Studi Morfologi, Perilaku Reproduksi, Habitat dan Kandungan Pestlslda Pada Burung Wllwo (Mycteria cinema) dalam Muslm Berbiak di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Jakarta

STUDI MORFOLOGI, PERllAKU REPRODUKSI, HABITAT DAN
KANDUNGAN PESTISIDA PADA BURUNG W1LWO
(Mycteria cinerea) DALAM MUSlM BERBIAK Dl
SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT
JAKARTA

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANtAN BOGOR
2002

Fadli A Gani. Studi Morfologi, Perilaku Reproduksi, Habitat dan Kandungan
Pestisida Pada Burung wilwo (Mydena cinema), Dalam Musim Berbiak di Suaka
Margasatwa Pulau Rambut, Jakarta. Dibimbing oleh Prof. Dr. Nawangsari Sugiri,
Dr. Ani Mardiastuti, Ir. Jarwadi Budi Hernow MSG.F.
Burung wilwo (Mycteria cinema) menrpakan burung air dari ordo Cinconiifonnes
yang jumlahnya relatif menurun. Secara lnternasional burung ini diakui sebagai
salah satu spesies penting yang hams dilndungi sehingga dimasukkan ke dalam
Apendix I dari CITES. Selama ini klasfikasi takson membedakan jenis kelamin
jantan dan betina, serta reproduksi, kandungan pestisida belum banyak diketahui,
sedangkan dalam mempelajari morfologi, reproduksi diperlukan juga informasi
anatomi. Oleh karena itu informasi menyangkut morfologi, reproduksi, pohon sarang,

persarangan, ketebalan dan kandungan pestisida dalam cangkang dapat menjadi
kontribusi untuk melengkapi data dasar biologi wilwo bersama-sama dengan data
dasar lainnya, tnfomasi ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai dasar
konservasi dan pengelolaan wilwo di tempat berbiak. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui: (1) Pebdaan morfoiogi burung wilwo jantan dan betina di lapang; (2)
populasi; (3) penyebaran sarang; (4) pohon sarang; (5) perilaku reproduksi; (6)
perilaku mencari makan; (7) istirahat, prtumbuhan anak (piyik) dan; (8) ketebalan
cangkang serta; (9) kandungan pestisida dalam cangkang.
Penetiiian ini berlangsung selama 12 bulan, dimulai dad Februari 2000 sampai
Febniari 2001. Penelitian dibagi dalam tiga tahap, yaitu: (1) Kegiatan di Pulau
Rambut selama enam butan; (2) kegiatan laboratorium selama dua bulan, dilakukan
di laboratorium IPT Unggas Fakultas Petemakan IPB serta; (3) laboratorium
Biokimia dan Enzimatik BALITBIO Bogor selama empat bulan. Bahan dan alat yang
digunakan ialah kamera photo manual, binokuler, pita ukur, tali plastik, gunting,
'cuter",timbangan Ohaus, kaliper, klinometer, tali tambang, kantong plastik, blender,
lumpang, kertas saring whatman no, 42, kromatografi gas wir yang dilengkapi
detektor FPD, kalkulator dan alat tulis. Data morfologi menggunakan metode skala
wama dan bentuk. Untuk menghitung populasi burung wiko menggunakan metode
konsentrasi di lokasi tempat sarang. Penyebaran sarang witwo selama musim
berbiak dilakukan secara langsung terhadap jumlah sarang yang aktif digunakan.

Data parameter temadap karakteristik pohon sarang antara lain, diameter batang,
tinggi total, tinggi bebas cabang, jari-jari tajuk, jarak pohon sarang dengan menara
pengamat, jarak pohon dengan pantai terdekat, tinggi sawng dari permukaarr tanah,
jurnlah sarang pada jenis pohon, bagian pohon tempat peletakan sarang, jarak
sarang dari batang utama nilainya dirata-ratakan, kemudian dibuat peta sebaran

sarang.

Periiaku reproduksi, mencari makan dan istirahat dilakukan secara 'visual
contact", dicatat lamanya antara jantan dan betina bercumbu, populasi, penempatan
sarang, mendapatkan bahan sarang, rnenyusun sarang, mengeram, mencari makan,
istirahat di samping sarang. Ketebalan cangkang diukur pada kulit telur
menggunakan 'mitutoyo micrometer" sedangkan kandungan pestisida pada
cangkang dianalisis dengan menggunakan metode kromatografi gas. Pertumbuhan
anak dilakukan dengan menimbang berat badan digunakan timbangan Ohaus 1t O
dan mengukur bagian tertentu digunakan pita ukur, bagian-bagian yang diukur
antara lain ; panjang paruh, badan, sayap, Humerus, Tarsometatarsus, ekor,

Tibiatarsus, dan lingkar kaki serta dada. Untuk mengetahui kadar endosulfan
dilakukan analisis pestisida pada cangkang.

Musim berbiak burung wiho di Suaka Margasatwa Pulau Rambut tidak sekaligus
akan tetapi ditandai dengan datangnya wihrro secara berkelompok atau soliter mulai
butan Februari sampai Maret 2000, mereka kembali ke habitat alami mulai bulan
Mei sampai Juni 2000. Bentuk morfologi jantan, daerah vertebrae cervicajes
bengkok ke arah depan saat istirahat dan bentuk badan daerah Vertebrae
thorncabs sampai ke caudal melengkung sehingga bentuknya membungkuk.
Jumlah induk wilwo pada bulan Februari dan Maret 2000 adalah 26 ekor, hasil
penetasan pada bulan Maret, April dan Mei sebanyak 29 ekor sehingga pada akhir
masa berbiak jumtah seluruhnya 55 ekor.
Witwo paling banyak menggunakan pohon kepuh (Stercula foetida) untuk
bersarang karena pohonnya tinggi, cabangnya bersudut k s a r . Tinggi rata-rata
pohon sarang 21,5*4,5 m dengan diameter rata-rata batang 1*0,2 m. Tercatat 13
sarang yang aktif digunakan, 11 sarang (84,61016) ditempatkan di atas pohon kepuh
(Stercula foetida) dan 2 sarang (I
5,39%) di atas pohon bola-bola (Xylocarpus
garanaturn) di hutan campuran. Ukumn panjang rata-rata sarang wilwo adalah 55,3
x 48,5 cm dengan ketebalan sarang 7,14 cm dan lebar rata-rata 48,5 cm serta ratarata keliling sarang 2 16,7 cm.
Rata-rata waktu yang digunakan oleh pasangan wilwo untuk bercumbu 3,97
menitlaktivitas dan untuk kopulasi 0,25 rnenitlaktivitas. WaMu yang digunakan oleh
jantan untuk mendapatkan bahan sarang rata-rata 52,78 dan betina 35,25

menitkari. Untuk menyusun sarang rata-rata waktu yang digunakan oleh betina
112,06 dan jantan 72,15 menitlhari. Jumlah telur dalam masing-masing sarang 2
butir dari 2 pohon. Waktu rata-rata yang digunakan betina untuk rnengeram 419,77
dan jantan 321,62 menitlhari. Waktu mencari makan oleh jantan rata-rata 316,68
dan betina 244,01 menitlhari. Sedangkan waktu rata-rata yang digunakan oleh
jantan untuk istirahat adalah 124,54 dan betina 101,53 menitlhari.
Peningkatan berat badan dan panjang badan anak wiho dimulai pada hari
kelima sampai hari ke-25, panjang peruh dan sayap tumbuh dengan cepat setelah
berumur 20 hari. Demikian pula perturnbuhan lingkar dada dan tibiotarsus menjngkat
dengan cepat setelah benrmur 20 hari. Tarsometatarsus, radius dan ulna tumbuh
dengan cepat setelah berumur 10 hari, sedangkan pertumbuhan ekor baru terjadi
setelah berumur 15 had.
Rata-rata tebal cangkang bagian runcing 0,46H,03
dan tengah 0,43&0,03serta
tumpul 0,41M,03 terdapat residu Endosutfan dalam cangkang dengan rata-rata
0,004&0,007 PPM. Kandungan residu endosulfan masih M u m berpengaruh pada
embrio maupun piyik. Tidak terlihat bentuk obnormal pada piyik, dan tidak terdapat
hambatan pertumbuhan.

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul:

STUD[ MORFOLOGI, PERllAKU REPRODUKSI, HABITAT DAN
KANDUNGW PESTlSlDA ?ADA BURUNG WlLWO
(Mycferla cinema) DALAM MUStM BERBIAK Dl
SIJAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT,
JAKARTA
Adalah benar menrpakan hasil karya saya sendiri dan belum pemah dipublikasikan.

Semua sumber data dan infomasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas
dan dapat diperiksa kebenamnnya.

Bogor, Agustus 2002

Fadli A. Gani
Nrp: 97231

STUD1 MORFOLOGI, PERlLAKU REPRODUKSI, HABITAT DAN
KANDUNGAN PESTlSlDA PADA BURUNG WLWO
(Mycten'a cinerea) DALAM MUSlM BERBlAK Dl

SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT,
JAKARTA

OLEH
FADLl AGANl

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk
Yemperoleh gelar Magister Sains

Pada
Program Studi Biokgi

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

Judul Tesis

: STUD1 MORFOLOGI, PERILAKU REPRODUKSI, HABITAT

DAN KANDUNGAN PESTlSlDA PADA BURUNG WlLWO
(Mycteria cinema) DAlAM MUSlM BERBIAK Dl SUAKA
MARGASATWA PULAU RAMBUT, JAKARTA

Nama

: Fadli k Gani

NRP

: 97231

Program Studi : Biologi
Menyetujui

Prof. Dr. ~ d n q s a rSuqiri
i
ketua

Dr. Ir. Ani Mardlastuti

Anggota

/

l r d w a d i Budi Hernowo M.Sc. F.
Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Dedy Duryadi

Tanggal Lulus: 9 Agustus 2002

frida Manuwoto M.Sc

RWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cot Glumpang Kabupaten Bireuen tanggal 17 Oktober
tahun 1958. Sebagai putra keempat dari sembilan bersaudara, dari pasangan ibu

Saerah Musa dan Bapak A. Gani Amin. Pada tanggal I 8 Agustus 1987, penulis


menikah dengan Dra. Siti Maryam dan dikanrnia tiga orang putri yaitu Fatmawati,
Nadia Isnaini, Rkka Fsdila serta seorang putra Muhammad Taufik. Penulis
rnenyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di Bireuen pada tahun 1970. Kemudian

melanjutkan ke ST Negeri Bireuen dan tamat pada tahun 1973.
Selanjutnya penulis memasuki SMA. Negeri Bireuen tamat pada tahun 1977.

Pada tahun 1978 penulis mengikuti program S-1 pada Fakulbs KedoMeran Hewan
Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Jenjang pendidikan tersebut dapat
diselesaikan pada tahun 1986. Pada tahun 1989 penulis dierima menjadi Pegawai

Negeri Sipil sebagai tenaga pengajar pada Fakukas Kedokieran Hewan. Pada tahun
ajaran 1997/t 998 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi kejenjang
pendidikan Program Pascasajana di lnstitut Pertanian Bogor pada Program Studi
Biologi.

vii

PRAKATA


Syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat ALbh SWT, karena hanya

dengan rahmat-dan perlindungan-Nyalah, maka perjalanan panjang studi ini dapat
diselesaikan. Salam dan shalawat disampaikan kepada junjungan nabi besar
Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan pengikut- yla. Adapun judul yang
dipilih dalam penelitian ini adalah "Studi Morfologi, Perilaku Reproduksi, Habitat Dan
Kandungan Pestisida Pada Burung Wilwo (Mycteria cinerea) Dalam Musim Becbiak

Di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Jakarta"
Penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus ditujukan kepada Komisi
Pembimbing yaitu Prof. Dr. Nawangsari Sugiri sebagai ketua, Dr. Ani Mardiastuti,
dan Bapak Ir. Jarwadi Budi Hernowo MSc. F sebagai anggota. Atas bimbingan

mereka tesis ini dapat diselesaikan, mulai dari persiapan, pelaksanaan dan
penyelesaian.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada:
1. Laeli Komalasari yang telah membantu dalam tehnik pengukuran kerabang telur


di laboratorium IPT Unggas Fakultas Petemakan InstiM Pertanian Bogor.

2. Lalu Sukamo yang telah membantu dalam tehnik menganatisis Pestisida dalam
angkang telur di Laboratonurn Biokimia dan Emhatik Balai Penelitian
Bioteknologi Tanaman Pangan.

3. Hormat takzirn kepada kedua orang tua tercinta yang telah melahirkan,
membesarkan, mendidik, dan membimbing, serta mengantarkan penulis hingga
mencapai kehidupan saat ini. Dari beliaulah penulis belajar banyak tentang

makna kesabaran, ketabahan, dan kesetiaan serta kebenaran. Semoga kej a ini
diidnkan Allah rnenjadi amal shaleh seorang anak kepada kedua orang tua.

4. Ungkapan yang tulus dengan rasa hormat dan terima kasih penulis kepada isteri
tercinta Dra. Siti Maryam, MSi dan putra-putri tersayang Fatmawati, Muhammad

Taufik, Nadia lsnaini dan Rizka Fadila, atas do'a dan dukungar, aerta pengertian
yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan.
Masih banyak nama yang telah berjasa yang tidak tertulis satu persatu,
kepada mereka semua, penuiis hanya dapat mendo'akan, lnsya Allah apa yang
telah mereka perbuat kiranya dapat diterima sebagai ibadah oleh Allah SVVT dan
mendapat balasan yang setimpal
Semoga karya ilrniah ini bemanfaat.

Bogor, Agustus 2002

Fadti A. Gani

DAFTAR TABEL
I.

Halaman

PENDAHULUAN.........................................................................

II. TIJAUAN PUSTAKA.....................................................................
A . Sistirnatika dan Status Burung Wilwo ...........................................
B. Morfologi Burung Wiko ............................................................
C. Populasi Burung Wilwo .............................................................
D. Sarang Bunrng Wihrvo ...............................................................
E. Pohon Sarang.........................................................................
F. Perilaku Reproduksi Burung Wilwo ..............................................
G. Perilaku Makan.......................................................................
H. Perilaku lstirahat.....................................................................
I. PertumbuhanAnakWikuo.........................................................
J . Cangkang Telur......................................................................
K. Pegertian Pesttsida ..................................................................

Ill . METODE PENELlTlAN..................................................................
A . Waktu dan Tempat Penelitian...................................................
B. Materi Penelitian....................................................................
C. Alat dan Bahan Penelitian.......................................................
0. Pengumpulan Data.................................................................

19
19
19
20
20
E. Analisis Data......................................................................... 24

IV. KEADAAN UMUM LOKASl PENELlTlAN...........................................
A . Letak dan Luas Suaka Margasatwa Pulau Rambut.........................
B. Keadaan Fisik Suaka Margasatwa Pulau Rambut..........................
C. Kondisi Biologi Suaka Margasatwa Pulau Rambut.........................

27
27
27
28

V . HASIL DAN PEMBAHASAN...........................................................

31
31

A . Morfologi...............................................................................
B. Populasi................................................................................
C. Penyebaran Sarang Wilwo ........................................................
D. Pohon Sarang........................................................................
E. Perilaku Reproduksi.................................................................
F. Perlaku Mencari Makan............................................................
G. Perilaku Istirahat.....................................................................
H. Pertumbuhan Anak ..................................................................
I. Ketebalan Cangkang
Telur........................................................
. . ...............................................................
Kandungan Pestts~da
.

33
33
36
37
49
51
52
57
58

VI . KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................

59

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................

61

Nomor

Halaman

.t .

Ciriciri Morfologi Jantan dan Betina................................................

32

2.

Peta Penyebaran Pohon Sarang Burung Wiiwo di Suaka
Margasatwa Pulau Rambut Jakarta. Febnrari-juni 2000......................

34

3.

Pohon Kepuh (Sterculia foetida) Yang Digunakan Sebagai
Tempat Sarang...........................................................................

36

4.

38

5.

Wairtu dan Aktivitas Burung Wilwo Pada Musim Behiak
di Suaka Margasatwa Pulau Rambut 2000......................................
Perilaku Bercumbu Dengan Medongakan Paruh Ke atas

6.

Penempatan Sarang Bagian Pucuk Tajuk ........................................

43

7.

Cara Burung Wilwo Membawa Bahan Sarang...................................

45

8.

Bagian-bagian Sarang Wilwo .........................................................

47

9.

Posisi Mengeram Burung Witwo .......................................................

49

(updown) .................................................................................. 40

10. Witwo Remaja Mencari Makan di Paparan Lumpur Putau
Rambut.........................
.
.........................................................

51

11. Wilwo Betina Istirahat..................................................................

52

12. Witwo Jantan Istirahat..................................................................

52

13a. Anak Wilwo (piyik) Umur 10 Hari...................................................

54

13b. Anak Wihvo (piyik) Umur 15 Hari...................................................

54

14. Grafik Berat Badan Anak Wilwo ....................................................

54

15. Grafik Panjang Sayap dan Panjang Panrh Anak W i h......................

55

16. Grafik Panjang Badan. Tarsomefatarsus. Radius-ulna dan
ekor Anak Wilwo .........................................................................

56

17 . Grafik Lingkar Dada Tibiotarsus dan Lingkar kaki anak
Wilwo.......................................................................................

57

xii

A Latar Belakang
Burung air merupakan salah satu komponen penting dari ekosistem lahan

basah. Bunrng air adalah sejenis burung secara ekologis kehidupannya bergantung
pada lahan basah (Rusila Noor,1995). Secara lntemasional burung air diakui

sebagai salah satu kelompok satwa penting dalam suatu ekosistim lahan basah,
bahkan merupakan salah satu aspek yang digunakan untuk menentukan pentingnya
suatu lahan basah secara internasinal (Wibowo & Suyatno, 1997).

Burung witwo Mycteria cinerea (Raffles) merupakan burung air dari ordo
Cinconiifomes yang jumlahnya

relatif merosot, sehingga tergolong rentan

(vulnerable) dalam Birds to Watch 2 (Collar & Andrew, 1988). Burung wilwo di
Indonesia temasuk jenis burung yamg dilindungi sejak keluamya Peraturan
Pemerintah Tentang Binatang Liar No. 134 dan 266 (Dirjen PHPA, 1 9 9 3 SK
Menteri Kehutanan No. 3011KPTS-11/1991. Jurnlah populasi burung wilwo
diperkirakan di seluruh dunia berkisar 6.000 ekor dan sekitar 5.000 ekor berada di
Indonesia (Sitvius et al., 1986). Jumtah populasi burung wilwo di Pulau Jawa
berkisar 602 ekor (Erftemeijer & Djuharsa, 1988).
Burung wilwo memiliki panjang total 762 mm sampai 1524 mm dengan

paruh runcing padat dan tidak memiliki celah saat paruh mengatup. Sayap panjang
dan lurus, ekor pendek. Pada saat terbang leher dijulurkan lurus (Gnimeks, 1973).
Sulit dibedakan jenis kelamin bunrng wihvo. Burung janian rata-rata lebih besar
ukuran tubuhnya dan relatif lebih ramping dengan paruh yang lebih panjang
dibandingkan dengbn b u n r n ~betina (Hancock et a/., 1992). Karena ukuran besar
diduga perkembangbiakannya sangat lambat, tempat persarangan rnemilih pohon-

pohon yang cukup besar, serta habitatnya yang spesfik (Erftemeijer, Balen &
Djuharsa, 1988).
., -

.
.

.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Allport dan Wilson (1986), Pulau
Rambut adalah satu-satunya tempat di Pulau Jawa yang diketahui sebagai tempat
berbiak bagi koloni wilwo. Pada tahun 1984 tercatat 14 sarang yang aktii digunakan
untuk berbiak. Namun pada saat ini kondisi Pulau Rambut sangat mernprihatinkan
karena rusaknya hampir setengah dari luas hutan mangrove yang ada serta
miskinnya regenerasi jenis pohon besar sebagai tempat bersarangnya burung
(Mardiastuti, 1992).
Burung wihnro tersebar di wiliyah Asia Tenggara dengan populasi yang paling
banyak dijumpai adalah di Indonesia. Terdapat dua lokasi yang diketahui sebagai
tempat brkernbangbiak bunrng wilwo yaitu Pulau Rambut (Atlport & Wilson 1986 ;

Hancock, 1994; Mardiastuti, 1992) dan Sumatera Selatan (Sihrius et at., 1986).
Hutan bakau dan paparan lumpur diidentifikasi memegang peranan penting sebagai
salah satu komponen habitat burung wilwo. Saat ini p o p u k i w h o di habitat aslinya
mengalami penurunan yang cukup cepat. Penyebab utama penurunan populasi ini
karena tejadinya kerusakan habitat berbiak dan tempat mencari makan serta
meningkatnya jumlah pernburuan, peracunan makanan dengan pestisida yang

digunakan oleh petani tambak (Sibuea et al., 1996)
Pada saat ini tekanan dan ancarnan terhadap lahan basah sebagai habitat
bunrng air begitu nyata. Penrbahan pada habitat dan pemburuan mempakan
ancaman yang sering terjadi pada kelompok satwa ini (Rusila Noor, 1994). Dengan
semakin meningkatnya pengrusakan dan pencemaran habitat asli satvlva ini maka
patut dipertanyakan keberadaan populasi, habitat, dan perilaku satwa ~ni.Untuk

menjawab pernasalahan tersebut perlu dilakukan suatu peneliitian yang mendasar
berkaitan dengan morfologi, populasi, habitat, sarang, perilaku reproduksi
(bercumbu, kopulasi, mendapatkan bahan sznng, penempatan sarang, menyusun

sarang, bertelur dan mengeram, perilaku makan, istirahat, pertumbuhan anak dan
kandungan pestisida dalam cangkang telur.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
1. Mengetahui morfologi, populasi, dan penyebaran sarang burung w h o .
2. Mengetahui perilaku reproduksi burung wilwo (bercumbu dan kopulasi,

rnendapatkan bahan sarang, menyusun sarang, bertelur dan mengeram).

3. Mengetahui perilaku makan dan istirahat burung wilwo.
4. Mengetahui pertumbuhan anak burung wihvo.

5. Mengetahui kandungan pestisida pada cangkang telur burung wilwo.
C. Hipotesis

1. Secara morfologi tidak dapat dibedakan antara jenis kelamin jantan dan betina

2. Adanya keragarnan pertumbuhan anak wilwo.

3. Terdapat kandungan pestisida dalam cangkang telur sehingga menggangu
pertumbuhan anak di masa embrional.
D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan dalam perlindungan

dan pengelolaan burung wilwo di habitat alami, terutama informasi dasar dalam
bidang konservasi dan biologi.

I!. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sbtematika dan Status Burung W i k
-8*.

Blrrung wiho oleh penduduk lokal di Pulau Jawa dinamakan watangkada,

menurut sistimatika Zoologi burung wilwo digolongkan ke dalam Kingdom Animalia,

Mum Chordata, kelas Aves, ordo Ciconiiformes, famili Ciconiidae, Genus Mycteria,
spesies Mycteria cinema, (Andrew, 1992). Secara globa I, penyebaran burung wilwo
meliputi Vietnam, Kamboja, Malaysia dan lndonesia (Collar & Andrew, 1988;

MacKinnon, 1992). Wilayah lndonesia yang menjadi lokasi penyebaran burung wilwo
adalah Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, dan Sulawesi (Wibowo & Suyatno
1997). Di lndonesia diketahui sebagai tempat hidup lima jenis butung bangau dari
sekitar 20 jenis burung bangau (famili Ciconiidae) yang hidup di dunia (Andrew,
1992).

Tabel 1. Status Penyebaran Famili Ciconiidae di lndonesia (Sibuea et a!., 1996).
No

Nama Itmiah

Nama
Daerah
Wilwo

1

Mycteria cinema

2

Ciconia epismpus

Sidang
lawe

3

Ciconia stomi

4

Lepfoptilos
javankus
Ephippmhynchus

Hutan
rawa
Bangau
Tong-tong
Wera

5

asiaficus

Status

Penyebaran

Dilindungi: Appendix 1;
Rentan
Dilindungi; Non
Appendix; Tidak
terwaluasi
Belum dilindungi; Non
Appendix; Genting
Dilindungi;Non
Appendix; Rentan

Sumatera; J a w ;
Sulawsi; Sumbawa
J a w ; Sulawsi;
Lornbok;

Belum dilindungi: Non
Appndix;Tidak
terevaluasi

Sumbawa;Flwes
Sumatera;Kepulauan
Mentawai; Kalimantan
Sumatra; Kalirnantan;
Bali dan Lombok
Irian jaya bagian
tenggara

Surung wilwo dikenal juga dengan nama Malayan Wood Stork, White

Malayan Tantalus, Southern Painted Stork (Inggris), Javanse Nimenat (Belanda),
Milch Storch (Jerman),Kuntul kelabu (Sumatera), Bloewok, burung Upeh (Malayan)

(Hancock et al., 1992). Burung wihrvo juga mempunyai beberapa nama ilmiah, yaitu
Ibis cinereus, Pseudotantalus cinereus, Tantalus lacteus (Temm), da n Tantalus
cinereus Raffles (Dij e n PHPA, 1995). Status burung.wiI.r~odigotongkan ke dalam
katagori teramcam punah dan rentan (vulnerable) dalam Birds to Watch 2 (Collar &
Andrew 1988) juga termasuk dalam appendix I CITES (Schuoten 1992) dan
ketentuari yang dikeluarkan oleh IUCN 1994.
8. Morfologi Burung Wilwo

Menurut MacKinnon et a). (1992) burung wilwo berbulu dengan wama putih
kecuali bulu terbang dan sayap berwarna hitam. Kulit muka tanpa bulu, berwama
merah jambu sampai merah, paruh krwama kekuning-kuningan dan panjang

melengkung dengan wama kaki abu-abu. Remaja berwarna abu-abu kecoklatan
dengan bulu tungging betwama putih dan bulu terbang bewama hitam.

Menurut lmanuddin (1999) anak w i h o mempunyai bulu natal benrvama putih
kusam. Pada saat menetas bulu natal terlihat basah dan lengket. Anak wilwo
termasuk tipe semi-altrical, yaitu pada saat menetas mata sudah terbuka, kondisi
tubuh lemah tidak dapat meninggalkan sarang dan memerlukan perawatan induk.

Pada hari ke 10 setelah rnenetas bulu kapas pada bagian ventral dan kepala mulai
tumbuh serta suara mulai terdengar semakin besar. Tubuh anakan wilwo ketika
menetas hampir selumhnya berwama merah kecuali paruh dan kaki yang berwarna
sedikit kuning, dengan sedikit hitam pada bagian ujung panrh.

C. Populasi Burung Wilwo
Popuiasi burung wilwo diperkirakan di seluruh dunia berkisar 6000 ekor
dengan sekitar 5900 berada di Indonesia (Silvius et al., 1986). Jumlah populasi

burung wilwo di Pulau Jawa berkisar 602 ekor, dengan sekitar 400 ekor menetap di

Jawa Barat sedangkan pantai selatan Jawa Tengah tercatat paling sediki 164 ekor
burung wilwo, di Jawa Timur hanya tercatat 38 ekor (Etftemeijer & Djuharsa 1988).
Di Pulau Ranlbut jumtah burung wiho yang tetcatat selama tahun 1990-1991
maksimum bejumlah 56 ekor (Mardiastuti, 1992) dan pada musim berbiak tahun
1998 terdapat 24 sarang aktif (Imanuddin, 1999).

D. Sarang Burung Wilwo
Menurut lmanuddin (1999) sarang w i h o berbentuk platform datar seperti
piring yang sangat lebar, sarang tersusun dari ranting-ranting pohon yang sudah
mati. Ukuran sarang akan bertambah dengan bertarnbahnya umur telur. Menjelang
telur menetas ketebalan dan lebar sarang semakin bertambah, bahan yang
ditambahkan berupa ranting-ranting yang masih segar. Ukuran rata-rata sarang

wiho adalah 69,42 x 59,42 cm dengan kedalaman 4,30 cm dan ketebalan sarang
7,15 em. Menunrt Mardiastuti (1992) pemilihan tempat sarang yang tinggi burung
wihwo berkaitan dengan kemudahan untuk mengamati predator, metarikan diri dari
predator dan kemudahan untuk mencapai dan meninggalkan sarang.

E. Pohon Sarang

Burung wilwo menggunakan areal behutan mangrove dengan bagian
pepohonan yang tinggi di bagian belakang (mangrove; riverine; hutan pantai)

sebagai tempat bersarang (Allport 8 Wilson, 1986). Burung wilwo umumnya
ditemukan di dataran rendah dan khususnya berasosiasi dengan hutan mangrove.
(MacKinnon, 1992), hutan carnpuran dan hutan payau (Mahrnud, 1991). Burung

wiho dalam kehidupannya bergantung pada pohon tempat istirahat dan pohon
:empat berkembangbiak (Sibuea et al., 1996). Menurut Alikodra (1990) habitat
mempunyai fungsi sebagai pelindung (cover).

F. Perilaku Reproduksi Burung Wihrro
Menurut Teague (1971) dan Suratmo (1979), yang dimaksud dengan
perilaku satwa adalah ekspresi suatu satwa yang disebabkan oleh semua faktor

yang mernpengamhi, batk faktor yang berasal dari dalam (endogenous factor)

maupun faktor yang berasal dari luar

(exogenous factorj. FaMor-faktor yang

mempengaruhi perilaku dinamakan dengan rangsangan, stimulus atau agents.
Sedangkan aktivitas yang ditimbulkan oleh rangsangan disebut respon.
Tanudimadja (1978) mendefinisikan pola perilaku sebagai suatu segmen

perilaku, yang diorganisir dan mempunyai fungsi yang khusus. Sifatnya, ditentukan

oieh kebakaan (Heriditi), tetapi bisa dirubah karena latihan dan pembelajaran.
Fungsi primer dari perilaku adalah untuk memungkinkan seekor satwa kradaptasi

terhadap beberapa perubahan keadaan, baik external rnaupun internal. Tiap pola
perilaku mempunyai semacam rangsangan primer (at 'relesser') yang dapat
menimbulkan perilaku tanpa adanya pengalaman terlebih dahulu (torenz, 1935

dalam Tanudimadja, 1978).
Pada umumnya, bangsa burung bereaksi terhadap pembangkit-pembangkit
primer yang lebih spesifik daripada yang bersifat merangsang, karena mereka
kurang rnarnpu merubah perilakunya melalui proses belajar (Tanudirnadja, 1978).

Peterson (19821, menerangkan bahwa indera pada burung terdiri atas : indera
peraba, indera pencium, indera penglihat dan indera pendengar. Lebih laajut
dikatakan, bahwa indera pencium pada burung urnumnya lemah.
Suratmo (1979), membagi perilaku ke dalam perilaku makan dan minum,
perilaku berkembang biak, perilaku rnencari perlindungan, perilaku berkelahi,
perlaku bermain, perilaku beristirahat, perilaku tidur, perilaku bejalan dan perilaku

berkicau. Menunut Harrison (1974), terdapat beberapa hal yang pertu dicatat dalam
mernpelajari petilaku bunrng, antara lain ialah jarak antara pengamat dengan objek,
keadaan alam tempat ditakukan penelitian, jenis bunrng yang berada di sekitamya,

keadaan bunrng pada saat diteliti (tstirahat, terbang), aksi yang ada, bentuk burung
yang diteliti, ukuran tubuh burung dan deskripsi dari burung yang diteliti.
Pengamatan perilaku reproduksi yang dijumpai selama rnasa penelitian
adalah memilih pasangan bercumbu dan kopulasi, rnengangkut dan menyusun

sarang, kawin dan mengeram.

1. Perilaku Bercumbu
Bercumbu merupakan suatu proses yang terjadi antara wilwo jantan dan
betina ketika hormon reproduksi mulai memuncak. Perilaku bercumbu dirnulai dari
dewasanya alat-atat reproduksi dari seekor satwa liar yang ditandai dengan
berfugsinya hormon reproduksi baik progesteron maupun estrogen sehingga
mengeluarkan ciriciri tertentu, rnudah dikenali oleh lawan jenis dalam memilih

pasangan (pair formation) untuk metakukan percumbuan. Hal ini tejadi karena
dorongan biologis sampai saat dilakukannya perkawinan (Suratmo,l979).
Percumbuan dimulai saling kejar mengejar pada satwa yang hidupnya berpasangan

seperti burung untuk mencapai sinkronisasi antara birahi jantan dan betina sampai
saat yang diinginkan kedua pasangan itu (lmmelman,1983).
Burung bluwok jantan memulai percumbuan untuk menarik perhatian betina

dengan cara, jantan mendekati betina dengan mendongakan paruh dan betina
menyeimbangkan posisi tersebut. Kemudian diikuti dengan perilaku sating
menjulurkan paruh sebagai respon dari perilaku tersebut (Hancock et a/., 1992).

2. Kopulasi
Kopulasi dapat tejadi apabila hasil pair formation sampai percumbuan
berlangsung baik sehingga proses pelepasan sperma ke dalam kloaca dapat tejadi.

Peristiwa kawin ditandai dengan terjadinya kopulasi yaitu mulai naiknya jantan ke
atas betina dengan posisi jantan mematuk kepala betina (Hidayati, 1996). Menurut

McFadand (1 993) pada umumnya kopulasi pada jenis burung sangat singkat yaitu
sekiiar 60 detik. Kopulasi berakhir ditandai dengan terbebasnya betina dari patukan

jantan dan turunnya jantan dari atas tubuh betina.

3. Perilaku Yendapatkan Bahan Sarang
Mendapatkan bahan sarang menrpakan suatu kegiatan dalam proses
reproduksi terutama pada jenis burung, bahan sarang didapatkan di sekitar pohon
sarang berupa ranting yang segar dengan cara memotong menggunakan mulut.
Menurut lrnanuddin (19991, bahan sarang yang sering digunakan yaitu jenis pohon
kingkit (Triphasia trifoiia). Sarang berfungsi sebagai tempat penampung telur, untuk
rnernpertahankan panas telur dan anak setelah menetas, menyembunyikan isi
sarang dari serangan atau gangguan predator dan petindung terhadap hujan atau
terik matahari (Suoth, 1976 dalam O'Connors, 1984). Menurut MacKinnon (19901,

sarang burung bluwok terbuat dari tumpukan ranting yang tidak rapi.
4. Perilaku Penempatan Sarang

Menurut Mardiastuti (1990), pemilihan tempat bersarang dapat disebabkan
dengan semakin sedikitnya pilihan bagi wiho untuk mencari tempat bersarang pada

bagian hutan lain. Penernpatan sarang wilwo selama musim berbiak dipengaruhi
oleh keamanan sarang dari tiupan angin, serangan predator dan perilaku terbang
masing-masing wilwo. Menurut Mahmud (1991), pada umumnya pohon yang terp~l~h

sebagai tempat bersarang adalah pohon yang tajuknya tidak terlalu mpat dan
ranting-rantingnya cukup kokoh untuk rnenahan berat sarang. induk dan anak-

anaknya. Pulau Rambut tidak dijumpai pohon kepuh yang rendah, peletakan sarang
dilakukan pada pohon yang tinggi. Selanjutnya imanuddin (1999) menyatakan

bahwa pohon sarang w i h o adalah jenis pohon emergent kecuali pada tipe hutan
mangrove dan memiliki tajuk yang tidak berhubungan dengan tajuk pohon lain di
sekiamya. Tajuk pohon sarang berukuran lebar, membulat dan memiliki kerapatan

yang kurang sehingga memudahkan induk untuk meletakkan sarang.
Oteh karena ukuran sayap yang lebar dan kaki yang panjang, wilwo
membutuhkan ruangan yang cukup untuk membetangkan sayap dan bejalan
rnenuju sarangnya. Menurut Sulistiani {1990), adanya variasi jumlah dan panjang
ranting pada settap sarang dipenganrhi oteh posisi sarang dan faktor penginjakan

oleh induk dan anak burung yang berdesakan di sarang sehingga ranting-ranting
akan patah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Selain itu faktor umur
(pengalaman) pengangkutan bahan sarang juga mempengaruhi jurnlah ranting untuk
menyusun sarang.

5. Perilaku Menyusun Sarang
Penyusunan sarang wiho tidak teratur dan kasar, susunannya dibagi dua
yaitu bagian dasar dan bagian atas. Bagian dasar tersusun dari ranting-ranting yang

halus yang dijalin satu sama lain untuk menyangga telur. Bagian dasar ini drsusun

ketika induk hendak berteiur hingga telur menjelang menetas. Bagian atas disusun
setetah telur menetas sarnpai anakan mulai belajar terbang. Bahan penyusun
sarang bagian atas adalah ranting yang ukurannya lebih panjang dan besar
diametemya dibandingkan dengan bahan penyusun sarang bagian bawah.

Penyusunan bagian atas lebih banyak dikonsentrasikan pada bagian tepi sehingga
sarang nampak lebih tebal pada bagian tepi (Imanuddin, 1999).

6. Perilaku Bemlur dan Mengeram
Menurut Lack (1968) dalam Welty (1982) wama telur bukanlah penciri utama
dalam taksonomi, namun wama dapat menunjukkan suatu hubungan dengan tipe
pemilihan tempat sarang. Warna telur yang biru keputih-putihan ini diduga
merupakan suatu cara dari wilwo untuk menyembunyikannya dari predator. Wama

tefur yang biru keputihan akan tersamar oleh keadaan lingkungannya yang penuh
dengan dedaunan. Menurut (Beer,1964 dalam Famer dan King, 1975), pengeraman
adalah suatu proses dimana panas yang dibutuhkan bagi pembentukan embrio
ditransfer dari induk kepada sebuah telur setelah bertelur.

Beberapa spesies burung memulai inkubasi sejak pertama kali meletakkan

telur (Welty, 1982), perilaku inkubasi ini menyebabkan adanya perbedaan waktu
penetasan antara telur pertama dan telur berikutnya. Menurut Hoogenrvetf(l936)

dalam Kahl(1990) masa inkubasi telur witwo diperkirakan berkisar antara 27-30 hari.
Menurut O'Connor (19841, Javinen (1989) dalam Lazaro et a1 (19921, kesuksesan
reproduksi memberikan respon negatif tehadap suhu yang rendah dan tingginya
curah hujan.
G. Peritaku Makan

Menurut Tanudimadja (1981), perilaku makan m e m k u p konsumsi makanan
atau bahan yang bermanfaat baik padat maupun wir. Berdasarkan kebiasaan
makan, burung dibagi dalam pemangsa (predator), pemakan bangkai (scavenger),
pemakan biji dan buah-buahan (vegetarian) serta pemakan sega la jenis makanan
(Peterson 1982). Bunrng witwo diketahui memiliki tiga-ura mencari makan (Silvius

i986;Swennen & Martein, 19871, yaitu (1) berjalan menyusur, dimana burung wilwo

mencan lubang tempat mangsa dan menggusur menggunakan paruh beberapa kali
dan mengelilingi lubang tersebut, (2) mencari mangsa dengan paruh setengah

terbuka di permukaan air dangkal atau iumpur dan bejatan berlahan dengan panth
hampir K bagian di dalam air, (3) pengarnatan secara tangsung, burung wihrcro diam
berdiri dekat batas perairan, dengan mempertahankan posisi paruh setengah
terbuka, paruh berada dalam air.

Burung wilwo terkadang merentangkan sayap pada siang hari saat mencari
makan di air dangkal. lkan ditunggu datang untuk berteduh di bawah bayangan

sayap kemudian dengan cepat ditangkap dengan paruhnya (Sibuea et al., 1996).
Menurut MacKinnon ef at (1992), ketika burung wiho makan, katupan paruhnya
dapat terdengar dari kejauhan. Mangsa burung wilwo adalah ikan-ikan kecil (Allport,
Wilson, 19861, ikan glodok (mudskippers) (Silvius, 1986; Swennen & Martein, 1987).
Selain itu moluska, serangga, krustasea dan reptilia (MacKinnon, 1990).
Menurut tndrawan et a1 (1993), burung wilwo rnencari makan di paparan
lumpur bejarak 25

- 100 m dari mangrove. Paparan tersebut menlpakan lumpur

yang sangat halus dan sulit dilalui manusia (kedalaman lumpur mencapai pinggang).
Ketika bejalan tarsus burung wilwo terbenam sekiar 6 cm (114 panjang tarsus),

tetapi ketika berdiri tanpa gerakan untuk menyusur lurnpur, tarsus terbenarn sekitar
15

- 20 crn (314 panjang tarsus ) Menurut Hemowo et at (1998) burung ini mencari

makan di daerah paparan lumpur di tepi mangrove, maupun daerah mangrove
berawa, biasanya mencari makan dengan cara bejalanjalan di daerah paparan
lumpur. Sering terlihat burung ini membenamkan paruhnya ke dalam lumpur
(probing) untuk mendapatkan kepiting, ikan, gelodok, dan udang.

Burung wilwo menurut MacKinnon (1990) memakan ikan, katak, moluska,

setangga, krustasea, dan reptilia. Berat burung wibo yang diperkirakan sekitar 3 Kg
dapat mengkonsumsi 630 gr ikan sehari, berarti aktifitas makan selama satu hari
menghabiskan waktu selama 2 jam untuk mencari makan secara intensif (Swennen
& Marteim, 1987).

H. Perilaku ktirahat
Menurt Gandrie (1984) bentuk perilaku istirahat, yakni: bertengger dan diam
total. Bertengger dilakukan dengan jalan menekuk persendian antara femur dan
tibiotarsus dengan sudut yang lebih lebar dibandingkan saat diam total, sedangkan
diam total dilakukan dengan jalan menekuk persendian antara femur dan tibiotarsus
dengan sudut tekukan yang hamptr tidak ada, bagian dada agak menyentuh bidang
tempat beristirahat.
I. Pertumbuhan Anak Wilwo
Menurut GuRom (1996), apabila anak bunrng dibesarkan pada suatu periode

dengan fluktuasi ketersedian makanan yang dipengaruhi oleh iklim, perbedaan

waktu menetas mernberikan kesempatan hidup yang lebih besar bagi anak burung.
Pada tipe penetasan asynchronous anak yang menetas pertama akan lebih dahulu
memperoleh makanan. Mekanisme ini akan mengurangi anak bunrng wilwo yang
dibesarkan pada suatu periode reproduksi namun menyelamatkan paling tidak
seekor anak. Lindhalm (1996), menyatakan bahwa rata-rata pertumbuhan tubuh

anak burung yang menetas lebih akhir cendnrng lebih lambat daripada anak yang
menetas lebih awal. Menurut Sutistiani (19911, fungsi sayap dan kaki untuk terbang
dan mempertahankan din dari predator maupun untuk mencari makan saat

meninggalkan satang. Hoogerwerf dalam Kahl(1990) mengatakan anak wihvo telah
mampu untuk terbang pada waktu antara 6 - 7 minggu setelah penetasan.
J. Cangkang Telur

Orr dan Fletcher (1973) menyatakan bahwa komposisi fisik telur tergantung

pada spesies, ukuran telur, m u s h dan umur induk yang menghasilkan telur. Pada
umumnya tebal kerabang berhubungan dengan besar telur dan besar induk yang
menghasilkan telur tersebut. Hat in! dikatakan juga oleh Romanoff dan Romanoff
(1963) bahwa semakin besar unggas semakin besar juga berat telur serta tebal

kerabang dari telur tersebut. Yang mempengaruhi tebal kerabang mununrt Romanoff
dan Romanoff (1963) pertama adalah heriditas, kedua variasi musim, ketiga

makanan dan keempat faktor faal. Pada umumnya kerabang lebih tebal pada musim
dingin dan menjadi tipis pada musim panas, Roland (1979) telur yang beratnya
betbeda mempunyai tebal kerabang yang berbeda.

K. Pengertian Pesblsida
Kata pestisida berasal dari kata pest yang at-tinya hama dan cida yang berarti
pembunuh. Secara sederhana pestisida diartikan sebagai pembunuh hama
(Sudarmo, 1991). Pestisida adalah zat atau campuran zat yang khusus untuk

memberantas, mencegah, atau menangkis gangguan semngga, binatang pengerat,
cacing, cendawan, gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama, kecuali

virus, bakteri, atau jasad renik yang terdapat pada semua manusia dan binatang
lainnya.
1. Struktur dan Sifat-sifat Pestisida Organoklorin

Sastroutomo (1992), menyatakan bahwa senyawa golongan organoklorin

mempunyai twmus umum C,HyClz. Golongan ini dibagi menjadi tiga sub golongan

yaau Dinitro Toluen, Bengene Hexa Chloride (BHC) dan Siklodien. Pada umumnya

semua sub-golongan ini mempunyai sifat-sifat kimia yang hampir sama. Daya

t h i n y a dalam air sangat rendah bila dibandingkan dengar: daya larutnya dalam
pelanrt organik. Dalam keadaan mumi senyawa ini berwama putih atau sedikit
kekuningan.
Endosulfan merupakan senyawa turunan dari BHC, senyawa ini berbentuk

kristal betwama pirang yang dapat larut dalam pelarut organik, tetapi kurang larut
dalarn air (20 ppm). Senyawa ini akan mudah terurai jika terkena sinar matahari,
Icebanyakan digunakan untuk membasmi serangga penggerek batang padi, sangat

toksit terhadap ikan. Di Indonesia endosulfan diperdagangkan dengan bebrapa
nama dagang diantaranya: thiodan, sepidan, dan dekasulfan (Sastroutomo, 1992).

2. Toksisitas Pestisida
Menurut Koessoemadinata (1991) senyawa-senyawa organoklor (misalnya

DDT, metoksiklor, endrin, dieldrin, dan endosulfan), kecuati BHC dan heptaklor,
umumnya k r d a y a racun tinggi pada ikan maupun pada fauna akuatik lainnya.
Tabel 2. Toksisitas Akut lnsektisida Organoklorin Terhadap Berbagai Makhluk
lnsektisida

Fitoplankton
Muara

Amphifoda Air
Tawar

Scrnber: Connel, D.W. and G. J. Miller (1995).

lkan Air

lkan Muara

Pestisida golongan ini, terutama senyawa siklodin seperti endrin dan endosulfan,
memiliki potensi tinggi sebagai bahan pencemar lingkungan akuatik. Pengaruh
subletal pestisida secara tidak langsung -dapat menyebabkan penurunan
kesempatan keselarnatan diri atau perkembangbiakan dalam populasi alamiah, pada

kepekatan yang

paling

mungkin dialami oleh

makhluk bukan sasaran

(Koessoemadinata, 1991). Kadar pestisida EndosutFan dalam perairan sungai
setelah dua minggu 30% setetah empat minggu 5% (Eichelbelger, 1972 dalam

Khan, 1976).
3. Batas Tobransi Bebetapa Jenb Pestisida di Lingkungan
Tabel 3. Batas Toleransi Beberapa Jenis Pestisida di Lingkungan

1 No TNama Pestisida

1

Kadar I a ~ m l

1

2
3

Endosulfan
03
Karbofuran
0,1
4
0,01
Klorpirofos
1 5 I Lindane
1
0.05
Sumkr: McEwen (1979) and CAC (1985) dalam Kusmono (1995)

I

I

I

4. Dampak Penggunaan Pestisida

Menurut Mustamin & Ma'nrf (1990), dampak insekb'sida terhadap kesehatan
manusia dapat bersifat lethal dan sublethal. Di Indonesia tercatat 2705 kasus

keracunan dengan kematian 236 orang dari tahun 1979 -1986. Sastroutomo (1992),
mengemukakan bahwa senyawa organoklonn rnernberi penganrh pada sistem saraf
pusat; serangga yang terkena DDT tidak dapat mengmdalikan kontraksi ototototnya. DDT dapat rnenghambat ATPase yang bertanggung jawab terttadap
pengangkutan ion-ion saraf dan meningkatkan enzim dan mikrosoma. DOT juga
menghambat enzim organik anhidrase yang bertanggungjawa b dalam pembentukan
kulit burung.

Mustamin & Ma'ruf (1990) menyatakan bahwa senyawa organoklorin dapat
juga menyebabkan efek karsinogen pada hati, penurunan daya ingat, dan defisiensi

kalsium dalam tulang. Penggunaan pestisida untuk pemanenan hasil tambak oleh

para petani tambak RPH Cangluing akan mengancam kelestarian bumng air,
rnisalnya menurunnya keanekaragaman biota-biota estuaria yang menjadi sumher
makanan burung air. Bahan-bahan pencemar dapat terakumulasi dalam tubuh
burung air karena memangsa biota-biota yang telah tercemar dan betpengaruh
negatif terhadap kesehatan burung air, menurunnya daya tetas telur dan selanjutnya

mengancam kelestaiian burung di wilayah tersebut (Mustati, 1992).
Akibat kebiasaan hidup (khususnya migmsi) dan kebiasaan makanannya

(pemakan biji, serangga, ikan dan burung), burung berpeluang lebih besar untuk
terkontarninasi insektisida dibandingkan dengan satwa lain. Dampak negatif
insektisida secara langsung berupa kematian karena adanya kontak antara burung
dengan pestisida saat pemberantasan hama, baik terhadap bunrng dewasa rnaupun
anaknya yang masih dalam sarang bahkan telumya. Pengamh tidak langsung dapat
berupa peracunan pada mata rantai makanan, pengaruh terhadap daya tetas telur

dan mobilitas konsentrasi subletal yang terdapat dalam jrtringan lernak sehingga
terjadi gejala keracunan. Peracunan melalui rantai makanan terjadi bila bunrng
memakan binatang lain yang mengandung insektisida dalam tubuhnya dan pada
proses ini biasanya terjadi peningkatan kadar racun antar mata rantai makanan
tersebut (Nandika, 1990).

Pengaruh insektisida terhadap burung bergantung pada faktor-faktor jenis
burung, dosis insektisida, lamanya kontak, musin? jenis kelamin, umur, kesehatan
burung, dan keadaan makanan (de Vos, 1969 dalam Nandika, 1990). Jefferies

(1975) dalam Connell and Miller (19951, menyatakan bahwa kebanyakan pengaruh

subletat insektisida organoklor pada hewan menyusui dan burung dalam situasi
laboratorium dan lapangan dapat disebabkan oleh kemaiasan tiroid, yang
berpengaruh terhadap transmisi simpul saraf.
Penggunaan insektisida organoklorin yang luas telah menyebabkan perilaku
dan fisiologis yang diinduksi oleh kontak subletal kronis terhadap zat-zat ini dalam

makanan rnereka (McEwen and Stephenson, 1979 dalam Connetl and Miller 1995).
Pada umumnya penganrh yang paling penting adaiah kematian embrio yang

disebabkan oleh pemecahan dini kuM telur yang tipis dan akibat kadar pestisida letaI
dalam ernbrio (Were, 1980 dalam Connell and Miller, 1995).

Ill. METODE PENELlTlAN
A. Waku dan Tempat Penelkkin

Pe'Ti'elitian ini berlangsung selama 12 bulan, dimuiai pada bulan Febntari

2000 sampai dengan Februari 2001, tetapi tidak dilakukan secara kontinyu. Kegiatan
penelitian dibagi dalam dua tahap, yaitu (1) kegiatan di Pulau Rambut selama enam
bulan, meliputi survei daerah penelitian, pengamatan rnorfologi, populasi, sarang,
habitat, perijaku reproduksi meliputi : pemilihan pasangan, bercumbu, kopulasi,
mendapatkan bahan sarang, menempatkan sarang, menyusun sarang, bertelur dan
mengeram, perilaku makan, perilaku istirahat. Dilakukan pula pengukuran
pertumbuhan piyik dan pengambilan kerabang telur ; (2) kegiatan laboratorium

selama dua bulan yang dilakukan di laboratorium IPT Unggas Fakuttas Petemakan
tnstitut Pertanian Bogor dan di Laboratonurn Biokimia dan Enzimatik BALlTBlO
Bogor selarna empat bulan, meliputi pengukuran ketebalan kerabang telur dan

analisis pestisida.
B. Materi Penelitian

Pengarnatan ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama, pengarnatan
lapang dilakukan secara " visual wntact" dengan memilih secara acak dua pasang

induk wiho dalam satu kelompok berbiak, meliputi parameter rnorfologi, poputasi,
sarang, peritaku reproduksi antara lain: pemilihan pasangan, bercumbu, kopulasi,
mendapatkan bahan sarang, menempatkan sarang, menyusun sarang, bertelur,
mengeram dan perilaku makan serta istirahat. Tahap kedua, mengamati
pertumbuhan anak dengan menggunakan 8 ekor anak yang baru menetas,

sedangkan tahap ketiga, pengarnatan laboratorium untuk mengetahui kandungan
pestisida dengan mecggunakan 12 cangkang hasil penetasan di tempat berbiak.

C. Alat dan Bahan Penelltian

Pengamatan dilakukan secara langsung maupun tidak langsung dengan
atau tanpa alat bantu. Alat bantu yang dimaksud berupa. karnera foto manual,
binokuler, pita ukur, tali plastik, spidol permanen, gunting, "cuttef, timbangan
Ohaus, kaliper, klinometer, tambang, kertas koran, kantong plastik, micrometer,
lumpang, blender, kertas saring Whatman no. 42, kromagtografi gas cair yang
dilengkapi detektor Flame Photometric Detector (FPD) FPD, kalkulator dan alat tulis.
D. Pengumpulan Data

Studi pustaka dilakukan untuk mengehhui keadaan lokasi penelitian, dan
kegiatan lain yang akan mendukung kegitan penelitian di lapangan. Pengumpulan
data dilaksanakan dengan menggunakan metode survei dan wawancara dengan

petugas, penganbilan sampet dilakukan secara langsung.

I. Data Primer
I.1. Morfologi Burung Wilwo Dewsa

Pengamatan dilakukan di lapang terhadap burung wilwo dewasa dengan
rnenggunakanskala bentuk dan warna buiu, antara lain : daerah rostrumpremaksila,
oksipital, wajah, vertebrae cervicales, atlas, scapula, vertebrae caudales dan

scapula. Untuk mengetahui perbedaan rnorfologi burung wilwo jantan dan betina
dewasa dilakukan secara kualitatif dengan melihat dan rnembandingkan bagian-

bagian tubuh tertentu, antara lain bentuk leher, wama kaki, wama paruh, bentuk
kepala dan postur tubuh serta wajah (karena wiho adalah burung yang dilindungi

maka tidak diizinkan menangkapnya).

I.2. Popubsi Burung WiWo

Penentuan lokasi pengamatan untuk menetahui populasi dilakukan secara

purposive sampling berclasarkan survei pendahuluan dan pengamatan penyebaran
sarang. Sehingga untuk menghitung populasi burung wilwo menggunakan metode
konsentrasi di =rang (purposive), penghiungan dilakukan pada sarang yang aMif

digunakan selama rnusim berbiak, pagi pada p u k ~ l 4 . 5.w
~ - WIB.

4.3. Penyebaran Sarang Burung W i h
Pengamatan penyebaran sarang wilwo selama musim berbiak dila kukan

secara langsung terhadap penyebaran sarang yaitu: jumlah pohon sarang, jumlah
sarang posisi sarang pada setiap pohon sarang. Posisi sarang pada pohon sarang
dihitung dengan membagi tinggi sarang terhadap tinggi pohon sarang dan
dinyatakan dalarn persentase.
Pengukuran dilakukan dengan tali ukur, untuk mencapai sarang dilakukan
dengan cara memanjat menggunakan alat bantu tali nilon berdiameter 2 cm atau
memanjat langsung tanpa alat bantu. Pengukuran sarang meliputi panjang, lebar,
lingkaran, ketebalan sarang diukur dengan menggunakan penggaris berdasarkan
kriteria berikut: (a) Panjang sarang adalah diameter sarang terpanjang (dalarn cm);
(b) Lebar sarang adalah diameter sarang terpendek (dahm cm);(c) Ketebalan

sarang adalah jarak tegak lurus dari mulut sarang ke permukaan dasar sarang

(dalam cm); (d) Lingkaran sarang adalah keiiling bagian pinggir luar sarang.
1.4. Pohon Sarang

Pengamatan pohon sarang dilakukan dengan mngikuti perilaku harian
burung wilwo dj Pulau Rambut, pohon samng diukur diameter batang, tinggi totat,
tinggi bebas cabacg, jari-jari tajuk, jarak pohon dengan paparan turnpur tempat

makan. Untuk mengetahui distribusi pohon sarang dilakukan dengan cara mencari

dan mencabt posisi pohon sarang kemudian dibuat peta sebaran sarang dengan

skala 1: 10.000. Contoh sarang ditentukan secara "porposive" berdasarkan pohon
sarang ditemukan di lokasi penetitian. Plot contoh pohon sarang berbentuk bulat
dengan luas 0,t ha atau radius 1 7 3 rn (Prawiranagara, 1999).
Data keadaan habitat sarang dan ciri-ciri pohon sarang dicatat dan diamati,
pengamatan dilakukan tehadap jenis pohon, diameter batang di lokasi. Untuk

mengukur kondisi habitat pohon sarang, tinggi pohon sarang diukur menggunakan
klinometer (Glibertson, Kent, dan Pyatt, 1985).
1.5. Perilaku Repmduksi Burung W i k

Pengarnatan perilaku reproduksi