Pemodelan Nilai Tingkat Pengembalian Untuk Menduga Curah Hujan Ekstrim Di Kabupaten Indramayu

PEMODELAN NILAI TINGKAT PENGEMBALIAN
UNTUK MENDUGA CURAH HUJAN EKSTRIM DI
KABUPATEN INDRAMAYU

TIA FITRIA SAUMI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemodelan Nilai Tingkat
Pengembalian untuk Menduga Curah Hujan Ekstrim di Kabupaten Indramayu
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2016
Tia Fitria Saumi
NIM G151120051

RINGKASAN
TIA FITRIA SAUMI. Pemodelan Nilai Tingkat Pengembalian untuk Menduga
Curah Hujan Ekstrim di Kabupaten Indramayu. Dibimbing oleh AJI HAMIM
WIGENA dan ANIK DJURAIDAH.
Penelitian mengenai pendugaan curah hujan ekstrim telah banyak
dikembangkan. Prang (2006) mengindentifikasi curah hujan ekstrim di stasiun
Dramaga menggunakan block maxima (BM), sehingga sebaran curah hujan
ekstrimnya adalah sebaran nilai ekstrim terampat (generalized extreme value
distribution/GEVD). Irfan (2011) mengidentifikasi curah hujan yang terjadi di
stasiun yang sama menggunakan nilai ambang (peak over threshold/POT). Curah
hujan ekstrim melalui metode POT menyebar dengan sebaran pareto terampat
(generalized pareto distribution/GPD). Kedua pendekatan tersebut digunakan
untuk data curah hujan yang bersifat peubah tunggal.
Kajian curah hujan ekstrim peubah ganda (multivariate) juga berkembang
dengan baik dalam penelitian perubahan iklim. Sari (2013) menggunakan kopula

untuk mengidentifikasi dan menduga curah hujan ekstrim di 15 stasiun curah
hujan di kabupaten Indramayu. Pemodelan spasial ekstrim pada kasus data peubah
ganda mengakibatkan asumsi korelasi spasial. Pada penelitiannya, Sari (2013)
mengevaluasi ketergantungan spasial curah hujan ekstrim di 15 stasiun dengan
menggunakan F-madogram.
Selain menggunakan data curah hujan, informasi iklim global menjadi alat
penting dalam pendugaan curah hujan ekstrim. Informasi mengenai sirkulasi
atmosfir tersebut diperoleh dari model sirkulasi global (global circulation
model/GCM). Data luaran GCM adalah data berskala global dengan
multikolinearitas yang tinggi. Metode yang digunakan untuk memperoleh
informasi berskala lokal dari data luaran GCM adalah statistical downscaling
(SD). Model SD untuk pendugaan curah hujan ekstrim dalam penelitian ini
dibangun dengan menggunakan nilai tingkat pengembalian dari curah hujan dan
data luaran GCM. Pendekatan SD yang digunakan untuk mengatasi data yang
besar dengan tingkat multikolinearitas yang tinggi adalah regresi kuadrat terkecil
parsial (RKTP)
Peubah respon dalam pemodelan adalah nilai tingkat pengembalian curah
hujan, nilai tingkat pengembalian curah hujan ekstrim dan nilai tingkat
pengembalian rata-rata curah hujan. Peubah prediktor dalam pemodelan adalah
nilai tingkat pengembalian dari data luaran GCM dan nilai tingkat pengembalian

dari data luaran GCM ekstrim. Terdapat empat buah model yang terbetuk dari
kombinasi peubah respon dan peubah prediktor, yaitu: model nilai tingkat
pengembalian rata-rata curah dan data luaran GCM, model nilai tingkat
pengembalian curah hujan dan data luaran GCM, model nilai tingkat
pengembalian curah hujan ekstrim dan data luaran GCM ekstrim dan model nilai
tingkat pengembalian rata-rata curah hujan data luaran GCM ekstrim
Pendugaan terbaik ditentukan berdasarkan nilai RMSEP terkecil,
sedangkan model terbaik ditentukan berdasarkan nilai korelasi terbesar. Nilai
tingkat pengembalian dari rata-rata curah hujan menggunakan pendekatan GPD
menghasilkan RMSEP sebesar 121.186, sedangkan nilai tingkat pengembalian

untuk curah hujan dan curah hujan ekstrim menggunakan pendekatan kopula
berturut-turut sebesar 117.71 dan 203.80. Nilai RMSEP ini menunjukkan bahwa
secara umum pendekatan kopula menggunakan data curah hujan menghasilkan
pendugaan curah hujan ekstrim terbaik.
Model nilai tingkat pengembalian rata-rata curah hujan dan data luaran
GCM menghasilkan nilai korelasi sebesar -0.716 dan RMSEP sebesar 127.546.
Nilai korelasi yang negatif menunjukkan bahwa rata-rata curah hujan yang terjadi
di 15 stasiun Indramayu tidak berbanding lurus dengan data luaran GCM
(presipitasi) pada area tersebut, sehingga model ini tidak digunakan untuk

pendugaan curah hujan ekstrim. Model tingkat pengembalian curah hujan dan data
luaran GCM memiliki nilai RMSEP terkecil dari ketiga model lainnya, yaitu
sebesar 59.189. Namun nilai korelasi untuk model ini juga kecil yaitu sebesar
0.635, sehingga model ini belum cukup baik digunakan untuk pendugaan curah
hujan ekstrim. Nilai korelasi yang besar dihasilkan oleh dua model terakhir yaitu :
model nilai tingkat pengembalian curah hujan ekstrim dan data luaran GCM
sebesar 0.911, dan model nilai tingkat pengembalian rata-rata curah hujan dan
data luaran GCM ekstrim sebesar 0,999. Pemodelan terbaik dari kedua model
tersebut adalah pemodelan nilai tingkat pengembalian rata-rata curah hujan dan
data luaran GCM ekstrim. Hal tersebut dikarenakan model nilai tingkat
pengembalian rata-rata curah hujan dan data luaran GCM memiliki RMSEP
sebesar 123.648, sedangkan RMSEP model nilai tingkat pengembalian curah
hujan ekstrim dan GCM ekstrim sebesar 154.108.
Kata kunci: statistical downscaling, generalized pareto distribution, kopula, nilai
tingkat pengembalian, regresi kuadrat terkecil parsial.

SUMMARY
TIA FITRIA SAUMI. Return Level Value Modeling of Rainfall and GCM Output
for Extreme Rainfall Prediction in Indramayu Regency. Supervised by AJI
HAMIM WIGENA and ANIK DJURAIDAH.

The research about extreme rainfall prediction has developed for many years.
Prang (2005) identified the extreme rainfall in Dramaga station by using block
maxima, and generalized extreme value distribution (GEVD) approximates this
sample maxima distribution. Irfan (2011) identified the extreme rainfall in the
same station using peak over threshold (POT), the extreme value fits generalized
pareto distribution (GPD) asymptotically. Block maxima approach and POT
approach were used for univariate extreme rainfall.
The study of multivariate extreme rainfall has also well developed in
climate change researches. Sari (2013) applied copula to identify the extreme
rainfalls in 15 stations in Indramayu regency. The extreme rainfall from two or
more stations needs the spatial dependences assumption. Sari (2013) evaluated the
spatial dependences among extreme rainfall in 15 stations by using F-madogram.
Apart from using the rainfall data, the information of global climate has
become important in extreme rainfall prediction. The information is gained from
global circulation model (GCM) with the global scale data and high
multicolinearity. The method that is used to gain local scale information from
GCM output is statistical downscaling (SD). The modeling of extreme rainfall
prediction in this research was built using the return level value of rainfall and
GCM output. Return level of rainfall average was obtained by GPD. Return level
of rainfall, extreme rainfall, GCM and extreme GCM were obtained by copula.

SD approach used to overcome the large data and high multicolinearity was
partial least square regression (PLSR).
The response of the model were return level values of rainfall, return level
values of extreme rainfall and return level values of average rainfall. The
predictors of the model were return level values of GCM output and return level
value of extreme GCM output. There were 4 models established from
combination of responds and predictors, these were: return level value model of
average rainfall and GCM output, return level value model of rainfall and GCM
output, return level model of extreme rainfall and extree GCM output and return
level model of rainfall average and extreme GCM output.
The best extreme rainfall prediction was based on the smallest RMSEP
and the best model prediction was based on the highest correlation. Return level
of average rainfall using GPD gave 121.186 of RMSEP. The RMSEP of return
level rainfall and extreme rainfall using copula were 117.71 and 203.80. The
RMSEP show that the best extreme rainfall prediction was resulted by copula
approach of rainfall generally.
Return level value model of average rainfall and GCM output gave
correlation -0.716 and RMSEP 127.546. The negative correlation showed that the
average rainfall in 15 stations in Indramayu and GCM output had the opposite
relationship, so this model was not good for extreme rainfall prediction. Return

level value model of rainfall and GCM output gave the smallest RMSEP 59.189,
but the correlation of this model was 0.635, so this second model also was not

good enough for extreme rainfall prediction. The high correlation was resulted by
return level value model of extreme rainfall and extreme GCM output and return
level value model of average rainfall and extreme GCM output, they were 0.911
and 0.999 respectively. The best model was return level value model of average
rainfall and extreme GCM output because it had the smaller RMSEP (123.648)
than RMSEP of another model (154.108).
Keywords: statistical downscaling, generalized pareto distribution, copula, return
level value modeling, partial least square regression.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

vi

PEMODELAN NILAI TINGKAT PENGEMBALIAN UNTUK
MENDUGA CURAH HUJAN EKSTRIM DI KABUPATEN INDRAMAYU

TIA FITRIA SAUMI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Statistika

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


vii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Kusman Sadik, MSi

vii

PRAKATA
Bismillahirrohmanirrohim.
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
ilmiah ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi
besar Muhammad Shalallahu „Alaihi Wassallam beserta keluarga Beliau, para
Shahabat, para tabi‟in, tabi‟ut tabi‟in dan para penerus perjuangan Beliau hingga
akhir zaman.Karya ilmiah ini berjudul “Pemodelan Nilai Tingkat Pengembalian
untuk Menduga Curah Hujan Ekstrim di Kabupaten Indramayu”.
Keberhasilan penulisan karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan,
bimbingan, dan petunjuk dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
khususnya kepada:
1. Dr Ir Aji Hamim Wigena, MSc selaku pembimbing I dan Bapak Ibu Dr Ir

Anik Djuraidah, MS selaku pembimbing II yang dengan penuh kesabaran
telah memberikan bimbingan, arahan, saran dan motivasi kepada penulis
selama penyusunan karya ilmiah ini.
2. Bapak Dr Ir Kusman Sadik, MSi selaku penguji luar komisi yang telah
banyak memberikan kritikan, masukan, dan arahan yang sangat membangun
dalam penyusunan karya ilmiah ini.
3. Seluruh staf pengajar pascasarjana Departemen Statistika IPB yang telah
banyak memberikan ilmu dan arahan selama perkuliahan sampai dengan
penyusunan karya ilmiah ini.
4. Teman-teman statistika angkatan 2012 atas kebersamaan, kekompakannya,
bantuan dan masukannya selama bersama-sama menempuh kuliah.
5. Teman-teman seperjuangan, Noor El Goldamair.
6. Kedua orangtua, Ayahanda Nuskat dan Ibunda Rohisah.
7. Suami tercinta yang selalu menemani, Amirudin, dan Ananda tercinta,
Ukasyah Rayyan Addin.
8. Sahabat-sahabat yang selalu mendukung, Alifta Diah Ayu Retnani, Triani
Oktaria dan Eka Putri Nur Utami.
9. Seluruh pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu per satu, terima
kasih atas bantuannya.
Atas segala bantuan yang diberikan, penulis hanya bisa berdoa dengan

harapan semoga semua kebaikan yang penuh keikhlasan tersebut dicatat sebagai
amal ibadah dan mendapatkan balasan berupa pahala disisi AllahSubhanahu wa
ta’ala, Aamiin Ya Rabbal Alamin. Penulis menyadari bahwa masih banyak
terdapat kekurangan dalam penulisan karya ilmiah ini. Namun, penulis berharap
karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang membutuhkan.
Wassalam.
Bogor, Februari 2016

vi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

1
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Nilai Ekstrim Peubah Tunggal
Nilai Ekstrim Peubah Ganda
Madogram
Statistical Downscaling
Regresi Kuadrat Terkecil Parsial

2
4
5
6
6

3 METODE PENELITIAN
Data
Metode Analisis

7
8

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Data
Ketergantungan Spasial Ekstrim
Penduga Parameter GPD
Penduga Parameter Kopula
Nilai Tingkat Pengembalian
Pemodelan

9
10
12
13
15
20

5 SIMPULAN

21

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

23

RIWAYAT HIDUP

30

vii

DAFTAR TABEL
1 Nilai tingkat pengembalian rata-rata curah hujan 15 stasiun periode
3 bulan dengan menggunakan GPD
2 Nilai tingkat pengembalian rata-rata curah hujan 15 stasiun periode
6 bulan dengan menggunakan GPD
3 Nilai tingkat pengembalian rata-rata curah hujan 15 stasiun periode
9 bulan dengan menggunakan GPD
4 Nilai tingkat pengembalian rata-rata curah hujan 15 stasiun periode
12 bulan dengan menggunakan GPD
5 Nilai tingkat pengembalian curah hujan dan curah hujan ekstrim
6 Nilai tingkat pengembalian data luaran GCM
7 Nilai tingkat pengembalian data luaran GCM ekstrim
8 Nilai korelasi dan RMSEP model

16
16
17
17
18
19
19
20

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Komponen variogram
Diagram kotak garis curah hujan
Diagram kotak garis data luaran GCM
Plot F-madogram curah hujan (a) dan curah hujan ekstrim (b)
Plot F-madogram data luaran GCM (a) dan data luaran GCM ekstrim (b)
Parameter σ (a) dan parameter ξ (b) untuk periode ramalan 3 bulan
Parameter σ (a) dan parameter ξ (b) untuk periode ramalan 6 bulan
Parameter σ (a) dan parameter ξ (b) untuk periode ramalan 9 bulan
Parameter σ (a) dan parameter ξ (b) untuk periode ramalan 12 bulan
Parameter μ (a), parameter σ (b) dan parameter ξ (c) curah hujan
dan curah hujan ekstrim
11 Parameter μ (a), parameter σ (b) dan parameter ξ (c) data luaran GCM dan
data luaran GCM ekstrim

5
10
10
11
11
12
12
12
13
14
14

DAFTAR LAMPIRAN
1 Nilai dugaan parameter GPD rata-rata curah hujan periode
3 bulan
2 Nilai dugaan parameter GPD rata-rata curah hujan periode ramalan
6 bulan
3 Nilai dugaan parameter GPD rata-rata curah hujan periode ramalan
9 bulan
4 Nilai dugaan parameter GPD rata-rata curah hujan periode ramalan
12 bulan
5 Dugaan parameter kopula curah hujan periode ramalan 12 bulan
6 Dugaan parameter kopula curah hujan ekstrim periode ramalan 12 bulan
7 Dugaan parameter kopula data luaran GCM periode ramalan 12 bulan
8 Dugaan parameter kopula data luaran GCM ekstrim ramalan 12 bulan
9 Nilai ramalan, korelasi, dan RMSEP model nilai tingkat pengembalian

24
24
25
25
26
26
27
27

vi

rata-rata curah hujan dan data luaran GCM
10 Nilai ramalan, korelasi, dan RMSEP model nilai tingkat pengembalian
curah hujan dan data luaran GCM
11 Nilai ramalan, korelasi, dan RMSEP model nilai tingkat pengembalian
curah hujan ekstrim dan data luaran GCM ekstrim
12 Nilai ramalan, korelasi, dan RMSEP model nilai tingkat pengembalian
rata-rata curah hujan dan data luaran GCM ekstrim

28
28
29
29

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perubahan iklim global yang dipengaruhi oleh peningkatan temperatur ratarata dunia menyebabkan kondisi ekstrim, seperti curah hujan ekstrim, suhu panas
ekstrim dan intensitas badai. Menurut BMKG (2015) cuaca ekstrim terjadi apabila
jumlah hari hujan yang tercatat paling banyak melebihi rata-ratanya, intensitas
hujan terbesar dalam 1 (satu) jam selama periode 24 jam dan intensitas dalam 1
(satu) hari selama periode satu bulan melebihi rata-ratanya, terjadi kecepatan
angin > 45 km/jam, suhu udara>35˚C atau 0 menyebar Frechet.
Penentuan nilai ekstrim lainnya yaitu dengan memperhatikan nilai-nilai
yang melebihi suatu nilai ambang (peak over threshold). Nilai-nilai yang melebihi
nilai ambang u dituliskan sebagai
menyebar dengan sebaran Pareto
terampat (generalized Pareto distribution/GPD). Fungsi sebaran kumulatif untuk
GPD dapat dituliskan sebagai berikut,
{

(2)

adalah sebaran GPD, adalah parameter skala dan adalah
dengan
parameter bentuk. Nilai ambang dipilih berdasarkan nilai optimal yang
menghasilkan galat parameter paling minimal.
Pembahasan nilai ekstrim tidak berhenti pada pendugaan nilai ekstrim,
namun berlanjut pada perhitungan nilai tingkat pengembalian sebagai prediksi
nilai ekstrim. Nilai tingkat pengembalian adalah nilai maksimum yang diharapkan
akan dilampaui satu kali dalam periode ramalan dengan periode analisis atau
periode pemodelan , atau dengan kata lain dalam periode ramalan , curah
hujan akan mencapai nilai maksimum sebanyak satu kali
.
Secara umum nilai tingkat pengembalian dapat dituliskan sebagai berikut,
̂
(3)
dengan ̂ adalah nilai tingkat pengembalian pada periode ramalan dan periode
pemodelan m, F-1 adalah invers dari fungsi sebaran F, k adalah periode ramalan.
Persamaan nilai tingkat pengembalian yang mengikuti sebaran GEVD adalah
sebagai berikut,
̂

{

̂

̂
̂

[

(

)

̂

] ̂

(4)

̂
))
̂
(
(
dengan, ̂ adalah penduga parameter lokasi, ̂ adalah penduga parameter skala
dan ̂ adalah penduga parameter bentuk. Nilai tingkat pengembalian mengikuti
sebaran GPD adalah sebagai berikut ,
̂
(5)
̂
-1)
̂
̂

dengan, ̂ adalah penduga parameter lokasi, ̂ adalah penduga parameter skala,
̂ adalah penduga parameter bentuk, u adalah nilai ambang, adalah periode
ramalan. Nilai diduga oleh n/N, dengan n adalah jumlah data diatas nilai
ambang dan N adalah jumlah seluruh data.

4

Nilai Ekstrim Peubah Ganda
Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi nilai ekstrim peubah
ganda adalah proses max-stable dan kopula. Proses max-stable merupakan metode
penting dalam kajian ekstrim spasial yang menyediakan struktur ketergantungan
pada ruang yang berdekatan (Davison et al.). Misalkan sebuah data
berukuran
n dan berdimensi d menyebar bebas stokastik identik, dengan
dan
. Asumsikan terdapat urutan dari fungsi yang berdekatan > 0 dan
R sehingga,
(6)
adalah proses max-stable yang mengikuti sebaran GEV.
Kopula memainkan peran signifikan dalam mengukur ketergantungan
antar komponen peubah acak. Kopula adalah sebaran peubah ganda dengan fungsi
sebaran marginal seragam (0,1). Fungsi kopula berdimensi d ditulis sebagai
memenuhi sifat:
, jika
paling sedikit pada suatu
,
i.
ii.
(
)
,
.
Misalkan
adalah nilai ekstrim dimensi-d dengan fungsi sebaran
G dan fungsi sebaran marginal dari
adalah
, maka
terdapat suatu kopula C.
.
(7)
Pendugaan parameter kopula dapat dilakukan dengan menggunakan
metode penduga kemungkinan maksimum semu (pseudo maximum likelihood
Estimation/PMLE) (Weiβ 2010 dalam Sari 2012). Metode ini mentransformasikan
data asli ke dalam pengamatan semu (pseudo) kemudian dilanjutkan dengan
penduga kemungkinan maksimum. Misal peubah acak
mempunyai fungsi
sebaran kumulatif dari pengamatan pseudo
ditunjukkan oleh (McNeil et al.
2005),
( )
(8)
Penduga parameter kopula dinotasikan dengan
adalah vektor
parameter kopula yang diduga menggunakan PMLE sebagai berikut,
̂
(9)
arg
dengan

Penduga parameter PML ( ̂
dihitung melalui pengamatan pseudo
berukuran n dengan memaksimumkan,
(10)
|
∑ log
dengan adalah fungsi kepekatan kopula dengan parameter
sebagai,
|
|

yang diberikan

(11)

Setelah melakukan pendugaan ,
dan
maka nilai tingkat pengembalian
kopula dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (4).

5

Madogram
Kajian Geospasial mengenal variogram untuk mengamati hubungan
ketergantungan spasial. Variogram menghitung besar perubahan pebedaan amatan
berdasakan perubahan jarak. Variogram ditunjukkan dengan plot semivarian atau
semivariogram yang menggambarkan dan memodelkan korelasi spasial antar data.
Jika
merupakan proses max-stable maka persamaan umum untuk variogram
adalah,
(12)
|
|2

dengan
adalah nilai variogram untuk jarak ,
adalah gugus nilai
pada lokasi x
dan
adalah gugus nilai pada lokasi (Webster dan Oliver
2007). Komponen-komponen dari variogram secara teroritis adalah sebagai
berikut (Bohling 2006 dalam Gustina 2010),
a. ambang (Sill) yaitu nilai semivarian saat nilai variogram konstan
b. jangkauan (Range) yaitu jarak maksimum dimana variogram mencapai
nilai konstan
c. ragam (Nugget) yaitu nilai variogram pada titik asal untuk jarak yang
mendekati nol.

Gambar 1. Komponen variogram
Komponen variogram pada Gambar 1 menunjukkan nilai Nugget=0.2, Sill =1 dan
Range= 4000. Hal tersebut menunjukkan nilai semivarian pada jarak di sekitar
nol bernilai 0.2 dan korelasi pada rata-rata jarak maksimum 4000 rata-rata
semivariannya sebesar 1.
Pada kajian ekstrim spasial, orde kedua pada persamaan variogram sulit
menginterpretasikan nilai ekstrim, sehingga variogram lebih tepat digunakan
untuk data yang menyebar nomal. Untuk mengakomodir nilai amatan pada ekor
sebaran, digunakan semivarian orde pertama atau yang disebut Madogram.
Persamaan umum Madogram sebagai berikut,
|
|
(13)
dengan
adalah Madogram.
Cooley et al. (2006) memperkenalkan modifikasi Madogram yang mampu
mengakomodir keterbatasan momen pertama yang tidak selalu terjadi pada kasus
nilai ekstrim, yang disebut sebagai F-madogram. Fungsi tersebut mentranformasi
peubah acak menggunakan fungsi sebaran kumulatif. Jika
merupakan proses
max-stable yang stasioner dan isotropik dengan unit sebaran marginal
,
maka -madogram-nya adalah sebagai berikut:

6

| (
)
(
)|
(14)
adalah F-madogram pada jarak h,
adalah nilai
dengan ̂
pengamatan pada lokasi (x+h) dan
adalah nilai pengamatan pada lokasi ke
, adalah jarak antara dua lokasi.

Statistical Downscaling
Model sirkulasi global (global circulation model/GCM) adalah model
berbasis komputer yang terdiri dari berbagai persamaan numerik dan deterministik
yang terpadu untuk mensimulasikan peubah-peubah iklim global pada setiap grid
(berukuran ± 2.5˚ atau ±300 km2) setiap lapisan atmoefer, selanjutnya digunakan
pola-pola iklim dalam jangka waktu panjang (tahunan) (Wigena 2006). GCM
mampu menggambarkan keadaan atmosfer yang mempengaruhi kondisi bumi
secara global dan peka terhadap perubahan iklim. Menurut Sutikno (2008), model
GCM dapat digunakan untuk menduga perubahan iklim global dalam merespon
terhadap peningkatan konsentrasi gas rumah kaca, memberikan pendugaan
peubah iklim (curah hujan, suhu, kelembaban) secara fisik sesuai dengan
model-model fisika dan pendugaan peubah cuaca (angin, radiasi, penutupan awan,
kelembaban tanah), serta mampu mensimulasi keragaman iklim siklus harian.
Persamaan umum SD adalah sebagai berikut (Sailor et al. 2000; Trigo dan
Palutikof 2001 dalam Wigena 2006),
(15)
dengan
adalah peubah-peubah iklim lokal (misalnya: curah hujan),
adalah peubah-peubah luaran GCM (misalnya: presipitasi), adalah banyaknya
waktu (misalnya: harian atau bulanan), adalah banyaknya grid domain GCM.
Data luaran GCM bersifat global sehingga dalam melakukan pendugaan
peubah iklim secara lokal dibutuhkan suatu metode yang mampu menjembatani
perbedaan skala tersebut. Zorita dan Storch (1999) menyebutkan bahwa metode
statistical downscaling (SD) merupakan pendekatan yang dapat menangani
permasalahan rendahnya resolusi data dan akurasi prediksi. Setelah mengetahui
hubungan kedua gugus data tersebut, data luaran yang berskala besar (GCM)
digunakan untuk memprediksi data peubah iklim berskala lokal (skala stasiun
cuaca).
Secara umum metode SD terdiri dari dua macam yaitu pendekatan linear
dan nonlinear. Metode-metode yang didasarkan pada pola hubungan linear adalah
regresi linear berganda, analisis korelasi kanonik, analisis komponen utama dan
penguraian nilai singular. Metode-metode yang didasarkan pada pola hubungan
nonlinear adalah metode jaringan saraf tiruan dan metode analog.

Regresi Kuadrat Terkecil Parsial
Regresi kuadrat terkecil parsial (RKTP) merupakan metode yang dapay
mengatasi masalah multikolinearitas. Selain itu, metode ini juga mampu
memprediksi peubah tak bebas dari sekumpulan peubah bebas yang sangat besar
ukurannya. Ide utama dari metode ini adalah mengekstraksi peubah-peubahnya,
dengan catatan bahwa komponen tersebut menjelaskan sebesar-besarnya peragam.
RKTP menguraikan peubah X dan Y secara simultan menjadi komponen-

7

komponen, kemudian hasil penguraian X digunakan untuk memprediksi Y
melalui tahapan regresi.
Bila X berukuran
( adalah jumlah pengamatan dan adalah jumlah
peubah prediktor), yang terdiri dari vektor ,
, dan Y berukuran
( adalah jumlah peubah respon), yang terdiri dari vektor ,
.
Metode RKTP menghasilkan sejumlah komponen baru yang akan memodelkan
X dan Y, sehingga diperoleh hubungan antara X dan Y. Komponen-komponen
baru ini disebut skor X, yang dicatat dengan ,
. Setiap skor
yang dihasilkan saling ortoghonal.
Skor X merupakan kombinasi linier peubah-peubah asal
dengan
koefisien pembobot, dicatat sebagai
. Koefisien pembobot diperoleh dengan
memaksimumkan kriteria peragam. Proses tersebut diformulasikan sebagai,

(16)
Skor tersebut mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1. Skor dikalikan dengan loading
sehingga sisaannya
kecil.

(17)
Pada kondisi
, skor (ua) dikalikan dengan pembobot
sehingga
sisaannya ( ) kecil.

(18)
2. Skor adalah prediktor bagi ,yakni,

(19)
Sisaan Y, yaitu
, menyatakan simpangan antara respon pengamatan
dengan respon dugaan. Berdasarkan persamaan (17), persamaan (18) dapat
dituliskan sebagai model regresi ganda berikut:




(19)
Koefisien model RKTP, bnj, adalah:

(20)
Prediksi bagi data pengamatan yang baru dapat diperoleh berdasarkan data X dan
matriks koefisien B.

3 DATA DAN METODE

Data
Data curah hujan yang digunakan adalah data bulanan curah hujan yang
diamati dari Januari 1979-Desember 2008 di 15 stasiun di Indramayu. Data ini
diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Data nilai tingkat
pengembalian curah hujan merupakan data respon dalam pemodelan.
Data luaran GCM yang digunakan adalah data presipitasi GCM climate
model intercomparison project (CMIP5) dalam satuan mm/bulan yang sudah di
lag-kan. Data tersebut diamati dari Januari 1979-Desember 2008 pada 1.25˚LU16.25˚LS dan 98.75˚-116.25˚BT. Luas wilayah yang dibagi menjadi 8 8 grid
sehingga total peubah luaran GCM yang diperoleh sebanyak 64 peubah. Nilai
tingkat pengembalian dari data luaran GCM merupakan data prediktor dalam
pemodelan.

8

Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini diawali dengan
menentukan curah hujan ekstrim dan data luaran GCM ekstrim dengan
menggunakan metode blok maksima. Selanjutnya menghitung nilai tingkat
pengembalian dari data curah hujan (curah hujan, curah hujan ekstrim dan ratarata curah hujan) dan nilai tingkat pengembalian data luaran GCM (GCM dan
GCM ekstrim). Nilai tingkat pengembalian yang dihasilkan kemudian dimodelkan
menggunakan metode RKTP.
Tahapan-tahapan analisis selengkapnya adalah sebagai berikut:
1. Eksplorasi data curah hujan 15 stasiun dan data luaran GCM meggunakan
diagram kotak garis untuk mengindentifikasi nilai ekstrim pada kedua data
tersebut.
2. Menentukan rata-rata curah hujan 15 stasiun
3. Menentukan curah hujan ekstrim 15 stasiun dan data luaran GCM esktrim
menggunakan metode blok maksima pada periode tahunan.
4. Melakukan analisis ketergantungan spasial.
Menghitung ketergantungan spasial dari curah hujan 15 stasiun, curah hujan
ekstrim di 15 stasiun, data luaran GCM dan data luaran GCM ekstrim
menggunakan F-madogram.
5. Melakukan pendugaan parameter GPD terhadap rata-rata curah hujan.
Pendugaan parameter GPD rata-rata curah hujan dilakukan pada nilai ambang
125 mm, 150 mm dan 200 mm untuk k = 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan dan 12
bulan. Hal tersebut dilakukan untuk menentukan nilai ambang dan periode
ramalan terbaik.
6. Pendugaan parameter kopula untuk data curah hujan, curah hujan ekstrim,
data luaran GCM dan data luaran GCM ekstrim.
7. Menentukan nilai tingkat pengembalian.
Nilai tingkat pengembalian dapat dihitung melalui parameter yang telah
diperoleh pada langkah nomor 5 dan 6. Nilai tingkat pengembalian untuk
parameter GPD dan kopula diperoleh melalui persamaan sebagai berikut:
a) Nilai tingkat pengembalian GPD untuk rata-rata curah hujan dengan
periode ramalan 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan dan 12 bulan.
̂
̂
-1)
̂
dengan ̂ adalah penduga parameter lokasi, ̂ adalah penduga parameter
skala, ̂ adalah penduga parameter bentuk, u adalah nilai ambang, p adalah
periode ramalan,
adalah periode ramalan,
diduga oleh n/N dengan n
adalah jumlah data diatas nilai ambang dan N adalah jumlah seluruh data.
b) Nilai tingkat pengembalian kopula untuk curah hujan, curah hujan ekstrim,
data luaran GCM dan data luaran GCM ekstrim menggunakan persamaan
sebagai berikut,
̂
̂
̂
[(
)
]
̂
̂
dengan, ̂ adalah pendiga parameter lokasi ke-i, ̂ adalah pendiga
parameter skala ke-i dan ̂ adalah penduga parameter bentuk ke-i.
8. Melakukan pemodelan menggunakan nilai tingkat pengembalian yang
diperoleh dari langkah nomor 7a dan 7b dengan RKTP.

9

Respon yang digunakan untuk pemodelan adalah nilai tingkat pengembalian
curah hujan, nilai tingkat pengembalian curah hujan ekstrim dan nilai tingkat
pengembalian rata-rata curah hujan. Nilai tingkat pengembalian curah hujan
dan curah hujan ekstrim dirata-ratakan. Prediktor yang digunakan untuk
pemodelan adalah nilai tingkat pengembalian data luaran GCM dan nilai
tingkat pengembalian data luaran GCM ekstrim. Model yang dibangun
sebanyak 4 buah, yaitu :
a) Model nilai tingkat pengembalian rata-rata curah hujan dan nilai tigkat
pengembalian data luaran GCM.
b) Model nilai tingkat pengembalian curah hujan dan nilai tingkat
pengembalian data luaran GCM.
c) Model nilai tingkat pengembalian curah hujan ekstrim dan nilai tingkat
pengembalian data luaran GCM ekstrim.
d) Model nilai tingkat pengembalian rata-rata curah hujan dan nilai tingkat
pengembalian data luaran GCM ekstrim.
9. Menghitung evaluasi pendugaan nilai ekstrim menggunakan RMSEP dan
korelasi.
Pendugaan simpangan galat root mean square error prediction (RMSEP) nilai
dugaan ekstrim (
dan nilai aktual (
), dituliskan dengan
persamaan sebagai berikut :




dengan n = banyaknya jumlah data validasi.
Hubungan linear antara dua peubah kuantitatif dapat dilihat dengan
menggunakan analisis korelasi Pearson. Keeratan hubungan antara dua peubah
diduga dengan koefisien korelasi contoh r, yaitu :


dengan
= koefisien korelasi antara peubah X dan peubah Y,
= peragam
peubah X dan peubah Y,
= ragam peubah X ,
= ragam peubah Y.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Data
Deskripsi data curah hujan dan data luaran GCM digunakan sebagai
informasi awal untuk mengetahui karakteristik dan pola sebaran kedua data
tersebut. Eksplorasi rata-rata data curah hujan 15 stasiun dari tahun 1979-2008
disajikan pada Gambar 2. Diagram kotak garis pada Gambar 2 menunjukkan
curah hujan membentuk pola monsun. Pola tersebut menggambarkan satu puncak
tertinggi dan titik terendah rata-rata curah hujan di Kabupaten Indramayu. Ratarata curah hujan tertinggi pada terjadi bulan Januari dan rata-rata curah hujan
terendah terjadi pada bulan Agustus. Musim hujan terjadi antara bulan Oktober
sampai bulan Maret, dengan keragaman curah hujan tertinggi terjadi pada bulan
Januari. Musim kering terjadi antara bulan April sampai bulan September, dengan
keragaman curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus. Gambar 2 juga
menunjukkan bahwa curah hujan ekstrim terjadi setiap bulan.

10

bulan

Gambar 2. Diagram kotak garis curah hujan
Eksplorasi data rata-rata GCM disajikan pada Gambar 3. Pola data luaran
GCM memperlihatkan satu pola musiman dalam satu tahun. Nilai rata-rata luaran
GCM tertinggi terjadi pada bulan Januari. Bulan Febuari hingga bulan Juli nilai
rata-rata luaran GCM mengalami penurunan hingga nilai rata-rata terendah pada
bulan Agustus dan September. Pada bulan Oktober hingga Desember nilai ratarata luaran GCM meningkat kembali. Gambar 3 juga memperlihatkan bahwa data
luaran GCM tidak memiliki pencilan dengan keragaman data yang relatif konstan.

bulan

Gambar 3. Diagram kotak garis data luaran GCM

Ketergatungan Spasial
Ketergantungan spasial curah hujan, curah hujan ekstrim, data luaran GCM
dan data luaran GCM ekstrim merupakan asumsi awal yang dibutuhkan untuk
analisis spasial ekstrim. Plot F-madogram digunakan untuk mengevaluasi
ketergantungan spasial ekstrim antar data tersebut. Gambar 4 merupakan plot Fmadogram untuk data curah hujan dan curah hujan ekstrim.
Plot F-madogram curah hujan pada Gambar 4(a) mengikuti pola model
semivarian ideal, yaitu nilai semivarian
bernilai positif dan cenderung naik
monoton seiring bertambahnya jarak
Nilai semivarian pada rata-rata jarak

11

sekitar nol sebesar 0.05. Gambar tersebut juga menunjukkan bahwa terdapat
korelasi curah hujan antar stasiun pada rata-rata jarak maksimum 0.2 m dengan
rata-rata nilai semivarian 0.08.

(a)
(b)
Gambar 4. Plot F-madogram curah hujan (a) dan plot F-madogram
curah hujan ekstrim (b)
Gambar 4(b) adalah plot F-madogram untuk curah hujan ekstrim. Plot
tersebut menunjukkan bahwa pada rata-rata jarak sekitar nol, rata-rata nilai
semivariannya sebesar 0.05. Plot semivarian cenderung lebih menyebar namun
masih menunjukkan pola model semivarian ideal. Korelasi spasial curah hujan
eksrim pada rata-rata jarak maksimum 0.2 m rata-rata semivariannya sebesar 0.10.

(a)
(b)
Gambar 5. Plot F-madogram data luaran GCM (a) dan plot Fmadogram data luaran GCM ekstrim (b)
Gambar 5 adalah plot F-madogram untuk data luaran GCM dan data luaran
GCM ekstrim. Secara umum, kedua plot F-madogram mengikuti pola model
semivarian ideal. Nilai semivarian
untuk data luaran GCM dan data luaran
GCM ekstrim meningkat seiring dengan pertambahan jarak (lokasi grid). Ratarata semivarian untuk luaran GCM dan luaran GCM ekstrim pada rata-rata jarak
sekitar nol sebesar 0.001. Korelasi spasial luaran GCM antar grid pada rata-rata
jarak maksimum 5 memiliki rata-rata nilai semivarian 0.75, sedangkan korelasi
spasial luaran GCM ekstrim pada rata-rata jarak maksimum 0.5 memiliki nilai
semivarian 0.15.

12

Penduga Parameter GPD
Rata-rata curah hujan di 15 stasiun diidentifikasi menggunakan sebaran
GPD karena merupakan data peubah tunggal. Pendugaan parameter rata-rata
curah hujan dilakukan sebanyak 4 periode ramalan (3 bulan, 6 bulan, 9 bulan dan
12 bulan) untuk memperoleh periode ramalan terbaik. Nilai ambang yang dipilih
untuk setiap periode ramalan adalah 125 mm, 150 mm dan 200 mm, dan masingmasing nilai tingkat pengembalian diwakili oleh 10 periode analisis atau periode
pemodelan.
120
100
80
u=125

60

u=150

40
20

(

0
1

2

3

4

5

a)6

7

8

u=200
9 10

0,1
0,08
0,06
0,04
0,02
0
-0,02
-0,04
-0,06

u=125
u=150
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

(

u=200

b)
periode pemodelan

periode pemodelan

(a)
Gambar 6. Penduga parameter
ramalan 3 bulan

(a) dan parameter

120
100
80
60

u = 125

40

u = 150

20

u = 200

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
periode pemodelan

0,1
0,08
0,06
0,04
0,02
0
-0,02
-0,04
-0,06

(b)
(b) untuk periode

u = 125
u = 150
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

u = 200

peridoe pemodelan

(a)
Gambar 7. Penduga parameter
ramalan 6 bulan

(a) dan parameter

(b)
(b) untuk periode

0,1

120
100

0,05

80

u = 125

u = 125

60
40

u = 150

20

u = 200

u = 150

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

u = 200

-0,05

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
periode pemodelan

(a)
Gambar 8. Penduga parameter
ramalan 9 bulan

-0,1

periode pemodelan

(a) dan parameter

(b)
(b) untuk periode

13

120

0,15

100
80

0,1

60

u = 125

40

u = 150

20

u = 200

u =125
0,05

u = 150
u = 200

0

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
periode pemodelan

(a)
Gambar 9. Penduga parameter
12 bulan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
-0,05

(a) dan parameter

periode pemodelan

(b)
(b) untuk periode ramalan

Secara umum, grafik penduga parameter dan penduga parameter untuk
nilai ambang (u) 125 mm, 150 mm dan 200 mm memiliki karakteristik yang sama
pada semua periode ramalan. Penduga parameter untuk u=125 mm paling tinggi
dan penduga parameter untuk u= 150 mm paling rendah, sedangkan penduga
parameter untuk u=200 berada diantara keduanya. Hal tersebut menunjukkan
bahwa keragaman nilai ekstrim pada u=125 mm lebih tinggi dari keragaman pada
u= 200 mm, dan keragaman nilai ekstrim pada u=150 paling rendah dari keduanya.
Penduga parameter untuk u= 125 mm selalu bernilai negatif, penduga parameter
untuk u=150 selalu bernilai positif dan penduga parameter memiliki dua nilai
(positif dan negatif)
Pemilihan nilai ambang 125 mm membuat nilai ekstrim curah hujan berekor
gemuk (fat tail) dan memungkinkan curah hujan yang tidak ekstrim menjadi
amatan, sehingga keragaman data curah hujan ekstrim menjadi besar dan bentuk
ekor datanya terbatas ̂
. Pemilihan nilai ambang yang terlalu tinggi juga
tidak selalu baik. Dalam kasus ini, pemilihan nilai ambang 200 mm menghasilkan
penduga parameter yang cukup tinggi dengan penduga parameter yang tidak
stabil. Nilai ambang 200 mm menyebabkan data amatan curah hujan ekstrim
menjadi lebih sedikit dan kemungkinan curah hujan ekstrim menjadi tidak
teramati, sehingga keragaman data cukup besar. Keragaman untuk nilai ambang
150 mm paling kecil dari keduanya, karena memiliki penduga parameter paling
rendah. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman data curah hujan ekstrim untuk
nilai ambang 150 mm lebih ideal dari 125 mm dan 200 mm. Selain itu, nilai
ambang 150 mm memiliki penduga parameter >0, yang berarti bahwa bentuk
ekor sebarannya memanjang dan tidak terbatas.

Pendugaan Parameter Kopula
Pendekatan kopula digunakan untuk data peubah ganda yaitu, curah hujan
di 15 stasiun, curah hujan ekstrim di 15 stasiun, data luaran GCM dan data luaran
GCM ekstrim. Kopula memiliki tiga parameter penduga, yaitu parameter lokasi
yang menyatakan letak titik pemusatan data, parameter skala (σ) yang
menyatakan pola keragaman data dan parameter bentuk (ξ) yang menggambarkan
perilaku titik ujung kanan dari fungsi peluangnya. Parameter kopula periode
ramalan 12 bulan untuk curah hujan, curah hujan ekstrim, data luaran GCM dan
data luaran GCM ekstrim dilakukan sebanyak 10 peride pemodelan.

14

120

400

100
300

curah
hujan

200

80
curah
hujan

60
40

curah
hujan
ekstrim

100
0
1

2

3

4

5

6

7

8

curah
hujan
ekstrim

20
0

9 10

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
periode pemodelan

periode pemodelan

(a)

(b)
1
0,8

curah
hujan

0,6
0,4
0,2

curah
hujan
ekstrim

0
-0,2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
periode pemodelan

(c)
Gambar 10. Penduga parameter
(a), penduga parameter (b) dan penduga
parameter (c) curah hujan dan curah hujan ekstrim
14
12
10
8
6
4
2
0

2,5
2
GCM

1,5

GCM

1
GCM
ekstrim

GCM
ekstrim

0,5
0

1

2

3

4

5

6

7

8

9 10

1

periode pemodelan

2

3

4 5 6 7 8
periode pemodelan

9 10

(b)

(a)
0
-0,05

1

2

3

4

5

6

7

8

-0,1

9 10
GCM

-0,15
GCM
ekstrim

-0,2
-0,25
-0,3
-0,35

periode pemodelan

(c)
Gambar 11. Penduga parameter (a) penduga parameter (b) dan penduga
parameter (c) data luaran GCM dan data luaran GCM ekstrim
Gambar 10(a) menunjukkan bahwa penduga parameter dari curah hujan
dan curah hujan ekstrim cukup stabil. Penduga parameter untuk curah hujan

15

ekstrim lebih tinggi dari curah hujan biasa. Hal tersebut dikarenakan data curah
hujan ekstrim merupakan data curah hujan tertinggi yang diambil setiap bulan,
sehingga titik pemusatan data curah hujan ekstrim lebih tinggi dari data curah
hujan biasa
. Gambar 10(b) menunjukkan bahwa penduga parameter σ curah hujan
ekstrim relatif stabil, sedangkan penduga parameter σ curah hujan cenderung
fluktuatif. Penduga parameter σ curah hujan ekstrim lebih tinggi dari Penduga
parameter σ curah hujan. Keragaman yang tinggi disebabkan oleh jumlah amatan
curah hujan ekstrim lebih sediki. Selain itu, keragaman yang tinggi juga dapat
disebabkan oleh pengambilan nilai paling ekstrim setiap bulan, yang
memungkinkan adanya nilai ekstrim lainnya tidak teramati.
Gambar 10(c) menunjukkan perilaku ekor data curah hujan dan curah
hujan ekstrim. Curah hujan memiliki penduga parameter ξ ≥ 0, yang menyatakan
bahwa fungsi peluangnya memiliki titik ujung yang tak terhingga. Curah hujan
ekstrim memiliki penduga parameter ξ < 0, yang menyatakan bahwa fungsi
peluangnya memiliki titik ujung yang terhingga.
Gambar 11(a), Gambar 11(b) dan Gambar 11(c) berturut-turut adalah grafik
pendugaan parameter lokasi, skala dan bentuk dari data luaran GCM dan data
luaran GCM ekstrim. Gambar 11(a) menunjukkan bahwa penduga parameter
dari data luaran GCM dan data luaran GCM ekstrim cukup stabil. Data luaran
GCM ekstrim memiliki penduga parameter
lebih tinggi dari data luaran GCM,
karena data luaran GCM ekstrim diambil dari nilai tertinggi pada periode bulanan.
Gambar 11(b) menunjukan bahwa penduga parameter σ untuk data luaran GCM
dan data luaran GCM ekstrim cukup stabil, dengan rata-rata keragaman data
luaran GCM ekstrim lebih tinggi dari rata-rata keragaman data luaran GCM.
Gambar 11(c) menunukkan bahwa data luaran GCM dan data luaran GCM
ekstrim memiliki penduga parameter ξ< 0, yang berarti bahwa fungsi peluangnya
memiliki titik ujung yang terhingga.

Nilai Tingkat Pengembalian
Nilai tingkat pengembalian merupakan gambaran maksimum yang
diharapkan secara rata-rata dapat dilampaui satu kali dalam periode ramalan
tertentu, atau dapat dikatakan bahwa nilai tingkat pengembalian merupakan
dugaan nilai ekstrim. Setelah memperoleh penduga parameter GPD pada
Lampiran 1, maka persamaan (3) dapat digunakan untuk mencari nilai tingkat
pengembalian rata-rata curah hujan pada nilai 125 mm dan periode ramalan 3
bulan dengan periode pemodelan 1 Jan 1979 -31 Jun 2006 sebagai berikut,
̂

Persamaan (3) juga digunakan untuk mencari nilai tingkat pengembalian
GPD rata-rata curah hujan pada nilai ambang 150 mm dan 200 mm dengan
periode ramalan 6 bulan, 9 bulan, dan 12 bulan. Nilai tingkat pengembalian ratarata curah hujan untuk nilai ambang 125 mm, 150 mm dan 200 mm periode
ramalan 3 bulan dapat dilihat pada Tabel 1.

16

Tabel 1. Nilai tingkat pengembalian rata-rata curah hujan 15 stasiun periode 3
bulan dengan menggunakan GPD
Nilai tingkat pengembalian
Nilai
Nilai
Nilai
Nilai
Periode pemodelan
ambang ( ) ambang ( ) ambang ( ) aktual
125 mm
150 mm
200 mm
(mm)
(mm)
(mm)
1 Jan 1979 -31 Jun 2006
151.01
155.09
151.78
13
1 Jan 1979 -30 Sep 2006
150.13
154.34
150.99
170
1 Jan 1979 -31 Des 2006
149.80
154.25
150.20
356
1 Jan 1979 -31 Mar 2007 151.34
155.66
152.47
131
1 Jan 1979 -31 Jun 2007
150.82
154.93
151.70
18
1 Jan 1979 -30 Sep 2007
149.98
154.20
150.94
313
1 Jan 1979 -31 Des 2007
150.11
154.25
149.94
439
1 Jan 1979 -31 Mar 2008 152.26
155.87
148.57
97
1 Jan 1979 - 31 Jun 2008 151.40
155.11
147.71
7
1 Jan 1979 - 30 Sep 2008 150.55
154.36
146.86
198
RMSEP
147.04
146.32
146.70

Waktu
realisasi
Jul-06
Des-06
Mar-07
Apr-07
Jul-07
Nov-07
Mar-08
Apr-08
Jul-08
Des-08

Tabel 2. Nilai tingkat pengembalian rata-rata curah hujan 15 stasiun periode 6
bulan dengan menggunakan GPD

Periode pemodelan
1 Jan 1979 – 31 Des 2003
1 Jan 1979 – 30 Jun 2004
1 Jan 1979 – 31 Des 2004
1 Jan 1979 – 30 Jun 2005
1 Jan 1979 – 31 Des 2005
1 Jan 1979 – 30 Jun 2006
1 Jan 1979 – 31 Des 2006
1 Jan 1979 – 30 Jun 2007
1 Jan 1979 – 31 Des 2007
1 Jan 1979 – 30 Jun 2008
RMSEP

Nilai tingkat pengembalian
Nilai
Nilai
Nilai
Nilai
ambang ( ) ambang ( ) ambang ( ) aktual
125 mm
150 mm
200 mm
(mm)
(mm)
(mm)
218.33
215.12
214.96
521
220.44
217.04
217.13
86
218.53
215.33
215.42
235
217.91
214.30
214.89
96
216.74
213.17
213.27
409
217.25
213.85
213.68
113
215.77
212.37
212.05
356
216.93
213.73
213.15
112
216.83
213.86
213.25
439
220.33
217.41
216.92
136
159.20
159.99
160.12

Waktu
realisasi
Mar-04
Des-04
Feb-05
Des-05
Feb-06
Jun-06
Mar-07
Jul-07
Mar-08
Des-08

Nilai tingkat pengembalian curah hujan periode ramalan 3 bulan
menghasilkan RMSEP terendah sebesar 146.32 pada =150 mm. Curah hujan
p