dengan taraf 0.05

Tabel 14 menunjukkan bahwa rataan jumlah biji per tanaman tertinggi terdapat pada populasi P2 yaitu 198,50 biji dan yang terendah terdapat pada populasi P0 yaitu 142,50 biji.

Bobot Biji per Tanaman (gram)

Data pengamatan bobot biji per tanaman serta hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada lampiran 40 dan 41. Hasil analisis sidik ragam tersebut menunjukkan bahwa populasi mutan tidak berbeda nyata pada bobot biji per tanaman. Rataan bobot biji per tanaman dari beberapa populasi M4 dapat dilihat

pada Tabel 15.

Tabel 15. Bobot biji per tanaman dari populasi M4.

Populasi M4 Rataan Bobot Biji per Tanaman (gram)

P0 (0 gray) 24.43

P1 (100 gray) 27.10

P2 (150 gray) 30.11

P3 (200 gary) 26.10

Tabel 15 menunjukkan bahwa rataan bobot biji per tanaman tertinggi terdapat pada populasi P2 yaitu 30,11 gram dan yang terendah terdapat pada populasi P0 yaitu 24,43 gram.

Tabel 16. Perbandingan bobot biji per tanaman populasi M2,M3 dengan populasi

M4

Dosis Radiasi Rataan Bobot Biji per Tanaman (gram)

(Gray) Populasi M2 Populasi M3 Populasi M4

0 17.43 11.14 24.43

100 18.86 12.39 27.10

150 15.43 12.41 30.11

200 16.67 9.99 26.10


(1)

Lampiran 49. Nilai Duga Heritabilitas Untuk masing-masing Dosis Radiasi Komponen Hasil Nilai Duga Heritabilitas (h2) per Dosis Radiasi

0 gray 100 gray 150 gray 200 gray Tinggi Tanaman (cm) 0.525 t 0.644 t 0.793 t 0.691 t Jumlah cabang pada batang utama

(cabang) 0.314 s 0.497 s 0.777 t 0.381 s

Jumlah buku per Tanaman (buku) 0.440 s 0.366 s 0.800 t 0.685 t Umur berbunga (hari) 0.662 t 0.648 t 0.746 t 0.771 t Umur Panen (hari) 0.583 t 0.680 t 0.606 t 0.565 t Jumlah polong berisi per Tanaman

(polong) 0.031 r 0.331 s 0.846 t 0.550 t

Jumlah Polong hampa per Tanaman

(polong) 0.884 t 0.843 t 0.830 t 0.593 t

Jumlah Biji per Tanaman (biji) 0.339 s 0.607 t 0.852 t 0.620 t Bobot Biji per Tanaman (gram) 0.630 t 0.759 t 0.847 t 0.780 t

Keterangan : r = rendah s = sedang t = tinggi


(2)

Lampiran 50. Data Curah Hujan (mm) dan Kelembaban Udara Rata rata (%) Tahun 2010


(3)

Lampiran 51. Foto Lahan Penelitian

Lampiran 52. Foto Hasil Biji Kedelai masing-masing Perlakuan


(4)

(5)

Lampiran 53. Foto Alat-alat Analisa Kandungan Lemak dan Minyak

1 2 3 4

5 6 7 8

5 6 7 8


(6)

Keterangan gambar:

1. Sampel kacang kedelai yang sudah diblender. 2. Oven pengering sampel.

3. Sampel ditimbang. 4. Selongsong.

5. Soxhlet dan Thimbel. 6. Desikator.

7. Timbangan analitik.

8. Oven pemanas untuk menghilangkan larutan heksan.