Model silindris untuk pengkajian proses pengeringan-beku udang
PENDAHULUAN
I.
A.
LATAR BELAKANG PENELITIAN
Pengeringan-beku merupakan salah satu metode pengeringan yang memiliki
kelebihan dibanding cara pengeringan lain, terutama karena
dapat menghasillcan
produk kering dengan kualitas yang sangat baik, yaitu penampakannya menarik,
dapat terus mempertahankan aroma waver) dari bahan segar, kemsakan akibat suhu
tinggi pada proses pengeringan dapat dihindarkan dan bahkan beberapa jenis produk
kering beku dapat dikembalikan keadaannya seperti keadaan sebelum dikeringkan
setelah
direhidrasi.
Sebab
itu
metode
ini
sangat
baik
digunakan
untuk
menghasilkan produk-produk makanan mudah disaji atau makanan instan (instant
food) seperti kopi instan, juga sering digunakan unNc mengeringkan daging sapi,
udang dan produk pangan laimya.
Penerapan pengeringan-beku pada bahan makanan, sampai kini masih terbatas,
karena disamping biaya investasi yang besar juga karena laju pengeringannya yang
rendah yang mengakibatkan proses pengeringan membutuhkan waktu yang lama di mana
akibat
lebih
lanjut
ialah
biaya
operasional
pengeringan
menjadi
tinggi.
Sementara itu untuk produk yang bernilai ekonomis tinggi seperti produk farmasi,
penggunaan metode pengeringan-beku tidak menemui banyak kendala.
Di Indonesia penggunaan proses pengeringan-beku untuk bahan makanan
seperti daging sapi, daging ayam dan udang, baru mulai berkembang pa& beberapa
tahun belakangan ini khususnya untuk memenuhi kebutuhan industri mi instan dan
dalam jumlah kecil untuk memenuhi permintaan ekspor. Dalam industri pengeringanbeku udang, masalah yang sering dijumpai ialah adanya pengeringan yang tidak
merata serta waktu pengeringan yang lama y a h mencapai 8 jam untuk udang kecit
W a n 300-500 ekorlkg.
Penelitian
diantaranya
ialah
pengeringan-beku
seperti
yang
udang
sendiri
dilakukan
masih
Goldblith,
terbatas.
Beberapa
et.aZ. ,(1963)
yang
mempelajari pengaruh variabel proses meliputi perbedaan suhu selama pengeringanheku, waktu dan suhu perebusan, suhu-pembekuan serta perbedaan suhu air rehidrasi
terhadap kualitas udang kering-beku; Lusk, er.aZ., (1964), mempelajari perubahan
pigmen astacene yang terjadi pada pengeringan-beku udang yang diikuti dengan
penyimpanan; Moorjani dan Dani (1968), mempelajari sifat tekstur dan rekonstitusi
udang kering beku, Boeh-Ocansey (1984) yang melihat pengaruh metode pengeringanbeku secara vakum dan dengan tekanan atmosfir terhadap halitas produk udang.
Penelitian-penelitian ini penekanannya adalah pa& kualitas akhir produk, sedang
penelitian yang mernberi penekanan pada proses pengeringan-beku udang yaitu yang
dikerjakan Lusk, et.aC., (1965) yang mempelajari pengaruh suhu plat pemanas, suhu
pembekuan dan tekanan ruang terhadap laju pengeringan-beku udang.
Lusk, et.aZ. ,(1965) mengatakan bahwa hambatan utama penerapan pengeringanbeku bahan pangan secara komersil adalah investasi modal yang tinggi.
perlu diperhatikan faktor-faktor yang &pat
Karena itu
meminimumkan waktu pengeringan,
sehingga output dari alat pengering &pat dioptimumkan.
Lombrana e t - d . , (1996)
mengemukakan bahwa satu masdah penting &lam penelitian pengeringan-beku adalah
upaya meningkatkan efisiensi dari operasi.
adalah; pertama dengan rancangan
Dua cara untuk mencapai ha1 tersebut
instalasi baru melalui penerapan berbagai
inovasi, dan kedua dengan perbaikan kontrol dari proses dan strategi operasional
untuk mengoptimumkan laju pengeringan dan mengoptimumkan halitas produk kering.
yang dengan demikian memungkinkan sejumlah produk pangan &pat diproses secara
efisien dengan kuaIitas yang baik.
Karel (1975) mengatakan bahwa laju pengeringan dari proses pengeringan-beku
ditentukan oleh besar kecilnya tahanan terhadap pindah panas dan pindab massa
dalam bahan selama berlangsungnya proses pengeringan-beku.
Gaffney dan
Stephenson (1968), juga Sagara (1984) berpendapat bahwa karena laju pengeringanbeku dikendalikan oleh mekanisme pindah panas clan pindah massa pada lapisan
kering bahan, maka konduktivitas panas dan permeabilitas terhadap uap air dari
lapisan kering serta pengaruh faktor-faktor pengolahan merupakan hal-ha1 penting
yang perlu diperhatikan.
Di Indonesia, penelitian pengeringan-beku, secara umum masih terbatas pa&
penentuan sifat fisiko kimia dari produk kering beku seperti yang dilakukan di
IPB Bogor pada beberapa jenis jamur, buah-buahan, pure buah, teripaug dan daging
sapi. Penelitian yang menelaah mekanisme dari proses pengeringm-beku pada udang
ialah yang dikerjakan oleh Wenur (1989) yang mempelajari perilaku pengeringanbeku dan sifat transpor berupa konduktivitas panas clan permeabilitas uap air dari
daging udang yang telah digiling.
Penelitian-penelitian
mekanisme dari proses pengeringan-beku
yang a&
selama ini umumnya didekati dengan model lempeng @at model) seperti yang &la-
kukan Gaffney dan Stephenson (1968) pa& food model(pati jagung); Lusk el. al.,
(1964) pada ikan salmon; Massey dan Sunderland (1967) pada daging sapi; Sagara
dan Hosokawa (1982) pada Iarutan kopi juga Wenur (1989) pada daging udang giling.
Untuk bahan yang bersifat cair dan bahan yang biasanya dikeringkaa secara lempeng
penggunaan model ini adalah tepat, tetapi dalam kenyataan banyak produk secara
alami mempunyai geometri yang lebih menyerupai silinder atau bola namun d s i s
dengan pendekatan model yang disebut t
e
e ini belum banyak dikembangkan.
Karena daging udang utuh secara alami menyerupai silinder maka dalam
pengkajian proses pengeringan-beku udang, perlu menggunakan model silindris untuk
mendapatkan pendugaan perilaku pengeringan-beku yang lebih sesuai.
B.
TUJUAN PENELITIAN
1.
Mempelajari perilah pengeringan-beku daging udang pa&
beberapa kondisi
operasi pengeringan-beku.
2. Menentukan nilai parameter pindab panas dan pindah massa berupa konduktivitas
panas (h) dan permeabilitas uap air (b) dari udang kering-beku dengan
pendekatan model silindris.
3.
Mempelajari pengaruh berbagai kondisi operasi berupa pengaturan suhu dan
te-
terhadap lama pengeringan, kadar air dan rasio rehidrasi produk udang
kering-beku.
4.
Mengembangkan suatu model simulasi pengeringan-beku dan menemukan parameter
kunci dari proses pengeringan-beku udang.
C.
MANFAAT PENELITIAN
1.
Menyediakan data dasar yang banyak diperlukan untuk perhitungan-perhitungan
proses pengeringan-beku ataupun untuk penelitian-penelitian lain.
2. Menyederhanakan pengamatan terhadap suatu proses pengeringan-beku, sehingga
dengan mudah dapat diamati pengaruh peubah satu terhadap peubah lainnya
seperti pengaruh konduktivitas panas bahan, suhu operasi atau tekanan ruang
terhadap walctu pengeringan.
11. TINJAUAN PUSTAKA
A.
SITUASI PERDAGANGAN UDANG
Udang merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai prospek
ekonomi bagi usaha sektor perikanan dimasa mendatang.
Hal ini ditunjukkan oleh
terus meningkatnya jumlah permintaan, terutama dikedua negara pengimpor utama
yaitu Jepang dan Amerika Serikat dengan tingkat perkembangan permintaan masingmasing 18.09 % dan 6.0 % per tahun (TECHNER, 1993).
Untuk pasar Jepang,
Indonesia m e r u m pemasok udang terbesar disusul Thailand dan India. Pada saat
ini harga udang di pasar internasional cukup tinggi yaitu untuk ukuran 16/20
(25-30 g/ekor) &pat mencapai harga 17.5 dolar AS per kilogram.
Hasil survey yang pernah dilakukan oleh International Trade Centre (ITC)
tahun 1983 menunjukkan bahwa perdagangan udang dunia didominasi oleh udang beku
(block frozen) yaitu udang segar beku (suhu -20 "C), tanpa kepata dan masih
berkulit dengan pasar utamanya Jepang dan Amerika Serikat.
Ada juga dijumpai
dalam jumlah k e i l perdagangan udang segar beku utuh atau udang rebus beku tanpa
kepala dan telah dikuliti.
Selain itu dijumpai pula perdagangan dalam bentuk
udang kaleng dan udang kering, namun untuk udang k e ~ hanya
g
Hongkong yang
mengimpor &lam jumlah yang berarti.
Beberapa pasar juga menjual udang kering
beku tapi dengan harga yang tinggi (ITC UNCTADIGATT, 1983).
Indonesia sebagai satu dari negara penghasil udang utama dunia, dari tahun
ke tahun terus memperlihatkan peningkatan baik dalam produksi (Gambar 2-1 dan
Lampiran 2-1) rnaupun dalam ekspor (Lampiran 2-2). Dalam kurun waktu lima tahun
(1990-1994), walaupun volume ekspor udang hanya mengalami sedikit peningkatan
namun dari nilai ekspornya nampak ada peningkatan yang besar, sebagai akibat
peningkatan harga.
5
Menurut data Statistik Indonesia 1994. di antara beberapa komoditas ekqmr
pertanian, nilai ekspor udang menduduki posisi penting sebagai sumber devisa dan
menempati posisi kedua sesudah karet seperti terlihat daiam Gambar 2-2.
Gambar 2- 1.
Produksi beberapa jenis udang fndonesia 1984-1994
(Ditjen Perikanan, 1996)
Seperti terlihat pada Lampiran 2-2, udang belcu ternyata juga mendominasi
ekspor udang Indonesia. Perdagangan udang dalam bentuk udang beku, mutlak
memerlukan tambahan biaya transpor dan biaya penggunaan energi untuk menjaga mutu
produk.
Seperti diketahui bahwa pa& udang beku (block frozen) lebih h a n g 35%
dari beratnya merupakan air yang ditambahkan sebagai media pembekuan (Rosikhun,
1990),
ha1 ini berarti 35% dari biaya transpor udang beku adalah untuk
pengangkutan
air.
Selain itu dalarn sistem distribusi,
produk udang beku
rnemerlukan penanganan khusus di mana rantai pendinginannya tidak boleh terputus
dengan suhu pada pusat udang harus dipertahankan lebih rendah dari -18 "C agar
kualitas produk tetap baik.
i250-
._I..
,..',,.
,.,.- ..
Ka.I.a:
rn
~/'-
-
,f3
I
re
X
U)
500-
-
x
W
2
1
.
.
\\,\-
I.
A.
LATAR BELAKANG PENELITIAN
Pengeringan-beku merupakan salah satu metode pengeringan yang memiliki
kelebihan dibanding cara pengeringan lain, terutama karena
dapat menghasillcan
produk kering dengan kualitas yang sangat baik, yaitu penampakannya menarik,
dapat terus mempertahankan aroma waver) dari bahan segar, kemsakan akibat suhu
tinggi pada proses pengeringan dapat dihindarkan dan bahkan beberapa jenis produk
kering beku dapat dikembalikan keadaannya seperti keadaan sebelum dikeringkan
setelah
direhidrasi.
Sebab
itu
metode
ini
sangat
baik
digunakan
untuk
menghasilkan produk-produk makanan mudah disaji atau makanan instan (instant
food) seperti kopi instan, juga sering digunakan unNc mengeringkan daging sapi,
udang dan produk pangan laimya.
Penerapan pengeringan-beku pada bahan makanan, sampai kini masih terbatas,
karena disamping biaya investasi yang besar juga karena laju pengeringannya yang
rendah yang mengakibatkan proses pengeringan membutuhkan waktu yang lama di mana
akibat
lebih
lanjut
ialah
biaya
operasional
pengeringan
menjadi
tinggi.
Sementara itu untuk produk yang bernilai ekonomis tinggi seperti produk farmasi,
penggunaan metode pengeringan-beku tidak menemui banyak kendala.
Di Indonesia penggunaan proses pengeringan-beku untuk bahan makanan
seperti daging sapi, daging ayam dan udang, baru mulai berkembang pa& beberapa
tahun belakangan ini khususnya untuk memenuhi kebutuhan industri mi instan dan
dalam jumlah kecil untuk memenuhi permintaan ekspor. Dalam industri pengeringanbeku udang, masalah yang sering dijumpai ialah adanya pengeringan yang tidak
merata serta waktu pengeringan yang lama y a h mencapai 8 jam untuk udang kecit
W a n 300-500 ekorlkg.
Penelitian
diantaranya
ialah
pengeringan-beku
seperti
yang
udang
sendiri
dilakukan
masih
Goldblith,
terbatas.
Beberapa
et.aZ. ,(1963)
yang
mempelajari pengaruh variabel proses meliputi perbedaan suhu selama pengeringanheku, waktu dan suhu perebusan, suhu-pembekuan serta perbedaan suhu air rehidrasi
terhadap kualitas udang kering-beku; Lusk, er.aZ., (1964), mempelajari perubahan
pigmen astacene yang terjadi pada pengeringan-beku udang yang diikuti dengan
penyimpanan; Moorjani dan Dani (1968), mempelajari sifat tekstur dan rekonstitusi
udang kering beku, Boeh-Ocansey (1984) yang melihat pengaruh metode pengeringanbeku secara vakum dan dengan tekanan atmosfir terhadap halitas produk udang.
Penelitian-penelitian ini penekanannya adalah pa& kualitas akhir produk, sedang
penelitian yang mernberi penekanan pada proses pengeringan-beku udang yaitu yang
dikerjakan Lusk, et.aC., (1965) yang mempelajari pengaruh suhu plat pemanas, suhu
pembekuan dan tekanan ruang terhadap laju pengeringan-beku udang.
Lusk, et.aZ. ,(1965) mengatakan bahwa hambatan utama penerapan pengeringanbeku bahan pangan secara komersil adalah investasi modal yang tinggi.
perlu diperhatikan faktor-faktor yang &pat
Karena itu
meminimumkan waktu pengeringan,
sehingga output dari alat pengering &pat dioptimumkan.
Lombrana e t - d . , (1996)
mengemukakan bahwa satu masdah penting &lam penelitian pengeringan-beku adalah
upaya meningkatkan efisiensi dari operasi.
adalah; pertama dengan rancangan
Dua cara untuk mencapai ha1 tersebut
instalasi baru melalui penerapan berbagai
inovasi, dan kedua dengan perbaikan kontrol dari proses dan strategi operasional
untuk mengoptimumkan laju pengeringan dan mengoptimumkan halitas produk kering.
yang dengan demikian memungkinkan sejumlah produk pangan &pat diproses secara
efisien dengan kuaIitas yang baik.
Karel (1975) mengatakan bahwa laju pengeringan dari proses pengeringan-beku
ditentukan oleh besar kecilnya tahanan terhadap pindah panas dan pindab massa
dalam bahan selama berlangsungnya proses pengeringan-beku.
Gaffney dan
Stephenson (1968), juga Sagara (1984) berpendapat bahwa karena laju pengeringanbeku dikendalikan oleh mekanisme pindah panas clan pindah massa pada lapisan
kering bahan, maka konduktivitas panas dan permeabilitas terhadap uap air dari
lapisan kering serta pengaruh faktor-faktor pengolahan merupakan hal-ha1 penting
yang perlu diperhatikan.
Di Indonesia, penelitian pengeringan-beku, secara umum masih terbatas pa&
penentuan sifat fisiko kimia dari produk kering beku seperti yang dilakukan di
IPB Bogor pada beberapa jenis jamur, buah-buahan, pure buah, teripaug dan daging
sapi. Penelitian yang menelaah mekanisme dari proses pengeringm-beku pada udang
ialah yang dikerjakan oleh Wenur (1989) yang mempelajari perilaku pengeringanbeku dan sifat transpor berupa konduktivitas panas clan permeabilitas uap air dari
daging udang yang telah digiling.
Penelitian-penelitian
mekanisme dari proses pengeringan-beku
yang a&
selama ini umumnya didekati dengan model lempeng @at model) seperti yang &la-
kukan Gaffney dan Stephenson (1968) pa& food model(pati jagung); Lusk el. al.,
(1964) pada ikan salmon; Massey dan Sunderland (1967) pada daging sapi; Sagara
dan Hosokawa (1982) pada Iarutan kopi juga Wenur (1989) pada daging udang giling.
Untuk bahan yang bersifat cair dan bahan yang biasanya dikeringkaa secara lempeng
penggunaan model ini adalah tepat, tetapi dalam kenyataan banyak produk secara
alami mempunyai geometri yang lebih menyerupai silinder atau bola namun d s i s
dengan pendekatan model yang disebut t
e
e ini belum banyak dikembangkan.
Karena daging udang utuh secara alami menyerupai silinder maka dalam
pengkajian proses pengeringan-beku udang, perlu menggunakan model silindris untuk
mendapatkan pendugaan perilaku pengeringan-beku yang lebih sesuai.
B.
TUJUAN PENELITIAN
1.
Mempelajari perilah pengeringan-beku daging udang pa&
beberapa kondisi
operasi pengeringan-beku.
2. Menentukan nilai parameter pindab panas dan pindah massa berupa konduktivitas
panas (h) dan permeabilitas uap air (b) dari udang kering-beku dengan
pendekatan model silindris.
3.
Mempelajari pengaruh berbagai kondisi operasi berupa pengaturan suhu dan
te-
terhadap lama pengeringan, kadar air dan rasio rehidrasi produk udang
kering-beku.
4.
Mengembangkan suatu model simulasi pengeringan-beku dan menemukan parameter
kunci dari proses pengeringan-beku udang.
C.
MANFAAT PENELITIAN
1.
Menyediakan data dasar yang banyak diperlukan untuk perhitungan-perhitungan
proses pengeringan-beku ataupun untuk penelitian-penelitian lain.
2. Menyederhanakan pengamatan terhadap suatu proses pengeringan-beku, sehingga
dengan mudah dapat diamati pengaruh peubah satu terhadap peubah lainnya
seperti pengaruh konduktivitas panas bahan, suhu operasi atau tekanan ruang
terhadap walctu pengeringan.
11. TINJAUAN PUSTAKA
A.
SITUASI PERDAGANGAN UDANG
Udang merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai prospek
ekonomi bagi usaha sektor perikanan dimasa mendatang.
Hal ini ditunjukkan oleh
terus meningkatnya jumlah permintaan, terutama dikedua negara pengimpor utama
yaitu Jepang dan Amerika Serikat dengan tingkat perkembangan permintaan masingmasing 18.09 % dan 6.0 % per tahun (TECHNER, 1993).
Untuk pasar Jepang,
Indonesia m e r u m pemasok udang terbesar disusul Thailand dan India. Pada saat
ini harga udang di pasar internasional cukup tinggi yaitu untuk ukuran 16/20
(25-30 g/ekor) &pat mencapai harga 17.5 dolar AS per kilogram.
Hasil survey yang pernah dilakukan oleh International Trade Centre (ITC)
tahun 1983 menunjukkan bahwa perdagangan udang dunia didominasi oleh udang beku
(block frozen) yaitu udang segar beku (suhu -20 "C), tanpa kepata dan masih
berkulit dengan pasar utamanya Jepang dan Amerika Serikat.
Ada juga dijumpai
dalam jumlah k e i l perdagangan udang segar beku utuh atau udang rebus beku tanpa
kepala dan telah dikuliti.
Selain itu dijumpai pula perdagangan dalam bentuk
udang kaleng dan udang kering, namun untuk udang k e ~ hanya
g
Hongkong yang
mengimpor &lam jumlah yang berarti.
Beberapa pasar juga menjual udang kering
beku tapi dengan harga yang tinggi (ITC UNCTADIGATT, 1983).
Indonesia sebagai satu dari negara penghasil udang utama dunia, dari tahun
ke tahun terus memperlihatkan peningkatan baik dalam produksi (Gambar 2-1 dan
Lampiran 2-1) rnaupun dalam ekspor (Lampiran 2-2). Dalam kurun waktu lima tahun
(1990-1994), walaupun volume ekspor udang hanya mengalami sedikit peningkatan
namun dari nilai ekspornya nampak ada peningkatan yang besar, sebagai akibat
peningkatan harga.
5
Menurut data Statistik Indonesia 1994. di antara beberapa komoditas ekqmr
pertanian, nilai ekspor udang menduduki posisi penting sebagai sumber devisa dan
menempati posisi kedua sesudah karet seperti terlihat daiam Gambar 2-2.
Gambar 2- 1.
Produksi beberapa jenis udang fndonesia 1984-1994
(Ditjen Perikanan, 1996)
Seperti terlihat pada Lampiran 2-2, udang belcu ternyata juga mendominasi
ekspor udang Indonesia. Perdagangan udang dalam bentuk udang beku, mutlak
memerlukan tambahan biaya transpor dan biaya penggunaan energi untuk menjaga mutu
produk.
Seperti diketahui bahwa pa& udang beku (block frozen) lebih h a n g 35%
dari beratnya merupakan air yang ditambahkan sebagai media pembekuan (Rosikhun,
1990),
ha1 ini berarti 35% dari biaya transpor udang beku adalah untuk
pengangkutan
air.
Selain itu dalarn sistem distribusi,
produk udang beku
rnemerlukan penanganan khusus di mana rantai pendinginannya tidak boleh terputus
dengan suhu pada pusat udang harus dipertahankan lebih rendah dari -18 "C agar
kualitas produk tetap baik.
i250-
._I..
,..',,.
,.,.- ..
Ka.I.a:
rn
~/'-
-
,f3
I
re
X
U)
500-
-
x
W
2
1
.
.
\\,\-