Prediksi curah hujan ekstrim secara spasial (studi kasus: curah hujan bulanan di Kabupaten Indramayu)

PREDIKSI CURAH HUJAN EKSTRIM SECARA SPASIAL
(Studi Kasus: Curah Hujan Bulanan di Kabupaten Indramayu)

FITRI MUDIA SARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Prediksi Curah Hujan
Ekstrim Secara Spasial (Studi Kasus: Curah Hujan Bulanan di Kabupaten
Indramayu) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, November 2013
Fitri Mudia Sari
NRP G152110071

RINGKASAN
FITRI MUDIA SARI. Prediksi Curah Hujan Ekstrim Secara Spasial (Studi Kasus:
Curah Hujan Bulanan di Kabupaten Indramayu). Dibimbing oleh ANIK
DJURAIDAH dan AJI HAMIM WIGENA.
Perubahan iklim global dapat meningkatkan kejadian-kejadian ekstrim
seperti curah hujan ekstrim, suhu udara ekstrim, dan intensitas badai. Studi
mengenai pendugaan curah hujan ekstrim perlu dilakukan untuk meminimalkan
dampak dari perubahan iklim global. Untuk mendukung kebutuhan tersebut,
diperlukan metode statistika yang dapat menjelaskan kejadian curah hujan
ekstrim. Kejadian curah hujan ekstrim biasanya diukur berdasarkan lokasi, oleh
karena itu dibutuhkan pemodelan spasial ekstrim dalam menduga curah hujan
ekstrim yang memperhitungkan korelasi spasial dalam pemodelannya. Dalam
konsep spasial, lokasi yang jaraknya berdekatan memiliki hubungan yang cukup
erat, oleh karena itu korelasi spasial digunakan untuk mengetahui seberapa erat
hubungan antar lokasi.

Pada penelitian ini, korelasi spasial dihitung dengan menggunakan
madogram dan koefisiem ekstremal. Madogram merupakan modifikasi dari
semivariogram dan sebaran nilai ekstrim. Koefisien ekstremal menggambarkan
karakteristik metrik dari dependensi ekor sebaran. Pemodelan spasial ekstrim
dapat dianalisis melalui pendekatan copula dan max-stable. Pendekatan copula
mengasumsikan sebaran marginal nilai ekstrim mengikuti sebaran seragam.
Proses max-stable mentransformasikan sebaran marginal nilai ekstrim ke dalam
sebaran Fréchet. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk pemodelan
spasial ekstrim adalah metode copula.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan bulanan
pada 15 stasiun curah hujan di Kabupaten Indramayu periode tahun 1979-2008.
Untuk melihat kestabilan parameter, data dibagi menjadi tiga kelompok: yaitu
data tahun 1979-2003, tahun 1982-2006, dan tahun 1984-2008. Pemodelan untuk
pendugaan curah hujan ekstrim menggunakan data curah hujan tahun 1979-2007
dan pengujian ketepatan model menggunakan data curah hujan tahun 2008. Untuk
pendugaan curah hujan ekstrim musim hujan, data yang digunakan adalah data
tahun 1979-2006, sedangkan data curah hujan musim hujan tahun 2007 dan 2008
digunakan untuk pengujian ketepatan model.
Plot madogram dan plot koefisien ekstremal menunjukkan bahwa terdapat
korelasi spasial pada data curah hujan di Kabupaten Indramayu. Pendugaan

parameter copula untuk kelompok tahun 1979-2003, 1982-2006, dan 1984-2008
menunjukkan dugaan parameter ekstrim curah hujan di Kabupaten Indramayu
cenderung stabil. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai ramalan untuk 12 bulan
ke depan memberikan hasil peramalan yang paling baik untuk periode tahunan
dan masih cukup relevan untuk digunakan di lapangan. Sedangkan untuk periode
musim hujan, hasil peramalan yang paling baik adalah ramalan untuk 6 bulan ke
depan dan masih cukup relevan untuk digunakan di lapangan.
Kata kunci: copula, madogram, koefisien ekstremal, curah hujan ekstrim spasial

SUMMARY
FITRI MUDIA SARI. Spatial Extreme Rainfall Forecast (Case Study: Monthly
Rainfall in Indramayu Regency). Supervised by ANIK DJURAIDAH and AJI
HAMIM WIGENA.
Global climate change could increase the extreme events such as extreme
rainfall, extreme temperatures, and windstorm intensity. The study of extreme
rainfall prediction is necessary to be conducted to minimize the impact of the
global climate change. Thus, statistical method is needed to explain the extreme
rainfall events. Extreme rainfall events are usually measured for multiple locations,
so it is necessary to use spatial extreme modeling to predict the extreme rainfall
which takes into account the spatial correlation in the modeling. In spatial, nearest

neighbors have a fairly close relationship, therefore the spatial correlation is used
to determine how closely the relationship between locations.
In this study, spatial correlation was calculated by using madogram and
extremal coefficient. Madogram is a modification of semivariogram and extreme
value distributions. Extremal coefficient is a metric characterization of tail
dependence. Extreme spatial modeling were analyzed with copula approach and
max-stable process. Copula approach assumes the marginal distribution of
extreme values follow the uniform distribution. Max-stable process transform the
marginal distribution of the extreme values to the Fréchet distribution. In this
study, copula approach is used to spatial extreme modelling.
The data used were monthly rainfall in the period of 1979-2008 at 15
weather stations in Indramayu Regency. To see the stability of the parameters, the
data were divided into three groups: the data for 1979-2003, 1982-2006, and
1984-2008. Modeling for prediction of extreme rainfall using rainfall data of
1979-2007 and the data in 2008 are used for model validation. For the estimation
of extreme rainfall rainy season, the data used is the data for 1979-2006, while the
rainfall rainy season data of 2007 and 2008 are used for model validation.
Madogram and extremal coefficient showed spatial correlation in Indramayu
Regency. Copula parameter estimation for 1979-2003, 1982-2006, 1984-2008
year interval showed that the parameter estimate of extreme rainfall in Indramayu

Regency tends to be stable. The results of this study showed that the best
prediction value for annual period was for the next 12 months and this prediction
is quite relevant to be used in the field. In the rainy season, the best prediction was
for the next 6 months and this prediction is quite relevant to be used in the field.
Key words: copula, madogram, extremal coefficient, spatial extreme rainfall

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PREDIKSI CURAH HUJAN EKSTRIM SECARA SPASIAL
(Studi Kasus: Curah Hujan Bulanan di Kabupaten Indramayu)

FITRI MUDIA SARI


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Statistika Terapan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Indahwati Msi

Judul Tesis : Prediksi Curah Hujan Ekstrim Secara Spasial (Studi Kasus: Curah
Hujan Bulanan di Kabupaten Indramayu)
Nama
: Fitri Mudia Sari
NRP
: G152110071


Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Anik Djuraidah, MS
Ketua

Dr Ir Aji Hamim Wigena, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Statistika Terapan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Anik Djuraidah, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


Tanggal Ujian: 24 Oktober 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang
berjudul “Prediksi Curah Hujan Ekstrim Secara Spasial (Studi Kasus: Curah
Hujan Bulanan di Kabupaten Indramayu)”. Keberhasilan penulisan karya ilmiah
ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan petunjuk dari berbagai pihak.
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Kedua orang tua serta seluruh keluarga atas doa, dukungan dan kasih
sayangnya.
2. Ibu Dr Ir Anik Djuraidah MS selaku pembimbing I dan ketua program studi
Pascasarjana Statistika Terapan dan Bapak Dr Ir Aji Hamim Wigena MSc
selaku pembimbing II yang telah banyak memberi bimbingan, arahan serta
saran dalam penyusunan karya ilmiah ini.
3. Penguji luar komisi Ibu Dr Ir Indahwati Msi pada ujian tesis yang telah
memberikan kritik dan saran dalam perbaikan penyusunan karya ilmiah ini.

4. Seluruh staf pengajar di Program Studi Statistika IPB atas ilmu yang
diberikan selama perkuliahan.
5. Teman-teman Statistika (S2 dan S3) dan Statistika Terapan (S2) atas bantuan
dan kebersamaannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2013
Fitri Mudia Sari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

iv

DAFTAR GAMBAR

iv

DAFTAR LAMPIRAN


iv

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

1
1
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Teori Nilai Ekstrim
Ukuran Dependensi Spasial
Copula
Tingkat Pengembalian

3
3
4
6

7

3 METODE PENELITIAN
Data
Prosedur Analisis Data

8
8
8

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Data Curah Hujan
Dependensi Spasial
Pendugaan Parameter Spasial Ekstrim
Tingkat Pengembalian

8
8
11
12
15

5 SIMPULAN

21

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

23

RIWAYAT HIDUP

34

DAFTAR TABEL
1 Deskripsi data curah hujan
2 Nilai dugaan parameter spasial ekstrim data curah hujan tahun 19791988, 1982-2006, dan 1984-2008
3 Nilai dugaan parameter spasial ekstrim data curah hujan periode
tahunan
4 Nilai dugaan parameter spasial ekstrim data curah hujan periode musim
hujan
5 Ramalan tingkat pengembalian curah hujan periode tahunan dalam
rentang 3 bulan ke depan
6 Ramalan tingkat pengembalian curah hujan periode tahunan dalam
rentang 6 bulan ke depan
7 Ramalan tingkat pengembalian curah hujan periode tahunan dalam
rentang 9 bulan ke depan
8 Ramalan tingkat pengembalian curah hujan periode tahunan dalam
rentang 12 bulan ke depan
9 Ramalan tingkat pengembalian curah hujan periode musim hujan dalam
rentang 3 bulan ke depan
10 Ramalan tingkat pengembalian curah hujan periode musim hujan dalam
rentang 6 bulan ke depan
11 Ramalan tingkat pengembalian curah hujan periode musim hujan dalam
rentang 9 bulan ke depan
12 Ramalan tingkat pengembalian curah hujan periode musim hujan dalam
rentang 12 bulan ke depan

9
13
14
14
16
16
17
17
18
18
19
19

DAFTAR GAMBAR
1 Kurva sebaran nilai ekstrim
2 Plot semivariogram
3 Diagram kotak garis curah hujan stasiun curah hujan Kabupaten
Indramayu
4 Diagram kotak garis curah hujan periode musim hujan stasiun curah
hujan Kabupaten Indramayu
5 Diagram kotak garis curah hujan periode musim kering stasiun curah
hujan Kabupaten Indramayu
6 Peta kontur rata-rata intensitas curah hujan Kabupaten Indramayu
7 Peta kontur rata-rata intensitas curah hujan periode musim hujan di
Kabupaten Indramayu
8 Peta kontur rata-rata intensitas curah hujan periode musim kering di
Kabupaten Indramayu
9 Plot madogram dan koefisien ekstremal
10 Grafik nilai parameter lokasi , parameter skala
dan parameter
bentuk
11 Diagram kotak garis kesalahan relatif ramalan tingkat pengembalian
curah hujan periode tahunan

4
5
9
10
10
11
11
11
12
13
20

12 Peta kontur peramalan 12 bulan ke depan curah hujan ekstrim periode
tahunan
13 Diagram kotak garis kesalahan relatif ramalan tingkat pengembalian
curah hujan periode musim hujan
14 Peta kontur peramalan 6 bulan ke depan curah hujan ekstrim periode
musim hujan

20
20
21

DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta lokasi dan posisi lintang bujur 15 stasiun penakar hujan di
Kabupaten Indramayu
2 Jumlah bulan hujan per tahun
3 Kisaran curah hujan per bulan
4 Matriks jarak
5 Fungsi sebaran curah hujan ekstrim di stasiun curah hujan Kabupaten
Indramayu tahun 1979-2003
6 Fungsi sebaran curah hujan ekstrim di stasiun curah hujan Kabupaten
Indramayu tahun 1982-2006
7 Fungsi sebaran curah hujan ekstrim di stasiun curah hujan Kabupaten
Indramayu tahun 1984-2008
8 Fungsi sebaran curah hujan ekstrim di stasiun curah hujan Kabupaten
Indramayu periode tahunan tahun 1979-2007
9 Fungsi sebaran curah hujan ekstrim di stasiun curah hujan Kabupaten
Indramayu periode tahunan tahun 1979-2007
10 Persamaan tingkat pengembalian curah hujan ekstrim periode tahunan
di Kabupaten Indramayu
11 Persamaan tingkat pengembalian curah hujan ekstrim periode musim
hujan di Kabupaten Indramayu

23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

1
1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Perubahan iklim global dapat meningkatkan kejadian ekstrim, seperti curah
hujan ekstrim, suhu udara ekstrim, dan intensitas badai (Frich et al. 2002). Curah
hujan ekstrim adalah kondisi curah hujan di atas atau di bawah rata-rata kondisi
normalnya. Secara garis besar, curah hujan ekstrim dapat dibedakan menjadi
curah hujan ekstrim basah yang mengakibatkan banjir, dan curah hujan ekstrim
kering yang berdampak kekeringan. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), tinggi curah hujan 1 mm
sama dengan jumlah air hujan sebanyak 1 liter dalam luasan 1 meter persegi.
Keadaan curah hujan dikatakan musim kering jika curah hujan kurang dari 50
mm/10 hari dan musim hujan jika curah hujan mencapai lebih dari atau sama
dengan 50 mm/10 hari, sedangkan curah hujan ekstrim terjadi ketika curah hujan
mencapai lebih dari 400 mm/bln.
Perubahan iklim dan cuaca yang ekstrim menimbulkan berbagai masalah,
antara lain gangguan kesehatan akibat wabah penyakit, nelayan yang tidak berani
melaut akibat ombak tinggi, petani yang gagal panen serta kerawanan sosial
lainnya. Berkaitan dengan masalah di bidang pertanian (ketahanan pangan) yang
melanda belahan dunia, produksi padi merupakan tanaman yang rentan terhadap
kejadian ekstrim seperti El-Nino dan La-Nina (Naylor et al. 2002). Pada saat
terjadinya El-Nino, suhu permukaan laut di Samudra Pasifik menjadi hangat dan
menyebabkan terjadinya musim kemarau yang kering dan panjang di Indonesia,
akibatnya lahan tanaman padi mengalami kekeringan dan produksi padi menurun.
Sedangkan pada saat terjadinya La-Nina, kelembaban udara dan curah hujan yang
tinggi dapat menyebabkan kerusakan tanaman akibat banjir, dan meningkatkan
intensitas serangan hama dan penyakit tanaman, akibatnya produksi padi menurun
dan menyebabkan kerawanan pangan.
Kabupaten Indramayu merupakan penyuplai beras terbesar di Jawa Barat
dengan kontribusi sebesar 35 persen dari total 17.6 persen produksi Jawa Barat
untuk nasional. Namun berdasarkan data dari Dinas Pertanian Jawa Barat lahanlahan subur semakin menyusut, grafik peningkatan produksi terus melandai sejak
tahun 1984 bahkan sangat fluktuatif. Sekitar 3.11 persen produksi padi di Jawa
Barat pada tahun 2012 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2011 (BPS
2013). Hal ini diduga salah satunya karena dampak perubahan iklim yang tidak
menentu seperti terjadinya El-Nino dan La-Nina.
Informasi mengenai pendugaan curah hujan ekstrim yang terjadi di suatu
wilayah diperlukan untuk meminimalkan dampak dari perubahan iklim global.
Manfaat mempelajari pendugaan curah hujan ekstrim adalah petani dan
stakeholder akan memiliki pengetahuan yang baik tentang iklim, terutama
kejadian iklim ekstrim agar produksi tanaman padi bisa dimaksimalkan dan
kerugian bisa diminimalkan. Untuk mendukung kebutuhan tersebut, diperlukan
metode statistika yang dapat menjelaskan kejadian curah hujan ekstrim. Salah satu
metode statistika yang dikembangkan berkaitan dengan analisis kejadian ekstrim
adalah teori nilai ekstrim (extreme value theory/EVT).
EVT dapat digunakan untuk data univariat dan data multivariat. Pada data
univariat, pendekatan yang sering digunakan adalah model block maxima (BM)

2
dan model peak over threshold (POT). Model BM adalah suatu model yang
mengidentifikasi nilai ekstrim melalui nilai maksimum dari data pengamatan yang
dikelompokkan pada suatu periode tertentu. Pendekatan ini menghasilkan hanya
satu nilai ekstrim pada setiap periode. Sedangkan model POT adalah suatu
pendekatan untuk mengidentifikasi nilai ekstrim melalui data pengamatan yang
melebihi suatu nilai ambang (threshold) tertentu. Model POT akan menghasilkan
satu atau lebih nilai ekstrim pada nilai tertentu. Pada data multivariat, pendekatan
yang sering digunakan yaitu pendekatan copula dan proses max-stable.
Pendekatan copula mengasumsikan sebaran marginal nilai ekstrim mengikuti
sebaran seragam. Proses max-stable mentransformasikan sebaran marginal nilai
ekstrim ke dalam sebaran Fréchet.
Kejadian curah hujan ekstrim biasanya diukur berdasarkan lokasi, oleh
karena itu dibutuhkan pemodelan spasial ekstrim dalam menduga curah hujan
ekstrim. Data spasial merupakan data multivariat karena diamati pada beberapa
lokasi akibatnya ada asumsi tambahan yang harus dibuat, seperti asumsi korelasi
spasial, agar dapat bekerja dengan model yang digunakan. Dalam konsep spasial
lokasi yang jaraknya berdekatan memiliki hubungan yang cukup erat, oleh karena
itu korelasi spasial digunakan untuk mengetahui seberapa erat hubungan antar
lokasi. Pemodelan spasial ekstrim merupakan gabungan dari dua cabang ilmu
statistik, yaitu teori nilai ekstrim dan geostatistik.
Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini menggunakan pendekatan
spasial ekstrim untuk menduga curah hujan ekstrim di Kabupaten Indramayu.
Stasiun curah hujan yang digunakan adalah stasiun yang tersebar di beberapa
Kecamatan di Indramayu, seperti Bangkir, Bondan, Bulak, Cidempet, Cikedung,
Juntinyuat, Kedokan Bunder, Krangkeng, Lohbener, Losarang, Sudimampir,
Sukadana, Sumurwatu, Tugu, dan Ujungaris.
Beberapa penelitian mengenai curah hujan pernah dilakukan oleh Sadik
(1999), Prang (2006), Irfan (2011), Khoerudin (2010), dan Davison et al. (2012).
Sadik dalam penelitiannya menggunakan generalized extreme value distribution
(GEVD) untuk memodelkan curah hujan ekstrim di wilayah Jawa Barat dan
menyimpulkan bahwa pemodelan dengan GEVD sangat bermanfaat untuk melihat
karakteristik nilai ekstrim curah hujan. Prang menganalisis curah hujan ekstrim di
wilayah Bogor dengan menggunakan GEVD dan menunjukkan bahwa GEVD
dapat digunakan untuk mengkaji kejadian curah hujan ekstrim. Irfan
menggunakan generalized pareto distribution (GPD) untuk mengkaji data curah
hujan ekstrim di wilayah Bogor dan menunjukkan bahwa GPD dapat digunakan
untuk mengkaji kejadian curah hujan ekstrim. Ketiga peneliti tersebut
menggunakan data univariat dalam penelitinnya. Khoerudin menggunakan metode
ordinary krigging untuk pendugaan data hilang curah hujan di Kabupaten
Indramayu dengan menggunakan data multivariat. Namun dalam penelitiannya
Khoerudin tidak membahas mengenai curah hujan ekstrim, sehingga hasil yang
diperoleh tidak terlalu baik. Davison et al. menggunakan metode spasial ekstrim
untuk menduga curah hujan ekstrim secara spasial di negara bagian Swiss.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi curah hujan ekstrim pada stasiun
curah hujan di kabupaten Indramayu secara spasial menggunakan metode copula.

3
2

TINJAUAN PUSTAKA
Teori Nilai Ekstrim

Teori nilai ekstrim bertujuan untuk mengkaji perilaku stokastik suatu proses
pada suatu nilai ambang tertentu. Analisis ini juga memungkinkan untuk menaksir
peluang suatu kejadian melebihi nilai ambang. Kejadian yang melebihi nilai
ambang disebut kejadian ekstrim. Dalam pemodelan nilai maksimum dari suatu
peubah acak, teori nilai ekstrim menyerupai teori limit pusat (central limit
theorem) dalam memodelkan jumlah peubah acak. Berdasarkan teori ini diketahui
bahwa secara asimtotik nilai ekstrim curah hujan akan konvergen mengikuti
fungsi sebaran nilai ekstrim (extreme value distribution/EVD).
Misal
merupakan peubah acak dengan fungsi sebaran , dan
merupakan nilai maksimumnya. Jika
konvergen ke
salah satu limit non-degenerate, maka limit tersebut merupakan anggota keluarga
parametrik, yaitu jika terdapat konstanta
, , dan , maka:

ketika
, dengan adalah fungsi sebaran non-degenerate. Fungsi sebaran
mengikuti salah satu dari tiga sebaran dasar nilai ekstrim. Ketiga bentuk sebaran
yang dimaksud adalah sebaran Gumbel, sebaran Fréchet, dan sebaran Weibull,
dengan persamaan masing-masing:

dengan
adalah parameter skala,
adalah parameter lokasi, dan
adalah parameter bentuk.
Ketiga sebaran ini memiliki bentuk ujung sebaran yang berbeda, sebaran
Weibull memiliki ujung sebaran yang terhingga sedangkan sebaran Gumbel dan
Fréchet memiliki ujung sebaran yang tak hingga. Selain itu, fungsi peluang
menurun secara eksponensial untuk sebaran Gumbel dan menurun secara
polinomial untuk sebaran Fréchet. Gambar 1 menunjukkan kurva dari ketiga
sebaran nilai ekstrim. Perbedaan ujung sebaran dari ketiga sebaran memberikan
gambaran yang berbeda untuk perilaku nilai ekstrim, sehingga sulit untuk
menentukan secara tepat pola sebaran dari nilai ekstrim. Permasalahan ini dapat
diselesaikan dengan menggabungkan ketiga tipe sebaran kedalam sebaran nilai
ekstrim terampat (generalized extreme value/GEV) sebagai berikut:
(1)
dengan adalah parameter lokasi,
adalah parameter skala, dan adalah
parameter bentuk. Parameter bentuk menentukan karakteristik ujung sebaran,
jika
maka fungsi peluangnya mempunyai suatu titik ujung kanan yang

4
terhingga dan jika
fungsi peluangnya akan mempunyai suatu titik ujung
kanan yang tak terhingga (Coles & Tawn 1996). Bentuk parameter GEV akan
mengarah pada sebaran Gumbel untuk limit
, sebaran Fréchet jika
,
dan sebaran Weibull jika
.

Gambar 1 Kurva sebaran nilai ekstrim
Ukuran Dependensi Spasial
Madogram
Ukuran dependensi spasial antar titik contoh dapat ditunjukkan oleh
semivarian yang besarnya bergantung pada jarak antar titik. Jarak titik contoh
yang kecil akan menghasilkan semivarian yang kecil dan semakin besar jarak
antar titik contoh akan menghasilkan semivarian yang semakin besar. Konsep
jarak yang digunakan yaitu konsep jarak Euclid.
Plot semivarian sebagai fungsi jarak disebut semivariogram. Semivariogram
berfungsi untuk mendeskripsikan keragaman antar lokasi pada data spasial.
Semivariogram dapat didefinisikan oleh persamaan berikut:

dengan
adalah nilai semivariogram untuk setiap jarak dan
adalah selisih curah hujan dari dua lokasi yang berjarak
(Webster &
Oliver 2007).
Sebelum menentukan model semivariogram, perlu dilakukan pendugaan
terhadap parameter-parameter semivariogram. Parameter tersebut diduga
berdasarkan plot semivariogram yang dihasilkan. Plot semivariogram ditunjukkan
pada Gambar 2. Menurut Webster dan Oliver (2007) parameter yang diperlukan
untuk mendiskripsikan plot semivariogram yaitu:
1. Nugget Effect (C0)
Nugget Effect adalah pendekatan nilai semivariogram pada jarak di sekitar nol.
2. Range (a)
Range adalah jarak maksimal yang masih memiliki korelasi antar data.
3. Sill (C)
Sill adalah nilai maksimum semivariogram yang diperoleh setelah mencapai
range. Nilai sill umumnya mendekati ragam data dan tidak berubah untuk
yang tidak terbatas.

5

Gambar 2 Plot semivariogram
Semivariogram hanya bisa digunakan untuk data yang memiliki sebaran
ekor pendek (light tail) sehingga tidak bisa digunakan untuk data ekstrim. Untuk
mengatasi hal itu, Cooley et al. (2006) menggunakan semivariogram orde pertama
yang disebut madogram yang bisa digunakan untuk data ekstrim. Teori tentang
madogram telah dipelajari oleh Matheron pada tahun 1987 (Cooley et al. 2006)
yang didefinisikan sebagai berikut:

Madogram mengharuskan momen pertama terhingga yang tidak selalu terjadi
pada kasus ekstrim, untuk mengatasinya Cooley et al. (2006) memperkenalkan
-madogram yang mentransformasi peubah acak dengan menggunakan fungsi
sebaran nilai ekstrim. Jika
merupakan proses max-stable yang stasioner dan
isotropik dengan fungsi sebaran , maka -madogramnya adalah sebagai berikut:

(untuk kekonsistenan, digunakan untuk melambangkan sebaran nilai ekstrim).
Dalam proses penentuan pola semivariogram, terkadang melibatkan banyak
titik pada plot semivariogram sehingga sulit untuk melihat pola tertentu. Untuk
mengatasi hal tersebut, maka madogram dikelompokkan berdasarkan kesamaan
jarak. Sehingga, perhitungan -madogram dapat dinyatakan sebagai berikut:

adalah -madogram pada lag , adalah lokasi titik contoh,
dengan
adalah nilai pengamatan pada lokasi ke ,
adalah jarak antara dua lokasi,
adalah pasangan data yang berjarak , dan
adalah banyaknya
pasangan lokasi yang berjarak .
Koefisien Ekstremal
Pada analisis spasial ekstrim yang perlu diperhatikan adalah ukuran
dependensi spasial pada lokasi, yaitu koefisien ekstremal. Koefisien ekstremal
menggambarkan karakteristik metrik dari dependensi ekornya. Misal
adalah

6
sebaran Fréchet untuk masing-masing peubah
didefinisikan melalui hubungan:

. Koefisien ekstremal

bisa

Asumsikan bahwa masing-masing fungsi sebaran marginal berasal dari sebaran
Fréchet. Selanjutnya korelasi beberapa komponen dapat ditentukan melalui
dependensi sebaran marginalnya. Misal
adalah peubah acak maksimum
berdimensi
dengan sebaran marginalnya adalah Fréchet dan sebaran nilai
ekstrim peubah acak ganda dapat dinyatakan sebagai berikut:
dengan adalah suatu persamaan eksponensial homogen berorde 1. memiliki
dan independensi penuh
dependensi penuh bila
bila

.

Hubungan antara koefisien ekstremal
dan dilihat dari
dan sebaran nilai ekstrim multivariat dapat dinyatakan sebagai berikut:

dengan
yang memiliki batas atas dan batas bawah yang sesuai untuk
dependensi penuh dan independensi penuh. Jeon dan Smith (2012) berpendapat
bahwa koefisien ekstremal
dan persamaan homogen
merupakan kasus
khusus dalam domain spasial.
Koefisien ekstremal dan -madogram memiliki hubungan yang sangat kuat
yang ditunjukkan sebagai berikut (Cooley et al. 2006):

Copula
Copula pertama kali diperkenalkan oleh Hoefding (1940) dan Sklar (1959)
(
β 2010). Copula dapat mengeksplorasi dan mengkarakterisasi struktur
dependensi antar peubah acak melalui fungsi sebaran marginal (Genest & Segers
2010). Suatu copula berdimensi adalah suatu fungsi sebaran dari vektor acak
dengan sebaran marginal seragam (0,1). Fungsi copula
memenuhi sifat:
, jika
paling sedikit pada suatu
,
i.
ii.
,
.
Misal
merupakan sebaran nilai ekstrim multivariat dengan fungsi sebaran
marginal
maka terdapat suatu copula
berdimensi
untuk semua
yang didefinisikan sebagai berikut:
(2)
dengan
adalah sebaran copula ekstrim dan
adalah sebaran GEV yang
didefinisikan pada persamaan (1).
Pendugaan parameter copula dapat dilakukan dengan menggunakan metode
pseudo maximum likelihood estimation (PMLE) (
β 2010). PMLE

7
mentransformasikan data asli ke dalam pengamatan semu kemudian dilanjutkan
dengan penduga kemungkinan maksimum. Misal
adalah contoh berukuran
dan berdimensi
. Dengan menggunakan fungsi sebaran
dari pengamatan semu
yang ditunjukkan oleh (McNeil et al. 2005):

PMLE

dihitung melalui pengamatan semu

dengan memaksimumkan:

dengan
adalah vektor parameter dari copula, dan
peluang dari parameter yang diberikan oleh:

adalah fungsi

PMLE diberikan oleh:
(3)
Tingkat Pengembalian
Dalam praktik, besaran atau kuantitas yang menjadi perhatian bukan hanya
tertuju pada pendugaan parameter itu sendiri, tetapi pada kuantil yang disebut
sebagai tingkat pengembalian dari penduga GEV. Nilai dugaan tingkat
pengembalian yang diperoleh akan dipakai untuk peramalan curah hujan ekstrim.
Jika adalah sebaran nilai ekstrim untuk pengamatan pada jangka waktu
yang sama, maka tingkat pengembalian akan mengikuti persamaan berikut:
(4)
dengan
adalah fungsi kuantil dari fungsi sebaran , adalah jangka waktu,
adalah periode dan adalah stasiun curah curah hujan. Nilai tingkat pengembalian
merupakan nilai maksimum yang diharapkan akan dilampaui satu kali dalam
jangka waktu dengan periode , atau dengan kata lain dalam jangka waktu,
curah hujan akan mencapai nilai maksimum
satu kali (Gilli & Këllezi 2006).
Setelah diperoleh dugaan parameter , , dan
dan disubstitusikan pada
persamaan (4), maka akan diperoleh dugaan tingkat pengembalian:
.

(5)

Tingkat kesalahan antara nilai tingkat pengembalian (ramalan) dengan nilai
aktual dapat dihitung dengan menggunakan rata-rata kesalahan absolut relatif
(mean absolute percent error/MAPE) yang dirumuskan sebagai berikut:
(6)
Semakin kecil nilai MAPE maka hasil peramalan semakin mendekati nilai
sebenarnya (Chatfield 1984).

8
3

METODE PENELITIAN
Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Data ini
berupa data intensitas curah hujan bulanan pada 15 stasiun curah hujan di
kabupaten Indramayu propinsi Jawa Barat. Peta lokasi stasiun curah hujan dapat
dilihat pada Lampiran 1. Periode data curah hujan yang digunakan adalah dari
tahun 1979 sampai tahun 2008.
Prosedur Analisis Data
Langkah-langkah analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi data curah hujan. Identifikasi data curah hujan merupakan
langkah awal yang dikerjakan untuk melihat variasi dari data amatan dan
sebagai informasi awal pengkajian kejadian-kejadian ekstrim curah hujan.
2. Menghitung dependensi spasial data curah hujan dengan menggunakan plot
F-madogram dan plot koefisien ekstremal.
3. Menentukan nilai dugaan parameter copula dengan menggunakan pseudo
maximum likelihood estimator (PMLE). Untuk melihat kestabilan parameter,
data dibagi menjadi tiga kelompok: yaitu data tahun 1979-2003, tahun
1982-2006, dan tahun 1984-2008. Pemodelan untuk pendugaan curah hujan
ekstrim menggunakan data curah hujan tahun 1979-2007 dan pengujian
ketepatan model menggunakan data curah hujan tahun 2008. Untuk pendugaan
curah hujan ekstrim musim hujan, data yang digunakan adalah data tahun
1979-2006, sedangkan data curah hujan musim hujan tahun 2007 dan 2008
digunakan untuk pengujian ketepatan model.
4. Menentukan nilai tingkat pengembalian terjadinya curah hujan ekstrim pada
periode 3 bulan ke depan, 6 bulan ke depan, 9 bulan ke depan, dan 12 bulan ke
depan dengan menggunakan persamaan (5).
Analisis data dilakukan dengan menggunakan paket SpatialExtremes pada
software R versi 3.0.0.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Data Curah Hujan

Deskripsi data curah hujan yang tercatat di 15 stasiun curah hujan di
Kabupaten Indramayu dihitung sebagai informasi awal untuk mengetahui
karakteristik dan pola curah hujan yang akan digunakan untuk analisis
selanjutnya. Deskripsi data curah hujan ke 15 stasiun disajikan pada Tabel 1.
Rata-rata curah hujan bulanan dari masing-masing stasiun memiliki nilai
yang sangat beragam. Nilainya berkisar antara 103.22 mm sampai dengan 154.88
mm. Rata-rata curah hujan yang paling tinggi terdapat di stasiun Bangkir, hal ini
menunjukkan bahwa rata-rata curah hujan bulanan di stasiun ini cukup besar di

9
banding stasiun lainnya. Sedangkan rata-rata curah hujan yang paling rendah
terdapat pada stasiun Bulak. Simpangan baku terbesar berada pada stasiun
Bangkir yaitu 168.89 dan terendah berada pada stasiun Krangkeng yaitu 110.05.
Simpangan baku yang tinggi menunjukkan bahwa curah hujan pada stasiun
Bangkir sangat beragam, hal ini ditunjukkan oleh perbedaan nilai minimum dan
nilai maksimum yang sangat jauh yaitu 0 mm dan 947 mm. Koefisien kemiringan
dari ke 15 stasiun lebih dari nol, dengan koefisien kemiringan tertinggi berada
pada stasiun Bulak sebesar 2.18 dan terendah pada stasiun Bondan sebesar 0.82.
Koefisien kemiringan yang lebih dari nol merupakan indikator bahwa sebaran
data tidak normal dan menjulur ke kanan, artinya nilai rata-rata lebih besar dari
nilai median dan modus. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat curah hujan
ekstrim (tinggi) pada data pengamatan. Diagram kotak garis data curah hujan
disajikan pada Gambar 3.
Tabel 1 Deskripsi data curah hujan
Stasiun

Rataan

Bangkir
Bondan
Bulak
Cidempet
Cikedung
Juntinyuat
Kedokan Bunder
Krangkeng
Lohbener
Losarang
Sudimampir
Sukadana
Sumurwatu
Tugu
Ujungaris

154.88
138.67
103.22
117.22
125.62
124.18
118.16
118.56
120.28
117.41
114.12
126.96
119.93
122.73
117.41

Simpangan
Koefisien
Minimum Maksimum
Baku
Kemiringan
168.89
0
947
1.79
134.72
0
510
0.82
122.60
0
808
2.18
134.15
0
832
1.98
120.15
0
536
0.90
121.63
0
710
1.50
121.02
0
693
1.62
110.05
0
566
1.23
125.35
0
705
1.60
128.60
0
700
1.72
120.67
0
757
1.84
119.18
0
526
0.91
119.33
0
588
0.93
117.37
0
515
0.95
119.85
0
607
1.41

1000

Curah Hujan (mm)

800
600
400
200

0
r
t
r
t
r
g
a
u
ir
is
tu
ng ne
an lak pe
ki
ng ua
de
an mp dan wa Tug gar
ng ond Bu em edu iny un gk e be
a ka
ar
r
a
n
s
t
B
h
u
n
k
B
d
B
u
Lo udim Su um
Lo
C i Jun an Kr a
Ci
Uj
S
S
ok
d
Ke

Stasiun

Gambar 3 Diagram kotak garis curah hujan stasiun curah hujan Kabupaten
Indramayu

10
Gambar 3 memperlihatkan curah hujan bulanan pada stasiun curah hujan di
Kabupaten Indramayu untuk tahun 1979-2008 memiliki nilai-nilai ekstrim. Hal ini
ditunjukkan oleh adanya pencilan di bagian atas diagram kotak garis yang disertai
dengan garis di bagian atas kotak yang lebih panjang, yang menunjukkan bahwa
sebaran data cenderung menjulur ke arah kanan (positive skewness). Untuk
mengetahui adanya curah hujan ekstrim pada periode musim hujan (OktoberMaret) dan musim kering (April-September), variasi jumlah curah hujan
ditunjukkan oleh Gambar 4 dan Gambar 5. Banyaknya bulan hujan pada selang
tahun 1979-2008 di setiap stasiun curah hujan dapat di lihat pada Lampiran 2.
Schmidt-Ferguson mendefinisikan bulan kering jika dalam 1 bulan memiliki
curah hujan < 60 mm, dan bulan hujan jika dalam 1 bulan memiliki curah hujan
>100 mm (As-Syakur 2009). Lampiran 3 menunjukkan variasi curah hujan
bulanan di setiap stasiun curah hujan untuk tahun 1979-2008.
1000

Curah Hujan (mm)

800
600
400
200
0
r
r
t
r
t
g
u
a
g
ir
is
tu
an lak pe
ki
ng ua
ne
de en
an mp dan wa Tug gar
ng ond Bu em edu iny
r
a ka
un ngk hbe sar
n
a
t
u
B
k
u
B
B
d
Lo
Lo udim Su um
C i Jun an Kr a
Uj
Ci
S
S
ok
d
Ke

Stasiun

Gambar 4 Diagram kotak garis curah hujan periode musim hujan
di stasiun curah hujan Kabupaten Indramayu
500

Curah Hujan (mm)

400
300
200
100
0
r
t
t
r
u
a
er
er
an ulak pe ung ua
ki
ng
ris
pi
gu
ng
at
an
y
nd gke ben ar a am
ng ond
m ed
T u nga
B
n
u
i
a
e
ad ur w
t
s
B an
h
k
k
B
B
d
u
i
m
i
n
o
j
C
Lo
L
C
U
di
S u um
Ju kan Kr
S
Su
do
e
K

Stasiun

Gambar 5 Diagram kotak garis curah hujan periode musim kering
di stasiun curah hujan Kabupaten Indramayu

11
Dependensi Spasial

Gambar 6 Peta kontur rata-rata intensitas curah hujan bulanan
periode tahunan di Kabupaten Indramayu

Gambar 7 Peta kontur rata-rata intensitas curah hujan bulanan
periode musim hujan di Kabupaten Indramayu

Gambar 8 Peta kontur rata-rata intensitas curah hujan bulanan
periode musim kering di Kabupaten Indramayu

12
Gambar 6 menunjukkan peta kontur curah hujan dengan perbedaan warna
menunjukkan tinggi rendahnya intensitas curah hujan di Kabupaten Indramayu.
Intensitas curah hujan yang cukup tinggi ditandai dengan warna kontur gelap
dengan rata-rata kisaran intensitas curah hujan 140-160 mm/bln, sedangkan
penurunan intensitas curah hujan ditunjukkan dengan warna yang semakin terang.
Peta kontur curah hujan bulanan pada periode musim hujan dan musim kering
ditunjukkan oleh Gambar 7 dan Gambar 8. Rata-rata curah hujan maksimum pada
musim hujan berada pada kisaran 220-240 mm/bln, sedangkan rata-rata curah
hujan maksimum pada musim kering berada pada kisaran 60-80 mm/bln.

(a)
(b)
Gambar 9 Plot madogram (a) dan koefisien ekstremal (b)
dengan
Madogram diperoleh melalui plot antara nilai semivarian
, diperlukan informasi
jarak . Dalam perhitungan nilai semivarian
mengenai jarak antar stasiun yang dihitung menggunakan konsep jarak euclid
(Lampiran 4). Berdasarkan hasil perhitungan jarak antar dua stasiun, tidak ada
pasangan stasiun yang mempunyai jarak yang sama, sehingga terdapat 105
yang diplotkan terhadap jarak . Madogram (Gambar 3a)
semivarian
menunjukkan pola yang mengikuti model ideal semivarian, yaitu model yang
menunjukkan bahwa semakin meningkat jarak stasiun, semakin meningkat
keragaman curah hujannya.
Koefisien ekstremal (Gambar 3b) menunjukkan bahwa semakin meningkat
jarak stasiun, semakin meningkat keragaman curah hujan. Nilai koefisien
ekstremal yang mendekati 1 menunjukkan adanya dependensi spasial. Koefisien
ekstremal diperoleh melalui plot antara nilai koefisien ekstremal
dengan
jarak . Dari plot madogram dan plot koefisien ekstremal mengindikasikan
adanya unsur spasial dari curah hujan bulanan di Kabupaten Indramayu.
Berdasarkan hal itu, dibutuhkan metode copula untuk menduga nilai ekstrim
curah hujan secara spasial di Kabupaten Indramayu.
Pendugaan Parameter Spasial Ekstrim
Hasil pendugaan parameter untuk curah hujan maksimum periode tahun
1979-2003, 1982-2006, dan 1984-2008 dapat dilihat pada Tabel 2. Parameter
lokasi
menggambarkan letak titik pemusatan data, parameter skala
menyatakan pola keragaman data, dan parameter bentuk
menggambarkan
perilaku titik ujung kanan dari fungsi peluangnya.

13
Tabel 2 menunjukkan nilai dugaan parameter lokasi , parameter skala
dan parameter bentuk memberikan hasil yang tidak terlalu jauh berbeda untuk
ketiga kelompok data. Analisis data untuk semua stasiun memiliki nilai parameter
bentuk
berarti fungsi peluangnya sama untuk setiap stasiun dan memiliki
titik ujung kanan yang tak terhingga. Berdasarkan persamaan (1) dan hasil analisis
pada Tabel 2 maka dapat diperoleh fungsi sebaran GEVD untuk setiap stasiun
yang dapat dilihat pada Lampiran 5, 6, dan 7.
Tabel 2

Nilai dugaan parameter spasial ekstrim data curah hujan tahun
1979-2003, 1982-2006, dan 1984-2008
Nilai dugaan parameter

Stasiun
Bangkir
Bondan
Bulak
Cidempet
Cikedung
Juntinyuat
Kedokan Bunder
Krangkeng
Lohbener
Losarang
Sudimampir
Sukadana
Sumurwatu
Tugu
Ujungaris

79-03

82-06

84-08

79-03

82-06

84-08

79-03

82-06

84-08

51.29
39.90
49.39
50.82
49.96
52.86
49.71
51.34
51.19
49.77
52.09
50.54
49.25
51.74
51.25

50.31
38.51
51.48
52.07
47.93
49.75
46.89
49.01
49.19
49.24
49.40
47.71
46.26
49.75
50.99

52.64
38.91
53.41
53.80
49.76
50.96
48.29
48.50
51.90
51.94
52.04
46.99
48.01
50.96
50.11

64.02
64.43
56.80
61.74
59.58
62.28
61.98
62.30
63.55
56.67
67.90
65.26
59.13
66.19
63.81

61.49
61.37
64.07
62.13
63.29
59.35
59.55
58.69
61.62
63.55
63.96
61.14
64.26
63.88
61.54

63.99
64.11
61.42
63.36
62.20
63.12
62.92
63.77
63.86
61.94
65.08
64.34
61.23
64.60
63.94

0.57
0.57
0.57
0.57
0.57
0.57
0.57
0.57
0.57
0.57
0.57
0.57
0.57
0.57
0.57

0.56
0.56
0.56
0.56
0.56
0.56
0.56
0.56
0.56
0.56
0.56
0.56
0.56
0.56
0.56

0.53
0.53
0.53
0.53
0.53
0.53
0.53
0.53
0.53
0.53
0.53
0.53
0.53
0.53
0.53

60.00

70.00

50.00

60.00
50.00

40.00

40.00
30.00
79-03

30.00

79-03

82-06

20.00

82-06

84-08

10.00

84-08

20.00
10.00

0.00

0.00

(b)

(a)
0.70

0.60
0.50

0.40
0.30

79-03

0.20

82-06

0.10

84-08

0.00

(c)
Gambar 10 Grafik nilai parameter lokasi
parameter bentuk (c)

(a), parameter skala

(b) dan

14
Gambar 10 memperlihatkan grafik perbedaan nilai parameter lokasi ,
parameter skala dan parameter bentuk untuk tahun 1979-2003, 1982-2006,
dan tahun 1984-2008. Hal ini menunjukkan bahwa parameter curah hujan ekstrim
di Indramayu cukup stabil. Selanjutnya untuk pendugaan nilai ekstrim periode
tahunan digunakan data tahun 1979-2007, sedangkan data tahun 2008 digunakan
untuk pengujian ketepatan model. Untuk pendugaan nilai ekstrim periode musim
hujan digunakan data musim hujan tahun 1979-2006, sedangkan data musim
hujan tahun 2007-2008 digunakan untuk pengujian ketepatan model.
Tabel 3 Nilai dugaan parameter spasial ekstrim data curah hujan
periode tahunan
Nilai dugaan parameter
Stasiun
Bangkir
Bondan
Bulak
Cidempet
Cikedung
Juntinyuat
Kedokan Bunder
Krangkeng
Lohbener
Losarang
Sudimampir
Sukadana
Sumurwatu
Tugu
Ujungaris

47.34
48.06
31.41
43.40
36.24
60.49
59.24
64.52
46.53
34.63
54.05
49.49
30.25
51.10
46.98

74.35
67.47
75.03
75.38
71.80
72.86
70.49
70.68
73.70
73.73
73.82
69.34
70.24
72.86
72.11

0.49
0.49
0.49
0.49
0.49
0.49
0.49
0.49
0.49
0.49
0.49
0.49
0.49
0.49
0.49

Tabel 4 Nilai dugaan parameter spasial ekstrim data curah hujan
periode musim hujan
Nilai dugaan parameter
Stasiun
Bangkir
Bondan
Bulak
Cidempet
Cikedung
Juntinyuat
Kedokan Bunder
Krangkeng
Lohbener
Losarang
Sudimampir
Sukadana
Sumurwatu
Tugu
Ujungaris

109.70
109.68
110.11
109.80
109.99
109.36
109.39
109.26
109.72
110.03
109.53
109.65
110.14
109.60
109.71

93.09
101.68
92.24
91.81
96.28
94.96
97.91
97.68
93.91
93.87
93.75
99.35
98.22
94.96
95.89

0.06
0.06
0.06
0.06
0.06
0.06
0.06
0.06
0.06
0.06
0.06
0.06
0.06
0.06
0.06

15
Hasil analisis pada Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai dugaan parameter
skala tidak terlalu jauh berbeda untuk setiap stasiun, sedangkan nilai dugaan
parameter lokasi memberikan hasil yang sangat bervariasi yaitu antara 30.25 –
64.52. Dugaan parameter bentuk
menunjukkan bahwa fungsi peluang pada
stasiun-stasiun tersebut akan menjulur tidak terhingga ke arah kanan, yang dapat
diinterpretasikan bahwa pada stasiun-stasiun tersebut dimungkinkan terjadi curah
hujan yang sangat jauh dari rataan. Fungsi sebaran GEVD curah hujan periode
tahunan untuk masing-masing stasiun curah hujan dapat dilihat pada Lampiran 8.
Sementara hasil pendugaan parameter untuk periode musim hujan dapat dilihat
pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan dugaan parameter lokasi dan parameter
skala memberikan hasil yang tidak terlalu jauh berbeda untuk setiap stasiun.
Fungsi sebaran GEVD curah hujan periode musim hujan untuk masing-masing
stasiun curah hujan dapat dilihat pada Lampiran 9.
Tingkat Pengembalian
Dalam pengkajian nilai ekstrim, perhatian kita tidak hanya tertuju pada
pendugaan parameter, tetapi juga pada nilai tingkat pengembalian curah hujan
maksimum dari penduga nilai ekstrim. Analisis tingkat pengembalian bertujuan
untuk memberikan gambaran seberapa besar suatu nilai maksimum yang
diharapkan secara rata-rata dapat dilampaui satu kali dalam jangka waktu tertentu.
Nilai tingkat pengembalian curah hujan yang diperoleh dapat dijadikan sebagai
acuan untuk peramalan terjadinya curah hujan maksimum pada periode tertentu.
Berdasarkan persamaan (5) dan hasil pada Tabel 3 maka dapat diperoleh
persamaan tingkat pengembalian curah hujan periode tahunan pada stasiun
Bangkir adalah sebagai berikut :
Fungsi tingkat pengembalian untuk stasiun lainnya dapat dilihat pada Lampiran
10. Sedangkan fungsi tingkat pengembalian untuk periode musim hujan dapat
dilihat pada Lampiran 11. Keakuratan informasi mengenai peramalan curah hujan
maksimum menjadi cukup berarti jika dikaitkan dengan kepentingan bidang
pertanian pada khususnya, bahkan kepentingan umum untuk meminimalkan
resiko yang dapat terjadi. Validasi data curah hujan maksimum untuk periode
tahunan dilakukan pada tahun 2008, dan hasil dugaan tingkat pengembalian curah
hujan maksimum periode tahunan disajikan pada Tabel 5, 6, 7, dan 8.
Berdasarkan informasi BMKG, adanya perbedaan antara peramalan dengan
data aktual sebesar 25-30% dianggap masih cukup baik. Hasil analisis pada Tabel
5 menunjukkan adanya perbedaan yang cukup besar antara nilai ramalan dan nilai
aktual pada masing-masing stasiun dengan tingkat kesalahan melebihi 30%.
Berdasarkan persamaan (6), rata-rata tingkat kesalahan pada Tabel 5 memiliki
nilai MAPE sebesar 70.20%, maka dapat disimpulkan bahwa peramalan curah
hujan ekstrim pada periode tahunan untuk 3 bulan ke depan belum cukup baik.
Hasil analisis pada Tabel 6 menunjukkan adanya perbedaan yang cukup besar
antara nilai ramalan dan nilai aktual pada beberapa stasiun dengan tingkat
kesalahan melebihi 30%. Rata-rata tingkat kesalahan pada Tabel 6 memiliki nilai
MAPE sebesar 44.92%, maka dapat disimpulkan bahwa peramalan curah hujan
ekstrim pada periode tahunan untuk 6 bulan ke depan belum cukup baik. Tabel 7

16
menunjukkan nilai ramalan tingkat pengembalian curah hujan maksimum untuk 9
bulan ke depan dengan nilai MAPE sebesar 29.35%. Sedangkan Tabel 8
menunjukkan nilai ramalan tingkat pengembalian curah hujan maksimum untuk
12 bulan ke depan nilai MAPE sebesar 21.49%. Berdasarkan nilai MAPE,
ramalan tingkat pengembalian curah hujan maksimum untuk 9 bulan dan 12 bulan
ke depan pada periode tahunan memiliki hasil ramalan yang cukup relevan untuk
digunakan di lapangan. Namun berdasarkan nilai MAPE, maka periode musim
hujan untuk 12 bulan ke depan memiliki hasil ramalan yang lebih baik.
Tabel 5 Ramalan tingkat pengembalian curah hujan periode tahunan
dalam rentang 3 bulan ke depan
Ramalan Realisasi Kesalahan
Stasiun
(mm)
(mm)
Relatif (%)
Bangkir
131.89
727
81.86
Bondan
124.78
434
71.25
Bulak
116.74
582
79.94
Cidempet
129.12
562
77.03
Cikedung
117.89
372
68.31
Juntinyuat
143.35
630
77.25
Kedokan Bunder
139.40
335
58.39
Krangkeng
144.90
270
46.33
Lohbener
130.34
479
72.79
Losarang
118.47
506
76.59
Sudimampir
138.00
627
77.99
Sukadana
128.34
346
62.91
Sumurwatu
110.12
419
73.72
Tugu
133.95
389
65.57
Ujungaris
128.98
350
63.15
Tabel 6 Ramalan tingkat pengembalian curah hujan periode tahunan
dalam rentang 6 bulan ke depan
Ramalan Realisasi
Kesalahan
Stasiun
(mm)
(mm) Relatif (%)
Bangkir
245.60
727
66.22
Bondan
227.97
434
47.47
Bulak
231.49
582
60.22
Cidempet
244.40
562
56.51
Cikedung
227.70
372
38.79
Juntinyuat
254.77
630
59.56
Kedokan Bunder
247.21
335
26.21
Krangkeng
252.99
270
6.30
Lohbener
243.05
479
49.26
Losarang
231.23
506
54.30
Sudimampir
250.90
627
59.98
Sukadana
234.39
346
32.26
Sumurwatu
217.55
419
48.08
Tugu
245.37
389
36.92
Ujungaris
239.26
350
31.64

17
Tabel 7 Ramalan tingkat pengembalian curah hujan periode tahunan
dalam rentang 9 bulan ke depan
Ramalan Realisasi
Kesalahan
Stasiun
(mm)
(mm) Relatif (%)
Bangkir
329.54
727
54.67
Bondan
304.15
434
29.92
Bulak
316.20
582
45.67
Cidempet
329.50
562
41.37
Cikedung
308.75
372
17.00
Juntinyuat
337.02
630
46.50
Kedokan Bunder
326.79
335
2.45
Krangkeng
332.78
270
23.25
Lohbener
326.25
479
31.89
Losarang
314.47
506
37.85
Sudimampir
334.24
627
46.69
Sukadana
312.67
346
9.63
Sumurwatu
296.85
419
29.15
Tugu
327.63
389
15.78
Ujungaris
320.67
350
8.38
Tabel 8 Ramalan tingkat pengembalian curah hujan periode tahunan
dalam rentang 12 bulan ke depan
Ramalan Realisasi Kesalahan
Stasiun
(mm)
(mm) Relatif (%)
Bangkir
399.28
727
45.08
Bondan
367.44
434
15.34
Bulak
386.59
582
33.58
Cidempet
400.20
562
28.79
Cikedung
376.11
372
1.10
Juntinyuat
405.37
630
35.66
Kedokan Bunder
392.92
363
8.24
Krangkeng
399.08
281
42.02
Lohbener
395.38
479
17.46
Losarang
383.63
506
24.18
Sudimampir
403.49
627
35.65
Sukadana
377.71
346
9.17
Sumurwatu
362.74
419
13.43
Tugu
395.97
389
1.79
Ujungaris
388.32
350
10.95
Untuk mengetahui adanya pengaruh faktor musiman dilakukan analisis
curah hujan ekstrim pada periode musim hujan. Tabel 9 menunjukkan nilai
ramalan tingkat pengembalian curah hujan maksimum pada periode musim hujan
untuk 3 bulan ke depan. Kesalahan relatif untuk 3 bulan ke depan masih memiliki
nilai yang melebihi 30% dengan nilai MAPE 38.82%. Tabel 10 menunjukkan
hasil ramalan pada periode musim hujan untuk 6 bulan ke depan dengan nilai
MAPE 25.82%. Tabel 11 menunjukkan hasil ramalan pada periode musim hujan

18
untuk 9 bulan ke depan dengan nilai MAPE 33.61%. Sedangkan Tabel 12
menunjukkan hasil ramalan pada periode musim hujan untuk 12 bulan ke depan
dengan nilai MAPE 28.26%. Berdasarkan nilai MAPE, ramalan tingkat
pengembalian curah hujan maksimum untuk 6 bulan dan 12 bulan ke depan pada
periode musim hujan masih cukup relevan untuk digunakan di lapangan. Namun
berdasarkan nilai MAPE maka periode musim hujan untuk 6 bulan ke depan
memiliki hasil ramalan yang lebih baik. Indonesia mengalami musim hujan
selama 6 bulan setiap tahun, sehingga peramalan 6 bulan ke depan pada periode
musim hujan setara dengan peramalan 12 bulan ke depan pada periode tahunan.
Tabel 9 Ramalan tingkat pengembalian curah hujan dalam rentang 3
bulan ke depan
Ramalan Realisasi Kesalahan
Stasiun
(mm)
(mm) Relatif (%)
Bangkir
195.99
232
15.52
Bondan
203.93
462
55.86
Bulak
195.61
438
55.34
Cidempet
194.90
225
13.38
Cikedung
199.23
431
53.78
Juntinyuat
197.38
212
6.90
Kedokan Bunder
200.15
425
52.91
Krangkeng
199.79
197
1.42
Lohbener
196.77
280
29.73
Losarang
197.04
379
48.01
Sudimampir
196.43
293
32.96
Sukadana
201.73
365
44.73
Sumurwatu
201.18
428
52.99
Tugu
197.62
463
57.32
Ujungaris
198.59
516
61.51
Tabel 10 Ramalan tingkat pengembalian curah hujan dalam rentang 6
bulan ke depan
Ramalan Realisasi Kesalahan
Stasiun
(mm)
(mm) Relatif (%)
Bangkir
276.27
330
16.28
Bondan
291.61
462
36.88
Bulak
275.15
438
37.18
Cidempet
274.08
311
11.87
Cikedung
282.25
431
34.51
Juntinyuat
279.26
306
8.74
Kedokan Bunder
284.58
425
33.04
Krangkeng
284.03
281
1.08
Lohbener
277.75
381
27.10
Losarang
277.99
384
27.61
Sudimampir
277.28
293
5.37
Sukadana
287.40
407
29.39
Sumurwatu
285.88
428
33.20
Tugu
279.51
463
39.63
Ujungaris
281.28
516
45.49

19
Tabel 11 Ramalan tingkat pengembalian curah hujan dalam rentang 9
bulan ke depan
Ramalan Realisasi
Kesalahan
Stasiun
(mm)
(mm) Relatif (%)
Bangkir
321.76
727
55.74
Bondan
341.30
462
26.13
Bulak
320.23
582
44.98
Cidempet
318.94
562
43.25
Cikedung
329.30
431
23.60
Juntinyuat
325.67
630
48.31
Kedokan Bunder
332.43
425
21.78
Krangkeng
331.76
281
18.06
Lohbener
323.64
479
32.43
Losarang
323.86
506
36.00
Sudimampir
323.09
627
48.47
Sukadana
335.95
407
17.46
Sumurwatu
333.88
428
21.99
Tugu
325.91
463
29.61
Ujungaris
328.14
516
36.41
Tabel 12 Ramalan tingkat pengembalian curah hujan dalam rentang 12
bulan ke depan
Ramalan Realisasi
Kesalahan
Stasiun
(mm)
(mm)
Relatif (%)
Bangkir
353.98
727
51.31
Bondan
376.48
462
18.51
Bulak
352.15
582
39.49
Cidempet
350.72
562
37.60
Cikedung
362.62
431
15.87
Juntinyuat
358.53
630
43.09
Kedokan Bunder
366.31
425
13.81
Krangkeng
365.56
281
30.09
Lohbener
356.14
479
25.65
Losarang
356.34
506
29.58
Sudimampir
355.54
627
43.30
Sukadana
370.33
407
9.01
Sumurwatu
367.87
428
14.05
Tugu
358.77
463
22.51
Ujungaris
361.32
516
29.98
Diagram kotak garis pada Gambar 11 menunjukkan bahwa peramalan 12
bulan ke depan pada periode tahunan memberikan hasil yang paling baik, hal ini
ditunjukkan oleh garis median yang paling rendah dan garis bagian atas dan
bawah kotak yang hampir sama panjang. Selain itu rata-rata nilai kesalahan relatif
yang paling kec