Keanekaragaman Dan Kelimpahan Collembola Tanah Pada Lahan Kapur Pt Semen Indonesia Tbk. Di Tuban, Jawa Timur.

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN COLLEMBOLA TANAH
PADA LAHAN KAPUR PT SEMEN INDONESIA TBK.
DI TUBAN, JAWA TIMUR

SAUDI FITRI SUSANTI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keanekaragaman dan
Kelimpahan Collembola Tanah pada Lahan Kapur PT Semen Indonesia Tbk. di
Tuban, Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015
Saudi Fitri Susanti
NIM G352120041

RINGKASAN
SAUDI FITRI SUSANTI. Keanekaragaman dan Kelimpahan Collembola
Tanah pada Lahan Kapur PT Semen Indonesia Tbk. di Tuban, Jawa Timur.
Dibimbing oleh RIKA RAFFIUDIN dan YAYUK RAHAYUNINGSIH
SUHARDJONO.
Konversi lahan menjadi lokasi pertambangan dapat menyebabkan degradasi
lahan yang berdampak pada perubahan iklim mikro meskipun telah dilakukan
penanganan pasca penambangan. Collembola merupakan mesofauna tanah yang
sensitif terhadap perubahan lingkungan sehingga dapat digunakan untuk
memantau keadaan suatu lingkungan. Penelitian mengenai keanekaragaman
Collembola pada lahan kapur PT Semen Indonesia Tbk. di Tuban, Jawa Timur
belum pernah dilaporkan. Tidak adanya informasi tersebut merupakan alasan
penting untuk melakukan penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1)
mempelajari keanekaragaman dan kelimpahan Collembola pada tiga lokasi di
lahan kapur PT Semen Indonesia Tbk. untuk dijadikan dasar analisis penanganan

pasca penambangan; (2) mempelajari potensi Collembola sebagai bioindikator
keadaan tanah.
Pengambilan sampel Collembola dilakukan satu kali pada musim kemarau
bulan Agustus sampai September 2013 di tiga lokasi lahan kapur milik PT Semen
Indonesia Tbk. di Tuban, Jawa Timur. Tiga lokasi yang dipilih untuk koleksi
sampel adalah lahan kapur bekas tambang, lahan kapur bekas tambang yang
direboisasi jati, dan greenbelt. Sampel Collembola dikoleksi dengan dua metode
yaitu perangkap sumuran/PSM (pitfall trap) dan pencuplikan contoh tanah/PCT
(soil sampling). Sepuluh perangkap sumuran dipasang pada garis transek
sepanjang 100 m dengan jarak 10 m antar PSM dan PCT diletakkan di antara
PSM. Perangkap sumuran dipasang selama tiga hari dan tanah yang didapat dari
PCT diletakkan pada corong Berlese selama 14 hari. Collembola diidentifikasi
berdasarkan morfospesies hingga genus. Genus dianggap spesies karena pada
setiap genus hanya ditemukan satu spesies.Vegetasi dan faktor lingkungan di tiga
lokasi dicatat, diantaranya kelembaban tanah, pH tanah, dan ketebalan serasah.
Unsur hara tanah dianalisis, meliputi nitrogen, fosfat, dan kalium. Indeks
keanekaragaman Collembola dianalisis dan dikorelasikan dengan lokasi dan
faktor lingkungan.
Collembola yang ditemukan pada penelitian ini berjumlah 680 individu
yang terdiri dari 2 ordo, 4 famili, 11 genus dan 11 spesies yaitu Proisotoma sp.,

Acrocyrtus sp., Ascocyrtus sp., Rambutsinella sp., Entomobrya sp., Willowsia sp.,
Seira sp., Bromacanthus sp., Callyntrura sp., Salina sp., dan Sphyrotheca sp.
Lahan kapur bekas tambang yang direboisasi jati merupakan lokasi yang paling
tinggi indeks keanekaragaman Collembola (H’= 2.248) dan kemerataan (E= 0.7),
sedangkan greenbelt merupakan lokasi yang paling rendah indeks
keanekaragaman Collembola (H’= 1.009) dan kemerataan (E= 0.4).
Lahan kapur bekas tambang yang direboisasi jati didominasi oleh Salina sp.
Ascocyrtus sp. dan Rambutsinella sp. mendominasi secara berturut-turut di
greenbelt dan lahan kapur bekas tambang. Entomobrya sp. dan Salina sp.
merupakan 2 dari 8 spesies yang hanya ditemukan di metode PSM, sedangkan
Willowsia sp. merupakan satu-satunya spesies yang terdapat di metode PCT.

Karakter utama Proisotoma sp. adalah panjang tiap ruas abdomen hampir
sama. Acrocyrtus sp. berwarna putih dengan mesotoraks yang agak menonjol ke
arah anterior. Ascocyrtus sp. berwarna putih dengan garis hitam pada bagian
dorsal ruas abdomen III dan titik hitam pada posterior dorsal ruas abdomen IV.
Rambutsinella sp. memiliki warna biru tua dan ruas antena IV yang membesar.
Tubuh Entomobrya sp. berwarna dasar putih dengan corak kehitaman dan berseta
panjang. Willowsia sp. berwarna dasar putih dengan warna hitam pada dorsal
mesotoraks dan dorsal ruas abdomen II-III serta posterior ruas abdomen IV. Seira

sp. memiliki seta panjang terutama pada bagian toraks. Bromacanthus sp.
merupakan Colembola yang bertubuh besar dengan warna dasar coklat dan corak
hitam serta ruas antena IV yang anulat, sedangkan Callyntrura sp. berwarna putih
dengan corak hitam dengan antena yang tidak anulat. Salina sp. berwarna putih
memiliki titik hitam pada ujung ruas antena I-III serta garis hitam pada lateral
toraks dan abdomen. Sphyrotheca sp. bertubuh bulat dengan ruas antena IV yang
anulat.
Berdasarkan hasil analisis korelasi, ditemukan beberapa spesies Collembola
yang dimungkinkan berpotensi sebagai bioindikator keadaan tanah. Ascocyrtus sp.
menunjukkan korelasi positif dengan N total dan Seira sp. berkorelasi positif
dengan P total. Korelasi tersebut diduga karena kedua spesies tersebut
menggunakan jamur yang berperan dalam proses perombakan bahan organik lebih
lanjut sebagai sumber makanannya. Proisotoma sp. juga dimungkinkan memiliki
potensi untuk menjadi bioindikator yang hanya ditemukan di lahan kapur bekas
tambang yang direboisasi jati selama 3 tahun, sehingga Proisotoma sp. dalam
penelitian ini diduga dapat menjadi spesies yang mengindikasikan awal pulihnya
ekosistem bekas tambang.

Kata kunci: Collembola, keanekaragaman, kelimpahan, lahan kapur


SUMMARY
SAUDI FITRI SUSANTI. Diversity and Abundance of Soil Collembola at
Limestone of PT Semen Indonesia Tbk. in Tuban, East Java. Supervised by RIKA
RAFFIUDIN and YAYUK RAHAYUNINGSIH SUHARDJONO.
Landscape conversion into mining area causes landscape degradation which
impact to microclimate change even after post-mining handling. Collembola, one
of the soil mesofauna, is sensitive to environmental changes, therefore, it is
possible to be used for monitoring the environment. The research about the
diversity of Collembola at the limestone quarry of PT Semen Indonesia Tbk. in
Tuban district, East Java has not been reported as yet. No information of this
research is an important reason for conducting this study. The aims of this
research were to: (1) study the diversity and abundance of Collembola in the three
sites of limestone at PT Semen Indonesia Tbk. in Tuban, East Java to be used as
the basis of post-mining handling analysis; (2) study the potential of Collembola
as bioindicator of soil condition.
Collembola was sampled once in dry season from August until September
2013 at three sites of limestone of PT Semen Indonesia Tbk. in Tuban district,
East Java. Three sites were selected as study sites, i.e. unrestored limestone
quarry, limestone quarry restored by teak, and greenbelt. Collembola was
collected by using two methods, i.e. pitfall trap and soil sampling method. Ten

pitfall traps were set in line transect along 100 m with space of 10 m between each
sampling point and soils sampling method were placed in the centre between
pitfall traps. Pitfall traps were set for three days and the soil which obtained from
the soil sampling were placed in Berlese funnel for 14 days. Collembola was
identified based on morphospecies up to genus level. Genus is considered as
species because only one species was found in each genus. Vegetation and
environmental factors in the three sites were recorded, i.e. soil moisture, soil pH,
and litter depth. Soil nutrients was analysed for nitrogen, phosphate, and
potassium. Diversity index of Collembola was analysed and those were correlated
with the sites and environmental factors.
Collembola found at the three study sites was in a total of 680 individuals
representing two ordo, four families, 11 genus, and 11 species, i.e. Proisotoma
sp., Acrocyrtus sp., Ascocyrtus sp., Rambutsinella sp., Entomobrya sp., Willowsia
sp., Seira sp., Bromacanthus sp., Callyntrura sp., Salina sp., and Sphyrotheca sp.
Limestone quarry restored by teak was the highest for diversity index of
Collembola (H'= 2,248) and evenness (E= 0.7), while greenbelt was the lowest for
diversity index (H'= 1,009) and evenness (E= 0.4).
Limestone quarry restored by teak had the highest diversity index and was
dominated by Salina sp., while Ascocyrtus sp. and Rambutsinella sp. was
dominated in greenbelt and unrestored limestone quarry, respectively.

Entomobrya sp. and Salina sp. were two of eight species that only found in pitfall
trap method, while Willowsia sp. was the only species found in soil sampling
method.
The main character of Proisotoma sp. is almost equal in each abdominal
segment length. Acrocyrtus sp. has white colour with prominent mesothorax at
anterior side. Ascocyrtus sp. has white color with black stripe on the dorsal

abdominal segment III and black spot on the posterior of dorsal abdominal
segment IV. Rambutsinella sp. has dark blue colour and swollen at antennal
segment IV. Body of Entomobrya sp. has white basis colour with shades of black
with long setae. Willowsia sp. has white basis colour with black colour on the
dorsal mesothorax and dorsal abdominal segments II-III also posterior abdominal
segment IV. Seira sp. has a long setae especially on thorax. Bromacanthus sp. is a
big Collembola with brown basis colour and black shades also annulate at
antennal segment IV while, Callyntrura sp. is white colour with black shades and
antennal segment IV that is not annulate. Salina sp. is white colour and has a
black spot on the tip of the antennal segments I-III also black lines on the lateral
thorax and abdomen. Sphyrotheca sp. has round body with annulated antenna at
segment IV.
Based on the results of correlation analysis, the study found several species

of Collembola that possible as potential bioindicators of soil condition. Ascocyrtus
sp. showed a positive correlation with total N and Seira sp. positively correlated
with P total. This correlation is presumably due to those species of Colembola
consume fungi which have role in further decomposition of organic matter.
Proisotoma sp. also possible as potential bioindicator which was only found in
limestone quarry restored by teak that has been restored in 3 years, thus
Proisotoma sp. in this study was possible to be an early indicator of the recovery
of quarry ecosystem.

Keywords: abundance, Collembola, diversity, limestone

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN COLLEMBOLA TANAH
PADA LAHAN KAPUR PT SEMEN INDONESIA TBK.
DI TUBAN, JAWA TIMUR

SAUDI FITRI SUSANTI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biosains Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Rahayu Widyastuti, MSc


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2013 ini adalah keanekaragaman, dengan
judul Keanekaragaman dan Kelimpahan Collembola Tanah pada Lahan Kapur PT
Semen Indonesia Tbk. di Tuban, Jawa Timur.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Rika Raffiudin, MSi dan Ibu
Prof Dr Yayuk Rahayuningsih Suhardjono selaku pembimbing, serta Ibu Dr
Rahayu Widyastuti, MSc selaku dosen penguji luar komisi pada ujian tesis. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang telah memberikan Beasiswa Unggulan (BU), PT
Semen Indonesia Tbk. yang telah memberikan ijin untuk pengambilan sampel,
Kepala dan seluruh staff Laboratorium Entomologi, Bidang Zoologi, Pusat
Penelitian Biologi, LIPI Cibinong yang telah memberikan fasilitas laboratorium
dan bantuan yang diberikan.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah Abdul Muchid, ibu
Anik Zulias Tutik, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Untuk Choirul Anam, Agmal Qodri, Iftachul Farida, teman-teman BSH 2012, dan
teman-teman kos, penulis ucapkan terima kasih atas motivasi dan semangat yang
diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Mei 2015
Saudi Fitri Susanti

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
2
2
2

2 METODE
Waktu dan Tempat
Metode Sampling
Pemilahan Collembola
Identifikasi Collembola
Faktor Lingkungan
Bahan dan Alat
Prosedur Analisis Data

3
3
6
8
8
8
9
9

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan

11
11
21

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

25
25
25

DAFTAR PUSTAKA

26

RIWAYAT HIDUP

29

DAFTAR TABEL
1 Koordinat dan ketinggian tiga lokasi di lahan kapur PT Semen
Indonesia Tbk. di Tuban, Jawa Timur
2 Jumlah ordo, famili, dan spesies Collembola pada tiga lokasi sampling
di lahan kapur PT Semen Indonesia Tbk. Tuban, Jawa Timur
3 Perbandingan jumlah ordo, famili, dan spesies Collembola antara
metode PSM dan PCT di lahan kapur PT Semen Indonesia Tbk. Tuban,
Jawa Timur
4 Sifat fisik tanah pada tiga lokasi sampling di lahan kapur PT Semen
Indonesia Tbk. Tuban, Jawa Timur
5 Unsur hara tanah pada tiga lokasi sampling di lahan kapur PT Semen
Indonesia Tbk. Tuban, Jawa Timur

4
11

12
18
18

DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi penelitian di lahan kapur PT Semen Indonesia Tbk. Tuban, Jawa
Timur
2 Lokasi pengambilan sampel Collembola
3 Skema garis transek PSM dan PCT untuk koleksi Collembola
4 Desain perangkap Collembola
5 Pencuplikan contoh tanah untuk koleksi Collembola
6 Corong Berlese untuk memilah Collembola dari tanah
7 Morfologi Collembola dan bagian-bagian tubuhnya
8 Indeks keanekaragaman dan kemerataan Collembola pada tiga lokasi
sampling di lahan kapur PT Semen Indonesia Tbk. Tuban, Jawa Timur
9 Spesies Collembola dari Famili Isotomidae dan Entomobryidae
10 Spesies Collembola dari Famili Paronellidae dan Sminthuridae
11 Biplot Principal Component Analysis antara Collembola dengan lokasi
sampling
12 Diagram ordinasi Correspondence Analysis antara Collembola dengan
sifat fisik tanah
13 Diagram ordinasi Correspondense Analysis antara Collembola dengan
unsur hara tanah

3
5
7
7
7
7
8
12
13
14
19
20
20

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ekosistem kapur memiliki keunikan tersendiri karena pada umumnya
tertutup lapisan tanah yang tipis, hampir tidak ada air permukaan, dan kandungan
kapur yang tinggi (Samodra 2001). Hampir tidak ada air permukaan disebabkan
karena banyaknya pori pada permukaan tanah (ponor) yang menghubungkan
antara permukaan tanah dengan saluran air bawah tanah, sehingga air langsung
menuju ke bawah (Dassargues 1998). Dengan demikian, ekosistem kapur
berpotensi sebagai penyimpan air bawah tanah yang dapat disalurkan ke tempat
lain dan sebagai daerah pertambangan. Akan tetapi, penambangan dapat
menghilangkan keunikan ekosistem kapur (Samodra 2001) yang menyebabkan
perubahan iklim mikro meskipun telah dilakukan penanganan pasca
penambangan.
Beberapa organisme peka terhadap perubahan iklim mikro dan gangguan
manusia yang terjadi disekitarnya, yang dapat digunakan untuk memantau
lingkungan, misalnya Collembola (Fiera 2009). Collembola merupakan
mesofauna tanah yang berperan sebagai perombak bahan organik yang terdapat
pada tanah yaitu dengan mendegradasi sisa-sisa tumbuhan (Hopkin 1997). Selain
bahan organik, fungi merupakan makanan Collembola (Meneses et al. 2004).
Collembola tidak termasuk dalam Kelas Insekta karena memiliki struktur
khas yang membedakannya dari kelas lain dalam Filum Arthropoda yaitu tabung
ventral, furkula, dan enam segmen abdomen (Suhardjono et al. 2012). Tabung
ventral berfungsi sebagai alat perekat pada substrat dan furkula sebagai alat
lenting untuk bergerak, misalnya pergerakan untuk meloloskan diri dari predator
(Hopkin 1997). Beberapa karakter bagian tubuh Collembola yang menjadi ciri di
tingkat famili adalah panjang segmen abdomen, permukaan dorsal dens, dan
panjang mukro (Suhardjono et al. 2012).
Collembola memiliki keanekaragaman yang tinggi yaitu sekitar 7000
spesies di dunia (Deharveng 2004). Di Indonesia, tahun 2004 ditemukan 217
spesies Collembola (Suhardjono 2006) dan tahun 2012 bertambah hingga 250
spesies (Suhardjono et al. 2012).
Keanekaragaman Collembola pada ekosistem kapur di Gyor-Moson-Sopron,
Hungaria terdiri dari 12 famili, 39 genus, dan 66 spesies yang beberapa
diantaranya adalah spesies xerotermofilik yaitu Xenylla maritima, Doutnacia
xerophila, Mesaphorura critica, Metaphorura affinis, Entomobrya handschini, E.
multifasciata, dan Orchesella albofasciata (Winkler dan Toth 2012). Selain itu,
pada lahan kapur bekas tambang yang dipulihkan dengan empat metode
(penyebaran tanah pada lapisan mineral, penaburan spesies herba, penanaman
pohon, dan penaburan spesies herba+penanaman pohon) di Catalonia, Spanyol
berhasil dieksplorasi 8 famili, 22 genus, dan 26 spesies Collembola. Beberapa
spesies yang ditemukan bersifat kosmopolit yaitu Entomobrya sp. dan
Lepidocyrtus lanuginosus (Andres dan Mateos 2006). Tiga dari delapan famili
Collembola pada penelitian tersebut, yaitu Entomobryidae, Isotomidae, dan
Sminthuridae ditemukan pada lahan reboisasi bekas tambang timah di pulau
Bangka, Kepulauan Bangka Belitung (Nurtjahya et al. 2007).

2
Kelimpahan Collembola pada lahan bekas tambang pasir yang direboisasi
dengan pohon poplar (Populus nigra) selama 5 tahun di Parma, Italia diperoleh
4069 individu/m2 (Menta et al. 2014). Pada lahan bekas tambang timah yang
sudah 13 tahun direboisasi dengan pohon akasia di Pulau Bangka, Kepulauan
Bangka Belitung, kelimpahan Collembola diperoleh 4816 individu/m2 (Nurtjahya
et al.2007).
Lokasi yang digunakan sebagai tempat penelitian ini adalah lahan kapur PT
Semen Indonesia Tbk. yang merupakan lahan pertambangan sejak tahun 1995.
Secara garis besar, lahan kapur PT Semen Indonesia Tbk. dapat dibedakan tiga
tipe lokasi yaitu lahan kapur bekas tambang, lahan kapur bekas tambang yang
direboisasi jati, dan greenbelt. Greenbelt adalah lahan yang dijaga untuk tidak
ditambang oleh PT Semen Indonesia Tbk.

Perumusan Masalah
Belum ada laporan penelitian tentang keanekaragaman Collembola pada
lahan kapur bekas tambang PT Semen Indonesia Tbk. Tidak adanya informasi
tersebut menjadi alasan penting untuk melakukan penelitian tentang
keanekaragaman dan kelimpahan Collembola tanah pada lahan kapur PT Semen
Indonesia Tbk. di Tuban. Keanekaragaman diteliti di tiga lokasi yaitu lahan kapur
bekas tambang, lahan kapur bekas tambang yang direboisasi jati, dan greenbelt.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mempelajari keanekaragaman dan
kelimpahan Collembola pada tiga lokasi di lahan kapur PT Semen Indonesia Tbk.
di Tuban, Jawa Timur untuk dijadikan dasar analisis penanganan pasca
penambangan dan (2) mempelajari potensi Collembola sebagai bioindikator
keadaan tanah.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini memberikan informasi mengenai keanekaragaman dan
kelimpahan Collembola tanah pada lahan kapur PT Semen Indonesia Tbk. di
Tuban yang dapat digunakan untuk mengetahui keadaan tanah yang dapat menjadi
gambaran suatu ekosistem.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari kegiatan ini adalah penelitian ekologi pada suatu lahan
kapur yang sudah ditambang dan direboisasi serta lahan kapur yang tidak
ditambang. Pendekatan dilakukan dengan melihat keberadaan Collembola pada
ketiga lahan tersebut yang dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik suatu
lingkungan.

3

2 METODE
Waktu dan Tempat
Pengambilan sampel Collembola dilakukan satu kali pada bulan Agustus
sampai September 2013 (musim kemarau) di lahan kapur milik PT Semen
Indonesia Tbk. di Tuban, Jawa Timur (Gambar 1). Tiga lokasi koleksi Collembola
yaitu (I) lahan kapur bekas tambang, (II) lahan kapur bekas tambang yang
direboisasi jati, dan (III) greenbelt (Tabel 1, Gambar 2).
Pemilahan dan identifikasi sampel Collembola dilakukan di Laboratorium
Entomologi, Bidang Zoologi, Pusat Penelitan Biologi, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong, Bogor. Analisis data dilakukan di
Program Studi Biosains Hewan, Departemen Biologi, FMIPA, Institut Pertanian
Bogor (IPB). Analisis unsur hara tanah dilakukan di Laboratorium Analisa Tanah
dan Tanaman, Divisi Pelayanan Laboratorium, Departemen Pengembangan dan
Pelayanan Produk, South East Asian Ministers of Education Organization for
Tropical Biology (SEAMEO BIOTROP).

Gambar 1 Lokasi penelitian di lahan kapur PT Semen Indonesia Tbk. Tuban,
Jawa Timur. (I) Lahan kapur bekas tambang, (II) Lahan kapur bekas
tambang yang direboisasi jati (yang merupakan pengembangan
tambang batu kapur), (III) Greenbelt (PT Semen Indonesia Tbk.).

4
Lokasi I: Lahan Kapur Bekas Tambang
Kegiatan penambangan sudah tidak dilakukan di lahan ini sejak tahun 2008
dan belum ada reboisasi. Vegetasi yang terdapat pada lokasi ini hanya rumput
kering yang tersebar pada beberapa tempat secara tidak merata. Tidak adanya
tutupan dari tajuk pohon membuat lokasi ini sangat panas (Tabel 1, Gambar 2c).
Lokasi II: Lahan Kapur Bekas Tambang yang Direboisasi Jati (Tectona
grandis)
Setelah penambangan selesai, lahan ini direboisasi dengan pohon jati pada
tahun 2010. Pohon jati ditanam dengan jarak tiga meter antara satu dengan yang
lainnya. Vegetasi selain pohon jati yang terdapat di sepanjang garis transek
diantaranya pohon mahoni (Swietenia macrophylla), pecut kuda (Stachytarpheta
jamaicensis), putri malu (Mimosa pudica), dan rumput-rumputan (Poaceae).
Informasi mengenai vegetasi didapat dari pihak Corporate Social Responsibility
(CSR) PT Semen Indonesia Tbk. Tutupan tajuk pada lahan ini kurang rapat.
Lahan ini memiliki sedikit serasah (ketebalan ±1 cm) tapi tidak menutup seluruh
lantai lahan. Daun jati dan daun mahoni merupakan serasah yang dominan di
lahan tersebut (Tabel 1, Gambar 2b).
Lokasi III: Greenbelt
Greenbelt yang terdapat di sekeliling lahan pertambangan (lebar 50 m dari
garis batas pertambangan) merupakan lahan yang dipertahankan untuk tidak
ditambang. Akan tetapi, greenbelt merupakan daerah yang mendapatkan lapisan
tanah paling atas dari lahan kapur yang ditambang untuk ditanami tanaman.
Vegetasi di greenbelt diantaranya pohon nangka (Artocarpus heterophyllus),
pohon mahoni (Swietenia macrophylla), waluh (Cucurbita sp.), cabai (Capsicum
annuum), tembakau (Nicotiana tabacum), dan rumput-rumputan (Poaceae).
Tutupan tajuk di greenbelt lebih rapat dibandingkan lahan kapur bekas tambang
yang direboisasi pohon jati. Serasah yang terdapat pada lahan ini cukup tebal (±3
cm) dan didominasi oleh daun nangka, mahoni dan waluh (Tabel 1, Gambar 2c).
Tabel 1 Koordinat dan ketinggian tiga lokasi di lahan kapur PT Semen
Indonesia Tbk. di Tuban, Jawa Timur
Ketinggian
Kode
Lokasi
Koordinat
(m dpl)
I
Lahan kapur bekas tambang
S 06° 53’ 05.0”
79
T 111°55’58.9”
II
Lahan kapur bekas tambang yang
S 06° 52’ 26.6”
76
direboisasi jati
T 111°54’32.6”
III
Greenbelt
S 06° 53’ 24.5”
131
T 111°55’34.2”
Keterangan: m dpl (meter dari permukaan laut).

5

a

b

c
Gambar 2 Lokasi pengambilan sampel Collembola (a) lokasi I: lahan kapur bekas
tambang, (b) lokasi II: lahan kapur bekas tambang yang direboisasi
jati, dan (c) lokasi III: greenbelt

6
Metode Sampling
Pada setiap lokasi, sampel Collembola diambil dengan metode perangkap
sumuran/PSM (pitfall trap) dan pencuplikan contoh tanah/PCT (soil sampling)
(Querner dan Bruckner 2010). Pemilahan Collembola dari tanah dengan metode
PCT dilakukan dengan menggunakan corong Berlese yang dimodifikasi
(Suhardjono et al. 2012). Sampel serasah tidak diambil karena pada lokasi lahan
kapur bekas tambang tidak terdapat serasah. Pengambilan sampel yang dilakukan
pada setiap lokasi disamakan untuk mendapatkan hasil yang dapat dibandingkan
antar lokasi.
Perangkap Sumuran (PSM)
Perangkap sumuran pada setiap lokasi dipasang pada garis transek
sepanjang 100 m dengan jarak 10 m antar PSM (Rahmadi et al. 2004; Suhardjono
et al. 2012) (Gambar 3). Perangkap sumuran yang digunakan berupa gelas plastik
dengan diameter atas 6.5 cm, diameter dasar 4.5 cm dan tinggi 10 cm (Gambar 4).
Pemasangan PSM dilakukan dengan cara dua gelas plastik ditumpuk kemudian
dimasukkan bersamaan ke dalam tanah yang sebelumnya sudah dilubangi sedalam
10 cm. Permukaan tanah di sekitar mulut gelas diratakan agar tidak terdapat celah
antara gelas dengan tanah, lalu diambil gelas plastik yang berada pada bagian atas
diambil. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya tanah yang jatuh pada PSM.
Gelas plastik diisi dengan alkohol 95% (Suhardjono et al. 2012) hingga setengah
dari volume gelas. Fiberglass berukuran 14 x 16 cm dengan kawat berukuran
panjang 13 cm sebagai penyangganya digunakan sebagai atap PSM untuk
menghindari air hujan masuk ke dalam gelas.
Koleksi Collembola dilakukan selama 3 hari (Prasifka et al. 2007), sampel
Collembola dalam PSM dipindah ke dalam kantung plastik ½ kg beserta alkohol
95%. Sampel dan alkohol dari PSM dituang ke dalam kantung plastik yang sudah
dilipat bagian atasnya dengan tujuan agar Collembola yang didapat tidak
menempel pada dinding kantung plastik. Kantung plastik diikat agar alkohol tidak
menguap, kemudian dimasukkan ke dalam kantung plastik lagi untuk menghindari
kebocoran yang dapat menyebabkan hilangnya sampel. Sampel dibawa ke
laboratorium untuk diproses lebih lanjut.
Pencuplikan Contoh Tanah (PCT)
Petak PCT diletakkan di antara PSM dalam garis transek yang sama
(Gambar 3). Tanah yang diambil untuk PCT berukuran 10 x 10 x 10 cm
(Suhardjono et al. 2012; Menta et al. 2014). Tanah yang telah diambil,
dimasukkan ke dalam kantung belacu (Gambar 5), lalu dimasukkan ke dalam
corong Berlese yang berupa plastik mika yang dibentuk kerucut dengan tinggi 60
cm dan diameter 30 cm (Gambar 6). Keranjang plastik diletakkan pada bagian
atas corong Berlese untuk menyaring tanah, dan kain kasa berdiameter 2 mm
diletakkan pada keranjang plastik karena lubang pada keranjang plastik terlalu
besar. Nampan plastik diletakkan di bawah corong Berlese ketika tanah
dimasukkan. Tanah yang jatuh pada nampan, dimasukkan kembali ke dalam
corong. Botol koleksi berisi alkohol 95% digantung di bawah corong selama 14
hari (Suhardjono 1992). Kondisi tanah kering sehingga perlu diperciki air setiap
tiga hari dan diaduk setiap satu minggu (proses dilakukan selama dua minggu).

7
100 m
1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

10 m
Gambar 3 Skema garis transek PSM dan PCT untuk koleksi Collembola.
PCT.

a

PSM,

b

Gambar 4 Desain perangkap Collembola (a) PSM, (b) penampang skematis PSM

Kantung
belacu

a

b

Gambar 5 Pencuplikan contoh tanah untuk koleksi Collembola (a) pengukuran
tanah 10 x 10 x 10 cm, (b) tanah pada kantung belacu

Keranjang
tempat tanah

Botol koleksi berisi
alkohol 95%

Gambar 6 Corong Berlese untuk memilah Collembola dari tanah

8
Pemilahan Collembola
Sampel Collembola yang didapat dari tiap PSM dan PCT dituang pada
cawan petri masing-masing untuk dipilah dari fauna lain. Setelah dituang, kantung
plastik dan botol koleksi dibilas kembali menggunakan alkohol 95% untuk
memastikan tidak ada Collembola yang tertinggal di dinding kantung plastik atau
botol. Pemilahan dilakukan menggunakan mikroskop stereo. Collembola
dimasukkan ke dalam botol vial 1.5 ml untuk proses identifikasi.

Identifikasi Collembola
Identifikasi Collembola dilakukan berdasarkan morfospesies dengan
mengacu pada kunci identifikasi dari Suhardjono et al. (2012). Identifikasi
dilakukan sampai tingkat genus. Genus dianggap spesies karena dalam tiap genus
hanya ditemukan satu spesies. Dengan demikian, morfospesies dapat mewakili
spesies. Karakter yang diamati pada tingkat ordo adalah bentuk tubuh dan ruas
abdomen. Karakter yang diamati pada tingkat famili adalah panjang ruas abdomen,
permukaan dorsal dens, dan mukro. Pada tingkat genus karakter diamati bentuk
dan panjang ruas toraks, ukuran seta, perbandingan panjang ruas antena I-IV,
ukuran ruas abdomen kecil (ruas abdomen V-VI), dan pola warna tubuh (Gambar
7).

Kepala

Oseli

I II

Toraks
III
I
II
III

I
II
III

IV

IV

Tabung
ventral

Abdomen

Antena

V
VI

Manubrium
Dens

Furkula

Mukro

a

b

Gambar 7 Morfologi Collembola dan bagian-bagian tubuh (a) spesimen
Collembola, (b) gambar skematis Collembola

Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang diukur adalah sifat fisik tanah meliputi kelembaban,
pH, dan ketebalan serasah. Pengukuran sifat fisik tanah dilakukan pada pukul
09.00-10.00. Unsur hara tanah yang diukur meliputi N, P, dan K total diukur dari
sampel tanah yang diambil.

9
Analisis Kadar N total
Kadar nitrogen total diperoleh dari metode Kjeldahl (AOAC 1990).
Penetapan N organik dan N-NH4 adalah sebagai berikut. Tanah sebanyak 0.25 g
yang sudah dihaluskan, dimasukkan ke dalam labu Kjehdahl. Selenium mixture
0.25–0.5 g dan H2SO4 3 ml ditambahkan pada sampel tanah dan dicampur hingga
merata lalu didiamkan selama 2–3 jam. Setelah itu didestruksi dengan suhu
bertahap dari 150 sampai 350 °C hingga diperoleh cairan jernih yang kemudian
didinginkan dan diencerkan dengan ditambahkan akuades agar tidak terjadi
pengkristalan. Larutan dipindah ke dalam labu didih destilator 250 ml dan
ditambah air bebas ion sampai setengah volume dari labu serta batu didih.
Penampung destilat berupa asam borat 10% sebanyak 1 ml yang dimasukkan ke
dalam erlenmeyer 100 ml, dibubuhi tiga tetes indikator Conway. NaOH 40%
sebanyak 20 ml ditambahkan untuk destilasi. Hasil destilasi dititrasi dengan
H2SO4 0.05 N hingga larutan berubah warna dari hijau menjadi merah jambu.
Analisis kadar P dan K
Analisis kadar P dan K dilakukan dengan menggunakan pengekstrak HCl
25% (AOAC 1990). Contoh tanah dengan ukuran < 2 mm sebanyak 2000 g di
masukkan ke dalam botol lalu ditambah 10 ml HCl 25% dan dikocok selama lima
jam menggunakan mesin kocok lalu dibiarkan semalam. Ekstrak jernih diambil
sebanyak 0.5 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambah 9.5 ml air
bebas ion kemudian dikocok. Ekstrak contoh encer diambil sebanyak 2 ml dan
deret standar (untuk P: 0, 4, 8, 16, 24, 32, dan 40 ppm; untuk K: 0, 2, 4, 8, 12, 16,
dan 20 ppm) masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Larutan
pereaksi ditambahkan sebanyak 10 ml untuk memberi warna pada P lalu dikocok
dan didiamkan 30 menit. Absorbansi diukur menggunakan spektrofotometer
dengan panjang gelombang 889 nm dan ekstrak contoh encer serta deret standar K
diukur menggunakan Spektrometri Serapan Atom (SSA) secara emisi.

Bahan dan Alat
Objek yang diamati dalam penelitian ini adalah Collembola. Peralatan
utama yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya perangkap sumuran,
corong Berlese, mikroskop, GPS, dan soil tester.

Prosedur Analisis Data
Keanekaragaman Collembola dihitung menggunakan indeks ShannonWiener dan indeks Pielou untuk mengitung kemerataan (Magurran 1988).
H’= -Σ (Pi ln Pi)
Keterangan: H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
Pi = ni/N
ni = jumlah individu genus ke-i
N = jumlah total individu

10
E = H’/ln S
Keterangan: E = indeks kemerataan Pielou
H’= indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
S = kekayaan spesies (jumlah spesies)
Individu Collembola yang didapatkan dari metode PCT dihitung
kelimpahannya per satuan luas dengan menggunakan persamaan Meyer (1996).
I. m−2 =

IS
A

Keterangan: I = kelimpahan Collembola (individu/m2)
IS = rata-rata jumlah individu per sampel
A = luas permukaan PCT
Korelasi antara Collembola dengan lokasi penelitian dianalisis
menggunakan Principal Component Analysis (PCA) melalui program
Paleontological Statistics (PAST) (folk.uio.no/ohammer/past/) dan menghasilkan
biplot yang terdiri dari komponen 1 dan 2. Korelasi antara Collembola dengan
sifat fisik dan unsur hara tanah dianalisis menggunakan Correspondence Analysis
(CA) melalui Program Statistica 7 (http://www.documentation.statsoft.com). Hasil
analisis berupa diagram ordinasi yang terdiri dari dimensi 1 dan 2.
Korelasi antara Collembola dengan lokasi ditentukan oleh posisi tiap spesies
(ditunjukkan oleh vektor) terhadap titik lokasi tersebut pada biplot. Korelasi
antara Collembola dengan faktor lingkungan ditentukan oleh posisi tiap spesies
(ditunjukkan oleh titik) terhadap vektor dari faktor lingkungan pada diagram
ordinasi. Titik objek yang berada dekat dengan vektor mengindikasikan adanya
korelasi positif, sedangkan jika titik objek berlawanan arah dengan vektor
menunjukkan bahwa terdapat korelasi negatif (Quinn dan Keough 2002).

11

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Keanekaragaman dan Kelimpahan Collembola
Total Collembola yang ditemukan dalam satu kali pengambilan sampel
dengan metode PSM dan PCT pada tiga lokasi di musim kemarau adalah 680
individu yang terdiri dari 2 ordo, 4 famili, 11 genus, dan 11 spesies (Tabel 2).
Ordo yang ditemukan adalah Entomobryomorpha dan Symphypleona. Ordo
Entomobryomorpha merupakan famili yang paling banyak ditemukan yaitu
Isotomidae, Entomobryidae, dan Paronellidae. Sminthuridae merupakan satusatunya famili yang ditemukan dari Ordo Symphypleona (Tabel 2).
Identifikasi berdasarkan morfospesies, sehingga genus dianggap spesies.
Famili Isotomidae hanya terdiri dari 1 spesies yaitu Proisotoma sp. dan Famili
Entomobryidae terdiri dari 6 spesies, salah satunya Rambutsinella sp. (Tabel 1,
Gambar 9). Famili Paronellidae diperoleh 3 spesies yaitu Bromacanthus sp.,
Callyntrura sp., dan Salina sp. (Tabel 1, Gambar 10). Famili Sminthuridae hanya
ditemukan satu spesies yaitu Sphyrotheca sp. (Tabel 1, Gambar 10).
Indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada lahan kapur bekas tambang
yang direboisasi jati (H’= 2.428, E= 0.7) (Gambar 8) yang terdiri atas 11 spesies
(Tabel 2). Greenbelt merupakan lokasi dengan indeks keanekaragaman dan
kemerataan paling rendah (H’= 1.009, E= 0.4) (Gambar 8).
Kelimpahan Collembola paling tinggi ditemukan di lahan kapur bekas
tambang yang direboisasi jati sedangkan yang paling rendah terdapat di greenbelt.
Kelimpahan tertinggi sampai terendah berurut-turut adalah lahan kapur bekas
tambang yang direboisasi jati (287 individu), lahan kapur bekas tambang (262
individu), dan greenbelt (131 individu) (Tabel 2).
Tabel 2 Jumlah ordo, famili, dan spesies Collembola pada tiga lokasi sampling di
lahan kapur PT Semen Indonesia Tbk. Tuban, Jawa Timur
Ordo
Entomobryomorpha

Famili

Spesies

Proisotomasp.
Entomobryidae Acrocyrtus sp.
Ascocyrtus sp.
Rambutsinella sp.
Entomobrya sp.
Willowsia sp.
Seira sp.
Paronellidae
Bromacanthus sp.
Callyntrura sp.
Salina sp.
Symphypleona Sminthuridae
Sphyrotheca sp.
Total
Isotomidae

Keterangan lokasi mengacu pada Gambar 1.

Lokasi
I
II
0
1
0
6
5 58
196 43
56
4
1
1
1
7
0
5
0 51
3 107
0
4
262 287

III
0
10
106
0
0
0
3
0
0
11
1
131

Jumlah
(Individu)
1
16
169
239
60
2
11
5
51
121
5
680

12
Setiap lokasi didominasi oleh spesies Collembola yang berbeda. Lahan
kapur bekas tambang didominasi oleh Rambutsinella sp. (Entomobryidae). Salina
sp. (Paronellidae) mendominasi di lahan kapur bekas tambang yang direboisasi
jati dan Proisotoma sp. merupakan spesies yang hanya terdapat di lokasi tersebut.
Spesies Ascocyrtus sp. dari famili Entomobryidae mendominasi di greenbelt
(Tabel 2).
Keanekaragaman spesies Collembola yang didapat dari metode PSM dan
PCT adalah berbeda. Collembola dari metode PSM diperoleh 4 famili, 10 genus,
10 spesies dan dari metode PCT hanya ditemukan 1 famili, 3 genus, 3 spesies.
Willowsia sp. merupakan satu-satunya spesies yang tidak ditemukan di PSM
tetapi hanya terdapat di PCT. Spesies lain yang juga ditemukan pada metode PCT
adalah Ascocyrtus sp. dan Rambutsinella sp. (Tabel 3).

Gambar 8 Indeks keanekaragaman dan kemerataan Collembola pada tiga
lokasi sampling di lahan kapur PT Semen Indonesia Tbk. Tuban,
Jawa Timur. Keterangan lokasi mengacu pada Gambar 1.
Tabel 3 Perbandingan jumlah ordo, famili, dan spesies Collembola antara metode
PSM dan PCT di lahan kapur PT Semen Indonesia Tbk. Tuban, Jawa
Timur
Ordo
Entomobryomorpha

Symphypleona
Total

Famili

Spesies

Isotomidae
Proisotomasp.
Entomobryidae Acrocyrtus sp.
Ascocyrtus sp.
Rambutsinella sp.
Entomobrya sp.
Willowsia sp.
Seira sp.
Paronellidae
Bromacanthus sp.
Callyntrura sp.
Salina sp.
Sminthuridae
Sphyrotheca sp.

Metode Sampling
PSM (ind) PCT (ind/m2)
1
0
16
0
162
175
237
100
60
0
0
100
11
0
5
0
51
0
121
0
5
0
669
375

Keterangan: PSM: Perangkap sumuran, PCT: pencuplikan contoh tanah.

13
Famili Isotomidae

a
Famili Entomobryidae

b

c

d

e

f

g

Gambar 9 Spesies Collembola dari Famili Isotomidae dan Entomobryidae (a)
Proisotoma sp., (b) Acrocyrtus sp., (c) Ascocyrtus sp., (d)
Rambutsinella sp., (e) Entomobrya sp., (f) Willowsia sp., dan (g)
Seira sp.

14
Famili Paronellidae

a

b

c
Famili Sminthuridae

d
Gambar 10 Spesies Collembola dari Famili Paronellidae dan Sminthuridae (a)
Callyntrura sp., (b) Bromacanthus sp., (c) Salina sp., dan (d)
Sphyrotheca sp.
Deskripsi Collembola
Collembola memiliki tubuh yang terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, toraks,
dan abdomen. Pada kepala terdapat mulut entognatus (bagian-bagian mulut
terdapat didalam rongga mulut), oselus dengan jumlah 0-8, empat ruas antena, dan
organ pasca antena. Toraks terdiri dari tiga ruas (protoraks, mesotoraks,
metatoraks) dan masing-masing ruas pada bagian ventral memiliki sepasang
tungkai. Abdomen terdiri dari enam ruas, pada bagian ventral: ruas pertama
terdapat tabung ventral; ruas ketiga terdapat tenakulum; dan ruas keempat terdapat
furkula.

15
Ordo Entomobryomorpha
Bentuk tubuh gilik atau silindris, ruas toraks dan abdomen dapat dibedakan
dengan jelas, ruas abdomen tidak selalu sama panjang, protoraks berupa membran,
tergit (bagian dorsal) protoraks dan mesotoraks menyatu sehingga protoraks
tampak mereduksi.
Famili Isotomidae
Bentuk tubuh gilik, panjang ruas abdomen I-VI sama, warna tubuh bervariasi
dari putih hingga biru tua.
1. Proisotoma sp.
Bentuk tubuh gilik, panjang tubuh ±0.9 mm, dengan warna biru tua. Pada
kepala terdapat oselus berupa bintik hitam. Rasio panjang ruas abdomen
I:II:III:IV:V:VI = 2:2:2:3:2:1. Furkula berkembang baik, panjang furkula ±1/5
panjang tubuh, rasio panjang manubrium:(dens + mukro) = 2:3.
Famili Entomobryidae
Bentuk tubuh gilik, ruas abdomen IV lebih panjang daripada ruas abdomen
III, furkula jelas, dens dorsal krenulat (lekukan-lekukan pada permukaan yang
membentuk bergelombang).
1. Acrocyrtus sp.
Bentuk tubuh gilik, panjang tubuh ±0.8 mm, warna tubuh putih. Pada kepala
terdapat oselus berkumpul menjadi dua bintik hitam, di antara kedua bintik hitam
oselus terdapat garis kehitaman, panjang antena hampir sama dengan panjang
kepala, rasio panjang ruas antena I:II:III:IV = 1:2:1:3, warna antena: ruas I putih;
ruas II biru tua tipis; ruas III-IV biru tua. Tergit mesotoraks agak menonjol ke
bagian anterior. Rasio panjang ruas abdomen I:II:III:IV:V:VI = 2:2:2:6:1:1.
Panjang furkula ±½ kali panjang tubuh, warna putih, rasio panjang
manubrium:(dens + mukro) = 9:10. Tungkai berwarna putih.
2. Ascocyrtus sp.
Bentuk tubuh gilik, panjang tubuh ±1.5 mm, dengan warna putih. Pada kepala,
oselus berkumpul berupa bintik hitam, di antara kedua bintik hitam oselus
terdapat garis hitam pudar, panjang antena ±3 kali panjang kepala, rasio panjang
ruas antena I:II:III:IV = 1:3:2:4, warna antena: ruas I putih; ruas II putih, dengan
ujung hitam tipis; ruas III-IV hitam. Rasio panjang ruas abdomen I:II:III:IV:V:VI
= 5:6:6:21:3:2, bagian dorsal ruas abdomen III berwarna hitam, pada dorsal
bagian posterior ruas IV terdapat corak berupa bintik hitam. Panjang furkula ±½
kali panjang tubuh, warna putih, rasio panjang manubrium:(dens + mukro) = 3:1.
Tungkai berwarna putih.
3. Rambutsinella sp.
Bentuk tubuh gilik, panjang tubuh ±0.9 mm, dengan warna biru tua. Pada
kepala terdapat oselus yang berupa bintik hitam, bagian anterior kepala terdapat
corak hitam pudar, panjang antena 1 ¼ kali panjang kepala, rasio panjang ruas
antena I:II:III:IV = 1:1:1:2, antena berwarna biru tua, ruas antena IV membengkak.
Bagian lateral toraks terdapat garis berwarna biru tua lebih gelap dibandingkan
warna tubuh. Rasio panjang ruas abdomen I:II:III:IV:V:VI = 3:4:4:9:1:1. Panjang
furkula ±1/3 dari panjang tubuh, rasio panjang manubrium:(dens + mukro) = 8:7,
manubrium berwarna biru tua sedangkan dens + mukro putih. Tungkai berwarna
putih.

16
Entomobrya sp.
Bentuk tubuh gilik, panjang tubuh ±0.8 mm, dengan warna dasar putih.
Tubuh berseta panjang. Pada kepala terdapat oselus yang berupa bintik hitam,
bagian anterior kepala terdapat corak kehitaman, panjang antena ±2 kali panjang
kepala, rasio panjang ruas antena I:II:III:IV = 1:2:2:3, warna antena: ruas I biru
tua pudar; pangkal ruas II putih, semakin ke ujung biru tua; ruas III-IV biru tua.
Dorsal ruas toraks berwarna dasar putih agak kebiruan, bagian lateral terdapat
garis berwarna hitam. Rasio panjang ruas abdomen I:II:III:IV:V:VI =
7:11:9:51:5:4, ruas abdomen bagian dorsal berwarna dasar putih agak kebiruan.
Furkula ±2/3 dari panjang tubuh, berwarna putih, rasio panjang manubrium:(dens
+ mukro) = 6:7, dens krenulat. Tungkai berwarna putih.
5. Willowsia sp.
Bentuk tubuh gilik, panjang tubuh ±1.2 mm, dengan warna dasar putih. Pada
kepala terdapat oselus yang membentuk bintik hitam, bagian anterior kepala
terdapat garis hitam, panjang antena ±2 kali panjang kepala, rasio panjang ruas
antena I:II:III:IV = 1:3:2:3, ruas antena I berwarna putih, pangkal ruas antena II
putih dengan ujung semakin hitam, sedangkan ruas III-IV hitam. Bagian dorsal
mesotoraks berwarna hitam. Rasio panjang ruas abdomen I:II:III:IV:V:VI =
8:11:11:23:8:6, pada bagian dorsal: ujung ruas abdomen II; ruas abdomen III; dan
ujung ruas abdomen IV berwarna hitam. Panjang furkula ±1/3 dari panjang tubuh,
dengan warna putih, rasio panjang manubrium:(dens + mukro) = 3:4. Tungkai
berwarna putih.
6. Seira sp.
Bentuk tubuh gilik dengan panjang ±0.8 mm, tubuh berwarna putih. Tubuh
berseta panjang terutama pada bagian toraks. Kepala berwarna putih dengan
oselus berupa bintik hitam, panjang antena ±3½ kali panjang kepala, rasio
panjang ruas antena I:II:III:IV = 1:3:2:7, warna antena: ujung ruas I-III terdapat
garis hitam; ruas IV kehitaman. Bagian lateral toraks terdapat garis hitam. Rasio
panjang ruas abdomen I:II:III:IV:V:VI = 9:12:10:25:7:6, pada bagian lateral
abdomen ruas I-IV terdapat garis hitam. Panjang furkula ±2/3 dari panjang tubuh,
dengan warna putih, rasio panjang manubrium:(dens + mukro) = 3:4. Tungkai
berwarna putih.
4.

Famili Paronellidae
Bentuk tubuh gilik, ruas abdomen IV lebih panjang daripada ruas abdomen
III, furkula panjang, dens tidak melengkung.
1. Bromacanthus sp.
Bentuk tubuh gilik dengan panjang ±2.6 mm, tubuh berwarna dasar coklat.
Kepala berwarna coklat kehitaman dengan oselus berupa bintik hitam, panjang
antena ±4½ kali panjang kepala, rasio panjang ruas antena I:II:III:IV = 2:2:1:3,
ruas antena IV anulat (ruas antena yang seperti tersusun dari cincin-cincin), warna
antena: ujung ruas I-II coklat kehitaman dan bagian tengah ruas berwana coklat;
ruas III coklat muda; ruas IV coklat muda dengan warna hitam pudar pada bagian
anterior. Rasio panjang ruas abdomen I:II:III:IV:V:VI = 8:11:8:4:43:6, warna
abdomen: ruas III berwarna coklat kehitaman; bagian dorsal ruas IV coklat
dengan tepi ruas coklat kehitaman serta corak hitam pada bagian tengahnya; ruas
V-VI coklat kehitaman. Panjang furkula ±¾ dari panjang tubuh,dengan warna
coklat muda pada manubrium dan coklat kehitaman pada ujung dens, rasio

17
panjang manubrium:(dens + mukro) = 9:10. Tungkai berwarna dasar coklat muda
dengan pangkal dan ujung femur serta tibiotarsus terdapat garis berwarna
kehitaman, sehingga secara keseluruhan tungkai terlihat bercorak belangbelang
2. Callyntrura sp.
Bentuk tubuh gilik dengan panjang ±2.5 mm, tubuh berwarna dasar putih.
Pada kepala terdapat oselus berupa bintik hitam, panjang ruas antena I-II ±3½ kali
panjang kepala, dengan warna hitam pudar. Bagian lateral toraks terdapat garis
hitam. Rasio panjang ruas abdomen I:II:III:IV:V:VI = 9:12:8:37:5:3, warna
abdomen: bagian lateral ruas I-III terdapat garis hitam; dorsal bagian tengah dan
posteriorruas IV memiliki corak berupa bintik hitam; ruas V-VI terdapat garis
kehitaman. Panjang furkula ±¾ dari panjang tubuh, berwarna putih, rasio panjang
manubrium:(dens + mukro) = 9:10. Tungkai berwarna putih dengan titik hitam
pada trokanter dan semakin gelap pada ujung femur sedangkan tibiotarsus
berwarna hitam.
3. Salina sp.
Bentuk tubuh gilik dengan panjang ±1.7 mm, tubuh berwarna dasar putih.
Pada bagian anterior dan lateral kepala terdapat garis hitam, oselus berkumpul
berupa bintik hitam, panjang antena ±5½ kali panjang kepala, rasio panjang ruas
antena I:II:III:IV = 2:3:2:3, warna antena: ujung ruas I-III terdapat garis hitam;
pangkal ruas I kehitaman; bagian ventral ruas II-III kehitaman; ruas IV kehitaman.
Bagian lateral dan anterior toraks terdapat garis hitam. Rasio panjang ruas
abdomen I:II:III:IV:V:VI = 7:10:6:30:4:4, pada bagian lateral dan posterior dorsal
ruas abdomen I-VI terdapat garis hitam. Panjang furkula ± ¾ dari panjang tubuh,
dengan warna putih, rasio panjang manubrium:(dens + mukro) = 4:5. Tungkai
berwarna dasar putih dengan corak berupa titik hitam pada trokanter, ujung dan
pangkal ruas femur serta tibiotarsus terdapat garis hitam, sehingga secara
keseluruhan tungkai terlihat belang-belang.
Ordo Symphypleona
Tubuh bulat, ruas toraks dan abdomen tidak dapat dibedakan dengan jelas,
memiliki oselus, ruas abdomen V-VI dapat dibedakan.
Famili Sminthuridae
Ruas antena IV anulat dan lebih panjang daripada ruas antena III.
1. Sphyrotheca sp.
Bentuk tubuh bulat dengan panjang ±0.5 mm, warna tubuh putih. Pada bagian
lateral kepala terdapat garis hitam, oselus berkumpul berupa bintik hitam, panjang
antena ±1½ kali panjang kepala, rasio panjang ruas antena I:II:III:IV = 1:1:3:5,
ruas antena IV anulat (ruas antena yang seperti tersusun dari cincin-cincin), antena
ruas I-II berwarna putih sedangkan ruas III-IV berwarna hitam pudar. Batas toraks
dan abdomen tidak terlihat jelas. Ruas abdomen I-IV menyatu dan membentuk
abdomen besar, ruas abdomen V-VI (abdomen kecil) terlihat jelas, ujung posterior
abdomen besar dan abdomen kecil terdapat garis hitam. Furkula berwarna putih
dan berkembang baik, rasio panjang manubrium:(dens + mukro) = 5:6. Tungkai
berwarna putih.

18
Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang diukur meliputi sifat fisik dan unsur hara tanah.
Kelembaban tanah dan ketebalan serasah yang paling tinggi terdapat di greenbelt
dengan nilai berturut-turut yaitu 10% dan ±3 cm, sedangkan lahan kapur bekas
tambang yang direboisasi jati memiliki kelembaban tanah (7.5%) dan ketebalan
serasah (±1cm) yang lebih rendah. Nilai pH tanah pada lahan reboisasi jati dan
greenbelt sama yaitu 7. Lahan kapur bekas tambang memiliki kelembaban tanah
dan ketebalan serasah yang paling rendah dibandingkan lokasi lainnya dengan
nilai berturut-turut adalah 0% dan 0 cm (Tabel 4).
Hasil analisis kandungan unsur hara tanah menunjukkan bahwa lahan kapur
bekas tambang yang direboisasi jati memiliki nilai tertinggi untuk P total (127
mg/100g) dan K total (123 mg/100g) (Tabel 5). Kandungan N total (0.14%)
paling tinggi terdapat di greenbelt, sedangkan kandungan N total paling rendah
terdapat di lahan kapur bekas tambang dan lahan kapur bekas tambang yang
direboisasi jati yaitu 0.09%. Secara keseluruhan, faktor lingkungan pada lahan
kapur bekas tambang memiliki hasil pengukuran sifat fisik dan usur hara tanah
yang paling rendah.
Tabel 4 Sifat fisik tanah pada tiga lokasi sampling di lahan kapur PT Semen
Indonesia Tbk. Tuban, Jawa Timur
No
1
2
3

Sifat fisik
Kelembaban tanah (%)
pH Tanah
Ketebalan serasah (cm)

Lokasi
I
II
0.0
7.5
6.9
7.0
0.0
1.0

III
10.0
7.0
3.0

Keterangan lokasi mengacu pada Gambar 1.

Tabel 5 Unsur hara tanah pada tiga lokasi sampling di lahan kapur PT Semen
Indonesia Tbk. Tuban, Jawa Timur
No
1
2
3

Unsur hara tanah
N Total (%)
P Total (mg/100g)
K Total (mg/100g)

Lokasi
I
II
III
0.09
0.09
0.14
43.00 127.00 104.00
38.00 123.00 117.00

Keterangan lokasi mengacu pada Gambar 1.

Korelasi antara Collembola dengan lokasi sampling
Keberadaan spesies yang dekat dengan lokasi masing-masing menunjukkan
adanya korelasi positif antara spesies dengan lokasi tertentu. Spesies terkelompok
menjadi 4 grup dari hasil analisis PCA (Gambar 11). Rambutsinella sp. dan
Entomobrya sp. berada dekat dengan lahan kapur bekas tambang; Proisotoma sp.,
Bromacanthus sp., Callyntrura sp., Salina sp., Sphyrotheca sp. dan Seira sp.
mengelompok dengan lahan kapur bekas tambang yang direboisasi jati;
Ascocyrtus sp. dan Acrocyrtus sp. dengan greenbelt. Willowsia sp. terletak di

19
antara lahan kapur bekas tambang dan lahan kapur bekas tambang yang
direboisasi jati. Spesies yang berkorelasi positif dengan masing-masing lokasi
berarti bahwa spesies tersebut lebih banyak ditemukan pada lokasi tersebut.
Korelasi antara Collembola dengan sifat fisik tanah
Diagram ordinasi antara dimensi 1 dan 2 memiliki nilai variasi sebesar
100% yang berarti sudah mewakili 100% variasi data yang didapatkan (Gambar
12). Ascocyrtus sp. dan Acrocyrtus sp. terkelompok dan berkorelasi positif dengan
ketebalan serasah dan kelembaban tanah karena memiliki sudut yang kecil. Vektor
dari faktor lingkungan berlawanan arah dengan Rambutsinella sp. dan
Entomobrya sp., sehingga spesies tersebut tampaknya berkorelasi negatif dengan
faktor lingkungan. S

Dokumen yang terkait

ANALISIS SIFAT KIMIA TANAH PADA LAHAN KRITIS AREAL PENAMBANGAN BATU KAPUR DAN TANAH LIAT PT. SEMEN GRESIK (Persero) Tbk. DI KECAMATAN MERAKURAK DAN KEREK KABUPATEN TUBAN

1 14 1

Keanekaragaman Dan Kelimpahan Collembola Pada Perkebunan Kelapa Sawit Di Kecamatan Bajubang, Jambi

2 10 50

Kelimpahan Dan Keanekaragaman Collembola Pada Empat Penggunaan Lahan Di Lanskap Hutan Harapan Jambi

0 5 75

UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DI PT. SEMEN GRESIK (PERSERO) TBK. PABRIK TUBAN JAWA TIMUR

2 10 76

MAGANG TENTANG PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI PT. SEMEN GRESIK (PERSERO) Tbk. PABRIK TUBAN JAWA TIMUR

6 25 97

STRATEGI KOMUNIKASI PT. SEMEN INDONESIA (PERSERO ) Tbk. DALAM PEMASARAN SEMEN DI JAWA TIMUR ( Studi Diskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi PT. Semen Indonesia ( Persero ) Tbk. Dalam Pemasaran Semen di Jawa Timur ).

1 17 82

Keanekaragaman dan Jumlah Total Bakteri Tanah di Tiga Area Lahan Tambang Tanah Liat IUP Mliwang PT. Semen Gresik (Persero) Tbk., Tuban, Jawa Timur.

0 0 1

IMPLEMENTASI HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA SERTA LINGKUNGAN DI PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) TBK. PABRIK TUBAN, JAWA TIMUR.

0 0 17

Penerapan hot work permit system pada area coal mill tuban 1 di pt. semen Indonesia (persero) tbk. pabrik Tuban Jawa timur COVER

0 6 12

STRATEGI KOMUNIKASI PT. SEMEN INDONESIA (PERSERO ) Tbk. DALAM PEMASARAN SEMEN DI JAWA TIMUR ( Studi Diskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi PT. Semen Indonesia ( Persero ) Tbk. Dalam Pemasaran Semen di Jawa Timur )

0 0 20