Respons Dan Karakteristik Estrus Setelah Sinkronisasi Estrus Dengan Cloprostenol Pada Sapi Friesian Holstein
RESPONS DAN KARAKTERISTIK ESTRUS SETELAH
SINKRONISASI ESTRUS DENGAN CLOPROSTENOL
PADA SAPI FRIESIAN HOLSTEIN
MUSTHAMIN BALUMBI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Respons dan
Karakteristik Estrus setelah Sinkronisasi Estrus dengan Cloprostenol pada Sapi
Friesian Holstein adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2017
Musthamin Balumbi
NRP B352140041
RINGKASAN
MUSTHAMIN BALUMBI. Respons dan Karakteristik Estrus setelah Sinkronisasi
Estrus dengan Cloprostenol pada Sapi Friesian Holstein. Dibimbing oleh
MOHAMAD AGUS SETIADI dan IMAN SUPRIATNA.
Sinkronisasi estrus merupakan usaha untuk menyeragamkan terjadinya
gejala estrus dan ovulasi pada ternak dengan memanipulasi siklus reproduksi
betina menggunakan preparat hormon. Prinsip sinkronisasi estrus adalah
memperpanjang atau memperpendek masa hidup corpus luteum (CL) atau fase
luteal. Salah satu metode sinkronisasi estrus dengan memperpendek fase luteal
biasanya menggunakan sediaan hormon prostaglandin (PGF2) dengan melisiskan
CL, sehingga estrus kembali terjadi. Terdapat berbagai macam sediaan hormon
PGF2α yang ada di pasaran dengan berbagai macam zat aktif seperti luprostiol,
tiaprost, dinoprost, fenprostale, dan cloprostenol. Dari berbagai macam sediaan
tersebut hanyalah cloprostenol yang memiliki dosis paling sedikit dibandingkan
dengan yang lainnya untuk menimbulkan estrus dengan baik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengamati respons dan karakteristik estrus
serta pengukuran nilai hambatan arus listrik lendir vagina. Penelitian dilakukan
pada 20 ekor sapi FH dengan dua perlakuan injeksi cloprostenol yaitu injeksi
tunggal dengan keberadaan corpus luteum dan injeksi ganda dengan selang waktu
injeksi 11 hari. Pengamatan estrus dan pengukuran lendir dilakukan 5 hari
berturut-turut setelah injeksi cloprostenol yang terakhir. Parameter pengukuran
yang diamati meliputi respons, onset, dan perkiraan durasi estrus, serta nilai
hambatan arus listrik lendir vagina.
Hasil penelitian menunjukan bahwa injeksi ganda menghasilkan respons
estrus yang lebih baik dari injeksi tunggal (90% ; 70%), dengan onset estrus lebih
pendek (47.55 jam ; 53.28 jam), dan perkiraan durasi estrus lebih pendek
(23.55 jam ; 24.85 jam). Lebih lanjut, data hambatan arus listrik lendir vagina
pada kelompok injeksi ganda lebih rendah dibandingkan dengan injeksi tunggal
(187.77 ; 192.14), dengan pola tinggi sebelum estrus, rendah saat estrus, dan
tinggi kembali setelah estrus baik pada kelompok injeksi tunggal maupun injeksi
ganda. Dapat disimpulkan bahwa respons estrus pada kelompok injeksi ganda
lebih baik dan lebih seragam dibandingkan dengan kelompok injeksi tunggal.
Kata kunci: cloprostenol, estrus, lendir, resistansi, sinkronisasi.
SUMMARY
MUSTHAMIN BALUMBI. Response and Estrous Characteristics after
Synchronization with Cloprostenol in Friesian Holstein Cow. Supervised by
MOHAMAD AGUS SETIADI dan IMAN SUPRIATNA.
Synchronization of estrus is an attempt to synchronize occurrence of
symptoms of estrous and ovulation in cattle by manipulating female reproductive
cycle using synthetic hormone. The principle synchronization of estrus is lengthen
or shorten life span of corpus luteum (CL) or luteal phase. One method of estrus
synchronization by shortening the luteal phase usually using prostaglandin
(PGF2) hormone to lysis CL, so estrus occurred again. There are various kinds of
hormone preparations of PGF2α on the market with wide variety of active
substances such as luprostiol, tiaprost, dinoprost, fenprostale, and cloprostenol.
Since the wide variety of PGF2α preparation only cloprostenol have smallest dose
compared with the others to induce estrous well.
This study aimed to observe response and estrous characteristics as well as
electrical resistance measurement of vaginal mucus. Synchronization treatments
were conducted with two different cloprostenol injection using 20 FH cows,
namely single injection based on corpus luteum presence and double injection
with apart 11 days. Estrous detection and electrical resistance measurement of
vaginal mucus were performed for five consecutive days after last injection of
cloprostenol. Observation was done on response, onset, and estimated duration of
estrous, as well as electrical resistance of vaginal mucus.
Results of the experiment revealed that double injection of cloprostenol
resulted better in estrous response than single injection (90% ; 70%), with shorter
onset of estrous (47.55 hours ; 53.28 hours), and shorter estimated duration of
estrus (23.55 hours ; 24.85 hours). Furthermore, data electrical resistance of
vaginal mucus was lower in double injection compared to single injection
treatment (187.77 ; 192.14), with consistant pattern high before estrous, low
during estrous, and increase after estrous either in single or double injection
treatment. It is concluded that response of estrus in double injection treatment was
better synchronized than in single injection treatment.
Key words: cloprostenol, estruos, mucus, resistance, synchronization.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
RESPONS DAN KARAKTERISTIK ESTRUS SETELAH
SINKRONISASI ESTRUS DENGAN CLOPROSTENOL
PADA SAPI FRIESIAN HOLSTEIN
MUSTHAMIN BALUMBI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biologi Reproduksi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Drh Bambang Purwantara, MSc
Judul Tesis
: Respons dan Karakteristik Estrus setelah Sinkronisasi Estrus
dengan Cloprostenol pada Sapi Friesian Holstein
Nama
: Musthamin Balumbi
NRP
: B352140041
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof Dr Drh Mohamad Agus Setiadi
Ketua
Prof Dr Drh Iman Supriatna
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Bilogi Reproduksi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Drh Mohamad Agus Setiadi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian : 30 Januari 2017
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini adalah sinkronisasi estrus, dengan judul Respons dan
Karakteristik Estrus setelah Sinkronisasi Estrus dengan Cloprostenol pada Sapi
Friesian Holstein.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan secara khusus
kepada Bapak Prof Dr Drh Mohamad Agus Setiadi dan Prof Dr Drh Iman Supriatna
selaku dosen pembimbing atas waktu, tuntunan, kesabaran, kebijaksanaan,
memberikan semangat dan keteladanan untuk bekerja keras serta saran dan
masukan hingga tesis ini dapat terselesaikan. Kebaikan hati Bapak-bapak sekalian
sangat berarti dalam perjalanan studi penulis dan akan selalu dikenang. Terima
kasih juga penulis sampaikan kepada Prof Dr Drh Bambang Purwantara, MSc
selaku penguji luar komisi, atas segala kritik dan saran sehingga dapat lebih
memperkaya dan menyempurnakan tulisan ini.
Pada kesempatan ini penulis juga sampaikan terima kasih kepada Rektor,
Dekan Pascasarjana, Dekan Fakultas Kedokteran Hewan, Ketua Departemen Klinik
Reproduksi dan Patologi, Ketua Program Studi, Staf Pengajar dan Administrasi
Biologi Reproduksi, serta seluruh Staf Pascasarjana IPB yang telah menerima
penulis untuk melanjutkan studi magister di IPB dan membantu kelancaran proses
penyelesaian studi.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tiada berujung kepada kedua
orang tua tercinta Ayahanda Sarifuddin Balumbi, SE dan Ibunda Sahifa, SPdI atas
segala doa, cinta, kasih sayang, kesabaran, keteladanan, pengorbanan, motivasi
untuk selalu pantang menyerah, serta dorongan untuk terus mencari ilmu kepada
penulis. Adik-adikku Miftarto Balumbi, SPd, Ahmad Mursyid Balumbi, dan Labib
Yahya Balumbi juga seluruh keluarga atas segala do’a, kasih sayang, perhatian
yang tulus, dan motivasi kepada penulis.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Pak Zultinur
Muttaqin, Pak Haji Acep, Pak Harisman, Pak Taufik, dan Pak Asep atas
bantuannya dalam menyediakan lokasi penelitian dan ternak sapi FH sebagai bahan
penelitian, juga selalu menjadi teman diskusi yang baik. Ucapan terima kasih
kepada rekan-rekan seperjuangan S2 BRP 2014, terkhusus kepada Duo Padang
Nofri Zayani dan Siska Adelya Ramadhani serta Kang Surya Kusuma Wijaya yang
banyak memberikan arahan dan motivasi, juga kepada keluarga besar Gledagan
Family (Fachruddin Daud, Garuda, Asrianto Lopa, Ikbal, La Jumadin, Agus
Kurniawan Putra, Dias Ariasanindito, dan Muhammad Risman Wahid) atas segala
bantuan, kebersamaan, dan motivasinya selama ini sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya ini.
Penulis berharap semoga karya ini dicatat sebagai amal ibadah dan
bermanfaat bagi masyarakat. Aamiin.
Bogor, Februari 2017
Musthamin Balumbi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Penelitian
1
1
2
2
2
2 TINJAUAN PUSTAKA
Siklus Estrus pada Sapi
Sinkronisasi Estrus
Sinkronisasi Estrus dengan PGF2α
Pendeteksian Estrus
2
2
4
4
7
3 MATERI DAN METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan
Hewan Coba
Prosedur Penelitian
Parameter Pengukuran Penelitian
Analisis Data
8
8
8
8
8
9
10
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Respons dan Karakteristik Estrus
Daya Hambat Arus Listrik (Resistansi) Lendir Vagina
10
10
12
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
14
14
14
DAFTAR PUSTAKA
15
LAMPIRAN
20
RIWAYAT HIDUP
28
DAFTAR TABEL
1 Pengaruh pemberian cloprostenol terhadap proporsi respons, onset, dan
durasi estrus
10
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
Skema siklus estrus sapi
Gelombang folikel siklus estrus sapi
Sintesis PGF2α
Struktur cloprostenol
Mekanisme regresi CL dengan cara apoptosis oleh PGF2α
Skema injeksi tunggal cloprostenol secara intramuskular
Skema injeksi ganda cloprostenol secara intramuskular
Pola dan rataan pengukuran resistansi lendir estrus sapi FH kelompok
injeksi tunggal
9 Pola dan rataan pengukuran resistansi lendir estrus sapi FH kelompok
injeksi ganda
3
4
5
5
6
8
9
12
13
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
Surat ethical approval penelitian
Data pengamatan kelompok injeksi tunggal
Data pengamatan kelompok injeksi ganda
21
22
25
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sinkronisasi estrus merupakan usaha untuk menyeragamkan terjadinya
gejala estrus dan ovulasi pada ternak dengan memanipulasi siklus reproduksi
betina menggunakan preparat hormon. Keuntungan yang diperoleh dengan teknik
sinkronisasi yaitu efisiensi pada sistem perkawinan yang akan menghasilkan anak
yang seragam dan menghasilkan manejemen yang efisien sesuai dengan
ketersediaan pakan hijauan yang memadai.
Prinsip sinkronisasi estrus adalah memperpanjang atau memperpendek masa
hidup corpus luteum (CL) atau fase luteal (Hafez dan Hafez 2000). Salah satu
metode sinkronisasi estrus dengan memperpendek fase luteal biasanya
menggunakan sediaan hormon prostaglandin (PGF2) dengan melisiskan CL
sehingga estrus kembali terjadi (Whitley dan Jackson 2004). Stotzel et al. (2012)
melaporkan bahwa pemberian PGF2α di pertengahan fase luteal menyebabkan
luteolisis dalam beberapa jam sehingga konsentrasi progesteron (P4) menurun dan
kadar estrogen (E2) meningkat. Hal ini akan merangsang hipofisis anterior
melepaskan follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH)
yang menyebabkan perkembangan dan pematangan folikel sehingga
menyebabkan terjadinya estrus dan ovulasi.
Terdapat berbagai macam sediaan hormon PGF2α yang ada di pasaran
dengan berbagai macam zat aktif seperti luprostiol, tiaprost, dinoprost,
fenprostale dan cloprostenol. Dosis yang diperlukan untuk induksi terjadinya
estrus pada sapi bermacam-macam, seperti 15-30 mL (15 000-30 000 µg)
luprostiol (Plata et al. 1989), 5 mL (2 500 µg) tiaprost (iliren) (Deka et al. 2009),
25 mL (2 5000 µg) dinoprost (Gatius dan Urgel 1989) dan 2 mL (1 000 µg)
fenprostale (Davis et al. 1984). Dari berbagai macam sediaan tersebut hanyalah
cloprostenol yang memiliki dosis paling sedikit dibandingkan dengan lainnya.
Hanya dengan 500 g cloprostenol sudah dapat menimbulkan estrus dengan baik
dan tidak memiliki efek samping pada ternak sapi (Lauderdale 2005). Lebih lanjut,
Stevenson dan Phatak (2010) melaporkan bahwa mekanisme kerja cloprostenol
sama dengan hormon PGF2α endogen, yang akan berikatan dengan reseptor PGF2α
pada CL sehingga mengakibatkan luteolisis.
Aplikasi induksi estrus menggunakan PGF2α biasanya dilakukan dengan dua
cara yaitu injeksi tunggal (single injection) dan injeksi ganda (double injection).
Metode injeksi tunggal biasanya efektif untuk menyeragamkan estrus ternak jika
siklus estrusnya diketahui telah berada dalam fase luteal dengan CL fungsional
(Nascimento et al. 2014). Sedangkan metode injeksi ganda dapat diaplikasikan
baik pada fase folikuler maupun fase luteal (Hafez dan Hafez 2000). Tingkat
keberhasilan dalam menyeragamkan estrus lebih tinggi pada metode injeksi ganda
dibandingkan injeksi tunggal (Archbald et al. 1993; Stephen dan Rajamadheran
1998; Martins et al. 2011), dan lebih cepat menurunkan kadar P4 dan menginduksi
terjadinya luteolisis (Nascimento et al. 2014).
Kualitas estrus yang baik biasanya dicirikan dengan dihasilkannya folikel
besar yang bagus dan estrogen yang tinggi sehingga berimplikasi menimbulkan
tanda-tanda estrus yang jelas. Salah satu tanda estrus yang menonjol biasanya
2
dihasilkannya sejumlah lendir yang jernih. Menurut Setiadi dan Aepul (2010)
untuk mendapatkan kualitas estrus yang baik dalam sinkronisasi estrus dapat
dilihat pada ciri khusus yang timbul seperti produksi lendir vagina. Lendir vagina
yang berlebihan pada saat estrus sering dijadikan patokan dalam menentukan
status estrus. Oleh karena itu, dilakukanlah penelitian mengenai respons dan
karakteristik estrus setelah sinkronisasi estrus dengan injeksi cloprostenol pada
sapi Friesian Holstein.
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui respons dan karakteristik estrus setelah injeksi intramuskular
PGF2α tunggal dan ganda.
2. Mengetahui pola perubahan kualitas lendir vagina melalui pengukuran
hambatan arus listrik (resistansi) menggunakan estrus detektor.
Manfaat Penelitian
1. Memberikan acuan dalam pendeteksian dan respons estrus untuk menentukan
waktu kawin yang tepat pada sapi Friesian Holstein
2. Diharapkan dapat meningkatkan program IB dalam menyeragamkan waktu
kawin pada sapi Friesian Holstein.
3. Menentuan kualitas estrus sapi Friesian Holstein berdasarkan pengamatan
lendir vagina melalui pola perubahan hambatan arus listrik (resistansi) pada
estrus detektor.
Kerangka Penelitian
Injeksi prostaglandin pada program sinkronisasi estrus dimaksudkan untuk
melisiskan CL sehingga hewan akan kembali estrus. Injeksi dosis tunggal
prostaglandin untuk melisiskan CL, menghasilkan respons estrus yang berbeda
dengan injeksi ganda dalam onset estrus, durasi lamanya estrus serta hambatan
(resistansi) arus listrik lendir estrus. sehingga dapat diperoleh metoda terbaik
dalam penyerantakan estrus untuk menghasilkan keberhasilan IB.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Siklus Estrus pada Sapi
Estrus merupakan suatu keadaan fisiologis pada hewan betina tidak bunting
yang menunjukan gejala ingin kawin atau suatu keadaan dimana hewan betina
mau menerima pejantan secara seksual. Estrus juga merupakan suatu tanda hewan
betina akan ovulasi. Interval antara timbulnya periode estrus ke permulaan periode
estrus berikutnya pada hewan tidak bunting disebut siklus estrus. Forde et al.
(2011) menyebutkan bahwa siklus estrus pada sapi berlangsung selama 18-24 hari
yang terdiri dari fase luteal (14-18 hari) dan fase folikular (4-6 hari). Siklus estrus
dibagi menjadi empat fase yaitu fase estrus atau periode seksual (H0), fase
3
5
6
menginduksi terjadinya apoptosis. Apoptosis sel luteal yang diinduksi oleh PGF2α
melibatkan mekanisme intrinsik dan ekstrinsik. Mekanisme regresi CL dengan
cara apoptosis oleh PGF2α dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Mekanisme regresi CL dengan cara apoptosis oleh PGF2α
(Yadav et al. 2005)
Gambar 5 memperlihatkan bahwa PGF2α menginduksi sinyal apoptosis pada
korpus luteum dengan melibatkan aktivasi protein kinase seperti JNK dan p38
mitogen-activated protein kinase (MAPK) yang selanjutnya akan meningkatkan
ekspresi gen Bax dan FasL/ Fas yang merupakan inisiator primer apoptosis. Quirk
et al. (2000) melaporkan bahwa Fas yang merupakan reseptor di membran sel
akan menginduksi apoptosis ketika berikatan dengan Fas ligand. Apoptosis
terlibat dalam regresi CL dibuktikan melalui jalur ini. Ekspresi protein Fas lebih
banyak ditemukan pada CL regresi dari pada CL yang sedang dalam pertumbuhan.
Peningkatan ekspresi Bax dan FasL menyebabkan aktivasi caspase 9, 8, dan 3.
(Rueda et al. 2000). Hal yang sama juga dilaporkan oleh Yadav et al. (2005)
bahwa pemberian PGF2α eksogen pada sapi betina setelah 18 jam menyebabkan
apoptosis sel luteal. Injeksi PGF2α terbukti meningkatkan rasio Bax/ Bcl-2. PGF2α
menyebabkan peningkatan ekspresi FasL dan Fas yang menginduksi aktivitas
caspase-8. Ikatan FasL dengan reseptor Fas menyebabkan perubahan
permeabilitas membran mitokondria dan mengaktifkan inisiator (caspase 8 dan 9)
serta caspase eksekutor (caspase 3). Keterlibatan ICAD (inhibitor of
caspaseactivated DNase) selanjutnya menyebabkan protein seluler tersebut
terpecah menghasilkan pelepasan CAD (caspase-activated DNase) yang diikuti
dengan translokasi CAD menuju nukleus untuk selanjutnya terjadi fragmentasi
DNA.
Cloprostenol sebagai analog PGF2α dalam fungsinya dapat mengurangi laju
metabolism sehingga lebih tahan terhadap metabolisme endogen dan
dipertahankan beredar untuk waktu yang lama (waktu paruh 3 jam) dibanding
analog PGF2α yang lain. Beberapa penelitian yang sudah dilakukan diperoleh data,
7
dengan 0.5 mg (500 g) cloprostenol sudah dapat menginduksi luteolisis (Martins
et al. 2011).
Stotzel et al. (2012) melaporkan bahwa injeksi cloprostenol pada
pertengahan fase luteal akan menyebabkan terjadinya luteolisis dini dan
menurunkan konsentrasi P4 di perifer. Kejadian tersebut diikuti dengan kenaikan
sekresi gonadotropin dan estradiol-17β (Estrogen) serta mencapai puncak pada
pre-ovulasi dan akhirnya terjadi ovulasi. Menurut Lammoglia et al. (1998) kerja
hormon estrogen adalah untuk meningkatkan sensitivitas organ kelamin betina
yang ditandai perubahan pada vagina dan keluarnya lendir. Lendir yang
berlebihan saat estrus sering dijadikan patokan dalam menentukan status estrus
(Setiadi dan Aepul 2010).
Pendeteksian Estrus
Pendeteksian estrus dapat dilihat dari perubahan fisik alat kelamin luar,
perubahan tingkah laku dan perubahan hormonal. Perubahan alat kelamin luar
dapat terlihat dari keadaan vagina dan lendir vulva. Menurut Frandson et al.
(2009) estradiol merangsang penebalan dinding vagina dan peningkatan
vaskularisasi sehingga alat kelamin bagian luar mengalami pembengkakan dan
berwarna kemerahan. Selain itu, juga terjadi peningkatan sekresi lendir di vagina
sehingga dijumpai adanya lendir menggantung di vulva atau menempel
disekitarnya. Lendir vagina pada saat estrus jumlahnya meningkat, berwarna
bening dan kental. Lendir ini saat estrus mengandung air lebih banyak dan
transparan dibandingkan lendir pada fase luteal (diestrus) atau bunting (Salysbury
dan vanDemark 1985). Sekresi lendir vagina yang baik mempermudah
spermatozoa penetrasi ke dalam serviks dan memelihara motilitas spermatozoa.
Pada fase luteal lendir vagina sedikit tebal dan keruh (Elstein 1974). Kejadian ini
berkaitan erat dengan CL yang berkembang selama fase luteal dan produksi P4
yang meningkat. Noakes et al. (2001) mengemukakan bahwa pada saat CL
berfungsi penuh menghasilkan P4 dalam jumlah besar maka terjadi penurunan
sekresi lendir dan sangat kental serta mukosa vagina menjadi pucat. Vulva
membengkak dan terjadi perubahan warna mukosa dari merah muda menjadi
kemerahan. Lendir vagina dapat dikategorikan menjadi 3 yaitu skor 3 jika sekret
kental, bening menggantung atau membasahi sekitar vulva, skor 2 jika jumlahnya
sedikit, dan skor 1 jika tidak ada sekret lendir yang terlihat.
Resistansi lendir vagina adalah ukuran sejauh mana rangkaian lendir vagina
menghambat aliran listrik. Sejak hari ke-3 setelah estrus, vulva menjadi menyusut,
warna mukosa vulva berubah dari kemerahan menjadi merah muda dan jumlah
sekret lendir vagina kental dan jarang keluar dari vagina. pH vagina pada saat
estrus adalah 6.5-6.7 (Schilling dan Zust 1968). Perubahan tingkah laku pada sapi
estrus yaitu bersedia dinaiki pejantan (sexual receptivity), berusaha mengejar dan
menaiki pejantan, serta mengibas-ngibaskan ekornya.
8
3 MATERI DAN METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2016.
Pelaksanaan penelitian bertempat di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi
Perah Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Draminski®
estrous detector, syringe dengan jarum berukuran 18 G volume 3 mL, tisu, kapas,
dan thermometer. Bahan-bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah sapi
perah Friesian Holstein, alkohol, dan preparat hormon PGF2α yakni Alfaglandin®
(PGF2α) yang mengandung cloprostenol.
Hewan Coba
Jenis hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi perah Friesian
Holstein (FH). Sebanyak 20 ekor sapi betina yang tidak bunting dan minimal telah
mengalami satu kali periode laktasi yang terseleksi.
Prosedur Penelitian
Seleksi dan Pemilihan Hewan Coba
Seleksi dan pemilihan hewan penelitian dilakukan pemeriksaan secara fisik
melalui palpasi per rektal untuk memastikan status reproduksinya. Hewan yang
dipilih merupakan hewan sehat, tidak bunting dan minimal telah satu kali beranak.
Perlakuan Sinkronisasi dengan Cloprostenol
Sebanyak 20 ekor sapi FH dibagi menjadi 2 kelompok yaitu 10 ekor
disinkronisasi dengan injeksi tunggal dan 10 ekor injeksi ganda PGF2α
(cloprostenol). Dosis injeksi PGF2α yang digunakan yaitu 2 mL (500 g)
cloprostenol secara intramuskular per injeksi. Kelompok injeksi tunggal
dilakukan hanya pada hewan yang memiliki CL yang fungsional di ovariumnya
berdasarkan palpasi per rektal. Sedangkan kelompok injeksi ganda tidak
memperhatikan status reproduksi, baik berada pada fase folikuler maupun luteal.
Injeksi cloprostenol dilakukan dengan selang waktu 11 hari dari injeksi pertama.
Perlakuan injeksi tunggal dan injeksi ganda terlihat pada Gambar 6 dan 7.
Gambar 6 Skema injeksi tunggal cloprostenol secara intramuskular. H1 adalah
waktu dilakukannya injeksi, P1-P5 adalah waktu pengamatan gejala
estrus
9
Gambar 7 Skema injeksi ganda cloprostenol secara intramuskular. H1 adalah
dilakukannya injeksi pertama, H2 adalah injeksi kedua. P1-P5 adalah
waktu pengamatan gejala estrus
Pengamatan Estrus
Pengamatan estrus dilakukan satu kali sehari selama lima hari berturut-turut
setelah injeksi PGF2α yang terakhir dengan mengamati gejala estrus dan
pengukuran hambatan arus listrik lendir vagina.
Pengukuran Daya Hambat Arus Listrik (Resistansi) Lendir Vagina
Pengukuran daya hambat arus listrik (resistansi) lendir vagina dilakukan
dengan menggunakan alat Draminski® Estrous Detector. Alat ini terdiri dari probe
yang pada ujungnya terdapat dua elektroda paralel satu dengan lainnya untuk
mengukur nilai hambatan arus listrik lendir vagina. Selain itu, terdapat bagian
elektronik yang dilengkapi layar untuk pembacaan hasil, serta handle yang
dilengkapi baterai standar 9 volt. Pengamatan dilakukan dengan memasukkan
probe sekitar 30-40 cm dari vulva, kemudian menekan tombol sampai angka pada
layar menunjukkan angka yang stabil. Skala pengukuran dinyatakan dengan
kisaran 0-1990 unit. Prinsip pengukuran nilai hambatan arus listrik lendir vagina
dengan menggunakan detektor ini adalah voltase yang dialirkan melalui dinding
vagina sebagai respons aliran arus listrik pada frekuensi tertentu, sehingga dapat
dihitung dengan persamaan V=IR, dengan V adalah voltase yang dialirkan ke
dalam dinding vagina, I adalah arus yang dialirkan dan R adalah tahanan dari
bagian yang diukur sebagai respons aliran arus yang diberikan (Rezac et al. 2001).
Pengukuran daya hambat arus listrik dilakukan hari ke 1 sampai hari ke 5
setelah penyuntikan PGF2α terakhir. Data yang diperoleh dari pengukuran estrus
detektor dikonfirmasi dengan gejala estrus yang teramati dan dibuat tabulasi.
Tanda-tanda sapi yang mengalami estrus ditunjukkan dengan tingkah laku sapi
yang gelisah. Selain itu dikonfirmasi dengan palpasi per rektal terhadap
ketegangan uterus dan keberadaan folikel yang berkembang.
Parameter pengukuran penelitian
Parameter pengukuran penelitian meliputi:
1. Persentase sapi yang mengalami estrus: adalah jumlah sapi yang menunjukan
gejala estrus dibagi dengan seluruh betina yang diberi perlakuan dikali 100.
2. Onset estrus: adalah interval (jarak) dari injeksi cloprostenol yang terakhir
sampai timbulnya gejala estrus pertama.
3. Perkiraan durasi estrus: adalah interval (jarak) dari waktu pertama kali
timbulnya estrus sampai perkiraan gejala estrus berakhir.
4. Resistansi: adalah nilai hambatan arus listrik yang terekam dan dikonversi
dalam angka dari alat.
10
Analisis Data
Presentase sapi yang mengalami estrus dilakukan uji proporsi menggunakan
Microsoft Excel® 2010. Data onset estrus, durasi estrus dan resistansi lendir vagina
ditabulasikan kemudian diuji dengan Independent t-test.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Respons dan Karakteristik Estrus
Injeksi secara intramuskular cloprostenol pada kedua kelompok perlakuan
sapi FH memberikan respons estrus yang cukup tinggi, baik pada injeksi tunggal
maupun injeksi ganda. Hasil penelitian ini terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Pengaruh pemberian cloprostenol terhadap proporsi respons, onset, dan
durasi estrus
Perlakuan
Injeksi tunggal
Injeksi ganda
Proporsi respons
estrus (n=10)
70%
90%
Rataan onset
estrus (jam)
53.28±11.17
47.55±11.50
Rataan perkiraan
durasi estrus (jam)
24.85±1.06a
23.55±0.52b
Keterangan: angka yang diikuti huruf dengan superscript yang berbeda pada
kolom yang sama menunjukan perbedaan nyata (P
SINKRONISASI ESTRUS DENGAN CLOPROSTENOL
PADA SAPI FRIESIAN HOLSTEIN
MUSTHAMIN BALUMBI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Respons dan
Karakteristik Estrus setelah Sinkronisasi Estrus dengan Cloprostenol pada Sapi
Friesian Holstein adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2017
Musthamin Balumbi
NRP B352140041
RINGKASAN
MUSTHAMIN BALUMBI. Respons dan Karakteristik Estrus setelah Sinkronisasi
Estrus dengan Cloprostenol pada Sapi Friesian Holstein. Dibimbing oleh
MOHAMAD AGUS SETIADI dan IMAN SUPRIATNA.
Sinkronisasi estrus merupakan usaha untuk menyeragamkan terjadinya
gejala estrus dan ovulasi pada ternak dengan memanipulasi siklus reproduksi
betina menggunakan preparat hormon. Prinsip sinkronisasi estrus adalah
memperpanjang atau memperpendek masa hidup corpus luteum (CL) atau fase
luteal. Salah satu metode sinkronisasi estrus dengan memperpendek fase luteal
biasanya menggunakan sediaan hormon prostaglandin (PGF2) dengan melisiskan
CL, sehingga estrus kembali terjadi. Terdapat berbagai macam sediaan hormon
PGF2α yang ada di pasaran dengan berbagai macam zat aktif seperti luprostiol,
tiaprost, dinoprost, fenprostale, dan cloprostenol. Dari berbagai macam sediaan
tersebut hanyalah cloprostenol yang memiliki dosis paling sedikit dibandingkan
dengan yang lainnya untuk menimbulkan estrus dengan baik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengamati respons dan karakteristik estrus
serta pengukuran nilai hambatan arus listrik lendir vagina. Penelitian dilakukan
pada 20 ekor sapi FH dengan dua perlakuan injeksi cloprostenol yaitu injeksi
tunggal dengan keberadaan corpus luteum dan injeksi ganda dengan selang waktu
injeksi 11 hari. Pengamatan estrus dan pengukuran lendir dilakukan 5 hari
berturut-turut setelah injeksi cloprostenol yang terakhir. Parameter pengukuran
yang diamati meliputi respons, onset, dan perkiraan durasi estrus, serta nilai
hambatan arus listrik lendir vagina.
Hasil penelitian menunjukan bahwa injeksi ganda menghasilkan respons
estrus yang lebih baik dari injeksi tunggal (90% ; 70%), dengan onset estrus lebih
pendek (47.55 jam ; 53.28 jam), dan perkiraan durasi estrus lebih pendek
(23.55 jam ; 24.85 jam). Lebih lanjut, data hambatan arus listrik lendir vagina
pada kelompok injeksi ganda lebih rendah dibandingkan dengan injeksi tunggal
(187.77 ; 192.14), dengan pola tinggi sebelum estrus, rendah saat estrus, dan
tinggi kembali setelah estrus baik pada kelompok injeksi tunggal maupun injeksi
ganda. Dapat disimpulkan bahwa respons estrus pada kelompok injeksi ganda
lebih baik dan lebih seragam dibandingkan dengan kelompok injeksi tunggal.
Kata kunci: cloprostenol, estrus, lendir, resistansi, sinkronisasi.
SUMMARY
MUSTHAMIN BALUMBI. Response and Estrous Characteristics after
Synchronization with Cloprostenol in Friesian Holstein Cow. Supervised by
MOHAMAD AGUS SETIADI dan IMAN SUPRIATNA.
Synchronization of estrus is an attempt to synchronize occurrence of
symptoms of estrous and ovulation in cattle by manipulating female reproductive
cycle using synthetic hormone. The principle synchronization of estrus is lengthen
or shorten life span of corpus luteum (CL) or luteal phase. One method of estrus
synchronization by shortening the luteal phase usually using prostaglandin
(PGF2) hormone to lysis CL, so estrus occurred again. There are various kinds of
hormone preparations of PGF2α on the market with wide variety of active
substances such as luprostiol, tiaprost, dinoprost, fenprostale, and cloprostenol.
Since the wide variety of PGF2α preparation only cloprostenol have smallest dose
compared with the others to induce estrous well.
This study aimed to observe response and estrous characteristics as well as
electrical resistance measurement of vaginal mucus. Synchronization treatments
were conducted with two different cloprostenol injection using 20 FH cows,
namely single injection based on corpus luteum presence and double injection
with apart 11 days. Estrous detection and electrical resistance measurement of
vaginal mucus were performed for five consecutive days after last injection of
cloprostenol. Observation was done on response, onset, and estimated duration of
estrous, as well as electrical resistance of vaginal mucus.
Results of the experiment revealed that double injection of cloprostenol
resulted better in estrous response than single injection (90% ; 70%), with shorter
onset of estrous (47.55 hours ; 53.28 hours), and shorter estimated duration of
estrus (23.55 hours ; 24.85 hours). Furthermore, data electrical resistance of
vaginal mucus was lower in double injection compared to single injection
treatment (187.77 ; 192.14), with consistant pattern high before estrous, low
during estrous, and increase after estrous either in single or double injection
treatment. It is concluded that response of estrus in double injection treatment was
better synchronized than in single injection treatment.
Key words: cloprostenol, estruos, mucus, resistance, synchronization.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
RESPONS DAN KARAKTERISTIK ESTRUS SETELAH
SINKRONISASI ESTRUS DENGAN CLOPROSTENOL
PADA SAPI FRIESIAN HOLSTEIN
MUSTHAMIN BALUMBI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biologi Reproduksi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Drh Bambang Purwantara, MSc
Judul Tesis
: Respons dan Karakteristik Estrus setelah Sinkronisasi Estrus
dengan Cloprostenol pada Sapi Friesian Holstein
Nama
: Musthamin Balumbi
NRP
: B352140041
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof Dr Drh Mohamad Agus Setiadi
Ketua
Prof Dr Drh Iman Supriatna
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Bilogi Reproduksi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Drh Mohamad Agus Setiadi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian : 30 Januari 2017
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini adalah sinkronisasi estrus, dengan judul Respons dan
Karakteristik Estrus setelah Sinkronisasi Estrus dengan Cloprostenol pada Sapi
Friesian Holstein.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan secara khusus
kepada Bapak Prof Dr Drh Mohamad Agus Setiadi dan Prof Dr Drh Iman Supriatna
selaku dosen pembimbing atas waktu, tuntunan, kesabaran, kebijaksanaan,
memberikan semangat dan keteladanan untuk bekerja keras serta saran dan
masukan hingga tesis ini dapat terselesaikan. Kebaikan hati Bapak-bapak sekalian
sangat berarti dalam perjalanan studi penulis dan akan selalu dikenang. Terima
kasih juga penulis sampaikan kepada Prof Dr Drh Bambang Purwantara, MSc
selaku penguji luar komisi, atas segala kritik dan saran sehingga dapat lebih
memperkaya dan menyempurnakan tulisan ini.
Pada kesempatan ini penulis juga sampaikan terima kasih kepada Rektor,
Dekan Pascasarjana, Dekan Fakultas Kedokteran Hewan, Ketua Departemen Klinik
Reproduksi dan Patologi, Ketua Program Studi, Staf Pengajar dan Administrasi
Biologi Reproduksi, serta seluruh Staf Pascasarjana IPB yang telah menerima
penulis untuk melanjutkan studi magister di IPB dan membantu kelancaran proses
penyelesaian studi.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tiada berujung kepada kedua
orang tua tercinta Ayahanda Sarifuddin Balumbi, SE dan Ibunda Sahifa, SPdI atas
segala doa, cinta, kasih sayang, kesabaran, keteladanan, pengorbanan, motivasi
untuk selalu pantang menyerah, serta dorongan untuk terus mencari ilmu kepada
penulis. Adik-adikku Miftarto Balumbi, SPd, Ahmad Mursyid Balumbi, dan Labib
Yahya Balumbi juga seluruh keluarga atas segala do’a, kasih sayang, perhatian
yang tulus, dan motivasi kepada penulis.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Pak Zultinur
Muttaqin, Pak Haji Acep, Pak Harisman, Pak Taufik, dan Pak Asep atas
bantuannya dalam menyediakan lokasi penelitian dan ternak sapi FH sebagai bahan
penelitian, juga selalu menjadi teman diskusi yang baik. Ucapan terima kasih
kepada rekan-rekan seperjuangan S2 BRP 2014, terkhusus kepada Duo Padang
Nofri Zayani dan Siska Adelya Ramadhani serta Kang Surya Kusuma Wijaya yang
banyak memberikan arahan dan motivasi, juga kepada keluarga besar Gledagan
Family (Fachruddin Daud, Garuda, Asrianto Lopa, Ikbal, La Jumadin, Agus
Kurniawan Putra, Dias Ariasanindito, dan Muhammad Risman Wahid) atas segala
bantuan, kebersamaan, dan motivasinya selama ini sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya ini.
Penulis berharap semoga karya ini dicatat sebagai amal ibadah dan
bermanfaat bagi masyarakat. Aamiin.
Bogor, Februari 2017
Musthamin Balumbi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Penelitian
1
1
2
2
2
2 TINJAUAN PUSTAKA
Siklus Estrus pada Sapi
Sinkronisasi Estrus
Sinkronisasi Estrus dengan PGF2α
Pendeteksian Estrus
2
2
4
4
7
3 MATERI DAN METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan
Hewan Coba
Prosedur Penelitian
Parameter Pengukuran Penelitian
Analisis Data
8
8
8
8
8
9
10
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Respons dan Karakteristik Estrus
Daya Hambat Arus Listrik (Resistansi) Lendir Vagina
10
10
12
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
14
14
14
DAFTAR PUSTAKA
15
LAMPIRAN
20
RIWAYAT HIDUP
28
DAFTAR TABEL
1 Pengaruh pemberian cloprostenol terhadap proporsi respons, onset, dan
durasi estrus
10
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
Skema siklus estrus sapi
Gelombang folikel siklus estrus sapi
Sintesis PGF2α
Struktur cloprostenol
Mekanisme regresi CL dengan cara apoptosis oleh PGF2α
Skema injeksi tunggal cloprostenol secara intramuskular
Skema injeksi ganda cloprostenol secara intramuskular
Pola dan rataan pengukuran resistansi lendir estrus sapi FH kelompok
injeksi tunggal
9 Pola dan rataan pengukuran resistansi lendir estrus sapi FH kelompok
injeksi ganda
3
4
5
5
6
8
9
12
13
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
Surat ethical approval penelitian
Data pengamatan kelompok injeksi tunggal
Data pengamatan kelompok injeksi ganda
21
22
25
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sinkronisasi estrus merupakan usaha untuk menyeragamkan terjadinya
gejala estrus dan ovulasi pada ternak dengan memanipulasi siklus reproduksi
betina menggunakan preparat hormon. Keuntungan yang diperoleh dengan teknik
sinkronisasi yaitu efisiensi pada sistem perkawinan yang akan menghasilkan anak
yang seragam dan menghasilkan manejemen yang efisien sesuai dengan
ketersediaan pakan hijauan yang memadai.
Prinsip sinkronisasi estrus adalah memperpanjang atau memperpendek masa
hidup corpus luteum (CL) atau fase luteal (Hafez dan Hafez 2000). Salah satu
metode sinkronisasi estrus dengan memperpendek fase luteal biasanya
menggunakan sediaan hormon prostaglandin (PGF2) dengan melisiskan CL
sehingga estrus kembali terjadi (Whitley dan Jackson 2004). Stotzel et al. (2012)
melaporkan bahwa pemberian PGF2α di pertengahan fase luteal menyebabkan
luteolisis dalam beberapa jam sehingga konsentrasi progesteron (P4) menurun dan
kadar estrogen (E2) meningkat. Hal ini akan merangsang hipofisis anterior
melepaskan follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH)
yang menyebabkan perkembangan dan pematangan folikel sehingga
menyebabkan terjadinya estrus dan ovulasi.
Terdapat berbagai macam sediaan hormon PGF2α yang ada di pasaran
dengan berbagai macam zat aktif seperti luprostiol, tiaprost, dinoprost,
fenprostale dan cloprostenol. Dosis yang diperlukan untuk induksi terjadinya
estrus pada sapi bermacam-macam, seperti 15-30 mL (15 000-30 000 µg)
luprostiol (Plata et al. 1989), 5 mL (2 500 µg) tiaprost (iliren) (Deka et al. 2009),
25 mL (2 5000 µg) dinoprost (Gatius dan Urgel 1989) dan 2 mL (1 000 µg)
fenprostale (Davis et al. 1984). Dari berbagai macam sediaan tersebut hanyalah
cloprostenol yang memiliki dosis paling sedikit dibandingkan dengan lainnya.
Hanya dengan 500 g cloprostenol sudah dapat menimbulkan estrus dengan baik
dan tidak memiliki efek samping pada ternak sapi (Lauderdale 2005). Lebih lanjut,
Stevenson dan Phatak (2010) melaporkan bahwa mekanisme kerja cloprostenol
sama dengan hormon PGF2α endogen, yang akan berikatan dengan reseptor PGF2α
pada CL sehingga mengakibatkan luteolisis.
Aplikasi induksi estrus menggunakan PGF2α biasanya dilakukan dengan dua
cara yaitu injeksi tunggal (single injection) dan injeksi ganda (double injection).
Metode injeksi tunggal biasanya efektif untuk menyeragamkan estrus ternak jika
siklus estrusnya diketahui telah berada dalam fase luteal dengan CL fungsional
(Nascimento et al. 2014). Sedangkan metode injeksi ganda dapat diaplikasikan
baik pada fase folikuler maupun fase luteal (Hafez dan Hafez 2000). Tingkat
keberhasilan dalam menyeragamkan estrus lebih tinggi pada metode injeksi ganda
dibandingkan injeksi tunggal (Archbald et al. 1993; Stephen dan Rajamadheran
1998; Martins et al. 2011), dan lebih cepat menurunkan kadar P4 dan menginduksi
terjadinya luteolisis (Nascimento et al. 2014).
Kualitas estrus yang baik biasanya dicirikan dengan dihasilkannya folikel
besar yang bagus dan estrogen yang tinggi sehingga berimplikasi menimbulkan
tanda-tanda estrus yang jelas. Salah satu tanda estrus yang menonjol biasanya
2
dihasilkannya sejumlah lendir yang jernih. Menurut Setiadi dan Aepul (2010)
untuk mendapatkan kualitas estrus yang baik dalam sinkronisasi estrus dapat
dilihat pada ciri khusus yang timbul seperti produksi lendir vagina. Lendir vagina
yang berlebihan pada saat estrus sering dijadikan patokan dalam menentukan
status estrus. Oleh karena itu, dilakukanlah penelitian mengenai respons dan
karakteristik estrus setelah sinkronisasi estrus dengan injeksi cloprostenol pada
sapi Friesian Holstein.
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui respons dan karakteristik estrus setelah injeksi intramuskular
PGF2α tunggal dan ganda.
2. Mengetahui pola perubahan kualitas lendir vagina melalui pengukuran
hambatan arus listrik (resistansi) menggunakan estrus detektor.
Manfaat Penelitian
1. Memberikan acuan dalam pendeteksian dan respons estrus untuk menentukan
waktu kawin yang tepat pada sapi Friesian Holstein
2. Diharapkan dapat meningkatkan program IB dalam menyeragamkan waktu
kawin pada sapi Friesian Holstein.
3. Menentuan kualitas estrus sapi Friesian Holstein berdasarkan pengamatan
lendir vagina melalui pola perubahan hambatan arus listrik (resistansi) pada
estrus detektor.
Kerangka Penelitian
Injeksi prostaglandin pada program sinkronisasi estrus dimaksudkan untuk
melisiskan CL sehingga hewan akan kembali estrus. Injeksi dosis tunggal
prostaglandin untuk melisiskan CL, menghasilkan respons estrus yang berbeda
dengan injeksi ganda dalam onset estrus, durasi lamanya estrus serta hambatan
(resistansi) arus listrik lendir estrus. sehingga dapat diperoleh metoda terbaik
dalam penyerantakan estrus untuk menghasilkan keberhasilan IB.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Siklus Estrus pada Sapi
Estrus merupakan suatu keadaan fisiologis pada hewan betina tidak bunting
yang menunjukan gejala ingin kawin atau suatu keadaan dimana hewan betina
mau menerima pejantan secara seksual. Estrus juga merupakan suatu tanda hewan
betina akan ovulasi. Interval antara timbulnya periode estrus ke permulaan periode
estrus berikutnya pada hewan tidak bunting disebut siklus estrus. Forde et al.
(2011) menyebutkan bahwa siklus estrus pada sapi berlangsung selama 18-24 hari
yang terdiri dari fase luteal (14-18 hari) dan fase folikular (4-6 hari). Siklus estrus
dibagi menjadi empat fase yaitu fase estrus atau periode seksual (H0), fase
3
5
6
menginduksi terjadinya apoptosis. Apoptosis sel luteal yang diinduksi oleh PGF2α
melibatkan mekanisme intrinsik dan ekstrinsik. Mekanisme regresi CL dengan
cara apoptosis oleh PGF2α dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Mekanisme regresi CL dengan cara apoptosis oleh PGF2α
(Yadav et al. 2005)
Gambar 5 memperlihatkan bahwa PGF2α menginduksi sinyal apoptosis pada
korpus luteum dengan melibatkan aktivasi protein kinase seperti JNK dan p38
mitogen-activated protein kinase (MAPK) yang selanjutnya akan meningkatkan
ekspresi gen Bax dan FasL/ Fas yang merupakan inisiator primer apoptosis. Quirk
et al. (2000) melaporkan bahwa Fas yang merupakan reseptor di membran sel
akan menginduksi apoptosis ketika berikatan dengan Fas ligand. Apoptosis
terlibat dalam regresi CL dibuktikan melalui jalur ini. Ekspresi protein Fas lebih
banyak ditemukan pada CL regresi dari pada CL yang sedang dalam pertumbuhan.
Peningkatan ekspresi Bax dan FasL menyebabkan aktivasi caspase 9, 8, dan 3.
(Rueda et al. 2000). Hal yang sama juga dilaporkan oleh Yadav et al. (2005)
bahwa pemberian PGF2α eksogen pada sapi betina setelah 18 jam menyebabkan
apoptosis sel luteal. Injeksi PGF2α terbukti meningkatkan rasio Bax/ Bcl-2. PGF2α
menyebabkan peningkatan ekspresi FasL dan Fas yang menginduksi aktivitas
caspase-8. Ikatan FasL dengan reseptor Fas menyebabkan perubahan
permeabilitas membran mitokondria dan mengaktifkan inisiator (caspase 8 dan 9)
serta caspase eksekutor (caspase 3). Keterlibatan ICAD (inhibitor of
caspaseactivated DNase) selanjutnya menyebabkan protein seluler tersebut
terpecah menghasilkan pelepasan CAD (caspase-activated DNase) yang diikuti
dengan translokasi CAD menuju nukleus untuk selanjutnya terjadi fragmentasi
DNA.
Cloprostenol sebagai analog PGF2α dalam fungsinya dapat mengurangi laju
metabolism sehingga lebih tahan terhadap metabolisme endogen dan
dipertahankan beredar untuk waktu yang lama (waktu paruh 3 jam) dibanding
analog PGF2α yang lain. Beberapa penelitian yang sudah dilakukan diperoleh data,
7
dengan 0.5 mg (500 g) cloprostenol sudah dapat menginduksi luteolisis (Martins
et al. 2011).
Stotzel et al. (2012) melaporkan bahwa injeksi cloprostenol pada
pertengahan fase luteal akan menyebabkan terjadinya luteolisis dini dan
menurunkan konsentrasi P4 di perifer. Kejadian tersebut diikuti dengan kenaikan
sekresi gonadotropin dan estradiol-17β (Estrogen) serta mencapai puncak pada
pre-ovulasi dan akhirnya terjadi ovulasi. Menurut Lammoglia et al. (1998) kerja
hormon estrogen adalah untuk meningkatkan sensitivitas organ kelamin betina
yang ditandai perubahan pada vagina dan keluarnya lendir. Lendir yang
berlebihan saat estrus sering dijadikan patokan dalam menentukan status estrus
(Setiadi dan Aepul 2010).
Pendeteksian Estrus
Pendeteksian estrus dapat dilihat dari perubahan fisik alat kelamin luar,
perubahan tingkah laku dan perubahan hormonal. Perubahan alat kelamin luar
dapat terlihat dari keadaan vagina dan lendir vulva. Menurut Frandson et al.
(2009) estradiol merangsang penebalan dinding vagina dan peningkatan
vaskularisasi sehingga alat kelamin bagian luar mengalami pembengkakan dan
berwarna kemerahan. Selain itu, juga terjadi peningkatan sekresi lendir di vagina
sehingga dijumpai adanya lendir menggantung di vulva atau menempel
disekitarnya. Lendir vagina pada saat estrus jumlahnya meningkat, berwarna
bening dan kental. Lendir ini saat estrus mengandung air lebih banyak dan
transparan dibandingkan lendir pada fase luteal (diestrus) atau bunting (Salysbury
dan vanDemark 1985). Sekresi lendir vagina yang baik mempermudah
spermatozoa penetrasi ke dalam serviks dan memelihara motilitas spermatozoa.
Pada fase luteal lendir vagina sedikit tebal dan keruh (Elstein 1974). Kejadian ini
berkaitan erat dengan CL yang berkembang selama fase luteal dan produksi P4
yang meningkat. Noakes et al. (2001) mengemukakan bahwa pada saat CL
berfungsi penuh menghasilkan P4 dalam jumlah besar maka terjadi penurunan
sekresi lendir dan sangat kental serta mukosa vagina menjadi pucat. Vulva
membengkak dan terjadi perubahan warna mukosa dari merah muda menjadi
kemerahan. Lendir vagina dapat dikategorikan menjadi 3 yaitu skor 3 jika sekret
kental, bening menggantung atau membasahi sekitar vulva, skor 2 jika jumlahnya
sedikit, dan skor 1 jika tidak ada sekret lendir yang terlihat.
Resistansi lendir vagina adalah ukuran sejauh mana rangkaian lendir vagina
menghambat aliran listrik. Sejak hari ke-3 setelah estrus, vulva menjadi menyusut,
warna mukosa vulva berubah dari kemerahan menjadi merah muda dan jumlah
sekret lendir vagina kental dan jarang keluar dari vagina. pH vagina pada saat
estrus adalah 6.5-6.7 (Schilling dan Zust 1968). Perubahan tingkah laku pada sapi
estrus yaitu bersedia dinaiki pejantan (sexual receptivity), berusaha mengejar dan
menaiki pejantan, serta mengibas-ngibaskan ekornya.
8
3 MATERI DAN METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2016.
Pelaksanaan penelitian bertempat di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi
Perah Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Draminski®
estrous detector, syringe dengan jarum berukuran 18 G volume 3 mL, tisu, kapas,
dan thermometer. Bahan-bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah sapi
perah Friesian Holstein, alkohol, dan preparat hormon PGF2α yakni Alfaglandin®
(PGF2α) yang mengandung cloprostenol.
Hewan Coba
Jenis hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi perah Friesian
Holstein (FH). Sebanyak 20 ekor sapi betina yang tidak bunting dan minimal telah
mengalami satu kali periode laktasi yang terseleksi.
Prosedur Penelitian
Seleksi dan Pemilihan Hewan Coba
Seleksi dan pemilihan hewan penelitian dilakukan pemeriksaan secara fisik
melalui palpasi per rektal untuk memastikan status reproduksinya. Hewan yang
dipilih merupakan hewan sehat, tidak bunting dan minimal telah satu kali beranak.
Perlakuan Sinkronisasi dengan Cloprostenol
Sebanyak 20 ekor sapi FH dibagi menjadi 2 kelompok yaitu 10 ekor
disinkronisasi dengan injeksi tunggal dan 10 ekor injeksi ganda PGF2α
(cloprostenol). Dosis injeksi PGF2α yang digunakan yaitu 2 mL (500 g)
cloprostenol secara intramuskular per injeksi. Kelompok injeksi tunggal
dilakukan hanya pada hewan yang memiliki CL yang fungsional di ovariumnya
berdasarkan palpasi per rektal. Sedangkan kelompok injeksi ganda tidak
memperhatikan status reproduksi, baik berada pada fase folikuler maupun luteal.
Injeksi cloprostenol dilakukan dengan selang waktu 11 hari dari injeksi pertama.
Perlakuan injeksi tunggal dan injeksi ganda terlihat pada Gambar 6 dan 7.
Gambar 6 Skema injeksi tunggal cloprostenol secara intramuskular. H1 adalah
waktu dilakukannya injeksi, P1-P5 adalah waktu pengamatan gejala
estrus
9
Gambar 7 Skema injeksi ganda cloprostenol secara intramuskular. H1 adalah
dilakukannya injeksi pertama, H2 adalah injeksi kedua. P1-P5 adalah
waktu pengamatan gejala estrus
Pengamatan Estrus
Pengamatan estrus dilakukan satu kali sehari selama lima hari berturut-turut
setelah injeksi PGF2α yang terakhir dengan mengamati gejala estrus dan
pengukuran hambatan arus listrik lendir vagina.
Pengukuran Daya Hambat Arus Listrik (Resistansi) Lendir Vagina
Pengukuran daya hambat arus listrik (resistansi) lendir vagina dilakukan
dengan menggunakan alat Draminski® Estrous Detector. Alat ini terdiri dari probe
yang pada ujungnya terdapat dua elektroda paralel satu dengan lainnya untuk
mengukur nilai hambatan arus listrik lendir vagina. Selain itu, terdapat bagian
elektronik yang dilengkapi layar untuk pembacaan hasil, serta handle yang
dilengkapi baterai standar 9 volt. Pengamatan dilakukan dengan memasukkan
probe sekitar 30-40 cm dari vulva, kemudian menekan tombol sampai angka pada
layar menunjukkan angka yang stabil. Skala pengukuran dinyatakan dengan
kisaran 0-1990 unit. Prinsip pengukuran nilai hambatan arus listrik lendir vagina
dengan menggunakan detektor ini adalah voltase yang dialirkan melalui dinding
vagina sebagai respons aliran arus listrik pada frekuensi tertentu, sehingga dapat
dihitung dengan persamaan V=IR, dengan V adalah voltase yang dialirkan ke
dalam dinding vagina, I adalah arus yang dialirkan dan R adalah tahanan dari
bagian yang diukur sebagai respons aliran arus yang diberikan (Rezac et al. 2001).
Pengukuran daya hambat arus listrik dilakukan hari ke 1 sampai hari ke 5
setelah penyuntikan PGF2α terakhir. Data yang diperoleh dari pengukuran estrus
detektor dikonfirmasi dengan gejala estrus yang teramati dan dibuat tabulasi.
Tanda-tanda sapi yang mengalami estrus ditunjukkan dengan tingkah laku sapi
yang gelisah. Selain itu dikonfirmasi dengan palpasi per rektal terhadap
ketegangan uterus dan keberadaan folikel yang berkembang.
Parameter pengukuran penelitian
Parameter pengukuran penelitian meliputi:
1. Persentase sapi yang mengalami estrus: adalah jumlah sapi yang menunjukan
gejala estrus dibagi dengan seluruh betina yang diberi perlakuan dikali 100.
2. Onset estrus: adalah interval (jarak) dari injeksi cloprostenol yang terakhir
sampai timbulnya gejala estrus pertama.
3. Perkiraan durasi estrus: adalah interval (jarak) dari waktu pertama kali
timbulnya estrus sampai perkiraan gejala estrus berakhir.
4. Resistansi: adalah nilai hambatan arus listrik yang terekam dan dikonversi
dalam angka dari alat.
10
Analisis Data
Presentase sapi yang mengalami estrus dilakukan uji proporsi menggunakan
Microsoft Excel® 2010. Data onset estrus, durasi estrus dan resistansi lendir vagina
ditabulasikan kemudian diuji dengan Independent t-test.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Respons dan Karakteristik Estrus
Injeksi secara intramuskular cloprostenol pada kedua kelompok perlakuan
sapi FH memberikan respons estrus yang cukup tinggi, baik pada injeksi tunggal
maupun injeksi ganda. Hasil penelitian ini terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Pengaruh pemberian cloprostenol terhadap proporsi respons, onset, dan
durasi estrus
Perlakuan
Injeksi tunggal
Injeksi ganda
Proporsi respons
estrus (n=10)
70%
90%
Rataan onset
estrus (jam)
53.28±11.17
47.55±11.50
Rataan perkiraan
durasi estrus (jam)
24.85±1.06a
23.55±0.52b
Keterangan: angka yang diikuti huruf dengan superscript yang berbeda pada
kolom yang sama menunjukan perbedaan nyata (P