Isolasi dan Optimasi Flokulasi Bakteri Penghasil Bioflokulan dari Sumber Perairan di Daerah Bogor

(1)

PENDAHULUAN

Pemanfaatan tanaman obat menurut data dari survey sosial dan ekonomi nasional (2003) menunjukkan bahwa persentase penduduk sakit di pedesaan Provinsi Jawa Barat yang melakukan pengobatan sendiri sebanyak 29.65% menggunakan obat tradisional. Sebanyak 55.1% keluarga pedesaan di Jawa Barat tepatnya di Kabupaten Bogor di Kecamatan Tamansari Desa Sukajadi memiliki kebun tanaman obat sendiri (Herman 2005)

Salah satu koleksi yang menarik di Desa Sukajadi adalah koleksi tanaman bunga teleng yang merupakan tanaman multiguna karena hampir seluruh bagian tanaman dapat digunakan oleh masyarakat desa tersebut.

Khasiat tersebut telah dipercayai masyarakat Sukajadi secara turun-temurun. Sebagai contoh Rebusan akarnya bermanfaat untuk bersih darah, obat kepikunan, laksatif (pencahar isi perut), diuretik (peluruh air seni) dan perangsang muntah (Herman 2005). Kacangnya digunakan untuk melebatkan dan menghitamkan rambut. Daunnya bermanfaat untuk mempercepat pematangan bisul, obat batuk, sebagai lalap dan pakan ruminansia. Bunganya yang berwarna biru dapat digunakan untuk pewarna makanan. Bunganya yang direndam dalam air panas dapat diminum sebagai teh untuk mengurangkan sakit akibat sariawan (ulcer) mulut dan perawatan insomnia (susah tidur). Air rendaman bunganya dapat digunakan untuk obat tetes mata pada penderita mata merah atau konjungtivitis (Herman 2005) .

Belum banyak penelitian ilmiah yang mengeksplorasi khasiat bunga teleng sebagai obat konjungtivitis. Namun telah banyak bukti empiris mengenai pemanfaatan ekstrak air bunga teleng sebagai tetes mata penderita mata merah mulai dari bayi sampai orang dewasa. Untuk itu penelitian ini diarahkan untuk mengeksplorasi khasiat ilmiah antibakterinya, terutama terhadap bakteri penyebab konjungtivitis.

Hipotesis dari penelitian adalah ekstrak mahkota bunga teleng memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri penyebab konjungtivitis.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai khasiat mahkota bunga teleng sebagai antibakteri, terutama khasiatnya sebagai obat alternatif penyakit konjungtivitis.

TINJAUAN PUSTAKA

Teleng

Teleng tergolong tanaman polong-polongan yang banyak dikenali di berbagai suku dan daerah dengan nama yang berbeda-beda. Nama tanaman teleng untuk daerah Melayu adalah Kacang teleng, sedangkan di daerah Sunda dikenali dengan nama Kembang teleng atau Kembang klentit, di daerah Maluku dinamai Bunga biru, dan di kelantan Malaysia dinamai dengan nama Bunga nasi kerabu karena dapat digunakan untuk pewarna nasi kerabu menjadi biru.

Teleng berdasarkan taksonomi termasuk ke dalam kingdom Plantae, subkingdom Tracheobionta, divisi Spermatophyta, subdivisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, subkelas Rosidae, bangsa Fabales, suku Fabaceae, marga Clitoria, species Clitoria ternatea L (Michael dan Kalamani 2003).

Lokasi tumbuh yang sering dijumpai dan tumbuh subur yaitu di daerah basah, berpasir dengan ketinggian 700 meter di atas permukaan laut. Tanaman ini dapat tumbuh subur dalam medium yang agak lembab atau tanah yang mempunyai kandungan humus yang tinggi. Tanaman ini dapat membiak dengan cara stek batang atau biji. Tanaman teleng tergolong terna menahun karena pangkal tanamannya berkayu, batangnya merambat dengan pola membelit ke kiri. Tanaman rambat ini biasa digunakan sebagai tanaman penghias pagar. Bunganya yang berwarna biru keunguan akan mekar sepanjang tahun seperti terlihat pada Gambar 1 (Michael dan Kalamani 2003).

Tanaman teleng diduga berkhasiat sebagai tonikum otak yang sangat baik dan berguna untuk mengatasi infeksi mata dan tenggorokkan, penyakit kulit, gangguan urinaria, sariawan mulut atau ulcer dan keperluan anti racun (Malabodi dan Nataraja 2001).


(2)

PENDAHULUAN

Pemanfaatan tanaman obat menurut data dari survey sosial dan ekonomi nasional (2003) menunjukkan bahwa persentase penduduk sakit di pedesaan Provinsi Jawa Barat yang melakukan pengobatan sendiri sebanyak 29.65% menggunakan obat tradisional. Sebanyak 55.1% keluarga pedesaan di Jawa Barat tepatnya di Kabupaten Bogor di Kecamatan Tamansari Desa Sukajadi memiliki kebun tanaman obat sendiri (Herman 2005)

Salah satu koleksi yang menarik di Desa Sukajadi adalah koleksi tanaman bunga teleng yang merupakan tanaman multiguna karena hampir seluruh bagian tanaman dapat digunakan oleh masyarakat desa tersebut.

Khasiat tersebut telah dipercayai masyarakat Sukajadi secara turun-temurun. Sebagai contoh Rebusan akarnya bermanfaat untuk bersih darah, obat kepikunan, laksatif (pencahar isi perut), diuretik (peluruh air seni) dan perangsang muntah (Herman 2005). Kacangnya digunakan untuk melebatkan dan menghitamkan rambut. Daunnya bermanfaat untuk mempercepat pematangan bisul, obat batuk, sebagai lalap dan pakan ruminansia. Bunganya yang berwarna biru dapat digunakan untuk pewarna makanan. Bunganya yang direndam dalam air panas dapat diminum sebagai teh untuk mengurangkan sakit akibat sariawan (ulcer) mulut dan perawatan insomnia (susah tidur). Air rendaman bunganya dapat digunakan untuk obat tetes mata pada penderita mata merah atau konjungtivitis (Herman 2005) .

Belum banyak penelitian ilmiah yang mengeksplorasi khasiat bunga teleng sebagai obat konjungtivitis. Namun telah banyak bukti empiris mengenai pemanfaatan ekstrak air bunga teleng sebagai tetes mata penderita mata merah mulai dari bayi sampai orang dewasa. Untuk itu penelitian ini diarahkan untuk mengeksplorasi khasiat ilmiah antibakterinya, terutama terhadap bakteri penyebab konjungtivitis.

Hipotesis dari penelitian adalah ekstrak mahkota bunga teleng memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri penyebab konjungtivitis.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai khasiat mahkota bunga teleng sebagai antibakteri, terutama khasiatnya sebagai obat alternatif penyakit konjungtivitis.

TINJAUAN PUSTAKA

Teleng

Teleng tergolong tanaman polong-polongan yang banyak dikenali di berbagai suku dan daerah dengan nama yang berbeda-beda. Nama tanaman teleng untuk daerah Melayu adalah Kacang teleng, sedangkan di daerah Sunda dikenali dengan nama Kembang teleng atau Kembang klentit, di daerah Maluku dinamai Bunga biru, dan di kelantan Malaysia dinamai dengan nama Bunga nasi kerabu karena dapat digunakan untuk pewarna nasi kerabu menjadi biru.

Teleng berdasarkan taksonomi termasuk ke dalam kingdom Plantae, subkingdom Tracheobionta, divisi Spermatophyta, subdivisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, subkelas Rosidae, bangsa Fabales, suku Fabaceae, marga Clitoria, species Clitoria ternatea L (Michael dan Kalamani 2003).

Lokasi tumbuh yang sering dijumpai dan tumbuh subur yaitu di daerah basah, berpasir dengan ketinggian 700 meter di atas permukaan laut. Tanaman ini dapat tumbuh subur dalam medium yang agak lembab atau tanah yang mempunyai kandungan humus yang tinggi. Tanaman ini dapat membiak dengan cara stek batang atau biji. Tanaman teleng tergolong terna menahun karena pangkal tanamannya berkayu, batangnya merambat dengan pola membelit ke kiri. Tanaman rambat ini biasa digunakan sebagai tanaman penghias pagar. Bunganya yang berwarna biru keunguan akan mekar sepanjang tahun seperti terlihat pada Gambar 1 (Michael dan Kalamani 2003).

Tanaman teleng diduga berkhasiat sebagai tonikum otak yang sangat baik dan berguna untuk mengatasi infeksi mata dan tenggorokkan, penyakit kulit, gangguan urinaria, sariawan mulut atau ulcer dan keperluan anti racun (Malabodi dan Nataraja 2001).


(3)

2

Kacang teleng telah dipercayai turun-temurun berkhasiat untuk melebatkan dan menghitamkan rambut. Kacang teleng juga dapat mengilatkan rambut dan menyuburkan kulit kepala. Rebusan akar teleng bermanfaat untuk bersih darah, obat kepikunan, laksatif, diuretik dan perangsang muntah. Efek samping pemakaiannya kolik (keram perut), sedangkan efek over dosisnya adalah turunnya kesadaran disertai rasa gelisah dan kehilangan daya ingat (Malabodi dan Nataraja 2001).

Daunnya dapat dimakan sebagai lalap maupun pakan ruminansia, tumbukan daunnya bermanfaat untuk mempercepat pematangan bisul, bermanfaat sebagai obat batuk jika diformulasikan dengan bawang merah dan adas pulosari (Herman 2005).

Bunganya yang berwarna biru dapat digunakan untuk pewarna makanan. Bunganya direndam air panas dan diminum seperti teh untuk mengurangkan sakit akibat ulcer mulut dan perawatan insomnia. Menurut Herman (2005) air rendaman bunganya dapat digunakan untuk obat tetes mata pada penderita konjungtivitis.

Isolat antosianin dari bunga teleng memiliki aktivitas penghambatan agregasi trombosit darah dan relaksasi pembuluh darah otot polos. Isolat protein dari biji teleng memberikan aktivitas antifungal dan antimikrobial (Osborn

et al 1995).

Mahkota bunga teleng kaya dengan kandungan kimia yang sudah diketahui kadarnya (Tabel 1). Hasil penelitian Kazuma (2003) menunjukkan bahwa ekstrak mahkota bunga teleng mengandung 14 flavonol glikosida seperti terlihat pada Gambar 2 dan dijelaskan pada Tabel 2 serta 19 antosianin. Empat diantaranya delfinidin (Gambar 3) dan 15 lainnya berupa ternatin. Keterangan struktur delfinidin terdapat pada Tabel 3.

Antibakteri

Antibakteri adalah senyawa khas yang dihasilkan atau diturunkan oleh organisme hidup, termasuk struktur analognya dibuat sintetik yang dalam kadar rendah mampu menghambat proses penting dalam kehidupan satu atau lebih mikroorganisme (Myllyniemi 2004).

Tabel 1 Kadar senyawa aktif mahkota bunga teleng galur liar (Kazuma et al 2003) Senyawa Konsentrasi

(nmol/mg bunga) Flavonoid

Antosianin Flavonol glikosida Kaempferol glikosida Quersetin glikosida Mirisetin glikosida

20.07 ± 0.55 5.40 ± 0.23 14.66 ± 0.33 12.71 ± 0.46 1.92 ± 0.12 0.04 ± 0.01

Gambar 2 Struktur flavonol glikosida. Tabel 2 Flavonol glikosida yang diisolasi dari mahkota bunga teleng galur liar

No Senyawa R1 R2 R3 R4

1 Kaempferol

3-O-(200-O-a-ramnosil-600-O-malonil)-b-glukosida H H ramnosil malonil

2 Quersetin

3-O-(200-O-a-ramnosil-600-O-malonil)-b-glukosida OH H ramnosil malonil

3 Mirisetin 3-2G-ramnosilrutinosida OH OH ramnosil ramnosil 4 Quersetin 3-2G-ramnosilrutinosida OH H ramnosil ramnosil 5 Kaempferol 3-2G-ramnosilrutinosida H H ramnosil ramnosil 6 Kaempferol 3-neohesperidosida H H ramnosil H 7 Quersetin 3-neohesperidosida OH H ramnosil H 8 Mirisetin 3-neohesperidosida OH OH ramnosil H

9 Kaempferol 3-rutinosida H H H ramnosil

10 Quersetin 3-rutinosida OH H H ramnosil

11 Mirisetin 3-rutinosida OH OH H ramnosil

12 Kaempferol 3-glukosida H H H H

13 Quersetin 3-glukosida OH H H H


(4)

3

Berdasarkan cara kerjanya antibakteri dibedakan menjadi dua yaitu bakteriostatik dan bakteriosida. Antibakteri bakteriostatik bekerja menghambat perbanyakan populasi bakteri dan tidak mematikan, sedangkan bakterisida bekerja membunuh bakteri. bakteriostatik dapat bertindak sebagai bakteriosida dalam konsentrasi tinggi (Davis dan Stout 1971).

Kadar minimal yang dibutuhkan untuk menghambat bakteri atau membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai Kadar Hambat Tumbuh Minimal (KHTM) dan Kadar Bunuh Minimal (KBM). Menurut Davis dan Stout (1971) daya antibakteri berdasarkan diameter zona hambat terbagi: sangat kuat (zona hambat lebih dari 20 mm), kuat (zona hambat 10-20 mm), sedang (zona hambat 5-10 mm) dan lemah (zona hambat kurang dari 5 mm).

Myllyniemi (2004) membedakan antibakteri menjadi dua berdasarkan keefektifan kerjanya yaitu antibakteri berspektrum luas dan antibakteri berspektrum sempit. Antibakteri berspektrum luas bekerja efektif terhadap berbagai jenis bakteri sedangkan antibakteri berspektrum sempit hanya efektif terhadap bakteri tertentu. Lebih lanjut Lukman (1984) menjelaskan kinerja antibakteri antara lain sebagai berikut: merusak dinding sel, mengganggu permeabilitas membran sel, mendenaturasi protein sel, dan menghambat kerja enzim di dalam sel.

Kerja antibakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: konsentrasi zat antibakteri, jumlah spesies bakteri dan latar belakang kehidupan bakteri, resistensi, sifat fisik dan kimia substrat seperti pH lingkungan, jenis dan substrat zat terlarut.

Beberapa grup senyawa kimia utama yang bersifat antimikrob adalah: fenol dan senyawa fenolik, alkohol, halogen, logam berat dan senyawanya, zat warna, detergen, senyawa amonium kuartener, senyawa asam dan basa, dan gas khemosterilan (Myllyniemi 2004).

Pada penelitian ini digunakan antibakteri kloramfenikol dan ampisilin sebagai pembanding. Kloramfenikol bersumber dari

Streptomyces venezuelae. Strukturnya unik karena mengandung nitrobenzen dan derivat dari asam dikhloroasetat, memiliki dua pusat asimetrik C1 dan C2 sehingga memiliki 4 stereoisomer, tetapi yang aktif hanya D (-) threo (Gambar 4).

Kloramfenikol bersifat bakteriostatik berspektrum luas, bekerja sebagai inhibitor sintesa protein pada ribosom 50S bakteri. Efek sampingnya adalah anemia aplastik, sakit kepala, depresi ringan, bingung, reaksi hipersensitif terhadap obat ini meliputi demam, ruam, angioedema, dan anafilaksis (serangan alergi).

Ampisilin merupakan antibiotik turunan penisilin yang merupakan bakterisida berspektrum luas (Gambar 5). Cara kerjanya menghambat biosintesis peptidoglikan, sehingga sel kehilangan kekuatan dinding selnya. Hal ini dapat berdampak pada kematian sel mikroorganisme (Myllyniemi 2004).

Gambar 3 Struktur antosianin.

Gambar 4 Struktur kloramfenikol. Tabel 3 Antosianin yang diisolasi dari mahkota bunga teleng galur liar

No Senyawa R1 R2

1 Delfinidin 3-(200-ramnosil-600-malonil) glukosida ramnosil malonil 2 Delfinidin 3-(600-malonil) glukosida H malonil 3 Delfinidin 3-neohesperidosida ramnosil H

4 Delfinidin 3-glukosida H H

NO2

CHCl2

O C NH CH2OH CH


(5)

4

Gambar 5 Struktur ampisilin. Bakteri

Bakteri merupakan mikroorganisme prokariotik bersel satu dengan dinding sel, umumnya berkembang biak dengan membelah diri, berdiameter tak kurang dari 2-3 mikron, Berdasarkan sifat dan komponen dinding selnya bakteri dibedakan menjadi bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Bakteri Gram positif memiliki komposisi lipid pada dinding selnya lebih rendah sehingga lebih sensitif terhadap pewarnaan basa dibandingkan Gram negatif, sedangkan bakteri Gram negatif komposisi lipid pada dinding selnya lebih banyak, lebih tahan terhadap penisilin dan penghambatan oleh pewarna basa dibandingkan Gram positif (Myllyniemi 2004).

Pada penelitian ini dilakukan pengujian dengan menggunakan 4 bakteri uji yaitu : Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli

dan Bacillus substilis

.

Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus termasuk famili Micrococcaceae dan merupakan bakteri Gram positif, berbentuk kokus dengan diameter 0.7-0.9 μm, dapat hidup secara aerob dan anaerob

fakultatif, bersifat non motil dan tidak membentuk spora. Bakteri ini sering ditemukan pada makanan berprotein tinggi seperti telur dan sosis (Todar 2004)

Menurut Todar (2004) Staph. aureus adalah kelompok Bakteri dengan sel berbentuk bola berpasangan atau tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur. Koloninya memiliki pigmen yang relatif bervariasi mulai dari putih sampai kuning keemasan. Mudah tumbuh dalam kebanyakan perbenihan bakteriologi dalam keadaan aerob atau mikroaerob, tumbuh optimum pada suhu 30-37 0C, pada pH optimum 7.0-7.5 dan tumbuh baik pada larutan NaCl 15%. Komponen dinding selnya tersusun atas peptidoglikan, asam teikoat dan protein.

Pseudomonas aeruginosa

Pseudomonas aeruginosa termasuk famili

Pseudomonadaceae dan masuk kelompok bakteri Gram negatif. Bakteri ini bersifat

patogen, dapat menimbulkan kebusukan pada makanan, dapat tumbuh subur pada suhu 37 0C, tidak tahan terhadap panas dan kondisi kering sehingga mudah dibunuh dengan pemanasan dan pengeringan (Todar 2004).

P. aeruginosa adalah bakteri batang dengan diameter 0.5-1.0 μm dan panjang 1.5-4.0 μm.

Bakteri ini bersifat motil dan mudah tumbuh pada media yang umum. Selain itu bakteri ini tumbuh baik pada media nitrogen dengan bermacam-macam senyawa karbon (Burcharan dan Ghibbons 1974)

Menurut Todar (2004) bakteri ini dapat tumbuh pada perbenihan buatan, membentuk koloni bulat halus dengan fluoresensi kehijauan dengan bau aromatik yang enak. Bakteri ini hanya bersifat patogen dalam tubuh bila masuk ke daerah pertahanan normalnya tidak ada atau berperan dalam infeksi campuran. Salah satunya penyebab penyakit infeksi mata.

Escherichia coli

Escherichia coli merupakan mikroba dari famili Enterobacteriaceae yang normal terdapat di saluran pencernaan hewan dan manusia, E. coli juga terdapat di selaput konjungtiva mata namun kondisi ini jarang terjadi. Beberapa strain E. coli bersifat patogen penyebab infeksi, antara lain infeksi saluran pencernaan, infeksi saluran kemih dan meningitis (Todar 2004).

Bakteri E. coli berbentuk batang atau koma, berukuran panjang 2.0-6.0 μm dan

lebar 1.1-1.5 μm, bersifat anaerobik fakultatif

dan termasuk bakteri gram negatif. E. coli

tumbuh optimum pada suhu 37 0C dan pada pH optimum 7.0-7.5. E. coli sangat tidak sensitif terhadap panas (Burcharan dan Ghibbons 1974).

Bacillus substilis

Bacillus substilis termasuk bakteri Gram positif berbentuk batang uniseluler dengan ukuran panjang 2-3 μm dan memiliki

kemampuan hidup secara aerob dan anaerob fakultatif. B. substilis membentuk endospora untuk bertahan terhadap perubahan lingkungan ekstrim seperti panas mencapai suhu 55 0C, dingin mencapai suhu 5 0C, desinfektan tertentu dan tahan selama bertahun-tahun dalam tanah yang kering. Bakteri ini tumbuh optimum pada pada rentang suhu 25 0C sampai 37 0C dan sering ditemukan tumbuh baik pada bahan makanan tertentu, saluran pencernaan hewan dan manusia, tanah, air dan udara (Burcharan dan Ghibbons 1974).


(6)

5

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Bahan-bahan yang akan digunakan ialah mahkota bunga teleng yang diperoleh dari kebun tanaman obat asrama IPB Ekasari, Biakan bakteri

Staph. aureus, P. aeruginosa, B. substilis, dan E. coli diperoleh dari laboratorium veteriner FKH IPB, desinfektan, kloramfenikol, NaCl, glukosa, ampisilin, etanol 70%, air destilata, nutrien broth, nutrien agar, bacto pepton (Difco), yeast exctract

(Difco) dan bacto agar (Difco).

Alat-alat yang akan digunakan ialah alat-alat gelas, jarum ose, autopipet, kertas saring, pH meter, otoklaf, shaker, penangas air, oven,

laminar air flow cabinet, lemari pendingin, cawan petri, neraca analitik, alumunium foil, jangka sorong dan inkubator.

Metode Penelitian Rancangan Penelitian

Uji pendahuluan dilakukan dengan membagi air perasan bunga teleng menjadi 2 kelompok yaitu kelompok sampel segar tanpa melalui proses otoklaf dan kelompok sampel yang diotoklaf. Kedua kelompok tersebut diuji aktivitas antibakterinya dengan menggunakan metode sumur agar Bintang (1993). Pengulangan uji ini dilakukan sebanyak triplo.

Data aktivitas antibakteri berupa rataan diameter zona bening disajikan dalam statistik deskriptif. Apabila uji pendahuluan tersebut menunjukkan hasil positif maka dilakukan pengujian berikutnya yaitu penentuan konsentrasi hambat tumbuh minimum dan penentuan koefisien fenol. Pengulangan kedua uji lanjutan tersebut dilakukan sebanyak duplo. Variasi konsentrasi yang digunakan dalam penentuan konsentrasi hambat tumbuh minimum adalah 500, 250, 125, 50, 25, dan 5 mg/ml. Data penentuan konsentrasi hambat tumbuh minimum disajikan dalam statistik deskriptif dan dinilai dengan metode David Stout (1971). Sedangkan data penentuan koefisien fenol dinilai dengan metode Varley dan Redish (1936). Preparasi Sampel

Mahkota bunga teleng yang masih segar dan mekar sempurna dipisahkan dari kelopaknya. Selanjutnya diperas sarinya untuk uji potensi antibakteri dengan menggunakan metode sumur agar (Bintang 1993). Kelompok sampel yang diuji adalah kelompok sampel segar tanpa melalui proses otoklaf dan kelompok sampel yang diotoklaf.

Filtrat bunga teleng didapat dari air perasan bunga yang disaring menggunakan kertas

saring kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 50 0C. Filtratnya digunakan untuk penentuan kadar hambat tumbuh minimal (KHTM) dan penentuan koefisien fenol. Pembuatan Media Cair Nutrient Broth (NB)

Tiga gram beef exctract, 5 gram bacto pepton, 5 gram NaCl dilarutkan dalam 1 liter aquades dan dipanaskan sambil diaduk dengan magnetic stirer

sampai homogen. Lalu dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer dan ditutup dengan kapas dan alumunium foil. Kemudian di sterilisasi dengan otoklaf pada tekanan 2 atm, suhu 121 0C selama 20 menit. Pembuatan Media Padat Pepton Yeast

Glucose (PYG)

Sepuluh gram Yeast exctract, 10 gram bacto pepton, 20 gram glukosa dan 10 gram bacto agar

dilarutkan dalam 1 liter aquades dan dipanaskan sambil diaduk dengan magnetic stirer sampai homogen. Lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditutup dengan kapas dan alumunium foil. Kemudian di sterilisasi dengan otoklaf pada tekanan 2 atm, suhu 121 0C selama 15 menit. Regenerasi Bakteri

Bakteri yang akan digunakan harus diregenerasi terlebih dahulu sebelum dipakai untuk uji antibakteri yaitu dengan menggoreskan biakan dari stok bakteri ke agar miring yang masih baru. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37

0

C selama 24 jam. Biakan tersebut merupakan aktivitas awal dari stok bakteri yang telah disimpan pada 4-5 0C dari biakan tersebut diambil 1 mata ose dan diinokulasikan ke tabung reaksi yang berisi 10 mL media cair steril. Preparat tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 37 0C selama 24 jam dalam inkubator goyang (shaker). Uji Aktivitas Antibakteri Metode Sumur Agar (Bintang 1993)

Biakan bakteri uji ditanam satu ose pada 10 mL media cair kemudian diinkubasi sambil dikocok pada suhu 37 0C selama 24 jam. Kemudian dari biakan tersebut diambil 50 μL dan

dicampurkan kedalam media agar PYG suhu 45

0

C. Campuran tersebut didiamkam hingga memadat, lalu dibuat lubang dengan diameter 5.5 mm, kemudian kedalam lubang tersebut dimasukkan filtrat teleng sebanyak 50 μL, lubang

lainnya ditetesi 50 μL kloramfenikol 0.5%, dan

50 μL ampisilin 0.5% sebagai kontrol positif.

Selanjutnya biakan tersebut diinkubasi pada suhu 37 0C selama 24 jam. Zona bening yang terbentuk di sekeliling lubang diukur dengan menggunakan jangka sorong (Lampiran 1).


(7)

6

[ ]

[ ]

F

S

Kf

=

Penentuan Kadar Hambat Tumbuh Minimal (KHTM) Metode David Stout (1971)

Filtrat teleng disiapkan dengan berbagai konsentrasi 5, 25, 50, 125, dan 500 mg/mL. Masing-masing filtrat teleng dengan berbagai konsentrasi tersebut dimasukkan ke dalam lubang media agar PYG yg telah diinokulasi bakteri uji sebanyak 50 μL selanjutnya

diinkubasi pada suhu 37 0C selama 24 jam. Aktivitas antibakteri diperoleh dengan mengukur zona hambat yaitu Zona bening yang terbentuk disekitar lubang yang menunjukkan bakteri tidak dapat tumbuh di sekitar lubang tempat pemberian filtrat. Zona bening yang terbentuk di sekeliling lubang tersebut diukur dengan menggunakan jangka sorong. Zona hambat yang terkecil menunjukkan aktivitas antibakteri yang terendah sedangkan zona hambat yang besar menunjukkan aktivitas antibakteri yang semakin besar (Lampiran 2). Penentuan Koefisien Fenol

Metode ini digunakan untuk mengetahui daya bunuh bakteri filtrat bunga teleng terhadap bakteri uji Staph. aureus

dibandingkan dengan daya bunuh fenol selama 10 menit masa kontak bakteri uji (Varley dan Redish 1936).

Biakan bakteri Staph. aureus ditanam satu ose pada 10 mL media cair kemudian diinkubasi sambil dikocok pada suhu 37 0C selama 24 jam. Kemudian dari biakan tersebut diambil 0.5 mL dan dicampurkan ke dalam berbagai variasi konsentrasi fenol dan variasi konsentrasi filtrat bunga sebanyak 5 mL. Lima menit kemudian secara aseptis dilakukan inokulasi satu ose dari masing-masing konsentrasi ke dalam tabung-tabung berisi media cair. hal yang sama dilakukan lima menit berikutnya. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37 0C selama 48 jam. Pengamatan dilakukan secara visual untuk membandingkan adanya pertumbuhan bakteri pada berbagai variasi konsentrasi fenol dan filtrat bunga tersebut (Lampiran 3). Koefisien fenol ditentukan dengan persamaan:

Keterangan :

Kf = Koefisien fenol

[S] = Konsentrasi sampel yang membunuh

Stap. aureus pada 10 menit masa kontak. [F] = Konsentrasi fenol yang membunuh Stap.

aureus pada 10 menit masa kontak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktivitas Antibakteri Air Perasan Bunga Teleng

Uji potensi antibakteri air perasan bunga teleng dengan menggunakan metode Sumur agar bertujuan untuk mengetahui perbedaan daya antibakteri kelompok sampel segar tanpa melalui proses otoklaf dan kelompok sampel yang diotoklaf. Sedangkan tujuan dari otoklaf tersebut adalah memastikan sampel air perasan bunga tersebut steril.

Hasil pengukuran zona hambat air perasan bunga yang diotoklaf atau tanpa otoklaf, kloramfenikol 0.5%, dan amphisilin 0.5% terhadap bakteri uji Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Bacillus substilis dan

Escherichia coli ditunjukkan pada tabel Lampiran 7 dan disajikan dalam grafik pada Gambar 6.

Hasil pengamatan dan pengukuran diameter zona bening yang terbentuk disekitar lubang menunjukkan bahwa daya hambat perasan bunga teleng segar bervariasi terhadap bakteri uji. Aktivitas hambat bakteri yang terbesar adalah pada

B. substilis sebesar 11.93 mm, dikuti oleh E. coli

sebesar 10.00 mm, P. aeruginosa sebesar 4.92 mm, dan pada Staph. aureus tidak menunjukkan daya hambat sama sekali, namun menunjukkan zona hambat terbesar pada Antibakteri kloramfenikol 0.5% yaitu sebesar 24.70 mm. Ini menunjukkan bahwa Staph. aureus paling sensitif terhadap kloramfenikol 0.5% bekerja sebagai inhibitor sintesa protein pada ribosom 50S bakteri. kesensitifan tersebut disebabkan oleh karakter komposisi lipid pada dinding sel Staph. aureus

yang lebih rendah. karakter tersebut umum ditemukan pada dinding sel bakteri Gram positif lainnya.

Aktivitas hambat antibakteri air perasan bunga teleng dapat dinilai menurut Davis dan Stout yaitu: kuat terhadap B. substilis, sedang terhadap E. Coli, lemah terhadap P. aeruginosa, dan tidak memiliki aktivitas hambat terhadap Staph. aureus.

Aktivitas hambat kloramfenikol 0.5% terhadap

B. substilis, E. coli dan P. aeruginosa berturut-turut adalah: 18.53, 17.33, dan 10.47 mm. Sedangkan Aktivitas hambat amphisilin 0.5% terhadap B. substilis, E. Coli, P. aeruginosa dan Staph. aureus

berturut-turut adalah: 34.40, 31.30, 14.90 dan 27.73 mm. Hal ini menunjukkan bahwa B. substilis

paling sensitif terhadap amphisilin 0.5%. Nilai aktivitas hambat kloramfenikol 0.5% menurut Davis Stout yaitu: sangat kuat terhadap B. substilis,

dan Staph. aureus, kuat terhadap E. Coli, dan sedang terhadap P. aeruginosa. Sedangkan nilai aktivitas hambat amphisilin 0.5% yaitu: sangat


(8)

6

[ ]

[ ]

F

S

Kf

=

Penentuan Kadar Hambat Tumbuh Minimal (KHTM) Metode David Stout (1971)

Filtrat teleng disiapkan dengan berbagai konsentrasi 5, 25, 50, 125, dan 500 mg/mL. Masing-masing filtrat teleng dengan berbagai konsentrasi tersebut dimasukkan ke dalam lubang media agar PYG yg telah diinokulasi bakteri uji sebanyak 50 μL selanjutnya

diinkubasi pada suhu 37 0C selama 24 jam. Aktivitas antibakteri diperoleh dengan mengukur zona hambat yaitu Zona bening yang terbentuk disekitar lubang yang menunjukkan bakteri tidak dapat tumbuh di sekitar lubang tempat pemberian filtrat. Zona bening yang terbentuk di sekeliling lubang tersebut diukur dengan menggunakan jangka sorong. Zona hambat yang terkecil menunjukkan aktivitas antibakteri yang terendah sedangkan zona hambat yang besar menunjukkan aktivitas antibakteri yang semakin besar (Lampiran 2). Penentuan Koefisien Fenol

Metode ini digunakan untuk mengetahui daya bunuh bakteri filtrat bunga teleng terhadap bakteri uji Staph. aureus

dibandingkan dengan daya bunuh fenol selama 10 menit masa kontak bakteri uji (Varley dan Redish 1936).

Biakan bakteri Staph. aureus ditanam satu ose pada 10 mL media cair kemudian diinkubasi sambil dikocok pada suhu 37 0C selama 24 jam. Kemudian dari biakan tersebut diambil 0.5 mL dan dicampurkan ke dalam berbagai variasi konsentrasi fenol dan variasi konsentrasi filtrat bunga sebanyak 5 mL. Lima menit kemudian secara aseptis dilakukan inokulasi satu ose dari masing-masing konsentrasi ke dalam tabung-tabung berisi media cair. hal yang sama dilakukan lima menit berikutnya. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37 0C selama 48 jam. Pengamatan dilakukan secara visual untuk membandingkan adanya pertumbuhan bakteri pada berbagai variasi konsentrasi fenol dan filtrat bunga tersebut (Lampiran 3). Koefisien fenol ditentukan dengan persamaan:

Keterangan :

Kf = Koefisien fenol

[S] = Konsentrasi sampel yang membunuh

Stap. aureus pada 10 menit masa kontak. [F] = Konsentrasi fenol yang membunuh Stap.

aureus pada 10 menit masa kontak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktivitas Antibakteri Air Perasan Bunga Teleng

Uji potensi antibakteri air perasan bunga teleng dengan menggunakan metode Sumur agar bertujuan untuk mengetahui perbedaan daya antibakteri kelompok sampel segar tanpa melalui proses otoklaf dan kelompok sampel yang diotoklaf. Sedangkan tujuan dari otoklaf tersebut adalah memastikan sampel air perasan bunga tersebut steril.

Hasil pengukuran zona hambat air perasan bunga yang diotoklaf atau tanpa otoklaf, kloramfenikol 0.5%, dan amphisilin 0.5% terhadap bakteri uji Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Bacillus substilis dan

Escherichia coli ditunjukkan pada tabel Lampiran 7 dan disajikan dalam grafik pada Gambar 6.

Hasil pengamatan dan pengukuran diameter zona bening yang terbentuk disekitar lubang menunjukkan bahwa daya hambat perasan bunga teleng segar bervariasi terhadap bakteri uji. Aktivitas hambat bakteri yang terbesar adalah pada

B. substilis sebesar 11.93 mm, dikuti oleh E. coli

sebesar 10.00 mm, P. aeruginosa sebesar 4.92 mm, dan pada Staph. aureus tidak menunjukkan daya hambat sama sekali, namun menunjukkan zona hambat terbesar pada Antibakteri kloramfenikol 0.5% yaitu sebesar 24.70 mm. Ini menunjukkan bahwa Staph. aureus paling sensitif terhadap kloramfenikol 0.5% bekerja sebagai inhibitor sintesa protein pada ribosom 50S bakteri. kesensitifan tersebut disebabkan oleh karakter komposisi lipid pada dinding sel Staph. aureus

yang lebih rendah. karakter tersebut umum ditemukan pada dinding sel bakteri Gram positif lainnya.

Aktivitas hambat antibakteri air perasan bunga teleng dapat dinilai menurut Davis dan Stout yaitu: kuat terhadap B. substilis, sedang terhadap E. Coli, lemah terhadap P. aeruginosa, dan tidak memiliki aktivitas hambat terhadap Staph. aureus.

Aktivitas hambat kloramfenikol 0.5% terhadap

B. substilis, E. coli dan P. aeruginosa berturut-turut adalah: 18.53, 17.33, dan 10.47 mm. Sedangkan Aktivitas hambat amphisilin 0.5% terhadap B. substilis, E. Coli, P. aeruginosa dan Staph. aureus

berturut-turut adalah: 34.40, 31.30, 14.90 dan 27.73 mm. Hal ini menunjukkan bahwa B. substilis

paling sensitif terhadap amphisilin 0.5%. Nilai aktivitas hambat kloramfenikol 0.5% menurut Davis Stout yaitu: sangat kuat terhadap B. substilis,

dan Staph. aureus, kuat terhadap E. Coli, dan sedang terhadap P. aeruginosa. Sedangkan nilai aktivitas hambat amphisilin 0.5% yaitu: sangat


(9)

7

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00

B. subtilis E. coli P. aeruginosa S. aureus

Filtrat Otoklaf Filtrat Segar Kloramfenikol 0,5% Amphisilin 0,5%

kuat terhadap B. substilis, E. Coli, Staph. aureus

dan kuat terhadap P. aeruginosa.

Gambar 6 Aktivitas antibakteri filtrat bunga teleng dibandingkan dengan amphisilin dan kloramfenikol. Kelompok sampel teleng yang melewati proses otoklaf pada tekanan 2 atm suhu 121 0C selama 15 menit tidak menunjukkan aktivitas antibakteri sama sekali. Hal ini dapat disebabkan oleh rusaknya senyawa antibakteri oleh pemanasan selama proses otoklaf.

Hasil penelitian Osborn et al (1995) menunjukkan bahwa isolat senyawa peptida dari ekstrak biji teleng memiliki aktivitas antibakteri terhadap empat bakteri Gram positif (B. substilis, M. luteus, Staph. aureus, dan Strep. faecalis) dan 2 bakteri Gram negatif (E. coli dan

P. vulgaris) dan delapan jenis fungi (Botyris cinerea, Cladosporium sphaerospermum, Fusarium culmorum, Leptoshaeria maculans, Penicillium digitatum, Trichoderma viridae, Septoria tritici, dan Vertidilium albo-atrum ).

Aktivitas antibakteri dan antifungi isolat senyawa peptida dari ekstrak biji teleng optimum pada suhu 30 0C dan semakin menurun aktivitasnya seiring dengan pengaruh peningkatan temperatur lingkungan. Penelitian Osborn et al

(1995) mendasari alasan bahwa proses pemanasan selama otoklaf dapat mendenaturasi senyawa antibakteri yang tergolong senyawa peptida tersebut. Hal ini mendukung hasil pengujian sampel teleng kelompok otoklaf yang tidak menunjukkan aktivitas antibakteri sama sekali.

Penentuan Kadar Hambat Tumbuh Minimal (KHTM)

Penentuan KHTM dilakukan setelah diperoleh data bahwa filtrat teleng memiliki aktivitas antibakteri. Penentuannya dilakukan dengan cara menentukan konsentrasi minimal yang dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan bakteri uji (Davis dan Stout 1971).

Filtrat teleng dibuat dengan berbagai konsentrasi yaitu: 5, 25, 50, 125, dan 500

mg/mL. Variasi konsentrasi filtrat tersebut kemudian diuji cobakan pada biakan empat bakteri uji yaitu: Staph. aureus, P. aeruginosa, B. substilis dan E. coli. Hasil pengukuran zona hambat dari variasi konsentrasi yang digunakan terhadap empat bakteri uji tersebut dapat dilihat pada Lampiran 6. Data ini disajikan dalam grafik pengaruh konsentrasi filtrat bunga teleng terhadap aktivitas antibakteri pada Gambar 7.

Daya hambat masing-masing konsentrasi filtrat bunga terlihat berbeda pada masing-masing bakteri uji. Dari Gambar 7 terlihat bahwa konsentrasi 50 mg/mL merupakan konsentrasi terkecil yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri: B. substilis, E. coli, dan P. aeruginosa

dengan diameter zona hambat berturut-turut 4.83, 3.17, dan 2.17 mm, sedangkan konsentrasi terkecil yang dapat menghambat bakteri Staph. aureus sebesar 125 mg/mL dengan diameter zona hambat sebesar 2.83 mm.

Daya antibakteri konsentrasi hambat tumbuh minimum bunga teleng dapat dinilai lemah menurut Davis Stout (1971) terhadap B. substilis, E. Coli, P. aeruginosa, dan Staph. aureus karena menunjukkan diameter zona hambat yang kurang dari 5 mm.

Data KHTM menunjukkan bahwa B. subtilis

lebih sensitif daripada Staph. aureus meski keduanya termasuk bakteri gram positif namun bakteri ini memiliki keunikan dan kemampuan yang berbeda dalam pertahanan hidupnya. Staph. aureus memiliki mikrokapsul pelindung dinding sel dan memiliki enzim FAME (fatty acid modifying enzyme) yang dapat memodifikasi lipid antibakteri. Kondisi ini membuat Staph. aureus

memiliki kemampuan resistensi terhadap antibiotik dan antibakteri yang lebih baik dibanding bakteri lain (Todar 2004).

Data KHTM menunjukkan bahwa E. coli

lebih sensitif daripada P. aeruginosa meski keduanya merupakan bakteri Gram-negatif, bedanya P. aeruginosa bersifat motil dengan satu flagella dan memiliki kemampuan toleransi yang lebih tinggi daripada E. coli

terhadap berbagai kondisi fisik, termasuk temperatur, konsentrasi garam yang tinggi dan kondisi lingkungan yang miskin nutrisi. P. aeruginosa secara alami juga memiliki resistensi terhadap antibiotik dan antibakteri karena mengandung plasmid penyandi resistensi yang dapat ditransfer melalui proses transduksi dan konjugasi. Kondisi ini membuat

P. aeruginosa lebih resisten terhadap antibiotik dan antibakteri dibanding E. coli (Todar 2004).


(10)

8

0 5 10 15 20 25 30 D ia m e te r Z o n a B e n in g ( m m )

5 25 50 125 250 500

Konsentrasi Filtrat (mg/ml)

P.aeruginosa S.aureus E.coli B.substilis

Metode ini digunakan untuk mengetahui daya bunuh bakteri filtrat bunga teleng terhadap bakteri uji Staph. aureus

dibandingkan dengan daya bunuh fenol selama 10 menit masa kontak bakteri uji (Varley dan Redish 1936).

Hasil pengamatan visual untuk membandingkan adanya pertumbuhan bakteri pada berbagai variasi konsentrasi fenol dan filtrat bunga dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi Fenol 5% bersifat antiseptik terhadap Staph. aureus pada 10 menit masa kontak. Mekanisme kerja senyawa fenol sebagai antiseptik yaitu merusak dan menembus dinding sel bakteri, kemudian mengendapkan protein sel mikroba sehingga merupakan racun bagi protoplasma (Varley dan Redish 1936).

Sedangkan filtrat bunga teleng tidak bersifat antiseptik terhadap Staph. aureus

pada 10 menit masa kontak bahkan pada konsentrasi maksimum pada penentuan KHTM yaitu 50%. Hal ini membuktikan bahwa filtrat bunga teleng tidak memiliki daya antiseptik.

Gambar 7 Pengaruh konsentrasi bubuk bunga teleng terhadap aktivitas antibakteri.

Tabel 4 Hasil penentuan koefisien fenol Bahan Uji 5 menit 10 menit

Fenol 5% + -

Fenol 3.5% + +

Fenol 2% + +

Filtrat bunga 50% + + Filtrat bunga 25% + + Keterangan:

+ : Terdapat pertumbuhan Staph. aureus

berupa selaput putih.

- : Tidak ada pertumbuhan Staph. aureus, tidak tebentuk selaput putih.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Filtrat bunga teleng memiliki aktivitas hambat tumbuh terhadap empat bakteri uji yaitu:

Staph. aureus, P. aeruginosa, B.substilis dan E. coli tetapi tidak memiliki daya antiseptik.

Konsentrasi 50 mg/mL merupakan konsentrasi terkecil filtrat teleng yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri: B. substilis, E. coli, dan P. aeruginosa dengan diameter zona hambat berturut-turut 4.83, 3.17, dan 2.17 mm. Sedangkan konsentrasi terkecil yang dapat menghambat bakteri Staph. aureus sebesar 125 mg/mL dengan diameter zona hambat sebesar 2.83 mm.

Saran

Perlu penelitian lanjutan mengenai isolasi, karakterisasi komponen aktif fitokimia bunga teleng serta toksisitasnya dengan menentukan LC 50.

DAFTAR PUSTAKA

Bucharan RE, Gibbons NE. 1974. Burgeys Manual of Determinative Bacteriology. 8th ed. Baltimore: Willian and Wilkins. Bintang M. 1993. Studi antimikroba dari

Streptococcus lactis BCC2259. [disertasi]. Bandung. Program Doktor. ITB.

BPS. 2003. Statistic Kesejahteraan Rakyat (Welfare Statistics). Jakarta: Biro Pusat Statistik.

Davis WW, Stout TR. 1971. Disc plate method of microbiological antibiotic assay: I. factors influencing variability and error 1.

Appl Microbiol; 22 (4) : 659-665. Herman. 2005. Pengetahuan, sikap dan perilaku

pengguna tanaman obat di Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. [skripsi]. Bogor. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian IPB. Hutapea JR, dkk. 1991. Inventaris Tanaman

Obat. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Depkes.


(11)

AKTIVITAS ANTIBAKTERI FILTRAT BUNGA TELENG

(

Clitoria ternatea

L.) TERHADAP BAKTERI PENYEBAB

KONJUNGTIVITIS

FATKUR ROKHMAN

PROGRAM STUDI BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(12)

8

0 5 10 15 20 25 30 D ia m e te r Z o n a B e n in g ( m m )

5 25 50 125 250 500

Konsentrasi Filtrat (mg/ml)

P.aeruginosa S.aureus E.coli B.substilis

Metode ini digunakan untuk mengetahui daya bunuh bakteri filtrat bunga teleng terhadap bakteri uji Staph. aureus

dibandingkan dengan daya bunuh fenol selama 10 menit masa kontak bakteri uji (Varley dan Redish 1936).

Hasil pengamatan visual untuk membandingkan adanya pertumbuhan bakteri pada berbagai variasi konsentrasi fenol dan filtrat bunga dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi Fenol 5% bersifat antiseptik terhadap Staph. aureus pada 10 menit masa kontak. Mekanisme kerja senyawa fenol sebagai antiseptik yaitu merusak dan menembus dinding sel bakteri, kemudian mengendapkan protein sel mikroba sehingga merupakan racun bagi protoplasma (Varley dan Redish 1936).

Sedangkan filtrat bunga teleng tidak bersifat antiseptik terhadap Staph. aureus

pada 10 menit masa kontak bahkan pada konsentrasi maksimum pada penentuan KHTM yaitu 50%. Hal ini membuktikan bahwa filtrat bunga teleng tidak memiliki daya antiseptik.

Gambar 7 Pengaruh konsentrasi bubuk bunga teleng terhadap aktivitas antibakteri.

Tabel 4 Hasil penentuan koefisien fenol Bahan Uji 5 menit 10 menit

Fenol 5% + -

Fenol 3.5% + +

Fenol 2% + +

Filtrat bunga 50% + + Filtrat bunga 25% + + Keterangan:

+ : Terdapat pertumbuhan Staph. aureus

berupa selaput putih.

- : Tidak ada pertumbuhan Staph. aureus, tidak tebentuk selaput putih.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Filtrat bunga teleng memiliki aktivitas hambat tumbuh terhadap empat bakteri uji yaitu:

Staph. aureus, P. aeruginosa, B.substilis dan E. coli tetapi tidak memiliki daya antiseptik.

Konsentrasi 50 mg/mL merupakan konsentrasi terkecil filtrat teleng yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri: B. substilis, E. coli, dan P. aeruginosa dengan diameter zona hambat berturut-turut 4.83, 3.17, dan 2.17 mm. Sedangkan konsentrasi terkecil yang dapat menghambat bakteri Staph. aureus sebesar 125 mg/mL dengan diameter zona hambat sebesar 2.83 mm.

Saran

Perlu penelitian lanjutan mengenai isolasi, karakterisasi komponen aktif fitokimia bunga teleng serta toksisitasnya dengan menentukan LC 50.

DAFTAR PUSTAKA

Bucharan RE, Gibbons NE. 1974. Burgeys Manual of Determinative Bacteriology. 8th ed. Baltimore: Willian and Wilkins. Bintang M. 1993. Studi antimikroba dari

Streptococcus lactis BCC2259. [disertasi]. Bandung. Program Doktor. ITB.

BPS. 2003. Statistic Kesejahteraan Rakyat (Welfare Statistics). Jakarta: Biro Pusat Statistik.

Davis WW, Stout TR. 1971. Disc plate method of microbiological antibiotic assay: I. factors influencing variability and error 1.

Appl Microbiol; 22 (4) : 659-665. Herman. 2005. Pengetahuan, sikap dan perilaku

pengguna tanaman obat di Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. [skripsi]. Bogor. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian IPB. Hutapea JR, dkk. 1991. Inventaris Tanaman

Obat. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Depkes.


(13)

9

James CG, Sherman N. 1983. Microbiology a Laboratory Manual. New York: Addison-Wesley Publishing Company.

Kazuma K, et al. 2003. Flavonoid composition related to petal color in different lines of

Clitoria ternatea. Phytochemistry; 64 : 1133-1139.

Kazuma K, et al. 2003. Malonilated flavonol glycosides from the petals of Clitoria ternatea. Phytochemistry; 62 : 229-237. Lukman AAS. 1984. Pengaruh bubuk rimpang

kunyit (Curcuma domestika) dan bubuk residu filtratnya terhadap pertumbuhan beberapa bakteri gram positif. [skripsi]. Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Malabodi RB, Nataraja K. 2001. Shoot regeneration in leaf explants of clitoria ternatea l. cultured in vitro. Phytomorphology; 51 : 169-171.

Michael SG, Kalamani A. 2003. Butterfly pea (Clitoria ternatea): a nutritive multipurpose forage legume for the tropics - an overview. Pakistan Journal of Nutrition; 2 (6) : 374-379.

Myllyniemi AL. 2004. Development of microbiological methods for the detection and identification of antimicrobial residues in meat. [dissertation]. Helsinki. Departement of Food and Environmental Hygiene Faculty of Veterinary Medicine University of Helsinki.

Osborn RW, et al. 1995. Isolation and Characterisation of Plant Defensins From Seed of Asteraceae, Fabaceae, Hippocastanaceae and Saxifragaceae.

FEBS Letters; 368 : 257-262.

Todar K. 2004. Todar’s Online Textbook of Bacteriology. Madison: University of Wisconsin-Madison.

Varley JC. and Reddish GF. The phenol coefficient as a measure of the practical value of disinfectants. Appl Microbiol; 22 (4) : 215-225.

Wijakusuma H, dkk. 1995. Tanaman Berkhasiat Obat Indonesia. Jakarta: Pustaka Kartini.


(14)

AKTIVITAS ANTIBAKTERI FILTRAT BUNGA TELENG

(

Clitoria ternatea

L.) TERHADAP BAKTERI PENYEBAB

KONJUNGTIVITIS

FATKUR ROKHMAN

PROGRAM STUDI BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(15)

ABSTRAK

FATKUR ROKHMAN

.

Aktivitas Antibakteri Filtrat Mahkota Bunga

Teleng (

Clitoria ternatea

L.) Terhadap Bakteri Penyebab Konjungtivitis.

Dibimbing oleh HASIM dan A. E. ZAINAL HASAN.

Teleng merupakan tanaman polong multiguna karena selain untuk hiasan

tanaman ini mengandung senyawa bioaktif yang berguna untuk pengobatan. Akar

teleng diduga berkhasiat sebagai tonikum otak yang sangat baik dan bunga teleng

berguna untuk mengatasi infeksi mata dan tenggorokkan, penyakit kulit, gangguan

urinaria,

ulcer

dan keperluan anti racun.

Penelitian ini bertujuan menguji aktivitas antibakteri filtrat mahkota bunga

teleng terhadap bakteri uji:

Staphylococcus aureus

,

Pseudomonas aeruginosa,

Escherichia coli,

dan

Bacillus substilis.

Prosedur penelitian ini adalah metode

sumur agar, penentuan kadar hambat tumbuh minimal, dan uji koefisien fenol.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa filtrat bunga

teleng memiliki aktivitas

hambat tumbuh terhadap empat bakteri uji yaitu:

Staph. aureus, P. aeruginosa, B.

substilis

dan

E. coli

. Konsentrasi hambat tumbuh minimal sebesar 50 mg/mL

untuk menghambat bakteri

B. substilis

,

E. coli

, dan

P. aeruginosa

dan 125 mg/mL

untuk menghambat bakteri

Staph. aureus

. Uji koefisien fenol menunjukkan bahwa

filtrat bunga

teleng tidak memiliki aktivitas antiseptik terhadap

Staph. aureus

.


(16)

ABSTRACT

FATKUR ROKHMAN. Antibacteria Activity of

Clitoria ternatea

L. Petal

Filtrate to Bacteria that Commonly Cause Conjunctivitis. Under the direction of

HASIM and A. E. ZAINAL HASAN.

Butterfly pea (

Clitoria ternatea

L.) is a multi-purpose forage legume. It

provides bioactive compounds for medicinal use and it is also an ornamental plant

and cover crop. The plant is considered as a good brain tonic and is useful for

throat and eye infections, skin diseases, urinary troubles, ulcer and antidotal

properties.

This research is conducted to test antibacteria activity of

Clitoria ternatea

petal filtrate for standard bacteria such as:

Staphylococcus aureus

,

Pseudomonas

aeruginosa,

Escherichia coli,

and

Bacillus substilis.

Procedural method for this

project are well agar method, Minimum Inhibition Concentration (MIC) method,

and Phenol coefficient test.

The result is

Clitoria ternatea

petal filtrate has antibacterial activity to

Staph. aureus, P. aeruginosa,

E. coli,

and

B. substilis.

Minimum inhibition

concentration is 50 mg/mL for

P. aeruginosa,

E. coli,

and

B. substilis

and 125

mg/mL for

Staph. aureus

. This antibacterial activity are less effective than

Chloramphenicol and Amphisillin. Phenol coefficient test prove that

Clitoria

ternatea

petal filtrate has no antiseptic activity to

Staph. aureus

. This conclusions

are based on in vitro testing only.


(17)

AKTIVITAS ANTIBAKTERI FILTRAT BUNGA TELENG

(

Clitoria ternatea

L.) TERHADAP BAKTERI PENYEBAB

KONJUNGTIVITIS

FATKUR ROKHMAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Program Studi Biokimia

PROGRAM STUDI BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(18)

Judul skripsi : Aktivitas Antibakteri Filtrat Bunga Teleng (

Clitoria ternatea

L.

)

Terhadap Bakteri Penyebab Konjungtivitis.

Nama

: Fatkur Rokhman

NIM

: G08400005

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. drh. Hasim DEA

Ir. A. E. Zainal Hasan, MSi

Ketua

Anggota

Diketahui

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS.

NIP 131 473 999


(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 3 September 1982 dari bapak

Giman Kamadi dan ibu Srikapin. Penulis merupakan putra kelima dari lima

bersaudara.

Tahun 2000 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Ponorogo dan pada tahun

yang sama terdaftar sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur

Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Studi Biokimia, Departemen

Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah mengikuti Praktik Kerja

Lapang (PKL) di Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri, pada tahun 2004.


(20)

KATA PENGANTAR

Tiada kata terindah selain syukur atas segala apa yang dilimpahkan Allah

SWT

atas berkat yang telah dicurahkan-Nya untuk menyelesaikan laporan ini,

terutama atas semangat untuk bertahan hidup yang masih diberikan sehingga

segala fase suka dan duka dalam hidup ini dapat dilewati dengan penuh hikmah.

Salawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad

SAW, saudaranya, sahabatnya, dan seluruh umatnya sepanjang zaman yang

istiqomah menteladani ajaran beliau.

Laporan ini disusun atas hasil penelitian yang dilaksanakan sejak bulan

Maret 2005 sampai Maret 2006 di laboratorium fermentasi Biokimia IPB. Penulis

menyampaikan banyak terimakasih kepada: Dr. drh. Hasim DEA dan Ir. A. E.

Zainal Hasan, Msi selaku pembimbing. Koordinator Program Studi Biokimia drh.

Sulistiyani, MSc. Ph.D beserta seluruh staf. Bapak, Ibu, Kakak-kakakku yang

senantiasa mengiringi dengan doa di samping bantuan moral maupun materil.

Sahabat di asrama IPB Ekasari, asrama IPB Sukasari, asrama IPB Felicia dan

perkumpulan SALAM yang terus memotivasi sehingga laporan ini terselesaikan,

tidak lupa atas jasa baik dan sumber inspirasi dari Eyang Rana (Paraji desa

Sukajadi Bogor) dan Kohei Kazuma (Divisi Teknologi Sel Tumbuhan, Aomori

Green BioCenter Jepang), juga semua pihak yang telah banyak membantu

penyusunan laporan ini, semoga amal baik mereka semua selalu dilimpahi

keberkahan oleh Allah SWT.

Semoga laporan ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2007


(21)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA

Teleng ... 1

Antibakteri ... 2

Bakteri ... 4

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan... 5

Metode Penelitian ... ... 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktivitas Antibakteri Air Perasan Bunga Teleng ... 6

Penentuan Kadar Hambat Tumbuh Minimal (KHTM) ... 7

Penentuan Koefisien Fenol ... 7

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ... 8

Saran ... 8

DAFTAR PUSTAKA ... 8


(22)

DAFTAR TABEL

Halaman

1

Kadar senyawa aktif mahkota bunga teleng galur liar ...

2

2

Flavonol glikosida yang diisolasi dari mahkota bunga teleng galur liar ....

2

3

Antosianin yang diisolasi dari mahkota bunga teleng galur liar ...

3

4

Hasil penentuan koefisien fenol ...

8

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1

Bunga teleng ...

1

2

Struktur flavonol glikosida ...

2

3

Struktur antosianin ...

3

4

Struktur kloramfenikol ...

3

5

Struktur ampisilin ...

4

6

Aktivitas antibakteri filtrat bunga teleng dibandingkan dengan amphisilin

dan kloramfenikol ... 7

7

Pengaruh konsentrasi bubuk bunga teleng terhadap aktivitas antibakteri .. 8


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1

Tahapan penelitian ... 11

2

Prosedur uji aktivitas antibakteri metode sumur agar ... 11

3

Prosedur penentuan koefisien fenol ... 12

4

Analisis antibakteri kloramfenikol 0.5% ... 12

5

Analisis antibakteri air perasan bunga teleng segar ... 12

6

Aktivitas antibakteri filtrat bunga teleng kelompok segar dengan

menggunakan metode sumur agar ... 13

7

Aktivitas antibakteri filtrat bunga teleng kelompok otoklaf dengan

menggunakan metode sumur agar... 13

8

Aktivitas antibakteri kloramfenikol 0.5% dengan menggunakan metode

sumur agar ... 13

9

Aktivitas antibakteri ampisilin 0.5% dengan menggunakan metode

sumur

agar ... 13

10

Aktivitas antibakteri bubuk bunga teleng terhadap

B. substilis

dan

E. coli

pada penentuan KHTM ... 14

11

Aktivitas antibakteri bubuk bunga teleng terhadap

P. aeruginosa

dan

Staph.

aureus

pada penentuan KHTM ... 14

12

Hasil pengamatan pada penentuan koefisien fenol ... 14


(24)

PENDAHULUAN

Pemanfaatan tanaman obat menurut data dari survey sosial dan ekonomi nasional (2003) menunjukkan bahwa persentase penduduk sakit di pedesaan Provinsi Jawa Barat yang melakukan pengobatan sendiri sebanyak 29.65% menggunakan obat tradisional. Sebanyak 55.1% keluarga pedesaan di Jawa Barat tepatnya di Kabupaten Bogor di Kecamatan Tamansari Desa Sukajadi memiliki kebun tanaman obat sendiri (Herman 2005)

Salah satu koleksi yang menarik di Desa Sukajadi adalah koleksi tanaman bunga teleng yang merupakan tanaman multiguna karena hampir seluruh bagian tanaman dapat digunakan oleh masyarakat desa tersebut.

Khasiat tersebut telah dipercayai masyarakat Sukajadi secara turun-temurun. Sebagai contoh Rebusan akarnya bermanfaat untuk bersih darah, obat kepikunan, laksatif (pencahar isi perut), diuretik (peluruh air seni) dan perangsang muntah (Herman 2005). Kacangnya digunakan untuk melebatkan dan menghitamkan rambut. Daunnya bermanfaat untuk mempercepat pematangan bisul, obat batuk, sebagai lalap dan pakan ruminansia. Bunganya yang berwarna biru dapat digunakan untuk pewarna makanan. Bunganya yang direndam dalam air panas dapat diminum sebagai teh untuk mengurangkan sakit akibat sariawan (ulcer) mulut dan perawatan insomnia (susah tidur). Air rendaman bunganya dapat digunakan untuk obat tetes mata pada penderita mata merah atau konjungtivitis (Herman 2005) .

Belum banyak penelitian ilmiah yang mengeksplorasi khasiat bunga teleng sebagai obat konjungtivitis. Namun telah banyak bukti empiris mengenai pemanfaatan ekstrak air bunga teleng sebagai tetes mata penderita mata merah mulai dari bayi sampai orang dewasa. Untuk itu penelitian ini diarahkan untuk mengeksplorasi khasiat ilmiah antibakterinya, terutama terhadap bakteri penyebab konjungtivitis.

Hipotesis dari penelitian adalah ekstrak mahkota bunga teleng memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri penyebab konjungtivitis.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai khasiat mahkota bunga teleng sebagai antibakteri, terutama khasiatnya sebagai obat alternatif penyakit konjungtivitis.

TINJAUAN PUSTAKA

Teleng

Teleng tergolong tanaman polong-polongan yang banyak dikenali di berbagai suku dan daerah dengan nama yang berbeda-beda. Nama tanaman teleng untuk daerah Melayu adalah Kacang teleng, sedangkan di daerah Sunda dikenali dengan nama Kembang teleng atau Kembang klentit, di daerah Maluku dinamai Bunga biru, dan di kelantan Malaysia dinamai dengan nama Bunga nasi kerabu karena dapat digunakan untuk pewarna nasi kerabu menjadi biru.

Teleng berdasarkan taksonomi termasuk ke dalam kingdom Plantae, subkingdom Tracheobionta, divisi Spermatophyta, subdivisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, subkelas Rosidae, bangsa Fabales, suku Fabaceae, marga Clitoria, species Clitoria ternatea L (Michael dan Kalamani 2003).

Lokasi tumbuh yang sering dijumpai dan tumbuh subur yaitu di daerah basah, berpasir dengan ketinggian 700 meter di atas permukaan laut. Tanaman ini dapat tumbuh subur dalam medium yang agak lembab atau tanah yang mempunyai kandungan humus yang tinggi. Tanaman ini dapat membiak dengan cara stek batang atau biji. Tanaman teleng tergolong terna menahun karena pangkal tanamannya berkayu, batangnya merambat dengan pola membelit ke kiri. Tanaman rambat ini biasa digunakan sebagai tanaman penghias pagar. Bunganya yang berwarna biru keunguan akan mekar sepanjang tahun seperti terlihat pada Gambar 1 (Michael dan Kalamani 2003).

Tanaman teleng diduga berkhasiat sebagai tonikum otak yang sangat baik dan berguna untuk mengatasi infeksi mata dan tenggorokkan, penyakit kulit, gangguan urinaria, sariawan mulut atau ulcer dan keperluan anti racun (Malabodi dan Nataraja 2001).


(25)

2

Kacang teleng telah dipercayai turun-temurun berkhasiat untuk melebatkan dan menghitamkan rambut. Kacang teleng juga dapat mengilatkan rambut dan menyuburkan kulit kepala. Rebusan akar teleng bermanfaat untuk bersih darah, obat kepikunan, laksatif, diuretik dan perangsang muntah. Efek samping pemakaiannya kolik (keram perut), sedangkan efek over dosisnya adalah turunnya kesadaran disertai rasa gelisah dan kehilangan daya ingat (Malabodi dan Nataraja 2001).

Daunnya dapat dimakan sebagai lalap maupun pakan ruminansia, tumbukan daunnya bermanfaat untuk mempercepat pematangan bisul, bermanfaat sebagai obat batuk jika diformulasikan dengan bawang merah dan adas pulosari (Herman 2005).

Bunganya yang berwarna biru dapat digunakan untuk pewarna makanan. Bunganya direndam air panas dan diminum seperti teh untuk mengurangkan sakit akibat ulcer mulut dan perawatan insomnia. Menurut Herman (2005) air rendaman bunganya dapat digunakan untuk obat tetes mata pada penderita konjungtivitis.

Isolat antosianin dari bunga teleng memiliki aktivitas penghambatan agregasi trombosit darah dan relaksasi pembuluh darah otot polos. Isolat protein dari biji teleng memberikan aktivitas antifungal dan antimikrobial (Osborn

et al 1995).

Mahkota bunga teleng kaya dengan kandungan kimia yang sudah diketahui kadarnya (Tabel 1). Hasil penelitian Kazuma (2003) menunjukkan bahwa ekstrak mahkota bunga teleng mengandung 14 flavonol glikosida seperti terlihat pada Gambar 2 dan dijelaskan pada Tabel 2 serta 19 antosianin. Empat diantaranya delfinidin (Gambar 3) dan 15 lainnya berupa ternatin. Keterangan struktur delfinidin terdapat pada Tabel 3.

Antibakteri

Antibakteri adalah senyawa khas yang dihasilkan atau diturunkan oleh organisme hidup, termasuk struktur analognya dibuat sintetik yang dalam kadar rendah mampu menghambat proses penting dalam kehidupan satu atau lebih mikroorganisme (Myllyniemi 2004).

Tabel 1 Kadar senyawa aktif mahkota bunga teleng galur liar (Kazuma et al 2003) Senyawa Konsentrasi

(nmol/mg bunga) Flavonoid

Antosianin Flavonol glikosida Kaempferol glikosida Quersetin glikosida Mirisetin glikosida

20.07 ± 0.55 5.40 ± 0.23 14.66 ± 0.33 12.71 ± 0.46 1.92 ± 0.12 0.04 ± 0.01

Gambar 2 Struktur flavonol glikosida. Tabel 2 Flavonol glikosida yang diisolasi dari mahkota bunga teleng galur liar

No Senyawa R1 R2 R3 R4

1 Kaempferol

3-O-(200-O-a-ramnosil-600-O-malonil)-b-glukosida H H ramnosil malonil

2 Quersetin

3-O-(200-O-a-ramnosil-600-O-malonil)-b-glukosida OH H ramnosil malonil

3 Mirisetin 3-2G-ramnosilrutinosida OH OH ramnosil ramnosil 4 Quersetin 3-2G-ramnosilrutinosida OH H ramnosil ramnosil 5 Kaempferol 3-2G-ramnosilrutinosida H H ramnosil ramnosil 6 Kaempferol 3-neohesperidosida H H ramnosil H 7 Quersetin 3-neohesperidosida OH H ramnosil H 8 Mirisetin 3-neohesperidosida OH OH ramnosil H

9 Kaempferol 3-rutinosida H H H ramnosil

10 Quersetin 3-rutinosida OH H H ramnosil

11 Mirisetin 3-rutinosida OH OH H ramnosil

12 Kaempferol 3-glukosida H H H H

13 Quersetin 3-glukosida OH H H H


(26)

3

Berdasarkan cara kerjanya antibakteri dibedakan menjadi dua yaitu bakteriostatik dan bakteriosida. Antibakteri bakteriostatik bekerja menghambat perbanyakan populasi bakteri dan tidak mematikan, sedangkan bakterisida bekerja membunuh bakteri. bakteriostatik dapat bertindak sebagai bakteriosida dalam konsentrasi tinggi (Davis dan Stout 1971).

Kadar minimal yang dibutuhkan untuk menghambat bakteri atau membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai Kadar Hambat Tumbuh Minimal (KHTM) dan Kadar Bunuh Minimal (KBM). Menurut Davis dan Stout (1971) daya antibakteri berdasarkan diameter zona hambat terbagi: sangat kuat (zona hambat lebih dari 20 mm), kuat (zona hambat 10-20 mm), sedang (zona hambat 5-10 mm) dan lemah (zona hambat kurang dari 5 mm).

Myllyniemi (2004) membedakan antibakteri menjadi dua berdasarkan keefektifan kerjanya yaitu antibakteri berspektrum luas dan antibakteri berspektrum sempit. Antibakteri berspektrum luas bekerja efektif terhadap berbagai jenis bakteri sedangkan antibakteri berspektrum sempit hanya efektif terhadap bakteri tertentu. Lebih lanjut Lukman (1984) menjelaskan kinerja antibakteri antara lain sebagai berikut: merusak dinding sel, mengganggu permeabilitas membran sel, mendenaturasi protein sel, dan menghambat kerja enzim di dalam sel.

Kerja antibakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: konsentrasi zat antibakteri, jumlah spesies bakteri dan latar belakang kehidupan bakteri, resistensi, sifat fisik dan kimia substrat seperti pH lingkungan, jenis dan substrat zat terlarut.

Beberapa grup senyawa kimia utama yang bersifat antimikrob adalah: fenol dan senyawa fenolik, alkohol, halogen, logam berat dan senyawanya, zat warna, detergen, senyawa amonium kuartener, senyawa asam dan basa, dan gas khemosterilan (Myllyniemi 2004).

Pada penelitian ini digunakan antibakteri kloramfenikol dan ampisilin sebagai pembanding. Kloramfenikol bersumber dari

Streptomyces venezuelae. Strukturnya unik karena mengandung nitrobenzen dan derivat dari asam dikhloroasetat, memiliki dua pusat asimetrik C1 dan C2 sehingga memiliki 4 stereoisomer, tetapi yang aktif hanya D (-) threo (Gambar 4).

Kloramfenikol bersifat bakteriostatik berspektrum luas, bekerja sebagai inhibitor sintesa protein pada ribosom 50S bakteri. Efek sampingnya adalah anemia aplastik, sakit kepala, depresi ringan, bingung, reaksi hipersensitif terhadap obat ini meliputi demam, ruam, angioedema, dan anafilaksis (serangan alergi).

Ampisilin merupakan antibiotik turunan penisilin yang merupakan bakterisida berspektrum luas (Gambar 5). Cara kerjanya menghambat biosintesis peptidoglikan, sehingga sel kehilangan kekuatan dinding selnya. Hal ini dapat berdampak pada kematian sel mikroorganisme (Myllyniemi 2004).

Gambar 3 Struktur antosianin.

Gambar 4 Struktur kloramfenikol. Tabel 3 Antosianin yang diisolasi dari mahkota bunga teleng galur liar

No Senyawa R1 R2

1 Delfinidin 3-(200-ramnosil-600-malonil) glukosida ramnosil malonil 2 Delfinidin 3-(600-malonil) glukosida H malonil 3 Delfinidin 3-neohesperidosida ramnosil H

4 Delfinidin 3-glukosida H H

NO2

CHCl2

O C NH CH2OH CH


(27)

4

Gambar 5 Struktur ampisilin. Bakteri

Bakteri merupakan mikroorganisme prokariotik bersel satu dengan dinding sel, umumnya berkembang biak dengan membelah diri, berdiameter tak kurang dari 2-3 mikron, Berdasarkan sifat dan komponen dinding selnya bakteri dibedakan menjadi bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Bakteri Gram positif memiliki komposisi lipid pada dinding selnya lebih rendah sehingga lebih sensitif terhadap pewarnaan basa dibandingkan Gram negatif, sedangkan bakteri Gram negatif komposisi lipid pada dinding selnya lebih banyak, lebih tahan terhadap penisilin dan penghambatan oleh pewarna basa dibandingkan Gram positif (Myllyniemi 2004).

Pada penelitian ini dilakukan pengujian dengan menggunakan 4 bakteri uji yaitu : Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli

dan Bacillus substilis

.

Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus termasuk famili Micrococcaceae dan merupakan bakteri Gram positif, berbentuk kokus dengan diameter 0.7-0.9 μm, dapat hidup secara aerob dan anaerob

fakultatif, bersifat non motil dan tidak membentuk spora. Bakteri ini sering ditemukan pada makanan berprotein tinggi seperti telur dan sosis (Todar 2004)

Menurut Todar (2004) Staph. aureus adalah kelompok Bakteri dengan sel berbentuk bola berpasangan atau tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur. Koloninya memiliki pigmen yang relatif bervariasi mulai dari putih sampai kuning keemasan. Mudah tumbuh dalam kebanyakan perbenihan bakteriologi dalam keadaan aerob atau mikroaerob, tumbuh optimum pada suhu 30-37 0C, pada pH optimum 7.0-7.5 dan tumbuh baik pada larutan NaCl 15%. Komponen dinding selnya tersusun atas peptidoglikan, asam teikoat dan protein.

Pseudomonas aeruginosa

Pseudomonas aeruginosa termasuk famili

Pseudomonadaceae dan masuk kelompok bakteri Gram negatif. Bakteri ini bersifat

patogen, dapat menimbulkan kebusukan pada makanan, dapat tumbuh subur pada suhu 37 0C, tidak tahan terhadap panas dan kondisi kering sehingga mudah dibunuh dengan pemanasan dan pengeringan (Todar 2004).

P. aeruginosa adalah bakteri batang dengan diameter 0.5-1.0 μm dan panjang 1.5-4.0 μm.

Bakteri ini bersifat motil dan mudah tumbuh pada media yang umum. Selain itu bakteri ini tumbuh baik pada media nitrogen dengan bermacam-macam senyawa karbon (Burcharan dan Ghibbons 1974)

Menurut Todar (2004) bakteri ini dapat tumbuh pada perbenihan buatan, membentuk koloni bulat halus dengan fluoresensi kehijauan dengan bau aromatik yang enak. Bakteri ini hanya bersifat patogen dalam tubuh bila masuk ke daerah pertahanan normalnya tidak ada atau berperan dalam infeksi campuran. Salah satunya penyebab penyakit infeksi mata.

Escherichia coli

Escherichia coli merupakan mikroba dari famili Enterobacteriaceae yang normal terdapat di saluran pencernaan hewan dan manusia, E. coli juga terdapat di selaput konjungtiva mata namun kondisi ini jarang terjadi. Beberapa strain E. coli bersifat patogen penyebab infeksi, antara lain infeksi saluran pencernaan, infeksi saluran kemih dan meningitis (Todar 2004).

Bakteri E. coli berbentuk batang atau koma, berukuran panjang 2.0-6.0 μm dan

lebar 1.1-1.5 μm, bersifat anaerobik fakultatif

dan termasuk bakteri gram negatif. E. coli

tumbuh optimum pada suhu 37 0C dan pada pH optimum 7.0-7.5. E. coli sangat tidak sensitif terhadap panas (Burcharan dan Ghibbons 1974).

Bacillus substilis

Bacillus substilis termasuk bakteri Gram positif berbentuk batang uniseluler dengan ukuran panjang 2-3 μm dan memiliki

kemampuan hidup secara aerob dan anaerob fakultatif. B. substilis membentuk endospora untuk bertahan terhadap perubahan lingkungan ekstrim seperti panas mencapai suhu 55 0C, dingin mencapai suhu 5 0C, desinfektan tertentu dan tahan selama bertahun-tahun dalam tanah yang kering. Bakteri ini tumbuh optimum pada pada rentang suhu 25 0C sampai 37 0C dan sering ditemukan tumbuh baik pada bahan makanan tertentu, saluran pencernaan hewan dan manusia, tanah, air dan udara (Burcharan dan Ghibbons 1974).


(28)

5

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Bahan-bahan yang akan digunakan ialah mahkota bunga teleng yang diperoleh dari kebun tanaman obat asrama IPB Ekasari, Biakan bakteri

Staph. aureus, P. aeruginosa, B. substilis, dan E. coli diperoleh dari laboratorium veteriner FKH IPB, desinfektan, kloramfenikol, NaCl, glukosa, ampisilin, etanol 70%, air destilata, nutrien broth, nutrien agar, bacto pepton (Difco), yeast exctract

(Difco) dan bacto agar (Difco).

Alat-alat yang akan digunakan ialah alat-alat gelas, jarum ose, autopipet, kertas saring, pH meter, otoklaf, shaker, penangas air, oven,

laminar air flow cabinet, lemari pendingin, cawan petri, neraca analitik, alumunium foil, jangka sorong dan inkubator.

Metode Penelitian Rancangan Penelitian

Uji pendahuluan dilakukan dengan membagi air perasan bunga teleng menjadi 2 kelompok yaitu kelompok sampel segar tanpa melalui proses otoklaf dan kelompok sampel yang diotoklaf. Kedua kelompok tersebut diuji aktivitas antibakterinya dengan menggunakan metode sumur agar Bintang (1993). Pengulangan uji ini dilakukan sebanyak triplo.

Data aktivitas antibakteri berupa rataan diameter zona bening disajikan dalam statistik deskriptif. Apabila uji pendahuluan tersebut menunjukkan hasil positif maka dilakukan pengujian berikutnya yaitu penentuan konsentrasi hambat tumbuh minimum dan penentuan koefisien fenol. Pengulangan kedua uji lanjutan tersebut dilakukan sebanyak duplo. Variasi konsentrasi yang digunakan dalam penentuan konsentrasi hambat tumbuh minimum adalah 500, 250, 125, 50, 25, dan 5 mg/ml. Data penentuan konsentrasi hambat tumbuh minimum disajikan dalam statistik deskriptif dan dinilai dengan metode David Stout (1971). Sedangkan data penentuan koefisien fenol dinilai dengan metode Varley dan Redish (1936). Preparasi Sampel

Mahkota bunga teleng yang masih segar dan mekar sempurna dipisahkan dari kelopaknya. Selanjutnya diperas sarinya untuk uji potensi antibakteri dengan menggunakan metode sumur agar (Bintang 1993). Kelompok sampel yang diuji adalah kelompok sampel segar tanpa melalui proses otoklaf dan kelompok sampel yang diotoklaf.

Filtrat bunga teleng didapat dari air perasan bunga yang disaring menggunakan kertas

saring kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 50 0C. Filtratnya digunakan untuk penentuan kadar hambat tumbuh minimal (KHTM) dan penentuan koefisien fenol. Pembuatan Media Cair Nutrient Broth (NB)

Tiga gram beef exctract, 5 gram bacto pepton, 5 gram NaCl dilarutkan dalam 1 liter aquades dan dipanaskan sambil diaduk dengan magnetic stirer

sampai homogen. Lalu dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer dan ditutup dengan kapas dan alumunium foil. Kemudian di sterilisasi dengan otoklaf pada tekanan 2 atm, suhu 121 0C selama 20 menit. Pembuatan Media Padat Pepton Yeast

Glucose (PYG)

Sepuluh gram Yeast exctract, 10 gram bacto pepton, 20 gram glukosa dan 10 gram bacto agar

dilarutkan dalam 1 liter aquades dan dipanaskan sambil diaduk dengan magnetic stirer sampai homogen. Lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditutup dengan kapas dan alumunium foil. Kemudian di sterilisasi dengan otoklaf pada tekanan 2 atm, suhu 121 0C selama 15 menit. Regenerasi Bakteri

Bakteri yang akan digunakan harus diregenerasi terlebih dahulu sebelum dipakai untuk uji antibakteri yaitu dengan menggoreskan biakan dari stok bakteri ke agar miring yang masih baru. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37

0

C selama 24 jam. Biakan tersebut merupakan aktivitas awal dari stok bakteri yang telah disimpan pada 4-5 0C dari biakan tersebut diambil 1 mata ose dan diinokulasikan ke tabung reaksi yang berisi 10 mL media cair steril. Preparat tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 37 0C selama 24 jam dalam inkubator goyang (shaker). Uji Aktivitas Antibakteri Metode Sumur Agar (Bintang 1993)

Biakan bakteri uji ditanam satu ose pada 10 mL media cair kemudian diinkubasi sambil dikocok pada suhu 37 0C selama 24 jam. Kemudian dari biakan tersebut diambil 50 μL dan

dicampurkan kedalam media agar PYG suhu 45

0

C. Campuran tersebut didiamkam hingga memadat, lalu dibuat lubang dengan diameter 5.5 mm, kemudian kedalam lubang tersebut dimasukkan filtrat teleng sebanyak 50 μL, lubang

lainnya ditetesi 50 μL kloramfenikol 0.5%, dan

50 μL ampisilin 0.5% sebagai kontrol positif.

Selanjutnya biakan tersebut diinkubasi pada suhu 37 0C selama 24 jam. Zona bening yang terbentuk di sekeliling lubang diukur dengan menggunakan jangka sorong (Lampiran 1).


(1)

8 0 5 10 15 20 25 30 D ia m e te r Z o n a B e n in g ( m m )

5 25 50 125 250 500

Konsentrasi Filtrat (mg/ml) P.aeruginosa S.aureus E.coli B.substilis

Metode ini digunakan untuk mengetahui daya bunuh bakteri filtrat bunga teleng terhadap bakteri uji Staph. aureus dibandingkan dengan daya bunuh fenol selama 10 menit masa kontak bakteri uji (Varley dan Redish 1936).

Hasil pengamatan visual untuk membandingkan adanya pertumbuhan bakteri pada berbagai variasi konsentrasi fenol dan filtrat bunga dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi Fenol 5% bersifat antiseptik terhadap Staph. aureus pada 10 menit masa kontak. Mekanisme kerja senyawa fenol sebagai antiseptik yaitu merusak dan menembus dinding sel bakteri, kemudian mengendapkan protein sel mikroba sehingga merupakan racun bagi protoplasma (Varley dan Redish 1936).

Sedangkan filtrat bunga teleng tidak bersifat antiseptik terhadap Staph. aureus pada 10 menit masa kontak bahkan pada konsentrasi maksimum pada penentuan KHTM yaitu 50%. Hal ini membuktikan bahwa filtrat bunga teleng tidak memiliki daya antiseptik.

Gambar 7 Pengaruh konsentrasi bubuk bunga teleng terhadap aktivitas antibakteri.

Tabel 4 Hasil penentuan koefisien fenol Bahan Uji 5 menit 10 menit

Fenol 5% + -

Fenol 3.5% + +

Fenol 2% + +

Filtrat bunga 50% + + Filtrat bunga 25% + + Keterangan:

+ : Terdapat pertumbuhan Staph. aureus berupa selaput putih.

- : Tidak ada pertumbuhan Staph. aureus, tidak tebentuk selaput putih.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Filtrat bunga teleng memiliki aktivitas hambat tumbuh terhadap empat bakteri uji yaitu: Staph. aureus, P. aeruginosa, B.substilis dan E. coli tetapi tidak memiliki daya antiseptik.

Konsentrasi 50 mg/mL merupakan konsentrasi terkecil filtrat teleng yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri: B. substilis, E. coli, dan P. aeruginosa dengan diameter zona hambat berturut-turut 4.83, 3.17, dan 2.17 mm. Sedangkan konsentrasi terkecil yang dapat menghambat bakteri Staph. aureus sebesar 125 mg/mL dengan diameter zona hambat sebesar 2.83 mm.

Saran

Perlu penelitian lanjutan mengenai isolasi, karakterisasi komponen aktif fitokimia bunga teleng serta toksisitasnya dengan menentukan LC 50.

DAFTAR PUSTAKA

Bucharan RE, Gibbons NE. 1974. Burgeys Manual of Determinative Bacteriology. 8th ed. Baltimore: Willian and Wilkins. Bintang M. 1993. Studi antimikroba dari

Streptococcus lactis BCC2259. [disertasi]. Bandung. Program Doktor. ITB.

BPS. 2003. Statistic Kesejahteraan Rakyat (Welfare Statistics). Jakarta: Biro Pusat Statistik.

Davis WW, Stout TR. 1971. Disc plate method of microbiological antibiotic assay: I. factors influencing variability and error 1. Appl Microbiol; 22 (4) : 659-665. Herman. 2005. Pengetahuan, sikap dan perilaku

pengguna tanaman obat di Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. [skripsi]. Bogor. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian IPB. Hutapea JR, dkk. 1991. Inventaris Tanaman

Obat. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Depkes.


(2)

(3)

11

Lampiran 1 Tahapan penelitian

Lampiran 2 Prosedur uji aktivitas antibakteri metode sumur agar

Stok NB PYG Bakteri

Shaker 24 jam 37 0C

Ekstrak Clitoria ternatea Pengukuran

Diameter Zona Hambat

Inkubasi 24 jam 37 0C Mahkota Bunga

Clitoria ternatea

Dihaluskan

Bubuk Clitoria ternatea

Dikeringkan 40 0C

Penentuan

Penentuan Koefisien Fenol

Otoklaf Diperas

Uji antibakteri cara sumur agar

Tanpa otoklaf Filtrat


(4)

Lampiran 3 Prosedur penentuan koefisien fenol

Lampiran 4 Analisis antibakteri kloramfenikol 0.5%

1) Staph. aureus, 2) P. aeruginosa, 3) B. substilis dan 4) E. coli.

Lampiran 5 Analisis antibakteri air perasan bunga teleng segar

1) Staph. aureus, 2) P. aeruginosa, 3) B. substilis dan 4) E. coli.

5 ml Variasi konsentrasi Fenol dan bubuk bunga

1 2 3 4

Inokulasi Selang 10 menit kontak Shaker 24 jam

37 0C

Inokulasi Selang 5 menit kontak

Inkubasi 48 jam 37 0C Stok

Bakteri

Media cair


(5)

13

Lampiran 6 Aktivitas antibakteri filtrat bunga teleng kelompok segar dengan menggunakan metodesumur agar

Diameter zona hambat (mm) Ulangan

B. substilis E. coli P. aeruginosa Staph. aureus

1 10.73 10.33 4.53 0.00

2 12.53 9.00 6.60 0.00

3 12.53 10.67 3.63 0.00

Rerata 11.93 10.00 4.92 0.00

Lampiran 7 Aktivitas antibakteri filtrat bunga teleng kelompok otoklaf dengan menggunakan metodesumur agar

Diameter zona hambat (mm) Ulangan

B. substilis E. coli P. aeruginosa Staph. aureus

1 0.00 0.00 0.00 0.00

2 0.00 0.00 0.00 0.00

3 0.00 0.00 0.00 0.00

Rerata 0.00 0.00 0.00 0.00

Lampiran 8 Aktivitas antibakteri kloramfenikol 0.5% dengan menggunakan metodesumur agar

Diameter zona hambat (mm) Ulangan

B. substilis E. coli P. aeruginosa Staph. aureus

1 19.50 25.00 9.70 24.6

2 19.60 14.00 11.00 23.50

3 16.50 13.00 10.70 26.00

Rerata 18.53 17.33 10.47 24.70

Lampiran 9 Aktivitas antibakteri ampisilin 0.5% dengan menggunakan metode sumur agar

Diameter zona hambat (mm) Ulangan

B. substilis E. coli P. aeruginosa Staph. aureus

1 34.20 31.50 14.50 30.00

2 34.80 31.20 15.20 28.00

3 34.20 31.20 15.00 25.52


(6)

Lampiran 10 Aktivitas antibakteri bubuk bunga teleng terhadap B. substilis dan E. coli pada penentuan KHTM

Diameter zona hambat (mm)

B. substilis E. coli

Konsentrasi (mg/ml)

ulangan 1 ulangan 2 rerata ulangan 1 ulangan 2 rerata

500 27.33 26.33 26.83 10.00 10.33 10.33

250 17.67 16.67 17.17 6.00 9.33 7.67

125 8.33 7.67 8.00 6.17 5.67 5.92

50 5.00 4.67 4.83 4.00 2.33 3.17

25 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

5 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Lampiran 11 Aktivitas antibakteri bubuk bunga teleng terhadap P. aeruginosa dan

Staph. aureus pada penentuan KHTM

Diameter zona hambat (mm)

P. aeruginosa Staph. Aureus

Konsentrasi (mg/ml)

ulangan 1 ulangan 2 rerata ulangan 1 ulangan 2 rerata

500 15.00 11.67 13.33 11.00 11.33 11.17

250 4.83 4.33 4.58 4.33 6.00 5.17

125 2.00 3.67 2.83 1.33 4.33 2.83

50 2.33 2.00 2.17 0.00 0.00 0.00

25 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

5 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Lampiran 12 Hasil pengamatan pada penentuan koefisien fenol

5 menit 10 menit

Bahan Uji

ulangan 1 ulangan 2 ulangan 1 ulangan 2

Fenol 5.0% + + - -

Fenol 3.5% + + + +

Fenol 2.0% + + + +

Filtrat bunga 50% + + + +

Filtrat bunga 25% + + + +

Keterangan:

+ : Ada pertumbuhan Staph. aureus berupa selaput putih.