Studi Patologi Kerang Hijau (Perna viridis) asal Muara Kamal, Teluk Jakarta

ABSTRAK
IIS ISMAWATI. Studi Patologi Kerang Hijau (Perna viridis) asal Muara
Kamal, Teluk Jakarta. Dibimbing oleh DEWI RATIH AGUNGPRIYONO dan
MAWAR SUBANGKIT.

Kerang hijau (Perna viridis) merupakan spesies yang bersifat filter feeder yang
jumlahnya berlimpah dan memiliki waktu hidup yang lama. Sehingga spesies ini
dapat dijadikan indikator biologis terhadap cemaran lingkungan. Kondisi patologis
yang diakibatkan oleh cemaran lingkungan dan infeksi dapat diamati dengan
pewarnaan jaringan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari gambaran patologi
organ kerang hijau yang dibudidayakan di perairan Muara Kamal, Teluk Jakarta. Dua
puluh satu kerang hijau berbagai ukuran dan umur diamati perubahan patologi
anatomi dan histopatologi. Ditemukan perubahan patologi degeneratif dengan lesio
pigmentasi serta hilangnya silia pada epitel. Lesio tersebut diduga akibat pencemaran
logam berat Hg, Pb, dan Cd meskipun berdasarkan pengukuran nilainya dalam batas
normal. Infiltrasi hemosit ditemukan pada berbagai organ sebagai reaksi pertahanan.
Infeksi protozoa Nematopsis spp. ditemukan pada lumen insang, jaringan ikat mantel
dan saluran cerna.

Kata kunci: histopatologi, kerang hijau, Perna viridis


ABSTRACT
IIS ISMAWATI. Pathology Study in Green Mussel (Perna viridis) from Muara
Kamal, Jakarta Bay. Supervised by DEWI RATIH AGUNGPRIYONO and
MAWAR SUBANGKIT.
Green mussel (Perna viridis) is a filter feeder organism that is abundant in
nature and have a long life span. The mussel have become a biologic indicator for
environmental contamination. Pathological conditions caused by environmental
contaminants and infections can be observed by staining the tissue section. The
aim of this study was to observe histopathological finding of green mussel
cultured at Muara Kamal, Jakarta Bay. Twenty one green mussels of various size
and age were observed. The lesions found were degenerative lesions such as
pigmentation and loss of epithelial cilia. These lesions were considered due to low
heavy metals contamination since the measurement of Hg, Pb, and Cd level still in
the normal range. Hemocytes infiltration observed in some tissue were thought as
body defense reaction. The protozoan Nematopsis spp. infection were detected in
gills lumina, connective tissue of mantle and within digestive tract.

Keywords: green mussel, histopathology, Perna viridis

STUDI PATOLOGI KERANG HIJAU (Perna viridis) ASAL

MUARA KAMAL, TELUK JAKARTA

IIS ISMAWATI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Patologi Kerang
Hijau (Perna viridis) asal Muara Kamal, Teluk Jakarta adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015
Iis Ismawati
NIM B04104001

ABSTRAK
IIS ISMAWATI. Studi Patologi Kerang Hijau (Perna viridis) asal Muara
Kamal, Teluk Jakarta. Dibimbing oleh DEWI RATIH AGUNGPRIYONO dan
MAWAR SUBANGKIT.

Kerang hijau (Perna viridis) merupakan spesies yang bersifat filter feeder yang
jumlahnya berlimpah dan memiliki waktu hidup yang lama. Sehingga spesies ini
dapat dijadikan indikator biologis terhadap cemaran lingkungan. Kondisi patologis
yang diakibatkan oleh cemaran lingkungan dan infeksi dapat diamati dengan
pewarnaan jaringan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari gambaran patologi
organ kerang hijau yang dibudidayakan di perairan Muara Kamal, Teluk Jakarta. Dua
puluh satu kerang hijau berbagai ukuran dan umur diamati perubahan patologi
anatomi dan histopatologi. Ditemukan perubahan patologi degeneratif dengan lesio
pigmentasi serta hilangnya silia pada epitel. Lesio tersebut diduga akibat pencemaran
logam berat Hg, Pb, dan Cd meskipun berdasarkan pengukuran nilainya dalam batas
normal. Infiltrasi hemosit ditemukan pada berbagai organ sebagai reaksi pertahanan.

Infeksi protozoa Nematopsis spp. ditemukan pada lumen insang, jaringan ikat mantel
dan saluran cerna.

Kata kunci: histopatologi, kerang hijau, Perna viridis

ABSTRACT
IIS ISMAWATI. Pathology Study in Green Mussel (Perna viridis) from Muara
Kamal, Jakarta Bay. Supervised by DEWI RATIH AGUNGPRIYONO and
MAWAR SUBANGKIT.
Green mussel (Perna viridis) is a filter feeder organism that is abundant in
nature and have a long life span. The mussel have become a biologic indicator for
environmental contamination. Pathological conditions caused by environmental
contaminants and infections can be observed by staining the tissue section. The
aim of this study was to observe histopathological finding of green mussel
cultured at Muara Kamal, Jakarta Bay. Twenty one green mussels of various size
and age were observed. The lesions found were degenerative lesions such as
pigmentation and loss of epithelial cilia. These lesions were considered due to low
heavy metals contamination since the measurement of Hg, Pb, and Cd level still in
the normal range. Hemocytes infiltration observed in some tissue were thought as
body defense reaction. The protozoan Nematopsis spp. infection were detected in

gills lumina, connective tissue of mantle and within digestive tract.

Keywords: green mussel, histopathology, Perna viridis

STUDI PATOLOGI KERANG HIJAU (Perna viridis) ASAL
MUARA KAMAL, TELUK JAKARTA

IIS ISMAWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Studi Patologi Kerang Hijau (Perna
viridis) asal Muara Kamal, Teluk Jakarta” ini dapat diselesaikan. Shalawat dan
salam tercurahkan kepada Rosulullah Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan
umatnya yang setia sampai akhir jaman.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Drh Dewi Ratih Agungpriyono, PhD
APVet dan Drh Mawar Subangkit, MSi APVet selaku pembimbing, yang telah
banyak memberi bimbingan dan arahan kepada penulis dalam melaksanakan
penelitian dan penulisan tugas akhir. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada semua staf laboratorium Histopatologi FKH IPB, teman-teman dan semua
pihak yang telah membantu, memberikan dukungan serta saran dalam
pelaksanaan penelitian dan penulisan tugas akhir ini. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ibu, bapak, serta seluruh keluarga atas do’a, kasih sayang dan
materi yang telah diberikan selama penulis melakukan studi di FKH IPB.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya ilmiah ini tidak lepas dari
keterbatasan dan kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun. Selain itu penulis juga berharap
semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi pembaca.

Bogor, Januari 2015

Iis Ismawati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

1

METODE

1

Waktu dan Tempat

1

Bahan


2

Alat

2

Prosedur Penelitian

2

Preparasi Sampel dan Pembuatan Preparat Histopatologi

2

Pembacaan Histopatologi

2

HASIL DAN PEMBAHASAN


3

Patologi Anatomi

3

Histopatologi

3

Insang

3

Mantel

7

Organ Pencernaan


9

Ginjal

13

Jantung

15

Gonad

15

Logam Berat

17

SIMPULAN DAN SARAN

19

Simpulan

19

Saran

19

DAFTAR PUSTAKA

19

RIWAYAT HIDUP

23

DAFTAR TABEL
1. Lesio histopatologi organ pada tiap kelompok ukuran sampel

18

DAFTAR GAMBAR
1 Gambaran patologi anatomi kerang hijau pada kelompok L, M dan S
setelah dipisahkan dari cangkangnya
2 Insang kerang hijau normal (n=L5)
3 Brankhitis disertai endapan pigmen pada epitel insang kerang hijau
(n=M2)
4 Proliferasi sel goblet Insang kerang hijau (n= S7)
5 Protozoa pada lumen insang kerang hijau (n= L6)
6 Nematopsis spp. dalam jaringan penghubung organ digesti kerang hijau
(n=S7)
7 Struktur histologi mantel kerang hijau (n= S7)
8 Peradangan pada mantel kerang hijau (n= S4)
9 Organ digesti kerang hijau (n= S7)
10 Lambung kerang hijau (n= S7)
11 Style sac kerang hijau (n= S7)
12 Enteritis pada kerang hijau (n= L3)
13 Peradangan pada style sac kerang hijau (n= L2)
14 Peradangan kelenjar pencernaan kerang hijau (n=S4)
15 Kelenjar Pencernaan kerang hijau (n=L5).
16 Nefritis interstisialis kerang hijau (n=L2)
17 Leukositosis pada ruang ventrikel kerang hijau (n= L3)
18 Infiltrasi hemosit pada gonad betina kerang hijau (n= L3)
19 Akumulasi hemosit pada gonad jantan kerang hijau (n= L5)

3
4
4
5
6
7
8
8
9
10
10
11
11
12
13
14
15
16
16

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kerang hijau (Perna viridis) merupakan salah satu komoditas perikanan
yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia sebagai sumber protein hewani
yang murah dan bergizi tinggi. Seratus gram daging kerang mengandung 49.8 %
air, 21.9 % protein, 14.5 % lemak, 18.5 % karbohidrat dan 4.3 % abu (Affandi
2002). Selain dimanfaatkan dagingnya sebagai bahan pangan, protein kerang
mengandung zat bioaktif sebagai anti tumor, anti leukemia, anti inflamasi, anti
bakteri dan anti virus (Chellaram et al. 2011; Chakraborty et al. 2014).
Kerang dikenal juga sebagai organisme filter-feeder yang hidup menetap
(sessile) sehingga kelainan morfologinya dapat menggambarkan kondisi
lingkungan dari tempat hidupnya. Kerang hijau jumlahnya cukup berlimpah dan
distribusinya luas, meliputi daerah Indo Pasifik, selatan perairan Jepang, perairanperairan India, Semenanjung Malaysia, Singapura, Laut Cina Selatan, Thailand,
Filipina, Indonesia hingga Papua New Guinea (Setyobudiandi 2004). Oleh karena
itu, kerang hijau dijadikan sebagai bioindikator cemaran lingkungan. Kondisi
patologis yang ditimbulkan akibat cemaran atau infeksi pada kerang salah satunya
dapat diamati melalui pengamatan histopatologi (Zhou et al. 2008). Pemeriksaan
histopatologi kerang hijau di Indonesia masih belum banyak dipelajari sehingga
dilakukan penelitian mengenai studi patologi kerang hijau.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari gambaran patologi kerang hijau
yang dibudidayakan di Muara Kamal, Teluk Jakarta, Jakarta Utara.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu dapat memberikan informasi mengenai
jenis lesio patologi yang ditemukan pada kerang hijau. Lesio yang ditemukan
dapat dijadikan model dalam mempelajari penyakit pada kelompok invertebrata
laut. Sebagai indikator pencemaran lingkungan, dapat diketahui tingkat
pencemaran di Teluk Jakarta.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Agustus 2014 sampai Oktober 2014
yang dilaksanakan di Laboratorium Histopatologi Bagian Patologi, Departemen
Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor. Pemeriksaan akumulasi logam berat, dilakukan di Laboratorium Loka

2
Pemeriksaan Penyakit Ikan dan Lingkungan Serang, Kementrian Kelautan dan
Perikanan.

Bahan
Kerang yang digunakan sebagai studi kasus patologi adalah kerang hijau
(Perna viridis) yang berasal dari tambak budidaya kerang hijau di Muara Kamal,
Teluk Jakarta, Jakarta Utara. Buffer Neutral Formalin (BNF) 10%, xylene, etanol
70%, etanol 80%, etanol 90%, etanol 95%, dan etanol absolut, parafin cair,
perekat entelan dan pewarnaan Haematoksillin-Eosin.

Alat
Peralatan yang digunakan yaitu tissue cassette, automatic tissue processor
Sakura®, tissue embedding console Sakura®, rotary microtome American
optical Spencer®, penangas air, gelas objek, gelas penutup, mikroskop cahaya
Olympus®, dan digital kamera mikroskop.

Prosedur Penelitian
Preparasi Sampel dan Pembuatan Preparat Histopatologi
Kerang hijau dengan berbagai ukuran diperoleh dari nelayan pengumpul
kerang di Muara Kamal, Teluk Jakarta, Jakarta Utara. Kerang-kerang tersebut
dikelompokan menjadi tiga ukuran. Ukuran besar (L= large) panjang tubuh > dari
3 cm, sedang (M= medium) panjang tubuh > dari 2 cm dan kecil (S= small)
panjang tubuh 1.5-2 cm, masing-masing sebanyak 7 ekor yang terdiri atas jantan
dan betina. Masing-masing kerang dipisahkan dari cangkangnya dan dimasukan
ke dalam larutan fiksatif BNF 10%. Spesimen dipotong melintang menjadi lima
bagian dan diletakan dalam tissue cassette. Selanjutnya dibuat preparat
histopatologi dan diwarnai dengan pewarnaan Haematoksillin-Eosin (HE) yang
diadaptasi dari metode Humason (1967). Kerang hijau segar dalam bentuk beku,
sebanyak 1.5 kg dikirim ke Laboratorium Loka Pemeriksaan Penyakit Ikan dan
Lingkungan Serang, untuk diperiksa kadar kandungan logam berat Hg, Pb, dan Cd.
Pembacaan Histopatologi
Sediaan histopatologi organ insang, mantel, saluran pencernaan, kelenjar
pencernaan, jantung, ginjal, dan gonad dibaca dengan menggunakan mikroskop
cahaya dan lesio yang ditemukan dideskripsikan dan dikuantifikasikan sebagai
jumlah individu berlesio dibagi dengan jumlah sampel. Lesio pada berbagai organ
difoto menggunakan kamera digital mikroskop.

3

HASIL DAN PEMBAHASAN
Patologi Anatomi
Pengamatan struktur tubuh kerang hijau setelah dipisahkan dari
cangkangnya, secara makroskopis tidak menunjukan adanya kelainan patologi
anatomi untuk setiap kelompok ukuran, tetapi terlihat adanya perbedaan warna
pada kelompok M dan L yaitu krem dan jingga, sedangkan pada kelompok S
menunjukan warna krem yang seragam. Perbedaan warna tersebut menunjukan
perbedaan kelamin pada kerang. Gonad kerang jantan berwarna putih (krem) dan
gonad kerang betina berwarna merah hingga jingga (Yap dalam Al-Barwani
2013). Sehingga diketahui sampel berjenis kelamin jantan sebanyak 15 sampel
dan kelamin betina 6 sampel.

Gambar 1

Gambaran patologi anatomi kerang hijau pada kelompok L, M dan S
setelah dipisahkan dari cangkangnya.

Histopatologi
Insang
Pengamatan histopatologi kerang hijau pada penelitian ini insang disusun
oleh struktur yang berlapis-lapis yang saling berhubungan membentuk filamen
yang terdiri atas epitel silindris sebaris bersilia pada zona frontal dan epitel pipih
selapis pada zona intermediet (Gambar 2). Perubahan patologi organ insang
berupa infiltrasi hemosit teridentifikasi pada semua sampel. Selain infiltrasi
hemosit juga ditemukan adanya proliferasi sel goblet sebanyak 6/7 pada kelompok
S dan semua sampel pada kelompok M dan L. Infiltrasi hemosit pada insang
menunjukan adanya peradangan insang yang dinamakan brankhitis (Siahaan
2013). Lesio brankhitis sering disertai hilangnya silia dan endapan pigmen coklat
(pigmentasi) sebanyak 2/7 pada kelompok S dan 5/7 pada kelompok M dan L.
Lesio patologi infiltrasi sel radang, proliferasi sel goblet dan pigmentasi
ditunjukan pada Gambar 3 dan 4.

4

Gambar 2

Insang kerang hijau normal (n=L5), zona frontal (A), sel goblet
(B), zona intermediet (C) dan inter filament junction (D).
Pewarnaan HE skala 70 μm.

Gambar 3 Brankhitis disertai endapan pigmen pada epitel insang kerang
hijau (n=M2). Hemosit granulosit (A) dan endapan pigmen (B).
Pewarnaan HE skala 35 μm.
Migrasi sel hemosit dalam jumlah besar dari hemolimfe ke epitel insang
menunjukan adanya kerusakan yang mengakibatkan peradangan pada insang
(brankhitis). Brankhitis yang ditunjukan pada Gambar 3 ditandai dengan
hilangnya silia dan pelebaran lumen insang yang diinfiltrasi oleh hemosit, yang
didominasi oleh hemosit granulosit, serta adanya endapan pigmen coklat
(pigmentasi) pada epitel insang. Hemosit granulosit merupakan sel darah putih

5
yang berperan dalam sistem imun seluler pada kerang yang berada dalam
hemolimfe (Bhargavan 2008; Delahaut 2012). Bhargavan (2008), menyatakan
hemosit tidak terbatas pada sistem hemolimfe tetapi dapat bergerak bebas keluar
dari sinus ke jaringan ikat sekitar mantel, rongga usus dan lumen. Sel ini berperan
penting dalam proses fisiologis seperti pertukaran gas, osmoregulasi, transportasi
nutrisi dan eksresi, perbaikan jaringan dan pertahanan tubuh. Peranan dalam
perbaikan tubuh dengan cara migrasi dalam jumlah besar ke daerah yang rusak
dan memasuki luka sementara epitel beregenerasi.

Gambar 4

Insang kerang hijau (n= S7). hiperplasia sel goblet (A). Pewarnaan
HE skala 70 μm.

Proliferasi sel goblet pada insang merupakan respon pertahanan lokal
terhadap polutan. David dan Fontanetti (2005), menyatakan peningkatan sekresi
lendir sebagai mekanisme awal untuk mengeliminasi polutan seperti logam berat,
dengan cara menangkap dan menyelimuti logam berat sebelum merusak jaringan.
Hal ini sejalan dengan laporan pencemaran di Teluk Santos, Brazil kerang pada
lokasi B yang memiliki kandungan logam Hg 0,70 μg/l dan Pb 15,00 μg/l
menunjukan peningkatan produksi lendir, tetapi pada lokasi C meskipun memiliki
kandungan pencemar yang tinggi (Hg 0,66 μg/l dan Pb 219,66 μg/l), tidak
menunjukan peningkatan produksi lender (CETESB dalam David dan Fontanetti
2005).
Kerang sampel M2 yang ditunjukan pada Gambar 3, daerah frontal pada
beberapa bagian menunjukan tidak ada silia. Silia pada filamen insang berfungsi
mengantarkan makanan dan oksigen yang terlarut dalam air (Gosling 2003).
Kerusakan pada insang menyebabkan gangguan transportasi dan penyerapan
nutrisi, sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan kerang. Kerusakan pada
insang yang ditandai dengan lesio patologi lepasnya silia pada epitel insang yang
disertai peningkatan sel goblet, infiltrasi hemosit dan hipertrofi-hiperplasia sel
epitel insang dapat diinduksi oleh logam berat merkuri dan tembaga pada
konsentrasi sub letal (Bhargavan 2008).

6
Perubahan patologi lain yang ditemukan pada insang yaitu adanya infeksi
protozoa yang ditemukan disemua kelompok. Pada kelompok S dan M 3/7 dan
5/7 pada kelompok L. Protozoa tersebut berbentuk lonjong seperti kacang
berwarna basofilik dan diselaputi oleh lapisan tipis membentuk kapsula (Gambar
5).

Gambar 5

Protozoa pada lumen insang kerang hijau (n= L6). Hemosit (A),
fagosit (B), sporozoit (C), ookista (D), dan sel goblet (E).
Pewarnaan HE skala 35 μm.

Protozoa yang ditemukan pada kerang hijau yang ditunjukan Gambar 5
diduga adalah Nematopsis. Morfologi protozoa tersebut menyerupai protozoa
yang menginfeksi kerang-kerangan di perairan Chonbury Thailand yang
dilaporkan oleh Tuntiwarunuruk et al. (2004) dan diidentifkiasi sebagai
Nematopsis spp. yang ditemukan dalam lumen insang kerang hijau, berupa
ookista yang terisolasi dalam vakuola parasitiforus dari fagosit sel inang. Setiap
fagosit terdiri atas 1-7 ookista dan dikelilingi oleh membran. Padovan et al.
(2003) melaporkan, satu fagosit mengandung 15-19 ookista pada kerang Mytella
falcata, lebih sering 3-5 ookista.
Ookista mengandung sporozoit tunggal (Monozoic) dan ada beberapa
ookista terlihat kosong, serta sporozoit tidak berkapsul. Ookista monozoic
(sporocysts) bersifat resisten dalam tubuh inang (Padovan et al. 2003).
Ultrastruktur ookista Nematopsis terdiri atas sporozoit yang dilapisi dinding tebal
dan mikrofibril yang melapisi dinding ookista (Padovan et al. 2003; Abdel-Baki et
al. 2012). Struktur ketebalan dinding Nematopsis yang memungkinkan sifat
resisten ookista Nematopsis dalam tubuh kerang.
Kehadiran sejumlah sel fagosit dalam lumen insang, menunjukan
peningkatan sel goblet dan adanya hemosit, serta hilangnya silia. Namun tidak
mengakibatkan perubahan yang signifikan pada struktur insang. Meskipun
demikian dapat mengakibatkan obstruksi aliran air antara inhalan dan ekshalan,
sehingga menyebabkan penurunan efesiensi penyaringan dan asupan makanan
(Tuntiwaranuruk et al. 2004).

7

Gambar 6

Nematopsis spp. dalam jaringan penghubung organ digesti kerang
hijau (n=S7). fagosit (A), sporozoit (B), vakuola parasitiforus (C)
dan ookista (D). Pewarnaan HE skala 35 μm.

Nematopsis, selain pada insang juga ditemukan pada organ mantel dan
jaringan interstisial digesti (Gambar 6). Ookista Nematopsis dalam jaringan
kerang hijau yang diamati, tidak menimbulkan lesio yang signifikan pada jaringan
inang akan tetapi apabila infeksinya berlebihan dapat mengakibatkan kerusakan
jaringan sekitar. Ceuta dan Boehs (2012) menyatakan, meskipun prevalensi
gregarine Nematopsis tinggi, intensitas infeksi umumnya rendah dengan tidak
menunjukan kerusakan yang signifikan pada inang. Namun beberapa kerang
dengan infeksi yang intensif pada jaringan penghubung labial palp, sangat
memungkinkan mempengaruhi fungsi organ seperti proses makan. Beberapa studi
mencatat tidak ada kerusakan yang serius pada kerang Mytella guyanensis (Pinto
dan Boehs 2008), pada tiram bakau Crassostrea rizophorae (Sabry et al. 2007),
kerang Perna perna (Lima et al. 2001) dan kerang hijau (Tuntiwaranuruk et al.
2004). Selain itu Tuntiwaranuruk juga mengungkapkan tingkat infeksi antar
spesies kerang dipengaruhi oleh habitat, musim dan curah hujan yang
mempengaruhi suhu dan salinitas air laut.
Mantel
Struktur histologi mantel kerang hijau terdiri atas epitel permukaan bersilia,
serabut otot, sel ungu, sel lemak dan sel goblet (Gambar 7). Epitel permukaan
mantel berupa epitel silindris sebaris dengan inti basofilik berderet mendekati
bagian basal. Pada beberapa bagian epitel mantel membentuk plika,selain itu juga
ditemukan adanya pigmen coklat intrasel epitel. Pigmen coklat intraseluler normal
ditemukan pada epitel mantel bagian posterior (McElwain dan Bullard 2013).

8

Gambar 7

Struktur histologi mantel kerang hijau (n= S7). Sel goblet (A), sel
lemak (B), sel ungu (C), sel granuler eosinofilik (D), dan serabut
otot (E). Pewarnaan HE skala 70 μm.

Lesio patologi yang ditemukan yaitu adanya infiltrasi hemosit dan infeksi
protozoa Nematopsis spp. Infiltrasi hemosit pada kerang kelompok S yaitu 5/7 dan
semua sampel pada kelompok M dan L (Gambar 8). Sedangkan infeksi protozoa
Nematopsis spp. yaitu 4/7 pada kelompok S, 1/7 pada kelompok M, dan 5/7 pada
kelompok L.

Gambar 8

Peradangan pada mantel kerang hijau (n= S4). Hemosit granulosit
(A), hyalinosit (B), dan sel goblet (C). Pewarnaan HE skala 35
μm.

Mantel merupakan organ yang kontak langsung dengan lingkungan perairan.
Infiltrasi hemosit pada submukosa mantel dan epitel mantel dalam jumlah yang

9
berlebihan menunjukan adanya respon pertahanan tubuh. Reaksi pertahanan yang
ditunjukan pada Gambar 8 ditandai dengan infiltrasi sel hemosit granulosit dan
agranulosit (hyalinosit) serta desquamasi silia. Granulosit mengandung enzim
hydrolitik dan oksidatif serta lebih aktif dalam fagositosis. Fagositosis merupakan
proses hemosit mendegradasikan benda asing. Sebelum fogositosis terjadi,
hemosit mendekati sel target melalui gerakan kemotaksis maupun khemokinesis
(Delahaut 2012). Respon pertahanan tersebut tidak spesifik terhadap sesuatu agen
penyebab. Hal-hal yang dapat mengaktivasi respon pertahanan pada mantel antara
lain bakteri, parasit, polutan logam berat, temperatur lingkungan (Humprey dan
Norton 2005).
Organ Pencernaan
Struktur histologi saluran cerna pada kerang hijau hampir sama dengan
mamalia yaitu terdiri atas mukosa dan submukosa. Saluran cerna dilapisi oleh
epitel silindris sebaris bersilia dan lapisan lamina propia, serta dikelilingi oleh
kelenjar pencernaan (Gambar 9).

Gambar 9

Organ digesti kerang hijau (n= S7). CSS (crystalline style sac), I
(Intestine), K (kelenjar pencernaan), S (stomach). Pewarnaan HE
skala 363 μm.

Lambung memiliki struktur berlipat-lipat membentuk plika dengan epitel
silindris bersilia, sitoplasma eosinofilik dan inti basofilik berbentuk lonjong dan
pada bagian basal epitel lambung terlihat adanya inti piknotik berbentuk bulat.
Pada bagian lumen ditemukan masa berwarna merah muda, diduga berasal dari
sekresi mukus yang bercampur dengan makanan. Pada bagian lamina propia
berupa serabut berwarna merah muda dengan inti basofilik (Gambar 10).

10

Gambar 10 Lambung kerang hijau (n= S7). Silia (A), epitel silindris (B), Lp
(lamina propia). Pewarnaan HE skala 70 μm.

Gambar 11 Style sac kerang hijau (n= S7). Silia (A) dan epitel silindris (B).
Pewarnaan HE skala 35 μm.
Bagian posterior lumen lambung ditemukan adanya kristal berwarna merah
muda seperti gelatin berbentuk bulat. Bagian yang mengandung kristal ini
merupakan perpanjangan dari lambung yang membentuk kantung yang disebut
crystalline style sac (Bower dan Blackbourn 2003). Struktur style sac memiliki
epitel silindris yang sama tinggi dengan sitoplasma eosinofilik granuler dan inti
bulat berderet ditengah, serta memiliki silia yang tinggi dan tebal (Gambar 11).
Style sac berperan dalam membantu pencampuran pakan dan pelepasan enzim
yang berperan dalam pencernaan. Masa kristal seperti gelatin terdiri atas lapisan

11
mukoprotein yang melepaskan enzim pencernaan untuk mengubah pati menjadi
gula yang dapat dicerna (Helm dan Bourne 2004).
Lesio patologi yang ditemukan pada saluran pencernaan yaitu adanya
infiltrasi hemosit. Infiltrasi hemosit pada lambung, usus, style sac dan kelenjar
pencernaan kelompok S, M dan L yaitu 6/7 (Gambar 12 dan 13).

Gambar 12 Enteritis pada kerang hijau (n= L3) disertai nekrosa epitel
pencernaan. hemosit hyalinosit (A) dan hemosit granulosit (B).
Pewarnaan HE skala 35 μm.

Gambar 13 Peradangan pada style sac kerang hijau (n= L2). Sel goblet (A),
dan sarang radang granuloma (B). Pewarnaan HE skala 70 μm.
Enteritis pada sampel yang diamati seperti yang ditunjukan pada Gambar 12
didominasi oleh sel hemosit granulosit yang menginfiltrasi lamina propia dan
epitel mukosa pencernaan. selain itu juga ditemukan adanya hemosit hyalinosit

12
dengan variasi ukuran pada lamina propia. Pada beberapa bagian lamina propia
juga ditemukan adanya akumulasi hemosit (granulositoma) multifokus seperti
yang terlihat dalam Gambar 13. Infiltrasi hemosit tersebut menyebabkan
peradangan yang disertai dengan pelepasan silia epitel pencernaan serta
peningkatan jaringan ikat disekitar akumulasi hemosit multifokus, sehingga
diduga peradangan bersifat kronis.
Bignell et al. (2008), menyatakan reaksi peradangan dengan infiltrasi
hemosit menyebar pada jaringan ikat atau membentuk akumulasi multifokus sel
radang dikaitkan dengan infeksi protozoa Marteilia sp, inflamasi parah sering
disertai dengan granulositoma baik satu maupun beberapa lesio dalam jaringan
ikat. Sedangkan penelitian lain menyebutkan prevalensi granulositoma meningkat
pada kerang asal lokasi yang terkontaminasi logam berat (Sunila 1986; Myint dan
Tyler dalam Stentiford et al. 2004). Namun berdasarkan pengamatan pada
penelitian ini reaksi peradangan tersebut bersifat tidak spesifik karena disekitar
daerah peradangan tidak terlihat adanya infeksi parasit.
Saluran pencernaan kerang dikelilingi oleh kelenjar pencernaan yang sering
disebut dengan hati pada kerang atau hepatopankreas (Helm dan Bourne 2004).
Kelenjar pencernaan berupa tubulus-tubulus yang terdiri atas sel pencernaan dan
sel piramid basofilik (Zaldibar et al. 2008; McElwain dan Bullard 2013). Kelenjar
pencernaan sebagai organ pusat aktivitas metabolisme pada kerang, serta terlibat
dalam mekanisme pertahanan kekebalan tubuh, detoxikasi dan regulasi
homeostasis (Mangorez et al. 2002; Moore dan Allen 2002).
Lesio patologi yang ditemukan pada kelenjar pencernaan selain infiltrasi
hemosit juga adanya pigmentasi pada sel kelenjar pencernaan dengan jumlah lesio
pada kelompok S 3/7, M dan L 6/7 (Gambar 14).

Gambar 14 Peradangan pada kelenjar pencernaan kerang hijau (n= S4).
Endapan pigmen (A) dan hemosit (B). Pewarnaan HE skala 35 μm
Pigmentasi yang ditunjukan tidak terlalu parah jika dibandingkan dengan
lesio pada insang dan ginjal. Pada beberapa bagian tubulus kelenjar pencernaan
terlihat tidak utuh dan adanya hiperplasi sel piramid basofilik seperti yang terlihat

13
pada Gambar 14. Zaldibar et al. (2008), menyatakan bahwa sel pencernaan dan sel
piramid basofilik kelenjar pencernaan memiliki kemampuan berproliferasi.
Mitosis pada sel pencernaan dengan BrdU histokimia memperjelas bahwa
regenerasi sel dihasilkan oleh autologous dari sel pencernaan dan sel basofilik
yang matang (Zaldibar et al. 2004). Zaldibar et al. (2008) juga menjelaskan,
proliferasi sel kelenjar pencernaan dipengaruhi oleh musim, dimana proliferasi
meningkat pada musim panas.
Lesio lain yang ditemukan pada kelenjar pencernaan yaitu ditemukannya
badan inklusi eosinofilik intrasitoplasmik disertai infiltrasi hemosit pada
kelompok L sebanyak 1/7 (Gambar 15). Lesio tersebut menyerupai viral-like
inclusion bodies yang ditemukan pada kelenjar pencernaan kerang Bathymodiolus
heckerae (Ward et al. 2004), kerang Mytilus sp (Bignell et al. 2008). Namun
badan inklusi tersebut belum diidentifikasi secara pasti penyebabnya

Gambar 15 Kelenjar Pencernaan kerang hijau (n=L5). Hemosit granulosit (A),
badan inklusi eosinofilik intrasitoplasmik (B), fibrosis (C).
Pewarnaan HE skala 35 μm.
.
Ginjal
Lesio patologi yang ditemukan pada ginjal yaitu adanya infiltrasi hemosit
dan endapan pigmen pada epitel tubulus ginjal (Gambar 14 dan 15). Infiltrasi
hemosit pada kelompok S, M, dan L yaitu 3/7, 5/7, dan 6/7. Endapan pigmen pada
kelompok S, M, dan L yaitu 5/7, 6/7, dan 7/7. Lesio infiltrasi hemosit dan
endapaan pigmen ditunjukan pada Gambar 16.

14

Gambar 16 Nefritis interstisialis kerang hijau (n=L2). Endapan pigmen (A),
hyalinosit (B) dan endapan protein (C). Pewarnaan HE skala
35μm.
Endapan pigmen (pigmentasi) yang ditemukan pada organ ginjal, insang
dan kelenjar pencernaan ditandai dengan adanya infiltrasi hemosit. Bignell et al.
(2011), menyatakan pigmen coklat pada usus, kelenjar pencernaan, gonad dan
ginjal mengiringi reaksi inflamasi akibat peningkatan stresor pada organ tersebut.
Pigmentasi pada organ ginjal pada penelitian ini menyerupai pigmen lipofuscin,
seperti yang pernah dilaporkan oleh Bignell et al. (2008); Bignell et al. (2011)
pada kerang Mytilus sp.
Pigmentasi dapat disebabkan oleh respon seluler enzim phenoloksidase
terhadap infeksi mikroorganisme seperti protozoa Marteilia sydneyi melalui
proses enzimatis fagolisosom (Raftos et al. 2014). Sedangkan menurut Stentiford
et al. (2004) dan Bignell et al. (2011), pigmen kuning sampai kecoklatan juga
dapat berupa endapan lipofuscin. Lipofuscin merupakan produk akhir dari reaksi
peroksidatif dari membran lipoprotein yang diautofagositosis dalam kompartemen
lisosom. Lisosom merupakan organel utama yang bertangggung jawab untuk
detoksikasi senyawa beracun dari sitosol, membran lisosom rentan terhadap stres
yang disebabkan xenobiotik (McVeight et al. 2006). Peningkatan lipofuscin
dianggap sebagai reaksi seluler akibat kontaminan anorganik dan organik (Byrne
dan O’Halloran 2001). Lipofuscin terakumulasi dalam lisosom sebagai granul
tidak larut, butiran ini terdiri atas modifikasi protein, degradasi produk lipid,
karbohidrat, dan logam (Viarengo et al. 2007). Begum (2012), menyatakan di
dalam lisosom lipofuscin dapat mengandung granul mineral logam (Cd dan Zn)
melalui ikatan metalloprotein.
Nefritis interstisialis yang ditunjukan pada Gambar 15, selain adanya
pigmentasi juga terlihat adanya peningkatan massa berwarna eosinofilik homogen
yang diduga endapan protein seperti amiloid. Amiloid protein adalah bentuk
protein tidak larut yang diendapkan, tidak diketahui secara pasti penyebabnya
namun dihubungkan dengan infeksi kronis dan peradangan (Teh 2009). Endapan
protein tersebut ditemukan pada kelompok L dan M masing-masing 1/7, yang

15
mengalami infiltrasi hemosit berlebihan pada interstisial ginjal kerang hijau.
Sehingga peningkatan massa tersebut mungkin disebabkan oleh peradangan
kronis.
Jantung
Organ jantung yang diamati sebagian besar tidak menunjukan perubahan
yang spesifik. Perubahan signifikan pada jantung yaitu adanya peningkatan
akumulasi hemosit pada ruang ventrikel jantung dan tidak terlihat adanya
perubahan pada miokardium (Gambar 17).

Gambar 17 Leukositosis pada ruang ventrikel kerang hijau (n= L3).
Miokardium (A) dan Hemosit (B). Pewarnan HE skala 70 μm.
Peningkatan hemosit pada ruang ventrikel jantung kerang hijau, bersifat
patofisiologis karena tidak terlihat adanya kerusakan pada miokardium. Ventrikel
jantung kerang terdapat sistem hemolimfe yang didalamnya mengandung hemosit,
struktur ini berperan dalam proses sirkulasi dari jantung ke berbagai sinus jaringan
secara langsung (Bhargavan 2008). Respon hemosit yang ditunjukan pada ruang
ventrikel jantung berupa leukositosis. Leukositosis pada ruang ventrikel jantung
sebagai respon pertahanan awal kerang untuk mengeliminasi kontaminan.
Gonad
Gonad kerang hijau yang diamati yaitu gonad jantan dan betina.
Berdasarkan pengamatan histopatologi pada kerang hijau kelompok S semua
sampel berkelamin jantan, sedangkan pada kelompok M (6 betina dan 1 jantan)
dan L (4 betina dan 3 jantan). Lesio patologi yang ditemukan yaitu adanya
infiltrasi hemosit pada kelompok S dan M sebanyak 3/7 dan pada kelompok L 6/7
(Gambar 18 dan 19).

16

Gambar 18 Infiltrasi hemosit pada gonad betina kerang hijau (n= L3). Ovum
(A) dan hemosit (B). Pewarnaan HE skala 70 μm.

Gambar 19 Akumulasi hemosit pada gonad jantan kerang hijau (n= L5).
Folikel testis (A), jaringan ikat (B), dan akumulasi hemosit (C).
Pewarnaan HE skala 70 μm.
Akumulasi hemosit ditemukan intrafolikuler dan interfolikuler gonad betina
dan jantan. Infiltrasi hemosit intrafolikuler menyebabkan membran folikel
mengalami disintegrasi. Aarab et al. (2011) menyebutkan infiltrasi hemosit dalam
folikel gonad dan kelenjar pencernaan dikaitkan dengan kontaminasi minyak,
PAH (polycyclic aromatic hydrocarbon) dan alkilfenol. Penelitian lain
mengatakan reaksi inflamasi dalam folikel gonad dikaitkan dengan infeksi
protozoa Steinhausia mytilovum (Bignell et al. 2008), kontaminan organik dan

17
logam berat (Lowe dan Pipa dalam Bignell et al. 2011), kontaminan tersebut
mengakibatkan penghambatan perkembangan folikel gonad dalam kerang.

Logam Berat
Pengujian akumulasi logam berat Cd, Pb, dan Hg dalam tubuh kerang,
dilakukan untuk mendukung diagnosa. Hal ini dikarenakan lesio yang ditemukan
tidak spesifik, tetapi berdasarkan kajian literatur lesio histopatologi yang telah
dijelaskan pada masing-masing organ sebagian besar dikaitkan dengan
pencemaran logam berat. Hasil pengujian mendeteksi adanya logam berat Cd, Pb
dan Hg sebesar 0.03 mg/kg, 0.02 mg/kg dan 0.16 mg/kg. Akumulasi logam berat
dalam tubuh kerang membuktikan adanya pencemaran lingkungan disekitar
perairan teluk Jakarta. Logam berat dapat masuk ke perairan Teluk Jakarta
melalui aliran sungai yang membawa limbah industri dan rumah tangga, yang
selanjutnya terakumulasi dalam biota laut seperti kerang hijau melalui rantai
makanan karena kerang hijau memiliki sifaf filter feeder dan sessile. Kerang
diketahui memiliki afinitas yang tinggi terhadap logam berat Cd melalui ikatan
protein metallothionin (OSUSRL 2008). Akumulasi ringan dari logam berat
tersebut diduga menjadi pemicu terjadinya perubahan degeneratif, dan infiltrasi
sel radang non spesifik pada beberapa organ tiap kelompok ukuran seperti yang
ditunjukan pada Tabel 1.
Akumulasi logam berat yang ditemukan, nilainya masih di bawah standar
yang ditetapkan oleh BSN yaitu 1.0 mg/kg untuk logam berat Cd dan Hg dan 1.5
mg/kg untuk logam berat Pb (BSN 2009). Kadmium merupakan salah satu logam
berat yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia dan dapat terakumulasi dalam
jaringan lunak terutama ginjal dan hati (OSUSRL 2008). Paparan kronis logam
berat Cd dalam jumlah rendah dapat mengakibatkan disfungsi ginjal, penyakit hati,
kanker paru-paru dan dekalsifikasi tulang (Satarug et al. 2000). Jin et al. (2003),
menyatakan kadmium dapat bertindak sebagai mutagen DNA dan kemungkinan
gangguan endokrin

18
Tabel 1 Lesio histopatologi organ pada tiap kelompok ukuran sampel
K
el
o
m
po
k

S

K
el
a
m
in






sa
m
pe
l

7

1

M





6

3

L



4

Lesio Histopatologi Organ
Saluran
cerna

Kelenjar
pencernaan

Ginjal

Jantung

Gonad

infiltrasi
hemosit
(5/7);
endapan
pigmen
(5/7);
Nematopsis
spp (4/7)
infiltrasi
hemosit dan
endapan
pigmen (1/1)

infiltrasi
hemosit
(6/7);
Nematop
sis spp
(2/7)

infiltrasi
hemosit
(6/7);
endapan
pigmen
(6/7)

infiltrasi
hemosit
(3/7);
endapan
pigmen
(5/7)

TAP
(4/7);
NE
(3/7)

TAP
(4/7);
infiltrasi
hemosit
(3/7)

infiltrasi
hemosit
(1/1)

infiltrasi
hemosit
(1/1);
endapan
pigmen
(1/1)

TAP
(1/1)

TAP
(1/1)

infiltrasi
hemosit (6/6);
endapan
pigmen (4/6);
proliferasi sel
goblet (4/6);
Nematopsis
spp (3/6)

infiltrasi
hemosit
(6/6);
endapan
pigmen
(5/6),
Nematopsis
spp (1/6)

infiltrasi
hemosit
(5/6);
TAP
(1/6)

infiltrasi
hemosit
(5/6);
endapan
pigmen
(5/6)

TAP
(6/6)

infiltrasi
hemosit
(3/6);
TAP
(4/6)

infiltrasi
hemosit (3/3);
endapan
pigmen (3/3);
Nematopsis
spp (2/3);
proliferasi sel
goblet (3/3)
infiltrasi
hemosit (4/4);
endapan
pigmen (2/4);
Nematopsis
spp (3/4);
proliferasi sel
goblet (4/4)

infiltrasi
hemosit
(3/3);
endapan
pigmen (3/3)

infiltrasi
hemosit
(2/3);
TAP
(1/3)

infiltrasi
hemosit
(3/3);
endapan
pigmen
(3/3)

infiltrasi
hemosit,
endapan
pigmen
dan
endapan
protein
(1/1)
infiltrasi
hemosit
(4/6);
endapan
pigmen
(5/6);
endapan
protein
(1/6)
infiltrasi
hemosit
(2/3);
endapan
pigmen
(3/3)

leukosit
osis
(1/3);
TAP
(2/3)

infiltrasi
hemosit
(3/3)

infiltrasi
hemosit
(4/4);
endapan
pigmen (3/4)

infiltrasi
hemosit
(4/4);
Nematop
sis spp
(1/4)

infiltrasi
hemosit
(3/4);
endapan
pigmen
(3/4);
fibrosis
interstisiali
s 1/4)

leukosit
osis
(2/4);
TAP
(1/4);
NE
(1/4)

infiltrasi
hemosit
(3/4);
TAP
(1/4)

Insang

Mantel

infiltrasi
hemosit (7/7);
endapan
pigmen (2/7);
Nematopsis
spp (3/7);
proliferasi sel
goblet (6/7)
infiltrasi
hemosit,
endapan
pigmen dan
proliferasi sel
goblet (1/1)

Ket: TAP (tidak ada Perubahan) NE (Not examined)

infiltrasi
hemosit
(4/4);
endapan
pigmen
(4/4);
endapan
protein
(1/4); NE
(1/4)

19

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Lesio patologi yang ditemukan pada kerang hijau asal Muara Kamal, Teluk
Jakarta menunjukan perubahan degeneratif berupa pigmentasi dan hilangnya
epitel silia diakibatkan oleh cemaran logam berat derajat ringan ditemukan pada
organ insang, mantel, pencernaan, dan ginjal. Infiltrasi hemosit sebagai reaksi
pertahanan ditemukan pada berbagai organ seperti insang, mantel, pencernaan,
ginjal, jantung dan gonad. Lesio lain yang ditemukan yaitu adanya infeksi
protozoa Nematopsis spp. pada lumen insang, submukosa mantel dan jaringan
interstisial saluran pencernaan.

Saran
Perlu dilakukan kajian respon anatomi dan histopatologi kerang hijau yang
bukan hasil budidaya yang berumur dewasa, untuk melihat dampak logam berat
yang terakumulasi di jaringan.

DAFTAR PUSTAKA
Aarab N, Godal BF, Bechmann RK. 2011. Seasonal variation of histopathological
and histochemical markers of PAH exposure in blue mussel (Mytilus edulis
L.). Marine Environmental Research 73 (3): 213-236
Abdel-Baki AS, Al-Quraishy S, Dkhil MA, AL Nasr I, Oliveira E, Casal G,
Azevedo C. 2012. Ultrastructural characteristics of Nematopsis sp. Oocysts
(Apicomplexa: Porosporidae), a parasite of the clam Meretrix meretrix
(Veneridae) from the Arabian Gulf, Saudi arabia. Folia parasitologi 59(2):
81-86
Affandi R. 2002. Fisiologi Hewan Air. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Al-Barwani SM, Arshad A, Amin SMN, Bujang JS. 2013. Incidence of
hermaphrodite in green mussel Perna viridis along the coast of Peninsular
Malaysia. Asian journal of animal and veterinary advance 8(2): 376-382
Begum G. 2012. Ecotoxicology. Croatia (IN): InTech pub.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. SNI 7387.2009. Batas maksimum
cemaran logam berat dalam pangan. Jakarta (ID): BSN
Bhargavan B. 2008. Haematological responses of green mussel perna viridis
(Linnaeus) to heavy metals copper and mercury [Thesis]. Cochin (IN):
Cochin University Of Science and Technology.
Bignell JP, Dodge MJ, Feist SW, Lyons B, Martin PD, Taylor NGH, Stone D,
Travalent L, Stentiford GD. 2008. Mussel histopathology: and effects of
season, disease and species. Aquatic Biology 2: 1-15
Bignell JP, Stentiford GD, Taylor NGH, Lyons BP. 2011. Histopathology of
mussels (Mytilus sp.) from the Tamar estuary, UK. Marine Environmental
Research 72 (1-2): 25-61

20
Bower SM, Blackbourn J. 2003. Geoduck clam (Panopea abrupta): anatomi,
histology, development, pathology, parasites and symbionts [Internet]. 2010;
[diunduh 2014 Juli 12].
Tersedia pada: http://www.pac.dfompo.gc.ca/science/species-especes/shellfish-coquillages/geopath/indexeng.html
Byrne PA, O’Halloran JO. 2001. The role of bivalve molluscs as tools in estuarine
sediment toxicity testing: a riview. Hydrobiologia 465: 209-217
Ceuta LO, Boehs G. 2012. Parasites of the mangrove mussel Mytella guyanensis
(Bivalvia: Mytilidae) in Camamu Bay, Bahia, Brazil. Braz. J. Biol. 72(3):
421-427.
[CETESB] Companhia de Tecnologia de Ambiental do Estado de Sao Paulo
Chellaram C, Anand PT, Kumaran S. 2011. Centra nervous system depressant
properties of reef associated gastropods, Drupa margariticola and Trochus
tentorium from Gulf of Mannar, Southesatern India. Journal of chemical and
pharmaceutical research 3(1): 154-159.
Chakraborty K, Joseph D, Chakkalakal SJ. 2014. Toxicity a nutraceutical
formulation derived from green mussel Perna viridis. BioMed Research
International: 1-15
David JAO, Fontanetti CS. 2005. Surface morphology of Mytella falcata gill
filaments three region of the Somtos estuary. Braz. J. morphol. Sci. 22 (4):
203-210
Delahaut V. 2012. Development of a challenge test for the Blue Mussels, Mytilus
edulis [Thesis]. Ghent (BE): Faculty of Bioscience Engineering, Universiteit
Gent.
Gosling E. 2003. Bivalve molluscs. Biology, ecology and culture. New Jersey
(US): Blackwell Science pub.
Helm MM, Bourne N. 2004. Hatchery Culture of Bivalve. A practical manual.
Rome (IT): FAO Fisheries Department.
Humason LG. 1967. Animal Tissue Techniques. 2nd edition. San Francisco (US):
WH Freeman and company. Inc.
Humprey JD, Norton JH. 2005. The Pearl Oyster Pinctada maxima (Jameson,
1901): An atlas of functional anatomy, pathology and histopatholohy.
Australia (AU): Northern Territory Government Printing Office.
Jin Y H, Clark AB, Slebos RJC, Al‐Refai H, Taylor JA, Kunkel T A. 2003.
Cadmium is a mutagen that acts by inhibiting mismatch repair. Nature
Genetics. 34: 326‐329.
Lima FC, Abreu MG, Mesquita EFM. 2001. Monitoramento histopatolόgico de
mexilhᾶo Perna perna da Lagoa de Itaipu, Niterόi, RJ. Arquivo brasileiro de
Medicina Veterinária e Zootecnia 53: 203-206
McElwain A, Bullard SA. 2013. Histological atlas of freshwater mussels
(Bivalvia, Unionidae): Villosa Nebulosa (Ambleminae: Lampsilini),
Fusconaia cerina
(Ambleminae: Pleurobemini) and Strophitus
connasaugaensis (Unioninae: Anondontini). Malacologia 57(1): 99-239.
McVeigh A, Moore M, Allen JI, Dyke P. 2006. Lysosomal responses to
nutritional and contaminant stress in mussel hepatopancreatic digestive cells:
A modelling study. Marine Environmental Research (62): 433-438.
[OSUSRL] Oregon State University Seafood Research Laboratory. 2008.
Characterization of the Cadmium Health Risk, Concentrations and Ways to

21
Minimize Cadmium Residues in Shellfish: Sampling and Analysis of
Cadmium in U.S. West Coast Bivalve Shellfish [Report]. Astoria (US):
Oregon State University.
Padovan IP, Tavares LA, Corral L, Padovan PA, Azevedo C. 2003. Fine structure
of the oocyst of Nematopsis mytella (Apicomplexa, Porosporidae), a parasite
of the mussel Mytella falcata and of the oyster Crassostrea rizophorae
(Mollusca, Bivalvia) From the Northeastern Atlantic coast of Brazil. Braz. J.
Morphol. Sci. 20(3): 141-145
Pinto TR, Boehs G. 2008. Nematopsis sp (Apicomplexa: Eugregarinida) Mytella
guyanensis (Lamarck, 1819) (Bivalvia: Mytilidae) da regiᾶo estuarina do Rio
Cachoeira, Ilhéus, Bahia, Brasil. Braz. J. Vet. R and Anim. Science. 45: 95100
Raftos DA, Kuchel R, Alaidaileh S, Butt D. 2014. Infectious microbial diseases
and host defense responses in Syndey rock oyster. Frontiersin Microbiology,
Aquatic Microbiology 5(135): 1-12
Sabry RC, Gesteira TCV, Boehs G. 2007. First record of parasitism in the
mangrove oyster Crassostrea rhizophorae (Bivalvia: Ostreidae) at Jaguaribe
River estuary-Ceara, Brazil. Braz. J. Biol. 67: 755-758
Satarug S, Haswell‐Elkins MR, Moore MR. 2000. Safe levels of cadmium intake
to prevent renal toxicity in human subjects. Br. J. Nutrition. 84: 791‐802
Setyobudiandi I. 2004. Beberapa Aspek Biologi Reproduksi Kerang Hijau Perna
viridis L, 1758 pada Kondisi Perairan yang Berbeda [Disertasi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Siahaan B (2013). Patologi infestasi cacing Camallanus sp pada ikan manfish
(Pterophyllum scalare) asal Raiser Cibinong [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Stentiford GD, Green M, Feist SW. 2004. Histopathological investigation of horse
mussels from Strangford Lough, Northern Ireland. Strangford Lough
Eological Change Investigation (SLECI). Belfast (UK): QUB.
Sunila I. 1986. Histopathological change in the mussel Mytilus edulis L. at the
outlet from a titanium dioxide plan in Northern Baltic. Ann. Zool. Fennici 23:
61-70
Teh SJ. 2009. Occurrence of microcystin in Salmon and Steelhead Fish tissues in
the Klamath River in 2007. Oregon (US): CH2M HILL Inc.
Tuntiwaranuruk C, Chalermwat K, Uptham ES, Kruatracue M, Azevedo C. 2004.
Investigation of Nematopsis spp. Oocysts in 7 species of bivalve from
Chonburi Province, Gulf of Thailand. Dis Aquat Org. 58: 47-53
Vasanthi LA, Revanthi P, Arulvasu C, Munuswamy N. 2012. Biomarkers of metal
toxicity and histology of Perna viridis from Ennore estuary, Chennai, south
east cost of India. Ecotoxicology and Environmental Safety 84: 92-98.
Viarengo A, Lowe D, Bolognesi C, Fabbri E, Koehler A. 2007. The use of
biomarkers in biomonitoring: A 2-tier approach assessing the level of
pollutant-induced stress syndrome in sentinel organisms. Comparative
Biochemistry and Physiology C Toxicology & Pharmacology 146: 281-300.
Ward ME, Shields JD, Van Dover CL. 2004. Parasitism in species of
Bathymodiolus (Bivalvia: Mytilidae) mussels from deep-sea seep and
hydrothermal vents. Dis. Aquat. Org. 62: 1-16

22
Zaldibar B, Cancio I, Marigomez I (2004). Circatidal variation in epithelial cell
proliferation in the mussel digestive gland and stomach. Cell Tissue Res.
(318): 395-402.
Zaldibar B, Canico I, Marigomez I. 2008. Epithelial cell renewal in the digestive
gland and stomach of mussels: season, age and tidal regime related variation.
Histol. Histopathol 23: 281-290.
Zhou Q, Zhang J, Fu J, Shi J, Jiang G. 2008. Biomonitoring: an appealing tool for
assessment of metal pollution in the aquatic ecosystem. J. Aca. 606:135-150.

23

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Purwakarta pada tanggal 14 Desember 1986, dari
pasangan Darsep dan Ade Rokmanah sebagai anak pertama dari dua bersaudara.
Pendidikan formal penulis dimulai dari SD Negeri 1 Cikopo, Purwakarta (19921998), SLTP Negeri 2 Campaka, Purwakarta (1998-2001), SMU Negeri 1
Cikampek, Karawang (2001-2004), D3 Teknisi Reproduksi Satwa FKH-IPB
(2004-2007) melalui jalur USMI dan pada tahun 2010 penulis melanjutkan
program Sarjana di Fakultas Kedokteran Hewan IPB, melalui jalur alih jenis.
Selama masa perkuliahan penulis aktif dalam organisasi Himpunan Minat
Profesi Satwaliar FKH IPB (2011-2014) sebagai anggota. Jurnalis website FKH
IPB (2013) dan setiap akhir pekan atau liburan kuliah diisi dengan magang di
klinik hewan Citrapet and vet mulai dari 2011 sampai sekarang.
Sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana, penulis melakukan penelitian
yang berjudul “Studi Patologi Kerang Hijau (Perna viridis) asal Muara Kamal,
Teluk Jakarta” dibawah bimbingan Drh Dewi Ratih Agungpriyono, PhD APVet
dan Drh Mawar Subangkit, MSi APVet.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kerang hijau (Perna viridis) merupakan salah satu komoditas perikanan
yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia sebagai sumber protein hewani
yang murah dan bergizi tinggi. Seratus gram daging kerang mengandung 49.8 %
air, 21.9 % protein, 14.5 % lemak, 18.5 % karbohidrat dan 4.3 % abu (Affandi
2002). Selain dimanfaatkan dagingnya sebagai bahan pangan, protein kerang
mengandung zat bioaktif sebagai anti tumor, anti leukemia, anti inflamasi, anti
bakteri dan anti virus (Chellaram et al. 2011; Chakraborty et al. 2014).
Kerang dikenal juga sebagai organisme filter-feeder yang hidup menetap
(sessile) sehingga kelainan morfologinya dapat menggambarkan kondisi
lingkungan dari tempat hidupnya. Kerang hijau jumlahnya cukup berlimpah dan
distribusinya luas, meliputi daerah Indo Pasifik, selatan perairan Jepang, perairanperairan India, Semenanjung Malaysia, Singapura, Laut Cina Selatan, Thailand,
Filipina, Indonesia hingga Papua New Guinea (Setyobudiandi 2004). Oleh karena
itu, kerang hijau dijadikan sebagai bioindikator cemaran lingkungan. Kondisi
patologis yang ditimbulkan akibat cemaran atau infeksi pada kerang salah satunya
dapat diamati melalui pengamatan histopatologi (Zhou et al. 2008). Pemeriksaan
histopatologi kerang hijau di Indonesia masih belum banyak dipelajari sehingga
dilakukan penelitian mengenai studi patologi kerang hijau.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari gambaran patologi kerang hijau
yang dibudidayakan di Muara Kamal, Teluk Jakarta, Jakarta Utara.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu dapat memberikan informasi mengenai
jenis lesio patologi yang ditemukan pada kerang hijau. Lesio yang ditemukan
dapat dijadikan model dalam mempelajari penyakit pada kelompok invertebrata
laut. Sebagai indikator pencemaran lingkungan, dapat diketahui tingkat
pencemaran di Teluk Jakarta.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Agustus 2014 sampai Oktober 2014
yang dilaksanakan di Laboratorium Histopatologi Bagian Patologi, Departemen
Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor. Pemeriksaan akumulasi logam berat, dilakukan di Laboratorium Loka

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kerang hijau (Perna viridis) merupakan salah satu komoditas perikanan
yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia sebagai sumber protein hewani
yang murah dan bergizi tinggi. Seratus gram daging kerang mengandung 49.8 %
air, 21.9 % protei