Bungkil kacang tanah dalam ransum ayam broiler ditinjau dari kandungan

Dalam rangka memperbaiki mutu gisi masyarakat

teru-

tama untuk pemenuhan protein hewani, perlu dilakukan
ningkatan penyediaan d a i n g dan telur sebagai
prodult dari peternakan

secara kontinu.

salah satu

Dengan demikian

berarti pewediaan bahan pakan ternak juga
kat

pe-

akan


mening-

.
Salah satu cara untuk memenuhi peningkatan

produksi

4

daging

dalam

waktu yang relatif singkat,

ialah pengem-

bangan peternakan ayam tipe pedaging (broiler) yang cukup
potensial.


Karena biaya ransum merupakan biaya

produksi

terbssar serta merupakan kebutuhan mutlak y a w h a m s

di-

psnuhi untuk pertumbuhan ayam yang normal, maka bahan pakan merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhati-

kan

.
Masalah yang sering dihadapi dalam penyediaan

bahan

pakan ternak mencakup masalah kuantitas, kontinuitas
plai,


kualitas Qan harga.

Sampai saat ini bahan

yang digunakan dalam penyusunan ransum

saing dengan
tidak

su-

pakan

masih banyak ber-

kebutuhan manusia, penyediaan bahan pakan

kontinu sehingga penyusunan ransum

yang


seimbang

dan ekonomis mengalami kesulitan, akibatnya harga
tidak stabil dan masih mahal.

Untuk bahan pakan

ransum
sebagai

sumber protein selama ini dipergunakan kacang kedelai dan
bungkil kacang

kedelai

sebanyak 10

-


20% dalam

sedangkan baban ini masih tetap diimpor.

ransum

Pada PELITA IV

i n i , pemerintah

merencanakan menguraqgi

impor

kacang

kedelai untuk menghemat devisa, sehingga untuk memenuhi
pengganti sumber protein tersebut; maka

penggunaan


bung-

k i l kacang tanah dapat dipertimbangkan karena n i l a i g i s i nya hampir sama dengan bungkil kacang kedelai.
Karena t i d a k semua bahan pakan dapat diberikan sege-

ra kepada ternak dan juga untuk

mengatasi kewrangan ba-

han pakan pada musim hujan dan paceklik,

maka perlu ada-

nya penyimpanan sehingga bahan pakan dapat t e r s e d i a setiap saat.

Pada w a k t u penyimpanan bahan pakan ternak mulai

d a r i produsen hags s i a p pakai oleh konsumen


s e r i n g sa-

ngat lama, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
sakan.

Beberapa

pewebab

keru-

kerusakan bahan pakan selama

genyimpan antara l a i n karena kerusakan

f i s i k , kimia, ti-

kus, serangga, bakteri, dan kapang.
Salah s a t u kapang rang sering menimbulkan
pada


bahan h a s i l pertanian sejak dipanen sampai

pengolahannva

terptama

biji-bijian,

f l a w penghasil utama aflatoksin.
tumbuhannya paling dominan pada suhu
baban

kerusakan

nisbi

(RE)

sekitar


adalah

selesai

AsPerRillus

Kapang tersebut per20 - 30 C dan kelem-

85% (Diener dm Davis, 1969;

Christensen dan Kaufman, 1974).

Pada umumnya d i Indonesia

suhu, BB dan kadar a i r pada berbagai komoditi aukup ting-

gi yang memberi peluaw untuk ditumbuhi & f l a v w dan kemudian tercemar aflatoksin.

Aflatoksin sangat


berbahaya

baik bagi manusia maupun hewan, karena toksisitasnya yang
tinggi dan bersifat karsinogenik (Van Rensburg, 1977).
*

Akhir-akhir ini masalah aflatoksin dibicarakan

ngan

hangat

karena

para penyusun ransum atau

ransum ternak khawatir menggunakan bungkil
sebagai bahan pakan ternak w a s .
kan oleh


Stoloff

(1977),

de-

industri

kacang

tanah

Sebagaimana diungkap-

dari hasil

pengumpulan

mengenai cemaran aflatoksin diberbagai negara

data

berkembang

ternyata kacang tanah merupakan bahan makanan yang paling
banyak tercemar aflatoksin.

Kacang tanah y a w mangandung

aflatoksin, maka bungkilnya juga tercemari, sehingga p e a gunaan bungkil kacang

tanah dalam ransum h a m s

'

terlebih

dahulu diyakinkan bebas dari racun tsrsebut (Wahju, 1978).

Bmgkil
protein,

abu

tanah

rata-rata

mengandung

8,8% lmak, 12% serat kasar, 6.2% air dan

deagan

1973).

kacang

kandungan energi 2

800 kkal/kg

Dengan demikian bungkil kacang

44,9%
4,8%

(Woodroof,

tanah

merupakan

suober protein nabati yang cukup tinggi untuk

digunakan

sebagai bahan pakan dalam ransum.

Akan tetapi bila di-

tinjau dari segi negatifnya yang dikhawatirkan kemungkinan timbulwa pemgaruh aflatoksinnya,

maka

penggunaannya

dalam ransum belum mendapat perhatian.
Penelitian
dengan
yang

ini bertujuan untuk menentukan

spesiesnya yang tumbuh pada bungkil

menghasilkan aflatoksin dan

cendawan

kacang tanah

gersentase

penggunaan

buagkil kao-

tanab dalam ranerum di$injau dari s y l i

latoksinnya serta pemgaruhaya terhadap

pertumbuhan

afayam

*

broiler.
Kegmaan pemelitian i n i

diharapkan dapat

memberi-

kaa infomasi tentang pemanfaatan bungkil kaoang tanab
sebagai bahan baku penyusunan ransum ayam broiler.

i"

Indonesia

b

pada

umumnya

kacang tanah

(-

a L.) ditanam
~
oleh petani dalam skala kecil.

Ta-

naman ini biasanya tumbuh di dataran tinggi atau dataran
rendah setelab padi sebagai tanaman monokultur atau
pangsari

misalnya

panghasil
mana

dengan

jagung dan ubi kayu.

tum-

Daerah

kaoang tanah y a m utama di Indonesia, sebagai-

dikutip oleh Muhilal

dan Nuwadi (1977), berlokasi

di delapan tempat dari 27 propinsi yaitu Jawa Barat, Jawa
Tengab,

Jawa Timur, Sumatera Utara,

Tsnggara Barat dan

Sulawesi

L a m , Bali, Nusa

Selatan dan

kira-kira

70%

di daerah Jawa (Oambar 1).
Kaoang tanah merupakan bahan makanan kacang-kacangan
yaqg utama di Indonesia dan menampati

le kacamg kedelai.

tempat kedua sete-

Bampir s m a kacang tanah digunakan

untuk konsumsi manusia.

Produksi kacang tanah tiap tahun

diperkirakan 0,5 ~jutaton kacang tanab tidak berkulit pada luas 550 000 ha,
(Macbmud, 1987).

deagan hasil antara 0.5

-

Konsumsi Lacang tanah lepas kulit

kapita setiap hari sebanyak 8,96 g/hari rang

40 kalori,

1,5 tonha

2,27 # protein.

per

menganduag

dan 3,83 g lemak (Biro Pusat

Statietik, 1986).
Dalam PgLITA IV usaha peningkatan produksi dan proyeksi produksi kacang

tanah

pada tahun

2000 tercantum

P
*

Daerah Produksi

Sambas 1.

Daerah Praduksi ~ a c a n gTaneh D i Indonesia

dalam

Tabel 1. 'Peningkatan produksi terhadap tahun

belumwa

se-

b e r t u r u t - t u m t tahun 1984 s e b e s a r 16,3045, tahun

1986 s e b e s a r 16,29%.

Sedangkan pentrrunan prcrdvksi t e r ja-

d i pada tahun 1985 s e b e s a r 1,31% dan tahun

Tabel 1.

1987

sebesar

Luas Panen,Produksi, H a s i l Rata-rata
p e r H a dalam PELITA I V dan Proyeksi
Produksi Kacang Tanah Tahun 2000

.........................................................
Luas
panen
Tahun

Hasil
ratarata
(000 ha) (000 t o n ) (ton/ha)

Sumber :

Produksi

a h s a t Penelitian

dan
Pangan Bogor (1988)

* Angka

Proyeksi
produksi
tahun
2000
(000 t o n )

Pengembangan

sementara d a r i Mentan

b ~ f f a n d i(1986)

Proyeksi
rata-rata
peningkatan
prwduks i
dalam period e 1984-2000
(%/tahun

Tanaman

Praiuksi kaoang tanah tahun 2000 sebesar 1880 ribu
demgan rata-rata peningkatan produksi dalam periods 1984-

20b0 sebesar 8.34%

jauh lebih tinggi bila

dibandingkan

dsrpSan rata-rata penisgkatan produksi dalam peride 19691985 mebemar 4,87% (Affandi, 1988).
Kenaikan produksi ini menunjukan bahwa

praduksi ka-

oang tanah untuk masa yang akan datang mempunyai
yang baik.

Untuk mencapai peningkatan produksi

perlukan teknolwi rang dapat msnunjang, dengan
atkan

seoptimal -kin

ada, maka

prospek
ini

memanfa-

teknologi produksi yang

diharapkan dapat

tercapai

di-

sudah

sasaran pruiuksi

rang telah diproyeksikan pada tahun 2000.
Bamyaknya pemakaian kaoang tanah dan hasil olahannya
dapat dilihat gada Tabel 2 (data Survei Tahunan Perusaha-

an Industri Besar dan Sedang untuk tahun 1984 dan 1985).
Tabel 2.

Tahun

Banyaknya Pemakaian Kacang Tanah dan
Hasil Olahannya (Lokal dan Impor) pada
Perusahaan Industri

URAIAN

Jumlah
(ton)

Nilai

......................................................... (000 Bp)
1984~

Kacang tanah berkulit
Minyak kacang tanah
BupBkil kaclang tanah

291
449
375

97.000
484.798
182.907

1985~

Kacamg tanah berkulit
Minyak kacang tanah
Bungkil kacang t m a h

224
445
230

133.845
294.969
132.155

Sunibar :

%ire Pusat Statistik (1986)
b i r o Pusat Statistik ( 1987)

Bungkil adalah

hasil limbah dari

bahan-bahan

yang

4

dapat

diambil minyaknya seperti misalnya

kacang

tanah,

kacaag kedelai, biji bunga matahari, kopra dan lain-lain.
Kebanyakan hasil limbah ini digunakan untuk makanan

ter-

nak.
Sumber protein nabati y a w sudah biasa diguaakan

Indonesia

ialah kacang kedelai, bungkil kacang

kedelai,

buagkil kaoang tanah, kacang-kacangan, dan bungkil
pa,

sedangkan dari sumber protein hewani

di

ialah

kelatepung

ikan, tepung darah, bekicot dan binatang kerang lainnya.
Memurut Woodroof (1973), nilai nutrisi kacang

cuhrp tinggi (Tabel 3).

Komposisi ini

tanah

bergantung 'dari

perbedatan varietas dan kualitas kacang tanah.
Tabel 3.

Komposisi dan Nilai Nutrisi Kacang
Tanah

.........................................................
Zat . Makanan

Bata-rata (%)

Kadar air
Rotein

Leaak
Serat kasar

BETN
Abu
-

Sumber : Woodroof (1973)

0

-----

10
Bungkil Lac-

makanan nabati
pkotein

tanah sebagai salah satu sumber bahan

rang

sebanyak

cukup tinggi, rata-rata

44,9%

dan

kalori (Woodroof, 1973).
protein

ini, jika

baik, akan
&
y

energi

Bungkil

2 800

sebanyak

kacang tanah yang kaya

pengolahan dan

merugikan

mengandung

penyimpanannya kurang

karena sering

berkapang

terutama

flavus rang menghasilkan aflatoksin. Kacang tanah
W

merugandung

aflatoksin, maka

bungkilnya

juga &an

tercemari aflatoksin, sehingga penggunaannya dalam ransum
wggas h a m s terlebih dahulu diyakini

bebas

dari racun

tersebut ( Wah ju, 1978) .
Selanjutnya dikemukakan oleh Woadroof (1973) bahwa
segi

kelemahan

kacang

tanah dan bungkilnya mengandung

asam-asam amino esensial yang rendah sebagai bahan makanan rnanusia dan hewan, yaitu lisin dan metionin.
si asam amino bungkil kacang tanah dan

(NBC, 1984) tercantum dalam

Tabel

Komposi-

bungkil

4.

kedelai

Wahju (1978) me-

nyatakan bahwa kalau bungkil kacang tanah digunakan dalam
ransum yaw kadar eat-sat
tidak akan terganggu.

makanannya

seimbang, produksi

Akan tetapi, kalau bungkil

tanah dipsrgunakan dalam

kacang

ransum dengan tingkat tinggi,

rnaka akan terjadi defisiensi lisin, metionin dan treonin.
Ransum broiler rang terdiri atas jagung dan

bungkil ka-

cang tanah tanpa penambahan lisin dapat menurunkan

kece-

Tabel 4.

Komposisi A s a m - A s a m Amino Bungkil
Kacang Tanah dan Bungkil Kedelai

........................................................
Asam-asam amino (%I

Bungkil kacang
tanah

Bungkil
kedelai

........................................................
Arginin

5,4

3,68

Sistim

0,7

0,73

1,8

2,57

2,4

2,72

Glisin
Histidin
I s o l e u si n

Lisin
Me*ionin
Fenilalanin
Treonin
T r i p t o f an
Tirosin
Valin

*
........................................................

Sumber :

NBC

( 1984)

Dan

p a t a n pertumbuhan sampai 40%.

sum t e r s e b u t ditambahkan l i s i n
metionin, kecepatan
20%.

Dan j i k a

tetapi

pertumbuhan

ditambahkan

a p a b i l a k e dalam ran-

lisin

masih
dan

masih

kekurangan

terhambat sampai
metionin

tetapi

t r e o n i n masih kekurangan, maka kecepatan pertumbuhan akan
terhambat 5%; ha1 i n i

dapat

d i a t a s i dengan

penambahan

12

L-treonin, yakni dengan penambaban tepung ikan atau bungkil kacang

kedelai

sehingga kekurangan

asam-as-

amino

tgraebut terpenuhi.
Selain daripada itu, karena bungkil kacang tanah sering mengandung aflatoksin, maka penggunaannya dalam ransum perlu diperhatikan.

Pada tahun 1960, sekitar 100 000

ekor kalkun muda dilaporkan mati di Inggris karena
kan ransum

dari bungkil

kacang tanah yang

mema-

telah berka-

Karena etiologi dari penyakit tersebut belum dike-

pang.

tahui,

maka

penyakit

tersebut dinamakan

"Turkey X

diseases" dengan tanda-tanda hilangnya nafsu makan, keles u m dan kelemahan s w a p (Goldblatt, 1969; Detroy & d.,
1971).

~ s p l i ndan

Carnaghan (1961) menyimpulkan bahwa

itik lebih peka daripada ayam setelah pemberian 10% bungkil kacang tanah.
di pada

Pada itik kematian yang pertama terjasampai umur 6

hari ke 15, sedangkan pada ayam

minggupun belum terjadi kematian.
Svatu
Kenya

insidm lain terjadi pada anak-anak

tentang

terjangkitnya penyakit

itik di

seperti "Turkey X

diseases", yang diakibatkan oleh pemberian ransum bungkil
kacang tanah.

anak

Juga telah

ditemukan bahwa terutama anak-

itik paling peka terhadap makanan rang mengandung

tepung bungkil kacang tanah y a w dicurigai.
rapa

hari setelah pemberian tepung ini

Selama bebe-

pada

anak-anak

itik menyebabkan efek nekrotik pada sel-se1 hati parenkim

dan empsdu, sedangkan pada tikus, babi dan ikan tawar mewebabkan kanker h a t i (Detroy & d.,1971).

Molekul a i r
antara jaringan
mauptan

dalam

suatu bahan

molekuler dengan

f i s i k dengan

pakan

menyebar

bentuk ikatan

di

kimiawi

komponen kimia bahan pakan.

Berda-

sarkan bentuk i n t e r a k s i tersebut keadaan a i r d i dalam bahan dibagi dalam t i g a kategori,
miawi,

y a i t u t e r i k a t secara ki-

secara f i s i k dan dalam keadaan bebas dalam s i s t e m

k a p i l e r (Rockland, 1969).
Kekuatan ikatan d i antara ketiga bagian a i r tersebut
berbeda-beda,
energi

untuk memutuskan ikatan t e r s e b u t diperlukan

penguapan.

Besarnya energi penguapan

untuk

bebas paling rendah dibandingkan dengan a i r yaqg
f i s i k , sedangkan

penguapan

secara

kimiawi paling besar d i antara ketiga
Dalam proses pengeringan,

yang'

terikat

yang t e r i k a t

secara

tersebut.

energi

air

macam

pertama

diuapkan adalah a i r bebas kemdian a i r lainnya.

air
kali

A i r rang

dapat diuapkan disebut a i r menguap (vaporable water).

Randungan

a i r dalam bahan pakan

mempengaruhi

daya

tahan bahan pakan terhadap serangan mikroba yang dinyata-

kan

dengan a~ (water a c t i v i t y )

yaitu

jumlah a i r

bebas

yang dapat digunakan oleh mikroorganisma untuk pertumbuhannya.

Berbagai

mikroorganisma

mempunyai

a~

minimum

14

w a r dapat

= 0.90;

tumbuh dengan

baik

-

khamir (~gg= 0.80

misalnya
0.90;

Menurut Setijahartini (1985),

untuk bakteri

kapang q,~
= 0.60

bahan pakan yang

-

di-

kerimgkan akan memalami peaguapan air bebas rang ada pada permukaan bahan tersebut habis.

Keadaan ini dikatakan

sebagai keadaan keseimbangan antara penmapan dan pengembunan.
gai

Kadar air dalam keseimbangan ini dikatakan seba-

kadar

tent).

air

(Equilibrium Moisture Con-

keseimbangan

Keseimbangan kadar

air bahan terjadi pada

-

euhu

tertentu dan ditentukan oleh kelembaban nisbi.
Nilai 9 suatu bahan pakan

mempunyai

M a n kelembaban nisbi udara (RE).

hubuagan de-

RE adalah perbandingan

antara tekanan uap air di udara dengan uap air jenuh pada
suhu yang sama.

Pada keadaan keseimbangan,

han pakan akan sebanding d e w a n REI udara
deagan persamaan sebagai berikut
aW

--

a~ suatu ba-

disekelilingnya

:

. .

Tergantung dari macam

komponen

kimia bahan pakan,

aw dapat disesuaikan untuk mendapatkan nilai tingkat
awetan bahan yang lebih baik.
ditujukan

old

Keadaan

macam

optimum deunikian

perubahan kadar air bahan

rendah dibandingkan kelembaban nisbinya.

ke-

yang

Untuk

relatif
setiap

bahan pakan pembahan aw sampai pada keadaan

yang

paling sesuai (optimum) bertujuan untuk mendapatkan bahan

15
pada kondisi yan# baik, sehingga selama penyimpanan

baik

isi, bentuk dan penampakannya masih diterima konsumen.
Vebelum

suatu bahan pakan mencapai kadar

dikehendaki, perubahan kelembaban nisbi akan
perubahan kadar air bahan.

air

yang

menyebabkan

Apabila kadar air bahan dimu-

lai dari yang paling kecil, selanjutnya dengan menetapkan
harga kadar air bahan y a m berkeseimbangan dengan
baban

Dan

nisbi

absorpsi

air.

sebaliknya, apabila perubahan tersebut dimulai

dari

keadaan

pakan

akan diperoleh sebuah kurva

kelem-

baaah, akan diperoleh kurva desorpsi

yang

bersangkutan.

Isoterm sorpsi

air

air

bahan

mencakup

proses absorpsi dengan desorpsi molekul-molekul air

pada

Labusa (1972) &
dalam
i Winarno (1986),

mem-

suhu tetap.
bagi

isoterm sorbsi air menjadi tiga daerah (Gambar 2).

Daerah A menyatakan absorpsi air bersifat satu lapis
lekul air,

daerah

mo-

B menyatakan terjadinya pertambahan

lapisan-lapisan atas satu lapis molekul air itu, dan daerah C terjadi kondensasi pada pori-pori bahan.
Menurut

derajat keterikatan air, air

dapat dibagi atas 4 tipe (Winarno, 1986).

yang

terikat

Tipe I

adalah

molekul air rang terikat p d a molekul-molekul lain
lui

suatu ikatan hidtogen yang berenergi besar.

mela-

Molekul

air membentuk hidrat dengan molekul-molekul lain yang mengandung atom-atom 0 dan N
atau garam.

seperti karbohidrat, protein,

Air tipe ini tidak dapat membeku pada proses

Gambar 2.

Bentuk Umum Isoterm Sorpsi Air Pada
Bahan Pakan (Labusa, 1972 di daJaal
Winarno, 1986 )

pembekuan, tetapi sebagian air ini dapat

ngan cara pengeringan.

Reaksi yang nyata dalam bahan pa-

kan adalah peningkatan oksidasi lemak.
air I, air tsrikat lagi

leaaak. akan

dihilangkan de-

Bila setelah tipe

membentuk air tipe 11.

meningkat dengan

Oksidasi

adanya pengembangan volume

3'

akibat penyerapan air.

Tips I1 yaitu molekul-molekul air

membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lain, terdapat dalam mikrokapiler dan
air murni.

Air

jenis

sifatnya agak berbeda

ini lebih

sukar

dewan

dihilangkan dan

penghilangan air tipe I1 ini akan mengakibatkan penurundn
aw.

Bila sebagian air tipe I1 dihilangkan,

pertumbuhan

mikroba dan reaksi-reaksi kimia yang bersifat merusak bahan pakan seperti

"browning", hidrolisis, atau

oksidasi

17
lemak akan dikurangi.

Tipe I11

adalah

air rang

fisik terikat dalam jaringan matriks bahan
bran, kapiler, serat, dan lain-lain.
yam seringkali disebut dengan

seperti mem-

Air tipe I11 inilah

air bebas.

Air

mudah diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk
mikroba

dan

secara

pertumbuhan

media bagi reaksi-reaksi kimiawi.

adalah air yang tidak terikat dalam jaringan

tipe ini

Tipe

IV

suatu bahan

atau air murni.
Scott

al. (1976) dan Wogan (1976) telah memberi-

kan gambaran beberapa jenis mikotoksin yang sering terdapat pada bahan pakan dan pangan (Tabel 5).
Aflatoksin hanya dihasilkan oleh galur tertentu dari

. .
AsPeFaillusflavusdanLParasltlcus (Diener dan Davis,
1969).

& flavus umunya berada dimana-mana, di udara, di

air, di tanah dan tumbuh pada bahan pakan dan pangan
tara lain jagung, beras dan biji kapas (Mereau dan
1979).

an-

Moss,

Selanjutnya dikemukakan bahwa & flavus juga di-

isolasi dari kacang

kedelai dan

tepungnya, kopra,

ubi

7

k m , buah

coklat, bi ji kopi, kacang

kemiri, tembakau,

tanah Braeil, bi ji

sorgum, gandum, bi ji

bunga

matahari,

k a c a polang, biji cemara, buah kenari, lada merah, buah
bit, buah per, daging babi, dan sejumlah bahan pangan la-

Batas

optimun pertumbuhan & flavus dan & Parasi.
-

pada BH 82

-

85% dan suhu 30

-

32

C,

kondisi op-

label 5, Hikotoksin Yang Sering Terdapat Pada Bahan Pakan Dan Pangan
Toksin

Kapang

Bahan rakanan
yang terkena

Akibat yang
d i t i r b u l kan

.......................................................................................
Asperail l u s sp.
Aflatoksin

A,flavus,

$ parasiticus

Kacang tanah, rinyak
Keracunan hati, kanker
yang berasal dari b i ji- pada beberapa jenis
b i jian, b i j i - b i j i a n
hewan lkerungkinan pada ranusia)

Sterigratosirtin

A, nidulans
A, versicolor

Serealia

Racun dan tanker
h a t i pada t i k u s

Okratoksin

I\, ochraceus

Serealia, b i j i - b i j i a n

Racun pada g i n j a l tikus

Luteoskirin

P, j slandicur

Beras

Racun, rungkin karsinogen
pada h a t i t i k u s

Patuiin

P,

P, c l a v i f o r r i

l p e l dan produk
olahannya

Perbengkakan, racun pada
ginjal tikus

Rubratoksin

P, rubrur

B i j i - b i jian

Sitrinin

P, c i t r i n u a

Zoaralenon

Fusariur sp.
m
6 i bberel l a z

P e n i c i l l i u r sp.

articae

Jagung

Hyperestrogcnisr pada babi
dan hewan percobaan

F, ~oae, F, sooro,
trichioidos

Jawawut, serealia

Panleukocytopenia karena
kerusakan sursur tulmg,
keaatian l e b i h 602 pada
ranusia (epiderris)

F, t r i c i n c t u a

B ij i - b i j i a n

12, 13-epoxytricothecanes

Fusariur spp.
Trichodorra spp.,
6liocladiur spp.,
Tricotheciur spp.

Jagung rereal ia

Asar k o j i k

Banyak spesies
kapang

B ij i - b i j i a n

Alimentary
toxic aleuk i a (ATA)
T

- 2 toksin

,

Cardiovascul ar c o l l aps,
pengguapalan cepat leukop e r i l , rungkin sehubungan
adanya ATA pada ranusia

.......................................................................................
Surber : Scott

& &,

(1976) dan Wogan (1976).

,

19
timum

meaghasilkan a f l a t o k s i n pada suhu 25 C dan

untuk

30 C pada FGl 85%, dan pertumbuhan cendawan optimum
kadar a i r bahan 15

-

30% (Anonymous, 1987).

Diener dan Davis (1969), & f l a w

Menurut

cendawan m e s o f i l i k umumnya

-

nimum 6

Pembentukan a f l a t o k s i n

empat

hari

dengan

46 C.

bahwa

32,2 C

a i r a n t a r a 20 dan

RH 84

temperatur

dan

-

86%.

dan
31%

Se-

waktu yang

yaitu

pada

temperatur 25 C

dengan

9 h a r i , pada temperatur optimum 30 C dengan 5

7 h a r i dan pada temperatur maksimum 20 C dengan

-

-

flavus untuk memproduksi a f l a t o k s i n pada

k u l t u r kacang tanah

-

temperatur s e k i t a r

s e k i t a r 2 1 , l C dan

dinyatakan

mi-

temperatur

38 C dan maksimum 44

pada kandungan kadar

optimal b a g i &

waktu 7

-

pada

sebagai

d i c a p a i dalam dua h a r i dengan ka-

dan 30% pada

temperatur

lanjutnya

tumbuh

36

8 C, optimum

d a r a i r 15

bila

-

waktu 11

13 h a r i .
Kelembaban

yang

tinggi d i

daerah

tropis

menurut

Heathcote dan Hibbert (1978) merupakan k o n d i s i yang sesu,

ai

untuk pertumbuhan kapang & f l a w yang akan

silkan aflatoksin.

mengha-

H a s i l pengumpulan d a t a cemaran a f l a -

toksin

d i b e r b a g a i negara berkembang mengungkapkan

kacang

t a n a h merupakan bahan pangan yang

bahwa

paling

banyak

pengolahan

banyak

tercemar a f l a t o k s i n ( S t o l o f f , 1977).
Semenjak

dipanen sampai s e l e s a i

peluang b a g i bahan makanan yang b e r a s a l d a r i kacang tanah

untuk ditumbuhi kapang & flavus yang dapat
adanya aflatoksin (Anonymous, 1987).

diperkirakan

Di Indonesia adanya

pencemaran aflatoksin pada kacang tanah dan hasil olahandan bahan

nya, kacang kedelai dam hasil olahannya, jagmakanan lainnya telah banyak diteliti.

Roedjito & d. (1972) melaporkan, bahwa hanya sebagian

kecil bungkil kacang tanah yang

menjadi ancam, sedangkan sebagian besar
panan terlebih dahulu.

langsung diolah
melalui

penyim-

Penyimpanan ini memungkinkan tum-

buhnya kapang penghasil aflatoksin, sehingga bahap pangan
rang terbuat dari bungkil kacang tanah sebagian besar sudah tercemar aflatoksin.
Pemeriksaan kandungan aflatoksin dalam kacang

tanah

dan olahannya dipelbagai tempat penjualan di Bugor

telah

di teliti oleh Muhilal & & (1972).

bahwa

kacang

tanah yang dijual

Dikemukakan

di pengecer hampir selalu me-

wandung aflatoksin, sedangkan di tingkat grosir dan toko

lebih jarang didapati mengandung aflatoksin.

Hal ini ka'>

rena k a c a a

tanah yang dijual pengeoer sudah mengalami

masa pemyimpanan
panan

lebih dari 3 bulan.

Percobaan

penyim-

kacang tanah oleh Muhilal dan Roedjito (1972) me-

nunjukkan bahwa pada penyimpanan minggu 10 kandungan
latoksin mulai teramati,
dungannva

mencapai

sedangkan pada minggu

lebih

500 ppb

af-

14 kan-

sudah melewati batas

rang ditetapkan oleh FAO/WHO/UNICEF yaitu 30 ppb.

21
Penelitian terhadap cendawan gudang telah
oleh Dharmaputra dan Rahayu ( 1985 ) , mereka
b&wa

paling sedikit ada empat spesies

satu spesies

dilakukan

mengemukakan

bsperaillu .dan

. . . yang menyerang kacang tanah pada
Penlclllum

peny impanan.
Menurut Muhilal (19861, sebagian besar hasil

olahan

kacang tanah tercemar aflatoksin yang paling tinggi ditemui pada bungkil kacang tanah (Tabel 6).
aflatoksin

Hasil

menunjukkan bahwa hasil olahan

analisis

kacang

tanah

y a w bentuk fisiknya tidak dapat dikenali lagi pada umumnya

tercemar aflatoksin dengan kadar y a m cukup

tinggi.

Hal

ini menggambarkan bahwa untuk bahan pembuatan

hasil

olahan kacang tanah rang keadaan fisiknya tidak akan
kenali konsumen, para produsen cenderung untuk
kan

kacang tanah yang mutunya lebih rendah dan

lebih murah.
aflatoksin

Karena kacang tanah aslinya sudah

di-

menggunaharganya
dicemari

maka akan terbawa pada hasil olahannya.

Se-

lanjutnya dikemukakan bahwa cemaran aflatoksin pada hasil
olahan kacang tanah ini belum menggambarkan keadaan sebenarnya karena cemaran aflatoksin dapat berubah dari waktu
kewaktu, sebagaimana tampak dari hasil survai yang

telah

dilakukan di Bogor pada tahun 1970, 1976, dan 1984 cenderung menurun.
perbaikan
tanah

Oleh

sebab

itu

disarankan

adanya upaya

dalam cara-cara penanganan pasca panen

kacang

untuk mengurangi peluang pencemaran aflatoksin.

22
Kacang kedelai dan hasil olahannya pada umumnya

ti-

dak tercemari aflatoksin (Tabel 6) (Muhilal, 1986).
in3

mungkin disebabkan oleh kulit kacang

tebal

dan

tidak m d a h terkupas sehingga

tumbuh cendawan lebih
rendah

kecil,

kadar

Hal

kedelai

cukup

peluang

untuk

air kacang

kedelai

flavus

yang juga mengurangi peluang ditumbuhi &

dan ternyata & flavus yang diinfeksikan pada kacang

ke-

delai tidak mampu untuk biosintesa aflatoksin. Dugaan pepenyebab

yam

paling

kuat

menurut

Venkitasubramanian

(1977) karena Zn pada kacang kedelai diikat oleh

fitat,

sedangkan Zn adalah zat esensial yang membantu biosintesa
aflatoksin oleh & flavus.
Sebagian dari kandungan aflatoksin pada kacang tanah

dan hasil olahannya adalah aflatoksin B1 dan G1 dilaporkan mampu sebagai
1973;

karsinogen

Pang & d.,1974;

hati (Husaini dan Karjadi,

Muhilal dan

Muhilal

dan

Nurjadi (1977) menerangkan

kanker

hati

pada planusia dan hewan di

Peranan

tinggi.

Nurjadi,
bahwa

1977).
kejadian

Indonesia
hati

pada

kanker

hati

primer diasosiasikan dengan makanan yang dikonsumsi

dari

manusia

aflatoksin terhadap kanker

cukup

menunjukkan bahwa banyak penderita

bahan pangan y a m terkontaminasi aflatoksin dan kebiasaan
makan
Pasien
15

kacang

tanah

hampir

setiap

hari

sejak

kecil.

yang berjumlah 81 orang terdiri atas 66 pria

orang

wanita berumur antara 7

-

75 tahun,

58%

dan
dari

Tabel 6.

Cemaran Aflatoksin Hasil Olahan
Kacang Tanah dan Kedelai

Hasil olahan

Jumlah
contoh

Rataan cemaran aflatoksis
B1
G1

........................................................
Kacang tanah

F

:

Bungkil kacang tanah

20

126

174

Minyak goreng

20

61

82

Oncom

39

67

120

Goreng oncom

16

41

83

Kacang tanah (bahan
untuk pembuatan bungkil
kacang tanah )

20

180

Kacang goreng

5

0

0

Enting-enting gepu

5

170

83

Tempe

10

0

0

Kecap

10

0

Oncom ampas tahu

10

Kacang kedelai

:

34,5*

Tauco

5

Tepung tempe

4

0

0

Kedelai

5

0

0

--__----_---------_------------------------------------Sumber

:

Muhilal (1986)

* dari

satu contoh

24
pasien jaringan hatinya mengandung af latoksin B1, GI, dan

M1 dengan kadar aflatoksin berkisar antara jumlah paling
sdikit

sampai 400 ppb.

Demikian pula dari

hasil

ana-

lisis urinenya menunjukkan bahwa sebanyak 95% dari pasien
urinenya mengandung dari yang paling sedikit
ppb aflatoksin MID 277 ppb
latoksin GI.

sampai

333

aflatoksin B1 dan 674 ppb af-

Namun pada pemeriksaan kedua setelah

dibe-

rikan nasihat untuk tidak memakan lagi makanan yang
duga memandung aflatoksin,

maka ternyata

di-

aflatoksin di

dalam urine dan jaringan hati tidak ditemukan lagi.
Beberapa contoh
temukan

jagung

rang sedang dikeringkan di-

tercemar aflatoksin pada kadar yang cukup

(Bahayu dan

Dharmaputra, 1985), yaitu tingkat

& flavus berkisar antara 1,48 - 80,32% dan dua
lain yaitu &

serangan
spesies

. .
Parasltlcus
dan & flavus var. columnaris

mengandung kadar air 10,05 - 27,66%.
mengandung 2

tinggi

-

Enam contoh jagung

83 ppb aflatoksin BID sedangkan aflatoksin

lain tidak terdeteksi. Selanjutnya Bahayu dan Dharmaputra
( 1986)

menyimpulkan' bahwa persentase bi ji

-

yang terserang

*

oleh & f l a w dan & ~ e r a s i t i c umeningkat selama pengeringan.

Akan

tetapi

metode

pengeringan

dengan oven

(60 C) dapat mengurangi perkembangan cendawan.

Inventarisasi cendawan pada jagung, kacang

kedelai,

dan kacang tanah dari pasar, grosir dan dari gudang telah
dilakukan oleh

Dharmaputra dan Rahayu

(1985).

Spesies

25
csndawan rang

. . .

predominan termasuk genera &mrgUhs

dan

masing-masing yaitu Bugus & =andidus, gugus

~'~laucus
~u
, g u sL

~ w u sL niRer,

ZUUS,

~ugus L

. - restrictus dan Ee~icilllum
SPP.

Struktur aflatoksin yang ditetapkan bergantung

pada

interpretasi ultraviolet, infra merah, "nuclear magnetic
resonance" dan

spektra

Goldblatt, 1969).

massa

d. , 1965;

(Assao &

Rumusan struktur dan derivat-derivat-

nya dapat dilihat pada Gambar 3 (Detroy & d.,1971).
Beberapa

peneliti antara lain

.

Wogan (1966),

blatt (1969) dan Detroy

&

bahwa

merupakan aflatoksin

aflatoksin induk

Gold-

(1971) mengemukakan
B1, B2, G1

d m G2 yang diperoleh berdasarkan fluoresensi yang ditimbulkan bila disinari dengan sinar ultraviolet yaitu aflatoksin B (blue) dan aflatoksin G (green).
Dari segi r u m s bangunnya aflatoksin B1, B2, GI, dan
G2 tidak banyak berbeda, kecuali pada
Aflatoksin B2 merupakan

derivat

ikatan rangkapnya.

dihidro

B1,

sedangkan

aflatoksin G2 merupakan derivat dihidro GI.
Hasil

metabolisme

cendawan mengandung

suatu

inti

koumarin yang berfusi dengan bifuran, ha1 ini pada struktur aflatoksin B merupakan suatu struktur

pentanon,

dangkan aflatoksin G disubstitusikan oleh lakton

se-

berang-

26
gota enam.

Hidrolisis alkali pada lakton menjadi

sible, karena

pada

resiklisasi

rever-

berikutnya dengan peng-

as'aman larutan basa akan diperoleh toksin.

Pada hidroge-

nasi sebagian aflatoksin B1 akan dihasilkan B2 dengan mengambil satu molekul hidrogen.

Bagian B1 dengan ozonoli-

sis akan menghasilkan asam-asam levulinat, suksinat,
lonat, dan glutarat.

ma-

Terbentuknya suatu senyawa aflatok-

sin dengan asam format-tionil klorida, asam asetat-tionil
klorida dan asam trifluoroasetat menunjukkan suatu perbedaan nyata

sifat-sifat kromatografiknya dengan mengabai-

kan sifat-sifat fluoresensinya.
kan derivat

Produk reaksinya merupa-

ester aflatoksin, reaksi asam

asetat-tionil

klorida dengan aflatoksin B1, produknya merupakan derivat
asetoksi B2 (Detroy & d.,1971).
Derivat aflatoksin yang dihidrolisis juga

ditemukan

pada sapi-sapi yang diberi makan toksin tepung kacang tanah, derivat ini dikenal sebagai "milk toxin" dan dikategorikan

sebagai

aflatoksin

Detroy & d.,1971).

M1

dan

Aflatoksin

M2 (Feuell, 1969

;

ini mempunyai fluore-

sensi violet biru pada plat kromatografi dan mempunyai Rf
(rate of flow) sangat rendah dibandingkan dengan aflatoksin

B1

(Goldbblatt, 1969;

Moreau dan Moss, 1979).

Af-

latoksin M1 dan Bl mempunyai toksisitas yang sama dan aflatoksin M1 dan M2
ginjal dan urine.

ternyata juga

ditemukan

Struktur kimianya kemudian

pada

hati,

ditetapkan

Gambar 3.

Struktur Aflatoksin Dan DerivatDerivatnya (Detroy & d.,1971)

I - E U l ~ a y - a n i l l I~),~ i ~ ~

I - ~ t l ~ u r y - a l l ~ti,
tu~i~~

I.A