Persepsi dan Partisipasi Wanita Tani dalam Kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan (OPP) P2KP
PERSEPSI DAN PARTISIPASI WANITA TANI DALAM
KEGIATAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN
PEKARANGAN (OPP) P2KP
NADIA ZABILA
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persepsi dan Partisipasi
Wanita Tani dalam Kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan (OPP) P2KP
adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2013
Nadia Zabila
NIM I34090077
ABSTRAK
NADIA ZABILA. Persepsi dan Partisipasi Wanita Tani dalam Kegiatan Optimalisasi
Pemanfaatan Pekarangan (OPP) P2KP. Dibimbing oleh NURMALA K. PANDJAITAN.
Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat strategis dan penting. Sementara,
masih banyak rumah tangga yang belum mampu mewujudkan ketersediaan pangan dalam
hal mutu dan tingkat gizinya. Pemerintah mengupayakan masalah tersebut melalui
Program Percepatan Penganekaragaman Pangan (P2KP) kepada kelompok wanita untuk
mengoptimalkan lahan pekarangannya menjadi sumber pangan keluarga. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis hubungan antara intensitas komunikasi penyuluh P2KP
dengan persepsi wanita tani terhadap kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan
(OPP) dan hubungan persepsi tersebut dengan tingkat partisipasinya. Hasil penelitian
adalah wanita tani mempersepsikan bahwa metode dan penyuluh P2KP hanya membuat
responden tertarik dan termotivasi. Penyuluh dianggap tidak mengetahui kebutuhan dan
permasalahan KWT yang sebenarnya. Materi diberikan cukup baik namun kegiatan ini
belum sesuai dengan kebutuhan. Partisipasi wanita tani dalam kegiatan OPP memiliki
tingkatan yang rendah. Terdapat hubungan antara intensitas komunikasi penyuluh P2KP
dengan persepsi wanita tani terhadap kegiatan ini. Namun, hanya dalam aspek tujuan
utama dan manfaat dalam kegiatan OPP. Sementara, tidak ditemukan hubungan antara
persepsi tersebut dengan partisipasi dalam kegiatan ini.
Kata Kunci: ketahanan pangan, intensitas komunikasi dan penyuluh.
ABSTRACT
NADIA ZABILA. Perception and Participation of Women Farmers in the Activities of
Optimizing Courtyard Utilization (OPP) P2KP. Supervised by NURMALA K.
PANDJAITAN.
Food security is very strategic and important. Meanwhile, many households are
still unable to realize the food availability in terms of its quality and nutrition level. The
government has attempted to address this issue through Food Variety Acceleration
Program (P2KP) by empowering groups of women to optimize their courtyards as a
source of household food. This study aimed to analyze the relationship between the
intensity of P2KP extension agent communication with the perception of women farmers
on the activities of Optimizing Courtyard Utilization (OPP) and the relationship between
the perception and the participation level. The result showed the women farmers
perceived that the method and the P2KP extension agent only made the respondents
interested and motivated. The extension agent were considered being unaware of the real
needs and problems facing KWT. The material given was quite good despite its
irrelevance to the needs. The participation of women farmers in OPP activities was
relatively low. There was a correlation between the intensity of P2KP extension agent
communication and the perception of women farmers in this activity. However, the
correlation was evident only in the aspects of the main objective and the benefits of OPP.
No correlation was found between the perception and the participation level in the
activity.
Keywords: food security, intensity of communication and extension agent.
PERSEPSI DAN PARTISIPASI WANITA TANI DALAM
KEGIATAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN
PEKARANGAN (OPP) P2KP
NADIA ZABILA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Persepsi dan Partisipasi Wanita Tani dalam Kegiatan Optimalisasi
Pemanfaatan Pekarangan (OPP) P2KP
Nama
: Nadia Zabila
NIM
: I34090077
Disetujui oleh
Dr Nurmala K Pandjaitan, MS. DEA
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Siti Amanah, MSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus: ________________
Judul Skripsi: Persepsi dan Partisipasi Wanita Tani dalam Kegiatan Optimalisasi
Pemanfaatan Pekarangan (OPP) P2KP
: Nadia Zabila
Nama
: 134090077
NIM
Disetujui oleh
Dr Nurmala K Pandjaitan, MS. DEA
Pembimbing
27 N
2D13
Tanggal Lulus: _ _ _ _ _ __
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah mengenai
“Persepsi dan Partisipasi Petani dalam Penyuluhan”, dengan judul “Persepsi dan
Partisipasi Wanita Tani dalam Kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan
(OPP) P2KP”.
Penulis menyadari skripsi ini dapat diselesaikan karena adanya bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Oleh karena itu, penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Kedua orang tua, Ayahanda Djamal Abdul Latief dan Ibunda Nina Aminah.
Kepada suami yaitu Andromeda Mercury Putra, S.IP. Kedua kakak tersayang
yaitu Rama Abdilah, A.Md dan Astrid Meidiyanti, A.Md serta kepada adik
Nathasya Lathifah. Terimakasih selalu memberikan kasih sayang, doa,
motivasi, dukungan dan semangat yang tak terbatas kepada penulis.
2. Dr. Nurmala K. Pandjaitan, MS. DEA. atas kesediaan waktu dan
kesabarannya dalam membimbing dan memotivasi penulis untuk segera
menyelesaikan skripsi ini.
3. Prof. Dr. Ir. Aida V. S. Hubeis selaku dosen penguji utama dan Heru
Purwandaru SP. MSi. selaku dosen penguji kedua. Selanjutnya kepada Ir.
Hadiyanto, MSi. selaku dosen uji petik skripsi. Terimakasih atas segala
masukan-masukan yang turut menyempurnakan skripsi ini.
4. Rekan-rekan satu bimbingan Dini Dwiyanti dan Ajeng Intan Purnamasari.
5. Pihak BKP5K dan BP4K Kabupaten Bogor serta BP3K Kecamatan
Cibungbulang yang telah memberikan pengarahan dan dukungan selama
penulis di lokasi penelitian.
6. Pemerintah dan anggota Kelompok Wanita Tani di Desa Situ Udik dan
Cibatok Satu yang turut berkontribusi dalam memberikan informasi kepada
penulis.
7. Kepada sahabat seperjuangan, Novia Darwis, M. Septiadi, Faiza Libby
Shabira Lubis, Arif Rachman, Tiara Pridatika, Jabbar Saputra, Indra Setiyadi,
seluruh teman-teman KPM 46 dan rekan-rekan atau pihak lain yang tidak
dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas segala bantuan dan dukungan
yang diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Semoga karya
ilmiah ini bermanfaat untuk menambah pemahaman mengenai persepsi dan
partisipasi terhadap penyuluhan di perdesaan.
Bogor, November 2013
Nadia Zabila
vii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
VII
IX
XI
XI
1
1
Masalah Penelitian
2
Tujuan Penelitian
2
Kegunaan Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
Program Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan
(P2KP)
Penyuluhan Pertanian
3
3
5
Persepsi
10
Partisipasi
13
Kerangka Pemikiran
14
Hipotesis
15
Definisi Operasional
16
PENDEKATAN LAPANGAN
Metode Penelitian
19
19
Lokasi dan Waktu
19
Teknik Pemilihan Responden dan Informan
19
Pengumpulan Data
19
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
20
GAMBARAN UMUM KECAMATAN CIBUNGBULANG
Desa Cibatok Satu
21
21
Desa Situ Udik
Kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan
Cibungbulang, Kabupaten Bogor
24
Pekarangan
di
Kecamatan
KARAKTERISTIK RESPONDEN
Karakteristik Individu Kedua Kelompok Wanita Tani
27
31
31
Intensitas Komunikasi Penyuluh Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan
32
Ikhtisar
34
PERSEPSI TERHADAP KEGIATAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN
PEKARANGAN
35
viii
Persepsi Wanita Tani terhadap Kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan
Pekarangan
35
Ikhtisar
44
PARTISIPASI DALAM KEGIATAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN
PEKARANGAN
45
Partisipasi Wanita Tani dalam Kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan
Pekarangan
45
Ikhtisar
50
HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI DENGAN
PENYULUH P2KP DAN PERSEPSI WANITA TANI DENGAN
KEGIATAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN PEKARANGAN
51
Ikhtisar
54
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI WANITA TANI DAN PARTISIPASI
DALAM KEGIATAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN PEKARANGAN 55
Ikhtisar
58
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
59
59
59
61
63
75
ix
DAFTAR TABEL
1. Mata pencaharian pokok warga Desa Cibatok Satu Kabupaten Bogor
Tahun 2010 .......................................................................................................... 22
2. Jumlah dan presentase produksi komoditas tanaman pangan Desa Cibatok
Satu Kabupaten BogorTahun 2010 .................................................................... 22
3. Mata pencaharian pokok warga Desa Situ Udik Kabupaten Bogor Tahun
2012...................................................................................................................... 24
4. Daftar pengurus dan anggota Kelompok Wanita Tani Teratai Desa Situ
Udik Tahun 2012................................................................................................. 26
5. Contoh materi yang digunakan berdasarkan hasil musyawarah antara
penyuluh dan wanita KWT Teratai Situ Udik Tahun 2012 .............................. 29
6. Jumlah dan presentase responden berdasarkan karakteristik individu ............ 31
7. Jumlah dan presentase responden berdasarkan tingkat kehadiran dalam
penyuluhan OPP .................................................................................................. 32
8. Jumlah dan presentase responden berdasarkan tingkat interaksi dengan
penyuluh OPP ...................................................................................................... 33
9. Jumlah dan presentase responden berdasarkan intensitas komunikasi
penyuluh dalam kegiatan OPP ........................................................................... 33
10. Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap tujuan
utama kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan ..................................... 35
11. Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap tujuan
lainnya dari optimalisasi pemanfaatan pekarangan .......................................... 36
12. Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap jenis
manfaat optimalisasi pemanfaatan pekarangan ................................................. 36
13. Jumlah dan presentase responden berdasarkan penilaian jenis manfaat
kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan ................................................ 36
14. Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap metode
SL-P2KP .............................................................................................................. 37
15. Jumlah dan presentase responden berdasarkan metode yang digunakan
dalam SL-P2KP ................................................................................................... 39
16. Jumlah dan presentase responden berdasarkan penilaian persepsi terhadap
metode SL-P2KP ................................................................................................. 39
17. Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap materi
kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan yang diberikan ...................... 40
18. Jumlah dan presentase responden berdasarkan penilaian persepsi terhadap
materi optimalisasi pemanfaatan pekarangan.................................................... 40
19. Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap penyuluh
P2KP .................................................................................................................... 41
20. Jumlah dan presentase responden berdasarkan penilaian persepsi terhadap
penyuluh P2KP .................................................................................................... 41
21. Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap jenis
kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan ................................................ 42
22. Jumlah dan presentase responden berdasarkan penilaian persepsi terhadap
jenis kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan ....................................... 43
23. Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap
pelaksanaan pasca SL-P2KP .............................................................................. 43
x
24. Jumlah dan presentase responden berdasarkan penilaian persepsi terhadap
pelaksanaan pasca SL-P2KP .............................................................................. 44
25. Jumlah dan presentase responden berdasarkan luas lahan yang digunakan
dalam kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan ..................................... 45
26. Jumlah dan presentase responden berdasarkan tahapan pelaksanaan
optimalisasi pemanfaatan pekarangan ............................................................... 46
27. Jumlah dan presentase responden berdasarkan penilaian tahapan
pelaksanaan optimalisasi pemanfaatan pekarangan .......................................... 47
28. Jumlah dan presentase responden berdasarkan keaktifan dalam kegiatan
optimalisasi pemanfaatan pekarangan ............................................................... 47
29. Jumlah dan presentase responden berdasarkan penilaian keaktifan dalam
kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan ................................................ 49
30. Jumlah dan presentase responden berdasarkan partisipasi dalam kegiatan
optimalisasi pemanfaatan pekarangan ............................................................... 49
31. Jumlah dan presentase responden berdasarkan intensitas komunikasi
dengan penyuluh P2KP dan persepsi tujuan utama .......................................... 51
32. Jumlah dan presentase responden berdasarkan intensitas komunikasi
dengan penyuluh P2KP dan persepsi tujuan lainnya ........................................ 51
33. Jumlah dan presentase responden berdasarkan intensitas komunikasi
dengan penyuluh P2KP dan persepsi manfaat .................................................. 52
34. Jumlah dan presentase responden berdasarkan intensitas komunikasi
dengan penyuluh P2KP dan persepsi metode SL-P2KP .................................. 52
35. Jumlah dan presentase responden berdasarkan intensitas komunikasi
dengan penyuluh P2KP dan persepsi materi ..................................................... 53
36. Jumlah dan presentase responden berdasarkan intensitas komunikasi
dengan penyuluh P2KP dan persepsi penyuluh P2KP ..................................... 53
37. Jumlah dan presentase responden berdasarkan intensitas komunikasi
dengan penyuluh P2KP dan persepsi jenis kegiatan ......................................... 54
38. Jumlah dan presentase responden berdasarkan intensitas komunikasi
dengan penyuluh P2KP dan persepsi pasca pelaksanaan P2KP ...................... 54
39. Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap tujuan
utama dan partisipasinya .................................................................................... 55
40. Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap tujuan
lainnya dan partisipasinya .................................................................................. 55
41. Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap manfaat
dan partisipasinya................................................................................................ 56
42. Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap metode
SL-P2KP dan partisipasinya............................................................................... 56
43. Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap materi
dan partisipasinya................................................................................................ 57
44. Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap penyuluh
P2KP dan partisipasinya ..................................................................................... 57
45. Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap jenis
kegiatan dan partisipasinya ................................................................................ 57
46. Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap pasca
pelaksanaan P2KP dan partisipasinya ............................................................... 58
xi
DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka pemikiran bentuk persepsi dan tingkat partisipasi wanita tani
dalam
kegiatan
Optimalisasi
Pemanfaatan
Pekarangan
P2KP............................................................................................................ 15
2. Perbandingan jumlah produksi komoditas tanaman pangan Desa Situ
Udik Kecamatan Cibungbulang Tahun 2012............................................... 25
3. Keadaan lahan pekarangan (a) anggota KWT Nusa Jati dan (b) anggota
KWT Teratai................................................................................................ 45
DAFTAR LAMPIRAN
1. Peta Desa Cibatok Satu dan Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat Tahun 2013..................... ............
2. Jadwal pelaksanaan penelitian Tahun 2013.................................... ..........
3. Kerangka Populasi.......................................................................................
4. Kuesioner.....................................................................................................
5. Foto dokumentasi penelitian........................................................................
63
64
65
66
73
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia membutuhkan waktu dua dasarwarsa masa peralihan uji coba
sebelum bisa memulai suatu program pembangunan berencana jangka panjangnya
sejak tahun 1969, yang diawali dengan suatu crash-programme selama tiga tahun.
Pembangunan yang dipimpin oleh pemerintah pada dasarnya mengikuti kapitalis.
Aspek kapitalis justru membuat resah masyarakat yang dimana sebagian besar
program yang diberikan pemerintah bersifat top-down dan belum tentu sesuai
dengan kebutuhan masyarakat (Rahardjo 2006). Pembangunan yang diberikan
pemerintah akan berhasil jika sesuai dengan kebutuhan dari masyarakat, begitu
juga tindakan pemerintah dalam menanggapi krisis pangan.
Menurut Sibuea (2012), pemerintah harus melakukan berbagai upaya untuk
menghadapi ancaman krisis pangan global. Masyarakat patut didorong untuk
mengurangi ketergantungan konsumsi pada beras yang harganya kian mahal.
Masyarakat Indonesia yang tingkat konsumsi berasnya sangat tinggi, sekitar 139
kilogram per kapita per tahun, amat rentan terkena dampak krisis pangan.
Perkiraan para pengamat ketahanan pangan menunjukkan produksi Gabah Kering
Giling (GKG) cenderung menurun dalam waktu 10 tahun belakangan ini.
Pemerintah harus dapat mendorong (bukan memaksa) masyarakat untuk
meragamkan pola konsumsi makan sebagai bentuk penguatan ketahanan pangan.
Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat strategis dan penting. Saat ini
ketahanan pangan belum dicapai pada seluruh rumah tangga walaupun pada
tingkat nasional hasilnya telah lebih baik. Masih banyak rumah tangga yang
belum mampu mewujudkan ketersediaan pangan yang cukup, terutama dalam hal
mutu dan tingkat gizinya. Dalam hal ini keanekaragaman pangan menjadi salah
satu pilar utama dalam ketahanan pangan (FKPP 2003).
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996
tentang Pangan dijelaskan bahwa pemerintah bersama masyarakat bertanggung
jawab untuk mewujudkan ketahanan pangan. Untuk merealisasikan ketahanan
pangan tersebut, pemerintah bertugas melakukan pembinaan, pengendalian dan
pengawasan terhadap ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun
mutunya, aman, bergizi, beragam dan terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Pelaksanaan gerakan Percepatan Penganekragaman Konsumsi Pangan (P2KP)
merupakan implementasi dari Peraturan Presiden RI Nomor 22 Tahun 2009
tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragam Konsumsi Pangan berbasis
sumber daya lokal, yang ditindaklanjuti oleh Peraturan Menteri Pertanian Nomor
43 Tahun 2009, dan Peraturan Gubernur Nomor 60 Tahun 2011 (BKP 2012).
Pada Peraturan Bupati Bogor Nomor 26 Tahun 2011 tentang Pedoman
Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya
Lokal, pada pasal 2 mengenai maksud dibuatnya pedoman program P2KP adalah
memaksimalkan pelaksanaan perwujudan ketahanan pangan dan peningkatan
diversifikasi pangan yang merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah
daerah bersama masyarakat di Kabupaten Bogor. Kecamatan Cibungbulang
merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Bogor yang kelompok wanita taninya
mendapatkan program P2KP. Salah satu kegiatannya adalah Optimalisasi
2
Pemanfaatan Pekarangan (OPP). Kegiatan atau pemberdayaan kelompok wanita
bertujuan mengembangkan pola pikir ibu rumah tangga tentang komposisi menu
makanan yang beragam, seimbang dan aman melalui optimalisasi pemanfaatan
pekarangan dan pemanfaatan pangan lokal. Dengan demikian partisipasi wanita
tani dalam kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan ini menjadi salah satu
penentu keberhasilan program P2KP. Menurut Lalenoh (1994) dalam
penelitiannya mengenai kegiatan pelayanan rehabilitas sosial pemukiman kumuh
di kotamadya Bandung ditemukan bahwa persepsi masyarakat di pemukiman
kumuh terhadap kegiatan tersebut memiliki hubungan yang nyata dengan tingkat
partisipasi dalam kegiatannya. Responden yang memiliki persepsi yang positif
cenderung memiliki partisipasi yang tinggi, dimana keterlibatan responden dalam
beberapa tahap kegiatan fisik ditemukan sangat aktif.
Penelitian mengenai persepsi wanita tani terhadap kegiatan OPP, dengan
demikian menjadi bagian yang penting dipelajari untuk dapat memahami
sejauhmana partisipasi mereka. Selain itu, dengan adanya SL-P2KP sebagai
bentuk penyuluhan kegiatan OPP ingin diketahui sejauhmana pengaruhnya
terhadap persepsi wanita tani yang mengikuti kegiatan. Lebih lanjut, ingin
diketahui apakah ada hubungan antara persepsi terhadap kegiatan OPP dengan
tingkat partisipasi wanita tani pada kegiatan tersebut.
Masalah Penelitian
Masalah yang dikaji dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana hubungan antara intensitas komunikasi penyuluh P2KP dan
persepsi wanita tani terhadap kegiatan OPP dalam program P2KP?
2. Bagaimana hubungan antara persepsi wanita tani tentang kegiatan OPP
dengan tingkat partisipasi mereka dalam kegiatan OPP tersebut?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji persepsi dan
partisipasi wanita tani dalam kegiatan Gerakan P2KP. Secara spesifik, penelitian
ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis hubungan antara intensitas komunikasi penyuluh P2KP dan
persepsi wanita tani terhadap kegiatan OPP dalam program P2KP.
2. Menganalisis hubungan antara persepsi wanita tani tentang kegiatan OPP
dengan tingkat partisipasi mereka dalam kegiatan OPP tersebut.
Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Melalui penelitian ini dapat diperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai
hubungan antara persepsi dengan perilaku petani khususnya menyangkut
program penyuluhan pertanian di perdesaan.
2. Menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam penentuan strategi dan
kebijakan mengenai pembuatan program pembangunan pertanian berikutnya.
3. Dapat dijadikan bahan masukan dan motivasi bagi pihak yang berkepentingan
untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan penyuluhan pertanian.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Program Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan
(P2KP)
Pelaksanaan P2KP merupakan implementasi dari Peraturan Presiden No. 22
Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi pangan
Berbasis Sumberdaya Lokal yang ditindaklanjuti melalui Peraturan Menteri
pertanian No. 43 Tahun 2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman
Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal (BKP 2012). Implementasi
gerakan P2KP dilaksanakan dalam berbagai bentuk kegiatan, seperti:
1. Pemberdayaan kelompok wanita melalui optimalisasi pemanfaatan
pekarangan dan pengembangan usaha rumah tangga pangan lokal berbasis
tepung-tepungan.
2. Pengembangan pangan lokal melalui kegiatan pra-pangkin dan kerjasama
dengan Perguruan Tinggi dalam pengembangan teknologi pengolahan pangan
lokal.
3. Sosialisasi dan promosi penganekaragaman konsumsi pangan, serta
4. Pengembangan Rumah Pangan Lestari (RPL) Pada Kawasan P2KP 1 yang
merupakan pengembangan dari kegiatan P2KP pada tingkat kawasan.
Kegiatan P2KP juga diharapkan dapat mendorong peran serta dunia usaha
melalui Corporate Social Responsibility (CSR)/Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan (PKBL).
Pemberdayaan kelompok wanita dalam P2KP direalisasikan dengan dua
kegiatan yaitu optimalisasi pemanfaatan pekarangan dan pengembangan usaha
rumah tangga pengolahan pangan lokal berbasis tepung-tepungan. Tujuan
kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan (OPP) adalah:
a. Mengoptimalkan pemanfaatan pekarangan sebagai sumber pangan.
b. Meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan kelompok wanita
untuk memanfaatkan bahan pangan yang ada di pekarangan untuk diolah
sebagai menu sehari-hari.
Sasaran pada kegiatan OPP adalah kelompok wanita yang telah memiliki
kelembagaan yang aktif dengan pendekatan pemilihan berdasarkan tempat tinggal
dengan jumlah minimal 10 rumah tangga. Lokasi yang dipilih bagi penerima
manfaat tahun 2012 adalah wilayah dalam satu tempat tinggal, minimal memiliki
satu lahan pekarangan utama yang dijadikan sebagai demplot pekarangan
berdasarkan potensi desa penerima manfaat.
Seleksi lokasi dilaksanakan oleh aparat pemerintahan kabupaten atau kota
yang menangani ketahanan pangan berkoordinasi dengan aparat pemerintahan
provinsi. Penetapan kelompok penerima manfaat ditetapkan dengan SK Kepala
pemerintahan provinsi atau kabupaten.
Pada kegiatan OPP dilaksanakan dengan menggunakan sebuah metode
yaitu Sekolah Lapang (SL). Metode SL ini menggunakan pendekatan praktek
1
Pengembangan Rumah Pangan Lestari (RPL) Pada Kawasan P2KP adalah kawasan yang
terdiri atas beberapa desa dalam satu kabupaten/kota yang di setiap rumah tangganya
mengembangkan pemanfaatan pekarangan sebagai sumber pangan dan gizi keluarga dan juga
tambahan pendapatan keluarga yang mengacu pada model rumah pangan lestari.
4
langsung yang dinamakan Self Learning dalam mengembangkan pekarangan
mulai dari aspek budidaya hingga pengolahan hasil pekarangan (from farm to
table) dengan tetap memperhatikan kebutuhan gizi keluarga sehari-hari dan
kelestarian lingkungan.
Sekolah Lapangan (SL) P2KP2 dilaksanakan dalam rangka Optimalisasi
Pemanfaatan Pekarangan dan dikembangkan atas dasar pemikiran, bahwa Sistem
Pelatihan tersebut harus mampu mengubah sasaran dari sikap “ketergantungan”
(dependent) kearah “kemandirian” (independent) dan sikap “saling
ketergantungan” (interdependent) kearah kerja dalam kelompok (team work); dari
sikap kerja berdasarkan kebiasaan atau pemberian/petunjuk ke arah sikap kerja
rasional; dari sekedar bisa bekerja atau terampil ke arah bekerja profesional (ahli).
Sedangkan proses berlatih dirancang agar sasaran pelatihan dapat berlatih
dengan cara mengalami, menemukan dan memecahkan masalahnya sendiri pada
situasi nyata di tempat kerjanya. Melalui SL materi pelatihan dapat diterima
secara utuh dan cepat oleh sasaran. Didalam proses berlatih melatih dengan model
SL, metode yang paling tepat adalah berlatih yang didasarkan oleh pengalaman
atau dikenal sebagai Experriental Learning Cycle (ELC).
Tujuan umum penyelenggaraan pelatihan Sekolah Lapangan adalah
meningkatkan kompetensi kerja dan perilaku sasaran pelatihan, serta untuk
mempercepat proses alih teknologi dari sumber/perekayasa teknologi sampai ke
kelompok wanita. Tujuan khusus penyelenggaraan Sekolah Lapangan P2KP
adalah:
a. Membudayakan
pemanfaatan
pekarangan
dalam
mendukung
penganekaragaman konsumsi pangan di kalangan masyarakat.
b. Mempercepat penerapan pengetahuan tentang penganekaragaman konsumsi
pangan, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan kesadaran dalam
mengelola pekarangan.
c. Meningkatkan motivasi dan partisipasi masyarakat dalam pengembangan
penganekaragaman konsumsi pangan melalui pemanfaatan pekarangan.
SL-P2KP berfungsi sebagai pusat pembelajaran bagi kelompok wanita,
sekaligus sebagai media pengambilan keputusan tukar menukar informasi dan
pengalaman lapangan, pembinaan manajemen kelompok serta sebagai
percontohan bagi kawasan lainnya. SL-P2KP dimaksudkan untuk peningkatan
kemampuan peserta P2KP yang dapat dilakukan melalui kegiatan berlatih melatih
di demplot/areal percontohan kelompok yang dijadikan sebagai Laboratorium
Lapangan (LL). Kegiatan berlatih melatih ini difokuskan pada aktivitas
meningkatkan perilaku, ketrampilan dan sikap melalui aktivitas menemukenali,
mengungkapkan pengalaman dan penarikan kesimpulan terkait dengan P2KP.
Peserta SL-P2KP wajib mengikuti setiap tahap kegiatan pemanfaatan
pekarangan dan mengaplikasikan sesuai dengan spesifikasi lokasi masing-masing
mulai dari pengolahan tanah, budidaya, penanganan panen dan pasca panen,
sampai pengelolahan pangan untuk konsumsi. Pada setiap tahapan pelaksanaan,
anggota kelompok diharapkan melakukan serangkaian kegiatan yang sudah
2
Sekolah Lapangan (SL) P2KP adalah suatu tempat pendidikan non formal bagi
masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam pengembangan
pemanfaatan pekarangan dalam rangka penganekaragaman konsumsi pangan sesuai dengan
sumberdaya lokal.
5
direncanakan dan dijadwalkan, baik di demplot maupun di pekarangan masingmasing anggota kelompok.
Pelaksanaan SL dilakukan melalui pendampingan penyuluh pendamping
P2KP Desa dengan menggunakan alat bantu berupa KIT (alat peraga/modul dll)
P2KP atau media sosial lainnya. Pendampingan kegiatan OPP dilakukan oleh
penyuluh pertanian yang memiliki peranan, yaitu:
1. Sebagai pemandu yang paham terhadap materi, permasalahan dan kebutuhan
yang ada di lapangan.
2. Sebagai dinamisator proses SL-P2KP sehingga menimbulkan ketertarikan dan
lebih menghidupkan kegiatan kelompok.
3. Motivator yang kaya akan pengalaman dalam budidaya dan dapat membantu
membangun kesadaran masyarakat dalam memanfaatkan pekarangan dalam
rangka percepatan penganekaragaman konsumsi pangan.
4. Sebagai konsultan bagi anggota kelompok SL-P2KP untuk mempermudah
menentukan langkah-langkah selanjutnya setelah kegiatan P2KP.
Jenis-jenis kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan OPP terdiri dari
identifikasi potensi desa dan permasalahannya, menyusun Rencana Kegiatan dan
Kebutuhan Anggaran (RKKA) Kelompok, pengembangan pemanfaatan
pekarangan, dan sosialisasi mengenai konsumsi pangan beragam, bergizi,
seimbang dan aman.
Pertemuan rutin dilaksanakan sesuai dengan jadwal kegiatan yang telah
disepakati bersama dengan kelompok wanita. Pertemuan dilaksanakan minimal
sepuluh kali dalam setahun, apabila terdapat dana dukungan dari APBD provinsi
maupun kabupaten/kota maka dapat dilaksanakan lebih dari sepuluh kali dalam
setahun.
Penyuluhan Pertanian
Pada dasarnya pengertian penyuluhan sangatlah banyak didefinisikan oleh
beberapa ahli. Menurut Setiana (2004), Penyuluhan dalam arti umum adalah ilmu
sosial yang mempelajari sistem dan proses perubahan pada individu serta
masyarakat agar dapat terwujud perubahan yang lebih baik sesuai dengan harapan.
Dalam Wiriaatmadja (1973) menyatakan bahwa penyuluhan pertanian
adalah suatu sistim pendidikan di luar sekolahan untuk keluarga-keluarga tani di
pedesaan, dimana mereka belajar sambil berbuat untuk menjadi mau, tahu, dan
bisa menyelesaikan sendiri masalah-masalah yang dihadapinya secara baik,
menguntungkan dan memuaskan.
Kartasapoetra (1987), penyuluhan pertanian adalah usaha mengubah
perilaku petani dan keluarganya agar mereka mengetahui, menyadari, mempunyai
kemampuan, dan kemauan serta tanggung jawab untuk memecahkan masalahnya
sendiri dalam rangka kegiatan usaha tani dan kehidupannya.
Menurut Sastraatmadja (1993), penyuluhan pertanian didefinisikan sebagai
pendidikan nonformal yang ditujukan kepada petani dan keluarganya dengan
tujuan jangka pendek untuk mengubah perilaku termasuk sikap, tindakan dan
pengetahuan kearah yang lebih baik, serta tujuan jangka panjang untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Suriatna (1987) berpendapat bahwa semula kegiatan pendidikan penyuluhan
pertama mencakup bidang konsultasi dan demonstrasi pertanian. Kemudian lebih
6
dikembangkan sebagai sumber informasi. Berkembangnya teknologi dalam
bidang pertanian dan semakin kompleksnya masalah yang dihadapi masyarakat
pertanian, menuntut untuk lebih diperluas lagi cakupan kegiatan penyuluhan
pertanian.
Berdasarkan uraian para ahli diatas, penyuluhan dapat didefinisikan
sebagai sebuah pendidikan nonformal yang diberikan kepada masyarakat
khususnya dalam hal ini adalah petani dan keluarganya, dengan upaya menambah
kapasitas diri petani dalam mengelola usaha tani menuju kemandirian dan
kesejahteraan.
Tujuan akhir pembangunan pertanian yang sedang diselenggarakan sekarang
ini ialah peningkatan kesejahteraan petani khususnya dan kesejahteraan rakyat
pada umumnya Mosher (1978). Berbagai upaya meningkatkan kualitas hidup
masyarakat perdesaan melalui penyuluhan telah dilakukan, manfaat yang
seharusnya dirasakan oleh petani dari penyuluhan adalah merasakan perubahan
perilaku baik pengetahuan, ketrampilan maupun sikap kearah yang lebih baik dari
sebelumnya, sehingga produktivitas dan kualitas usaha yang dicapai mengalami
peningkatan dalam hal pertanian. Namun, yang menjadi permasalahan saat ini
penyuluhan tidak sepenuhnya dirasakan manfaat oleh petani. Kualitas penyuluh
dapat menentukan keberhasilan dari penyuluhan yang diberikan. Tugas utama dari
penyuluh adalah sebagai pemimpin yang dapat menggerakan petani untuk lebih
termotivasi dalam pengembangan kualitas maupun kuantitas pertanian, sebagai
penasehat yang baik dan mampu memediasikan antar kepentingan pemerintah
yang juga melihat akan kepentingan sasaran penyuluhan.
Menurut Setiana (2004), titik berat proses penyuluhan sebagai proses
perubahan perilaku adalah penyuluhan yang berkesinambungan. Dalam proses
perubahan perilaku dituntut agar sasaran berubah tidak semata-mata karena
adanya perubahan penambahan pengetahuannya saja, namun diharapkan juga
adanya perubahan pada ketrampilan sekaligus sikap mental yang menjurus kepada
tindakan atau kerja yang lebih baik, produktif dan menguntungkan.
Proses perubahan perilaku akan menyangkut aspek kapasitas diri yang
terdiri dari pengetahuan ketrampilan dan sikap mental sehingga mereka tahu, mau
dan mampu melaksanakan perubahan-perubahan dalam usahataninya demi
tercapainya peningkatan produksi, pendapatan, dan perbaikan kesejahteraan
keluarga yang ingin dicapai melalui pembangunan pertanian. Setiana (2004) pun
kembaliberpendapat, penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku tidak mudah,
hal ini menuntut suatu persiapan yang panjang dan pengetahuan yang memadai
bagi penyuluh meupun sasarannya. Penyuluhan sebagai proses perubahan
perilaku, selain
membutuhkan waktu relatif lama, juga membutuhkan
perencanaan yang matang, terarah dan berkesinambungan (Setiana 2004).
Penyuluhan pertanian adalah aktivitas pendidikan di luar sekolah yang
mengandung sifat-sifat khusus, dan sifat khusus tersebut yaitu sebagai berikut
(Mosher 1978):
a. Berhubungan dengan masalah petani di perdesaan dan sesuai dengan
kepentingan dan kebutuhan pada waktu tertentu dan berkaitan erat dengan
mata pencaharian.
b. Menggunakan cara atau metode atau teknik pendidikan khusus yang
disesuaikan dengan sifat, perilaku, dan kepentingan petani.
7
c. Keberhasilan pelaksanaannya memerlukan bantuan berbagai aktivitas yang
langsung maupun yang tidak langsung menunjang pendidikan
d. Pelaksanaannya dalam suasana kooperatif dan toleransi, musyawarah untuk
memecahkan persoalan yang dihadapi.
Setiana (2004) mengungkapkan, petani di perdesaaan perlu mendapatkan
pendidikan berupa pendidikan non formal dengan cara yang sederhana, mudah,
menarik dan gamblang sehingga dapat dipahami dan dapat diterapkan sesuai
dengan situasi dan kondisi setempat.
Kartasapoetra (1987) mengatakan bahwa pendekatan untuk memperlancar
keberhasilan penyuluhan memerlukan waktu, kesabaran dan ketekunan. Walaupun
penyuluh biasanya hanya mempunyai waktu yang terbatas. Adapun cara
mempercepat proses keberhasilan tersebut melalui pembentukan Kontak Tani para
anggotanya yang terdiri dari para petani yang telah terpengaruh atau telah
menerapkan suatu pengetahuan baru (teknologi baru). Selanjutnya setiap anggota
Kontak Tani tersebut diharapkan oleh penyuluh akan mempengaruhi sejumlah
petani lainnya, dan petani lainnya melanjutkan mempengaruhi petani berikutnya.
Hal ini dapat dikatakan sebagai “sistem penyuluhan berantai”. Dengan demikian
diperlukannya komunikasi dalam kegiatan penyuluhan, dimana penyuluh ialah
meneruskan (menyampaikan) pikirannya kepada para petani dalam rangka
mempengaruhi para petani dengan maksud dan harapannya.
Intensitas Komunikasi dalam Penyuluhan
Sastraatmadja (1993) mengungkapkan bahwa komunikasi adalah sarana
kehidupan yang cukup penting bagi manusia dimana pun manusia berada,
kehadiran komunikasi mutlak dibutuhkan. Begitu pula dalam kegiatan
penyuluhan pertanian ini. Kartasapoetra (1987) pun berpendapat bahwa
komunikasi sendiri mempunyai arti proses transisi atau penerusan faktor-faktor,
kepercayaan, sikap, reaksi emosi atau lain-lain pengetahuan di antara individu
dengan individu dalam masyarakat.
Intensitas komunikasi mempengaruhi kualitas penyuluhan petani untuk
melakukan interaksi agar dapat memahami materi penyuluhan atau inovasi yang
ada lebih dalam lagi. Adanya umpan balik atau feed back yang merupakan
respon, diharapkan terjadi dalam kegiatan penyuluhan. Intensitas komunikasi
akan menentukan efektifitas pesan yang disampaikan penyuluh kepada petani.
Suriatna (1987) menambahkan bahwa proses pendidikan pada petani itu terjadi
karena adanya komunikasi yang berjalan dua arah yaitu antara penyuluh sebagai
sumber dan keluarga tani sebagai sasaran atau sebaliknya. Dalam proses
komunikasi, saluran merupakan salah satu unsurnya. Dalam kegiatan penyuluhan,
saluran yang dimaksud ialah metode penyuluhan.
Dengan demikian metode penyuluhan pertanian dapat diartikan sebagai cara
penyampaian materi penyuluhan melalui media komunikasi oleh penyuluh kepada
petani beserta keluarganya. Metode penyuluhan penting adanya, agar petani
beserta keluarganya bisa dan membiasakan diri menggunakan teknologi baru.
Ternyata intensitas komunikasi antara penyuluh dan petani dipengaruhi oleh
fasilitas pendukung, yaitu: prasarana transportasi, listrik, pasar, dan kemudahan
mengakses lokasi sasaran. Merujuk pada hasil penelitian Sugiyanto (1996) yang
membandingkan intensitas kunjungan penyuluh di desa yang belum maju dengan
desa yang maju. Frekuensi kunjungan penyuluh ke desa maju lebih banyak
8
dibandingkan desa belum maju. Frekuensi kunjungan penyuluh ke desa maju
yang lebih banyak mencapai 4-5 kali per bulan, sedangkan kunjungan ke desa
belum maju mencapai 2-3 kali per bulan.
Adopsi Inovasi dalam Penyuluhan
Berbicara tentang penyuluhan tidak terlepas dari bagaimana agar sasaran
penyuluhan dapat mengerti, memahami, tertarik dan mengikuti apa yang
disuluhkan dengan baik dan atas kesadarannya sendiri berusaha untuk
menerapkan ide-ide baru tersebut dalam kehidupan usaha taninya.
Mardikanto (1993) menyatakan bahwa pesan-pesan pembangunan yang
disuluhkan pada masyarakat sasaran harus
mampu mendorong atau
mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan yang memiliki sifat
pembaharuan, yang sering disebutnya dengan istilah innovativeness. Karena
dalam proses adopsi dalam penyuluhan selalu dikaitkan dengan istilah inovasi.
Inovasi oleh Rogers Shoemakers dalam Setiana (2004) diartikan sebagai
ide-ide baru, praktik-praktik baru atau obyek-obyek yang dapat dirasakan sebagai
sesuatu yang baru oleh individu atau masyarakat sasaran penyuluhan. Selanjutnya
Mardikanto (1993) menjelaskan inovasi dapat diartikan lebih luas lagi, dimana
inovasi tidak terbatas pada benda, barang atau produk tertentu saja, namun dapat
pula mencakup ideologi, kepercayaan, sikap hidup, informasi, perilaku, atau
bahkan gerak-gerakan yang mengarahkan pada proses perubahan dalam segala
bentuk masyarakat.
Menurut Setiana (2004) adopsi dalam proses penyuluhan sering kali
diartikan sebagai suatu proses mentalitas pada diri seseorang atau individu, dari
mulai seseorang tersebut menerima ide-ide baru sampai memutuskan menerima
atau menolak ide-ide tersebut. Menurut Suriatna (1987) proses adopsi merupakan
proses mentalitas yang bertahap mulai dari kesadaran (awareness), minat
(interest), menilai (evaluation), mencoba (trial) dan akhirnya menerapkan
(adoption). Tahapan dalam proses adopsi terjadi tanpa berurutan, artinya proses
adopsi inovasi terjadi demikian cepatnya seakan-akan melompat pada kondisi
mengerti atau sadar langsung pada menerapkan tanpa melalui pertimbangan yang
matang. Sebaliknya, ada pula tahapan yang berhenti pada keadaan berminat saja
tanpa kelanjutan pada tahap berikutnya yaitu mencoba dan menilai sehingga
menerapkan.
Menurut Wiriaatmadja (1973), indikasi yang dapat dilihat pada diri
seseorang pada setiap tahapan proses adopsi adalah sebagai berikut:
1. Tahap sadar, pada tahap ini seseorang sudah mengetahui sesuatu yang baru
karena hasil dari berkomunikasi dengan pihak lain.
2. Tahap minat, pada tahap ini seseorang mulai ingin mengetahui lebih banyak
tentang hal-hal baru yang sudah diketahuinya dengan jalan mencari
keterangan atau informasi yang lebih terperinci.
3. Tahap menilai, pada tahap ini seseorang mulai menilai atau menimbangnimbang serta menghubungkan dengan keadaan atau kemampuan diri,
misalnya kesanggupan serta risiko yang akan ditanggung, baik dari segi sosial
maupun ekonomis.
4. Yang lebih luas dengan berbagai pertimbangan yang matang.
9
5. Tahapan mencoba, pada tahapan ini seseorang mulai menerapkan atau
mencoba dalam skala kecil sebagai upaya mencoba untuk meyakinkan apakah
dapat dilanjutkan.
6. Tahapan penerapan atau adopsi, pada tahap ini seseorang sudah yakin akan hal
baru dan mulai melaksanakan dalam skala besar.
Ciri belajar dalam penyuluhan tidak semata-mata dalam rangka
meningkatkan pengetahuan seseorang atau peserta belajar, tetapi lebih daripada
itu, tujuan belajar dalam penyuluhan mempunyai ciri terjadinya perubahan
perilaku yang mengarah pada tindakan. Perubahan perilaku yang mengarah pada
tindakan hanya akan tercapai apabila mampu merubah pengetahuan, ketrampilan
dan sekaligus sikap ke arah yang lebih baik (Setiana 2004). Menurut Mardikanto
(1993) ada beberapa ciri belajar yang dapat digunakan sebagai patokan dalam
proses belajar:
1. Proses belajar adalah proses aktif, artinya setiap individu yang terlibat di
dalamnya harus melakukan aktivitas. Aktivitas disini dapat berupa aktivitas
fisik, otak maupun aktivitas mental dan emosi seseorang. Makin banyak
aktivitas yang dapat ditumbuhkan dalam diri seseorang yang sedang
melakukan proses belajar makan akan makin memberikan hasil belajar yang
baik.
2. Belajar adalah proses yang harus dialami sendiri oleh peserta belajar sebagai
individu yang memiliki kemauan belajar. Dengan kata lain, belajar tidak dapat
diwakili orang lain karena setiap individu yang belajar harus menerima atau
mengalami sendiri stimulus-stimulus yang diajarkan dan memberikan respons
atas stimulus/rangsangan yang diterimanya.
3. Belajar merupakan proses yang hasilnya sangat dipengaruhi oleh kemampuan
belajar dari peserta belajar. Karena kemampuan belajar setiap individu tidak
sama, baik disebabkan faktor genetis, jenis kelamin, usia, intelegensia, bakat
maupun lingkungan, maka dalam melakukan proses belajar harus
dikelompokkan dalam beberapa cara agar lebih efektif.
4. Proses belajar dipengaruhi pengalaman, artinya pengalaman yang dimiliki
seseorang sangat mempengaruhi semangat orang tersebut dalam belajar.
Pengalaman seseorang akan memberikan kontribusi terhadap minat dan
harapannya untuk belajar lebih banyak.
5. Proses belajar juga akan lebih efektif jika seseorang belajar menggunakan atau
mengaktifkan seluruh inderanya, yaitu penglihatan, pendengaran, gerakan
tangan, kaki, perasaan pikiran, bahkan emosinya.
6. Proses belajar dipengaruhi kebutuhan yang benar-benar dirasakan oleh
sasaran. Kebutuhan yang dirasakan akan mempengaruhi hasil belajar peserta
belajar, karena itu pemahaman terhadap kebutuhan sasaran harus diperhatikan
dalam setiap kegiatan penyuluhan.
7. Proses belajar didorong atau dihambat oleh hasil belajar yan pernah diraih.
Dalam kegiatan penyuluhan, apabila hasil yang diperoleh dari proses belajar
yang dialami menghasilkan kegagalan, kerugian atau kekecewaan, maka akan
sulit untuk mengembalikan kepercayaan sasaran didik agar mau mengikuti
penyuluhan berikutnya.
8. Proses belajar pada umumnya tergantung pada kondisi lingkungan yang
nyaman bagi sasaran didik. Bagi sebagian besar sasaran didik yang ada di
pedesaan, belajar dengan lingkungan yang sesuai dengan habitat mereka akan
10
jauh lebih baik dan efektif dibandingkan di lingkungan yang berbeda dengan
kehidupan sehari-hari mereka. Penyesuaian terhadap lingkungan yang asing
akan mengurangi hasil belajar yang dicapai.
Dengan demikian, ciri belajar menjadi hal yang penting sebagai patokan
untuk mengamati bagaimana proses belajar dalam penyuluhan berlangsung.
Persepsi
Pada hakikatnya, arti dari persepsi cukup beragam didefinisikan oleh para
ahli, persepsi dapat dikatakan sebagai suatu proses pemahaman individu terhadap
stimuli sebagai proses pernafsiran atau pandangan terhadap suatu pesan
(informasi) yang dimulai dengan proses penginderaan, penyaringan stimulus
(atensi), interpretasi (pemberian makna) terhadap informasi yang diterima.
Thoha (2001) persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami
oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik
lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman. Kunci
untuk memahami persepsi adalah terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu
merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukan suatu
pencatatan yang benar terhadap situasi.
van den Ban dan Hawkins (1998) mengartikan persepsi sebagai proses
menerima informasi atau stimuli dari lingkungan dan mengubahnya ke dalam
kesadaran psikologis. Selain itu, menurut Riswandi (2009) persepsi adalah sebuah
inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang
identik dengan penyandian balik (decoding). Persepsi mencakup penginderaan
(sensasi) melalui alat-alat/panca indra (mata, telinga, hidung, kulit, dan lidah),
atensi, dan interpretasi. Mulyana (2010) mengartikan, persepsi merupakan suatu
proses mengorganisasikan informasi yang tersedia, menempatkan rincian yang
kita ketahui dalam suatu skema organisasional tertentu yang memungkinkan kita
memperoleh suatu makna lebih umum.
Menurut Walgito (1990), persepsi merupakan proses pengorganisasian,
penginterpretasian terhadap suatu stimulus yang diterima oleh organisme atau
individu sehingga merupakan aktivitas yang intergrated dalam diri individu.
Karena persepsi merupakan aktivitas yang intergrated, maka seluruh pribadi,
seluruh apa yang ada dalam diri individu ikut aktif berperan dalam persepsi itu.
Menurut Nord dalam Susiatik (1998), persepsi merupakan proses pemberian
arti (kognisi) terhadap lingkungan oleh individu. Setiap individu akan memiliki
pemahaman sendiri terhadap setiap stimulus yang datang. Sehingga, individu
yang berbeda akan melihat suatu stimulus yang sama, namun cara setiap individu
akan berbeda.
Persepsi adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk
mencari informasi adalah indera, sedangkan alat untuk memahaminya adalah
kesadaran atau kognisi (Sarwono 1999). Menurut Baron dan Byrne (2003)
persepsi adalah suatu proses memilih, mengorganisir dan menginterpretasi
informasi yang dikumpulkan oleh pengertian individu dengan maksud untuk
memahami dunia sekitar.
Zanden dalam Yuritsa (2011) menjelaskan bahwa persepsi adalah dimana
seseorang mengumpulkan dan menginterpretasikan informasi. Persepsi menjadi
media penghubung antara individu dengan lingkungan sekitar individu tersebut.
11
Tanpa adanya persepsi maka kehidupan bermasyarakat tidak akan terlaksana.
Dalam hal ini, persepsi menghasilkan pengetahuan baru.
Mulyana (2010) mengungkapkan bahwa persepsi manusia terbagi menjadi
dua yaitu persepsi terhadap objek (lingkungan fisik) dan persepsi terhadap
manusia. Persepsi individu terhadap objek atau kejadian dan reaksinya terhadap
hal-hal tersebut, terjadi berdasarkan pengalaman masa lalunya yang serupa. Latar
belakang pengalaman, budaya, dan suasana psikologis yang berbeda pun dapat
menjadi faktor persepsi individu itu berbeda satu dengan yang lainnya.
Pada sumber yang sama, dikatakan bahwa proses persepsi yang bersifat
dugaan , dapat terjadi karena individu menafsirkan suatu objek atau keadaan
dengan makna yang lebih lengkap dari suatu sudut pandang mana pun. Dugaan
diperlukan untuk membuat kesimpulan berdasarkan informasi yang tidak lengkap
jika hanya menafsirkan melalui penginderaan saja.
van den Ban dan Hawkins (1998) menyebutkan prinsip umum dari persepsi
individu, yang terdiri dari:
1. Relatifitas
Persepsi individu bersifat relatif, dimana suatu objek tidak dapat diperkirakan
dengan tepat.
2. Selektivitas
Persepsi individu sangat selektif. Panca indra menerima stimuli dari sekeliling
dengan melihat objek, mendengar suara, mencium bau, dan sebagainya.
Karena kapasitas memproses informasi terbatas, tidak semu
KEGIATAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN
PEKARANGAN (OPP) P2KP
NADIA ZABILA
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persepsi dan Partisipasi
Wanita Tani dalam Kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan (OPP) P2KP
adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2013
Nadia Zabila
NIM I34090077
ABSTRAK
NADIA ZABILA. Persepsi dan Partisipasi Wanita Tani dalam Kegiatan Optimalisasi
Pemanfaatan Pekarangan (OPP) P2KP. Dibimbing oleh NURMALA K. PANDJAITAN.
Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat strategis dan penting. Sementara,
masih banyak rumah tangga yang belum mampu mewujudkan ketersediaan pangan dalam
hal mutu dan tingkat gizinya. Pemerintah mengupayakan masalah tersebut melalui
Program Percepatan Penganekaragaman Pangan (P2KP) kepada kelompok wanita untuk
mengoptimalkan lahan pekarangannya menjadi sumber pangan keluarga. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis hubungan antara intensitas komunikasi penyuluh P2KP
dengan persepsi wanita tani terhadap kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan
(OPP) dan hubungan persepsi tersebut dengan tingkat partisipasinya. Hasil penelitian
adalah wanita tani mempersepsikan bahwa metode dan penyuluh P2KP hanya membuat
responden tertarik dan termotivasi. Penyuluh dianggap tidak mengetahui kebutuhan dan
permasalahan KWT yang sebenarnya. Materi diberikan cukup baik namun kegiatan ini
belum sesuai dengan kebutuhan. Partisipasi wanita tani dalam kegiatan OPP memiliki
tingkatan yang rendah. Terdapat hubungan antara intensitas komunikasi penyuluh P2KP
dengan persepsi wanita tani terhadap kegiatan ini. Namun, hanya dalam aspek tujuan
utama dan manfaat dalam kegiatan OPP. Sementara, tidak ditemukan hubungan antara
persepsi tersebut dengan partisipasi dalam kegiatan ini.
Kata Kunci: ketahanan pangan, intensitas komunikasi dan penyuluh.
ABSTRACT
NADIA ZABILA. Perception and Participation of Women Farmers in the Activities of
Optimizing Courtyard Utilization (OPP) P2KP. Supervised by NURMALA K.
PANDJAITAN.
Food security is very strategic and important. Meanwhile, many households are
still unable to realize the food availability in terms of its quality and nutrition level. The
government has attempted to address this issue through Food Variety Acceleration
Program (P2KP) by empowering groups of women to optimize their courtyards as a
source of household food. This study aimed to analyze the relationship between the
intensity of P2KP extension agent communication with the perception of women farmers
on the activities of Optimizing Courtyard Utilization (OPP) and the relationship between
the perception and the participation level. The result showed the women farmers
perceived that the method and the P2KP extension agent only made the respondents
interested and motivated. The extension agent were considered being unaware of the real
needs and problems facing KWT. The material given was quite good despite its
irrelevance to the needs. The participation of women farmers in OPP activities was
relatively low. There was a correlation between the intensity of P2KP extension agent
communication and the perception of women farmers in this activity. However, the
correlation was evident only in the aspects of the main objective and the benefits of OPP.
No correlation was found between the perception and the participation level in the
activity.
Keywords: food security, intensity of communication and extension agent.
PERSEPSI DAN PARTISIPASI WANITA TANI DALAM
KEGIATAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN
PEKARANGAN (OPP) P2KP
NADIA ZABILA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Persepsi dan Partisipasi Wanita Tani dalam Kegiatan Optimalisasi
Pemanfaatan Pekarangan (OPP) P2KP
Nama
: Nadia Zabila
NIM
: I34090077
Disetujui oleh
Dr Nurmala K Pandjaitan, MS. DEA
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Siti Amanah, MSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus: ________________
Judul Skripsi: Persepsi dan Partisipasi Wanita Tani dalam Kegiatan Optimalisasi
Pemanfaatan Pekarangan (OPP) P2KP
: Nadia Zabila
Nama
: 134090077
NIM
Disetujui oleh
Dr Nurmala K Pandjaitan, MS. DEA
Pembimbing
27 N
2D13
Tanggal Lulus: _ _ _ _ _ __
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah mengenai
“Persepsi dan Partisipasi Petani dalam Penyuluhan”, dengan judul “Persepsi dan
Partisipasi Wanita Tani dalam Kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan
(OPP) P2KP”.
Penulis menyadari skripsi ini dapat diselesaikan karena adanya bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Oleh karena itu, penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Kedua orang tua, Ayahanda Djamal Abdul Latief dan Ibunda Nina Aminah.
Kepada suami yaitu Andromeda Mercury Putra, S.IP. Kedua kakak tersayang
yaitu Rama Abdilah, A.Md dan Astrid Meidiyanti, A.Md serta kepada adik
Nathasya Lathifah. Terimakasih selalu memberikan kasih sayang, doa,
motivasi, dukungan dan semangat yang tak terbatas kepada penulis.
2. Dr. Nurmala K. Pandjaitan, MS. DEA. atas kesediaan waktu dan
kesabarannya dalam membimbing dan memotivasi penulis untuk segera
menyelesaikan skripsi ini.
3. Prof. Dr. Ir. Aida V. S. Hubeis selaku dosen penguji utama dan Heru
Purwandaru SP. MSi. selaku dosen penguji kedua. Selanjutnya kepada Ir.
Hadiyanto, MSi. selaku dosen uji petik skripsi. Terimakasih atas segala
masukan-masukan yang turut menyempurnakan skripsi ini.
4. Rekan-rekan satu bimbingan Dini Dwiyanti dan Ajeng Intan Purnamasari.
5. Pihak BKP5K dan BP4K Kabupaten Bogor serta BP3K Kecamatan
Cibungbulang yang telah memberikan pengarahan dan dukungan selama
penulis di lokasi penelitian.
6. Pemerintah dan anggota Kelompok Wanita Tani di Desa Situ Udik dan
Cibatok Satu yang turut berkontribusi dalam memberikan informasi kepada
penulis.
7. Kepada sahabat seperjuangan, Novia Darwis, M. Septiadi, Faiza Libby
Shabira Lubis, Arif Rachman, Tiara Pridatika, Jabbar Saputra, Indra Setiyadi,
seluruh teman-teman KPM 46 dan rekan-rekan atau pihak lain yang tidak
dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas segala bantuan dan dukungan
yang diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Semoga karya
ilmiah ini bermanfaat untuk menambah pemahaman mengenai persepsi dan
partisipasi terhadap penyuluhan di perdesaan.
Bogor, November 2013
Nadia Zabila
vii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
VII
IX
XI
XI
1
1
Masalah Penelitian
2
Tujuan Penelitian
2
Kegunaan Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
Program Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan
(P2KP)
Penyuluhan Pertanian
3
3
5
Persepsi
10
Partisipasi
13
Kerangka Pemikiran
14
Hipotesis
15
Definisi Operasional
16
PENDEKATAN LAPANGAN
Metode Penelitian
19
19
Lokasi dan Waktu
19
Teknik Pemilihan Responden dan Informan
19
Pengumpulan Data
19
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
20
GAMBARAN UMUM KECAMATAN CIBUNGBULANG
Desa Cibatok Satu
21
21
Desa Situ Udik
Kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan
Cibungbulang, Kabupaten Bogor
24
Pekarangan
di
Kecamatan
KARAKTERISTIK RESPONDEN
Karakteristik Individu Kedua Kelompok Wanita Tani
27
31
31
Intensitas Komunikasi Penyuluh Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan
32
Ikhtisar
34
PERSEPSI TERHADAP KEGIATAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN
PEKARANGAN
35
viii
Persepsi Wanita Tani terhadap Kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan
Pekarangan
35
Ikhtisar
44
PARTISIPASI DALAM KEGIATAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN
PEKARANGAN
45
Partisipasi Wanita Tani dalam Kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan
Pekarangan
45
Ikhtisar
50
HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI DENGAN
PENYULUH P2KP DAN PERSEPSI WANITA TANI DENGAN
KEGIATAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN PEKARANGAN
51
Ikhtisar
54
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI WANITA TANI DAN PARTISIPASI
DALAM KEGIATAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN PEKARANGAN 55
Ikhtisar
58
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
59
59
59
61
63
75
ix
DAFTAR TABEL
1. Mata pencaharian pokok warga Desa Cibatok Satu Kabupaten Bogor
Tahun 2010 .......................................................................................................... 22
2. Jumlah dan presentase produksi komoditas tanaman pangan Desa Cibatok
Satu Kabupaten BogorTahun 2010 .................................................................... 22
3. Mata pencaharian pokok warga Desa Situ Udik Kabupaten Bogor Tahun
2012...................................................................................................................... 24
4. Daftar pengurus dan anggota Kelompok Wanita Tani Teratai Desa Situ
Udik Tahun 2012................................................................................................. 26
5. Contoh materi yang digunakan berdasarkan hasil musyawarah antara
penyuluh dan wanita KWT Teratai Situ Udik Tahun 2012 .............................. 29
6. Jumlah dan presentase responden berdasarkan karakteristik individu ............ 31
7. Jumlah dan presentase responden berdasarkan tingkat kehadiran dalam
penyuluhan OPP .................................................................................................. 32
8. Jumlah dan presentase responden berdasarkan tingkat interaksi dengan
penyuluh OPP ...................................................................................................... 33
9. Jumlah dan presentase responden berdasarkan intensitas komunikasi
penyuluh dalam kegiatan OPP ........................................................................... 33
10. Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap tujuan
utama kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan ..................................... 35
11. Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap tujuan
lainnya dari optimalisasi pemanfaatan pekarangan .......................................... 36
12. Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap jenis
manfaat optimalisasi pemanfaatan pekarangan ................................................. 36
13. Jumlah dan presentase responden berdasarkan penilaian jenis manfaat
kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan ................................................ 36
14. Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap metode
SL-P2KP .............................................................................................................. 37
15. Jumlah dan presentase responden berdasarkan metode yang digunakan
dalam SL-P2KP ................................................................................................... 39
16. Jumlah dan presentase responden berdasarkan penilaian persepsi terhadap
metode SL-P2KP ................................................................................................. 39
17. Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap materi
kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan yang diberikan ...................... 40
18. Jumlah dan presentase responden berdasarkan penilaian persepsi terhadap
materi optimalisasi pemanfaatan pekarangan.................................................... 40
19. Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap penyuluh
P2KP .................................................................................................................... 41
20. Jumlah dan presentase responden berdasarkan penilaian persepsi terhadap
penyuluh P2KP .................................................................................................... 41
21. Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap jenis
kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan ................................................ 42
22. Jumlah dan presentase responden berdasarkan penilaian persepsi terhadap
jenis kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan ....................................... 43
23. Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap
pelaksanaan pasca SL-P2KP .............................................................................. 43
x
24. Jumlah dan presentase responden berdasarkan penilaian persepsi terhadap
pelaksanaan pasca SL-P2KP .............................................................................. 44
25. Jumlah dan presentase responden berdasarkan luas lahan yang digunakan
dalam kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan ..................................... 45
26. Jumlah dan presentase responden berdasarkan tahapan pelaksanaan
optimalisasi pemanfaatan pekarangan ............................................................... 46
27. Jumlah dan presentase responden berdasarkan penilaian tahapan
pelaksanaan optimalisasi pemanfaatan pekarangan .......................................... 47
28. Jumlah dan presentase responden berdasarkan keaktifan dalam kegiatan
optimalisasi pemanfaatan pekarangan ............................................................... 47
29. Jumlah dan presentase responden berdasarkan penilaian keaktifan dalam
kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan ................................................ 49
30. Jumlah dan presentase responden berdasarkan partisipasi dalam kegiatan
optimalisasi pemanfaatan pekarangan ............................................................... 49
31. Jumlah dan presentase responden berdasarkan intensitas komunikasi
dengan penyuluh P2KP dan persepsi tujuan utama .......................................... 51
32. Jumlah dan presentase responden berdasarkan intensitas komunikasi
dengan penyuluh P2KP dan persepsi tujuan lainnya ........................................ 51
33. Jumlah dan presentase responden berdasarkan intensitas komunikasi
dengan penyuluh P2KP dan persepsi manfaat .................................................. 52
34. Jumlah dan presentase responden berdasarkan intensitas komunikasi
dengan penyuluh P2KP dan persepsi metode SL-P2KP .................................. 52
35. Jumlah dan presentase responden berdasarkan intensitas komunikasi
dengan penyuluh P2KP dan persepsi materi ..................................................... 53
36. Jumlah dan presentase responden berdasarkan intensitas komunikasi
dengan penyuluh P2KP dan persepsi penyuluh P2KP ..................................... 53
37. Jumlah dan presentase responden berdasarkan intensitas komunikasi
dengan penyuluh P2KP dan persepsi jenis kegiatan ......................................... 54
38. Jumlah dan presentase responden berdasarkan intensitas komunikasi
dengan penyuluh P2KP dan persepsi pasca pelaksanaan P2KP ...................... 54
39. Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap tujuan
utama dan partisipasinya .................................................................................... 55
40. Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap tujuan
lainnya dan partisipasinya .................................................................................. 55
41. Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap manfaat
dan partisipasinya................................................................................................ 56
42. Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap metode
SL-P2KP dan partisipasinya............................................................................... 56
43. Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap materi
dan partisipasinya................................................................................................ 57
44. Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap penyuluh
P2KP dan partisipasinya ..................................................................................... 57
45. Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap jenis
kegiatan dan partisipasinya ................................................................................ 57
46. Jumlah dan presentase responden berdasarkan persepsi terhadap pasca
pelaksanaan P2KP dan partisipasinya ............................................................... 58
xi
DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka pemikiran bentuk persepsi dan tingkat partisipasi wanita tani
dalam
kegiatan
Optimalisasi
Pemanfaatan
Pekarangan
P2KP............................................................................................................ 15
2. Perbandingan jumlah produksi komoditas tanaman pangan Desa Situ
Udik Kecamatan Cibungbulang Tahun 2012............................................... 25
3. Keadaan lahan pekarangan (a) anggota KWT Nusa Jati dan (b) anggota
KWT Teratai................................................................................................ 45
DAFTAR LAMPIRAN
1. Peta Desa Cibatok Satu dan Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat Tahun 2013..................... ............
2. Jadwal pelaksanaan penelitian Tahun 2013.................................... ..........
3. Kerangka Populasi.......................................................................................
4. Kuesioner.....................................................................................................
5. Foto dokumentasi penelitian........................................................................
63
64
65
66
73
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia membutuhkan waktu dua dasarwarsa masa peralihan uji coba
sebelum bisa memulai suatu program pembangunan berencana jangka panjangnya
sejak tahun 1969, yang diawali dengan suatu crash-programme selama tiga tahun.
Pembangunan yang dipimpin oleh pemerintah pada dasarnya mengikuti kapitalis.
Aspek kapitalis justru membuat resah masyarakat yang dimana sebagian besar
program yang diberikan pemerintah bersifat top-down dan belum tentu sesuai
dengan kebutuhan masyarakat (Rahardjo 2006). Pembangunan yang diberikan
pemerintah akan berhasil jika sesuai dengan kebutuhan dari masyarakat, begitu
juga tindakan pemerintah dalam menanggapi krisis pangan.
Menurut Sibuea (2012), pemerintah harus melakukan berbagai upaya untuk
menghadapi ancaman krisis pangan global. Masyarakat patut didorong untuk
mengurangi ketergantungan konsumsi pada beras yang harganya kian mahal.
Masyarakat Indonesia yang tingkat konsumsi berasnya sangat tinggi, sekitar 139
kilogram per kapita per tahun, amat rentan terkena dampak krisis pangan.
Perkiraan para pengamat ketahanan pangan menunjukkan produksi Gabah Kering
Giling (GKG) cenderung menurun dalam waktu 10 tahun belakangan ini.
Pemerintah harus dapat mendorong (bukan memaksa) masyarakat untuk
meragamkan pola konsumsi makan sebagai bentuk penguatan ketahanan pangan.
Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat strategis dan penting. Saat ini
ketahanan pangan belum dicapai pada seluruh rumah tangga walaupun pada
tingkat nasional hasilnya telah lebih baik. Masih banyak rumah tangga yang
belum mampu mewujudkan ketersediaan pangan yang cukup, terutama dalam hal
mutu dan tingkat gizinya. Dalam hal ini keanekaragaman pangan menjadi salah
satu pilar utama dalam ketahanan pangan (FKPP 2003).
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996
tentang Pangan dijelaskan bahwa pemerintah bersama masyarakat bertanggung
jawab untuk mewujudkan ketahanan pangan. Untuk merealisasikan ketahanan
pangan tersebut, pemerintah bertugas melakukan pembinaan, pengendalian dan
pengawasan terhadap ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun
mutunya, aman, bergizi, beragam dan terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Pelaksanaan gerakan Percepatan Penganekragaman Konsumsi Pangan (P2KP)
merupakan implementasi dari Peraturan Presiden RI Nomor 22 Tahun 2009
tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragam Konsumsi Pangan berbasis
sumber daya lokal, yang ditindaklanjuti oleh Peraturan Menteri Pertanian Nomor
43 Tahun 2009, dan Peraturan Gubernur Nomor 60 Tahun 2011 (BKP 2012).
Pada Peraturan Bupati Bogor Nomor 26 Tahun 2011 tentang Pedoman
Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya
Lokal, pada pasal 2 mengenai maksud dibuatnya pedoman program P2KP adalah
memaksimalkan pelaksanaan perwujudan ketahanan pangan dan peningkatan
diversifikasi pangan yang merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah
daerah bersama masyarakat di Kabupaten Bogor. Kecamatan Cibungbulang
merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Bogor yang kelompok wanita taninya
mendapatkan program P2KP. Salah satu kegiatannya adalah Optimalisasi
2
Pemanfaatan Pekarangan (OPP). Kegiatan atau pemberdayaan kelompok wanita
bertujuan mengembangkan pola pikir ibu rumah tangga tentang komposisi menu
makanan yang beragam, seimbang dan aman melalui optimalisasi pemanfaatan
pekarangan dan pemanfaatan pangan lokal. Dengan demikian partisipasi wanita
tani dalam kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan ini menjadi salah satu
penentu keberhasilan program P2KP. Menurut Lalenoh (1994) dalam
penelitiannya mengenai kegiatan pelayanan rehabilitas sosial pemukiman kumuh
di kotamadya Bandung ditemukan bahwa persepsi masyarakat di pemukiman
kumuh terhadap kegiatan tersebut memiliki hubungan yang nyata dengan tingkat
partisipasi dalam kegiatannya. Responden yang memiliki persepsi yang positif
cenderung memiliki partisipasi yang tinggi, dimana keterlibatan responden dalam
beberapa tahap kegiatan fisik ditemukan sangat aktif.
Penelitian mengenai persepsi wanita tani terhadap kegiatan OPP, dengan
demikian menjadi bagian yang penting dipelajari untuk dapat memahami
sejauhmana partisipasi mereka. Selain itu, dengan adanya SL-P2KP sebagai
bentuk penyuluhan kegiatan OPP ingin diketahui sejauhmana pengaruhnya
terhadap persepsi wanita tani yang mengikuti kegiatan. Lebih lanjut, ingin
diketahui apakah ada hubungan antara persepsi terhadap kegiatan OPP dengan
tingkat partisipasi wanita tani pada kegiatan tersebut.
Masalah Penelitian
Masalah yang dikaji dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana hubungan antara intensitas komunikasi penyuluh P2KP dan
persepsi wanita tani terhadap kegiatan OPP dalam program P2KP?
2. Bagaimana hubungan antara persepsi wanita tani tentang kegiatan OPP
dengan tingkat partisipasi mereka dalam kegiatan OPP tersebut?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji persepsi dan
partisipasi wanita tani dalam kegiatan Gerakan P2KP. Secara spesifik, penelitian
ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis hubungan antara intensitas komunikasi penyuluh P2KP dan
persepsi wanita tani terhadap kegiatan OPP dalam program P2KP.
2. Menganalisis hubungan antara persepsi wanita tani tentang kegiatan OPP
dengan tingkat partisipasi mereka dalam kegiatan OPP tersebut.
Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Melalui penelitian ini dapat diperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai
hubungan antara persepsi dengan perilaku petani khususnya menyangkut
program penyuluhan pertanian di perdesaan.
2. Menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam penentuan strategi dan
kebijakan mengenai pembuatan program pembangunan pertanian berikutnya.
3. Dapat dijadikan bahan masukan dan motivasi bagi pihak yang berkepentingan
untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan penyuluhan pertanian.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Program Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan
(P2KP)
Pelaksanaan P2KP merupakan implementasi dari Peraturan Presiden No. 22
Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi pangan
Berbasis Sumberdaya Lokal yang ditindaklanjuti melalui Peraturan Menteri
pertanian No. 43 Tahun 2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman
Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal (BKP 2012). Implementasi
gerakan P2KP dilaksanakan dalam berbagai bentuk kegiatan, seperti:
1. Pemberdayaan kelompok wanita melalui optimalisasi pemanfaatan
pekarangan dan pengembangan usaha rumah tangga pangan lokal berbasis
tepung-tepungan.
2. Pengembangan pangan lokal melalui kegiatan pra-pangkin dan kerjasama
dengan Perguruan Tinggi dalam pengembangan teknologi pengolahan pangan
lokal.
3. Sosialisasi dan promosi penganekaragaman konsumsi pangan, serta
4. Pengembangan Rumah Pangan Lestari (RPL) Pada Kawasan P2KP 1 yang
merupakan pengembangan dari kegiatan P2KP pada tingkat kawasan.
Kegiatan P2KP juga diharapkan dapat mendorong peran serta dunia usaha
melalui Corporate Social Responsibility (CSR)/Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan (PKBL).
Pemberdayaan kelompok wanita dalam P2KP direalisasikan dengan dua
kegiatan yaitu optimalisasi pemanfaatan pekarangan dan pengembangan usaha
rumah tangga pengolahan pangan lokal berbasis tepung-tepungan. Tujuan
kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan (OPP) adalah:
a. Mengoptimalkan pemanfaatan pekarangan sebagai sumber pangan.
b. Meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan kelompok wanita
untuk memanfaatkan bahan pangan yang ada di pekarangan untuk diolah
sebagai menu sehari-hari.
Sasaran pada kegiatan OPP adalah kelompok wanita yang telah memiliki
kelembagaan yang aktif dengan pendekatan pemilihan berdasarkan tempat tinggal
dengan jumlah minimal 10 rumah tangga. Lokasi yang dipilih bagi penerima
manfaat tahun 2012 adalah wilayah dalam satu tempat tinggal, minimal memiliki
satu lahan pekarangan utama yang dijadikan sebagai demplot pekarangan
berdasarkan potensi desa penerima manfaat.
Seleksi lokasi dilaksanakan oleh aparat pemerintahan kabupaten atau kota
yang menangani ketahanan pangan berkoordinasi dengan aparat pemerintahan
provinsi. Penetapan kelompok penerima manfaat ditetapkan dengan SK Kepala
pemerintahan provinsi atau kabupaten.
Pada kegiatan OPP dilaksanakan dengan menggunakan sebuah metode
yaitu Sekolah Lapang (SL). Metode SL ini menggunakan pendekatan praktek
1
Pengembangan Rumah Pangan Lestari (RPL) Pada Kawasan P2KP adalah kawasan yang
terdiri atas beberapa desa dalam satu kabupaten/kota yang di setiap rumah tangganya
mengembangkan pemanfaatan pekarangan sebagai sumber pangan dan gizi keluarga dan juga
tambahan pendapatan keluarga yang mengacu pada model rumah pangan lestari.
4
langsung yang dinamakan Self Learning dalam mengembangkan pekarangan
mulai dari aspek budidaya hingga pengolahan hasil pekarangan (from farm to
table) dengan tetap memperhatikan kebutuhan gizi keluarga sehari-hari dan
kelestarian lingkungan.
Sekolah Lapangan (SL) P2KP2 dilaksanakan dalam rangka Optimalisasi
Pemanfaatan Pekarangan dan dikembangkan atas dasar pemikiran, bahwa Sistem
Pelatihan tersebut harus mampu mengubah sasaran dari sikap “ketergantungan”
(dependent) kearah “kemandirian” (independent) dan sikap “saling
ketergantungan” (interdependent) kearah kerja dalam kelompok (team work); dari
sikap kerja berdasarkan kebiasaan atau pemberian/petunjuk ke arah sikap kerja
rasional; dari sekedar bisa bekerja atau terampil ke arah bekerja profesional (ahli).
Sedangkan proses berlatih dirancang agar sasaran pelatihan dapat berlatih
dengan cara mengalami, menemukan dan memecahkan masalahnya sendiri pada
situasi nyata di tempat kerjanya. Melalui SL materi pelatihan dapat diterima
secara utuh dan cepat oleh sasaran. Didalam proses berlatih melatih dengan model
SL, metode yang paling tepat adalah berlatih yang didasarkan oleh pengalaman
atau dikenal sebagai Experriental Learning Cycle (ELC).
Tujuan umum penyelenggaraan pelatihan Sekolah Lapangan adalah
meningkatkan kompetensi kerja dan perilaku sasaran pelatihan, serta untuk
mempercepat proses alih teknologi dari sumber/perekayasa teknologi sampai ke
kelompok wanita. Tujuan khusus penyelenggaraan Sekolah Lapangan P2KP
adalah:
a. Membudayakan
pemanfaatan
pekarangan
dalam
mendukung
penganekaragaman konsumsi pangan di kalangan masyarakat.
b. Mempercepat penerapan pengetahuan tentang penganekaragaman konsumsi
pangan, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan kesadaran dalam
mengelola pekarangan.
c. Meningkatkan motivasi dan partisipasi masyarakat dalam pengembangan
penganekaragaman konsumsi pangan melalui pemanfaatan pekarangan.
SL-P2KP berfungsi sebagai pusat pembelajaran bagi kelompok wanita,
sekaligus sebagai media pengambilan keputusan tukar menukar informasi dan
pengalaman lapangan, pembinaan manajemen kelompok serta sebagai
percontohan bagi kawasan lainnya. SL-P2KP dimaksudkan untuk peningkatan
kemampuan peserta P2KP yang dapat dilakukan melalui kegiatan berlatih melatih
di demplot/areal percontohan kelompok yang dijadikan sebagai Laboratorium
Lapangan (LL). Kegiatan berlatih melatih ini difokuskan pada aktivitas
meningkatkan perilaku, ketrampilan dan sikap melalui aktivitas menemukenali,
mengungkapkan pengalaman dan penarikan kesimpulan terkait dengan P2KP.
Peserta SL-P2KP wajib mengikuti setiap tahap kegiatan pemanfaatan
pekarangan dan mengaplikasikan sesuai dengan spesifikasi lokasi masing-masing
mulai dari pengolahan tanah, budidaya, penanganan panen dan pasca panen,
sampai pengelolahan pangan untuk konsumsi. Pada setiap tahapan pelaksanaan,
anggota kelompok diharapkan melakukan serangkaian kegiatan yang sudah
2
Sekolah Lapangan (SL) P2KP adalah suatu tempat pendidikan non formal bagi
masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam pengembangan
pemanfaatan pekarangan dalam rangka penganekaragaman konsumsi pangan sesuai dengan
sumberdaya lokal.
5
direncanakan dan dijadwalkan, baik di demplot maupun di pekarangan masingmasing anggota kelompok.
Pelaksanaan SL dilakukan melalui pendampingan penyuluh pendamping
P2KP Desa dengan menggunakan alat bantu berupa KIT (alat peraga/modul dll)
P2KP atau media sosial lainnya. Pendampingan kegiatan OPP dilakukan oleh
penyuluh pertanian yang memiliki peranan, yaitu:
1. Sebagai pemandu yang paham terhadap materi, permasalahan dan kebutuhan
yang ada di lapangan.
2. Sebagai dinamisator proses SL-P2KP sehingga menimbulkan ketertarikan dan
lebih menghidupkan kegiatan kelompok.
3. Motivator yang kaya akan pengalaman dalam budidaya dan dapat membantu
membangun kesadaran masyarakat dalam memanfaatkan pekarangan dalam
rangka percepatan penganekaragaman konsumsi pangan.
4. Sebagai konsultan bagi anggota kelompok SL-P2KP untuk mempermudah
menentukan langkah-langkah selanjutnya setelah kegiatan P2KP.
Jenis-jenis kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan OPP terdiri dari
identifikasi potensi desa dan permasalahannya, menyusun Rencana Kegiatan dan
Kebutuhan Anggaran (RKKA) Kelompok, pengembangan pemanfaatan
pekarangan, dan sosialisasi mengenai konsumsi pangan beragam, bergizi,
seimbang dan aman.
Pertemuan rutin dilaksanakan sesuai dengan jadwal kegiatan yang telah
disepakati bersama dengan kelompok wanita. Pertemuan dilaksanakan minimal
sepuluh kali dalam setahun, apabila terdapat dana dukungan dari APBD provinsi
maupun kabupaten/kota maka dapat dilaksanakan lebih dari sepuluh kali dalam
setahun.
Penyuluhan Pertanian
Pada dasarnya pengertian penyuluhan sangatlah banyak didefinisikan oleh
beberapa ahli. Menurut Setiana (2004), Penyuluhan dalam arti umum adalah ilmu
sosial yang mempelajari sistem dan proses perubahan pada individu serta
masyarakat agar dapat terwujud perubahan yang lebih baik sesuai dengan harapan.
Dalam Wiriaatmadja (1973) menyatakan bahwa penyuluhan pertanian
adalah suatu sistim pendidikan di luar sekolahan untuk keluarga-keluarga tani di
pedesaan, dimana mereka belajar sambil berbuat untuk menjadi mau, tahu, dan
bisa menyelesaikan sendiri masalah-masalah yang dihadapinya secara baik,
menguntungkan dan memuaskan.
Kartasapoetra (1987), penyuluhan pertanian adalah usaha mengubah
perilaku petani dan keluarganya agar mereka mengetahui, menyadari, mempunyai
kemampuan, dan kemauan serta tanggung jawab untuk memecahkan masalahnya
sendiri dalam rangka kegiatan usaha tani dan kehidupannya.
Menurut Sastraatmadja (1993), penyuluhan pertanian didefinisikan sebagai
pendidikan nonformal yang ditujukan kepada petani dan keluarganya dengan
tujuan jangka pendek untuk mengubah perilaku termasuk sikap, tindakan dan
pengetahuan kearah yang lebih baik, serta tujuan jangka panjang untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Suriatna (1987) berpendapat bahwa semula kegiatan pendidikan penyuluhan
pertama mencakup bidang konsultasi dan demonstrasi pertanian. Kemudian lebih
6
dikembangkan sebagai sumber informasi. Berkembangnya teknologi dalam
bidang pertanian dan semakin kompleksnya masalah yang dihadapi masyarakat
pertanian, menuntut untuk lebih diperluas lagi cakupan kegiatan penyuluhan
pertanian.
Berdasarkan uraian para ahli diatas, penyuluhan dapat didefinisikan
sebagai sebuah pendidikan nonformal yang diberikan kepada masyarakat
khususnya dalam hal ini adalah petani dan keluarganya, dengan upaya menambah
kapasitas diri petani dalam mengelola usaha tani menuju kemandirian dan
kesejahteraan.
Tujuan akhir pembangunan pertanian yang sedang diselenggarakan sekarang
ini ialah peningkatan kesejahteraan petani khususnya dan kesejahteraan rakyat
pada umumnya Mosher (1978). Berbagai upaya meningkatkan kualitas hidup
masyarakat perdesaan melalui penyuluhan telah dilakukan, manfaat yang
seharusnya dirasakan oleh petani dari penyuluhan adalah merasakan perubahan
perilaku baik pengetahuan, ketrampilan maupun sikap kearah yang lebih baik dari
sebelumnya, sehingga produktivitas dan kualitas usaha yang dicapai mengalami
peningkatan dalam hal pertanian. Namun, yang menjadi permasalahan saat ini
penyuluhan tidak sepenuhnya dirasakan manfaat oleh petani. Kualitas penyuluh
dapat menentukan keberhasilan dari penyuluhan yang diberikan. Tugas utama dari
penyuluh adalah sebagai pemimpin yang dapat menggerakan petani untuk lebih
termotivasi dalam pengembangan kualitas maupun kuantitas pertanian, sebagai
penasehat yang baik dan mampu memediasikan antar kepentingan pemerintah
yang juga melihat akan kepentingan sasaran penyuluhan.
Menurut Setiana (2004), titik berat proses penyuluhan sebagai proses
perubahan perilaku adalah penyuluhan yang berkesinambungan. Dalam proses
perubahan perilaku dituntut agar sasaran berubah tidak semata-mata karena
adanya perubahan penambahan pengetahuannya saja, namun diharapkan juga
adanya perubahan pada ketrampilan sekaligus sikap mental yang menjurus kepada
tindakan atau kerja yang lebih baik, produktif dan menguntungkan.
Proses perubahan perilaku akan menyangkut aspek kapasitas diri yang
terdiri dari pengetahuan ketrampilan dan sikap mental sehingga mereka tahu, mau
dan mampu melaksanakan perubahan-perubahan dalam usahataninya demi
tercapainya peningkatan produksi, pendapatan, dan perbaikan kesejahteraan
keluarga yang ingin dicapai melalui pembangunan pertanian. Setiana (2004) pun
kembaliberpendapat, penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku tidak mudah,
hal ini menuntut suatu persiapan yang panjang dan pengetahuan yang memadai
bagi penyuluh meupun sasarannya. Penyuluhan sebagai proses perubahan
perilaku, selain
membutuhkan waktu relatif lama, juga membutuhkan
perencanaan yang matang, terarah dan berkesinambungan (Setiana 2004).
Penyuluhan pertanian adalah aktivitas pendidikan di luar sekolah yang
mengandung sifat-sifat khusus, dan sifat khusus tersebut yaitu sebagai berikut
(Mosher 1978):
a. Berhubungan dengan masalah petani di perdesaan dan sesuai dengan
kepentingan dan kebutuhan pada waktu tertentu dan berkaitan erat dengan
mata pencaharian.
b. Menggunakan cara atau metode atau teknik pendidikan khusus yang
disesuaikan dengan sifat, perilaku, dan kepentingan petani.
7
c. Keberhasilan pelaksanaannya memerlukan bantuan berbagai aktivitas yang
langsung maupun yang tidak langsung menunjang pendidikan
d. Pelaksanaannya dalam suasana kooperatif dan toleransi, musyawarah untuk
memecahkan persoalan yang dihadapi.
Setiana (2004) mengungkapkan, petani di perdesaaan perlu mendapatkan
pendidikan berupa pendidikan non formal dengan cara yang sederhana, mudah,
menarik dan gamblang sehingga dapat dipahami dan dapat diterapkan sesuai
dengan situasi dan kondisi setempat.
Kartasapoetra (1987) mengatakan bahwa pendekatan untuk memperlancar
keberhasilan penyuluhan memerlukan waktu, kesabaran dan ketekunan. Walaupun
penyuluh biasanya hanya mempunyai waktu yang terbatas. Adapun cara
mempercepat proses keberhasilan tersebut melalui pembentukan Kontak Tani para
anggotanya yang terdiri dari para petani yang telah terpengaruh atau telah
menerapkan suatu pengetahuan baru (teknologi baru). Selanjutnya setiap anggota
Kontak Tani tersebut diharapkan oleh penyuluh akan mempengaruhi sejumlah
petani lainnya, dan petani lainnya melanjutkan mempengaruhi petani berikutnya.
Hal ini dapat dikatakan sebagai “sistem penyuluhan berantai”. Dengan demikian
diperlukannya komunikasi dalam kegiatan penyuluhan, dimana penyuluh ialah
meneruskan (menyampaikan) pikirannya kepada para petani dalam rangka
mempengaruhi para petani dengan maksud dan harapannya.
Intensitas Komunikasi dalam Penyuluhan
Sastraatmadja (1993) mengungkapkan bahwa komunikasi adalah sarana
kehidupan yang cukup penting bagi manusia dimana pun manusia berada,
kehadiran komunikasi mutlak dibutuhkan. Begitu pula dalam kegiatan
penyuluhan pertanian ini. Kartasapoetra (1987) pun berpendapat bahwa
komunikasi sendiri mempunyai arti proses transisi atau penerusan faktor-faktor,
kepercayaan, sikap, reaksi emosi atau lain-lain pengetahuan di antara individu
dengan individu dalam masyarakat.
Intensitas komunikasi mempengaruhi kualitas penyuluhan petani untuk
melakukan interaksi agar dapat memahami materi penyuluhan atau inovasi yang
ada lebih dalam lagi. Adanya umpan balik atau feed back yang merupakan
respon, diharapkan terjadi dalam kegiatan penyuluhan. Intensitas komunikasi
akan menentukan efektifitas pesan yang disampaikan penyuluh kepada petani.
Suriatna (1987) menambahkan bahwa proses pendidikan pada petani itu terjadi
karena adanya komunikasi yang berjalan dua arah yaitu antara penyuluh sebagai
sumber dan keluarga tani sebagai sasaran atau sebaliknya. Dalam proses
komunikasi, saluran merupakan salah satu unsurnya. Dalam kegiatan penyuluhan,
saluran yang dimaksud ialah metode penyuluhan.
Dengan demikian metode penyuluhan pertanian dapat diartikan sebagai cara
penyampaian materi penyuluhan melalui media komunikasi oleh penyuluh kepada
petani beserta keluarganya. Metode penyuluhan penting adanya, agar petani
beserta keluarganya bisa dan membiasakan diri menggunakan teknologi baru.
Ternyata intensitas komunikasi antara penyuluh dan petani dipengaruhi oleh
fasilitas pendukung, yaitu: prasarana transportasi, listrik, pasar, dan kemudahan
mengakses lokasi sasaran. Merujuk pada hasil penelitian Sugiyanto (1996) yang
membandingkan intensitas kunjungan penyuluh di desa yang belum maju dengan
desa yang maju. Frekuensi kunjungan penyuluh ke desa maju lebih banyak
8
dibandingkan desa belum maju. Frekuensi kunjungan penyuluh ke desa maju
yang lebih banyak mencapai 4-5 kali per bulan, sedangkan kunjungan ke desa
belum maju mencapai 2-3 kali per bulan.
Adopsi Inovasi dalam Penyuluhan
Berbicara tentang penyuluhan tidak terlepas dari bagaimana agar sasaran
penyuluhan dapat mengerti, memahami, tertarik dan mengikuti apa yang
disuluhkan dengan baik dan atas kesadarannya sendiri berusaha untuk
menerapkan ide-ide baru tersebut dalam kehidupan usaha taninya.
Mardikanto (1993) menyatakan bahwa pesan-pesan pembangunan yang
disuluhkan pada masyarakat sasaran harus
mampu mendorong atau
mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan yang memiliki sifat
pembaharuan, yang sering disebutnya dengan istilah innovativeness. Karena
dalam proses adopsi dalam penyuluhan selalu dikaitkan dengan istilah inovasi.
Inovasi oleh Rogers Shoemakers dalam Setiana (2004) diartikan sebagai
ide-ide baru, praktik-praktik baru atau obyek-obyek yang dapat dirasakan sebagai
sesuatu yang baru oleh individu atau masyarakat sasaran penyuluhan. Selanjutnya
Mardikanto (1993) menjelaskan inovasi dapat diartikan lebih luas lagi, dimana
inovasi tidak terbatas pada benda, barang atau produk tertentu saja, namun dapat
pula mencakup ideologi, kepercayaan, sikap hidup, informasi, perilaku, atau
bahkan gerak-gerakan yang mengarahkan pada proses perubahan dalam segala
bentuk masyarakat.
Menurut Setiana (2004) adopsi dalam proses penyuluhan sering kali
diartikan sebagai suatu proses mentalitas pada diri seseorang atau individu, dari
mulai seseorang tersebut menerima ide-ide baru sampai memutuskan menerima
atau menolak ide-ide tersebut. Menurut Suriatna (1987) proses adopsi merupakan
proses mentalitas yang bertahap mulai dari kesadaran (awareness), minat
(interest), menilai (evaluation), mencoba (trial) dan akhirnya menerapkan
(adoption). Tahapan dalam proses adopsi terjadi tanpa berurutan, artinya proses
adopsi inovasi terjadi demikian cepatnya seakan-akan melompat pada kondisi
mengerti atau sadar langsung pada menerapkan tanpa melalui pertimbangan yang
matang. Sebaliknya, ada pula tahapan yang berhenti pada keadaan berminat saja
tanpa kelanjutan pada tahap berikutnya yaitu mencoba dan menilai sehingga
menerapkan.
Menurut Wiriaatmadja (1973), indikasi yang dapat dilihat pada diri
seseorang pada setiap tahapan proses adopsi adalah sebagai berikut:
1. Tahap sadar, pada tahap ini seseorang sudah mengetahui sesuatu yang baru
karena hasil dari berkomunikasi dengan pihak lain.
2. Tahap minat, pada tahap ini seseorang mulai ingin mengetahui lebih banyak
tentang hal-hal baru yang sudah diketahuinya dengan jalan mencari
keterangan atau informasi yang lebih terperinci.
3. Tahap menilai, pada tahap ini seseorang mulai menilai atau menimbangnimbang serta menghubungkan dengan keadaan atau kemampuan diri,
misalnya kesanggupan serta risiko yang akan ditanggung, baik dari segi sosial
maupun ekonomis.
4. Yang lebih luas dengan berbagai pertimbangan yang matang.
9
5. Tahapan mencoba, pada tahapan ini seseorang mulai menerapkan atau
mencoba dalam skala kecil sebagai upaya mencoba untuk meyakinkan apakah
dapat dilanjutkan.
6. Tahapan penerapan atau adopsi, pada tahap ini seseorang sudah yakin akan hal
baru dan mulai melaksanakan dalam skala besar.
Ciri belajar dalam penyuluhan tidak semata-mata dalam rangka
meningkatkan pengetahuan seseorang atau peserta belajar, tetapi lebih daripada
itu, tujuan belajar dalam penyuluhan mempunyai ciri terjadinya perubahan
perilaku yang mengarah pada tindakan. Perubahan perilaku yang mengarah pada
tindakan hanya akan tercapai apabila mampu merubah pengetahuan, ketrampilan
dan sekaligus sikap ke arah yang lebih baik (Setiana 2004). Menurut Mardikanto
(1993) ada beberapa ciri belajar yang dapat digunakan sebagai patokan dalam
proses belajar:
1. Proses belajar adalah proses aktif, artinya setiap individu yang terlibat di
dalamnya harus melakukan aktivitas. Aktivitas disini dapat berupa aktivitas
fisik, otak maupun aktivitas mental dan emosi seseorang. Makin banyak
aktivitas yang dapat ditumbuhkan dalam diri seseorang yang sedang
melakukan proses belajar makan akan makin memberikan hasil belajar yang
baik.
2. Belajar adalah proses yang harus dialami sendiri oleh peserta belajar sebagai
individu yang memiliki kemauan belajar. Dengan kata lain, belajar tidak dapat
diwakili orang lain karena setiap individu yang belajar harus menerima atau
mengalami sendiri stimulus-stimulus yang diajarkan dan memberikan respons
atas stimulus/rangsangan yang diterimanya.
3. Belajar merupakan proses yang hasilnya sangat dipengaruhi oleh kemampuan
belajar dari peserta belajar. Karena kemampuan belajar setiap individu tidak
sama, baik disebabkan faktor genetis, jenis kelamin, usia, intelegensia, bakat
maupun lingkungan, maka dalam melakukan proses belajar harus
dikelompokkan dalam beberapa cara agar lebih efektif.
4. Proses belajar dipengaruhi pengalaman, artinya pengalaman yang dimiliki
seseorang sangat mempengaruhi semangat orang tersebut dalam belajar.
Pengalaman seseorang akan memberikan kontribusi terhadap minat dan
harapannya untuk belajar lebih banyak.
5. Proses belajar juga akan lebih efektif jika seseorang belajar menggunakan atau
mengaktifkan seluruh inderanya, yaitu penglihatan, pendengaran, gerakan
tangan, kaki, perasaan pikiran, bahkan emosinya.
6. Proses belajar dipengaruhi kebutuhan yang benar-benar dirasakan oleh
sasaran. Kebutuhan yang dirasakan akan mempengaruhi hasil belajar peserta
belajar, karena itu pemahaman terhadap kebutuhan sasaran harus diperhatikan
dalam setiap kegiatan penyuluhan.
7. Proses belajar didorong atau dihambat oleh hasil belajar yan pernah diraih.
Dalam kegiatan penyuluhan, apabila hasil yang diperoleh dari proses belajar
yang dialami menghasilkan kegagalan, kerugian atau kekecewaan, maka akan
sulit untuk mengembalikan kepercayaan sasaran didik agar mau mengikuti
penyuluhan berikutnya.
8. Proses belajar pada umumnya tergantung pada kondisi lingkungan yang
nyaman bagi sasaran didik. Bagi sebagian besar sasaran didik yang ada di
pedesaan, belajar dengan lingkungan yang sesuai dengan habitat mereka akan
10
jauh lebih baik dan efektif dibandingkan di lingkungan yang berbeda dengan
kehidupan sehari-hari mereka. Penyesuaian terhadap lingkungan yang asing
akan mengurangi hasil belajar yang dicapai.
Dengan demikian, ciri belajar menjadi hal yang penting sebagai patokan
untuk mengamati bagaimana proses belajar dalam penyuluhan berlangsung.
Persepsi
Pada hakikatnya, arti dari persepsi cukup beragam didefinisikan oleh para
ahli, persepsi dapat dikatakan sebagai suatu proses pemahaman individu terhadap
stimuli sebagai proses pernafsiran atau pandangan terhadap suatu pesan
(informasi) yang dimulai dengan proses penginderaan, penyaringan stimulus
(atensi), interpretasi (pemberian makna) terhadap informasi yang diterima.
Thoha (2001) persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami
oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik
lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman. Kunci
untuk memahami persepsi adalah terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu
merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukan suatu
pencatatan yang benar terhadap situasi.
van den Ban dan Hawkins (1998) mengartikan persepsi sebagai proses
menerima informasi atau stimuli dari lingkungan dan mengubahnya ke dalam
kesadaran psikologis. Selain itu, menurut Riswandi (2009) persepsi adalah sebuah
inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang
identik dengan penyandian balik (decoding). Persepsi mencakup penginderaan
(sensasi) melalui alat-alat/panca indra (mata, telinga, hidung, kulit, dan lidah),
atensi, dan interpretasi. Mulyana (2010) mengartikan, persepsi merupakan suatu
proses mengorganisasikan informasi yang tersedia, menempatkan rincian yang
kita ketahui dalam suatu skema organisasional tertentu yang memungkinkan kita
memperoleh suatu makna lebih umum.
Menurut Walgito (1990), persepsi merupakan proses pengorganisasian,
penginterpretasian terhadap suatu stimulus yang diterima oleh organisme atau
individu sehingga merupakan aktivitas yang intergrated dalam diri individu.
Karena persepsi merupakan aktivitas yang intergrated, maka seluruh pribadi,
seluruh apa yang ada dalam diri individu ikut aktif berperan dalam persepsi itu.
Menurut Nord dalam Susiatik (1998), persepsi merupakan proses pemberian
arti (kognisi) terhadap lingkungan oleh individu. Setiap individu akan memiliki
pemahaman sendiri terhadap setiap stimulus yang datang. Sehingga, individu
yang berbeda akan melihat suatu stimulus yang sama, namun cara setiap individu
akan berbeda.
Persepsi adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk
mencari informasi adalah indera, sedangkan alat untuk memahaminya adalah
kesadaran atau kognisi (Sarwono 1999). Menurut Baron dan Byrne (2003)
persepsi adalah suatu proses memilih, mengorganisir dan menginterpretasi
informasi yang dikumpulkan oleh pengertian individu dengan maksud untuk
memahami dunia sekitar.
Zanden dalam Yuritsa (2011) menjelaskan bahwa persepsi adalah dimana
seseorang mengumpulkan dan menginterpretasikan informasi. Persepsi menjadi
media penghubung antara individu dengan lingkungan sekitar individu tersebut.
11
Tanpa adanya persepsi maka kehidupan bermasyarakat tidak akan terlaksana.
Dalam hal ini, persepsi menghasilkan pengetahuan baru.
Mulyana (2010) mengungkapkan bahwa persepsi manusia terbagi menjadi
dua yaitu persepsi terhadap objek (lingkungan fisik) dan persepsi terhadap
manusia. Persepsi individu terhadap objek atau kejadian dan reaksinya terhadap
hal-hal tersebut, terjadi berdasarkan pengalaman masa lalunya yang serupa. Latar
belakang pengalaman, budaya, dan suasana psikologis yang berbeda pun dapat
menjadi faktor persepsi individu itu berbeda satu dengan yang lainnya.
Pada sumber yang sama, dikatakan bahwa proses persepsi yang bersifat
dugaan , dapat terjadi karena individu menafsirkan suatu objek atau keadaan
dengan makna yang lebih lengkap dari suatu sudut pandang mana pun. Dugaan
diperlukan untuk membuat kesimpulan berdasarkan informasi yang tidak lengkap
jika hanya menafsirkan melalui penginderaan saja.
van den Ban dan Hawkins (1998) menyebutkan prinsip umum dari persepsi
individu, yang terdiri dari:
1. Relatifitas
Persepsi individu bersifat relatif, dimana suatu objek tidak dapat diperkirakan
dengan tepat.
2. Selektivitas
Persepsi individu sangat selektif. Panca indra menerima stimuli dari sekeliling
dengan melihat objek, mendengar suara, mencium bau, dan sebagainya.
Karena kapasitas memproses informasi terbatas, tidak semu