Kontribusi ekosistem mangrove sebagai pemasok makanan ikan belanak (Liza subviridis)di perairan pantai utara konawe selatan Sulawesi Tenggara
KONTRIBUSI EKOSISTEM MANGROVE SEBAGAI
PEMASOK MAKANAN IKAN BELANAK
(Liza subviridis) DI PERAIRAN PANTAI UTARA
KONAWE SELATAN SULAWESI TENGGARA
MUHAMMAD RAMLI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan
dalam disertasi saya yang berjudul: Kontribusi Ekosistem Mangrove Sebagai
Pemasok Makanan Ikan Belanak, Liza subviridis di Perairan Pantai Utara Konawe
Selatan Sulawesi Tenggara. adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Januari 2012
Muhammad Ramli
NIM: C 561060051
ABSTRACT
MUHAMMAD RAMLI. Contribution of Mangrove Ecosystems as Food
Suppliers of Greenback mullet (Liza subviridis) on the north coast Waters
of South Konawe, Southeast Sulawesi. Supervised by DIETRIECH G BENGEN,
RICHARDUS F. KASWADJI and RIDWAN AFFANDI.
The most important ecological functions of mangrove forests are nutrient
cycles and energy flows. Mangrove litter fall in the water decomposed by
microorganisms that produce nutrients (partly in the form of particles of litter
(detritus)) are utilized by fish, shrimp and crabs as food (Bengen 2000; Bengen
and Dutton 2004).
Mangrove leaf is the largest part of litter primary production available to
consumers contributed significantly to the food chain in the coastal fishery
resources (Lee 1995; Ananda et al. 2007; Berg and McClaugherty 2008). The
amount and quality of the mangrove detritus are based on the dominant mangrove
species in the ecosystem. A kind of fish that make use of detritus in a mangrove
ecosystem as a food source (energy) is the Greenback mullet (L.subviridis) from
mugilidae family.
This study aims to determine the contribution of mangrove forests as a detritus
supplier served as food and energy sources of mullet (L. subviridis) on the north
coast of South Konawe.
The research was carried out for six months from May - October 2011 on the
north coast of South Konawe Southeast Sulawesi, covering Landipo Estuaryne
waters and Oyster Cape. Data collection of mangrove species at each stationwas
was done using Line transect plots with a size of 10 mx 10 m for tree and 5m x
5m for the pups (Bengen 2001).
Production of detritus derived from mangrove litter was carried out by inserting as
many as 10 grams of leaf litter in litter bags measuring 20 cm x 30 cm made of
nylon with a mesh size of 2 mm. Then, the bags were put into other plastic bags
with small holes in some parts so the waste products of decomposition in the bag
will not go out making calsulation easy.
The fish were collected using varying mesh size of monofilament gill nets.
Biological parameters measured were feeding habits, condition factor, hepto and
Gonado somatic index.
Macronutrients of the detritus were determined by proximate analysis. Variations
in water chemistry and physics variables were analyzed using Principal
Component Analysis (PCA). Distribution of detritus production between stations
were analyzed using Correspondent Analysis (CA) (Lagendre and Lagendre 1983;
Bengen 2000).
The results showed that the total energy generated by Rhizophora apiculata
detritus was greater than Sonneratia alba detritus. Detritus of Rhizophora
apiculata contribute better to the condition factor, Gonado and Hepato-Somatic
Index of mullet fish (Liza subviridis) than detritus of Sonneratia alba on the north
coast of South Konawe.
Key word : Mangrove ecosystem, vegetation, detritus, food, mullet.
RINGKASAN
MUHAMMAD RAMLI. Kontribusi Ekosistem Mangrove sebagai Pemasok
Makanan Ikan Belanak (Liza subviridis)di Perairan Pantai utara Konawe Selatan
Sulawesi Tenggara. Dibimbing oleh DIETRIECH G BENGEN, RICHARDUS F.
KASWADJI dan RIDWAN AFFANDI.
Fungsi ekologis terpenting dari hutan mangrove adalah dalam siklus
nutrien dan aliran energi, dimana mangrove merupakan penghasil serasah yaitu
materi organik yang telah mati yang terdapat di lantai hutan yang tersusun atas
tumbuhan mati. Serasah mangrove yang jatuh di perairan mengalami
dekomposisi oleh mikroorganisme yang menghasilkan zat hara (nutrient),
dan sebagian lagi berupa partikel serasah (detritus) yang dimanfaatkan oleh ikan,
udang dan kepiting sebagai makanannya (Bengen 2000). Detritus inilah yang
merupakan sumber makanan dan energy bagi berbagai biota perairan termasuk
berbagai juvenile, larva ikhtiofauna, krustacea serta kerang (shellfish) (Bengen
dan Dutton 2004).
Daun mangrove merupakan bagian terbesar dari produksi primer serasah
yang tersedia untuk konsumen dan memiliki kontribusi yang signifikan terhadap
rantai makanan dan sumberdaya perikanan di pesisir (Lee 1995; Ananda et al.
2007; Berg dan McClaugherty 2008)
Besarnya sumbangan detritus dari ekosistem mangrove berkaitan dengan
proses dekomposisi serasah dalam ekosistem mangrove. Melalui proses ini hara
dalam jumlah yang cukup besar dapat dihasilkan (Valk dan Attiwill 1984).
Hutan mangrove sebagai penghasil detritus yang merupakan sumber
makanan bagi organisme laut. Salah satu jenis ikan yang memanfaatkan detritus
dalam ekosistem mangrove sebagai sumber makanan (energi) adalah ikan
belanak (Liza subviridis) dari famili mugilidae. Ikan belanak secara ekologis
sangat penting dalam rantai makanan yang berperan dalam transfer energi dalam
kehidupan di perairan estuari.
Diduga, jumlah dan mutu detritus yang dihasilkan dari hutan mangrove
didasarkan pada jenis mangrove. Persentase dan total energi detritus yang
dihasilkan akan berkontribusi terhadap pertumbuhan ikan belanak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi hutan mangrove
sebagai pemasok detritus sebagai sumber makanan dan energi ikan belanak (Liza
subviridis) di pesisir utara Konawe Selatan.
Penelitian dilaksanakan selama enam bulan dari bulan Mei 2011 sampai
dengan Oktober 2011 dengan lokasi di pesisir utara Kabupaten Konawe Selatan
Sulawesi Tenggara, meliputi perairan Muara Landipo dan Tanjung Tiram.
Pengumpulan data jenis mangrove di setiap stasiun dilakukan dengan
menggunakan Transect Line Plots dengan ukuran transek 10 m x 10 m untuk
pohon dan 5m x 5m untuk anakan (Bengen 2001).
Mengumpulkan guguran serasah dalam waktu tertentu menggunakan jaring
perangkap serasah berukuran 100 cm x 100 cm dengan ukuran mata jaring 1.50
mm x 1.50 mm. Serasah yang tertampung dalam perangkap serasah dikumpulkan
setiap 15 hari selama 6 bulan. Penentuan berat kering dilakukan dengan
mengeringkan sampel ke dalam oven pada suhu 70 0C selama 4 hari atau sampai
berat sampel tersebut konstan.
Penghitungan laju dekomposisi dilakukan dengan memasukkan serasah
daun sebanyak 10 gram ke dalam kantong serasah (berukuran 20 cm x 30 cm)
Kantong-kantong tersebut diikatkan pada akar atau pangkal batang vegetasi
mangrove agar tidak hanyut atau hilang terbawa arus pasang surut. Pengambilan
sampel dan pengukuran laju dekomposisi dilakukan selang waktu 15 hari setelah
perendaman yaitu hari ke 15, hari ke 30, hari ke 45, hari ke 60 dan hari ke 75.
Serasah yang tersisa dalam kantong dibersihkan dari lumpur yang masih melekat,
selanjutnya dikeringkan lagi dalam oven pada suhu 70 oC selama 4 hari atau
sampai berat sampel konstan.
Produksi detritus yang dihasilkan dari serasah mangrove, dilakukan
dengan meletakkan atau memasukkan serasah daun sebanyak 10 gram ke dalam
kantong serasah (litter-bag) yang berukuran 20 cm x 30 cm yang terbuat dari
nilon dengan mesh 2 mm. Selanjutnya kantong-kantong tersebut dimasukkan lagi
kedalam kantong plastik yang telah diberi lubang kecil pada beberapa bagian
sehingga sisa hasil dekomposisi dalam kantong tidak akan keluar.
Untuk menentukan kondisi kualitas perairan di setiap lokasi pengamatan
digunakan cara skoring indeks kualitas lingkungan (IKL) yang dimodifikasi dari
indeks kualitas air mengacu kepada Ramakrishnaiah et al. (2009). Untuk
mengumpulkan ikan belanak di lokasi penelitian digunakan gill net atau jaring
insang monofilamen dengan ukuran mata jaring yang bervariasi. Parameter
biologi ikan yang diukur meliputi kebiasaan makan, faktor kondisi, gonado
somatik indeks dan hepto somatik indeks.
Untuk mendapatkan data mengenai makronutrien dari bahan sampel
(detritus), maka dilakukan analisis proksimat untuk menggolongkan komponen
yang ada pada detritus berdasarkan komposisi kimia dan fungsinya. Analisis
proksimat dilakukan dengan menentukan persentase komponen protein, lemak dan
karbohidrat. Nilai dari komponen tersebut, selanjutnya dikalikan dengan
equivalensi energinya (Nurjana 2010) yaitu menggunakan sistem Atwater,
dimana equivalensi energi untuk protein sebesar 5.65 kcal/gram, karbohidrat 4.2
kcal/gram, dan lemak sebesar 9.4 kcal/gram (Sediatama 1987).
Untuk menentukan variasi variabel fisika kimia perairan antar stasiun
pengamatan digunakan Analisis Komponen Utama (Principal Component
Analysis, PCA).
Untuk mengetahui sebaran produksi detritus antar stasiun
pengamatannya digunakan Analisis Faktorial Koresponden (Correspondent
Analysis, CA) (Lagendre dan Lagendre 1983; Bengen 2000).
Dari hasil penelitian ini, diketahui bahwa total energi detritus yang
dihasilkan jenis mangrove Rhizophora apiculata lebih besar dari detritus yang
dihasilkan jenis mangrove Sonneratia alba di perairan pesisir Utara Konawe
Selatan. Detritus mangrove jenis Rhizophora apiculata berkontribusi lebih baik
terhadap Faktor Kondisi, Gonado Somatik Indeks dan Hepato Somatik Indeks
ikan belanak (Liza subviridis) dibanding detritus jenis mangrove Sonneratia alba
di pesisir utara Konawe Selatan.
Kata Kunci: Ekosistem mangrove, jenis vegetasi, detritus, makanan, ikan
belanak.
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.
KONTRIBUSI EKOSISTEM MANGROVE SEBAGAI
PEMASOK MAKANAN IKAN BELANAK
(Liza subviridis) DI PERAIRAN PANTAI UTARA
KONAWE SELATAN SULAWESI TENGGARA
MUHAMMAD RAMLI
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Ilmu Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Ujian Tertutup : Senin, 07 November 2011
Penguji Luar Komisi :
1. Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.Sc.(Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB)
2. Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc. (Staf Pengajar FPIK IPB)
Ujian Terbuka : Jumat, 06 Januari 2012
Panguji Luar Komisi :
1. Prof. Dr. Ir. Dedi Soedarma, DEA. (Guru Besar FPIK IPB)
2. Dr. Ir. Toni Ruchimat, M.Sc. (Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan.
Kementerian Kelautan dan Perikanan).
Judul Disertasi
Nama
NIM
: Kontribusi
Ekosistem Mangrove
Sebagai Pemasok
Makanan Ikan BelanaK, Liza subviridis di Perairan Pantai
Utara Konawe Selatan Sulawesi Tenggara.
: Muhammad Ramli
: C 561060051
Disetujui :
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Dietriech G Bengen, DEA
Ketua
Dr. Ir. Richardus F. Kaswadji, M.Sc.
Anggota
Dr. Ir. Ridwan Affandi, DEA
Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi
Ilmu Kelautan
Dr.Ir. Neviaty P Zamani, M.Sc.
Tanggal Ujian : 6 Januari 2012
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, Msc.Agr
Tanggal Lulus :
Sesungguhnya Allah menciptakan segala sesuatu
berdasarkan kodratnya dan masing-masing ciptaan-Nya
memiliki nilai manfaat.
“Kupersembahkan Disertasi ini kepada Agamaku,
Bangsa dan Negaraku, Kedua Orang Tuaku yang telah
tiada, Isteri dan anak anakku tercinta yang telah
menjadi semangatku”
PRAKATA
Tiada kata yang terindah untuk diucapkan selain ucapan Alhamdulillah,
segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang memberikan rahmat dan
rahim-Nya sehingga penulis dapat menyelesasikan disertasi ini. Penelitian ini
berjudul “ Kontribusi Ekosistem Mangrove Sebagai Pemasok Makanan Ikan
Belanak (Liza subviridis) Di Perairan Pantai Utara Konawe Selatan Sulawesi
Tenggara”.
Dalam penyelesaian tulisan ini, berbagai pihak telah banyak membantu
dalam proses pneyelesaian tulisan ini oleh karena itu perkenankanlah penulis pada
kesempatan ini menghaturkan terimakasih yang berlimpah kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Dietriech G Bengen DEA selaku ketua komisi pembimbing yang
telah memberikan curahan ilmu, waktu dan motivasi yang luar biasa sehingga
mampu memberikan pencerahan dan pembelajaran yang sangat berarti bagi
penulis.
2. Bapak Dr. Ir. Ridwan Affandi, DEA. Selaku anggota komisi. Disela
pembimbingan, beliau memberi pencerahan tentang tauhid, kecintaan
terhadap keluarga, masyarakat, agama. Saya menemukan idealisme,
keramahtamahan, dan proses penciptaan karya yang luar biasa. masukan yang
sangat berarti selama proses penulisan disertasi ini.
3. Dr. Ir. Richardus Kaswadji, M.Sc., selaku anggota komisi yang telah
memberikan bimbingan, masukan, semangat dan arahan dan motivasi selama
penyusunan disertasi ini.
Tetap mampu mengambangkan idealisme
keilmuannya selama proses pembimbingan.
4.
Bapak Rektor Universitas Haluoleo, Dekan Fakultas Pertanian dan Dekan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Doktor
(S3) pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
5.
Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana dan Ketua
Program Studi Ilmu Kelautan yang telah memberi kesempatan penulis untuk
mengikuti kuliah pada Sekolah Pascasarjana IPB.
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelutan Institut Pertanian Bogor beserta
stafnya yang telah menyediakan sarana pendidikan (kuliah, praktikum, dan
rapat-rapat komisi) dalam rangka pnyelesaian studi ini.
6.
7. Ibu Dr.Ir. Neviaty Zamani, M.Sc. sebagai Ketua Program Studi Ilmu Kelautan
beserta staf yang banyakmembantu penulis dalam hal administrasi akademik
selama menempuh studi.
8. Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara yang telah memberikan bantuan
penelitian dalam penyelesaian disertasi ini.
9. Program Mitra Bahari – Coremap II yang telah memberikan bantuan beasiswa
penulisan disertasi
10. Rekan-rekan mahasiswa IKL (Bintang Marhaeni, Miswar Budi Mulya, Suryo,
Herlisman dan Ngadiran) atas dukungan, semangat dan kebersamaannya.
11. Project Management Unit, The Development and UpGrading of Haluoleo
University Project Islamic Development Bank (IDB) Loan IND-105 & IND106. Yang telah membiayai studi program Doktor (S3) saya selama 2.5 tahun.
12. Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara yang telah memberikan bantuan
penelitian dalam penyelesaian disertasi ini.
13. Program Mitra Bahari – Coremap II yang telah memberikan bantuan beasiswa
penulisan disertasi. Terimakasih kepada bapak Ir Abdul Hamid, M.Si. selaku
ketua Regional centre Mitra Bahari Sulawesi Tenggara.
14. Kepala Laboratorium Perikanan dan Ilmu Kelautan dan Kepala laboratorium
FMIPA Universitas Haluoleo yang telah memberikan fasilitas dan membantu
analisis sampel air, detritus dan ikan selama penelitian.
15. Dr. Ir. Andi Irwan Nur, MES, Drs. Amirullah, M.Si, Drs. Parakasi, M.Si. Ir.
La Anadi, M.Si. Taswin Munier, S.Pi. MES, La Ode Afa, SP. M.Si. Bahtiar,
S.Pi. M.Si. Asmadin, S.Pi. M.Si. Akhmad Mansur, SP. M.Si. Terima kasih
atas kebersamaan, kedekatan dan gurauan yang hangat, memberikan support,
doa dan semangat yang tiada henti.
16. Kakanda saya (Zainal Abidin sekeluarga), adinda Thamrin, Fachri adil,
Nurida, Muh Jufri, Nurhayati dan Nurlia sekeluarga. Terima kasih atas
bantuan materi dan doanya.
17. Ayahanda (Facharuddin Tahaq) dan Ibunda tercinta dan tersayang (Sitti
Yalia), yang selalu menasehati penulis saat masih kecil “Pendidikan adalah
harta warisan yang tidak akan pernah dicuri orang” ketika penulis kadang
bolos dari sekolah. Insipirasi ibundalah yang senantiasa hadir dalam benak
dan pikiran saya selama menempuh pendidikan sejak dari S1 hingga S3.
18. Pencapaian ini secara khusus saya dedikasikan buat Isteri tercinta, Suprihaty
Prawaty Nengtias serta anak anakku tersayang, Nuralam Pradana, Nuralim
Pratama, Muhammad Iqbal dan Nur Rahma Aulia yang senantiasa
memberikan doa, dorongan semangat, materi dan cinta kasih yang merupakan
sumber energy tiada henti.
19. Semua pihak yang telah memberikan dukungandan bantuan dengan caranya
masing-masing.
Semoga semua bantuan dan doa yang telah disampaikan untuk kesuksesan ini
mendapatkan ganjaran berlipat dari Allah SWT.. Amiien Ya Rabb...
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi perbaikan
tulisan ini.
Bogor,
Januari 2012
Muhammad Ramli
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Selayar pada tanggal 10 Maret 1962 sebagai anak
ketiga dari pasangan Facharuddin dan Sitti Yalia. Pendidikan sarjana ditempuh di
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan UNSRAT
Manado, lulus pada tahun 1986. Pada Tahun 1995, penulis diterima di Program
Studi Ilmu Kelautan pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB)
dan menamatkannya pada tahun 1997. Kesempatan untuk melanjutkan ke
program doktor pada program studi dan pada perguruan tinggi yang sama
diperoleh pada tahun 2006. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari
Islamic Development Bank.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Haluoleo Kendari sejak tahun 1992. Bidang
penelitian yang menjadi tanggung jawab peneliti ialah kontribusi
ekosistem mangrove sebagai pemasok makanan untuk ikan belanak (Liza
subviridis).
Selama mengikuti program S3, penulis telah menerbitkan 2 buah
artikel telah diterbitkan dengan judul Kontribusi ekosistem mangrove
sebagai pemasok energi makanan ikan belanak (Liza subviridis) di
perairan pantai Utara Konawe Selatan Sulawesi Tenggara. Pada jurnal
OMNI Akuatika Volume X No. 12 Mei 2011. Artikel lain berjudul
Sumberdaya detritus dari hutan mangrove sebagai makanan potensial ikan
belanak (Liza subviridis) di pantai Utara Konawe Selatan Sulawesi
Tenggara. Pada jurnal AGRIPLUS Volume 21 Nomor 02 Mei 2011. Karya
karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xiv
DAFTAR GAMBAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . .
xv
DAFTAR LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xvi
1 PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1
1.1 Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1.2 Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1.3 Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1.4 Manfaat Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1.5 Hipotesis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1.6 Kebaharuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1
2
5
5
5
5
2 TINJAUAN PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
2.1 Ikan Belanak . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.1.1 Habitat dan Daerah Sebaran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.1.2 Ontogenetik Makanan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.2 Ekosistem Mangrove . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.2.1 Jenis dan Penyebaran Mangrove .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.2.2 Manfaat dan Fungsi Hutan Mangrove . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.2.3 Produktivitas dan Serasah Mangrove . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.2.4 Proses Dekomposisi Serasah Mangrove . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.2.5 Rantai Makanan Detritus . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.2.6 Komunitas Iktiofuna di ekosistem mangrove .. . . . . . . . . . . . . .
7
7
9
9
12
14
15
18
23
24
26
3 BAHAN DAN METODE . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
29
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.2 Alat dan Bahan . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.3 Komunitas Mangrove . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.3.1 Analisis Kerapatan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.3.2 Pengukuran Produksi Serasah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.3.3 Pengukuran Laju Dekomposisi Serasah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.3.4 Pengukuran detritus . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.4 Kualitas Air dan Sedimen . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.5 Pengumpulan Data Ikan Belanak . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.6 Aspek Pertumbuhan . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . … . . . . . .
3.6.1 Pola Pertumbuhan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.6.2 Faktor Kondisi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.7 Kebiasaan Makanan Ikan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.8 Gonado Somatik Indeks . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.9 Hepato Somatik Indeks . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
3.10 Uji Proksimat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
3.11 Analisis Data . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
29
29
31
31
31
33
34
34
35
36
36
36
38
39
39
39
40
Analisis Kualitas Perairan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Kerapatan Vegetasi Mangrove . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Produksi Serasah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Laju Dekomposisi Serasah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Kelimpahan Fitoplankton . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Analisis Proksimat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Analisis Karakteristik Lingkungan Perairan . . . . . . . . . . . . . . . . .
Analisis Sebaran Produksi Detritus . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
40
42
42
43
43
43
45
45
4 HASIL. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.1 Pengukuran Dan Analisis Vegetasi Mangrove . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.1.1 Struktur Vegetasi Mangrove . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . .
4.1.2 Laju Dekomposisi Serasah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.2 Produksi Detritus, Nutrient Dan Fitoplankton . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.3 Kualitas Air dan Sedimen . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.4 Kelimpahan Fitoplankton . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.5 Aspek Biologi Dan Pertumbuhan Ikan Belanak . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.5.1 Indeks Isi Lambung . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.5.2 Indeks Bagian Terbesar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.5.3 Energi Detritus dan Non Detritus . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.5.4 Pola Pertumbuhan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.5.5 Faktor Kondisi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.5.6 Gonado Somatic Indeks. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.5.7 Hepato Somatic Indeks . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
47
5 PEMBAHASAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
5.1 Struktur Vegetasi Mangrove. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
5.2 Produksi dan Kontribusi Serasah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
5.3 Laju Dekomposisi Serasah dan Produksi Detritus . . . . . . . . . . . . . . .
5.4 Produksi Detritus, Kandungan Nutrient dan Fitoplankton . . . . . . . . .
5.5 Karakteristik Fisika Kimia Perairan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
5.6 Analisis Kualitas Lingkungan Perairan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
5.6.1 Indeks Kualitas Lingkungan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
5.6.2 Sebaran Spasial Karakteristik Lingkungan Perairan . . . . . . . . . .
5.6.3 Produksi Detritus Berdasarkan Karakteristik Lingkungan . . . .
5.7 Produksi Detritus Di Pesisir Utara Konawe Selatan . . . . . . . . . . . .
5.8 Aspek Biologi dan Pertumbuhan Ikan Belanak . . . . . . . . . . . . .
5.8.1 Indeks Isi Lambung . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
5.8.2 Indeks Bagian Terbesar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
5.8.3 Pola Pertumbuhan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . … .. . . . . . .
5.8.4 Kontribusi Detritus Terhadap FK dan GSI . . . . . . . . . . . . . . . .
5.8.5 Kontribusi Energi Isi Lambung Terhadap HSI . . . . . . . . . . . . .
57
6 KESIMPULAN. . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
77
DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ….. . . . .
79
LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ….. . . . . . . . . . . .
87
3.11.1
3.11.2
3.11.3
3.11.4
3.11.5
3.11.6
3.11.7
3.11.8
47
47
48
48
50
50
51
51
52
52
53
53
55
55
57
57
60
62
64
67
67
67
69
70
71
71
72
73
74
75
DAFTAR TABEL
Halaman
1
Parameter fisika-kimia dan biologi yang diukur . . . . . . . . . . . . .. . .. . .
29
2
Klasifikasi Indeks Kualitas Lingkungan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
42
3
Kerapatan jenis INP dan produksi serasah di lokasi penelitian. . . . . . . . .
47
4
Kelimpahan fitoplankton di lokasi penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
50
5
Nilai pola pertumbuhan (nilai b) setiap bulan pengamatan . . . . . . . . . . .
53
6
Kandungan energi detritus dan non detritus . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
53
7
Rata rata factor kondisi ikan belanak setiap bulan pengamatan . . . . . . . .
54
8
Rata rata nilai gonado somatik indeks . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . … .. . .
55
9
Rata rata nilai Hepato somatik indeks . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . … .. . .
55
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Kerangka Pemikiran Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4
2
Ikan Belanak, Liza subviridis. . . . . … . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . .
7
3
Rantai pangan berdasarkan pada daun-daun mangrove yang jatuh ke
dalam perairan muara di Florida Selatan (Odum, 1971). . . . . . . . . . . . . . .
22
Lokasi penelitian, pantai utara kabupaten Konawe Selatan Sulawesi
Tenggara . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . .
30
5
Stasiun pengambilan sampel lokasi tanjung Tiram . . . . . . . . . . . . . . . . ..
32
6
Stasiun pengambilan sampel di sekitar muara Landipo . . . . . . . . . . . . . . .
32
7
Tipe perangkap serasah yang akan digunakan, dengan ukuran
1 meter x 1meter. . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4
33
35
8
Tipe jaring insang (gill net) yang digunakan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
9
Alur penelitian dari masalah hingga luaran yang diharapkan . . . . . . . . . . .
46
10
Dekomposisi serasah mangrove di lokasi penelitian. . ….. . . . . . . . . . . . .
48
11
Produksi detritus Rhizophora apiculata,kandungan nitrat dan fosfat
dan kelimpahan fitoplankton . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 49
12
Produksi detritus sonneratia alba, kandungan nitrat dan fosfat
dan kelimpahan fitoplankton . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
49
13
Indeks isi lambung ikan belanak . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
51
14
Persentase detritus dan non detritus dalam isi lambung . . . . . . . . . . . . .
52
15
Persentase detritus dan non detritus terhadap FK dan GSI
di Muara Landipo . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. .
54
16
Persentase detritus dan non detritus terhadap FK dan GSI
di Tanjung Tiram . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . 54
17
Grafik Analisis Komponen Utama karakteristik lingkungan perairan . . . . . . . . . ..
68
18
Grafik Analisis Koresponden antara variabel . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . .
69
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Indeks nilai penting jenis mangrove . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. .
89
2
Kondisi hutan mangrove Muara Landipo . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
90
3
Kondisi hutan mangrove Tanjung Tiram . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
91
4
produksi serasah mangrove . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
92
5
Laju dekomposisi serasah di lokasi penelitian . . . . . . . . . . . . . . . ..
94
6
Hasil pengukuran kulitas air dan sedimen .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
95
7
Kelimpahan fitoplankton . . . . . . . . … . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
96
8
Rata rata nilai Faktor Kondisi dan jumlah ikan sampel. . . .. . . . . . .
9
Data distribusi panjang ikan yang tertangkap di lokasi penelitian...
97
98
10
Komposisi makanan ikan belanak di lokasi penelitian . ... . . . . .
99
11
100
12
Nilai rata rata variabel lingkungan perairan pada Analisis
Komponen Utama . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . .
Indeks kualitas lingkungan (IKL) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
13
Hasil AnalisisKomponen Utama. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
102
14
Hasil Analisis Faktorial Koresponden . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
105
15
Karakteristik ikan belanak Muara Landipo . . . . . . . . . . . . . . . . . .
106
16
Karakteristik ikan belanak Tanjung Tiram .. . . . . . . . . . . . . . . . . .
107
101
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Alongi et al. (1993) dan Alongi (1996) mengemukakan bahwa ekosistem
mangrove merupakan daerah hutan pantai yang produktif, asosiasi rantai makan dan
siklus nutriennya berhubungan erat dengan perairan pantai sekitarnya. Hutan ini dapat
dianggap sebagai penghubung antara eksosistem darat dan ekosistem laut (Holmer
dan Annemarie 2002).
Fungsi ekologis terpenting dari hutan mangrove adalah dalam siklus nutrien
dan aliran energi, dimana mangrove merupakan penghasil serasah yaitu materi
organik yang telah mati yang terdapat di lantai hutan yang tersusun atas tumbuhan
mati. Daun mangrove yang gugur sebagai serasah memegang peran penting dan
merupakan sumber nutrisi sebagai awal rantai makanan.
Pada ekosistem
mangrove, rantai makanan yang terjadi adalah rantai makanan detritus.
Daun mangrove merupakan bagian terbesar dari produksi primer serasah
yang tersedia untuk konsumen dan memiliki kontribusi yang signifikan terhadap
rantai makanan dan sumberdaya perikanan di pesisir (Lee 1995; Ananda et al.
2007; Berg dan McClaugherty 2008). Parameter fisika-kimia air dan substrat di
ekosistem mangrove juga mempengaruhi pengaturan hara secara umum (Clough
et al. 1983; Boto dan Wellington 1984).
Serasah mangrove yang jatuh di perairan didekomposisi oleh
mikroorganisme dan selanjutnya akan melepaskan zat hara (nutrient), dan
sebagian lagi tersisa berupa partikel serasah atau detritus. Detritus inilah yang
dimanfaatkan oleh berbagai juvenile ikan, udang dan kepiting serta kerang
sebagai sumber makanan dan energi (Bengen 2000; Bengen dan Dutton 2004).
Sumber utama detritus diperoleh dari guguran daun mangrove yang jatuh ke
perairan kemudian mengalami penguraian dan berubah menjadi partikel kecil
yang dilakukan oleh mikroorganisme seperti bakteri dan jamur. Hancuran bahan
organik (detritus) ini menjadi bahan makanan penting (nutrien) bagi cacing,
crustaceae, moluska dan hewan lainnya. Detritus berfungsi sebagai sumber nutrisi
dan merupakan dasar dari jaring makanan yang luas untuk organisme perairan
yang memiliki nilai komersil.
Laegdsgaard dan Johnson (2001) mengemukakan bahwa ada tiga dugaan
utama yang menyebabkan ekosistem mangrove dijadikan sebagai habitat, yaitu : (1)
ikan tertarik karena keragaman struktur ekosistem mangrove, (2) sedikitnya jumlah
predator karena kompleksitas struktur ekosistemnya tinggi (seperti kerapatan
vegetasi), dan (3) ketersediaan makanan di ekosistem mangrove lebih banyak
dibandingkan ekosistem lainnya.
Wada (1999) mengemukakan bahwa sekitar 90 % jenis ikan laut daerah
tropis menghabiskan masa hidupnya paling tidak satu fase dalam daur hidupnya
di daerah pesisir berhutan. Ikan muda sering menempati ekosistem mangrove
sebagai habitat (Lugendo et al. 2006). Di Florida, hutan mangrove mampu
menghasilkan bahan organik 90%, dari partikel organik yang ada di dalam air
dan berasal dari pohon-pohon mangrove, 35-60 % bersumber dari guguran
daun (Brown 1984). Hasil dari produksi serasah di mangrove berperan sebagai
bahan makanan bagi makrobentos dan menyokong rantai makanan di hutan
mangrove yang terdiri dari ikan, krustasea, dan invertebrata serta penghasil unsur
hara bagi perairan sekitarnya.
Hutan mangrove sebagai penghasil detritus yang merupakan sumber
makanan bagi organisme laut. Besarnya sumbangan detritus dari ekosistem
mangrove berkaitan dengan proses dekomposisi serasah dalam ekosistem
mangrove. Melalui proses ini hara dalam jumlah yang cukup besar dapat
dihasilkan (Valk dan Attiwill 1984). Salah satu jenis ikan yang memanfaatkan
detritus dalam ekosistem mangrove sebagai sumber makanan (energi) adalah ikan
belanak (Liza subviridis) dari famili mugilidae. Ikan belanak memakan detritus
dan mikro algae, selain itu juga mengambil atau menelan butiran pasir dalam
sedimen yang berfungsi untuk membantu menggiling makanan di dalam lambung.
Ikan belanak secara ekologis sangat penting dalam rantai makanan yang
berperan dalam transfer energi dalam kehidupan di perairan estuari. Diduga,
jumlah dan mutu detritus yang dihasilkan dari hutan mangrove didasarkan pada
jenis mangrove. Jumlah dan mutu detritus yang dihasilkan akan berkontribusi
terhadap pertumbuhan ikan belanak.
1.2 Rumusan Masalah
Dari hasil penelusuran literatur, banyak dijumpai penelitian terkait
ekosistem
mangrove terhadap keanekaragaman dan struktur komunitas ikan
(Chong et al. 1990; Sesakumar et al. 1992; Laegdsgaard dan Johnson 2001;
Kawaroe et al. 2001; Bengen dan Dutton 2004).
Ekosistem mangrove sebagai daerah untuk mencari makan, dan
keterkaitan kondisi hutan bakau dengan hasil tangkapan ikan dan udang (Lugendo
et al. 2006). Kebiasan makan ikan belanak di ekositem mangrove (Chan dan
Chua 1979, Prapaporn et al.1998, dan Lin et al. 2007).
Pada penelitian ini akan dilakukan kajian ilmiah untuk mengetahui
kontribusi jenis mangrove sebagai penghasil detritus yang merupakan makanan
dan sumber energi
ikan belanak (Liza subviridis).
Kontribusi ekosistem
mangrove didasarkan pada jenis mangrove dominan dan kondisi lingkungan
perairan di pesisir utara Konawe Selatan. Kerangka pikir penelitian, disajikan
pada Gambar 1.
Dari pernyataan diatas dan latar belakang penelitian
maka dirumuskan
permasalahan dengan memunculkan beberapa pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
(1)
Berapa banyak detritus yang dihasilkan oleh jenis mangrove di pesisir
utara Kabupaten Konawe Selatan,
(2)
Berapa persen porsi detritus yang dimanfaatkan ikan belanak sebagai
sumber makanannya di pesisir utara Kabupaten Konawe Selatan, dan
(3)
Seberapa besar pengaruh detritus sebagai sumber makanan terhadap
pertumbuhan ikan belanak di pesisir utara Kabupaten Konawe Selatan.
Struktur Mangrove
Karakteristik
Lingkungan Perairan
Kerapatan (jenis)
Indeks Nilai Penting
Indeks Kualitas
Lingkungan (IKL)
Produksi Serasah
Analisis Komponen
Utama
Analisis Faktorial
Koresponden
Kandungan
Makronutrien
Produksi Detritus
Rantai Pangan Detritus
Ikan Belanak
(Liza subviridis)
Parameter Output :
Faktor Kondisi,
GSI dan HSI
Parameter Input :
Komposisi jenis makanan
Detritus Non Detritus
(% dan Kcal)
Gambar 1 Skema kerangka penelitian kontribusi mangrove sebagai
pemasok makanan ikan belanak (Liza subviridis,
Valenciennes, 1836).
1.3 Tujuan Penelitian
(1)
Menganalisis kualitas detritus yang dimanfaatkan ikan belanak berdasarkan
jenis mangrove yang dominan, dan
(2)
Mengevaluasi kontribusi detritus sebagai sumber makanan, berdasarkan
aspek pertumbuhan ikan belanak (Liza subviridis) di ekosistem mangrove
pesisir utara Konawe Selatan.
1.4 Manfaat Penelitian
Dapat digunakan sebagai landasan pengelolaan dan konservasi yang terkait
dengan fungsi biologis dan ekologis hutan mangrove sebagai pemasok detritus
(sumber materi dan energi) untuk ikan
pemakan detritus serta menunjang
perikanan pantai secara umum.
1.5 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang berkaitan dengan
pemanfaatan ekosistem mangrove sebagai tempat mencari makan ikan belanak,
maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini:
1.
Kualitas detritus yang dihasilkan dari suatu jenis mangrove dipengaruhi
karakteristik lingkungan perairan, dan
2.
Aspek pertumbuhan ikan belanak akan dipengaruhi oleh kualitas detritus
yang dikonsumsi.
1.6 Kebaharuan Penelitian (Novelty Penelitian)
Detritus Rhizophora apiculata berkontribusi secara signifikan sebagai
makanan dan sumber energi pada aspek pertumbuhan ikan belanak (Liza
subviridis) dibandingkan detritus Sonneratia alba di pesisir utara Kabupaten
Konawe Selatan Sulawesi Tenggara.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Belanak (Liza subviridis)
Kingdom Animalia
Filum Chordata
Class Actinopterygii
Order Mugiliformes
Family Mugilidae
Genus Liza
Spesies subviridis (Valenciennes 1836).
Ikan belanak L. subviridis yang biasa dikenal dengan nama Greenback
mullet, dicirikan dengan tubuh bagian atas berwarna putih kehijauan dan
cenderung abu-abu, sisi samping perutnya berwarna putih keperakan dengan
sirip dada yang relatif pendek dan sirip ekornya berbentuk huruf 'V' besar, kepala
bagian atas agak rata, bibir tipis serta lembut (Gambar 2).
Gambar 2 Ikan belanak, Liza subviridis (Valenciennes 1836).
Ikan belanak, L. subviridis dari famili mugilidae penyebarannya luas dan
mampu bertoleransi pada kondisi yang ekstrim terhadap salinitas, suhu dan juga
dapat menyesuaikan terhadap keadaan makanan di berbagi macam habitat,
tersebar di estuari dan perairan pantai tropik dan subtropik. Famili ini
diperkirakan mempunyai 64 spesies (Tomson 1964, diacu dalam Effendie 1984).
Di Indonesia terdapat 21 spesies (Weber dan de Beaufort 1922, diacu dalam
Effendie 1984).
Ikan belanak adalah sejenis ikan yang banyak dijumpai di perairan laut
tropik dan subtropik yang bentuknya hampir menyerupai bandeng. Secara umum
bentuknya memanjang agak langsing dan gepeng. Sirip punggung terdiri dari satu
jari-jari keras dan delapan jari-jari lemah. Sirip dubur berwarna putih kotor terdiri
dari satu jari-jari keras dan sembilan jari-jari lemah. Bibir bagian atas lebih tebal
daripada bagian bawahnya ini berguna untuk mencari makan di dasar/organisme
yang terbenam dalam lumpur (Kriswantoro dan Sunyoto 1986). Ciri lain dari ikan
belanak yaitu mempunyai gigi yang amat kecil, tetapi kadang-kadang pada
beberapa spesies tidak ditemukan sama sekali.
Ikan belanak secara ekologis sangat penting dalam rantai makanan yang
berperan dalam transfer energi dalam kehidupan di perairan estuari. Ikan belanak
setiap hari mengkonsumsi sisa tanaman yang mati, detritus, sedimen berpasir,
memakan epifit dan epifauna dari padang lamun juga mencernakan buih
permukaan berisi microalgae. Jumlah kandungan pasir dan detritus dalam isi perut
meningkat dengan meningkatnya ukuran panjang tubuhnya, menunjukkan lebih
banyak makanan dicernakkan dari dasar substrat ketika ikan menjadi dewasa.
Carl Linnaeus, seorang naturalis berkebangsaan Swedia, mula-mula
menggambarkan ikan belanak (mullet) yang berbelang sebagai Mugil cephalus
dalam tahun 1758. Disebut Mugil berasal dari bahasa Latin "mugil" artinya seekor
ikan, mungkin ikan mullet. Beberapa nama sinonim yang mengacu pada Liza
subviridis antara lain : Chelon subviridis, Ceramensis liza, Liza ceramensis, Liza
dussumieri, Liza melinopterus, Liza parmatus, Liza parsia, Mugil alcocki, Mugil
dussumieri, Mugil javanicus, Mugil jerdoni, Mugil melinopterus, Mugil stevensi,
Mugil subviridis, Mugil sundanensis, Mugil tadopsis.
Beberapa nama yang umum digunakan dalam bahasa Inggeris yaitu striped
mullet, black mullet, black true mullet, bright mullet, bully mullet, callifaver
mullet, common grey mullet, common mullet, flathead grey mullet, flathead
mullet, gray mullet, haarder, hardgut mullet, mangrove mullet, mullet, river
mullet, sea mullet, dan springer.
2.1.1 Habitat dan daerah sebaran
Ikan Belanak adalah jenis ikan yang hidup di perairan pantai, sering kali
masuk di perairan laguna, muara-muara dan air tawar. Sifatnya yang selalu hidup
bergerombol di perairan pantai yang dangkal untuk mencari makan. Makanannya
berupa mikro alga, zooplankton dan material detritus. Ikan belanak
juga
memakan pasir dan lumpur. Djajadiredja dan Purnomo (1974), diacu dalam
Effendie (1984) mengemukakan bahwa jenis mugilidae yang dominan dijumpai
di perairan Indonesia adalah L. subviridis. Ikan belanak jenis ini juga banyak
dijumpai di perairan Thailan, Filipina dan Malaysia (Chan 1976).
Ikan belanak dewasa
dan muda (panjang dari 4 cm-7 cm) memiliki
toleransi pada kadar garam cukup lebar/luas (0 ppt -35 ppt). Setelah besar akan
membentuk gerombol/kelompok besar pada daerah permukaan pantai berlumpur,
berpasir dan perairan yang berhutan mangrove. Ikan belanak dalam kelompok
yang besar akan beruaya ke lepas pantai untuk bertelur. Larvanya akan bergerak
ke perairan pantai dangkal
dan bervegetasi yang kaya akan makanan serta
menghindari predator. Ikan belanak seringkali
melompat ke permukaan air
diduga karena menghindar dari pemangsa, namun kemungkinan lainnya adalah
karena ikan ini waktunya lebih banyak dihabiskan pada daerah dengan kelarutan
oksigen yang rendah.
Ikan belanak tersebar di perairan tropik dan subtropik (FAO 1974, diacu
dalam Adrim et al. 1988), ditemukan di air payau dan kadang-kadang di air
tawar. Tersebar di Indo-Pasifik dari Laut Merah sampai Samoa, ke utara menuju
Jepang.
Di kawasan Pasifik ikan belanak ditemukan di Fiji, Samoa, New
Caledonia dan Australia. Di Asia, banyak ditemukan di Indonesia, India,
Philipina, Thailan, Malaysia dan Srilangka.
2.1.2 Ontogenetik makanan ikan belanak
Pemanfaatan ekosistem mangrove sebagai habitat oleh ikan belanak sangat
erat kaitanya dengan upaya untuk mencari kondisi terbaik bagi kelangsungan
hidupnya. Pada dasarnya pemanfaaan ekosistem mangrove sebagai habitat oleh
ikan belanak biasanya disesuaikan dengan orientasi untuk mencari makan,
berpijah atau untuk berlindung dari predator. Namun demikian, ikan belanak
memanfaatkan habitat mangrove sesuai dengan tahap perkembangannya. Dapat
dikatakan bahwa keterkaitan antara perkembangan ontogenetik ikan belanak
dengan pemanfaatan ekositem mangrove sebagai habitatnya sangat erat.
Dalam pola pemanfaatan habitat, ikan yang berukuran kecil akan
membutuhkan kondisi yag lebih spesifik bila dibandingkan dengan ikan yang
sudah besar (Reichard et al. 2002). Misalnya ikan belanak yang berada pada
stadia larva maka kehadirannya di ekoistem mangrove lebih ditujukan untuk
mendapatkan perlindungan dan kecocokan makanan sesuai dengan bukaan
mulutnya. Sementara pada ikan dewasa penempatan habitat lebih ditujukan
untuk mencari makan, sehingga ekosistem mangrove yang dipilih merupakan
habitat dengan ketersediaan makanan yang melimpah.
Diketahui ikan belanak adalah suatu jenis ikan yang hidup di perairan
pantai, sering masuk di perairan muara dan air tawar. Dalam siklus hidup ikan
belanak berbagai variasi strategi telah dikembangkan dan
seringkali
menunjukkan fleksibilitas fenotipik dalam merespon pola dan proses faktorfaktor abiotik dan biotik. Strategi yang digunakan menggambarkan pola
perpindahan ikan belanak berdasarkan ruang dan waktu (misalnya migrasi
pemijahan dari daerah laut lepas menuju habitat pengasuhan di daerah pantai).
Ikan belanak saat juvenil kebiasaan makanannya berbeda dengan ikan
belanak yang dewasa. Perubahan ontogenetik dalam variasi makanan yang
terjadi berhubungan dengan habitatnya di estuari, saat juvenil ke remaja atau
dewasa meninggalkan daerah estuari yang berhubungan dengan perubahan
morfologi rahang atau gigi atau ukuran.
Ikan pemakan makro dan mikrobentik dan detritus seperti ikan belanak,
akan mengalami perubahan pada jenis makanannya selama proses pertumbuhan,
hal ini disebabkan : 1) perubahan ukuran mulut, ukuran bukaan mulut akan
berubah sejalan dengan perubahan ukuran ikan, dengan demikian ukuran yang
dapat dimakan ditentukan oleh ukuran bukaan mulut, 2) selera serta kebutuhan
ikan, dan
3) kemampuan dalam mencerna suatu material makanan.
Bertambahnya umur ikan serta makin sempurnanya organ-organ tubuh maka ikan
akan merubah makanannya sesuai dengan kebutuhan, yang berarti bahwa
kebiasaan makanan ikan akan mengalami perubahan komposisi sesuai dengan
tingkat pertumbuhannya atau kelompok ukuran, dan 4) ketersediaan makanan di
dalam perairan, ditentukan oleh kehadiran dan kelimpahan relatif dari tipe
makanan tertentu.
Blaber (1997) mengemukakan bahwa juvenil ikan belanak mengalami
perubahan ontogenetik antara ukuran
10 dan 50 mm dan setelah dewasa
makanannya tidak lagi mengalami perubahan.
Di estuari makanannya
mengalami perubahan; ukuran 10-15 mm dari pemakan zooplankton menjadi
pemakan bentik zooplankton, ukuran 10-20 mm pemakan meiobentos, ukuran
15-25 mm pemakan meiobentos pada partikel pasir dan mikrobentik. Setelah
berukuran 40 mm, makanannya tidak lagi mengalami perubahan yaitu hanya
mengkonsumsi mikrobentik namun pada saat matang gonad pada ukuran 23 cm
makanannya didominasi oleh detritus.
Ikan belanak sebagai pemakan detritus dari tanaman, cara mengambil
makanannya sangat khas. Ikan belanak yang berukuran sampai 30 mm sebagai
pemakan larva nyamuk, copepoda dan zooplankton.
Effendie (1997)
mengemukakan bahwa ikan belanak pada ukuran dewasa mengambil makanannya
atau memilih makanannya dengan tiga cara yaitu:
1. Menghisap lapisan atas permukaan air dengan menonjolkan mulutnya untuk
memakan mikro alga,
2. Sambil berenang melakukan penghisapan bagian atas permukaan lumpur, dan
3. Untuk makan butiran pasir, ikan menukikan tubuh dan kepalanya membentuk
sudut 15–20 derajat sambil menonjolkan premaxilla.
Spesialisasi kebiasaan makanan ikan tidak terlepas dari kualitas dan
kuantitas makanan yang akan dimakan serta bagaimana cara pengambilan
makanan tersebut di dalam perairan. Hal tersebut disebabkan kebiasaan atau
kesukaan ikan terhadap macam-macam makanan yang ada di perairan
berhubungan dengan morfologi fungsional dari tengkorak, rahang dan alat
pencernaan makanan suatu jenis ikan yang merupakan faktor pembatas dari
kebiasaan makan yang timbul selama masa pertumbuhan ikan.
Proses pencernaan di lambung dilakukan pada ikan ada yang kimiawi dan
ada pula pencernaan secara mekanik juga dilakukan di lambung. Pada ikan
hebivora contohnya ikan ini menggerus makanan pada lambung, lambung tersebut
sering disebut gizzard atau lambung khusus (Fujaya 2004). Ikan belanak sebagai
pemakan detritus yang banyak berasal dari serasah mangrove yang memiliki
kandungan selulosa yang tinggi dan sulit dicerna.
Pada
ikan
belanak
bagian
pylorus
dan
lambung
membesar
(menggelembung) dan menebal akibat terjadi penebalan otot melingkarnya dan
pada bagian epitelumnya sering terdapat lapisan yang mengeras seperti zat tanduk.
Untuk memudahkan pencernaan, lambung ikan belanak bermodifikasi
menjadi alat penggiling, yang disebut gizzard. Gizzard yang dindingnya tebal dan
berotot berfungsi untuk menggerus makanan. Dalam proses penggiligan makanan
dalam gizzard menggunakan pasir. Pasir dalam lambung bertindak sebagai “gigi”
untuk memotong dan menggiling makanan dengan demikian sangat membantu
pencernaan.
Affandi et al. (2009) mengemukakan bahwa pada bagian gizzard tidak
terdapat kelenjar macam apapun, sehingga gizzard benar benar berfungsi untuk
menggerus makanan (pencernaan secara fisik). Gizzard merupakan kompensasi
ketidaksempurnaan atau ketidak beradaan gigi pada rongga mulut. Gizzard ini
dianggap sebagai lambung khusus pada golongan ikan mikrofagus (makanannya
berukuran kecil).
2.2 Ekosistem Mangrove
Kata “mangrove” berkaitan sebagai tumbuhan tropis yang komunitas
tumbuhnya didaerah pasang surut dan sepanjang garis pantai (seperti : tepi pantai,
muara laguna dan tepi sungai) yang dipengaruhi oleh kondisi pasang surut air laut.
Mangrove adalah suatu komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis tumbuhan yang
membentuk komunitas tersebut di daerah pasang surut.
Snedaker (1978) mengemukakan bahwa hutan mangrove adalah kelompok
jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub tropis
yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan
bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah an-aerob. Aksornkoe (1993)
mengemukakan bahwa hutan mangrove adalah tumbuhan halofit (tumbuh
PEMASOK MAKANAN IKAN BELANAK
(Liza subviridis) DI PERAIRAN PANTAI UTARA
KONAWE SELATAN SULAWESI TENGGARA
MUHAMMAD RAMLI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan
dalam disertasi saya yang berjudul: Kontribusi Ekosistem Mangrove Sebagai
Pemasok Makanan Ikan Belanak, Liza subviridis di Perairan Pantai Utara Konawe
Selatan Sulawesi Tenggara. adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Januari 2012
Muhammad Ramli
NIM: C 561060051
ABSTRACT
MUHAMMAD RAMLI. Contribution of Mangrove Ecosystems as Food
Suppliers of Greenback mullet (Liza subviridis) on the north coast Waters
of South Konawe, Southeast Sulawesi. Supervised by DIETRIECH G BENGEN,
RICHARDUS F. KASWADJI and RIDWAN AFFANDI.
The most important ecological functions of mangrove forests are nutrient
cycles and energy flows. Mangrove litter fall in the water decomposed by
microorganisms that produce nutrients (partly in the form of particles of litter
(detritus)) are utilized by fish, shrimp and crabs as food (Bengen 2000; Bengen
and Dutton 2004).
Mangrove leaf is the largest part of litter primary production available to
consumers contributed significantly to the food chain in the coastal fishery
resources (Lee 1995; Ananda et al. 2007; Berg and McClaugherty 2008). The
amount and quality of the mangrove detritus are based on the dominant mangrove
species in the ecosystem. A kind of fish that make use of detritus in a mangrove
ecosystem as a food source (energy) is the Greenback mullet (L.subviridis) from
mugilidae family.
This study aims to determine the contribution of mangrove forests as a detritus
supplier served as food and energy sources of mullet (L. subviridis) on the north
coast of South Konawe.
The research was carried out for six months from May - October 2011 on the
north coast of South Konawe Southeast Sulawesi, covering Landipo Estuaryne
waters and Oyster Cape. Data collection of mangrove species at each stationwas
was done using Line transect plots with a size of 10 mx 10 m for tree and 5m x
5m for the pups (Bengen 2001).
Production of detritus derived from mangrove litter was carried out by inserting as
many as 10 grams of leaf litter in litter bags measuring 20 cm x 30 cm made of
nylon with a mesh size of 2 mm. Then, the bags were put into other plastic bags
with small holes in some parts so the waste products of decomposition in the bag
will not go out making calsulation easy.
The fish were collected using varying mesh size of monofilament gill nets.
Biological parameters measured were feeding habits, condition factor, hepto and
Gonado somatic index.
Macronutrients of the detritus were determined by proximate analysis. Variations
in water chemistry and physics variables were analyzed using Principal
Component Analysis (PCA). Distribution of detritus production between stations
were analyzed using Correspondent Analysis (CA) (Lagendre and Lagendre 1983;
Bengen 2000).
The results showed that the total energy generated by Rhizophora apiculata
detritus was greater than Sonneratia alba detritus. Detritus of Rhizophora
apiculata contribute better to the condition factor, Gonado and Hepato-Somatic
Index of mullet fish (Liza subviridis) than detritus of Sonneratia alba on the north
coast of South Konawe.
Key word : Mangrove ecosystem, vegetation, detritus, food, mullet.
RINGKASAN
MUHAMMAD RAMLI. Kontribusi Ekosistem Mangrove sebagai Pemasok
Makanan Ikan Belanak (Liza subviridis)di Perairan Pantai utara Konawe Selatan
Sulawesi Tenggara. Dibimbing oleh DIETRIECH G BENGEN, RICHARDUS F.
KASWADJI dan RIDWAN AFFANDI.
Fungsi ekologis terpenting dari hutan mangrove adalah dalam siklus
nutrien dan aliran energi, dimana mangrove merupakan penghasil serasah yaitu
materi organik yang telah mati yang terdapat di lantai hutan yang tersusun atas
tumbuhan mati. Serasah mangrove yang jatuh di perairan mengalami
dekomposisi oleh mikroorganisme yang menghasilkan zat hara (nutrient),
dan sebagian lagi berupa partikel serasah (detritus) yang dimanfaatkan oleh ikan,
udang dan kepiting sebagai makanannya (Bengen 2000). Detritus inilah yang
merupakan sumber makanan dan energy bagi berbagai biota perairan termasuk
berbagai juvenile, larva ikhtiofauna, krustacea serta kerang (shellfish) (Bengen
dan Dutton 2004).
Daun mangrove merupakan bagian terbesar dari produksi primer serasah
yang tersedia untuk konsumen dan memiliki kontribusi yang signifikan terhadap
rantai makanan dan sumberdaya perikanan di pesisir (Lee 1995; Ananda et al.
2007; Berg dan McClaugherty 2008)
Besarnya sumbangan detritus dari ekosistem mangrove berkaitan dengan
proses dekomposisi serasah dalam ekosistem mangrove. Melalui proses ini hara
dalam jumlah yang cukup besar dapat dihasilkan (Valk dan Attiwill 1984).
Hutan mangrove sebagai penghasil detritus yang merupakan sumber
makanan bagi organisme laut. Salah satu jenis ikan yang memanfaatkan detritus
dalam ekosistem mangrove sebagai sumber makanan (energi) adalah ikan
belanak (Liza subviridis) dari famili mugilidae. Ikan belanak secara ekologis
sangat penting dalam rantai makanan yang berperan dalam transfer energi dalam
kehidupan di perairan estuari.
Diduga, jumlah dan mutu detritus yang dihasilkan dari hutan mangrove
didasarkan pada jenis mangrove. Persentase dan total energi detritus yang
dihasilkan akan berkontribusi terhadap pertumbuhan ikan belanak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi hutan mangrove
sebagai pemasok detritus sebagai sumber makanan dan energi ikan belanak (Liza
subviridis) di pesisir utara Konawe Selatan.
Penelitian dilaksanakan selama enam bulan dari bulan Mei 2011 sampai
dengan Oktober 2011 dengan lokasi di pesisir utara Kabupaten Konawe Selatan
Sulawesi Tenggara, meliputi perairan Muara Landipo dan Tanjung Tiram.
Pengumpulan data jenis mangrove di setiap stasiun dilakukan dengan
menggunakan Transect Line Plots dengan ukuran transek 10 m x 10 m untuk
pohon dan 5m x 5m untuk anakan (Bengen 2001).
Mengumpulkan guguran serasah dalam waktu tertentu menggunakan jaring
perangkap serasah berukuran 100 cm x 100 cm dengan ukuran mata jaring 1.50
mm x 1.50 mm. Serasah yang tertampung dalam perangkap serasah dikumpulkan
setiap 15 hari selama 6 bulan. Penentuan berat kering dilakukan dengan
mengeringkan sampel ke dalam oven pada suhu 70 0C selama 4 hari atau sampai
berat sampel tersebut konstan.
Penghitungan laju dekomposisi dilakukan dengan memasukkan serasah
daun sebanyak 10 gram ke dalam kantong serasah (berukuran 20 cm x 30 cm)
Kantong-kantong tersebut diikatkan pada akar atau pangkal batang vegetasi
mangrove agar tidak hanyut atau hilang terbawa arus pasang surut. Pengambilan
sampel dan pengukuran laju dekomposisi dilakukan selang waktu 15 hari setelah
perendaman yaitu hari ke 15, hari ke 30, hari ke 45, hari ke 60 dan hari ke 75.
Serasah yang tersisa dalam kantong dibersihkan dari lumpur yang masih melekat,
selanjutnya dikeringkan lagi dalam oven pada suhu 70 oC selama 4 hari atau
sampai berat sampel konstan.
Produksi detritus yang dihasilkan dari serasah mangrove, dilakukan
dengan meletakkan atau memasukkan serasah daun sebanyak 10 gram ke dalam
kantong serasah (litter-bag) yang berukuran 20 cm x 30 cm yang terbuat dari
nilon dengan mesh 2 mm. Selanjutnya kantong-kantong tersebut dimasukkan lagi
kedalam kantong plastik yang telah diberi lubang kecil pada beberapa bagian
sehingga sisa hasil dekomposisi dalam kantong tidak akan keluar.
Untuk menentukan kondisi kualitas perairan di setiap lokasi pengamatan
digunakan cara skoring indeks kualitas lingkungan (IKL) yang dimodifikasi dari
indeks kualitas air mengacu kepada Ramakrishnaiah et al. (2009). Untuk
mengumpulkan ikan belanak di lokasi penelitian digunakan gill net atau jaring
insang monofilamen dengan ukuran mata jaring yang bervariasi. Parameter
biologi ikan yang diukur meliputi kebiasaan makan, faktor kondisi, gonado
somatik indeks dan hepto somatik indeks.
Untuk mendapatkan data mengenai makronutrien dari bahan sampel
(detritus), maka dilakukan analisis proksimat untuk menggolongkan komponen
yang ada pada detritus berdasarkan komposisi kimia dan fungsinya. Analisis
proksimat dilakukan dengan menentukan persentase komponen protein, lemak dan
karbohidrat. Nilai dari komponen tersebut, selanjutnya dikalikan dengan
equivalensi energinya (Nurjana 2010) yaitu menggunakan sistem Atwater,
dimana equivalensi energi untuk protein sebesar 5.65 kcal/gram, karbohidrat 4.2
kcal/gram, dan lemak sebesar 9.4 kcal/gram (Sediatama 1987).
Untuk menentukan variasi variabel fisika kimia perairan antar stasiun
pengamatan digunakan Analisis Komponen Utama (Principal Component
Analysis, PCA).
Untuk mengetahui sebaran produksi detritus antar stasiun
pengamatannya digunakan Analisis Faktorial Koresponden (Correspondent
Analysis, CA) (Lagendre dan Lagendre 1983; Bengen 2000).
Dari hasil penelitian ini, diketahui bahwa total energi detritus yang
dihasilkan jenis mangrove Rhizophora apiculata lebih besar dari detritus yang
dihasilkan jenis mangrove Sonneratia alba di perairan pesisir Utara Konawe
Selatan. Detritus mangrove jenis Rhizophora apiculata berkontribusi lebih baik
terhadap Faktor Kondisi, Gonado Somatik Indeks dan Hepato Somatik Indeks
ikan belanak (Liza subviridis) dibanding detritus jenis mangrove Sonneratia alba
di pesisir utara Konawe Selatan.
Kata Kunci: Ekosistem mangrove, jenis vegetasi, detritus, makanan, ikan
belanak.
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.
KONTRIBUSI EKOSISTEM MANGROVE SEBAGAI
PEMASOK MAKANAN IKAN BELANAK
(Liza subviridis) DI PERAIRAN PANTAI UTARA
KONAWE SELATAN SULAWESI TENGGARA
MUHAMMAD RAMLI
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Ilmu Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Ujian Tertutup : Senin, 07 November 2011
Penguji Luar Komisi :
1. Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.Sc.(Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB)
2. Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc. (Staf Pengajar FPIK IPB)
Ujian Terbuka : Jumat, 06 Januari 2012
Panguji Luar Komisi :
1. Prof. Dr. Ir. Dedi Soedarma, DEA. (Guru Besar FPIK IPB)
2. Dr. Ir. Toni Ruchimat, M.Sc. (Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan.
Kementerian Kelautan dan Perikanan).
Judul Disertasi
Nama
NIM
: Kontribusi
Ekosistem Mangrove
Sebagai Pemasok
Makanan Ikan BelanaK, Liza subviridis di Perairan Pantai
Utara Konawe Selatan Sulawesi Tenggara.
: Muhammad Ramli
: C 561060051
Disetujui :
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Dietriech G Bengen, DEA
Ketua
Dr. Ir. Richardus F. Kaswadji, M.Sc.
Anggota
Dr. Ir. Ridwan Affandi, DEA
Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi
Ilmu Kelautan
Dr.Ir. Neviaty P Zamani, M.Sc.
Tanggal Ujian : 6 Januari 2012
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, Msc.Agr
Tanggal Lulus :
Sesungguhnya Allah menciptakan segala sesuatu
berdasarkan kodratnya dan masing-masing ciptaan-Nya
memiliki nilai manfaat.
“Kupersembahkan Disertasi ini kepada Agamaku,
Bangsa dan Negaraku, Kedua Orang Tuaku yang telah
tiada, Isteri dan anak anakku tercinta yang telah
menjadi semangatku”
PRAKATA
Tiada kata yang terindah untuk diucapkan selain ucapan Alhamdulillah,
segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang memberikan rahmat dan
rahim-Nya sehingga penulis dapat menyelesasikan disertasi ini. Penelitian ini
berjudul “ Kontribusi Ekosistem Mangrove Sebagai Pemasok Makanan Ikan
Belanak (Liza subviridis) Di Perairan Pantai Utara Konawe Selatan Sulawesi
Tenggara”.
Dalam penyelesaian tulisan ini, berbagai pihak telah banyak membantu
dalam proses pneyelesaian tulisan ini oleh karena itu perkenankanlah penulis pada
kesempatan ini menghaturkan terimakasih yang berlimpah kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Dietriech G Bengen DEA selaku ketua komisi pembimbing yang
telah memberikan curahan ilmu, waktu dan motivasi yang luar biasa sehingga
mampu memberikan pencerahan dan pembelajaran yang sangat berarti bagi
penulis.
2. Bapak Dr. Ir. Ridwan Affandi, DEA. Selaku anggota komisi. Disela
pembimbingan, beliau memberi pencerahan tentang tauhid, kecintaan
terhadap keluarga, masyarakat, agama. Saya menemukan idealisme,
keramahtamahan, dan proses penciptaan karya yang luar biasa. masukan yang
sangat berarti selama proses penulisan disertasi ini.
3. Dr. Ir. Richardus Kaswadji, M.Sc., selaku anggota komisi yang telah
memberikan bimbingan, masukan, semangat dan arahan dan motivasi selama
penyusunan disertasi ini.
Tetap mampu mengambangkan idealisme
keilmuannya selama proses pembimbingan.
4.
Bapak Rektor Universitas Haluoleo, Dekan Fakultas Pertanian dan Dekan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Doktor
(S3) pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
5.
Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana dan Ketua
Program Studi Ilmu Kelautan yang telah memberi kesempatan penulis untuk
mengikuti kuliah pada Sekolah Pascasarjana IPB.
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelutan Institut Pertanian Bogor beserta
stafnya yang telah menyediakan sarana pendidikan (kuliah, praktikum, dan
rapat-rapat komisi) dalam rangka pnyelesaian studi ini.
6.
7. Ibu Dr.Ir. Neviaty Zamani, M.Sc. sebagai Ketua Program Studi Ilmu Kelautan
beserta staf yang banyakmembantu penulis dalam hal administrasi akademik
selama menempuh studi.
8. Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara yang telah memberikan bantuan
penelitian dalam penyelesaian disertasi ini.
9. Program Mitra Bahari – Coremap II yang telah memberikan bantuan beasiswa
penulisan disertasi
10. Rekan-rekan mahasiswa IKL (Bintang Marhaeni, Miswar Budi Mulya, Suryo,
Herlisman dan Ngadiran) atas dukungan, semangat dan kebersamaannya.
11. Project Management Unit, The Development and UpGrading of Haluoleo
University Project Islamic Development Bank (IDB) Loan IND-105 & IND106. Yang telah membiayai studi program Doktor (S3) saya selama 2.5 tahun.
12. Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara yang telah memberikan bantuan
penelitian dalam penyelesaian disertasi ini.
13. Program Mitra Bahari – Coremap II yang telah memberikan bantuan beasiswa
penulisan disertasi. Terimakasih kepada bapak Ir Abdul Hamid, M.Si. selaku
ketua Regional centre Mitra Bahari Sulawesi Tenggara.
14. Kepala Laboratorium Perikanan dan Ilmu Kelautan dan Kepala laboratorium
FMIPA Universitas Haluoleo yang telah memberikan fasilitas dan membantu
analisis sampel air, detritus dan ikan selama penelitian.
15. Dr. Ir. Andi Irwan Nur, MES, Drs. Amirullah, M.Si, Drs. Parakasi, M.Si. Ir.
La Anadi, M.Si. Taswin Munier, S.Pi. MES, La Ode Afa, SP. M.Si. Bahtiar,
S.Pi. M.Si. Asmadin, S.Pi. M.Si. Akhmad Mansur, SP. M.Si. Terima kasih
atas kebersamaan, kedekatan dan gurauan yang hangat, memberikan support,
doa dan semangat yang tiada henti.
16. Kakanda saya (Zainal Abidin sekeluarga), adinda Thamrin, Fachri adil,
Nurida, Muh Jufri, Nurhayati dan Nurlia sekeluarga. Terima kasih atas
bantuan materi dan doanya.
17. Ayahanda (Facharuddin Tahaq) dan Ibunda tercinta dan tersayang (Sitti
Yalia), yang selalu menasehati penulis saat masih kecil “Pendidikan adalah
harta warisan yang tidak akan pernah dicuri orang” ketika penulis kadang
bolos dari sekolah. Insipirasi ibundalah yang senantiasa hadir dalam benak
dan pikiran saya selama menempuh pendidikan sejak dari S1 hingga S3.
18. Pencapaian ini secara khusus saya dedikasikan buat Isteri tercinta, Suprihaty
Prawaty Nengtias serta anak anakku tersayang, Nuralam Pradana, Nuralim
Pratama, Muhammad Iqbal dan Nur Rahma Aulia yang senantiasa
memberikan doa, dorongan semangat, materi dan cinta kasih yang merupakan
sumber energy tiada henti.
19. Semua pihak yang telah memberikan dukungandan bantuan dengan caranya
masing-masing.
Semoga semua bantuan dan doa yang telah disampaikan untuk kesuksesan ini
mendapatkan ganjaran berlipat dari Allah SWT.. Amiien Ya Rabb...
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi perbaikan
tulisan ini.
Bogor,
Januari 2012
Muhammad Ramli
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Selayar pada tanggal 10 Maret 1962 sebagai anak
ketiga dari pasangan Facharuddin dan Sitti Yalia. Pendidikan sarjana ditempuh di
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan UNSRAT
Manado, lulus pada tahun 1986. Pada Tahun 1995, penulis diterima di Program
Studi Ilmu Kelautan pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB)
dan menamatkannya pada tahun 1997. Kesempatan untuk melanjutkan ke
program doktor pada program studi dan pada perguruan tinggi yang sama
diperoleh pada tahun 2006. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari
Islamic Development Bank.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Haluoleo Kendari sejak tahun 1992. Bidang
penelitian yang menjadi tanggung jawab peneliti ialah kontribusi
ekosistem mangrove sebagai pemasok makanan untuk ikan belanak (Liza
subviridis).
Selama mengikuti program S3, penulis telah menerbitkan 2 buah
artikel telah diterbitkan dengan judul Kontribusi ekosistem mangrove
sebagai pemasok energi makanan ikan belanak (Liza subviridis) di
perairan pantai Utara Konawe Selatan Sulawesi Tenggara. Pada jurnal
OMNI Akuatika Volume X No. 12 Mei 2011. Artikel lain berjudul
Sumberdaya detritus dari hutan mangrove sebagai makanan potensial ikan
belanak (Liza subviridis) di pantai Utara Konawe Selatan Sulawesi
Tenggara. Pada jurnal AGRIPLUS Volume 21 Nomor 02 Mei 2011. Karya
karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xiv
DAFTAR GAMBAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . .
xv
DAFTAR LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xvi
1 PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1
1.1 Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1.2 Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1.3 Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1.4 Manfaat Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1.5 Hipotesis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1.6 Kebaharuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1
2
5
5
5
5
2 TINJAUAN PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
2.1 Ikan Belanak . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.1.1 Habitat dan Daerah Sebaran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.1.2 Ontogenetik Makanan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.2 Ekosistem Mangrove . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.2.1 Jenis dan Penyebaran Mangrove .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.2.2 Manfaat dan Fungsi Hutan Mangrove . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.2.3 Produktivitas dan Serasah Mangrove . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.2.4 Proses Dekomposisi Serasah Mangrove . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.2.5 Rantai Makanan Detritus . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.2.6 Komunitas Iktiofuna di ekosistem mangrove .. . . . . . . . . . . . . .
7
7
9
9
12
14
15
18
23
24
26
3 BAHAN DAN METODE . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
29
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.2 Alat dan Bahan . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.3 Komunitas Mangrove . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.3.1 Analisis Kerapatan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.3.2 Pengukuran Produksi Serasah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.3.3 Pengukuran Laju Dekomposisi Serasah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.3.4 Pengukuran detritus . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.4 Kualitas Air dan Sedimen . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.5 Pengumpulan Data Ikan Belanak . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.6 Aspek Pertumbuhan . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . … . . . . . .
3.6.1 Pola Pertumbuhan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.6.2 Faktor Kondisi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.7 Kebiasaan Makanan Ikan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.8 Gonado Somatik Indeks . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.9 Hepato Somatik Indeks . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
3.10 Uji Proksimat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
3.11 Analisis Data . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
29
29
31
31
31
33
34
34
35
36
36
36
38
39
39
39
40
Analisis Kualitas Perairan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Kerapatan Vegetasi Mangrove . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Produksi Serasah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Laju Dekomposisi Serasah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Kelimpahan Fitoplankton . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Analisis Proksimat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Analisis Karakteristik Lingkungan Perairan . . . . . . . . . . . . . . . . .
Analisis Sebaran Produksi Detritus . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
40
42
42
43
43
43
45
45
4 HASIL. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.1 Pengukuran Dan Analisis Vegetasi Mangrove . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.1.1 Struktur Vegetasi Mangrove . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . .
4.1.2 Laju Dekomposisi Serasah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.2 Produksi Detritus, Nutrient Dan Fitoplankton . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.3 Kualitas Air dan Sedimen . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.4 Kelimpahan Fitoplankton . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.5 Aspek Biologi Dan Pertumbuhan Ikan Belanak . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.5.1 Indeks Isi Lambung . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.5.2 Indeks Bagian Terbesar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.5.3 Energi Detritus dan Non Detritus . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.5.4 Pola Pertumbuhan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.5.5 Faktor Kondisi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.5.6 Gonado Somatic Indeks. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.5.7 Hepato Somatic Indeks . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
47
5 PEMBAHASAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
5.1 Struktur Vegetasi Mangrove. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
5.2 Produksi dan Kontribusi Serasah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
5.3 Laju Dekomposisi Serasah dan Produksi Detritus . . . . . . . . . . . . . . .
5.4 Produksi Detritus, Kandungan Nutrient dan Fitoplankton . . . . . . . . .
5.5 Karakteristik Fisika Kimia Perairan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
5.6 Analisis Kualitas Lingkungan Perairan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
5.6.1 Indeks Kualitas Lingkungan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
5.6.2 Sebaran Spasial Karakteristik Lingkungan Perairan . . . . . . . . . .
5.6.3 Produksi Detritus Berdasarkan Karakteristik Lingkungan . . . .
5.7 Produksi Detritus Di Pesisir Utara Konawe Selatan . . . . . . . . . . . .
5.8 Aspek Biologi dan Pertumbuhan Ikan Belanak . . . . . . . . . . . . .
5.8.1 Indeks Isi Lambung . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
5.8.2 Indeks Bagian Terbesar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
5.8.3 Pola Pertumbuhan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . … .. . . . . . .
5.8.4 Kontribusi Detritus Terhadap FK dan GSI . . . . . . . . . . . . . . . .
5.8.5 Kontribusi Energi Isi Lambung Terhadap HSI . . . . . . . . . . . . .
57
6 KESIMPULAN. . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
77
DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ….. . . . .
79
LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ….. . . . . . . . . . . .
87
3.11.1
3.11.2
3.11.3
3.11.4
3.11.5
3.11.6
3.11.7
3.11.8
47
47
48
48
50
50
51
51
52
52
53
53
55
55
57
57
60
62
64
67
67
67
69
70
71
71
72
73
74
75
DAFTAR TABEL
Halaman
1
Parameter fisika-kimia dan biologi yang diukur . . . . . . . . . . . . .. . .. . .
29
2
Klasifikasi Indeks Kualitas Lingkungan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
42
3
Kerapatan jenis INP dan produksi serasah di lokasi penelitian. . . . . . . . .
47
4
Kelimpahan fitoplankton di lokasi penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
50
5
Nilai pola pertumbuhan (nilai b) setiap bulan pengamatan . . . . . . . . . . .
53
6
Kandungan energi detritus dan non detritus . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
53
7
Rata rata factor kondisi ikan belanak setiap bulan pengamatan . . . . . . . .
54
8
Rata rata nilai gonado somatik indeks . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . … .. . .
55
9
Rata rata nilai Hepato somatik indeks . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . … .. . .
55
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Kerangka Pemikiran Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4
2
Ikan Belanak, Liza subviridis. . . . . … . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . .
7
3
Rantai pangan berdasarkan pada daun-daun mangrove yang jatuh ke
dalam perairan muara di Florida Selatan (Odum, 1971). . . . . . . . . . . . . . .
22
Lokasi penelitian, pantai utara kabupaten Konawe Selatan Sulawesi
Tenggara . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . .
30
5
Stasiun pengambilan sampel lokasi tanjung Tiram . . . . . . . . . . . . . . . . ..
32
6
Stasiun pengambilan sampel di sekitar muara Landipo . . . . . . . . . . . . . . .
32
7
Tipe perangkap serasah yang akan digunakan, dengan ukuran
1 meter x 1meter. . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4
33
35
8
Tipe jaring insang (gill net) yang digunakan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
9
Alur penelitian dari masalah hingga luaran yang diharapkan . . . . . . . . . . .
46
10
Dekomposisi serasah mangrove di lokasi penelitian. . ….. . . . . . . . . . . . .
48
11
Produksi detritus Rhizophora apiculata,kandungan nitrat dan fosfat
dan kelimpahan fitoplankton . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 49
12
Produksi detritus sonneratia alba, kandungan nitrat dan fosfat
dan kelimpahan fitoplankton . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
49
13
Indeks isi lambung ikan belanak . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
51
14
Persentase detritus dan non detritus dalam isi lambung . . . . . . . . . . . . .
52
15
Persentase detritus dan non detritus terhadap FK dan GSI
di Muara Landipo . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. .
54
16
Persentase detritus dan non detritus terhadap FK dan GSI
di Tanjung Tiram . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . 54
17
Grafik Analisis Komponen Utama karakteristik lingkungan perairan . . . . . . . . . ..
68
18
Grafik Analisis Koresponden antara variabel . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . .
69
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Indeks nilai penting jenis mangrove . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. .
89
2
Kondisi hutan mangrove Muara Landipo . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
90
3
Kondisi hutan mangrove Tanjung Tiram . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
91
4
produksi serasah mangrove . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
92
5
Laju dekomposisi serasah di lokasi penelitian . . . . . . . . . . . . . . . ..
94
6
Hasil pengukuran kulitas air dan sedimen .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
95
7
Kelimpahan fitoplankton . . . . . . . . … . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
96
8
Rata rata nilai Faktor Kondisi dan jumlah ikan sampel. . . .. . . . . . .
9
Data distribusi panjang ikan yang tertangkap di lokasi penelitian...
97
98
10
Komposisi makanan ikan belanak di lokasi penelitian . ... . . . . .
99
11
100
12
Nilai rata rata variabel lingkungan perairan pada Analisis
Komponen Utama . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . .
Indeks kualitas lingkungan (IKL) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
13
Hasil AnalisisKomponen Utama. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
102
14
Hasil Analisis Faktorial Koresponden . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
105
15
Karakteristik ikan belanak Muara Landipo . . . . . . . . . . . . . . . . . .
106
16
Karakteristik ikan belanak Tanjung Tiram .. . . . . . . . . . . . . . . . . .
107
101
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Alongi et al. (1993) dan Alongi (1996) mengemukakan bahwa ekosistem
mangrove merupakan daerah hutan pantai yang produktif, asosiasi rantai makan dan
siklus nutriennya berhubungan erat dengan perairan pantai sekitarnya. Hutan ini dapat
dianggap sebagai penghubung antara eksosistem darat dan ekosistem laut (Holmer
dan Annemarie 2002).
Fungsi ekologis terpenting dari hutan mangrove adalah dalam siklus nutrien
dan aliran energi, dimana mangrove merupakan penghasil serasah yaitu materi
organik yang telah mati yang terdapat di lantai hutan yang tersusun atas tumbuhan
mati. Daun mangrove yang gugur sebagai serasah memegang peran penting dan
merupakan sumber nutrisi sebagai awal rantai makanan.
Pada ekosistem
mangrove, rantai makanan yang terjadi adalah rantai makanan detritus.
Daun mangrove merupakan bagian terbesar dari produksi primer serasah
yang tersedia untuk konsumen dan memiliki kontribusi yang signifikan terhadap
rantai makanan dan sumberdaya perikanan di pesisir (Lee 1995; Ananda et al.
2007; Berg dan McClaugherty 2008). Parameter fisika-kimia air dan substrat di
ekosistem mangrove juga mempengaruhi pengaturan hara secara umum (Clough
et al. 1983; Boto dan Wellington 1984).
Serasah mangrove yang jatuh di perairan didekomposisi oleh
mikroorganisme dan selanjutnya akan melepaskan zat hara (nutrient), dan
sebagian lagi tersisa berupa partikel serasah atau detritus. Detritus inilah yang
dimanfaatkan oleh berbagai juvenile ikan, udang dan kepiting serta kerang
sebagai sumber makanan dan energi (Bengen 2000; Bengen dan Dutton 2004).
Sumber utama detritus diperoleh dari guguran daun mangrove yang jatuh ke
perairan kemudian mengalami penguraian dan berubah menjadi partikel kecil
yang dilakukan oleh mikroorganisme seperti bakteri dan jamur. Hancuran bahan
organik (detritus) ini menjadi bahan makanan penting (nutrien) bagi cacing,
crustaceae, moluska dan hewan lainnya. Detritus berfungsi sebagai sumber nutrisi
dan merupakan dasar dari jaring makanan yang luas untuk organisme perairan
yang memiliki nilai komersil.
Laegdsgaard dan Johnson (2001) mengemukakan bahwa ada tiga dugaan
utama yang menyebabkan ekosistem mangrove dijadikan sebagai habitat, yaitu : (1)
ikan tertarik karena keragaman struktur ekosistem mangrove, (2) sedikitnya jumlah
predator karena kompleksitas struktur ekosistemnya tinggi (seperti kerapatan
vegetasi), dan (3) ketersediaan makanan di ekosistem mangrove lebih banyak
dibandingkan ekosistem lainnya.
Wada (1999) mengemukakan bahwa sekitar 90 % jenis ikan laut daerah
tropis menghabiskan masa hidupnya paling tidak satu fase dalam daur hidupnya
di daerah pesisir berhutan. Ikan muda sering menempati ekosistem mangrove
sebagai habitat (Lugendo et al. 2006). Di Florida, hutan mangrove mampu
menghasilkan bahan organik 90%, dari partikel organik yang ada di dalam air
dan berasal dari pohon-pohon mangrove, 35-60 % bersumber dari guguran
daun (Brown 1984). Hasil dari produksi serasah di mangrove berperan sebagai
bahan makanan bagi makrobentos dan menyokong rantai makanan di hutan
mangrove yang terdiri dari ikan, krustasea, dan invertebrata serta penghasil unsur
hara bagi perairan sekitarnya.
Hutan mangrove sebagai penghasil detritus yang merupakan sumber
makanan bagi organisme laut. Besarnya sumbangan detritus dari ekosistem
mangrove berkaitan dengan proses dekomposisi serasah dalam ekosistem
mangrove. Melalui proses ini hara dalam jumlah yang cukup besar dapat
dihasilkan (Valk dan Attiwill 1984). Salah satu jenis ikan yang memanfaatkan
detritus dalam ekosistem mangrove sebagai sumber makanan (energi) adalah ikan
belanak (Liza subviridis) dari famili mugilidae. Ikan belanak memakan detritus
dan mikro algae, selain itu juga mengambil atau menelan butiran pasir dalam
sedimen yang berfungsi untuk membantu menggiling makanan di dalam lambung.
Ikan belanak secara ekologis sangat penting dalam rantai makanan yang
berperan dalam transfer energi dalam kehidupan di perairan estuari. Diduga,
jumlah dan mutu detritus yang dihasilkan dari hutan mangrove didasarkan pada
jenis mangrove. Jumlah dan mutu detritus yang dihasilkan akan berkontribusi
terhadap pertumbuhan ikan belanak.
1.2 Rumusan Masalah
Dari hasil penelusuran literatur, banyak dijumpai penelitian terkait
ekosistem
mangrove terhadap keanekaragaman dan struktur komunitas ikan
(Chong et al. 1990; Sesakumar et al. 1992; Laegdsgaard dan Johnson 2001;
Kawaroe et al. 2001; Bengen dan Dutton 2004).
Ekosistem mangrove sebagai daerah untuk mencari makan, dan
keterkaitan kondisi hutan bakau dengan hasil tangkapan ikan dan udang (Lugendo
et al. 2006). Kebiasan makan ikan belanak di ekositem mangrove (Chan dan
Chua 1979, Prapaporn et al.1998, dan Lin et al. 2007).
Pada penelitian ini akan dilakukan kajian ilmiah untuk mengetahui
kontribusi jenis mangrove sebagai penghasil detritus yang merupakan makanan
dan sumber energi
ikan belanak (Liza subviridis).
Kontribusi ekosistem
mangrove didasarkan pada jenis mangrove dominan dan kondisi lingkungan
perairan di pesisir utara Konawe Selatan. Kerangka pikir penelitian, disajikan
pada Gambar 1.
Dari pernyataan diatas dan latar belakang penelitian
maka dirumuskan
permasalahan dengan memunculkan beberapa pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
(1)
Berapa banyak detritus yang dihasilkan oleh jenis mangrove di pesisir
utara Kabupaten Konawe Selatan,
(2)
Berapa persen porsi detritus yang dimanfaatkan ikan belanak sebagai
sumber makanannya di pesisir utara Kabupaten Konawe Selatan, dan
(3)
Seberapa besar pengaruh detritus sebagai sumber makanan terhadap
pertumbuhan ikan belanak di pesisir utara Kabupaten Konawe Selatan.
Struktur Mangrove
Karakteristik
Lingkungan Perairan
Kerapatan (jenis)
Indeks Nilai Penting
Indeks Kualitas
Lingkungan (IKL)
Produksi Serasah
Analisis Komponen
Utama
Analisis Faktorial
Koresponden
Kandungan
Makronutrien
Produksi Detritus
Rantai Pangan Detritus
Ikan Belanak
(Liza subviridis)
Parameter Output :
Faktor Kondisi,
GSI dan HSI
Parameter Input :
Komposisi jenis makanan
Detritus Non Detritus
(% dan Kcal)
Gambar 1 Skema kerangka penelitian kontribusi mangrove sebagai
pemasok makanan ikan belanak (Liza subviridis,
Valenciennes, 1836).
1.3 Tujuan Penelitian
(1)
Menganalisis kualitas detritus yang dimanfaatkan ikan belanak berdasarkan
jenis mangrove yang dominan, dan
(2)
Mengevaluasi kontribusi detritus sebagai sumber makanan, berdasarkan
aspek pertumbuhan ikan belanak (Liza subviridis) di ekosistem mangrove
pesisir utara Konawe Selatan.
1.4 Manfaat Penelitian
Dapat digunakan sebagai landasan pengelolaan dan konservasi yang terkait
dengan fungsi biologis dan ekologis hutan mangrove sebagai pemasok detritus
(sumber materi dan energi) untuk ikan
pemakan detritus serta menunjang
perikanan pantai secara umum.
1.5 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang berkaitan dengan
pemanfaatan ekosistem mangrove sebagai tempat mencari makan ikan belanak,
maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini:
1.
Kualitas detritus yang dihasilkan dari suatu jenis mangrove dipengaruhi
karakteristik lingkungan perairan, dan
2.
Aspek pertumbuhan ikan belanak akan dipengaruhi oleh kualitas detritus
yang dikonsumsi.
1.6 Kebaharuan Penelitian (Novelty Penelitian)
Detritus Rhizophora apiculata berkontribusi secara signifikan sebagai
makanan dan sumber energi pada aspek pertumbuhan ikan belanak (Liza
subviridis) dibandingkan detritus Sonneratia alba di pesisir utara Kabupaten
Konawe Selatan Sulawesi Tenggara.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Belanak (Liza subviridis)
Kingdom Animalia
Filum Chordata
Class Actinopterygii
Order Mugiliformes
Family Mugilidae
Genus Liza
Spesies subviridis (Valenciennes 1836).
Ikan belanak L. subviridis yang biasa dikenal dengan nama Greenback
mullet, dicirikan dengan tubuh bagian atas berwarna putih kehijauan dan
cenderung abu-abu, sisi samping perutnya berwarna putih keperakan dengan
sirip dada yang relatif pendek dan sirip ekornya berbentuk huruf 'V' besar, kepala
bagian atas agak rata, bibir tipis serta lembut (Gambar 2).
Gambar 2 Ikan belanak, Liza subviridis (Valenciennes 1836).
Ikan belanak, L. subviridis dari famili mugilidae penyebarannya luas dan
mampu bertoleransi pada kondisi yang ekstrim terhadap salinitas, suhu dan juga
dapat menyesuaikan terhadap keadaan makanan di berbagi macam habitat,
tersebar di estuari dan perairan pantai tropik dan subtropik. Famili ini
diperkirakan mempunyai 64 spesies (Tomson 1964, diacu dalam Effendie 1984).
Di Indonesia terdapat 21 spesies (Weber dan de Beaufort 1922, diacu dalam
Effendie 1984).
Ikan belanak adalah sejenis ikan yang banyak dijumpai di perairan laut
tropik dan subtropik yang bentuknya hampir menyerupai bandeng. Secara umum
bentuknya memanjang agak langsing dan gepeng. Sirip punggung terdiri dari satu
jari-jari keras dan delapan jari-jari lemah. Sirip dubur berwarna putih kotor terdiri
dari satu jari-jari keras dan sembilan jari-jari lemah. Bibir bagian atas lebih tebal
daripada bagian bawahnya ini berguna untuk mencari makan di dasar/organisme
yang terbenam dalam lumpur (Kriswantoro dan Sunyoto 1986). Ciri lain dari ikan
belanak yaitu mempunyai gigi yang amat kecil, tetapi kadang-kadang pada
beberapa spesies tidak ditemukan sama sekali.
Ikan belanak secara ekologis sangat penting dalam rantai makanan yang
berperan dalam transfer energi dalam kehidupan di perairan estuari. Ikan belanak
setiap hari mengkonsumsi sisa tanaman yang mati, detritus, sedimen berpasir,
memakan epifit dan epifauna dari padang lamun juga mencernakan buih
permukaan berisi microalgae. Jumlah kandungan pasir dan detritus dalam isi perut
meningkat dengan meningkatnya ukuran panjang tubuhnya, menunjukkan lebih
banyak makanan dicernakkan dari dasar substrat ketika ikan menjadi dewasa.
Carl Linnaeus, seorang naturalis berkebangsaan Swedia, mula-mula
menggambarkan ikan belanak (mullet) yang berbelang sebagai Mugil cephalus
dalam tahun 1758. Disebut Mugil berasal dari bahasa Latin "mugil" artinya seekor
ikan, mungkin ikan mullet. Beberapa nama sinonim yang mengacu pada Liza
subviridis antara lain : Chelon subviridis, Ceramensis liza, Liza ceramensis, Liza
dussumieri, Liza melinopterus, Liza parmatus, Liza parsia, Mugil alcocki, Mugil
dussumieri, Mugil javanicus, Mugil jerdoni, Mugil melinopterus, Mugil stevensi,
Mugil subviridis, Mugil sundanensis, Mugil tadopsis.
Beberapa nama yang umum digunakan dalam bahasa Inggeris yaitu striped
mullet, black mullet, black true mullet, bright mullet, bully mullet, callifaver
mullet, common grey mullet, common mullet, flathead grey mullet, flathead
mullet, gray mullet, haarder, hardgut mullet, mangrove mullet, mullet, river
mullet, sea mullet, dan springer.
2.1.1 Habitat dan daerah sebaran
Ikan Belanak adalah jenis ikan yang hidup di perairan pantai, sering kali
masuk di perairan laguna, muara-muara dan air tawar. Sifatnya yang selalu hidup
bergerombol di perairan pantai yang dangkal untuk mencari makan. Makanannya
berupa mikro alga, zooplankton dan material detritus. Ikan belanak
juga
memakan pasir dan lumpur. Djajadiredja dan Purnomo (1974), diacu dalam
Effendie (1984) mengemukakan bahwa jenis mugilidae yang dominan dijumpai
di perairan Indonesia adalah L. subviridis. Ikan belanak jenis ini juga banyak
dijumpai di perairan Thailan, Filipina dan Malaysia (Chan 1976).
Ikan belanak dewasa
dan muda (panjang dari 4 cm-7 cm) memiliki
toleransi pada kadar garam cukup lebar/luas (0 ppt -35 ppt). Setelah besar akan
membentuk gerombol/kelompok besar pada daerah permukaan pantai berlumpur,
berpasir dan perairan yang berhutan mangrove. Ikan belanak dalam kelompok
yang besar akan beruaya ke lepas pantai untuk bertelur. Larvanya akan bergerak
ke perairan pantai dangkal
dan bervegetasi yang kaya akan makanan serta
menghindari predator. Ikan belanak seringkali
melompat ke permukaan air
diduga karena menghindar dari pemangsa, namun kemungkinan lainnya adalah
karena ikan ini waktunya lebih banyak dihabiskan pada daerah dengan kelarutan
oksigen yang rendah.
Ikan belanak tersebar di perairan tropik dan subtropik (FAO 1974, diacu
dalam Adrim et al. 1988), ditemukan di air payau dan kadang-kadang di air
tawar. Tersebar di Indo-Pasifik dari Laut Merah sampai Samoa, ke utara menuju
Jepang.
Di kawasan Pasifik ikan belanak ditemukan di Fiji, Samoa, New
Caledonia dan Australia. Di Asia, banyak ditemukan di Indonesia, India,
Philipina, Thailan, Malaysia dan Srilangka.
2.1.2 Ontogenetik makanan ikan belanak
Pemanfaatan ekosistem mangrove sebagai habitat oleh ikan belanak sangat
erat kaitanya dengan upaya untuk mencari kondisi terbaik bagi kelangsungan
hidupnya. Pada dasarnya pemanfaaan ekosistem mangrove sebagai habitat oleh
ikan belanak biasanya disesuaikan dengan orientasi untuk mencari makan,
berpijah atau untuk berlindung dari predator. Namun demikian, ikan belanak
memanfaatkan habitat mangrove sesuai dengan tahap perkembangannya. Dapat
dikatakan bahwa keterkaitan antara perkembangan ontogenetik ikan belanak
dengan pemanfaatan ekositem mangrove sebagai habitatnya sangat erat.
Dalam pola pemanfaatan habitat, ikan yang berukuran kecil akan
membutuhkan kondisi yag lebih spesifik bila dibandingkan dengan ikan yang
sudah besar (Reichard et al. 2002). Misalnya ikan belanak yang berada pada
stadia larva maka kehadirannya di ekoistem mangrove lebih ditujukan untuk
mendapatkan perlindungan dan kecocokan makanan sesuai dengan bukaan
mulutnya. Sementara pada ikan dewasa penempatan habitat lebih ditujukan
untuk mencari makan, sehingga ekosistem mangrove yang dipilih merupakan
habitat dengan ketersediaan makanan yang melimpah.
Diketahui ikan belanak adalah suatu jenis ikan yang hidup di perairan
pantai, sering masuk di perairan muara dan air tawar. Dalam siklus hidup ikan
belanak berbagai variasi strategi telah dikembangkan dan
seringkali
menunjukkan fleksibilitas fenotipik dalam merespon pola dan proses faktorfaktor abiotik dan biotik. Strategi yang digunakan menggambarkan pola
perpindahan ikan belanak berdasarkan ruang dan waktu (misalnya migrasi
pemijahan dari daerah laut lepas menuju habitat pengasuhan di daerah pantai).
Ikan belanak saat juvenil kebiasaan makanannya berbeda dengan ikan
belanak yang dewasa. Perubahan ontogenetik dalam variasi makanan yang
terjadi berhubungan dengan habitatnya di estuari, saat juvenil ke remaja atau
dewasa meninggalkan daerah estuari yang berhubungan dengan perubahan
morfologi rahang atau gigi atau ukuran.
Ikan pemakan makro dan mikrobentik dan detritus seperti ikan belanak,
akan mengalami perubahan pada jenis makanannya selama proses pertumbuhan,
hal ini disebabkan : 1) perubahan ukuran mulut, ukuran bukaan mulut akan
berubah sejalan dengan perubahan ukuran ikan, dengan demikian ukuran yang
dapat dimakan ditentukan oleh ukuran bukaan mulut, 2) selera serta kebutuhan
ikan, dan
3) kemampuan dalam mencerna suatu material makanan.
Bertambahnya umur ikan serta makin sempurnanya organ-organ tubuh maka ikan
akan merubah makanannya sesuai dengan kebutuhan, yang berarti bahwa
kebiasaan makanan ikan akan mengalami perubahan komposisi sesuai dengan
tingkat pertumbuhannya atau kelompok ukuran, dan 4) ketersediaan makanan di
dalam perairan, ditentukan oleh kehadiran dan kelimpahan relatif dari tipe
makanan tertentu.
Blaber (1997) mengemukakan bahwa juvenil ikan belanak mengalami
perubahan ontogenetik antara ukuran
10 dan 50 mm dan setelah dewasa
makanannya tidak lagi mengalami perubahan.
Di estuari makanannya
mengalami perubahan; ukuran 10-15 mm dari pemakan zooplankton menjadi
pemakan bentik zooplankton, ukuran 10-20 mm pemakan meiobentos, ukuran
15-25 mm pemakan meiobentos pada partikel pasir dan mikrobentik. Setelah
berukuran 40 mm, makanannya tidak lagi mengalami perubahan yaitu hanya
mengkonsumsi mikrobentik namun pada saat matang gonad pada ukuran 23 cm
makanannya didominasi oleh detritus.
Ikan belanak sebagai pemakan detritus dari tanaman, cara mengambil
makanannya sangat khas. Ikan belanak yang berukuran sampai 30 mm sebagai
pemakan larva nyamuk, copepoda dan zooplankton.
Effendie (1997)
mengemukakan bahwa ikan belanak pada ukuran dewasa mengambil makanannya
atau memilih makanannya dengan tiga cara yaitu:
1. Menghisap lapisan atas permukaan air dengan menonjolkan mulutnya untuk
memakan mikro alga,
2. Sambil berenang melakukan penghisapan bagian atas permukaan lumpur, dan
3. Untuk makan butiran pasir, ikan menukikan tubuh dan kepalanya membentuk
sudut 15–20 derajat sambil menonjolkan premaxilla.
Spesialisasi kebiasaan makanan ikan tidak terlepas dari kualitas dan
kuantitas makanan yang akan dimakan serta bagaimana cara pengambilan
makanan tersebut di dalam perairan. Hal tersebut disebabkan kebiasaan atau
kesukaan ikan terhadap macam-macam makanan yang ada di perairan
berhubungan dengan morfologi fungsional dari tengkorak, rahang dan alat
pencernaan makanan suatu jenis ikan yang merupakan faktor pembatas dari
kebiasaan makan yang timbul selama masa pertumbuhan ikan.
Proses pencernaan di lambung dilakukan pada ikan ada yang kimiawi dan
ada pula pencernaan secara mekanik juga dilakukan di lambung. Pada ikan
hebivora contohnya ikan ini menggerus makanan pada lambung, lambung tersebut
sering disebut gizzard atau lambung khusus (Fujaya 2004). Ikan belanak sebagai
pemakan detritus yang banyak berasal dari serasah mangrove yang memiliki
kandungan selulosa yang tinggi dan sulit dicerna.
Pada
ikan
belanak
bagian
pylorus
dan
lambung
membesar
(menggelembung) dan menebal akibat terjadi penebalan otot melingkarnya dan
pada bagian epitelumnya sering terdapat lapisan yang mengeras seperti zat tanduk.
Untuk memudahkan pencernaan, lambung ikan belanak bermodifikasi
menjadi alat penggiling, yang disebut gizzard. Gizzard yang dindingnya tebal dan
berotot berfungsi untuk menggerus makanan. Dalam proses penggiligan makanan
dalam gizzard menggunakan pasir. Pasir dalam lambung bertindak sebagai “gigi”
untuk memotong dan menggiling makanan dengan demikian sangat membantu
pencernaan.
Affandi et al. (2009) mengemukakan bahwa pada bagian gizzard tidak
terdapat kelenjar macam apapun, sehingga gizzard benar benar berfungsi untuk
menggerus makanan (pencernaan secara fisik). Gizzard merupakan kompensasi
ketidaksempurnaan atau ketidak beradaan gigi pada rongga mulut. Gizzard ini
dianggap sebagai lambung khusus pada golongan ikan mikrofagus (makanannya
berukuran kecil).
2.2 Ekosistem Mangrove
Kata “mangrove” berkaitan sebagai tumbuhan tropis yang komunitas
tumbuhnya didaerah pasang surut dan sepanjang garis pantai (seperti : tepi pantai,
muara laguna dan tepi sungai) yang dipengaruhi oleh kondisi pasang surut air laut.
Mangrove adalah suatu komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis tumbuhan yang
membentuk komunitas tersebut di daerah pasang surut.
Snedaker (1978) mengemukakan bahwa hutan mangrove adalah kelompok
jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub tropis
yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan
bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah an-aerob. Aksornkoe (1993)
mengemukakan bahwa hutan mangrove adalah tumbuhan halofit (tumbuh