Efek Tepung Delima (Punica granatum L.) sebagai Sumber Antioksidan pada Metabolisme Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Dikontaminasi Asap Rokok

(1)

EFEK TEPUNG DELIMA (

Punica granatum L.

) SEBAGAI

SUMBER ANTIOKSIDAN PADA METABOLISME

TIKUS PUTIH (

Rattus norvegicus

) YANG

DIKONTAMINASI ASAP ROKOK

SKRIPSI

ADITYA DANU WARDHANA

PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(2)

RINGKASAN

ADITYA DANU WARDHANA. D24060313. 2010. Efek Tepung Delima (Punica granatum L.) sebagai Sumber Antioksidan pada Metabolisme Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Dikontaminasi Asap Rokok Skripsi. Program Studi Ilmu Nutrisi Ternak dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Anita S Tjakradidjaja, MRur.Sc.

Pembimbing Anggota : dr. Francisca. A. Tjakradidjaja, MS, Sp.GK.

Radikal bebas berperan dalam terjadinya berbagai penyakit. Hal ini dikarenakan radikal bebas adalah molekul kimia yang memiliki pasangan elektron bebas di kulit terluar sehingga sangat reaktif dan mampu bereaksi dengan protein, lipid, karbohidrat, atau DNA. Antioksidan adalah substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas terhadap sel normal, protein, dan lemak. Antioksidan banyak terdapat pada berbagai jenis buah-buahan, salah satunya adalah buah delima (Punica granatum L). Buah delima kaya akan antioksidan, bahkan paling tinggi jika dibandingkan dengan buah-buahan lain yang telah diuji (Khomsan, 2009). Oleh karena itu, penggunaan tepung buah dan biji delima sebagai antioksidan akan dikaji dalam penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek pemberian tepung buah dan biji delima sebagai sumber antioksidan terhadap konsumsi, kecernaan, dan metabolisme lemak dan serat kasar pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang telah terkontaminasi asap rokok.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan September 2009 di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini menggunakan 30 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) jantan lepas sapih yang berumur 21 hari. Perlakuan yang diberikan adalah: R0 = Ransum kontrol (tanpa diberi tepung buah dan biji delima); R1 = 95% R0 + 5% tepung buah dan biji delima; dan R2 = 90% R0 + 10% tepung buah dan biji delima. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan masing-masing 10 ulangan. Peubah yang diamati adalah konsumsi, dan kecernaan lemak kasar (LK), serat kasar (SK), dan BETA-N, kadar lemak darah, glukosa darah, trigliserida, LDL, dan HDL, serta lingkar perut. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisa sidik ragam (Analyses of Variance, ANOVA) untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati dan untuk mengetahui perbedaan di antara perlakuan dilakukan Uji Ortogonal Kontras (Steel dan Torrie, 1993). Hasil penelitian menunjukkan, penambahan tepung buah dan biji delima ke dalam ransum kontrol dengan taraf 5% dan 10% dapat meningkatkan konsumsi LK, SK, dan BETA-N jika dinyatakan dalam bobot badan metabolis, tetapi tidak mempengaruhi kecernaan zat makanan tersebut dan pertambahan lingkar perut. Taraf 5% merupakan taraf yang terbaik karena menghasilkan hasil yang optimal dalam mengatasi efek radikal bebas.


(3)

ABSTRACT

Effect of Pomegranate Powder as Antioxidant Source on Metabolism of White Rat (Rattus norvegicus) Contaminated with Cigarette Smoke

Wardhana, A. D., A. S. Tjakradidjaja, and F. A. Tjakradidjaja

The effect of pomegranate fruit and seed powder as a source of antioxidant on consumption, digestion of lipid and crude fiber are evaluated in this study. Thirty of 28 day old rats were used in this experiment. This experiment used completely randomized design with three treatments and ten replications. The experimental rats were given diets containing pomegranate at levels of 0% (R0= control diet), 5% (R1= R0 containing 5% pomegranate fruit and seed powder) and 10% (R2= R0 containing 10% pomegranate fruit and seed powder). Variables measured were ether extract, crude fiber, NFE intakes and digestibilities and abdominal circumference. Data were analyzed with Analysis of Variance (ANOVA) and differences among treatments were tested by contrast orthogonal tests. Results show treatments affected nutrient intakes (P<0.01), but did not produced significant effect on nutrient digestibilies. There were no significant effect of treatments on the change in abdominal circumference. In conclusion, the use of pomegranate fruit and seed powder increased fat and carbohydrate intake in mice contaminated with cigarette smoke; however there were no effect on fat and carbohydrate digestibilities, and the change in abdominal circumference. The best result was produced by R1 which contained 5% pomegranate fruit and seed powder.


(4)

EFEK TEPUNG DELIMA (Punica granatum L.) SEBAGAI SUMBER ANTIOKSIDAN PADA METABOLISME

TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIKONTAMINASI ASAP ROKOK

ADITYA DANU WARDHANA D24060313

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(5)

Judul : Efek Tepung Delima (Punica granatum L.) sebagai Sumber Antioksidan pada Metabolisme Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Dikontaminasi Asap Rokok

Nama : Aditya Danu Wardhana NIM : D24060313

Menyetujui,

Tanggal Ujian : 13 dan 14 Januari 2011 Tanggal Lulus : Pembimbing Utama,

(Ir. Anita S. Tjakradidjaja, MRur.Sc.) NIP. 19610930 198603 2 003

Pembimbing Anggota,

(dr. F. A. Tjakradidjaja, MS., Sp.GK) NIP. 010 605 0122

Mengetahui, Ketua Departemen

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

(Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr.) NIP. 19670506 1991031 001


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 3 Desember 1988 di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Giata dan Ibu Ginem.

Pendidikan dasar Penulis diselesaikan di SDN Cibuluh 2 Bogor pada tahun 2000. Pendidikan lanjutan tingkat menengah pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SLTPN 5 Bogor dan pendidikan lanjutan tingkat atas diselesaikan pada tahun 2006 di SMAN 6 Bogor.

Pada tahun yang sama, Penulis diterima untuk menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor dan pada tahun 2007 diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Selama menjadi mahasiswa, Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak sebagai Kepala DIVISI IT HIMASITER periode 2007-2009, pernah berkesempatan mewakili Fakultas Peternakan dalam Pameran INDOLIVESTOCK pada tahun 2008. Penulis juga berkesempatan menjadi Asisten Praktikum mata kuliah Fisiologi Nutrisi Tahun Ajaran 2010.


(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji dan syukur hanyalah milik Allah SWT karena atas segala rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Efek Tepung Delima (Punica granatum L.) sebagai Sumber Antioksidan pada Metabolisme Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Dikontaminasi Asap Rokok yang ditulis berdasarkan hasil penelitian dari bulan Juli sampai dengan September 2009 di Laboratorium Lapang Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan menentukan manfaat pemberian tepung buah dan biji delima (Punica granatum L.) sebagai sumber antioksidan terhadap konsumsi dan kecernaan serta metabolisme ransum tikus putih (Rattus norvegicus) yang telah terkontaminasi radikal bebas.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi baru dalam dunia peternakan dan dapat bermanfaat bagi Penulis khususnya, dan bagi pembaca pada umumnya.

Bogor, Januari 2011


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... ii

ABSTRACT ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

LEMBAR PENGESAHAN ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Tikus Putih ... 4

Radikal Bebas ... 6

Antioksidan ... 10

Delima ... 11

Antioksidan dalam Buah Delima ... 14

Zat Makanan ... 15

Serat Kasar ... 15

Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen ... 16

Lemak ... 16

Kolesterol ... 17

Fraksi Lemak Darah ... 19

MATERI DAN METODE ... 21

Waktu dan Lokasi ... 21

Materi ... 21

Hewan Percobaan ... 21

Kandang dan Peralatan ... 21

Ransum, Tepung Buah dan Biji Delima, dan Rokok ... 21

Prosedur ... 21

Pembuatan Ransum Pellet ... 21

Penerapan Perlakuan ... 22

Pengukuran Bobot Badan dan Lingkar Perut ... 23

Pengumpulan Feses ... 23


(9)

Peubah yang diamati ... 24

Rancangan dan Analisis Data ... 25

Rancangan ... 25

Analisis Data ... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

Kandungan Zat Makanan dalam Ransum ... 26

Konsumsi Lemak Kasar, Serat Kasar, dan BETA-N ... 27

Kecernaan Lemak Kasar, Serat Kasar, dan BETA-N pada Minggu Ke-3 dan Ke-5 ... 30

Fraksi Lemak dan Glukosa Darah ... 34

Lingkar Perut dan Pertambahan Lingkar Perut ... 38

KESIMPULAN dan SARAN ... 41

Kesimpulan ... 41

Saran ... 41

UCAPAN TERIMA KASIH ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kebutuhan Zat Makanan Tikus ... 5 2. Komposisi Gizi per 100 gram Buah Delima ... 13 3. Kandungan Zat Makanan ... 26 4. Rataan Konsumsi Lemak Kasar, Serat Kasar, dan BETA-N . 28 5. Rataan Kecernaan Lemak Kasar, Serar Kasar, dan BETA-N

(Minggu Ke-3 dan Ke-5) ... 30 6. Fraksi Lemak dan Glukosa Darah ... 34 7. Rataan Lingkar Perut dan Pertambahan Lingkar Perut ... 38


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Struktur Atom Radikal Bebas ... 7

2. Buah Delima ... 11

3. Struktur Punicalagin dan Ellagic Acid ... 14

4. Metode Pengasapan ... 22

5. Jumlah Zat Makanan Tercerna selama Masa Penelitian ... 35

6. Jumlah Fraksi Lemak dan Glukosa Darah pada Akhir Penelitian ... 35


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. ANOVA Konsumsi Lemak Kasar ... 51

2. ANOVA Konsumsi Serat Kasar ... 51

3. ANOVA Konsumsi BETA-N ... 51

4. ANOVA Konsumsi Lemak Kasar dibagi BB0,75 ... 51

5. ANOVA Konsumsi Serat Kasar dibagi BB0,75 ... 52

6. ANOVA Konsumsi BETA-N dibagi BB0,75 ... 52

7. ANOVA Konsumsi Lemak Kasar Minggu Ke-3 dan Ke-5 ... 52

8. ANOVA Konsumsi Serat Kasar Minggu Ke-3 dan Ke-5 ... 52

9. ANOVA Konsumsi BETA-N Minggu Ke-3 dan Ke-5 ... 53

10.ANOVA Produksi Lemak Kasar Feses Minggu Ke-3 dan Ke-5 ... 53

11.ANOVA Produksi Serat Kasar Feses Minggu Ke-3 dan Ke-5 ... 53

12.ANOVA Produksi BETA-N Feses Minggu Ke-3 dan Ke-5... 53

13.ANOVA Lemak Kasar Tercerna Minggu Ke-3 dan Ke-5 ... 54

14.ANOVA Serat Kasar Tercerna Minggu Ke-3 dan Ke-5... 54

15.ANOVA BETA-N Tercerna Minggu Ke-3 dan Ke-5 ... 54

16.ANOVA Kecernaan Lemak Kasar Minggu Ke-3 dan Ke-5 ... 54

17.ANOVA Kecernaan Serat Kasar Minggu Ke-3 dan Ke-5 ... 55

18.ANOVA Kecernaan BETA-N Minggu Ke-3 dan Ke-5 ... 55

19.ANOVA Kolesterol Darah ... 55

20.ANOVA Trigliserida Darah ... 55

21.ANOVA HDL Darah ... 56

22.ANOVA LDL Darah ... 56

23.ANOVA Glukosa Darah ... 56

24.ANOVA Pertambahan Lingkar Pinggang ... 56

25.Uji Ortogonal Kontras Konsumsi Lemak Kasar dibagi BB0,75 ... 57

26.Uji Ortogonal Kontras Konsumsi Serat Kasar dibagi BB0,75 ... 57

27.Uji Ortogonal Kontras Konsumsi BETA-N dibagi BB0,75 ... 57

28.Uji Ortogonal Kontras Konsumsi BETA-N Minggu Ke-3 dan Ke-5 58 29.Uji Ortogonal Kontras Produksi Lemak Kasar Feses Minggu Ke-3 dan Ke-5 ... 58


(13)

30.Uji Ortogonal Kontras Produksi Serat Kasar Feses Minggu

Ke-3 dan Ke-5 ... 58 31.Uji Ortogonal Kontras Produksi BETA-N Feses Minggu

Ke-3 dan Ke-5 ... 59 32.Uji Ortogonal Kontras Kecernaan BETA-N


(14)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Saat ini peternakan telah berkembang tidak hanya di pedesaan, tetapi juga mulai merambah ke daerah perkotaan. Keberadaan peternakan di tengah perkotaan membutuhkan penanganan atau menejemen yang berbeda dalam pemeliharaan ternaknya. Kota-kota besar seperti Jakarta memiliki tingkat polusi yang tinggi. Hal ini tentunya dapat mengganggu kesehatan ternak. Polusi tersebut dapat berasal dari asap rokok, asap kendaraan, obat, bahan beracun, makanan dalam kemasan, bahan aditif, dan sinar ultraviolet dari matahari maupun radiasi yang merupakan sumber dari radikal bebas.

Radikal bebas merupakan suatu atom, molekul, atau senyawa yang mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan sehingga sangat reaktif, yang berasal dari dalam tubuh ataupun lingkungan (Andayani, 2008). Pada proses metabolisme normal, tubuh ternak dapat memproduksi partikel kecil dengan tenaga besar disebut sebagai radikal bebas. Atom atau molekul dengan elektron bebas ini dapat digunakan untuk menghasilkan tenaga dan beberapa fungsi fisiologis seperti kemampuan untuk membunuh virus dan bakteri. Namun karena zat ini juga dapat merusak jaringan normal yang diakibatkan oleh tenaga zat tersebut yang sangat tinggi. Radikal bebas dapat mengganggu proses konsumsi, kecernaan, dan metabolisme dalam tubuh ternak khususnya pada lemak. Contohnya, adalah menurunnya konsumsi, gangguan pada penyerapan zat makanan akibat rusaknya dinding sel, gangguan produksi DNA, dan kerusakan lapisan lipid pada dinding sel, serta peningkatan jumlah LDL dalam darah (Arief, 2009 ; Chen et al., 2006 ; Zakaria et al., 1996).

Radikal bebas yang sering dijumpai adalah asap rokok. Asap rokok termasuk radikal bebas yang memiliki reaktivitas tinggi sehingga dapat memicu reaksi berantai dalam sel. Asap rokok telah diketahui mengandung kurang lebih 4.800 jenis bahan kimia, dan 60 diantaranya bersifat karsinogenik pada hewan dan manusia. Bahan-bahan tersebut diantaranya adalah nikotin, tar, CO, amonia, naftalen, dan aseton. Bahan yang bersifat karsinogen pada asap rokok lebih banyak mempengaruhi perokok pasif (Yusuf dan Saad, 1991).

Oleh karena itu, diperlukan suatu substansi yang dapat menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas. Substansi tersebut disebut antioksidan. Definisi antioksidan sendiri adalah inhibitor


(15)

yang bekerja menghambat oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tak reaktif yang relatif stabil (Sofia, 2005). Tubuh memiliki senyawa antioksidan, seperti: enzim superoksida dismutase (SOD), gluthatione, dan katalase (Prakash, 2001).

Banyaknya polusi di lingkungan yang merupakan sumber radikal bebas, antioksidan dalam tubuh kurang mencukupi untuk menangkal radikal bebas tersebut. Oleh karena itu, diperlukan sumber antioksidan dari luar tubuh seperti buah dan sayur. Pemberian antioksidan pada ternak dapat mengurangi efek dari radikal bebas, seperti : memperbaiki konsumsi pakan, menurunkan kandungan kolesterol dalam darah dan memperbaiki kualitas daging pada sapi pedaging (Weiss dan Hogan, 2007; Gobert et al., 2009; Harris et al., 2001).

Salah satu contoh sumber antioksidan yang berasal dari buah-buahan adalah buah delima. Kelawala dan Ananthanarayan (2004) menyatakan bahwa buah delima memiliki kandungan antioksidan yang cukup tinggi dibandingkan buah lain sebagai sumber antioksidan. Menurut penelitian yang dilakukan Hora (2003), buah delima dapat menghambat pertumbuhan kanker pada tikus. Aviram et al. (2002) menyatakan bahwa buah delima dapat menghambat oksidasi low density lipoprotein (LDL) dan atherosklerosis. Jus delima yang telah difermentasi dan minyak yang diambil dari biji delima, juga diketahui aktif sebagai antioksidan yang setara dengan teh hijau (Astawan, 2008). Delima memiliki kandungan flavonoid atau polifenol yang cukup tinggi terutama saat biji dan buah delima diblender secara bersamaan (Astawan, 2008; Ghasemian et al., 2006). Kandungan serat kasar (SK) yang tinggi pada buah delima dapat menyerap lemak yang berlebih sehingga tidak teroksidasi oleh radikal bebas. Serat menurut James dan Gropper (1990) memiliki sifat adsortif, serat akan mengikat misel lemak sehingga akan mengurangi adsorbsi lemak, lemak darah dan kadar trigliserida yang dideposit dalam jaringan adiposa.

Akan tetapi penggunaan buah delima sebagai bahan antioksidan untuk mengatasi masalah radikal bebas dari kontaminasi asap rokok belum diketahui. Oleh karena itu, sebagai langkah awal, akan dipelajari manfaat penambahan tepung buah dan biji delima sebagai sumber antioksidan untuk mengatasi efek dari asap rokok dilihat dari konsumsi, kecernaan dan metabolisme lemak kasar dan serat kasar.


(16)

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian tepung buah dan biji delima (Punica granatum L.) sebagai sumber antioksidan terhadap konsumsi, kecernaan dan metabolisme lemak dan serat kasar pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang telah dikontaminasi radikal bebas yaitu asap rokok.


(17)

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Rattus norvegicus (tikus putih) sering disebut sebagai tikus laboratorium. Secara fisik, ukuran badan jantan biasanya lebih besar daripada betina. Taksonominya menurut Wilson dan Reeder (1993) adalah :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia

Subordo : Myomorpha

Famili : Muroidae Subfamili : Murinae Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus

Untuk pakan tikus, kandungan protein yang dibutuhkan 20-25% (akan tetapi hanya 12% jika protein lengkap berisi semua 10 asam amino esensial dengan konsentrasi yang benar), lemak 5%, pati 45-50%, serat kasar kira-kira 5% dan abu 4-5% (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Pakan tikus juga harus mengandung vitamin A (4000 IU/kg), vitamin D (1000 IU/kg), alfa-tokoferol (30 mg/kg), asam linoleat (3 g/kg), tiamin (4 mg/kg), riboflavin (3 mg/kg), pantotenat (8 mg/kg), vitamin B12 (50

μg/kg), biotin (10μg/kg), piridoksin (40-300 μg/kg) dan kolin (1000 mg/kg). Kualitas pakan tikus merupakan faktor penting yang mempengaruhi kemampuan tikus mencapai potensi genetik untuk tumbuh, berbiak, hidup lama, atau reaksi setelah pengobatan. Kecernaan pada tikus yang diberi pakan ad libitum menurut Ahlstrom dan Skrede (1998) adalah sebagai berikut : bahan kering 86,20%, lemak 94,95%, karbohidrat 90,58%, protein 81,66%, abu 56,89%, pati 99,53%.


(18)

Kebutuhan zat makanan tikus putih lebih lengkap tercantum pada Tabel 1. Tabel 1. Kebutuhan Zat Makanan Tikus

Zat Makanan 100 % BK

Kebutuhan

Satuan Hidup Pokok Pertumbuhan

Protein (%) 4,67 13,33

Lemak (%) 5,55 5,55

Energi dapat dicerna (Kkal/g) 3,8 4,2

Asam amino

Arginin (%) - 0,67

Asparagin (%) - 0,44

Asam glutamic (%) - 4,44

Histidin (%) 0,09 0,33

Isoleusin (%) 0,34 0,55

Leusin (%) 0,20 0,83

Lisin (%) 0,12 0,78

Methionin (%) 0,25 0,67

Nonesensial (%) 0,53 0,65

Mineral

Kalsium (%) 0,55

Fosfor (%) 0,44

Vitamin

A (IU/kg) 4444,44

D (IU/kg) 1111,11

E (IU/kg) 33,33

K1 (μg/kg) 55,55

Sumber : NRC (1995)

Berat badan pada umur empat minggu rata-rata dapat mencapai 40-50 g dan setelah dewasa rata-rata bobot tikus adalah sekitar 140-500 gram dengan panjang 400 mm (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Tikus jantan tua dapat mencapai bobot badan 500 g. Umur sapih dari tikus putih yaitu 21 hari. Malole dan Pramono (1989) menyatakan keunggulan tikus putih sebagai hewan percobaan yaitu : 1) siklus


(19)

hidupnya yang relatif pendek, 2) dari segi pengadaan tidak sulit karena dapat berkembangbiak dengan cepat, 3) jenis hewan ini berukuran kecil sehingga pemeliharaannya relatif mudah, dan 4) merupakan hewan yang sehat dan cocok untuk berbagai penelitian.

Radikal Bebas

Radikal bebas merupakan atom, molekul atau senyawa yang mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan yang bersifat tidak stabil dan sangat reaktif (Surai, 2003). Radikal bebas memerlukan elektron yang berasal dari pasangan elektron di sekitarnya, sehingga terjadi perpindahan elektron dari molekul donor ke molekul radikal bebas untuk menjadikan radikal tersebut stabil. Hal tersebut menyebabkan molekul donor tidak stabil dan menimbulkan reaksi berantai (Simanjuntak et al., 2004).

Radikal bebas mempunyai banyak bentuk seperti radikal hidroksil, peroksil, anion superoksida dan lain-lain. Masing-masing bentuk radikal tersebut mempunyai waktu yang berbeda-beda dalam menimbulkan stres oksidatif tergantung pada tingkat kereaktifan, selektivitas dan serangan terhadap molekul-molekul organik yang terdapat dalam jaringan tubuh. Stres oksidatif yang berlangsung terlalu lama dapat menimbulkan kerusakan mulai dari tingkat molekul seperti DNA, protein, lipid sampai dengan kerusakan pada tingkat seluler, jaringan dan organ yang menyebabkan disfungsi, luka sel, degenerasi, penurunan fungsi dan akhirnya dapat memicu terjadinya penyakit degeneratif dan memperpendek umur biologis atau penuaan. Efek oksidatif radikal bebas dapat menyebabkan peradangan dan penuaan dini (Sunarno, 2009). Lipid yang seharusnya menjaga kulit agar tetap segar berubah menjadi lipid peroksida karena bereaksi dengan radikal bebas sehingga mempercepat penuaan. Kanker pun disebabkan oleh oksigen reaktif yang intinya memacu zat karsinogenik, sebagai faktor utama kanker. Selain itu, oksigen reaktif dapat meningkatkan kadar LDL yang kemudian menjadi penyebab penimbunan kolesterol pada dinding pembuluh darah. Akibatnya timbullah atherosklerosis atau lebih dikenal dengan penyakit jantung koroner (Sofia, 2005).

Arief (2009) menyatakan bahwa struktur atom radikal bebas terdiri dari nukleus, proton, dan elektron. Jumlah proton (bermuatan positif) dalam nukleus


(20)

menentukan jumlah dari elektron (bermuatan negatif) yang mengelilingi atom tersebut. Elektron berperan dalam reaksi kimia dan merupakan bahan yang menggabungkan atom-atom untuk membentuk suatu molekul. Elektron mengelilingi atau mengorbit pada suatu atom dalam satu atau lebih lapisan. Jika satu lapisan penuh, elektron akan mengisi lapisan kedua. Lapisan kedua akan penuh jika telah memiliki delapan elektron, dan seterusnya. Gambaran struktur terpenting sebuah atom dalam menentukan sifat kimianya adalah jumlah elektron pada lapisan luarnya. Suatu bahan yang elektron lapisan luarnya penuh tidak akan terjadi reaksi kimia. Karena atom-atom berusaha untuk mencapai keadaan stabilitas maksimum, sebuah atom akan selalu mencoba untuk melengkapi lapisan luarnya dengan :

a. Menambah atau mengurangi elektron untuk mengisi maupun mengosongkan lapisan luarnya.

b. Membagi elektron-elektronnya dengan cara bergabung bersama atom yang lain dalam rangka melegkapi lapisan luarnya.

Dalam rangka mendapatkan stabilitas kimia, radikal bebas tidak dapat mempertahankan bentuk asli dalam waktu lama dan segera berikatan dengan bahan sekitarnya. Struktur radikal bebas dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur Atom Radikal Bebas

Sumber : Arief, 2009.

Muchtadi (2000) menyatakan bahwa sumber radikal bebas dapat berasal dari dalam tubuh (eksogen) atau terbentuk di dalam tubuh (endogen) dari hasil metabolisme zat gizi secara normal. Radikal bebas yang ada di tubuh manusia berasal dari dua sumber, yaitu sumber endogen dan eksogen.


(21)

Sumber endogenterdiri dari : 1. Autooksidasi

Autooksidasi merupakan produk dari proses metabolisme aerobik. Molekul yang mengalami autooksidasi berasal dari katekolamin, hemoglobin, mioglobin, sitokrom C yang tereduksi, dan thiol. Autoksidasi dari molekul diatas menghasilkan reduksi dari oksigen diradikal dan pembentukan kelompok reaktif oksigen. Superoksida merupakan bentukan awal radikal. Ion ferrous (Fe II) juga dapat kehilangan elektronnya melalui oksigen untuk membuat superoksida dan Fe III melalui proses autooksidasi (Proctor, 1984).

2. Oksidasi enzimatik

Beberapa jenis sistem enzim mampu menghasilkan radikal bebas dalam jumlah yang cukup bermakna, meliputi xanthine oxidase (activated in ischemia-reperfusion), prostaglandin synthase, lipoxygenase, aldehyde oxidase, dan amino acid oxidase. Enzim myeloperoxidase hasil aktivasi netrofil, memanfaatkan hidrogen peroksida untuk oksidasi ion klorida menjadi suatu oksidan yang kuat asam hipoklor (Inoue, 2001).

3. Respiratory burst

Respiratory burst merupakan terminologi yang digunakan untuk menggambarkan proses dimana sel fagositik menggunakan oksigen dalam jumlah yang besar selama fagositosis (Abate, 1990).

Sedangkan sumber eksogen terdiri atas : 1. Obat-obatan

Beberapa macam obat dapat meningkatkan produksi radikal bebas dalam bentuk peningkatan tekanan oksigen. Bahan-bahan tersebut yang bereaksi bersama hiperoksia dapat mempercepat tingkat kerusakan. Termasuk didalamnya antibiotika kelompok quinoid atau berikatan logam untuk aktifitasnya (nitrofurantoin), obat kanker seperti bleomycin, anthracyclines (adriamycin), dan methotrexate, yang memiliki aktivitas pro-oksidan. Selain itu, radikal juga berasal dari fenilbutason, beberapa asam fenamat dan komponen aminosalisilat dari sulfasalasin dapat menginaktifasi protease, dan penggunaan asam askorbat dalam jumlah banyak mempercepat peroksidasi lemak (Proctor, 1984).


(22)

2. Radiasi

Radioterapi memungkinkan terjadinya kerusakan jaringan yang disebabkan oleh radikal bebas. Radiasi elektromagnetik (sinar X, sinar gamma) dan radiasi partikel (partikel elektron, photon, neutron, alfa, dan beta) menghasilkan radikal primer dengan cara memindahkan energinya pada komponen seluler seperti air. Radikal primer tersebut dapat mengalami reaksi sekunder bersama oksigen yang terurai atau bersama cairan seluler (Droge, 2002).

3. Asap rokok

Oksidan dalam rokok mempunyai jumlah yang cukup untuk memainkan peranan yang besar terjadinya kerusakan saluran napas. Bahan lain seperti nitrit oksida, radikal peroksil, dan radikal yang mengandung karbon ada dalam fase gas. Juga mengandung radikal lain yang relatif stabil dalam fase tar. Contoh radikal dalam fase tar meliputi semiquinone moieties dihasilkan dari bermacam-macam quinone dan hydroquinone. Perdarahan kecil berulang merupakan penyebab yang sangat mungkin dari desposisi besi dalam jaringan paru perokok. Besi dalam bentuk tersebut menyebabkan pembentukan radikal hidroksil yang mematikan dari hidrogen peroksida. Juga ditemukan bahwa perokok mengalami peningkatan netrofil dalam saluran napas bawah yang mempunyai kontribusi pada peningkatan lebih lanjut konsentrasi radikal bebas (Proctor, 1984).

Radikal bebas diproduksi dalam sel yang secara umum melalui reaksi pemindahan elektron, menggunakan mediator enzimatik atau non-enzimatik. Produksi radikal bebas dalam sel dapat terjadi secara rutin maupun sebagai reaksi terhadap rangsangan. Radikal bebas diproduksi terus menerus di dalam sistem transpor elektron mitokondria, membran plasma, sitosol, retikulum endoplasma dan peroksisom (Madhavi et al., 1996). Zakaria et al. (1996) menyatakan senyawa radikal yang terbentuk, selanjutnya menjadi pemicu pada proses peroksidasi lipid, sehingga menimbulkan kerusakan jaringan tubuh. Molekul fosfolipid merupakan komponen utama dari membran sel. Setiap sel didalam tubuh manusia dan hewan dibungkus oleh membran fosfolipid bipolar yang mempunyai karakter mirip dengan cairan kental yang bersifat tidak permeabel terhadap molekul besar dan komponen metabolik yang lain. Adanya rantai asam lemak tak jenuh pada fosfolipid merupakan target dari keberadaan radikal bebas disekitar membran sel. Keadaan ini


(23)

menyebabkan oksidasi polyunsaturated fatty acid (PUFA) dari sel membran yang akan menyebabkan gangguan pada fluiditas membran, fungsi barrier membran sel, dan inaktivasi dari enzim maupun reseptor yang tergantung pada membran fosfolipid seperti Na-K ATP ase.

Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat diredam. Antioksidan menurut Lautan (1997) adalah senyawa-senyawa yang mampu menghilangkan, membersihkan, menahan pembentukan ataupun memadukan efek

reactive oxygen species (ROS). Penggunaan senyawa antioksidan saat ini semakin meluas seiring dengan semakin besarnya pemahaman masyarakat tentang peranannya dalam menghambat penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, arterosklerosis, kanker, serta gejala penuaan.

Sumber perolehan antioksidan ada 2 macam, yaitu antioksidan alami dan antioksidan buatan (sintetik) (Dalimartha dan Soedibyo, 1999). Antioksidan dapat berasal dari kelompok yang terdiri atas satu atau lebih komponen pangan, substansi yang dibentuk dari reaksi selama pengolahan atau dari bahan tambahan pangan yang khusus diisolasi dari sumber-sumber alami dan ditambahkan ke dalam bahan makanan. Adanya antioksidan alami maupun sintetis dapat menghambat oksidasi lipid, mencegah kerusakan, perubahan dan degradasi komponen organik dalam bahan makanan sehingga dapat memperpanjang umur simpan (Rohdiana, 2001). Tubuh memiliki sistem antioksidan internal terhadap radikal bebas, sistem antioksidan ini terbagi menjadi tiga jenis, yaitu :

1) Antioksidan primer (antioksidan primer/antioksidan enzimatis) Contohnya SOD, katalase dan glutathion peroksidase. Enzim-enzim ini mampu menekan atau menghambat pembentukan radikal bebas dengan cara memutus reaksi berantai dan mengubahnya menjadi produk lebih stabil. Reaksi ini disebut sebagai chain-breaking-antioxidant.

2) Antioksidan sekunder (antioksidan eksogen atau antioksidan nonenzimatis). Contoh antioksidan sekunder ialah vitamin E, vitamin C, β-karoten, isoflavon, asam urat, bilirubin, dan albumin. Senyawa - senyawa ini dikenal sebagai penangkap radikal bebas.


(24)

3) Antioksidan tersier, misalnya enzim DNA-repair dan metionin sulfoksida reduktase yang berperan dalam perbaikan biomolekul yang dirusak oleh radikal bebas (Winarsi, 2005). Antioksidan terbagi menjadi antioksidan enzim dan vitamin. Antioksidan enzim meliputi SOD, katalase dan glutation peroksidase (GSH.Prx). Antioksidan vitamin lebih populer sebagai antioksidan dibandingkan enzim. Antioksidan vitamin mencakup alfa tokoferol (vitamin E), beta karoten dan asam askorbat (vitamin C) (Sofia, 2005).

Antioksidan sangat dibutuhkan oleh tubuh, terutama oleh tubuh yang banyak terkontaminasi polusi lingkungan atau yang rentan terkena bahaya radikal bebas, seperti para lanjut usia, perokok, pasien diabetes melitus, penderita hipertensi, penderita peradangan kronis. Tubuh manusia tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam jumlah berlebih, sehingga jika terjadi paparan radikal berlebih maka tubuh membutuhkan antioksidan eksogen. Keseimbangan antara antioksidan dan radikal bebas menjadi kunci utama pencegahan stress oksidatif dan penyakit-penyakit kronis yang dihasilkan (Sofia, 2005).

Delima (Punica granatum L.)

Delima (Punica granatum L.) adalah tanaman buah-buahan yang dapat tumbuh hingga 5-8 m.

Gambar 2. Buah Delima

Sumber : Crozier et al. 2009

Tanaman ini diperkirakan berasal dari Iran, namun telah lama dikembangbiakkan di daerah Mediterania. Bangsa Moor memberi nama salah satu


(25)

kota kuno di Spanyol, Granada, berdasarkan nama buah ini. Tanaman ini juga banyak ditanam di daerah Tiongkok Selatan dan Asia Tenggara.

Klasifikasi ilmiah dari buah delima menurut California Rare Fruit Grower (1997) adalah :

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Rosidae

Ordo : Myrtales

Familia : Lythraceae (Punicaceae) Genus : Punica

Spesies : Punica granatum L.

Buah delima tersebar di daerah subtropik sampai tropik, dari dataran rendah sampai dengan ketinggian hingga 1.000 m dpl (diatas permukaan laut). Tumbuhan ini menyukai tanah gembur yang tidak terendam air, dengan air tanah yang tidak dalam. Delima sering ditanam di kebun-kebun sebagai tanaman hias, tanaman obat, atau karena buahnya yang dapat dimakan. Tanaman ini juga berupa perdu atau pohon kecil dengan tinggi 2–5 m. Batang pohon delima berkayu, rantingnya bersegi, percabangannya banyak, lemah, berduri pada ketiak daunnya, berwarna coklat ketika masih muda, dan hijau kotor setelah tua. Daun tunggal, bertangkai pendek, letaknya berkelompok.

Bunga tunggal bertangkai pendek, keluar di ujung ranting atau di ketiak daun yang paling atas. Biasanya, terdapat satu sampai lima bunga, warnanya merah, putih, atau ungu. Berbunga sepanjang tahun. Buahnya buah buni, bentuknya bulat dengan diameter 5–12 cm, warna kulitnya beragam, seperti hijau keunguan, putih, coklat kemerahan, atau ungu kehitaman. Kadang, terdapat bercak-bercak yang agak menonjol berwarna lebih tua. Bijinya banyak, kecil-kecil, bentuknya bulat panjang yang bersegi-segi agak pipih, keras, tersusun tidak beraturan, warnanya merah, merah jambu, atau putih. Perbanyakan dengan stek, tunas akar atau cangkok. Buah yang matang akan berwarna mencolok dan mengkilat (California Rare Fruit Growers, 1997).


(26)

Komposisi gizi per 100 gram bagian yang dapat dimakan dari buah delima dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Gizi per 100 gram Buah Delima

Komponen Gizi Kadar

Air (g) 80,97

Energi (kkal) 68

Protein (g) 0,95

Lemak (g) 0,3

Karbohidrat (g) 17,17

Serat (g) 0,6

Kalsium (mg) 3

Besi (mg) 0,3

Magnesium (mg) 3

Fosfor (mg) 8

Kalium (mg) 259

Natrium (mg) 3

Seng (mg) 0,12

Tembaga (mg) 0,07

Selenium (mkg) 0,6

Vitamin C (mg) 6,1

Thiamin (mg) 0,03

Riboflavin (mg) 0,03

Niasin (mg) 0,3

Asam pantotenat (mg) 0,596

Vitamin B6 (mg) 0,105

Asam folat (mkg) 6

Fitosterol (mg) 17

Sumber : Astawan (2008)

Menurut Astawan (2008), kandungan gula inversi mencapai 20%, terdiri dari 5 - 10 % berupa glukosa, asam sitrat (05-3,5%), asam borat dan vitamin C (4 mg/100 g). Kombinasi tersebut menyebabkan buah delima berasa manis-asam menyegarkan. Mineral yang paling dominan adalah kalium (259 mg/100 g). Selain untuk menjaga tekanan osmotik (mencegah hipertensi), kalium juga membantu mengaktivasi reaksi enzim, seperti piruvat kinase yang dapat menghasilkan asam piruvat dalam proses metabolisme karbohidrat. Kandungan mineral natriumnya sangat rendah, yaitu 3 mg/100 gram. Hal ini menguntungkan karena natrium berpotensi merugikan, yaitu dapat menimbulkan hipertensi.

Zat pewarna kuning pada kulit buah delima adalah asam galotanat. Kandungan tanin tertinggi ada pada kulit akar (28%), tetapi kulit buahnya yang


(27)

kering juga mengandung banyak tanin (sampai 26%). Alkaloid di dalam kulit batangnya termasuk ke dalam kelompok piridina.

Khomsan (2009) mengatakan sari buah delima memiliki kandungan ion kalium (potasium), vitamin C, dan polifenol. Sari buah delima juga memilki kandungan flavonoid yang sangat penting peranannya untuk menurunkan radikal bebas, dan memberikan perlindungan terhadap penyakit jantung dan kanker kulit.

Antioksidan dalam Buah Delima

Astawan (2008) menyatakan bahwa buah delima mengandung antioksidan berupa senyawa fenol yaitu flavonoid dan tanin. Senyawa fenol meliputi berbagai senyawa yang berasal dari tumbuhan yang memiliki ciri sama yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau dua gugus hidroksil (Harbourne, 1987). Flavonoid termasuk kedalam senyawa fitokimia selain senyawa fenol, tanin, alkaloid, steroid, dan triterpenoid (Harbourne, 1987). Menurut Bidlack dan Wang (2000), senyawa fitokimia dapat mencegah penyakit kardiovaskular dan kanker. Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol (Harbourne, 1987). Berdasarkan strukturnya flavonoid dibagi menjadi flavonoid, isoflavon, dan neoflavonoid. Menurut Rimm et al. (1999), flavonoid sangat efektif digunakan sebagai antioksidan dan dapat mencegah penyakit kardiovaskuler dengan menurunkan oksidasi LDL. Jenis senyawa flavonoid dalam buah delima disebut ellagic acid atau ellagitanin dan punicalagin

(Jimenez et al., 2006; Crozier et al., 2009), seperti terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur Punicalagin dan Ellagic Acid

Sumber :Crozier et al. 2009

Tanin merupakan salah satu senyawa fenol kompleks (Harbourne, 1987). Tanin terkondensasi dihasilkan melalui polimerisasi flavonoid dan banyak terdapat pada lapisan biji tanaman kayu. Tanin memiliki sifat antioksidan karena kemampuannya dalam menstabilkan fraksi lipid dan keaktifannya dalam


(28)

penghambatan lipoksigenase (Zeuthen dan Sorensen, 2003). Tanin pada buah delima disebut punicalagin.

Zat Makanan Serat Kasar

Serat kasar mempunyai pengertian sebagai fraksi dari karbohidrat yang tidak larut dalam basa dan asam encer setelah pendidihan masing-masing 30 menit. Menurut Linder (1992), serat adalah bagian dari makanan yang tidak dapat tercerna secara enzimatis oleh enzim yang diproduksi oleh saluran pencernaan manusia dan ternak. Termasuk dalam komponen serat kasar ini adalah campuran hemiselulosa, selulosa dan lignin yang tidak larut.

Untuk memperoleh data yang lebih akurat tentang fraksi lignin dan selulosa dapat dilakukan analisa lain yang lebih spesifik dengan metode analisa serat Van Soest (McDonald et al., 2002). Dari analisa Van Soest diperoleh fraksi lignin, selulosa dan hemiselulosa yang justru perlu diketahui komposisinya khusus untuk hijauan makanan ternak atau umumnya pakan berserat.

Menurut James dan Gropper (1990), serat pangan, dikenal juga sebagai serat diet atau dietary fiber, adalah bagian tak tercerna dari bahan pangan (biasanya nabati) yang melalui sistem pencernaan, menyerap air sehingga memudahkan defekasi (buang air besar). Serat pangan tersusun dari polisakarida non-pati seperti selulosa dan berbagai komponen tumbuhan seperti dekstrin, inulin, lignin, malam, kitin, pektin, beta-glukan, dan oligosakarida. Kalangan ahli gizi serat pangan biasa dibedakan menjadi serat larut (serat lunak) dan serat tidak larut (serat kasar). Kandungan keduanya tergantung bahan pangan serta umur panen dari bahan pangan tersebut. James dan Gropper (1990) menyatakan bahwa serat adalah komponen jaringan tanaman yang tahan terhadap hidrolisis enzim dalam lambung dan usus dan tidak larut dalam larutan deterjen netral.

Serat menurut James dan Gropper (1990) juga memiliki sifat adsortif, serat akan mengikat misel lemak sehingga akan mengurangi adsorbsi lemak, lemak darah dan kadar trigliserida yang dideposit dalam jaringan adiposa.

Serat larut, seperti pektin (yang biasanya terasa lekat pada tangan), akan mengalami fermentasi di usus dan menghasilkan produk akhir yang biasanya


(29)

memiliki efek yang baik bagi kesehatan. Serat tak larut, misalnya selulosa dan lignin, membantu penyerapan air pasif, membuat feses lebih menggumpal dan mempersingkat perjalanannya di usus besar. Serat dapat mencegah terjadinya penyerapan kembali asam empedu, sehingga lebih banyak asam dan kolesterol yang dikeluarkan bersama feses (Winarno, 1997).

Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen

Ensminger et al. (1990) membagi pakan menjadi 6 (enam) fraksi, yaitu : kadar air, abu, protein, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETA-N). Pembagian zat makanan ini kemudian dikenal sebagai Skema Proksimat. Bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETA-N) dijadikan indeks bagian karbohidrat bahan pakan yang bukan selulosa. Kebalikan dari serat kasar yang kaya akan lignin dan selulosa sehingga sulit dicerna (Amrullah, 2004). Kandungan BETA-N suatu bahan pakan tergantung pada komponen lainnya, seperti abu, protein kasar, lemak kasar, dan serat kasar. Untuk memperoleh BETA-N adalah dengan cara perhitungan : 100% - (Air +Abu + Protein Kasar + Lemak Kasar + Serat Kasar)%. Dalam fraksi ini termasuk karbohidrat yang umumnya mudah tercerna antara lain pati dan gula (McDonald et al., 2002).

Lemak

Lemak merupakan bahan yang tidak dapat larut dalam air. Lemak adalah segolongan senyawa hidrofobik yang sangat penting untuk penyimpanan bahan pembakaran, untuk membentuk struktur membran, pembawa vitamin-vitamin yang larut dalam lemak, sebagai hormon dan sebagai pengemban oligosakarida (Champe et al., 2005).

Menurut McDonald et al. (2002), lemak diklasifikasikan berdasarkan kelompok gliserol dan nongliserol. Kelompok gliserol terbagi atas gliserol sederhana dan komplek. Gliserol sederhana yaitu lemak dan gliserol komplek terdiri atas glikolipid dan phospogliserida. Sedangkan kelompok nongliserol terdiri atas sphingomyelin, cerebrosida, lilin, steroid, dan terpen.


(30)

Kolesterol

Kolesterol adalah senyawa kimia yang tergolong dalam kelompok senyawa organik yang tidak dapat larut dalam air. Kolesterol (C27H45OH) adalah alkohol

steroid, semacam lemak yang ditemukan dalam lemak hewani, minyak, empedu, susu, dan kuning telur, yang sebagian besar disintesis oleh hati dan bahan bakunya diperoleh dari karbohidrat, protein atau lemak. Jumlah yang disintesis bergantung pada kebutuhan tubuh dan jumlah yang diperoleh dari makanan (Champe et al., 2005)

Kolesterol berfungsi sebagai bahan baku pembentuk hormon steroid yang menjadi bagian dari mekanisme pertahanan tubuh terhadap penyakit. Kolesterol di dalam tubuh mempunyai fungsi ganda, yaitu dapat diperlukan atau dapat membahayakan, tergantung kepada konsentrasi di dalam tubuh dan tergantung kepada bagian mana kolesterol berada. Jumlah kolesterol yang terlalu banyak dalam darah dapat membentuk endapan pada dinding pembuluh darah, sehingga dapat menyebabkan penyempitan yang sering disebut dengan arterosklerosis. Apabila penyempitan terjadi pada pembuluh darah jantung, maka akan menyebabkan penyakit jantung koroner (Almatsier, 2004).

Kolesterol diperoleh dari hasil sintesis di dalam hati. Bahan baku pembuatan kolesterol diperoleh dari karbohidrat, protein atau lemak. Jumlah yang disintesis tergantung pada kebutuhan tubuh dan jumlah yang diperolah dari makanan. Molekul kolesterol terdiri atas tiga lingkar enam tersusun seperti dalam fenantren dan terlebur dalam suatu lingkar lima, hidrokarbon tetrasiklik jenuh, yang mempunyai sistem lingkar lima, hidrokarbon tetrasiklik jenuh, yang mempunyai sistem lingkar demikian dan terdiri atas 17 atom karbon, disebut 1,2 siklopentenoperhidrofenantren, kerangka ini sekalius merupakan ciri khusus yang membedakan steroid dengan senyawa organik bahan alam lainnya. Kolesterol merupakan steroida penting, bukan saja karena merupakan komponen membran, tetapi juga karena merupakan pelopor biosintetik umum untuk steroid lain termasuk hormon steroida dan garam empedu. Kolesterol berlimpah dalam otak dan jaringan saraf lainnya, dengan mencerminkan pentingnya fungsi membran di dalam jaringan-jaringan ini. Sebagai lipida membran kolesterol terdapat di dalam membran sel organisme tingkat tinggi, tetapi tidak terdapat di dalam membran - membran bakteri dan mitokondria (Page, 1989).


(31)

Di dalam tubuh manusia dan hewan, jumlah kolesterol di dalam sel diatur oleh banyak faktor. Faktor tersebut dapat dibagi menjadi menjadi dua macam(pustaka):

1. Faktor luar sel, seperti jumlah kolesterol bebas atau yang terikat dalam lipoprotein di luar sel, persediaan asam lemak bebas, dan adanya hormon tertentu.

2. Faktor dalam sel, seperti kegiatan enzim yang berperan dalam sintesis kolesterol dan yang berperan dalam katabolisme kolesterol, jumlah ketersediaan terpenoida lanosterol dan skualin sebagai prazat untuk sintesis kolesterol, jumlah hasil metabolisme kolesterol, adanya kegiatan pengangkutan kolesterol atau derivatnya ke luar dari sel dengan mekanisme pengangkutan aktif melalui membran sel, dan pengaruh viskositas membran.

Kolesterol dalam tubuh berasal dari dua sumber, yaitu berasal dari makanan yang disebut kolesterol eksogen dan dari sintesis tubuh (kolesterol endogen). Kolesterol eksogen yang telah dicerna oleh usus akan bergabung dengan kolesterol endogen yang disintesis oleh tubuh (Pilliang dan Djojosoebagio, 2006).

Biosintesis kolesterol terbagi atas lima tahap (Mayes et al., 1996), yaitu : 1. Sintesis mevalonat, yaitu suatu senyawa enam karbo dari Asetil-KoA, terbentuk

akibat reaksi kondensasi dan reduksi yang berlangsung dalam mitokondria,

2. Unit isoprenoid dibentuk dari mevalonat melalui pelepasan CO2 pada reaksi

fosforilasi oleh ATP,

3. Senyawa antar skualen terbentuk melalui kondensasi enam unit isoprenoid,

4. Skualen mengadakan siklisasi untuk menghasilkan senyawa steroid induk yaitu lanosterol yang berlangsung dalam retikulum endoplasma,

5. Kolesterol dibentuk di dalam membran retikulum endoplasma dari lanosterol setelah beberapa tahap.

Gangguan terhadap salah satu mekanisme pengaturan tersebut dapat mengakibatkan berbagai kelainan yang bersifat patologis (Wirahadikusumah, 1985).


(32)

Fraksi Lemak Darah

Lemak dalam darah terdiri atas kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas. Trigliserida merupakan lemak makanan yang paling dominan. Jumlah lemak yang dapat dicerna dan diadsorbsi oleh orang dewasa adalah sekitar 95 % dari total lemak yang dikonsumsi. Sebelum dikonsumsi, kolesterol mengalami esterifikasi yang dikatalisis oleh asetil koenzim A, dan kolesterol asetil transferase. Hasil dari pencernaan lemak berupa monogliserida dan asam lemak rantai panjang. Asam lemak rantai pendek (C4 – C6) dan rantai panjang (C8 – C10) diadsorbsi langsung ke dalam vena porta kemudian dibawa ke hati untuk dioksidasi. Trigliserida dan lipida besar lainnya (kolesterol dan fosfolipid) yang terbentuk di dalam usus halus dikemas untuk diadsorbsi secara aktif dan ditransportasi oleh darah. Bahan – bahan ini bergabung dengan protein – protein khusus dan membentuk lipoprotein. Komponen – komponen dari lipoprotein yaitu kilomikron, LDL (Low Density Lipoprotein), VLDL (Very Low Density Lipoprotein),dan HDL (High Density Lipoprotein) (Mucthadi, 1993; Dalimartha, 2002).

Lipoprotein yang dibentuk di dalam hati adalah VLDL. Definisi VLDL adalah lipoprotein yang memiliki densitas yang sangat rendah dan terdiri dari trigliserida. Pada sirkulasi darah, VLDL dapat mengikat kolesterol yang ada pada lipoprotein. Apabila trigliserida berkurang, maka VLDL akan bertambah berat dan berubah menjadi LDL. Semua kolesterol dan trigliserida yang berasal dari sisa kilomikron dan disintesis oleh hati, apabila melebihi kebutuhan hati maka akan diangkut dari hati ke dalam darah dalam bentuk VLDL. Nasib VLDL sama seperti kilomikron, selama dalam sirkulasi darah akan dihidrolisis oleh enzim lipoproteinlipase yang terdapat di sel-sel endotelium dinding pembuluh darah, kemudian trigliseridanya diambil oleh sel endothelium sebagai bahan bakar, sisa yang kaya kolesterol disebut Intermidiate Density Lipoprotein (IDL). Kemudian IDL ini separuhnya masuk kembali ke dalam hati dan separuhnva lagi diubah mejadi LDL yang melanjutkan tugasnya mengangkut kolesterol dan membagikan ke seluruh sel-sel tubuh untuk membentuk dinding sel-sel yang baru (Lehninger, 1990).

Definisi LDL merupakan kolesterol yang bersirkulasi di dalam tubuh dan kemudian dibawa ke sel – sel otot, sel lemak, dan sel – sel lain. Selanjutnya LDL akan dikeluarkan dari sirkulasi oleh kerja dari reseptor LDL. Pembentukan LDL


(33)

dan reseptor LDL ini sangat penting dalam pembentukan kolesterol darah karena 50 – 75 % reseptor LDL terdapat dalam sel hati. Pada tubuh, kolesterol LDL akan dirusak oleh sel perusak (scavenger pathway) sehingga tidak dapat kembali ke dalam aliran darah. Perusakan LDL ini akan menyebabkan terjadinya plak bila dibiarkan selama bertahun – tahun. Plak akan bercampur dengan protein dan ditutupi oleh sel – sel otot dan kalsium. Apabila kejadian ini dibiarkan begitu saja, hal ini akan mengakibatkan atherosklerosis (Almatsier, 2004).

Definisi HDL merupakan lipoprotein yang memiliki densitas tinggi , diproduksi oleh hati dan usus halus, dan dapat berikatan dengan kolesterol dan fosfolipida yang ada pada peredaran darah. Hasil ikatan itu kemudian ditransfer ke lipoprotein lain untuk diangkut kembali ke hati, kemudian diedarkan kembali atau dikeluarkan dari tubuh. Nilai HDL dan LDL memiliki implikasi terhadap kesehatan jantung dan pembuluh darah. Nilai LDL yang tinggi bisa dikaitkan dengan resiko tinggi terhadap serangan jantung, sedangkan nilai HDL tinggi dikaitkan dengan resiko rendah terhadap serangan jantung (Marks et al., 2000). Hal ini menunjukkan bahwa kolesterol tidak sepenuhnya merupakan racun dalam tubuh, karena kolesterol merupakan unsur penting dalam tubuh yang diperlukan untuk mengatur proses kimiawi di dalam tubuh, tetapi kolesterol dalam jumlah tinggi dapat menyebabkan terjadinya aterosklerosis yang akhirnya akan berdampak pada penyakit jantung koroner.


(34)

MATERI DAN METODE

Waktu dan Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2009 di Laboratorium Pemulian Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, sedangkan analisis darah dilakukan di Laboratorium Klinik Cimanggis, Depok.

Materi Hewan Percobaan

Penelitian ini menggunakan 30 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley berumur 21 hari berjenis kelamin jantan. Tikus penelitian diperoleh dari Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Kandang dan Peralatan

Tikus penelitian dipelihara selama delapan minggu dalam kandang, beralaskan sekam dan penutup kawat yang dilapisi kain, dan cawan untuk tempat batang rokok, juga dilengkapi dengan tempat minum dan tempat pakan. Peralatan lain yang digunakan adalah timbangan.

Ransum, Tepung Buah dan Biji Delima, dan Rokok

Ransum kontrol yang digunakan selama penelitian adalah ransum komersial yaitu ransum tikus dengan PK 18 % berbentuk mash. Tepung buah dan biji delima komersial digunakan sebagai bahan antioksidan, sedangkan rokok (Marlboro Full Flavor) digunakan sebagai bahan pemicu terjadinya oksidasi.

Prosedur

Pembuatan Ransum Pellet

Ransum kontrol dan ransum percobaan yang digunakan pada penelitian ini dibuat dalam bentuk pellet. Prosedur pembuatannya adalah tepung delima komersial dicampur dengan ransum tikus komersial yang berbentuk mash hingga homogen, kemudian campuran tersebut dibuat dalam bentuk pellet. Setelah itu, dilakukan analisis proksimat untuk mengetahui kandungan zat makanan ransum.


(35)

Penerapan Perlakuan

Pemeliharaan tikus dilakukan selama delapan minggu, dimulai dengan periode preliminary selama satu minggu dan dilanjutkan pemberian perlakuan serta pengamatan peubah. Sebelum digunakan tikus ditimbang terlebih dahulu. Selanjutnya setiap minggu tikus ditimbang untuk mengetahui perubahan bobot badannya. Perlakuan yang diberikan pada tikus putih adalah pengasapan pada kandang tikus dengan menggunakan asap rokok, sehingga udara disekitar tikus putih terkontaminasi oleh radikal bebas yang berasal dari asap rokok tersebut. Pakan diberikan setelah tikus dikondisikan dalam lingkungan yang terkontaminasi oleh asap rokok selama ± 30 menit.

Proses pengasapan rokok yang dilakukan selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Metode Pengasapan Keterangan gambar :

1. Batang rokok ditempatkan pada cawan rokok.

2. Bagian ujung rokok dibakar dengan api hingga mengeluarkan asap.

3. Rokok yang telah terbakar di dalam cawan dimasukkan ke dalam kandang individu. 4. Kandang individu ditutup dengan kawat penutup. Rokok yang ada di dalam kandang

individual dipastikan tetap terbakar dan mengeluarkan asap.

5. Selanjutnya kandang individu ditutup dengan kardus dan ditunggu hingga rokok habis terbakar dan seluruh permukaan kandang dipapar asap rokok.


(36)

Pakan diberikan dalam tiga waktu, yaitu pagi, siang dan sore hari. Pakan dan air minum diberikan ad libitum. Konsumsi pakan dihitung setiap minggu sekali. Ransum tiap perlakuan dimasukkan ke dalam plastik, masing-masing sebanyak 25-50 gram untuk sepuluh ulangan per perlakuan sebagai persediaan selama satu minggu. Sisa ransum dihitung dari ransum yang tersisa dalam plastik, tempat pakan dan yang tercecer di kandang.

Penelitian ini menggunakan tiga macam ransum masing-masing dengan sepuluh ulangan yang dicobakan pada 30 ekor tikus putih jantan. Tiga ransum perlakuan tersebut adalah sebagai berikut :

R0 = Ransum kontrol (tanpa diberi tepung buah dan biji delima) R1 = 95% R0 + 5% tepung buah dan biji delima

R2 = 90% R0 + 10% tepung buah dan biji delima

Pengukuran Bobot Badan dan Lingkar Perut

Tikus putih yang digunakan dalam penelitian ini bobot badannya ditimbang terlebih dahulu. Kemudian, selama penelitian bobot badan tikus putih diamati dengan cara melakukan penimbangan bobot badan setiap satu minggu sekali, sehingga akan terlihat ada atau tidaknya peningkatan bobot badan tikus putih setiap minggunya selama periode penelitian.

Setelah ditimbang, lingkar perut tikus diukur dengan pita ukur. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pita ukur satuan centimeter pada posisi perut bagian tengah yang diukur melingkar pada tonjolan tulang rusuk terakhir.

Pengumpulan Feses

Pengumpulan feses dilakukan pada minggu kedua dan kelima penelitian. Feses yang ada dalam kandang terlebih dahulu dipisahkan dari sekam yang menempel pada feses. Cara pemisahan feses dilakukan dengan cara dijemur dibawah matahari sampai kering, kemudian baru dipisah satu persatu dari sekam. Selanjutnya feses yang terkumpul ditimbang dengan menggunakan timbangan manual. Sampel feses yang terkumpul kemudian dikomposit, dan diambil sebanyak yang diperlukan untuk analisa proksimat.


(37)

Pengambilan Sampel Darah

Pengambilan sampel darah dilakukan pada akhir penelitian yaitu pada minggu kedelapan. Sebelum darah diambil, tikus dipuasakan terlebih dahulu selama delapan jam. Sampel darah diambil melalui ekor dengan cara memotong sedikit bagian ujung ekor tikus sehingga mengeluarkan darah. Darah yang keluar ditampung di dalam tabung yang berisi anti koagulan. Sampel darah kemudian dikirim ke Laboratorium Klinik di Cimanggis, Depok untuk dianalisa.

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Konsumsi Lemak Kasar (g/ekor/hari)

Jumlah konsumsi zat makanan lemak kasar diperoleh dari perhitungan selisih antara jumlah lemak kasar yang diberikan dengan sisa lemak kasar.

2. Konsumsi Serat Kasar (g/ekor/hari)

Jumlah konsumsi serat kasar diperoleh dari perhitungan selisih antara jumlah serat kasar yang diberikan dengan sisa serat kasar.

3. Konsumsi BETA-N (g/ekor/hari)

Jumlah konsumsi BETA-N diperoleh dari perhitungan selisih antara jumlah BETA-N yang diberikan dengan sisa BETA-N.

4. Kecernaan Lemak Kasar (%)

Kecernaan lemak kasar dihitung dari selisih antara konsumsi lemak kasar ransum dengan produksi lemak kasar feses dibagi dengan konsumsi lemak kasar dikali seratus persen.

5. Kecernaan Serat Kasar (%)

Kecernaan serat kasar dihitung dari selisih antara konsumsi serat kasar ransum dengan produksi serat kasar feses dibagi dengan konsumsi serat kasar dikali seratus persen.

6. Kecernaan BETA-N (%)

Kecernaan BETA-N dihitung dari selisih antara konsumsi BETA-N ransum dengan produksi BETA-N feses dibagi dengan konsumsi BETA-N dikali seratus persen.


(38)

7. Kadar Glukosa Darah, Kolesterol, Trigliserida, dan HDL (mg/dl)

Kadar glukosa darah, kolesterol, trigliserida, dan HDL diukur dengan menggunakan metode gas kromatografi.

8. Kadar LDL (mg/dl)

Kadar LDL diukur dengan menggunakan rumus Friedewald: kolesterol-(trigliserida/5+HDL)

9. Lingkar Perut (cm)

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pita ukur satuan centimeter pada posisi perut bagian tengah yang diukur melingkar pada tonjolan tulang rusuk terakhir.

Rancangan dan Analisis Data Rancangan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan sepuluh ulangan. Tiga perlakuan tersebut adalah R0 = ransum kontrol (tanpa diberi tepung buah dan biji delima), R1 = 95% R0 + 5% tepung buah dan biji delima, dan R2 = 90% R0 + 10% tepung buah dan biji delima. Perlakuan ini diberikan secara acak, tiga puluh tikus percobaan pada sepuluh ulangan adalah jumlah tikus yang digunakan dalam masing-masing perlakuan. Model matematik dari rancangan adalah sebagai berikut :

Xij =  + i + ij

Keterangan :

 = Rataan umum pengamatan

i = Pengaruh pemberian ransum (i = 1, 2, 3)

ij = Pengaruh galat ransum ke-i dan ulangan ke-j (j = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7,

8,9,10)

Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis menggunakan analisa sidik ragam (Analyses of Variance, ANOVA) untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati dan untuk mengetahui perbedaan di antara perlakuan dilakukan Uji Ortogonal Kontras (Steel dan Torrie, 1993).


(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Zat Makanan dalam Ransum

Berdasarkan hasil analisis proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan dan tepung buah dan biji delima (TBBD) disajikan pada Tabel 3. Pada Tabel 3 terlihat bahwa penambahan TBBD pada ransum kontrol dapat mengubah komposisi zat makanan ransum perlakuan. Kandungan bahan kering (BK) mengalami peningkatan, namun kandungan BK di R2 sedikit lebih rendah daripada R1. Kandungan serat kasar (SK) pada ransum R1 dan R2 lebih tinggi dibandingkan R0. Hal ini disebabkan oleh tingginya nilai kandungan SK pada tepung delima (16,82% BK), sehingga jika dicampurkan dengan ransum kontrol (R0) yang memiliki kandungan SK sebesar 11,68% BK maka kandungan SK akan semakin bertambah pada R1 dan R2

Tepung buah dan biji delima memiliki kandungan abu sebesar 5,06%, cukup tinggi jika dibandingkan dengan data Morton (1987) yaitu sebesar 0,36 gram per 100 gram buah delima. Kandungan protein kasar (PK) sebesar 4,86% dan lemak kasar (LK) sebesar 1,31%, serta kandungan serat kasar (SK) tinggi sebesar 16,82%. Energi bruto TBBD sebesar 3885 kal/g. Astawan (2008) menyatakan bahwa kandungan energi bruto pada buah delima sebesar 6800 kal/g. Dengan demikian, kandungan energi bruto TBBD lebih rendah daripada literatur.

Tabel 3. Kandungan Zat Makanan Zat Makanan

Tepung Perlakuan

Buah dan Biji

Delima R0 R1 R2

Bahan Kering (%) 81,50 89,35 91,50 91,46

Abu (%) 5,06 9,69 9,63 9,05

Protein Kasar (%) 4,86 20,35 19,03 20,19

Lemak Kasar (%) 1,31 4,11 4,52 4,59

Serat Kasar (%) 16,82 11,68 12,54 16,64

Beta-N (%) 71,95 54,17 54,28 49,52

Energi Bruto(kal/g) 3855 4342,47 4418,58 4450,03

Keterangan : Hasil Analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, IPB (2009). R0 = ransum kontrol, R1 = 95% R0 + 5% tepung buah dan biji delima, R2 = 90% R0 + 10% tepung buah dan biji delima.


(40)

Kandungan abu dan SK ransum lebih tinggi jika dibandingkan dengan kebutuhan dasar makanan tikus menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) yaitu abu (4-5%), dan SK (5%). Kandungan LK ransum lebih rendah daripada literatur yaitu 5,55% menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988). Buah delima mengandung senyawa antioksidan berupa tanin dan flavonoid (Astawan, 2008). Kandungan tanin pada ransum meningkat dengan penambahan TBBD dari nilai pada R0 sebesar 0,02%, R1 sebesar 0,06%, dan R2 sebesar 0,08% dan flavonoid sebesar 0,25% pada R0, 0,355% pada R1 dan R2 sebesar dan 0,57% (Sofriani et al., 2010 data belum dipublikasikan). Tanin dan flavonoid merupakan sumber antioksidan yang ada di dalam buah delima. Antioksidan tersebut berfungsi untuk mengatasi efek radikal bebas yang akan mempengaruhi kondisi tubuh tikus, seperti kesehatan, nafsu makan, dan metabolisme tubuh. Asupan tanin dan flavonoid diduga dapat mempengaruhi konsumsi, kecernaan, dan metabolisme pakan. Tanin dapat berikatan dengan PK sehingga kecernaan pakan akan menurun (Agni, 2005). Selain itu tanin juga diduga mempengaruhi metabolisme karbohidrat dan lemak (Cannas, 2009).

Konsumsi Lemak Kasar, Serat Kasar, dan BETA-N

Konsumsi ransum sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi. Faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum diantaranya adalah kandungan energi pada ransum, kecepatan pertumbuhan, dan bentuk ransum. Berdasarkan hasil sidik ragam, perlakuan tidak memberikan efek yang nyata terhadap konsumsi LK, konsumsi SK dan konsumsi BETA-N jika dinyatakan dalam g/ekor/hari. Perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi LK, SK, dan BETA-N apabila konsumsi dinyatakan dalam g/bobot badan metabolis (BB0,75)/hari (Tabel 4). Penggunaan BB0,75 dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh bobot badan terhadap konsumsi. Berdasarkan uji ortogonal kontras, tikus yang mendapatkan perlakuan R0, konsumsi semua zat makanan yang berdasarkan BB0,75 lebih rendah dibandingkan dengan R1 dan R2.


(41)

Konsumsi LK pada R0 lebih rendah bila dibandingkan dengan konsumsi LK pada R1 dan R2. Hal ini dapat diduga karena kandungan LK ransum R0 lebih rendah dibandingkan R1 dan R2. Pratiwi (2010) menyatakan bahwa konsumsi BK ( 3,095-3,563 g BK/BB0,75/hari) dan bahan organik (BO) (3,240-2,795 g BK/BB0,75/hari) pada tikus yang diberi R0 paling rendah daripada perlakuan lain. Hal ini juga berpengaruh terhadap konsumsi LK, SK, dan BETA-N. Rendahnya konsumsi ini diduga dapat disebabkan oleh paparan asap rokok. Menurut Mendes (2008) dan Panda (2001), kandungan tar dan nikotin dalam rokok Marlboro Full Flavor (MFF) masing-masing 15 dan 1,1 mg/batang merupakan kandungan yang sangat tinggi dibandingkan dengan produk Marlboro lainnya dan dapat berdampak negatif terhadap kesehatan seperti gangguan paru-paru dan hati. Berdasarkan literatur tersebut, rokok yang digunakan pada penelitian ini diduga dapat menyebabkan efek berbahaya bagi kesehatan dan menggangu performans tikus yang salah satunya adalah penurunan konsumsi pada tikus terutama pada tikus yang memperoleh perlakuan R0.

Pada perlakuan R1 dan R2, penambahan TBBD ternyata dapat meningkatkan konsumsi zat makanan dibandingkan perlakuan R0. Konsumsi LK meningkat pada R1 sebesar 0,015 g/BB0,75 dan R2 sebesar 0,016 g/BB0,75. Konsumsi SK tikus yang dipapar asap rokok, tetapi diberi TBBD sebesar 5 dan 10% meningkat jika Tabel 4. Rataan Konsumsi Lemak Kasar, Serat Kasar, dan BETA-N

Konsumsi Perlakuan

R0 R1 R2

Lemak Kasar (g/ekor/hari) (g/BB0,75/ekor/hari) Serat Kasar

(g/ekor/hari) (g/BB0,75/ekor/hari) BETA-N

(g/ekor/hari) (g/BB0,75/ekor/hari)

0,522+0,071 0,545+0,065 0,543+0,060

0,013+0,001A 0,015+0,001B 0,016+ 0,002B

1,487+0,202 1,551+0,185 1,547+0,170

0,037+0,004A 0,042+0,004B 0,042+0,006B

6,895+0,937 7,192+0,860 7,172+0,789

0,170+0,019A 0,195+ 0,019B 0,196+0,027B

Keterangan : R0 = ransum kontrol, R1 = 95% R0 + 5% TBBD, R2 = 90% R0 + 10% TBBD.


(42)

dibandingkan dengan tikus yang hanya diberi paparan asap rokok saja. Konsumsi BETA-N juga meningkat dari R0 (0,170 g/BB0,75/ekor/hari), R1 (0,195 g/BB0,75/ekor/hari), hingga R2 (0,196 g/BB0,75/ekor/hari).

Peningkatan konsumsi pada R1 dan R2 dapat diduga karena konsumsi BK dan bahan organik (BO) pada R1 dan R2 lebih besar daripada R0 (Pratiwi, 2010). Selain itu, kandungan zat makanan pada R1 dan R2 juga meningkat dengan penambahan TBBD. Kandungan SK pakan yang tinggi menyebabkan laju pergerakan zat makanan di dalam saluran pencernaan lebih cepat, sehingga lambung cepat kosong dan mendorong tikus untuk mengkonsumsi pakan lebih banyak (McDonald et al., 2002).

Kandungan antioksidan dalam TBBD diduga juga dapat menurunkan efek negatif dari paparan asap rokok (Aviram et al., 2000; Lin et al., 2001). Pemberian antioksidan pada ransum R1 dan R2 berupa flavonoid dan tanin yang diberikan secara bersamaan dengan paparan asap rokok pada tikus dalam penelitian ini diduga mencegah terjadinya inflamasi atau peradangan dalam tubuh tikus pada hipotalamus akibat asap rokok sehingga dapat menekan kenaikan kadar TNF-α dan menekan penurunan enzim neuropeptida Y axis. Keadaan ini akan mengurangi timbulnya anoreksia dan memperbaiki sistem fisiologi tubuh tikus akibat radikal bebas yang berasal dari paparan asap rokok, sehingga nafsu makan tikus bertambah dan meningkatkan konsumsi (Chen et al., 2006). Perbaikan konsumsi tersebut akan mempengaruhi proses pencernaan dan metabolisme zat makanan.


(43)

Konsumsi Ransum, Ekskresi Feses, dan Kecernaan Lemak Kasar, Serat Kasar, dan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen

Rataan konsumsi ransum, ekskresi feses, kecernaan LK, SK dan BETA-N pada setiap ransum perlakuan terlihat dalam Tabel 5. Hasil sidik ragam menunjukkan baik ransum kontrol maupun yang ditambah TBBD tidak memberikan pengaruh nyata terhadap konsumsi LK dan konsumsi SK, tetapi nyata (P<0,05) mempengaruhi konsumsi BETA-N. Rendahnya konsumsi pada R0 dapat diduga disebabkan oleh paparan rokok yang dilakukan pada tikus dapat menyebabkan kelainan psikis berupa menurunnya nafsu makan atau anoreksia (Chen et al., 2006). Rendahnya konsumsi ransum akan mempengaruhi kecernaan dan metabolisme khususnya pada tikus R0. Tabel 5. Rataan Kecernaan Lemak Kasar, Serat Kasar, dan BETA-N (Minggu Ke-3

dan Ke-5)

Peubah Perlakuan

R0 R1 R2

Konsumsi (g/BB0,75)

LK 0,072+0,007 0,085+0,011 0,088+0,011

SK 0,204+0,021 0,233+0,029 0,319+0,037

BETA-N 0,944+0,098a 1,085+0,138b 0,949+0,112a

Ekskresi Feses (g/BB0,75)

LK 0,016+0,003a 0,020+0,006b 0,023+0,005b

SK 0,104+0,023A 0,108+0,031A 0,152+0,036B

BETA-N 0,152+0,034a 0,186+0,054b 0,205+0,048b

Zat makanan tercerna (g/BB0,75)

LK 0,055+0,009a 0,065+0,009b 0,066+0,009b

SK 0,100+0,035A 0,125+0,029A 0,167+0,042B

BETA-N 0,792+0,111a 0,899+0,119b 0,745+0,107a

Kecernaan (%)

LK 77,167+5,785 76,439+6,036 74,356+6,002

SK 48,527+13,041 53,851+11,823 52,249+11,177

BETA-N 83,737+4,121b 82,946+4,369b 78,345+5,069a

Keterangan : R0 = ransum kontrol, R1 = 95% R0 + 5% TBBD, R2 = 90% R0 + 10% TBBD. Superskrip yang berbeda pada baris yang sama dengan huruf kecil menunjukkan perbedaan nyata (P< 0,05), Superskrip yang berbeda pada baris yang sama dengan huruf kapital menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01)


(1)

Lampiran 13. ANOVA Lemak Kasar Tercerna Minggu Ke-3 dan Ke-5

SK

db

JK

KT

Fhit

F 0,05

F 0,01

Perlakuan 2,0000

0,0006

0,0003

3,6764*

3,3541

5,4881

Error

27,0000

0,0024

0,0001

Total

29,0000

0,0030

Keterangan : db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data

F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)

F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)

Tanda *= perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05)

Lampiran 14. ANOVA Serat Kasar Tercerna Minggu Ke-3 dan Ke-5

SK

db

JK

KT

Fhit

F 0,05

F 0,01

Perlakuan

2

0,02

0,01

8,97**

3,35

5,49

Error

27

0,03

0,00

Total

29

0,06

Keterangan : db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data

F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)

F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)

Tanda *= perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05) Tanda **= perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,01)

Lampiran 15. ANOVA BETA-N Tercerna Minggu Ke-3 dan Ke-5

SK

db

JK

KT

Fhit

F 0,05

F 0,01

Perlakuan

2

0,13

0,06

4,99*

3,35

5,49

Error

27

0,34

0,01

Total

29

0,46

Keterangan : db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data

F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)

F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)

Tanda *= perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05)

Lampiran 16. ANOVA Kecernaan Lemak Kasar Minggu Ke-3 dan Ke-5

SK

db

JK

KT

Fhit

F 0,05

F 0,01

Perlakuan

2

42,55

21,28

0,60

3,35

5,49

Error

27

953,32

35,31

Total

29

995,87

Keterangan : db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data

F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)


(2)

Lampiran 17. ANOVA Kecernaan Serat Kasar Minggu Ke-3 dan Ke-5

SK

db

JK

KT

Fhit

F 0,05

F 0,01

Perlakuan

2

149,23

74,61

0,51

3,35

5,49

Error

27

3912,85

144,92

Total

29

4062,08

Keterangan : db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data

F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)

F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)

Lampiran 18. ANOVA Kecernaan BETA-N Minggu Ke-3 dan Ke-5

SK

db

JK

KT

Fhit

F 0,05

F 0,01

Perlakuan

2

169,54

84,77

4,12*

3,35

5,49

Error

27

555,80

20,59

Total

29

725,34

Keterangan : db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data

F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)

F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)

Tanda *= perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05)

Lampiran 19. ANOVA Kolesterol Darah

SK

db

JK

KT

Fhit

F 0,05

F 0,01

Perlakuan

2

12867,47

6433,73

1,92

3,35

5,49

Error

27

90370,27

3347,05

Total

29

103237,74

Keterangan : db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data

F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)

F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)

Lampiran 20. ANOVA Trigliserida Darah

SK

db

JK

KT

Fhit

F 0,05

F 0,01

Perlakuan

2

13739,55

6869,78

1,18

3,35

5,49

Error

27

157666,15

5839,49

Total

29

171405,70

Keterangan : db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data

F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)


(3)

Lampiran 21. ANOVA HDL Darah

SK

db

JK

KT

Fhit

F 0,05

F 0,01

Perlakuan

2

11,27

5,63

0,14

3,35

5,49

Error

27

1124,58

41,65

Total

29

1135,84

Keterangan : db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data

F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)

F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)

Lampiran 22. ANOVA LDL Darah

SK

db

JK

KT

Fhit

F 0,05

F 0,01

Perlakuan

2

8911,68

4455,84

1,62

3,35

5,49

Error

27

74300,01

2751,85

Total

29

83211,69

Keterangan : db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data

F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)

F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)

Lampiran 23. ANOVA Glukosa Darah

SK

db

JK

KT

Fhit

F 0,05

F 0,01

Perlakuan

2

3619,80

1809,90

2,56

3,35

5,49

Error

27

19075,40

706,50

Total

29

22695,20

Keterangan : db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data

F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)

F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)

Lampiran 24. ANOVA Pertambahan Lingkar Pinggang

SK

db

JK

KT

Fhit

F 0,05

F 0,01

Perlakuan

2

2,929167 1,464583

2,352045 3,354131 5,488118

Error

27

16,8125 0,622685

Total

29

19,74167

Keterangan : db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data

F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)


(4)

Lampiran 25. Uji Kontras Ortogonal Konsumsi Lemak Kasar dibagi BB

0,75

SK

db

JK

KT

Fhit

F0,05

F 0,01

Perlakuan

2

2,52E-05

1,26E-05

4,49239*

3,35413

5,48

R0 vs R1 R2

1

2,51E-05

2,51E-05 8,96466**

4,21000

7,67

R1 Vs R2

1

5,63E-08

5,63E-08

0,020113

4,21000

7,67

Error

27

7,56E-05

2,8E-06

Total

29

0,000101

Keterangan : db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data

F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)

F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)

Tanda* = perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) Tanda** = perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,01)

Lampiran 26. Uji Kontras Ortogonal Konsumsi Serat Kasar dibagi BB

0,75

SK

db

JK

KT

Fhit

F0,05

F 0,01

Perlakuan

2 0,000204

0,000102

4,492391* 3,354131

5,48811

R0 vs R1

R2

1 0,000203

0,000203

8,964669** 4,210008

7,67668

R1 Vs R2

1 4,56E-07

4,56E-07

0,020113 4,210008

7,67668

Error

27 0,000612

2,27E-05

Total

29 0,000815

Keterangan : db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data

F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)

F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)

Tanda* = perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) Tanda** = perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,01)

Lampiran 27. Uji Kontras Ortogonal Konsumsi BETA-N dibagi BB

0,75

SK

db

JK

KT

Fhit

F0,05

F 0,01

Perlakuan

2

0,004375

0,002187

4,492391*

3,3541

5,48811

R0 vs R1

R2

1

0,004365

0,004365

8,964669**

4,2100

7,67668

R1 Vs R2

1

9,79E-06

9,79E-06

0,020113

4,2100

7,67668

Error

27

0,013146

0,000487

Total

29

0,017521

Keterangan : db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data

F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)

F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)

Tanda* = perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) Tanda** = perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,01)


(5)

Lampiran 28. Uji Kontras Ortogonal Konsumsi BETA-N Minggu Ke-3 dan Ke-5

SK

db

JK

KT

Fhit

F0,05

F 0,01

Perlakuan

2

0,128

0,064

4,663*

3,354

5,488

R0 R2 vs R1

1

0,128

0,128

9,317**

4,210

7,677

R0 vs R2

1

0,000

0,000

0,010

4,210

7,677

Eror

27

0,371

0,014

Total

29

0,499

Keterangan : db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data

F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)

F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)

Tanda* = perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) Tanda** = perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,01)

Lampiran 29. Uji Kontras Ortogonal Produksi Lemak Kasar Feses Minggu Ke-3 dan

Ke-5

SK

db

JK

KT

Fhit

F0,05

F 0,01

Perlakuan

2,000

0,00

0,000

4,111*

3,354

5,488

R0 vs R1 R2

1,000

0,000

0,000

7,178*

4,210

7,677

R1 vs R2

1,000

0,000

0,000

1,045

4,210

7,677

Eror

27,000

0,00

0,000

Total

29,000

0,00

Keterangan : db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data

F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)

F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)

Tanda* = perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

Lampiran 30. Uji Kontras Ortogonal Produksi Serat Kasar Feses Minggu Ke-3 dan

Ke-5

SK

db

JK

KT

Fhit

F0,05

F 0,01

Perlakuan

2,000

0,01

0,007

7,634*

3,354

5,488

R0 R1 vs R2

1,000

0,013

0,013

13,738**

4,210

7,677

R0 vs R1

1,000

0,002

0,002

1,856

4,210

7,677

Eror

27,000

0,02

0,001

Total

29,000

0,04

Keterangan : db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data

F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)

F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)


(6)

Lampiran 31. Uji Kontras Ortogonal Produksi BETA-N Feses Minggu Ke-3 dan

Ke-5

SK

db

JK

KT

Fhit

F0,05

F 0,01

Perlakuan

2,000

0,01

0,007

3,413*

3,354

5,488

R0 vs R1 R2

1,000

0,013

0,013

6,013*

4,210

7,677

R1 vs R2

1,000

0,002

0,002

0,812

4,210

7,677

Eror

27,000

0,06

0,002

Total

29,000

0,07

Keterangan : db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data

F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)

F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)

Tanda* = perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

Lampiran 32. Uji Kontras Ortogonal Kecernaan BETA-N Minggu Ke-3 dan Ke-5

SK

db

JK

KT

Fhit

F0,05

F 0,01

Perlakuan

2

169,54

84,77

4,12*

3,35

5,49

R0 R1 vs R2

1

166,42

166,42

8,08**

4,21

7,68

R0 vs R1

1

3,12

3,12

0,15

4,21

7,68

Eror

27

555,7974

20,59

Total

29

725,34

Keterangan : db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data

F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)

F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)

Tanda* = perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) Tanda** = perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,01)


Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN SALAM (Syzygium polyanthum) SEBAGAI ANTIOKSIDAN TERHADAP KADAR MALONDIALDEHID (MDA) TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIPAPAR ASAP ROKOK

4 25 21

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BIJI ANGGUR (VITIS VINIFERA L) SEBAGAI ANTIOKSIDAN TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS SILIA EPITEL TRAKEA TIKUS PUTIH (RATTUS NORVEGICUS) YANG TERPAPAR ASAP ROKOK

0 4 24

PENGARUH ANTIOKSIDAN VITAMIN E TERHADAP JUMLAH KERUSAKAN SEL TESTIS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIPAPAR DENGAN ASAP ROKOK

0 18 1

STUDI TENTANG EFEK ANTIOKSIDAN VITAMIN E DENGAN PARAMETER SGOT DAN SGPT SERUM DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DI PAPAR ASAP ROKOK

0 4 1

Pengaruh Asap Rokok Terhadap Kadar Hormon Estradiol dan Progesteron Pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Betina.

0 1 6

USAHA NURSERY DELIMA PUTIH (Punica granatum L.) SEBAGAI ALTERNATIF OPTIMALISASI LAHAN PEKARANGAN.

0 0 2

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KULIT BUAH DELIMA MERAH (Punica granatum L.) TERHADAP JUMLAH SEL SPERMATID DAN DIAMETER TUBULUS SEMINIFERUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIPAPAR GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK PONSEL.

1 3 52

EKSTRAK BUAH DELIMA (Punica granatum L) SEBAGAI FORMULASI LIPSTIK

6 21 10

Pengaruh jus buah delima (Punica granatum) terhadap kadar kolesterol ldl darah tikus putih (Rattus norvegicus

0 2 55

PENGARUH PEMBERIAN JUS BUAH DELIMA (Punica granatum) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 0 51