Karakter Biologi Benalu Pada Jati Di Kebun Benih Klonal (Kbk) Padangan, Perum Perhutani

KARAKTER BIOLOGI BENALU PADA JATI
DI KEBUN BENIH KLONAL (KBK) PADANGAN,
PERUM PERHUTANI

ZAINAL MUTTAQIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Karakter Biologi
Benalu pada Jati di Kebun Benih Klonal (KBK) Padangan, Perum Perhutani
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016
Zainal Muttaqin
NIM E461110011

RINGKASAN
ZAINAL MUTTAQIN. Karakter Biologi Benalu pada Jati di Kebun Benih Klonal
(KBK) Padangan, Perum Perhutani. Dibimbing oleh SRI WILARSO BUDI R,
BASUKI WASIS, ISKANDAR Z. SIREGAR dan CORRYANTI.
Benalu atau mistletoe merupakan tumbuhan makroparasit yang bersifat
hemiparasit pada tanaman inang dan termasuk aerial weeds. Sampai saat ini di
wilayah Perum Perhutani serangan benalu pada tegakan jati telah meluas dalam
skala luasan areal dan sebaran. Khususnya dikaitkan dengan fungsi Kebun Benih
Klonal (KBK) jati sebagai suplai benih jati, maka adanya gangguan benalu
diperkirakan menyebabkan penurunan buah dan benih. Program pengendalian
benalu di Perum Perhutani mengalami kendala tersedianya data dasar yang
memadai mengenai hasil investigasi detil tingkat serangan benalu pada jati dan
penelitian aspek karakter dasar antara lain tentang karakter biologi benalu pada
jati.

Tujuan penelitian ini ialah untuk 1) mengidentifikasi jenis, analisis DNA
barcode dari jenis benalu pada jati dan tingkat keragaman genetik (RAPD) dari
jenis benalu pada jati yang dominan; 2) menaksir intensitas serangan, pola
serangan benalu, pola parasit, dan menelaah status hara makro tapak jati yang
diinfeksi benalu; 3) menguji perkecambahan biji benalu pada jati berkaitan
dengan sifat parasitisme; 4) menganalisis perilaku burung sebagai vektor benalu
yang menginfeksi tegakan jati. Rancangan penelitian berupa unit Petak Contoh
Pengamatan (PCP) (n=4) dikelompokan pada tingkat serangan rendah, sedang,
tinggi, dan kontrol, dan pada setiap unit PCP dibuat PUP (n=4) berukuran 50 m x
50 m, selanjutnya dalam setiap PUP dibuat sub PUP-sub PUP berukuran 10 m x
10 m (n= 5) yang diseleksi secara random.
Hasil penelitian “Identifikasi jenis benalu, analisis DNA barcode dan
keragaman genetik (RAPD) benalu yang menginfeksi tegakan jati”, ditemukan 3
(tiga) jenis benalu ialah Dendrophthoe pentandra (L.) Miq. dan Macrosolen
tetragonus (Blume) Miq., keduanya termasuk famili Loranthaceae; dan Viscum
articulatum Burm.f. termasuk famili Santalacea. Konfirmasi/autentik jenis benalu
melalui DNA barcode mampu membedakan ketiga jenis benalu tersebut pada
tingkat spesies dan genus dengan ketepatan identifikasi barcode 99-100%.
Melalui analisis barcoding gap pada dua lokus gen (matK dan rbcL) diperoleh
nilai rata-rata jarak interspesifik lebih besar dari intraspesifik, dan nilai minimum

jarak interspesifik lebih besar dari maksimum intraspesifik, sehingga kedua lokus
tersebut dijadikan kandidat barcode untuk jenis benalu. Khusus untuk sampel M.
tetragonus dapat mengajukan data sekuen ke pangkalan data GenBank maupun
BOLD system sebagai referensi. Aplikasi praktis identifikasi jenis benalu yang
mempunyai kemiripan morfologi daun, menggunakan beberapa karakter kunci
morfologi meliputi panjang petiole, lebar daun terlebar, jumlah tulang daun
sekunder, bentuk dasar daun, aspec ratio (AR), form factor (FF), perimeter ratio
of diameter (PR), dan dilengkapi Instruksi Kerja (IK).
Adapun keragaman genetik D. pentandra, munggunakan marka RAPD (5
primer) menunjukkan adanya pita yang polimorfik. Keragaman genetik tertinggi
diperoleh pada tipe tajuk atas sub bagian tengah (AT) (He=0.2551) dan keragaman
genetik terendah ialah tipe tajuk bawah (BW) (He=0.1135). Jarak genetik pada

lima tipe (bagian tajuk) berkisar 0.0375–0.1310 yang menunjukkan jarak
kekerabatan antar tipe. Analisis klaster (dendrogram) menunjukkan
pengelompokkan 2 klaster yang berbeda; klaster pertama (tipe AT, AA, T, AB)
dan klaster kedua (tipe BW).
Hasil penelitian “Intensitas serangan benalu pada jati” di KBK Padangan,
menunjukkan secara umum intensitas serangan benalu di KBK Padangan menurut
TMR (True mistletoe rating) berkisar 0.86-3.78 (ringan-sedang) dan belum

mencapai tingkat serangan berat (TMR>5), tetapi prevalensi serangan pada PCP
yang tergolong sedang dan berat lebih besar dari 50%. Pola penyebaran benalu
antar pohon inang jati cenderung mengelompok sehingga memudahkan pada
tindakan pengendalian. Metode penaksiran intensitas serangan dapat
menggunakan 2 parameter ialah nilai Prevalensi dan TMR dimodifikasi (8-kelas
rating). Aplikasi praktis dengan cara penentuan TMR dimodifikasi berdasar satu
rating (jumlah benalu/pohon inang), dilengkapi Instruksi Kerja (IK). Adapun hal
berkaitan dengan status kesuburan (fisik dan kimia) tapak jati yang diinfeksi
benalu, diperoleh bahwa hanya konsentrasi K tersedia (dimensi tapak) dan K total
(dimensi hara daun) berbeda nyata antar perlakuan intensitas serangan (rendah,
sedang, tinggi).
Hasil penelitian “Uji perkecambahan biji benalu pada jati berkaitan dengan
sifat parasitisme”, menunjukkan bahwa pola perkecambahan D. pentandra
berbeda dengan M. tetragonus. Proses perkecambahan D. pentandra
menunjukkan perkembangan morfologi perkecambahan tidak lengkap ditandai
tidak berkembang/tumbuhnya hypocotyl dan kotiledon yang berfungsi sebagai
organ cadangan makanan dan prafotosintesis, sebaliknya perkecambahan M.
tetragonus menunjukkan berkembang/tumbuhnya hypocotyl dan kotiledon.
Diduga ada korelasi kemudahan berkecambah dengan sifat parasitisme, sehingga
dianggap karakter parasitisme D. pentandra lebih sempurna/menonjol daripada M.

tetragonus pada inang jati. Sifat parasitisme lebih dominan pada D. pentandra
didukung pula oleh rata-rata hari berkecambah (RH) di batang semai jati, relatif
lebih cepat (17.54±2.77 hari) daripada M. tetragonus (35.13±1.76 hari), tetapi
mortality kecambah D. pentandra cukup tinggi (±34%) daripada M. tetragonus
sangat rendah (±3%) berarti life cycle pada M. tetragonus lebih lama daripada D.
pentandra. Pada perlakuan tempelan biji di cabang/ranting pohon, menunjukkan
persentase kecambah (%K) D. pentandra (38.5%) lebih tinggi daripada M.
tetragonus (11.1%). Dibandingkan perkecambahan biji D. pentandra dari kotoran
burung menunjukkan %K (46.4%) lebih tinggi daripada biji yang ditempel di
cabang/ranting pohon termasuk M. tetragonus.
Hasil penelitian “Perilaku burung sebagai vektor penyebaran benalu pada
jati”, menunjukkan tingkat peranan burung sebagai vektor penyebaran benalu di
KBK Padangan, dikelompokkan menjadi 3 peranan frugivor ialah 1) specialist
frugivor terdiri atas penting utama/primer (primary dispersers) ialah cabai jawa,
cabai polos, cabai gunung, dan penting tambahan (secondary dispersers) pada
kutilang; 2) generalist frugivor/occasional dispersers ialah madu sriganti, madu
jawa, cinenen pisang; 3) opportunistic frugivor atau berkaitan tidak langsung
sebagai penyebar pada 13 jenis burung lainnya.
Kata kunci: benalu, jati, perkecambahan, perilaku burung, TMR (true mistletoe
rating)


SUMMARY
ZAINAL MUTTAQIN. Biological characters of mistletoe in Teak Clonal Seed
Orchard (CSO) Padangan, Perum Perhutani (State owned forestry enterprise).
Under academic supervision of SRI WILARSO BUDI R, BASUKI WASIS,
ISKANDAR Z. SIREGAR and CORRYANTI.
Mistletoe is a macroparasite plant which has hemiparasitic feature in the
host plants, and is categorized as aerial weeds. Up to present, in the area of Perum
Perhutani, benalu infestation on teak stand has enlarged spatially. Especially
related function of CSO as supply of teak seeds, so there mistletoe infestation was
predicted will cause decreasing of fruit and seed of teak. At present, program of
mistletoe control has constraint in the form of lack of appropriate data on the
extent of mistletoe infestation and other aspects, comprising some characters of
biology of mistletoe in teak.
The objectives of this research were 1) identifying species, analyzing DNA
barcode of mistletoe species in teak, and analyzing genetic variability (RAPD) of
dominant teak mistletoe species; 2) estimating infestation intensity, analyzing
pattern of mistletoe infestation in teak, and parasitism pattern, and studying
macronutrient status of teak sites which were infested by mistletoe; 3) testing the
initial viability (gemination) of teak mistletoe seeds in relation with parasitisme;

4) analyzing the behavior of birds as vector of mistletoe which infest teak stand.
The research has been designed as observation sample plots/OSPs (n=4) following
various infestation, namely low, moderate, high and control (no infestation). Four
OMPs (@50 m x 50 m) per OSP, every OMP is made sub OMP-sub OMP 10 m x
10 m size (n=5) that selected of random.
Research results of “Identification of mistletoe species, analysis of DNA
barcode and genetic variability (RAPD) of mistletoe which infest teak stand”,
identified that there were three mistletoes species in teak of CSO Padangan,
namely Dendrophthoe pentandra (L.) Miq. and Macrosolen tetragonus (Blume)
Miq., (both belong to family Loranthaceae); and Viscum articulatum Burm.f.
(belongs to family Santalacea). Confirmation of mistletoe species in teak through
DNA barcode was able to differentiate the three mistletoe species down to species
and genera level with barcode identification accuracy of 99-100%. Through
analysis of barcoding gap in two gene locus (matK and rbcL) it was known that
the average value of interspecific distance was greater than that of intraspecific
distance, so that the two main primer were made as approriate and accurate
candidate of barcode to mistletoe species. Especially for M. tetragonus samples,
there is chance to submit sequence data as reference to database of GenBank and
BOLD system. Practical application of identification of mistletoe species that has
the similar of leaf with usage some key character morphology such as petiole

length, the width of the widest leaf, sum of secondary veins, base shape, aspec
ratio (AR), form factor (FF), perimeter ratio of diameter (PR), and completed by
manual instruction. As for genetic variability of D. pentandra using RAPD
marker (5 primer) showed the presence of polymorphic band. The highest genetic
variability was obtained at type AT (He=0.2551) and the lowest genetic variability

was that of type BW (He=0.1135). Genetic distance at the five types (crown part)
ranged between 0.0375–0.1310 which showed kinship distance between types.
Cluster analysis (dendrogram) showed that there was grouping of 2 different
clusters; The first cluster comprised type AT, AA, T, AB; whereas the second
cluster was type BW.
Research results of “Intensity of mistletoe infestation in teak”, showed that
in general, intensity of mistletoe infestation in CSO Padangan, according to TMR
ranged between 0.86-3.78 (light-medium) and had not reached heavy level
(TMR>5), but prevalence level in moderate and high of CSO were ≥50%.
Pattern of mistletoe distribution among teak host plants tended to be in clusters,
which would easier to formulate the control action, where the action would be
focused on infected host teak stand. Assessing intensity of infestation of mistletoe
can use two parameters i.e. prevalence and TMR modified (rating class-8).
Practical application in the way of determination of TMR modified based one

rating (sum of mistletoe per host), completed manual instruction. As for in
relation with fertility status of teak sites (physical and chemical properties) which
were infested with mistletoe, it was found that only concentration of available K
(dimension of site) and total K (dimension of nutrient in leaves) showed
significant differences between treatments of infestation intensity (low, medium,
hight).
Research results of “viability test (germination) of mistletoe seed in teak, in
relation with parasitism”, showed that pattern of D. pentandra germination was
different with that of M. tetragonus. Germination process of D. pentandra
showed incomplete development of germination morphology, marked by absence
of development / growth of hypocotyl and cotyledon. It was supposed probably
that there was correlation between easyness of germination and parasitism
character. It was considered that parasitism of D. pentandra was more
perfect/prominent than that of M. tetragonus in teak host. Parasitism was more
dominant in D. pentandra, supported by the fact that the sum of mean germination
day (RH) in stem of teak seedling was faster (17.54±2.77 days), as compared with
that of M. tetragonus (35.13±1.76 days), although mortality of M. tetragonus
seedlings was very low (±3%), whereas that of D. pentandra was fairly high
(±34%). These results were related with life cycle of M. tetragonus which was
longer than that of D. pentandra. In the attachment of seeds in tree stems, it

turned out that germination percentage (%K) of D. pentandra (38.5%) was higher
than that of M. tetragonus (11.1%). Seed germination of D. pentandra from bird
faeces also showed that %K (46.4%) was similar with that of seed attachment in
tree stem including M. tetragonus.
Research results of “birds behavior as vector of mistletoe dispersal in teak”,
showed that the roles of bird as mistletoe dispersal vector in CSO Padangan,
were grouped into 3 kinds of frugivor role namely 1) specialist frugivor which
consisted of primary disperser, namely cabai jawa, cabai polos, cabai gunung; and
secondary disperser namely kutilang; 2) generalist frugivor/occasional disperser
comprising madu sriganti, madu jawa, and cinenen pisang; 3) opportunistic
frugivor which acted indirectly as disperser consisting of other of 13 bird species.
Key words: bird behavior, germination, mistletoe, teak, TMR (true mistletoe
rating)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KARAKTER BIOLOGI BENALU PADA JATI DI KEBUN BENIH
KLONAL (KBK) PADANGAN,
PERUM PERHUTANI

ZAINAL MUTTAQIN

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Program Studi Silvikultur Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup:
1. Dr Ir Supriyanto
Staf Pengajar pada Departemen Silvikultur,
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor
2. Dr Dede J. Sudrajat, SHut, MT
Peneliti pada Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman
Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Penguji Luar Komisi pada Sidang Promosi Doktor:
1. Dr Ir M. Mustoha Iskandar, SH, MDM
Direktur Utama Perum Perhutani
2. Dr Ir Iwan Hilwan, MS
Staf Pengajar pada Departemen Silvikultur,
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

Judul Disertasi: Karakter Biologi Benalu pada Jati di Kebun Benih Klonal (KBK),
Padangan, Perum Perhutani
Nama
: Zainal Muttaqin
NIM
: E461110011

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS
Ketua

Prof Dr Ir Iskandar Z. Siregar, MForSc
Anggota II

Dr Ir Basuki Wasis, MS
Anggota I

Dr Ir Corryanti, MSi
Anggota III

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Silvikultur Tropika

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:
25 Juli 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan
Oktober 2013 sampai Februari 2016 ini ialah benalu pada jati, dengan judul
“Karakter Biologi Benalu pada Jati di Kebun Benih Klonal (KBK) Padangan,
Perum Perhutani”.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada yang terhormat:
bapak Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS selaku Ketua komisi pembimbing,
bapak Dr Ir Basuki Wasis, MS, bapak Prof Dr Ir Iskandar Z. Siregar, MForSc, ibu
Dr Ir Corryanti, MSi, masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing, atas
kesediaan dan kerelaannya menyediakan waktu konsultasi, memberikan koreksi,
saran, sekaligus motivasi sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan. Terima kasih
dan penghargaan juga disampaikan kepada bapak Dr Ir Supriyanto dan ibu Dr Dra
Triadiati, MSi selaku penguji pada ujian prelim lisan, bapak Dr Ir Supriyanto dan
Dr Dede J. Sudrajat, SHut, MT selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup
doktor serta bapak Dr Ir M. Mustoha Iskandar, SH, MDM dan Dr Ir Iwan Hilwan,
MS selaku penguji luar komisi pada sidang promosi doktor, yang telah
memberikan masukan mendasar dan penting pada keseluruhan isi disertasi ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Nusa
Bangsa (UNB) dan Dekan Fakultas Kehutanan UNB yang telah memberikan
rekomendasi dan izin, serta Rektor dan Dekan SPs IPB yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan program Doktor di
Sekolah Pascasarjana IPB. Terima kasih kepada Direktur Jenderal Pendidikan
Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI atas bantuan BPPS tahun
2011-2014 dan beasiswa perpanjangan tahun 2015, dan hibah Penelitian Disertasi
Doktor tahun 2015, serta memperoleh Program PhD Thesis Grants dari SEAMEO
BIOTROP tahun 2015; kepada Ketua Program Studi Silvikultur Tropika SPs IPB
beserta staf atas bantuan pengurusan administrasi serta kepada staf Laboratorium
Genetika Hutan dan Kehutanan Molekuler Fakultas Kehutanan IPB, Laboratorium
Bioteknologi Tumbuhan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi
IPB, Herbarium Bogoriense Pusat Penelitian Biologi – LIPI Bogor, Laboratorium
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB,
Laboratorium Tanah dan Tanaman SEAMEO BIOTROP.
Penulis juga menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Kepala
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perhutani Cepu beserta staf yang telah
mengizinkan dan memfasilitasi pelaksanaan penelitian di KBK Padangan dan
Laboratorium Puslitbang Perhutani Cepu; sahabat seperjuangan bapak Dr Faisal
Danu Tuheteru, SHut, MSi, ibu Dr Ir Husna MP, ibu Ir Fadliah Salim, MSc,
bapak Muhammad Yunan Hakim, SHut, MSi (Alm.), atas dukungan, kerjasama
dan kebersamaannya; juga kepada teman sejawat/dosen di Universitas Nusa
Bangsa; Asep Mulyadiana, SHut, MSi; Arina Nur Faidah, SHut; Jefry Manurung,
SHut, MSi; Laswi Irmayanti, SHut, MSi; bapak Totok Supartono, SHut, MSi, dan
rekan-rekan mahasiswa S2 dan S3 lainnya di Program studi Silvikultur Tropika
serta pihak lainnya yang tidak dapat disebut nama satu persatu.
Ucapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan kepada ayahanda
(H. Moh. Amiroedin, BA (Alm.) dan ibunda (Hj. Maimunah) yang telah

membesarkan, motivasi, pelajaran hidup berharga kepada penulis dan tidak pernah
lelah berdoa. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk
keluarga besar H. Moh. Amiroedin dan keluarga besar Prof. drh. Soeharto
Djoyosudarmo, atas dukungan dan doanya.
Terakhir penulis mengucapkan terima kasih kepada isteri tercinta, Ir Nami
Lestari dan anak putri tersayang, Aini Hanin Putri, atas dukungan secara utuh,
kesabaran, motivasi dan doanya dalam penyelesaian program S3 ini.
Semuga karya ilmiah ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu Silvikultur
Tropika.

Bogor, Agustus 2016
Zainal Muttaqin

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Hipotesis penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2 IDENTIFIKASI JENIS BENALU, ANALISIS DNA BARCODE DAN
KERAGAMAN GENETIK (RAPD) BENALU YANG MENGINFEKSI
TEGAKAN JATI
2.1 IDENTIFIKASI JENIS BENALU PADA JATI
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Pembahasan
Simpulan
2.2 ANALISIS DNA BARCODE DAN KERAGAMAN GENETIK
(RAPD) BENALU YANG MENGINFEKSI TEGAKAN JATI
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Pembahasan
Simpulan

xix
xxi
xxii
1
1
3
3
4
4
5

7
7
7
8
13
13
19
22
22
22
23
28
28
38
42

3 INTENSITAS SERANGAN BENALU PADA JATI
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Pembahasan
Simpulan
Saran

43
43
44
50
50
65
83
84

4 UJI PERKECAMBAHAN BIJI BENALU PADA JATI BERKAITAN
DENGAN SIFAT PARASITISME
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Pembahasan
Simpulan

85
85
86
89
89
93
99

5 PERILAKU BURUNG SEBAGAI VEKTOR PENYEBARAN BENALU
PADA JATI
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Pembahasan
Simpulan

100
100
100
103
103
104
112

6 PEMBAHASAN UMUM

113

7 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

119
119
119

DAFTAR PUSTAKA

121

LAMPIRAN

134

RIWAYAT HIDUP

153

DAFTAR TABEL
2.1 Perbedaan karakter morfologi daun, bunga, buah ketiga jenis
benalu pada jati
2.2 Korelasi antara panjang lamina (PL) dengan peubah lain untuk
morfologi daun kelompok D. pentandra dan M. tetragonus
2.3 Proporsi dari total ragam yang dijelaskan oleh peubah sintesis
pertama dan kedua dari analisis multivariat (CDA, MCA, PCA)
pada pengelompokan D. pentandra dan M. tetragonus
(Loranthaceae)
2.4 Korelasi antara peubah dimensi daun dengan sintetis 1 (analisis
global) D. pentandra dan M. tetragonus (Loranthaceae)
2.5 Hasil uji beda nyata 13 peubah morfologi daun D. pentandra
dan M. tetragonus
2.6 Urutan nukleotida primer yang digunakan untuk amplifikasi
DNA
2.7 Komponen yang digunakan dalam proses PCR
2.8 Nama primer yang diseleksi dan susunan basa dalam proses
PCR-RAPD untuk Loranthaceae (D. pentandra)
2.9 Komposisi bahan dalam proses PCR-RAPD
2.10 Tahapan PCR dengan marka RAPD
2.11 Panjang sekuen basa (bp) pada kedua penanda genetik
2.12 Persentase GC content (%) pada penanda matK dan rbcL
2.13 Nilai rata-rata jarak intraspesifik dan interspesifik dihitung
menggunakan model K2P
2.14 Hasil identifikasi tumbuhan benalu jati menggunakan DNA
barcode
2.15 Akurasi identifikasi dua marka menggunakan analisis BLAST
2.16 Sekuen primer dan jumlah pita polimorfik yang dihasilkan
dengan penanda RAPD
2.17 Keragaman genetik dalam tipe benalu di KBK Padangan
berdasarkan analisis RAPD
2.18 Jarak genetik antar tipe (bagian tajuk) tumbuh benalu di KBK
Padangan
2.19 Keragaman genetik benalu dibandingkan dengan jenis lain yang
dianalisis dengan penanda RAPD dan penanda lainnya
3.1 Rincian skala TMR dimodifikasi pada tegakan jati (studi ini)
3.2 Persentase ketepatan klasifikasi PCP (prevalensi) dengan PCP
(TMR) pada benalu jati di KBK Padangan
3.3 Rataan jumlah benalu hidup pada setiap PUP-PUP di KBK
Padangan
3.4 Rekapitulasi hasil uji beda intensitas serangan (TMR) dengan
dimensi tegakan, rataan±SD
3.5 Sebaran kelas diameter pohon dengan jumlah benalu, IS, TMR,
TMI
3.6 Sebaran kelas LCR dengan jumlah benalu, IS, TMR, TMI
3.7 Sebaran kelas diameter tajuk dengan jumlah benalu, IS, TMR,
TMI

14
17

18
18
19
25
25
27
27
27
29
29
30
33
33
36
37
37
41
49
52
53
54
55
55
56

3.8 Keberadaan jumlah pohon yang ditumbuhi beragam jumlah
benalu hidup pada sebaran kelas diameter yang berbeda
3.9 Keberadaan jumlah pohon yang ditumbuhi beragam jumlah
benalu pada sebaran kelas LCR yang berbeda
3.10 Keberadaan jumlah pohon yang ditumbuhi beragam jumlah
benalu pada sebaran kelas diameter tajuk yang berbeda
3.11 Inventarisasi jati yang terserang berdasar jumlah benalu setiap
pohon
3.12 Interaksi 14 pola parasit benalu pada jati di KBK Padangan
3.13 Jenis dan jumlah benalu dari pola parasit yang ditemui dalam
PUP-PUP di KBK Padangan
3.14 Sifat fisik tanah pada setiap PUP-PUP dalam PCP
3.15 Sifat kimia tanah pada setiap PUP-PUP
3.16 Rekapitulasi hasil ANOVA parameter sifat tanah (sifat fisik dan
kimia tanah) antar PCP (intensitas serangan) yang berbeda
nyata
3.17 Rangkuman hasil uji-t berpasangan yang menunjukan beda
nyata antara konsentrasi hara makro daun benalu dengan jati
pada tingkat serangan rendah, sedang, tinggi (PCP)
3.18 Perbandingan efektivitas metode penaksiran intensitas serangan
benalu pada jati
3.19 Rangkuman hasil studi intensitas serangan benalu pada jati
3.20 Intake (pemasukan) hara mineral pada keseluruhan musim,
kedalam ranting baru, daun dan biji benalu Loranthus europaeus
dan inang pohon oak Quercus petraea. Data dinyatakan per unit
luas daun parasit dan inang atau sebagai rasio tingkat uptake
(pengambilan) oleh kedua jenis (Glatzel 1983)
4.1 Rekapitulasi nilai parameter perkecambahan (rataan ±SD) biji
benalu pada jati
4.2 Hasil pengamatan tahapan proses perkecambahan awal biji M.
tetragonus di germinator
4.3 Tahapan proses perkecambahan biji D. pentandra dengan cara
tempelan di semai jati
4.4 Tahapan proses perkecambahan biji M. tetragonus dengan cara
tempelan di semai jati
5.1 Peubah pengamatan perilaku burung sebagai vektor penyebaran
benalu
5.2 Kelimpahan relatif (Pi) dan penyebaran jenis burung sebagai
vektor penyebaran benalu
5.3 Penilaian burung sebagai vektor penularan benalu jati di KBK
Padangan pada tingkat serangan RINGAN
5.4 Penilaian burung sebagai vektor penularan benalu jati di KBK
Padangan pada tingkat serangan SEDANG
5.5 Penilaian burung sebagai vektor penularan benalu jati di KBK
Padangan pada tingkat serangan BERAT
6.1 Penyederhanaan metode TMR 8-kelas rating (studi ini)

56
57
57
58
59
60
61
63

64

67
68
70

82
89
92
94
95
102
106
107
108
109
114

DAFTAR GAMBAR
1.1 Diagram alir penelitian “Karakter biologi benalu pada jati di
Kebun Benih Klonal (KBK) Padangan, Perum Perhutani”
2.1 Desain peletakan PCP, dan PUP-PUP dalam PCP mengacu
EFForTS/CRC990 yang dimodifikasi untuk studi ini
2.2 Desain peletakan sub PUP dalam Petak Ukur Pengamatan (PUP)
2.3 Bentuk ujung daun (a) dan pangkal daun (b) (Ellis et al. 2009)
2.4 Visualisasi ketiga jenis benalu pada jati (foto penelitian)
2.5 Scatter plot (a, c) dan histogram (b, d, e) hasil analisis
multivariat PCA, MCA, CDA
2.6 Diagram alir prosedur penelitian analisis RAPD benalu
2.7 Sebaran intra dan interspesifik kimura-2-parameter (K2P)
pada lokus matK; a. Loranthaceae, b. Santalaceae
2.8 Sebaran intra dan interspesifik kimura-2-parameter (K2P)
pada lokus rbcL; a. Loranthaceae, b. Santalaceae.
2.9 Pohon filogeni lokus matK pada famili (a) Loranthaceae, (b)
Santalaceae berdasar metoda Neighbor-Joining (NJ) tree
(Tamura et al. 2013). GB: GenBank dan OG: Outgroup.
2.10 Pohon filogeni lokus rbcL pada famili (a) Loranthaceae, (b)
Santalaceae berdasar metoda Neighbor-Joining (NJ) tree
(Tamura et al. 2013). GB: GenBank dan OG: Outgroup
2.11 Hasil amplifikasi PCR menggunakan 5 primer, yaitu a) OPBH
16, b) OPBH 20, c) OPP 9, d) OPP 15, e) OPP 19
2.12 UPGMA Dendrogram jarak genetik (Nei 1972) berdasarkan
marka RAPD benalu di KBK Padangan
3.1 Teknik pengamatan benalu pada area tajuk berdasarkan sistem
True mistletoe rating (TMR) yang dimodifikasi untuk daun
lebar (jati) (Pretzsch 1992; Montano-Centellas 2013,
dimodifikasi untuk studi ini)
3.2 Diagram alir penaksiran TMR dimodifikasi (8–kelas rating)
(studi ini)
3.3 Sebaran nilai TMR modifikasi pada beberapa intensitas
serangan benalu pada tegakan jati
3.4 Bulk density tanah di PCP-PCP (a), air tersedia (b) dan porositas
(c)
3.5 Besaran sifat kimia tanah di PCP-PCP, (a) karbon, (b) nitrogen,
(c) P tersedia, (d) K tersedia, (e) pH (H2O), (f) Ca, (g) Mg, (h)
KTK
3.6 Besaran konsentrasi hara daun di PCP-PCP; C-organik, N total,
P total, K total, Ca total, Mg total, Na total, S total; pengambilan
sampel daun pada bulan Mei, Juni, Juli 2011
3.7 Hubungan rasio K, Ca, K/Ca, K/Na antara daun benalu (b)
terhadap daun inang jati (j) pada tapak jati dengan intensitas
serangan benalu berbeda
4.1 Nilai persentase perkecambahan benih benalu pada jati dari awal
sampai akhir pengamatan

6
9
10
13
16
20
28
31
32

35

35
36
38

46
48
52
61

62

66

68
90

4.2 Tahapan perkembangan perkecambahan biji D. pentandra pada
media pasir, (a) tumbuh tunas hijau pada ujung biji, (b) tunas
tumbuh membesar, (c) ujung tunas hitam (mati)
91
4.3 Tahapan perkembangan perkecambahan biji D. pentandra pada
media kertas merang, (a) tumbuh tunas hijau pada ujung biji,
(b) tunas tumbuh membesar, (c) ujung tunas tumbuh membesar
dan membulat, (d) ujung tunas mulai mengering, (e) ujung tunas
mati dan biji sebagian besar berwarna hitam.
91
4.4 (a) Penampang melintang haustorium a. jaringan yang terkena
parasit, b. haustorium (Little dan Jones 1996; (b)
Perkecambahan biji dari parasit akar Striga sp dengan
haustorium primer dan sekunder yang penetrasi akar inang
(analogi) (Lack dan Evans 2002, tidak tercantum skala gambar).
93
5.1 Metode pengamatan perilaku burung pada PUP-PUP di dalam
PCP (Bibby et al. 2000)
101
5.2 Histogram jenis dan jumlah burung sebagai kandidat vektor
penyebar benalu jati pada tingkat serangan ringan (a), sedang (b),
berat (c) di KBK Padangan
105

DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil identifikasi/determinasi tumbuhan benalu yang menginfeksi
jati di KBK Padangan
2. Hasil identifikasi/determinasi tumbuhan benalu yang menginfeksi
pohon selain jati di KBK Padangan
3. Peta lokasi sampel PCP di KBK Padangan
4. Keterangan kode sampel, koordinat GPS, ketinggian (dpl) sampel
DNA barcode benalu jati di KBK Padangan
5. Penaksiran intensitas serangan benalu pada tegakan jati di KBK
Padangan
6. Temuan benalu di bagian pohon dalam daerah tajuk jati di KBK
Padangan
7. Temuan benalu di bagian tajuk jati di KBK Padangan
8. Pola infeksi benalu pada setiap PUP di KBK Padangan
9. Peta sebaran jenis benalu pada jati di KBK Padangan
10. Ragam klon (jati) terhadap infeksi benalu di KBK Padangan
11. INSTRUKSI KERJA “Kunci identifikasi morfologi daun untuk
jenis benalu yang mempunyai kemiripan karakter daun”
12. INSTRUKSI KERJA “Metode TMR dimodifikasi (8-kelas rating)
untuk penaksiran intensitas dan kondisi serangan benalu pada
jati”
13. Keterangan referensi pendukung untuk penilaian perilaku burung
sebagai kandidat vektor penyebar benalu

134
135
137
138
139
141
142
143
144
145
146

149
152

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Benalu atau mistletoe merupakan tumbuhan makroparasit yang mempunyai
waktu regenerasi lama dan menyebabkan infeksi bertahan dengan reinfeksi
berlanjut pada inang (Anderson dan May 1979). Dalam pemanfaatan relung
ekologi, benalu bersifat hemiparasit atau facultative parasite yang mempunyai
kandungan chlorofil daun yang cukup untuk melakukan fotosintesis, walaupun
dalam mencukupi nutrisi, benalu mengambil air dan hara mineral dari inangnya
(host), sehingga proses fisiologi inang terganggu dan pertumbuhannya tertekan
(Atsatt 1983). Menurut Sembodo (2010) berdasar habitat atau tempat hidup,
benalu termasuk gulma menumpang pada tumbuhan lain (aerial weeds) yang
bersifat hemiparasit dengan menempel pada batang (cabang, dahan, ranting,
batang). Walaupun benalu berperan sebagai hemiparasit yang merugikan namun
tumbuhan gulma ini juga mempunyai peran menguntungkan antara lain sebagai
sumber senyawa obat-obatan (Pitojo 1996). Adapun Maarel (2005) menyatakan
benalu termasuk spesies kunci dalam ekosistem khususnya hutan yang terlibat
dalam rantai makanan bersama-sama burung penyebar biji benalu sehingga benalu
menempati niche dalam relung ekologinya, dan menurut Watson (2001)
berkontribusi secara langsung dan tidak langsung terhadap keanekaragaman
hayati khususnya dalam ekosistem hutan. Menurut Aukema dan del Rio (2002),
proses pertumbuhan dan perkembangan benalu diawali ketika biji benalu disebar
oleh vektor utama burung pada inang, biji berkecambah dan membentuk suatu
haustorium yang masuk ke dalam xylem tanaman inang (xylem tapping) untuk
menyerap air, mineral dan dalam keadaan tertentu berupa gula dan asam amino.
Intensitas serangan benalu diperkirakan semakin lama semakin meningkat
diantaranya oleh perubahan faktor lingkungan dengan fenomena perubahan iklim
pada peningkatan suhu udara yang berakibat peningkatan kekeringan dan cahaya,
penurunan kelembapan dan perubahan hara yang terkandung dalam tanah dan
pohon yang menjadi inang benalu. Hal ini memicu/stimulan peningkatan proses
dan jumlah perkecambahan biji benalu dan pertumbuhannya (establishment) yang
telah menempel pada cabang/ranting yang sebelumnya dibawa oleh vektor
penyebar benih utama (burung) (Barbu 2010).
Akibat serangan benalu pada tanaman antara lain menurunnya daya
asimilasi daun, menurunnya kemampuan pertumbuhan, sebaliknya pertumbuhan
yang berlebihan misalnya dengan terbentuknya gall-gall, pembengkakan dan
kadang-kadang timbul gejala sapu setan (witches brooms), menurunnya kualitas
kayu, tidak tahan terhadap gangguan hama dan penyakit yang lain, dan akhirnya
mati pucuk atau kematian yang lebih cepat akibat gangguan nutrisi (Altona 1929
dalam Suharti dan Prawira 1975). Menurut Mohanan (2007), dampak ekonomi
dari serangan benalu termasuk penurunan vigor pohon dan riap pertumbuhan,
buah dan benih berkurang, pengeringan cabang-cabang, penurunan kualitas log
termasuk sifat kekuatan kayu dan terakhir kematian pohon.
Serangan benalu pada tegakan jati di Perum Perhutani sampai saat ini telah
meluas dalam skala areal dan sebaran. Menurut laporan Puslitbang Perhutani
(2013), di Kebun Benih Klonal (KBK) Padangan jumlah pohon jati terinfeksi (17

2
338) hampir ⅓ (sepertiga) dari jumlah pohon yang ada (59 944 pohon), malahan
pada tahun 2013 ditemukan 48 pohon jati mati yang tersebar pada beberapa tahun
tanam akibat infeksi benalu, dan adanya kematian beberapa klon-klon jati ini
mengurangi nilai sumberdaya genetik. Walaupun belum dievaluasi oleh
Puslitbang Perhutani tentang kerugian ekonomis akibat gangguan benalu pada jati
tetapi diprakirakan dapat menurunkan produksi buah dan benih jati di bawah batas
produksi buah rata-rata per pohon ialah 500 butir atau 0.5 kg, dan produksi buah
tahunan di KBK Padangan ±8 ton/tahun. Hal ini karena produktivitas bunga dan
buah jati ditentukan oleh faktor lingkungan seperti kesuburan tapak, fluktuasi
angin, hewan penyerbuk, ancaman kesehatan tanaman termasuk gangguan benalu
serta praktik tata kelola (Corryanti dan Triswahyudi 2015).
Corryanti et al. (2012a) juga melaporkan bahwa luas serangan benalu pada
tegakan jati baik kelas umur muda dan tua khususnya di Divisi Regional Jawa
Tengah, mencapai 44 663 ha dengan jumlah 3 981 789 pohon. Salah satu kasus
dilaporkan di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Randublatung Jawa Tengah,
pada tahun 2011–2013 yang menginventarisir luasan petak-petak yang terserang
benalu seluas 730 ha atau 2.4% dari luasan Kelas Perusahaan (KP) jati seluas 30
416.67 ha (KPH Randublatung 2013). Walaupun saat ini di KPH Randublatung
dan areal KPH lainnya khususnya di Divisi Regional Jawa Tengah dan Jawa
Timur, ditemukan persentase luasan petak jati yang diserang benalu relatif kecil,
tetapi lambat laun pengaruh serangan benalu ini meningkat yang dapat
menurunkan pertumbuhan (riap) dan vigor pohon jati, lebih lanjut dapat
mematikan pohon, juga dapat menurunkan kualitas dan kuantitas kayu jati yang
merupakan produk utama (kayu) dari Perum Perhutani.
Pada saat ini, program pengendalian benalu di Perum Perhutani dimulai
melalui sistem deteksi dini yang diawali pemetaan sebaran serangan benalu di
petak-petak hutan tanaman (HT) dan KBK, tetapi umumnya di HT belum
memasukkan aspek tingkat intensitas serangannya. Sesuai SOP (prosedur
operasional baku) perusahaan, hanya menerapkan teknik pengendalian secara
mekanik/fisik dengan pemangkasan/pruning cabang terinfeksi pada KU I (0-10)
tahun dan KU II (11-20) tahun dengan tinggi pohon relatif tidak terlalu tinggi.
Evaluasi awal teknik pengendalian benalu secara mekanik ini ternyata tidak
efisien bila diterapkan pada areal terserang benalu yang luas karena membutuhkan
tenaga manusia, waktu dan biaya yang banyak. Metode pengendalian lainnya
yang diterapkan melalui teknik silvikultur dengan menanam tumbuhan kersen
(Muntingia calabura) famili Muntingiaceae sebagai tanaman tepi dan tanaman
pengisi yang diatur berselang-seling empat jalur tanaman pokok dan satu jalur
tanaman kesambi dengan ajir kelima ditanam kersen, juga ditanam duwet
(Syzygium cumini) dan salam (Syzygium polyanthum), yang buahnya disukai oleh
burung cabai sebagai vektor primer penyebaran benalu. Desain pola pertanaman
campuran jati yang optimal dan efektif untuk mencegah/mengurangi gangguan
benalu ditinjau dari kecukupan alternatif pakan bagi burung sebagai vektor
penyebaran benalu, saat ini masih dalam tahap penelitian oleh Puslitbang
Perhutani berlokasi di Petak 66a, RPH Krocok, BKPH Ngapus, KPH Blora, Divisi
Regional Jawa Tengah (Corryanti et al. 2012b).

3
Perumusan Masalah
Kebun Benih Klonal (KBK) berfungsi sebagai sumber benih jati esensial
yang berkualitas secara genetik dan pertumbuhan. Adanya gangguan benalu pada
jati di KBK diperkirakan menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas benih,
yang akan mengurangi proporsi suplai benih untuk penanaman jati di areal Perum
Perhutani.
Untuk menekan tingkat serangan dan sebaran benalu pada tegakan jati saat
ini dibutuhkan dengan segera tindakan pengendalian yang tepat, efektif dan
efisien dari penetapan pilihan/alternatif dengan pendekatan pengendalian
mencakup mekanik/fisik, teknik silvikultur, biokontrol, dan kimia. Untuk
memperoleh keluaran/program pengendalian benalu ini, pada tahap awal sangat
diperlukan muatan penelitian dasar yang mendalam dan komprehensif. Hal ini
sejalan juga dengan pendapat Azpeitia dan Lara (2006), bahwa data biologi
benalu seharusnya digunakan untuk mengembangkan program pengelolaan dan
pengendalian terkini, ditambah informasi penting pada fenologi, breeding system,
skedul nektar dan fauna pengunjung bunga. Pada saat ini ketersedian data
penelitian dasar terutama karakter biologi benalu sebagai hemiparasit di Indonesia
khususnya pada tanaman kehutanan masih sangat jarang. Kontribusi
data/informasi hasil penelitian dasar ini nantinya digunakan sebagai
pedoman/acuan untuk penelitian lanjutan/terapan mengenai teknik pengendalian
benalu.
Mengingat luasnya pembahasan topik penelitian dasar karakter biologi
benalu, maka topik diarahkan dengan pembatasan/penekanan yang bersifat
mendesak dan prioritas sebagai dasar arahan pengendalian benalu pada jati, antara
lain: Bagaimana metode standar penaksiran intensitas serangan benalu pada
tegakan jati? Apa jenis benalu yang ditemui pada tegakan jati dan bagaimana
keragaman genetik jenis benalu tertentu yang banyak ditemui dalam populasi
benalu di KBK Padangan? Apa ada keterkaitan kuat antara karakter benalu
menyangkut intensitas serangan dengan kondisi fisik dan kesuburan tapak dan
perilaku burung sebagai vektor penyebaran benalu? Bagaimana tingkat
perkecambahan biji benalu pada jati berkaitan dengan sifat parasitisme?
Untuk menjawab permasalahan tersebut di atas maka dilakukan penelitian
dasar yang mencakup beberapa karakter biologi benalu pada jati, dengan
pembatasan topik penelitian pada identifikasi jenis dan analisis DNA barcode
serta keragaman genetik benalu pada jati (RAPD), karakterisasi serangan benalu
pada jati, dan sebagian aspek reproduksi benalu mencakup uji (perkecambahan)
dan pengamatan perilaku burung sebagai vektor penularan. Secara ringkas alur
pikir penelitian dikemukakan pada Gambar 1.1.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini ialah mengkaji beberapa karakter biologi benalu
pada jati di KBK Padangan. Sesuai dengan perumusan masalah penelitian yang
diuraikan di atas, tujuan umum penelitian dirinci menjadi beberapa tujuan khusus,
yaitu:

4
1. Mengidentifikasi jenis benalu dengan metode konvensional, analisis DNA
barcode dan analisis keragaman genetik (RAPD) dari jenis benalu pada jati
yang dominan.
2. Menaksir intensitas serangan dengan metode TMR (True mistletoe rating)
yang dimodifikasi, pola serangan dan sebaran benalu, pola parasit benalu,
dan kajian awal status hara makro tapak jati yang diinfeksi benalu.
3. Menguji perkecambahan biji benalu pada jati berkaitan dengan sifat
parasitisme.
4. Menganalisis perilaku burung sebagai vektor benalu yang menginfeksi
tegakan jati.
Hipotesis penelitian
Hipotesis yang diuji dalam penelitian ialah:
1. Hasil identifikasi jenis benalu pada jati berdasarkan karakter morfologi sama
dengan hasil identifikasi secara molekuler (DNA barcode).
2. Pola sebaran serangan benalu pada tegakan jati terjadi secara non random
(mengelompok).
3. Pola perkecambahan berbeda dari dua jenis benalu yang berlainan yang
menginfeksi jati.
4. Jenis burung tertentu sebagai vektor utama penyebaran biji benalu.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini ialah keluaran/hasil penelitian dasar yang mendalam
mengenai identifikasi dan konfirmasi/autentik jenis, pola parasit, pola serangan
dan sebaran benalu, status kesuburan tapak jati yang diinfeksi benalu;
pengembangan metode TMR yang dimodifikasi, pola perkecambahan berkaitan
dengan sifat parasitisme dan perilaku burung sebagai vektor penyebaran yang
dapat digunakan sebagai acuan dan mendukung penelitian lanjutan (terapan)
khususnya teknik efektif dan efisien pengendalian benalu pada jati.
Kebaharuan Penelitian
Pencapaian kebaharuan/novelty penelitian ini berdasarkan pada kriteria
focus (fokus), advance (terdepan di bidangnya) dan scholar (ilmiah). Secara
keseluruhan informasi atau hasil penelitian diperoleh melalui penerapan metode
penelitian yang memenuhi kaidah ilmiah (scholar) berdasarkan referensi/pustaka
yang relevan dan adaptasi metode penelitian, bersifat sistematis, valid (dapat
dipercaya) dan analisis menggunakan formula (persamaan) yang telah disepakati.
Penelitian ini difokuskan pada beberapa karakter biologi benalu dimulai dari
identifikasi jenis benalu pada jati berdasar karakter morfologi dan
konfirmasi/autentik jenis dengan DNA barcode serta keragaman genetik (RAPD).
Dilanjutkan penelitian intensitas serangan benalu pada jati yang difokuskan untuk
mengkaji penerapan metode True mistletoe rating (TMR), pola serangan dan
sebaran benalu, informasi awal ragam klon terhadap infeksi benalu, pola parasit,
status hara tegakan jati yang dinfeksi benalu; juga kajian karakter biologi lainnya
mengenai uji perkecambahan biji benalu berkaitan dengan sifat parasitisme, dan
perilaku burung sebagai vektor penyebaran benalu. Kriteria advance dan scholar

5
digunakan pada aspek penelitian konfirmasi/autentik jenis benalu dengan DNA
barcode, dan kontribusi output proses DNA barcode untuk diajukan/diusulkan ke
data GenBank (NCBI) atau BOLD system, khususnya untuk jenis benalu pada jati
yang belum pernah dilaporkan oleh peneliti sebelumnya. Juga kriteria advance
dan scholar digunakan pada aspek penelitian pengembangan metode TMR yang
dimodifikasi, perbedaan pola perkecambahan jenis benalu pada jati yang berkaitan
dengan sifat parasitisme, dan perilaku burung sebagai vektor penyebaran benalu.
Dengan demikian berdasarkan ketiga persyaraan kriteria tersebut maka
kebaharuan/novelties dalam penelitian ini ialah:
1) Kombinasi identifikasi jenis dengan karakter morfologi dan ketepatan
konfirmasi/autentik jenis dengan DNA barcode, serta kontribusi data
DNA barcode jenis benalu pada jati di pangkalan data GenBanK
(NCBI) atau BOLD system.
2) Kajian pengembangan metode standar penaksiran intensitas serangan
benalu pada tegakan jati menggunakan nilai True mistletoe rating
(TMR) yang dimodifikasi.
3) Pola perkecambahan yang berbeda jenis benalu pada jati berkaitan
dengan sifat parasitisme.
4) Penelaahan burung sebagai vektor penyebaran benalu pada jati.

Ruang Lingkup Penelitian
Untuk mencapai tujuan dan manfaat penelitian berdasar kerangka pikir
penelitian (Gambar 1.1), judul penelitian “Karakter Biologi Benalu pada Jati di
Kebun Benih Klonal (KBK) Padangan, Perum Perhutani”, disusun berdasarkan
pola rangkaian penelitian yang terdiri atas 4 (empat) topik penelitian. Topik
penelitian pertama merupakan tahap penelitian dasar yang berjudul “Identifikasi
jenis benalu, analisis DNA Barcode dan keragaman genetik (RAPD) benalu yang
menginfeksi tegakan jati”. Penelitian topik pertama didukung oleh topik
penelitian kedua dengan judul “Intensitas serangan benalu pada jati”. Penelaahan
bagian aspek reproduksi benalu dimuat dalam topik penelitian ketiga dengan judul
“Uji perkecambahan biji benalu pada jati berkaitan dengan sifat parasitisme”, dan
topik penelitian keempat dengan judul “Perilaku burung sebagai vektor
penyebaran benalu pada jati”. Hasil empat topik penelitian dasar ini nantinya
digunakan sebagai bahan rujukan untuk penelitian lanjutan (terapan) khususnya
untuk teknik pengendalian benalu pada jati.

6

SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT (SFM)

Produksi benih (kuantitatif dan kualitatif)
menurun akibat gangguan benalu (makroparasit)
Kebun Benih Klonal (KBK)

Tegakan
KBK
sehat
dan produktif

Perlu penelitian dasar
(karakter biologi benalu pada jati)

Tegakan KBK
tidak sehat

Identifikasi jenis, pola
parasit, pola serangan dan
sebaran benalu, ragam klon
terhadap infeksi benalu,
status hara tapak tegakan
jati yang diinfeksi benalu

Konfirmasi
jenis dengan
DNA barcode
dan keragaman
genetik
(RAPD)

Penaksiran
serangan dengan
metode TMR yang
dimodifikasi

Data penelitian dasar

Tindakan pengendalian
benalu di KBK

Pola perkecambahan
benalu

Burung sebagai
vektor penyebaran
benalu

Instruksi kerja (IK):
- Penaksiran seragam
dengan TMR yang
dimodifikasi
- Kunci identifikasi
morfologi untuk jenis
benalu yang
mempunyai kemiripan
karakter daun

Gambar 1.1 Diagram alir penelitian “Karakter biologi benalu pada jati di Kebun Benih Klonal (KBK) Padangan, Perum Perhutani”

7

2 IDENTIFIKASI JENIS BENALU, ANALISIS DNA
BARCODE DAN KERAGAMAN GENETIK (RAPD)
BENALU YANG MENGINFEKSI TEGAKAN JATI
2.1 IDENTIFIKASI JENIS BENALU PADA JATI
Pendahuluan
Tumbuhan parasit di Indonesia dikenal sebagai benalu, sedangkan di luar
wilayah Indonesia meliputi daerah tropis lainnya dan sub tropis dikenal dengan
istilah mistletoe (English) berasal dari kata mistel; vogellijm, maretakken
(Nederland). Menurut Maarel (2005), bahwa jenis tumbuhan parasit yang dikenal
sebagai gulma tergolong dalam famili Cuscutaceae (Cuscuta), Loranthaceae
(Loranthus, Viscum, mistletoes), Viscaceae (dwarf mistletoes), Lauraceae
(Cassytha), Orobanchaceae (Orobanche, broomrapes) dan Scrophulariaceae
(Striga). Menurut Kuijt (1969), di seluruh dunia, ribuan parasit benalu merupakan
jenis tanaman vascular. Benalu dapat menginfeksi berbagai jenis pohon (Hadi
2001), juga lazim ditemui pada tegakan jati (Martawijaya et al. 1981), tajuk
tanaman jati konvensional maupun cepat tumbuh dilaporkan ada yang diinfeksi
oleh benalu yang bersifat hemiparasit (Loranthus spp) (Pandit dan Wibowo 2011).
Sampai saat ini studi mengenai gangguan benalu terhadap tanaman jati
masih sangat terbatas. Hadi (2001) menyatakan pada awalnya gangguan benalu
pada pertanaman jati sudah cukup meluas tetapi tidak terlihat jelas menekan
pertumbuhan jati. Sunaryo (2010a), melaporkan benalu yang tumbuh pada
tegakan jati di Kebun Raya (KR) Purwodadi (Jawa Timur) dari jenis
Dendrophthoe pentandra (L.) Miq, Viscum articulatum Burm. F (bersifat
hiperparasit) atau bersifat parasit pada D. pentandra, Macrosolen tetragonus,
Scurrula atropurpurea, Viscum ovalifolium; di KR Bali terdapat empat jenis ialah
D. pentandra (L.) Miq, Helixanthera cylindrica, S. atropurpurea, S. parasitica; di
KR Cibodas terdapat lima jenis ialah D. pentandra (L.) Miq, Leopeostegeros
gemmiflorus, M. cochinchinensis, S. oortiana, V. articulatum Burm. F. Dalam hal
ini D. pentandra merupakan jenis benalu yang paling banyak diidentifikasi di
ketiga kebun raya tersebut. Perum Perhutani (2009) melaporkan bahwa terjadinya
serangan benalu yang intensif terhadap ratusan ribu pohon jati di KPH
Kebonharjo yang menyebabkan penurunan pertumbuhan (riap), teridentifikasi
awal jenis Scurrula parasitica, tetapi ketepatan jenis benalu ini perlu
verifikasi/identifikasi jenis lebih lanjut. Banyak pohon jati yang berumur
produktif di lapangan terpaksa ditebang karena serangan benalu yang parah dan
menunjukkan pertumbuhan pohon yang semakin melambat. Juga D. falcata
merupakan masalah utama pada penanaman jati di hampir semua negara
khususnya India, Bangladesh, Indonesia dan Trinidad (FAO 2009; Ghosh et al.
1984).
Corryanti dan Triswahyudi (2015) melaporkan data pohon jati yang
diinfeksi benalu di KBK Padangan, jumlah jati terinfeksi 19 024 dari jumlah jati
total 59 944 (31.74%); di KBK Randublatung, jumlah jati terinfeksi 3 877 dari
jumlah jati total 15 386 (25.20%); di KBK Cepu, jumlah jati terinfeksi 7 653 dari

8

jumlah jati total 51 621 (14.83%). Dinyatakan bahwa ancaman benalu pada
tanaman jati hampir terjadi di semua petak di KBK dengan tingkat serangan
beragam pada individu pohon dengan kategori tingkat serangan sebesar 75%, 50%,