Keanekaragaman Tumbuhan Obat di Hutan Sibolangit

(1)

Lampiran 1. Kuisioner Untuk Mngetahui Persepsi Masyarakat Terhadap Tumbuhan Obat

A. Identitas Responden 1. Nama :

2. Jenis kelamin : 3. Umur :

4. Pendidikan terakhir : 5. Alamat :

6. Pekerjaan :

7. Apakah saudara penduduk asli desa ini ? (Ya) / (Tidak) Jika (Tidak), dari mana asalnya

Sudah berapa lama tinggal didesa ini,……… tahun 8. Saudara termasuk suku apa ?

B. Pengetahuan Tumbuhan Obat

1. Apakah saudara tahu bahwa ada jenis tumbuhan hutan yang dapat dipakai untuk obat?

a. Sangat mengetahui b. Kurang tahu c. Tidak tahu

2. Pengetahuan tentang tumbuhan obat, pertama kali tahu dari siapa? a. Turun temurun

b. Tetangga/dukun c. Informasi media

3. Apakah saudara mengetahui dimana mencari tumbuhan obat : a. Dalam kawasan hutan

b. Kebun/ pekarangan c. Tidak tahu

4. Apakah saudara mengetahui ada tumbuhan obat yang digunakan untuk acara adat?

a. Ya

b. Tidak tahu c. Tidak ada


(2)

a. Banyak

b. Sudah berkurang c. Tidak tahu

6. Menurut anda untuk memperoleh tumbuhan obat dari hutan : a. Mudah

b. Agak sulit c. Sulit

C. Pemanfaatan Tumbuhan Obat

1. Apakah saudara pernah menggunakan tumbuhan obat untuk pengobatan dan memelihara kesehatan?

a. Ya

b. Kadang-kadang c. Tidak

2. Jika saudara menggunakan tumbuhan obat untuk mengobati penyakit dan memelihara kesehatan, sudah berapa lama penggunaan tumbuhan obat itu saudar gunakan?

a. < 1 tahun b. 1-10 tahun c. > 10 tahun

3. Apakah saudara membuat ramuan obat sendiri? a. Ya

b. Kadang-kadang c. Tidak

4. Biasanya dalam memakai obat trdisional, menurut saudara bagaimana khasiat obat tersebut?

a. Sangat manjur b. Kurang manjur c. Tidak manjur

5. Jenis penyakit apa saja yang sering diderita masyarakat dan jenis tumbuhan obat apa saja yang sering digunakan?...


(3)

No Jenis tumbuhan obat Jumlah yang diambil

Bagian tumbuhan diambil Cara

penggunaan

6. Jika tidak menggunakan tumbuhan obat, apakah saudara juga menggunakan jasa medis atau obat yang dikemas pabrik dan dijual secara umum

a. Tidak

b. Kadang-kadang c. Ya

7. Jika ya, apakah karena dengan menggunakan jasa medis atau obat yang dijual secara umum lebih praktis?

a. Tidak

b. Kadang-kadang c. Ya

8. Menurut saudara apakah ramuan tumbuhan obat perlu dikemas supaya praktis? a. Ya

b. Tidak tahu c. Tidak perlu

9. Menurut saudara apakah generasi muda yang akan datang enggan menggunakan tumbuhan obat?

a. Tidak mungkin b. Tidak tahu c. Mungkin


(4)

Lampiran 2.

Tabel 1. Karakteristik Interview Guide di Desa Sembahe, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang

No. Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Keterangan

1. Simon Ginting 52 L Petani Kepala Desa

2. Givana Ketaren 33 L Petani Dukun

3. Marlin Ketaren 51 L Petani Masyarakat

4. Lia Ginting 35 P Ibu Rumah

Tangga

Masyarakat

5. Amir Tarigan 62 L Petani Masyarakat

6. Ngasil Pandia 52 L Wiraswasta Masyarakat

7. Nd Tarigan 70 P Petani Masyarakat

8. Repinta Ginting 50 L Petani Masyarakat

9. Nd Ginta Br Ketaren 47 P Berdagang Masyarakat

10. Robin Tarigan 25 L Wiraswasta Masyarakat

11, Anggrayani Br Ginting 47 P

Ibu Rumah Tangga

Masyarakat

12. Jefri Ginting 26 L Wiraswasta Masyarakat

13. Nd Beri Br Sembiring 47 P

Ibu Rumah Tangga

Masyarakat 14. Sabanita Br Gurusinga 26 P Petani Masyarakat

15. Indi Br Tarigan 22 P Petani Masyarakat

16. Ramai Br Gurusinga 42 P Petani Masyarakat 17. Tenang Br Sembiring 47 P

Ibu Rumah Tangga

Masyarakat

18 Esron Gurusinga 48 L

Ahli Pengobatan

Masyarakat

19. Naik Sembiring 73 L Petani Masyarakat

20. Tuahta Ketaren 43 L Pedagang Masyarakat

21. Wahid Ginting 48 L Wiraswasta Masyarakat

22. Dani Ketaren 46 L Pedagang Masyarakat

23. Pak Silalahi 43 L Wiraswasta Masyarakat

24. Firman Sembiring 30 L Petani Masyarakat

25. Sulaiman Sembiring 34 L Petani Masyarakat 26. Bapak Parangain-angin 58 L Petani Masyarakat 27. Hendrata Gunawan 41 L Pedagang Masyarakat

28. Brema Depari 48 L Pedagang Masyarakat

29 Nurlela Br Sitepu 45 P

Ibu Rumah Tangga

Masyarakat 30 Febrina Br Tarigan 45 P Pedagang Masyarakat

31 Ibu Br Tarigan 47 P Wiraswasta Masyarakat

32 Bujur Tarigan 88 P Wiraswasta Masyarakat

33 Nd Ina Br Karo 52 P Petani Masyarakat

34 Beskita Gurusinga 29 P Petani Masyarakat

35 Pak Ginting 30 L Petani Masyarakat

36 Br Tarigan 47 P

Ibu Rumah Tangga

Masyarakat

37 Jernih Br Sembiring 46 P

Ibu Rumah Tangga

Masyarakat


(5)

Tabel 2. Karakteristik Interview Guide di Batu Mbelin, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang

No. Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Keterangan

1. Romen Tarigan 49 L Petani Masyarakat

2. Cahaya Br Ginting 62 P Petani Masyarakat

3. Pesta Br Tarigan 23 P Petani Masyarakat

4. Nova Br Purba 30 P Petani Masyarakat

5. Juliani Br Ginting 76 P Petani Masyarakat

6. Budi Ketaren 28 L Petani Masyarakat

7. Jumianto Sembiring 45 L Petani Masyarakat

8. Rajun Ketaren 61 L Petani Masyarakat

9. Asmaria Br Ginting 42 P Petani Masyarakat

10. Philip Sembiring 33 L Petani Masyarakat

11, Siang Ketaren 54 L Dukun Patah Masyarakat 12. Ruslan Tarigan 43 L Pedagang Masyarakat

13. Juli Br Ginting 50 P Petani

Masyarakat 14. Minarosa Ria Br

Ginting

55 P Ibu Rumah

Tangga

Masyarakat

15. Agustinus Gurusinga 52 L Dukun Patah Masyarakat 16. Mery Tuti Br

Tarigan

41 P Ibu Rumah

Tangga

Masyarakat 17. Tuahta Sembiring 45 L Petani Masyarakat 18 Robinta Surbakti 32 L Dukun Patah Masyarakat


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Abdiyani, S. 2008. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bawah Berkhasiat Obat Di Dataran Tinggi Dieng. Balai Penelitian Kehutanan. Solo.

Arief, 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius. Yogyakarta.

Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta.

Badan Pusat Statistik (BPS). Tahun 2015.Data Statistik Deli Serdang. http://www.deliserdangkab.bps.go.id/frontend/index.php/publikasi/32. [06 April 2016].

Balfas, R dan Willis, M. 2009. Pengaruh Ekstrak Tanaman Obat Terhadap Mortalitas dan Kelangsungan Hidup Spodoptera litura F( Lepidoptera, Noctuidae).

Boun dan Tideman, 1950 dalam Soerinaga dan Tideman (1950). Teknik Analisis Vegetasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hani dan Suryanto, 2014. Dinamika Agroforestry Tegalan Di Perbukitan Menoreh, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea Vol. 3 No.2, Juni 2014: 119 – 128.

Hendiyani, I.Y., M. Aryadi, dan S.B. Peran. 2004. Inventarisasi Jenis dan Manfaat Tumbuhan Obat di Kebun Buah Desa Gedambaan Kabupaten Pulau Laut Kalimantan Selatan. Skripsi. Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru.

Husch, B. 1987. Perencanaan Inventarisasi Hutan. UI Press. Jakarta.

Kominta, dkk. 2013. Panduan Praktis Agroforestry. Yayasan Orangutan Sumatera Lestari Orangutan Information Centre (YOSL-OIC). Medan.

Kusmana, C. 1997. Metode Survey Vegetasi. PT Penerbit Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Latifah. 2005. Analisis Vegetasi Hutan Alam. Repository USU. Medan.

Mugiono. 2012. Data Dan Informasi Pemanfaatan Hutan. Direktorat Jendral Planologi Kehutanan. Jakarta.

Nogroho, I.A. 2010. Lokakarya Nasional Tumbuhan Obat Indonesia. Apforgen NewsLetter Edisi 2 Tahun 2010. http:/// www. forplan.or.id. Diakses tanggal 10 Maret 2016.


(7)

Nurrani, L. 2013. Pemanfaatan Tradisional Tumbuhan Alam Berkhasiat Obat Oleh Masyarakat Di Sekitar Cagar Alam Tangale. Jurnal Info BPK Manado Volume 3 No 1. Manado.

Nurudin, N. Inventarisasi Tumbuhan Obat Di Cagar Alam Gunung Jagat Kabupaten Sumedang. WANA MUKTI Forestry Research Journal Volume IV No. 1. Oktober 2005 ; 59 – 64. Sumedang.

Prahasta, E. 2002. Konsep-Konsep Dasar : Sistem Informasi Geografis. Informatika Bandung. Bandung.

Pribadi, E.R. 2009. Pasokan dan Permintaan Tanaman Obat Indonesia serta Arah Penelitian dan Pengembangannya. Perspektif, 8(1).

Purwanto Y., 1999. Peran dan Peluang Etnobotani Masa Kini di Indonesia Dalam Menunjang Upaya Konservasi dan Pengembangan Keanekaragaman Hayati.Prosiding Seminar Hasil-hasil Penelitian Bidang Ilmu Hayat. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat IPB, Bogor.

Rauf, 2007. Teknologi Agroforestry Spesifik Lokasipada Training Conservation Officer Tahap IIIYayasan Leuser Internasional (YLI).Sumatera Utara. Medan.Simon, H. 2008. Pengelolaan Hutan Bersama Rakyat. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Sada dan Tanjung. 2010. Keragaman Tumbuhan Obat Tradisional di Kampung Nansfori Distrik Supiori Utara, Kabupaten Supiori-Papua. Jurnal Biologi Papua Volume 2, Nomor 2 Halaman: 39-46. Papua.

Sembiring, dkk. 2012. Keanekaragaman Vegetasi Tanaman Obat di Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara Kawasan Taman Hutan Raya Tongkoh Kabupaten Karo Sumatera Utara. Medan.

Sembiring, dkk. 2015. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat Di Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara Kawasan Taman Hutan Raya Tongkoh Kabupaten Karo Sumatera Utara. Jurnal Sylva Lestari ISSN 2339-0913 Vol. 3 No. 2, Mei 2015 (113—122). Lampung.

Simon, H. 2008. Pengelolaan Hutan Bersama Rakyat. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Sitepu dan Sutigno, 2001 dalam Anggraini, dkk. (2013). Potensi Jenis Tumbuhan Bawah Berkhasiat Obat Di Hutan Kota Ranggawulung Kabupaten Subang. Jurnal Biologi Volume 6 Nomor 2. (126). Jakarta.

Situmorang dan Harianja, 2014. Prosiding Ekspose Hasil Penelitian Tahun 2014. Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli. Medan.


(8)

Soepijanto, B. 2014. Buku Statistik Kawasan Hutan 2013. Jakarta.

Soerianegara, I dan Indrawan. A. 1998. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor. Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB.

Supriadi (2001) Dalam Karmilasanti dan Supartini (2011) Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat Dan Pemanfaatannya Di Kawasan Tane’ Olen Desa Setulang Malinau, Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian DIPTEROKARPAVol.5 No.1,Juni 2011. Kalimantan Timur.

Zein, U (2005). Dalam Silaban (2015). Pemanfaatan Tumbuhan Obat dalam Upaya Meningkatkan Pemeliharaan Kesehatan. USU Repository. Medan.


(9)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan bulan April sampai bulan Mei 2016. Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Sembahe, Desa Batu Mbelin dan di Taman Wisata Alam, Kecamatan Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara, Identifikasi tumbuhan obat dilakukan di LaboratoriumTaksonomi, Fakultas MIPA dan pemetaan dilakukan di Laboratorium Manajemen Hutan, Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelituan Di Desa Sembahe dan Batu Mbelin Kecamatan Sibolangit Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan di lapangan adalah peta lokasi, kompas, GPS (Global Positioning System), pisau, termometer, kamera digital, Ms-Excel, tali rafia, parang, sekop tangan, sarung tangan, peralatan pencahayaan yang


(10)

mendukung, skala pengukuran, dan alat tulis. Alat yang digunakan untuk pengkoleksian dan pengawetan jenis yang tidak dikenali guna identifikasi lebih lanjut adalah gunting, kertas koran, label.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah buku identifikasi tanaman obat, tally sheet, kantung plastik/stoples, kantung plastik besar/keranjang, dan label identifikasi.

Prosedur Penelitian a. Analisis Vegetasi

Boon dan Tideman (1950) dalam Soerinaga dan Tideman (1950), disebutkan penentuan intensitas sampling 2% untuk kawasan hutan lebih dari 10000 ha, dan intensitas sampling 10% untuk luasan kawasan kurang dari 10000 ha. Penentuan jalur dilakukan dengan metode purpossive sampling berdasarkan keberadaan tumbuhan obat yang dianggap mewakili kawasan tersebut, selanjutnya ditentukan secara systematic sampling. Pengambilan koleksi tumbuhan obat menggunakan metode sampling plot, yaitu dengan membuat sampling plot di dalam jalur dengan intensitas sampling 10% dari luas hutan Taman Wisata Alam sibolangit seluas 24,85 ha yang sudah dianggap mewakili seluruh kawasan penelitian dan berpotensi sebagai tempat tumbuh tumbuhan obat. Inventarisasi dilakukan di Taman Wisata Alam. Setiap jalur dibuat plot dengan ukuran 20 x 20 meter sebanyak 60 plot. Pada Lahan Agroforestry dibuat plot seluas 1 ha pada areal lahan masyarakat yang memiliki lahan agroforestry pada masing-masing desa. Inventarisasi ini bertujuan mengidentifikasi tumbuhan obat dan tumbuhan obat tersebut bisa berupa semai, pancang, tiang dan pohon. Pengamatan tumbuhan obat dilakukan secara eksploratif di dalam plot sepanjang jalur pengamatan.


(11)

Bentuk petak contoh pengamatan dapat dsajikan pada Gambar 2.

20 m

20m

Gambar 2. Petak Contoh Transek Keterangan:

a. Petak A: petak ukur untuk semai dengan ukuran 2 × 2 m b. Petak B: petak ukur untuk pancang dengan ukuran 5 × 5 m c. Petak C: petak ukur untuk tiang dengan ukuran 10 × 10 m d. Petak D: petak ukur untuk pohon dengan ukuran 20 × 20 (Kusmana, 1997)

Analisis Data

Data vegetasi yang terkumpul kemudian dianalisis untuk mengetahui kerapatan, kerapatan relative, dominansi, dominansi relative, frekuensi dan frekuensi relative serta Indeks Nilai Penting (INP) dengan menggunakan rumus Kusmana (1997) sebagai berikut:

a. Kerapatan suatu jenis (K)

K = ∑ individu suatu jenis Luas petak contoh

b. Kerapatan relatif suatu jenis (KR)

KR = K Suatu jenis

∑K Seluruh jenisx 100%


(12)

c. Frekuensi suatu jenis (F)

F = ∑Sub−petak ditemukan suatu jenis

∑Seluruh sub−petak

d. Frekuensi relative suatu jenis (FR)

FR = F Suatu jenis

∑F Seluruh jenisx 100%

e. Dominansi (D)

D = ∑Luas Bidang Dasar Suatu Jenis Luas Petak Contoh

f. Dominansi Relative suatu jenis (FR)

DR = D Suatu jenis

∑D Seluruh jenisx 100%

g. Indeks Nilai Penting (INP)

INP digunakan untuk menetapkan dominasi suatu jenis terhadap jenis lainnya atau dengan kata lain nilai penting menggambarkan kedudukan ekologis suatujenis dalam komunitas.

INP = KR + FR (untuk tingkat semai dan pancang) INP = KR + FR + DR ( untuk tingkat pohon)

h. Indeks Shannon-Wiener

Kusmana (1997), Keanekaragaman jenis suatu kawasan hutan dapat digambarkan dengan Indeks Shannon :

H’ = -∑ (pi) Ln (pi) Keterangan:

H’ = Indeks Keragaman Jenis pi = ni/N

ni = Nilai Penting Jenis ke-i


(13)

Kriteria yang digunakan:

a. H’ < 1, keanekaragaman tergolong rendah b. H’ 1-3, keanekaragaman tergolong sedang c. H’> 3, keanekaragaman tergolong tinggi Pemetaan Sebaran Tumbuhan Obat

Metode dilapangan dilakukan dengan pengambilan titik plot vegetasidengan menggunakan GPS (Global Positioning System) untuk mengetahui sebaran vegetasi. Pemetaan keanekaragaman Tumbuhan Obat dilakukan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) menggunakansoftware ArcView GIS 10.1. ArcView merupakan salah satu perangkat lunak desktop SIG dan pemetaan yang dikembangkan oleh Environmental Systems Research Institute (ESRI) (Prahasta, 2002). Data yang dikelola dalam basis data ini berkaitan dengan ruang atau posisi geografis (data spasial) maupun data yang bersifat deskriptif dan numerik/angka yang akan dapat tertata dengan baik dan terpetakan secara rapi. Dalam sistem ini tiap jenis tema akan disimpan dalam bentuk layer atau lapisan peta secara digital sehingga memudahkan untuk memperbaiki dan memperbaharui (updating) data, serta mempermudah dalam pencarian data serta mempergunakannnya secara tepat. Penambahan, pengurangan, dan perubahan data sangat mungkin dan mudah dilakukan berdasarkan perkembangan data terkini (hasil survei terbaru), sehingga peta yang dihasilkan adalah peta yang bersifat terbuka yang dapat diperbaharui setiap saat.

Overlay Peta

Pembuatan peta penyebaran tumbuhan obat dilakukan dengan melakukan overlay antara peta dasar kawasan KecamatanSibolangit Kabupaten Deli Serdang dengan data titik yang diambil di lapangan dengan menggunakan GPS. Proses


(14)

pengolahan data titik koordinat yang diperoleh dari lapangan adalah sebagai berikut:

1. Diolah data titik koordinat dari data GPS ke komputer dengan menggunakan software DNR Garmin.

2. Diubah file kedalam bentuk shp yang kemudian dapat diolah dengan menggunakan software ArcView 10.1.

3. Setelah diperoleh peta titik koordinat Tumbuhan Obat, selanjutnya titik tersebut dioverlaykan dengan peta Jenis Tanah, peta Kelerengan dan Peta Intensitas Curah Hujan.


(15)

Gambar 3. Alur Pelaksanaan Penelitian Sebaran Tumbuhan Obat. Penentuan Sampel Responden

Penentuan responden dibagi menjadi 2 bagian yaitu responden umum dan responden kunci.

- Responden umum pada penelitian ini adalah Masyarakat di Kecamatan Sibolangit yang mengetahui jenis-jenis tumbuhan obat serta memanfaatkannya. - Responden kunci adalah Kepala Desa, Tokoh adat, Ahli Pengobatan dan tokoh

masyarakat lainnya. Penentuan responden kunci dilakukan dengan menggunakan metode purpossive sampling yang disesuaikan dengan tujuan penelitian melalui kuisioner secara langsung kepada masyarakat.

Sebaran Tumbuhan Obat Titik Koordinat Tumbuhan

Obat

DNR

Ubah ke *shp ArcView GIS 10.1

Peta Titik Koordinat berdasarkan kelerengan

dan ketinggian

Overlay Data Lapangan Berupa

Titik Koordinat Data Lapangan Berupa Titik


(16)

Menurut Arikunto (1998) apabila jumlah kepala keluarga >100 KK, maka yang diwawancarai adalah 10-15% dari jumlah KK tersebut. Apabila jumlah kepala keluarga <100 KK, maka yang diwawancarai adalah seluruh kepala keluarga yang ada. Jumlah kepala keluarga pada lokasi penelitian >100 KK, sehingga jumlah sampel yang diambil pada Desa Sembahe sebanyak 38 responden dari 380 KK dan pada Desa Batu Embelin diperoleh sebanyak 190 responden dari 19 KK, (Badan Pusat Statistik tahun , 2015).

Identifikasi Jenis

Metode identifikasi jenis diawali dengan pengamatan langsung di lapangan. Tumbuhan obat diidentifikasi dengan menggunakan nama lokal supaya memudahkan identifikasi selanjutnya. Proses identifikasi jenis tumbuhan obat dari lapangan sampai pengklasifikasian adalah sebagai berikut:

1. Identifikasi jenis dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan. 2. Menanyakan identitas tumbuhan kepada masyarakat sekitar.

3. Mencocokkan gambar-gambar hasil dokumentasi maupun jenis yang di herbariumkan dengan website yang menyediakan deskripsi tumbuhan yang ditemukan dan juga dilakukan dengan mencocokkan dengan buku atlas Tumbuhan Obat Indonesia jilid 5 oleh dr Setiawan Dalimartha, buku Atlas Tumbuhan Obat Indonesia jilid 6oleh dr Setiawan Dalimartha, buku Gulma Berkhasiat Obat oleh Djauhariya,dkk, dan buku Tanaman Obat Indonesia, dan di laboratorium Taksonomi, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara. 4. Setiap jenis yang ditemukan dicocokkan dengan penelitian yang dilakukan

sebelumnya.


(17)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Potensi Tumbuhan Obat

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh 37 jenis tumbuhan obat yang tersebar di Taman Wisata Alam, Desa Sembahe, dan Desa Batu Mbelin, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang.

Struktur dan Komposisi di Taman Wisata Alam

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh 20 jenis tumbuhan obat yang tersebar di Taman Wisata Alam. Komposisinya terdiri atas sirih (Piper betle), tepu (Amorphophallus uariabilis), pus-pus (Mallothus subpeltatus), rubei (Morus alba), sindodok (Clidemia hirta), riman (Calamus blumei), rotan (Calamus diepenhorstii), ingel-ingel (Angiospteris evecta), banban (Donas canniformis), mahoni (Swietenia mahagoni), nungkai (Peronema canescens), ketapang (Terminalia catappa), pinang (Areca catechu), pisang (Musa paradisiaca), kempawa (Didymosperma porhycarrpum), aren (Arenga pinnata), mindi (Melia azedarach), petai cina (Leucaena leucocephala), pulai (Alstonia scholaris), singkam (Bischofia javanica).

a. Tingkat Semai

Tabel 1. Indeks Nilai Penting Semai di Taman Wisata Alam

No Jenis Jumlah K KR F FR INP H'

Individu Ind/ha % %

1 Sirih 13 542 18,57 0,05 15 33,57 0,3564

2 Tepu 18 750 25,71 0,066 20 45,71 0,3536

3 Pus-pus 2 83 2,85 0,016 5 7,85 0,2205

4 Rubei 6 250 8,57 0,067 20 28,57 0,1065

5 Sindodok 31 1292 44,28 0,133 40 84,28 0,3024


(18)

Pada Tabel 1, jenis yang mendominasi yaitu Sindodok dengan INP 84,28 dan jenis yang paling sedikit adalah Pus-pus dengan INP 7,85. Sindodok tumbuh di daerah yang lembab dan butuh naungan pohon atau tumbuhan lainnya sehingga tumbuh dominan dibandingkan Puspus yang dapat tumbuh dengan menjalar di pohon besar. Berdasarkan hasil analisis data yang terdapat pada Tabel 1 , diperoleh bahwa nilai H’ yang didapatkan sebesar 1,34. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan obat di Taman Wisata Alam tingkat semai tergolong sedang.

b. Tingkat Pancang

Tabel 2. Indeks Nilai Penting Pancang di Taman Wisata Alam

No Jenis Jumlah K KR F FR INP H'

Individu Ind/ha % %

1 Riman 178 1187 20,02 0,45 20 40,02 0,28

2 Rotan 137 914 15,41 0,23 10,37 25,78 0,32 3 Ingel-ingel 186 1241 20,92 0,43 19,25 40,18 0,33 4 Banban 220 1467 24,74 0,33 14,81 39,56 0,04

5 Mahoni 8 53 0,89 0,083 3,70 4,60 0,05

6 Nungkai 11 73 1,23 0,033 1,48 2,71 0,026

7 Ketapang 5 33 0,56 0,05 2,22 2,78 0,31

8 Pinang 14 93 1,57 0,1 4,44 6,01 0,06

9 Pisang 72 480 8,09 0,283 12,59 20,69 0,20 10 Kempawa 58 386 6,52 0,25 11,11 17,63 0,18

Total 889 5930 100 2,25 100 200 1,8

Pada Tabel 2, jenis pancang yang mendominasi adalah Ingel-ingel dengan INP 39,56 dan jenis yang sedikit adalah Nungkai dan ketapang. Hal ini dikarenakan Ingel-ingel sesuai terhadap kondisi tempat tersebut. Ingel-ingel tumbuh secara mengelompok dibandingkan Nungkai dan Ketapang yang tumbuh soliter. Pada Tabel 2 jenis banban lebih banyak total jumlah daripada ingel-ingel namun ingel-ingel lebih banyak dijumpai tiap plot. Hal ini menyebabkan INP ingel-ingel lebih besar dibandingkan INP banban. Berdasarkan hasil analisis data


(19)

yang terdapat pada Tabel 2 , diperoleh bahwa nilai H’ yang didapatkan sebesar 1,8. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan obat di Taman Wisata Alam tingkat pancang tergolong sedang.

c. Tingkat Pohon

Tabel 3. Indeks Nilai Penting Pohon di Taman Wisata Alam

No Jenis Jumlah K KR F FR D DR INP H'

Individu Ind/ha % % %

1 Aren 11 4 68,75 0,15 64,28 2,063 66,65 201,9 0,25 2 Mindi 1 0,4167 6,25 0,016 7,14 0,198 6,3 20 0,048 3

Petai

Cina 1 0,4167 6,25 0,016 7,14 0,139 4,49 18 0,048 4 Pulai 2 0,8334 12,5 0,033 14,28 0,221 7,14 27,9 0,258 5 Singkam 1 0,4167 6,25 0,016 7,14 0,474 15,3 29,1 0,048 Total 16 6,6672 100 0,23 100 3,095 100 297 0,652 Berdasarkan hasil analisis vegetasi di lapangan diperoleh data bahwa pohon yang mendominasi pada Taman Wisata Alam adalah Aren (Arenga pinnata), dengan nilai INP 201,9 dan jenis INP yang paling rendah yaitu Petai Cina dengan nilai 18. Hal ini menjelaskan bahwa jenis Aren sesuai dengan lingkungan tempat hidupnya. Pada Tabel 3. Menjelaskan bahwa jenis yang paling rendah ialah petai cina. Petai cina mempunyai daya kompetisi yang rendah sehingga memiliki nilai INP yang rendah.

Berdasarkan hasil analisis data yang terdapat pada tabel diperoleh bahwa nilai H’ yang didapatkan sebesar 0,652. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan obat di Taman Wisata Alam tingkat pohon tergolong rendah. Sesuai dengan pernyataan Mason, (1980) keanekaragaman jenis suatu kawasan hutan dapat digambarkan apabila H’<1 berarti keanekaragaman tergolong rendah, apabila H’ 1-3 berarti keanekaragaman tergolong sedang, dan apabila H’>3 maka keanekaragaman tergolong tinggi.


(20)

Struktur dan Komposisi di Desa Batu Mbelin

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh 16 jenis tumbuhan obat yang tersebar di Batu Mbelin. Komposisinya terdiri atas sirih (Piper betle), sindodok (Clidemia hirta), riman (Calamus blumei), rimbang (Solanum ferrogium), sere (Cymboogon nardus), ingel-ingel (Angiospteris evecta), pinang (Areca catechu), pisang (Musa paradisiaca), pepaya (Carica papaya), a.cekala (Nicolaia speciosa), jahe (Zinger officianale), terong (Solanum betaceum), aren (Arenga pinnata),

Tingkat Semai

Tabel 4. Indeks Nilai Penting Semai di Desa Batu Mbelin

No Jenis Jumlah K KR F FR INP H'

Individu Ind/ha % %

1 Rimbang 37 3700 11,74 0,16 11,76 23,51 0,25

2 Sere 89 8900 28,25 0,36 26,47 54,72 0,40

3 Sindodok 148 14800 46,98 0,6 44,11 91,10 0,29 4 Riman 28 2800 8,88 0,16 11,76 20,65 0,21

5 Sirih 13 1300 4,12 0,08 5,88 10 0,13

Total 315 31500 100 1,36 100 200,09 1,3

Berdasarkan hasil analisis vegetasi pada tingkat semai dapat diketahui bahwa jenis Sindodok yang mendominasi di Desa Batu Mbelin dengan INP 91,10 dan jenis yang paling rendah adalah Sirih dengan INP 10. Pada lahan agroforestry milik masyarakat, Sindodok banyak dijumpai pada daerah yang ternaungi serta tumbuh sesuai dengan tempat kondisi lingkungan tersebut. Berdasarkan hasil analisis data yang terdapat pada tabel , diperoleh bahwa nilai H’ yang didapatkan sebesar 1,3. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan obat di Batu Mbelin tingkat semai tergolong sedang. Indeks keanekaragaman yang sedang dikarenakan oleh tingkat pengelolaan pada lahan agroforestry masyarakat Desa Batu Mbelin. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kominta, dkk, (2013) yang menyatakan bahwa Sistem agroforestry dapat didasarkan pada


(21)

komposisi biologis serta pengaturannya, tingkat pengelolaan teknis atau ciri-ciri sosial-ekonominya. Penggunaan istilah sistem sebenarnya bersifat umum. Ditinjau dari komposisi biologis, contoh sistem agroforestry adalah agrisilvikultur, silvopastura, agrosilvopastura

a. Tingkat Pancang

Tabel 5. Indeks Nilai Penting Pancang di Desa Batu Mbelin

No Jenis Jumlah K KR F FR INP H'

Individu Ind/ha % %

1 Pepaya 17 272 5,34 0,16 7,84 13,18 0,156

2 Pisang 77 1232 24,21 0,76 37,25 61,46 0,343 3 Cekala 138 2208 43,39 0,6 29,41 72,8 0,361 4 Pinang 23 368 7,23 0,24 11,76 18,99 0,189

5 Jahe 29 464 9,11 0,12 5,88 15 0,218

6 Terong 10 160 3,14 0,04 1,96 5,1 0,108

7

Ingel-ingel 24 384 7,54 0,12 5,88 13,42 0,194

Total 318 5088 100 2,04 100 198,91 1,45

Pada Tabel 5 menjelaskan bahwa tumbuhan Cekala mendominasi pada tingkat pancang dengan nilai INP 72,8 dan jenis tumbuhan yang rendah adalah terong dengan INP 5,1. Cekala lebih banyak tumbuh menyebar dibandingkan terong yang lebih menanam pada satu tempat yang mengelompok. Hal ini menyebabkan terong memiliki nilai INP yang kecil. Berdasarkan hasil analisis data yang terdapat pada tabel , diperoleh bahwa nilai H’ yang didapatkan sebesar 1,45. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan obat di Batu Mbelin tingkat pancang tergolong sedang.


(22)

b. Tingkat Pohon

Tabel 6. Indeks Nilai Penting Pohon di Desa Batu Mbelin

No Jenis Jumlah K KR F FR D DR INP H'

Individu Ind/ha % % %

1 Manggis 3 3 18,75 0,12 22,59 0,42 6,85 48,2 0,31 2

Asam

glugur 3 3 18,75 0,08 15,06 0,474 7,74 41,5 0,31 3 Aren 7 7 43,75 0,12 22,59 4,69 76,5 143 0,36 4 Duku 3 3 18,75 0,08 15,06 0,54 8,81 42,6 0,31 Total 16 16 100 0,531 100 3,134 100 299 1,14 Pada Tabel 6 menjelaskan bahwa pohon Aren mendominasi pada tingkat pohon dengan nilai INP 143 dan jenis tumbuhan yang rendah adalah Asam glugur dengan INP 7,74. Aren lebih banyak tumbuh dikarenakan faktor lingkungan mempengaruhi pertumbuhan dibandingkan asam glugur yang lebih menanam pada satu tempat yang mengelompok. Hal ini menyebabkan terong memiliki nilai INP yang kecil. Berdasarkan hasil analisis data yang terdapat pada tabel , diperoleh bahwa nilai H’ yang didapatkan sebesar 1,14. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan obat di Batu Mbelin tingkat pancang tergolong sedang.

Struktur dan Komposisi di Desa Sembahe

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh 22 jenis tumbuhan obat yang tersebar di Sembahe. Komposisinya terdiri atas sirih (Piper betle), sindodok (Clidemia hirta), sere (Cymboogon nardus), sukun ( Artocarpus communis), bandotan (Ageratum conyzoides), rimbang (Solanum ferrogium), sirsak (Annona muricata), nenas (Ananas comocus), katuk (Sauropus androgynus), jeruk nipis (Citrus aurantifolia) , pinang (Areca catechu), pisang (Musa paradisiaca), pepaya (Carica papaya), a.cekala (Nicolaia speciosa), jahe (Zinger officianale), terong (Solanum betaceum), aren (Arenga pinnata), duku


(23)

(Lansium domesticum), manggis (Garcinia mangostana), a. Glugur (Garnicia atroviridis), kemiri (Aleurites moluccana), alpukat (Persea americana).

a. Tingkat Semai

Tabel 7. Indeks Nilai Penting Semai di Desa Sembahe

No Jenis Jumlah K KR F FR INP H'

Individu Ind/ha % %

1 Sere 86 8600 55,48 0,28 38,88 94,37 0,32

2 Sindodok 34 3400 21,93 0,16 22,22 44,15 0,3327

3 Sirih 9 900 5,8 0,08 11,11 16,91 0,1652

4 Sukun 2 200 1,29 0,04 55,55 6,84 0,0561

5 Bandotan 24 2400 15,48 0,16 22,22 37,7 0,2

Total 155 15500 100 0,72 100 200 1,16

Pada Tabel 7 menjelaskan bahwa tumbuhan Sere mendominasi pada tingkat semai dengan nilai INP 94,37 dan jenis tumbuhan yang rendah adalah sukun dengan INP 6,84. Sere lebih banyak tumbuh ditanam masyarakat sebagai penambah nilai ekonomi masayarakat dibandingkan sukun yang tumbuh alami pada lahan masyarakat lebih sedikit dan jarang dijumpai. Hal ini menyebabkan sukun memiliki nilai INP yang kecil. Berdasarkan hasil analisis data yang terdapat pada tabel , diperoleh bahwa nilai H’ yang didapatkan sebesar 1,16. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan obat di Sembahe tingkat pancang tergolong sedang.


(24)

b. Tingkat Pancang

Tabel 8. Indeks Nilai Penting Pancang di Desa Sembahe

No Jenis Jumlah K KR F FR INP H'

Individu Ind/ha % %

1 Rimbang 40 640 9,68 0,16 6,89 16,58 0,226

2 Terong 8 128 1,93 0,04 1,72 3,66 0,076

3 Pepaya 14 224 3,38 0,12 5,17 8,56 0,114

4 Jahe 22 352 5,32 0,08 3,44 8,77 0,156

5 Katuk 6 96 1,45 0,04 1,72 3,17 0,061

6

Jeruk

nipis 6 96 1,45 0,08 3,44 4,90 0,061

7 Cekala 124 1984 30,02 0,64 27,58 57,61 0,360 8 Pinang 40 640 9,68 0,32 13,79 23,47 0,003 9 Pisang 58 928 14,04 0,64 27,58 41,62 0,275

10 Sirsak 2 32 0,48 0,04 1,72 2,20 0,025

11 Nenas 93 1488 22,51 0,16 6,89 29,41 0,33

Total 413 6608 100 2,32 100 200,84 1,69

Pada Tabel 8 menjelaskan bahwa tumbuhan Cekala mendominasi pada tingkat pancang dengan nilai INP 57,61 dan jenis tumbuhan yang rendah adalah sirsak dengan INP 2,20. Cekala lebih banyak tumbuh menyebar dibandingkan sirsak yang ditanam masyarakat lebih sedikit dan jarang dijumpai. Hal ini menyebabkan sirsak memiliki nilai INP yang kecil. Berdasarkan hasil analisis data yang terdapat pada tabel , diperoleh bahwa nilai H’ yang didapatkan sebesar 1,69. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan obat di Sembahe tingkat pancang tergolong sedang.

c. Tingkat Pohon

Tabel 9. Indeks Nilai Penting Pohon di Desa Sembahe

No Jenis Jumlah K KR F FR D DR INP H'

Individu Ind/ha % % %

1 Duku 2 2 6,89 0,08 15,59 0,36 7,93 30,42 0,184 2 Manggis 11 11 37,93 0,16 31,18 1,545 34,06 103,18 0,364 3 A.glugur 6 6 20,68 0,12 23,39 0,95 20,94 65,02 0,324 4 Aren 4 4 13,79 0,16 31,18 0,67 14,77 59,75 0,273 5 Kemiri 3 3 10,34 0,04 7,79 0,46 10,14 28,28 0,234 6 Alpukat 3 3 10,34 0,08 15,59 0,55 12,12 38,06 0,233 Total 29 29 100 0,513 100 4,535 100 299,9 1,61


(25)

Pada Tabel 9 menjelaskan bahwa pohon Manggis mendominasi pada tingkat pohon dengan nilai INP 103,18 dan jenis tumbuhan yang rendah adalah pohon kemiri, dengan INP 28,28. Manggis lebih banyak tumbuh dikarenakan manggis tumbuh merata dan sering dijumpai dibandingkan kemiri yang lebih menanam pada satu tempat yang mengelompok. Hal ini menyebabkan terong memiliki nilai INP yang kecil. Berdasarkan hasil analisis data yang terdapat pada tabel , diperoleh bahwa nilai H’ yang didapatkan sebesar 1,61. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan obat di Desa Sembahe tingkat pohon tergolong sedang.

Pengetahuan Tumbuhan Obat

Berdasarkan hasil wawancara dan kuisioner dengan masyarakat dapat diketahui bahwa masyarakat mengetahui beberapa jenis tumbuhan obat. Tumbuhan obat tersebut lebih banyak dicari di dalam kawasan hutan dibandingkan di kebun atau pekarangan. Namun, untuk memperoleh tumbuhan obat dari hutan agak sulit, dimana jarak yang ditempuh untuk mencapai hutan cukup jauh. Pengetahuan masyarakat terhadapa tumbuhan obat berasal dari pengetahuan secara turun-menurun. Berikut Presentasi pengetahuan masyarakat terhadap tumbuhan obat dapat disajikan pada Gambar 4.


(26)

Gambar 4. Presentasi pengetahuan masyarakat terhadap tumbuhan obat Pada Gambar 4 menjelaskan bahwa 56% dari jumlah responden yang diwawancarai sangat mengetahui tumbuhan obat. Hal ini dikarenakan masyarakat sering menggunakan tumbuhan obat yang diperoleh secara turun-menurun, pada proporsi 32% dari jumlah responden masyarakat kurang mengetahui akan tumbuhan obat, masyarakat hanya menggunakan beberapa jenis tumbuhan obat, dan pada proporsi 12% menjelaskan bahwa masyarakat tidak mengetahui akan tumbuhan obat. Masyarakat lebih menggunakan obat yang dijual.

Pemanfaatan Tumbuhan Obat

Tumbuhan obat dimanfaatkan oleh Ahli Pengobatan dan masyarakat di sekitar hutan alam sibolangit untuk pengobatan dan memelihara kesehatan. Masyarakat merasa ramuan tumbuhan obat perlu dikemas agar penggunaannya praktis sama seperti obat yang dijual secara umum. Namun, beberapa masyarakat berumur muda kurang mengetahui akan pengetahuan tumbuhan obat hal ini dikarenakan obat-obatan dari medis yang penggunaannya praktis dan lebih mudah didapat.

56% 32%

12%

Sangat mengetahui Kurang mengetahui Tidak tahu


(27)

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan masyarakat biasanya mengambil tumbuhan obat dari hutan alam sibolangit. Masyarakat belum membudidayakan tumbuhan obat pada lahan agroforestry menanam jenis tumbuhan yang memiliki nilai ekonomi sehingga pengambilan jenis tumbuhan obat pada hutan alam cukup besar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sada, dan Tanjung. (2010) yang menyatakan bahwa Masalah/kendala yang dihadapi dalam pemanfaatan tumbuhan obat yaitu ketersediaan tumbuhan yang berkhasiat obat, karena sebagian besar tumbuhan yang dimanfaatkan merupakan tumbuhan liar dan belum di budidayakan dan juga minimnya pengetahuan dari kaum muda tentang pemanfaatan dan pengelolahan tumbuhan obat.

Berikut manfaat jenis tumbuhan obat dimanfaatkan oleh masyarakat dapat disajikan pada tabel 10:

Tabel 10. Jenis tumbuhan obat dimanfaatkan oleh masyarakat

No Nama Lokal Nama Latin Bagian yang digunakan Manfaat 1 Rotan Calamus diepenhorstii Akar Minyak urut

2 Riman Calamus blumei akar Minyak urut

3 Banban Donas canniformis Air dalam batang Obat mata 4 Nungkai Peronema canescens Buahnya Obat sakit gigi

5 Sirih Piper betle Daun Obat gigi

7 Sere Cymboogon nardus Daun Anti radang

8 Jahe Zinger officianale Rimpang Obat masuk angin 9 Jeruk nipis Citrus aurantifolia Buah Pilek 10 Sirsak Artocarpus communis Buah Obat diabetes

11 Pepaya

Carica papaya Daun, buah

Susah buang air besar, dan malaria.

12 Rubei Morus alba Daun Obat panas

13 A. Cekala Nicolaia speciosa Daun

obat pembersih darah 14 Tepu Amorphophallus uariabilis


(28)

Deskripsi Jenis Tumbuhan

1. Sere (Cymboogon nardus (L) Rendle)

Tanaman Sere ini umumnya digunaan sebagai bumbu dalam masakan. Anggota famili Poaceae ini bersifat rasa pedas dan hangat dan bisa juga digunakan sebagai tanaman obat. Sereh ini biasanya tumbuh secara mengumpul menjadi gerombolan besar. Daun tunggal dan berjumbai. Helaian daun bergaris, tepi kasar dan tajam, tulang daun sejajar, permukaan atas dan bawah berambut, panjang mencapai 1 m, lebar 15 mm, berwarna hijau muda, dan diremas berbau harum (aromatik). Sereh bermanfaat sebagai antiradang, menghilangkan rasa sakit, dan melancarkan sirkulasi darah. Kandungan kimia yang terdapat pada sereh seperti minyak asiri dengan komponen citronellal, citral, geraniol, methylheptenone, eugenol-methyleter, dipenten, eugenol, kadinen, kadinol, dan limonen.

2. Nenas (Ananas comocus)

Nenas yang merupakan tanaman herba, tingginya dapat mencapai 1-1,5 m dengan 30 atau lebih daun yang panjang dan runcing ( panjang 930-100 cm). Nenas memiliki kegunaan sebagai peluruh urine ( diuretik), obat kumur, dan antimabuk laut.

Gambar 5. Sere


(29)

3. Bandotan (Ageratum conyzoides L.)

Jenis tumbuhan obat berupa herba bersuku Asteraceae memiliki tinggi 15-35 cm. Bandotan memiliki rsa sedikit pahit, pedas. Permukaan batang memiliki bulu halus, daun tunggal, tepi bergerigi, ujung meruncing. Bunga berwarna putih, letak terminal. Daun dan batang muda bandotan berpotensi sebagai obat penurun panas, bengkak, bisul, borok, luka, radang telinga, sakit tenggorokan dan radang selapu lendir pada batang tenggorokan.

4. Sindodok (Clidemia hirta)

Jenis tumbuhan obat berupa perdu yang merupakan anggota dari suku Melastomaceae. Tumbuhan ini memiliki tinggi mencapai 2,5 m. Batang berkayu, permukaan berbulu halus. Daun majemuk, ujung meruncing, permukaan atas dan bawah terdapat bulu halus. Manfaat sebagai obat menghentikan pendarahan pada luka lecet atau tersayat dangkal. Bagian yang digunakan adalah daunnya.

5. Sirih (Piper betle)

Tanaman merambat ini tingginya bisa mencapai 15 m. Batangnya berwarna cokelat kehijauan, berbentuk bulat. Daunnya tunggal, berujung runcing, tumbuh selang-seling. Tumbuhan ini merupakan suku Piperaceae. Daun sirih Gambar 3. Bandotan

Gambar 7. Bandotan

d

Gam

Gambar 8. Sindodok


(30)

digunakan untuk menyembuhkan luka bakar, mata merah, mimisan, bisul, dan sariawan.

6. Jeruk nipis (Citrus aurantifolia)

Jeruk nipis ini merupakan tumbuhan perdu yang menghasilkan buah dengan nama sama. Pohon jeruk nipis memiliki batang yang berduri tajam dengan cabang-cabang kecil yang banyak. Daunnya berbentuk bulat telur berwarna hijau tua agak kaku dengan bagian tepi agak berlekuk ke atas. Tumbuhan ini berkhasiat memutihkan kulit, memerdukan suara, menghilangkan ketombe di kepala dan menyembuhkan batuk pilek.

7. Rimbang (Solanum ferrogium)

Tumbuhan ini bersuku Rutaceae. Tanaman ini termasuk tanaman perdu yang tumbuh tegak dengan tinggi sekitar 3 m. Batang bulat, berkayu, bercabang, dan berduri. Daunnya tunggal, berwarna hijau, ujung meruncing dengan panjang sekitar 27-30 cm dan lebar20-24 cm. Bunga majemuk dan berbentuk bintang. Ekstrak dari tumbuhan ini berguna sebagai pengobatan penyakit kulit. Buahnya juga bermanfaat sebagai obat mata.

Gambar 10. Jeruk nipis


(31)

8. Jahe (Zinger officianale)

Jahe merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Jahe termasuk dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae). Terna ini berbatang semu, tinggi 30 cm, sampai 1 m, rimpang bila dipotong berwarna kuning, jingga. Daun sempit, panjang 15-23 mm, lebar 8-15 mm dan tangkai daun berbulu. Rimpang jahe dapat dimanfaatkan sebagai anti muntah, pereda kejang, dan anti pengerasan pembuluh darah, peluruh keringat. Tanaman ini dapat tumbuh baik dengan ketinggian 0-2000 mdpl.

9. Terong (Solanum betaceum)

Solanum betaceum atau terong merupakan jenis tumbuhan anggota keluarga Solanaceae. Terong merupakan tanaman merambat yang dibuat biasanya pada tiang kayu. Terong ini mengandung provitamin A yang baik untuk kesehatan mata, tumbuhan ini juga mengandung antioksidan yang termasuk dalam golongan flavonoid yang merupakan salah satu jenis antioksidan bermanfaat mencegah kanker dan sembelit.

10.Pisang (Musa paradisiaca)

Pisang termasuk dalam famili Musaceae. Tanaman pisang dapat tumbuh dengan baik pada berbagai macam topografi tanah baik

datar ataupun tanah miring. Pisang mempunyai bunga majemuk, yang

Gambar 12. Jahe

Gambar 13. Terong


(32)

tiap kuncup bunga dibungkus oleh seludang berwarna merah kecokelatan. Bagian yang digunakan untuk tumbuhan obat ialah bagian seludang merah kecokelatannya atau bunganya yang berfungsi sebagai obat terkilir dengan cara dioleskan bunganya dicampur dengan minyak.

11.Asam glugur (Garcinia atroviridis Griffith et Anders.)

Garcinia atroviridis tumbuhan obat yang berakar tunggang, bertajuk tinggi dan besar. Tingginya bisa mencapai 30 meter, dengan lebar tajuk 8 meter. Bunga asam gelugur betina biasanya hanya satu kuntum dalam satu tangkai, sedangkan bunga jantan ada banyak dalam satu tangkai. Buah asam gelugur berwarna hijau pada waktu muda dan berwarna kuning sesudah tua. Diameter buah antara 7–15 cm, dengan berat rerata 300 gram perbutir. Buahnya berbentuk bulat berbilah-bilah. Biji asam gelugur berkeping dua. Asam gelugur biasanya digunakan sebagai bumbu masakan, namun bisa digunakan sebagai obat rematik, radang telinga, hipertensi, radang gusi, menguraikan lemak (melangsingkan tubuh), menurunkan kadar kolesterol jahat, dan mencegah penyempitan pembuluh darah (penyebab stroke).

12.Sukun (Artocarpus communis)

Sukun merupakan tumbuhan obat suku Moraceae berkhasiat sebagai antidemam (daun) serta melancarkan ASI ( kulit buah). Perbanyakan tanaman ini dengan cangkok dan biji. Sebagai tumbuhan obat, Sukun tidak boleh diberi pupuk kimia dan disemprot dengan pestisida.

Gambar 15. Asam glugur


(33)

13.Pepaya (Carica papaya L.)

Carica papayamerupakan jenis tumbuhan obat dengan suku Caricaceae yang mudah dijumpai. Tanaman ini mepunyai batang lurus, memiliki tangkai lurus dan daunya menjari. Pada bagian kulit dapat mengobati kulit melepuh, pada bagian daun dapat digunakan untuk mengobati malaria, hipertensi, dan pada bagian buah dapat digunakan untuk melancarkan buang air besar.

14.Cekala (Nicolaia speciosa H)

Tanaman famili jahe ini berupa herba setinggi 2-5 meter. Batang semunya tegak, hanya bergaris tengah 2-3 cm sehingga tampak kurus. Berpelepah dan membentuk rimpang hijau daunnya tunggal, berbentuk lanset yang memanjang seperti pita sekitar 40-50 cm, selebar 8-10 cm. ujung dan pangkal daun runcing, dan hijau. Daun dan batangnya dimanfaatkan sebagai obat pembersih darah.

15.Duku (Lansium domesticum Correa)

Duku merupakan Pohon tunggal, tinggi mencapai 20 m dengan diameter hingga 40 cm. Daunnya berselang-seling, bersirip ganjil dengan 5 - 7 anak daun. Helaian daunnya bertangkai berbentuk elips, bulat panjang atau lonjong. Perbungaan terletak pada cabang atau batangnya yang menggantung ke bawah. Buah bentuk bulat sampai lonjong , berbulu pendek atau licin. Kulit buah

Gambar 17. Pepaya

Gambar 18. Cekala


(34)

berwarna kuning muda keabu-abuan, tipis dan bergetah putih seperti susu. Buah biasanya mempunyai biji yang rasanya pahit, masing-masing biji mempunyai dua embrio, terbungkus oleh lapisan yang transparan, berdaging dan melekat erat pada biji. Buah duku dapat mengobati penyakit diare serta keram, dan pada bijiduku yang rasanya pahit dapat mengobati cacingan dan mencegah malaria

16.Pinang (Areca catechu)

Pinang memiliki ciri-ciri tinggi yang lurus bisa mencapai ketinggian 25 meter dan tajuknya yang tidak rimbun. Pelepah daunnya berbentuk seperti tabung dengan panjang mencapai 80 cm dan bagian ujung daunnya tampak sobek. Zat yang dikandung di dalam buah Pinang meliputi arecolidine, arecaidine, guvacoline, guracine, dan beberapa senyawa lainnya. Sedangkan, biji tanaman ini yang juga bermanfaat, memiliki kandungan alkaloida seperti arekaina dan arekolina yang bersifat adiktif dan dapat merangsang otak. Di kalangan masyarakat tradisional, buah Pinang biasanya dijadikan salah satu campuran untuk makan Sirih. Biji Pinang biasanya digunakan untuk mengobati penyakit cacingan, terutama untuk mengobati cacing pita. Buah Pinang, Penambah Stamina Pria.


(35)

17.Ingel-ingel (Angiospteris evecta )

Ingel-ingel merupakan tumbuhan dari famili Marattiaceae. Tumbuhan ini hidupnya menyebar di berbagai tempat , menyukai tempat yang lembab. Tidak mempunyai batang namun jika membesar terlihat bongol yang berasal dari patahan daun. Merupakan pau yang besar, daunnya sampai 2 – 5 m menyirip ganda 2 – 4. Manfaat dan Khasiat Tumbuhan penurun panas pada anak – anak.

18.Manggis ( Garcinia mangostana .L)

Garcinia mangostana adalah jenis tumbuhan obat berupa pohon yang merupakan anggota dari suku Gutiferae. Manggis tumbuh mencapai 7-25 meter. Buahnya berwarna keunguan ketika matang, meskipun ada pula berwarna merah. Secara tradisional buah manggis digunakan sebagai obat sariawan, wasir, luka, diare, radang amandel, disentri.

19.Alpukat (Persea americana M)

Tumbuhan alpukat, terutama bagian daun, memiliki rasa pahit dan kelat. Efek farmakologis daun alpukat adalah peluruh kencing dan astrigen. Selain itu, daging buahnya dapat digunakan untuk mengobati darah tinggi, sakit kepala, gigi berlubang, kencing batu, kencing manisi, dan sariawan.

Gambar 21. Ingel-ingel

Gambar 22. Manggis


(36)

20.Aren (Arenga pinnata)

Aren merupakan salah satu spesies dari suku dari suku aracaceae (Pinang-pinangan). Tanaman ini memiliki biji yang terbungkus oleh daging buah, sehingga dikelompokkan dalam kelompok tumbuhan biji tertutup (Angiospermae). Kandungan Aren kaya akan protein, karbohidrat, kalsium, mineral, fosfor, besi, flavonoida, polifenol, sukrosa dan saponin. Aren dalam bentuk tuak berkhasiat mengobati sembelit, dan diabetes.

21.Kemiri (Aleurites moluccana)

Kemiri (Aleurites moluccana) adalah tumbuhan yang bijinya dimanfaatkan sebagai sumber minyak dan rempah-rempah. Tumbuhan ini termasuk dalam suku Euphorbiaceae. Pohon besar dengan tinggi mencapai 40 m. Daun tunggal, berseling, hijau tua, bertangkai panjang hingga 30 cm, dengan sepasang kelenjar di ujung tangkai. Pada bagian kulit emiri dapat mengobati disentri, diare. Pada bagian buahnya dapat digunakan sebagai obat penyubur rambut.

22. Rotan (Calamus diepenhorstii Miq)

Akar Tanaman rotan mempunyai system perakaran serabut, bewarna keputih-putihan atau kekuning-kuningan serta kehitam-hitaman. Batang tanaman rotan terbagi menjadi ruas-ruas yang setiap ruas dibatasi oleh buku-buku. Gambar 24. Aren

Gambar 25. Kemiri


(37)

Pelepah dan tangkaidaun melekat pada buku-buku tersebut. Tanaman rotan berdaun majemuk dan pelepah daun yang duduk pada buku dan menutupi permukaan ruas batang, daun Daun rotan ditumbuhi duri. Mayarakat karo memanfaatkan dari akar rotan sebagai minyak urut sebagai pengobatan tradisional yang sudah dijual di pasaran.

23.Petai cina (Leucaena leucocephala)

Petai cina merupakan Pohon tunggal, tinggi mencapai 20 m. Tumbuhan ini memiliki batang yang keras dan berukuran tidak besar. Daunnya majemuk terurai dalam tangkai berbilah ganda. Tumbuhan ini diketahui berkhasiat dalam menyembuhkan diabetes melitus, cacingan, luka baru, dan bengkak.

24.Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq )

Mahoni merupakan pohon yang dapat ditemukan tumbuh liar di hutan jati, atau ditanam di tepi jalan sebagai pohon pelindung. Mahoni termasuk jenis pohon dengan usia tahunan yang tingginya antara 5 – 25 meter, berakar tunggang, batangnya bulat, bercabang banyak, dan kayunya bergetah. Salain digunakan untuk perabot rumah tangga, mahoni dapat mengobati penyakit. Penyakit yang dapat diobati dengan mahoni antara lain tekanan darah tinggi, kurang nafsu makan, demam, kencing manis, masuk angin, dan rematik.

Gambar 27. Petai cina


(38)

25.Pulai ( Alstonia scholaris. L)

Alstonia scholaris adalah jenis tumbuhan obat berupa pohon yang merupakan anggota dari suku Apocynaceae. Pulai merupakan jenis pohon yang berbatang lurus, dan daunnya menjari. Daun tumbuhan ini digunakan untuk pengobatan gangguan pencernaan, seperti perut kembung, rasa mulas, diare, disentri, obat cacing, sedangkan getahnya digunakan untuk pengobatan penyakit kulit, borok, koreng, dan bisul.

26.Ketapang (Terminalia catappa)

Pohon ketapang (Terminalia catappa) bertajuk rindang dengan cabang-cabang yang tumbuh mendatar dan bertingkat-tingkat; pohon yang muda sering nampak seperti pagoda. Tingginya dapat mencapai 35 meter. Daun ketapang lebar berbentuk bulat telur dengan pangkal daun runcing dan ujung daun lebih tumpul. Pertulangan daun sejajar dengan tepi daun berombak. Daunnya digunakan untuk rematik pada sendi, dan dari buah dan biji Ketapang bisa menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh yang bisa meningkatkan risiko serangan jantung.

Gambar 29. Pulai


(39)

27.Mindi (Melia azedarach)

Mindi merupakan species tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam famili Meliaceae. Bentuk dari daun pada bagian tepinya bergerigi dan ujungnya runcing. Mindi berbunga majemuk dengan panjang 3 – 7 cm, dan lebar mencapai 3 cm. Pada daun mindi berkhasiat mengobati gatal-gatal, menghilangkan kudis dan, menurunkan tekanan darah tinggi.

28.Cingkam ( Bischofia javanica. B)

Cingkam adalah Tumbuhan ini berupa pohon besar yang tingginya dapat mencapai 40 m, diameter batang 95 - 150 cm. Batangnya lurus, tanpa mata kayu ataupun bomi akar, tidak beralur. Bentuk daun bundar telur yang berbagi/berlekuk tiga serta meruncing ke ujung daun. Duduk daun atau letaknya spiral/melingkar, mempunyai tangkai daun panjang. perbungaan bentuk malai, kecil, terdapat di ujung batang dengan tangkai bunga yang panjang. Buah juga kecil (1,2 - 1,5 cm). Pada umumnya masyarakat karo memanfaatkan cingkam dari kulit batangnya yang berwarna merah sebagai obat maag yang dicampur dengan kuning telur.

Gambar 31. Mindi


(40)

29.Banban (Donas canniformis K)

Banban merupakan tumbuhan dari famili Marantaceae. Banban sejenis tumbuhan dengan batang yang berumpun tetapi tidak berongga. Bentuk daunnya bulat oval. Tumbuhan ini tumbuh pada ketinggian 300 - 350 mdpl. Daun Banban memiliki kegunaan sebagai penawar bisa atau racun, dan pada air dalam batang banban memiliki kegunaan sebagai obat mata.

30.Riman(Calamus blumei Becc)

Jenis tumbuhan obat berupa herba bersuku Calamuceae yang satu kerabat dengan jenis pinang lainnya. Riman sama seperti pinang yang dapat tumbuh tinggi mencapai 15 m . Bagian riman yang digunakan sebagai tumbuhan obat adalah akarnya. Akarnya direbus lalu mengeluarkan minyak yang selanjutnya digunakan sebagai minyak urut tradisional.

31.Rubei (Morus alba)

Tanaman merambat pada pohon yang tingginya bisa mencapai 15 m. Batangnya berwarna cokelat kehijauan, berbentuk bulat. Daunnya tunggal, berujung runcing, tumbuh selang-seling. Tumbuhan ini merupakan suku Moraceae. daun sirih digunakan untuk menyembuhkan luka bakar, mata merah, mimisan, bisul, dan sariawan.

Gambar 33. Banban

Gambar 34. Riman


(41)

32.Tepu (Amorphophallus uariabilis BL)

Tepu merupakan tumbuhan dari famili Araceae. Pada Masyarakat setempat biasanya memakan Tepu sebagai makanan lalapan yang mengobati penyakit.Tepu kaya kandungan kimia seperti flavonoid dan saponin. Tumbuhan ini memiliki khasiat sebagai obat alergi atau gatal - gatal.

33.Puspus (Mallothus subpeltatus M)

Puspus merupakan tumbuhan liana yang hidup pada pohon. Puspus merupakan tumbuhan dari famili Euphorbiaceae. Batang puspus berongga yang memiliki cairan yang berfungsi sebagai obat radang ada mata. Cairan ada batang biasanya dibiarkan satu malam agar hasil yang diperoleh banyak.

34.Kempawa (Didymosperma porhycarpum W&D)

Didymosperma porhycarpum atau Kempawatumbuhan obat yang dari suku Palmae sejenis pinang – pinangan. Bentuk batang dan daunnya menyerupai pinang lainnya. Tingginya bisa mencapai 10 meter. Akar pada Kempawa biasanya digunakan sebagai obat penyakit kotor akarnya digunakan sebagai minyak urut.

Gambar 36. Tepu

Gambar 37. Puspus


(42)

35.Nungkai (Peronema canescens)

Nungkai merupakan tumbuhan obat suku verbenaceae. Tanaman ini memiliki buah majemuk dan bergerombolan. Buahnya berwarna coklat yang bisa digunakan sebagai obat penurun panas.

36.Sirsak (Annona muricat

Sirsak merupakan tumbuhan obat suku Annonaceae Perbanyakan tanaman ini dengan cangkok dan biji. Sebagai tanaman obat. Pohon sirsak dapat tumbuh mencapai tinggi 9 meter. Buah sirsak memiliki berat mencapai 2,5 kg. Daging buah sirsak berwarna putih dan memiliki biji berwarna hitam. Pada daun sirsak memiliki manfaat sebagai mengatasi asam urat, daun sirsak direbus kemudian air rebusan diminum selagi hangat. Selain itu, daunnya dapat mengatasi diabetes melitus, dan menurunkan kolestrol.

Gambar 39. Nungkai


(43)

37.Katuk (Sauropus androgynus)

Katuk merupakan tumbuhan obat suku Euphorbiaceae.Tanaman ini bisa mencapai 3 m, batangnya berwarna hijau. Daun katuk memiliki senyawa fitokimia dan vitamin A yang berkhasiat sebagai obat yang dapat meningkatkan kesehatan mata, melancarkan produksi ASI ibu menyusui.


(44)

Kesamaan Jenis Tumbuhan Obat

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat kesamaan jenis tumbuhan obat pada masing – masing tempat. Pada Desa Batu Mbelin terdapat jenis tumbuhan obat yang sama dengan di Taman Wisata Alam yaitu sindodok dengan jumlah 148, riman 28, sirih 13, pisang 77 , pinang 23, cekala 138, ingel- ingel 24, dan aren 7. Sedangkan terdapat jenis yang berbeda adalah rimbang, sere, pepaya, asam cekala, jahe, terong, manggis, asam glugur, dan duku. Pada Desa Sembahe terdapat jenis tumbuhan obat dengan di Taman Wisata Alam yaitu sindodok 34, sirih 9, pisang 58, pinang 58, dan aren 4, sedangkan tumbuhan yang berbeda yaitu sere, sukun, bandotan, rimbang, terong, pepaya, jahe, katuk, jeruk nipis, asam cekala, sirsak, nenas, duku, manggis, asam glugur, kemiri, dan alpukat. Pada jenis tumbuhan yang sama dikarenakan letak topografi yang sama Desa Sembahe dan Desa Batu Mbelin berada di sekitar Taman Wisata Alam. Pada jenis yang berbeda di Desa Lahan Agroforestry dengan Taman Wisata Alam dikarenakan Masyarakat lebih mengusahakan jenis tumbuhan yang bisa menghasilkan pendapatan kepada petani itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Hani dan Suryanto, 2014) yang menyatakan bahwa petani agroforestry di kulon progo lebih memilih jenis tumbuhan karena pertimbangkan faktor ekonomi dibandingkan faktor lainnya.

Berdasarkan hasil inventarisasi tumbuhan obat yang dilakukan diperoleh jenis tumbuha obat yang mendominasi pada masing-masing tempat. Pada Taman Wisata Alam diperoleh jenis banban sebanyak 220 buah, di Desa Batu Mbelin diperoleh jenis sindodok sebanyak 148 buah, dan di Desa Sembahe diperoleh jenis


(45)

asam cekala sebanyak 124 buah. Grafik jenis tumbuhan obat dominan dapat dilihat pada Gambar 42.

Gambar 42. Jenis Tumbuhan Obat yang Dominan Peta Sebaran Tumbuhan Obat

Pada penelitian pemetaan sebaran tumbuhan obat dilakukan dengan inventarisasi dan pengambilan titik tumbuhan obat di lapangan. Data sebaran tumbuhan obat disimpan di GPS yang terdiri dari koordinat, kemudian dioverlaykan dengan peta kelerengan dan ketinggian tempat lokasi penelitian.. Peta sebaran tumbuhan obat yang berada pada kawasan hutan kawasan hutan Taman Wisata Alam, Desa Sembahe, dan Desa Batu Mbelin. Kecamatan Sibolangit. Peta penyebaran tumbuhan obat dapat disajikan pada Gambar 43 sampai dengan gambar 55

0 50 100 150 200 250

TWA

Batu Mbelin

Sembahe

Lokasi jumlah


(46)

(47)

(48)

(49)

(50)

(51)

(52)

Gambar 49. Peta Sebaran Tumbuhan Obat Di Desa Sembahe


(53)

Gambar 50. Peta Sebaran Tumbuhan Obat Di Desa Sembahe


(54)

Gambar 51. Peta Sebaran Tumbuhan Obat Di Desa Sembahe


(55)

Gambar 52. Peta Sebaran Tumbuhan Obat Di Desa Sembahe


(56)

Gambar 53. Peta Sebaran Tumbuhan Obat Di Desa Sembahe


(57)

Gambar 54. Peta Sebaran Tumbuhan Obat Di Desa Batu Mbelin


(58)

(59)

Gambar 56. Peta Sebaran Tumbuhan Obat Di Desa Batu Mbelin


(60)

(61)

Gambar 58. Peta Sebaran Tumbuhan Obat Di Desa Batu Mbelin


(62)

Gambar 59. Peta Tumbuhan Obat Dominan Di Taman Wisata Alam


(63)

Gambar 60. Peta Tumbuhan Obat Dominan Di Desa Sembahe


(64)

(65)

Titik tumbuhan obat yang diambil merupakan titik koordinat jenis tumbuhan obat yang dijumpai dan juga titik tumbuhan obat yang paling dominan yang berada disepanjang jalur dan berada dalam plot pengamatan. Peta yang dibuat merupakan peta sebaran yang mewakili pada kawasan hutan Taman Wisata Alam, Desa Sembahe, dan Desa Batu Mbelin Kecamatan Sibolangit. Pada peta sebaran tumbuhan obat di hutan Taman Wisata Alam, Desa Sembahe, dan Desa Batu Mbelin berada pada ketinggian berkisar 200-500 m dpl yang termasuk pada kategori kelerengan agak curam. Pada Taman Wisata Alam berada pada ketinggian 400-500 m dpl dengan kelerengan agak curam. Pada Desa Sembahe berada pada ketinggian 300 - 400 m dpl dengan kelerengan agak curam, serta pada Desa Batu Mbelin berada pada ketinggian 200 - 300 m dpl. Pada ketinggian tersebut jenis tumbuhan obat yang ditemukan cukup tinggi hal ini dikarenakan pada kelerengan tipe agak curam memiliki intensitas curah hujan yang cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sembiring, dkk. (2012) yang menyatakan bahwa jumlah jenis tumbuhan obat yang ditemukan pada ketinggian < 1000 mdpl lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan 1000-1500, dan ≥ 1500 mdpl.


(66)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Jumlah tumbuhan yang ditemukan di lapangan berjumlah 37 jenis, diataranya 20 jenis di Taman Wisata Alam, 22 jenis di Desa Sembahe, dan 16 jenis di Desa Batu Mbelin.

2. Pemanfaatan tumbuhan obat diperoleh secara turun menurun yang digunakan masyarakat.

3. Pada peta sebaran ditemukan tumbuhan obat yang cukup tinggi dengan ketinggian 200-500 m dan kelerengan agak curam.

Saran

Sebaiknya masyarakat yang berada di sekitar kawasan hutan sibolangit menanam jenis tumbuhan obat pada lahan Agroforestry masing – masing sehingga tidak perlu mengambil langsung dari kawasan hutan guna menjaga kelestarian hutan di Sibolangit.


(67)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Alam

Hutan alam adalah suatu lapangan yang bertumbuhan pohon-pohon alami yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya. Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya (Mugiono, 2012).

Tumbuhan alam berkhasiat obat telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia bahkan sejak ratusan tahun yang lalu. Pada masa lalu, ahli ilmu pengobatan yang dikenal dengan istilah tabib membuat ramuan obat yang bahan bakunya berasal dari hutan. Diperkirakan hutan Indonesia menyimpan potensi tumbuhan obat sebanyak 30.000 jenis, di antaranya 940 jenis telah dinyatakan berkhasiat obat, dimana sekitar 78 % masih diperoleh melalui pengambilan langsung dari hutan (Nugroho, 2010).

Agroforestry

Agroforestry yang merupakan suatu sistem pertanian campuran mengkombinasikan tanaman pepohonan (hutan dan atau tanaman perkebunan atau buah-buahan) dengan tanaman rendah atau tanaman semusim, dengan atau tanpa ternak pada satu tapak lahan, baik secara bersamaan, maupun berurutan, sebenarnya sudah sejak lama diterapkan oleh masyarakat desa dan petani di berbagai negara Asia, Afrika, dan Amerika Selatan. Masyarakat di pedesaan sejak


(68)

dahulu sudah menyadari dan merasakan manfaat dari sistem ini, baik dari segi produktivitas, maupun dari segi kelestarian sumberdaya lahan dan lingkungannya.Pembukaan lahan hingga ke perbatasan hutan lindung, suaka alam, atau kawasan pelestarian alam yang sebenarnya tidak layak (tidak sesuai) untuk usaha pertanian monokultur yang intensif karena faktor pembatas topografi (kemiringan lereng) dan kedalaman solum tanah misalnya, dapat diterapkan sistem ini dengan berazaskan pada pelestarian lingkungan dan kearifan lokal (Rauf, A, 2007).

Hendiyani et. al. (2004) menyataan bahwa pada Lahan Agroforestry di kebun buah Desa Gedambaan, Kabupaten Pulau Laut, Kalimantan Selatan menemukan 29 jenis tumbuhan berkhasiat obat dalam berbagai tingkatan pertumbuhan yaitu herba, tumbuhan menjalar, epifit semai, perdu, tiang dan pohon. Pada petak pengamatan I sebanyak 16 jenis; petak pengamatan II sebanyak 13 jenis; dan petak pengamatan III sebanyak13. Nilai indeks kesamaan ditemukan petak I dengan II adalah 65%; petak II dengan petak III adalah 55%; dan petak I dengan petak III adalah 60%. Manfaat yang diambil dari tumbuhan obat antara lain dari daun, kulit, biji, buah dan batang.

Hutan agroforestry telah menarik perhatian dan mendorong minat pedamping masyarakat, karena agroforestry diharapka menjadi teknologi pertanian berkelanjutan. Agroforestry memajukan manajemen dan penanaman pohon bersama-sama dengan pertanian tanaman dan ternak. Sistem agroforestry dapat didasarkan pada komposisi biologis serta pengaturannya, tingkat pengelolaan teknis atau ciri-ciri sosial-ekonominya. Penggunaan istilah sistem sebenarnya bersifat umum. Ditinjau dari komposisi biologis, contoh sistem


(69)

agroforestry adalah agrisilvikultur, silvopastura, agrosilvopastura (Kominta, dkk, 2013).

Etnobotani

Etnobotani berasal dari kata etno (etnis) dan botani. Etno berarti masyarakat adat/kelompok sosial kebudayaan yang mempunyai arti tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa dan lain sebagainya. Sedangkan botani adalah tumbuh-tumbuhan. Etnobotani adalah interaksi antara masyarakat setempat dengan lingkungan hidupnya, secara spesifikpada tumbuh-tumbuhan serta pengkajian penggunaan tumbuhan sebagai makanan, perlindungan atau rumah, pengobatan, pakaian, perburuan dan upacara adat. Suatu bidang ilmu yang mempelajari hubungan antara masyarakat lokal dan alam lingkungannya meliputi sistem pengetahuan tentang sumber daya tumbuhan (Purwanto, 1999). Dalam rangkamemberikan pengetahuan yang lebih baik kepada masyarakat tentang pemanfaaatantumbuhan sebagai obat maka perlu diperkenalkan etnobotani tumbuhan yang berpotensisebagai obat kepada masyarakat.

Tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercaya mempunyai khasiat obat. Tumbuhan obat memiliki hubungan yang erat dengan masyarakat yaitu sebagai sumber mata pencaharian dan peluang usaha bagi masyarakat sekitar. Peranan tanaman obat dalam pengembangan hutan tanaman juga menghasilkan keuntungan majemuk meliputi :

1) keberhasilan pengelolaan hutan tanaman melalui penyediaan sumber pendapatan yang berkelanjutan,

2) penyediaan lapangan kerja,


(70)

4) peningkatan pendapatan asli daerah, dan 5) pengembangan usaha regional

(Sitepu &Sutigno, 2001) dalam Anggraini, dkk (2013).

Budidaya tumbuhan obat yang ada di kawasan hutan perlu dilakukan untuk menghindari pengambilan dari hutan secara langsung yang bisa menyebabkan kelangkaan jenis-jenis yang diambil secara berlebihan. Pengembangan tumbuhan tidak jauh dari habitat aslinya dapat mempertahankan keunggulan genetik tumbuhan tersebut. Teknik budidaya perlu dikembangkan terhadap jenis-jenis yang ada khususnya yang sudah tergolong langka dan juga yang mempunyai prospek bagus di pasar. Pengembangbiakan tumbuhan obat yang berasal dari hutan dapat dilakukan secara generatif (dari biji) maupun vegetatif (Abdiyani, 2008).

Kecenderungan masyarakat menggunakan bahan-bahan yang berasal dari tumbuhan obat terus meningkat. Produk berbahan baku yang berasal dari tumbuhan dinilai relatif lebih aman dan ramah lingkungan dibanding dengan produk berbahan aktif kimia (Balfas & Willis, 2009). Perkembangan terakhir menunjukkan, peningkatan permintaan akan produk tumbuhan obat tidak hanya sebatas peningkatan kuantitas tumbuhan yang telah biasa digunakan tetapi berkembang kearah bertambahnya jenis tanaman yang digunakan dan ragam produk yang dihasilkan. Sebahagian besar bahan baku obat yang berasal dari tumbuhan dipanen secara langsung dari alam (Pribadi, 2009).

Inventarisasi Hutan

Inventarisasi hutan biasanya dianggap sinonim dengan taksiran kayu. Di dalam artian ini inventarisasi hutan adalah suatu usaha untuk menguraikan kuantitas dan kualitas pohon-pohon hutan serta berbagai karakteristik areal tanah


(71)

tempat tumbuhnya. Perlu ditekankan, bahwa inventarisasi hutan harus berisi pula evalulasi terhadap karakteristik-karakteristik pohon mampu terhadap lahan tempat pohon-pohon itu tumbuh. Penaksiran kuantitas kayu terpisah dari areal tempat tumbuhnya tidak banyak artinya. Hutan tidak hanya suatu kuantitas kayu, tetapi asosiasi tumbuhan hidup yang dapat dan harus diperlakukan sebagai benda hasil yang dapat diperbarui (Huch, 1987).

Tumbuhan Obat

Masyarakat di sekitar kawasan hutan memiliki kearifan lokal dalam pemanfaatan tumbuhan/bahan alami untuk pengobatan. Pengetahuan tentang tumbuhan obat, mulai dari pengenalan jenis tumbuhan, bagian yang digunakan, cara pengolahan sampai dengan khasiat pengobatannya merupakan kekayaan pengetahuan masing-masing etnis dalam masyarakat setempat Menurut Supriadi (2001) Dalam Karmilasanti dan Supartini (2011).

Pengobatan tradisional awalnya dikenal dengan ramuan jamu-jamuan, hingga saat ini jamu masih diyakini sebagai obat mujarab untuk mengobati berbagai penyakit bahkan telah dikembangkan dalam industri modern. Pengetahuan mengenai tumbuhan obat memiliki karakteristik berbeda-bedapada suatu wilayah. Pengetahuan tersebut biasanya merupakanwarisan secara turun-temurun. Hanya sebagian kecil masyarakat yang mengetahui jenis-jenis tumbuhan obat (Nurrani, 2013).

Keanekaragaman jenis sebagai salah satu indikator untuk menduga keanekaragaman jenis tumbuhan obat pada satu komunitas ditunjukan secara kualitatif dengan perhitungan nilai Indeks Keanekaragaman Shannon. Perbedaan nilai Indeks Keanekaragaman Shannon dapat disebabkan karena kondisi tempat


(72)

tumbuh dan persaingan antar jenis. Komposisi suatu komunitas ditentukan terhadap tempat tumbuh yang kebetulan mencapai dan mampu hidup ditempat tersebut, sedangkan setiap anggota komunitas bergantung kepada daya adaptasi setiap individu terhadap faktor fisik dan biologi tempat tersebut (Nurudin, 2005). Peran Tumbuhan Obat

Ramuan obat-obatan yang dibuat oleh etnik Karo dikenal dengan “obat Karo” sudah dikenal luas oleh masyarakat Karo, bahkan juga di luar Kabupaten Karo. Obat-obatan tradisional tersebut diperdagangkan dalam bentuk bahan baku dasar ataupun dalam bentuk olahan. Obat Karo yang pada umumnya sudah dalam bentuk siap bentuk pakai tersebut cukup diminati oleh konsumen karena penggunaannya sudah relatif lebih mudah jika dibandingkan dengan penggunaan bahan dasar. Bahan-bahan olahan tersebut dibuat dalam bentuk tepung, minyak urut, dan minyak oles, padatan berbentuk bulat padat (disebut

param yang cara penggunaannya dilumerkan dan dioleskan ke badan (Situmorang dan Harianja, 2014).

Peran tumbuhan bagi kehidupan manusia sangatlah penting, maka pengetahuan mengenai aktifitas biologis yang ditimbulkan oleh senyawa metabolit sekunder yang berasal dari tumbuhan sangat diperlukan dalam usaha penemuan sumber obat baru. Menurut Zein (2005), dari pengalaman orang-orang tua kita terdahulu, dan pengalaman kita juga sampai kini, maka peran tumbuhan obat memang dapat dikembangkan secara luas di Indonesia.


(73)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hutan merupakan ekosistem yang terbentuk oleh asosiasi antara masyarakat tumbuh-tumbuhan dan masyarakat binatang yang hidup di dalamnya, yang luasnya sedemikian rupa sehingga dapat menciptakan iklim mikro yang khas. Karena merupakan asosiasi, maka antara anggota masyarakat itu terjadi saling interaksi, saling memerlukan dan sampai batas-batas tertentu juga ada saling mengorbankan kepentingan individu untuk kepentingan bersama. Namun demikian, di lain pihak antara anggota masyarakat yang menyusun hutan juga terjadi persaingan untuk mempertahakan hidup (survival)(Simon, 2008).

Hutan menyediakan memiliki banyak peranan dan fungsi penting dalam keberlangsungan makhluk hidup lainnya. Salah satu kebutuhan manusia yaitu pangan, sandang, dan papan. Selain tumbuh-tumbuhan menyediakan pangan bagi makhluk hidup lainnya, tumbuh-tumbuhan memiliki manfaat penyembuh penyakit bagi makhluk hidup lainnya yang dikenal dengan sebagai tumbuhan obat. Namun jenis tumbuh-tumbuhan tidak semua bisa digunakan sebagai obat.

Penggunaan tumbuhan sebagai obat tradisional juga semakin banyak diminati oleh masyarakat karena telah terbukti bahwa obat yang berasal dari tumbuhan lebih menyehatkan dan tanpa menimbulkan adanya efek samping jika dibandingkan dengan obat-obatan yang berasal dari bahan kimia. Namun, yang menjadi permasalahan bagi peminat obat tradisional adalah kurangnya pengetahuan dan informasi memadai mengenai berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang biasa digunakan sebagai ramuan obat-obatan tradisional dan bagaimana pemanfaatannya (Arief, 2001).


(74)

Sibolangit merupakan salah sat Desa Sembahe dan Desa Batu Mbelin merupakan dua dari tiga puluh desa Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang yang berada di sekitar hutan Taman Wisata Alam. Taman Wisata Alam Sibolangit berpotensi untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari masyarakat sekitar hutan tersebut baik hasil hutan kayu maupun hasil hutan non kayunya. Pembukaan lahan di hutan tersebut mungkin saja dapat terjadi dilakukan masyarakat sekitar hutan tersebut untuk dibuat perladangan yang ditanami dengan tanaman semusim dan tanaman tahunan.

Pada daerah Sibolangit terdapat hutan alam yang merupakan konservasi dalam menjaga pengatur tata air, pengatur sistem iklim mikro dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Adapun lahan agroforestry pada Desa Sembahe dan Desa Batu Mbelin, Kecamatan Sibolangit memiliki tipe ekosistem mendekati hutan alam. Hal ini dikarenakan pada lahan agroforestry memiliki pohon dan tanaman lainnya yang mempunyai peranan sama seperti peranan hutan. Lahan agroforestry tersebut merupakan lahan milik masyarakat dan berbatasan langsung pada kawasan hutan.

Penelitian tentang identifikasi keanekaragaman tumbuhan obat perlu dilakukan untuk mengetahui potensi tumbuhan obat di Desa Sembahe dan Desa Batu Mbelin agar masyarakat mampu menjaga hutan alam (Taman Wisata Alam) yang menjadi penyangga dan masyarakat mempraktikkan pada lahan agroforestry masing-masing. Penelitian ini dilakukan dengan cara identifikasi jenis di lapangan dan pemetaan dengan memanfaatkan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG).


(75)

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengidentifikasi keanekaragaman jenis tumbuhan obat pada Taman Wisata Alam dan lahan agroforestry di Kecamatan Sibolangit.

2. Mengetahui pemanfaatan tumbuhan obat pada Taman Wisata Alam dan lahan agroforestry di Kecamatan Sibolangit.

3. Memetakan sebaran keanekaragaman jenis tumbuhan obat berdasarkan ketinggian dan kelerengan pada Taman Wisata Alam dan lahan agroforestry di Kecamatan Sibolangit.

Manfaat Penelitian

1. Manfaat dari penelitian ini adalah memberi informasi tentang keanekaragaman jenis tumbuhan obat pada Taman Wisata Alam dan lahan Agroforestry di Kecamatan Sibolangit, Sumatera Utara.

2. Memberikan masukan bagi instansi seperti Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) dalam pengolahan sumberdaya hutan baik dalam praktek Agroforestry maupun hutan alam sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.


(76)

ABSTRAK

BOSCO TARULI S : Keanekaragaman Tumbuhan Obat Di Hutan Sibolangit Sumatera Utara. Dibawahbimbingan RAHMAWATY danRIDWANTI

Hutan menyediakan memiliki banyak peranan dan fungsi penting dalam keberlangsungan makhluk hidup lainnya.Selain tumbuh-tumbuhan menyediakan pangan bagi makhluk hidup lainnya, tumbuh-tumbuhan memiliki manfaat penyebuh penyakit bagi makhluk hidup lainnya yang dikenal dengan sebagai tumbuhan obat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Mengidentifikasi keanekaragaman jenis tumbuhan obat, memetakan sebarantumbuhanobat, dan Mengetahui pemanfaatan tumbuhan obat pada Taman Wisata Alam dan lahan agroforestry di Kecamatan Sibolangit. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah systematic purpossive samplingselanjutnya ditentukan secara systematic sampling. Inventarisasi dilakukan di Taman Wisata Alam. Setiap jalur dibuat plot dengan ukuran 20 x 20 meter sebanyak 60 plot. Pada Lahan Agroforestry dibuat plot seluas 1 ha pada areal lahan masyarakat yang memiliki lahan agroforestry pada masing-masing desa. Hasil penelitian ini diperoleh 37 jenis tumbuhan obat dan paling mendominasi di Taman Wisata Alam adalah Banban (Donas canniformis ), di Desa Sembahe adalah Cekala (Nicolaia speciosa), dan di Desa Batu Mbelin adalah Sindodok (Clidemia hirta). Masyarakat pada umumnya memanfaatkan daun dari tumbuhan senduduk buluh (Clidermia hirta) yang berkhasiat sebagai obat sakit perut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis di Taman Wisata Alam, Desa Sembahe, dan Desa Batu Mbelin tergolong cukup tinggi. Penyebaran tumbuhan obat yang paling besar berada di Desa Sembahe. Dengan demikian diperlukan pengetahuan mengenai potensi tumbuhan obat dan cara penggunaanya.

Katakunci: Taman Wisata Alam, Desa Sembahe, dan Desa Batu Mbelin, Sibolangit, TumbuhanObat.


(77)

ABSTRACT

BOSCO TARULI S: Medicinal Plant Diversity In the Forest of Sibolanngit for North Sumatra. Supervised by RAHMAWATY and RIDWANTI

Forests provide many roles and has important functions in the sustainability of other living creatures. In addition to the plants provide food for other living things, plants have benefits penyebuh disease to other living creatures are known as a medicinal plant. The purpose of this study was to identify the diversity of medicinal plant species, mapped the distribution of medicinal plants and herbs Knowing utilization in the Nature Park and agroforestry in the District of Sibolangit. The method used in this research is purposive sampling systematic subsequently determined by systematic sampling. The inventory is carried at the Nature Park. Each track is made a plot with a size of 20 x 20 meters by 60 plot. Agroforestry made on land plot of 1 ha in the area of public lands that have agroforestry land in each village. The results of this study showed 37 types of medicinal herbs and the most dominating in the Nature Park is Banban (Donas canniformis), in the village of Sembahe is Cekala (Nicolaia speciosa), and in the village of Batu Mbelin is Sindodok (Clidemia hirta). The people generally utilize the leaves of plants senduduk reed (Clidermia hirta) is efficacious as an upset stomach. The results showed that species diversity in the Nature Park, Sembahe village, and the village of Stone Mbelin quite high. Deployment of medicinal plants most of which are in the village of Sembahe. Thus, knowledge is required about the potential of medicinal plants and how it's used.

Keyword : Nature Park, Sembahe village, and the village of Batu Mbelin, Sibolangit, Medicinal Plant,


(78)

KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN OBAT DI HUTAN

SIBOLANGIT SUMATERA UTARA

SKRIPSI

BOSCO TARULI S

121201061/ MANAJEMEN HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(79)

ABSTRAK

BOSCO TARULI S : Keanekaragaman Tumbuhan Obat Di Hutan Sibolangit Sumatera Utara. Dibawahbimbingan RAHMAWATY danRIDWANTI

Hutan menyediakan memiliki banyak peranan dan fungsi penting dalam keberlangsungan makhluk hidup lainnya.Selain tumbuh-tumbuhan menyediakan pangan bagi makhluk hidup lainnya, tumbuh-tumbuhan memiliki manfaat penyebuh penyakit bagi makhluk hidup lainnya yang dikenal dengan sebagai tumbuhan obat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Mengidentifikasi keanekaragaman jenis tumbuhan obat, memetakan sebarantumbuhanobat, dan Mengetahui pemanfaatan tumbuhan obat pada Taman Wisata Alam dan lahan agroforestry di Kecamatan Sibolangit. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah systematic purpossive samplingselanjutnya ditentukan secara systematic sampling. Inventarisasi dilakukan di Taman Wisata Alam. Setiap jalur dibuat plot dengan ukuran 20 x 20 meter sebanyak 60 plot. Pada Lahan Agroforestry dibuat plot seluas 1 ha pada areal lahan masyarakat yang memiliki lahan agroforestry pada masing-masing desa. Hasil penelitian ini diperoleh 37 jenis tumbuhan obat dan paling mendominasi di Taman Wisata Alam adalah Banban (Donas canniformis ), di Desa Sembahe adalah Cekala (Nicolaia speciosa), dan di Desa Batu Mbelin adalah Sindodok (Clidemia hirta). Masyarakat pada umumnya memanfaatkan daun dari tumbuhan senduduk buluh (Clidermia hirta) yang berkhasiat sebagai obat sakit perut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis di Taman Wisata Alam, Desa Sembahe, dan Desa Batu Mbelin tergolong cukup tinggi. Penyebaran tumbuhan obat yang paling besar berada di Desa Sembahe. Dengan demikian diperlukan pengetahuan mengenai potensi tumbuhan obat dan cara penggunaanya.

Katakunci: Taman Wisata Alam, Desa Sembahe, dan Desa Batu Mbelin, Sibolangit, TumbuhanObat.


(80)

ABSTRACT

BOSCO TARULI S: Medicinal Plant Diversity In the Forest of Sibolanngit for North Sumatra. Supervised by RAHMAWATY and RIDWANTI

Forests provide many roles and has important functions in the sustainability of other living creatures. In addition to the plants provide food for other living things, plants have benefits penyebuh disease to other living creatures are known as a medicinal plant. The purpose of this study was to identify the diversity of medicinal plant species, mapped the distribution of medicinal plants and herbs Knowing utilization in the Nature Park and agroforestry in the District of Sibolangit. The method used in this research is purposive sampling systematic subsequently determined by systematic sampling. The inventory is carried at the Nature Park. Each track is made a plot with a size of 20 x 20 meters by 60 plot. Agroforestry made on land plot of 1 ha in the area of public lands that have agroforestry land in each village. The results of this study showed 37 types of medicinal herbs and the most dominating in the Nature Park is Banban (Donas canniformis), in the village of Sembahe is Cekala (Nicolaia speciosa), and in the village of Batu Mbelin is Sindodok (Clidemia hirta). The people generally utilize the leaves of plants senduduk reed (Clidermia hirta) is efficacious as an upset stomach. The results showed that species diversity in the Nature Park, Sembahe village, and the village of Stone Mbelin quite high. Deployment of medicinal plants most of which are in the village of Sembahe. Thus, knowledge is required about the potential of medicinal plants and how it's used.

Keyword : Nature Park, Sembahe village, and the village of Batu Mbelin, Sibolangit, Medicinal Plant,


(81)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Medan pada tanggal 2 Maret dari Ayah Sarjono Siringo-ringo, S.E dan Ibu Siti Norma Nainggolan. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara.

Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Swasta Methodist Tanjung Morawa, Sumatera Utara pada tahun 2006, Sekolah Menengah Pertama di SMP Swasta Katolik Tri Sakti 1 Medan, Sumatera Utara pada tahun 2009, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 21 Medan, Sumatera Utara pada tahun 2012. Pada tahun 2012 penulis lulus seleksi masuk perguruan tinggi negeri di Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian.

Penulis mengikuti kegiatan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Pulau Sembilan Kabupaten Langkat pada tahun 2014. Kegiatan tersebut dilaksanakan selama 10 hari. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Kesatuan Pengelolaan Hutan Lintas Tobasa Labura Unit XXII Sumatera Utara pada tahun 2016 selama satu bulan. Penulis pernah menjadi Asisten Silvikultur, Sifat Fisis dan Mekanis Kayu, dan Pemanenan Hasil Hutan. Penulis melakukan penelitian di Taman Wisata Alam, Desa Sembahe, dan Desa Batu Mbelin Kecamatan Sibolangit dengan judul “Keanekaragaman Tumbuhan Obat Di Hutan Sibolangit” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan.


(1)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Hutan Alam ... .4

Agroforestry ... 4

Etnobotani ... 6

Inventarisasi Hutan ... 7

Tumbuhan Obat ... .8

Peran Tumbuhan Obat ... .9

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 10

Alat dan Bahan ... 10

Prosedur Penelitian ... 11

Analisis data ... 12

Pemetaan Sebaran Tumbuhan Obat ... 14

Overlay Peta ... 14

Penentuan responden ... 16

Identifikasi ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN PotensiTumbuhanObat ... 18

Struktur dan Komposisi di Taman Wisata Alam ... 18

Struktur dan Komposisi di Desa Batu Mbelin ... 21

Struktur dan Komposisi di Desa Sembahe... 23

Pengetahuan Tumbuhan Obat ... 26


(2)

vii

Deskripsi Jenis Tumbuhan ... 29

Kesamaan Jenis Tumbuhan Obat ... ...45P eta Sebaran Tumbuhan Obat ... 46

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 67

Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68


(3)

viii

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Peta Lokasi Penelitian di desa Sembahe dan Batu Mbelin Sibolangit ... 10

2. Petak Contoh Transek ... 12

3. Bagan Alur Pemetaan Sebaran tumbuhan obat ... 16

4. Presentasi pengetahuan masyarakat terhadap tumbuhan obat ... 27

5. Sere ... 29

6. Nenas ... 29

7. Bandotan ... 30

8. Sindodok ... 30

9. Sirih ... 30

10. Jeruk nipis ... 31

11. Rimbang ... 31

12. Jahe ... 32

13. Terong ... 32

14.Pisang ... 32

15. Asam glugur ... 33

16. Sukun ... 33

17. Pepaya ... 34

18.Cekala ... 34

19. Duku ... 34

20. Pinang ... 35

21. Ingel-ingel ... 36

22. Manggis ... 36

23.Alpukat ... 36

24.Aren ... 37

25.Kemiri ... 37

26. Rotan ... 37

27.Petai cina ... 38

28.Mahoni ... 38


(4)

ix

30.Ketapang ... 39

31. Mindi ... 40

32.Cingkam ... 40

33.Banban ... 41

34.Riman ... 41

35.Rubei ... 41

36.Tepu... 42

37.Puspus ... 42

38.Kempawa... 42

39.Nungkai ... 43

40.Sirsak ... 43

41.Katuk ... 44

42.Jenis Tumbuhan Obat yang Dominan ... 46

42.Peta Sebaran Tumbuhan Obat Di Taman Wisata Alam ... 47

43.Peta Sebaran Tumbuhan Obat Di Desa Sembahe ... 52


(5)

x

DAFTAR TABEL

No.Halaman

1.. Indeks Nilai Penting Semai di Taman Wisata Alam ... 18

2. Indeks Nilai Penting Pancang di Taman Wisata Alam ... 19

3. Indeks Nilai Penting Pohon di Taman Wisata Alam ... 20

4.Indeks Nilai Penting Semai di DesaBatu Mbelin ... 21

5.Indeks Nilai Penting Pancang di Desa Batu Mbelin ... 22

6.Indeks Nilai Penting Pohon di Desa Batu Mbelin ... 23

7.Indeks Nilai Penting Semai di Desa Sembahe ... 24

8.Indeks Nilai Penting Pancang di Desa Sembahe... 25

9.Indeks Nilai Penting Pohon di Desa Sembahe ... 25


(6)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Kuisionerf ... ...71 2. Karakteristik Interview Guide di Desa Sembahe...74 3. Karakteristik Interview Guide di Desa Batu Mbelin...74