Bungkil kacang tanah dalam ransum ayam broiler ditinjau dari kandungan
Dalam rangka memperbaiki mutu gisi masyarakat
teru-
tama untuk pemenuhan protein hewani, perlu dilakukan
ningkatan penyediaan d a i n g dan telur sebagai
prodult dari peternakan
secara kontinu.
salah satu
Dengan demikian
berarti pewediaan bahan pakan ternak juga
kat
pe-
akan
mening-
.
Salah satu cara untuk memenuhi peningkatan
produksi
4
daging
dalam
waktu yang relatif singkat,
ialah pengem-
bangan peternakan ayam tipe pedaging (broiler) yang cukup
potensial.
Karena biaya ransum merupakan biaya
produksi
terbssar serta merupakan kebutuhan mutlak y a w h a m s
di-
psnuhi untuk pertumbuhan ayam yang normal, maka bahan pakan merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhati-
kan
.
Masalah yang sering dihadapi dalam penyediaan
bahan
pakan ternak mencakup masalah kuantitas, kontinuitas
plai,
kualitas Qan harga.
Sampai saat ini bahan
yang digunakan dalam penyusunan ransum
saing dengan
tidak
su-
pakan
masih banyak ber-
kebutuhan manusia, penyediaan bahan pakan
kontinu sehingga penyusunan ransum
yang
seimbang
dan ekonomis mengalami kesulitan, akibatnya harga
tidak stabil dan masih mahal.
Untuk bahan pakan
ransum
sebagai
sumber protein selama ini dipergunakan kacang kedelai dan
bungkil kacang
kedelai
sebanyak 10
-
20% dalam
sedangkan baban ini masih tetap diimpor.
ransum
Pada PELITA IV
i n i , pemerintah
merencanakan menguraqgi
impor
kacang
kedelai untuk menghemat devisa, sehingga untuk memenuhi
pengganti sumber protein tersebut; maka
penggunaan
bung-
k i l kacang tanah dapat dipertimbangkan karena n i l a i g i s i nya hampir sama dengan bungkil kacang kedelai.
Karena t i d a k semua bahan pakan dapat diberikan sege-
ra kepada ternak dan juga untuk
mengatasi kewrangan ba-
han pakan pada musim hujan dan paceklik,
maka perlu ada-
nya penyimpanan sehingga bahan pakan dapat t e r s e d i a setiap saat.
Pada w a k t u penyimpanan bahan pakan ternak mulai
d a r i produsen hags s i a p pakai oleh konsumen
s e r i n g sa-
ngat lama, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
sakan.
Beberapa
pewebab
keru-
kerusakan bahan pakan selama
genyimpan antara l a i n karena kerusakan
f i s i k , kimia, ti-
kus, serangga, bakteri, dan kapang.
Salah s a t u kapang rang sering menimbulkan
pada
bahan h a s i l pertanian sejak dipanen sampai
pengolahannva
terptama
biji-bijian,
f l a w penghasil utama aflatoksin.
tumbuhannya paling dominan pada suhu
baban
kerusakan
nisbi
(RE)
sekitar
adalah
selesai
AsPerRillus
Kapang tersebut per20 - 30 C dan kelem-
85% (Diener dm Davis, 1969;
Christensen dan Kaufman, 1974).
Pada umumnya d i Indonesia
suhu, BB dan kadar a i r pada berbagai komoditi aukup ting-
gi yang memberi peluaw untuk ditumbuhi & f l a v w dan kemudian tercemar aflatoksin.
Aflatoksin sangat
berbahaya
baik bagi manusia maupun hewan, karena toksisitasnya yang
tinggi dan bersifat karsinogenik (Van Rensburg, 1977).
*
Akhir-akhir ini masalah aflatoksin dibicarakan
ngan
hangat
karena
para penyusun ransum atau
ransum ternak khawatir menggunakan bungkil
sebagai bahan pakan ternak w a s .
kan oleh
Stoloff
(1977),
de-
industri
kacang
tanah
Sebagaimana diungkap-
dari hasil
pengumpulan
mengenai cemaran aflatoksin diberbagai negara
data
berkembang
ternyata kacang tanah merupakan bahan makanan yang paling
banyak tercemar aflatoksin.
Kacang tanah y a w mangandung
aflatoksin, maka bungkilnya juga tercemari, sehingga p e a gunaan bungkil kacang
tanah dalam ransum h a m s
'
terlebih
dahulu diyakinkan bebas dari racun tsrsebut (Wahju, 1978).
Bmgkil
protein,
abu
tanah
rata-rata
mengandung
8,8% lmak, 12% serat kasar, 6.2% air dan
deagan
1973).
kacang
kandungan energi 2
800 kkal/kg
Dengan demikian bungkil kacang
44,9%
4,8%
(Woodroof,
tanah
merupakan
suober protein nabati yang cukup tinggi untuk
digunakan
sebagai bahan pakan dalam ransum.
Akan tetapi bila di-
tinjau dari segi negatifnya yang dikhawatirkan kemungkinan timbulwa pemgaruh aflatoksinnya,
maka
penggunaannya
dalam ransum belum mendapat perhatian.
Penelitian
dengan
yang
ini bertujuan untuk menentukan
spesiesnya yang tumbuh pada bungkil
menghasilkan aflatoksin dan
cendawan
kacang tanah
gersentase
penggunaan
buagkil kao-
tanab dalam ranerum di$injau dari s y l i
latoksinnya serta pemgaruhaya terhadap
pertumbuhan
afayam
*
broiler.
Kegmaan pemelitian i n i
diharapkan dapat
memberi-
kaa infomasi tentang pemanfaatan bungkil kaoang tanab
sebagai bahan baku penyusunan ransum ayam broiler.
i"
Indonesia
b
pada
umumnya
kacang tanah
(-
a L.) ditanam
~
oleh petani dalam skala kecil.
Ta-
naman ini biasanya tumbuh di dataran tinggi atau dataran
rendah setelab padi sebagai tanaman monokultur atau
pangsari
misalnya
panghasil
mana
dengan
jagung dan ubi kayu.
tum-
Daerah
kaoang tanah y a m utama di Indonesia, sebagai-
dikutip oleh Muhilal
dan Nuwadi (1977), berlokasi
di delapan tempat dari 27 propinsi yaitu Jawa Barat, Jawa
Tengab,
Jawa Timur, Sumatera Utara,
Tsnggara Barat dan
Sulawesi
L a m , Bali, Nusa
Selatan dan
kira-kira
70%
di daerah Jawa (Oambar 1).
Kaoang tanah merupakan bahan makanan kacang-kacangan
yaqg utama di Indonesia dan menampati
le kacamg kedelai.
tempat kedua sete-
Bampir s m a kacang tanah digunakan
untuk konsumsi manusia.
Produksi kacang tanah tiap tahun
diperkirakan 0,5 ~jutaton kacang tanab tidak berkulit pada luas 550 000 ha,
(Macbmud, 1987).
deagan hasil antara 0.5
-
Konsumsi Lacang tanah lepas kulit
kapita setiap hari sebanyak 8,96 g/hari rang
40 kalori,
1,5 tonha
2,27 # protein.
per
menganduag
dan 3,83 g lemak (Biro Pusat
Statietik, 1986).
Dalam PgLITA IV usaha peningkatan produksi dan proyeksi produksi kacang
tanah
pada tahun
2000 tercantum
P
*
Daerah Produksi
Sambas 1.
Daerah Praduksi ~ a c a n gTaneh D i Indonesia
dalam
Tabel 1. 'Peningkatan produksi terhadap tahun
belumwa
se-
b e r t u r u t - t u m t tahun 1984 s e b e s a r 16,3045, tahun
1986 s e b e s a r 16,29%.
Sedangkan pentrrunan prcrdvksi t e r ja-
d i pada tahun 1985 s e b e s a r 1,31% dan tahun
Tabel 1.
1987
sebesar
Luas Panen,Produksi, H a s i l Rata-rata
p e r H a dalam PELITA I V dan Proyeksi
Produksi Kacang Tanah Tahun 2000
.........................................................
Luas
panen
Tahun
Hasil
ratarata
(000 ha) (000 t o n ) (ton/ha)
Sumber :
Produksi
a h s a t Penelitian
dan
Pangan Bogor (1988)
* Angka
Proyeksi
produksi
tahun
2000
(000 t o n )
Pengembangan
sementara d a r i Mentan
b ~ f f a n d i(1986)
Proyeksi
rata-rata
peningkatan
prwduks i
dalam period e 1984-2000
(%/tahun
Tanaman
Praiuksi kaoang tanah tahun 2000 sebesar 1880 ribu
demgan rata-rata peningkatan produksi dalam periods 1984-
20b0 sebesar 8.34%
jauh lebih tinggi bila
dibandingkan
dsrpSan rata-rata penisgkatan produksi dalam peride 19691985 mebemar 4,87% (Affandi, 1988).
Kenaikan produksi ini menunjukan bahwa
praduksi ka-
oang tanah untuk masa yang akan datang mempunyai
yang baik.
Untuk mencapai peningkatan produksi
perlukan teknolwi rang dapat msnunjang, dengan
atkan
seoptimal -kin
ada, maka
prospek
ini
memanfa-
teknologi produksi yang
diharapkan dapat
tercapai
di-
sudah
sasaran pruiuksi
rang telah diproyeksikan pada tahun 2000.
Bamyaknya pemakaian kaoang tanah dan hasil olahannya
dapat dilihat gada Tabel 2 (data Survei Tahunan Perusaha-
an Industri Besar dan Sedang untuk tahun 1984 dan 1985).
Tabel 2.
Tahun
Banyaknya Pemakaian Kacang Tanah dan
Hasil Olahannya (Lokal dan Impor) pada
Perusahaan Industri
URAIAN
Jumlah
(ton)
Nilai
......................................................... (000 Bp)
1984~
Kacang tanah berkulit
Minyak kacang tanah
BupBkil kaclang tanah
291
449
375
97.000
484.798
182.907
1985~
Kacamg tanah berkulit
Minyak kacang tanah
Bungkil kacang t m a h
224
445
230
133.845
294.969
132.155
Sunibar :
%ire Pusat Statistik (1986)
b i r o Pusat Statistik ( 1987)
Bungkil adalah
hasil limbah dari
bahan-bahan
yang
4
dapat
diambil minyaknya seperti misalnya
kacang
tanah,
kacaag kedelai, biji bunga matahari, kopra dan lain-lain.
Kebanyakan hasil limbah ini digunakan untuk makanan
ter-
nak.
Sumber protein nabati y a w sudah biasa diguaakan
Indonesia
ialah kacang kedelai, bungkil kacang
kedelai,
buagkil kaoang tanah, kacang-kacangan, dan bungkil
pa,
sedangkan dari sumber protein hewani
di
ialah
kelatepung
ikan, tepung darah, bekicot dan binatang kerang lainnya.
Memurut Woodroof (1973), nilai nutrisi kacang
cuhrp tinggi (Tabel 3).
Komposisi ini
tanah
bergantung 'dari
perbedatan varietas dan kualitas kacang tanah.
Tabel 3.
Komposisi dan Nilai Nutrisi Kacang
Tanah
.........................................................
Zat . Makanan
Bata-rata (%)
Kadar air
Rotein
Leaak
Serat kasar
BETN
Abu
-
Sumber : Woodroof (1973)
0
-----
10
Bungkil Lac-
makanan nabati
pkotein
tanah sebagai salah satu sumber bahan
rang
sebanyak
cukup tinggi, rata-rata
44,9%
dan
kalori (Woodroof, 1973).
protein
ini, jika
baik, akan
&
y
energi
Bungkil
2 800
sebanyak
kacang tanah yang kaya
pengolahan dan
merugikan
mengandung
penyimpanannya kurang
karena sering
berkapang
terutama
flavus rang menghasilkan aflatoksin. Kacang tanah
W
merugandung
aflatoksin, maka
bungkilnya
juga &an
tercemari aflatoksin, sehingga penggunaannya dalam ransum
wggas h a m s terlebih dahulu diyakini
bebas
dari racun
tersebut ( Wah ju, 1978) .
Selanjutnya dikemukakan oleh Woadroof (1973) bahwa
segi
kelemahan
kacang
tanah dan bungkilnya mengandung
asam-asam amino esensial yang rendah sebagai bahan makanan rnanusia dan hewan, yaitu lisin dan metionin.
si asam amino bungkil kacang tanah dan
(NBC, 1984) tercantum dalam
Tabel
Komposi-
bungkil
4.
kedelai
Wahju (1978) me-
nyatakan bahwa kalau bungkil kacang tanah digunakan dalam
ransum yaw kadar eat-sat
tidak akan terganggu.
makanannya
seimbang, produksi
Akan tetapi, kalau bungkil
tanah dipsrgunakan dalam
kacang
ransum dengan tingkat tinggi,
rnaka akan terjadi defisiensi lisin, metionin dan treonin.
Ransum broiler rang terdiri atas jagung dan
bungkil ka-
cang tanah tanpa penambahan lisin dapat menurunkan
kece-
Tabel 4.
Komposisi A s a m - A s a m Amino Bungkil
Kacang Tanah dan Bungkil Kedelai
........................................................
Asam-asam amino (%I
Bungkil kacang
tanah
Bungkil
kedelai
........................................................
Arginin
5,4
3,68
Sistim
0,7
0,73
1,8
2,57
2,4
2,72
Glisin
Histidin
I s o l e u si n
Lisin
Me*ionin
Fenilalanin
Treonin
T r i p t o f an
Tirosin
Valin
*
........................................................
Sumber :
NBC
( 1984)
Dan
p a t a n pertumbuhan sampai 40%.
sum t e r s e b u t ditambahkan l i s i n
metionin, kecepatan
20%.
Dan j i k a
tetapi
pertumbuhan
ditambahkan
a p a b i l a k e dalam ran-
lisin
masih
dan
masih
kekurangan
terhambat sampai
metionin
tetapi
t r e o n i n masih kekurangan, maka kecepatan pertumbuhan akan
terhambat 5%; ha1 i n i
dapat
d i a t a s i dengan
penambahan
12
L-treonin, yakni dengan penambaban tepung ikan atau bungkil kacang
kedelai
sehingga kekurangan
asam-as-
amino
tgraebut terpenuhi.
Selain daripada itu, karena bungkil kacang tanah sering mengandung aflatoksin, maka penggunaannya dalam ransum perlu diperhatikan.
Pada tahun 1960, sekitar 100 000
ekor kalkun muda dilaporkan mati di Inggris karena
kan ransum
dari bungkil
kacang tanah yang
mema-
telah berka-
Karena etiologi dari penyakit tersebut belum dike-
pang.
tahui,
maka
penyakit
tersebut dinamakan
"Turkey X
diseases" dengan tanda-tanda hilangnya nafsu makan, keles u m dan kelemahan s w a p (Goldblatt, 1969; Detroy & d.,
1971).
~ s p l i ndan
Carnaghan (1961) menyimpulkan bahwa
itik lebih peka daripada ayam setelah pemberian 10% bungkil kacang tanah.
di pada
Pada itik kematian yang pertama terjasampai umur 6
hari ke 15, sedangkan pada ayam
minggupun belum terjadi kematian.
Svatu
Kenya
insidm lain terjadi pada anak-anak
tentang
terjangkitnya penyakit
itik di
seperti "Turkey X
diseases", yang diakibatkan oleh pemberian ransum bungkil
kacang tanah.
anak
Juga telah
ditemukan bahwa terutama anak-
itik paling peka terhadap makanan rang mengandung
tepung bungkil kacang tanah y a w dicurigai.
rapa
hari setelah pemberian tepung ini
Selama bebe-
pada
anak-anak
itik menyebabkan efek nekrotik pada sel-se1 hati parenkim
dan empsdu, sedangkan pada tikus, babi dan ikan tawar mewebabkan kanker h a t i (Detroy & d.,1971).
Molekul a i r
antara jaringan
mauptan
dalam
suatu bahan
molekuler dengan
f i s i k dengan
pakan
menyebar
bentuk ikatan
di
kimiawi
komponen kimia bahan pakan.
Berda-
sarkan bentuk i n t e r a k s i tersebut keadaan a i r d i dalam bahan dibagi dalam t i g a kategori,
miawi,
y a i t u t e r i k a t secara ki-
secara f i s i k dan dalam keadaan bebas dalam s i s t e m
k a p i l e r (Rockland, 1969).
Kekuatan ikatan d i antara ketiga bagian a i r tersebut
berbeda-beda,
energi
untuk memutuskan ikatan t e r s e b u t diperlukan
penguapan.
Besarnya energi penguapan
untuk
bebas paling rendah dibandingkan dengan a i r yaqg
f i s i k , sedangkan
penguapan
secara
kimiawi paling besar d i antara ketiga
Dalam proses pengeringan,
yang'
terikat
yang t e r i k a t
secara
tersebut.
energi
air
macam
pertama
diuapkan adalah a i r bebas kemdian a i r lainnya.
air
kali
A i r rang
dapat diuapkan disebut a i r menguap (vaporable water).
Randungan
a i r dalam bahan pakan
mempengaruhi
daya
tahan bahan pakan terhadap serangan mikroba yang dinyata-
kan
dengan a~ (water a c t i v i t y )
yaitu
jumlah a i r
bebas
yang dapat digunakan oleh mikroorganisma untuk pertumbuhannya.
Berbagai
mikroorganisma
mempunyai
a~
minimum
14
w a r dapat
= 0.90;
tumbuh dengan
baik
-
khamir (~gg= 0.80
misalnya
0.90;
Menurut Setijahartini (1985),
untuk bakteri
kapang q,~
= 0.60
bahan pakan yang
-
di-
kerimgkan akan memalami peaguapan air bebas rang ada pada permukaan bahan tersebut habis.
Keadaan ini dikatakan
sebagai keadaan keseimbangan antara penmapan dan pengembunan.
gai
Kadar air dalam keseimbangan ini dikatakan seba-
kadar
tent).
air
(Equilibrium Moisture Con-
keseimbangan
Keseimbangan kadar
air bahan terjadi pada
-
euhu
tertentu dan ditentukan oleh kelembaban nisbi.
Nilai 9 suatu bahan pakan
mempunyai
M a n kelembaban nisbi udara (RE).
hubuagan de-
RE adalah perbandingan
antara tekanan uap air di udara dengan uap air jenuh pada
suhu yang sama.
Pada keadaan keseimbangan,
han pakan akan sebanding d e w a n REI udara
deagan persamaan sebagai berikut
aW
--
a~ suatu ba-
disekelilingnya
:
. .
Tergantung dari macam
komponen
kimia bahan pakan,
aw dapat disesuaikan untuk mendapatkan nilai tingkat
awetan bahan yang lebih baik.
ditujukan
old
Keadaan
macam
optimum deunikian
perubahan kadar air bahan
rendah dibandingkan kelembaban nisbinya.
ke-
yang
Untuk
relatif
setiap
bahan pakan pembahan aw sampai pada keadaan
yang
paling sesuai (optimum) bertujuan untuk mendapatkan bahan
15
pada kondisi yan# baik, sehingga selama penyimpanan
baik
isi, bentuk dan penampakannya masih diterima konsumen.
Vebelum
suatu bahan pakan mencapai kadar
dikehendaki, perubahan kelembaban nisbi akan
perubahan kadar air bahan.
air
yang
menyebabkan
Apabila kadar air bahan dimu-
lai dari yang paling kecil, selanjutnya dengan menetapkan
harga kadar air bahan y a m berkeseimbangan dengan
baban
Dan
nisbi
absorpsi
air.
sebaliknya, apabila perubahan tersebut dimulai
dari
keadaan
pakan
akan diperoleh sebuah kurva
kelem-
baaah, akan diperoleh kurva desorpsi
yang
bersangkutan.
Isoterm sorpsi
air
air
bahan
mencakup
proses absorpsi dengan desorpsi molekul-molekul air
pada
Labusa (1972) &
dalam
i Winarno (1986),
mem-
suhu tetap.
bagi
isoterm sorbsi air menjadi tiga daerah (Gambar 2).
Daerah A menyatakan absorpsi air bersifat satu lapis
lekul air,
daerah
mo-
B menyatakan terjadinya pertambahan
lapisan-lapisan atas satu lapis molekul air itu, dan daerah C terjadi kondensasi pada pori-pori bahan.
Menurut
derajat keterikatan air, air
dapat dibagi atas 4 tipe (Winarno, 1986).
yang
terikat
Tipe I
adalah
molekul air rang terikat p d a molekul-molekul lain
lui
suatu ikatan hidtogen yang berenergi besar.
mela-
Molekul
air membentuk hidrat dengan molekul-molekul lain yang mengandung atom-atom 0 dan N
atau garam.
seperti karbohidrat, protein,
Air tipe ini tidak dapat membeku pada proses
Gambar 2.
Bentuk Umum Isoterm Sorpsi Air Pada
Bahan Pakan (Labusa, 1972 di daJaal
Winarno, 1986 )
pembekuan, tetapi sebagian air ini dapat
ngan cara pengeringan.
Reaksi yang nyata dalam bahan pa-
kan adalah peningkatan oksidasi lemak.
air I, air tsrikat lagi
leaaak. akan
dihilangkan de-
Bila setelah tipe
membentuk air tipe 11.
meningkat dengan
Oksidasi
adanya pengembangan volume
3'
akibat penyerapan air.
Tips I1 yaitu molekul-molekul air
membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lain, terdapat dalam mikrokapiler dan
air murni.
Air
jenis
sifatnya agak berbeda
ini lebih
sukar
dewan
dihilangkan dan
penghilangan air tipe I1 ini akan mengakibatkan penurundn
aw.
Bila sebagian air tipe I1 dihilangkan,
pertumbuhan
mikroba dan reaksi-reaksi kimia yang bersifat merusak bahan pakan seperti
"browning", hidrolisis, atau
oksidasi
17
lemak akan dikurangi.
Tipe I11
adalah
air rang
fisik terikat dalam jaringan matriks bahan
bran, kapiler, serat, dan lain-lain.
yam seringkali disebut dengan
seperti mem-
Air tipe I11 inilah
air bebas.
Air
mudah diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk
mikroba
dan
secara
pertumbuhan
media bagi reaksi-reaksi kimiawi.
adalah air yang tidak terikat dalam jaringan
tipe ini
Tipe
IV
suatu bahan
atau air murni.
Scott
al. (1976) dan Wogan (1976) telah memberi-
kan gambaran beberapa jenis mikotoksin yang sering terdapat pada bahan pakan dan pangan (Tabel 5).
Aflatoksin hanya dihasilkan oleh galur tertentu dari
. .
AsPeFaillusflavusdanLParasltlcus (Diener dan Davis,
1969).
& flavus umunya berada dimana-mana, di udara, di
air, di tanah dan tumbuh pada bahan pakan dan pangan
tara lain jagung, beras dan biji kapas (Mereau dan
1979).
an-
Moss,
Selanjutnya dikemukakan bahwa & flavus juga di-
isolasi dari kacang
kedelai dan
tepungnya, kopra,
ubi
7
k m , buah
coklat, bi ji kopi, kacang
kemiri, tembakau,
tanah Braeil, bi ji
sorgum, gandum, bi ji
bunga
matahari,
k a c a polang, biji cemara, buah kenari, lada merah, buah
bit, buah per, daging babi, dan sejumlah bahan pangan la-
Batas
optimun pertumbuhan & flavus dan & Parasi.
-
pada BH 82
-
85% dan suhu 30
-
32
C,
kondisi op-
label 5, Hikotoksin Yang Sering Terdapat Pada Bahan Pakan Dan Pangan
Toksin
Kapang
Bahan rakanan
yang terkena
Akibat yang
d i t i r b u l kan
.......................................................................................
Asperail l u s sp.
Aflatoksin
A,flavus,
$ parasiticus
Kacang tanah, rinyak
Keracunan hati, kanker
yang berasal dari b i ji- pada beberapa jenis
b i jian, b i j i - b i j i a n
hewan lkerungkinan pada ranusia)
Sterigratosirtin
A, nidulans
A, versicolor
Serealia
Racun dan tanker
h a t i pada t i k u s
Okratoksin
I\, ochraceus
Serealia, b i j i - b i j i a n
Racun pada g i n j a l tikus
Luteoskirin
P, j slandicur
Beras
Racun, rungkin karsinogen
pada h a t i t i k u s
Patuiin
P,
P, c l a v i f o r r i
l p e l dan produk
olahannya
Perbengkakan, racun pada
ginjal tikus
Rubratoksin
P, rubrur
B i j i - b i jian
Sitrinin
P, c i t r i n u a
Zoaralenon
Fusariur sp.
m
6 i bberel l a z
P e n i c i l l i u r sp.
articae
Jagung
Hyperestrogcnisr pada babi
dan hewan percobaan
F, ~oae, F, sooro,
trichioidos
Jawawut, serealia
Panleukocytopenia karena
kerusakan sursur tulmg,
keaatian l e b i h 602 pada
ranusia (epiderris)
F, t r i c i n c t u a
B ij i - b i j i a n
12, 13-epoxytricothecanes
Fusariur spp.
Trichodorra spp.,
6liocladiur spp.,
Tricotheciur spp.
Jagung rereal ia
Asar k o j i k
Banyak spesies
kapang
B ij i - b i j i a n
Alimentary
toxic aleuk i a (ATA)
T
- 2 toksin
,
Cardiovascul ar c o l l aps,
pengguapalan cepat leukop e r i l , rungkin sehubungan
adanya ATA pada ranusia
.......................................................................................
Surber : Scott
& &,
(1976) dan Wogan (1976).
,
19
timum
meaghasilkan a f l a t o k s i n pada suhu 25 C dan
untuk
30 C pada FGl 85%, dan pertumbuhan cendawan optimum
kadar a i r bahan 15
-
30% (Anonymous, 1987).
Diener dan Davis (1969), & f l a w
Menurut
cendawan m e s o f i l i k umumnya
-
nimum 6
Pembentukan a f l a t o k s i n
empat
hari
dengan
46 C.
bahwa
32,2 C
a i r a n t a r a 20 dan
RH 84
temperatur
dan
-
86%.
dan
31%
Se-
waktu yang
yaitu
pada
temperatur 25 C
dengan
9 h a r i , pada temperatur optimum 30 C dengan 5
7 h a r i dan pada temperatur maksimum 20 C dengan
-
-
flavus untuk memproduksi a f l a t o k s i n pada
k u l t u r kacang tanah
-
temperatur s e k i t a r
s e k i t a r 2 1 , l C dan
dinyatakan
mi-
temperatur
38 C dan maksimum 44
pada kandungan kadar
optimal b a g i &
waktu 7
-
pada
sebagai
d i c a p a i dalam dua h a r i dengan ka-
dan 30% pada
temperatur
lanjutnya
tumbuh
36
8 C, optimum
d a r a i r 15
bila
-
waktu 11
13 h a r i .
Kelembaban
yang
tinggi d i
daerah
tropis
menurut
Heathcote dan Hibbert (1978) merupakan k o n d i s i yang sesu,
ai
untuk pertumbuhan kapang & f l a w yang akan
silkan aflatoksin.
mengha-
H a s i l pengumpulan d a t a cemaran a f l a -
toksin
d i b e r b a g a i negara berkembang mengungkapkan
kacang
t a n a h merupakan bahan pangan yang
bahwa
paling
banyak
pengolahan
banyak
tercemar a f l a t o k s i n ( S t o l o f f , 1977).
Semenjak
dipanen sampai s e l e s a i
peluang b a g i bahan makanan yang b e r a s a l d a r i kacang tanah
untuk ditumbuhi kapang & flavus yang dapat
adanya aflatoksin (Anonymous, 1987).
diperkirakan
Di Indonesia adanya
pencemaran aflatoksin pada kacang tanah dan hasil olahandan bahan
nya, kacang kedelai dam hasil olahannya, jagmakanan lainnya telah banyak diteliti.
Roedjito & d. (1972) melaporkan, bahwa hanya sebagian
kecil bungkil kacang tanah yang
menjadi ancam, sedangkan sebagian besar
panan terlebih dahulu.
langsung diolah
melalui
penyim-
Penyimpanan ini memungkinkan tum-
buhnya kapang penghasil aflatoksin, sehingga bahap pangan
rang terbuat dari bungkil kacang tanah sebagian besar sudah tercemar aflatoksin.
Pemeriksaan kandungan aflatoksin dalam kacang
tanah
dan olahannya dipelbagai tempat penjualan di Bugor
telah
di teliti oleh Muhilal & & (1972).
bahwa
kacang
tanah yang dijual
Dikemukakan
di pengecer hampir selalu me-
wandung aflatoksin, sedangkan di tingkat grosir dan toko
lebih jarang didapati mengandung aflatoksin.
Hal ini ka'>
rena k a c a a
tanah yang dijual pengeoer sudah mengalami
masa pemyimpanan
panan
lebih dari 3 bulan.
Percobaan
penyim-
kacang tanah oleh Muhilal dan Roedjito (1972) me-
nunjukkan bahwa pada penyimpanan minggu 10 kandungan
latoksin mulai teramati,
dungannva
mencapai
sedangkan pada minggu
lebih
500 ppb
af-
14 kan-
sudah melewati batas
rang ditetapkan oleh FAO/WHO/UNICEF yaitu 30 ppb.
21
Penelitian terhadap cendawan gudang telah
oleh Dharmaputra dan Rahayu ( 1985 ) , mereka
b&wa
paling sedikit ada empat spesies
satu spesies
dilakukan
mengemukakan
bsperaillu .dan
. . . yang menyerang kacang tanah pada
Penlclllum
peny impanan.
Menurut Muhilal (19861, sebagian besar hasil
olahan
kacang tanah tercemar aflatoksin yang paling tinggi ditemui pada bungkil kacang tanah (Tabel 6).
aflatoksin
Hasil
menunjukkan bahwa hasil olahan
analisis
kacang
tanah
y a w bentuk fisiknya tidak dapat dikenali lagi pada umumnya
tercemar aflatoksin dengan kadar y a m cukup
tinggi.
Hal
ini menggambarkan bahwa untuk bahan pembuatan
hasil
olahan kacang tanah rang keadaan fisiknya tidak akan
kenali konsumen, para produsen cenderung untuk
kan
kacang tanah yang mutunya lebih rendah dan
lebih murah.
aflatoksin
Karena kacang tanah aslinya sudah
di-
menggunaharganya
dicemari
maka akan terbawa pada hasil olahannya.
Se-
lanjutnya dikemukakan bahwa cemaran aflatoksin pada hasil
olahan kacang tanah ini belum menggambarkan keadaan sebenarnya karena cemaran aflatoksin dapat berubah dari waktu
kewaktu, sebagaimana tampak dari hasil survai yang
telah
dilakukan di Bogor pada tahun 1970, 1976, dan 1984 cenderung menurun.
perbaikan
tanah
Oleh
sebab
itu
disarankan
adanya upaya
dalam cara-cara penanganan pasca panen
kacang
untuk mengurangi peluang pencemaran aflatoksin.
22
Kacang kedelai dan hasil olahannya pada umumnya
ti-
dak tercemari aflatoksin (Tabel 6) (Muhilal, 1986).
in3
mungkin disebabkan oleh kulit kacang
tebal
dan
tidak m d a h terkupas sehingga
tumbuh cendawan lebih
rendah
kecil,
kadar
Hal
kedelai
cukup
peluang
untuk
air kacang
kedelai
flavus
yang juga mengurangi peluang ditumbuhi &
dan ternyata & flavus yang diinfeksikan pada kacang
ke-
delai tidak mampu untuk biosintesa aflatoksin. Dugaan pepenyebab
yam
paling
kuat
menurut
Venkitasubramanian
(1977) karena Zn pada kacang kedelai diikat oleh
fitat,
sedangkan Zn adalah zat esensial yang membantu biosintesa
aflatoksin oleh & flavus.
Sebagian dari kandungan aflatoksin pada kacang tanah
dan hasil olahannya adalah aflatoksin B1 dan G1 dilaporkan mampu sebagai
1973;
karsinogen
Pang & d.,1974;
hati (Husaini dan Karjadi,
Muhilal dan
Muhilal
dan
Nurjadi (1977) menerangkan
kanker
hati
pada planusia dan hewan di
Peranan
tinggi.
Nurjadi,
bahwa
1977).
kejadian
Indonesia
hati
pada
kanker
hati
primer diasosiasikan dengan makanan yang dikonsumsi
dari
manusia
aflatoksin terhadap kanker
cukup
menunjukkan bahwa banyak penderita
bahan pangan y a m terkontaminasi aflatoksin dan kebiasaan
makan
Pasien
15
kacang
tanah
hampir
setiap
hari
sejak
kecil.
yang berjumlah 81 orang terdiri atas 66 pria
orang
wanita berumur antara 7
-
75 tahun,
58%
dan
dari
Tabel 6.
Cemaran Aflatoksin Hasil Olahan
Kacang Tanah dan Kedelai
Hasil olahan
Jumlah
contoh
Rataan cemaran aflatoksis
B1
G1
........................................................
Kacang tanah
F
:
Bungkil kacang tanah
20
126
174
Minyak goreng
20
61
82
Oncom
39
67
120
Goreng oncom
16
41
83
Kacang tanah (bahan
untuk pembuatan bungkil
kacang tanah )
20
180
Kacang goreng
5
0
0
Enting-enting gepu
5
170
83
Tempe
10
0
0
Kecap
10
0
Oncom ampas tahu
10
Kacang kedelai
:
34,5*
Tauco
5
Tepung tempe
4
0
0
Kedelai
5
0
0
--__----_---------_------------------------------------Sumber
:
Muhilal (1986)
* dari
satu contoh
24
pasien jaringan hatinya mengandung af latoksin B1, GI, dan
M1 dengan kadar aflatoksin berkisar antara jumlah paling
sdikit
sampai 400 ppb.
Demikian pula dari
hasil
ana-
lisis urinenya menunjukkan bahwa sebanyak 95% dari pasien
urinenya mengandung dari yang paling sedikit
ppb aflatoksin MID 277 ppb
latoksin GI.
sampai
333
aflatoksin B1 dan 674 ppb af-
Namun pada pemeriksaan kedua setelah
dibe-
rikan nasihat untuk tidak memakan lagi makanan yang
duga memandung aflatoksin,
maka ternyata
di-
aflatoksin di
dalam urine dan jaringan hati tidak ditemukan lagi.
Beberapa contoh
temukan
jagung
rang sedang dikeringkan di-
tercemar aflatoksin pada kadar yang cukup
(Bahayu dan
Dharmaputra, 1985), yaitu tingkat
& flavus berkisar antara 1,48 - 80,32% dan dua
lain yaitu &
serangan
spesies
. .
Parasltlcus
dan & flavus var. columnaris
mengandung kadar air 10,05 - 27,66%.
mengandung 2
tinggi
-
Enam contoh jagung
83 ppb aflatoksin BID sedangkan aflatoksin
lain tidak terdeteksi. Selanjutnya Bahayu dan Dharmaputra
( 1986)
menyimpulkan' bahwa persentase bi ji
-
yang terserang
*
oleh & f l a w dan & ~ e r a s i t i c umeningkat selama pengeringan.
Akan
tetapi
metode
pengeringan
dengan oven
(60 C) dapat mengurangi perkembangan cendawan.
Inventarisasi cendawan pada jagung, kacang
kedelai,
dan kacang tanah dari pasar, grosir dan dari gudang telah
dilakukan oleh
Dharmaputra dan Rahayu
(1985).
Spesies
25
csndawan rang
. . .
predominan termasuk genera &mrgUhs
dan
masing-masing yaitu Bugus & =andidus, gugus
~'~laucus
~u
, g u sL
~ w u sL niRer,
ZUUS,
~ugus L
. - restrictus dan Ee~icilllum
SPP.
Struktur aflatoksin yang ditetapkan bergantung
pada
interpretasi ultraviolet, infra merah, "nuclear magnetic
resonance" dan
spektra
Goldblatt, 1969).
massa
d. , 1965;
(Assao &
Rumusan struktur dan derivat-derivat-
nya dapat dilihat pada Gambar 3 (Detroy & d.,1971).
Beberapa
peneliti antara lain
.
Wogan (1966),
blatt (1969) dan Detroy
&
bahwa
merupakan aflatoksin
aflatoksin induk
Gold-
(1971) mengemukakan
B1, B2, G1
d m G2 yang diperoleh berdasarkan fluoresensi yang ditimbulkan bila disinari dengan sinar ultraviolet yaitu aflatoksin B (blue) dan aflatoksin G (green).
Dari segi r u m s bangunnya aflatoksin B1, B2, GI, dan
G2 tidak banyak berbeda, kecuali pada
Aflatoksin B2 merupakan
derivat
ikatan rangkapnya.
dihidro
B1,
sedangkan
aflatoksin G2 merupakan derivat dihidro GI.
Hasil
metabolisme
cendawan mengandung
suatu
inti
koumarin yang berfusi dengan bifuran, ha1 ini pada struktur aflatoksin B merupakan suatu struktur
pentanon,
dangkan aflatoksin G disubstitusikan oleh lakton
se-
berang-
26
gota enam.
Hidrolisis alkali pada lakton menjadi
sible, karena
pada
resiklisasi
rever-
berikutnya dengan peng-
as'aman larutan basa akan diperoleh toksin.
Pada hidroge-
nasi sebagian aflatoksin B1 akan dihasilkan B2 dengan mengambil satu molekul hidrogen.
Bagian B1 dengan ozonoli-
sis akan menghasilkan asam-asam levulinat, suksinat,
lonat, dan glutarat.
ma-
Terbentuknya suatu senyawa aflatok-
sin dengan asam format-tionil klorida, asam asetat-tionil
klorida dan asam trifluoroasetat menunjukkan suatu perbedaan nyata
sifat-sifat kromatografiknya dengan mengabai-
kan sifat-sifat fluoresensinya.
kan derivat
Produk reaksinya merupa-
ester aflatoksin, reaksi asam
asetat-tionil
klorida dengan aflatoksin B1, produknya merupakan derivat
asetoksi B2 (Detroy & d.,1971).
Derivat aflatoksin yang dihidrolisis juga
ditemukan
pada sapi-sapi yang diberi makan toksin tepung kacang tanah, derivat ini dikenal sebagai "milk toxin" dan dikategorikan
sebagai
aflatoksin
Detroy & d.,1971).
M1
dan
Aflatoksin
M2 (Feuell, 1969
;
ini mempunyai fluore-
sensi violet biru pada plat kromatografi dan mempunyai Rf
(rate of flow) sangat rendah dibandingkan dengan aflatoksin
B1
(Goldbblatt, 1969;
Moreau dan Moss, 1979).
Af-
latoksin M1 dan Bl mempunyai toksisitas yang sama dan aflatoksin M1 dan M2
ginjal dan urine.
ternyata juga
ditemukan
Struktur kimianya kemudian
pada
hati,
ditetapkan
Gambar 3.
Struktur Aflatoksin Dan DerivatDerivatnya (Detroy & d.,1971)
I - E U l ~ a y - a n i l l I~),~ i ~ ~
I - ~ t l ~ u r y - a l l ~ti,
tu~i~~
I.A
teru-
tama untuk pemenuhan protein hewani, perlu dilakukan
ningkatan penyediaan d a i n g dan telur sebagai
prodult dari peternakan
secara kontinu.
salah satu
Dengan demikian
berarti pewediaan bahan pakan ternak juga
kat
pe-
akan
mening-
.
Salah satu cara untuk memenuhi peningkatan
produksi
4
daging
dalam
waktu yang relatif singkat,
ialah pengem-
bangan peternakan ayam tipe pedaging (broiler) yang cukup
potensial.
Karena biaya ransum merupakan biaya
produksi
terbssar serta merupakan kebutuhan mutlak y a w h a m s
di-
psnuhi untuk pertumbuhan ayam yang normal, maka bahan pakan merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhati-
kan
.
Masalah yang sering dihadapi dalam penyediaan
bahan
pakan ternak mencakup masalah kuantitas, kontinuitas
plai,
kualitas Qan harga.
Sampai saat ini bahan
yang digunakan dalam penyusunan ransum
saing dengan
tidak
su-
pakan
masih banyak ber-
kebutuhan manusia, penyediaan bahan pakan
kontinu sehingga penyusunan ransum
yang
seimbang
dan ekonomis mengalami kesulitan, akibatnya harga
tidak stabil dan masih mahal.
Untuk bahan pakan
ransum
sebagai
sumber protein selama ini dipergunakan kacang kedelai dan
bungkil kacang
kedelai
sebanyak 10
-
20% dalam
sedangkan baban ini masih tetap diimpor.
ransum
Pada PELITA IV
i n i , pemerintah
merencanakan menguraqgi
impor
kacang
kedelai untuk menghemat devisa, sehingga untuk memenuhi
pengganti sumber protein tersebut; maka
penggunaan
bung-
k i l kacang tanah dapat dipertimbangkan karena n i l a i g i s i nya hampir sama dengan bungkil kacang kedelai.
Karena t i d a k semua bahan pakan dapat diberikan sege-
ra kepada ternak dan juga untuk
mengatasi kewrangan ba-
han pakan pada musim hujan dan paceklik,
maka perlu ada-
nya penyimpanan sehingga bahan pakan dapat t e r s e d i a setiap saat.
Pada w a k t u penyimpanan bahan pakan ternak mulai
d a r i produsen hags s i a p pakai oleh konsumen
s e r i n g sa-
ngat lama, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
sakan.
Beberapa
pewebab
keru-
kerusakan bahan pakan selama
genyimpan antara l a i n karena kerusakan
f i s i k , kimia, ti-
kus, serangga, bakteri, dan kapang.
Salah s a t u kapang rang sering menimbulkan
pada
bahan h a s i l pertanian sejak dipanen sampai
pengolahannva
terptama
biji-bijian,
f l a w penghasil utama aflatoksin.
tumbuhannya paling dominan pada suhu
baban
kerusakan
nisbi
(RE)
sekitar
adalah
selesai
AsPerRillus
Kapang tersebut per20 - 30 C dan kelem-
85% (Diener dm Davis, 1969;
Christensen dan Kaufman, 1974).
Pada umumnya d i Indonesia
suhu, BB dan kadar a i r pada berbagai komoditi aukup ting-
gi yang memberi peluaw untuk ditumbuhi & f l a v w dan kemudian tercemar aflatoksin.
Aflatoksin sangat
berbahaya
baik bagi manusia maupun hewan, karena toksisitasnya yang
tinggi dan bersifat karsinogenik (Van Rensburg, 1977).
*
Akhir-akhir ini masalah aflatoksin dibicarakan
ngan
hangat
karena
para penyusun ransum atau
ransum ternak khawatir menggunakan bungkil
sebagai bahan pakan ternak w a s .
kan oleh
Stoloff
(1977),
de-
industri
kacang
tanah
Sebagaimana diungkap-
dari hasil
pengumpulan
mengenai cemaran aflatoksin diberbagai negara
data
berkembang
ternyata kacang tanah merupakan bahan makanan yang paling
banyak tercemar aflatoksin.
Kacang tanah y a w mangandung
aflatoksin, maka bungkilnya juga tercemari, sehingga p e a gunaan bungkil kacang
tanah dalam ransum h a m s
'
terlebih
dahulu diyakinkan bebas dari racun tsrsebut (Wahju, 1978).
Bmgkil
protein,
abu
tanah
rata-rata
mengandung
8,8% lmak, 12% serat kasar, 6.2% air dan
deagan
1973).
kacang
kandungan energi 2
800 kkal/kg
Dengan demikian bungkil kacang
44,9%
4,8%
(Woodroof,
tanah
merupakan
suober protein nabati yang cukup tinggi untuk
digunakan
sebagai bahan pakan dalam ransum.
Akan tetapi bila di-
tinjau dari segi negatifnya yang dikhawatirkan kemungkinan timbulwa pemgaruh aflatoksinnya,
maka
penggunaannya
dalam ransum belum mendapat perhatian.
Penelitian
dengan
yang
ini bertujuan untuk menentukan
spesiesnya yang tumbuh pada bungkil
menghasilkan aflatoksin dan
cendawan
kacang tanah
gersentase
penggunaan
buagkil kao-
tanab dalam ranerum di$injau dari s y l i
latoksinnya serta pemgaruhaya terhadap
pertumbuhan
afayam
*
broiler.
Kegmaan pemelitian i n i
diharapkan dapat
memberi-
kaa infomasi tentang pemanfaatan bungkil kaoang tanab
sebagai bahan baku penyusunan ransum ayam broiler.
i"
Indonesia
b
pada
umumnya
kacang tanah
(-
a L.) ditanam
~
oleh petani dalam skala kecil.
Ta-
naman ini biasanya tumbuh di dataran tinggi atau dataran
rendah setelab padi sebagai tanaman monokultur atau
pangsari
misalnya
panghasil
mana
dengan
jagung dan ubi kayu.
tum-
Daerah
kaoang tanah y a m utama di Indonesia, sebagai-
dikutip oleh Muhilal
dan Nuwadi (1977), berlokasi
di delapan tempat dari 27 propinsi yaitu Jawa Barat, Jawa
Tengab,
Jawa Timur, Sumatera Utara,
Tsnggara Barat dan
Sulawesi
L a m , Bali, Nusa
Selatan dan
kira-kira
70%
di daerah Jawa (Oambar 1).
Kaoang tanah merupakan bahan makanan kacang-kacangan
yaqg utama di Indonesia dan menampati
le kacamg kedelai.
tempat kedua sete-
Bampir s m a kacang tanah digunakan
untuk konsumsi manusia.
Produksi kacang tanah tiap tahun
diperkirakan 0,5 ~jutaton kacang tanab tidak berkulit pada luas 550 000 ha,
(Macbmud, 1987).
deagan hasil antara 0.5
-
Konsumsi Lacang tanah lepas kulit
kapita setiap hari sebanyak 8,96 g/hari rang
40 kalori,
1,5 tonha
2,27 # protein.
per
menganduag
dan 3,83 g lemak (Biro Pusat
Statietik, 1986).
Dalam PgLITA IV usaha peningkatan produksi dan proyeksi produksi kacang
tanah
pada tahun
2000 tercantum
P
*
Daerah Produksi
Sambas 1.
Daerah Praduksi ~ a c a n gTaneh D i Indonesia
dalam
Tabel 1. 'Peningkatan produksi terhadap tahun
belumwa
se-
b e r t u r u t - t u m t tahun 1984 s e b e s a r 16,3045, tahun
1986 s e b e s a r 16,29%.
Sedangkan pentrrunan prcrdvksi t e r ja-
d i pada tahun 1985 s e b e s a r 1,31% dan tahun
Tabel 1.
1987
sebesar
Luas Panen,Produksi, H a s i l Rata-rata
p e r H a dalam PELITA I V dan Proyeksi
Produksi Kacang Tanah Tahun 2000
.........................................................
Luas
panen
Tahun
Hasil
ratarata
(000 ha) (000 t o n ) (ton/ha)
Sumber :
Produksi
a h s a t Penelitian
dan
Pangan Bogor (1988)
* Angka
Proyeksi
produksi
tahun
2000
(000 t o n )
Pengembangan
sementara d a r i Mentan
b ~ f f a n d i(1986)
Proyeksi
rata-rata
peningkatan
prwduks i
dalam period e 1984-2000
(%/tahun
Tanaman
Praiuksi kaoang tanah tahun 2000 sebesar 1880 ribu
demgan rata-rata peningkatan produksi dalam periods 1984-
20b0 sebesar 8.34%
jauh lebih tinggi bila
dibandingkan
dsrpSan rata-rata penisgkatan produksi dalam peride 19691985 mebemar 4,87% (Affandi, 1988).
Kenaikan produksi ini menunjukan bahwa
praduksi ka-
oang tanah untuk masa yang akan datang mempunyai
yang baik.
Untuk mencapai peningkatan produksi
perlukan teknolwi rang dapat msnunjang, dengan
atkan
seoptimal -kin
ada, maka
prospek
ini
memanfa-
teknologi produksi yang
diharapkan dapat
tercapai
di-
sudah
sasaran pruiuksi
rang telah diproyeksikan pada tahun 2000.
Bamyaknya pemakaian kaoang tanah dan hasil olahannya
dapat dilihat gada Tabel 2 (data Survei Tahunan Perusaha-
an Industri Besar dan Sedang untuk tahun 1984 dan 1985).
Tabel 2.
Tahun
Banyaknya Pemakaian Kacang Tanah dan
Hasil Olahannya (Lokal dan Impor) pada
Perusahaan Industri
URAIAN
Jumlah
(ton)
Nilai
......................................................... (000 Bp)
1984~
Kacang tanah berkulit
Minyak kacang tanah
BupBkil kaclang tanah
291
449
375
97.000
484.798
182.907
1985~
Kacamg tanah berkulit
Minyak kacang tanah
Bungkil kacang t m a h
224
445
230
133.845
294.969
132.155
Sunibar :
%ire Pusat Statistik (1986)
b i r o Pusat Statistik ( 1987)
Bungkil adalah
hasil limbah dari
bahan-bahan
yang
4
dapat
diambil minyaknya seperti misalnya
kacang
tanah,
kacaag kedelai, biji bunga matahari, kopra dan lain-lain.
Kebanyakan hasil limbah ini digunakan untuk makanan
ter-
nak.
Sumber protein nabati y a w sudah biasa diguaakan
Indonesia
ialah kacang kedelai, bungkil kacang
kedelai,
buagkil kaoang tanah, kacang-kacangan, dan bungkil
pa,
sedangkan dari sumber protein hewani
di
ialah
kelatepung
ikan, tepung darah, bekicot dan binatang kerang lainnya.
Memurut Woodroof (1973), nilai nutrisi kacang
cuhrp tinggi (Tabel 3).
Komposisi ini
tanah
bergantung 'dari
perbedatan varietas dan kualitas kacang tanah.
Tabel 3.
Komposisi dan Nilai Nutrisi Kacang
Tanah
.........................................................
Zat . Makanan
Bata-rata (%)
Kadar air
Rotein
Leaak
Serat kasar
BETN
Abu
-
Sumber : Woodroof (1973)
0
-----
10
Bungkil Lac-
makanan nabati
pkotein
tanah sebagai salah satu sumber bahan
rang
sebanyak
cukup tinggi, rata-rata
44,9%
dan
kalori (Woodroof, 1973).
protein
ini, jika
baik, akan
&
y
energi
Bungkil
2 800
sebanyak
kacang tanah yang kaya
pengolahan dan
merugikan
mengandung
penyimpanannya kurang
karena sering
berkapang
terutama
flavus rang menghasilkan aflatoksin. Kacang tanah
W
merugandung
aflatoksin, maka
bungkilnya
juga &an
tercemari aflatoksin, sehingga penggunaannya dalam ransum
wggas h a m s terlebih dahulu diyakini
bebas
dari racun
tersebut ( Wah ju, 1978) .
Selanjutnya dikemukakan oleh Woadroof (1973) bahwa
segi
kelemahan
kacang
tanah dan bungkilnya mengandung
asam-asam amino esensial yang rendah sebagai bahan makanan rnanusia dan hewan, yaitu lisin dan metionin.
si asam amino bungkil kacang tanah dan
(NBC, 1984) tercantum dalam
Tabel
Komposi-
bungkil
4.
kedelai
Wahju (1978) me-
nyatakan bahwa kalau bungkil kacang tanah digunakan dalam
ransum yaw kadar eat-sat
tidak akan terganggu.
makanannya
seimbang, produksi
Akan tetapi, kalau bungkil
tanah dipsrgunakan dalam
kacang
ransum dengan tingkat tinggi,
rnaka akan terjadi defisiensi lisin, metionin dan treonin.
Ransum broiler rang terdiri atas jagung dan
bungkil ka-
cang tanah tanpa penambahan lisin dapat menurunkan
kece-
Tabel 4.
Komposisi A s a m - A s a m Amino Bungkil
Kacang Tanah dan Bungkil Kedelai
........................................................
Asam-asam amino (%I
Bungkil kacang
tanah
Bungkil
kedelai
........................................................
Arginin
5,4
3,68
Sistim
0,7
0,73
1,8
2,57
2,4
2,72
Glisin
Histidin
I s o l e u si n
Lisin
Me*ionin
Fenilalanin
Treonin
T r i p t o f an
Tirosin
Valin
*
........................................................
Sumber :
NBC
( 1984)
Dan
p a t a n pertumbuhan sampai 40%.
sum t e r s e b u t ditambahkan l i s i n
metionin, kecepatan
20%.
Dan j i k a
tetapi
pertumbuhan
ditambahkan
a p a b i l a k e dalam ran-
lisin
masih
dan
masih
kekurangan
terhambat sampai
metionin
tetapi
t r e o n i n masih kekurangan, maka kecepatan pertumbuhan akan
terhambat 5%; ha1 i n i
dapat
d i a t a s i dengan
penambahan
12
L-treonin, yakni dengan penambaban tepung ikan atau bungkil kacang
kedelai
sehingga kekurangan
asam-as-
amino
tgraebut terpenuhi.
Selain daripada itu, karena bungkil kacang tanah sering mengandung aflatoksin, maka penggunaannya dalam ransum perlu diperhatikan.
Pada tahun 1960, sekitar 100 000
ekor kalkun muda dilaporkan mati di Inggris karena
kan ransum
dari bungkil
kacang tanah yang
mema-
telah berka-
Karena etiologi dari penyakit tersebut belum dike-
pang.
tahui,
maka
penyakit
tersebut dinamakan
"Turkey X
diseases" dengan tanda-tanda hilangnya nafsu makan, keles u m dan kelemahan s w a p (Goldblatt, 1969; Detroy & d.,
1971).
~ s p l i ndan
Carnaghan (1961) menyimpulkan bahwa
itik lebih peka daripada ayam setelah pemberian 10% bungkil kacang tanah.
di pada
Pada itik kematian yang pertama terjasampai umur 6
hari ke 15, sedangkan pada ayam
minggupun belum terjadi kematian.
Svatu
Kenya
insidm lain terjadi pada anak-anak
tentang
terjangkitnya penyakit
itik di
seperti "Turkey X
diseases", yang diakibatkan oleh pemberian ransum bungkil
kacang tanah.
anak
Juga telah
ditemukan bahwa terutama anak-
itik paling peka terhadap makanan rang mengandung
tepung bungkil kacang tanah y a w dicurigai.
rapa
hari setelah pemberian tepung ini
Selama bebe-
pada
anak-anak
itik menyebabkan efek nekrotik pada sel-se1 hati parenkim
dan empsdu, sedangkan pada tikus, babi dan ikan tawar mewebabkan kanker h a t i (Detroy & d.,1971).
Molekul a i r
antara jaringan
mauptan
dalam
suatu bahan
molekuler dengan
f i s i k dengan
pakan
menyebar
bentuk ikatan
di
kimiawi
komponen kimia bahan pakan.
Berda-
sarkan bentuk i n t e r a k s i tersebut keadaan a i r d i dalam bahan dibagi dalam t i g a kategori,
miawi,
y a i t u t e r i k a t secara ki-
secara f i s i k dan dalam keadaan bebas dalam s i s t e m
k a p i l e r (Rockland, 1969).
Kekuatan ikatan d i antara ketiga bagian a i r tersebut
berbeda-beda,
energi
untuk memutuskan ikatan t e r s e b u t diperlukan
penguapan.
Besarnya energi penguapan
untuk
bebas paling rendah dibandingkan dengan a i r yaqg
f i s i k , sedangkan
penguapan
secara
kimiawi paling besar d i antara ketiga
Dalam proses pengeringan,
yang'
terikat
yang t e r i k a t
secara
tersebut.
energi
air
macam
pertama
diuapkan adalah a i r bebas kemdian a i r lainnya.
air
kali
A i r rang
dapat diuapkan disebut a i r menguap (vaporable water).
Randungan
a i r dalam bahan pakan
mempengaruhi
daya
tahan bahan pakan terhadap serangan mikroba yang dinyata-
kan
dengan a~ (water a c t i v i t y )
yaitu
jumlah a i r
bebas
yang dapat digunakan oleh mikroorganisma untuk pertumbuhannya.
Berbagai
mikroorganisma
mempunyai
a~
minimum
14
w a r dapat
= 0.90;
tumbuh dengan
baik
-
khamir (~gg= 0.80
misalnya
0.90;
Menurut Setijahartini (1985),
untuk bakteri
kapang q,~
= 0.60
bahan pakan yang
-
di-
kerimgkan akan memalami peaguapan air bebas rang ada pada permukaan bahan tersebut habis.
Keadaan ini dikatakan
sebagai keadaan keseimbangan antara penmapan dan pengembunan.
gai
Kadar air dalam keseimbangan ini dikatakan seba-
kadar
tent).
air
(Equilibrium Moisture Con-
keseimbangan
Keseimbangan kadar
air bahan terjadi pada
-
euhu
tertentu dan ditentukan oleh kelembaban nisbi.
Nilai 9 suatu bahan pakan
mempunyai
M a n kelembaban nisbi udara (RE).
hubuagan de-
RE adalah perbandingan
antara tekanan uap air di udara dengan uap air jenuh pada
suhu yang sama.
Pada keadaan keseimbangan,
han pakan akan sebanding d e w a n REI udara
deagan persamaan sebagai berikut
aW
--
a~ suatu ba-
disekelilingnya
:
. .
Tergantung dari macam
komponen
kimia bahan pakan,
aw dapat disesuaikan untuk mendapatkan nilai tingkat
awetan bahan yang lebih baik.
ditujukan
old
Keadaan
macam
optimum deunikian
perubahan kadar air bahan
rendah dibandingkan kelembaban nisbinya.
ke-
yang
Untuk
relatif
setiap
bahan pakan pembahan aw sampai pada keadaan
yang
paling sesuai (optimum) bertujuan untuk mendapatkan bahan
15
pada kondisi yan# baik, sehingga selama penyimpanan
baik
isi, bentuk dan penampakannya masih diterima konsumen.
Vebelum
suatu bahan pakan mencapai kadar
dikehendaki, perubahan kelembaban nisbi akan
perubahan kadar air bahan.
air
yang
menyebabkan
Apabila kadar air bahan dimu-
lai dari yang paling kecil, selanjutnya dengan menetapkan
harga kadar air bahan y a m berkeseimbangan dengan
baban
Dan
nisbi
absorpsi
air.
sebaliknya, apabila perubahan tersebut dimulai
dari
keadaan
pakan
akan diperoleh sebuah kurva
kelem-
baaah, akan diperoleh kurva desorpsi
yang
bersangkutan.
Isoterm sorpsi
air
air
bahan
mencakup
proses absorpsi dengan desorpsi molekul-molekul air
pada
Labusa (1972) &
dalam
i Winarno (1986),
mem-
suhu tetap.
bagi
isoterm sorbsi air menjadi tiga daerah (Gambar 2).
Daerah A menyatakan absorpsi air bersifat satu lapis
lekul air,
daerah
mo-
B menyatakan terjadinya pertambahan
lapisan-lapisan atas satu lapis molekul air itu, dan daerah C terjadi kondensasi pada pori-pori bahan.
Menurut
derajat keterikatan air, air
dapat dibagi atas 4 tipe (Winarno, 1986).
yang
terikat
Tipe I
adalah
molekul air rang terikat p d a molekul-molekul lain
lui
suatu ikatan hidtogen yang berenergi besar.
mela-
Molekul
air membentuk hidrat dengan molekul-molekul lain yang mengandung atom-atom 0 dan N
atau garam.
seperti karbohidrat, protein,
Air tipe ini tidak dapat membeku pada proses
Gambar 2.
Bentuk Umum Isoterm Sorpsi Air Pada
Bahan Pakan (Labusa, 1972 di daJaal
Winarno, 1986 )
pembekuan, tetapi sebagian air ini dapat
ngan cara pengeringan.
Reaksi yang nyata dalam bahan pa-
kan adalah peningkatan oksidasi lemak.
air I, air tsrikat lagi
leaaak. akan
dihilangkan de-
Bila setelah tipe
membentuk air tipe 11.
meningkat dengan
Oksidasi
adanya pengembangan volume
3'
akibat penyerapan air.
Tips I1 yaitu molekul-molekul air
membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lain, terdapat dalam mikrokapiler dan
air murni.
Air
jenis
sifatnya agak berbeda
ini lebih
sukar
dewan
dihilangkan dan
penghilangan air tipe I1 ini akan mengakibatkan penurundn
aw.
Bila sebagian air tipe I1 dihilangkan,
pertumbuhan
mikroba dan reaksi-reaksi kimia yang bersifat merusak bahan pakan seperti
"browning", hidrolisis, atau
oksidasi
17
lemak akan dikurangi.
Tipe I11
adalah
air rang
fisik terikat dalam jaringan matriks bahan
bran, kapiler, serat, dan lain-lain.
yam seringkali disebut dengan
seperti mem-
Air tipe I11 inilah
air bebas.
Air
mudah diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk
mikroba
dan
secara
pertumbuhan
media bagi reaksi-reaksi kimiawi.
adalah air yang tidak terikat dalam jaringan
tipe ini
Tipe
IV
suatu bahan
atau air murni.
Scott
al. (1976) dan Wogan (1976) telah memberi-
kan gambaran beberapa jenis mikotoksin yang sering terdapat pada bahan pakan dan pangan (Tabel 5).
Aflatoksin hanya dihasilkan oleh galur tertentu dari
. .
AsPeFaillusflavusdanLParasltlcus (Diener dan Davis,
1969).
& flavus umunya berada dimana-mana, di udara, di
air, di tanah dan tumbuh pada bahan pakan dan pangan
tara lain jagung, beras dan biji kapas (Mereau dan
1979).
an-
Moss,
Selanjutnya dikemukakan bahwa & flavus juga di-
isolasi dari kacang
kedelai dan
tepungnya, kopra,
ubi
7
k m , buah
coklat, bi ji kopi, kacang
kemiri, tembakau,
tanah Braeil, bi ji
sorgum, gandum, bi ji
bunga
matahari,
k a c a polang, biji cemara, buah kenari, lada merah, buah
bit, buah per, daging babi, dan sejumlah bahan pangan la-
Batas
optimun pertumbuhan & flavus dan & Parasi.
-
pada BH 82
-
85% dan suhu 30
-
32
C,
kondisi op-
label 5, Hikotoksin Yang Sering Terdapat Pada Bahan Pakan Dan Pangan
Toksin
Kapang
Bahan rakanan
yang terkena
Akibat yang
d i t i r b u l kan
.......................................................................................
Asperail l u s sp.
Aflatoksin
A,flavus,
$ parasiticus
Kacang tanah, rinyak
Keracunan hati, kanker
yang berasal dari b i ji- pada beberapa jenis
b i jian, b i j i - b i j i a n
hewan lkerungkinan pada ranusia)
Sterigratosirtin
A, nidulans
A, versicolor
Serealia
Racun dan tanker
h a t i pada t i k u s
Okratoksin
I\, ochraceus
Serealia, b i j i - b i j i a n
Racun pada g i n j a l tikus
Luteoskirin
P, j slandicur
Beras
Racun, rungkin karsinogen
pada h a t i t i k u s
Patuiin
P,
P, c l a v i f o r r i
l p e l dan produk
olahannya
Perbengkakan, racun pada
ginjal tikus
Rubratoksin
P, rubrur
B i j i - b i jian
Sitrinin
P, c i t r i n u a
Zoaralenon
Fusariur sp.
m
6 i bberel l a z
P e n i c i l l i u r sp.
articae
Jagung
Hyperestrogcnisr pada babi
dan hewan percobaan
F, ~oae, F, sooro,
trichioidos
Jawawut, serealia
Panleukocytopenia karena
kerusakan sursur tulmg,
keaatian l e b i h 602 pada
ranusia (epiderris)
F, t r i c i n c t u a
B ij i - b i j i a n
12, 13-epoxytricothecanes
Fusariur spp.
Trichodorra spp.,
6liocladiur spp.,
Tricotheciur spp.
Jagung rereal ia
Asar k o j i k
Banyak spesies
kapang
B ij i - b i j i a n
Alimentary
toxic aleuk i a (ATA)
T
- 2 toksin
,
Cardiovascul ar c o l l aps,
pengguapalan cepat leukop e r i l , rungkin sehubungan
adanya ATA pada ranusia
.......................................................................................
Surber : Scott
& &,
(1976) dan Wogan (1976).
,
19
timum
meaghasilkan a f l a t o k s i n pada suhu 25 C dan
untuk
30 C pada FGl 85%, dan pertumbuhan cendawan optimum
kadar a i r bahan 15
-
30% (Anonymous, 1987).
Diener dan Davis (1969), & f l a w
Menurut
cendawan m e s o f i l i k umumnya
-
nimum 6
Pembentukan a f l a t o k s i n
empat
hari
dengan
46 C.
bahwa
32,2 C
a i r a n t a r a 20 dan
RH 84
temperatur
dan
-
86%.
dan
31%
Se-
waktu yang
yaitu
pada
temperatur 25 C
dengan
9 h a r i , pada temperatur optimum 30 C dengan 5
7 h a r i dan pada temperatur maksimum 20 C dengan
-
-
flavus untuk memproduksi a f l a t o k s i n pada
k u l t u r kacang tanah
-
temperatur s e k i t a r
s e k i t a r 2 1 , l C dan
dinyatakan
mi-
temperatur
38 C dan maksimum 44
pada kandungan kadar
optimal b a g i &
waktu 7
-
pada
sebagai
d i c a p a i dalam dua h a r i dengan ka-
dan 30% pada
temperatur
lanjutnya
tumbuh
36
8 C, optimum
d a r a i r 15
bila
-
waktu 11
13 h a r i .
Kelembaban
yang
tinggi d i
daerah
tropis
menurut
Heathcote dan Hibbert (1978) merupakan k o n d i s i yang sesu,
ai
untuk pertumbuhan kapang & f l a w yang akan
silkan aflatoksin.
mengha-
H a s i l pengumpulan d a t a cemaran a f l a -
toksin
d i b e r b a g a i negara berkembang mengungkapkan
kacang
t a n a h merupakan bahan pangan yang
bahwa
paling
banyak
pengolahan
banyak
tercemar a f l a t o k s i n ( S t o l o f f , 1977).
Semenjak
dipanen sampai s e l e s a i
peluang b a g i bahan makanan yang b e r a s a l d a r i kacang tanah
untuk ditumbuhi kapang & flavus yang dapat
adanya aflatoksin (Anonymous, 1987).
diperkirakan
Di Indonesia adanya
pencemaran aflatoksin pada kacang tanah dan hasil olahandan bahan
nya, kacang kedelai dam hasil olahannya, jagmakanan lainnya telah banyak diteliti.
Roedjito & d. (1972) melaporkan, bahwa hanya sebagian
kecil bungkil kacang tanah yang
menjadi ancam, sedangkan sebagian besar
panan terlebih dahulu.
langsung diolah
melalui
penyim-
Penyimpanan ini memungkinkan tum-
buhnya kapang penghasil aflatoksin, sehingga bahap pangan
rang terbuat dari bungkil kacang tanah sebagian besar sudah tercemar aflatoksin.
Pemeriksaan kandungan aflatoksin dalam kacang
tanah
dan olahannya dipelbagai tempat penjualan di Bugor
telah
di teliti oleh Muhilal & & (1972).
bahwa
kacang
tanah yang dijual
Dikemukakan
di pengecer hampir selalu me-
wandung aflatoksin, sedangkan di tingkat grosir dan toko
lebih jarang didapati mengandung aflatoksin.
Hal ini ka'>
rena k a c a a
tanah yang dijual pengeoer sudah mengalami
masa pemyimpanan
panan
lebih dari 3 bulan.
Percobaan
penyim-
kacang tanah oleh Muhilal dan Roedjito (1972) me-
nunjukkan bahwa pada penyimpanan minggu 10 kandungan
latoksin mulai teramati,
dungannva
mencapai
sedangkan pada minggu
lebih
500 ppb
af-
14 kan-
sudah melewati batas
rang ditetapkan oleh FAO/WHO/UNICEF yaitu 30 ppb.
21
Penelitian terhadap cendawan gudang telah
oleh Dharmaputra dan Rahayu ( 1985 ) , mereka
b&wa
paling sedikit ada empat spesies
satu spesies
dilakukan
mengemukakan
bsperaillu .dan
. . . yang menyerang kacang tanah pada
Penlclllum
peny impanan.
Menurut Muhilal (19861, sebagian besar hasil
olahan
kacang tanah tercemar aflatoksin yang paling tinggi ditemui pada bungkil kacang tanah (Tabel 6).
aflatoksin
Hasil
menunjukkan bahwa hasil olahan
analisis
kacang
tanah
y a w bentuk fisiknya tidak dapat dikenali lagi pada umumnya
tercemar aflatoksin dengan kadar y a m cukup
tinggi.
Hal
ini menggambarkan bahwa untuk bahan pembuatan
hasil
olahan kacang tanah rang keadaan fisiknya tidak akan
kenali konsumen, para produsen cenderung untuk
kan
kacang tanah yang mutunya lebih rendah dan
lebih murah.
aflatoksin
Karena kacang tanah aslinya sudah
di-
menggunaharganya
dicemari
maka akan terbawa pada hasil olahannya.
Se-
lanjutnya dikemukakan bahwa cemaran aflatoksin pada hasil
olahan kacang tanah ini belum menggambarkan keadaan sebenarnya karena cemaran aflatoksin dapat berubah dari waktu
kewaktu, sebagaimana tampak dari hasil survai yang
telah
dilakukan di Bogor pada tahun 1970, 1976, dan 1984 cenderung menurun.
perbaikan
tanah
Oleh
sebab
itu
disarankan
adanya upaya
dalam cara-cara penanganan pasca panen
kacang
untuk mengurangi peluang pencemaran aflatoksin.
22
Kacang kedelai dan hasil olahannya pada umumnya
ti-
dak tercemari aflatoksin (Tabel 6) (Muhilal, 1986).
in3
mungkin disebabkan oleh kulit kacang
tebal
dan
tidak m d a h terkupas sehingga
tumbuh cendawan lebih
rendah
kecil,
kadar
Hal
kedelai
cukup
peluang
untuk
air kacang
kedelai
flavus
yang juga mengurangi peluang ditumbuhi &
dan ternyata & flavus yang diinfeksikan pada kacang
ke-
delai tidak mampu untuk biosintesa aflatoksin. Dugaan pepenyebab
yam
paling
kuat
menurut
Venkitasubramanian
(1977) karena Zn pada kacang kedelai diikat oleh
fitat,
sedangkan Zn adalah zat esensial yang membantu biosintesa
aflatoksin oleh & flavus.
Sebagian dari kandungan aflatoksin pada kacang tanah
dan hasil olahannya adalah aflatoksin B1 dan G1 dilaporkan mampu sebagai
1973;
karsinogen
Pang & d.,1974;
hati (Husaini dan Karjadi,
Muhilal dan
Muhilal
dan
Nurjadi (1977) menerangkan
kanker
hati
pada planusia dan hewan di
Peranan
tinggi.
Nurjadi,
bahwa
1977).
kejadian
Indonesia
hati
pada
kanker
hati
primer diasosiasikan dengan makanan yang dikonsumsi
dari
manusia
aflatoksin terhadap kanker
cukup
menunjukkan bahwa banyak penderita
bahan pangan y a m terkontaminasi aflatoksin dan kebiasaan
makan
Pasien
15
kacang
tanah
hampir
setiap
hari
sejak
kecil.
yang berjumlah 81 orang terdiri atas 66 pria
orang
wanita berumur antara 7
-
75 tahun,
58%
dan
dari
Tabel 6.
Cemaran Aflatoksin Hasil Olahan
Kacang Tanah dan Kedelai
Hasil olahan
Jumlah
contoh
Rataan cemaran aflatoksis
B1
G1
........................................................
Kacang tanah
F
:
Bungkil kacang tanah
20
126
174
Minyak goreng
20
61
82
Oncom
39
67
120
Goreng oncom
16
41
83
Kacang tanah (bahan
untuk pembuatan bungkil
kacang tanah )
20
180
Kacang goreng
5
0
0
Enting-enting gepu
5
170
83
Tempe
10
0
0
Kecap
10
0
Oncom ampas tahu
10
Kacang kedelai
:
34,5*
Tauco
5
Tepung tempe
4
0
0
Kedelai
5
0
0
--__----_---------_------------------------------------Sumber
:
Muhilal (1986)
* dari
satu contoh
24
pasien jaringan hatinya mengandung af latoksin B1, GI, dan
M1 dengan kadar aflatoksin berkisar antara jumlah paling
sdikit
sampai 400 ppb.
Demikian pula dari
hasil
ana-
lisis urinenya menunjukkan bahwa sebanyak 95% dari pasien
urinenya mengandung dari yang paling sedikit
ppb aflatoksin MID 277 ppb
latoksin GI.
sampai
333
aflatoksin B1 dan 674 ppb af-
Namun pada pemeriksaan kedua setelah
dibe-
rikan nasihat untuk tidak memakan lagi makanan yang
duga memandung aflatoksin,
maka ternyata
di-
aflatoksin di
dalam urine dan jaringan hati tidak ditemukan lagi.
Beberapa contoh
temukan
jagung
rang sedang dikeringkan di-
tercemar aflatoksin pada kadar yang cukup
(Bahayu dan
Dharmaputra, 1985), yaitu tingkat
& flavus berkisar antara 1,48 - 80,32% dan dua
lain yaitu &
serangan
spesies
. .
Parasltlcus
dan & flavus var. columnaris
mengandung kadar air 10,05 - 27,66%.
mengandung 2
tinggi
-
Enam contoh jagung
83 ppb aflatoksin BID sedangkan aflatoksin
lain tidak terdeteksi. Selanjutnya Bahayu dan Dharmaputra
( 1986)
menyimpulkan' bahwa persentase bi ji
-
yang terserang
*
oleh & f l a w dan & ~ e r a s i t i c umeningkat selama pengeringan.
Akan
tetapi
metode
pengeringan
dengan oven
(60 C) dapat mengurangi perkembangan cendawan.
Inventarisasi cendawan pada jagung, kacang
kedelai,
dan kacang tanah dari pasar, grosir dan dari gudang telah
dilakukan oleh
Dharmaputra dan Rahayu
(1985).
Spesies
25
csndawan rang
. . .
predominan termasuk genera &mrgUhs
dan
masing-masing yaitu Bugus & =andidus, gugus
~'~laucus
~u
, g u sL
~ w u sL niRer,
ZUUS,
~ugus L
. - restrictus dan Ee~icilllum
SPP.
Struktur aflatoksin yang ditetapkan bergantung
pada
interpretasi ultraviolet, infra merah, "nuclear magnetic
resonance" dan
spektra
Goldblatt, 1969).
massa
d. , 1965;
(Assao &
Rumusan struktur dan derivat-derivat-
nya dapat dilihat pada Gambar 3 (Detroy & d.,1971).
Beberapa
peneliti antara lain
.
Wogan (1966),
blatt (1969) dan Detroy
&
bahwa
merupakan aflatoksin
aflatoksin induk
Gold-
(1971) mengemukakan
B1, B2, G1
d m G2 yang diperoleh berdasarkan fluoresensi yang ditimbulkan bila disinari dengan sinar ultraviolet yaitu aflatoksin B (blue) dan aflatoksin G (green).
Dari segi r u m s bangunnya aflatoksin B1, B2, GI, dan
G2 tidak banyak berbeda, kecuali pada
Aflatoksin B2 merupakan
derivat
ikatan rangkapnya.
dihidro
B1,
sedangkan
aflatoksin G2 merupakan derivat dihidro GI.
Hasil
metabolisme
cendawan mengandung
suatu
inti
koumarin yang berfusi dengan bifuran, ha1 ini pada struktur aflatoksin B merupakan suatu struktur
pentanon,
dangkan aflatoksin G disubstitusikan oleh lakton
se-
berang-
26
gota enam.
Hidrolisis alkali pada lakton menjadi
sible, karena
pada
resiklisasi
rever-
berikutnya dengan peng-
as'aman larutan basa akan diperoleh toksin.
Pada hidroge-
nasi sebagian aflatoksin B1 akan dihasilkan B2 dengan mengambil satu molekul hidrogen.
Bagian B1 dengan ozonoli-
sis akan menghasilkan asam-asam levulinat, suksinat,
lonat, dan glutarat.
ma-
Terbentuknya suatu senyawa aflatok-
sin dengan asam format-tionil klorida, asam asetat-tionil
klorida dan asam trifluoroasetat menunjukkan suatu perbedaan nyata
sifat-sifat kromatografiknya dengan mengabai-
kan sifat-sifat fluoresensinya.
kan derivat
Produk reaksinya merupa-
ester aflatoksin, reaksi asam
asetat-tionil
klorida dengan aflatoksin B1, produknya merupakan derivat
asetoksi B2 (Detroy & d.,1971).
Derivat aflatoksin yang dihidrolisis juga
ditemukan
pada sapi-sapi yang diberi makan toksin tepung kacang tanah, derivat ini dikenal sebagai "milk toxin" dan dikategorikan
sebagai
aflatoksin
Detroy & d.,1971).
M1
dan
Aflatoksin
M2 (Feuell, 1969
;
ini mempunyai fluore-
sensi violet biru pada plat kromatografi dan mempunyai Rf
(rate of flow) sangat rendah dibandingkan dengan aflatoksin
B1
(Goldbblatt, 1969;
Moreau dan Moss, 1979).
Af-
latoksin M1 dan Bl mempunyai toksisitas yang sama dan aflatoksin M1 dan M2
ginjal dan urine.
ternyata juga
ditemukan
Struktur kimianya kemudian
pada
hati,
ditetapkan
Gambar 3.
Struktur Aflatoksin Dan DerivatDerivatnya (Detroy & d.,1971)
I - E U l ~ a y - a n i l l I~),~ i ~ ~
I - ~ t l ~ u r y - a l l ~ti,
tu~i~~
I.A