Pemanfaatan Lumpur Selokan Sebagai Bahan Baku Pembuatan Biogas Dengan Metode Batch Feeding

PEMANFAATAN LUMPUR SELOKAN SEBAGAI
BAHAN BAKU BIOGAS DENGAN METODE
BATCH FEEDING
USULAN PENELITIAN

Oleh :

FERNANDO SITORUS
040308015/TEKNIK PERTANIAN

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2010

Universitas Sumatera Utara

PEMANFAATAN LUMPUR SELOKAN SEBAGAI
BAHAN BAKU BIOGAS DENGAN METODE
BATCH FEEDING


USULAN PENELITIAN

Oleh :

FERNANDO SITORUS
040308015/TEKNIK PERTANIAN

Proposal penelitian sebagai salah satu syarat untuk dapat
melaksanakan seminar proposal di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

( Ainun Rohanah, STP, M.si )

( Achwil P. Munir, STP,

M.Si )
Ketua


Anggota

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2010

Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjung Balai pada tanggal 13 September 1986 dari
ayah Drs.Th Sitorus dan ibu R Br Sirait. Penulis merupakan putra keempat dari
empat bersaudara.
Tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 1, Tanjung Balai dan pada
tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui ujian tertulis Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih program studi Teknik Pertanian,
Departemen Teknologi Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan
Mahasiswa Teknik Pertanian.

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Agrosentra Lestari
pada bulan Juni hingga Juli 2007.

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha kuasa, atas
segala rahmat dan karunianNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Pemanfaatan Lumpur Selokan Sebagai Bahan Baku Pembuatan
Biogas Dengan Metode Batch Feeding”.
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terimakasih
sebesar-besarnya kepada kedua orangtua penulis yang telah membesarkan,
memelihara dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan
terimakasih kepada Ibu Ainun Rohanah, STP, MSi sebagai ketua komisi
pembimbing dan Bapak Achwil Putra Munir, STP, MSi selaku anggota yang telah
membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari
mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir.
Disamping itu, penulis juga mengucapkan terimaksih kepada semua staf
pengajar dan pegawai di Program Studi Keteknikan pertanian Departemen
Teknologi Pertanian, serta semua rekan yang tak dapat disebutkan satu persatu

disini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga
skripsi ini bermanfaat.

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

Hal
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
PENDAHULUAN ........................................................................................
Latar Belakang ..............................................................................................
Tujuan Penelitian ..........................................................................................
Manfaat Penelitian ........................................................................................

1
1
3
3

TINJAUAN LITERATUR ............................................................................

Biogas...........................................................................................................
Bakteri Methanogen ......................................................................................
Reaktor Biogas .............................................................................................
Lumpur Selokan sebagai Penghasil Biogas ...................................................
Jerami Padi ...................................................................................................
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Biogas .............................
Perbandingan C/N Bahan Baku Isian ............................................................
Pengenceran Bahan Baku Isian .....................................................................
Derajat Keasaman (pH) .................................................................................
Suhu Pencernaan...........................................................................................
Starter ...........................................................................................................
Pengadukan ..................................................................................................
Faktor Penyebab Terjadinya Kesukaran Pemanfaatan Biogas ........................

4
4
7
9
13
14

14
15
15
15
16
16
17
17

METODOLOGI PENELITIAN ....................................................................
Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................................
Bahan dan Alat Penelitian .............................................................................
Metode Penelitian .........................................................................................
Persiapan Penelitian ......................................................................................
Pembuatan Digester ......................................................................................
Persiapan Bahan ...........................................................................................
Prosedur Penelitian .......................................................................................
Parameter yang diamati.................................................................................

19

19
19
20
21
21
21
22
22

HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 24
KESIMPULAN ............................................................................................ 30
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 31

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
FERNANDO SITORUS:Pemanfaatan Lumpur Selokan Sebagai Bahan Baku
Pembuatan Biogas dengan Metode Batch Feeding Dibimbing oleh AINUN
ROHANAH dan ACHWIL PUTRA MUNIR
Lumpur selokan identik dengan kotor yaitu baunya yang busuk dan

menyengat serta banyaknya kuman penyakit . Solusi terbaik bagi masalah lumpur
selokan adalah dengan memanfaatkan teknologi biogas. Biogas adalah energi
alternatif hasil fermentasi dari kotoran organik yang menghasilkan gas metan.
Penelitian ini merupakan pemanfaatan teknologi biogas yang berbahan lumpur
selokan ditambah campuran kotoran sapi dan jerami padi. Parameter yang diamati
adalah tekanan gas (Atm), waktu menghasilkan gas (hari), lama nyala api (detik),
ratio C/N akhir.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu mulai menghasilkan gas pada
hari ke 9 dan tekanan tertinggi yang dihasilkan pada A2 yaitu sebesar 0.00205 Psi
dan tekanan gas yang terendah dihasilkan pada A3 yaitu sebesar 0.000186 Psi,
lama nyala api tertinggi yang dihasilkan terdapat pada A2 yaitu 30 detik dan yang
terendah terdapat pada A3 yaitu 24 detik, ratio C/N tertinggi terdapat pada A3 yaitu
sebesar 12.89 dan terendah pada A1 yaitu sebesar 6.56.
Kata kunci : biogas, tekanan gas, lama nyala api, ratio C/N.

ABSTRACT
FERNANDO SITORUS : The utilisation of ditch mud as the production raw
material biogas with the method batch feeding was led by ainun rohanah and
achwil Putra munir
Ditch mud was identical dirtily that is smelly him that was rotten and

stang as well as the number of germs penyakit.Solusi best for the problem of ditch
mud was by making use of technology biogas.Biogas was alternative energy
produced by fermentation of the organic waste that produced gas
metan.Penelitian this was the utilisation of technology biogas that have material
ditch mud was increased by the waste mixture of cattle and straw padi.Parameter
that was observed being the gas pressure (the Atm), time produced gas (the day),
old the flame (the second), the ratio of C/N the end.
The results showed that the time started producing gas on day 9
and the highest pressures generated in the A2 in the number 0.00205 Psi and the
lowest pressure of the gas produced in the A3 in the number 0.000186 Psi,
producing an old flame who is found in highest A2 is 30 seconds and the lowest is
in the A3 is 24 seconds, the ratio C / N is highest in the A3 for 12.89 and lowest at
6:56 in the amount of A1.
Key words : Biogas, pressure of the gas, old flame, ratio C/N.

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
FERNANDO SITORUS:Pemanfaatan Lumpur Selokan Sebagai Bahan Baku
Pembuatan Biogas dengan Metode Batch Feeding Dibimbing oleh AINUN

ROHANAH dan ACHWIL PUTRA MUNIR
Lumpur selokan identik dengan kotor yaitu baunya yang busuk dan
menyengat serta banyaknya kuman penyakit . Solusi terbaik bagi masalah lumpur
selokan adalah dengan memanfaatkan teknologi biogas. Biogas adalah energi
alternatif hasil fermentasi dari kotoran organik yang menghasilkan gas metan.
Penelitian ini merupakan pemanfaatan teknologi biogas yang berbahan lumpur
selokan ditambah campuran kotoran sapi dan jerami padi. Parameter yang diamati
adalah tekanan gas (Atm), waktu menghasilkan gas (hari), lama nyala api (detik),
ratio C/N akhir.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu mulai menghasilkan gas pada
hari ke 9 dan tekanan tertinggi yang dihasilkan pada A2 yaitu sebesar 0.00205 Psi
dan tekanan gas yang terendah dihasilkan pada A3 yaitu sebesar 0.000186 Psi,
lama nyala api tertinggi yang dihasilkan terdapat pada A2 yaitu 30 detik dan yang
terendah terdapat pada A3 yaitu 24 detik, ratio C/N tertinggi terdapat pada A3 yaitu
sebesar 12.89 dan terendah pada A1 yaitu sebesar 6.56.
Kata kunci : biogas, tekanan gas, lama nyala api, ratio C/N.

ABSTRACT
FERNANDO SITORUS : The utilisation of ditch mud as the production raw
material biogas with the method batch feeding was led by ainun rohanah and

achwil Putra munir
Ditch mud was identical dirtily that is smelly him that was rotten and
stang as well as the number of germs penyakit.Solusi best for the problem of ditch
mud was by making use of technology biogas.Biogas was alternative energy
produced by fermentation of the organic waste that produced gas
metan.Penelitian this was the utilisation of technology biogas that have material
ditch mud was increased by the waste mixture of cattle and straw padi.Parameter
that was observed being the gas pressure (the Atm), time produced gas (the day),
old the flame (the second), the ratio of C/N the end.
The results showed that the time started producing gas on day 9
and the highest pressures generated in the A2 in the number 0.00205 Psi and the
lowest pressure of the gas produced in the A3 in the number 0.000186 Psi,
producing an old flame who is found in highest A2 is 30 seconds and the lowest is
in the A3 is 24 seconds, the ratio C / N is highest in the A3 for 12.89 and lowest at
6:56 in the amount of A1.
Key words : Biogas, pressure of the gas, old flame, ratio C/N.

Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Lumpur selokan identik dengan kotor yaitu baunya yang busuk dan
menyengat serta banyaknya kuman penyakit. Di kota besar lumpur selokan
merupakan pemandangan yang sudah umum karena banyak di jumpai di got–got
kompleks pemukiman atau perumahan penduduk. Jika diperhatikan secara
seksama lumpur yang baunya sangat kuat biasanya mengeluarkan gelembung–
gelembung udara di atas permukaannya. Terutama lumpur selokan yang banyak
mengandung bahan organik seperti sampah daun, sayuran, nasi dan limbah
aktivitas manusia lainnya. Gelembung udara yang ada jika ditampung dalam suatu
tempat kemudian didekatkan dengan sumber api maka akan tampak terbakar
seperti kompor gas pada umumnya. Hal ini sebenarnya adalah gas metana hasil
fermentasi bakteri yang disebut biogas lumpur selokan (Sigit, 2007).
Solusi terbaik bagi masalah lumpur selokan adalah dengan memanfaatkan
teknologi biogas. Biogas adalah energi alternatif hasil fermentasi dari kotoran
organik yang menghasilkan gas metan. Pembuatan dan penggunaan biogas
sebagai energi layaknya energi dari kayu bakar, minyak tanah, gas, dan
sebagainya sudah dikenal sejak lama, terutama di kalangan petani Inggris, Rusia
dan Amerika Serikat. Sedangkan di benua Asia, tercatat negara India sejak dijajah
Inggris sebagai pelopor dan pengguna energi biogas yang sangat luas, bahkan
sudah disatukan dengan WC biasa (Haflan, 2007).
Biogas di Indonesia mulai diperkenalkan tahun 1970. Reaktor yang
dibangun hingga saat ini kurang dari 500 buah. Pada umumnya dibangun sebagai
program percontohan dari pemerintah dan LSM, sehingga tidak aplikatif. Model

Universitas Sumatera Utara

Reaktor adalah sumur tembok dan drum yang dibangun dengan biaya sangat
mahal. Perkembangan biogas di Indonesia, era sebelum 2005, terkendala oleh
harga BBM bersubsidi yang masih murah (Nusa, 2008)
Biogas dari lumpur selokan memiliki beberapa kelebihan dibandingkan
bahan bakar yaitu merupakan sumber energi yang ramah lingkungan dan dapat
diperbaharui (renewable energy), tidak berbau sehingga aman untuk memasak.
Pembuatan biogas mengurangi pencemaran lingkungan akibat bau dari lumpur
selokan dengan proses fermentasi dalam digester, bau tak sedap dapat dihilangkan
dan akan terbentuk gas metan yang bermanfaat. Pengambilan lumpur juga
berdampak positif dalam memperlancar aliran selokan sehingga mengurangi
resiko meluapnya air got, dan terakhir dapat meringankan beban belanja karena
tidak mengeluarkan biaya untuk pembelian bahan bakar minyak. Proses
pembuatan tergolong sangat sederhana hanya membutuhkan dirigen sebagai
digester sederhana dan beberapa instalasi tambahan seperti selang plastic dan
kompor sederhana. Digester berfungsi untuk menampung gas metan yang
terbentuk. Sistem pengisian bahan biogas adalah sekali penuh kemudian ditunggu
sampai biogas dihasilkan. Setelah biogas tidak berproduksi lagi, isian digester
dibongkar dan diisi kembali dengan lumpur selokan baru. Sistem ini dikenal
dengan istilah batch fedding. Bahan pengisi biogas yaitu lumpur selokan tidak
perlu penambahan starter ataupun air karena memang kandungan dari lumpur
selokan sudah bercampur dengan air dan bakteri. Lumpur langsung diambil dari
selokan dengan sedikit air kemudian dimasukkan dalam digester kurang lebih
setengah penuh, tutup rapat dan simpan dalam ruang teduh. Dalam 1 -2 minggu
sudah dapat diuji kandungan biogas yang dihasilkan. Biogas lumpur selokan tidak

Universitas Sumatera Utara

jauh berbeda dengan biogas dari kotoran sapi atau limbah pertanian. Warna api
biru dan tidak berbau sehingga cocok diterapkan untuk memasak sehari-hari
sebagai pengganti minyak tanah ataupun gas LPG (Sigit, 2007).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menghitung tekanan biogas yang dihasilkan,
volume gas, waktu menghasilkan gas, lama nyala api, serta ratio C/N akhir dari
biogas yang berbahan baku lumpur selokan.
Manfaat Penelitian
1. Sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan di
Program Studi Teknik Pertanian Departemen Teknologi Pertanian pada
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
2. Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa yang melakukan penelitian yang
berhubungan dengan pemanfaatan lumpur selokan dan beberapa jenis limbah
pertanian untuk menghasilkan biogas.
3. Sebagai informasi bagi masyarakat dalam hal pemanfaatan biogas sebagai
sumber energi alternatif.

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Biogas
Biogas adalah gas yang mudah terbakar yang dihasilkan dari proses
fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup
dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik bisa
diproses untuk menghasilkan biogas, namun demikian hanya bahan organik (padat
dan cair) homogen seperti kotoran dan urin (air kencing) hewan ternak yang
cocok untuk sistem biogas sederhana. Disamping itu juga sangat mungkin
menyatukan saluran pembuangan di kamar mandi atau WC ke dalam sistem
biogas (Suyatmiko, 2007).
Biogas merupakan sebuah proses produksi gas bio dari material organik
dengan bantuan bakteri. Proses degradasi material organik ini tanpa melibatkan
oksigen disebut anaerobik digestion. Gas yang dihasilkan sebagian besar (lebih 50
%) berupa metana. Material organik yang terkumpul pada digester (reaktor) akan
diuraikan menjadi dua tahap dengan bantuan dua jenis bakteri. Tahap pertama
material organik akan didegradasi menjadi asam asam lemah dengan bantuan
bakteri pembentuk asam. Bakteri ini akan menguraikan sampah pada tingkat
hidrolisis dan asidifikasi. Hidrolisis yaitu penguraian senyawa kompleks atau
senyawa rantai panjang seperti lemak, protein, karbohidrat menjadi senyawa yang
sederhana. Sedangkan asifdifikasi yaitu pembentukan asam dari senyawa
sederhana. Setelah material organik berubah menjadi asam asam, maka tahap
kedua dari proses anaerobik digestion adalah pembentukan gas metana dengan
bantuan bakteri pembentuk metana seperti methanococus, methanosarcina,
methano bacterium (Pambudi, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Biogas sebagian besar mengandung gas metana (CH4) dan karbondioksida
(CO2), dan beberapa kandungan gas yang jumlahnya kecil diantaranya hidrogen
(H2), hidrogen sulfida (H2S), amonia (NH3) serta nitrogen (N) yang kandungannya
sangat kecil. Energi yang terkandung dalam biogas tergantung dari konsentrasi
metana (CH4). Semakin tinggi kandungan metana maka semakin besar kandungan
energi (nilai kalor) pada biogas, dan sebaliknya semakin kecil kandungan metana
(CH4) semakin kecil nilai kalor (Pambudi, 2008).
Secara ilmiah, biogas yang dihasilkan dari sampah organik adalah gas
yang mudah terbakar (flammable). Gas ini dihasilkan dari proses fermentasi
bahan-bahan organik oleh bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi
tanpa udara). Umumnya, semua jenis bahan organik bisa diproses untuk
menghasilkan biogas. Tetapi hanya bahan organik homogen, baik padat maupun
cair yang cocok untuk sistem biogas sederhana. Bila sampah-sampah organik
tersebut membusuk, akan dihasilkan gas metana (CH4) dan karbondioksida (CO2).
Tapi, hanya CH4 yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar (Said, 2008).
Bahan bakar yang berasal dari biogas mengandung berbagai macam zat,
baik yang dapat dibakar maupun yang tidak dapat terbakar. Zat yang tidak dapat
terbakar ini biasanya sebagai penghalang atau pengurang nilai energi dari biogas.
Untuk lebih jelasnya kandungan gas bio diuraikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi dan persentase jumlah gas bio
Jenis gas
Metana (CH4)
Karbondioksida (CO2)
Nitrogen (N2)
Karbon monooksida (CO)

Hadi (1981)

Uli et al (1989)

54 % - 70 %
27 % - 35 %
0.1 %

40% - 70 %
30 % - 60 %
-

Universitas Sumatera Utara

Oksigen (O2)
Hidrogen sulfida (H2S)
Gas lain
Hidrogen (H2)

0.1 %
kecil
-

0%-3%
1%-5%
0%-1%

Menurut Hadi (1981) dan Kadarwati (1981), gas bio mempunyai nilai
kalori antara 5500 sampai 6700 kkal/m3. Selanjutnya dijelaskan bahwa setiap satu
meter kubik biogas equivalent dengan lampu 60 watt yang menyala 6 sampai 7
jam, sehingga biogas mempunyai potensi yang cukup besar dalam menggantikan
energi lain yang tak terbarukan seperti minyak bumi, yang persediaannya di bumi
semakin menipis dan membutuhkan waktu ribuan tahun untuk mendapatkannya
kembali.
Gas metan (CH4) adalah komponen penting dan utama dari biogas karena
merupakan bahan bakar yang berguna dan memiliki nilai kalor yang cukup tinggi,
mempunyai sifat tidak berbau dan tidak berwarna. Jika gas yang dihasilkan dari
proses fermentasi anaerobik ini dapat terbakar, berarti mengandung sedikitnya
45% gas metan. Untuk gas metan murni (100 %) mempunyai nilai kalor 8900
Kkal/m3. Ketika dibakar 1ft3 gas bio menghasilkan sekitar 10 BTU (2,52 Kkal)
energi panas per persentase komposisi metan (Harahap, 1978).
Energi biogas mengandung nilai kalori lebih dari bahan bakar lainnya,
artinya akan lebih banyak panas yang dihasilkan untuk mamasak dan lebih cepat
proses memasak tersebut. Dalam pemakaian biogas, bau bahan baku akan
berkurang karena proses penguraian bahan organik yang berlangsung. Selain itu
pencemaran karena asap seperti pada proses memasak dengan kayu sedikit saja
terjadi. Menurut Ginting (2007) nilai kalori biogas dapat dilihat pada Tabel 2.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2. Nilai kalori bahan bakar.
Bahan bakar

Nilai

Biogas
Kayu
Arang
Minyak tanah

15000
2400
7000
8000

kalori
(KJ/gr)

Bakteri Methanogen.

Bakteri berasal dari kata latin bacterium, adalah organisme hidup yang
sangat kecil (mikroskopik) dan kebanyakan uniselular (bersel tunggal), dengan
struktur sel yang relatif sederhana tanpa nukleus/inti sel, cytoskeleton, dan organel
lain seperti mitokondria dan kloroplas (Wikipedia, 2008).
Methanogen adalah mikroba yang dikenal dengan nama archaea dan
hampir serupa dengan bakteri. Mikroba tersebut menggunakan karbon dioksida
untuk membuat methane, komponen terbesar dari gas alam yang mudah terbakar.
Methanogen memproduksi sekitar 1 milyar ton methane setiap tahunnya. Methane
merupakan gas rumah kaca yang 23 kali lebih efektif menyimpan panas
dibandingkan dengan karbon dioksida. Methanogen bisa hidup di lingkungan
yang tidak mengandung oksigen, seperti dalam usus ternak, manusia dan bahkan
rayap, juga dapat hidup di lumpur dan danau. Dengan memanfaatkan methane
yang diproduksi oleh methanogen sebagai sumber bahan bakar, dapat mengurangi
jumlah methane yang dilepas ke atmosfir dan sekaligus menggunakan karbon
dioksida di dalam prosesnya (James, 2008).
Proses atau reaksi sebagai berikut :
Bahan organik + air + hidrolisa + fermentasi→ gas bio + slury

Universitas Sumatera Utara

Proses hidrolisa dan fermentasi ini harus dilakukan dalam kondisi an aerob
atau hampa udara. Dengan demikian sifat kontruksi digester harus dibuat agar
dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Gas bio yang dihasilkan dari proses
fermentasi terdiri dari : CH4 atau methane (60-70%),Co2 atau karbon dioksida
(20-30%),O2 (1-4%),N2 (0,5-3%),Co atau karbon monoksida (1%) dan H2S
(kurang dari 1%). Campuran gas bio ini menjadi mudah membakar jika memiliki
kandungan gas methane sebesar lebih dari 50 %. Apabila gas ini dibakar akan
berwarna biru dan menghasil banyak energi panas. Satu meter kubik biogas setara
dengan 5.200-5.900 Kcal atau apabila dipakai untuk memanaskan air dapat
meningkatkan 130 Kg air dari 20 derajat sampai mendidih atau menyalakan lampu
50-100 watt selama 6 jam
(Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah, 2008).
Biogas dihasilkan apabila bahan telah terdegradasi senyawa-senyawa
pembentuknya dalam keadaan tanpa oksigen. Pada dasarnya biogas dapat
terbentuk secara alami di tanah yang basah, seperti dasar danau dan di dalam
tanah pada kedalaman tertentu. Demikian lumpur selokan telah mengalami
degradasi di alam. Tahapan proses degradasi, biasanya terjadi dalam sebuah alat
yang dalam bahasa ilmiah dikenal dengan bioreaktor. Dalam bioreaktor, terdapat
dua bakteri yang berperan, yaitu bakteri asam dan bakteri metan. Kedua jenis
bakteri ini harus eksis dalam jumlah yang berimbang. Kegagalan proses
pembuatan biogas dapat dikarenakan oleh tidak seimbangnya populasi bakteri
metan terhadap bakteri asam yang menyebabkan lingkungan menjadi sangat asam
(pH kurang dari 7) yang selanjutnya menghambat kelangsungan hidup bakteri
metan. Keasaman substrat yang dianjurkan berada pada rentang pH 6.5 sampai 8.

Universitas Sumatera Utara

Bakteri metan ini juga cukup sensitif dengan temperatur (Garcelon and Clark,
2005).
Reaktor Biogas
Reaktor biogas adalah media tempat terjadinya proses fermentasi bagi bahan
biogas untuk pembentukan gas. Reaktor biogas terdiri dari bak penampung bahan,
pipa penyalur gas dan balon panampung gas (Yunus, 1995)
Menurut Sing and Misra (2005) ada beberapa jenis reaktor biogas yang
dikembangkan diantaranya adalah reaktor jenis kubah tetap (Fixed-dome), reaktor
terapung (Floating drum), reaktor jenis balon, jenis horizontal,dan jenis lubang
tanah. Dari keenam jenis digester biogas yang sering digunakan adalah jenis
kubah tetap (Fixed-dome) dan jenis Drum mengambang (Floating drum).
Beberapa tahun terakhir ini dikembangkan jenis reaktor balon yang banyak
digunakan sebagai reaktor sedehana dalam skala kecil.
Reaktor kubah tetap
Reaktor kubah tetap (fixed dome) ini disebut juga reaktor China.
Dinamakan demikian karena reaktor ini dibuat pertama kali di China sekitar tahun
1930-an, kemudian sejak saat itu reaktor ini berkembang dengan berbagai model.
Pada reaktor ini memiliki dua bagian yaitu digester sebagai tempat pencerna
material biogas dan sebagai rumah bagi bakteri, baik bakteri pembentuk asam
ataupun bakteri pembentuk gas metana. Bagian ini dapat dibuat dengan
kedalaman tertentu menggunakan batu, batu bata atau beton. Strukturnya harus
kuat karena menahan gas agar tidak terjadi kebocoran. Bagian yang kedua adalah
kubah tetap. Dinamakan kubah tetap karena bentuknya menyerupai kubah dan

Universitas Sumatera Utara

bagian ini merupakan pengumpul gas yang tidak bergerak (fixed). Gas yang
dihasilkan dari material organik pada digester akan mengalir dan disimpan di
bagian kubah. Keuntungan dari reaktor ini adalah biaya konstruksi lebih murah
daripada menggunaka reaktor terapung, karena tidak memiliki bagian yang
bergerak menggunakan besi yang tentunya harganya relatif lebih mahal dan
perawatannya lebih mudah. Sedangkan kerugian dari reaktor ini adalah seringnya
terjadi kehilangan gas pada bagian kubah karena konstruksi tetapnya.
Reaktor terapung
Reaktor jenis terapung (floating drum) pertama kali dikembangkan di
India pada tahun 1937 sehingga dinamakan dengan reaktor India. Memiliki bagian
digester yang sama dengan reaktor kubah, perbedaannya terletak pada bagian
penampung gas menggunakan peralatan bergerak menggunakan drum. Drum ini
dapat bergerak naik turun yang berfungsi untuk menyimpan gas hasil fermentasi
dalam digester. Pergerakan drum mengapung pada cairan dan tergantung dari
jumlah gas yang dihasilkan. Keuntungan dari reaktor ini adalah dapat melihat
secara langsung volume gas yang tersimpan pada drum karena pergerakannya.
Karena tempat penyimpanan yang terapung sehingga tekanan gas konstan.
Sedangkan kerugiannya adalah biaya material konstruksi dari drum lebih mahal.
faktor korosi pada drum juga menjadi masalah sehingga bagian pengumpul gas
pada reaktor ini memiliki umur yang lebih pendek dibandingkan menggunakan
tipe kubah tetap.

Reaktor balon

Universitas Sumatera Utara

Reaktor balon merupakan jenis reaktor yang banyak digunakan pada skala
rumah tangga yang menggunakan bahan plastik sehingga lebih efisien dalam
penanganan dan perubahan tempat biogas. Reaktor ini terdiri dari satu bagian
yang berfungsi sebagai digester dan penyimpan gas masing masing bercampur
dalam satu ruangan tanpa sekat. Material organik terletak dibagian bawah karena
memiliki berat yang lebih besar dibandingkan gas yang akan mengisi pada rongga
atas.
Berdasarkan tata letaknya Yunus (1995) mengklasifikasikan digester atas
tiga macam, yaitu :
1. Seluruh tangki pencerna berada dipermukaan tanah
Model ini kebanyakan terbuat dari tong-tong bekas minyak tanah atau aspal.
Walaupun ada model lain yang terbuat dari karet ban dalam. Model ini hanya
mempunyai volume kecil, kecuali yang terbuat dari karet bisa diatur sesuai
keinginan. Produksi gas bio diperoleh pada siang hari, karena suhu udaranya
mencukupi untuk proses pencernaan didalam tangki pencerna. Umumnya
tangki pencerna jenis ini digunakan untuk penelitian atau percobaan di
laboratorium.
2. Sebagian tangki berada di bawah permukaan tanah
Unit gas bio sistem ini bentuk dan tata letaknya sudah mengalami modifikasi.
Tangki pencernanya terbuat dari semen, pasir, kerikil dan kapur yang dibentuk
seperti sumuran dan ditutup dengan kuba yang dibuat dari plat baja. Tangki
pencerna model ini bentuknya seperti setengah bola yang berada di dalam
tanah. Gas yang terbentuk ditampung di dalam kuba. Sehingga tekanan gas

Universitas Sumatera Utara

yang telah terbentuk kurang mempengaruhi mikroba pembentuk gas. Akhirnya
gas bio dapat diproduksi secara optimal.
3. Seluruh tangki berada di bawah permukaan tanah
Tangki

pencerna

model

ini

bentuknya

seperti

belahan

bola

yang

ditengkurapkan dan didasari dengan pondasi yang berbentuk irisan bola.
Belahan dan irisan bola dapat membentuk kekompakan tangki pencerna di
dalam tanah. Tanah yang membenam akan menekan permukaan dinding tangki
pencerna bagian luar sedangkan bahan isian menekan permukaan dalam.
Akhirnya dinding tangki pencerna seperti tidak menanggung beban atau beban
yang ada relatif kecil, sehingga bisa mencapai umur yang panjang.
Sedangkan bila dilihat dari aliran bahan baku (limbah), reaktor biogas
dapat dibagi dua yaitu :
1. Tipe batch feeding (bak atau tetap)
Pada tipe batch (bak), bahan baku reaktor ditempatkan di dalam wadah (ruang
tertentu) dari awal hingga selesainya proses degradasi. Ini hanya umum
digunakan pada tahap eksperimen untuk mengetahui potensi gas dari suatu
jenis limbah organik. Tipe ini tidak efektif bila digunakan untuk kebutuhan
masyarakat, sebab akan sulit untuk pergantian materi setiap rentang waktunya.
Jadi banyaknya biogas yang dihasilkan sangat tergantung dari banyaknya
bahan isian.
2. Tipe continous feeding (mengalir)
Sedangkan pada jenis yang mengalir, ada aliran bahan baku masuk dan residu
keluar pada selang waktu tertentu sesuai dengan keinginan. Pengisian bahan
baku ke dalam digester dilakukan secara continue yakni setiap hari, dilakukan

Universitas Sumatera Utara

pada minggu ketiga dan keempat setelah pengisian awal dan demikian rentang
waktu selanjutnya mengikuti pola diatas tanpa mengeluarkan atau membuang
bahan isian awal

(Karim dkk., 2005).

Lumpur Selokan Sebagai Penghasil Biogas
Lumpur adalah campuran cair atau semi cair antara air dan tanah, yang
terjadi pada saat tanah basah. Secara geologis lumpur adalah campuran air dan
partikel endapan lumpur dan tanah liat. Endapan lumpur masa lalu mengeras
selama beberapa lama menjadi batu endapan. Lumpur dalam industri konstruksi,
ialah gips, plesteran semen, semen basah maupun zat lain yang mirip. Lumpur
berhubungan dekat dengan sedimen (Wikipedia, 2007)
Lumpur selokan adalah kandungan tanah bersifat campuran cair, terjadi
akibat daya serap air pada tanah, terdapat pada dasar selokan, merupakan jenis
tanah yang memiliki kandungan unsur organik yang tinggi (Wikipedia, 2007).
Lumpur sungai merupakan hasil dari sedimentasi berbagai bahan organik maupun
anorganik yang tersuspensi dan terendapkan di dasar sungai. Jika endapan tersebut
dibiarkan akan membuat kapasitas penampung badan sungai terhadap air hujan
akan berkurang, sehingga jika musim penghujan tiba akan menyebabkan banjir
(Murwatiningrum, 2005).
Penggunaan lumpur sebagai masukan dalam produksi pertanian telah
banyak dilakukan di berbagai negara maju, dengan pertimbangan bahwa lumpur
mengandung bahan organik dan sejumlah elemen yang mendukung pertumbuhan
tanaman. Lumpur mempunyai kandungan C/N sebesar 12, 1.24% N total, 1.63
mg/100 gr P dan

48.50 mg/100 g K (Aneka planta, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Biogas lumpur selokan tidak jauh berbeda dengan biogas dari kotoran sapi atau
limbah pertanian, terutama lumpur selokan yang banyak mengandung bahan
organik seperti sampah daun, sayuran, nasi, dan limbah aktivitas manusia lainnya,
dan mempunyai nilai lebih yaitu tidak perlu menambahkan starter ataupun air
karena memang kandungan dari lumpur selokan sudah bercampur dengan air dan
bakteri (Indartono, 2005).
Sifat kimia lain yang perlu diperhatikan adalah derajat keasaman (pH) dari
lumpur. Jika sudah melewati proses pengolahan limbah terlebih dahulu
mempunyai pH yang netral ataupun mendekati netral. Namun ada juga lumpur
yang mempunyai pH yang tinggi karena mengandung Alkali (12-13), sementara
ada juga yang bersifat asam (4-5) (Azis, 2003).
Jerami padi
Jerami padi merupakan bagian batang dan daun padi tanpa bulir-bulir padi
pada umumnya. Jerami padi sangat potensial dihasilkan oleh petani, hal ini
dikarenakan ketersediaannya cukup melimpah terutama pada saat panen raya padi
tiba. Jerami padi dapat dimanfaatkan sebagai campuran makanan ternak dan
pemanfaatan lainnya. Jerami padi memiliki kadar C/N sebesar 150 dan
mempunyai % N sebesar 0.5 (Purwadaria, 1994).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Biogas
Perbandingan karbon-nitrogen (C/N) bahan baku isian
Dari segi biologis, ruang pencerna (digester) dikatakan sebagai tempat
kehidupan bakteri dimana mereka makan, berkembang biak dan mengubah bahan
organik menjadi bentuk gas, pupuk, dan lain-lain. Unsur karbon dari bahan
organik (dalam bentuk karbohidrat), Nitrogen (dalam bentuk protein, asam nitrat,

Universitas Sumatera Utara

amoniak dan lain-lain) merupakan makanan bagi bakteri anaerobik. Unsur karbon
(C) digunakan untuk energi dan unsur nitogen untuk membangun struktur sel dari
bakteri. Bakteri memakan habis unsur C 30 kali lebih banyak dari pada memakan
unsur N. Oleh karena itu perbandingan C dan N (C/N) yang paling mungkin
adalah 30 (Anonymous, 1977).
Pengenceran bahan baku isian
Aktivitas normal dari mikroba methan membutuhkan sekitar 90% air dan 7-10%
bahan kering dari bahan masukan untuk fermentasi. Dengan demikian isian yang
paling banyak menghasilkan gas bio adalah yang mengandung 7-9% bahan
kering. Untuk mendapatkan kandungan kering sejumlah tersebut maka bahan
baku isian biasanya ditambah dengan air dengan perbandingan tertentu
(Koentjoko, 1984).
Derajat keasaman (pH)
Kisaran pH optimal untuk produksi methan adalah 7,0 sampai 7,2, tetapi pada
kisaran 6.8 sampai 8.0 masih diperbolehkan. Untuk mencegah penurunan pH pada
awal pencernaan dan menjaga pH pada kisaran yang diperbolehkan, maka
dibutuhkan buffer, yaitu

dengan

menambahkan

larutan kapur.

Setelah

penambahan buffer dan selama 2 sampai 3 minggu pH dalam keadaan optimal,
bakteri

methanogenik

akan

mulai

berkembang

biak,

sehingga

proses

menghasilkan gas bio pun ikut dimulai (Sahidu, 1983).
Suhu pencernaan
Suhu berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme dan kecepatan
reaksi dalam pembentukan gas bio. Pencernaan anaerobik dapat berlangsung pada
kisaran suhu 5o-55oC. Pada temperatur kerja yang tinggi akan dihasilkan gas bio

Universitas Sumatera Utara

yang tinggi. Namun pada temperatur yang terlalu tinggi, bakteri akan mudah mati.
Suhu kerja yang optimum adalah 35oC. Bakteri methan sangat peka terhadap
perubahan suhu yang mendadak. Untuk mencegah perubahan mendadak,
umumnya dilakukan dengan menempatkan pencerna dibawah permukaan
(Udiharto, 1981).
Starter
Untuk mempercepat terjadinya proses fermentasi, maka perlu pada permulaan
pengumpanan ditambahkan cairan yang telah mengandung banyak bakteri metan
yang disebut dengan starter. Starter yang dapat digunakan dikenal dengan tiga
macam, yaitu :
1. Starter alami : apabila sumbernya dari alam yang diketahui mengandung
kelompok bakteri metan seperti lumpur aktif, timbunan sampah lama,
timbunan kotoran hewan ruminansia, dan lain-lain.
2. Starter semi buatan : apabila sumber berasal dari tabung pembuat biogas yang
diharapkan kandungan bakteri metannya dalam stadium aktif.
3. Starter buatan : apabila sumbernya sengaja dibuat, baik dengan media alami
maupun media buatan, sedangkan bakteri metannya dibiakkan secara
laboratorium
(Kadarwati, 1981).
Pengadukan
Bahan baku yang sukar dicerna akan membentuk lapisan kerak dipermukaan
cairan. Lapisan ini dapat dipecah dengan alat pengaduk. Oleh karena itu,
sebaiknya setiap unit pembuat biogas dilengkapi alat pengaduk. Pemasangan alat

Universitas Sumatera Utara

pengaduk harus dilakukan dengan hati-hati agar jangan sampai terjadi kebocoran
pada tangki pencerna (Paimin, 2001).
Unit gas bio yang mempunyai model tangki pencerna seperti bola pada umumnya
tidak banyak terjadi pembentukan kerak, karena luas permukaanya selalu
berubah-ubah. Lain dengan tangki pencerna yang mempunyai luas permukaan
tetap kerak akan selalu terbentuk. Untuk mengatasi pembentukan kerak di
permukaan isian tangki pencerna yang mempunyai luas permukaan tetap harus
dibuatkan pengaduk yang dapat memecahkan scum dengan cara-cara tertentu
(Yunus, 1995).
Faktor Penyebab Terjadinya Kesukaran Pemanfaatan Biogas
Menurut (Yunus, 1995) faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
kesukaran dalam pemanfaatan biogas sebagai bahan bakar, ialah :
1. Tidak terdapat poduksi bio gas
2. Tidak terdapat aliran gas bio
3. Gas tidak terbakar
4. Nyala api lekas mati.
Tidak terdapat produksi gas bio
Gas bio yang tidak terbentuk sebenarnya dapat diketahui dengan cepat.
Caranya adalah dengan melihat manometer air. Jika manometer air tidak naik
(tidak bergerak) berarti gas bio belum terbentuk. Gas bio yang terbentuk akan
mendorong air dalam manometer untuk bergerak.
Gas bio yang tidak terbentuk ini kemungkinan disebabkan oleh :


Bakteri pembentuk gas bio (metan) tidak ada.

Universitas Sumatera Utara



Waktunya belum mencukupi untuk menghasilkan gas.



Jumlah isian kurang dari yang diperlukan.



Kebocoran pada dinding tangki pencerna.



Kerak (scum) yang terbentuk terlalu tebal.



Terdapat antiseptik dan anti biotik yang dimasukkan dalam tangki
pencerna.

Tidak terdapat aliran gas bio
Gas bio yang tidak dapat mengalir kemungkinan disebabkan oleh uap air
yang mengkondensasi dan tekanan gas bio yang terlalu rendah.
Gas tidak terbakar
Gas yang dihasilkan tidak dapat terbakar karena kandungan CH4 kurang
atau tidak terbentuk. Kurangnya produksi atau tidak terbentuknya gas metan
disebabkan oleh:
• Isian tangki pencerna terlalu encer atau kental
• Isian tidak menggunakan starter.

Nyala api lekas mati
Penyebab terjadinya adalah:
• Tekanan gas bio rendah
• Tekanan gas bio terlalu tinggi.

Universitas Sumatera Utara

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini direncanakan akan dilakukan di laboratorium Teknik
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dan akan
dilaksanakan pada bulan Januari 2009.
Bahan dan Alat Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian adalah :
1. Limbah pertanian
2. Lumpur selokan
3. Galon air 12 liter
4. Plastik polyetilen
5. EM4 (Effective Mikroorganisme)
6. Air
7. Buffer (Kapur)
8. Galon air
9. Selang plastik kecil
10. Lem pipa
11. Pipa T
12. Pipa
13. Penutup pipa
14. Penutup galon air
15. Isolasi pipa
16. Pentil ban.
Alat – alat yang digunakan dalam penelitian adalah :
1. pH meter untuk mengetahui pH campuran
2. Manometer air untuk mengetahui tekanan gas yang dihasilkan
3. Gas lighter warna/mancis untuk mengetahui tekanan gas yang dihasilkan

Universitas Sumatera Utara

4. Timbangan untuk menimbang berat bahan
5. Bor untuk melubangi drum
6. Gergaji besi untuk memotong pipa
7. Sarung tangan dipakai pada saat pencampuran bahan
8. Goni digunakan sebagai tempat wadah lumpur selokan
9. Alat lain seperti spidol, pensil, pena, computer yang berguna untuk
memudahkan

dalam pekerjaan.

Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental, yaitu dengan cara
melakukan pengamatan untuk mengetahui biogas yang dihasilkan dari bahan baku
lumpur selokan dengan melakukan tiga kali pengulangan agar mendapatkan hasil
yang akurat.
Pembuatan Digester
Pada penelitian ini, tipe digester yang digunakan adalah tipe batch feeding dan
semua bagian digester berada di atas permukaan tanah tanpa unit khusus
penampung gas. Digester dibuat dari bahan plastik/drum air dengan volume 120
liter, dilengkapi dengan saluran pengeluaran berupa pipa T ukuran 10 cm dan
memiliki sambungan pipa plastik dengan panjang 50 cm, serta dilengkapi dengan
pentil ban kendaraan bermotor sebagai saluran pengeluaran gas. Biogas yang
dihasilkan akan tertampung di dalam digester itu sendiri dan di dalam balon, oleh
karena itu digester hanya diisi dengan bahan isian maksimum 96 liter dari volume
total digester.
Persiapan bahan

Universitas Sumatera Utara

Banyaknya air yang digunakan tiap-tiap perlakuan dengan perbandingan
1:1.5. Untuk memperoleh volume total campuran 12 liter yaitu :
• bahan campuran

: 4.8 liter

• Air

: 7.2 liter

Prosedur penelitian
1. Ditimbang lumpur selokan sesuai dengan kebutuhan sesuai

dengan

perhitungan ratio C/N 30
2. Dicincang dan ditimbang jerami padi, sesuai dengan kebutuhan untuk tiap
perlakuan sesuai dengan perhitungan ratio C/N 30
3. Dicampur lumpur selokan jerami kemudian ditambahkan air sesuai kebutuhan
4. Dilakukan pengadukan agar diperoleh campuran yang homogen
5. Diukur pH awal campuran bahan
6. Ditambahakan kapur atau larutan kapur jika diperoleh 6