Analisis Dampak Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Kuantitas Air Buangan Di Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, Bali

ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN
TERHADAP KUANTITAS AIR BUANGAN DI KECAMATAN
SERIRIT, KABUPATEN BULELENG, BALI

ERIKA RAHMAH FEBRIYANTI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Dampak
Perubahan Tata Guna Lahan terhadap Kuantitas Air Buangan di Kecamatan
Seririt, Kabupaten Buleleng, Bali adalah benar karya saya dengan arahan dari
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015

Erika Rahmah Febriyanti
NIM F44110063

ABSTRAK
ERIKA RAHMAH FEBRIYANTI. Analisis Dampak Perubahan Tata Guna Lahan
terhadap Kuantitas Air Buangan di Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, Bali.
Dibimbing oleh SATYANTO KRIDO SAPTOMO dan RUDIYANTO.
Kenaikan jumlah penduduk meningkatkan konsumsi pemakaian air bersih
yang berdampak pada peningkatan jumlah air limbah yang terbuang ke sungai.
Oleh karena itu, penting untuk meninjau penggunaan lahan secara berkala serta
menentukan sistem penyaluran dan pengolahan air limbah yang tepat. Penelitian
ini dilakukan untuk menganalisis perubahan tata guna lahan di Kecamatan Seririt
dan mengetahui pengaruhnya terhadap kuantitas air buangan. Tata guna lahan
diidentifikasi dengan program ArcMap 10.1. Analisis menunjukkan penggunaan
lahan permukiman dalam kurun waktu 10 tahun terakhir telah mengalami
perkembangan wilayah seluas 0.82 km2. Kuantitas air buangan dihitung

berdasarkan pada Kriteria Perencanaan Sektor Air Bersih yang diterbitkan oleh
Ditjen Cipta Karya Kementerian PU tahun 1996. Hasil yang diperoleh yaitu grey
water sektor domestik tahun 2014 telah mengalami kenaikan sebesar 580.48
m3/hari atau 12.6% dari tahun 2005. Hal tersebut mempengaruhi kualitas air
Sungai Saba yang mengalir di Seririt. Berdasarkan data sekunder, hasil
pengukuran dan pengujian laboratorium tahun 2013, air Sungai Saba masuk ke
dalam Kelas IV baku mutu dari PP 82 tahun 2001.
Kata kunci: ArcMap 10.1, Kecamatan Seririt, kuantitas air buangan, Sungai Saba,
tata guna lahan.

ABSTRACT
ERIKA RAHMAH FEBRIYANTI. Analysis of The Impact of Land Use Changes
on The Quantity of Wastewater in Seririt District, Buleleng Regency, Bali.
Supervised by SATYANTO KRIDO SAPTOMO and RUDIYANTO.
The increase in the number of people cause accretion of clean water
consumption which increased the amount of wastewater discharged into the river.
Therefore, it is important to periodically review the land use and to determine the
appropriate distribution system and wastewater treatment. This study was
conducted to analyze land use change in Seririt District and to determine the
quantity of wastewater. Land use was identified using ArcMap 10.1 program. The

result showed that residential land use within the last 10 years had been
developped about 0.82 km2. The quantity of waste water was calculated based on
the Clean Water Sector Planning Criteria of Directorate General of Human
Settlements Ministry of Public Works in 1996. Results of the analysis is grey
water of domestic sector in 2014 has increased by 580.48 m3/day or 12.6% from
2005. This affects water quality of Saba river in Seririt District. Based on
secondary data from the measuring and testing laboratory in 2013, Saba River
water included into the Class IV quality standards of Government Policy No. 82 in
2001.
Keywords: ArcMap 10.1, land use, Saba river, Seririt District, wastewater
quantity.

ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN
TERHADAP KUANTITAS AIR BUANGAN DI KECAMATAN
SERIRIT, KABUPATEN BULELENG, BALI

ERIKA RAHMAH FEBRIYANTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah Analisis Dampak Perubahan Tata
Guna Lahan terhadap Kuantitas Air Buangan di Kecamatan Seririt, Kabupaten
Buleleng, Bali.
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Dr Satyanto Krido Saptomo, STP MSi. dan Dr Rudiyanto, STP MSi selaku
pembimbing yang selalu membimbing dan mengarahkan penulis dalam
meyelesaikan skripsi ini.

2. Orang tua dan keluarga penulis yang selalu mendukung dan mendoakan
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Dr Yudi Chadirin, S.TP MAgr selaku dosen penguji sidang skripsi atas
bimbingan dan masukannya dalam penyusunan skripsi ini.
4. Staf Tata Usaha Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan dan Staf Tata
Usaha Fakultas Teknologi Pertanian yang telah membantu dalam hal
administrasi.
5. Teman-teman satu bimbingan Helty Fatimah Bakri, Muhammad Subki, Luthfi
Riady, dan Damar Wahyu yang selalu mendukung dan membantu
menyelesaikan skripsi ini.
6. Teman-teman Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian
Bogor angkatan 48 (SIL 48) dan Chandra Hadi Mulia untuk setiap semangat
dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Teknik Sipil dan
Lingkungan.

Bogor, Agustus 2015

Erika Rahmah Febriyanti


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE


3

Waktu dan Tempat

4

Alat dan Bahan

4

Pembuatan Peta Tata Guna Lahan

4

Perhitungan Kebutuhan Air Bersih dan Kuantitas Air Limbah yang Dihasilkan 5
Penentuan Kesesuaian Kualitas Air Sungai Saba dengan Baku Mutu
HASIL DAN PEMBAHASAN

7
8


Keadaan Umum Lokasi Penelitian

8

Identifikasi Tata Guna Lahan dan Perubahannya

9

Analisis Pemakaian Air Bersih dan Kuantitas Air Limbah yang Dihasilkan

12

Kualitas Air Sungai Saba

17

SIMPULAN DAN SARAN

20


Simpulan

20

Saran

20

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

23

RIWAYAT HIDUP

31


DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

Kategori wilayah berdasarkan jumlah penduduk
Standar kebutuhan air non-domestik untuk kota kategori I, II, III, IV
Parameter air untuk pemanfaatan greywater pada sektor pertanian
Hasil identifikasi tata guna lahan di Kecamatan Seririt
Kebutuhan air sektor domestik di Kecamatan Seririt
Air buangan dan grey water yang dihasilkan untuk sektor domestik
Kebutuhan air irigasi di Kecamatan Seririt
Total kebutuhan air sektor non-domestik di Kecamatan Seririt tahun
2005
9 Total kebutuhan air sektor non domestik di Kecamatan Seririt tahun
2014
10 Hasil uji kualitas air Sungai Saba tengah dan hilir tahun 2010
11 Hasil uji kualitas air Sungai Saba tahun 2013

6
6
8
10
13
13
13
15
15
17
19

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Diagram alir penelitian
Peta wilayah studi
Peta tata guna lahan Kecamatan Seririt tahun 2005
Peta tata guna lahan Kecamatan Seririt tahun 2014
Peningkatan kebutuhan air bersih sektor non-domestik
Peningkatan grey water sektor non-domestik
Lokasi titik pengambilan contoh uji kualitas air Sungai Saba

3
4
11
12
16
16
18

DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta lahan di Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, Bali yang
mengalami perubahan tata guna
2 Peta konversi lahan terbuka menjadi lahan terbangun di Kecamatan
Seririt, Kabupaten Buleleng, Bali
3 Peta lahan terbuka di Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, Bali
yang berubah fungsi menjadi lahan terbuka jenis lain
4 Jumlah siswa dan guru tiap jenjang pendidikan di Kecamatan Seririt
tahun 2014
5 Jumlah kamar hotel di Kecamatan Seririt tahun 2005 dan 2014
6 Indikator perusahaan industri besar dan sedang di Bali 2003-2007
7 Kriteria mutu air bersih

23
24
25
26
26
26
27

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Semakin pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan yang telah
dilaksanakan akan berpengaruh cukup besar terhadap perubahan tatanan
lingkungan berupa menurunnya kualitas lingkungan, degradasi lingkungan /
kerusakan lingkungan serta berkurangnya sumber daya alam maupun perubahan
tata guna lahan. Dampak tersebut harus disikapi dengan tepat, khususnya dalam
pengelolaan air limbah. Sebab, kenaikan jumlah penduduk akan meningkatkan
konsumsi pemakaian air minum / bersih yang berdampak pada peningkatan
jumlah air limbah. Salah satu konsekuensi dari peningkatan jumlah air limbah
adalah semakin besarnya volume air limbah domestik yang harus diolah dan
dibuang ke badan air. Air limbah, terutama yang mengandung ekskreta manusia
dapat mengandung patogen yang berbahaya. Oleh karena itu, air limbah harus
dikelola dan diolah dengan baik. Kurangnya pengelolaan dan pembuangan air
limbah yang memadai dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan mortalitas.
Secara geografis, kondisi pemenuhan kebutuhan air Bali Utara dan Bali
timur kurang baik jika dibandingkan dengan Bali Barat dan Tengah. Hal ini
mengakibatkan areal sawah di Bali Utara belum mampu dikelola dengan baik dan
masih mengandalkan air hujan dan pengairan tradisional. Sungai Saba yang
memiliki panjang sekitar 36 km mengalir melalui daerah Buleleng yang relatif
kering. Sebagai salah satu sungai yang penting, sumber mata airnya berasal dari
lereng utara Gunung Batukau dan mulanya mengalir ke arah barat, tetapi lalu di
lengkungan utara bermuara ke Laut Bali dekat Kecamatan Seririt. Kecamatan
Seririt adalah salah satu dari sembilan kecamatan yang ada di Kabupaten
Buleleng, Provinsi Bali. Secara administrasif, Kecamatan Seririt terdiri atas 20
desa dan 1 kelurahan. Kecamatan Seririt memiliki 25 desa adat / pakraman dan
memiliki 81 banjar dinas / lingkungan. Luas wilayah Kecamatan Seririt adalah
sekitar 111.78 km2 dengan panjang pantai 10 km yang memanjang dari Desa
Kalianget sampai Desa Kalisada (BPS Seririt 2014).
Sungai Saba sebagai salah satu potensi sumber daya air di Bali bagian
utara, dapat dikembangkan sejalan dengan meningkatnya kebutuhan akan air
akibat peningkatan perkembangan penduduk dengan segala kegiatannya.
Kebutuhan air bersih Kabupaten Buleleng untuk keperluan domestik dan industri
adalah sebesar 15 m3/det (PDAM Kota Buleleng) dan diperkirakan akan terus
meningkat sejalan dengan perkembangan Kabupaten Buleleng di masa yang akan
datang (BPS Bali 2009). Untuk mengantisipasi maka dilakukan upaya alternatif,
yaitu dengan memanfaatkan alur sungai Tukad Saba sebagai tampungan
memanjang ini dibuat dengan membangun Waduk Titab di bagian hilir sungai
Tukad Saba. DAS Saba yang masuk dalam daerah administrasif Kecamatan Seririt
mengalami kecenderungan perubahan penggunaan lahan dari lahan tidak
terbangun menjadi lahan terbangun. Perubahan tersebut cenderung mengabaikan
hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Fenomena tersebut dapat
mengubah kualitas lingkungan hidup DAS Saba, terutama DAS Saba bagian hilir
menjadi semakin buruk. Salah satu aspek lingkungan hidup yang mengalami
perubahan adalah kualitas air.

2

Perumusan Masalah
Rumusan masalah dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Kondisi DAS Saba berdasarkan perubahan penggunaan lahan di Kecamatan
Seririt pada tahun 2005 dan 2014 belum diketahui.
2. Belum adanya data pemakaian air bersih dan volume air buangan pada sektor
domestik maupun non-domestik, yang dihasilkan berdasarkan penggunaan
lahan tersebut.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi kondisi perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Seririt,
Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali pada tahun 2005 dan tahun 2014 dalam
bentuk peta tata guna lahan.
2. Menghitung air buangan (khususnya grey water) berdasarkan utilitas yang
terlihat dari hasil digitasi peta.
3. Menerangkan penurunan kualitas air di hilir Sungai Saba dan
membandingkannya dengan baku mutu.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Memberikan informasi kepada masyarakat, khususnya bagi Pemerintah
Daerah Kabupaten Buleleng mengenai tingkat kebutuhan air untuk irigasi,
serta untuk mengetahui besarnya air buangan yang dihasilkan oleh sektor
domestik dan non-domestik pada wilayah Kecamatan Seririt.
2. Dapat digunakan sebagai referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut
mengenai analisis kuantitas limbah cair domestik di masa mendatang.
3. Memberikan informasi kepada masyarakat, khususnya bagi Pemerintah
Daerah Kabupaten Buleleng sebagai langkah awal perencanaan dalam
pengelolaan dan pengolahan air buangan (khususnya limbah cair domestik),
agar kualitas badan air di wilayah tersebut dapat terhindar dari pencemaran
limbah cair yang dibuang tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu
hingga layak untuk dibuang ke badan air (dalam penelitian ini khususnya
Sungai Saba).
4. Sebagai bahan pertimbangan untuk masyarakat, khususnya Pemerintah Daerah
Kabupaten Buleleng dalam langkah awal pada perencanaan tata ruang, agar
kegiatan pembangunan yang akan dilaksanakan tidak mengganggu ekosistem
di wilayah tersebut.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan dengan ruang lingkup yaitu:
1. Penelitian ini dilakukan pada daerah Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng,
Provinsi Bali.

3

2. Penelitian hanya membahas mengenai penggunaan lahan di wilayah tersebut
pada tahun 2005 dan tahun 2014.
3. Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data primer menggunakan
software Google Earth Pro, yang diolah menggunakan software ArcMap 10.1.
Perhitungan dilakukan mengacu pada Kriteria Perencanaan Sektor Air Bersih
Peraturan Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum tahun 1996, SNI
19-6728.1-2002 tentang Penyusunan Neraca Sumber Daya, dan PP No. 82
tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air.

METODE
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian adalah seperti yang
terdapat pada diagram alir berikut.

Mulai

Studi literatur

Parameter
klasifikasi
mutu air

Digitasi peta tata guna lahan

Hasil uji
kualitas air
Sungai
Saba

Penentuan kelas air
sungai

Standar
kebutuhan
air bersih

Jumlah
pendu
duk

Perhitungan
banyaknya air bersih
dan air limbah

Selesai

Gambar 1 Diagram alir penelitian

Luas
per
utilitas
lahan

Perhitungan
perubahan tata
guna lahan

4

Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli 2015. Wilayah
yang akan diteliti adalah Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali.
Pengolahan dan analisis data dilakukan di lingkungan Kampus Institut Pertanian
Bogor, Dramaga Bogor, Jawa Barat.

Skala 1:180,000
Sumber: Petatematikindo.files.com
Gambar 2 Peta wilayah studi

Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data
sekunder. Data primer bersumber dari digitasi tata guna lahan di Kecamatan
Seririt, Provinsi Bali, yang dibuat dengan menggunakan bantuan program Google
Earth Pro dan ArcMap 10.1. Data sekunder yang digunakan berupa data kualitas
air Sungai Saba dan data jumlah penduduk Kecamatan Seririt tahun 2005 dan
2014, serta standar pemakaian air bersih berdasarkan utilitas bangunan. Alat yang
digunakan yaitu laptop Asus A43S core i5 GT540M 2GB dan seperangkat alat
tulis.

Pembuatan Peta Tata Guna Lahan
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah digitasi peta analog
dengan memasukkan manual dari koordinat terkomputasi dan perhitungan. Cara
kerja pembuatannya adalah dengan mengkonversi fitur-fitur spasial pada peta
menjadi kumpulan koordinat (x,y). Proses digitasi ini dilakukan dengan digitasi on
screen. Proses pendigitasian peta terdiri dari beberapa tahapan yaitu penyiapan
data-data yang akan didigitasi, perekaman koordinat-koordinat peta (digitasi
aktual), pengeditan dan perbaikan data sebelum penyimpanan dalam bentuk peta
basis data, dan pemasukan data atribut yang beragam sesuai data spasial. Digitasi

5

merupakan proses pengkonversian fitur spasial pada peta ke dalam format digital.
Selanjutnya, dilakukan penulusuran titik dan garis dengan kursor digitasi atau
keypad. Sebelum pemasukan data melalui proses digitasi, perlu diperhatikan
informasi apa saja yang terdapat pada peta dan untuk tujuan apa pembangunan
basis data yang akan disusun. Setelah itu, dilakukan pemisahan data dalam layerlayer. Pengelompokan informasi dengan konsep layer atau coverage ini
mempunyai arti yang besar dalam pengelolaan basis data yaitu membantu dalam
mengorganisasi fitur yang berelasi, meminimalkan jumlah atribut yang berkaitan
dengan setiap fitur, memudahkan perbaikan dan pemeliharaan peta (karena
biasanya tersedia sumber data yang berbeda untuk setiap layer), menyederhanakan
tampilan peta (karena fitur yang berelasi mudah digambarkan, diberi label/ID, dan
disimbolkan), mempermudah proses analisis spasial.
Citra satelit yang digunakan sebagai data primer diperoleh dari Google
Earth Pro. Data primer yang harus diolah adalah citra satelit pada tahun 2005 dan
2014. Analisis data spasial dilakukan dengan menggunakan software ArcMap
10.1. Fungsi yang dilakukan yaitu pengukuran dan fungsi klasifikasi. Fungsi ini
merupakan fungsi yang mengeksplor data tanpa membuat perubahan yang
mendasar, dan biasanya dilakukan sebelum analisis data. Fungsi pengukuran
mencakup pengukuran luas area 2 dimensi dengan menggunakan shapefile
poligon yang dapat dihitung luasnya. Fungsi klasifikasi adalah mengklasifikasikan
kembali suatu data spasial (atau atribut) menjadi data spasial yang baru dengan
menggunakan kriteria tertentu yaitu berbagai jenis pengunaan lahan di lokasi
penelitian. Shapefile yang dibuat pertama adalah untuk peta tahun 2014. Proses
union dilakukan dari tiga shapefile berbeda (karena ada pembagian penugasan
digitasi) yang menghasilkan sebuah theme baru dengan meng-overlay-kan tiga
buah polygon theme yang mengandung seluruh fitur dan attribute (full extent) dari
tiga buah polygon theme tersebut. Setelah peta tahun 2014 selesai didigitasi, peta
2005 dapat dibuat pada shapefile polygon yang sama, tapi dengan hanya
menambahkan satu field baru berupa keterangan fungsi lahan di tahun tersebut
pada tabel atribut. Dengan cara mengubah legenda pada layout peta, dapat
dihasilkan beberapa macam peta dengan satu shapefile.

Perhitungan Kebutuhan Air Bersih dan Kuantitas Air Limbah yang
Dihasilkan
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat
penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk memajukan
kesejahteraan umum, sehingga merupakan modal dasar dan faktor utama
pembangunan (Kemen LH 2010). Kuantitas air di alam ini jumlahnya relatif tetap.
Kuantitas/jumlah air umumnya dipengaruhi oleh lingkungan fisik daerah seperti
curah hujan, topografi dan jenis batuan (Hadi dan Purnomo 1996). Hingga tahun
2014, meningkatnya kondisi perekonomian di Kecamatan Seririt diiringi dengan
meningkatnya pemukiman, fasilitas institusi dan komersial seperti perkantoran,
pendidikan dan perdagangan. Penelitian ini mengestimasi kuantitas air buangan
baik domestik maupun non-domestik yang dihasilkan berdasarkan jumlah
pemakaian air bersih dari tiap utilitas lahan. Analisis konsumsi / kebutuhan air
bersih mengacu pada Kriteria Perencanaan Sektor Air Bersih yang diterbitkan

6

oleh Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum tahun 1996. Analisis
sektor domestik dilakukan dengan dasar analisis pertumbuhan penduduk. Nilai
debit air bersih yang mempunyai satuan volume per waktu dapat diketahui dengan
cara mengalikan angka tingkat pelayanan pada Tabel 1 dengan banyaknya jumlah
penduduk di wilayah tersebut. Kebutuhan air domestik untuk suatu wilayah dibagi
dalam beberapa kategori berdasarkan jumlah penduduk seperti pada Tabel 1.
Kolom paling kanan adalah rentang nilai konsumsi per orang untuk unit
sambungan rumah berdasarkan Kriteria Perencanaan Sektor Air Bersih Peraturan
Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum tahun 1996.
Tabel 1 Kategori wilayah berdasarkan jumlah penduduk
Kategori
I
II
III
IV
V

Jenis kota
Metropolitan
Besar
Sedang
Kecil
Desa

Jumlah penduduk (jiwa)
> 1,000,000
500,000 - 1,000,000
100,000 - 500.000
20,000 - 100,000
< 20,000

Tingkat Pelayanan
(L/orang/hari)
>150
120-150
90-120
80-120
60-80

Sumber: Kemen PU 1996

Sesuai dengan banyaknya jumlah penduduk Kecamatan Seririt, maka
wilayah penelitian ini termasuk dalam kategori IV. Kebutuhan air bersih untuk
sektor non-domestik / komersil, standar pemakaian airnya terdapat pada Tabel 2.
Tabel 2 Standar kebutuhan air non-domestik untuk kota kategori I, II, III, IV
Sektor
Nilai
Satuan
Sekolah
10 Liter/murid/hari
Rumah Sakit
200 Liter/bed/hari
Puskesmas
2,000 Liter/unit/hari
Masjid
3,000 Liter/unit/hari
Kantor
10 Liter/pegawai/hari
Pasar
12,000 Liter/hektar/hari
Hotel
150 Liter/bed/hari
Rumah Makan
100 Liter/tempat duduk/hari
Komplek Militer
60 Liter/orang/hari
Kawasan Industri
0.2-0.8 Liter/detik/hektar
Kawasan Pariwisata
0.1-0.3 Liter/detik/hektar
Sumber: Kemen PU 1996

Menurut sumber yang sama, sektor fasilitas transportasi seperti terminal
memiliki kategori tersendiri yaitu dengan nilai konsumsi sebesar 10
Liter/orang/detik. Berdasarkan Tabel 2, perhitungan kebutuhan air sektor nondomestik yang mempunyai satuan volume per waktu dapat diketahui dengan cara
mengalikan nilai berserta satuannya masing-masing dengan banyaknya jumlah
penduduk, unit, atau satuan luas lahan. Lain halnya kebutuhan air untuk irigasi.
Menurut SNI 19-6728.1-2002 tentang Penyusunan Neraca Sumber Daya,
konsumsi air untuk mengairi sawah adalah sebesar 1 Liter/detik/hektar.

7

Kuantitas air buangan yang dihasilkan dapat dihitung setelah kuantitas
kebutuhan air bersih diperoleh. Air buangan yang dihitung dalam penelitian ini
yakni limbah cair domestik yang proses pengalirannya tidak melalui toilet (septic
tank), misalnya seperti air bekas mandi, air bekas mencuci pakaian, dan air bekas
cucian dapur atau yang biasa disebut grey water. Sekitar 60 – 85% dari total
volume kebutuhan air bersih akan menjadi limbah cair domestik (Metcalf dan
Eddy 1991). Bagian dari grey water adalah sekitar 75% dari total volume limbah
cair domestik (Hansen dan Kjellerup 1994) dalam Eriksson, et al (2001)).

Penentuan Kesesuaian Kualitas Air Sungai Saba dengan Baku Mutu
Terbatasnya sumber data kualitas air Sungai Saba tahun 2005 dan 2014,
menyebabkan data yang akan dibahas pada subbab ini hanya data sekunder yang
diperoleh dari Pokja Sanitasi Pemkab Buleleng tahun 2010 dan data hasil
pengujian di Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian, Divisi
Teknologi dan Teknologi dan Manajemen Lingkungan, IPB tahun 2013, yang
telah dipresentasikan dalam Basic diagnose of the present situation of water
quality environment in the Saba River Basin 2013. Pengujian kualitas air Sungai
Saba pada tahun 2013 dilakukan dengan mengambil sampel air sungai dan
mengukur kecepatan aliran di tujuh titik. Kedua data tersebut akan
diklasifikasikan mutunya menurut kelas air pada PP No. 82 tahun 2001.
Kualitas air di bumi semakin hari semakin menurun. kualitas air sangat
dipengaruhi oleh lingkungan sosial seperti kepadatan penduduk dan kepadatan
sosial (Hadi dan Purnomo 1996). Menurut Newson (1997) sungai merupakan
bagian lingkungan yang paling cepat mengalami perubahan jika terdapat aktifitas
manusia di sekitarnya. Sungai sebagai penampung dan penyalur air yang datang
dari daerah hulu atas, akan sangat terpengaruh oleh tata guna lahan dan luasnya
daerah aliran sungai, sehingga pengaruhnya akan terlihat pada kualitas air sungai
(Odum 1996). Sungai yang menerima bahan pencemar mampu memulihkan diri
(self purification) dengan cepat, terutama terhadap limbah penyebab penurunan
kadar oksigen (oxygen demanding wastes) dan limbah panas. Kemampuan sungai
dalam memulihkan diri dari pencemaran tergantung pada ukuran sungai dan laju
aliran air sungai dan volume serta frekuensi limbah yang masuk (Lehler dalam
Miller 1975).
Menurut PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air, klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi empat 4
kelas sebagai berikut:
1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air
minum, dan atau peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut;
2. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan,
air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
3. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan
ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau

8

peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut;
4. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kriteria mutu air dari setiap kelas air tersebut tercantum dalam Lampiran 7.
Persediaan air tanah yang sudah semakin menipis menyebabkan banyak orang
berpikir untuk mendayagunakan air limbah yang masih layak pakai. Jika dikelola
dengan baik, grey water dapat digunakan sebagai sumber air untuk keperluan
perkebunan, pertanian, atau untuk penggelontoran toilet. Grey water dapat
digunakan sebagai sumber air untuk keperluan perkebunan dan pertanian karena
grey water mengandung fosfat, potasium, dan nitrogen yang merupakan sumber
nutrisi yang baik bagi tumbuhan, dan grey water juga mengandung bakteri
patogen yang lebih sedikit dibandingkan dengan blackwater dan grey water
terdekomposisi lebih cepat daripada blackwater (Lindstrom 2000). Hal tersebut
membuat grey water lebih mudah untuk dimanfaatkan kembali dibandingkan
dengan blackwater yang harus melewati proses pengolahan terlebih dahulu
sebelum dimanfaatkan kembali. Untuk dapat dimanfaatkan kembali, grey water
harus memenuhi persyaratan beberapa parameter. Persyaratan parameter grey
water yang harus dipenuhi pada sektor pertanian dijelaskan pada Tabel 3.
Tabel 3 Parameter air untuk pemanfaatan greywater pada sektor pertanian
Nilai yang
Parameter
diperbolehkan
pH
6.5 - 8.5
Daya hantar listrik (mikroS/cm)
2,000
BOD (mg/L)
120
COD (mg/L)
200
Total Suspended Solid (mg/L)
120
Faecal coliform (MPN/100 mL)
1,000
Sumber: Fong, et al 2004

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Kecamatan Seririt yang secara astronomis terletak antara 8°10’53” LU 8°20’14’’ LS dan 114°25’53” BB - 114°52’59” BT, merupakan kecamatan
dengan luas 111.78 km2 (8.18% terhadap luas kabupaten dan 1.98% terhadap luas
Provinsi Bali). Kecamatan Seririt terdiri dari 21 desa/kelurahan, yaitu Desa Banjar
Asem, Bestala, Bubunan, Gunungsari, Joanyar, Kalianget, Kalisada, Lokapaksa,
Mayong, Pangkung Paruk, Patemon, Pengastulan, Rangdu, Ringdikit, Seririt,
Sulanyah, Tangguwisia, Ularan, Umeanyar, Unggahan, dan Yeh Anakan (BPS
Buleleng 2013). Secara geografis Kecamatan Seririt memiliki batas-batas wilayah,
yaitu sebelah utara berbatasan langsung dengan Laut Jawa, sebelah timur

9

berbatasan dengan Kecamatan Banjar, sebelah selatan berbatasan dengan
Kecamatan Busungbiu, dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan
Gerokgak.
Kecamatan Seririt memiliki panjang pantai 11.61 km. Kondisi
kependudukan di Kecamatan Seririt mengalami perkembangan yang sangat
fluktuatif. Pertumbuhan penduduk Kecamatan Seririt pada tahun 2007-2008
mencapai 2.53%. Namun, angka tersebut mengalami penurunan menjadi 1.10%
pada tahun 2008-2009. Pada tahun 2010-2011, angka pertumbuhan penduduk
mengalami peningkatan menjadi 3.31% dan mengalami penurunan menjadi 0.62% pada tahun 2011-2012. Penurunan persentase laju pertumbuhan penduduk
Kecamatan Seririt yang sangat mengkhawatirkan terjadi pada tahun tersebut (BPS
Buleleng 2013). Jumlah penduduk Kecamatan Seririt tahun 2005 sebanyak
62,874, sedangkan pada tahun 2014 mencapai 81,756 jiwa dengan kepadatan
penduduk 731 jiwa/km2 (BPS Seririt 2014).

Identifikasi Tata Guna Lahan dan Perubahannya
Lillesand dan Kiefer (1979) menyatakan bahwa penutupan lahan (land
cover) berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi,
sedangkan penggunaan lahan (land use) berkaitan dengan kegiatan manusia pada
obyek tersebut. Townshend dan Justice (1981) juga berpendapat mengenai
penutupan lahan yaitu perwujudan secara fisik (visual) dari vegetasi, benda alam,
dan unsur-unsur budaya yang ada di permukaan bumi tanpa memperhatikan
kegiatan manusia terhadap obyek tersebut, sedangkan Barret dan Curtis (1982)
mengatakan bahwa permukaan bumi sebagian terdiri dari kenampakan alamiah
(penutupan lahan) seperti vegetasi, salju, dan lain sebagainya. Sebagian lagi
berupa kenampakan hasil aktivitas manusia (penggunaan lahan).
Informasi tentang penutupan lahan yang akurat dan up to date sangat
penting dalam pengelolaan lahan (land management) pada suatu DAS. Perubahan
aktivitas pada suatu penggunaan lahan dalam suatu ruang dan waktu sering
mengakibatkan perubahan penutupan lahan sebagai indikasi aktivitas pengelolaan
lahan. Untuk memperoleh perencanaan pengelolaan yang sesuai maka perlu
dipilah pemahaman antara ‘penutupan lahan’ dan ‘penggunaan lahan’. Dalam Peta
Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1:250,000 tahun 1986, penutupan lahan /
penggunaan lahan dibedakan menjadi hutan, perkebunan, ladang, permukiman,
dan sawah. Oleh Badan Planologi Kehutanan (BAPLAN), Departemen
Kehutanan, klasifikasi penutupan lahan tersebut diperluas menjadi hutan (hutan
lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan tanaman, hutan rawa
primer, hutan rawa sekunder), perkebunan, permukiman, sawah, lahan kering /
ladang (pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur semak), rawa,
tanah terbuka, tubuh air, belukar (semak / belukar, belukar rawa). Akan tetapi,
pada penelitian ini, tata guna lahan dibagi ke dalam 14 jenis seperti pada Tabel 4.
Jenis lahan yang dikategorikan sebagai hutan dalam penelitian ini yaitu
pepohonan, semak-semak, kebun, dan semua lahan tidak terbangun yang memiliki
vegetasi selain padi (padi termasuk dalam tata guna lahan sawah). Hasil
perhitungan luasan tata guna lahan di Kecamatan Seririt pada tahun 2005 dan
2014 dapat dilihat pada Tabel 4.

10

Tabel 4 Hasil identifikasi tata guna lahan di Kecamatan Seririt
Jumlah bangunan
Luas (km2)
No Tata guna lahan
2005
2014
2005
2014 Perubahan
1 Rumah


6,345
7,161
0,816
2 Hotel
29
44
0,021
0,154
0,133
3 Kantor
26
26
0,006
0,006
0,000
4 Lahan kosong
1,876
1,452
-0,424
5 Masjid
6
7
0,004
0,005
0,001
6 Industri
47
107
0,048
0,133
0,086
7 Pasar
1
1
0,004
0,004
0,000
8 Hutan
101,483 103,576
2,093
9 Sawah
21,461
18,032
-3,428
10 Sekolah
153** 154**
0,024
0,027
0,003
11 Sungai
0,377
0,413
0,037
12 Waduk
0
1*
0*
0,688*
0,688
13 Rumah Sakit
1
1
0,008
0,008
0,000
14 Terminal
1
1
0,001
0,001
0,000
a
a
Total
131,668 131,668
6,003
Keterangan: atotal luas yang dipergunakan dalam perhitungan adalah yang menurut BPS
Seririt yaitu sebesar 111.78 km2.

Jenis lahan dalam penelitian ini dikategorikan menjadi lahan terbangun dan
lahan tidak terbangun. Lahan terbangun yaitu area yang telah mengalami
substitusi penutup lahan alami ataupun semi alami dengan penutup lahan buatan
yang biasanya bersifat kedap air dan relatif permanen (SNI 7645:2010 tentang
Klasifikasi penutup lahan). Area selain dari definisi tersebut dikategorikan sebagai
lahan yang tidak terbangun. Lahan terbangun yang dihitung luasnya dalam
penelitian ini yaitu rumah, hotel, kantor, masjid, industry (pabrik), pasar, sekolah,
waduk, rumah sakit, dan terminal. Lahan tidak terbangun terdiri atas lahan kosong
(lahan yang tidak ditumbuhi vegetasi yang tinggi), sawah, dan hutan.
Total luas pada Tabel 4 merupakan hasil pengolahan data menggunakan
Microsoft Excel 2013. Akan tetapi, normalisasi dilakukan pada data tersebut
karena menurut BPS Seririt luas wilayah Kecamatan Seririt adalah 111.78 km 2,
sehingga dalam perhitungan dipakai angka luas menurut BPS. Tanda negatif pada
nilai perubahan fungsi lahan sawah dan lahan kosong disebabkan lahan tersebut
dari tahun 2005 ke tahun 2014 berkurang, sedangkan untuk fungsi lahan yang
lainnya mengalami penambahan dengan urutan dari yang terbesar yaitu hutan,
rumah, hotel, pabrik, sungai, waduk, sekolah, masjid. Lahan yang tidak
mengalami perubahan yaitu terminal, pasar, rumah sakit, dan kantor. Persentase
perubahan yang terdapat pada Tabel 4 adalah persen perubahan terhadap luas total
Kecamatan Seririt. Peta perubahan tata guna lahan pada tahun 2005 terdapat pada
Gambar 3.

11

Gambar 3 Peta tata guna lahan Kecamatan Seririt tahun 2005
Berdasarkan data atribut peta pada ArcMap yang telah disortir di Microsoft
Excel, perubahan yang terjadi dalam kurun waktu 10 tahun tersebut telah
mengkonversikan lahan tidak terbangun menjadi lahan terbangun (Lampiran 2)
seluas 1.12 km2 dari total luas lahan 124.82 km2. Selain itu, konversi lahan juga
terjadi antar sesama lahan tidak terbangun (Lampiran 3), yaitu dari hutan menjadi
sawah dan sebaliknya, dari lahan kosong ke hutan dan sebaliknya, serta dari lahan
kosong ke sawah dan sebaliknya.

12

Akan tetapi, yang terpenting adalah penggunaan lahan permukiman dalam
kurun waktu 10 tahun terakhir telah mengalami perkembangan wilayah seluas
0.82 km2. Hal tersebut diikuti dengan berkurangnya luasan sawah seluas 4.78 km2.
Berkurangnya sawah dikarenakan pada tahun 2005 hingga tahun 2014 terjadi
konversi penggunaan lahan dari sawah menjadi lahan terbangun. Peta tata guna
lahan tahun 2014 dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Peta tata guna lahan Kecamatan Seririt tahun 2014

Analisis Pemakaian Air Bersih dan Kuantitas Air Limbah yang Dihasilkan
Perhitungan kebutuhan air bersih disini dibagi menjadi tiga yaitu sektor
domestik, irigasi, dan non-domestik. Untuk sektor domestik (rumah tangga) di
Kecamatan Seririt dihitung berdasarkan jumlah penghuni. Perhitungan total

13

kebutuhan air sektor domestik yang mempunyai satuan liter/hari dapat diketahui
dengan cara mengalikan angka yang tertera pada kolom standar kebutuhan air
(liter/jiwa/hari) dengan banyaknya jumlah penduduk terlayani (jiwa). Tabel 5
berisi data kebutuhan air bersih domestik serta air buangan yang dihasilkan pada
tahun 2005 dan 2014.
Tabel 5 Kebutuhan air sektor domestik di Kecamatan Seririt
Penduduk
Standar
Kebutuhan
Jenis
Luas Kepadatan
terlayani
kebutuhan
air
air
penggunaan Tahun
2
2
3
lahan
(km ) (jiwa/km )
(jiwa) (L/Jiwa/Hari) (m /hari)
2005 6.351 9909.50
62,874
6,287.40
Pemukiman
100b
2014 7.167 11417.37
81,756
8,157.70
Sumber: bKemen PU 1996

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dapat dibuktikan bahwa
pertambahan luas pemukiman dan jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan
rumah tangga akan air bersih meningkat. Untuk itu, nilai air buangan dapat
diestimasikan dengan perhitungan yang dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Air buangan dan grey water yang dihasilkan untuk sektor domestik
Kebutuhan
Air
Grey water
Tahun
air
buangan
(m3/hari)
(m3/hari)
(m3/hari)
6,287.4
2005
5,344.29
4,008.22
8,157.7
2014
6,118.27
4,588.71
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan yaitu air buangan adalah 85%
dari total volume kebutuhan air bersih dan bagian dari grey water adalah 75% dari
total volume air buangan, grey water yang dihasilkan sektor domestik tahun 2014
telah mengalami kenaikan sebesar 580.48 m3/hari atau 12.6% dari tahun 2005.
Kebutuhan air bersih untuk sektor irigasi pertanian sawah menurut SNI 196728.1-2002 tentang Penyusunan Neraca Sumber Daya memiliki standar
kebutuhan air sebesar 1 L/detik/ha atau jika dikonversi sama dengan 86,400
L/hari/ha. Perhitungan kebutuhan air untuk sawah terdapat pada Tabel 7.
Tabel 7 Kebutuhan air irigasi di Kecamatan Seririt
Standar
Kebutuhan
Luas
kebutuhan
air
Tahun
air
(ha)
(m3/hari)
(L/hari/ha)
2,146.10
185,423.04
2005
86,400c
1,803.25
155,800.80
2014
Sumber: cBSN 2002

Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai kebutuhan air bersih untuk lahan sawah
berkurang sebanyak 29,622.24 m3/hari. Penurunan angka tersebut disebabkan
luasan lahan sawah yang semakin berkurang dan digantikan dengan lahan
terbangun. Standar kebutuhan air non-domestik adalah kebutuhan air bersih di
luar keperluan rumah tangga, namun termasuk keperluan industri, komersial, dan
sarana penunjang yang mencakup kebutuhan perkantoran, rumah ibadah, fasilitas
kesehatan, dan fasilitas umum lainnya. Pada penelitian ini diperlukan data-data

14

penunjang untuk menganalisis kebutuhan air bersih sektor non domestik di
Kecamatan Seririt pada tahun 2005 dan 2014. Misalnya, data penunjang berupa
jumlah siswa dan guru untuk kebutuhan air sekolah terdapat pada Lampiran 4,
data jumlah kamar untuk kebutuhan air hotel pada Lampiran 5, dan data rata-rata
pegawai industri pada Lampiran 6.
Berdasarkan Lampiran 4 diketahui jumlah total keseluruhan murid dan guru
dari setiap jenjang pendidikan di Kecamatan Seririt pada tahun 2014. Jumlah
murid dan guru tersebut dikalikan dengan standar kebutuhan air sekolah, yaitu
sebesar 10 L/murid/hari dan hasilnya sebesar 237,110 L/hari atau sama dengan
dengan 237.11 m3/hari sebagai kuantitas kebutuhan air sekolah pada tahun 2014.
Tahun 2005, jumlah SMP hanya 5, tetapi menjadi 6 sekolah pada tahun 2014.
Oleh karena itu, jumlah murid dan guru yang terdapat di sekolah tersebut dihitung
berdasarkan hasil bagi antara jumlah murid atau guru dengan jumlah sekolah yang
ada pada tahun 2014. Setelah itu, diperoleh hasil bahwa dalam satu sekolah
terdapat 393 murid dan 22 guru. Oleh karena itu, untuk tahun 2005 diasumsikan
jumlah murid yang ada sebanyak 21,858 murid dan 1,438 guru. Angka tersebut
dikalikan dengan standar kebutuhan air sekolah, lalu didapatkanlah hasil sebesar
232.97 m3/hari sebagai kuantitas kebutuhan air sekolah pada tahun 2005.
Kebutuhan air hotel juga memerlukan asumsi karena adanya keterbatasan
data. Hasil identifikasi penggunaan lahan jenis hotel menunjukkan bahwa pada
tahun 2005 jumlah hotel ada 29, sedangkan pada tahun 2014 ada 44. Menurut data
BPS Buleleng tahun 2013 hanya ada 5 nama hotel yang diketahui beserta jumlah
kamarnya yang dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan data tersebut
diperoleh rata-rata jumlah kamar hotel yaitu 19 kamar. Jumlah hotel yang tidak
diketahui nama beserta jumlah kamarnya dikalikan dengan jumlah rata-rata kamar
hotel di Kabupaten Buleleng. Hasilnya yaitu sebanyak 554 kamar hotel untuk
tahun 2005 dan 745 kamar untuk tahun 2014. Jumlah kamar tersebut dikalikan
dengan standar kebutuhan air untuk fasilitas hotel. Untuk sektor pabrik, data
sekunder yang dibutuhkan adalah rata-rata jumlah pekerja. Hal itu karena untuk
sektor ini hanya memperhitungan pemakaian air pegawai, bukan untuk proses
produksi. Berdasarkan Lampiran 6, rata-rata jumlah pekerja di suatu industri pada
tahun 2005 sebesar 78 orang. Akibat terbatasnya data sekunder dari pustaka, maka
jumlah pekerja tahun 2014 diasumsikan sama dengan tahun 2005.
Total kebutuhan air bersih untuk sektor non-domestik tahun 2005 dapat
dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan perhitungan kebutuhan air pada Tabel 8 dapat
diketahui bahwa pada tahun 2005 besarnya kebutuhan air untuk sektor nondomestik yakni 394.19 m3/hari, dan besarnya grey water yang terhitung adalah
251.30 m3/hari. Dengan diketahuinya kedua angka tersebut sebenarnya dapat pula
digunakan untuk menghitung rasio air buangan yaitu perbandingan data debit air
buangan terukur per hari dengan debit air bersih yang digunakan. Akan tetapi, hal
tersebut berada di luar ruang lingkup penelitian.

15

Tabel 8 Total kebutuhan air sektor non-domestik di Kecamatan Seririt tahun 2005
Tata guna
lahan

Kebutuhan
Air (L/hari)

Kebutuh
an Air
(m3/hari)

83,072
710

83.07
0.71

70.64
0.60

52.97
0.45

3,000

18,000

18

15.3

11.48

pegawai

0.2-0.8

2,933

2.93

2.49

1.87

0.43

hektar

12,000

5,221

5.22

4.39

3.29

23,297

murid

10

232,970

232.97

198.03

148.52

Jumlah

hotel
kantor

554
71

masjid

6

pabrik

3,666

pasar
sekolah

Standar
Kebutuh
an Air
(Satuan/
L/hari)d
150
10

Satuan

bed
pegawai
unit

Air
buangan
(m3/hari)

Grey
water
(m3/hari)

puskesmas

21

unit

2,000

42,000

42

35.70

26.77

rumah
sakit
terminal

46

bed

200

9,200

9.20

7.82

5.86

30

penumpang

3

90

0.09

0.08

0.06

394,190

394.19

335.06

251.30

Total
Sumber: dKemen PU 1996

Selanjutnya, besarnya kebutuhan air untuk sektor non-domestik pada tahun
2014 dihitung untuk dibandingkan apabila terjadi penambahan atau penurunan
dengan tahun 2005. Cara perhitungannya sama dengan pada tahun 2005, yang
berbeda hanya luas, unit, atau jumlah orangnya yang akan dikalikan dengan
standar kebutuhan air bersih yang mengacu pada Kriteria Perencanaan Sektor Air
Bersih Peraturan Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum tahun 1996.
Kuantitas dan fluktuasi air buangan fasilitas institusi dan komersial dipengaruhi
oleh jenis fasilitas, jumlah pengguna, luas bangunan, lama waktu beroperasi,
keragaman beraktifitas, sosial budaya dan ketersediaan air bersih.
Tabel 9 Total kebutuhan air sektor non domestik di Kecamatan Seririt tahun 2014
Tata guna
lahan

Jumlah

Satuan

hotel
kantor

843
71

bed
pegawai

masjid

7

pabrik

8,346

pasar
sekolah

Standar
Air
Kebutuhan Kebutuhan
Kebutuhan
buangan
Air
Air
Air
*
(L/hari)
(m3/hari)
(m3/hari)
(L/hari)

Grey
water
(m3/hari)

150
10

126,418
710

126.418
0.71

107.48
0.60

80.61
0.45

3,000

21,000

21

17.85

13.39

pegawai

0.2-0.8

6,676

6.68

5.68

4.26

0.43

hektar

12,000

5,221

5.22

4.43

3.33

23,711

murid

unit

10

237,110

237.11

201.54

151.16

puskesmas

21

unit

2,000

42,000

42

35.70

26.77

rumah
sakit
terminal

46

bed

200

9,200

9.20

7.82

5.87

30

penumpang

3

90

0.09

0.08

0.06

448,420

448.42

381.16

285.87

Total
Sumber: eKemen PU 1996

Berdasarkan perhitungan kebutuhan air pada Tabel 9 dapat diketahui
bahwa pada tahun 2014 besarnya kebutuhan air untuk sektor non-domestik yakni

16

448.42 m3/hari, dan besarnya grey water yang terhitung adalah 285.87 m3/hari.
Dengan demikian, perubahan yang terjadi antara tahun 2005 dengan tahun 2014
adalah peningkatan sebesar 54.23 m3/hari untuk kebutuhan air bersih dan 34.57
m3/hari untuk banyaknya grey water. Besarnya peningkatan kebutuhan air bersih
di Kecamatan Seririt dalam 10 tahun tersebut diilustrasikan dalam Gambar 5.
250.000

m3/hari

200.000
150.000
100.000
50.000
0.000

Ruma
h
Sakit

Termi
nal

kebutuhan air 2005 83.100 0.710 18.000 2.933

5.160 232.970 42.000 9.200

0.090

kebutuhan air 2014 126.450 0.710 21.000 6.677

5.220 237.110 42.000 9.200

0.090

hotel

kanto
r

masji
d

pabrik pasar

sekola puske
h
smas

Gambar 5 Peningkatan kebutuhan air bersih sektor non-domestik
Peningkatan grey water sektor non-domestik ditunjukkan pada Gambar 6.
Peningkatan kebutuhan air bersih dan grey water yang dihasilkan tentunya
merupakan dampak dari konversi lahan tidak terbangun menjadi lahan terbangun.
Selain permukiman berupa rumah, pembangunan hotel sebagai fasilitas komersil
juga banyak menggunakan lahan sawah dan perkebunan di Kecamatan Seririt.
Hasil penelitian nantinya diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu data
dasar dalam perencanaan sistem penyaluran dan pengolahan air buangan (grey
water). Kabupaten Buleleng belum memiliki Master Plan Air Limbah, namun
sudah pernah dilakukan studi-studi atau kegiatan tentang Perencanaan Air Limbah
tetapi khusus untuk wilayah Kota Singaraja sebagai ibukota Kabupaten Buleleng.
Akan tetapi, Kecamatan Seririt tidak termasuk dalam wilayah yang mendapatkan
pelayanan IPAL tersebut.
250.000000

m3/hari

200.000000
150.000000
100.000000
50.000000
0.000000
hotel

kanto
r

masji
d

pabri
k

pasar

sekol
ah

pusk
esma
s

Ruma
Termi
h
nal
Sakit

grey water 2005 70.635 0.6035 15.300 2.4928 4.3860 198.02 35.700 7.8200 0.0765
grey water 2014 107.48 0.6035 17.850 5.6752 4.4370 201.54 35.700 7.8200 0.0765

Gambar 6 Peningkatan grey water sektor non-domestik

17

Kualitas Air Sungai Saba
Semakin meningkatnya penggunaan lahan di Kecamatan Seririt dalam
kurun waktu 10 tahun (tahun 2005 hingga tahun 2014) tentunya meningkatkan
limbah cair sebagai sisa aktivitas manusia. Limbah cair yang mencemari Sungai
Saba berperan besar dalam menentukan kualitas air Sungai tersebut, mengingat
letak muara Sungai Saba berada di daerah administratif Kecamatan Seririt.
Kemampuan sungai untuk memulihkan diri sendiri dari pencemaran dipengaruhi
oleh laju aliran air sungai dan berkaitan dengan jenis bahan pencemar yang masuk
ke dalam badan air.
Dikarenakan keterbatasan dalam memperoleh data kualitas air Sungai Saba
pada tahun 2005 dan 2014, data yang digunakan pun hanya data pada tahun 2010
dan 2013 untuk membuktikan terjadinya penurunan kualitas air seiring
berjalannya waktu. Data tahun 2010 diperoleh dari Pokja Sanitasi yang diterbitkan
oleh BPLHD Kabupaten Buleleng dengan nilai parameter terukur seperti pada
Tabel 10.
Tabel 10 Hasil uji kualitas air Sungai Saba tengah dan hilir tahun 2010
Waktu pantau
18/10/10
Lokasi sampling
Parameter
Tukad Saba tengah
Tukad Saba hilir
Fisika
Temperatur (°C)
27.10
32.60
Residu terlarut (mg/L)
178.50
185
Kimia anorganik
pH
7.47
7.56
BOD (mg/L)
1.33
4.89
COD (mg/L)
3.59
10.21
DO (mg/L)
5.38
4.82
Total fosfat sebagai P (mg/L)
0.19
0.63
3
NO sebagai N (mg/L)
0.32
0.82
Besi (mg/L)
0.52
0.63
-3
Mangan (mg/L)
2.10x10
9.1x10-3
Klorida (mg/L)
13.47
14.05
Fluorida (mg/L)
0.03
0.08
Nitrit sebagai N (mg/L)
0.02
0.02
Sulfat (mg/L)
7.10
11.66
Mikrobiologi
Fecal coliform (jml/100mL)
325
840
Total coliform (jml/100mL)
965
2,250
Kimia organik
Minyak dan lemak (μg/L)
0.01
0.23
-2
Detergen sebagai MBAS (μg/L)
1.85x10
9.3x10-2
Berdasarkan Tabel 10, parameter yang menyimpang dari nilai ambang
batas menurut PP No. 82 tahun 2001 adalah deterjen, minyak dan lemak, besi,

18

fosfat, dan coli tinja (fecal coliform) untuk Tukad (sungai) Saba tengah,
sedangkan untuk Tukad Saba hilir parameter yang menyimpang dari nilai ambang
batas yaitu BOD, COD, deterjen, besi, nitrit, fosfat, tembaga, dan coli tinja (fecal
coliform). Oleh sebab itu, pada tahun 2010, kualitas air Sungai Saba masuk ke
dalam Kelas III yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut. Kriteria mutu air berdasarkan kelasnya dapat dilihat pada Lampiran 7.
Pengujian kualitas air Sungai Saba pada tahun 2013 dilakukan dengan
mengambil sampel air sungai dan mengukur kecepatan aliran di tujuh titik. Lokasi
dan nama ketujuh titik dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Lokasi titik pengambilan contoh uji kualitas air Sungai Saba
Dari ketujuh titik tersebut hanya tiga titik yang berada dalam wilayah
Seririt yaitu Saba III, Saba IV, dan Panas. Berdasarkan pengujian di Laboratorium
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Divisi Teknologi dan Manajemen
Lingkungan, IPB tahun 2013, dan telah dipresentasikan dalam Basic diagnose of
the present situation of water quality environment in the Saba River Basin 2013
(Hashimoto et al 2013), hasil uji kualitas air berdasarkan beberapa parameter
penting terdapat pada Tabel 11. Apabila dibandingkan dengan baku mutu dari PP
82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air (Pasal 8), air Sungai Saba termasuk ke dalam Kelas IV, yakni air yang
peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan/atau peruntukan
lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Hal
tersebut utamanya disebabkan oleh kadar COD dan fosfor yang cukup tinggi di
beberapa titik. Pembuangan air limbah ke badan air dengan kandungan beban
COD dan BOD di atas 200 mg/liter akan menyebabkan turunnya jumlah oksigen
dalam air. Kondisi tersebut mempengaruhi kehidupan biota pada badan air
terutama biota yang hidupnya tergantung pada oksigen terlarut di air. Hal tersebut
di atas menyebabkan berkurangnya potensi yang dapat digali dari sumber daya

19

alam badan air yang telah tercemar COD dan BOD. Pengaruh lain yaitu adanya
kandungan COD dan BOD dalam air yang melebihi batas waktu 18 jam, akan
menyebabkan penguraian (degradasi) secara anaerob, sehingga menimbulkan bau
dan kematian ikan dalam air.
Tabel 11 Hasil uji kualitas air Sungai Saba tahun 2013
Hasil Uji
Parameter
Satuan
Saba Saba
Panas
III
IV
Total
mg/L
6
1
1
Nitrogen
Posphat
mg/L
3.7 2.45 5.34
(PO4)
COD
mg/L
53
56
60
Phosfor
mg/L
1.21 0.799 1.74
Ammoniak
mg/L
0.14 0.14 0.14
(NH3-N)
Nitrat
mg/L
4.61 0.499 0.913
(NO3-N)
pH
7.75 7.86 8.05
Daya
Hantar
μmhos/cm 196
223
268
Listrik
Sumber: Hashimoto et al. 2013

Berdasarkan Tabel 10 dan 11, parameter terukur yang sama-sama terdapat
datanya yaitu pH, COD, dan nitrat. Nilai pH cenderung tetap dan berkisar antara 7
dan 8, serta masih berada dalam rentang baku mutu semua kelas air. Sedangkan,
nilai COD pada tahun 2010 yaitu 3-10 mg/L. Kemudian, di tahun 2013 naik
hingga 56 mg/L, sehingga telah melebihi nilai baku mutu air dalam kelas III.
Nitrat pada tahun 2010 berkisar 0.3-0.8 mg/L, sedangkan tahun 2013 menjadi 0.5
bahkan sampai 4 mg/L, angka tersebut masih ada di bawah baku mutu kelas air.
Hasil perbandingan dengan baku mutu menurut PP 82 tahun 2001 seperti pada
Lampiran 9 menunjukkan bahwa kualitas air Sungai Saba dari tahun ke tahun
semakin menurun, karena nilai kualitas air tahun 2013 lebih rendah dibandingkan
dengan tahun 2010. Penanganan grey water di Indonesia saat ini adalah langsung
dibuang ke saluran drainase tanpa pengolahan sebelumnya. Saluran drainase
penyalur grey water dan air hujan ini akan berujung di badan air permukaan atau
di IPAL (Instalasi Pengolah Air Limbah).
Karakteristik grey water pada umumnya banyak mengandung unsur
nitrogen, fosfat, dan potasium (Lindstrom 2000). Unsur-unsur tersebut merupakan
nutrien bagi tumbuhan, sehingga jika grey water dialirkan begitu saja ke badan air
permukaan maka akan menyebabkan eutrofikasi pada badan air tersebut.
Eutrofikasi adalah sebuah peristiwa dimana badan air menjadi kaya akan materi
organik, sehingga menyebabkan pertumbuhan ganggang yang pesat pada
permukaan badan air tersebut (Metcalf dan Eddy 1991). Peristiwa eutrofikasi ini
dapat menurunkan kualitas badan air permukaan karena dapat menurun