Biologi Reproduksi ikan belanak Chelon subviridis (Valenciennes 1836) di Perairan Karangsong, Indramayu

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN BELANAK Chelon
subviridis (Valenciennes 1836) DI PERAIRAN KARANGSONG,
INDRAMAYU

SRI RATNANINGSIH

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Biologi Reproduksi
Ikan Belanak Chelon subviridis (Valenciennes 1836) di Perairan Karangsong,
Indramayu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Sri Ratnaningsih
NIM C24090049

ABSTRAK
SRI RATNANINGSIH. Biologi Reproduksi Ikan Belanak Chelon subviridis
(Valenciennes 1836) di Perairan Karangsong, Indramayu. Dibimbing oleh
SULISTIONO dan MUKHLIS KAMAL.
Ikan belanak (Chelon subviridis) termasuk dalam famili Mugilidae. Ikan
belanak yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan banyak ditangkap di Perairan
Karangsong. Informasi C. subviridis di lokasi ini masih sedikit sehingga
diperlukan kajian reproduksi untuk pengelolaan lebih lanjut. Melalui penelitian
ini, diketahui pola reproduksi C. subviridis di Perairan Karangsong. Penelitian
dilakukan pada bulan Desember 2012-Mei 2013. Jumlah total ikan yang diambil
selama penelitian adalah 336 ekor. Hasil menunjukkan bahwa rasio ikan belanak
jantan dan betina tidak seimbang yaitu 1:2,03 dengan uji Chi-square. Faktor
kondisi C. subviridis berkisar antara 0,6881-0,8377 %. Ikan belanak betina lebih
cepat mengalami matang gonad dibandingkan dengan ikan jantan dengan ukuran

pertama kali matang gonad sebesar 114 mm (ikan jantan) dan 102 mm (ikan
betina). Puncak musim pemijahan C. subviridis di Perairan Karangsong diduga
terjadi pada bulan Februari. Potensi reproduksi C. subviridis cukup besar yaitu
sebesar 9.691-173.335 butir telur. Diameter telur C. subviridis berkisar antara
0,18-0,75 mm dengan modus penyebaran dua puncak dengan tipe pemijahan
secara parsial (parsial spawner).
Kata kunci: Karangsong, Chelon subviridis, Reproduksi.

ABSTRACT
SRI RATNANINGSIH. Reproductive Biology of Greenback mullet Chelon
subviridis (Valenciennes 1836) in Karangsong water, Indramayu SULISTIONO
and MUKHLIS KAMAL.
Greenback mullet (Chelon suviridis) belong to family of Mugilidae.
Greenback mullet have a high economic value in Karangsong water. Information
of C. subviridis in this location is limited, whice is necessary to study on
reproduction for its management. Through this study, reproduction pattern of C.
subviridis in Karangsong water are determined. The study was conducted from
December 2012 to May 2013. Total number of fishes that taken during the study
was 336 individuals. The results showed that the sex ratio between males and
females is 1:2,03 with Chi-square test. Condition factors ranged from 0,6881 to

0,8377 %. Greenback mullet males mature more rapidly that females with mature
gonad of 114 mm for male and 102 mm for female. Peak spawning season of C.
subviridis in the waters of Karangsong. Greenback mullet is thought to occur in
early February. Reproductive potential of C. subviridis is quite large in the
amount of 9.691 to 173.335 eggs. Eggs diameter of C. subviridis ranged from 0,18
to 0,75 mm with the mode of spread of two types of spawning peaks with partial
(partial spawner).
Keywords: Karangsong, Chelon subviridis, Reproduction.

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN BELANAK Chelon
subviridis (Valenciennes 1836) DI PERAIRAN KARANGSONG,
INDRAMAYU

SRI RATNANINGSIH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan


DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Biologi Reproduksi ikan belanak Chelon subviridis (Valenciennes
1836) di Perairan Karangsong, Indramayu
Nama
: Sri Ratnaningsih
NIM
: C24090049

Disetujui oleh

Dr Ir Sulistiono, MSc
Pembimbing I

Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc
Pembimbing II


Diketahui oleh

Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skri psi: Biologi Reproduksi ikan belanak Chelan subviridis (Valenciennes
1836) di Perairan Karangsong, Indramayu
Sri Ratnaningsih
Nama
C24090049
NIM

Disetujui oleh

Dr Ir Sulistiono, MSc
Pembimbing I


Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc
Pembimbing II

.Ketua Departemen

セ]M

Tanggal Lulus:
/

0 2 0 92 0 1 3

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan judul
Biologi Reproduksi Ikan Belanak Chelon subviridis (Valenciennes 1836) di
Perairan Karangsong, Indramayu.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama

kepada:
1. Dr. Ir. Sulistiono, M. Sc. selaku pembimbing I dan Dr. Ir. M. Mukhlis
Kamal, M.Sc. selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan
bimbingan, masukan, dan saran selama pelaksanaan penelitian dan
penyusunan skripsi.
2. Institut Pertanian Bogor dan seluruh staf Tata Usaha dan civitas MSP.
Penanggung jawab labolatorium BIMA 1 Pak Ruslan, Bang Aris yang
membantu selama penelitian.
3. Warga desa Karangsong sebagai lokasi penelitian. Nelayan Karangsong
Pak Toyib.
4. Keluarga tercinta: Bunda, Ayah, aa Roni, aa Taqin, aa Engkos, teh reni, teh
wie, wiwid, Iqra.
5. Teman seperjuangan: Selvia, Nola, Alin, Cutra, Mei, Deasy, Cutra, Devi,
Allsay, Fatkur, Panji, Rahmat, Ginna, Dwi, Ika, Tyas, Novita, Gilang,
Rodearni, Dudi, Ai, Yolanda, Mega, Ratih, Janty, Niken, Fitri, Nurul,
Yulia, Dian, Atim, Anggi, Fauzia AW, Eka, Dewi, Yucha, Arinta, Julpah,
Viska, Ananda, Nisa, Santika, Nursi, Fauzia F, Ajeng, Dede, Rio, Piepiel,
Adam, Fajar, Syarif, Asyanto, Aziz, Putri, Dirga, Made, Kusnanto,
Miftahussalam atas segala doa, kasih sayang, dan bantuanya.
Demikian skripsi ini disusun. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Agustus 2013
Sri Ratnaningsih

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ viii
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang..................................................................................................... 1
Perumusan Masalah ............................................................................................. 1
Tujuan Penelitian ................................................................................................. 2
Manfaat Penelitian ............................................................................................... 2
METODE ................................................................................................................ 2
Lokasi Penelitian ................................................................................................. 2
Metode Kerja ....................................................................................................... 3
Pengumpulan data ............................................................................................... 3
Prosedur Analisis Data ........................................................................................ 4
Analisis Statistik .................................................................................................. 6

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 6
Hasil..................................................................................................................... 6
Pembahasan ....................................................................................................... 11
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 15
Simpulan ............................................................................................................ 15
Saran .................................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 16
RIWAYAT HIDUP............................................................................................... 26

DAFTAR TABEL

1
2

Penentuan TKG secara morfologi (Effendie 1979) ........................................... 3
Rasio kelamin ikan belanak betina dan jantan................................................... 6

DAFTAR GAMBAR
1


2
3
4
5
6
7

Peta lokasi daerah penangkapan ikan belanak ................................................... 2
Nilai tengah faktor kondisi ikan belanak (C. subviridis) betina dan jantan
berdasarkan waktu pengamatan ......................................................................... 7
Tingkat kematangan gonad ikan belanak (C. subviridis) jantan (A) dan
betina (B) berdasarkan selang kelas panjang (mm) ........................................... 7
Tingkat kematangan gonad ikan belanak (C. subviridis) jantan (A) dan
betina (B) berdasarkan waktu pengamatan ........................................................ 8
Indeks kematangan gonad ikan belanak (C. subviridis) jantan dan betina
berdasarkan waktu pengamatan ......................................................................... 9
Hubungan antara fekunditas dengan panjang (A) dan jantan bobot (B)
ikan belanak (C. subviridis) ............................................................................... 9
Diameter telur ikan belanak (C. subviridis) betina TKG 4.............................. 10


DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

8
9

Alat-alat yang digunakan selama penelitian .................................................... 18
Bahan-bahan yang digunakan selama penelitian ............................................. 20
Uji Chi-square terhadap rasio kelamin betina dan jantan pada ikan
belanak (C. subviridis)..................................................................................... 20
Faktor kondisi ikan belanak (C. subviridis) selama pengambilan contoh ....... 21
Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad ikan belanak (C.
subviridis) dengan menggunakan metode Spearman-Karber .......................... 21
Indeks kematangan gonad ikan belanak (C. subviridis) .................................. 22
Nilai fekunditas ikan belanak (C.subviridis) ................................................... 23
Selang kelas diameter telur ikan belanak (C. subviridis) TKG 3 .................... 23
Selang kelas diameter telur ikan belanak (C. subviridis) TKG 4 .................... 23

22

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan belanak banyak tersebar di Indonesia habitatnya di sungai, estuaria dan
perairan pantai seperti di perairan Karangsong Indramayu. Ikan belanak (Chelon
subviridis) memiliki ekonomis penting dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Ikan
belanak dipasarkan dalam bentuk segar atau beku, dikukus, dikeringkan-asin, keringasap, difermentasi atau dibuat menjadi pempek ikan dan pakan. Pemanfaatan
sumberdaya ikan belanak masih mengandalkan dari peangkapan saja. Tingginya tingkat
pemanfaatan dan peluang pengelolaan, menuntut upaya pengelolaan yang baik,
terutama dimasa mendatang. Pengelolaan yang baik adalah pengelolaan yang
didasarkan pada indikator yang tepat seperti data biologi, ekologi dan sosial ekonomi
masyarakat. Salah satu indikator biologi yang harus dijadikan pertimbangan adalah
aspek biologi reproduksi meliputi rasio kelamin, faktor kondisi, ukuran pertama kali
matang gonad, musim pemijahan, potensi reproduksi dan tipe pemijahan dari ikan
belanak. Informasi tentang aspek reproduksi ikan belanak yang berasal dari perairan
Karangsong belum banyak dikaji meskipun banyak penelitian lain terkait reproduksi
ikan belanak di berbagai tempat diantaranya penelitian Sulistiono (2001) di Ujung
Pangkah, Raharjo (2006) di Mayangan, Balik et al. (2011) di Laguna Beymelek, AbouSeedo dan Dadzie (1998) di Perairan Kuwaiti Teluk Arab, Albieri (2010) di Teluk
Brazil. Padahal informasi ini sangat diperlukan dalam pengelolaan agar keberlanjutan
ikan ini dimasa mendatang dapat terwujud. Berdasarkan pertimbangan dan pemikiran
tersebut diperlukan kajian yang mendalam tentang aspek reproduksi ikan belanak di
Perairan Karangsong, Indramayu, Jawa barat.

Perumusan Masalah
Sampai saat ini informasi mengenai studi biologi ikan belanak (C. subviridis) di
Perairan Karangsong, Indramayu masih terbatas. Ikan belanak yang memiliki nilai
ekonomis penting dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena memiliki nilai gizi
yang besar dan merupakan alternatif penting untuk sumber makanan lain. Semakin
tinggi permintaan pasar terhadap ikan belanak, maka akan menyebabkan intensitas
penangkapan ikan belanak cenderung tidak terkendali. Upaya penangkapan ikan
belanak yang terus meningkat juga akan menyebabkan ikan yang tertangkap berukuran
kecil dan yang belum mengalamai matang gonad yang pada akhirnya akan menurunkan
jumlah hasil tangkapan. Hal ini dapat diduga bahwa ikan belanak telah mengalami
eksploitasi.
Untuk mencegah penurunan populasi akibat penangkapan diperlukan satu
informasi tentang sumberdaya perikanan ikan belanak yang menunjang ke arah
pelestarian dan pengembangannya, salah satunya adalah aspek biologi reproduksi. agar
pemanfaatan sumberdaya ikan belanak dapat dikelola secara berkelanjutan.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menelaah biologi reproduksi ikan belanak (C.
subviridis) meliputi rasio kelamin, faktor kondisi, ukuran pertama kali matang gonad,
musim pemijahan, potensi reproduksi dan tipe pemijahan ikan belanak. Hasil penelitian
ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi mengenai biologi reproduksi ikan
belanak (C. subviridis) yang tertangkap di Perairan Karangsong, Indamayu sehingga
hasil penelitian ini juga dapat menjadi salah satu pertimbangan untuk menetapkan
strategi pengelolaan yang efektif.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai aspek reproduksi
ikan belanak (C. subviridis) sebagai dasar pertimbangan dalam pengelolaan ikan
belanak di Perairan Karangsong, Indramayu agar berkelanjutan serta dalam upaya
mengurangi dampak overfishing dan potensi reproduksi. Selain itu juga sebagai bahan
masukan dalam penetapan kebijakan bagi dinas setempat dalam pengelolaan perikanan,
sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

METODE
Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012-Mei 2013 dengan waktu
pengambilan contoh setiap satu bulan sekali. Lokasi pengambilan ikan contoh yaitu di
Perairan Karangsong, Indramayu (Gambar 1). Analisis contoh dilakukan di
Laboratorium Biomakro 1 bagian Ekobiologi dan Konservasi Perairan, Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.

Gambar 1 Peta lokasi daerah penangkapan ikan belanak
Sumber : Google Earth 2013

3
Metode Kerja
Pengambilan ikan contoh di lapangan
Ikan belanak (C. subviridis) ditangkap dengan menggunakan alat tangkap jaring
insang (gillnet) yang dinamakan jaring belanak dengan dua lapis jaring. Ukuran mata
jaring (mesh size) 1.5 inchi. Semua ikan yang tertangkap dimasukkan ke dalam kantong
cool box. Selanjutnya ikan contoh dibawa ke laboratorium Ekobiologi dan Konservasi
Sumber Daya Perairan Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor untuk dianalisis lebih lanjut.
Pengumpulan data
Tingkat Kematangan Gonad (TKG)
Jenis kelamin diduga berdasarkan pengamatan gonad ikan contoh. Kemudian
penentuan TKG menggunakan klasifikasi kematangan gonad yang telah ditentukan.
TKG ditentukan secara morfologi dengan berdasarkan bentuk, warna, ukuran, bobot
gonad, serta perkembangan isi gonad. Penentuan tingkat kematangan gonad ikan
belanak ditentukan secara morfologi menggunakan klasifikasi dari modifikasi Cassie
pada Tabel 1. Data yang dibutuhkan dalam tingkat kematangan gonad adalah ukuran
gonad dan bentuk morfologi gonad.
Tabel 1 Penentuan TKG secara morfologi (Effendie 1979)
TKG
I

II

III

IV

V

Betina
Ovari seperti benang, panjangnya sampai
ke
depan
rongga
tubuh,
serta
permukaannya licin
Ukuran ovari lebih besar. Warna ovari
kekuning-kuningan, dan telur belum
terlihat jelas

Jantan
Testes seperti benang,warna
jernih, dan ujungnya terlihat di
rongga tubuh
Ukuran testes lebih
pewarnaan seperti susu

besar

Permukaan
testes
tampak
Ovari berwarna kuning dan secara
bergerigi, warna makin putih dan
morfologi telur mulai terlihat
ukuran makin besar
Ovari makin besar, telur berwarna
Dalam keadaan diawet mudah
kuning, mudah dipisahkan. Butir minyak
putus, testes semakin pejal
tidak tampak, mengisi 1/2-2/3 rongga
perut
Testes bagian belakang kempis
Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur
dan dibagian dekat pelepasan
sisa terdapat didekat pelepasan
masih berisi

Indeks Kematangan Gonad (IKG)
IKG ditentukan dengan menghitung perbandingan dari bobot gonad dengan bobot
tubuh dalam persen. Perhitungan IKG membutuhkan data bobot tubuh dan bobot gonad
ikan yang ditimbang menggunakan timbangan digital yang dipisah antara jantan dan
betina.

4
Fekunditas
Fekunditas hanya dihitung pada ikan betina yang memiliki TKG III dan IV
dengan menggunakan metode gabungan (gravimetrik dan volumetrik). Ovarium
dikeluarkan kemudian diawetkan dengan formalin 4%. Ovarium ditimbang
menggunakan timbangan digital dan kemudian dibagi menjadi beberapa bagian yaitu
anterior, tengah, dan posterior. Beberapa bagian ovarium tersebut ditimbang sebagai
bobot gonad contoh dan diencerkan ke dalam 10 ml aquades. Kemudian jumlah telur
dihitung dalam 1 cc. Sehingga data yang dibutuhkan adalah bobot gonad total, volume
pengenceran, bobot gonad contoh, dan jumlah telur contoh dalam 1 cc.
Diameter Telur
Diameter telur ditentukan dari ikan betina yang memiliki TKG III dan IV, yaitu
dengan mengamati diameter dari telur yang diamati fekunditasnya. Diameter telur
diukur sebanyak 30 butir dari dimasing-masing bagian anterior, tengah, dan posterior
dengan menggunakan mikroskop yang telah dilengkapi dengan mikrometer. Sehingga
data yang dibutuhkan adalah ukuran diameter telur ikan (mm).
Prosedur Analisis Data
Rasio kelamin
SR (Sex ratio) adalah perbandingan dari jantan dan betina dalam suatu populasi.
Nilai dari rasio yang berdasarkan kelamin ini diamati karena adanya perbedaan tingkah
laku pemijahan berdasarkan kelamin, kondisi lingkungan, dan penangkapan. Rasio
jantan betina ini dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Effendie 2002):

RK adalah rasio kelamin (jantan atau betina), A adalah jumlah jenis ikan tertentu (jantan
atau betina), dan B adalah jumlah total individu ikan yang ada (ekor). Hubungan antara
jantan dan betina dalam suatu populasi dapat diketahui dengan melakukan analisis rasio
kelamin ikan menggunakan uji Chi-square (X2) (Steel dan torrie 1993 in Susanto 2006):

Χ2 adalah nilai bagi peubah acak yang sebaran penarikan contohnya menghampiri
sebaran khi kuadrat (Chi-square), oi adalah jumlah frekuensi ikan jantan dan betina
yang teramati, dan ei adalah jumlah frekuensi harapan dari ikan jantan dan betina.
Faktor kondisi
Faktor kondisi (K) juga digunakan dalam mempelajari perkembangan gonad ikan
jantan maupun betina yang belum dan sudah matang gonad yang dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (Effendie 2002):

5
K adalah faktor kondisi, W adalah bobot tubuh ikan contoh (gram), L adalah panjang
total ikan contoh (mm), a adalah konstanta, dan b adalah intercept. Menurut Effendie
(1979), nilai K yang berkisar antara 2-4 menunjukkan bahwa badan ikan tersebut
berbentuk agak pipih. Sedangkan nilai K yang berkisar antara 1-3 menunjukkan bahwa
badan ikan tersebut berbentuk kurang pipih.
Ukuran pertama kali matang gonad
Metode yang digunakan untuk menduga ukuran rata-rata ikan belanak yang
pertama kali matang gonad adalah metode Spearman-Karber (Udupa 1986 in Musbir et
al. 2006):







m adalah log panjang ikan pada kematangan gonad pertama, xk adalah log nilai tengah
kelas panjang yang terakhir ikan telah matang gonad, x adalah log pertambahan panjang
pada nilai tengah, pi adalah proporsi ikan matang gonad pada kelas panjang ke-i dengan
jumlah ikan pada selang panjang ke-i, ni adalah jumlah ikan pada kelas panjang ke-i, qi
adalah 1 – pi, dan M adalah panjang ikan pertama kali matang gonad sebesar antilog m.
Indeks kematangan gonad
IKG adalah perbandingan antara bobot gonad terhadap tubuh ikan. Peningkatan
IKG akan seiring dengan peningkatan tigkat kematangan gonad ikan tersebut dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (Effendie 2002):

IKG adalah indeks kematangan gonad, BG adalah bobot gonad (gram), dan BT adalah
bobot tubuh (gram).
Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada saat ikan
memijah. Fekunditas dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Effendie
2002):

F adalah fekunditas (butir), G adalah bobot gonad total (gram), V adalah volume
pengenceran (ml), X adalah jumlah telur yang ada dalam 1 ml, dan Q adalah bobot telur
contoh (gram).

6
Analisis Statistik
Analisis statistik yang digunakan adalah untuk melihat hubungan antara variabel
panjang dengan fekunditas dan hubungan panjang dengan tingkat kematangan gonad
(TKG) dengan menggunakan metode Regresi Linier Sederhana (RLS).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Rasio kelamin
Rasio kelamin merupakan perbandingan antara jumlah ikan jantan dengan jumlah
ikan betina dalam suatu populasi. Rasio kelamin penting diketahui karena berpengaruh
terhadap kestabilan populasi ikan. Penentuan jenis kelamin betina dan jantan dilakukan
dengan mengamati bentuk dan warna gonad ikan. Hasil pengamatan disajikan pada
tabel dibawah ini.
Tabel 2 Rasio kelamin ikan belanak betina dan jantan

Waktu
Desember 2012
Januari 2013
Februari
Maret
April
Mei
Total

N
73
80
38
49
46
50
336

Rasio Jenis
Kelamin (%)
betina

jantan

48
54
21
40
30
32
225

25
26
17
9
16
18
111

uji
x hitung

x tabel
Chi-square

11.0854
7.3609
7.4667
16.2714
8.0794
4.4698
54.7335

2.7764
2.7764
2.7764
2.7764
2.7764
2.7764
16.6587

Tidak seimbang
Tidak seimbang
Tidak seimbang
Tidak seimbang
Tidak seimbang
Tidak seimbang
Tidak seimbang

Berdasarkan Tabel 2 diperoleh 336 ekor ikan belanak selama penelitian, 111 ekor
jantan dan 225 ekor berjenis kelamin betina. Rasio kelamin secara keseluruhan adalah
1:2,03 atau 33% jantan dan 67% betina. Disimpulkan jenis kelamin ikan belanak betina
yang tertangkap lebih banyak dibandingkan dengan jantan, dan tangkapan terbesar
terdapat pada bulan Januari. Melalui uji Chi-square berdasarkan waktu pengamatan
hasil rasio kelamin ikan betina dan jantan adalah tidak seimbang. Begitupun uji Chisquare berdasarkan tingkat kematangan gonad (Lampiran 3) diperoleh rasio kelamin
betina dan jantan adalah tidak seimbang.
Faktor kondisi
Faktor kondisi menurut Lagler (1961) in Effendie (1979) merupakan suatu
keadaan yang menyatakan kemontokan ikan atau disebut juga dengan ponderal indeks.
Dibawah ini akan disajikan grafik faktor kondisi ikan belanak betina dan jantan
berdasarkan bulan pengamatan.

7

Faktor Kondisi

1.1

0.8
JANTAN
BETINA

0.5

0.2
D

J

F

M

A

M

Waktu Pengamatan

Gambar 2 Nilai tengah faktor kondisi ikan belanak (C. subviridis) betina dan jantan
berdasarkan waktu pengamatan
Berdasarkan Gambar 2 dilihat bahwa nilai faktor kondisi ikan belanak betina dan
jantan mengalami fluktuasi selama waktu pengamatan. Nilai faktor kondisi ikan belanak
betina lebih tinggi dibandingkan dengan jantan dari kisaran 0,6881-0,8377. Faktor
kondisi ikan belanak jantan berdasarkan waktu pengamatan yaitu pada bulan Maret
2012 sebesar 0.72. Sedangkan faktor kondisi ikan belanak betina berdasarkan waktu
pengamatan yaitu pada bulan Februari 2013 sebesar 0.83.

100%
80%
60%
40%
20%
0%

TKG 1
TKG 2
TKG 3
198-209

186-197

174-185

162-173

150-161

138-149

126-137

114-125

102-113

90-101

TKG 4
90-101
102-113
114-125
126-137
138-149
150-161
162-173
174-185
186-197
198-209

Frekuensi Relatif (%)

Ukuran pertama kali matang gonad
Ukuran pertama kali matang gonad merupakan salah satu faktor penting dalam
siklus reproduksi ikan. Dibawah ini akan disajikan grafik ukuran pertama kali matang
gonad ikan belanak betina dan jantan berdasarkan selang kelas panjang (mm).
A
B

TKG 5

Selang Kelas (mm)

Gambar 3 Tingkat kematangan gonad ikan belanak (C. subviridis) jantan (A) dan betina
(B) berdasarkan selang kelas panjang (mm)
Pada Gambar 3 tingkat kematangan gonad pada berdasarkan selang kelas panjang
(mm) pada TKG 3 dan TKG 4 dapat menentukan ukuran pertama kali matang gonad
ikan belanak (C. subviridis) yaitu pada jantan berada pada selang kelas 114 mm sampai
dengan 125 mm dan pada ikan belanak betina berada pada selang kelas 102 sampai
dengan 113 mm. Hal ini menunjukan ikan belanak betina lebih cepat matang gonad
dibandingkan dengan jantan. Begitupun dengan hasil perhitungan dengan menggunakan

8
metode Spearman-Karber (Lampiran 5), ukuran pertama kali ikan belanak (C.
subviridis) matang gonad adalah ikan betina 206 mm (kisaran 90-221 mm) dan ikan
jantan 207 mm (kisaran 90-221 mm). Hal ini menunjukkan bahwa ikan belanak betina
lebih cepat mengalami matang gonad dibandingkan dengan ikan jantan.
Tingkat kematangan gonad (TKG)
Tingkat kematangan gonad (TKG) adalah tahap tertentu perkembangan gonad
sebelum atau sesudah ikan memijah (Effendi 1979). Tingkat kematangan gonad
diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan-ikan yang akan melakukan reproduksi
dan yang tidak melakukan reproduksi (Effendie 2002). Penentuan tingkat kematangan
gonad dilakukan dengan pengamatan morfologi dilakukan di laboratorium. Dasar yang
dipakai untuk menentukan TKG dengan morfologi adalah bentuk, ukuran panjang,
berat, warna, dan perkembangan isi gonad yang dapat dilihat. Dibawah ini disajikan
gambar grafik TKG ikan belanak betina dan jantan.
A

B

Frekunsi Relatif (%)

100%
TKG 1

80%

TKG 2

60%

TKG 3

40%

TKG 4
20%
TKG 5
0%
D

J

F

M

A

M

D

J

F

M

A

M

Waktu Pengamatan

Gambar 4 Tingkat kematangan gonad ikan belanak (C. subviridis) jantan (A) dan betina
(B) berdasarkan waktu pengamatan
Berdasarkan Gambar 4 bahwa ikan belanak (C. subviridis) jantan dan betina yang
terdapat pada tiap selang kelas panjang beragam. Ikan yang masih TKG I dan II
termasuk ikan yang sedang mengalami pertumbuhan dan belum mencapai matang
gonad. Berdasarkan waktu pengamatan ikan belanak TKG III dan IV paling banyak
terdapat pada bulan Februari. Dengan adanya ikan belanak TKG III dan IV dapat
menjadi indikator bahwa ada ikan yang memijah di Perairan Karangsong. Sehingga
dapat di duga musim pemijahan terdapat pada bulan Februari.
Indeks kematangan gonad (IKG)
Indeks kematangan gonad (IKG) adalah angka (dalam persen) yang menunjukkan
perbandingan antara berat gonad dengan berat tubuh. Penentuan IKG dengan
melakukan pengukuran bobot gonad dan bobot tubuh termasuk gonad. Hasil
perhitungan disajikan pada Gambar grafik dibawah ini.

9

IKG

A 14

B

12
10
8
6
4
2
0
D

J

F

M

A

M

D

J

F

M

A

M

Waktu Pengamatan

Gambar 5 Indeks kematangan gonad ikan belanak (C. subviridis) jantan (A) dan betina
(B) berdasarkan waktu pengamatan
Berdasarkan Gambar 5 bahwa nilai indeks kematangan gonad (IKG) ikan belanak
jantan dan betina befluktuasi setiap bulannya. IKG pada ikan jantan lebih kecil daripada
ikan betina, pada ikan jantan IKG berkisar antara 0,4-1,1 % sedangkan pada ikan betina
berkisar antara 2,8-6,7 %. Nilai IKG terbesar terdapat pada bulan Februari (jantan 1,1
betina 6,7).
Fekunditas
Fekunditas merupakan jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada waktu ikan
memijah (Effendie 2002). Dari analisis dan perhitungan didapatkan hasil nilai
fekunditas ikan belanak betina TKG III dan IV yaitu berkisar 9.691-173.335 butir.
Dibawah ini ditampilkan hubungan antara fekunditas dengan panjang dan bobot ikan
belanak.
A
B

Fekunditas

200000
y = 270.7x1.102
R² = 0.071
N = 82

150000

y = 13402x0.441
R² = 0.104
N = 82

100000
50000
0
0

50

100

150

200

0

Panjang (mm)

100

200

Bobot (gram)
Waktu Pengamatan

Gambar 6 Hubungan antara fekunditas dengan panjang (A) dan jantan bobot (B) ikan
belanak (C. subviridis)
Berdasarkan Gambar 6 grafik hubungan panjang dengan fekunditas ikan belanak
betina dengan jumlah contoh 82 ekor tidak terlihat korelasi antara fekunditas dengan
panjang dan korelasi antara fekunditas dengan bobot. Persamaan panjang F =
270,7L1,102 dengan nilai koefisien determinasi (R²) sebesar 0,071. Sedangkan untuk
persamaan hubungan bobot dengan fekunditas yaitu F= 13420L0,441 dengan nilai

10
koefisien determinasi (R²) sebesar 0,104. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 7,1% dari
keragaman nilai fekunditas ikan belanak yang dapat dijelaskan oleh panjang total dan
hanya 10,4% dari keragaman nilai fekunditas yang dapat dijelaskan oleh bobot tubuh.
Diameter telur
Diameter telur dapat diukur dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi
dengan mikrometer okuler yang sudah ditera dengan mikrometer objektif terlebih
dahulu (Sulistiono et al. 2001a). Berikut ini disajikan gambar diagram hasil pengukuran
diameter telur ikan belanak.
A
1200
1000
800
600
400

Frekuensi

200
0
.

B
1200
1000
800
600
400
200
0

Selang Kelas (mm)

Gambar 7 Diameter telur ikan belanak (C. subviridis) betina TKG 3 (A) dan TKG 4 (B)
Berdasarkan Gambar 7 bahwa ikan belanak betina pada TKG 3 dan TKG 4 berada
pada kisaran kelas 0,18-0,74 mm. Pada TKG 3 memiliki dua modus diameter telur
dengan puncaknya pada kisaran 0,26-0,30 mm dan 0,38-0.43 mm. Begitupun pada TKG
4 memiliki dua modus diameter telur dengan puncaknya pada kisaran 0,34-0,38 dan
0,46-0,51 mm. Hal tersebut menunjukkan bahwa ikan belanak (C. subviridis)
mempunyai tipe pemijahan partial spawner. Sehingga ikan belanak mengeluarkan telur
sedikit demi sedikit selama dua kali musim pemijahan.

11
Pembahasan
Ikan belanak (C. subviridis) diperoleh selama penelitian sebanyak 336 ekor, 111
ekor jantan dan 225 ekor berjenis kelamin betina. Rasio kelamin secara keseluruhan
adalah 1:2,03 atau 33% jantan dan 67% betina. Disimpulkan jenis kelamin ikan belanak
betina yang tertangkap lebih banyak dibandingkan dengan jantan, dan tangkapan
terbesar terdapat pada bulan Januari. Sama halnya dengan penelitian Balik et al. (2011)
di Laguna Beymelek, Turki bahwa rasio kelamin ikan belanak (L. saliens) sebesar 1:2,7.
Hal ini juga dihasilkan pada penelitian Sulistiono et al. (2001b) ikan belanak (M.
dussumieri) jantan dan betina dalam keadaan tidak seimbang dengan rasio kelamin
adalah 1:1,6 atau 39% jantan dan 61% betina. Hal ini diduga karena ikan betina kurang
aktif dalam air dibandingkan dengan ikan jantan pada tingkat kematangan gonad yang
sama, sehingga peluang tertangkapnya dengan jaring insang (gill net) lebih besar.
Raharjo (2006) menyatakan bahwa rasio kelamin di daerah tropis seperti Indonesia
bersifat variatif dan menyimpang dari 1:1.
Berdasarkan uji Chi-square berdasarkan waktu pengamatan didapatkan hasil
bahwa rasio kelamin antara ikan belanak betina dan jantan pada populasi tersebut tidak
seimbang. Begitupun uji Chi-square berdasarkan tingkat kematangan gonad (Lampiran
3) diperoleh rasio kelamin betina dan jantan adalah tidak seimbang. Menurut Effendie
(1979), perbedaan jumlah ikan jantan dan betina yang tertangkap berkaitan dengan pola
tingkah laku ruaya ikan, baik untuk memijah maupun mencari makan, serta perbedaan
laju mortalitas dan pertumbuhan (Yustina dan Arnentis 2002), adanya perbedaan pola
pertumbuhan, perbedaan umur pertama kali matang gonad dan bertambahnya jenis ikan
baru pada suatu populasi ikan yang sudah ada (Nikolsky 1963).
Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad (Lm) merupakan salah satu cara
untuk mengetahui perkembangan populasi ikan dalam suatu perairan. Grafik tingkat
kematangan gonad berdasarkan selang kelas panjang (mm) pada TKG 3 dan TKG 4
dapat menentukan ukuran pertama kali matang gonad ikan belanak (C. subviridis) yaitu
pada jantan berada pada selang kelas 114 mm sampai dengan 125 mm dan pada ikan
belanak betina berada pada selang kelas 102 sampai dengan 113 mm (Gambar 3). Hal
ini menunjukan ikan belanak betina lebih cepat matang gonad dibandingkan dengan
jantan. Sama halnya dengan hasil perhitungan dengan menggunakan metode SpearmanKarber (Lampiran 5), ukuran pertama kali ikan belanak (C. subviridis) matang gonad
adalah ikan jantan 207 mm (kisaran 90-221 mm) dan ikan betina 206 mm (kisaran 90221 mm). Pada penelitian Abou-Seedo dan Dadzie (1998) di Perairan Kuwaiti Teluk
Arab tercatat bahwa ukuran matang gonad ikan belanak (L. klunzingeri) jantan lebih
cepat dibandingkan betina dengan panjang ikan 13,1-17,0 cm dengan rata-rata 15,1 ±
1,3 cm pada jantan dan 14,1-18,0 cm dengan rata-rata 15,6 ± 1,6 cm pada betina.
Dihubungkan dengan panjang rata-rata ikan yang tertangkap selama penelitian (135
mm) ternyata berada pada kisaran Lm tersebut. Menurut Sulistiono et al. (2001b)
menyatakan bahwa perbedaan ukuran pertama kali matang gonad pada ikan jantan dan
betina dapat disebabkan oleh parameter pertumbuhan yang berbeda-beda sehingga
dalam suatu kelas umur dapat saja terjadi perbedaan saat pertama kali matang gonad
antara jantan dan betina.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran pertama kali ikan matang gonad adalah
faktor internal dan eksternal. Faktor internal berupa perbedaan spesies, umur, ukuran,
dan sifat-sifat fisiologis. Sedangkan faktor eksternal berupa makanan, kondisi
lingkungan (suhu dan arus), dan adanya individu yang berlainan jenis kelamin (Lagler

12
1962 in Warjono 1990). Setiap spesies ikan pada waktu pertama kali matang gonad
memiliki ukuran yang tidak sama walaupun ikan tersebut adalah satu spesies. Hal ini
disebabkan oleh adanya perbedaan kondisi ekologis perairan yang menyebabkan ikanikan muda yang berasal dari telur yang menetas pada waktu bersamaan akan mencapai
tingkat kematangan gonad pada ukuran yang berlainan (Blay dan Egeson in Pellokila
2009). Ukuran pertama kali ikan matang gonad juga dipengaruhi oleh kelimpahan,
ketersediaan makanan, suhu, periode, arus, ukuran, dan sifat fisiologis ikan itu sendiri
(Nikolsky 1963). Selain itu menurut Jennings et al. (2001) tingginya intensitas
penangkapan mengakibatkan ikan-ikan yang belum matang gonad akan matang gonad
lebih awal daripada seharusnya.
Penentuan faktor kondisi dilakukan untuk mendeteksi perubahan yang terjadi
secara mendadak pada suatu perairan yang dapat mempengaruhi kondisi ikan. Menurut
Effendie (1979) faktor kondisi menunjukan keadaan ikan dilihat dari segi kapasitas fisik
untuk bertahan hidup dan bereproduksi. Faktor kondisi berfluktuasi disetiap bulan
pengamatan. Nilai yang diperoleh untuk faktor kondisi ikan belanak jantan dan betina
mengalami fluktuasi selama waktu pengamatan. Nilai faktor kondisi ikan belanak betina
lebih tinggi dibandingkan dengan jantan dari kisaran 0,6861-0,8377. Faktor kondisi ikan
belanak jantan tertinggi berdasarkan waktu pengamatan pada bulan Maret sebesar
0,7247. Sedangkan faktor kondisi ikan belanak betina berdasarkan waktu pengamatan
pada bulan Februari 0,8377. Sama halnya dengan penelitian Baginda (2006) di Perairan
Ujung Pangkah faktor kondisi ikan tembang jantan kisaran antara (0,8926-0,9794) dan
ikan betina antara (0,9083-1,0116). Faktor kondisi tertinggi terjadi untuk ikan tembang
jantan pada bulan juni (0,9794) dan untuk ikan tembang betina pada bulan April 1,0116.
Hal ini didukung dengan hasil peneltian Febbriani (2003) in Baginda (2006) yang
menunjukan bahawa nilai faktor kondisi ikan beloso (Glossobius giuris) pada ikan
jantan berkisar 0,79-1,00 dan mencapai puncak pada bulan Februari (1,00) sedangkan
pada ikan betina berkisar 0,76-0,86 mencapai puncak pada bulan Maret (0,86). Pada
umumnya, nilai faktor kondisi ikan betina lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan.
Effendie (1979) menyatakan bahwa faktor kondisi ikan betina lebih besar dibandingkan
dengan ikan jantan karena betina memiliki kondisi yang lebih baik untuk proses
reproduksi dan bertahan hidup dibandingkan dengan ikan jantan. Sama halnya dengan
pernyataan Balik et al. (2011) bahwa faktor kondisi individu betina di sebagian besar
populasi ikan lebih tinggi daripada jantan.
Dari hasil penelitian nilai faktor kondisi ikan jantan dan ikan betina berbeda. Pada
spesies yang sama di musim yang berbeda nilai faktor kindisi ikan belanak berbeda. Hal
ini diduga faktor kondisi dipengaruhi oleh jenis kelamin dan musim. Hal ini didukung
oleh pernyataan Effendi (1979) yang menyatakan bahwa hal-hal yang mempengaruhi
faktor kondisi selain kematangan gonad adalah jenis kelmain, ketersediaa makanan,
morfologi ikan tersebut dan musim.
Menurut Manik (2009) menjelaskan bahwa faktor kondisi ikan bergantung pada
berbagai faktor yaitu faktor eksternal lingkungan dan faktor biologis, faktor biologis
tersebut diantaranya kematangan gonad untuk reproduksi. Sedangkan menurut Effendi
(1979) nilai faktor kondisi yang tinggi juga dapat disebabkan oleh kondisi ikan itu
sendiri, misalnya faktor kondisi tinggi dapat dicapai waktu ikan mengisi gonadnya
dengan cell sex dan mencapai puncak sebelum pemijahan. Sedangkan penurunan faktor
kondisi menurut Saadah (2000) dipengaruhi oleh aktivitas ikan dalam melakukan
adaptasi terhadap kondisi lingkungan selama proses pematangan gonad hingga proses
pemijahan selesai.

13
Tingkat kematangan gonad (TKG) dapat digunakan untuk menduga waktu
pemijahan pada ikan. Ketidakseragaman perkembangan gonad yang didapatkan selama
penelitian diduga adanya dua kelompok ikan yang waktu pemijahannya berbeda (Brojo
dan Sari 2002). Tujuan dari menganalisis TKG (Effendi 1979) adalah untuk mentukan
ikan yang matang gonad dengan yang belum matang gonad dari stok yang ada di
perairan, menentukan ukuran ikan yang matang gonad, menentukan waktu dan lama
pemijahan, serta jumlah pemijahan dalam satu tahun.
Musim pemijahan tidak dapat diduga secara pasti karena bersifat temporal, pada
penelitian ini dapat diduga bahwa musim pemijahan terdapat pada bulan Februari.
Berdasarkan penelitian Albieri et al. (2010) di daerah tropis Teluk Brazil ikan belanak
(M. Chelon) memijah pada bulan Mei hingga Agustus. Sama halnya penelitian Balik et
al. (2011) di Laguna Beymelek, Turki bahwa ikan belanak (L. saliens) memijah di bulan
Mei hingga Juni. Menurut Sulistiono et al (2001b) ikan belanak memijah sepanjang
tahun dengan puncak pemijahan pada bulan Juni dan Januari. Adanya perbedaan musim
pemijahan ikan disebabkan oleh adanya fluktuasi musim hujan tahunan, letak geografis
dan kondisi. Di daerah tropis famili Mugilidae pemijahan meliputi musim hujan (Blaber
2000 in Albieri et al. 2010), sehingga ikan belanak bisa bertelur sebelum musim hujan
untuk meningkatkan kelangsungan hidup larva dan juvenil, karena makanan yang cocok
di teluk, laguna pesisir, delta sungai dan muara kawasan mangrove telah diidentifikasi
sebagai faktor penting yang mempengaruhi reproduksi dan perekrutan juvenil
Mugilidae (Yanez-Aracibia 1976, Blaber dan Blaber 1980 in Albieri et al. 2010).
Indeks kematangan gonad (IKG) merupakan perubahan kondisi perkembangan
gonad yang dilihat secara kuantitatif. Effendie (1997) menyatakan bahwa sejalan
dengan pertumbuhan gonad, maka gonad yang dihasilkan akan semakin bertambah
besar hingga batas maksimum ketika terjadi pemijahan. Musim atau waktu pemijahan
terjadi ketika nilai IKG untuk kedua jenis kelamin mencapai tingkat tertinggi (Ozvarol
et al. 2010). Pada ikan jantan IKG berkisar antara 0,4-1,1 % sedangkan pada ikan betina
berkisar antara 2,8-6,7 %. Sesuai dengan pernyataan Effendie (1979) biasanya ovarium
pada ikan betina akan lebih berat daripada testes pada ikan jantan. Pada umumnya
pertambahan berat gonad pada ikan betina berkisar antara 10%-25% dari berat
tubuhnya, sedangkan pada ikan jantan berkisar 10%-15% atau 5%-10%.
Nilai IKG terbesar berada pada bulan Februari (jantan 1,1 betina 6,7). IKG pada
ikan jantan lebih kecil daripada ikan betina, hal ini karena bobot gonad ikan betina lebih
besar. Keadaan ini sesuai dengan penelitian yang di lakukan oleh Effendie (1979) yang
mendapatkan IKG ikan belanak (L. subviridis) jantan jauh lebih kecil dari pada betina.
Nilai IKG ikan akan bervariasi, baik jantan maupun betina (Sulistiono et al. 2001b).
Biusing (1998) in Sulistiono et al. (2001b) menyatakan bahwa pada umumnya nilai IKG
betina lebih tinggi daripada jantan karena pertumbuhan ikan betina cenderung tertuju
pada perkembangan gonad.
Potensi reproduksi pada ikan dapat diduga dengan melihat nilai fekunditas yang
dihasilkan oleh ikan tersebut. Fekunditas yang didapatkan pada penelitian ini cukup
tinggi, ikan belanak memiliki fekunditas sebesar 9.691-173.335 butir. Penelitian
Sulistiono et al. (2001b) di Perairan Ujung Pangkah ikan belanak betina mempunyai
fekunditas berkisar antara 4l.231-323.200 butir. Sedangkan penelitian Abou-Seedo dan
Dadzie (1998) di Perairan Kuwaiti Teluk Arab mendapatkan hasil fekunditas ikan
belanak betina berkisar antara 88.896-127.350 butir. Sedangkan perbedaan fekunditas
ini dapat disebabkan oleh perbedaan lingkungan. Fekunditas dapat bervariasi karena
adaptasi yang berbeda terhadap habitat lingkungan (Witthames et al. 1995 in Albieri et

14
al. 2010). Dijelaskan oleh Purdom (1979) in Usman et al. (1996) fekunditas yang
dihasilkan oleh induk sangat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas makanan serta
sedikit sekali pengaruh dari faktor genetis. Fekunditas berkaitan dengan umur, jumlah
panjang dan berat total ikan (Roff 1988 in Sikoki et al. 1996).
Selain itu hasil yang diperoleh dari hubungan fekunditas dengan panjang total
pada penelitian ini menunjukkan koefisien korelasi yang kecil hanya 7,1% dari
keragaman nilai fekunditas ikan belanak yang dapat dijelaskan oleh panjang total dan
hanya 10,4% dari keragaman nilai fekunditas yang dapat dijelaskan oleh bobot tubuh.
Diduga model-model yang digunakan tidak sesuai untuk menyatakan hubungan
fekunditas dengan panjang total ikan, karena terdapat variasi fekunditas dan perbedaan
umur pada ikan-ikan yang mempunyai ukuran panjang yang hampir sama (Brojo dan
Sari 2002). Menurut Ismail (2006) tidak adanya hubungan yang berat antara panjang
total dengan fekunditas terhadap ikan disebabkan karena adanya variasi fekunditas pada
ukuran panjang total yang sama. Dilihat dari fekunditasnya, ikan belanak termasuk ke
dalam kelompok ikan yang mempunyai fekunditas yang cukup tinggi. Hal ini diduga
sebagai daya adaptasi ikan tersebut untuk mempertahankan populasinya di alam
(Sulistiono et al. 2001b).
Frekuensi pemijahan dapat diduga dengan pengukuran diameter telur pada gonad
yang sudah matang dengan melihat modus penyebarannya. Dari hasil dapat dilihat
bahwa sebaran diameter telur ikan belanak betina pada TKG 3 dan TKG 4 berada pada
kisaran kelas 0,18-0,76 mm. Pada TKG 3 memiliki dua modus diameter telur dengan
puncaknya pada kisaran 0,26-0,30 mm dan 0,38-0.43 mm. Begitupun pada TKG 4
memiliki dua modus diameter telur dengan puncaknya pada kisaran 0,34-0,38 mm dan
0,46-0,51 mm. Hal tersebut menunjukkan bahwa ikan belanak (C.subviridis)
mempunyai tipe pemijahan parsial spawner. Sehingga ikan belanak mengeluarkan telur
sedikit demi sedikit selama dua kali musim pemijahan. Sesuai dengan pernyataan
Sulistiono et al. (2001b) tipe pemijahan ikan belanak adalah parsial spawner atau tipe
pemijahan yang bertahap dimana ikan melepaskan telurnya sedikit demi sedikit
sebanyak dua kali selama musim pemijahan. Puncak yang pertama pada sebaran
diameter telur adalah yang pertama kali dikeluarkan saat memijah dan kemudian akan
disusul dengan pemijahan kedua pada telur yang berada di puncak kedua. Menurut
Baginda (2006) pemijahan secara partial spawner mempunyai keuntungan stok ikan di
perairan lebih terjaga dan kerugiannya, waktu pemijahan yang lebih lama karena tidak
sekaligus telur dikeluarkan. Berdasarkan bukti-bukti baik langsung dan tidak langsung
dari perilaku pemijahan memiliki implikasi penting bagi pemanfaatan stok dan
pengelolaan ikan belanak (Hsu et al. 2007).
Alternatif Pengelolaan
Ikan belanak merupakan ikan pelagis kecil yang berada di perairan Indonesia,
memiliki potensi yang sangat besar dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Semakin
tinggi permintaan pasar terhadap ikan belanak, maka akan menyebabkan intensitas
penangkapan ikan belanak cenderung tidak terkendali. Upaya penangkapan ikan
belanak yang terus meningkat juga akan menyebabkan ukuran ikan yang tertangkap
masih kecil yang pada akhirnya akan menurunkan jumlah hasil tangkapan. Keberadaan
ikan belanak di alam harus tetap dijaga kelestariannya agar tidak tejadi kepunahan demi
keberlanjutan dalam pemanfaatannya. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan yang
tepat untuk menjamin keberlanjutan sumberdaya ikan di alam. Menurut Ergene (2000)
menyatakan bahwa pengetahuan tentang reproduksi dan peraturan larangan

15
penangkapan memiliki kontribusi besar untuk perlindungan dan kelangsungan hidup
spesies alami.
Berdasarkan hasil kajian reproduksi ikan belanak di Perairan Karangsong,
Indramayu maka pengelolaan yang dapat dilakukan adalah selektivitas alat tangkap,
pengaturan waktu penangkapan dan pembatasan ukuran tangkap lebih dari ukuran
pertama kali matang gonad.
Selektivitas alat tangkap dengan menggunakan alat tangkap dengan ukuran mata
jaring melebihi ukuran ikan saat pertama kali matang gonad. Berdasarkan hasil yang di
dapatkan ukuran pertama kali matang gonad ikan belanak jantan adalah 114 mm dan
102 mm bagi ikan belanak betina. Sehingga lebih baik menangkap melebihi ukuran 114
mm dengan lebar badan ikan 25-30 mm. Oleh karena itu disarankan adanya peningkatan
ukuran mata jaring (mess size) sebesar 1,5 inchi agar ikan-ikan yang tertangkap
melebihi ukuran pertama kali matang gonad.
Puncak pemijahan belanak di Perairan Karangsong, Indramayu diduga terjadi
pada bulan Februari. Pengaturan dapat dilakukan dengan melakukan penangkapan
terhadap ikan belanak bukan pada saat puncak pemijahan. Pengaturan waktu
penangkapan ikan belanak tidak terlalu bisa diterapkan, karena diduga ikan belanak
memijah sepanjang tahun. Waktu penangkapan yang sesuai yaitu sebelum dan sesudah
bulan Februari.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Ikan belanak (C. subviridis) yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian dari bulan
Desember 2012 sampai dengan Mei 2013 dapat disimpulkan bahwa rasio kelamin ikan
betina lebih banyak dari pada jantan (1:2,03) atau tidak seimbang. Faktor kondisi ikan
betina lebih besar dibandingkan dengan jantan dari kisaran 0,6881-0,8377. Faktor
kondisi ikan belanak jantan tertinggi pada bulan Maret dan ikan betina pada bulan
Februari. Ukuran pertama kali matang gonad jantan adalah 114 mm dan betina 102 mm.
Musim pemijahan diduga terdapat pada bulan Februari. Potensi reproduksi C. subviridis
cukup besar yaitu sebesar 9.691-173.335 butir telur dengan tipe pemijahan secara
parsial (parsial spawner).
Saran pengelolaan yang dapat diberikan adalah pengaturan waktu penangkapan
dan pembatasan ukuran tangkap lebih dari ukuran pertama kali matang gonad.
Saran
Penelitian lanjutan atau kajian mengenai aspek reproduksi ikan belanak selama
satu tahun untuk mengetahui musim pemijahan sehingga dapat menghasilkan suatu
saran pengelolan berupa penutupan musim penangkapan dalam satu tahun.

16

DAFTAR PUSTAKA
Abou-Seedo F, Dadzie S (1). 2004. Reproductive cycle in the Male and Female Grey
Mullet, Chelon klunzingeri in the Kuwaiti Waters of the Arabian Gulf 28(2): 97-104.
Albieri RJ, Araújo FG, Uehara W. 2010. Differences in reproductive strategies between
two co-occurring Mullets Mugil curema Valenciennes 1836 and Mugil Chelon
Valenciennes 1836 (Mugilidae) in A Tropical Bay (23): 51-62.
Albieri RJ, Araújo FG, Uehara W. 2010. Reproductive biology of the Mullet Mugil
Chelon (Teleostei: Mugilidae) in a Tropical Brazilian Bay (27): 331-340.
Baginda H. 2006. Biologi reproduksi ikan tembang (Sardinella fimbriata) pada bulan
Januari-Juni di Perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur [skripsi]. Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Intitut
Pertanian Bogor.
Balik I, Emre Y, Sümer C, Tamer FY, Oskay DA,
ş I. 2011. Population Structure,
Growth and Reproduction of Leaping Grey Mullet (Chelon saliens Risso, 1810) in
Beymelek Lagoon, Turkey 10(2) 218-229
Brojo M dan Sari RP. 2002. Biologi reproduksi ikan kurisi (Nemipterus tambuloides
Blkr.) yang didaratkan di tempat pelelangan ikan Labuan, Pandeglang. Jurnal
iktiologi Indonesia.1(2).
Effendie MI. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Bogor: Yayasan Dewi Sri.
Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta.163 hal.
El-Halfawy MM, Ramadan AM, Mahmoud WF. 2007. Reproductive biology and
histological studies of the Grey Mullet, Chelon ramada, (Risso, 1826) in Lake
Timsah, Suez Canal 33 ( 1): 434-454.
Ergene S. 2000. Reproduction characteristics of Thinlip Grey Mullet, Chelon ramada
(Risso,1826) inhabiting Akgol-Paradeniz Lagoons (Goksu Delta) (24)159–164.
Fischer W dan P. J. P. Whitehead (eds.) 1974. FAO species identification sheets for
fishery purposes. Western Indian Ocean (Fishing Area 57). volume 3. [pag. var.].
FAO, Rome.
Hsu CC, Han YS, Tzeng WN. 2007. Evidence of flathead Mullet Mugil cephalus
spawning in Waters Northeast of Taiwan 46(6): 717-725.
Ismail MI. 2006. Beberapa aspek biologi reproduksi ikan tembang (Clupea platygaster)
di Perairan Ujung Pangkah, Gresik, Jawa Timur [skripsi]. Departemen Manajemen
Sumber Daya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian
Bogor.
Jenning S, Kaiser MJ, and Reynolds JD. 2001. Marine fisheries ecology. Blackwell
publ