Pemanfaatan Pekarangan dan Kesejahteraan Keluarga: Studi pada Keluarga Peserta dan Bukan Peserta Program Gerakan Perempuan untuk Optimalisasi Pekarangan di Kota Depok

PEMANFAATAN PEKARANGAN DAN KESEJAHTERAAN
KELUARGA: STUDI PADA KELUARGA PESERTA DAN
BUKAN PESERTA PROGRAM GERAKAN PEREMPUAN
UNTUK OPTIMALISASI PEKARANGAN DI KOTA DEPOK

RIZA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemanfaatan
Pekarangan dan Kesejahteraan Keluarga: Studi pada Keluarga Peserta dan Bukan
Peserta Program Gerakan Perempuan untuk Optimalisasi Pekarangan di Kota
Depok adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Riza
NIM I251100061

RINGKASAN
RIZA. Pemanfaatan Pekarangan dan Kesejahteraan Keluarga: Studi pada
Keluarga Peserta dan Bukan Peserta Program Gerakan Perempuan untuk
Optimalisasi Pekarangan di Kota Depok. Dibimbing oleh HARTOYO dan
ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI.
Kesejahteraan yang dapat dirasakan setiap anggota keluarga merupakan
tujuan yang ingin dicapai setiap keluarga. Kesejahteraan dapat dicapai jika semua
sumberdaya keluarga dapat dikelola dengan baik. Selain uang dan waktu,
lingkungan yang berada di sekitar keluarga juga merupakan sebuah sumberdaya.
Pekarangan rumah merupakan salah satu sumberdaya lingkungan fisik yang
dimiliki keluarga. Pekarangan sangat potensial dalam mendukung kehidupan
keluarga sehari-hari. Oleh karena itu upaya-upaya peningkatan pemanfaataan
pekarangan banyak dilakukan, baik oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat.

Gerakan Perempuan untuk Optimalisasi Pekarangan yang disingkat dengan GPOP
merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mendorong peningkatan
pengelolaan pekarangan khususnya di perkotaan. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis kesejahteraan keluarga, menganalisis optimalisasi pemanfaatan
pekarangan pada keluarga peserta dan bukan peserta GPOP serta untuk
menganalisis manajemen keuangan dan waktu keluarga.
Pengumpulan data dilakukan pada Bulan Agustus sampai Oktober 2012 di
Kota Depok. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive. Penelitian
melibatkan 60 keluarga peserta GPOP dan 60 keluarga bukan peserta GPOP yang
dipilih secara acak. Kesejahteraan keluarga diukur dengan menggunakan indikator
garis kemiskinan menurut BPS dan indikator penilaian istri terhadap berbagai
aspek kesejahteraan keluarganya. Optimalisasi pemanfaatan pekarangan diukur
berdasarkan indeks rata-rata dari indeks tingkat pemanfaatan pekarangan yang
merupakan persentase perbandingan luas pekarangan yang dimanfaatkan untuk
bercocok tanam/beternak/memelihara ikan terhadap luas pekarangan yang dimiliki
keluarga, indeks keragaman jenis hasil pekarangan dan pemanfaatan hasil
pekarangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga peserta lebih sejahtera
menurut pengukuran BPS dan penilaian istri dibanding keluarga bukan peserta
program GPOP. Tingkat kesejahteraan keluarga dipengaruhi secara signifikan

oleh aset keluarga. Optimalisasi pemanfaatan pekarangan keluarga rendah, dan
pemanfaatan pekarangan peserta lebih optimal dibanding keluarga bukan peserta.
Kualitas penerapan manajemen keuangan dan manajemen waktu sebagian besar
keluarga adalah sedang. Kualitas penerapan manajemen keuangan dan waktu
berhubungan erat dan positif dengan kesejahteraan keluarga. Semakin baik
kualitas penerapan manajemen keuangan dan waktu keluarga semakin sejahtera
keluarga.
Kata kunci: kesejahteraan keluarga, pekarangan, manajemen keuangan, manajemen
waktu

SUMMARY
RIZA. Analysis of Family’s Well-being of Participants and Nonparticipants of
Women’s Movement for Homegarden Optimalization Program In Depok.
Supervised by HARTOYO and ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI.
Well-being which can be felt every member of the family is a goal to be
achieved every family. Well-being can be achieved if all the family resources can
be managed properly. In addition to money and time, the environment
surrounding the family is also a resource. Homegarden is one of the resources of
the family physical environment. Homegarden is very helpful for the daily family
life. Therefore, efforts to increase homegarden optimalization done, either by the

government, private and public. Women's Movement for Homegarden
Optimalization, which known as GPOP is one of the government's efforts in
promoting optimalization of the homegarden, especially in urban areas. The aim of
this research was to analyze the well-being on GPOP participants family and
nonparticipants family; analyze the optimalization of homegarden utilization; and to
analyze management of family financial and time.
Data collected in August through October 2012 in Depok. The research
location selected purposively. This research involved 60 GPOP participants family
and 60 nonparticipants family that chosen by random. Family well-being measured
by using indicator of poverty line according to BPS and indicators of wife’s
assessment on various aspects of her family well-being. Optimalization of
homegarden utilization was measured based on the average index from
homegarden utilization level index which was the percentage ratio of the
homegarden that used for farming/breeding/raising fish to the family owned
homegarden; diversity index of the homegarden product and index of homegarden
product utilization.
The results showed that the well-being of participants family was higher than
non-participants family based on two assessment indicators, BPS indicator and wife
assessment indicator. The level of family well-being significantly affected by
family asset. The optimalization of homegarden utilization was low, and

homegarden utilization of participants family were higher than non-participants
family. The quality of application of financial management and the time
management most of the family was medium. The quality of application of family
financial management and time was significantly and positively correlated.
Keywords: family well-being, homegarden, financial management and time

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PEMANFAATAN PEKARANGAN DAN KESEJAHTERAAN
KELUARGA: STUDI PADA KELUARGA PESERTA DAN
BUKAN PESERTA PROGRAM GERAKAN PEREMPUAN
UNTUK OPTIMALISASI PEKARANGAN DI KOTA DEPOK


RIZA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji pada Ujian tesis: Dr. Ir. Herien Puspitawati, MSc., MSc.

Judul Tesis : Pemanfaatan Pekarangan dan Kesejahteraan Keluarga: Studi pada
Keluarga Peserta dan Bukan Peserta Program Gerakan Perempuan
untuk Optimalisasi Pekarangan di Kota Depok
Nama

: Riza
NIM
: I251100061

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc
Ketua

Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Keluarga dan
Perkembangan Anak

Dekan Sekolah Pascasarjana


Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc, M.Sc

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian: 23 Juli 2014

Tanggal Lulus: 29 Agustus 2014

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ............................................................................................
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................

xv
xvi
xvii

1 PENDAHULUAN .........................................................................................
Latar Belakang ........................................................................................

Perumusan Masalah ................................................................................
Tujuan Penelitian ....................................................................................
Manfaat Penelitian ..................................................................................

1
1
4
5
5

2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................
Keluarga ..................................................................................................
Pengertian Keluarga .......................................................................
Fungsi Keluarga .............................................................................
Pendekatan Teori Keluarga: Teori Struktural Fungsional..............
Kesejahteraan Keluarga ..........................................................................
Definisi ...........................................................................................
Pengukuran Tingkat Kesejahteraan Keluarga ................................
Hasil Studi Empiris tentang Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Tingkat Kesejahteraan ....................................................................

Manajemen Sumberdaya Keluarga .........................................................
Manajemen Keuangan Keluarga ....................................................
Manajemen Waktu Keluarga ..........................................................
Sumberdaya Keluarga ....................................................................
Lahan Pekarangan ...................................................................................
Definisi ...........................................................................................
Pemanfaatan Lahan Pekarangan.....................................................
Hasil Studi Empiris tentang Pemanfaatan Lahan Pekarangan .......
Program Gerakan Perempuan untuk Optimalisasi Pekarangan......

6
6
6
6
7
8
8
9
10
11

12
12
13
14
14
16
17
18

3 KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................................

19

4 METODE PENELITIAN ..............................................................................
Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian .....................................................
Teknik Penarikan Contoh .......................................................................
Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ......................................................
Variabel Penelitian dan Pengukuran Variabel ........................................
Pengolahan dan Analisis Data ................................................................
Definisi Operasional ...............................................................................

21
21
21
22
22
24
25

5 Artikel 1
ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN KELUARGA PESERTA
DAN BUKAN PESERTA PROGRAM GERAKAN PEREMPUAN
UNTUK OPTIMALISASI PEKARANGAN DI KOTA DEPOK ................
Abstrak ....................................................................................................
Abstract. ..................................................................................................

28
28
28

Pendahuluan ............................................................................................
Metode Penelitian....................................................................................
Hasil ........................................................................................................
Karakteristik Keluarga ..............................................................
Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan .....................................
Tingkat Kesejahteraan Keluarga ..............................................
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kesejahteraan
Keluarga....................................................................................
Pembahasan .............................................................................................
Simpulan ..................................................................................................
Saran ........................................................................................................
Daftar Pustaka..........................................................................................
6 Artikel 2
ANALISIS MANAJEMEN KEUANGAN, MANAJEMEN WAKTU DAN
KESEJAHTERAAN KELUARGA ...............................................................
Abstrak ....................................................................................................
Abstract ...................................................................................................
Pendahuluan ............................................................................................
Metode Penelitian....................................................................................
Hasil ........................................................................................................
Karakteristik Keluarga ..............................................................
Manajemen Keuangan ..............................................................
Manajemen Waktu ....................................................................
Tingkat Kesejahteraan Keluarga ..............................................
Hubungan Manajemen Keuangan dan Waktu dengan
Tingkat Kesejahteraan ..............................................................
Pembahasan .............................................................................................
Simpulan .................................................................................................
Saran ........................................................................................................
Daftar Pustaka .........................................................................................

29
30
32
32
33
35
36
36
38
39
39

42
42
42
42
44
46
46
46
48
49
50
51
53
53
53

7 PEMBAHASAN UMUM ..............................................................................

54

8 SIMPULAN DAN SARAN...........................................................................
Simpulan .................................................................................................
Saran ........................................................................................................

56
56
57

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
LAMPIRAN .....................................................................................................

57
63

DAFTAR TABEL
4.1
5.1
5.2
5.3
5.4
5.5
5.6
5.7
6.1
6.2
6.3
6.4
6.5
6.6

Variabel penelitian dan pengukuran variabel .........................................
Rataan dan standar deviasi karakteristik keluarga ..................................
Rataan dan standar deviasi tingkat pemanfaatan pekarangan .................
Sebaran keluarga berdasarkan jenis hasil pekarangan ............................
Sebaran keluarga berdasarkan pemanfaatan hasil pekarangan ..............
Rataan dan standar deviasi indeks optimalisasi pemanfaatan
pekarangan ..............................................................................................
Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kesejahteraan keluarga
menurut kriteria BPS dan penilaian istri .................................................
Hasil analisis regresi logistik faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat kesejahteraan keluarga ................................................................
Nilai minimum, nilai maksimum, rata-rata dan standar deviasi
karakteristik keluarga ..............................................................................
Sebaran keluarga berdasarkan kategori manajemen keuangan...............
Sebaran keluarga berdasarkan kategori manajemen waktu ....................
Sebaran keluarga berdasarkan kualitas penerapan manajemen
keuangan dan waktu ...............................................................................
Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kesejahteraan keluarga menurut
kriteria BPS dan penilaian istri ...............................................................
Sebaran keluarga menurut kualitas penerapan manajemen keuangan,
waktu dengan tingkat kesejahteraan keluarga ........................................

23
33
33
34
34
35
35
36
46
47
48
49
50
51

DAFTAR GAMBAR
3.1

4.2

Kerangka pemikiran penelitian analisa tingkat kesejahteraan keluarga
peserta dan bukan peserta Program Gerakan Perempuan untuk
Optimalisasi Pekarangan (GPOP) di Kota Depok ..................................
Alur penentuan lokasi dan contoh penelitian ..........................................

20
21

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Peta lokasi penelitian, Kota Depok .........................................................
Sebaran keluarga peserta GPOP berdasarkan evaluasi kegiatan GPOP
Hasil uji korelasi Pearson variabel-variabel yang mempengaruhi
kesejahteraan keluarga secara total .........................................................
Sebaran keluarga berdasarkan manajemen keuangan keluarga ..............
Sebaran keluarga berdasarkan manajemen waktu keluarga ...................
Sebaran keluarga berdasarkan kesejahteraan keluarga menurut kriteria
penilaian istri terhadap berbagai aspek kesejahteraan keluarga .............
Gambar pemanfaatan pekarangan keluarga ...........................................
Riwayat Hidup ........................................................................................

63
63
64
65
66
67
69
72

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan dari setiap keluarga adalah tercapainya kesejahteraan yang dapat
dirasakan semua anggota keluarga. Seperti yang tertera dalam Pasal 4 UU No. 52
Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga,
bahwa pembangunan keluarga bertujuan untuk meningkatkan kualitas keluarga
agar dapat timbul rasa aman, tenteram, dan harapan masa depan yang lebih baik
dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin. Pemerintah
Indonesia telah merumuskan keluarga sejahtera sejak tahun 1992, yang tertuang
dalam UU No. 10 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga Sejahtera. Undang-undang tersebut menjelaskan bahwa keluarga
sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah,
mampu memenuhi kebutuhan hidup material dan spiritual yang layak, bertakwa
kepada Tuhan YME, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar
anggota keluarga dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungan.
Menurut Behnke & MacDermid (2004) kesejahteraan (well-being)
merupakan kualitas hidup seseorang atau unit sosial lainnya. Siahaan (2004) lebih
lanjut menjelaskan bahwa patokan kualitas hidup adalah nilai kuantitatif dengan
standar yang minimal (kebutuhan pangan, sandang, papan, dan kebutuhan penting
lainnya yang cukup). Jika keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan,
sandang dan papan (kebutuhan dasar) secara cukup, menunjukkan bahwa keluarga
tersebut memiliki kualitas hidup rendah, atau dengan kata lain keluarga ini tidak
sejahtera atau miskin.
Kemiskinan di Indonesia masih menjadi masalah utama dalam
pembangunan nasional. Berdasarkan garis kemiskinan yang telah ditetapkan BPS,
jumlah penduduk miskin Indonesia pada Maret 2009 mencapai 32,53 juta jiwa
atau 14,15 persen dari total penduduk Indonesia. Pada Maret 2010, jumlah
penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan sebesar 1,51 juta jiwa
sehingga menjadi 31,02 juta jiwa atau 13,33 persen dari jumlah penduduk
Indonesia. Sampai September 2011 jumlah penduduk miskin di Indonesia sedikit
berkurang menjadi 29,89 juta jiwa atau 12,36 persen. Pada Maret 2012 jumlah
penduduk miskin di Indonesia mencapai 29,13 juta jiwa atau 11,96 persen. Jumlah
penduduk miskin Indonesia tampak menurun setiap tahunnya, namun belum
berkurang begitu banyak. Di tahun 2015, Pemerintah Indonesia menargetkan
tingkat kemiskinan dapat diturunkan menjadi 7,6 persen.
Masalah kemiskinan perlu ditanggulangi untuk mewujudkan keluarga yang
sejahtera. Kemiskinan membawa dampak buruk terhadap kehidupan keluarga,
diantaranya pendapatan dan daya beli keluarga menurun sehingga pemenuhan
kebutuhan akan pendidikan, kesehatan dan pangan menjadi tidak memadai.
Permasalahan berikutnya yang sulit dihindari keluarga miskin adalah anak putus
sekolah, status gizi kurang dan buruk pada anak balita, serta kematian ibu dan
bayi. Hasil penelitian Conger dan Elder (1994) menunjukkan bahwa adanya
masalah dan kesulitan yang dihadapi keluarga berdampak buruk terhadap
kehidupan keluarga.
Adanya permasalahan yang dihadapi keluarga menunjukkan bahwa fungsi
keluarga dalam menjaga, menumbuhkan dan mengembangkan anggotaanggotanya belum dapat dilaksanakan secara optimal. Parson (1960) dengan teori

2
struktural fungsional menyatakan jika fungsi yang ada dalam sistem keluarga
tidak dilaksanakan sesuai dengan status dan perannya maka sistem keluarga juga
akan terganggu. Fungsi keluarga untuk mencapai kesejahteraan dapat berjalan
dengan baik apabila turut didukung oleh ketersediaan sumberdaya. Menurut
Goldsmith (1996), sumberdaya adalah sesuatu yang tersedia yang dapat
digunakan. Firebaugh dan Deacon (1988) lebih lanjut menjelaskan bahwa
sumberdaya merupakan alat atau bahan yang mempunyai kemampuan untuk
memenuhi atau mencapai keinginan, dimana kesejahteraan adalah hal yang ingin
dicapai keluarga.
Sumberdaya keluarga terdiri dari sumberdaya manusia, sumberdaya materi
dan sumberdaya waktu. Ketiga jenis sumberdaya ini merupakan satu kesatuan
sumberdaya total yang dimiliki keluarga dan merupakan alat yang dapat
digunakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan keluarga. Lingkungan yang
berada di sekitar keluarga juga merupakan sumberdaya. Sumberdaya lingkungan
ini terdiri atas sumberdaya lingkungan sosial yaitu masyarakat, kelompok
ekonomi dan politik serta organisasi masyarakat dan sumberdaya lingkungan fisik
yaitu natural tangible seperti tanaman, tanah dan laut dan less tangible seperti
udara, suara dan cahaya. Dalam hubungannya dengan lingkungan, keberadaan dan
keberlangsungan kehidupan sebuah keluarga dipengaruhi oleh lingkungan
(Goldsmith 1996). Manusia, dalam hal ini keluarga dan lingkungan terdekatnya
atau yang disebut sebagai microenvironment merupakan satu kesatuan yang
terintegrasi dan saling mempengaruhi secara menguntungkan antara satu dengan
yang lainnya (Bubolz & Sontag 1988).
Pekarangan atau yang dikenal juga dengan halaman rumah, merupakan salah
satu sumberdaya lingkungan fisik yang dimiliki keluarga. Arifin (1998)
mendefinisikan pekarangan sebagai taman rumah tradisional yang bersifat pribadi
yang merupakan sistem yang terintegrasi dengan hubungan yang erat antara
manusia, tanaman dan hewan. Pekarangan ini sangat potensial dalam mendukung
kehidupan keluarga sehari-hari. Pekarangan dapat menghasilkan makanan untuk
konsumsi keluarga dan penyangga ekonomi keluarga pada saat terjadi fluktuasi harga
(Wickramasinghe 1995; Torres 1988). Hasil pekarangan keluarga di Vietnam mampu
memberikan sumbangan sampai 54,2% terhadap pendapatan total keluarga,
tergantung pada waktu yang dicurahkan, tenaga kerja yang terlibat dalam pengelolaan
pekarangan dan luas pekarangan (Trinh et al. 2003).
Mitchell & Hanstad (2004) menegaskan bahwa pekarangan berkontribusi pada
kesejahteraan ekonomi keluarga dalam berbagai cara. Hasil pekarangan dapat dijual
untuk mendapatkan tambahan penghasilan (Torquebiau 1992; Niñez 1985). Hasil
penelitian di Nepal, Cambodia, dan Papua New Guinea menunjukkan bahwa
pendapatan yang dihasilkan dari penjualan buah, sayur dan ternak dari pekarangan
memungkinkan keluarga untuk membeli makanan tambahan, menabung dan
membiayai pendidikan anak-anak (Iannotti et al. 2009; Vasey 1985).
Hasil penelitian Afrinis (2009) menunjukkan dengan luas rata-rata
pekarangan 1,5 m2 dapat menghasilkan 1255 gram bayam dan 1296 gram
kangkung, dengan rata-rata frekuensi panen enam kali. Panen pertama dilakukan
setelah usia tanaman 40 hari, dan panen berikutnya dilakukan selang 5-7 hari.
Dari hasil analisis kelayakan finansial yang dilakukan Mardiyanto (2006)
menunjukkan bahwa pemanfaatan pekarangan yang dikelola dengan sistem

3
terpadu (adanya tanaman dan ternak di pekarangan) dapat memberikan tambahan
pendapatan keluarga sebesar Rp 78.000-Rp 110.000 per meter persegi per tahun.
Pekarangan selain bermanfaat secara ekonomis, juga sangat penting bagi
perkembangan kesehatan fisik dan mental anggota keluarga (Freeman et al. 2012).
Lebih lanjut Freeman et al. (2012) menyatakan bahwa pekarangan terbukti sangat
penting bagi rumah tangga, yaitu sebagai ekspresi kepemilikan dan identitas,
sebagai tempat untuk hubungan sosial, untuk berhubungan dengan alam dan
sebagai tempat produksi kebutuhan keluarga. Lahan pekarangan dapat
dimanfaatkan untuk menyediakan bahan pangan seperti sayuran dan buah yang
segar juga aman (bebas dari pestisida dan zat-zat kimia cemaran berbahaya
lainnya). Sayuran dan buah yang segar dan aman ini memberikan sumbangan gizi
yang baik bagi semua anggota keluarga, sehingga mendukung terbentuknya tubuh
yang sehat. Aktifitas fisik yang dilakukan dalam rangka pengelolaan pekarangan
juga membantu terbentuknya tubuh yang bugar dan kuat.
Lahan pekarangan juga dapat memperindah lingkungan dan ikut mendukung
gaya hidup “hijau” untuk mengatasi laju pemanasan global (Supriati et al. 2008).
Udara yang segar karena banyaknya oksigen yang dihasilkan dari tanaman di
pekarangan, lingkungan yang asri dan indah tentunya akan memberikan
kenyamanan dan kedamaian bagi anggota keluarga. Lahan pekarangan juga dapat
menyalurkan hobi, bagi yang senang bercocok tanam maupun memelihara
binatang ternak dan ikan. Semua aktifitas ini dapat menjadikan gaya hidup positif
yang dapat meningkatkan kesehatan mental keluarga, yang berujung pada
tercapainya kesejahteraan keluarga. Dimana kesejahteraan itu tidak hanya dapat
dicapai dari terpenuhinya aspek ekonomis saja, tapi juga terpenuhinya aspek
kesehatan (fisik, mental, emosional dan spiritual) dan aspek lainnya.
Semua sumberdaya yang dimiliki keluarga ini sifatnya terbatas sehingga
harus dapat dikelola secara efektif dan efisien agar kesejahteraan keluarga sebagai
tujuan keluarga dapat terwujud. Pengelolaan sumberdaya keluarga atau yang
dikenal sebagai manajemen sumberdaya keluarga menurut Deacon dan Firebaugh
(1988) adalah kegiatan yang dilakukan oleh individu dan keluarga dalam mencari
jalan terbaik untuk memenuhi kebutuhan yang dianggap penting oleh keluarga
dengan sumberdaya yang relatif terbatas. Menurut Lubis (2006), kesalahan dalam
mengelola sumberdaya merupakan salah satu penyebab keluarga menjadi miskin.
Menurut Guhardja et al. 19921, manajemen sumberdaya keluarga penting untuk
dilakukan karena berbagai faktor yaitu: a) Kehidupan yang semakin kompleks,
misalnya susahnya mencari pekerjaan; persaingan yang semakin ketat untuk dapat
memasuki sekolah-sekolah bagus; pencemaran udara dan air yang semakin tinggi,
b) Ketidakstabilan dalam keluarga dimana terjadi berbagai perubahan dalam
keluarga seperti: perubahan susunan anggota keluarga; peranan anggota keluarga;
tata nilai dan tuntutan dalam keluarga serta interaksi dalam keluarga dan antara
keluarga dengan lingkungannya, c) Perubahan peranan dalam sistem keluarga
yang disebabkan oleh perubahan kebutuhan dan tuntutan dalam keluarga serta
mobilitas keluarga.

1

Guhardja et al 1992. Manajemen Sumberdaya Keluarga. Diktat. Jurusan GMSK Fakultas Pertanian. IPB.
Bogor.

4
Perumusan Masalah
Kota Depok yang merupakan daerah penyangga Ibukota Negara,
menghadapi berbagai permasalahan perkotaan, salah satunya adalah masalah
kependudukan. Laju pertumbuhan penduduk Kota Depok selama tahun 2000
sampai tahun 2010 adalah sebesar 4,27 persen per tahun (BPS Kota Depok 2010).
Laju pertumbuhan penduduk ini adalah yang kedua tertinggi di Provinsi Jawa
Barat setelah Kabupaten Bekasi (4,70). Tahun 2011, jumlah penduduk Kota
Depok telah mencapai 1.813.612 jiwa. Meningkatnya jumlah penduduk Kota
Depok disebabkan tingginya migrasi penduduk ke Kota Depok sebagai akibat
pesatnya pengembangan kota yang dapat dilihat dari meningkatnya
pengembangan kawasan pemukiman, pendidikan, perdagangan dan jasa.
Pertumbuhan penduduk yang tinggi, tanpa disertai pertumbuhan wilayah,
dapat menimbulkan masalah bagi perkotaan, satu diantaranya adalah kemiskinan.
Jika dilihat dari sebaran tingkat kesejahteraan keluarga, jumlah keluarga miskin
(Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I), di Kota Depok pada tahun
2011 adalah sebesar 16,15 persen (60.360 keluarga).
Kesejahteraan keluarga dapat tercapai apabila seluruh sumberdaya dapat
dikelola secara optimal melalui manajemen sumberdaya keluarga. Pekarangan
yang dimiliki hampir semua keluarga dengan luas lahan yang beragam merupakan
salah satu potensi sumberdaya yang dimiliki keluarga. Selama ini pekarangan
belum dikelola secara optimal sehingga tidak memberikan nilai tambah bagi
keluarga. Padahal jika dikelola secara optimal, pekarangan dapat memberikan
nilai ekonomis dan non ekonomis bagi keluarga. Fluktuasi dan tingginya harga
bahan makanan yang sebetulnya dapat diproduksi di pekarangan, seperti cabai
yang dapat menyebabkan tekanan pada pengeluaran keluarga diharapkan dapat
berkurang dengan adanya program ini. Pekarangan yang sempit bukan menjadi
penghalang bagi keluarga untuk dapat menghasilkan sesuatu. Perkembang
teknologi dalam hal budidaya tanaman di lahan sempit seperti misalnya
vertikultur, tambulapot, dan lain-lain, dapat membantu keluarga perkotaan untuk
tetap dapat memanfaatkan lahan pekarangan secara efektif dan efisien.
Penelitian-penelitian menunjukkan banyaknya manfaat pekarangan bagi
kehidupan keluarga, baik secara ekonomis yang dapat menambah pendapatan
keluarga, juga dapat meningkatkan kesehatan fisik dan mental anggota keluarga.
Hal tersebut memberikan kontribusi bagi tercapainya kesejahteraan keluarga.
Dimana kesejahteraan itu tidak hanya dapat dicapai dari terpenuhinya aspek
ekonomis saja, tapi juga terpenuhinya aspek kesehatan fisik dan mental seluruh
anggota keluarga.
Dengan begitu banyaknya hasil yang diperoleh dari pemanfaatan
pekarangan secara optimal, maka upaya-upaya pemanfaatan pekarangan mulai
banyak dilakukan, baik itu dari pemerintah maupun kalangan swasta, komunitas,
dan pihak lainnya. Pada tahun 2011, Pemerintah Indonesia melalui Direktorat
Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian RI, mencanangkan Program
Gerakan Perempuan untuk Optimalisasi Pekarangan (GPOP). Dasar pelaksanaan
kegiatan ini adalah Peraturan Presiden No. 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan
Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal
yang implementasinya adalah pemberdayaan kelompok wanita melalui
Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Pekarangan. Kegiatan yang dilakukan adalah

5
menstimulasi keluarga dalam hal ini ibu-ibu rumah tangga yang tergabung dalam
kelompok, untuk memanfaatkan pekarangan dengan memberikan bibit tanaman
cabai, sarana prasarana pendukung budidaya serta pelatihan teknis budidaya
tanaman cabai.
Kota Depok merupakan satu dari 18 kota di Indonesia yang mendapatkan
program GPOP dari Direktorat Jenderal Hortikultura. Keluarga yang dapat
mengakses program GPOP ini harusnya dapat memanfaatkan bantuan dengan
mengelola pekarangan secara optimal. Selain itu, dengan manajemen sumberdaya
keluarga lainnya yang dilakukan secara efektif dan efisien, diharapkan
kesejahteraan dapat dicapai keluarga-keluarga Indonesia.
Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini akan menjawab permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan pada keluarga peserta
dan bukan peserta Program GPOP?
2. Bagaimana manajemen keuangan dan waktu keluarga?
3. Bagaimana tingkat kesejahteraan keluarga peserta dan bukan peserta Program
GPOP?
4. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan
keluarga peserta dan bukan peserta program GPOP?
Tujuan Penelitian
Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
menganalisis tingkat kesejahteraan keluarga peserta dan bukan peserta Program
Gerakan Perempuan untuk Optimalisasi Pekarangan (GPOP).
Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk:
1. Menganalisis optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan.
2. Menganalisis manajemen keuangan dan waktu keluarga.
3. Menganalisis tingkat kesejahteraan keluarga.
4. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan
keluarga.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:
1. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam memahami lebih lanjut mengenai
kesejahteraan, manajemen keuangan dan waktu keluarga dan pemanfaatan lahan
pekarangan yang dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga.
2. Sebagai tambahan informasi bagi pengambil kebijakan dalam menentukan
kebijakan yang berkaitan dengan usaha meningkatkan kesejahteraan
masyarakat perkotaan, terutama dengan mengoptimalkan pemanfaatan lahan
pekarangan keluarga.

6
2 TINJAUAN PUSTAKA
Keluarga
Pengertian Keluarga
Burgess & Locke (1945) mendefinisikan keluarga sebagai unit sosial
terkecil dalam masyarakat yang anggotanya terikat oleh adanya hubungan
perkawinan (suami-istri) serta hubungan darah (anak kandung) atau adopsi (anak
pungut). Menurut Duvall (1977) keluarga adalah sekumpulan orang yang
dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi dan kelahiran yang bertujuan untuk
meningkatkan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan
perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota. Darling
(1987) menyatakan bahwa keluarga merupakan unit dari lingkungan, yaitu suatu
kelompok yang terdiri atas individu-individu yang saling berinteraksi dan saling
tergantung yang memiliki tujuan dan sumberdaya yang dalam sebagian siklus
kehidupannya saling berbagi.
Menurut Gunarsa & Gunarsa (2001) keluarga adalah sekelompok orang
yang diikat oleh perkawinan atau pertalian darah dan biasanya meliputi ayah, ibu,
dan anak atau anak-anak. Roopnarine dan Gielen (2005) menjelaskan bahwa
keluarga merupakan kelompok sosial terkecil dari masyarakat yang terbentuk
berdasarkan pernikahan dan terdiri dari seorang ayah atau suami, ibu atau istri,
memiliki peran sebagai orang tua bagi anak-anaknya.
Fungsi Keluarga
Keluarga sebagai sistem sosial terkecil mempunyai fungsi dan tugas agar
sistem tersebut berjalan seimbang dan berkesinambungan. Peranan dan fungsi
keluarga sangat luas dan sangat bergantung dari sudut dan orientasi mana akan
dilakukan, yaitu diantaranya dari sudut biologi, sudut perkembangan, pendidikan,
sosiologi, agama dan ekonomi. Majelis Umum PBB mengemukakan bahwa
keluarga sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh dan sosialisasi anak,
mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan
fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan
sosial yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera (Sunarti 2004).
Fungsi keluarga menurut Friedman (1999) ada lima yaitu:
1. Fungsi Afektif. Merupakan suatu basis sentral bagi pembentukan dan
kelangsungan keluarga. Kebahagiaan keluarga diukur dengan kekuatan cinta
keluarga. Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif tampak kegembiraan dan
kebahagiaan seluruh anggota keluarga, tiap anggota keluarga mempertahankan
hubungan yang baik.
2. Fungsi Sosialisasi. Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan
yang dilalui individu yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan
dalam lingkungan sosial. Proses sosialisasi dimulai sejak lahir. Keluarga
merupakan tempat individu untuk belajar sosialisasi. Anggota keluarga belajar
disiplin, belajar tentang norma-norma, budaya dan perilaku melalui hubungan
dan interaksi dalam keluarga.
3. Fungsi Reproduksi. Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan
keturunan dan menambah sumberdaya manusia.

7
4. Fungsi Ekonomi. Merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan
seluruh anggota keluarga seperti makanan, pakaian dan tempat tinggal.
5. Fungsi Perawatan Kesehatan. Keluarga juga berfungsi untuk melaksanakan
praktek asuhan kesehatan yaitu mencegah terjadi gangguan kesehatan dan atau
merawat anggota keluarga yang sakit. Kesanggupan keluarga untuk
melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari kemampuan keluarga
untuk mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan, memberikan
perawatan, memelihara lingkungan dan menggunakan fasilitas kesehatan.
Pendekatan Teori Keluarga: Teori Struktural Fungsional
Pendekatan struktural fungsional adalah pendekatan teori sosiologi yang
diterapkan dalam institusi keluarga. William F. Ogburn dan Talcott Parson adalah
para sosiolog ternama yang mengembangkan pendekatan struktural fungsional
dalam kehidupan keluarga. Pendekatan ini mengakui adanya segala keragaman
dalam kehidupan sosial dan keragaman ini merupakan sumber utama dari adanya
struktur masyarakat.
Menurut teori struktural fungsional, keluarga dapat dilihat sebagai salah satu
dari berbagai subsistem dalam masyarakat (Megawangi 2005). Keluarga dalam
subsistem masyarakat tidak terlepas dari interaksi dengan subsistem masyarakat
lainnya seperti sistem ekonomi, politik, pendidikan dan agama. Dalam interaksi
tersebut keluarga berfungsi untuk memelihara keseimbangan sosial dalam
masyarakat (equilibrium state). Selanjutnya Megawangi (2005) mengatakan
keseimbangan akan menciptakan sebuah sistem sosial yang tertib (social order).
Keluarga juga bersifat adaptif yang selalu menyesuaikan dirinya dalam
menghadapi perubahan lingkungan, sesuai dengan pernyataan Parson bahwa
keluarga selalu beradaptasi secara mulus menghadapi perubahan lingkungan.
Kondisi tersebut dikatakan keseimbangan dinamis atau dynamic equilibrium
(Megawangi 2005).
Teori struktural fungsional juga memandang keluarga sebagai sebuah sistem
terkait anggota dalam keluarga. Dalam hal ini, keluarga memiliki peran dan tugas
yang harus dijalankan oleh anggota keluarga (Megawangi 2005). Dalam
pandangan teori struktural fungsional, dapat dilihat dua aspek yang saling
berkaitan yaitu aspek struktural dan aspek fungsional. Megawangi (2005)
menjelaskan bahwa aspek struktural melihat suatu keseimbangan dalam
masyarakat yang diciptakan oleh sistem sosial yang tertib. Ketertiban sosial
tercipta jika keluarga memiliki struktur atau strata sehingga anggota keluarga
mengetahui posisi dan patuh pada sistem yang berlaku dalam keluarga. Struktur
dalam keluarga dapat menjadikan institusi dalam keluarga sebagai sistem
kesatuan. Ada tiga elemen utama dalam struktur internal keluarga yang saling
terkait yaitu status sosial, fungsi sosial, dan norma sosial yang ketiganya saling
kait mengait.
Struktur pada keluarga nuklir berdasarkan status sosial terdiri dari tiga
struktur utama yaitu bapak/suami, ibu/istri, dan anak-anak. Struktur dapat juga
berupa figur-figur seperti pencari nafkah, ibu rumah tangga, anak balita, remaja,
dan sebagainya. Sedangkan peran sosial merupakan gambaran peran dari status
sosial yang dimiliki. Misalnya, orangtua memiliki peran instrumental yang
dipegang oleh bapak/suami sebagai pencari nafkah dan peran ekspresif yang
melekat pada ibu/istri dengan memberikan cinta dan kelembutan terhadap

8
keluarga. Norma sosial merupakan peraturan yang menggambarkan bagaimana
sebaiknya seseorang bertingkah laku dalam kehidupan sosialnya, misalnya dalam
hal pembagian tugas dalam keluarga (Megawangi 2005).
Keseimbangan sistem sosial dapat tercipta jika struktur keluarga sebagai
sistem dapat berfungsi. Adapun fungsi sebuah sistem mengacu pada sebuah
sistem untuk memelihara dirinya sendiri dan memberikan kontribusi pada
berfungsinya subsistem dari sistem tersebut (Megawangi 2005). Seseorang dalam
sistem keluarga yang memiliki status sosial tertentu memiliki peran yang harus
dijalankan dari status sosial tersebut. Levy dalam Megawangi (2005)
mengungkapkan bahwa tanpa pembagian tugas yang jelas dari status sosial, maka
fungsi keluarga akan terganggu dan akan mempengaruhi sistem yang lebih besar.
Kesejahteraan Keluarga
Definisi
Kesejahteraan (well-being) didefinisikan sebagai kualitas hidup seseorang
atau unit sosial (Behnke & MacDermid 2004). Kualitas hidup individu terdiri dari
berbagai aspek, baik ekonomi, sosial, maupun psikologisnya. Menurut Sukirno
(1985), kesejahteraan adalah sesuatu yang bersifat subyektif, sehingga setiap
orang yang memiliki pedoman, tujuan, dan cara hidup yang berbeda akan
memberikan nilai yang berbeda tentang faktor-faktor yang menentukan tingkat
kesejahteraan. Dalam konteks Indonesia, sebagaimana tertuang dalam UU No. 10
1992, bahwa keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas
perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup material dan spiritual
yang layak, bertakwa kepada Tuhan YME, memiliki hubungan yang serasi,
selaras dan seimbang antar anggota keluarga dan antar keluarga dengan
masyarakat dan lingkungan.
Martinez et al. (2012) menyatakan bahwa keluarga yang sejahtera adalah
keluarga yang kuat dan sukses dalam mengatasi berbagai masalah, yaitu:
1. Kesehatan, indikatornya keluarga merasa sehat secara fisik, mental, emosional
dan spiritual yang maksimal.
2. Ekonomi, indikatornya keluarga memiliki sumberdaya ekonomi yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya melalui kesempatan kerja, kepemilikan
aset dalam jumlah tertentu dan sebagainya.
3. Kehidupan keluarga yang sehat, indikatornya adalah bagaimana keluarga
terampil dalam mengelola resiko, kesempatan, konflik dan pengasuhan untuk
mencapai kepuasan hidup.
4. Pendidikan, indikatornya kesiapan anak untuk belajar di rumah dan sekolah
sampai mencapai tingkat pendidikan yang diinginkan dengan keterlibatan dan
dukungan peran orang tua hingga anak mencapai kesuksesan.
5. Kehidupan bermasyarakat, indikatornya jika keluarga memiliki dukungan
seimbang antara yang bersifat formal ataupun informal dari anggota lain
dalam masyarakatnya, seperti hubungan pro sosial antara anggota masyarakat,
dukungan teman, keluarga dan sebagainya.
6. Perbedaan budaya dalam masyarakat yang ada dapat diterima melalui
ketrampilan interaksi personal dengan berbagai budaya.
Martinez et al. (2012) memandang bahwa kesejahteraan itu mencakup
seluruh aspek kehidupan, jadi tidak hanya aspek ekonomi saja. Sedangkan

9
Sumarwoto dalam Siahaan (2004) memberikan satu parameter kualitas hidup yang
lebih universal, yaitu besarnya pilihan. Semakin lapangnya kebebasan untuk
menentukan pilihan, maka kualitas kehidupan semakin tinggi.
Kesejahteraan ekonomi merupakan kesejahteraan yang bersifat lahiriah
sehingga bersifat nyata (tangible) dan dapat diukur (measurable). Pengukuran dapat
dilakukan terhadap kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan,
sandang, papan, dan kebutuhan yang bersifat kebendaan lainnya. Menurut Sawidak
(1985), kesejahteraan menggambarkan kepuasan seseorang karena mengkonsumsi
pendapatan yang diperoleh. Kepuasan yang diperoleh bersifat relatif tergantung
jumlah pendapatan yang diperoleh. Orang yang berpendapatan rendah tidak mampu
memenuhi kebutuhan hidup minimumnya, sehingga kepuasan yang diperoleh
rendah atau tidak sejahtera (miskin). Siahaan (2004) menyebutkan patokan kualitas
hidup adalah nilai kuantitatif dengan standar yang minimal (kebutuhan pangan,
sandang, rumah dan kebutuhan penting lainnya yang cukup).
Pengukuran Tingkat Kesejahteraan Keluarga
Tingkat kesejahteraan keluarga dapat diukur dengan berbagai pendekatan,
yaitu dengan pendepakatan garis kemiskinan BPS dan penilaian keluarga terhadap
aspek-aspek kesejahteraan keluarganya. Kesejahteraan dapat diukur dengan
melakukan pendekatan pada penilaian normatif dan syarat yang harus dipenuhi
untuk dapat keluar dari kemiskinan. Pendekatan yang digunakan salah satunya
adalah berdasarkan garis kemiskinan Badan Pusat Statistik (BPS) yang
mengartikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi standar
minimum kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makanan maupun nonmakanan. Inti dari model ini adalah membandingkan tingkat konsumsi penduduk
dengan "garis kemiskinan" (GK) yaitu jumlah rupiah untuk konsumsi per orang
per bulan. BPS menggunakan batas garis kemiskinan berdasarkan data konsumsi
dan pengeluaran komoditas pangan dan non pangan. Komoditas pangan terpilih
terdiri dari 52 macam, sedangkan komoditas non pangan terdiri dari 27 jenis untuk
kota dan 26 jenis untuk desa. Garis kemiskinan yang telah ditetapkan BPS dari
tahun ke tahun mengalami perubahan, demikian juga antara satu daerah dengan
daerah lainnya juga berbeda. Standar garis kemiskinan Kota Depok berdasarkan
BPS 2010 adalah sebesar Rp 310.279 per kapita per bulan.
Berbeda dengan BPS, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) lebih melihat dari sisi kesejahteraan dibandingkan dari sisi kemiskinan.
Untuk mengukur tingkat kesejahteraan, BKKBN melakukan program yang
disebut sebagai Pendataan Keluarga. Pendataan Keluarga dilakukan oleh BKKBN
setiap tahun sejak tahun 1994. Pendataan keluarga bertujuan untuk memperoleh
data dasar kependudukan dan keluarga dalam rangka program pembangunan dan
pengentasan kemiskinan.
Data kemiskinan dilakukan lewat pentahapan keluarga sejahtera yang dibagi
menjadi lima tahap, yaitu: 1) Keluarga Pra Sejahtera (sangat miskin); 2) Keluarga
Sejahtera I (miskin); 3) Keluarga Sejahtera II; 4) Keluarga Sejahtera III; dan 5)
Keluarga Sejahtera III plus. Dari data tersebut kemudian didapatkan jumlah
keluarga miskin dari mulai tingkat RT, dusun, desa, kecamatan, kabupaten/kota,
provinsi sampai dengan tingkat nasional. Pra Sejahtera (sangat miskin) diartikan
sebagai ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti
kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, sandang, papan dan kesehatan.

10
Sejahtera tahap I (miskin) diartikan sebagai keluarga yang mampu memenuhi
kebutuhan dasarnya tetapi belum mampu memenuhi kebutuhan sosial
psikologisnya. Yang dimaksud kebutuhan sosial psikologis adalah kebutuhan
akan pendidikan, keluarga berencana, interaksi dalam keluarga, interaksi dalam
lingkungan tempat tinggal dan transportasi.
Kesejahteraan tidak saja dilihat dari aspek ekonomi saja tapi juga aspek non
ekonomi lainnya. Untuk itu ada cara lain dalam pengukuran tingkat kesejahteraan
keluarga yaitu melalui pendekatan subjektif. Menurut Cahyat et al. (2007)
kesejahteraan subjektif merupakan kumpulan perasaan seseorang; bisa berupa
perasaan sejahtera, rasa bahagia, rasa dihormati, rasa diakui, rasa miskin, rasa
serba kekurangan, dan perasaan-perasaan sejenisnya. Perasaan ini bersifat sangat
umum dan dipengaruhi oleh seluruh aspek kehidupan. Perasaan ini bisa saja
bersifat sementara dan mungkin dipengaruhi oleh kejadian-kejadian sesaat.
Rumah tangga yang baru bercerai, misalnya, pasti langsung merasa tidak bahagia,
walaupun mungkin keadaan materi, pengetahuan, kesehatan dan lingkungan
kehidupannya dalam kondisi baik. Kahneman & Sugden (2005) menjelaskan
bahwa kesejahteraan subjektif didasarkan pada bagaimana seseorang menganggap
atau menilai keadaannya pada saat tertentu, dengan pengetahuan atau pengalaman
pribadi yang ia miliki, dan bukan apa yang orang lain amati atau pikirkan tentang
keadaan seseorang tersebut.
Hasil Studi Empiris tentang Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat
Kesejahteraan Keluarga
Rambe (2004) menemukan bahwa faktor-faktor yang menentukan
kesejahteraan keluarga tergantung pada indikator yang digunakan dalam
mengukur kesejahteraan keluarga. Selanjutnya dikatakan bahwa ada empat faktor
yang konsisten dalam menentukan tingkat kesejahteraan keluarga yakni: faktor
pendidikan, kondisi tempat tinggal, harga dan pengeluaran. Menurut Muflikhati et
al. (2010) kondisi sosial ekonomi yang berpengaruh signifikan terhadap
kesejahteraan keluarga pada umumnya adalah besar keluarga, pendidikan kepala
rumah tangga, aset, pendapatan, dan pengeluaran per kapita. Iskandar (2007)
dalam hasil penelitiannya juga menyebutkan bahwa faktor yang berpengaruh
terhadap kesejahteraan menurut penilaian keluarga adalah pendidikan kepala
keluarga dan kepemilikan aset.
Faktor-faktor ekonomi merupakan faktor penting dalam menentukan
kesejahteraan. Hal ini terlihat dari hasil penelitian Kusumo (2009) dan
Simanjuntak (2010). Tingkat pendapatan per kapita berpengaruh positif terhadap
tingkat kesejahteraan (Kusumo 2009). Sedangkan Simanjuntak (2010)
menyatakan bahwa ekonomi keluarga yang semakin baik akan memberikan
pengaruh tidak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan keluarga. Selain itu
manajemen keuangan ternyata juga berpengaruh positif terhadap kesejahteraan
ekonomi keluarga (Suandi 2007).
Hasil penelitian menunjukkan kesejahteraan objektif dipengaruhi oleh
pendapatan dan aset keluarga. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Muflikhati et
al. (2010); Weston et al. (2004), Kusumo et al. (2008) dan Milligan et al. (2006)
yang menyatakan bahwa pendapatan berpengaruh terhadap kesejahteraan objektif
keluarga. Bryant (1990) menyatakan bahwa aset adalah sumberdaya atau
kekayaan yang dimiliki oleh keluarga. Aset akan berperan sebagai alat pemuas

11
kebutuhan, yang oleh karena itu keluarga yang memiliki aset lebih banyak
cenderung lebih sejahtera jika dibandingkan dengan keluarga yang memiliki aset
terbatas. Menurut Muflikhati et al. (2010) dan Iskandar (2007), aset berpengaruh
signifikan terhadap kesejahteraan keluarga. Dalam konteks komunitas, indikator
kesejahteraan keluarga adalah peran kehidupan bertetangga (lingkungan sekitar)
dan pengaruh karakteristik lingkungan perumahan terhadap fungsi keluarga dan
perkembangan anak (Bowen & Richman 2001 dalam Muflikhati 2010).
Manajemen Sumberdaya Keluarga
Manajemen menurut Goldsmith (1996) adalah proses penggunaan
sumberdaya untuk mencapai tujuan. Manajemen membahas tentang bagaimana
seseorang atau keluarga merencanakan, memutuskan dan bertindak untuk
memenuhi kebutuhannya dan mencapai tujuan dalam sebuah masyarakat yang
semakin kompleks. Menurut Peter Drucker (1989) dalam Goldsmith (1996), tugas
manajemen adal