Energi Metabolis Ransum Mengandung Bungkil Inti Sawit dengan dan tanpa Penyaringan pada Ayam Broiler

ENERGI METABOLIS RANSUM MENGANDUNG BUNGKIL
INTI SAWIT DENGAN DAN TANPA PENYARINGAN PADA
AYAM BROILER

ARI CANDRA WIBAWA

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Energi Metabolis
Ransum Mengandung Bungkil Inti Sawit dengan dan tanpa Penyaringan pada
Ayam Broiler adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2014
Ari Candra Wibawa
NIM D24090063

ABSTRAK
ARI CANDRA WIBAWA. Energi Metabolis Ransum Mengandung Bungkil Inti
Sawit dengan dan tanpa Penyaringan pada Ayam Broiler. Dibimbing oleh
NAHROWI dan RITA MUTIA.
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi energi metabolis ransum
mengandung bungkil inti sawit dengan dan tanpa penyaringan pada ayam broiler.
Sebanyak 20 ekor ayam broiler (berumur 5 minggu) disusun secara acak menjadi
4 perlakuan, 4 ulangan, dan 1 perlakuan endogenus. Perlakuan yang digunakan
adalah P1= ransum mengandung 7.5% bungkil inti sawit tanpa disaring; P2=
ransum mengandung 7.5% bungkil inti sawit disaring; P3= ransum mengandung
7.5% bungkil inti sawit disaring + batok; P4= ransum mengandung 7.5% bungkil
inti sawit disaring + grit komersil. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu metode Farrell. Peubah yang diamati terdiri dari retensi energi, retensi
nitrogen, dan energi metabolis (energi metabolis semu dan energi metabolis

murni). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa bungkil inti sawit disaring
mengalami penurunan serat kasar 33.13% menjadi 30.58%. Retensi energi, retensi
nitrogen, dan energi metabolis tidak nyata dipengaruhi oleh penyaringan. Dapat
disimpulkan bahwa penyaringan bungkil inti sawit menggunakan saringan 0.5899
mm tidak mampu meningkatkan nilai energi metabolis ransum mengandung 7.5%
bungkil inti sawit pada ayam broiler.
Kata kunci: ayam broiler, bungkil inti sawit, energi metabolis

ABSTRACT
ARI CANDRA WIBAWA. Metabolizable Energy Containing Palm Kernel Cake
(PKC) with and without Screening on Broilers. Supervised by NAHROWI and
RITA MUTIA.
Metabolizable energy of ration containing Palm Kernel Cake (PKC) with
and without screening were evaluated in broilers. 20 broilers (5 weeks of age)
were assigned randomly to 4 treatments and 4 replications. The treatments were
P1= Diet containing 7.5% PKC without screening, P2= Diet containing 7.5% PKC
with screening of PKC, P3= Diet containing 7.5% PKC screening+shell of PKC,
P4= Diet containing 7.5% PKC screening+commercial grit. Parameters measured
were energy retention, nitrogen retention and metabolizable energy (Apparent
Metabolizable Energy, True Metabolizable Energy). The result showed that

metabolizable energy of ration containing PKC with and without screening were
not significant and were lower compared with metabolizable energy of
commercial diet. It is concluded that screening of PKC using 0.589 mm mash was
not effective to improve metabolizable energy of ration containing 7.5% PKC in
broiler.
Keywords: broiler, metabolizable energy, palm kernel cake

ENERGI METABOLIS RANSUM MENGANDUNG BUNGKIL
INTI SAWIT DENGAN DAN TANPA PENYARINGAN PADA
AYAM BROILER

ARI CANDRA WIBAWA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi: Energi Metabolis Ransum Mengandung Bungkil Inti Sawit dengan
dan tanpa Penyaringan pada Ayam Broiler
Nama
: Ari Candra Wibawa
NIM
: D24090063

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Nahrowi MSc
Pembimbing I

Dr Ir Rita Mutia MAgr
Pembimbing II


Diketahui oleh

Prof Dr Ir Panca Dewi MHK, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus : (

)

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan April ini ialah pengaruh
penyaringan bungkil inti sawit terhadap nilai energi metabolis, dengan judul
Energi Metabolis Ransum Mengandung Bungkil Inti Sawit dengan dan tanpa
Penyaringan pada Ayam Broiler.
Bungkil inti sawit merupakan hasil samping pengolahan minyak inti sawit
yang mengandung protein tinggi. Akan tetapi selain mengandung protein yang
tinggi, bungkil inti sawit mempunyai kandungan serat kasar yang tinggi,
sedangkan ayam tidak toleran terhadap serat kasar yang tinggi. Serat kasar pada

bungkil inti sawit tinggi disebabkan oleh keberadaan batok, oleh karena itu
metode panyaringan untuk memisahkan antara bungkil inti sawit dengan batoknya
merupakan salah satu cara yang tepat untuk menurunkan nilai serat kasar yang
terkandung dalam bungkil inti sawit tersebut.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk kelulusan dan memperoleh
gelar Sarjana Peternakan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2014
Ari Candra Wibawa

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
METODE
Bahan
Alat
Lokasi dan Waktu Penelitian

Prosedur Percobaan
Pelaksanaan Pemeliharaan
Peubah yang Diamati
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan Nutrien Ransum dan Bungkil Inti Sawit
Konsumsi Energi dan Ekskresi Energi
Pengaruh Perlakuan terhadap Nilai Energi Metabolis
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
UCAPAN TERIMAKASIH

vii
vii
11
2

2
2
2
2
2
3
4
4
4
6
7
9
9
9
9
11
13
13

DAFTAR TABEL

1
2
3

Komposisi ransum broiler finisher
Kandungan nutrien pakan
Komposisi nutrien BIS dengan dan tanpa penyaringan serta batok
BIS
4 Rataan nilai konsumsi dan ekskresi energi ransum penelitian
5 Rataan Nilai Energi Metabolis Ransum dalam 100% BK
6 Rataan nilai konsumsi, ekskresi, dan retensi nitrogen

4
5
5
6
7
8

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5
6
7
8
9

Hasil analisis ragam (ANOVA) konsumsi energi
Hasil analisis ragam (ANOVA) ekskresi energi
Hasil analisis ragam (ANOVA) konsumsi nitrogen
Hasil analisis ragam (ANOVA) ekskresi nitrogen
Uji lanjut Duncan ekskresi nitrogen
Hasil analisis ragam (ANOVA) retensi nitrogen
Hasil analisis ragam (ANOVA) energi metabolis semu
Hasil analisis ragam (ANOVA) energi metabolis murni
Hasil analisis ragam (ANOVA) energi metabolis semu terkoreksi
nitrogen

10 Hasil analisis ragam (ANOVA) energi metabolis murni terkoreksi
nitrogen

11
11
11
11
11
12
12
12
12
12

PENDAHULUAN
Nilai energi metabolis merupakan salah satu dasar dalam penyusunan
ransum. Energi metabolis adalah energi bruto bahan pakan atau ransum dikurangi
energi bruto feses, urin, dan gas yang dihasilkan selama proses pencernaan. Nilai
energi metabolis bahan pakan ternak sangat bervariasi, seperti yang terdapat pada
jagung 3350 kkal kg-1, sorgum 3275 kkal kg-1, gandum 3066 kkal kg-1, dedak padi
2700 kkal kg-1, bekatul 3000 kkal kg-1, singkong 2950 kkal kg-1, pollard 2200 kkal
kg-1 (Haryono dan Ujianto 2000). Perbedaan nilai energi metabolis pada bahan
pakan ternak disebabkan oleh perbedaan kandungan protein dan serat kasar.
Semakin rendah protein kasar atau semakin tinggi serat kasar, maka semakin
rendah energi metabolis.
Energi metabolis telah menjadi standar umum dalam pengukuran
ketersediaan energi pada ayam dan ternak unggas lainnya (Lesson dan Summer
2001). Menurut McDonald et al. (2002) dalam penentuan energi metabolis perlu
dikoreksi terhadap jumlah retensi nitrogen karena kemampuan ternak dalam
memanfaatkan energi bruto dan protein kasar sangat bervariasi. Nitrogen yang
diretensi ini menggambarkan efisiensi penggunaan protein pada ayam pedaging.
Perhitungan nilai retensi protein dilakukan untuk mengetahui nilai kecernaan
protein suatu bahan makanan.
Bungkil inti sawit merupakan hasil samping dari pengolahan minyak inti
sawit. Kandungan nutrisi pada bungkil inti sawit cukup tinggi selain itu
ketersediaanya di Indonesia cukup melimpah dan harganya cukup bersaing.
Kandungan protein kasar pada bungkil inti sawit berkisar antara 16%-18%.
Penggunaan bungkil inti sawit sebagai bahan penyusun ransum unggas sangat
potensial dengan kandungan nutrisi yang tinggi, tetapi ada hal yang membatasi
penggunaan bungkil inti sawit pada ransum unggas yaitu kandungan serat kasar
yang tinggi (Sinurat et al. 2009). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk
mengkaji nilai energi metabolis bungkil inti sawit. Sinurat dan Mathius (2001),
menyatakan bahwa nilai energi metabolis bungkil inti sawit yaitu 2050 kkal kg-1
sedangkan menurut pendapat Hernentis et al. (2002) nilai energi metabolis
bungkil inti sawit yaitu 2324.36 kkal kg-1. Yatno et al. (2008) menyatakan bahwa
nilai energi metabolis bungkil inti sawit 2684.69 kkal kg-1. Perbedaan energi
metabolis pada unggas disebabkan oleh kandungan protein kasar dan serat kasar
pada ransum yang digunakan saat perlakuan (Prabowo et al. 2002).
Unggas merupakan ternak yang tidak toleran terhadap bahan pakan yang
mengandung serat kasar tinggi. Hal ini karena unggas tidak menghasilkan enzim
dalam saluran pencernaannya. Kandungan serat kasar yang tinggi pada bungkil
inti sawit disebabkan oleh keberadaan batok yang secara langsung akan
mempengaruhi nilai energi metabolis bungkil inti sawit, sehingga proses
penyaringan bungkil inti sawit akan mempengaruhi nilai energi metabolis.
Hingga saat ini belum ada penelitian tentang energi metabolis ransum
mengandung bungkil inti sawit yang dipisahkan batoknya. Oleh karena itu,
penelitian ini akan membandingkan energi metabolis ransum yang mengandung
bungkil inti sawit dengan dan tanpa penyaringan.

2
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji nilai energi metabolis ransum yang
mengandung bungkil inti sawit dengan dan tanpa penyaringan, termasuk di
dalamnya energi metabolis semu, energi metabolis murni, energi metabolis semu
terkoreksi nitrogen, dan energi metabolis murni terkoreksi nitrogen.

METODE
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam broiler jantan
sejumlah 20 ekor berumur 5 minggu, ransum mengandung 7.5% bungkil inti
sawit disaring dengan ukuran 0.589 mm, ransum mengandung 7.5% bungkil inti
sawit tanpa disaring dan larutan H2SO4 0.01%.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah kandang metabolis
sebanyak 20 buah, tempat pakan dan minum, plastik tahan panas, oven, mesin
pendingin (freezer) dan alat penyemprot.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama satu minggu di kandang unggas blok C
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan. Pengukuran energi metabolis ransum
dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi
dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Prosedur Percobaan
Pelaksanaan Pemeliharaan
Pengukuran energi metabolis menggunakan metode Farrell (1978). Ayam
broiler yang digunakan adalah ayam jantan berumur 5 minggu sebanyak 20 ekor
dalam kondisi sehat yang diberi pakan kontrol (ransum broiler komersil). Masa
adaptasi dilakukan selama tiga hari, setelah itu ayam dipuasakan selama 24 jam
tetapi air minum tetap diberikan. Bobot badan ayam ditimbang sebelum dan
sesudah puasa untuk mengetahui penyusutan bobot badan. Kemudian dilakukan
pengelompokan ayam antar perlakuan dan ayam yang digunakan untuk perlakuan
endogenus.
Ayam yang telah dipuasakan diberi pakan sebanyak 80% dari kebutuhan
hidup pokok (120 gram). Ayam perlakuan hanya diberi waktu 2 jam untuk makan
setelah itu pemberian pakan dihentikan dan sisa konsumsi dihitung, sedangkan
ayam endogenus dipuasakan secara penuh. Ayam dipuasakan kembali selama 2436 jam dan selama itu dilakukan collecting feses dan penyemprotan H2SO4 0.01%
setiap 3 jam sekali untuk mengikat nitrogen feses agar tidak menguap. Feses yang
terkumpul disimpan dalam plastik tahan panas yang diberi label sesuai dengan
perlakuan dan ditimbang bobot segarnya, kemudian feses dikeringkan di dalam

3
oven 60oC selama 24 jam. Feses kering dibersihkan dan ditimbang, setelah itu
feses dihaluskan untuk dianalisis kandungan protein kasar, energi bruto dan kadar
air.
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah :
1. Konsumsi energi (kkal). Konsumsi energi diperoleh dari hasil perkalian jumlah
pakan yang dikonsumsi (BK) dengan kandungan energi ransum.
2. Ekskresi energi (kkal). Ekskresi energi diperoleh dari hasil perkalian bobot
feses kering dengan kandungan energinya.
3. Retensi energi (%). Retensi energi diperoleh dari konsumsi energi dikurangi
ekskresi energi.
4. Konsumsi nitrogen (gram ekor-1). Konsumsi nitrogen adalah jumlah nitrogen
dalam pakan yang mampu dicerna ayam.
5. Ekskresi nitrogen (gram ekor-1). Ekskresi nitrogen adalah jumlah nitrogen yang
terkandung dalam feses.
6. Retensi nitrogen (gram dan %). Retensi nitrogen dalam satuan gram diperoleh
dengan mengurangi jumlah konsumsi nitrogen dengan hasil ekskresi nitrogen
yang telah dikoreksi dengan N endogenus yang diperoleh dari koleksi feses
pada lima ekor ayam yang dipuasakan dari ransum. Retensi nitrogen dalam
satuan persen diperoleh dengan membagi antara retensi nitrogen dengan
konsumsi nitrogen.
Retensi N (g) = Konsumsi N (g) – [Ekskresi N (g) – Ekskresi N endogenus (g)]
Retensi N (%) = Retensi N (g) x 100%
Konsumsi N (g)

7. Energi metabolis (kkal kg-1). Energi metabolis diperoleh dari mengurangi
kandungan energi bruto ransum dengan energi bruto feses, yang meliputi
energi metabolis semu (EMS), energi metabolis murni (EMM), energi
metabolis semu terkoreksi nitrogen (EMSn), dan energi metabolis murni
terkoreksi nitrogen (EMMn).
Energi Metabolis Semu (EMS)
EMS (kkal kg-1) = (X x EBp) – (Y x EBe) x 1000
X
Energi Metabolis Murni (EMM)
EMM (kkal kg-1) = (X x EBp) – [(Y x EBe) – (Z x EBk)] x 1000
X
EMS terkoreksi N (EMSn)
EMSn (kkal kg-1) = (X x EBp) – [(Y x Ebe) + (8.22 x RN)] x 1000
X
EMM terkoreksi N (EMMn)
EMMn (kkal kg-1) = (X x EBp) – [(Y x EBe) – (Z x EBk) + (8.22 x RN)] x 1000
X
Keterangan :
X = jumlah ransum yang dikonsumsi (g)
EBp = energi bruto ransum (kkal g-1)
Y = berat ekskreta (g)
Ebe = energi bruto ekskreta (kkal g-1)

4
Z = berat ekskreta endogenus (g)
EBk = energi bruto ekskreta endogenus (kkal g-1)

RN = retensi nitrogen (g)
Analisis Data
Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :
P1 = Ransum mengandung 7.5% bungkil inti sawit tanpa disaring
P2 = Ransum mengandung 7.5% bungkil inti sawit disaring
P3 = Ransum mengandung 7.5% bungkil inti sawit disaring + batok BIS
P4 = Ransum mengandung 7.5% bungkil inti sawit disaring + grit komersil
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) searah dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Model matematika
dalam rancangan tersebut adalah sebagai berikut :
Yij = μ + τ + εij
Yij = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
μ
= Rataan umum
τ
= Pengaruh pemberian ransum ke-i (i = 1, 2, 3,4)
εij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j ( j = 1, 2, 3, 4)
Data yang diperoleh akan dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dan jika
terdapat perbedaan diantara perlakuan dilakukan uji lanjut Duncan (Steel dan
Torrie 1993)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan Nutrien Ransum dan Bungkil Inti Sawit
Pakan yang digunakan selama penelitian merupakan ransum basal yang
disusun berdasarkan Lesson dan Summer (2005). Kandungan dan komposisi
ransum ayam broiler finisher yang digunakan selama penelitian dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi ransum broiler finisher
Bahan Baku
Jagung
Dedak halus
Bungkil kedelai
Corn gluten meal
Tepung ikan 48%
Dicalsium pospat
Garam
DL-Methionin
Bungkil inti sawit
Crude palm oil
CaCO3
Premix

Penggunaan (%)
51.8
8.0
12.0
8.0
5.5
0.4
0.3
0.0
7.5
5.0
1.0
0.5

5
Hasil analisis proksimat pakan yang mengandung bungkil inti sawit (BIS)
dengan dan tanpa penyaringan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Kandungan nutrien pakan
Nutriena

Pakan Mengandung BIS tanpa
Pakan Mengandung BIS
Disaring
Disaring
Bahan kering (%)
87.17
87.01
Abu (%)
8.11
7.80
Protein kasar (%)
18.60
19.46
Lemak kasar (%)
6.72
6.63
Serat kasar (%)
4.22
3.99
Beta-N (%)
49.52
49.13
Ca (%)
1.02
1.01
Posphor (%)
0.76
0.72
NaCl (%)
0.27
0.12
-1
GE (kal g )
3804
3899
a
Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor (2013).

Hasil analisis proksimat dan energi bruto bungkil inti sawit dengan dan
tanpa penyaringan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Komposisi nutrien BIS dengan dan tanpa penyaringan serta batok BIS
Nutriena
BIS
BIS Disaring
Bahan kering (%)
88.25
89.10
Abu (%)
5.42
5.21
Protein kasar (%)
13.57
14.38
Serat kasar (%)
33.13
30.58
Lemak kasar (%)
5.80
5.64
Beta-N (%)
30.33
33.29
Ca (%)
1.15
0.99
Posphor (%)
1.93
1.47
NaCl (%)
0.15
0.09
GE (kal g-1)
3955
4007
a
Hasil Analisis Proksimat di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (2013)

Batok BIS
90.70
10.84
7.91
45.73
3.43
22.88
1.10
0.47
0.25
3809

Kandungan nutrien antara BIS disaring dan BIS tanpa penyaringan berbeda.
Kandungan protein dan energi bruto pada BIS disaring lebih tinggi daripada BIS
tanpa disaring, sedangkan kandungan serat kasar BIS disaring lebih rendah
daripada BIS tanpa disaring. Hal tersebut menunjukkan bahwa batok pada BIS
merupakan komponen utama yang mempengaruhi kandungan nutrisi dari BIS
tersebut. Jika dilihat dari kandungan nutrien tersebut, secara teori maka BIS yang
disaring lebih cocok digunakan sebagai bahan campuran untuk menyusun ransum
unggas daripada BIS tanpa disaring.
Serat kasar merupakan salah satu nutrien yang dibutuhkan oleh unggas,
namun jika serat kasar terlalu tinggi tidak bagus untuk unggas. Jika unggas diberi
ransum dengan serat kasar yang tinggi maka akan mempengaruhi kecernaannya,
hal tersebut sesuai dengan pendapat McDonald et al. (2002), bahwa kecernaan
bahan makanan erat kaitannya dengan komposisi dan jumlah fraksi serat. Unggas
merupakan ternak yang tidak toleran terhadap kandungan serat kasar yang tinggi,

6
karena unggas tidak menghasilkan enzim pemecah serat dalam saluran
pencernaan.
Penggunaan BIS sebagai bahan penyusun ransum unggas harus dibatasi
karena baik BIS disaring maupun tanpa disaring masih mempunyai kandungan
serat kasar yang tinggi berkisar antara 30.58%-33.13%. Sinurat et al. (2009)
menyatakan bahwa batok yang terkandung dalam BIS sangat tinggi berkisar
antara 9.1%-22.8%. Pemakaian 7.5% BIS akan menyumbangkan serat kasar
sebanyak 58%, yang menurut perhitungan masih baik jika diberikan untuk
unggas, SNI batas pemberian serat kasar pakan untuk unggas adalah sebesar
5.5%.
Konsumsi Energi dan Ekskresi Energi
Perbandingan nilai konsumsi energi dan ekskresi energi dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4 Rataan nilai konsumsi dan ekskresi energi ransum penelitian
Perlakuan

Konsumsi Energi
Ekskresi Energi
Retensi Energi
(kkal)
(kkal)
(%)
P1
271.08 ± 52.74
90.37 ± 6.93
66.66± 2.39
P2
228.99 ± 13.71
92.25 ± 1.51
59.71± 3.16
P3
244.54 ± 31.91
92.17 ± 8.49
62.31± 3.55
P4
237.48 ± 61.50
87.71 ± 13.51
63.07± 6.00
P1: Ransum mengandung 7.5% bungkil inti sawit tidak disaring; P2: Ransum mengandung 7.5%
bungkil inti sawit disaring; P3:Ransum mengandung 7.5% bungkil inti sawit disaring + batok; P4:
Ransum mengandung 7.5% bungkil inti sawit disaring + grit komersil.

Menurut Wahju (2004), tingkat energi dalam ransum merupakan faktor
penentu banyaknya konsumsi pakan oleh ternak. Ayam mengkonsumsi ransum
untuk memenuhi kebutuhan energinya dan akan berhenti jika energi telah
terpenuhi. Energi yang dikonsumsi oleh ayam tidak sepenuhnya akan dimetabolis
oleh tubuh, karena sebagian akan dibuang melalui ekskreta. Energi dari ransum
dimetabolis ayam untuk menjalankan fungsi tubuh dan memperlancar reaksireaksi sintesis dalam tubuh. Hal tersebut terlihat dari nilai rataan konsumsi energi
yang lebih besar dari nilai ekskresi energi pada ayam. Konsumsi energi
berpengaruh terhadap pertumbuhan (Leeson dan Summers 2005), semakin tinggi
konsumsi energi maka pertumbuhan ayam akan semakin bagus.
Bahan pakan yang banyak diekskresikan menunjukkan nilai koefisien cerna
yang rendah dibanding nilai koefisien cerna bahan kering, kecernaan bahan kering
merupakan indikator kualitas bahan makanan (Farida et al. 2008). Perlakuan
penyaringan BIS 7.5% dalam ransum menunjukkan perbedaan yang tidak nyata
terhadap konsumsi energi, ekskresi energi, dan retensi energi. Perlakuan
penyaringan BIS tidak nyata mempengaruhi konsumsi energi ayam broiler. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan nilai energi bruto yang terkandung dalam kedua
ransum perlakuan tersebut tidak berbeda jauh selisihnya.

7
Pengaruh Perlakuan terhadap Nilai Energi Metabolis
Energi metabolis merupakan energi bruto bahan pakan atau ransum
dikurangi dengan energi bruto ekskreta. Rataan nilai energi metabolis ransum
perlakuan yang meliputi energi metabolis semu (EMS), energi metabolis murni
(EMM), energi metabolis semu terkoreksi nitrogen (EMSn), dan energi metabolis
murni terkoreksi nitrogen (EMMn) disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Rataan nilai energi metabolis ransum dalam 100% BK
Perlakuan

EMS
EMM
EMSn
EMMn
-1
-1
-1
(kkal kg )
(kkal kg )
(kkal kg )
(kkal kg-1)
P1
2505.11 ± 68.14
2978.20 ± 35.17 2327.01 ± 45.08
2800.10 ± 46.35
P2
2324.62 ± 93.34
2882.37 ± 56.57 2147.05 ± 62.25
2704.77 ± 45.80
P3
2422.45 ± 116.07
2950.13 ± 65.12 2247.41 ± 96.61
2775.09 ± 58.81
P4
2422.60 ± 228.39
2992.46 ± 134.65 2213.30 ± 207.29
2783.15 ± 114.09
P1: Ransum mengandung 7.5% bungkil inti sawit tidak disaring; P2: Ransum mengandung 7.5%
bungkil inti sawit disaring; P3:Ransum mengandung 7.5% bungkil inti sawit disaring + batok; P4:
Ransum mengandung 7.5% bungkil inti sawit disaring + grit komersil.

Perbedaan energi metabolis disebabkan oleh perbedaan kandungan protein
kasar dan serat kasar antar perlakuan (Prabowo et al. 2002). Data pada Tabel 5
menunjukkan bahwa proses penyaringan bungkil inti sawit yang terkandung
dalam ransum tidak nyata mempengaruhi nilai EMS, EMM, EMSn, dan EMMn
perlakuan. Hal tersebut diduga karena perbedaan protein kasar dan serat kasar
pada ransum perlakuan tidak menunjukkan selisih yang signifikan.
Widjastuti et al. (2007) menyatakan bahwa nilai energi metabolis pada ayam
broiler yang diberi ransum mengandung BIS sebesar 2177 kkal kg-1, sedangkan
Sembiring (2009) menyatakan nilai energi metabolis ayam broiler yang diberi
ransum mengandung BIS sebesar 2261 kkal kg-1. Nilai EMS yang diperoleh dari
hasil penelitian ini berkisar antara 2422.45-2505.11 kkal kg-1, sedangkan nilai
EMM berkisar antara 2882.37-2992.46 kkal kg-1. Nilai energi metabolis penelitian
ini lebih tinggi dibanding dengan nilai energi metabolis pada penelitian
sebelumnya, hal ini karena kandungan serat kasar pada ransum penelitian ini lebih
rendah jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, sehingga ransum pada
penelitian ini lebih mudah dicerna oleh ayam. McDonald et al. (2002) menyatakan
bahwa serat kasar adalah suatu zat makanan yang berpengaruh terhadap
kecernaan, dan kecernaan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap energi
metabolis bahan pakan. Nilai EMM yang diperoleh lebih tinggi daripada nilai
EMS, karena dalam menghitung EMM memperhitungkan nilai ekskreta
endogenus yang merupakan energi asal jaringan alat pencernaan, sisa-sisa proses
metabolisme dan cairan empedu yang dikeluarkan melalui feses (Sibbald dan
Wolynetz 1984). Nilai EMSn perlakuan berkisar 2147.05-2327.01 kkal kg-1 dan
nilai EMMn berkisar antara 2704.77-2800.10 kkal kg-1. Nilai EMSn lebih kecil
dari EMS, dan nilai EMMn lebih kecil dari EMM, hal ini disebabkan energi
metabolis dikoreksi terhadap retensi nitrogen dengan tujuan untuk memperkecil
ragam nilai yang diperoleh, karena tiap bahan pakan dalam ransum mempunyai
retensi nitrogen yang beraneka ragam.
Penentuan energi metabolis perlu dikoreksi terhadap jumlah nitrogen yang
diretensi, karena kemampuan ternak dalam memanfaatkan energi bruto sangat

8
bervariasi (McDonald et al. 2002). Rataan nilai konsumsi, ekskresi, dan retensi
nitrogen yang diperoleh dari hasil analisis dan perhitungan terhadap ransum dan
feses disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Rataan nilai konsumsi, ekskresi, dan retensi nitrogen
Konsumsi N
Ekskresi N
Retensi N
Retensi N
(gram ekor-1)
(gram ekor-1)
(gram ekor-1)
(%)
P1
2.43 ± 0.47
1.27 ± 0.01b
1.57 ± 0.44
63.46 ± 8.04
P2
2.10 ± 0.13
1.24 ± 0.07b
1.27 ± 0.19
60.36 ± 5.40
P3
2.24 ± 0.30
1.30 ± 0.18b
1.35 ± 0.40
59.50 ± 11.11
P4
2.18 ± 0.56
1.01 ± 0.09a
1.57 ± 0.50
71.14 ± 6.31
Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P