Keanekaragaman Tumbuhan Obat Di Kawasan Hutan Gunung Sinabung Kabupaten Karo Sumatera Utara

(1)

KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN OBAT DI KAWASAN HUTAN GUNUNG SINABUNG KABUPATEN KARO SUMATERA UTARA

SKRIPSI

PATIMAH 050805024

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMETERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN OBAT DI KAWASAN HUTAN GUNUNG SINABUNG KABUPATEN KARO SUMATERA UTARA

SKRIPSI

PATIMAH 050805024

Disetujui oleh :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Prof. Dr. Retno Widhiastuti, M.Si Etti Sartina Siregar, S.SI, M.Si Nip. 196212 14141991 032001 Nip. 197211 211998 022001

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMETERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

PERSETUJUAN

Judul : KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN OBAT DI KAWASAN HUTAN GUNUNG SINABUNG KABUPATEN KARO SUMATERA UTARA

Kategori : SKRIPSI

Nama : PATIMAH

No Induk Mahasiswa : 050805024

Program Studi : SARJANA S-1 BIOLOGI

Departemen : BIOLOGI

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, Agustus 2010

Pembimbing 2 Pembimbing I

Prof. Dr. Retno Widhiastuti, M.S. Etti Sartina Siregar, S.Si, M.Si.

Nip. 196212 14141991 032001 Nip. 197211 211998022001

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

Prof. Dr.Dwi Suryanto, M.Sc Nip. 196409199403100


(4)

PERNYATAAN

KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN OBAT DI KAWASAN HUTAN GUNUNG SINABUNG KABUPATEN KARO SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Agustus 2010

PATIMAH 050805024


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul ”Keanekaragaman Tumbuhan Obat Di Kawasan Hutan Gunung Sinabung Kabupaten Karo Sumatera Utara’’dalam waktu yang telah ditetapkan.

Penulis mengucapakan terimakasih kepada Ibu Etti Sartina Siregar, S.Si, M.Si selaku pembimbing I dan Ibu Prof. Dr. Retno Widhiastuti, M.S selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan dan waktunya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Kepada Bapak Riyanto Sinaga, S.Si, M.Si dan Ibu Dr. Suci Rahayu, M.Si selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran dan masukannya untuk kesempurnaan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Ibu Yurnaliza, S.Si, M.Si selaku pembimbing akademik yang telah banyak membimbing penulis selama pendidikan, kepada Bapak Prof. Dr. Dwi Suryanto M.Sc. selaku ketua Departemen Biologi, Ibu Dra. Nunuk Priyani M.Sc. selaku sekretaris Departemen Biologi. Kepada Bapak Dekan dan Pembantu Dekan FMIPA USU, seluruh Staf Dosen Departemen Biologi FMIPA USU yang telah mendidik dalam perkuliahan. Terimakasih juga kepada Ibu Roslina Ginting, Ibu Nurhasni Muluk, Bapak Sukirmanto dan Bapak Endra Raswin sebagai staf pegawai Departemen Biologi FMIPA USU.

Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Kepala Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan yang telah memberikan ijin kepada peneliti masuk kawasan konservasi untuk melakukan penelitian , Dwi, Srizulyani, Susanti Siagian, Seneng Sriastuti, Andini Saputri, Masrayanti, Verta, dan seluruh stambuk 05, kak Yani, Bang Mahya, Bang Barita, Kak Mayni, Kak Marliya, Kak Lida, Marzuki, Kasbi, dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu, yang selama ini telah membantu selama penelitian dan dorongan yang begitu berarti bagi penulis.

Terimakasih yang tidak terhingga kepada ayahanda (Adam Nurdin S. Pd), dan Ibunda (Siti Hajar) dan abangku (Junaidy Adam S.N, Muhammad Ali Adam S.H), adik-adikku tersayang ( Mukminah, Hamidah ) atas kasih sayang yang telah berjuang dengan sekeras tenaga dan tidak pernah bosan berdo`a serta selalu memberikan harapan kepada penulis sejak lahir sampai sekarang sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Dengan segala kerendahan hati penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.


(6)

KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN OBAT DI KAWASAN HUTAN GUNUNG SINABUNG KABUPATEN KARO SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Penelitian Keanekaragaman Tumbuhan Obat Di Kawasan Hutan Gunung Sinabung Kabupaten Karo telah dilaksanakan pada bulan November 2009 – Januari 2010. Informasi tentang Keanekaragaman tumbuhan obat diperoleh dengan wawancara dari seorang penduduk di desa Kuta Gugung yang memiliki keahlian mengobati secara tradisional, sedangkan pengambilan sampel tumbuhan obat menggunakan metode survey. Hasil penelitian diperoleh 21 jenis tumbuhan obat, 3 jenis Divisio Pteridophyta dan 18 jenis dari Divisio Spermatopyta. Jenis tumbuhan obat yang paling banyak digunakan adalah dari famili Rubiaceae yaitu sebanyak 4 jenis.


(7)

MEDICINAL PLANTS SPECIES AT THE FOREST AREA OF SINABUNG MOUNTAIN KABUPATEN KARO NORTH SUMATERA

ABSTRACT

The research of Medicinal Plants Species at the Forest area of Sinabung mountain Karo distric has been done from November 2009 until January 2010. Information about Medicinal plants species obtained by interviewing villagers at Kuta Gugung village that possess traditional medical skill, whereas sample has been taken by using survey methode. The research obtained 21 medicinal plants species, 3 species from Pteridophyta division and 18 species from Spermatopyta division. The type of medicinal plants that had been used the most is from Rubiaceae family as many as 4 species.


(8)

DAFTAR ISI

halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel viii

Daftar Gambar ix

Daftar Lampiran x

BAB I Pendahuluan 1

1.1 Latar belakang 1

1.2 Permasalahan 2

1.3 Tujuan Penelitian 2

1.4 Manfaat Penelitian 2

BAB 2 Tinjauan Pustaka 3 2.1 Potensi Tumbuhan Obat-obatan di Indonesia 3 2.2 Pemanfaatan Tumbuhan sebagai Obat Oleh Masyarakat 4

2.3 Kandungan Tumbuhan Obat 6

2.4 Beberapa Penelitian Tumbuhan obat 9

Bab 3 Bahan dan Metode 10

3.1 Waktu dan Tempat 10

3.2 Deskripsi Area 10

3.2.1 Letak dan Luas 10

3.2.2 Topografi 10

3.2.3 Curah Hujan 11

3.2.4 Tipe Iklim 11

3.2.5 Vegetasi 11

3.3 Metode Penelitian 11

3.4 Pelaksanaan Penelitian 11

3.4.1 Di Lapangan 11

3.4.2 Di Laboratorium 12

3.5 Analisis Data 12

Bab 4 Hasil dan Pembahasan 13

4.1 Jenis-jenis Tumbuhan Obat 13


(9)

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 28

5.1 Kesimpulan 28

5.2 Saran 28

Daftar Pustaka 29

Lampiran 32


(10)

DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 4.1.1 Klasifikasi Tumbuhan Obat Di Kawasan Hutan Gunung Sinabung 13

Kabupaten Karo Sumatera Utara.

Tabel 4.1.2 Pemanfaatan Jenis Tumbuhan Obat dan Bagian tumbuhan yang Digunakan 15


(11)

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gamar 1. Angiopteris angustifolia Presl 17

Gambar 2. Argostema involucratum Hemsl. 17

Gambar 3. Castanopsis costata BL. 18

Gambar 4. Citrus sp. 18

Gambar 5. Emilia grandiflora DC. 19

Gambar 6. Epipremnum sp. 19

Gambar 7. Evodia macrocarpa King. 19

Gamabar 8. Greenea corymbosa K.SCHUM. Gambar 9. Grewla sp. 20 Gambar 10. Hedyotis sp. 21 Gambar 11. Hymenophyllum serrulatum (C.Presc) C.Chr. 21

Gambar 12. Begonia sp. 21 Gambar 13. Didymosperma hastate BECC. 22

Gambar 14. Piper tjibodasama C.D.C. 22 Gambar 15. Piper sp2. 23 Gambar 16. Psyctoria sp. 23 Gambar 17. Polygala sp. 23 Gambar 18. Piper sp.1 24 Gambar 19. Sceleria pergacilis (Ness) Kunth. 24 Gambar 20. Rubus sp. 25


(12)

KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN OBAT DI KAWASAN HUTAN GUNUNG SINABUNG KABUPATEN KARO SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Penelitian Keanekaragaman Tumbuhan Obat Di Kawasan Hutan Gunung Sinabung Kabupaten Karo telah dilaksanakan pada bulan November 2009 – Januari 2010. Informasi tentang Keanekaragaman tumbuhan obat diperoleh dengan wawancara dari seorang penduduk di desa Kuta Gugung yang memiliki keahlian mengobati secara tradisional, sedangkan pengambilan sampel tumbuhan obat menggunakan metode survey. Hasil penelitian diperoleh 21 jenis tumbuhan obat, 3 jenis Divisio Pteridophyta dan 18 jenis dari Divisio Spermatopyta. Jenis tumbuhan obat yang paling banyak digunakan adalah dari famili Rubiaceae yaitu sebanyak 4 jenis.


(13)

MEDICINAL PLANTS SPECIES AT THE FOREST AREA OF SINABUNG MOUNTAIN KABUPATEN KARO NORTH SUMATERA

ABSTRACT

The research of Medicinal Plants Species at the Forest area of Sinabung mountain Karo distric has been done from November 2009 until January 2010. Information about Medicinal plants species obtained by interviewing villagers at Kuta Gugung village that possess traditional medical skill, whereas sample has been taken by using survey methode. The research obtained 21 medicinal plants species, 3 species from Pteridophyta division and 18 species from Spermatopyta division. The type of medicinal plants that had been used the most is from Rubiaceae family as many as 4 species.


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Di Indonesia masih banyak masyarakat yang memanfaatkan tumbuhan dalam kehidupan sehari-hari terutama yang bermukim di sekitar hutan. Indonesia seperti daerah Asia Tenggara lainnya memiliki potensi yang tinggi dalam penggunaan tumbuhan sebagai obat-obatan secara tradisional.

Penggunaan tumbuhan sebagai obat tradisional juga semakin banyak diminati oleh masyarakat karena telah terbukti bahwa obat yang berasal dari tumbuhan lebih menyehatkan dan tanpa menimbulkan adanya efek samping jika dibandingkan dengan obat-obatan yang berasal dari bahan kimia. Namun, yang menjadi permasalahan bagi peminat obat tradisional adalah kurangnya pengetahuan dan informasi memadai mengenai berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang biasa digunakan sebagai ramuan obat-obatan tradisional dan bagaimana pemanfaatannya (Tarigan,1990). Permasalahan lainnya adalah kurangnya pengembangan obat tradisional.

Kawasan Hutan Gunung Sinabung masuk dalam Kawasan Hutan Sibayak II dengan penduduk mayoritas adalah suku karo, yang banyak memanfaatkan tumbuhan bagi kehidupannya (Tarigan, 1990). Suku karo merupakan salah satu suku yang banyak mempunyai keahlian dalam penggunaan tumbuhan obat tradisional. Suku ini sejak dahulu kala telah menggunakan tumbuh-tumbuhan dalam mengobati berbagai jenis penyakit dan masih dipertahankan terutama di daerah pedesaan.

Tumbuh-tumbuhan obat yang merupakan kekayaan hayati yang ada di Kawasan Hutan Gunung Sinabung, hendaknya dapat memberikan manfaat kepada masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan tersebut khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Untuk mewujudkan tujuan ini maka perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan informasi tentang jenis dan pemanfaatan tumbuhan


(15)

obat di kawasan ini. Menurut Mumpuni (2004), kerena alasan penggunaan tumbuhan sebagai obat tradisional karena mudah didapat, harganya murah, sudah merupakan kebiasaan keluarga, dan lebih yakin khasiatnya.

Beberapa penelitian tentang jenis tumbuhan obat antara lain Syafrinal (1996), melaporkan bahwa tumbuhan obat yang ditemukan di Cagar Alam Sibolangit Sumatera Utara adalah 62 jenis yang tergolong Spermatophyta, 5 jenis dari Pteridophyta, yang termasuk dalam 35 famili. Ardan (1996), melaporkan bahwa terdapat 103 jenis tumbuhan obat yang dipergunakan dan ditemukan di beberapa desa di Sumatera Barat. Namun sejauh ini belum ada data tentang jenis-jenis tumbuhan obat di Kawasan Hutan Gunung Sinabung Kabupaten Karo Sumatera Utara.

1.2Permasalahan

Kawasan Hutan Gunung Sinabung memiliki tumbuhan obat yang cukup tinggi dan masih banyak masyarakat di sekitarnya menggunakan tumbuhan sebagai obat. Namun sejauh ini belum ada data tentang jenis-jenis tumbuhan apa saja yang dimanfaatkan sebagai obat secara tradisional oleh masyarakat Karo di Kawasan Hutan Gunung Sinabung Kabupaten Karo Sumatera Utara.

1.3Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis tumbuhan berkhasiat obat yang ada di kawasan Hutan Gunung Sinabung Kabupaten Karo Sumatera Utara.

1.4Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan informasi dasar mengenai jenis-jenis tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat suku Karo secara tradisional di Kawasan Hutan Gunung Sinabung Kabupaten Karo Sumatera Utara.


(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Potensi Tumbuhan Obat-Obatan di Indonesia

Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk dalam Megadiversitas, yaitu merupakan Negara yang memiliki keanekaragaman yang tinggi (Sadjudin, 2000). Depkes R.I (2007), menambahkan bahwa Indonesia merupakan pusat keragaman hayati dan menduduki urutan terkaya kedua di dunia setelah Brazilia. Diperkirakan sekitar 25% aneka jenis di dunia ini berada di Indonesia, yang dari setiap jenis tersebut memuat ribuan plasma nuftah dalam kombinasi yang unik sehingga terdapat aneka gen dalam individu (Arief, 2001).

Indonesia juga Negara agraris yang memiliki areal pertanian dan perkebunan yang luas serta pekarangan yang dapat ditanami tumbuhan obat. Hutan Indonesia yang begitu luas banyak menyimpan kekayaan alam yang demikian besar, diantaranya berpeluang sebagai sumber obat tradisional. Hingga saat ini di Indonesia terdapat 1.036 industri obat tradisional yang memiliki izin usaha industri, terdiri dari 129 Industri Obat Tradisional (IOT) dan 907 Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT). Banyaknya lembaga penelitian obat-obatan bahan alam merupakan kekuatan yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan obat tradisional (Depkes, R.I., 2007).

Indonesia adalah salah satu negara yang masih mempunyai hutan tropis terbesar di dunia. Flora indonesia sangat kaya dengan berbagai jenis dan keragamannya, sebagai gambaran kekayaan dan keragaman flora Indonesia memperkirakan bahwa jumlah jenis tanaman berbunga antara 25.000-30.000 jenis (Sikumbang, 2008). Heyne (1987), menyatakan bahwa Indonesia memiliki tidak kurang dari 1000 jenis tumbuhan obat yang tergabung dalam ± 150 jenis famili. Syafrinal (1996), melaporkan bahwa tumbuhan obat yang ditemukan di Cagar Alam Sibolangit, Sumatera Utara adalah 62 jenis yang tergolong spermatophyta, 5 jenis dari


(17)

pteridophyta, yang termasuk dalam 35 famili. Menurut Ardan (1996), di beberapa Desa Sumatera Barat ditemuka n 103 jenis tumbuhan obat yang termasuk dalam 43 famili.

2.2 Pemanfaatan Tumbuhan Sebagai Bahan Obat Oleh Masyarakat

Indonesia memiliki etnis sangat beragam, yaitu terdiri atas 300 kelompok etnis (Salim dalam Komphalindo, 1994). Menurut Tamin & Arbain (1995), setiap kelompok masyarakat ini memanfaatkan tumbuhan untuk kehidupan mereka, seperti untuk obat-obatan, peralatan rumah tangga, bermacam-macam anyaman/tali-temali, bahan pelengkap upacara adat, disamping yang digunakan untuk kebutuhan sandang, pangan serta papan. Bentuk susunan ramuan, komposisi dan proses pembuatan/pengolahan dilakukan secara tradisional menurut cara suku/kelompoknya masing-masing yang mereka terima secara turun-temurun.

Tamin & Arbain (1995) menyatakan istilah etnobotani dikemukakan pertama kalinya oleh Harshberger pada tahun 1895 dan didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang pemanfaatan tumbuhan secara tradisional oleh suku bangsa primitif. Secara terminologi, etnobotani adalah studi yang mempelajari tentang hubungan antara tumbuhan dengan manusia. Dua bagian besar dari etnobotani ini adalah terbagi dalam 2 kata yaitu ” etno”, studi tentang manusia dan ”botani”, studi tentang tumbuhan. Jadi, etnobotani adalah studi yang menganalisis hasil dari manipulasi materil tanaman asli dengan kontek budaya dalam hal penggunaan tanaman atau dinyatakan bahwa etnobotani melihat dan mengetahui bagaimana masyarakyat memandang dunia tumbuhan, masyarakyat bekerjasama dengan tumbuhan, atau memasukkan tumbuhan ke alam budaya dan agama mereka. Menurut Balick & Cox (1996), masyarakyat yang dimaksudkan adalah penduduk asli yaitu orang-orang yang mengikuti tradisi atau kehidupannya non industrial pada suatu daerah dan kemudian diturunkan pada generasinya. Martin (1995), menambahkan etnobotani adalah bagian dari etnoekologi yang memprioritaskan tumbuhan dalam bidang kajiannya.


(18)

Menurut Tarigan (1990), kelompok etnik tradisional di Indonesia mempunyai ciri-ciri dan jati diri budaya yang sudah jelas terdefinisi, sehingga diduga kemungkinan besar persepsi dan konsepsi masyarakat terhadap sumberdaya nabati di lingkungannya berbeda, termasuk dalam pemanfaatan tumbuhan sebagai obat tradisional. Menurut catatan World Health Organization (WHO), diperkirakan hampir 80% dari umat manusia terutama di negara-negara sedang berkembang masih menggantungkan dirinya pada tumbuh-tumbuhan (ekstrak dan bahan aktif biologi) sebagai bahan obat dan memelihara kesehatannya (Fansworth et al., 1985 dalam Chairul, 2003). Berbagai produk biosprospektif seperti obat tradisional (herbal medicine, homeopathy, aromatheraphy), kosmetika, makanan/minuman tambahan (food suplement) telah beredar di masyarakat mulai dari pedagang kaki lima sampai di supermarket (Heyney, 1987).

Ramuan tradisional adalah media pengobatan alamiah dengan memakai tumbuhan sebagai bahan dasarnya. Media ini mungkin merupakan media pengobatan tertua. Sampai saat ini, ilmu pengobatan ini tetap mengacu pada tradisi kuno. Itulah sebabnya obat-obatan atau ramuan dari tumbuh-tumbuhan dan tanaman disebut sebagai obat tradisional. Disebut obat karena ramuan tradisional tersebut dibuat dari jenis tumbuhan dan tanaman dan diyakini dapat menyembuhkan atau mengobati suatu penyakit (Dianawati et al.,2001).

Selain digunakan sebagai bahan ramuan obat-obatan tradisional, tumbuh-tumbuhan juga sudah sejak lama digunakan sebagai bahan baku obat-obatan modern. Pada penyakit-penyakit tertentu, obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan ini lebih ampuh dari obat yang berasal dari obat yang berasal dari zat-zat kimia, misalnya digitalis dari tumbuhan Digital purpurea dan Digital lanata yang ditemukan oleh Whitering pada tahun 1785 sebagai obat jantung, dan masih banyak lagi tumbuhan yang digunakan sebagai bahan obat modern seperti Altropa belladonna. Epherdra vulgaris, Rauwolf serpentine dan sebagainya (ISFI, 1993).

Kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern yang semakin pesat dan canggih ternyata tidak mampu bergeser sepenuhnya dan mengesampingkan begitu saja keberadaan dan peranan obat-obatan tradisional, tetapi saling melengkapi.


(19)

Diperkirakan di Indonesia terdapat 100.000 pengobatan tradisional yang tersebar di 65.000 desa, seperti yang dilakukan oleh dukun, sinshe, tabib dan sebagainya. Hal ini didasari kenyataan bahwa pengobatan tradisional dalam keadaan tertentu cukup efektif dan efisien untuk menangani berbagai macam penyakit dan derajat kesembuhannya cukup memuaskan bahkan kadang-kadang menakjubkan (Manuputty, 1990).

Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia mengenal dan memanfaatkan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam penanggulangan masalah kesehatan yang dihadapinya. Pengetahuan tentang pemanfaatan tanaman ini merupakan warisan budaya bangsa berdasarkan pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan secara turun-temurun telah di wariskan oleh generasi berikutnya, termasuk saat ini (Hutchinson, 2000).

Menurut Mumpuni (2004), seperti suku yang ada di Indonesia lainnya, suku Karo termasuk suku yang telah lama mengenal sistem pengobatan tradisional. Obat-obatan tradisional Karo beranekaragam. Hal ini menggambarkan bahwa masyarakyat Karo mengenal berbagai jenis penyakit dan cara-cara pengobatannya. Selanjutnya menurut Sardjono (1989) dalam Suryanto et al., (2006), Penggunaan tumbuhan obat di Indonesia masih berdasarkan kebiasaan yang turun-temurun belum didasari penelitian farmakologi dan klinik.

Menurut Mumpuni (2004), masyarakat karo di tempat yang berbeda menggunakan tumbuhan obat yang berbeda, setiap kelompok masyarakat memanfaatkan tumbuhan untuk kehidupan mereka dengan cara yang berbeda satu dengan yang lain.

2.3 Kandungan Tumbuhan Obat

Kandungan kimia pada tumbuhan berdasarkan cara terbentuk dan fungsinya dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu: 1) metabolit primer, merupakan senyawa organik yang ikut terlibat dalam proses metabolisme makhluk hidup, seperti asam amino dan protein, karbohidrat, asam lemak, lipid dan asam organik lainnya, 2)


(20)

metabolit sekunder, merupakan hasil sampingan proses metabolisme, seperti alkaloid, steroida/terpenoida, flavanoida, fenolik, kumarin, kuinon, lignin, dan glikosida. Fungsi metabolit sekunder ini sangat bervariasi antara lain sebagai pelindung dan pertahanan diri terhadap serangan dan gangguan yang ada disekitarnya, dan sebagai antibiotika. Alkaloid sebagai metabolit sekunder mempunyai peranan penting dalam kehidupan makhluk dan hasil detoksifikasi dari timbunan metabolit yang beracun (Tamin & Arbain, 1995). Lewis (1977) menambahkan bahwa alkaloid terdistribusi di sebagian besar tanaman tingkat tinggi, misalnya dari famili Apocinaceae, Berberidaceae, Fabaceae, Papaveraceae, Ranunculaceae, Rubiaceae, dan Solanaceae, sedangkan Lamiaceae, Rosaceae, dan Gymnospermae kebanyakan tidak mengandung alkaloid.

Setiap jenis yang ada di darat maupun yang ada di lautan menghasilkan beraneka ragam bahan-bahan kimia (Chemical prosfecting). Jadi setiap jenis memiliki nilai-nilai kimiawi yang dapat diartikan bahwa keaneragaman hayati merupakan laboratorium alam yang tersibuk di dunia, dimana setiap detiknya menghasilkan satu atau lebih bahan kimia dari berbagai tipe dan jenis yang berguna untuk menunjang kelangsungan hidup organisme tersebut. Tipe dan jenis bahan kimia yang dihasilkan untuk setiap jenis tidaklah sama tergantung pada jenis dari organisme atau kekerabatannya (taksa). Jadi setiap tumbuhan menghasilkan bahan kimia alam yang spesifik tergantung dari taksanya dan setiap bahan kimia tersebut memiliki fungsi tertentu dalam metabolit organisme tersebut, beberapa diantaranya dapat mempengaruhi fungsi fisiolik manusia dan organisme lainnya, inilah yang disebut dengan senyawa-senyawa aktif biologi (Biologically active compaunds) (Chairul, 2003).

Asam lemak dan minyak essensial, gum dan resin, steroid adalah produk yang ditemukan dalam obat modern. Minyak dan gum biasanya digunakan sebagai pengemulsi dalam pembuatan obat. Minyak volatile dan resin sering digunakan sebagai penetrasi jaringan dan sebagai antiseptik. Alkaloid dan steroid merupakan kelompok terbesar derivat senyawa kimia yang ada pada tumbuhan obat. Steroid adalah senyawa kimia kompleks yang memilki empat cincin karbon yang biasanya disebut dengan steroid backbone. Alkaloid adalah kelompok heterosiklik kimia yang


(21)

berbentuk gumpalan karena mengandung nitrogen. Biasanya alkaloid pada manusia bersifat racun bila dalam dosis yang sangat tinggi, tapi apabila dalam dosis kecil akan aman bagi manusia (Simson & Molly, 1995).

Studi tanaman obat merupakan ilmu yang komplek, dan dalam pelaksanaanya memerlukan pendekatan yang terpadu dari beberapa disiplin ilmu antara lain taksonomi, ekologi, geografi tumbuhan, pertanian, sejarah, dan antropologi (Tamin & Arbain, 1995), lingustik, kimia bahan alam, pharmakologi, ekologi tumbuhan, antropologi dan ekonomi (Balick & Cox, 1996).

Melonjaknya harga obat sintetis dan efek sampingnya bagi kesehatan meningkatkan kembali penggunaaan obat tradisional oleh masyarakat dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di sekitar. Sebagai langkah awal yang sangat membantu untuk mengetahui suatu tumbuhan berkhasiat obat adalah dari pengetahuan masyarakat tradisional secara turun temurun (Dharma, 2001).

Pada era millenium ini, kecenderungan gaya hidup masyarakyat dunia adalah back to nature. Hal ini mengakibatkan penggunaan metode tradisional tidak akan ketinggalan zaman, contohnya di Barat, walaupun masyarakyat telah berpikiran dan berbudaya dengan sangat maju dan modern, sampai sekarang ini kecenderungan untuk menggunakan metode pengobatan dalam hal penggunaan obat tradisional (Dianawati & Irawan, 2001).

Pada tahun 1973, beberapa ilmuwan terkemuka berkumpul di Puslitbang Biologi. Ilmuan yang berkumpul di antaranya tokoh permuseuman, para ahli ilmu sosial, kemasyarakatan dan antropologi serta pakar-pakar botani Indonesia. Mereka berkumpul untuk mematangkan gagasan pendirian sebuah museum yang bisa menampung kekayaan etnobotani Indonesia. Pada 18 Mei 1982, bertepatan dengan peringatan 165 tahun berdirinya kebun raya Bogor, Menristek Profesor B.J Habibie meresmikan dibukanya museum ini. Gagasan pendirian museum datang dari Prof Dr Sarwono Prawirohardjo yang saat itu menjabat ketua Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia (sekarang Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) yang pertama. Sarwono menyadari bahwa perlu dibuat sebuah wadah untuk melestarikan pengetahuan lokal


(22)

ratusan masyarakat daerah yang ada di Indonesia. Terpikirlah untuk membuat sebuah museum etnobotani (Info Lingkungan, 2010).

2.4 Beberapa Penelitian Tumbuhan Obat

Akhir-akhir ini penelitian tentang jenis-jenis tumbuhan yang berpotensi dan diduga berpotensi sebagai obat gencar dilakukan. Penelitian tentang pengetahuan dan pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat lokal telah banyak dilakukan di Indonesia, diantaranya pemanfaatan suku Zingiberaceae sebagai obat tradisional oleh masyarakat Lembak Delapan, Bengkulu (Siagian & Sunaryo, 1996). Selain itu, penelitian tentang inventarisasi tumbuhan obat tradisional dan pemanfaatannya telah dilakukan oleh Des (1993) di kotamadya Padang. Namun, penelitian tentang pemanfaatan suku Zingiberaceae sebagai bahan obat tradisional dan kajian etnobotani pada berbagai etnis di Kalimantan Selatan belum banyak dilakukan.

Menurut Sadjudin ( 2000) dalam Kuntorini (2005), mengemukakan bahwa Kota Banjarbaru merupakan bagian dari propinsi Kalimantan Selatan dikenal sebagai kota pendidikan, kota pemukiman, kota pemerintahan, kota jasa, industri dan perdagangan sehingga dihuni oleh berbagai etnis yaitu antara lain etnik Jawa, Banjar, Dayak, Madura, Bugis, Sunda, Batak daln lainnya. Diasumsikan dengan dihuni oleh berbagai etnis tersebut maka masyarakat Banjarbaru kaya dengan khasanah pengetahuan tradisional tentang pemanfaatan tanaman sebagai obat tradisional khususnya dari suku Zingiberaceae.


(23)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai bulan Januari 2010 di kawasan hutan Gunung Sinabung Kabupaten Karo Sumatera Utara.

3.2 Deskripsi Area 3.2.1 Letak dan Luas

Hutan Gunung Sinabung secara administratif termasuk desa Lau Kawar, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo dengan luas area 13.844 ha. Dari Brastagi berjarak lebih kurang 27 km atau 86 km dari kota Medan. Secara geografis Hutan Gunung Sinabung terletak pada 03011”- 03012” BT dan 98022”- 98024” LU (Lampiran a), yang berada pada ketinggian ± 1400-2450 m dpl (UML, 2001). Hutan Gunung Sinabung berbatasan dengan:

- Sebelah Utara : Kawasan Ekosistem Leuser & Kabupaten Langkat - Sebelah Selatan : Kecamatan Munte

- Sebelah Barat : Kawasan Ekosistem Leuser & Kecamatan Payung - Sebelah Timur : Kecamatan Simpang Empat dan Kabanjahe

3.2.2 Topografi

Berdasarkan pengamatan di lapangan, Hutan Gunung Sinabung pada umumnya memiliki topografi relative bergelombang sampai dengan curam. Sehingga ditemukan banyak jurang di sepanjang lereng gunung ini.


(24)

3.2.3 Curah Hujan

Berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi dan Geofisika Balai Wilayah I Sampali, diperoleh data curah hujan kawasan Hutan Gunung Sinabung adalah rata-rata 2628,6 mm pertahunnya.

3.2.4 Tipe Iklim

Berdasarkan Schmidt-Ferqusson, tipe iklim di kawasan hutan Gunung Sinabung adalah tipe A dengan rata-rata curah hujan bulanan selama sepuluh tahun berkisar antara 139,6 s/d 335,0 mm.

3.2.5 Vegetasi

Berdasarkan pengamatan di sekitar area penelitian di Gunung Sinabung , vegetasi yang umum ditemukan dari famili Rubiaceae, Piperaceae, Asteraceae dan Palma.

3.3 Metode Penelitian

Pengambilan data dilakukan dengan metode survey menjelajahi sepanjang jalur pendakian 10 meter kiri kanan seluas ± 1,5 ha.

3.4 Pelaksanaan Penelitian 3.4.1 Di lapangan

Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara untuk mengetahui jenis-jenis tumbuhan yang digunakan sebagai obat tradisional dan cara pemanfaatannya oleh masyarakat di sekitar kawasan penelitian. Nara sumber penelitian ini adalah anggota masyarakat yang memiliki keahlian dalam pengobatan tradisional dengan tumbuhan


(25)

sebagai penyembuhan, dalam hal ini adalah tabib. Informasi tumbuhan obat yang diperoleh dari nara sumber meliputi nama daerah, cirri-ciri morfologi, kegunaan dalam mengobati penyakit, bagian tumbuhan yang digunakan dan cara meramunya.

Untuk pengambilan sampel digunakan metode survey dengan menjelajahi sepanjang jalur pendakian 10 m kiri dan kanan. Dalam pengambilan sampel dibantu oleh tabib. Dilakukan pengamatan dan koleksi sampel. Setiap sampel yang diambil diusahakan yang berbunga ataupun berbuah, diberi label gantung yang telah bernomor dan dilakukan pendeskripsian setiap sempel yang dikoleksi. Sampel diatur sedemikian rupa diantara lipatan koran, kemudian diikat dan dimasukkan dalam kantong plastik berukuran 60 x 40 cm, disiram dan diawetkan dengan alkohol 70% dan kantong plastik ditutup rapat.

3.4.2 Di Laboratorium

Koleksi tumbuhan dari lapangan dibuka kembali, disusun sedemikian rupa untuk dikeringkan dalam oven pengering dengan suhu 600C. Identifikasi jenis dilakukan di Herbarium MEDANENSE (MEDA) USU dengan menggunakan buku-buku acuan antara lain:

- Malayan Wild Flowers Dycotyledon (Henderson, 1959)

- Malesian Seed Plants Volume 1-Spot-Characters an Aid for Identification of Families and Genera (Balgooy, 1997)

- Collection of Illustrated Tropical Plant (Watanabe & Corner) - Taxonomy of Vascular Plants (Lawrence, 1958)

- Flora (Steenis, 1987)

- Plant Classification (Berson, 1957)

3.5 Analisis Data

Data vegetasi yang umum ditemukan dideskripsi, dibuat sesuai deangan kedudukannya dalam taksonomi dan pemanfaatannya.


(26)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Jenis-Jenis Tumbuhan Obat

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di kawasan Hutan Gunung Sinabung diperoleh 21 jenis tumbuhan yang dipergunakan sebagai obat tradisional, dapat dilihat pada

Tabel 4.1.1 berikut.

Tabel 4.1.1 Klasifikasi Tumbuhan Obat Di Kawasan Hutan Gunung Sinabung Kabupaten Karo Sumatera Utara

No Divisio Kelas Famili Spesies Nama Daerah 1 Spermatophyta Dicotyledoneae Asteraceae Emilia grandiflora Gagatan

bala-bala

2 Begoniaceae Begonia sp. Bunga kiung

3 Fagaceae Castanopsis costata Cep-cepan

nginden

4 Piperaceae Piperomea tjibodasama Raja

bulung-bulung

5 Piper sp1. Blasih

6 Piper sp2. Serto

7 Marattiaceae Angiopteris angustifolia Lengah-lengah

8 Polygalaceae Polygala sp2. Selambingan

9 Rosaceae Rubus sp. Siro

10 Rubiaceae Psychotria sp. Nakan angin

11 Argostemma involucratum Kemaba putih

12 Greenea corymbosa Riman

13 Hedyotis sp. Boho-boho

14 Rutaceae Citrus sp. Rimo-rimo

15 Tiliaceae Grewla sp. Simpaling

16 Evodia macrocarpa telubulung

17 Monocotyledoneae Palmae Didymosperma hastate Pola

18 Araceae Epipremnum sp. Sisik naga

19 Pteridophyta Filicinae Hymonophyllaceae Hymenophyllum serrulatum Peldang halus

20 Marattiaceae Angiopteris angustifolia Lengah-lengah

21 Vittariaceae Vittaria ensiformis Peldang tak


(27)

Dari Tabel 4.1.1 dapat dilihat bahwa tumbuhan obat yang diperoleh di kawasan hutan Gunung Sinabung sebanyak 21 jenis, yang termasuk ke dalam 2 divisio yaitu Pteridophyta dengan 1 kelas 3 famili 3 jenis dan Spermatophyta dengan 2 kelas (Dicotyledone dan Monocotyledone), dimana kelas Dicotyledone terdiri dari 6 famili 15 jenis dan Monocotyledone terdiri dari 3 famili 3 jenis. Hasil penelitian ini lebih sedikit dibandingkan hasil penelitian Syafrinal (1996), yang melaporkan sebanyak 62 tentang jenis tumbuhan obat di kawasan Cagar Alam Sibolangit, pada peta penelitian seluas 0,77 ha. Mumpuni (2004), melaporkan sebanyak 84 jenis tumbuhan obat di Hutan Tangkahan, pada penelitian seluas 1 ha.Rendahnya jenis tumbuhan obat yang diperoleh pada penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh daerah yang lebih sedikit dibandingkan penelitian sebelumnya.

Dari penelitian ini, Famili Rubiaceae paling banyak digunakan sebagai tumbuhan obat tradisional yaitu 4 jenis. Hasil penelitian Eka (2003), menunjukkan bahwa penelitian suku Rubiaceae yang telah dilakukan di Hutan Gunung Sinabung didapatkan jenis-jenis yang terdiri dari 20 genus dan 35 spesies. Banyaknya jenis dari suku Rubiaceae ini mungkin disebabkan karena suku Rubiaceae menghasilkan biji yang banyak sehingga memudahkan untuk pemencaran dan perkembangbiakannya.

Menurut Hutchinson (2000), Rubiaceae merupakan suku yang mempunyai lebih dari 10.000 spesies, 630 genus yang tersebar luas di belahan dunia, khususnya di daerah tropis dan sub tropis. Kebanyakan dari anggotanya pohon, semak dan beberapa liana. Di samping itu sebagian besar famili Rubiaceae memiliki senyawa alkaloid yang bisa dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan obat dan memberikan efek fisiologis bagi manusia ataupun hewan.

Zuhud & Haryanto (1994), menyatakan bahwa alkoloid terdistribusi di sebagian besar tumbuhan tinggi, seperti famili Rubiaceae dan famili lainnya yaitu Apocynaceae, Berberidaceae, Fabaceae, Papaveraceae, Ranuncbagulaceae, dan Solanaceae. Manitto (1981), menambahkan alkaloid sebagai metabolit sekunder mempunyai peranan penting bagi makhluk hidup. Simpson & Molly (1995), menyatakan Alkaloid adalah kelompok heterosiklik kimia yang mengandung nitrogen. Biasanya alkaloid untuk manusia bersifat racun bila dalam dosis yang sangat tinggi,


(28)

tapi apabila dalam dosis yang kecil akan aman bagi manusia. Menurut Manitto (1981), alkaloid sebagai metabolit sekunder mempunyai peranan penting bagi kehidupan makhluk hidup.

Tabel 4.1.2 Pemanfanfaatan Jenis Tumbuhan Obat dan Bagian tumbuhan yang Digunakan

`No Nama Spesies Kegunaan Bagian yang digunakan Cara meramuya

1 Angiopteris angustifolia Obat tawar Akar Akar direbus dan airnya diminum

2 Argostemma involucratum Obat sakit kepala Akar Akar digiling, ditempelkan di kepala

3 Begonia sp. Obat bisul dan obat perut Semua bagian tumbuhan Digiling dan ditempelkan ke bagian perut

4 Castanopsis costata Obat bengkak, mag, gatal-gatal,luka dalam

Kulit Kulit direbus, air diminum

5 Citrus sp. Pangir Daun Batang direbus, dipangir

6 Didymosperma hastate Obat tawar putih/mentar, obat bisa

Pucuk dan akar Pucuk dan akar direbus, airnya diminum

7 Emilia grandiflora Obat bisul dan obat perut Semua bagian tumbuhan Digiling akar, batang, daun

8 Epipremnum sp. Obat bengkak Batang Batang dikikis lalu

ditempelkan ke bagian yang bengkak

9 Evodia macrocarpa Obat perut

(ditempel=langgum)

Daun Daunnya digiling,

ditempelkan di perut 10 Greenea corymbosa Obat bisa Pucuk dan akar Pucuk dan akar di giling,

airya diminum

11 Grewla sp. Obat gatal Batang Batang direbus dan

dimandikan

12 Hedyotis sp. Obat cuci badan Daun Daun direbus, dimandikan 13 Hymenophyllum serrulatum Obat bius bengkak Semua bagian tumbuhan Batang, akar, daun direbus

dan airnya diminum 14 Piperomea tjibodasama Obat bisa Daun Daun direbus, airnya

diminum

15 Piper sp1. Obat bisul Daun Daun digiling, ditempelkan

di bagian bisul

16 Piper sp2. Obat bisul Daun Daun digiling, ditempelkan

ditempat bagian bisul

17 Polygala sp. Obat bisul Daun Daun digiling, ditempelkan

18 Psychotria sp. Obat luka bakar Daun Daun digiling, ditempelkan 19 Rubus sp. Obat bisa Batang dan daun Batang dan daun, airnya

diminum

20 Scleria pergracilis Obat sakit perut Buah Buah direbus,airnya diminum

21 Vittaria ensiformis Obat guna-guna Semua bagian tumbuhan Akar, batang, daun direbus, dan dipangir

Berdasarkan Tabel 4.1.2 dapat dilihat bahwa diperoleh 21 jenis tumbuhan dimanfaatkan oleh masyarakat Karo di Hutan Gunung Sinabung sebagai obat. Jenis tumbuhan ini diambil secara langsung ke dalam hutan, tidak ditanam di pekarangan atau di kebun. Penggunaan tumbuhan sebagai obat ada yang dalam bentuk tunggal dan ada dalam bentuk racikan. Bagian tumbuhan banyak dimanfaatkan sebagai obat adalah daun. Hal ini diduga karena beberapa alasan. Pertama, pada daun banyak


(29)

terakumulasi senyawa metabolit sekunder yang berguna sebagai obat, seperti tannin, alkaloid, minyak atsiri dan senyawa organik lainnya yang tersimpan di vakuola ataupun pada jaringan tambahan pada daun seperti trikoma. Harbone (1987), menyatakan bahwa perubahan kuantitatif kandungan minyak atsiri dan senyawa metabolit sekunder lainnya, sesuai dengan perjalanan waktu, dapat terjadi dengan baik dalam jaringan daun maupun jaringan buah. Kedua, dilihat dari segi keutuhan dan eksistensi tumbuhan, jumlah daun lebih banyak dari bagian lainnya, sehingga apabila diambil dalam jumlah tertentu tidak begitu berpengaruh terhadap tumbuhan tersebut. Ketiga, dilihat dari segi praktis dan efisiensinya, daun merupakan bagian yang mudah diracik untuk dijadikan sebagai bahan obat.

Istilah penyakit yang digunakan oleh masyarakat Karo ada yang bersesuaian dengan istilah yang digunakan medis, tetapi ada juga yang dihubungkan dengan mistik seperti kena guna-guna, dan lainnya. Seperti penyakit Tendi (pada suku Karo) atau Tondi marjalang-jalang pada suku Mandailing, merupakan peristiwa terpisahnya roh dengan badan yang disebabkan karena keteguran, melarang pantang/tabu ataupun karena perbuatan seseorang dengan bantuan setan atau sejenisnya (Tarigan, 1990).

Menurut Tamin & Arbain (1995), kelompok etnik tradisional di indonesia mempunyai ciri-ciri dan jati diri budaya yang sudah jelas terdefenisi, sehingga di duga kemungkinan besar persepsi dan konsepsi masyarakat terhadap sumber nabati dilingkungannya berbeda, termasuk dalam pemanfaatan tumbuhan sebagai obat tradisional. Menurut Tarigan (1990), suku Karo merupakan salah satu yang banyak mempunyai keahlian dalam penggunaan tumbuhan obat tradisional. Suku ini sejak dahulu kala telah menggunakan tumbuh-tumbuhan dalam mengobati berbagai jenis penyakit dan cara mengobatinya. Hal ini masih dipertahankan terutama di masyarakat pedesaan. Dukun patah pergelangan misalnya, dikenal di Sumatera Utara sebagai kelompok keluarga Karo yang ahli dalam pengobatan patah tulang secara tradisional.


(30)

4.2 Deskripsi Jenis

1. Angiopteris angustifolia Presl.

Herba, teresterial, batang berukuran sedang sampai tinggi, bulat dan berbulu, permukaan licin, warna hijau tua, daun mempunyai spora berwarna merah kecokelatan, warna hijau tua, tepi daun rata, spora terletak di pinggir daun, berwarna coklat tua.

Spesimen : PT 12 MEDA USU

Gambar 1. Angiopteris angustifolia Presl.

2. Argostemma involucratum Hemsl.

Herba, teresterial, tinggi 13 cm, bulat dan berbulu, warna hijau tua, daun duduk berhadapan, warna hijau tua,lebar 2,5 cm, panjang keseluruhan 4 cm,ujung runcing, permukaan berbulu, pertulangan menyirip, tepi rata, bunga bentuk bongkol, warna putih.

Spesimen : PT 7 MEDA USU


(31)

3. Begonia sp.

Herba, teresterial, panjang 1 cm, cokelat, berbulu permukaan daun berbulu, bentuk oval, warna hijau tua, pangkal bulat, pertulangan menyirip menjari, bunga berwarna putih, Corola 4.

Spesimen : PT 1 MEDA USU

Gambar 3. Begonia sp.

4. Castanopsis costata BL.

Herba, teresterial, berukuran sedang sampai tinggi, berwarna coklat, batang berbuku-buku , duduk daun berseling, panjang daun 15-23 cm, lebar daun 79 cm, panjang petiolus 2 cm, coklat kehitaman dengan tonjolan di dasarnya, bentuknya ovatus, pangkal membulat atau acutus, di bagian atau hijau, di bagian bawah merah coklat, pertulangan sekunder 12-16 pasang.

Spesimen : PT 13 MEDA USU


(32)

5.Citrus sp.

Herba, teresterial, panjang keseluruhan 67 cm, bulat, berduri, warna hijau, bentuk batang bulat, daun majemuk, duduk daun berhadapan, lebar 2 cm, warna hijau tua permukaan daun licin dan bintik-bintik putih, pertulangan daun menyirip, ujung daun runcing, tepi daun rata, daun beraroma, bentuk daun bulat telur, permukaan daun licin. Spesimen : PT 21 MEDA USU

Gambar 5. Citrus sp.

6. Emilia grandiflora DC.

Herba, teresterial, panjang daun 60 cm, licin, batang bulat, lebar 1 cm, permukaan licin dan berbintik-bintik putih, pangkal mempunyai seperti pelepah, bangun pita, pertulangan menjari, ujung daun meruncing, tepi rata.

Spesimen : sampel tidak dikoleksi karena jenisnya terbatas.


(33)

7. Epipremnum sp.

Herba, teresterial, panjang 10-30 cm, lebar daun 3 cm bulat, warna hijau tua, berbuku-buku, permukaan daun berbulu dan bintik-bintik putih, pangkal daun runcing, bentuk daun jorong, tepi bergerigi, ujung daun runcing, duduk daun berseling, warna hijau tua.

Spesimen : PT 20 MEDA USU

Gambar 7. Epipremnum sp.

8. Evodia macrocarpa King.

Herba, teresterial, panjang 2 cm, bulat, lebar daun 1 cm, bentuk bulat telur, pertulangan menyirip, permukaan licin, tepi rata, warna hijau tua.

Spesimen : sampel tidak dikoleksi karena jenisnya terbatas.


(34)

9. Greenea corymbosa K.SCHUM.

Herba, teresterial, panjang keseluruhan 10-25 cm, bulat, berbulu, lebar daun 2 cm, pangkal tumpul, pertulangan menyirip, permukaan berbulu dan berbintik-bintik putih, duduk sejajar, ujung meruncing, tepi bergerigi, warna hijau muda.

Spesimen : PT 14 MEDA USU

Gambar 9. Greenea corymbosa K.SCHUM 10. Grewla sp.

Pohon, teresterial, berukuran sedang sampai tinggi, bulat, berduri, warna hijau tua, panjang daun 9 cm, bentuk batang bulat, lebar daun 4 cm, permukaan licin, warna hijau tua, tepi rata, bangun bulat telur, pangkal tumpul, pertulangan menyirip.

Spesimen : PT 17 MEDA USU


(35)

11. Hedyotis sp.

Herba, teresterial, panjang 4cm, bentuk batang bulat, warna hijau tua, berbuku-buku, berhadapan, bangun lanset, ujung daun meruncing, tepi daun rata, permukaan licin, lebar 2 cm, warna hijau tua, bunga berwarna merah kecokelatan.

Spesimen : PT 8 MEDA USU

Gambar 11. Hedyotis sp.

12. Hymenophyllum serrulatum (C.Presc) C.Chr.

Herba, teresterial, panjang 2 cm, memeliki rambut, merah kecokelatan, warna hijau muda, permukaan licin, spora berwarna cokelat terletek di bawah daun.

Spesimen : sampel tidak dikoleksi karena jenisnya terbatas.


(36)

13. Didymosperma hastate BECC.

Pohon, teresterial, panjang 60 cm, lebar 1cm, keras, memiliki lidi, warna batang hijau kehitaman, daun warna hijau tua, duduk berseling, permukaan licin, ujung berbelah, pangkal tumpul, tepi rata, pertulangan sejajar, pangkal daun tumpul.

Spesimen : PT 18 MEDA USU

Gambar 13. Didymosperma hastate BECC.

14. Piperomea tjibodasama C.D.C.

Herba, teresterial, panjang keseluruhan 1 cm, bentuk bulat, warna hijau muda, permukaan daun licin, warna hijau dan bercak-bercak merah, bentuk bulat, pangkal tumpul, ujung runcing.

Spesimen : sampel tidak dikoleksi karena jenisnya terbatas.


(37)

15. Piper sp2.

Herba, teresterial, panjang 3 cm, warna merah tua, bulat, menjalar, bentuk daun bulat telur, permukaan licin, tepi daun rata, warna hijau tua, ujung runcing, pinggir daun rata, pangkal tumpul.

Spesimen : sampel tidak dikoleksi karena jenisnya terbatas.

Gambar 15. Piper sp2. 16. Psyctoria sp.

Herba, epipit, panjang batang 34 cm, bentuk bulat, warna hijau tua, batang menjalar, tepi rata, permukaan licin ujung runcing, pangkal tumpul, bentuk bulat telur, pertulangan daun sejajar, berwarna putih, berumpun.

Spesimen : PT 6 MEDA USU


(38)

17. Polygala sp.

Herba, teresterial, panjang keseluruhan 20 cm, bentuk bulat, warna hijau tua, duduk daun berseling, warna hijau muda, permukaan licin, bangun bulat telur, pertulangan sejajar, pangka l tumpul, tepi rata, ujung runcing, tepi rata, bunga bongkol, menjuntai.

Spesimen : PT 11 MEDA USU

Gambar 17. Polygala

Gambar 17. Polygala sp. 18. Piper sp1.

Herba, epipit, panjang 4-9 cm, bentuk daun oval, warna hijau tua, berbuku-buku,akar terdapat di buku-buku batang, lebar 4-7,5 cm, duduk berseling, warna hijau tua, bentuk jantung, ujung meruncing, pangkal berlekuk, tepi rata, pertulangan menjari, daun berasa pedas.

Spesimen : PT 15 MEDA USU


(39)

19. Sceleria pergacilis (Nees) Kunth.

Herba, teresterial, panjang 30 cm, bulat, warna hijau tua, duduk daun berseling, lebar 2 cm, pangkal tumpul, ujung meruncing, permukaan daun licin, tepi bergerigi, pangkal tumpul, pertulangan sejajar, bunga majemuk.

Spesimen : sampel tidak dikoleksi karena jenisnya terbatas.

Gambar 19. Sceleria pergacilis (Nees) Kunth.

20. Rubus sp.

Herba, teresterial, panjang keseluruhan 35 cm, warna hijau tua, bulat, duduk daun berhadapan, lebar 3 cm, ujung meruncing, pangkal membulat, permukaan licin, warna hijau, tepi bergerigi, pertulangan menyirip menjari, pada pangkal terdapat pengait. Spesimen : sampel tidak dikoleksi karena jenisnya terbatas.


(40)

21. Vittaria ensiformis Sw.

Herba, epipit, panjang keseluruhan 50cm, lebar 3cm, warna hijau muda, ujung tumpul, tepi rata, warna hijau muda, bentuk seperti pedang, permukaan licin, pertulangan sejajar, bentuk seperti pita, batang berumpun.

Spesimen : sampel tidak dikoleksi karena jenisnya terbatas.

Gambar 21. Vittaria ensiformis Sw.


(41)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang Jenis-Jenis Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan gunung Sinabung Kabupaten Karo Sumatera Utara dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Jenis tumbuhan obat yang ditemukan di kawasan Hutan Gunung Sinabung sebanyak 21 jenis, yang terdiri dari 2 Divisio, yaitu Pteridophyta dan Spermatophyta. Dari 21 jenis tumbuhan obat yang diperoleh, 3 jenis dari Divisi Pteridophyta dan 18 jenis yang termasuk ke dalam Divisio Spermatophyta yang terdiri dari kelas Dicotyledoneae dan Monocotyledoneae.

b. Tumbuhan obat yang paling banyak ditemukan adalah Rubiaceae yaitu sebanyak 4 jenis.

5.2 Saran

Diharapkan adanya penelitian lanjutan tentang kandungan tumbuhan obat yang diperoleh pada penelitian ini dapat dilakukan pengujian terhadap hewan percobaan, sehingga hasil yang didapatkan lebih sempurna.


(42)

DAFTAR PUSTAKA

Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanann. Edisi 1. Cetakan 1. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. hlm. 4, 100.

Ardan, A.S., 1996. Studi Taksonomi Tuimbuhan Obat Tradisional Yang Dipergunakan Oleh Masyarakat di Beberapa Desa Sumatera Barat. Sumatera Barat: Tidak dipublikasi. Skripsi. Jurusan Biologi.FMIPA. Universitas Andalas.

Balick, M.J. & Cox P. A., 1996. Plant,People, and Culture: The Sciens Of Ethnobotany. New york: Scientific American Library.

Chairul. 2003. Identifikasi Secara Cepat Bahan Bioaktif Pada Tumbuhan Dilapangan. Bogor: Laboratorium Fitokimia,Bidang Botani- Puslit Biologi Lipi.

Depkes.R. I. 2007. Kebijakan Obat Tradisional Nasional (KONTRANAS). Jakarta.

Dianawati, A., & Irawan, E.S. 2001. Ramuan Tradisional. Cetakan Kedua. Jakarta: PT Agro Media Pustaka. hlm.1-2.

Dharma, A. 2001.Uji Bioaktifitas Metabolit Sekunder. Makalah Workshop Peningkatan Sumber Daya Alam Hayati dan Rekayasa Bioteknologi. FMIPA UNAND, Padang.

Eka. R. G. 2008. Inventarisasi Jenis-jenis Rubiaceae Di Hutan Gunung Sinabung Kabupaten Karo. Tesis Sarjana Biologi (tidak dipublikasi) FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Farnswort, N.R., Fong, H.S & Soejono, D.D., 1985. Medicinal Plants in Therapy, Bul. World Health Organiz. Page. 63, 965-961.

Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia; Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Edisi Kedua. ITB Press,Bandung. Hlm.5.

Heyney, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid 1-1V. Yakarta: Badan Litbang Kehutanan.

Hutchinson. 2000. Encylopedia.

Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI). 1993. Informasi Spesialite Obat Indonesia. Edisi Farmakoterafi. Volume XXII. Jakarta: PT Anem (AKA).

Info Lingkungan . 2010. Musium Etnobotani.


(43)

Konphhalindo (Konsorium Nasional Untuk Pelestarian Hutan dan Alam) dan Kantor menteri Negara Lingkungan Hidup. 1994. Keaneka ragaman Hayati Indonesia. Jakarta: Penyuting Bahasa: Adi Soemarto, S. & Rifai, M.A. Penerbit Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. hlm. 4-14.

Lewis, W. H. 1997. Medical Botani: Plant Affecting Man’s Health. Joh Wiley & son, Inc, Missouri. Page.14.

Manitto. 1981. Biosíntesis Produk Alami. Penterjemah Dra. Koensoemardiyah. Cetakan Pertama. Semarang: Ikip Semarang-Press. hlm.3.

Manuputty, A. H. 1990. Pengobatan Tradisional Daerah Maluku .Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan R.i.

Martin, G. J. 1995. Ethanobotany; A Method Manual. Firt Edition.WWF International. Cambridge: Printed in Great Britain at The University-Press.

Mumpuni, M. 2004. Inventarisasi Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Tangkahan TNGL Kabupaten Langkat. Skripsi Sarjana Biologi (tidak dipublikasi) FMIPA Medan: Universitas Sumatera Utara. Hlm. 23.

Sadjudin, H.R. 2000. Methodologi Pengkajian Keanekaragaman Hayati Melalui Pendekatan Biologi Konservasi. Sumatera Utara Medan: Makalah Yang Disampaikan Penelitian Pengkajian Ekologi & Konservasi Gunung Lauser. hlm. 2.

Sardjono. O. 1989. Penggunaan Obat Tradisional Secara Rasional. Jakarta: Penerbit Majalah Cermin Dunia kedokteran. hlm. 3-4.

Siagian, M.H & Sunaryo. 1996. Pemanfaatan Suku Zingiberaceae Sebagai Obat Tradisional oleh Masyarakat Lembak Delapan, Bengkulu, Abstr. 0554. Hlm 246 Dalam Indeks BeranotasiKeanekaragaman Hayati dalam Publikasi Ilmiah Staf Peneliti Pusat PenelitianBiologi-LIPI, 2002. Biodiversity Conservation Project, Pusat Penelitian Biologi-LIPI, Bogor.

Simson, Berly, B., & Molly, C. 1995. Economic Botani., Plant in Our World. USA.

Suryanto. D, Kelana, B., Erman, M., & Nani. 2006. Uji Brine-shrimp dan Pengaruh Ekstrak Metanol Daun Tumbuhan Pradep (Psychothria stipulacea Wall (Familia:Rubiaceae)) Terhadap Mikroba. Sumatera Utara Medan: Departemen Biologi. FMIPA USU. hal.85-92.

Syafrinal. 1996. Biodiversitas Tumbuhan Yang Berkhasiat Obat di Hutan Cagar Alam Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Propensi Sumatera Utara. Tidak Dipublikasikan. Medan: Tesis Pascasarjana.hlm.1-2.


(44)

Sikumbang Darlen & Hendri Busman. 2008. Potensi Keragaman Tumbuhan Obat Di Hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Lampung Barat Provinsi Lampung (Universitas Lampung) dalam Diakses tanggal 04 Mei 2010.

Tamin, R & Arbain D. 1995. Biodiversity dan Survey Etnobotani. Makalah Loka Karya Isolasi Senyawa Berkhasiat. Kerjasama HEDS-FMIPA Universitas Andalas, Padang.

Tarigan, Henry, G., 1990. Percikan Budaya Karo.Cetakan Pertama. Bandung: Yayasan Merga Silima. hlm.127

Wijayakusuma, H. 2000. Potensi Tumbuhan Asli Indonesia Sebagi Produk Kesehatan. Risalah Pertemuan Ilmiah Penelitian dan Pengembangan Teknologin Isotop dan Radiasi 2000.

Zuhud, Ervizal, A.M. & Haryanto. 1994. Pelestarian Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia. Bogor: Kerjasama Jurusan

Konservasi Sumber Daya Hutan Fakultas Kehutanan IPB dan Lembaga Alam Tropika


(45)

(46)

(47)

Lampiran C. Jenis Tumbuhan Obat Hasil Wawancara No. Nama ilmiah Nama

Daerah Kegunaan

Bagian yang digunakan

Peracikan Campuran Tunggal 1 Angiopteris

augustifolia

Presl.

Lengah-lengah

Obat tawar Akar + -

2 Argostemma involucratum

Hemsl.

Kernaba putih Obat sakit kepala Akar + -

3 Begonia sp. Bunga kiung Obat bisul dan obat perut

Semua bagian tumbuhan

+ -

4 Castanopsis costata BL.

Cep-cepan nginden

Obat bengkak, mag, gatal-gatal,luka

dalam

Kulit - +

5 Citrus sp. Rimo-rimo Pangir Daun + -

6 Didymosperma hastate BECC.

Pola Obat tawar

putih/mentar, obat bisa

Pucuk dan akar + -

7 Emilia grandiflora

DC.

Gagatan bala-bala

Obat bisul dan obat perut

Semua bagian tumbuhan

+ -

8 Epipremnum

sp.

Sisik naga Obat bengkak Batang - +

9 Evodia macrocarpa

King.

Telu bulung Obat perut (ditempel langsung)

Daun + -

10 Greenea corymbosa

K.SCHUM.

Riman Obat bisa Akar dan pucuk + -

11 Grewla sp. Simpaling Obat gatal Batang + -

12 Hedyotis sp. Boho-boho Obat cuci badan Daun + -

13 Hymenophyllum

serrulatum (C.

Press)C.Chr.

Peldang halus Obat bius bengkak Semua bagian tumbuhan

+ -

14 Piperomea tjibodasama

C.D.C.

Raja bulung-bulung

Obat bisa Daun + -

15 Piper sp1. Blasih Obat bisul Daun + -

16 Piper sp2. Serto Obat bisul Daun + -

17 Polygala sp. Selambingan Obat bisul Daun - +

18 Psychotria sp. Nakan angin Obat luka bakar Daun + -

19 Rubus sp. Siro Obat bisa Daun + -

20 Sceleria pergracilis

(Ness) Kunth.

Sayat-sayat Obat sakit perut Buah + -

21 Vittaria ensiformis Sw.

Peldang tak betulang

Obat guna-guna Semua bagian tumbuhan

+ -

Keterangan : + : Akar, Batang, Daun, Pucuk _


(48)

Lampiran D. Hasil Identifikasi Herbarium

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

DEPARTEMEN BIOLOGI

LABORATORIUM TAKSONOMI TUMBUHAN JL. Bioteknologi No.1 Kampus USU, Medan – 20155

Telp. 061 – 8223564 Fax. 061 – 8214290 E-mail. Talief@lycos.com

HASIL IDENTIFIKASI SPESIMEN Spesimen dari : Patimah

Instansi : Mahasiswa Biologi USU

No No.Koleksi Famili Spesies

1 PT 1 Hymenophyllaceae Hymenophyllum serrulatum 2 PT 2 Vittariaceae Vittaria ensiformis

3 PT 3 Marattiaceae Angiopteris angustifolia

4 PT 4 Poaceae Evodia macrocarpa

5 PT 5 Araceae Epipremnum sp.

6 PT 6 Palmae Didymosperma hastate BECC

7 PT 7 Begoniaceae Begonia sp.

8 PT 8 Asteraceae Emilia grandiflora DC. 9 PT 9 Asteraceae Scleria pergracilis 10 PT 10 Rubiaceae Psychotria sp.

11 PT 11 Rubiaceae Argostema involucratum Hemsl 12 PT 12 Rubiaceae Greenea corymbosa K.SCHUM 13 PT 13 Rubiaceae Hedyotis sp.

14 PT 14 Piperaceae Piper tjibodasama 15 PT 15 Piperaceae Piper sp1.

16 PT 16 Piperaceae Piper sp2.

17 PT 17 Fagaceae Castanopsis costata BL 18 PT 18 Polygalaceae Polygala sp.

19 PT 19 Tiliaceae Grewla sp

20 PT 20 Rutaceae Citrus sp

21 PT 21 Rosaceae Rubus sp

Kepala Laboratorium Taksonomi Tumbuhan

Etti Sartina Siregar, S.SiM.Si

NIP. 197211211998022001 .


(49)

Lampiran E. Foto-foto penelitian

Lokasi penelitian Hutan Gunung Sinabung Koleksi sampel

Jalur pengamatan Hutan Gunung Sinabung


(1)

Sikumbang Darlen & Hendri Busman. 2008. Potensi Keragaman Tumbuhan Obat Di Hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Lampung Barat Provinsi Lampung (Universitas Lampung) dalam Diakses tanggal 04 Mei 2010.

Tamin, R & Arbain D. 1995. Biodiversity dan Survey Etnobotani. Makalah Loka Karya Isolasi Senyawa Berkhasiat. Kerjasama HEDS-FMIPA Universitas Andalas, Padang.

Tarigan, Henry, G., 1990. Percikan Budaya Karo.Cetakan Pertama. Bandung: Yayasan Merga Silima. hlm.127

Wijayakusuma, H. 2000. Potensi Tumbuhan Asli Indonesia Sebagi Produk Kesehatan. Risalah Pertemuan Ilmiah Penelitian dan Pengembangan Teknologin Isotop dan Radiasi 2000.

Zuhud, Ervizal, A.M. & Haryanto. 1994. Pelestarian Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia. Bogor: Kerjasama Jurusan

Konservasi Sumber Daya Hutan Fakultas Kehutanan IPB dan Lembaga Alam Tropika


(2)

(3)

(4)

Lampiran C. Jenis Tumbuhan Obat Hasil Wawancara

No. Nama ilmiah Nama

Daerah Kegunaan

Bagian yang digunakan

Peracikan Campuran Tunggal 1 Angiopteris

augustifolia Presl.

Lengah-lengah

Obat tawar Akar + -

2 Argostemma involucratum Hemsl.

Kernaba putih Obat sakit kepala Akar + -

3 Begonia sp. Bunga kiung Obat bisul dan obat perut

Semua bagian tumbuhan

+ - 4 Castanopsis

costata BL.

Cep-cepan nginden

Obat bengkak, mag, gatal-gatal,luka

dalam

Kulit - +

5 Citrus sp. Rimo-rimo Pangir Daun + -

6 Didymosperma hastate BECC.

Pola Obat tawar

putih/mentar, obat bisa

Pucuk dan akar + -

7 Emilia grandiflora DC.

Gagatan bala-bala

Obat bisul dan obat perut

Semua bagian tumbuhan

+ -

8 Epipremnum sp.

Sisik naga Obat bengkak Batang - +

9 Evodia macrocarpa King.

Telu bulung Obat perut (ditempel langsung)

Daun + -

10 Greenea corymbosa K.SCHUM.

Riman Obat bisa Akar dan pucuk + -

11 Grewla sp. Simpaling Obat gatal Batang + -

12 Hedyotis sp. Boho-boho Obat cuci badan Daun + -

13 Hymenophyllum serrulatum (C.

Press)C.Chr.

Peldang halus Obat bius bengkak Semua bagian tumbuhan

+ -

14 Piperomea tjibodasama C.D.C.

Raja bulung-bulung

Obat bisa Daun + -

15 Piper sp1. Blasih Obat bisul Daun + -

16 Piper sp2. Serto Obat bisul Daun + -

17 Polygala sp. Selambingan Obat bisul Daun - +

18 Psychotria sp. Nakan angin Obat luka bakar Daun + -

19 Rubus sp. Siro Obat bisa Daun + -

20 Sceleria pergracilis (Ness) Kunth.

Sayat-sayat Obat sakit perut Buah + -

21 Vittaria ensiformis Sw.

Peldang tak betulang

Obat guna-guna Semua bagian tumbuhan

+ -

Keterangan : + : Akar, Batang, Daun, Pucuk _


(5)

Lampiran D. Hasil Identifikasi Herbarium

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

DEPARTEMEN BIOLOGI

LABORATORIUM TAKSONOMI TUMBUHAN JL. Bioteknologi No.1 Kampus USU, Medan – 20155

Telp. 061 – 8223564 Fax. 061 – 8214290 E-mail. Talief@lycos.com

HASIL IDENTIFIKASI SPESIMEN Spesimen dari : Patimah

Instansi : Mahasiswa Biologi USU

No No.Koleksi Famili Spesies

1 PT 1 Hymenophyllaceae Hymenophyllum serrulatum 2 PT 2 Vittariaceae Vittaria ensiformis

3 PT 3 Marattiaceae Angiopteris angustifolia

4 PT 4 Poaceae Evodia macrocarpa

5 PT 5 Araceae Epipremnum sp.

6 PT 6 Palmae Didymosperma hastate BECC

7 PT 7 Begoniaceae Begonia sp.

8 PT 8 Asteraceae Emilia grandiflora DC. 9 PT 9 Asteraceae Scleria pergracilis 10 PT 10 Rubiaceae Psychotria sp.

11 PT 11 Rubiaceae Argostema involucratum Hemsl

12 PT 12 Rubiaceae Greenea corymbosa K.SCHUM

13 PT 13 Rubiaceae Hedyotis sp. 14 PT 14 Piperaceae Piper tjibodasama 15 PT 15 Piperaceae Piper sp1.

16 PT 16 Piperaceae Piper sp2.

17 PT 17 Fagaceae Castanopsis costata BL 18 PT 18 Polygalaceae Polygala sp.

19 PT 19 Tiliaceae Grewla sp

20 PT 20 Rutaceae Citrus sp

21 PT 21 Rosaceae Rubus sp

Kepala Laboratorium Taksonomi Tumbuhan

Etti Sartina Siregar, S.SiM.Si

NIP. 197211211998022001 .


(6)

Lampiran E. Foto-foto penelitian

Lokasi penelitian Hutan Gunung Sinabung Koleksi sampel

Jalur pengamatan Hutan Gunung Sinabung