Tipologi Habitat Pesisir Suaka Margasatwa Pulau Rambut di Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu

(1)

PEMANFAATAN CANGKANG RAJUNGAN (

Portunus

sp.)

SEBAGAI FLAVOR

Oleh :

Ismiwarti

C34101018

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2005


(2)

RINGKASAN

ISMIWARTI (C34101018). Pemanfaatan Cangkang Rajungan (Portunus sp.) sebagai Flavor. Dibimbing oleh PIPIH SUPTIJAH dan KOMARIAH TAMPUBOLON.

Penelitian ini bertujuan untuk menilai daya terima panelis terhadap bubuk flavor dari ekstrak cangkang rajungan (Portunus sp.) dengan perlakuan waktu ekstraksi dan mengevaluasi kandungan gizi bubuk flavor dari ekstrak cangkang rajungan (Portunus sp.) dengan perlakuan waktu ekstraksi terpilih.

Perlakuan yang diberikan pada penelitian tahap pertama adalah kontrol (tanpa ekstrak cangkang rajungan), waktu ekstraksi cangkang rajungan 30 menit, 60 menit, 90 menit dan 120 menit dengan perbandingan cangkang rajungan dan air (1 : 2). Kemudian pada kaldu (filtrat) hasil ekstraksi ditambahkan tepung terigu 8 % dan tepung tapioka 8 % dan bumbu 4 % sehingga dihasilkan pasta flavor. Setelah homogen pasta flavor tersebut dikeringkan dengan drum dryer sehingga menjadi bubuk flavor yang kemudian dikemas dengan plastik polietilen. Bubuk flavor dari lima perlakuan diuji dengan uji sensori untuk mengetahui waktu ekstraksi terpilih dan uji pH dengan pH meter. Pada penelitian tahap kedua perlakuan waktu ekstraksi terpilih dilanjutkan dengan uji proksimat dan dibandingkan dengan kontrol. Analisis data untuk uji organoleptik yaitu dengan uji statistik non parametrik Kruskall Wallis dan uji lanjut Multiple Comparison. Sedangkan uji proksimat dianalisis secara deskriptif.

Hasil uji sensori menunjukkan bahwa aroma khas rajungan pada bubuk flavor dapat diidentifikasi oleh panelis pada perlakuan waktu ekstraksi 90 menit dan 120 menit. Sedangkan rasa khas rajungan dapat diidentifikasi oleh panelis pada perlakuan waktu ekstraksi 60 menit, 90 menit dan 120 menit. Semakin lama waktu ekstraksi rendemen yang dihasilkan semakin tinggi. Berdasarkan uji pH adanya penambahan flavor rajungan menyebabkan bubuk flavor bersifat basa. Sedangkan bubuk flavor tanpa penambahan flavor rajungan bersifat asam.

Berdasarkan analisis analisis secara deskriptif dari uji proksimat terhadap produk terpilih, bubuk flavor yang dibuat menghasilkan nilai kadar air (3,86 %) masih dalam kisaran sama dengan kontrol (3,98 %), kadar abu (19,75 %) masih dalam kisaran sama dengan kontrol (19,69 %), kadar protein (8,11 %) lebih tinggi dari kontrol (4,72 %), kadar lemak (6,49 %) lebih tinggi dari kontrol (5,86 %) dan kadar karbohidrat (61,79 %) lebih rendah dari kontrol (65,75 %). Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa bubuk flavor dari ekstrak cangkang rajungan yang dibuat lebih stabil dalam penyimpanan karena memiliki kadar air yang rendah. Selain itu bubuk flavor ini bergizi tinggi karena memiliki kadar protein dan kadar lemak yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan bubuk flavor tanpa penambahan flavor dari ekstrak cangkang rajungan. Bubuk flavor yang dibuat dari ekstrak cangkang rajungan ini masih belum sempurna, oleh karena itu disarankan untuk melakukan uji komponen flavor dari ekstrak cangkang rajungan dan mengurangi jumlah bahan pengisi untuk meningkatkan konsentrasi aroma rajungan.


(3)

PEMANFAATAN CANGKANG RAJUNGAN (Portunus sp.)

SEBAGAI FLAVOR

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh : Ismiwarti C34101018

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005


(4)

Judul : PEMANFAATAN CANGKANG RAJUNGAN (Portunus sp.)

SEBAGAI FLAVOR Nama : Ismiwarti

NRP : C34101018

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Pipih Suptijah, MBA Ir. Komariah Tampubolon, MS NIP. 131 476 638 NIP. 130 355 555

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Kadarwan Soewardi NIP. 130 805 031


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 30 Agustus 1982 di Blitar, Jawa Timur dari orang tua bernama Mislan dan Sumiati. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara.

Tahun 2001, penulis lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Talun. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan studi di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB.

Selama duduk di jenjang pendidikan tinggi, penulis pernah mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) IPB bidang penelitian dengan judul “Proses Polimerisasi Bioplastik dengan Bahan Dasar Khitosan sebagai Bahan Kemasan Makanan” pada tahun 2003. Pada tahun 2004 penulis pernah mengikuti Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional XVII bidang PKMI dengan judul yang sama. Penulis telah menyelesaikan skripsi berjudul ”Pemanfaatan Cangkang Rajungan (Portunus sp.) sebagai Flavor”, sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan, dibawah bimbingan Ibu Dra. Pipih Suptijah, MBA dan Ibu Ir. Komariah Tampubolon, MS.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sejak penelitian sampai dengan penyelesaian skripsi yang berjudul ”Pemanfaatan Cangkang Rajungan (Portunus sp.) sebagai Flavor”. Penyusunan skripsi ini termasuk salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dra. Pipih Suptijah, MBA serta Ibu Ir. Hj Komariah Tampubolon, MS. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu untuk memberikan arahan dan saran yang sangat berarti, saat penelitian hingga penyelesaian skripsi ini.

2. Bpk Ir. Heru Sumaryanto, MSi dan Ibu Dra. Ella Salamah, MSi selaku dosen penguji tamu yang telah meluangkan waktunya unruk memberikan arahan dan saran yang berarti demi penyempurnaan skripsi ini.

3. Bpk Ir. Djoko Poernomo, Bsc yang telah meluangkan waktunya untuk menjadi moderator seminar hasil penelitian ini.

4. Ayah, ibu dan adik yang telah mencurahkan kasih sayang, doa, perhatian, nasehat dan dukungannya.

5. Dosen-dosen beserta seluruh staf di Program Studi Teknologi Hasil Perikanan yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Lila, Nurul, Iis, Desi, Awan, Sobana, Ulum, Edoy, Nuno, Intan, teman-teman THP angkatan 38, 39, 40, Kawah Kelud Pi dan Pa dan WBB atas kebersamaan, bantuan, nasehat, pengertian, dorongan dan semangat. Serta pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa di dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, sehingga penulis dengan tulus menerima saran dan kritik yang membangun.

Bogor, Desember 2005


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

1. PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Rajungan ... 3

2.1.1 Deskripsi dan klasifikasi rajungan... 3

2.1.2 Karakteristik cangkang rajungan ... 4

2.1.3 Komposisi kimia limbah cangkang rajungan ... 6

2.2 Flavor ... 7

2.3 Pemanasan... 10

2.4 Bahan Pengisi dan Bumbu pada Pengolahan Flavor ... 11

2.4.1 Bawang putih... 11

2.4.2 Bawang merah ... 12

2.4.3 Merica ... 12

2.4.4 Garam... 12

2.4.5 Tepung tapioka ... 13

2.4.6 Tepung terigu... 14

2.5 Pengeringan... 14

2.6 Pengemasan... 15

3. METODOLOGI ... 17

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 17

3.2 Bahan dan Alat ... 17

3.3 Metode Penelitian... 17

3.3.1 Penelitian tahap pertama ... 17

3.3.2 Penelitian tahap kedua... 20

3.4 Analisis Produk ... 20

3.4.1 Rendemen bubuk flavor ... 20

3.4.2 Uji sensori... 20


(8)

(1) Analisis kadar air... 21

(2) Analisis kadar abu ... 21

(3) Analisis kadar protein ... 22

(4) Analisis kadar lemak ... 22

(5) Perhitungan kadar karbohidrat ... 23

(6) Analisis derajat keasaman metode pH metri... 23

3.5 Analisis Data ... 23

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

4.1 Penelitian Tahap Pertama ... 25

4.1.1 Rendemen... 25

4.1.2 Uji sensori... 26

4.1.2.1 Uji hedonik... 26

(1) Warna ... 26

(2) Penampakan... 28

(3) Tekstur... 29

4.1.3.2 Uji mutu hedonik... 30

(1) Aroma... 30

(2) Rasa ... 31

4.1.3 Derajat keasaman (pH)... 33

4.1.4 Penentuan produk terpilih ... 34

4.2 Penelitian Tahap Kedua ... 35

(1) Kadar air ... 35

(2) Kadar abu... 36

(3) Kadar protein ... 37

(4) Kadar lemak... 38

(5) Kadar karbohidrat ... 39

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

5.1 Kesimpulan ... 41

5.2 Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43


(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Komposisi kimia limbah cangkang rajungan

dan daging yang masih melekat pada cangkang ... 6 2. Komposisi kimia tepung tapioka dalam 100 gram bahan... 13 3. Rekapitulasi data pada penelitian pendahuluan ... 34


(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Rajungan (Portunus sp.) ... 3

2. Lapisan penyusun pada cangkang rajungan... 5

3. Skema pembuatan bubuk flavor pandan... 10

4. Skema pembuatan bubuk flavor dari ekstrak cangkang rajungan (Portunus sp.) ... 19

5. Histogram nilai rendemen bubuk flavor ... 25

6. Bubuk flavor dari ekstrak cangkang rajungan (Portunus sp.) dengan waktu ekstraksi yang berbeda ... 26

7. Histogram nilai rata-rata warna bubuk flavor ... 27

8. Histogram nilai rata-rata penampakan bubuk flavor ... 28

9. Histogram nilai rata-rata tekstur bubuk flavor ... 29

10. Histogram nilai rata-rata aroma bubuk flavor... 31

11. Histogram nilai rata-rata rasa bubuk flavor ... 33

12. Histogram nilai derajat keasaman (pH) bubuk flavor ... 34

13. Histogram nilai rata-rata kadar air bubuk flavor ... 36

14. Histogram nilai rata-rata kadar abu bubuk flavor ... 37

15. Histogram nilai rata-rata kadar protein bubuk flavor ... 38

16. Histogram nilai rata-rata kadar lemak bubuk flavor... 39


(11)

TIPOLOGI HABITAT PESISIR SUAKA MARGASATWA

PULAU RAMBUT DI KABUPATEN ADMINISTRATIF

KEPULAUAN SERIBU

Oleh :

JEUNIKE SUCIAYU MATKUSSA

C06499903

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005


(12)

RINGKASAN

Jeunike S. Matkussa. Tipologi Habitat Pesisir Suaka Margasatwa Pulau Rambut di Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta. Dibimbing oleh JOKO PURWANTO dan R. WIDODO.

Penelitian ini berfungsi untuk memberikan penggambaran visual tentang tipe ekosistem mangrove, tipe ekosistem danau alam laut, tipe ekosistem terumbu karang yang ada di Pulau Rambut, dan menganalisis nilai kualitas setiap ekosistem penyusun tersebut.

Penilitian dilakukan pada kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut,

Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta pada bulan Februari dan Mei. Pertama pada tanggal 29 Februari 2004, pengambilan zooplankton di perairan dengan metode horisontal dan pengambilan contoh mangrove. Kemudian pada tanggal 29 Mei 2004, pengambilan zooplankton di perairan menggunakan metode vertikal dan pengambilan contoh mangrove.

Ekosistem mangrove di Pulau Rambut pada keseluruhan stasiun ada 6 jenis mangrove, yang terdiri dari Rhizophora mucronata LMK., Excoecaria agallocha L. (buta-buta), Avicennia officinalis L., Xylocarpus granatum (bola-bola), Rhizopora apiculata, dan Rhizophora stylosa. Tipe ekosistem mangrove pada stasiun 1 didominasi tipe Rhizophora mucronata LMK., dan tipe Excoecaria agallocha L. (buta-buta). Stasiun 2 didominasi tipe Excoecaria agallocha L. (buta-buta), tipe Xylocarpus granatum (bola-bola) dan tipe Rhizophora mucronata. Stasiun 3 didominasi tipe Rhizophora stylosa, kemudian tipe Rhizophora mucronata dan Rhizophora apiculata. Stasiun 4 didominasi tipe Rhizophora mucronata. Rata-rata nilai keragaman morfometrik daun keseluruhan jenis mangrove tinggi yang mengakibatkan kompetisi tinggi dan daya adaptasi pada lingkungan rendah, yang menunjukkan mangrove di Pulau Rambut rusak.

Nilai salininas yang paling rendah terdapat pada stasiun 3 yaitu berkisar 20 ‰ yang kurang sesuai dengan mangrove berjenis Avicennia yang hanya dapat mencapai pertumbuhan maksimal pada tingkat salinitas berkisar 25 ‰ .

Sedangkan salinitas tertinggi disekitar perairan tempat tumbuh mangrove terdapat pada stasiun 1 dan pada stasiun 4 berkisar sekitar 28 ‰ sangat sesuai dengan jenis manrove Rhizhophora sp. Derajat keasaman perairan mangrove yang didapat pada tiap stasiun adalah sebesar 8, dimana pH tersebut agak tinggi untuk jenis Rhizophora sp

Tipe ekosistem danau alam laut untuk zooplankton pada stasiun 1 didominasi oleh tipe Nauplius, dan tipe Larva molusca, stasiun 2 didominasi oleh tipe Tintinnopsis, stasiun 3 didominasi oleh tipe Tintinnopsis dan tipe Nauplius, sedangkan stasiun 4 didominasi tipe Favella, Tintinnopsis, dan Nauplius. Tipe Nauplius pada setiap stasiun selalu yang lebih banyak dan sering muncul, menunjukkan bahwa diperairan sekitar Pulau Rambut memiliki banyak ikan dan ditunjang pertambahan jenis burung yang ada sekarang di Pulau Rambut.

Burung pecuk sangat menyukai daerah barat laut sampai daerah utara (Azhar, 2002) karena jenis mangrove seperti Rhizophora mucronata LMK. Xylocarpus granatum, dan Avicennia officinalis L. memiliki kanopi yang rimbun dan rapat sehingga bagus untuk membuat sarang. Hal ini didukung oleh kesuburan terumbu karang pada bagian utara dan barat Pulau Rambut yang membuat perairan di sekitar itu kaya akan unsur zat hara. Unsur itulah yang menarik fitoplankton dan membuat laju pertumbuhan zooplankton dan ikan yang merupakan pakan pecuk.


(13)

TIPOLOGI HABITAT PESISIR SUAKA MARGASATWA

PULAU RAMBUT DI KABUPATEN ADMINISTRATIF

KEPULAUAN SERIBU

Oleh :

JEUNIKE SUCIAYU MATKUSSA

C06499903

SKRIPSI

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005


(14)

SKRIPSI

Judul :

TIPOLOGI HABITAT PESISIR SUAKA

MARGASATWA PULAU RAMBUT

DI KABUPATEN ADMINISTRATIF

KEPULAUAN SERIBU

Nama Mahasiswa : Jeunike S. Matkussa

Nomor Pokok : C06499903

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Joko Purwanto, DEA Ir. Widodo Nip. 130 521 372 Nip. 130 217 464

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Kadarwan Soewardi Nip. 130 805 031


(15)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

TIPOLOGI HABITAT PESISIR SUAKA MARGASATWA

PULAU RAMBUT DI KABUPATEN ADMINISTRATIF

KEPULAUAN SERIBU

Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini.

Bogor, Desember 2005

Jeunike Suciayu Matkussa C06499903


(16)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas dukungan, pengarahan, masukkan, dan pengetian sehingga skripsi ini dapat disusun, kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan kasih sayang dari awal sampai akhir penyusunan skripsi ini.

2. Bpk. Dr. Ir. Joko Purwanto, DEA sebagai pembimbing pertama saya dan Ir. R. Widodo sebagai pembimbing kedua saya, yang memberi arahan, masukkan, dan koreksi dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bpk. Ir. Nyoto Santoso, MS. sebagai penguji tamu saya yang memberikan waktu dan masukkan untuk melengkapi skripsi ini.

4. Ibu Ir. Yuli Naulita MSc. sebagai penguji Program Studi yang memberikan koreksi, masukkan, waktu, dan arahan untuk menyempurnakan skripsi ini. 5. Orang tua saya, Drs. Jeheskiel Matkussa dan Pdt. Ny. Sartje Nureroan

Matkussa beserta kakak saya, Jone Surya Matkussa, SE dan adik saya, Jewerly Silast Matkussa, ST juga adik-adik sepupu saya Enjel, Erlin, Olvin dan tak lupa pengasuh saya dari kecil mbak Surnaseh atas bantuan doa, nasehat, pengetian, dan kasih sayang selama awal kuliah sampai akhir pembuatan skripsi ini.

6. Balai Konservasi Sumber Daya Alam yang mengijinkan saya untuk meliti di Pulau Rambut.

7. Lumban Spi, Dolorosa Bria Spi, Esti Rahayu Spi, Ella Bria, Chepi, Muhammad Sharir Spi, dan Pak Ali atas bantuannya selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

8. Ance puspa Spi, Srieko susilowati Spi, Denti Spi, Mutia, Rahel Spi, Jacky prtama Spi, Bang Samsul Spi, Wayan Spi, dan Pak Doel atas bantuan, pengertian, dan kerjasama dalam MOSI dan penyusunan skripsi ini.

9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu, semoga selalu di berkati Tuhan, terimakasih.


(17)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Kuasa, karena atas berkat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Tipologi Habitat Pesisir Suaka Margasatwa Pulau Rambut di Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu”

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Dalam penyusunannya, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada para dosen, terutama doesen pembimbing Dr. Ir. Joko Purwanto, DEA dan Ir. R. Widodo, serta dosen lainnya yang bersedia membimbing dan membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman yang turut membantu penelitian, memberi kritik dan saran terhadap penelitian ini.

Bogor, Desember 2005


(18)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL

... ix

DAFTAR GAMBAR

... xi

DAFTAR LAMPIRAN

... xii

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang ... 1

1.2 Tujuan penelitian ... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1Ekosistem pesisir di pulau kecil ... 3

2.1.1 Ekosistem mangrove ... 3

2.1.1.1Pengertian mangrove ... 3

2.1.1.2Manfaat dan fungsi mangrove... 5

2.1.2 Ekosistem danau alam laut ... 6

2.1.2.1Pengertian danau alam laut ... 6

2.1.2.2Manfaat dan fungsi danau alam laut... 7

2.1.2.3 Zooplankton ... 8

2.1.2.3.1 Pengertian zooplankton ... 8

2.1.2.3.2 Ukuran zooplankton... 9

2.1.3 Ekosistem terumbu karang ... 9

2.1.3.1 Pengertian terumbu karang ... 9

2.1.3.2 Klasifikasi terumbu karang ... 10

2.1.3.3 Manfaat dan fungsi terumbu karang ... 13

2.1.3.4 Ikan karang di Pulau Rambut ... 13

2.1.3.5 Jenis terumbu karang di Pulau Rambut ... 17

a. Kelimpahan terumbu karang di sebelah utara Pulau Rambut ... 19

b. Kelimpahan terumbu karang di sebelah barat Pulau Rambut ... 20

c. Kekeruhan ... 21

d. Persen penutupan biota ... 22

2.2Parameter kualitas perairan ... 23

2.2.1 Suhu ... 24

2.2.2 Turbiditas atau kekeruhan ... 24

2.2.3 Salinitas ... 25


(19)

3. BAHAN DAN METODE

3.1Waktu dan lokasi ... 26

3.2Alat dan bahan ... 26

3.3Penentuan posisi dan waktu pada stasiun pengambilan data ... 27

3.4Pengukuran parameter fisika, kimia dan biologi perairan ... 29

3.5 Pengumpulan data ... 29

3.5.1 Ekosistem mangrove ... 30

3.5.2 Ekosistem danau alam laut (miniatur upwelling area) ... 31

a. Zooplankton ... 31

b. Kontur tiga dimensi dari Pulau Rambut ... 31

3.6 Analisis data ... 32

3.6.1 Kondisi ekosistem mangrove berdasarkan morfometrik daun 32 3.6.2 Kelimpahan zooplankton ... 34

1. Indeks ekologi komunitas mangrove dan zooplankton ... 34

a. Indeks keanekaragaman (diversity index) ... 34

b. Indeks kewajaran (evenness index) ... 35

c. Indeks dominansi ... 36

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Ekosistem pulau kecil ... 37

4.1.1 Ekosistem mangrove berdasarkan morfometrik daun ... 37

a. Rhizophora mucronata LMK ... 37

b. Excoecaria agallocha L.(buta-buta) ... 39

c. Avicennia officinalis L. ... 40

d. Xylocarpus granatum (bola-bola) ... 41

b. Rhizophora apiculata ... 41

c. Rhizophora stylosa ... 42

4.1.2 Parameter perairan pada ekosistem mangrove ... 43

a. Salinitas dan pH ... 43

b. Suhu ... 44

4.1.3 Indeks ekologi komunitas mangrove ... 45

4.1.4 Ekosistem danau alam laut ... 46

a. Zooplankton ... 46

b. Turbiditas, pH, dan suhu ... 49

c. Kontur tiga dimensi dari Pulau Rambut ... 50

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 52

5.2 Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA

... 56

LAMPIRAN

... 59


(20)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kelimpahan burung Pecuk dari Tahun 1983-2001 (Azhar, 2002) ... 8

2. Pengelompokan plankton berdasarkan ukuran klasifikasi ... 9

3. Morfologi karang lunak dan karang keras ... 11

4. Famili dan spesies ikan karang di sebelah barat Pulau Rambut ... 14

5. Famili dan spesies ikan karang di utara Pulau Rambut ... 15

6. Kelas, ordo, sub ordo, famili, dan genus terumbu karang di Pulau Rambut ... 18

7. Jumlah koloni, total koloni, dan kelimpahan pada utara Pulau Rambut ... 19

8. Jumlah koloni, total koloni, dan kelimpahan pada barat Pulau Rambut ... 20

9. Nilai persen penutupan biota penyusun dasar perairan Pulau Rambut .. 22

10. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitain ... 26

11. Posisi dan waktu pengambilan data mangrove ... 27

12. Posisi dan waktu pengambilan data zooplankton ... 27

13. Parameter fisika, kimia dan biologi perairan yang diambil selama penelitian ... 29

14. Nilai salinitas di perairan ekosistem mangrove ... 44

15. Nilai suhu di perairan ekosistem mangrove ... 45

16. Indeks keanekaragaman (H') dan kewajaran (E), dan dominansi mangrove ... 46

17. Jumlah jenis, kelimpahan, keanekaragaman dan kewajaran zooplankton ... 48


(21)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Grafik kelimpahan burung Pecuk dari Tahun 1983-2001

(Azhar, 2002) ... 8

2. Grafik komposisi jumlah jenis ikan karang (a). Barat dan (b) Utara .... 17

3. Grafik komposisi kelimpahan terumbu karang di Pulau Rambut (a). Barat dan (b) Utara ... 21

4. Persen penutupan biota penyusun dasar perairan Pulau Rambut (a). Barat; (b). Utara; dan (c). Timur laut ... 23

5. Lokasi pengambilan data ... 28

6. Pengambilan data daun mangrove ... 30

7. Teknik pengukuran panjang (P) dan lebar (L) daun mangrove (Kitamura et al., 1997) ... 30

8. Grafik log normal Rhizophora mucronata LMK. (a). Stasiun 1; (b). Stasiun 2; (c). Stasiun 3; (d). Stasiun 4 ... 38

9. Grafik log normal Excoecaria agallocha L. pada stasiun 1 ... 40

10. Grafik log normal Avicennia officinalis L. pada stasiun 3 ... 40

11. Grafik log normal Xylocarpus granatum pada stasiun 3 ... 41

12. Grafik log normal Rhizopora apiculata pada stasiun 2 ... 42

13. Grafik log normal Rhizophora stylosa pada stasiun 2 ... 42

14. Grafik komposisi zooplankton dalam pengambilan pertama (a,b) dan pengambilan kedua (c,d,e,f) ... 49


(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman 1. Data morfometrik daun Excoecaria agallocha L (buta-buta) ... 60 2. Data morfometrik daun Rhizophora mucronata LMK ... 61 3. Data morfometrik daun (a). Rhizophora stylosa dan

(b). Avicennia officinalis L ... 63 4. Data morfometrik daun Xylocarpus granatum (bola-bola) ... 64 5. Data morfometrik daun Rhizophora apiculata ... 65 6. Data mangrove ... 67 7. Data zooplankton ... 67 8 a. Contoh mangrove pada stasiun 1 sebelah Selatan ... 68 b. Contoh mangrove pada stasiun 2 sebelah Barat ... 68 c. Contoh mangrove pada stasiun 3 sebelah Utara ... 68 d. Contoh mangrove pada stasiun 4 sebelah Timur ... 69 9. Gambar-gambar zooplankton yang di dapat di Pulau Rambut ... 69 10. Gambar-gambar terumbu karang di Pulau Rambut ... 70 11. Gambar jenis-jenis terumbu karang di Pulau Rambut ... 71 12. Gambar jenis-jenis ikan terumbu karang di Pulau Rambut ... 73 13. Penyebaran burung-burung laut yang ada di Pulau Rambut

menurut Azhar, 2002 .. ... 75 14. Gambar burung Pecuk .. ... 76


(23)

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki luas daratan mencapai 1,9 juta km2 dan luas perairan laut mencapai 7,9 juta km2 dengan garis pantai sekitar 81,791 km (Supriharyono, 2000). Mengingat perairan pantai atau pesisir merupakan wilayah yang sangat produktif untuk potensi sumber daya alam (hayati), sehingga kita harus dapat mengolah dan menjaganya agar berguna bagi pembangunan ekonomi di negara ini.

Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut. Ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin, sedangkan ke arah laut adalah wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat, seperti sedimentasi dan aliran air tawar (Supriharyono, 2000).

Wilayah pesisir berfungsi sebagai sistem penyangga kehidupan dan perlidungan pantai yang penting artinya bagi kelanjutan hidup manusia. Kandungan sumber daya alam dan upaya pemanfaatan wilayah pesisir dan lautan tidak akan terlepas dari upaya konservasi, agar apa yang dilakukan dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan manusia secara berkelanjutan. Salah satu upaya pemanfaatan dan konservasi terhadap kawasan pulau-pulau yang tersebar di Indonesia yaitu berupa Taman Nasional Laut. Salah satu contoh Taman Nasional Laut adalah Pulau Rambut yang terletak di ke pulauan seribu DKI Jakarta, Taman ini dikelola oleh Balai Konsevasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta.


(24)

Pulau Rambut dijadikan Taman Nasional Laut dibawah BKSDA dikarenakan beberapa tahun terakhir telah terjadi penurunan kualitas maupun kuantitas kondisi fisik dan biotik di kawasan ini sehingga di kawatirkan akan mengganggu

keseimbangan ekosistem yang ada. Ini terlihat dari kerusakan hutan mangrove, pegurangan jumlah burung yang datang ke Pulau Rambut, erosi pantai, air yang tercemar sampah dan permasalahan lainnya. Tahun 1997 dilaporkan bahwa sekitar 2 hektar hutan mangrove rusak berat, hal ini menyebabkan lahan terbuka. Dengan perubahan statusnya dari cagar alam menjadi suaka margasatwa sejak tahun 1999, dimungkinkan untuk melakukan upaya perbaikan-perbaikan terhadap kerusakan-kerusakan habitat yang terjadi di Pulau Rambut (Santoso et al., 2002)

Salah satu upaya perbaikan dari keadaan tersebut adalah dengan melakukan studi lengkap sesuai dengan potensi dan permasalahannya. Sistem zonasi atau tipologi dari ekosistem yang menyusun Taman Nasional Laut Pulau Rambut digunakan agar potensi yang ada dapat disimpan dan diketahui sebagai satu-kesatuan ekosistem, sehingga dapat dikembangkan semaksimal mungkin untuk mendukung fungsi wilayah tersebut dan menghindari kerusakan sumber daya alam yang ada.

1.2. Tujuan

Penelitian ini berfungsi untuk :

1. Memberikan penggambaran visual tentang tipe ekosistem mangrove, tipe ekosistem danau alam laut, dan tipe ekosistem terumbu karang yang ada di Pulau Rambut.


(25)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ekosistem pesisirdi pulau kecil

Tipologi habitat pesisir adalah tipe-tipe habitat atau ekosistem-ekosistem yang terletak di kawasan pesisir. Kawasan pesisir memiliki definisi yang berbeda tetapi secara umum diartikan sebagai kawasan pertemuan antara darat dan laut. Apabila ditinjau dari garis pantai (coastline), maka suatu wilayah pesisir memiliki dua kategori batas (boundaries), yaitu : batas yang sejajar garis pantai (longshore) dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai (crosshore) (Supriharyono, 2000).

Pulau Rambut merupakan contoh ekosistem pesisir yang memiliki luas 90 hektar, sudah termasuk wilayah lautnya. Pulau ini termasuk pulau sangat kecil karena luasnya kurang dari 100 km2 (UNESCO, 1991 in Bengen, 2004) dan langsung terbuka menghadap ke arah laut sehingga tidak memiliki ekosistem estuari. Ekosistem pesisir Pulau Rambut yang diteliti adalah ekosistem mangrove, ekosistem danau alam laut (mixing zone) dan ekosistem terumbu karang.

Pulau Rambut memiliki komposisi tanah terdiri dari kapur yang berasal dari karang laut, ditutup oleh lapisan lapukan biologis bercampur dengan lumpur dan pasir 10-20 cm (Mardiastuti, A., 1992 in Santoso et al., 2002) dan daerah daratan tertinggi dari Pulau Rambut mencapai 10 m dari permukaan laut.

2.1.1. Ekosistem mangrove 2.1.1.1. Pengertian mangrove

Mangrove sebuah kata yang biasa menunjukkan tumbuhan yang hidup pada daerah pantai-pantai terlindung atau datar di daerah tropis dan subtropis sebagai suatu komunitas hutan atau individu sesuai dengan kebutuhannya. Macnae (1968)


(26)

in Supriharyono (2000) mengatakan bahwa mangrove merupakan perpaduan antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove yang bermakna perairan tenang (calm water). Istilah mangrove menurutnya digunakan untuk individu tumbuhan dan menggunakan istilah “mangal” apabila berkaitan dengan komunitas.

Supriharyono (2000) mengatakan komunitas mangrove hidup di daerah antara level pasang naik tertinggi (maximum spring tide) sampai level disekitar atau diatas permukaan laut rata-rata (mean sea level). Hutan mangrove merupakan ekosistem pesisir yang mempunyai jumlah gugur daun yang tinggi sehingga produktivitas hayatinya tinggi. Produktivitas tersebut menurut Carter (1973) in Supriharyono (2000) sangat di pengaruhi oleh dua kelompok utama yaitu: 1. Fluktuasi pasang, terdiri dari:

a. Transpor oksigen sistem perakaran.

b. Air tanah dan jumlah pertukaran air yang digunakan untuk menghalau zat racun sulfit.

c. Arus pasang-surut dan pengaruhnya terhadap deposisi dan erosi substrat dasar.

d. Fluktasi air yang berkaitan dengan keberadaan unsur hara di daerah hutan mangrove.

2. Kimia air, terdiri dari:

e. Salinitas pada substrat dasar dan kemampuan daun-daun bertahan. f. Kandungan unsur hara makro (macronutrients) dalam tanah.

g. Jumlah aliran permukaan (surface run-off) yang membawa unsur hara makro dari tanah.


(27)

Menurut Sukardjo (1993) in Monk et al., (2000) zonasi mangrove di kawasan pantai dipengaruhi oleh :

1. Gelombang; yang menentukan frekuensi tergenang.

2. Salinitas; yang berkaitan dengan hubungan osmosis mangrove. 3. Substrat.

4. Pengaruh darat; seperti aliran air masuk dan rembesan air tawar.

5. Keterbukaan terhadap gelombang, sehingga menentukan jumlah substrat yang dapat dimanfaatkan.

Semua faktor tersebut memberikan pengaruh terhadap seluruh organisme yang hidup di hutan mangrove. Organisme yang dapat bertahan terhadap faktor-faktor tersebut akan hidup, sedangkan yang tidak tahan akan mati, karena itulah dibuat zonasi komunitas mangrove.

2.1.1.2. Manfaat dan fungsi mangrove

Hutan mangrove memiliki produktivitas yang tinggi, menurut Claridge dan Burnett (1993) in Bengen (2000) ekosistem wilayah pesisir memiliki beberapa fungsi ekologis penting, antara lain :

1. Sebagai peredam gelombang dan angin badai, penahan lumpur dan perangkap sedimen yang diangkut oleh aliran air permukaan.

2. Sebagai penghasil sejumlah besar detritus, terutama yang berasal dari daun dan dahan pohon mangrove yang gugur. Detritus ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan oleh organisme pemakan detritus dan sebagian lagi diuraikan secara bakterial menjadi mineral-mineral hara yang berperan dalam penyuburan perairan.


(28)

3. Sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makanan (feeding ground) dan daerah pemijahan (spawning ground) bermacam organisme perairan (ikan, udang dan kerang–kerangan) baik yang hidup di perairan pantai maupun lepas pantai.

4. Sebagai penghasil kayu untuk bahan konstruksi, kayu bakar, bahan baku untuk membuat arang dan juga untuk dibuat bubur kertas (pulp).

5. Tempat pariwisata.

2.1.2. Ekosistem danau alam laut 2.1.2.1. Pengertian danau alam laut

Ekosistem danau alam laut adalah ekosistem yang memiliki suatu badan air lautan bersifat diam dan berukuran besar yang merupakan habitat tumbuhan dan hewan. Ekosistem ini disebut daerah ekoton atau mixing zone (Purwanto, 2003).

Purwanto (2003) menyatakan bahwa ekosistem perairan danau alam laut memiliki peranan sebagai pusat pengembangan fitoplankton air, selain itu juga merupakan sumber dan distributor untuk perbaikan kualitas air ke ekosistem lainnya. Hal ini dikarenakan adanya upwelling dalam perairan ekosistem tersebut. Nybakken (1992) menyatakan upwelling adalah gerakan vertikal air yang

disebabkan oleh angin sehingga mengakibatkan air mengalami suatu sirkulasi vertikal atau gerakkan ke atas. Dengan adanya peristiwa ini, Pulau Rambut yang merupakan salah satu contoh dari pulau kecil memiliki karakteristik seperti danau alam laut. Menurut Salm et al, (2000) pulau kecil memiliki karakteristik geologi yang umumnya berasal dari karang, mempunyai sedikit mineral penting, tanahnya mudah meresap air, keanekaragaman hayati rendah, pergantian spesies tinggi dan pemijahan massal hewan laut bertulang belakang cukup tinggi.


(29)

Hal ini didukung dengan pertambahan jenis burung di Pulau Rambut menurut Mardistuti (1992) in Santoso et. al., (2002), bahwa terdapat 52 jenis burung dan semakin bertambah menjadi 61 jenis (Mardiastuti et al., 2003). Jenis burung yang jumlahnya tetap lebih banyak dari tahun ke tahun adalah burung jenis pecuk (Phalacrocorax sp.). Hal ini dikarenakan ikan, crustaceae, dan amphibi merupakan pakan yang disukai burung pecuk (Azhar, 2002). Jenis ikan yang ditemukan pada daerah pantai adalah beberapa jenis ikan hias seperti lepu ayam (Pterois ruslii), bendera (Zanclus cornitus), garu (Amprion percula) dan kuda laut (Micocampus kuda) (Santoso et al., 2002)).

2.1.2.2. Manfaat dan fungsi danau alam laut

Fungsi ekosistem danau alam laut sangat ditentukan oleh faktor

morphoedamic, musim, umur kronologis atau umur fisiologis. Fungsi utama adalah tempat aktifitas fotosintesis di lapisan permukaan, aktifitas mineralisasi di lapisan bawah dan aktifitas jebakan sedimen di lapisan dasar. Produktivitas danau alam laut dapat digolongkan menjadi dua kategori yaitu produktivitas sedang untuk danau yang dangkal (<800 m) dan produktivitas tinggi untuk danau yang dalam (>1000 m) (Purwanto, 2003).

Produktivitas tinggi pada ekosistem danau alam laut dapat dilihat dari

keberadaan burung pecuk. Burung pecuk (Phalacrocorax sp.) banyak terdapat di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, dengan jenis pakan ikan dan crustacea.

Keberadaan ekosistem danau sering dimanfaatkan burung pecuk sebagai tempat mencari makan. Data keberadaan burung pecuk di Pulau Rambut telah dilakukan oleh Azhar, Wiriosoepartho, Mahmud, dan Mardiastuti (Azhar, 2002) (Tabel 1).


(30)

Kelimpahan Burung Pecuk 5008 6814 4332 4306 2222 6883 3458 4076 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 N ove m b er , 1 9 8 3 A p ri l, 1 983 S ep te m b er , 1 9 9 0 O k to b er , 1 9 9 0 M in im u m , 1 9 9 0 -1 9 9 1 M ak si m u m , 1 9 9 0 -1 9 9 1 F eb ru ar i, 2 0 0 1 M ar et , 2 0 0 1 Tahun K elim p a h a n ( ek o r)

Tabel 1. Kelimpahan burung pecuk dari tahun 1983-2001 (Azhar, 2002) Wiriosoepartho,

1986

Mahmud, 1991 Mardiastut

i, 1992

Azhar, 2002

1990 1990-1991 2001

November 1983

April

1984 September Oktober Min. Mak. Februari Maret

5008 6814 4332 4306 2222 6883 3458 4076

Sumber : Azhar, 2002 dan Lampiran 21, 22

Data kelimpahan burung pecuk jika dibuat grafik akan membentuk garis percepatan linier, yang menunjukan penurunan jumlah burung pecuk dari tahun ketahun sehingga mengindikasikan kondisi habitat Pulau Rambut yang semakin menurun (Gambar 1).

Sumber : Tabel 1

Gambar 1. Grafik kelimpahan burung pecuk dari tahun 1983 - 2001

2.1.2.3. Zooplankton

2.1.2.3.1. Pengertian zooplankton

Zooplankton adalah anggota plankton yang bersifat hewani, sangat beraneka ragam dan terdiri dari bermacam larva dan bentuk dewasa yang mewakili hampir


(31)

seluruh filum hewan (Nybakken, 1992). Ukurannya lebih besar dari fitoplankton, dan bisa mencapai lebih dari 1 m contohnya ubur-ubur (Nontji, 1993).

2.1.2.3.2. Ukuran zooplankton

Pengelompokan plankton berdasarkan ukuran menurut kalasifikasi Dussart (1965) in Basmi (1997) dapat dilihat pada Tabel 2. Faktor fisik-kimia seperti suhu, intensitas cahaya, salnitas, pH dan zat cemaran sangat mempengaruhi kelimpahan jenis plankton di perairan, sedangkan faktor biotik seperti tersedianya pakan, banyaknya predator dan adanya pesaing dapat mempengaruhi komposisi species (Arinardi et al., 1997).

Tabel 2. Pengelompokan plankton berdasarkan ukuran klasifikasi

Kelompok Ukuran Sebagian Besar Organisme

Ultrananoplankton < 20 µm Bakteri planktonis

Nanoplankton 2-20 µm Jamur, flagellate mikro, dan diatom mikro Mikroplankton 20-200 µm Sebagian besar fitoplankton, foraminifera,

ciliata, rotifera, dan nauplius copepoda Mesoplankton 200 µm-2 mm Cladocera, copepoda, larva

Makroplankton 2-20 mm Pteropoda, copepoda, euphausiida, chaetognatha

Mikronekton 20-200 mm Cephalopoda, euphausiida, sergestida, myctophida

Megaloplankton (glatinous plankton)

> 200 mm Scyphozoa, thaliacea

Sumber : Dussart, 1965 in Basmi, 1997

2.1.3. Ekosistem terumbu karang 2.1.3.1. Pengertian terumbu karang

Ekosistem terumbu karang termasuk salah satu komponen penting penyusun ekosistem perairan pesisir. Terumbu karang (coral reefs) merupakan kumpulan organisme yang hidup di dasar perairan dan berupa bentukan batuan kapur


(32)

(CaCO3) yang cukup kuat menahan gaya gelombang laut. Organisme yang

dominan hidup di daerah ini adalah binatang-binatang karang yang mempunyai kerangka kapur dan algae, dimana di antarannya banyak juga yang mengandung kapur (Dawes, 1981 in Supriharyono, 2000).

Terumbu karang adalah ekosistem yang rapuh dan sangat sensitif. Perubahan lingkungan yang sangat kecil akan mempengaruhi kondisinya, tetapi terumbu karang juga memiliki kemampuan yang besar untuk kembali ke kondisi aslinya dari bencana. Kemampuan memperbaiki diri ini tergantung penyebab

kerusakannya.

2.1.3.2. Klasifikasi terumbu karang

Terumbu karang dapat diklasifikasikan menjadi tiga bentuk utama (Darwin, 1842 in Monk et al., 2000) yaitu:

1. Karang tepi adalah karang yang berada dekat dan sejajar dengan garis pantai, dimana terdapat celah yang sempit antara karang dan pantai yang biasanya merupakan laguna dangkal.

2. Atol juga merupakan karang tepi yang berbentuk cincin. Umumnya banyak terdapat di Samudera Pasifik.

3. Karang penghalang serupa dengan karang tepi, kecuali bahwa ada jarak yang cukup jauh antara karang dan daratan atau pantai. Celah ini terdiri dari perairan yang dalam.

Stoddart (1973) in Monk et al., (2000) menambahkan dua bentuk karang yaitu karang meja yang terdapat di laut lepas dan hampir menyerupai bentuk atol, serta karang yang bentuknya tidak beraturan namun memiliki goba yang digambarkan sebagai karang dengan banyak goba berukuran kecil.


(33)

Terumbu karang Indonesia mempunyai keragaman paling tinggi di dunia, diperkirakan luasnya sekitar 7.500 km2 (KHL, 1993 in Monk et al., 2000) dimana karang meja adalah bentuk terumbu karang yang dominan terdapat di Kepulauan Seribu, Teluk Jakarta. Morfologi pertumbuhan karang kapur dipengaruhi oleh faktor fisiologi karang dan dipengaruhi oleh tekanan fisika kimia lingkungan, sehingga pada satu jenis dapat memiliki beberapa morfologi bentuk pertumbuhan. Perbedaan utama antara morfologi karang lunak dan karang keras adalah

kemampuan dalam membentuk kerangka kapur dari kalsium karbonat (Tabel 3).

Tabel 3. Morfologi karang lunak dan karang keras

Morfologi Karang lunak Karang keras

Bentuk dan susunan tubuh

Seperti tabung, lunak dan tertanam dalam massa gelatin.

Membentuk koloni.

Seperti tabung, terlindung dalam kerangka kapur yang radial, Soliter atau membentuk koloni. Tentakel Berjumlah 8 dan berduri Berjumlah enam atau

kelipatan enam dan tidak berduri.

Kerangka tubuh

Tidak menghasilkan kerangka kapur yang radial, tetapi spikul yang terpisah dan berkapur lunak. Bersifat endoskeleton.

Menghasilkan kerangka kapur yang radial dalam membentuk Kristal aragonik. Bersifat eksoskeleton. Daya tahan

tubuh

Dapat bertahan lama walaupun tidak ada penetrasi cahaya matahari ke dalam air laut.

Akan segera mati bila tidak ada penetrasi matahari.

Gerak Dapat bergerak, bahkan dapat merambat ke atas koloni karang hidup dan memangsanya.

Tidak dapat bergerak

Hubungan antara polip

Antara polip yang satu dengan yang lainnya secara internal melalui jaringan solenia.

Tidak ada hubungan secara internal Sumber : Pane, 2004

Terumbu karang dapat dibedakan antara binatang karang (reef coral) sebagai individu organisme atau komponen dari masyarakat dan terumbu karang (coral reef) sebagai suatu ekosistem, termasuk di dalamnya organisme-organisme


(34)

karang. Berdasarkan kemampuan memproduksi kapur, ada dua tipe karang yaitu karang yang membentuk bangunan karang (hermatypic corals) dan yang tidak dapat membentuk bangunan karang (ahermatypic corals). Hermatypic corals adalah binatang karang yang dapat membentuk bangunan karang dari kalsium karbonat, sedangkan ahermatypic corals adalah binatang karang yang tidak dapat membentuk bangunan karang.

Faktor yang mempengaruhi penyebaran karang adalah :

1. Cahaya; karang polip hidup secara simbiosis dengan alga sel tunggal yang dinamakan zooxanthellae. Alga dinoflagelata ini hidup pada serat-serat ektodermal dari karang polip (Fakowski et al., 1991 in Monk et al., 2000). Karang memperoleh sebagian besar makanannya dari zooxanthellae selama siang hari, dan karang karang polip memberi makan bagi zooplankton ini selama malam hari.

2. Sedimentasi; keberadaan karang polip sering dipengaruhi oleh sedimentasi, kendati tentakel karang ini menghasilkan mukus untuk melindunginya dari sedimentasi. Sedimentasi mengurangi intensitas cahaya, dan menghalangi proses fotosintesis pada zooxanthellae. 3. Substrat; substrat sangat penting sebagai tempat menempel larva. Larva

karang membutuhkan substrat keras sebagai tempat menempel, substrat yang tidak sesuai akan mengurangi rekrutmen karang (Fisk dan Harriot 1989 in Monk et al., 2000)

Achituv dan Dubinsky, (1991) in Supriharyono (2000) mengatakan bahwa distribusi karang dipengaruhi oleh beberapa kondisi dan faktor utama yang mempengaruhi misalnya suhu, karena karang tidak dapat tumbuh di perairan yang


(35)

suhunya kurang dari 180C. Perairan tropis dengan suhu sekitar 25-310C merupakan tempat yang paling sesuai untuk pertumbuhan karang. Faktor lain yang menentukan adalah arus, dimana penyebaran larva dan sumber makanan bagi karang bergantung pada pola arus air. Faktor fisik dan kimia lain yang mempengaruhi distribusi karang adalah salinitas, angin, pola pasang surut, dan gangguan alam seperti angin topan, angin ribut dan gempa bumi.

2.1.3.3. Manfaat dan fungsi terumbu karang

Terumbu karang dinyatakan sebagi ekosistem laut yang paling tinggi

keragamannya di dunia baik keragaman binatang maupun tumbuhannya. Hal ini mendukung potensi ekologi dan ekonomi terumbu karang, sehingga sangat bermanfaat bagi sektor perikanan, budidaya laut, produk-produk farmasi di masa depan dan pariwisata bahari. Perikanan karang berperan secara nyata bagi ekonomi negara-negara tropis.

Potensi ekologi dari terumbu karang adalah sebagai habitat bagi begitu banyak binatang dan tumbuhan, daerah asuhan bagi banyak jenis ikan yang penting secara ekonomi bagi industri perikanan dan dapat menarik binatang-binatang besar seperti penyu dan dugong yang memakan berbagai organisme yang hidup pada karang. Pertumbuhan dan struktur karang merupakan tempat berlindung bukan hanya bagi ikan, tetapi juga bagi binatang-binatang yang menetap seperti kerang, spong, anemon, dan karang kipas.

2.1.3.4. Ikan karang di Pulau Rambut

Ikan karang di Pulau Rambut menurut Pane (2004) terdapat di sebelah utara dan di sebelah barat Pulau Rambut. Jenis ikan yang ditemukan di sebelah barat Pulau Rambut terdiri dari 5 famili dengan 8 spesies ikan karang dimana famili


(36)

Pomacentridae dari jenis Pomacentrus caeruleus paling banyak ditemukan yaitu sebesar 17 ekor, sedangkan yang paling sedikit adalah famili Serranidae berjenis Ephinephelus quoyanus dan famili Synodontidae berjenis Synodus jaculum sebanyak 1 ekor. Untuk jenis yang lain dapat dilihat pada Tabel 4 dan komposisi ikan karang dapat dilihat pada Gambar 2.

Tabel 4. Famili dan spesies ikan karang di sebelah barat Pulau Rambut

No Famili Spesies Jumlah

1. Pomacentridae Chormis viridis 5

2. Pomacentrus caeruleus 17

3. Plectroglyphidodon lacrymatus 4

4. Apogonidae Cheilodipterus altus 15

5. Serranidae Ephinephelus areolatus 4

6. Ephinephelus quoyanus 1

7. Synodontidae Synodus jaculum 1

8. Nemipteridae Scolopsis trilineatus 3

Total 50

Sumber : Pane, 2004 dan lampiran 20

Famili Pomacentridae memiliki morfologi tubuh berbentuk oval dan pipih. Pada ke dua sisi tubuh terdapat masing-masing satu lubang hidung. Warna badan cukup beragam dari coklat, abu-abu, hitam kombinasi oranye, kuning, sampai biru terang dengan sirip ekor bercagak. Famili ini memiliki tingkah laku hidup

berkelompok dan membuat sarang untuk menjaga telurnya (nest builders). Famili Serranidae berciri khas 3 duri pada tutup insang, sirip punggung memanjang dan memiliki lateral line yang lengkap. Famili ini juga memiliki bentuk mulut yang lebar dengan lebih dari satu gigi dan ekornya membentuk setengah lingkaran. Kelompok ini merupakan kelompok ikan predator dan menyukai tinggal disekitar terumbu karang atau karang mati/batu-batuan. Memiliki teritorial yang tinggi dan merupakan penghuni dasar yang penyendiri.


(37)

Ikan dalam famili Synodontidae dapat berkamufulase bila ada predator dengan merubah warna tubuhnya menyerupai warna habitatnya. Memiliki mulut yang lebar dengan gigi yang lengkap. Memiliki bentuk tubuh yang pipih memanjang dan silindris. Sirip punggung panjang dan diikuti oleh sirip-sirip kecil dengan bentuk yang menghadap sirip ekor. Sifat hidupnya selalu berpasangan dengan gerakan yang pasif (Pane, 2004).

Pada sebelah utara Pulau Rambut ditemukan 5 famili dengan 9 spesies ikan dimana famili Apogonidae dari jenis Cheilodipterus altus paling banyak ditemukan yaitu sebanyak 25 ekor, sedangkan yang paling sedikit adalah famili Pomacentridae jenis Chrysiptera cyanea, famili Labridae jenis Labroides

dimidatus dan famili Scaridae jenis Scarus flavipectoralis berjumlah 1ekor, untuk jenis yang lain dapat dilihat pada Tabel 5 dan komposisinya dapat dilihat pada Gambar 2.

Tabel 5. Famili dan spesies ikan karang di sebelah utara Pulau Rambut

No Famili Spesies Total

1. Nemipteridae Scolopsis vosmeri 1

2. Pomacentridae Amblyglyphidodon curacoa 6

3. Pomacentrus bankanensis 14

4. Chrysiptera cyanea 1

5. Chrysiptera cyanea (juv) 9

6. Neoglyphidodon melas 5

7. Labridae Labroides dimidatus 1

8. Scaridae Scarus flavipectoralis 1

9. Apogonidae Cheilodipterus altus 25

Total 63


(38)

Famili Apogonidae memiliki ukuran tubuh berkisar antara 5-15 cm, memiliki mata lebar, hidung pendek, mulutnya panjang ke bawah dan giginya kadang-kadang besar. Memiliki bentuk sirip punggung yang terpisah. Pada umumnya berasosiasi dengan coral reef dan kebanyakan spesies ini dijumpai pada kolam pasut yang dangkal. Kebanyakan aktivitas pada malam hari, karena tidak menyukai cahaya yang kuat. Famili ini memiliki kelompok ikan karnivora Famili Labridae terdiri dari ikan-ikan yang biasanya menggunakan sirip insang untuk berenang. Memiliki sisik lebar, banyak warna, dan pada masa pertumbuhan dapat berubah warna, bintik, bentuk tubuhnya bahkan dapat merubah jenis kelaminnya dari betina ke jantan. Ikan ini memakan hewan dasar seperti kepiting, udang, bintang laut, dan gastropoda kecil. Memiliki bentuk mulut yang bagian atas lebih panjang dengan bibir yang tipis. Sirip punggung yang memanjang ke belakang. Sistem makan yang berkelompok di dasar

perairan. Ikan dari famili Scaridae memiliki mulut dan gigi mirip dengan burung kakatua. Aktif pada siang hari dan menggunakan sirip insang untuk berenang. Perilaku seks dapat berubah dari betina ke jantan. Ikan ini memiliki gigi yang sangat kuat sehingga mampu memakan alga yang menempel pada karang mati, mengerat koral dan moluska. Pada malam hari beberapa jenis ikan ini

membungkus dirinya dengan selaput lendir yang berguna pada saat tidur (Pane, 2004).

Total dari 7 famili ikan karang yang ditemukan, famili yang paling banyak jumlah jenisnya adalah Pomacentridae. Famili ini dikenal dengan jenis-jenis ikan pemakan zooplankton, alga dan invertebrata. Beberapa jenis ikan yang ditemukan


(39)

masih dalam tahap juvenile, sehingga dapat diperkirakan bila perairan di sekitar Pulau Rambut memiliki jumlah plankton yang banyak.

(a)

a (b) Sumber : Tabel 4 dan Tabel 5

Gambar 2. Grafik komposisi jumlah jenis ikan karang di Pulau Rambut (a) Barat dan (b) Utara t

2.1.3.5. Jenis terumbu karang di Pulau Rambut

Jenis terumbu karang yang terdapat di sebelah utara dan barat Pulau Rambut terdiri dari 15 genera karang keras dan 3 genera karang lunak yang tergabung dalam satu filum yaitu filum Cnidaria (Coenlentrata) (Pane, 2004) (Tabel 6). Di sebelah timur laut Pulau Rambut tidak ditemukan satupun koloni karang hidup dan hanya ditemukan karang mati yang ditumbuhi alga, hamparan pasir dan pecahan karang. Secara umum ukuran dan jumlah koloni terumbu karang yang

Barat

Pomacentrus caeruleus 34% Plectroglyphidodon

lacrymatus 8% Cheilodipterus altus 30% Ephinephelus areolatus 8% Synodus jaculum 2%

Ephinephelus quoyanus 2%

Scolopsis trilineatus 6%

Chormis viridis 10%

Utara Cheilodipterus altus 39% Scolopsis vosmeri 2% Amblyglyphidodon curacoa 10%

Pomacentrus

Chrysiptera cyanea (juv) 14%

Chrysiptera cyanea 2% Labroides dimidatus

2% 2%

Neoglyphidodon melas 8%

Scarus flavipectoralis bankanensis


(40)

ditemukan kecil tetapi khusus di utara Pulau Rambut terdapat keistimewaan biota yang menghuninya.

Contoh biota lain yang mendominasi dasar perairan pada kedalaman 5 m adalah Discosoma, dimana biota ini termasuk satu filum dengan karang namun jenis ini tidak mampu membentuk rangka kapur dari kalsium karbonat.

Tabel 6. Kelas, ordo, sub ordo, famili, dan genus terumbu karang di Pulau Rambut

No. Kelas Ordo Sub ordo Famili Genus

1. Coenthecalia Helioporidae Heliopora

2. Acroporidae Acropora

3. Montipora

4.

Archaecoenina

Pocilloporidae Pocillopora

5. Mussidae Lobophyllia

6. Hydnopora

7. Caulastrea

8. Favia

9. Favites

10 Platygyra

11. Oulastrea

12.

Faviina

Faviidae

Chypatrea

13. Meandrina Oculinidae Galaxea

14. Porites

15.

Scleractinia

Poritina Poritidae

Goniopora Sinularia

16. Sarcophyton

17.

Anthozoa

Alcyoniina Alcyonidae

Lobophyton Sumber : Pane, 2004 dan lampiran 19

Genera dari famili Poritidae ditemukan lebih banyak dalam jumlah koloni dibanding genera lain sehingga mengindikasikan bahwa, jenis-jenis tertentulah yang mampu berkembang dan bertahan terhadap tekanan lingkungan seperti sedimentasi. Genera Porites merupakan salah satu jenis yang paling resistan terhadap tekanan ini.


(41)

a. Kelimpahan terumbu karang di sebelah utara Pulau Rambut Kelimpahan terumbu karang tertinggi pada daerah ini adalah dari jenis

Discosoma sebesar 0,19 koloni/m2 dan kelimpahan terendah dari jenis Caulastrea, Montipora, Oulastrea, dan Lobophyllia sebesar 0,01 koloni/m2 (Tabel 7).

Tabel 7. Jumlah koloni, total koloni, dan kelimpahan pada utara Pulau Rambut Jumlah koloni

No Genus

U-1 U-2

Total koloni Kelimpahan

(koloni/m2)

A. Karang keras

1. Acropora 1 1 2 0,02

2. Lobophyllia 1 0 1 0,02

3. Platygyra 2 1 3 0,03

4. Pocillopora 1 4 5 0,04

5. Hydnopora 3 0 3 0,03

6. Favites 1 3 4 0,03

7. Goniopora 1 1 2 0,02

8. Porites Lutea 2 4 6 0,05

9. Galaxea 0 2 2 0,02

10. Oulastrea 0 1 1 0,01

11. Favia sp 0 3 3 0,03

12. Heliopora 0 6 6 0,05

13. Caulastrea 0 1 1 0,01

14. Montipora 0 1 1 0,01

B. Karang lunak

15. Sinularia 0 2 2 0,02

16. Sarcophyton 9 0 9 0,08

17. Lobophyton 5 4 9 0,08

C. Biota lain

18. Discosoma 9 14 23 0,19

Total koloni 35 48 83

Sumber : Pane, 2004 dan lampiran 9

Discosoma merupakan karang yang berkembang biak secara seksual maupun aseksual. Pembiakan secara seksual terjadi melalui penyatuan gamet jantan dan


(42)

betina untuk membentuk larva bersilia yang disebut planula. Planula akan menyebar kemudian menempel pada substrat keras dan tumbuh menjadi polip, kemudian polip tersebut akan melakukan pembiakan aseksual. Pembiakan aseksual dilakukan dengan cara fragmentasi, sehingga terbentuk polip-polip baru yang saling menempel sampai terbentuk koloni yang besar, dengan bentuk yang beragam sesuai jenisnya (Nybakken, 1992).

b. Kelimpahan terumbu karang di sebelah barat Pulau Rambut

Kelimpahan terumbu karang tertinggi terdapat pada tipe karang lunak jenis Sinularia sebesar 0,06 koloni/m2, sedangkan kelimpahan terendah pada jenis Favia sp, Caulastrea, dan Platygyra sebesar 0,01 koloni/m2 (Tabel 8) dan untuk komposisinya dapat dilihat pada Gambar 3.

Tabel 8. Jumlah koloni, total koloni, dan kelimpahan pada barat Pulau Rambut

Jumlah koloni No Genus

U-1 U-2

Total koloni Kelimpahan (koloni/m2) A. Karang keras

1. Pocillopora 1 0 2 0,02

2. Favites 2 1 3 0,03

3. Porites Lutea 4 1 5 0,04

4. Montipora 3 0 3 0,03

5. Cypastraea 3 0 3 0,03

6. Favia sp 1 0 1 0,01

7. Goniopora 6 0 6 0,05

8. Caulastrea 1 0 1 0,01

9. Platygyra 1 0 1 0,01

B. Karang lunak

10. Sarcophyton 5 0 5 0,04

11. Sinularia 7 0 7 0,06

Total Koloni 34 2 36


(43)

Ekosistem terumbu karang disebelah utara Pulau Rambut berdasarkan kelimpahan genusnya menunjukan bahwa perairan tersebut lebih subur dari pada sebelah barat pulau.

(a)

(b) Sumber : Tabel 7 dan Tabel 8

Gambar 3. Grafik komposisi kelimpahan terumbu karang di Pulau Rambut (a) Barat dan (b) Utara.

c. Kekeruhan

Tingkat kekeruhan perairan di sebelah utara Pulau Rambut lebih rendah dibanding sebelah barat Pulau Rambut. Hal ini menunjukkan bahwa penetrasi cahaya lebih baik pada utara Pulau rambut sehingga lebih mendukung penyebaran

Utara

Galaxea 3% Goniopora 3% Favites 4% Hydnopora 4%

Porites Lutea 7% Oulastrea 1%

Favia sp 4% Heliopora 7%

Caulastrea 1% Montipora 1% Sinularia 3% Sarcophyton 11% Lobophyton 11%

Pocillopora 5% Platygyra 4% Lobophyllia 3% Acropora 3% Discosoma 26% Barat Sarcophyton 12% Sinularia 19%

Pocillopora 6%

Favites 9%

Porites Lutea 12%

Favia sp 3%

Cypastraea 9% Montipora 9% Goniopora 15%

Caulastrea 3%

Platygyra 3%


(44)

terumbu karang. Tingginya tingkat kekeruhan pada sebelah barat Pulau Rambut membuat penetrasi cahaya yang masuk kedalam perairan berkurang sehingga dengan cepat menyebabkan kematian terumbu karang, selain itu partikel-partikel sedimen yang terbawa oleh air dapat menyumbat polip (Pane, 2004).

Penyebaran terumbu karang di Pulau Rambut diduga dipengaruhi oleh faktor keberadaan sedimen, dimana banyaknya sedimen yang masuk ke dalam perairan memberi tekanan tehadap perkembangan terumbu karang. Faktor lain yang mempengaruhi penyebaran terumbu karang adalah kedekatan Pulau Rambut dengan daratan Jakarta yang merupakan salah satu pemicu meningkatnya tekanan anthropogenik terhadap perkembangan terumbu karang.

d. Persen penutupan biota

Ekosistem terumbu karang merupakan habitat berbagai biota perairan, termasuk didalamnya ikan karang, moluska, ekinodermata dan biota lainnya. Kualitas terbaik suatu habitat dapat dilihat dari luas atau tidaknya persen penutupan karang keras ataupun karang lunak yang hidup diperairan tersebut.

Tabel 9. Nilai persen penutupan biota penyusun dasar perairan

Pulau Rambut

Benthic lifeform Barat Rambut (%)

Utara Rambut (%)

Timur Laut Rambut (%)

Karang keras (Acropora)

0,00 0,58 0,00

Karang lunak (Non acropora)

5,17 8,05 0,00

Karang mati 35,46 13,08 29,55

Alga 1,67 7,50 0,00

Biota lain 10,71 53,12 0,45

Abiotik 46,98 17,67 70,00

Total 100 100 100


(45)

Penutupan karang keras yang masih hidup umumnya dibawah 10 %, berdasarkan Gomez dan Yap (1988) in Budiayu (2003) menunjukkan kondisi yang buruk. Hal ini juga menjelaskan bahwa dominansi karang mati dan abiotik pada seluruh titik contoh sangat tinggi, dimana karang mati yang ditemukan pada umumnya telah ditumbuhi alga yang mengindikasikan bahwa proses kematian karang sudah berlangsung cukup lama (Tabel 9 dan Gambar 4) (Pane, 2004).

(a)

(b)

(c) Sumber : Tabel 9

Gambar 4. Persen penutupan biota penyusun dasar perairan Pulau Rambut (a). Barat; (b). Utara; dan (c). Timur laut.

2.2. Parameter kualitas perairan

Barat Karang Keras

(Acropora) 0%

Karang Lunak (non acropora) 5%

Karang Mati 35% Alga 2%

Biota lain 11% Abiotik

47%

Utara

Alga 8% Biota lain

52% Abiotik 18%

Karang Mati 13% Karang Lunak (non acropora)

8% Karang Keras (Acropora)

1%

Timur Laut

Abiotik 70%

Alga 0%

Biota lain 0% Karang Mati 30% Karang Keras

(Acropora)


(46)

Kehidupan ekosistem mangrove dan ekosistem danau alam laut dipengaruhi oleh parameter fisik-kimia lingkungan perairan. Untuk ekosistem danau alam laut parameter fisik perairan yang mempengaruhi meliputi kekeruhan dan suhu, sedangakan parameter kimia meliputi salinitas dan pH. Pada ekosistem mangrove parameter fisik yang mempengaruhi adalah suhu, sedangkan parameter kimia yang mempengaruhi adalah salinitas dan pH.

2.2.1. Suhu

Suhu merupakan parameter yang sangat penting karena dapat mempengaruhi sifat fisik-kimia air, mempengaruhi suatu stadium daur hidup organisme dan merupakan faktor pembatas penyebaran suatu jenis dalam mempertahankan kelangsungan hidup, reproduksi, perkembangan larva, metabolisme dan kompetisi (Krebs, 1972). Temperatur untuk daerah tropis seperti di Indonesia biasanya memiliki variasi suhu tahunan pada lapisan permukaan air sangat kecil, pada umumnya suhu air rata-rata diseluruh Indonesia berkisar antara 24-32 0C (Hutabarat dan Evans, 1988).

Saenger dan Moverley (1985) in Hutchings dan Saenger (1987) mengatakan bahwa suhu memiliki hubungan yang erat dengan jumlah produksi daun

mangrove. Suhu rata-rata di hutan mangrove dari perairan terbuka sampai batas akhir daerah hutan mangrove sekitar 140 m terhadap daratan berkisar antara 29, 5-27,6 0C (Gomez in Whitten et al., 1987).

2.2.2. Turbiditas atau kekeruhan

Turbiditas atau kekeruhan merupakan gambaran sifat optik yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan tersuspensi dan senyawa koloid di dalam air yang meliputi partikel lumpur, bahan


(47)

organik makro, detritus, dan organisme yang melimpah baik nabati maupun hewani (David dan Cornwell, 1197 in Effendi, 2003). Perairan yang keruh dapat menggangu sistem fotosintesis dari fitoplankton sehingga dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan dari zooplankton.

2.2.3. Salinitas

Salinitas adalah jumlah total materi terlarut (garam) di dalam air laut dan umumnya bersatuan satu per seribu (‰) (Nybakken, 1992). Sebaran salinitas di laut tidak merata pada seluruh permukaan laut, hal ini terkait dengan kondisi letak geografi laut tersebut selain itu juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, besar kecilnya run off dari sungai (Lalli dan Parsons, 1993).

Keanekaragaman dan jumlah spesies mencapai maksimal pada kisaran

salinitas 30-40 ‰. Kadar salinitas dapat mempengaruhi struktur dan fungsi or gan biota laut lewat perubahan tekanan osmosis, kerapatan, viskositas, bahan pelarut, perubahan penyerapan sinar (Kinne, 1964). Macnae (1968) menyatakan salinitas merupakan parameter pengendali dari pertumbuhan, berat, ketahanan hidup, dan zonasi mangrove. Respons tiap jenis mangrove terhadap salinitas pun beragam. 2.2.4. pH

Derajat keasaman atau pH memberikan informasi penting dalam kualitas air sebab setiap organisme memerlukan kisaran pH optimun bagi kehidupannya. Air laut merupakan buffer yang sangat luas dengan pH relatif stabil 7-8,5


(48)

(Odum, 1971). Nilai pH sangat dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesa, aktivitas biologi, suhu, kandungan oksigen, dan adanya kation dan anion dalam perairan.


(49)

3. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan lokasi

Penelitian dilakukan di kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta pada bulan Februari dan Mei 2004. Penelitian pertama dilaksanakan pada tanggal 29 Februari 2004 pukul 09:42-10:48 WIB, untuk pengambilan contoh di perairan dan pukul 11:15-15:55 WIB untuk

pengambilan contoh daun mangrove. Penelitian kedua pada tanggal 29 Mei 2004 pukul 09:30-10:50 WIB untuk pengambilan contoh di perairan dan pukul 11:30- 16:00 WIB untuk pengambilan contoh daun mangrove.

3.2. Alat dan bahan

Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian dapat dilihat di Tabel 10. Identifikasi jenis mangrove menggunakan buku identifikasi yang dikeluarkan oleh Wetlands International Indonesia Programme (1999). Contoh zooplankton diidentifikasi menggunakan buku identifikasi Yamaji (1966).

Tabel 10. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian

Jenis data Alat Bahan

Mangrove Kantong plastik, tali rafia, meteran, pisau, kamera, kertas label, alat tulis,

rol meter (100 m) dan tali plastik Zooplankton

Peta laut Pulau Rambut skala 1:50.000 km2, alat pengukur arus, ember plastik bervolume 11 L botol Nansen, Planktonet dan botol film, mikroskop binokuler

Lugol


(50)

Penentuan posisi stasiun penelitian dengan menggunakan GPS (Global Position System) dimana pengambilan contoh dilakukan di delapan stasiun penelitian disekitar perairan Pulau Rambut yang terdapat mangrove dan

zooplankton (Gambar 5). Posisi stasiun untuk mangrove dibagi menjadi 4 stasiun dan stasiun zooplankton juga terbagi menjadi 4 stasiun. Posisi dan waktu pengambilan data mangrove dan zooplankton (Tabel 11. dan Tabel 12).

Tabel 11. Posisi dan waktu pengambilan data mangrove

29 Februari 2004

29 Mei 2004

Stasiun Posisi Stasiun Posisi Geografis

Waktu Waktu

1. Selatan P. Rambut S 050 58,628′ E 1060 41,566′

11:15 WIB 11:30 WIB 2. Barat P. Rambut S 050 58,438′

E 1060 41,393′

12:10 WIB 12:30 WIB 3. Utara P. Rambut S 050 58,437′

E 1060 41,531′

14:30 WIB 15:00 WIB 4. Timur P. Rambut S 050 58,550′

E 1060 41,645′

15:55 WIB 16:00 WIB

Tabel 12. Posisi dan waktu pengambilan data zooplankton

29 Februari 2004

29 Mei 2004

Stasiun Posisi Stasiun Posisi Geografis

Waktu Waktu

1. Selatan P. Rambut S 050 58,742′ E1060 41,372′

09:42 WIB 09:10 WIB 2. Barat P. Rambut S 050 57,241′

E1060 41,142′

09:50 WIB 09:50 WIB 3. Utara P. Rambut S 050 57,938′

E1060 41,588′

10:40 WIB 10:13 WIB 4. Timur P. Rambut S 050 58,441′

E 1060 41,877′


(1)

Penutupan karang keras yang masih hidup umumnya dibawah 10 %, berdasarkan Gomez dan Yap (1988) in Budiayu (2003) menunjukkan kondisi yang buruk. Hal ini juga menjelaskan bahwa dominansi karang mati dan abiotik pada seluruh titik contoh sangat tinggi, dimana karang mati yang ditemukan pada umumnya telah ditumbuhi alga yang mengindikasikan bahwa proses kematian karang sudah berlangsung cukup lama (Tabel 9 dan Gambar 4) (Pane, 2004).

(a)

(b)

(c) Sumber : Tabel 9

Gambar 4. Persen penutupan biota penyusun dasar perairan Pulau Rambut (a). Barat; (b). Utara; dan (c). Timur laut.

2.2. Parameter kualitas perairan

Barat Karang Keras

(Acropora) 0%

Karang Lunak (non acropora) 5%

Karang Mati 35% Alga 2%

Biota lain 11% Abiotik

47%

Utara

Alga 8% Biota lain

52% Abiotik 18%

Karang Mati 13% Karang Lunak (non acropora)

8% Karang Keras (Acropora)

1%

Timur Laut

Abiotik 70%

Alga 0%

Biota lain 0% Karang Mati 30% Karang Keras

(Acropora)


(2)

Kehidupan ekosistem mangrove dan ekosistem danau alam laut dipengaruhi oleh parameter fisik-kimia lingkungan perairan. Untuk ekosistem danau alam laut parameter fisik perairan yang mempengaruhi meliputi kekeruhan dan suhu, sedangakan parameter kimia meliputi salinitas dan pH. Pada ekosistem mangrove parameter fisik yang mempengaruhi adalah suhu, sedangkan parameter kimia yang mempengaruhi adalah salinitas dan pH.

2.2.1. Suhu

Suhu merupakan parameter yang sangat penting karena dapat mempengaruhi sifat fisik-kimia air, mempengaruhi suatu stadium daur hidup organisme dan merupakan faktor pembatas penyebaran suatu jenis dalam mempertahankan kelangsungan hidup, reproduksi, perkembangan larva, metabolisme dan kompetisi (Krebs, 1972). Temperatur untuk daerah tropis seperti di Indonesia biasanya memiliki variasi suhu tahunan pada lapisan permukaan air sangat kecil, pada umumnya suhu air rata-rata diseluruh Indonesia berkisar antara 24-32 0C (Hutabarat dan Evans, 1988).

Saenger dan Moverley (1985) in Hutchings dan Saenger (1987) mengatakan bahwa suhu memiliki hubungan yang erat dengan jumlah produksi daun

mangrove. Suhu rata-rata di hutan mangrove dari perairan terbuka sampai batas akhir daerah hutan mangrove sekitar 140 m terhadap daratan berkisar antara 29, 5-27,6 0C (Gomez in Whitten et al., 1987).

2.2.2. Turbiditas atau kekeruhan

Turbiditas atau kekeruhan merupakan gambaran sifat optik yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan tersuspensi dan senyawa koloid di dalam air yang meliputi partikel lumpur, bahan


(3)

organik makro, detritus, dan organisme yang melimpah baik nabati maupun hewani (David dan Cornwell, 1197 in Effendi, 2003). Perairan yang keruh dapat menggangu sistem fotosintesis dari fitoplankton sehingga dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan dari zooplankton.

2.2.3. Salinitas

Salinitas adalah jumlah total materi terlarut (garam) di dalam air laut dan umumnya bersatuan satu per seribu (‰) (Nybakken, 1992). Sebaran salinitas di laut tidak merata pada seluruh permukaan laut, hal ini terkait dengan kondisi letak geografi laut tersebut selain itu juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, besar kecilnya run off dari sungai (Lalli dan Parsons, 1993).

Keanekaragaman dan jumlah spesies mencapai maksimal pada kisaran

salinitas 30-40 ‰. Kadar salinitas dapat mempengaruhi struktur dan fungsi or gan biota laut lewat perubahan tekanan osmosis, kerapatan, viskositas, bahan pelarut, perubahan penyerapan sinar (Kinne, 1964). Macnae (1968) menyatakan salinitas merupakan parameter pengendali dari pertumbuhan, berat, ketahanan hidup, dan zonasi mangrove. Respons tiap jenis mangrove terhadap salinitas pun beragam. 2.2.4. pH

Derajat keasaman atau pH memberikan informasi penting dalam kualitas air sebab setiap organisme memerlukan kisaran pH optimun bagi kehidupannya. Air laut merupakan buffer yang sangat luas dengan pH relatif stabil 7-8,5


(4)

(Odum, 1971). Nilai pH sangat dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesa, aktivitas biologi, suhu, kandungan oksigen, dan adanya kation dan anion dalam perairan.


(5)

3. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan lokasi

Penelitian dilakukan di kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta pada bulan Februari dan Mei 2004. Penelitian pertama dilaksanakan pada tanggal 29 Februari 2004 pukul 09:42-10:48 WIB, untuk pengambilan contoh di perairan dan pukul 11:15-15:55 WIB untuk

pengambilan contoh daun mangrove. Penelitian kedua pada tanggal 29 Mei 2004 pukul 09:30-10:50 WIB untuk pengambilan contoh di perairan dan pukul 11:30- 16:00 WIB untuk pengambilan contoh daun mangrove.

3.2. Alat dan bahan

Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian dapat dilihat di Tabel 10. Identifikasi jenis mangrove menggunakan buku identifikasi yang dikeluarkan oleh Wetlands International Indonesia Programme (1999). Contoh zooplankton diidentifikasi menggunakan buku identifikasi Yamaji (1966).

Tabel 10. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian

Jenis data Alat Bahan

Mangrove Kantong plastik, tali rafia, meteran, pisau, kamera, kertas label, alat tulis,

rol meter (100 m) dan tali plastik Zooplankton

Peta laut Pulau Rambut skala 1:50.000 km2, alat pengukur arus, ember plastik bervolume 11 L botol Nansen, Planktonet dan botol film, mikroskop binokuler

Lugol


(6)

Penentuan posisi stasiun penelitian dengan menggunakan GPS (Global Position System) dimana pengambilan contoh dilakukan di delapan stasiun penelitian disekitar perairan Pulau Rambut yang terdapat mangrove dan

zooplankton (Gambar 5). Posisi stasiun untuk mangrove dibagi menjadi 4 stasiun dan stasiun zooplankton juga terbagi menjadi 4 stasiun. Posisi dan waktu pengambilan data mangrove dan zooplankton (Tabel 11. dan Tabel 12).

Tabel 11. Posisi dan waktu pengambilan data mangrove

29 Februari 2004

29 Mei 2004 Stasiun Posisi Stasiun Posisi Geografis

Waktu Waktu

1. Selatan P. Rambut S 050 58,628′

E 1060 41,566′

11:15 WIB 11:30 WIB 2. Barat P. Rambut S 050 58,438′

E 1060 41,393′

12:10 WIB 12:30 WIB 3. Utara P. Rambut S 050 58,437′

E 1060 41,531′

14:30 WIB 15:00 WIB 4. Timur P. Rambut S 050 58,550′

E 1060 41,645′

15:55 WIB 16:00 WIB

Tabel 12. Posisi dan waktu pengambilan data zooplankton

29 Februari 2004

29 Mei 2004 Stasiun Posisi Stasiun Posisi Geografis

Waktu Waktu

1. Selatan P. Rambut S 050 58,742′

E1060 41,372′

09:42 WIB 09:10 WIB 2. Barat P. Rambut S 050 57,241′

E1060 41,142′

09:50 WIB 09:50 WIB 3. Utara P. Rambut S 050 57,938′

E1060 41,588′

10:40 WIB 10:13 WIB 4. Timur P. Rambut S 050 58,441′

E 1060 41,877′