Karakterisasi mutu koagulum karet alam dengan metode ultrasonik

KARAKTERISASI MUTU KOAGULUM KARET ALAM
DENGAN METODE ULTRASONIK

DADI RUSADI MASPANGER

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005

KARAKTERISASI MUTU KOAGULUM KARET ALAM
DENGAN METODE ULTRASONIK

DADI RUSADI MASPANGER

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Karakterisasi Mutu Koagulum
Karet Alam Dengan Metode Ultrasonik adalah karya saya sendiri dan belum diajukan
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, September 2005

Dadi R. Maspanger
NIM F126010041

ABSTRAK
DADI R. MASPANGER. Karakterisasi Mutu Koagulum Karet Alam Dengan Metode
Ultrasonik. Dibimbing oleh HADI K. PURWADARIA, I WAYAN BUDIASTRA,
dan AMORANTO TRISNOBUDI.
Bahan olah karet sebagian besar berbentuk koagulum dan berasal dari
perkebunan rakyat. Penilaian mutunya secara umum dilakukan subyektif melalui
pengamatan visual untuk penentuan kadar karet kering, kadar air dan kadar kotoran.
Metode ultrasonik, sebagai metode yang bersifat obyektif dan tidak merusak ,

diharapkan dapat dijadikan metode alternatif untuk evaluasi mutu koagulum. Tujuan
penelitian adalah untuk mempelajari hubungan kadar air dan kotoran dengan sifat
elastik karet dan sifat-sifat gelombang ultrasonik, mengembangkan model matematik
hubungan mutu koagulum dengan sifat-sifat akustik, dan mengkaji aplikasi jaringan
syaraf tiruan untuk penentuan kadar karet kering. Sampel uji yang digunakan bersifat
model, dibuat dari lateks kebun yang digumpalkan dengan asam semut. Jenis kotoran
terdiri atas pasir, tatal kayu karet dan campurannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kadar air pada selang 1843% menyebabkan peningkatan densiti, penurunan modulus Young, atenuasi, dan
kecepatan gelombang ultrasonik. Peningkatan kadar pasir hingga 20%
menyebabkan peningkatan densiti dari 930 hingga 1014 kg m-3, modulus Young
dari 0.295 hingga 1.12 MPa, atenuasi dari 504 hingga 1520 dB m-1, dan turunnya
kecepatan gelombang dari 1516 menjadi 1441 m dtk -1. Peningkatan kadar tatal
hingga 20% menyebabkan peningkatan kecepatan gelombang dari 1481 hingga
1545 m dtk-1, atenuasi dari 504 hingga 1108 dB m-1 dan penurunan densiti dari 975
menjadi 869 kg m-3 .
Persamaan matematik yang berhasil dikembangkan untuk penentuan kadar
1.868 -0.097
1/3
-9 0.867
CL

I
air dinyatakan sebagai (100-Ka) = 1.412 10 ρ
, R2 = 0.9519,
2
2
sedangkan untuk kadar karet kering : 0.3Ka –4Kkot =-0.007x +0.585x-37.14, x =
-9 0.819
1.877 -0.055
8.077 10 ρ
CL
I
, dimana K3 = kadar karet kering (%), Ka = kadar air
-3
(%), ρ = densiti (kg m ), I = atenuasi (dB m-1), CL = kecepatan gelombang ultrasonik
(m s-1), E= modulus Young (MPa), Kkot = kadar kotoran (%). Perbandingan
-10
2
Poisson merupakan fungsi dari kadar air dan kadar kotoran : v =- 0.255 10 (Ka –
2
2

2Kkot) + 0.0094 10-5(Ka2–2Kkot) + 0.499, R = 0.9422, dan modulus Young : E
2
2
2
= (1.072 10-10ρ CL ) /(1+1.26 10-14I 2 CL ) , R = 0.9598.
Hasil validasi menunjukkan bahwa penyimpangan tertinggi untuk kadar air
prediksi mecapai 27% dengan RMSE = 1.9788, dan sebanyak 86% data memiliki
penyimpangan dibawah 10%, penyimpangan tertinggi untuk kadar karet kering
mencapai 12% dengan RMSE=3.0722, dan sebanyak 94% data memiliki
penyimpangan dibawah 10%.
Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan dengan metode back propagation, 10 simpul
pada lapisan tersembunyi, laju pembelajaran 0.01, dan masukan berupa densiti,
atenuasi dan kecepatan gelombang, menunjukkan penyimpangan tertinggi untuk
kadar karet kering prediksi mencapai 9% dengan RSME = 2.1689, dan 83% data
memiliki penyimpangan di bawah 5%.

ABSTRACT
DADI R. MASPANGER. Characterization of Natural Rubber Coagulum Quality
by Ultrasonic Method. Supervised by HADI K. PURWADARIA, I WAYAN
BUDIASTRA, and AMORANTO TRISNOBUDI.

Raw rubber is prepared mostly in the the form of coagulum by the small
holders. Its quality is commonly judged subjectively by visual measure to
determine the dry rubber content, moisture content and foreign materials.
Ultrasonic method, as a non-destructive objective alternative, may be considered
for the evaluation of coagulum quality. The objectives of this research were to
assess the relationship of coagulum quality with the rubber elasticity and the
properties of ultrasonic wave, to develop the mathematical model to relate the
coagulum quality with the acoustic characteristics, and to apply neural network in
determining dry rubber content. Test samples were based on model, made by
coagulating fresh latex with formic acid and the addition of foreign materials. The
foreign materials were limited to sand, rubber wood shavings, and their mixture.
The result showed that increasing moisture content of 18-43% caused the
increasing density, decreasing Young modulus, as well as decreasing attenuation and
wave velocity. The increasing of sand up to 20% caused the increasing of density
from 930 to 1014 kg m-3, the Young modulus from 0.295 to 1.12 MPa, the
attenuation from 504 to 1520 dB m-1, and the decreasing of wave velocity from
1516 m s-1 to 1441 m s-1. The increasing of wood shavings up to 20% caused the
increasing of wave velocity from 1481 to 1545 m s-1, the attenuation from 504 to
1,108 dBm-1, and the decreasing of density from 975 to 869 kg m-3.
The developed mathematical equation to determine the moisture content was

expresed as (100-Ka)1/3 = 1.412 10-9ρ 0.867CL 1.868 I -0.097 , R2 = 0.9519, while for the
dry rubber content 0.3Ka2 –4Kkot =-0.007 x2 + 0.586 x - 37.14, with x= 8.08 10-9
ρ 0.82 CL1.87 I -0.055 , where Ka = moisture content (%), K3 = dry rubber content (%),•ρ
= density (kg m-3), I = attenuation (dB m-1), CL = wave velocity (m s-1), E = Young’s
modulus (MPa), and Kkot = foreign materials content (%). The Poisson ratio is a
function of moisture and foreign materials content : v =- 0.255 10-10 (Ka2–2Kkot)2 +
0.0094 10-5(Ka2–2Kkot)+0.499, with R2 = 0.9422, while Young’s modulus is
calculated from E =(1.072 10-10 ρ CL2) /(1+ 1.265 10-14 I 2CL2) with R2 = 0.9598.
The results of validation indicated a highest deviation of 27% for the moisture
content prediction with an RMSE=1.9788 and 86% data performed a deviation below
10%. A maximum deviation of 12% was indicated for the dry rubber content
prediction with an RMSE = 3.0722 and 94% data performed a deviation below 10%,
The neural network application using back propagation method, ten nodes of
hidden layer, a learning rate of 0.01 and inputs of density, attenuation and wave
velocity, resulted in a maximum deviation of 9% for predicting the dry rubber
content, with RSME = 2.1689 and 83% data deviated below 5%.

KARAKTERISASI MUTU KOAGULUM KARET ALAM
DENGAN METODE ULTRASONIK


DADI RUSADI MASPANGER

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005

Judul Disertasi

:

Karakterisasi Mutu Koagulum Karet Alam Dengan Metode
Ultrasonik

Nama


:

Dadi Rusadi Maspanger

NIM

:

F126010041

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Hadi K. Purwadaria, M.Sc.
Ketua

Dr. Ir. Amoranto Trisnobudi

Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr.
Anggota


Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi
Ilmu Keteknikan Pertanian

(Prof.Dr.Ir. Budi I Setiawan, M.Agr.)

Tanggal Ujian Terbuka : 15 September 2005

Dekan Sekolah Pascasarjana

(Prof.Dr.Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.)

Tanggal Lulus :

PRAKATA


Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas limpahan karunia-Nya sehingga karya
ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah Mutu
Karet dengan judul Karakterisasi Mutu Koagulum Karet Alam Dengan Metode
Ultrasonik.
Penulis menghaturkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Hadi K.
Purwadaria, M.Sc., Bapak Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr., dan Bapak Dr. Ir.
Amoranto Trisnobudi, selaku komisi pembimbing, serta kepada Bapak Prof. Dr. Ir.
Atjeng M. Syarief, MSAE, Bapak Dr. Suharto Honggokusumo, MSc., dan Bapak
Dr. Ir. Sutrisno Budiman, MSc., yang telah berkenan menjadi penguji luar komisi.
Ungkapan terima kasih disampaikan pula kepada Sdr. M. Irfan ST, Sdri. Fera
KS, SSi, Ida M, SSi, dan para teknisi di BPTK Bogor dan di Laboratorium Ultrasonik,
Departemen Teknik Fisika ITB, yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan
penelitian. Penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada istri dan anak-anak
tercinta atas pengertian, perhatian dan kesabaran, serta seluruh keluarga atas doa dan
kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan,
khususnya bagi upaya pengembangan evaluasi mutu karet di Indonesia.

Bogor, September 2005
wassalam

Dadi R. Maspanger

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 25 September 1956 di desa Kadipaten,
kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Putra kelima dari lima bersaudara dari pasangan
Bapak RE Maspanger (almarhum) dan Ibu Hj. Sutiah Sastramiharja (almarhumah).
Pendidikan S1 ditempuh di Departemen Teknik Kimia ITB, lulus pada tahun 1983.
Pada tahun 1996 menempuh pendidikan program Magister di jurusan dan perguruan
tinggi yang sama dan menyelesaikannya pada tahun 1998. Selanjutnya pada tahun
2001 penulis mendapat kesempatan mengikuti pendidikan program Doktor pada
Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian (TEP) Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Pada saat ini penulis bekerja sebagai Peneliti Madya dalam bidang rekayasa
dan pengembangan produk di Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor, Pusat
Penelitian Karet, Lembaga Riset Perkebunan Indonesia. Penulis pun saat ini menjabat
Ketua Unit Penelitian Rekayasa Proses dan Diversifikasi Produk, Koordinator Unit
Pengembangan Komersial, Manajer Mutu pada Laboratorium Analisis dan Pengujian
Karet, serta pengajar tetap pada kursus reguler Teknologi Barang Jadi Karet di BPTK
Bogor. Karya Tulis Ilmiah tentang aplikasi ultrasonik yang merupakan bagian dari
disertasi ini telah disampaikan pada Seminar Nasional Teknologi Inovatif Untuk
Pengembangan Industri Berbasis Pertanian di Bogor, tanggal 7-8 September 2005.
Penulis menikah dengan Dra Khatarina Shintawati dan dikaruniai 2 orang
anak yaitu Bhisma Damareka dan Selma Fadhila.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL …………………………………………………………...

ix

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………... x
DAFTAR LAMPIRAN…………………………….………………………...

xiv

DAFTAR NOTASI ………………………………………………………….. xv
PENDAHULUAN
Pendahuluan ...........................................................................................
Perumusan Masalah ...............................................................................
Tujuan Penelitian....................................................................................
Manfaat Penelitian..................................................................................

1
3
5
6

TINJAUAN PUSTAKA
Komposisi Kimia Karet Alam ………………...........................................
Klasifikasi Mutu Bahan Olah Karet…………............................................
Teori Elastisitas Karet..................................................................................
Ultrasonik sebagai Gelombang Elastik.......................................................
Aplikasi Gelombang Ultrasonik .................................................................
Penyusunan Model Matematik Untuk Komposisi Koagulum ...............
Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan (JST) ……......………………………

7
8
12
15
23
26
32

BAHAN DAN METODE
Waktu, Tempat dan Tahapan Penelitian......................................................
Prosedur Penelitian.......................................................................................
Pengolahan Data...........................................................................................
Aplikasi JST Untuk Penentuan Kadar Karet Kering ..............................

36
38
42
44

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Kadar air dan Kotoran Terhadap Sifat Elastik Karet..............
Pengaruh Kadar air dan Kotoran Terhadap Sifat Akustik......................
Model Matematik Modulus Young, Kadar Air dan Kadar Karet
Kering Sebagai Fungsi Densiti dan Sifat Akustik.......................................
Validasi Model Matematik Modulus Young, Kadar Air dan Kadar
Karet Kering Sebagai Fungsi Densiti dan Sifat Akustik............................
Aplikasi JST Untuk Penentuan Kadar Karet Kering .................................
Pembahasan Terhadap Penyimpangan Model Matematik .........................
Rangkuman Hasil Penelitian ..................................................................

46
44
53
66
78
82
86

KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................

90

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................

92

LAMPIRAN ..........................................................................................................

95

DAFTAR TABEL

Halaman
1

Perkembangan luas areal perkebunan karet dan produksi
karet alam Indonesia ..............................................................................

1

2

Perkembangan ekspor karet alam Indonesia ...........................................

2

3

Komposisi kimia lateks kebun ................................................................

7

4

Persyaratan mutu bokar (SNI 06-2047-2002) .........................................

9

5

Hasil uji validasi model matematik modulus Young sebagai fungsi
densiti , atenuasi dan kecepatan gelombang ultrasonik………………....

….
69

6

Hasil uji validasi model matematik kadar air sebagai fungsi densiti ,
atenuasi dan kecepatan gelombang ultrasonik…………………….….

….
75

7

Hasil uji validasi model matematik kadar karet kering sebagai fungsi
densiti , atenuasi dan kecepatan gelombang ultrasonik…………….......

….
78

8

Nilai-nilai pembobot dan bias pada lapisan tersembunyi dan lapisan
masukan Jaringan Syaraf Tiruan .................................................................

79

Data hasil pengujian sifat akustik dan sifat fisik koagulum
untuk validasi model matematik ................................................................

111

Data hasil pengujian sifat akustik dan sifat fisik koagulum,
percobaan I, kadar air rata-rata 43.11% .....................................................

117

9
10
11

Data hasil pengujian sifat akustik dan sifat fisik koagulum,
percobaan II, kadar air rata-rata 32.26% ..................................................... 123

12

Data hasil pengujian sifat akustik dan sifat fisik koagulum,
percobaan III, kadar air rata-rata 24.61% ..................................................... 129

13

Data hasil pengujian sifat akustik dan sifat fisik koagulum,
percobaan IV, kadar air rata-rata 18.34% ....................................................

135

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1

Monomer isopren pembentuk molekul karet alam .................................

8

2

Kurva elastisitas (stress-strain) dari logam dan karet .............................

12

3

Skema geseran balok pada perhitungan modulus geser ..........................

13

4

Skema peregangan dan penyusutan sebuah balok ..................................

13

5

Elemen tegangan dan regangan pada segmen massa paralelepipida .........

18

6

Bagan gelombang diantara dua medium ….................................................

21

7

Pergeseran posisi sebagai fungsi rambatan gelombang …………… …..

27

8

Mekanisme transfer sinyal elektrokimia di dalam otak manusia ............

33

9

Skema komputasi program JST ..............................................................

33

10

Arsitektur JST untuk penentuan kadar karet kering …………………

...

34

11

Bagan tahap-tahap kegiatan penelitian ...................................................

37

12

Visual preparasi sampel uji koagulum karet …………………………...

39

13

Peralatan ultrasonik untuk uji sifat akustik koagulum karet .................

38

14

Contoh kurva gelombang ultrasonik .......................................................

41

15

Peralatan untuk pengujian modulus Young koagulum karet ...................

41

16

Contoh kurva tegangan-regangan untuk penetapan Modulus Young ........

42

17

Contoh tampilan NN-Toolbox Matlab 6.1.0.450 ....................................

44

18

Sebaran nilai modulus Young koagulum karet........................................

46

19

Sebaran nilai kecepatan gelombang ultrasonik di dalam koagulum
karet pada beberapa tingkat kadar air dan kotoran (pasir+tatal) .............

48

Sebaran nilai kecepatan gelombang ultrasonik 2 MHz di dalam
koagulum karet pada beberapa tingkat kadar air - kotoran (tatal) ..........

49

Sebaran nilai kecepatan gelombang ultrasonik 2 MHz
pada beberapa tingkat kadar air dan kotoran (tatal +pasir) .....................

49

Sebaran atenuasi gelombang ultrasonik 2 MHz di dalam koagulum
karet pada beberapa tingkat kadar air dan kotoran (tatal+pasir) .............

50

Tekanan amplitudo gelombang ultrasonik di dalam koagulum karet
tanpa dan yang mengandung kotoran ……… ...........................................

51

Sebaran nilai densiti koagulum karet pada beberapa tingkat kadar
air dan kotoran (pasir) .............................................................................

52

Sebaran nilai densiti koagulum karet pada beberapa tingkat kadar
air dan kotoran (tatal) ..............................................................................

52

20
21
22
23
24
25

26

27

28

Korelasi linier (a) dan parabolik (b) modulus Young (E) target
sebagai fungsi hiperbolik dari densiti (ρ), kecepatan (CL) dan
atenuasi gelombang ultrasonik (I)............................................................

54

Korelasi linier (a) dan parabolik (b) modulus Young (E) target
sebagai fungsi geometrik dari densiti (ρ), kecepatan (CL) dan
atenuasi gelombang ultrasonik (I). .........................................................

55

Korelasi modulus Young hasil uji tarik dan hasil metode ultrasonik
dengan nilai perbandingan Poisson dianggap konstan ………………...

56

29

Sebaran nilai (1+v)(1-2v)/1-v) koagulum karet ......................................

57

30

Perbandingan Poisson sebagai fungsi kadar air dan kotoran ......................

58

32

Korelasi linier (a) dan parabolik (b) kadar air (Ka) target sebagai
fungsi hiperbolik dari densiti (ρ), kecepatan (CL) dan atenuasi
gelombang ultrasonik (I)...........................................................................

60

33

Korelasi linier (a) dan parabolik (b) nilai kadar air (Ka) target
sebagai fungsi geometrik densiti (ρ), kecepatan (CL) dan
atenuasi gelombang ultrasonik (I).............................................................

61

34

Korelasi kadar karet kering (K3) terhadap perkalian densiti (ρ),
kecepatan (CL) dan atenuasi gelombang ultrasonik (I). .........................

62

35

Korelasi linier (a) dan parabolik (b) dari beda kadar air (Ka) dan
kotoran (Kkot) sebagai fungsi hiperbolik densiti (ρ), atenuasi (I)
dan kecepatan gelombang ultrasonik (CL)...................................................

63

36

Korelasi linier (a) dan parabolik (b) dari beda kadar air (Ka) dan kotoran
(Kkot) sebagai fungsi geometrik densiti (ρ), atenuasi (I) dan kecepatan
gelombang ultrasonik (CL) ...........................................................................

64

37

Kadar kotoran (Kkot) sebagai fungsi densiti (ρ), atenuasi (I) dan
kecepatan gelombang ultrasonik (CL)...........................................................

65

38

Penyimpangan nilai modulus Young (E) seluruh sampel uji hasil
prediksi model matematik 1B-regresi linier................................................

66

39

Penyimpangan nilai modulus Young (E) seluruh sampel uji hasil
prediksi model matematik 1B-regresi parabolik..........................................

67

40

Penyimpangan nilai modulus Young (E) seluruh sampel uji hasil
prediksi model matematik 1A-regresi parabolik..........................................
Penyimpangan nilai modulus Young (E) hasil validasi model 1A,

68

41

68

E = k ρ p CL q I r regresi arabolik................................................................
42

Hubungan nilai variabel bebas pada model matematik modulus
Young..........................................................................................................

69

43

Korelasi modulus Young terhadap perkalian densiti (ρ) dan kecepatan
gelombang ultrasonik (CL) ...........................................................................

71

44

Sebaran penyimpangan nilai kadar air terhadap nilai target untuk
seluruh sampel uji hasil perhitungan model 2A regresi linier ...................

72

45

Sebaran nilai densiti dan kecepatan gelombang ultrasonik pada
peningkatan kadar kotoran.......................................................................

73

46

Sebaran penyimpangan nilai kadar air terhadap nilai target seluruh
sampel uji hasil perhitungan model 2A regresi linier.................................

74

47

Penyimpangan nilai kadar air hasil validasi model hiperbolik 2A
regresi parabolik. ...........................................................................................

74

48

Frekuensi data kadar karet kering hasil prediksi model matematik
pada beberapa nilai penyimpangan terhadap nilai target .............................

77

49

Arsitektur JST untuk proses pembelajaran penentuan kadar karet
kering dengan masukan sifat fisik dan akustik ............................................

dd
79

50

Perubahan MSE selama iterasi pada proses pembelajaran JST untuk
penentuan kadar karet kering ..........................................................

dd
80

51

Korelasi linier kadar karet kering prediksi JST dan kadar karet kering
prediksi model matematik terhadap nilai target .........................................

81

Frekuensi jumlah data pada beberapa penyimpangan nilai kadar air
terhadap nilai target .....................................................................................

82

52

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
A

Contoh-Contoh Jenis Bahan Olah Karet..............................................

95

B

Contoh-Contoh Tampilan Koagulum Bercampur Kotoran ................

97

C

Contoh Visual Transaksi Jual Beli Bahan Olah Karet ........................

98

D

Penentuan Nilai Konstanta dan Eksponen Pada Model
Matematik Dengan Metode Regresi Linier Berganda ........................

99

E

Program QBasic Untuk Penyelesaian Persamaan Linier Simultan….

100

F

Program Matlab Untuk Penentuan Kadar Karet Kering......................

90

G

Data Sifat Fisik dan Akustik Untuk Uji Validasi ………………..

...

98

H

Data Hasil Uji Sifat Fisik dan Akustik ….………………....

..........…

104

DAFTAR NOTASI

Simbol

Keterangan

Satuan

a

Percepatan

m dtk-2

c

Kecepatan gelombang

m dtk-1

f

Gaya persatuan luas pada paralelepipida

Kg m dtk-2

k

Konstanta Boltzman

1. 3503x 10-23 kJ K-1

m

Massa

kg

A

Tekanan amplitudo di dalam bahan

Volt

Ao

Tekanan amplitudo di dalam media acuan

Volt

B

Modulus bulk

MPa

CL

Kecepatan gelombang longitudinal

m dtk-2

CT

Kecepatan gelombang transversal

m dtk-2

E

Modulus elastisitas, modulus Young

MPa

F

Gaya

N

G

Modulus geser

Kg m-2

K

Modulus kekakuan (stiffness)

MPa

Ka

Kadar air

% (b/b)

K3

Kadar karet kering

% (b/b)

Kkot

Kadar kotoran

% (b/b)

Ix, Io

Intensitas gelombang suara

-

I, αI

Koefisien attenuasi gelombang suara

dB m-1

N

Jumlah jaringan molekul per unit volume

kmol m-3

R

Koefisien refleksi gelombang akustik

-

•S

Perubahan entropi

kJ K-1

T

Suhu internal karet

TR

Koefisien transmisi gelombang akustik

o

C
-

3

Vr

Fraksi volume karet

cm cm-3

Vw

Fraksi volume air

cm3 cm-3

Vs

Fraksi volume partikel padat

cm3 cm-3

Lanjutan
Simbol

Keterangan

Satuan

W

Energi yang disimpan

kJ

Z

Impedansi akustik

kg m-2 dtk-1

αP

Koefisien attenuasi gelombang suara

Np m-1

åij

Rasio perpanjangan (regangan) arah ij

cm cm-1

θ, u

Gangguan yang menjalar di dalam medium

-

η, γ

Koefisien viskositas

kg m- dtk-1

λ,µ

Konstanta Lame

Kg m-2

ρ

Densiti

kg m-3

θp

Fraksi volume partikel padat

cm3 cm-3

τij , σij

Tegangan (stress) arah ij

Kg m-2

ν

Perbandingan Poisson

-

λ

Panjang gelombang

m

ω

Kecepatan sudut

rad dtk-1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Karet alam (natural rubber, Hevea braziliensis), merupakan komoditas
perkebunan tradisional sekaligus komoditas ekspor yang berperan penting sebagai
penghasil devisa negara dari sub-sektor perkebunan, dan menjadi tumpuan
pencaharian bagi banyak keluarga petani. Luas areal tanaman karet pada tahun 2003
sekitar 3.3 juta hektar, dengan produksi 1.79 juta ton atau 22% produksi karet alam
dunia (7.2 juta ton), menempatkan Indonesia sebagai negara penghasil karet alam
terbesar kedua setelah Thailand (IRSG, 2003). Pada tahun 1996, peran komoditas
ini pernah mencapai puncaknya dengan pangsa pasar 36.7% dari total pangsa
pasar komoditas pertanian yang menyumbang devisa lebih dari 5100 juta US$
(Bank Indonesia, 2001 ).
Hingga saat ini sebagian

besar perkebunan karet di Indonesia adalah

perkebunan rakyat. Pada tahun 2003, luas arealnya mencapai tidak kurang dari 85%,
sisanya merupakan perkebunan Negara dan Swasta. Dari total produksi, hampir
76% nya berasal dari perkebunan rakyat. Pada Tabel 1 ditampilkan perkembangan
luas areal perkebunan dan produksi karet alam berdasarkan jenis pengusahaannya.
Tabel 1 Perkembangan luas areal perkebunan karet (ribuan ha) dan produksi karet
alam Indonesia (ribuan ton)
Tahun
1998
1999
2000
2001
2002
2003

Perkebunan Rakyat
Luas
Produksi
3082
1243
2856
1295
2883
1215
2855
1210
2828
1223
2800
1365

Jenis Pengusahaan
Perkebunan Negara
Luas
Produksi
230
192
234
196
213
170
213
181
213
189
213
195

Perkebunan Swasta
Luas
Produksi
295
227
297
224
276
206
277
216
277
218
277
230

Sumber : Ditjenbun, Departemen Pertanian (2003)

Pada awalnya karet alam Indonesia diperdagangkan dalam bentuk karet
lembaran yakni karet sit asap (RSS = ribbed smoked sheet). Namun sejak
masuknya teknologi karet remah (crumb rubber) pada tahun 1968, produksi karet

2

sit menurun beralih ke karet remah, kini sekitar 90% produksi karet alam nasional
merupakan karet remah. Pada Tabel 2 ditampilkan perkembangan volume ekspor
karet alam selama beberapa tahun terakhir. Tampak bahwa karet remah terutama
jenis SIR 20 senantiasa mendominasi jenis karet mentah yang diproduksi, lebih
dari 85% adalah SIR 20, sisanya kurang dari 15% adalah jenis lainnya.
Tabel 2 Perkembangan ekspor karet alam Indonesia (ribuan ton)
Jenis mutu
Lateks Pekat
RSS
SIR
SIR 5
SIR 10
SIR 20
SIR lain
Lain-lain
Total

1998
15.2
45.1
1576.5
29.1
60.3
1457.7
29.4
4.4
1641.2

1999
12.5
56.9
1420.2
43.4
68.9
1290.9
17.0
5.0
1494.6

Tahun
2000
9.5
42.5
1322.3
41.4
62.9
1210,9
7.1
5.3
1379.6

2001
10.3
32.7
1411.4
32.0
59.7
1283.2
36.5
42.5
1496.9

2002
8.6
44.2
1436.0
32.0
61.5
1317.3
25.2
13.4
1502.2

Rataan
11.2
44.3
1433.3
35.6
62.7
1312.0
23.0
14.1
1502.9

Proporsi
(%)
0.7
2.9
95.4
2.4
4,2
87.3
1.5
0.9
100.0

Sumber: IRSG (2003), diolah

Mutu karet remah dinilai berdasarkan sifat fisiko-kimia seperti kadar zat
menguap, kadar kotoran, kadar nitrogen dan viskositas Mooney. Karet remah
produksi Indonesia dikenal dengan nama SIR (Standard Indonesian Rubber),
SMR untuk karet remah Malaysia, dan TSR untuk yang dihasilkan Thailand. SIR
5, 10 dan SIR 20 memiliki persyaratan mutu yang berbeda satu dengan lainnya.
Sebagai contoh, SIR 10 berkadar kotoran tidak boleh lebih dari 0.1%, dan di atas
0.1% hingga 0.2% digolongkan sebagai SIR 20.
Teknologi karet remah terlahir untuk mengimbangi perkembangan karet
sintetik yang mutunya dinilai berdasarkan sifat fisiko-kimia dan umumnya juga
berbentuk butiran atau remahan. Tujuan lain adalah agar mampu memenuhi
permintaan yang tinggi terhadap karet alam sebagai bahan baku ban kendaraan
bermotor, seiring dengan pesatnya perkembangan sektor transportasi. Kondisi
demikian sukar dipenuhi oleh karet sit, karena waktu pengeringannya cukup lama
yakni 5-7 hari, sedangkan untuk karet remah hanya sekitar 2-3 jam.
Karet sit sesungguhnya memiliki mutu yang relatip baik dibanding karet
remah, karena dibuat langsung dari lateks dengan prosedur yang ketat, antara lain

3

penggumpalan harus sesegera mungkin, karena jika lateksnya kurang segar akan
dihasilkan karet sit mutu rendah. Ketebalan lembarannya harus cukup tipis (1-3
mm), sehingga mengurangi peluang timbulnya kesengajaan memasukan kotoran
agar beratnya meningkat. Suhu pengeringan maksimum 55-60 oC, karena suhu
yang tinggi akan menyebabkan permukaan karet bergelembung dan lengket.
Berbeda dengan karet sit, karet remah dapat dibuat dari lateks yang telah
menggumpal (koagulum) dengan sembarang bentuk dan ukuran, sehingga.
membuka peluang timbulnya kesengajaan memasukkan kotoran agar beratnya
meningkat. Suhu pengeringan yang tinggi (110-130 oC), ditambah bentuknya
yang butiran atau remahan menyebabkan waktu pengeringan karet remah jauh
lebih singkat dibanding karet sit. Suhu yang tinggi tersebut sesungguhnya
menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap mutu karet, antara lain dapat
menurunpan plastisitasnya.
Pada saat karet sit masih mendominasi produksi karet alam, petani berperan
sebagai penghasil bahan olah karet (bokar) berupa lateks, dan banyak juga yang
berperan sekaligus sebagai pengolahnya untuk dijadikan karet sit. Namun kini
petani umumnya hanya sebagai penyedia bokar dalam bentuk koagulum. Bokar
tersebut dijual ke pabrik karet remah untuk diolah menjadi karet remah SIR 10
dan terutama jenis SIR 20.
Teknologi karet remah disatu sisi berdampak positif dalam meningkatkan
produksi agar mampu mengimbangi permintaan dunia untuk karet alam, sekaligus
meningkatkan devisa negara, namun disisi lain ternyata menimbulkan dampak
negatif terhadap kualitas bokar terutama yang dihasilkan dari perkebunan rakyat.
Tuntutan kapasitas pabrik karet remah yang besar dan persaingan diantara pabrik
itu sendiri, mendorong petani karet untuk segera menghasilkan bokar dengan
target kuantitas yang jauh melebihi perhatian terhadap kualitasnya, berakibat mutu
bokar secara umum tergolong rendah, antara lain sering bercampur dengan
berbagai jenis kotoran.

Perumusan Masalah
Standar mutu yang kini berlaku untuk bahan olah karet (SNI 06-2047-2002)
merupakan hasil revisi dari standar-standar mutu sebelumnya yang pernah dicoba

4

diterapkan dalam upaya meningkatkan mutu bokar. SNI 06-2047-2002
sesungguhnya lebih lunak dibandingkan dengan standar mutu sebelumnya yang
mengharuskan hanya asam semut sebagai bahan penggumpal, serta ada batas
maksimum ketebalan dan batas minimum kadar karet kering. Dalam standar mutu
sekarang, sebagaimana ditampilkan pada Tabel 4 (Bab Tinjauan Pustaka), untuk
bokar berupa koagulum diberi kebebasan dalam ketebalan dan kadar karet kering
serta tidak perlu penggunaan asam semut sebagai koagulan asalkan tidak bersifat
merusak karet.
Walaupun persyaratannya cukup longgar, namun secara umum masih sukar
diimplementasikan di tingkat petani karet. Keharusan tidak boleh ada kotoran dan
koagulan harus aman terhadap karet merupakan permasalahan lama yang secara
teknis masih sukar dipenuhi. Prosedur penyiapan bahan olah karet oleh para
petani belum sepenuhnya dilaksanakan secara baik. Lateks setelah disadap
langsung digumpalkan dengan sembarang koagulan seperti asam semut, asam
sulfat, tawas, cuka dan air perasan gadung di tempat yang kotor bercampur
dengan berbagai jenis kotoran seperti tanah, pasir, kerikil, tatal bekas sadapan,
serat goni, tali dan plastik bekas. Penambahan kotoranpun seringkali dilakukan
dengan sengaja untuk meningkatkan bobot agar harga penjualan meningkat.
Selain jenis, komposisi dan distribusi kotorannya bervariasi, umur, bentuk
dan ukuran koagulum juga beragam, mulai dari bentuk serpihan atau mangkok,
lembaran/slab 1 hingga 10 cm sampai yang berbentuk balok 50cmx50cm, tebal
sekitar 20-30 cm, gabungan dari bagian-bagian kecil bercampur lateks atau
dibentuk langsung dari lateks yang sama (masif).
Disebabkan sangat bervariasinya kondisi karet remah, maka hingga saat ini
belum ada metode yang cepat dan akurat untuk penentuan kemurnian kadar karet
yang biasanya dinyatakan sebagai kadar karet kering (K3 atau KKK). Prosedur
penentuan K3 yang pernah dicoba di lapangan adalah secara penggilingan dan
pencacahan untuk mengeluarkan kotoran selanjutnya menimbang berat karet
keringnya. Namun cara demikian kurang praktis karena memerlukan waktu yang
lama untuk pencacahan maupun pengeringannya. Selain itu agar sampel ujinya
cukup mewakili, diperlukan kondisi bokar dengan keseragaman yang cukup tinggi
baik jenis, komposisi maupun distribusi kotorannya.

5

Belum diperolehnya metode evaluasi mutu yang obyektif, menyebabkan
hingga saat ini penentuan K3 masih bersifat subyektif yakni secara visual melalui
pembelahan koagulum dan selanjutnya mengamati tingkat kekotorannya untuk
memperkirakan kemurnian kadar karet kering. Koagulum yang basah dan banyak
mengandung kotoran biasanya ditaksir berkadar karet kering yang rendah. Besarnya
nilai K3 praktis ditentukan secara kompromistik yang tidak jarang bersifat sepihak
dengan resiko menimbulkan ketidakpuasan bagi pihak pembeli maupun penjual.
Makin besar penyimpangan terhadap K3, akan makin besar kerugian yang
ditimbulkan. Sebagai contoh untuk pabrik karet remah yang berkapasitas 50 ton/hari,
pada saat harga karet remah Rp 10.000,-/kg, maka kesalahan perhitungan yang
hanya 1% dapat mendatangkan kerugian sekitar Rp 5.000.000,- setiap harinya.
Untuk mengatasi permasalahan di atas, agar hasil pengujian dapat diterima
oleh berbagai pihak yang terlibat dalam transaksi jual beli bokar, diperlukan suatu
metode penentuan mutu yang dapat dipertanggungjawabkan dan tidak lagi
mengandalkan cara perkiraan dan taksiran. Berdasarkan hasil-hasil penelitian
terdahulu untuk berbagai komoditas pertanian, metode ultrasonik diharapkan
dapat dikembangkan untuk keperluan evaluasi mutu koagulum karet. Keunggulan
metode ultrasonik adalah tidak bersifat merusak (NDT = non destructive testing)
dan relatip cepat sehingga memungkinkan untuk diterapkan secara on line
langsung ke bahan yang akan diproses.
Disebabkan beragamnya bentuk, umur, maupun jenis,

komposisi dan

distribusi kotoran yang terdapat di dalam koagulum, ditambah pula dengan
bervariasinya cara-cara penggumpalan, maka penelitian yang komprehensif akan
memerlukan waktu yang lama. Penelitian yang telah dilaksanakan ini masih bersifat
pemodelan, yakni sampel uji koagulum dibuat sendiri dan jenis kotoran dibatasi
hanya pasir dan tatal, berdasarkan pertimbangan bahwa kedua jenis kotoran tersebut
termasuk yang paling sering ditemukan di dalam koagulum dari perkebunan rakyat.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menentukan mutu koagulum karet alam dengan
metode ultrasonik. Secara spesifik penelitian bertujuan mengkaji hubungan mutu

6

koagulum terhadap elastisitas karet dan sifat-sifat gelombang ultrasonik sebagai
berikut,
1

mempelajari hubungan kadar air dan kadar kotoran koagulum dengan sifat
fisik (densiti dan elastisitas) dan sifat akustik (atenuasi dan kecepatan
gelombang ultrasonik) ,

2

menyusun model matematik hubungan kadar air, kadar karet kering dan kadar
kotoran dengan sifat fisik dan sifat akustik,

3

melakukan uji validasi terhadap model matematik pada butir 2 di atas, dan

4

mengkaji aplikasi program JST (Jaringan Syaraf Tiruan) untuk menentukan
kadar karet kering koagulum.

Manfaat Penelitian
1

Berdasarkan informasi adanya korelasi yang nyata antara mutu koagulum dan
sifat-sifat gelombang ultrasonik, diharapkan menjadi dasar pengembangan
penelitian selanjutnya yang lebih komprehensif, dimana sampel uji koagulum
tidak lagi bersifat pemodelan namun sudah berupa contoh uji koagulum
lapangan. Metode ultrasonik diharapkan kelak dapat menjadi metode yang
efisien dan efektif untuk penilaian mutu koagulum yang akan diolah menjadi
karet remah. Karena penentuan kadar air, kadar karet dan kadar kotoran
dengan metode ultrasonik bersifat obyektif maka berpotensi diterima secara
umum oleh pelaku bisnis bahan olah karet

2

Mengingat metode ultrasonik bersifat NDT, dan relatif cepat, maka hasil-hasil
penelitian ini dapat membuka pemikiran baru untuk aplikasi ultrasonik pada
analisis mutu karet selain koagulum, antara lain untuk penentuan kadar air,
kadar kotoran dan kadar abu di dalam karet remah, serta untuk penentuan
parameter mutu lateks pekat, seperti kadar total padatan, alkalinitas dan
viskositas. Di bidang teknologi barang jadi karet (rubber goods), metode
ultrasonik pun kemungkinan dapat digunakan untuk inspeksi cacat-cacat mutu
ban vulkanisir, seperti timbulnya keretakan struktur, lepasnya rekatan ban
dengan casing dan adanya udara terjebak.

7

TINJAUAN PUSTAKA

Komposisi Kimia Karet Alam
Karet merupakan polimer yang bersifat elastik, sehingga sering juga disebut
sebagai elastomer. Di dalam dunia perdagangan dikenal istilah karet alam dan karet
sintetik. Karet alam diperoleh dengan cara menyadap lateks yakni getah pohon
karet (Hevea brasiliensis M.), sedangkan karet sintetik umumnya dibuat secara
polimerisasi monomer-monomer yang berasal dari fraksi minyak bumi.
Lateks merupakan cairan berwarna putih atau putih kekuningan, yang terdiri
atas partikel-partikel karet dan bahan bukan karet yang terdispersi di dalam serum.
Komposisi kimia lateks hevea ditunjukkan pada Tabel 3. Partikel karet berbentuk
bulat berukuran antara 5 nm – 3 µm, mengandung beberapa ratus molekul cispoliisoprena. Bahan-bahan lain seperti protein dan lipid yang membentuk
senyawa fosfolipoprotein, berupa membran bermuatan negatif yang melapisi
partikel karet. Membran sejenis ini menyebabkan partikel-partikel karet
terdispersi secara stabil di dalam serum lateks.
Tabel 3 Komposisi kimia lateks kebun
Komponen
Karet (cis-1,4-poliisopren)
Resin
Protein
Abu
Gula
Air

% berat
30 - 35
0.5 - 1.5
1.5 - 2
0.3 - 0.7
0.3 - 0.5
55 - 60

Sumber : Archer, et al. (1963)

Untuk memperoleh karet, partikel-partikel karet yang terdapat di dalam
lateks dipisahkan dari cairannya dengan cara penggumpalan baik secara sengaja
maupun penggumpalan secara alami. Pada prinsipnya, penggumpalan terjadi
akibat terganggunya faktor penunjang kestabilan sistem koloid lateks, misalnya
penurunan pH. Penggumpalan sengaja yang lazim dilakukan saat ini adalah
dengan penambahan asam, seperti asam format dan asetat untuk menurunkan pH

8

lateks. Sedangkan lateks dapat menggumpal secara alami akibat terbentuknya
senyawa-senyawa asam hasil perombakan karbohidrat dan lipid yang terdapat di
dalam lateks oleh mikroorganisme (Archer, et al.,1963).
Molekul karet merupakan untaian berulang isopren yang sangat panjang.
Rumus molekul karet cis-1,4 poliisopren dengan unit pembentuknya isopren dapat
dilihat pada pada Gambar 1. Kekuatan atau keliatan karet makin besar dengan
semakin panjangnya rantai molekul poliisopren. Rantai molekul karet ini dapat
putus menjadi rantai molekul yang lebih pendek akibat reaksi oksidasi, sehingga
kekuatannya berkurang.

unit monomer
isopren
Gambar 1 Monomer cis-poliisopren pembentuk molekul karet alam

Bahan-bahan selain karet yang terdapat di dalam lateks, seperti lipid dapat
berperan sebagai antioksidan, yakni bahan pencegah terjadinya oksidasi terhadap
molekul karet. Sedangkan protein, selain berfungsi sebagai penstabil sistem
koloid lateks juga berperan sebagai bahan yang mempercepat proses vulkanisasi
pada pembuatan barang jadi karet. Bahan-bahan tersebut cenderung rusak dan
terbuang pada penggumpalan yang berlangsung secara alami (Gazeley, et al.,
1988).

Klasifikasi Mutu Bahan Olah Karet
Berdasarkan standar mutu bokar yang berlaku saat ini (SNI 06-2047-2002)
sebagaimana disajikan pada Tabel 4, terdapat 4 jenis bahan olah karet yakni lateks
kebun, dan koagulumnya dalam bentuk sit, lump dan slab.

9

Tabel 4 Persyaratan mutu bokar (SNI 06-2047-2002)
Sit

Koagulum
Slab

Lump

≥ 28
≥20 50 - 100
>50 - 100
>100-150
>100-150
>150
>150
Tidak terdapat
Tidak terdapat
kotoran
kotoran
Asam semut atau Asam semut atau
bahan lain yang bahan lain yang
tidak merusak
tidak merusak
mutu karet atau
mutu karet atau
penggumpalan
penggumpalan
alami *)
alami *)

*) Bahan yang direkomendasikan oleh Lembaga Penelitian yang kredibel

Lateks kebun
Lateks kebun merupakan getah yang berwarna putih dan berbau segar.
Umumnya lateks kebun hasil penyadapan mempunyai kadar karet kering (K3)
antara 20-35%, serta bersifat kurang mantap sehingga harus segera diolah secepat
mungkin. Cara penyadapan dan penanganan lateks kebun sangat berpengaruh
terhadap sifat koagulum sekaligus tingkat kebersihannya.
Lateks kebun umumnya hanya digunakan untuk pembuatan SIR jenis
khusus atau high grade yakni SIR 3CV, 3WF atau SIR 3L. Mutu

lateks

kebun

yang akan dijadikan bahan olah karet remah hanya dinilai atas kadar keringnya
saja, yakni mutu I jika kadar karetnya minimal 28% dan mutu II jika kadar
karetnya minimal 20% sampai dbawah 28%.
Menurut RRIM (1973), penentuan kadar karet di dalam lateks dapat
dilakukan menggunakan alat metrolaks dan dengan cara penimbangan kering dan
penimbangan basah. Metrolaks berbentuk silider yang terbuat dari gelas. Alat ini
bekerja berdasarkan perbedaan berat jenis, dimana berat jenis lateks akan
meningkat dengan kenaikan kadar air. Dalam praktek pengukuran, metrolaks

10

dicelupkan ke dalam lateks dan dibiarkan mengambang/setimbang pada skala
tertentu yang menunjukkan langsung kadar karet atau kadar air. Pada saat ini
pengukuran kadar karet dengan metrolaks sudah jarang digunakan, karena dinilai
harga alat cukup mahal, mudah pecah dan harus sering dikalibrasi.
Pengukuran kadar karet dengan cara penimbangan kering dilakukan dengan
terlebih dulu menggumpalkan sekitar 10 g contoh lateks, lalu digiling tipis dan
dikeringkan dengan oven pada 105 oC selama 24 jam. Cara ini sesungguhnya
paling teliti, namun hanya sesuai untuk di laboratorium. Dalam praktek di
lapangan, cara penimbangan kering hampir tidak pernah dilakukan karena kurang
praktis serta hasil pengukurannya baru bisa diketahui pada keesokan harinya.
Pengukuran dengan cara penimbangan basah paling umum diterapkan. Pada
cara ini, lateks setelah digumpalkan digiling tipis. Lembaran tipis karet basahnya
setelah dilap dengan kain bersih kemudian ditimbang. Dengan menggunakan tabel
koreksi, dicari nilai berat basah yang paling dekat dengan nilai berat keringnya.
Walaupun cara penimbangan basah masih memiliki beberapa kelemahan, namun
karena prosedurnya praktis, sederhana, cepat, dan hasilnya bisa diketahui dengan
segera, maka cara tersebut saat ini yang paling banyak diterapkan di lapangan.
Cara pengukuran kadar karet di dalam lateks yang mutakhir diperkenalkan
oleh Khalid, et al. (1994), yakni dengan mengukur konstanta dielektrik lateks.
Diperoleh informasi konstanta dielektrik pada 2.45 sampai 18 GHz berkorelasi
erat dengan kadar air dengan penyimpangan pengukuran hanya berkisar 3-5%.
Koagulum tipis (sit)
Bahan olah dalam bentuk koagulum sit jarang digunakan karena fungsinya
hanya sebagai pencampur untuk pembuatan SIR 5. Untuk pembuatan karet remah
jenis umum yakni SIR 10 dan 20, biasanya digunakan lump dan slab.
Sit adalah lembaran tipis yang berasal dari koagulum lateks kebun.
Lembaran dibentuk dengan menggunakan gilingan tangan, selanjutnya lembaran
dikeringkan dengan cara dianginkan, sehingga disebut pula sebagai sit angin.
Pengolahan sit angin yang baik dimulai dengan tahap pengenceran lateks menjadi
sekitar 15% , kemudian lateks kebun yang telah diencerkan disaring dengan
saringan lateks 20 mesh, selanjutnya dilakukan penggumpalan dimana lateks yang
telah disaring dibubuhi larutan asam semut 10%, menghasilkan koagulum.

11

Lembaran koagulum digiling menggunakan gilingan tangan polos sebanyak
4 kali, setiap kali menggiling jarak rol diatur agar setelah penggilingan ketiga
tebal lembaran karet ± 5 mm. Setelah itu lembaran karet digiling menggunakan
gilingan beralur 1 kali sehingga tebal sit sekitar 3 mm. Lembaran sit dicuci
dengan air bersih untuk menghilangkan asam semut yang tertinggal. Lembaran sit
yang diperoleh digantung di atas rak untuk dikering-anginkan di udara terbuka
kira-kira 10 hari, dan diusahakan agar tidak terkena sinar matahari langsung.
Lump dan slab
Lump merupakan koagulum yang terbentuk pada mangkok penampung
lateks kebun beberapa saat setelah penyadapan. Menurut Standar Mutu yang kini
berlaku, proses penggumpalan harus terjadi secara alami atau dengan koagulan
yang baik. Mutu I diberlakukan untuk ketebalan tidak lebih dari 50 mm, mutu II
diatas 50 sampai 100 mm, mutu III lebih dari 100 hingga 150 mm, ketebalan di
atas 150 mm digolongkan sebagai mutu IV.
Slab tipis adalah koagulum yang berasal dari lateks kebun yang sengaja
digumpalkan dengan asam semut dan dari lump mangkok segar yang direkatkan
dengan atau tanpa lateks. Slab tipis tidak boleh dikotori oleh tatal sadap, kayu,
daun, pasir dan benda asing lain. Jenis-jenis kotoran tersebut merupakan bentuk
utama dari limbah padat yang dihasilkan di pabrik karet remah.
Untuk menghasilkan slab tipis bermutu baik, terlebih dulu lump segar
harian hasil penyadapan ditata berjajar satu lapis dalam kotak kayu atau bak
penggumpalan lain dengan tebal tidak lebih dari 50 mm. Lateks kebun langsung
ditambahkan larutan asam semut 10% sebanyak 10 ml per liter lateks, kemudian
segera dituangkan secara merata ke dalam bak penggumpalan yang telah berisi
lump segar, sehingga terbungkus oleh lapisan lateks. Koagulum yang diperoleh
berbentuk slab tipis yang tebalnya kurang dari 50 mm. Slab ini selanjutnya dapat
dipipihkan dengan tangan atau kayu di atas alas yang bersih. Slab tipis ditiriskan
dan dianginkan di atas rak atau digantung seperti menggantung sit angin di udara
terbuka selama 1 - 2 minggu dan tidak boleh terkena sinar matahari langsung.
Slab tipis yang telah dikering-anginkan disimpan dalam bangsal penyimpanan.

12

Teori Elastisitas Karet
Elastisitas merupakan sifat suatu bahan yang menyerupai pegas, jika setelah
dikenai gaya berupa pampatan atau regangan, bahan akan kembali ke bentuk
semula.. Elastisitas karet lebih baik dibanding elastisitas plastik atau logam. Karet
mampu kembali ke ukuran semula setelah diregang hingga 4-5 kali panjang
awalnya, namun logam hanya mampu sampai perpanjangan sekitar 0.5% yang jika
dipaksakan akan patah atau retak (failure).
Pembahasan teori elastisitas, termasuk hubungan tegangan dan regangan
melibatkan pengertian modulus Young, modulus geser dan perbandingan Poisson
dapat diuraikan sebagai berikut :
1

modulus Young atau disebut juga modulus elastisitas, adalah perbandingan
antara tegangan (τ) dan regangan (ε) menurut persamaan (1). Gambar 2
memperlihatkan kurva tegangan-regangan dimana sampai titik A membentuk
garis lurus, kemiringannya disebut sebagai modulus Young. Setelah titik A,
bahan mengalami retak atau patah, sehingga tegangan yang diberikan tidak
lagi linier terhadap regangannya.
E = τ/ε ……………………………………………………..…………..…(1)

Gambar 2 Kurva elastisitas (stress-strain) dari logam dan karet

2

modulus geser (G) adalah perbandingan antara tegangan geser dengan
regangan geser menurut persamaan (2). Sebagai ilustrasi pada Gambar 3, jika
suatu benda berbentuk balok, tebal t, bagian alasnya dipertahankan diam,

13

sedangkan bagian permukaan atasnya (luas = A ) digeser dengan gaya F,
maka akan timbul tegangan geser τ = gaya geser/luas geseran = F/A, disertai
regangan geser (shear strain) γ = defleksi/tebal = x/t.
G = τ/γ …………………………………………………

…………………(2)

Gambar 3 Skema geseran balok pada perhitungan modulus geser

3

perbandingan Poisson (v) adalah perbandingan antara konstraksi lateral dan
pertambahan panjang aksial. Sebagai contoh pada Gambar 4 ditampilkan
penampang depan sebuah balok yang mengalami regangan dalam arah x
(aksial) sebesar εxx , menyebabkan volume benda mengalami perubahan atau
konstraksi lateral εyy. Perbandingan Poisson dinyatakan oleh persamaan (3),
tanda negatif biasanya disertakan agar nilai ν tetap positif jika nilai εyy
negatif.
ν = - εyy/εxx ………………………………………

…………….…………(3

)

B entuk mula- mula
Penyus utan
=

εyy

B entuk s aat per egangan
Per egangan =

εx x

Gambar 4 Skema peregangan dan penyusutan sebuah balok

Teori elastisitas disusun antara lain berdasarkan struktur dan konfigurasi
molekul suatu bahan. Atom-atom penyusun molekul senantiasa berotasi bebas

14

diantara rantai-rantainya sehingga bahan bersifat dinamis yang jika dikenai suatu
gaya luar akan memberikan gaya reaksi. Polimer lebih elastik dibanding jenis bahan
lainnya, disebabkan polimer tersusun oleh struktur jaringan molekul 3-dimensi,
bercabang dan mengandung chain entanglement.
Jika suatu bahan mengalami regangan atau pampatan maka akan terjadi
penyimpanan energi W yang merupakan fungsi regangan åxx , åyy , åzz (berturut-turut
rasio perpanjangan arah x, y dan z), suhu T, jumlah jaringan molekul per unit
volume N, dan fraksi volume karet Vr , maka untuk segmen volume karet berbentuk
kubus berlaku hubungan sebagai berikut (Mullins dan Thomas, 1963).
W = ½ NkT Vr1/3 ( åxx2 + åyy2 + åzz 2