Identifikasi Dan Dampak Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Limpasan Permukaan Di Kecamatan Seririt, Buleleng, Bali.

IDENTIFIKASI DAN DAMPAK PERUBAHAN TATA GUNA
LAHAN TERHADAP LIMPASAN PERMUKAAN
DI KECAMATAN SERIRIT, BULELENG, BALI

MUHAMMAD SUBKI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi dan Dampak
Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Limpasan Permukaan di Kecamatan Seririt,
Buleleng, Bali adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Muhammad Subki
NIM F44110013

ABSTRAK
MUHAMMAD SUBKI. Identifikasi dan Dampak Perubahan Tata Guna Lahan
Terhadap Limpasan Permukaan di Kecamatan Seririt, Buleleng, Bali. Dibimbing
oleh SATYANTO K. SAPTOMO dan RUDIYANTO.
Luas pekarangan dan bangunan di Bali meningkat sekitar 1.10% per tahun
selama periode 1997-2006, Sedangkan lahan pertanian menyusut hingga 0.7%
antara tahun 1995-2008. Hal ini mengindikasikan terjadinya perubahan fungsi
lahan di kawasan Bali. Meningkatnya luas lahan terbangun akan meningkatkan
volume air limpasan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
perubahan tata guna lahan di Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, Bali antara
tahun 2005 dan 2014 serta untuk menghitung besarnya nilai limpasan permukaan
pada tahun 2005 dan 2014. Penelitian perubahan fungsi lahan dilakukan dengan
memanfaatkan perangkat lunak ArcMap 10.1 dengan data yang berasal dari Google
Earth. Perhitungan limpasan permukaan dilakukan dengan Metode Rasional,

Sedangkan Intensitas hujan dihitung dengan analisis frekuensi. Lahan tidak
terbangun berkurang sebanyak 119.378 ha pada tahun 2014, Sedangkan Lahan
terbangun mengalami peningkatan sebanyak 115.725 ha. Sejalan dengan hasil
tersebut laju aliran permukaan puncak di Kecamatan Seririt mengalami peningkatan
sebesar 6.718 m3/dt dari 895.413 m3/dt pada tahun 2005 menjadi 902.131 m3/dt
pada tahun 2014.
Kata kunci: Perubahan Fungsi Lahan, Bali, Intensitas Hujan, Limpasan Permukaan,
Metode Rasional

ABSTRACT
MUHAMMAD SUBKI. Identification and impact of Land Use Change On Surface
Runoff in Seririt District, Buleleng, Bali. Supervised by SATYANTO K.
SAPTOMO and RUDIYANTO.
Spacious yard and buildings in Bali increased by about 1:10% per year over
the period 1997 to 2006, while agricultural land decreased by 0.7% between the
years 1995-2008. This data showed that landuse change was happened in Bali. The
development of constructed area would increase the volume of water runoff. The
purpose of this study were to identify land use change in Seririt District, Buleleng
Regency, Bali between 2005 and 2014 and to calculate runoff value in 2005 and
2014. The land use change was analysed using ArcMap 10.1 software with the data

derived from Google Earth. Calculation of surface runoff with Rational Method,
while rainfall intensity was calculated based on frequency analysis. Unconstructed
area were decreased by 119.378 ha in 2014, while constructed area increased as
much as 115 725 ha. This condition made runoff peak increased about 6.718 m3/s
from 895.413 m3/s in 2005 to 902.131 m3/s in 2014.
Keywords: Land use change, Bali, Rainfall intensity, Surface runoff, Rational
Method

IDENTIFIKASI DAN DAMPAK PERUBAHAN TATA GUNA
LAHAN TERHADAP LIMPASAN PERMUKAAN
DI KECAMATAN SERIRIT, BULELENG, BALI

MUHAMMAD SUBKI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan.


DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini
dilakukan sejak bulan Maret hingga Agustus 2015. Topik penelitian adalah
mengenai perubahan lahan dengan judul penelitian yaitu Identifikasi dan Dampak
Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Limpasan Permukaan di Kecamatan Seririt,
Buleleng, Bali.
Terima kasih diucapkan kepada Dr. Satyanto Krido Saptomo, STP., M.Si dan
Dr. Rudiyanto selaku pembimbing serta Dr. Yanuar J. Purwanto selaku penguji atas
dukungan dan masukan yang sudah diberikan. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan dipergunakan sebagaimana
mestinya.


Bogor, September 2015
Muhammad Subki

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Perubahan Fungsi Lahan
Limpasan Permukaan (Runoff)
Sistem Informasi Geografis (SIG)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat

Kerangka Penelitian
Alat dan Bahan
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tata Guna Lahan
Alih Fungsi Lahan
Intensitas Hujan (I)
Limpasan Permukaan
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
2

2
2
2
3
3
4
4
5
5
5
7
7
11
11
15
19
22
25
25
26

26
28

DAFTAR TABEL
1. Koefisien limpasan untuk Metode Rasional
2. Data penggunaan lahan di Kecamatan Seririt pada tahun 2005 dan 2014
3. Data curah hujan harian maksimum di Kecamatan Seririt
4. Hasil perhitungan distribusi normal
5. Hasil perhitungan distribusi Log Normal
6. Hasil perhitungan distribusi Log Person III
7. Hasil perhitungan distribusi Gumbel
8. Hasil perhitungan analisis frekuensi
9. Hasil perhitungan uji kecocokan
10. Koefisien aliran limpasan permukaan yang digunakan
11. Hasil perhitungan Laju aliran permukaan puncak (m3/detik)

10
13
19
20

20
20
21
21
22
23
24

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Diagram alir penelitian
Peta tata guna lahan Kecamatan Seririt tahun 2005
Peta tata guna lahan Kecamatan Seririt tahun 2014

Luas lahan Kecamatan Seririt tahun 2005 dan 2014
Luas lahan Kecamatan Seririt tahun 2005 dan 2014
Persentase lahan terbangun Kecamatan Seririt Tahun 2005 dan 2014
(a) peta tata guna lahan Seririt tahun 2005; (b) peta tata guna lahan Seririt
tahun 2014
8. Peta perubahan lahan Kecamatan Seririt tahun 2005 dan 2014
9. Peta perubahan lahan tidak terbangun Kecamatan Seririt tahun 2005 dan
2014
10. Peta lahan terbangun baru di Kecamatan Seririt tahun 2014
11. Koefisien aliran limpasan permukaan yang digunakan Tahun 2005
12. Peta nilai koefisien limpasan Kecamatan Seririt tahun 2014
13. Kurva IDF pada Kecamatan Seririt
14. Laju aliran puncak pada tahun 2005 dan 2014

6
11
12
13
14
15

16
16
17
18
22
23
24
25

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peningkatan jumlah makhluk hidup khususnya manusia mendorong tingginya
kebutuhan akan lahan untuk tempat tinggal. Hal ini akan meningkatkan kasus alih
fungsi lahan yang terjadi untuk memenuhi hasrat kebutuhan untuk hidup yang
meliputi tempat tinggal, makan, minum dan lain-lain. Semakin tinggi pertumbuhan
penduduk terutama di kawasan perkotaan, maka akan memicu peningkatan kasus
alih fungsi lahan. Kasus alih fungsi lahan cenderung berbanding lurus jika
dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk. Lahan yang tersedia akan konstan
atau tetap namun pertumbuhan penduduk akan terus meningkat setiap tahunnya.
Hal ini akan memicu terjadinya perubahan fungsi lahan. Perubahan tata guna lahan
dapat didefinisikan sebagai berubahnya fungsi tutupan lahan yang semula
difungsikan sebagai lahan hijau seperti hutan, sawah, dan lain-lain berubah
fungsinya menjadi suatu lahan terbangun yang difungsikan untuk permukiman,
perindustrian, dan lain-lain. Perubahan tersebut akan mengakibatkan terjadinya
perubahan siklus hidrologi. Hal ini dapat terjadi karena peningkatan luasan tutupan
lahan oleh lapisan kedap air, akan meningkatkan volume aliran permukaan (run off)
dan mengurangi jumlah resapan ke dalam tanah.
Perubahan tata guna lahan merupakan perubahan fungsi kegunaan suatu lahan
dari satu kegunaan ke kegunaan lainnya dan akan mengakibatkan berkurangnya tipe
penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya atau berubahnya
fungsi lahan suatu daerah pada kurun waktu berbeda (Wahyunto, 2004). Dampak
perubahan fungsi lahan akan berpengaruh pada dua kategori yaitu volume air
limpasan dan kemampuan resapan air oleh tanah. Peningkatan volume air limpasan
akan mengganggu siklus hidrologi suatu kawasan serta akan berdampak pada
merosotnya kualitas lingkungan di kawasan tersebut. Apabila air limpasan
meningkat dan daya serap air oleh tanah menurun, maka akan terjadi genangangenangan air yang memicu terjadinya banjir serta akan mengurangi suplai air tanah.
Berdasarkan uraian yang telah disebutkan sebelumnya, maka dilakukan
analisis volume air limpasan terhadap perubahan tata guna lahan di Kecamatan
Seririt, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Bali merupakan sebuah provinsi yang
terkenal akan potensi pariwisatanya di Indonesia. Luas wilayah Bali mencapai
5.632,86 km2 (BPS, 2006). Luas pekarangan/bangunan dan halaman Provinsi Bali
meningkat sekitar 1,10% per tahun dari tahun 1997-2006, dan pada akhir 2006
mencapai 46.667 ha. Peningkatan jumlah penduduk yang terjadi sebesar 1,3% per
tahun. Jumlah penduduk pada tahun 2006 adalah 3.263.296 (BPS Provinsi Bali,
2006). Oleh karena itu peningkatan kebutuhan lahan yang tinggi akan memicu
perubahan fungsi lahan terutama di wilayah perkotaan. Lahan pertanian khususnya
sawah menyusut hingga rata-rata 0,7% atau seluas 639 ha dari tahun 1995-2008
(BPS, 2009). Penyusutan lahan persawahan yang terjadi diperuntukkan bagi
kawasan industri khususnya pariwisata, permukiman, dan jasa. Limpasan
permukaan akan terjadi apabila kemampuan infiltrasi tanah telah mencapai titik
jenuh sehingga tanah tidak dapat menyerap air lagi. Oleh karena itu akan terjadi air
limpasan di atas tanah. Kemampuan tanah menyerap air akan semakin berkurang
apabila terjadi perubahan fungsi lahan. Berdasarkan uraian sebelumnya sangat

2
diperlukan studi tentang analisis air limpasan di kecamatan seririt terhadap efek
perubahan tata guna lahan.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka
permasalahan yang mendasari dilakukannya penelitian pada kawasan seririt adalah
sebagai berikut.
1. Bagaimanakah perbandingan perubahan tata guna lahan antara tahun 2014
dengan tahun 2005 di kecamatan seririt, kabupaten buleleng, Bali?
2. Berapakah nilai intensitas hujan yang terjadi pada rentang 2005-2014
sebagai akibat dari alih fungsi lahan yang menyebabkan berubahnya
kemampuan infiltrasi tanah di kawasan tersebut?
3. Berapakan nilai laju limpasan permukaan yang terjadi antara tahun 2005 dan
tahun 2014 di kecamatan seririt, kabupaten buleleng, Bali?
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi perubahan tata guna lahan yang terjadi di Kecamatan
Seririt, Kabupaten Buleleng, Bali antara tahun 2005 dan 2014.
2. Menghitung nilai intensitas hujan di kawasan tersebut dengan rentang waktu
yang sama.
3. Menghitung besarnya nilai limpasan permukaan (run off) pada tahun 2005
dan 2014.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut.
1. Memberikan pengetahuan tentang perubahan tata guna lahan di kawasan
penelitian.
2. Memberikan informasi terhadap potensi limpasan yang terjadi dan dapat
menjadi dasar dalam pencegahan banjir di kawasan tersebut.
3. Dapat dijadikan referensi untuk penelitian lebih lanjut.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah:
1. Daerah penelitian berada di Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng,
Provinsi Bali.
2. Identifikasi terhadap perubahan tata guna lahan dan limpasan permukaan
(run off) pada Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali untuk
tahun 2014 dan mengacu pada tahun 2005.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Perubahan Fungsi Lahan
Lahan mengandung makna lingkungan fisik yang mencakup relief, iklim,
tanah, air, udara, dan juga vegetasi (Putri, 2008). Lahan memiliki komponen yang
dipandang sebagai sumber daya dengan fungsi untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Lahan memiliki dua fungsi dasar yaitu fungsi kegiatan sosial dan fungsi lindung.
Sebuah kawasan yang dapat digunakan untuk kegiatan sosial dianggap memenuhi
fungsi kegiatan sosial. Sedangkan apabila kawasan tersebut dimanfaatkan untuk
menjadi kawasan lindung dan menjaga kelestarian lingkungan hidup merupakan
bagian dari fungsi lindung (Putri, 2008). Lahan memiliki karakteristik yang
dianggap sebagai sumber daya yang jumlahnya tetap dengan lokasi yang tidak dapat
dipindahkan, membutuhkan suatu perencanaan yang berkaitan dengan pola
pemanfaatan lahan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang
semakin beragam. Tata guna laha terbagi menjadi dua unsur yaitu tanah sebagai
sumber daya dan tata guna (Putri, 2008)
Perubahan penggunaan lahan dapat diartikan sebagai suatu proses pilihan
pemanfaatan ruang guna memperoleh manfaat yang optimum, baik pertanian
maupun non pertanian (Junaedi, 2008). Menurut Winoto (2005) mengemukakan
bahwa perubahan lahan pertanian ke non pertanian bukanlah semata-mata
fenomena fisik berkurangnya luasan lahan, melainkan merupakan fenomena
dinamis yang menyangkut aspek-aspek kehidupan manusia, karena secara agregat
berkaitan erat dengan perubahan orientasi ekonomi, sosial, budaya dan politik
masyarakat. Fenomena alih fungsi lahan adalah bagian dari struktur ekonomi
nasional. Pertumbuhan ekonomi dan penduduk yang memusat di wilayah perkotaan
membutuhkan ruang yang luas ke arah luar kota untuk berbagai aktivitas ekonomi
dan permukiman (Junaedi, 2008). Menurut Sitorus dalam Santoso (2011),
penggunaan lahan serta pemanfaatannya secara optimal harus sesuai dengan daya
dukung dan dapat dilakukan apabila tersedia informasi sumberdaya lahan termasuk
informasi kesesuaian lahan.
Perubahan tata guna lahan lebih dimaksudkan kepada berubahnya
penggunaan lahan dari suatu sisi penggunaan ke penggunaan yang lain pada waktu
tertentu atau berubahnya fungsi lahan pada kurun waktu yang berbeda. Perubahan
lahan lebih diidentikkan dengan berubahnya fungsi lahan pada awalnya seperti
pertanian, hutan, yang berubah menjadi kawasan lahan terbangun untuk
permukiman, industri, dan lain sebagainya. Perubahan tata guna lahan dapat
disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor pertumbuhan penduduk dianggap sangat
berhubungan langsung dengan alih fungsi lahan. Selain itu perubahan fungsi lahan
di kawasan pinggiran, dari lahan yang semula berfungsi sebagai daerah resapan air,
berubah menjadi kawasan perumahan, industri, dan non-pertanian akan
memberikan dampak bagi ekosistem setempat. Peristiwa ini akan menurunkan
jumlah dan mutu lingkungan, baik kualitas maupunn kuantitasnya, yaitu akan
menurunkan sumber daya alam serta terjadinya perubahan perilaku tata air dan
keanekaragaman hayati (Sudarto, 2009).
Perubahan siklus hidrologi adalah terjadinya perubahan perilaku dan fungsi
air permukaan, yaitu menurunnya aliran dasar (base flow) dan meningkatnya aliran

4
permukaan (surface runoff), serta menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan tata
air (hidrologi) dan terjadinya banjir serta genangan di daerah hilir. Perubahan fungsi
lahan dalam suatu DAS (daerah aliran sungai) dapat menyebabkan peningkatan
erosi, yang mengakibatkan pendangkalan dan penyempitan sungai atau saluran air
(Suripin, 2004).
Limpasan Permukaan (Runoff)
Limpasan permukaan merupakan bagian dari aliran curah hujan yang
mengalir di atas permukaan tanah menuju ke sungai, danau, dan lautan (Asdak,
1995). Jumlah air yang menjadi limpasan bergantung pada jumlah air hujan per
satuan waktu, keadaan penutup tanah, topografi, jenis tanah, da nada atau tidaknya
hujan yang terjadi. Limpasan permukaan dengan jumlah dan kecepatan yang besar
sering menyebabkan pemindahan atau pengangkutan massa tanah secara besarbesaran (Rahim, 2000). Peristiwa alih fungsi lahan akan mempengaruhi aliran
limpasan pada suatu kawasan karena telah mengurangi daerah resapan air.
Faktor utama penyebab terjadinya air limpasan permukaan adalah intensitas
hujan. Hujan juga akan mempengaruhi tingkat erosi tanah. Tetesan air hujan
menghantam permukaan tanah akan mengakibatkan terlemparnya partikel tanah ke
udara. Akibat gaya gravitasi bumi, partikel tersebut akan kembali jatuh ke tanah dan
menutupi pori-pori tanah. Peristiwa ini akan mengurangi kapasitas infiltrasi
sehingga memperbesar air yang mengalir di permukaan dan memicu terjadinya
erosi tanah (Suripin, 2004).
Arsyad dalam Haridjaja dkk. (1991) mengemukakan proses terjadinya aliran
permukaan. Curah hujan yang jatuh di atas permukaan tanah pada awalnya akan
masuk ke dalam tanah melalui peristiwa infiltrasi. Air hujan tersebut akan terus
masuk ke dalam tanah hingga kapasitas lapang terpenuhi. Apabila hujan terus
berlangsung maka air hujan akan terus masuk ke dalam tanah melalui peristiwa
perkolasi yang sebagiannya akan digunakan untuk mengisi cekungan atau depresi
permukaan tanah sebagai simpanan permukaan. Selanjtnya apabila simpanan
cekungan telah terpenuhi maka kelebihan air akan menjadi tambatan permukaan.
Kelebihan tersebut pada akhirnya akan menguap atau terevaporasi walau dalam
jumlah yang sedikit untuk kemudian menjadi aliran limpasan permukaan.
Terjadinya genangan air disebabkan oleh banyak faktor baik alamiah maupun
manusia. Faktor alamiah seperti curah hujan yang tinggi, topografi suatu daerah dan
kondisi alam daerah tersebut. Sedangkan faktor tindakan manusia antara lain adalah
perubahan tata guna lahan akibat penggundulan hutan (deforestasi) dan perluasan
kota (Hardaningrum dkk. dalam Halim, 2014).
Sistem Informasi Geografis (SIG)
Sistem Informasi Geografis merupakan sebuah sistem manajemen informasi
yang menyeluruh mengenai ruang geografis dengan komputerisasi untuk mengelola
data mengenai ruang geografis, antara lain kegiatan survey, pemetaan, kartografi,
fotogrametri, penginderaan jarak jauh dan ilmu komputer (Prahasta, 2001). Sistem
ini memungkinkan pengguna untuk memasukkan data, mengatur, menganalisis,
memanipulasi dan menampilkan data spasial. Sistem ini juga mampu unutk

5
menyimpan, mengelola dan memroses dalam lingkungan permodelan Model
Builder data-data spasial dalam bentuk tabel, peta, dan citra.
Teknologi SIG dapat mempermudah perencana untuk mengakses data,
menampilkan informasi-informasi geografis terkait dengan substansi perencanaan
dan meningkatkan keahlian para perencan serta masyarakat dalam menggunakan
system informasi spasial melalui komputer. SIG dapat membantu para perencana
dan pengambil keputusan dalam memecahkan masalah-masalah spasial yang sangat
kompleks (Junaedi, 2008:23). Pellika et al. dalam Junaedi (2008) mengatakan
bahwa SIG telah terbukti dapat menghasilkan penelitian yang akurat dan potensial
tentang perubahan penggunaan lahan.
SIG memiliki teknik tumpeng tindih (overlay). Pengguna harus bekerja
dengan beberapa peta analog apabila dikerjakan secara manual. Selanjutnya
pengguna dapat menganalisis kedua data dan kemudian memplotkan hasil akhirnya
ke dalam peta. Teknik seperti ini membutuhkan waktu yang lama. Namun dengan
teknologi SIG, pengguna memerlukan data spasial dan atribut dalam bentuk digital,
sehingga prosesnya dapat dilakukan dengan cepat, ketelitian yang baik dan proses
yang dapat diulang (Junaedi, 2008). Danoedoro (2012) menyatakan bahwa SIG
merupakan sebuah sistem untuk pengelolaan, penyimpanan, pemrosesan atau
manipulasi, analisis, dan penayangan data yang mana data tersebut secara
keruangan terkait dengan muka bumi. Penetuan lahan kritis dilakukan dengan cara
pengaplikasian SIG melalui pengolahan peta-peta digital yang dibutuhkan untuk
penilaian lahan kritis seperti tutupan lahan, kelerengan, erosi, manajemen dan
produktivitas. Aplikasi SIG untuk memperoleh data lahan kritis adalah overlay dan
skoring setiap parameter untuk penilaian tingkat kekritisan suatu lahan (Santoso,
2011).

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret 2015 sampai dengan Juli 2015
di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Wilayah kajian dalam penelitian adalah Kecamatan Seririt,
Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Luas wilayah studi mencapai 111,78 km2 yang
terdiri dari 21 desa/kelurahan, yaitu Banjar Asem, Bestala, Bubunan, Gunungsari,
Joanyar, Kalianget, Kalisada, Lokapaksa, Mayong, Pangkung Paruk, Patemon,
Pengastulan, Rangdu, Ringdikit, Seririt, Sulanyah, Tangguwisia, Ularan, Umeanyar,
Unggahan, dan Yeh Anakan. Lokasi penelitian berbatasan di Utara dengan Laut
Jawa, di Timur dengan Kecamatan Banjar, di Selatan dengan Kecamatan
Busungbiu, dan di Barat dengan Kecamatan Gerokgak.
Kerangka Penelitian
Langkah awal penelitian adalah menentukan ide atau gagasan penelitian. Ide
atau gagasan penelitian ditentukan berdasarkan masalah-masalah yang terjadi.
Kemudian dilanjutkan dengan identifikasi masalah dan mendeskripsikan tujuan
penelitian. Identifikasi masalah penting dilakukan sebagai pendukung kegiatan
penelitian, Sehingga tujuan penelitian yang dirumuskan akan sesuai dengan

6
permasalahan yang ada dan dapat menjawab serta memberikan solusi terhadap
permasalahan tersebut. Penelitian dilakukan dengan mengkaji terlebih dahulu studistudi dan literatur terkait permasalahan yang ada. Studi literatur tersebut diperlukan
untuk mengetahui dasar-dasar dan teori yang mendukung penelitian. Selanjutnya
dilakukan pengumpulan data, analisis dan interpretasi data, serta kesimpulan dan
saran. Alur penelitian lebih lengkapnya digambarkan melalui Gambar 1.

Mulai

Studi Literatur

Data Penelitian



Perubahan Tata Guna
Lahan



Limpasan
Permukaan

Metode Rasional

Peta
Kecamatan
Seririt
Data
Curah
Hujan

Perhitungan
Limpasan
Permukaan

Intensitas Hujan

Identifikasi Perubahan Tata
Guna Lahan dan Dampaknya
pada Limpasan

Selesai

Gambar 1 Diagram alir penelitian

7
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah perangkat keras
(Hardware) berupa laptop, dan perangkat lunak (Software) berupa ArcMap 10.1,
Google Earth Pro, dan Microsoft Office 2013. Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data curah hujan di kawasan penelitian dan peta kawasan
penelitian berupa citra satelit dengan resolusi di bawah 700 m.
Analisis Data
Data yang diperlukan dalam penelitian dibagi menjadi data perubahan
penggunaan lahan dan data analisa limpasan permukaan. Data yang digunakan
untuk analisa perubahan penggunaan lahan adalah peta lokasi penelitian yang
berasal dari Google Earth Pro dengan tinggi pencitraan di bawah 700 m. Citra
satelit yang digunakan merupakan citra pada tanggal 24 Juli 2005 dan 30 Mei 2014.
Peta tersebut akan digunakan untuk membuat peta tata guna lahan dengan bantuan
perangkat lunak ArcMap 10.1.
Data yang dibutuhkan untuk analisa limpasan permukaan adalah data curah
hujan harian yang terjadi di sekitar lokasi penelitian. Data curah hujan yang dipakai
berasal dari Stasiun Umadesa. Pos hujan umadesa terletak di Kecamatan Seririt dan
merupakan bagian dari DAS Sabah. Lokasi pos berada pada ketinggian 33 mdpl.
Data curah hujan pada pos tersebut tercatat selama 10 tahun dimulai pada tahun
2000 hingga 2011. Data yang dipakai merupakan curah hujan maksimum harian
yang terjadi selama satu tahun dalam rentang waktu 10 tahun.
Tata guna lahan di lokasi penelitian dibuat menggunakan perangkat lunak
ArcMap 10.1. Data yang akan digunakan terlebih dahulu diunduh dari Google Earth.
Data tersebut berupa peta wilayah penelitian yaitu Kecamatan Seririt, Kabupaten
Buleleng, Bali. Peta wilayah tersebut diambil dari ketinggian 600-700 m pada
Google Earth. Wilayah penelitian tergolong besar hingga mencapai 111.78 km2.
Oleh karena itu data peta wilayah yang diperoleh dari Google Earth mencapai lebih
dari 500 potong peta. Peta tersebut selanjutnya digabung di perangkat lunak
ArcMap 10.1 sehingga menjadi satu kesatuan dan dapat mempermudah proses
pembuatan peta tata guna lahan.
Peta wilayah yang diperoleh akan dilakukan identifikasi koordinat. Hal ini
dilakukan untuk memberi posisi pada peta tersebut berupa koordinat agar sesuai
dengan koordinat pada lokasi penelitian. Fungsi ini dilakukan dengan menggunakan
menu Georeferencing pada ArcMap 10.1. Koordinat yang digunakan merupakan
jenis UTM 50s. Fungsi ini dilakukan pada seluruh data peta wilayah sehingga
nantinya apabila peta tersebut ditampilkan pada program ArcMap 10.1 akan saling
menyambung sesuai dengan koordinat yang telah diberikan.
Kemudian apabila seluruh peta telah diberikan koordinat, maka peta tersebut
telah siap untuk didigitasi. Hasil akhir dari kegiatan digitasi tersebut merupakan
peta tata guna lahan. Peta yang dibuat adalah untuk tahun 2005 dan 2014. Peta tata
guna lahan tersebut dapat dilihat perubahan yang terjadi. Besar luas masing-masing
fungsi lahan juga dapat diketahui dari peta tata guna lahan tersebut. Sehingga dapat
memudahkan dalam melakukan perhitungan selanjutnya. Berdasarkan kedua peta
tersebut nantinya juga dapat dilihat perbandingan antara lahan tidak terbangun dan

8
lahan terbangun serta perubahan yang terjadi diantara keduanya selama rentang
waktu 2005 dan 2014.
Limpasan permukaan (runoff) menggunakan metode rasional. Metode ini
berdasarkan asumsi bahwa hujan mempunyai intensitas yang seragam dan merata
di seluruh DAS selama minimal sama dengan waktu konsentrasi (tc). Jika curah
hujan dengan intensitas (I) terjadi secara terus menerus, maka laju limpasan
langsung bertambah hingga mencapai tc, sedangkan tc tercapai ketika seluruh bagian
DAS telah memberikan kontribusi aliran di muara (outlet).
�� = 0,002

× � × � × � ………………………………...…………………(1)

Dimana:
Qp
= laju aliran permukaan (debit) puncak (m3/detik)
C
= koefisien aliran permukaan tergantung pada karakteristik DAS
I
= intensitas curah hujan (mm/jam)
A
=luas daerah (ha)

Perhitungan limpasan permukaan (runoff) menggunakan metode rasional
diawali dengan mengetahui parameter luas daerah (A). Parameter tersebut didapat
melalui pembuatan peta tata guna lahan terhadap lokasi penelitian. Selanjutnya
adalah mengetahui parameter koefisien aliran (C) dan intensitas hujan (I).
Intensitas hujan yang terjadi sangat mempengaruhi besar kecilnya limpasan
permukaan yang terjadi. Intensitas hujan berhubungan dengan kapasitas infiltrasi
daerah tersebut. Semakin kecil kapasitas infiltrasi yang dimiliki maka semakin
besar limpasan permukaan yang terjadi. Intensitas curah hujan merupakan jumlah
hujan yang dinyatakan dalam tingginya kapasitas/volume air hujan tiap satuan
waktu. Perhitungan intensitas hujan memerlukan data input berupa data curah hujan
rata-rata dan data waktu konsentrasi hujan (Yulistiani, 2013).
Apabila yang tersedia hanya data curah hujan harian maka intensitas hujan
dapat dihitung dengan Persamaan Mononobe.
�=



[ ] ………………………………...……………………………………(2)

Dimana:
I
= intensitas hujan (mm/jam)
R24
= curah hujan maksimum dalam sehari (mm)
t
= lamanya hujan (jam)

Analisis frekuensi dilakukan untuk mengetahui curah hujan maksimum
harian dengan periode ulang tertentu. Tujuan analisis frekuensi berkaitan dengan
besaran peristiwa ekstrim dan frekuensi kejadiannya melalui penerapan distribusi
kemungkinan (Suripin, 2004). Analisis frekuensi dihitung melalui empat metode
distribusi yaitu Distribusi Normal, Distribusi Log Normal, Distribusi Log Person
III, dan Distribusi Gumbel. Parameter pendukung yang harus diketahui adalah ratarata hujan, simpangan baku, koefisien variasi dan koefisien kemencengan.
Distribusi normal sering disebut juga sebagai Distribusi Gauss. Persamaan
yang digunakan adalah persamaan (3).

9
XT=X+KTS……………………………………………...…………..……………(3)
Dimana:
XT
= Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahun
X
= Nilai rata-rata hitunga variat
KT
= Faktor frekuensi yang merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang
dan tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk
analisis peluang.
S
= Deviasi standar nilai variat
Metoda Distribusi Log Normal mengasumsikan bahwa jika variable acak Y=
log X terdistribusi secara normal, maka X dikatakan mengikuti distribusi log
normal. Persamaan yang digunakan dalam distribusi ini adalah persamaan (4).
YT= Y + KTS ……………………………………………………………………(4)
Dimana:
YT
= Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahun
Y
= Nilai rata-rata hitunga variat
KT
= Faktor frekuensi yang merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang
dan tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk
analisis peluang.
S
= Deviasi standar nilai variat
Metoda Distribusi Log Person III memiliki tiga parameter penting yaitu harga
rata-rata, simpangan baku, dan koefisien kemencengan. Distribusi Log Person III
dihitung dengan mengubah X kedalam bentuk log X. selanjutnya akan dihitung nilai
rata-rata hujan dan harga simpangan baku. Persamaan umum yang digunakan untuk
menghitung simpangan baku adalah persamaan (5).
�=[

∑�
�= log �� −log �����−����
�−

]

.

……………………...……………………..….(5)

Koefisien kemencengan dihitung menggunakan persamaan (6).
�=

∑�
�= log �� −log �����−����
�− �−

………………...………………………………….(6)

Setelah beberapa parameter diatas didapatkan, maka nilai hujan dihitung
dengan persamaan (7).
log



= log

� �− � �

+ �. �……………………...…………………………..(7)

Besaran nilai intensitas hujan didapat dengan menghitung nilai antilog dari
persamaan (6).
Persamaan yang digunakan untuk menghitung dengan metode distribusi
gumbel adalah persamaan (8).

10


=�+

…………………………………………..……………………..(8)

� �

Kemudian, untuk memilih distribusi mana yang akan dipakai, terlebih dahulu
dilakukan uji kecocokan terhadap hasil yang diperoleh dari ke empat metode
distribusi tersebut. Distribusi yang dipakai adalah distribusi yang memiliki error
dan standar deviasi terkecil.
Koefisien limpasan merupakan persentase jumlah air hujan yang menjadi
limpasan dari keseluruhan air hujan yang diterima di suatu daerah. Semakin kedap
suatu permukaan tanah, maka semakin tinggi nilai koefisien limpasannya (Verrina
dkk, 2013). Koefisien limpasan sangat dipengaruhi oleh tata guna lahan. Perubahan
yang terjadi pada lahan akan menyebabkan berubahnya koefisien limpasan pada
lahan tersebut. Berikut merupakan tabel koefisien limpasan untuk metode rasional
(Suripin, 2004).
Tabel 1 Koefisien limpasan untuk Metode Rasional
Tipe Areal

Koefisien C

Nilai C yang
Digunakan

Perumahan (residential) :
- Single family

0.30 - 0.50

- Multiunits, detached

0.40 - 0.60

- Multiunits, attached

0.60 - 0.75

Residential (suburban)

0.50 - 0.70

Apartment :

0.50 - 0.70

Lahan
Terbangun
0.60

Lahan diusahakan pertanian1
- Datar

0.31 - 0.36

- Sedang

0.35 - 0.41

- Curam

0.39 - 0.44

Sawah dan
Kebun
0.32 dan 0.34

Hutan1
- Datar

0.22 – 0.28

- Sedang

0.31 – 0.36

- Curam

0.35 – 0.41

Hutan
0.36

Taman (Penutupan < 50%)1
- Datar, 2%

0.32 – 0.37

- Medium 2-7%

0.37 - 0.43

- Curam > 7%

0.40 - 0.45

Ladang
0.43

Sumber: ASCE and WPCF (1969)
1
Ven Te Chow; D.R. Maidment; L.W. Mays (1988). Applied Hydrology. Mc Graw Hill,
Singapore

11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Tata Guna Lahan
Berdasarkan hasil penelitian, luas Kecamatan Seririt secara total yang didapat
berbeda dengan data yang dipublikasikan. Hal ini dapat terjadi karena proses
digitasi yang dilakukan tidak berdasarkan peta kecamatan seririt yang
dipublikasikan. Proses penelitian menggunakan peta pada Google Earth Pro
sehingga sangat dimungkinkan terjadinya perbedaan luas total yang didapatkan.
Namun peta tutupan lahan yang dibuat telah disesuaikan dengan peta administratif
Kecamatan Seririt sehingga dapat digunakan untuk penelitian. Peta tutupan lahan
di Kecamatn Seririt tahun 2005 dan 2014 secara umum terdiri dari beberapa macam
penggunaan lahan. Penggunaan lahan yang digunakan adalah lahan terbangun,
lahan tidak terbangun yang meliputi sawah, kebun, hutan, dan ladang, serta sungai.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan selama kurang lebih tiga bulan, maka
hasil dari penelitian tersebut telah dapat diketahui tata guna lahan di Kecamatan
Seririt, Kabupaten Buleleng, Bali. Hasil yang diperoleh berupa peta tutupan lahan
di lokasi tersebut. Peta tutupan lahan Kecamatan Seririt dapat dilihat melalui
gambar di bawah ini.

Gambar 2 Peta tata guna lahan Kecamatan Seririt tahun 2005

12
Nama simbol yang digunakan dalam pembuatan peta tutupan lahan
disesuaikan dengan daftar yang tercantum pada SNI 19-6502.4-2000. Pustaka
tersebut menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan lahan terbangun adalah segala
bentuk dan struktur yang berhubungan dengan tempat tinggal dan kegiatan manusia.
Sementara yang dimaksud dengan sawah dan kebun adalah tanah yang diusahakan
dengan tanaman padi dan tanaman perkebunan. Hutan berdasarkan pustaka tersebut
berarti tanah yang tertutup tanaman hutan. Ladang didefinisikan sebagai tanah
kosong atau ditanami namun tidak tetap/tidak teratur.

Gambar 3 Peta tata guna lahan Kecamatan Seririt tahun 2014
Berdasarkan hasil tersebut telah dapat diketahui pula besar luasan untuk
masing-masing penggunaan lahan. Penggunaan atau fungsi lahan di lokasi
penelitian pada tahun 2005 memiliki besar luas seperti Tabel 2.

13
Tabel 2 Data penggunaan lahan di Kecamatan Seririt pada tahun 2005 dan 2014
Deskripsi Lahan
Sungai
Kebun
Lahan Terbangun
Sawah
Hutan
Ladang

2005
Luas (ha)
37.678
783.535
640.182
2147.810
9368.066
188.760

2014
Luas (ha)
41.331
1077.709
755.907
1801.470
9279.151
210.464

Berdasarkan tabel diatas, maka dapat diketahui bahwa penggunaan lahan di
lokasi penelitian masih didominasi oleh hutan. Luas hutan cukup besar karena pada
dasarnya hutan lah yang menjadi fungsi awal dari setiap penggunaan lahan. Luas
hutan pada tahun 2005 adalah 9368.06 ha. Sedangkan luas hutan pada tahun 2014
adalah sebesar 9279.15 ha. Luas hutan di Kecamatan Seririt selama periode
penelitian berkurang sebesar 88.92 ha. Pengurangan luas tersebut telah
mengindikasikan perubahan lahan yang terjadi di kawasan tersebut.
10000
9000
8000

Luas (ha)

7000
6000
5000

4000

2005

3000

2014

2000
1000
0
Sungai

Kebun

Lahan
Terbangun

Sawah

Hutan

Ladang

Tata Guna Lahan

Gambar 4 Luas lahan Kecamatan Seririt tahun 2005 dan 2014
Berdasarkan data yang dapat dilihat dari Tabel 2, luas sawah pada tahun 2014
berkurang seluas 346.34 ha yang menyebabkan bertambahnya atau meningkatnya
luas hutan, kebun dan ladang di tahun 2014. Perubahan ini dapat terjadi dan
memungkinkan apabila terdapat sawah yang tidak difungsikan lagi atau tidak diairi.
Selain itu, sawah juga dapat beralih fungsi menjadi kebun apabila suplai air tidak
memadai dan juga menyesuaikan dengan musim tanam. Oleh karena itu dengan
kondisi sawah yang tidak difungsikan sebagaimana mestinya, dalam rentang 20052014 sangat dimungkinkan sawah tersebut berubah fungsi menjadi kebun. Namun
hal sebaliknya terjadi pada fungsi penggunaan lahan sebagai ladang. Berdasarkan
data pada tahun 2005, ladang memiliki luas sebesar 188.76 ha dan mengalami
peningkatan luas pada tahun 2014 menjadi 210.46 Ha. Telah terjadi peningkatan

14
ladang pada 2014 sebesar 21.70 ha. Peningkatan yang terjadi tentu tidak besar
apabila dibandingkan dengan kebun dan pengurangan yang terjadi pada sawah.
Peningkatan tersebut pada umumnya didapatkan dari lahan sawah yang tidak
difungsikan kembali. Penggunaan lahan pada tahun 2005 dan 2014 dalam bentuk
diagram ditampilkan pada gambar berikut.
14000
12000

Luas (ha)

10000
8000
6000

4000
2000
0
Lahan Tidak Terbangun

Lahan Terbangun

Badan Air

Tata Guna Lahan
2005

2014

Gambar 5 Luas lahan Kecamatan Seririt tahun 2005 dan 2014
Deskripsi lahan secara garis besar dibagi kedalam lahan tidak terbangun,
lahan terbangun, dan badan air. Lahan tidak terbangun yang dimaksud merupakan
hutan, sawah, kebun, dan ladang. Sedangkan lahan terbangun merupakan setiap
fungsi lahan pada peta yang telah mengalami pembangunan dan menjadi kedap
akan air. Sementara itu badan air yang dimaksud pada Gambar 2 merupakan sungai
yang terlihat pada peta. Berdasarkan Gambar 2, lahan terbangun di tahun 2005 dan
2014 telah terjadi peningkatan sebesar 115.72 ha. Hal yang sama juga terjadi pada
badan air yang meningkat sebesar 3.65 ha. Peningkatan yang terjadi pada badan air
ini dikarenakan visual yang terlihat pada peta. Tahun 2005 tidak banyak terlihat
badan air sehingga luas badan air mengalami peningkatan. Namun terjadi defisit
atau pengurangan luas pada lahan tidak terbangun antara tahun 2005 dan 2014.
Tahun 2005 lahan tidak terbangun memiliki luas 12488.17 ha. Namun pada tahun
2014 nilainya mengalami pengurangan menjadi 12368.79 ha. Hal ini berarti
terdapat sekitar 119.37 ha lahan tidak terbangun yang hilang atau beralih fungsinya
sebagian besar menjadi lahan terbangun pada tahun 2014. Berdasarkan total luas
yang mengalami perubahan tersebut, sebanyak 3.65 ha merupakan sungai atau
badan air. Gejala tersebut sudah sejalan dengan prinsip dasar perubahan tata guna
lahan yang diyakini apabila semakin bertambahnya tahun, maka perubahan lahan
yang terjadi cenderung mendegradasi atau merubah fungsi dari lahan tidak
terbangun. Oleh karena itu, sudah sepatutnya terjadi pengurangan luas lahan tidak
terbangun pada suatu daerah. Namun hal tersebut dapat berlaku sebaliknya hanya
apabila daerah tersebut terjadi kondisi khusus seperti akan dijadikan lahan pertanian
atau yang lain sebagainya. Sehingga apabila tidak terdapat hal-hal khusus tersebut,
maka perubahan yang terjadi cenderung meningkatkan lahan terbangun. Lahan
terbangun pada tahun 2005 mencakup 4.8% dari luas total Kecamatan Seririt.
Sementara pada tahun 2014 terjadi peningkatan luas lahan terbangun menjadi 5.7%

15
dari total luas lokasi penelitian. Berdasarkan peningkatan luas lahan terbangun yang
terjadi, maka diiringi juga dengan penurunan luas lahan tidak terbangun sebesar
0.9% dari 94.8% tahun 2005 menjadi 93.9% tahun 2014 dari luas total Kecamatan
Seririt. Sisanya merupakan luas badan air yang terdapat sangat kecil sehingga dapat
diabaikan dalam perbandingan persentase tersebut. Persentase penggunaan lahan di
Kecamatan Seririt dapat dilihat pada Gambar 6.

4.86%

2005
0.29%

5.74%

0.31%

2014

93.94
%

94.85%

Lahan Tidak Terbangun
Lahan Terbangun
Badan Air

Gambar 6 Persentase lahan terbangun Kecamatan Seririt Tahun
2005 dan 2014
Alih Fungsi Lahan
Hutan pada umumnya mendominasi seluruh peta tutupan lahan yang ada tak
terkecuali di Kecamatan Seririt. Akan tetapi hal serupa diyakini tidak berlaku pada
daerah perkotaan. Namun apabila melihat peta tutupan lahan Kecamatan Seririt
yang telah dibuat, maka akan terdapat hamparan hutan yang luas. Peta tata guna
lahan Kecamatan seririt di tahun 2005 di dominasi oleh hutan yang ditandai dengan
warna hijau. Berdasarkan peta tersebut dapat dilihat bahwa kawasan yang tidak
terjamah umumnya berada lebih ke selatan. Hal ini berbeda dengan kawasan utara
dari lokasi penelitian yang cenderung lebih maju dan memiliki fungsi tata guna
lahan yang lebih beragam. Sawah banyak terdapat di utara yang ditandai dengan
warna hijau keabu-abuan. Warna merah pada peta menunjukkan salah satu kawasan
lahan terbangun yaitu rumah. Berdasarkan peta tersebut dapat dilihat bahwa
kawasan utara Kecamatan Seririt lebih memiliki kepadatan penduduk yang tinggi
jika dibandingkan selatan. Bahkan semakin selatan maka semakin berkurang
kepadatan penduduknya yang ditandai dengan semakin tidak adanya rumah atau
kawasan terbangun di daerah tersebut.
Hal serupa juga terjadi pada peta tahun 2014. Berdasarkan peta tersebut dapat
terlihat kawasan sawah, hutan, dan rumah yang cenderung sama dengan peta tahun
2005. Namun terdapat beberapa perubahan di kawasan utara dimana terjadi
pengurangan jumlah sawah dan juga ladang yang berubah menadi lahan terbangun.
Selain itu juga dapat terjadi beberapa perubahan lainnya seperti yang digambarkan
pada Gambar 7.

16

(a)

(b)

Gambar 7 (a) peta tata guna lahan Seririt tahun 2005; (b) peta
tata guna lahan Seririt tahun 2014
Gambar 7 menunjukkan adanya alih fungsi lahan yang terjadi di Kecamatan
Seririt dalam rentang waktu antara tahun 2005 dan 2014. Sebagaimana terlihat pada
Gambar 7a, di dalam area yang telah ditandai terdapat fungsi lahan yang tidak
beragam dan hanya didominasi oleh sawah. Namun apabila dilihat pada gambar 7b
yang merupakan peta tahun 2014, di kawasan yang ditandai tersebut hanya
didominasi oleh sawah tersebut pada tahun 2014 telah beralih fungsi menjadi kebun
dan bangunan. Hal ini mengindikasikan telah terjadinya perubahan fungsi sawah
menjadi bangunan di tahun 2014. Perubahan tersebut terjadi di wilayah utara yang
berbatasan langsung dengan pantai.

Gambar 8 Peta perubahan lahan Kecamatan Seririt tahun 2005 dan 2014

17
Perubahan fungsi lahan yang terjadi di Kecamatan Seririt secara umum
digambarkan melalui peta pada Gambar 8. Berdasarkan peta tersebut terlihat warna
cokelat yang mengindikasikan telah terjadi perubahan fungsi lahan. Penggunaan
lahan yang berwarna cokelat telah berbeda jika dibandingkan dengan tahun 2014.
Apabila dijumlahkan, maka luas lahan yang mengalami perubahan fungsi adalah
sebesar 554.2 ha. Nilai tersebut mencapai 4.2 % jika dibandingkan dengan luas total
Kecamatan Seririt. Perubahan fungsi lahan yang terjadi secara lebih rinci akan
dideskripsikan lebih jelas pada Gambar 9 dan Gambar 10.
Berdasarkan peta pada Gambar 8, bagian utara Kecamatan Seririt telah terjadi
perubahan lahan yang relatif banyak. Hal ini dapat dilihat melalui warna cokelat
yang banyak di kawasan tersebut. Perubahan yang terjadi bermacam-macam baik
dari lahan tidak terbangun menjadi lahan terbangun ataupun lahan tidak terbangun
menjadi lahan tidak terbangun kembali. Kawasan utara dari lokasi penelitian
merupakan kawasan yang berdekatan dengan pantai sehingga sangat dimungkinkan
terjadinya alih fungsi lahan. Hal ini dikarenakan aktifitas penduduk yang cenderung
ramai dan lebih banyak pada daerah yang mendekati pantai sehingga mendukung
pergerakan dan pertumbuhan ekonomi dikawasan tersebut. Hal ini dapat
diasumsikan sebagai pemicu banyaknya alih fungsi lahan yang terjadi di kawasan
tersebut.

Gambar 9 Peta perubahan lahan tidak terbangun Kecamatan Seririt tahun 2005
dan 2014

18
Gambar 9 menunjukkan perubahan yang terjadi antara lahan tidak terbangun
menjadi lahan tidak terbangun kembali pada tahun 2014. Indikasi perubahan yang
terjadi yaitu hutan menjadi sawah, sawah menjadi kebun, ladang menjadi sawah,
ladang menjadi kebun, sawah menjadi ladang, dan kebun menjadi sawah. Terdapat
sekitar 17.6 ha lahan hutan yang menjadi sawah pada 2014. Nilai ini merupakan
yang tertinggi dibandingkan dengan perubahan lainnya. Sementara itu nilai
perubahan yang paling kecil yaitu 4.08 ha dimana lahan seluas itu dikonversikan
menjadi sawah dari fungsi awalnya sebagai ladang. Kebun mengalami peningkatan
luas pada tahun 2014 sebesar 26.28 ha dimana nilai tersebut berasal dari luas ladang
pada tahun 2005. Tahun 2014 juga terdapat sawah yang diabaikan atau tidak
dipergunakan kembali. Besar luas sawah yang tidak digunakan kembali dan
menjadi lading adalah 45.9 ha. Sementara itu, lahan kebun seluas 3.9 ha
dikonversikan menjadi sawah pada tahun 2014. Selain itu, terdapat sekitar 271.08
ha sawah yang difungsikan menjadi kebun pada tahun 2014. Apabila dilihat secara
umum, maka terdapat 368.94 ha lahan tidak terbangun yang beralih fungsi menjadi
kebun, sawah, hutan, dan ladang pada tahun 2014 atau sekitar 2.8 % dari luas total
Kecamatan Seririt.

Gambar 10 Peta lahan terbangun baru di Kecamatan Seririt tahun 2014

19
Perubahan antara lahan tidak terbangun seperti sawah, kebun, hutan, dan
ladang menjadi lahan terbangun juga terjadi di lokasi penelitian. Gambar 10
menampilkan peta perubahan tata guna lahan kecamatan Seririt tahun 2005 dan
2014. Peta tersebut menunjukkan perubahan yang terjadi pada lahan tidak
terbangun di tahun 2005 menjadi lahan terbangun pada tahun 2014. Pembuatan peta
tersebut bertujuan untuk mendapatkan gambaran secara visual tentang perubahan
lahan tidak terbangun menjadi lahan terbangun. Berdasarkan peta tersebut, lahan
tidak terbangun yang berubah menjadi lahan terbangun cenderung berada pada
bagian tengah ke utara Kecamatan Seririt. Perubahan yang terjadi ditandai dengan
warna merah pada peta. Sementara lahan tidak terbangun yang tidak mengalami
perubahan menjadi lahan terbangun ditandai dengan warna kuning. Terdapat sekitar
115.8 ha lahan yang berubah fungsi. Perubahan yang terjadi didominasi oleh lahan
tidak terbangun menjadi lahan terbangun. Namun terdapat perubahan sebaliknya
namun cukup jarang terjadi. Oleh karena itu terdapat sebesar 0.8% lahan tidak
terbangun yang terkonversi menjadi lahan terbangun ataupun sebaliknya di
Kecamatan Seririt.
Intensitas Hujan (I)
Intensitas hujan dihitung dengan menggunakan persamaan mononobe.
Namun sebelumnya terlebih dahulu dihitung analisis frekuensi terhadap curah
hujan harian maksimum yang terjadi pada lokasi penelitian. Curah hujan harian
maksimum di stasiun Umadesa adalah sebagai berikut.
Tabel 3 Data curah hujan harian maksimum di Kecamatan Seririt
Tahun
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2009
2010
2011

CH Maks (mm/hari)
191.3
64.3
219
145.8
215
180
225
175
98
115
96

Berdasarkan data curah hujan harian maksimum tersebut, maka dilakukan
analisis frekuensi dengan perhitungan yang menggunakan metode. Metode yang
pertama adalah metode normal. Nilai rata-rata hujan berdasarkan perhitungan
adalah 156.76 mm/hari dengan standar deviasi sebesar 56.16. Sehingga hasil
perhitungan menggunakan distribusi normal adalah sebagai berikut.

20
Tabel 4 Hasil perhitungan distribusi normal
Periode Ulang
2
5
10
25
50
100

Kt
0
0.84
1.28
1.57
2.05
2.33

Normal (mm/hari)
156.764
203.943
228.655
244.943
271.903
287.629

Nilai Kt pada tabel di atas merupakan nilai variable reduksi Gauss (Suripin,
2004). Sehingga didapatkan nilai pada tabel dengan mengacu pada periode ulang
yang digunakan. Berdasarkan distribusi ini, semakin tinggi periode ulang yang
dihitung, makan nilai curah hujan maksimum yang terjadi juga semakin tinggi. Hal
ini berarti telah terjadi hubungan yang berbanding lurus antara periode ulang dan
nilai curah hujan maksimum. Selanjutnya perhitungan terhadap distribusi Log
Normal. Curah hujan maksimum yang tersedia, dikonversi terlebih dahulu kepada
bentuk log. Sehingga hasil standar deviasi yang didapat adalah 0.179 dengan ratarata sebesar 2.16. Hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5 Hasil perhitungan distribusi Log Normal
Periode
Ulang
2
5
10
25
50
100

Kt

Log Normal

0
0.84
1.28
1.57
2.05
2.33

2.165
2.316
2.395
2.447
2.533
2.584

Normal (mm/hari)
146.103
206.889
248.242
279.919
341.478
383.462

Berdasarkan tabel di atas, nilai curah hujan maksimum yang didapat berbeda
dengan distribusi sebelumnya. Curah hujan tertinggi didapat pada periode ulang
100 tahun dengan nilai 383.46 mm. kemudian hasil perhitungan distribusi Log
Person III ditampilkan pada tabel berikut. Nilai standar deviasi yang didapat sebesar
0.057 dan koefisien kemencengan -2.57 dengan rata-rata log sebesar 2.16.
Tabel 6 Hasil perhitungan distribusi Log Person III
Periode
Ulang
2
5
10
25
50
100

Nilai K

Log Xt

0.366
0.699
0.753
0.771
0.775
0.776

2.186
2.205
2.208
2.209
2.209
2.209

Xt
(mm/hari)
153.314
160.19
161.316
161.704
161.797
161.821

21

Nilai K untuk distribusi Log person III didapat berdasarkan tabel Nilai K
untuk distribusi Log Person III (Suripin, 2004). Nilai curah hujan yang didapat
berdasarkan distribusi Log Person III lebih kecil jika dibandingkan dengan dua
distribusi sebelumnya. Perbedaan siginifikan terdapat pada periode ulang 2 dan 5
tahun dengan nilai 153.31 mm dan 160.19 mm. Namun setelah 5 tahun, curah hujan
cenderung naik tidak signifikan. Distribusi terakhir merupakan distribusi Gumbel.
Berdasarkan perhitungan nilai rata-rata yang didapat adalah 156.76 mm dan standar
deviasi 56.16. Selanjutnya hasil perhitungan nilai a dan b adalah 0.017 dan 127.47.
Sehingga didapatkan nilai Sn sebesar 0.95 dan Yn sebesar 0.49. Hasil perhitungan
distribusi Gumbel selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 7 Hasil perhitungan distribusi Gumbel
Periode
Ulang
2
5
10
25
50
100

Tr
0.367
1.500
2.251
3.199
3.903
4.601

XTr
(mm/hari)
149.169
216.218
260.613
316.702
358.311
399.619

Apabila hasil dari keempat distribusi tersebut dirangkum, maka dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 8 Hasil perhitungan analisis frekuensi
Periode Ulang
(Tahun)
2
5
10
25
50
100

Normal
(mm/hari)
156.764
203.943
228.655
244.943
271.903
287.629

Log Normal
(mm/hari)
146.103
206.889
248.242
279.919
341.478
383.462

Log Person 3
(mm/hari)
153.314
160.190
161.316
161.704
161.797
161.821

Gumbel
(mm/hari)
149.169
216.218
260.613
316.702
358.311
399.619

Berdasarkan hasil pada tabel di atas, untuk menentukan distribusi mana yang
akan dipakai, maka harus dilakukan uji kecocokan. Uji kecocokan ini bertujuan
untuk mencari nilai persentase error rata-rata dan standar deviasi. Jenis distribusi
yang dipakai merupakan yang memiliki error dan standar deviasi yang kecil.
Sehingga berdasarkan hasil pada tabel di atas digunakan distribui Log person III.
Hal ini dikarenakan distribusi ini memiliki error 1.36% dan standar deviasi 3.34 dan
merupakan yang terkecil dibandingkan distribusi lainnya. Hasil dari uji kecocokan
dapat dilihat pada tabel 9.

22

Tabel 9 Hasil perhitungan uji kecocokan
Jenis Distribusi
Normal
Log Normal
Log Person 3
Gumbel

Rata-rata % Error
19.418
35.522
1.365
37.981

Standar deviasi
47.566
87.012
3.344
93.035

Limpasan Permukaan
Metode yang digunakan untuk menghitung limpasan permukaan di lokasi
penelitian dalah metode Rasional. Terdapat tiga parameter yang harus dik