Analisis Faktor Pendorong Perubahan Penutupan dan Penggunaan Lahan di Daerah Aliran Sungai Cimandiri dan Cibuni

ANALISIS FAKTOR PENDORONG
PERUBAHAN PENUTUPAN DAN PENGGUNAAN LAHAN
DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CIMANDIRI DAN CIBUNI

BHRE WIJAYA AROENGBINANG

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor Pendorong
Perubahan Penutupan Lahan di Daerah Aliran Sungai Cimandiri dan Cibuni adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau diutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2015

Bhre Wijaya Aroengbinang
NIM A44100086

ABSTRAK

BHRE WIJAYA AROENGBINANG. Analisis Faktor Pendorong Perubahan Penutupan
Lahan di Daerah Alian Sungai Cimandiri dan Cibuni. Dibimbing oleh KASWANTO
Laju pembangunan di wilayah Jawa Barat menjadi semakin cepat dari waktu ke
waktu. Di sisi lain, pembangunan di Jawa Barat bagian selatan terbilang lambat, padahal
cukup banyak sumberdaya lahan yang bisa dimanfaatkan. Terdapat dua DAS yang
berbatasan langsung dengan Jawa Barat bagian Utara, yaitu DAS Cimandiri dan DAS
Cibuni. Data pendukung untuk perencanaan lanskap yang dapat memanfaatkan potensi
yang belum dimanfaatkan dengan tetap mempertimbangkan kondisi lingkungan secara
keseluruhan untuk Low Carbon Societies (LCS) diperlukan. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menganalisis penutupan dan penggunaan lahan di DAS Cimandiri dan
Cibuni serta mengetahui faktor pendorongnya. Metode yang digunakan adalah klasifikasi
terbimbing dan analisis regresi logistik. Hasil dari penelitian ini adalah peta penutupan

dan penggunaan lahan di DAS Cimandiri dan Cibuni tahun 1978, 1995/6, dan 2012.
Sawah, hutan, dan semak mendominasi di kedua DAS. Terdapat empat faktor di DAS
Cimandiri dan tiga faktor di DAS Cibuni yang mempengaruhi perubahan penutupan lahan.
Keywords: Sistem informasi geografis, Citra LANDSAT, Perubahan penutupan dan
penggunaan lahan, Pengelolaan DAS.

ABSTRACT

BHRE WIJAYA AROENGBINANG. Driving Factor Analysis for Landuse and Cover
Change in Cimandiri and Cibuni Watershed. Supervised by KASWANTO
North region West Java’s development around Jakarta is constantly
accelerating. The development itself has caused many problems which are happening until
today. However, the development in south region of West is very slow, although there are
many potential land for development. Two watersheds which are located in south region,
namely Cimandiri and Cibuni watershed are less developed than the watersheds in the
north region of West Java. Therefore, supporting landscape planning to explore the
watershed resources potential and landscape management to consider the environmental
impacts for supporting the Low Carbon Societies (LCS) movement is needed. The
purposes of this research are to analyze land use and land cover changes, and to
determine the driving factor of the changes in Cimandiri and Cibuni watershed. The used

methods are supervised classification and Logistic Regression Analysis (LRA). The results
are land use map of Cimandiri and Cibuni watershed in 1978, 1995/6, and 2012. Farm
field, forest, and bushes field are dominating in both watersheds. The driving factors for
Cimandiri watershed show that there are four factors while there are three factors in
Cibuni watershed that are significantly affecting land use and cover change.
Keywords: Geographic Information System, Landsat Image, Land Use and Land Cover
Change, Watershed Management.

ANALISIS FAKTOR PENDORONG
PERUBAHAN PENUTUPAN DAN PENGGUNAAN LAHAN
DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CIMANDIRI DAN CIBUNI

BHRE WIJAYA AROENGBINANG

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap


DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis mampu menyelesaikan skripsi berjudul “Analisis Faktor Pendorong Perubahan
Penutupan dan Penggunaan Lahan di Daerah Aliran Sungai Cimandiri dan Cibuni”.
Skripsi ini disusun sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Institut

Pertanian Bogor.
Atas segala bentuk dukungan dan bantuan yang telah diberikan, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bambang Sutjahjo Aroengbinang dan Dewi Erlinda Nasution, orangtua tercinta yang
telah mempercayakan penulis untuk dapat menyelesaikan studi S1 di Institut
Pertanian Bogor.
2. Dr. Kaswanto selaku dosen pembimbing atas panduan, masukan, pencerahan, saran,
dan kritik yang bermanfaat kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
3. Fitriyah Nurul Hidayati Utami, ST, MT selaku dosen pembimbing akademik yang
selalu membimbing penulis selama menjalani masa perkuliahan di Departemen
Arsitektur Lanskap IPB.
4. Dr. Syartinilia Wijaya, SP, MSi dan Ir. Qodarian Pramukanto, MSi selaku dosen
penguji skripsi yang telah memberikan banyak masukan yang sangat bermanfaat
untuk perbaikan skripsi ini.
5. Rezky Krisrachmansyah, SP, MT selaku dosen pembahas seminar hasil akhir dan
pembimbing langsung kegiatan-kegiatan sayembara yang penulis ikuti selama di
Departemen Arsitektur Lanskap IPB.
6. Pingkan Nuryanti, ST, M.Eng selaku dosen pembahas kolokium.
7. Annisa Hersyafira atas support dan kesabarannya yang telah banyak membantu dalam
penyusunan skripsi ini.

8. Yuliana Arifasihati, teman satu bimbingan, satu judul, dan seperjuangan selama
penyusunan skripsi ini.
9. Indra Bachtiar dan Adhrid Rahmad Fani, SP, teman-teman kos C/8 yang satu atap
namun tidak satu rumah.
10. Teman-teman Departemen Arsitektur Lanskap angkatan 47 dan 48 yang telah banyak
menghabiskan waktu bersama dalam proses meraih gelar sarjana di Institut Pertanian
Bogor.

Bogor, Maret 2015
Bhre Wijaya Aroengbinang

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

3


Daerah Aliran Sungai (DAS)

3

Penutupan dan Penggunaan Lahan

3

Perubahan Penutupan dan Penggunaan Lahan

4

Geographic Information System (GIS)

4

Ketimpangan Pembangunan

5


Logistic Regression Analysis (LRA)

5

METODE

6

Lokasi dan Waktu

6

Alat dan Bahan

6

Metode Penelitian

7


HASIL DAN PEMBAHASAN

11

Kondisi Umum

11

Klasifikasi Penutupan Lahan DAS Cimandiri dan DAS Cibuni Tahun 1978,
1995/6, dan 2012

27

Perubahan Penutupan dan Penggunaan Lahan DAS Cimandiri dan Cibuni

38

Faktor Pendorong Perubahan Penutupan Lahan

48


KESIMPULAN DAN SARAN

55

Kesimpulan

55

Saran

56

DAFTAR PUSTAKA

56

LAMPIRAN

57

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Alat yang digunakan dalam penelitian
Jenis dan sumber data penelitian
Kriteria kelas penutupan lahan
Variabel-variabel dalam Logistic Regression Analysis
Luas hasil klasifikasi penutupan lahan DAS Cimandiri tahun 1978
Matriks nilai keterpisahan penutupan lahan DAS Cimandiri tahun 1978
Luas hasil klasifikasi penutupan lahan DAS Cimandiri tahun 1995/6
Matriks nilai keterpisahan penutupan lahan DAS Cimandiri tahun 1995/6
Luas hasil klasifikasi penutupan lahan DAS Cimandiri tahun 2012
Matriks kesalahan klasifikasi penutupan dan penggunaan lahan tahun 2012
Luas hasil klasifikasi penutupan lahan DAS Cibuni tahun 1978
Luas hasil klasifikasi penutupan lahan DAS Cibuni tahun 1995/6
Luas hasil klasifikasi penutupan lahan DAS Cibuni tahun 2012
Nilai penutupan lahan yang berubah
Nilai penutupan lahan yang tetap
Perbandingan luas dan laju peningkatan DAS Cimandiri
Perbandingan luas dan laju peningkatan DAS Cibuni
Perubahan penutupan lahan di DAS Cimandiri
Matriks perubahan penutupan lahan di DAS Cimandiri
Perubahan penutupan lahan secara umum di DAS Cibuni
Matriks perubahan penutupan lahan di DAS Cibuni
Persamaan model regresi logistic utuk driving factor

6
7
9
11
28
29
30
31
33
33
34
36
37
38
39
39
39
41
41
45
45
49

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Kerangka pikir penelitian
Lokasi penelitian
Alur penelitian
Matriks post classification comparison
Peta batas kecamatan DAS Cimandiri
Peta batas kecamatan DAS Cibuni
Peta jenis tanah DAS Cimandiri
Peta jenis tanah DAS Cibuni
Peta elevasi DAS Cimandiri
Peta elevasi DAS Cibuni
Peta kemiringan lereng DAS Cimandiri
Peta kemiringan lereng DAS Cibuni
Peta curah hujan tahunan DAS Cimandiri
Peta curah hujan tahunan DAS Cibuni
Peta jumlah penduduk DAS Cimandiri
Peta jumlah penduduk DAS Cibuni
Peta kepadatan penduduk DAS Cimandiri
Peta kepadatan penduduk DAS Cibuni

2
6
7
10
12
13
13
14
15
15
17
17
18
18
19
19
20
20

19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54

Peta jarak dari pusat kota DAS Cimandiri
Peta jarak dari pusat kota DAS Cibuni
Peta jarak dari jalan utama DAS Cimandiri
Peta jarak dari jalan utama DAS Cibuni
Tutupan badan air di Situ Gunung, Sukabumi
Tutupan hutan di Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango
Kebun pisang di sekitar Taman nasional Gunung Gede Pangrango
Lahan kosong di wilayah Sukabumi
Kawasan pemukiman di wilayah Sukabumi
Lahan sawah basah di wilayah Sukabumi
Semak belukar di kawasan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango
Citra saat stripping dan setelah dilakukan gapfill
Peta penutupan dan penggunaan lahan DAS Cimandiri tahun 1978
Peta penutupan dan penggunaan lahan DAS Cimandiri tahun 1995/6
Peta penutupan dan penggunaan lahan DAS Cimandiri tahun 2012
Peta penutupan dan penggunaan lahan DAS Cibuni tahun 1978
Peta penutupan dan penggunaan lahan DAS Cibuni tahun 1995/6
Peta penutupan dan penggunaan lahan DAS Cibuni tahun 2012
Peta perubahan penutupan lahan DAS Cimandiri tahun 1978 – 1995/6
Peta perubahan penutupan lahan DAS Cimandiri tahun 1995/6 – 2012
Grafik arah perubahan penutupan lahan dari hutan di DAS Cimandiri
Grafik perubahan penutupan lahan dari semak di DAS Cimandiri
Grafik perubahan penutupan lahan ke pemukiman di DAS Cimandiri
Peta perubahan penutupan lahan DAS Cibuni tahun 1978 – 1995/6
Peta perubahan penutupan lahan DAS Cibuni tahun 1995/6 – 2012
Grafik arah perubahan penutupan lahan dari hutan di DAS Cibuni
Grafik arah perubahan penutupan lahan dari semak di DAS Cibuni
Grafik arah perubahan penutupan lahan ke pemukiman di DAS Cibuni
Ilustrasi pengaruh elevasi terhadap perubahan lahan
Ilustrasi pengaruh kemiringan lereng terhadap perubahan lahan
Ilustrasi pengaruh curah hujan terhadap perubahan lahan
Ilustrasi pengaruh kepadatan penduduk terhadap perubahan lahan
Ilustrasi pengaruh jarak dari pusat kota terhadap perubahan lahan
Ilustrasi rekomendasi konservasi dan reboisasi hutan
Ilustrasi rekomendasi penyuluhan pertanian organik dan pekarangan
Ilustrasi rekomendasi migrasi dari kota ke daerah

21
22
23
23
24
24
25
25
26
26
27
28
29
31
32
35
36
37
42
42
43
43
44
46
46
47
47
48
49
50
50
51
52
53
54
55

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Laju pembangunan di wilayah Jawa Barat, khususnya yang berbatasan
dengan DKI Jakarta, menjadi semakin cepat dari waktu ke waktu. Selain dekat
dengan pusat pemerintahan, wilayah Jawa Barat bagian Utara sekaligus menjadi
salah satu pusat perekonomian di pulau Jawa. Namun, pesatnya laju pembangunan
ini berdampak negatif terhadap kondisi ekologis wilayah itu sendiri. Bencana banjir
dan erosi yang dengan konstan terjadi di wilayah Jakarta dan sekitarnya menjadi
salah satu bukti telah rusaknya lingkungan akibat pembangunan. Di sisi lain,
pembangunan di Jawa Barat bagian selatan terbilang lambat, padahal cukup banyak
sumberdaya lahan dan potensi pariwisata yang bisa dimanfaatkan.
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 28 tahun 2010
tentang pengembangan wilayah Jawa Barat bagian Selatan tahun 2010-2029,
wilayah Jawa Barat bagian Selatan meliputi Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Garut,
Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Cianjur. Saat ini, istilah ‘ketimpangan
pembangunan’ sudah umum digunakan oleh masyarakat untuk menggambarkan
kondisi Jawa Barat saat ini. Menanggapi hal tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa
Barat membuat Peraturan Daerah yang telah disebutkan di atas, dengan harapan
mampu meningkatkan laju pembangunan di Jawa Barat bagian Selatan dengan tetap
melindungi kelestarian lingkungan.
Kerusakan lingkungan dan bencana alam yang terjadi di suatu wilayah tidak
lepas dari keterkaitan antara hulu-tengah-hilir dari Daerah Aliran Sungai (DAS)
pada wilayah tersebut. DAS merupakan suatu kesatuan ekosistem dimana
organisme dan lingkungannya berinteraksi secara dinamik dan memiliki
ketergantungan satu sama lain dalam setiap komponennya (Asdak 2002). Salah satu
aspek terpenting dalam keberadaan DAS saat ini adalah fungsinya sebagai daerah
resapan karbon. Dalam wilayah Jawa Barat bagian Selatan, terdapat dua DAS yang
berbatasan langsung dengan Jawa Barat bagian Utara, yaitu DAS Cimandiri dan
DAS Cibuni, yang berhulu dari Gunung Gede-Pangrango dan Gunung Salak.
Kondisi kedua DAS tersebut saat ini memang belum banyak dimanfaatkan.
Belajar dari pembangunan yang terjadi di DAS Jawa Barat bagian Utara, seharusnya
pembangunan DAS Jawa Barat bagian Selatan harus bisa lebih memperhatikan
aspek ekologis agar tidak berdampak pada bencana-bencana alam di masa yang akan
datang. Oleh karena itu, perencanaan pembangunan yang tepat dan holistik harus
dilakukan oleh Pemprov setempat. Dengan mengacu pada perubahan pembangunan
pada tahun-tahun sebelumnya dan mengetahui faktor-faktor yang mendorong
terjadinya perubahan tersebut, perencana akan dapat memanfaatkan potensi yang
belum dimanfaatkan dengan tetap mempertimbangkan kondisi lingkungan secara
keseluruhan. Pembangunan yang dilakukan juga harus mempertimbangkan fungsi
DAS sebagai daerah penyimpanan karbon (carbon stock), dalam mendukung LowCarbon Societies, yaitu sebuah proyek penelitian yang dipublikasikan oleh Britania
Raya dan Jepang pada ulang tahun pertama Kyoto Protocol tahun 2006.
Untuk mendapatkan informasi mengenai perubahan pembangunan serta
faktor yang mendorong perubahan tersebut, perlu dilakukan pendekatan secara
spasial untuk melihat penutupan dan penggunaan lahan yang terjadi pada tiga

2
dekade sebelumnya, serta menganalisis faktor apa yang mempengaruhinya. Hal
tersebut akan lebih efektif dilakukan melalui pendekatan Sistem Informasi
Geografis (SIG), dengan melakukan analisis melalui citra satelit dan data lainnya
terkait aspek fisik, geografis, dan demografi.
Tujuan Penelitian
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui penutupan
dan penggunaan lahan di DAS Cimandiri dan Cibuni secara periodik, mengetahui
perubahan penutupan dan penggunaan lahannya, serta menganalisis faktor
pendorong perubahan tersebut.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat bagi banyak pihak, selain dapat
menambah wawasan bagi mahasiswa yang melaksanakan penelitian, diharapkan
juga dapat dijadikan sebagai salah satu alat bantu bagi Pemerintah Provinsi Jawa
Barat, khususnya bagian selatan, dalam pembangunan wilayah tersebut.
Kerangka Pikir
Penelitian ini dilakukan di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan, khususnya
pada kawasan DAS, yaitu DAS Cimandiri dan Cibuni. Kedua DAS ini perlu
dimanfaatkan, namun tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Untuk
melakukannya diperlukan perencanaan pembangunan yang tepat, sehingga
membutuhkan informasi spasial mengenai perubahan penutupan lahan di kedua
DAS tersebut, serta analisis faktor pendorong perubahannya yang dilakukan
melalui pendekatan GIS.
Terwakili oleh
DAS
(Cimandiri dan
Cibuni)

Pembangunan di Jawa Barat Selatan
Nilai ekonomi
rendah, tetapi
ekologis

Masih kurang dimanfaatkan

Pemanfaatan tanpa merusak nilai ekologis
Perencanaan pembangunan yang tepat

Perubahan penutupan dan
penggunaan lahan periodik

Dalam upaya
mendukung LowCarbon Societies
(LCS)

Analisis faktor pendorong
perubahan penutupan dan
penggunaan lahan

Analisis Faktor Pendorong Perubahan Penutupan dan Penggunaan Lahan di
Daerah Aliran Sungai Cimandiri dan Cibuni

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

3

TINJAUAN PUSTAKA
Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu sistem ekologi yang tersusun
atas komponen-komponen biofisik dan sosial (human systems) yang dipandang
sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan satu sama lain (Dharmawan et al. 2005).
Komponen-komponen utama ekosistem DAS, terdiri dari: manusia, hewan,
vegetasi, tanah, iklim, dan air. Masing-masing komponen tersebut memiliki sifat
yang khas dan keberadaannya tidak berdiri sendiri, namun berhubungan dengan
komponen lainnya membentuk kesatuan sistem ekologis (ekosistem).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 2004 tentang
Sumberdaya Air, daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang
merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke
danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis
dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas
daratan. DAS terbagi atas bagian hulu, tengah, dan hilir, pembagian tersebut
didasarkan pada kondisi topografi dari wilayah DAS itu sendiri.
Penutupan dan Penggunaan Lahan
Istilah penggunaan lahan (land use), berbeda dengan istilah penutup lahan
(land cover). Penggunaan lahan biasanya meliputi segala jenis kenampakan dan
sudah dikaitkan dengan aktivitas manusia dalam memanfaatkan lahan, sedangkan
penutup lahan mencakup segala jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi
yang ada pada lahan tertentu. Penggunaan lahan merupakan aspek penting karena
penggunaan lahan mencerminkan tingkat peradaban manusia yang menghuninya.
Justice dan Townshend (1981) juga memiliki pendapat mengenai penutupan
lahan, yaitu penutupan lahan adalah perwujudan secara fisik (visual) dari vegetasi,
benda alam, dan unsur-unsur budaya yang ada di permukaan bumi tanpa
memperhatikan kegiatan manusia terhadap obyek tersebut. Sedangkan Barret dan
Curtis (1982), mengatakan bahwa permukaan bumi sebagian terdiri dari
kenampakan alamiah (penutupan lahan) seperti vegetasi, salju, dan lain sebagainya;
sebagian lagi berupa kenampakan hasil aktivitas manusia (penggunaan lahan).
Suatu unit penggunaan lahan mewakili tidak lebih dari suatu mental
construct yang didesain untuk memudahkan inventarisasi dan aktivitas pemetaan
(Malingreau dan Rosalia 1981). Interpretasi penggunaan lahan dari foto udara ini
dimaksudkan untuk memudahkan deliniasi. Pemanfaatan data penginderaan jauh
digunakan untuk dapat mempercepat hasil inventarisasi dengan hasil yang cukup
baik karena dari tersebut memungkinkan diperoleh informasi tentang penggunaan
lahan secara rinci. Selain itu, adanya perubahan pemanfaatan lahan kota yang cepat
dapat dimonitor dari data penginderaan jauh.

4
Perubahan Penutupan dan Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan merupakan hasil akhir dari setiap bentuk campur tangan
kegiatan (intervensi) manusia terhadap lahan di permukaan bumi yang bersifat
dinamis dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup baik material maupun
spiritual (Arsyad 1989 dalam As-syakur et. al. 2010). Kebutuhan dan keinginan
manusia yang sulit terpenuhi mendorong manusia untuk melakukan modifikasi dan
rekayasa-rekayasa terhadap tempat-tempat yang mereka tempati. Faktor sosialekonomi, politik, dan budaya menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan
tersebut. Menurut Jayadinata (1992), tindakan manusia menunjukkan bagaimana
manusia atau masyarakat bertindak dalam hubungannya dengan nilai (values) dan
cita-cita (ideas) mereka.
Identifikasi perubahan penggunaan lahan pada suatu DAS merupakan suatu
proses mengindentifikasi perbedaan keberadaan suatu objek atau fenomena yang
diamati pada waktu yang berbeda di DAS tersebut. Indentifikasi perubahan
penggunaan lahan memerlukan suatu data spasial temporal (As-syakur et. al. 2010).
Geographic Information System (GIS)
Geographic Information System (GIS) yang dalam bahasa Indonesia lebih
sering disingkat SIG (Sistem Informasi Geografis) dirancang untuk mengumpulkan,
menyimpan, dan menganalisis objek-objek dan fenomena-fenomena dimana lokasilokasi geografis merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis.
SIG dapat didefinisikan sebagai kombinasi perangkat keras dan perangkat lunak
komputer yang memungkinkan untuk mengelola (manage), menganalisa,
memetakan informasi spasial berikut data atributnya (data deskriptif) dengan
akurasi kartografi (Basic 2000 dalam Prahasta 2002).
SIG secara formal dapat didefinisikan sebagai suatu koleksi terorganisir dari
perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografis dan para pelakunya,
yang didesain sedemikian rupa sehingga dapat digunakan secara efektif untuk
mengambil, menyimpan, memperbaharui, memanipulasi, menganalisa, dan
menampilkan semua bentuk geografi berdasarkan atas informasi yang tersedia
(ESRI, 1990). Menurut Wang (1991), SIG memberikan kebebasan pada pengguna
untuk mengkombinasi, mengoverlay, dan mengalaisa data dari berbagai sumber
yang berbeda, tanpa memperhatikan skala, keakurasian, resolusi, dan kualitas data.
Kemampuan untuk menyimpan, memetakan, dan menganalisa data dari berbagai
tipe data secara bersamaan, termasuk mentransformasikan data sehingga skala
geografi dan proyeksinya dapat diperbandingkan, membuat SIG lebih daripada
suatu sistem pemetaan secara komputerisasi.
Perangkat lunak SIG yang biasa digunakan antara lain ArcView, ArcGis,
MapInfo, ERDAS. Pada penelitian ini perangkat lunak GIS yang digunakan adalah
ArcMap 10.2 dalam proses manipulasi dan penyajian data serta ERDAS dalam
proses klasifikasi penutupan dan penggunaan lahan karena kemampuannya
menganalisis lebih baik dan kemampuan software dalam membuat klasifikasi
penutupan lahan.

5
Ketimpangan Pembangunan
Menurut Kuncoro (2006), kesenjangan mengacu pada standar hidup relatif
dari seluruh masyrakat, sebab kesenjangan antar wilayah yaitu adanya perbedaan
faktor anugrah awal (endowment factor). Perbedaan ini yang menyebabkan tingkat
pembangunan di berbagai wilayah dan daerah berbeda-beda, sehingga
menimbulkan gap atau jurang kesejahteraan di berbagai wilayah tersebut (Sukirno
2004). Secara teoritis, permasalahan ketimpangan antar wilayah mula-mula
dimunculkan oleh Douglas C. North dalam analisanya tentang Teori Pertumbuhan
Neo Klasik. Dalam teori tersebut dimunculkan sebuah prediksi tentang hubungan
antara tingkat pembangunan ekonomi nasional suatu negara dengan ketimpangan
pembangunan antar wilayah. Hipotesa ini kemudian lebih dikenal sebagai Hipotesa
Neo-Klasik (Sjafrizal, 2012).
Menurut Hipotesa Neo-Klasik dalam Sjafrizal (2012), pada permulaan
proses pembangunan suatu negara, ketimpangan pembangunan antar wilayah
cenderung meningkat. Proses ini akan terjadi sampai ketimpangan tersebut
mencapai titik puncak. Setelah itu, bila proses pembangunan terus berlanjut maka
secara berangsur-angsur ketimpangan pembangunan antar wilayah tersebut akan
menurun. Berdasarkan hipotesa ini, bahwa pada negara-negara sedang berkembang
umumnya ketimpangan pembangunan antar wilayah cenderung lebih tinggi,
sedangkan pada negara maju ketimpangan tersebut akan menjadi lebih rendah.
Dengan kata lain, kurva ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah berbentuk
huruf u terbalik.
Logistic Regression Analysis (LRA)
Menurut Hosmer dan Lemeshow (1989) regresi logistik biner merupakan
suatu metode untuk mengkaji hubungan antara satu atau lebih peubah penjelas
dengan peubah respon yang biner atau dikotom. Data hasil pengamatan memiliki
peubah penjelas dengan peubah respon, dengan mempunyai dua kemungkinan nilai
yaitu 0 dan 1. Peluang bersyarat untuk peubah respon Y jika x diketahui,
ditunjukkan oleh P (Y=1|x) = π(x). Fungsi regresi logistik dapat dituliskan sebagai
berikut:
� � =

exp⁡ � + � � + ⋯ + �� ��
1 + ���⁡ � + � � + ⋯ + �� ��

Secara umum, regresi logistik cocok untuk menjelaskan dan menguji
hipotesis tentang hubungan antara variabel hasil dengan satu atau lebih variabel
penduga. Metode yang digunakan dalam regresi logistik pada penelitian ini adalah
dengan prosedur stepwise. Menurut Hosmer dan Lemeshow (1989), seleksi variabel
menggunakan stepwise banyak digunakan dalam regresi linear. Prosedur stepwise
apapun untuk seleksi maupun penghapusan variabel dari model berbasis pada
algoritma statistik yang memeriksa ‘kepentingan’ dari varabel-variabel tersebut,
dan memasukan ataupun tidak memasukan variabel tersebut dalam pengambilan
keputusan tetap.

6

METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini telah dilaksanakan di DAS Cimandiri dan DAS Cibuni, yaitu pada
daerah hulu, tengah, dan hilir, mencakup wilayah Kabupaten Sukabumi, Kabupaten
Cianjur, dan sebagian Bandung (Gambar 1). Kegiatan penelitian berlangsung
selama tiga belas bulan, yaitu dimulai dari bulan Februari 2014 hingga bulan
Februari 2015.

Gambar 2 Lokasi penelitian
Alat dan Bahan
Penelitian ini menggunakan peralatan baik perangkat keras (hardware)
maupun perangkat lunak (software) (Tabel 1). Sedangkan bahan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah citra landsat dari tiga periode yang berbeda yang bisa
diunduh gratis dari situs earthexplorer.usgs.gov dan peta-peta lainnya yang
didapatkan dari instansi-instansi terkait. Spesifikasi jenis dan data yang digunakan
dalam penelitian disajikan pada Tabel 2.
Tabel 1 Alat yang digunakan dalam penelitian
Hardaware dan Software
Hardware
Kamera Canon EOS 400D
Global Positioning System
(GPS)

Fungsi
Pengambilan foto
Ground check dan penitikan lokasi
kelas penutupan lahan

7
Tabel 1 Alat yang digunakan dalam penelitian (lanjutan)
Software
ERDAS Imagine 9.2
ArcMAP 10.2
MS Excel 2013
MS Word 2013

Proses klasifikasi citra
Pengolahan data citra satelit
Pengolahan data
Penyusunan skripsi

Tabel 2 Jenis dan sumber data penelitian
Bentuk
Data

No.

Jenis Data

1.

LANDSAT1 MSS
- 17 Juli 1978, Path 131, Row 065
- 16 Juli 1978, Path 130, Row 065
LANDSAT5 TM
- 8 Agustus 1995, Path 122, Row 065
- 25 Juli 1996, Path 122, Row 065
LANDSAT7 ETM+
- 26 Mei Tahun 2012, Path 122, Row
065
Peta Batas DAS
Peta DEM Jawa Barat
Peta Jenis Tanah Jawa Barat
Peta Curah Hujan Jawa Barat
Data Kependudukan

2.
3.
4.
5.
6.

Sumber

Raster,
resolusi earthexplorer.usgs.gov
30x30m

Vektor
Raster
Vektor
Tabular
Tabular

Departemen Kehutanan
Departemen Kehutanan
DIPERTA Jawa Barat
BMKG Jawa Barat
Pemprov Jawa Barat

Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini dibagi ke dalam empat bagian,
yaitu 1) Persiapan Penelitian, 2) Inventarisasi, 3) Analisis, dan 4) Output.
Persiapan
Penelitian
Persiapan
administrasi dan
persiapan teknis
(peralatan):
1. Surat izin
penelitian
2. GPS
3. Software
ArcGIS dan
ERDAS

Inventarisasi

Pengumpulan data:
1. Spasial
2. Non-spasial
Pengolahan data pra
analisis:
1. Koreksi geometrik
2. Gap-Filling
3. Gapfill

Analisis

Output

Supervised
classification

Peta klasifikasi
penutupan dan
penggunaan lahan

Post Classification
Comparison

Analisis driving
factor

Survei lapang (ground
check):
1. Dokumentasi
2. Penitikan kelas
penutupan lahan

Gambar 3 Alur penelitian

Peta perubahan
penutupan dan
penggunaan lahan
& statistiknya
dalam bentuk
grafik batang

Variabel driving
factor yang paling
dominan

8
Inventarisasi
Tahap inventarisasi ini meliputi pengumpulan data spasial dan non-spasial,
termasuk pengolahan citra sebelum melakukan analisis, dan survei lapang dengan
melakukan ground check. Data yang dikumpulkan berupa data spasial, yaitu citra
dari 3 periode waktu yang telah disebutkan, serta data non-spasial berupa data fisik
dan biofisik. Pada kegiatan survei lapang telah dilakukan pengambilan titik
menggunakan GPS pada tujuh kelas penutupan lahan (hutan, pemukiman, badan air,
semak belukar, perkebunan, kebun, dan sawah), dan dokumentasi tapak.
Data spasial yang digunakan pada penelitian ini adalah citra dari
LANDSAT1 untuk tahun 1978, LANDSAT4 untuk tahun 1995, dan LANDSAT7
untuk tahun 2012. Citra yang telah diperoleh telah dikoreksi geometrik dan di subset
area penelitian. Selain itu, dikarenakan tutupan awan pada citra LANDSAT4 tahun
1995 yang tersedia sangat tinggi, perlu dilakukan proses masking dengan citra
LANDSAT4 tahun 1996, yaitu ‘menambal’ tutupan awan pada tahun 1995 dengan
hasil klasifikasi penutupan lahan tahun 1996, dengan asumsi bahwa penutupan
lahan pada kedua periode tersebut tidak berubah secara signifikan.
Analisis
Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
Supervised Classification, yaitu dengan membuat training area sesuai dengan kelas
penutupan lahan yang telah disebutkan di atas dengan menggunakan software
ERDAS Imagine 9.2. Setelah mendapatkan peta penutupan lahan dari tiap DAS
pada tiap periode, ketepatan hasil tersebut telah diuji dengan menggunakan
accuracy assessment, dengan akurasi minimal 75%. Setelah itu telah dilakukan
perbandingan perubahan pentupan lahan dari ketiga periode tersebut dengan
menggunakan metode Post Comparison Classification.
Supervised Classification
Metode klasifikasi terbimbing ini didasarkan pada statistik dari training area
yang merepresentasikan objek pada lahan yang berbeda, yang dipilih secara
subjektif oleh pengguna berbasis pada pengetahuan dan pengalaman pengguna itu
sendiri (Liu dan Mason 2012). Penelitian ini menggunakan Maximum Likelihood
Classifier, yaitu metode yang umum digunakan dalam melakukan klasifikasi
penutupan lahan. Metode ini mempertimbangkan peluang suatu piksel pada training
area yang sudah dibuat untuk dikelaskan pada kelas tertentu.
Training Area
Pembuatan training area merupakan bagian terpenting dari melakukan
klasifikasi penutupan lahan. Training area yang dibuat untuk setiap kelas penutupan
lahan harus bisa dengan jelas membedakan satu kelas dengan yang lainnya pada
citra. Sebelum melalui tahap pembuatan training area, perlu ditetapkan batasan
yang jelas mengenai kelas-kelas yang telah diklasifikasikan untuk memberi
kejelasan saat pembuatan training area. Batasan deskriptif untuk setiap kelas
penutupan lahan bisa dilihat pada Tabel 3.

9
Pembuatan training area pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan AOI Tools pada software ERDAS, yaitu dengan membuat polygonpolygon yang terdiri dari 9 sampai 16 piksel dengan gradasi warna yang serupa.
Setiap kelas penutupan lahan terdiri dari minimal 10 training area.
Tabel 3 Kriteria kelas penutupan lahan
No.
Label Kelas
1 Awan

2
3
4

Badan air
Hutan
Kebun

5

Lahan kosong

6

Pemukiman

7

Sawah

8

Semak belukar

Deskripsi
Seluruh area yang berupa kumpulan piksel
berwarna putih yang menutupi penutupan lahan
di bawahnya (no data).
Seluruh area yang didominasi oleh perairan.
Hamparan yang didominasi oleh pepohonan.
Seluruh lahan yang ditanami tanaman kebun
dengan tutupan dan diameter tajuk yang
seragam.
Seluruh lahan tanah kosong yang tidak
dimanfaatkan.
Seluruh lahan terbangun berupa perumahan atau
bangunan lainnya.
Seluruh lahan kering maupun basah yang
ditanami tanaman padi dan palawija.
Seluruh lahan yang ditumbuhi vegetasi rendah
sampai tinggi yang tumbuh secara liar.

Accuracy Assessment
Pendugaan akurasi dilakukan setelah peta penutupan lahan tahun 2012 telah
dihasilkan untuk mengukur validitas peta klasifikasi penutupan lahan yang telah
dibuat pada taraf persentase akurasi. Akurasi tersebut ditampilkan dalam bentuk
matriks kesalahan (error matrix). Matriks kesalahan tersebut memberikan informasi
mengenai galat klasifikasi berupa kelebihan jumlah piksel dari kelas yang lain atau
emission dan kekurangan jumlah piksel pada masing-masing kelas atau comission.
Akurasi hasil klasifikasi secara keseluruhan dapat diukur menggunakan
akurasi Kappa (Kappa accuracy). Kappa dapat digunakan untuk mengukur
kesesuaian antara model prediksi dengan realitas (Congalton, 1991). Penghitungan
akurasi Kappa memperhitungkan seluruh piksel yang digunakan sebagai acuan,
sehingga metode ini lebih akurat dalam mengevaluasi hasil klasifikasi. Oleh karena
itu, penelitian ini menggunakan metode akurasi Kappa dengan software ERDAS.
Secara matematis, akurasi Kappa dirumuskan sebagai berikut:
r

k
Keterangan:
Zi
=
Yi
=
Xi
=
N
=

r

N  X i   Z i .Yi
i 1

i 1

N  Z i .Yi
2

x100%

jumlah piksel pada baris ke-i
jumlah piksel dalam kolom ke-i
piksel pada diagonal utama
jumlah semua piksel yang digunakan untuk pengamatan

10
Deteksi Perubahan Penutupan Lahan
Setelah peta klasifikasi penutupan lahan pada tiap DAS dan tiap periode
telah dibuat, telah dicari perubahan penutupan lahan pada tiap DAS dari ketiga
periode yang telah disebutkan. Untuk mengetahuinya, digunakan metode Post
Classification Comparison. Ilustrasi matriks metode ini disajikan pada Gambar 4.
Metode ini menggunakan fungsi perkalian antara nilai kelas penutupan
tahun 1978 dengan tahun 1995, dan nilai kelas penutupan lahan tahun 1995 dengan
tahun 2012 yang telah di-recode terlebih dahulu. Proses tersebut telah
menghasilkan image baru berupa peta penutupan lahan yang mengalami perubahan
dan yang tidak mengalami perubahan dalam kurun waktu tersebut. Proses recode
dilakukan menggunakan software ERDAS, yang selanjutnya telah dilakukan fungsi
perkalian nilai antar kelas dengan menggunakan modeler fungsi perkalian. Dari
hasil perkalian matriks tersebut telah diperoleh kelas penutupan lahan dengan nilai
baru yang menggambarkan perubahan masing-masing kelas dalam kurun waktu
1978-1995, dan 1995-2012.

Gambar 4 Matriks post classification comparison
Analisis Driving Factor Perubahan
Analisis Driving Factor perubahan penutupan dan penggunaan lahan DAS
dapat diketahui melalui pendekatan persamaan Logistic Regression Analysis, yang
menggunakan model regresi dengan variabel terikat alternatif (Mironuic dan Robu,
2012). Logistic Regression Analysis digunakan melalui pendekatan pemodelan
matematik yang dapat mendeskripsikan hubungan dari 8 variabel penduga (X1,
X2,…,X8) dengan variabel tujuan (Y) (Tabel 4).

11
Tabel 4 Variabel-variabel dalam Logistic Regression Analysis
Variabel Tujuan (Y)
Variabel Penduga (X)
Variabel Perubahan (0 = tidak berubah; 1. Jenis tanah
1 = berubah)
2. Elevasi
3. Kemiringan lereng
4. Curah hujan
5. Jumlah Penduduk
6. Kepadatan penduduk
7. Jarak ke Pusat Kota
8. Jarak dari jalan
Nilai yang masuk ke dalam model tersebut adalah nilai piksel dari variabel
y untuk setiap variabel x yang diduga. Karena jumlah total piksel baik di DAS
Cimandiri dan DAS Cibuni mencapai lebih dari 1.200.000 piksel, maka digunakan
sampling untuk mengambil titik acak yang mewakili setiap DAS. Metode sampling
yang digunakan adalah dengan rumus Slovin sebagai berikut:

Keterangan:
n
=
N
=
e
=

�=


1 + ��

jumlah sampel
jumlah populasi
batas toleransi kesalahan (5%)

Dengan menggunakan rumus Slovin tersebut, didapat 400 sampel untuk
setiap DAS, dan digunakan fungsi create random points di ArcGIS untuk membuat
400 sampling acak di setiap DAS.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Letak Geografis Tapak
Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimandiri dan Cimandiri merupakan DAS
yang terdapat di Provinsi Jawa Barat. Hulu DAS Cimandiri terletak di pegunungan
Gede-Pangrango pada bagian timur laut, mengalir menuju Teluk Pelabuhan Ratu di
selatan Jawa Barat, sedangkan hulu DAS Cibuni terletak di dataran tinggi
Kecamatan Rancabali, mengalir menuju Kecamatan Tegal Buleud dan bermuara ke
Samudra Hindia. Letak geografis dari kedua DAS ini saling bersebelahan, dengan
DAS Cimandiri yang terletak pada 6o42’56’’ sampai 7o8’45’’ LS dan 106o30’45”
sampai 107o4’50” BT dan DAS Cibuni yang terletak pada 7o0’40’’ sampai 7o26’18’’
LS dan 106o41’33” sampai 107o24’30” BT.
Berdasarkan deliniasi batas DAS oleh Kemenhut, DAS Cimandiri memiliki
luas 183.196 hektar yang membentang dari Kabupaten Sukabumi sampai ke

12
sebagian Kabupaten Cianjur, sedangkan DAS Cibuni memiliki luas 143.334 hektar
yang membentang dari Kabupaten Sukabumi, Cianjur, dan sebagian Bandung.
Dengan deliniasi batas DAS oleh Kemenhut yang di-overlay dengan batas
administratif kecamatan Indonesia oleh BPS, DAS Cimandiri meliputi 43
kecamatan dalam Kabupaten Sukabumi, dan 7 kecamatan dalam Kabupaten Cianjur
(Gambar 5) dan DAS Cibuni meliputi 8 kecamatan dalam Kabupaten Sukabumi, 12
kecamatan dalam Kabupaten Cianjur 2 kecamatan dalam Kabupaten Bandung, dan
2 kecamatan dalam Kabupaten Bandung Barat (Gambar 6).

Gambar 5 Peta batas kecamatan DAS Cimandiri
Jenis Tanah
Jenis tanah di DAS Cimandiri dan Cibuni didominasi oleh tanah latosol
(Gambar 7 dan Gambar 8). Menurut Dudan dan Suparaptoharjo (1957), tanah
latosol merupakan tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut dengan kandungan
bahan organik, mineral primer dan unsur hara rendah, bereaksi masam (pH 4,5 –
5,5), tanah berwarna merah, coklat kemerahan hingga coklat kekuningan atau
kuning. Walaupun kandungan unsur haranya rendah, tanah latosol bisa ditanami
oleh padi (persawahan), sayur-sayuran dan buah-buahan, palawija, kelapa sawit,
karet, cengkeh, kopi dan lada. Dari identifikasi jenis tanah tersebut, dapat dikatakan
bahwa lahan pada kedua DAS sesuai untuk lahan pertanian dan perkebunan.

13

Gambar 6 Peta batas kecamatan DAS Cibuni

Gambar 7 Peta jenis tanah DAS Cimandiri

14

Gambar 8 Peta jenis tanah DAS Cibuni
Jenis tanah merupakan salah satu variabel yang dianalisis pengaruhnya
terhadap perubahan penutupan dan penggunaan lahan. Hal tersebut karena
penutupan dan penggunaan yang berbasis lahan sangat berkaitan dengan jenis
tanahnya karena tanah merupakan salah satu kriteria terpenting dalam kesesuaian
lahan untuk penggunaan lahan. Jenis tanah yang sesuai untuk berbagai penggunaan
lahan memungkinkan terjadinya perubahan penutupan dan penggunaan lahan di
lahan itu sendiri.
Elevasi
Topografi merupakan aspek utama dalam analisis lahan berskala DAS
karena DAS itu sendiri terbentuk dari kondisi topografi. Dengan menggunakan data
Digital Elevation Model (DEM) dari ASTER GDEM, informasi mengenai
ketinggian dan kemiringan lahan di kedua DAS dapat diketahui. Selanjutnya,
informasi ketinggian tempat di DAS bisa menjadi acuan utama dalam pembagian
daerah DAS: hulu, tengah, dan hilir, dimana tempat dengan ketinggian tinggi
merupakan daerah hulu, dan yang paling rendah menuju laut adalah daerah hilir.
Mengacu kepada peta elevasi kedua DAS (Gambar 9 dan Gambar 10), dapat
diketahui bahwa wilayah dengan warna merah sampai dengan warna jingga
merupakan daerah hulu, warna kuning adalah daerah tengah, dan warna hijau
adalah daerah hilir. Walaupun tidak ada deliniasi yang jelas, konsep hulu-tengahhilir sudah cukup menjelaskan keterkaitan daerah-daerah itu sendiri dalam satu
lingkup DAS, dimana siklus air dalam satu DAS akan mengalir dari daerah hulu
sampai ke hilir. Faktor elevasi diduga memberikan pengaruh terhadap perubahan
penutupan lahan karena daerah hilir cenderung lebih dimanfaatkan daripada daerah
hulu di sebuah DAS.

15

Gambar 9 Peta elevasi DAS Cimandiri

Gambar 10 Peta elevasi DAS Cibuni

16
Kemiringan Lereng
Kondisi kemiringan lahan di kedua DAS tersebut berdasarkan klasifikasi
kemiringan lahan menurut Kemenhut (2013) dapat dilihat pada Gambar 11 dan
Gambar 12. Kondisi kemiringan lahan di DAS Cimandiri memiliki lahan datar yang
lebih besar daripada DAS Cibuni, sehingga memang lebih memungkinkan untuk
dibangun kota besar dan akses utama yang lebih baik daripada di DAS Cibuni.
Kemiringan lahan juga merupakan variabel yang dianalisis pengaruhnya
terhadap perubahan penutupan lahan karena sama seperti jenis tanah, kemiringan
lahan juga menjadi kriteria terpenting dalam kesesuaian lahan. Penggunaan lahan,
khususnya yang diperuntukkan untuk aktivitas manusia, akan cenderung
dikembangkan pada lahan dengan kemiringan lahan landai karena daerah
tersebutlah yang paling memungkinkan untuk ditempati oleh manusia. Sebaliknya,
daerah dengan kondisi kemiringan yang sangat curam cenderung dikonservasi
untuk penggunaan ekologis karena dapat memberi dampak negatif baik bagi
manusia maupun lingkungan apabila digunakan untuk kebutuhan manusia.
Curah Hujan
Berdasarkan peta rata-rata curah hujan tahunan periode 1981 – 2010 di DKI
Jakarta, Banten, dan Jawa Barat oleh BMKG, DAS Cimandiri dan DAS Cibuni
memiliki curah hujan sekitar 2.000 – 3.500 mm/tahun (Gambar 13 dan Gambar 14).
Dalam skala DAS, curah hujan yang merupakan data diskontinyu bisa menjadi
faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi di hulu DAS, mengakibatkan
pendangkalan sungai di hilir akibat sedimentasi. Hal tersebut bisa terjadi apabila
tutupan vegetasi di hulu yang pada dasarnya bisa menampung curah hujan,
dikonversi menjadi tutupan lahan lain sehingga terjadi run off air hujan dan
melimpah ke sungai utama.
Curah hujan dan temperatur merupakan faktor terpenting dalam pembentukan
agro climatical zone. Selain itu, curah hujan dan faktor iklim lainnya juga
mempengaruhi tingkat kenyamanan manusia dalam menempati suatu wilayah.
Tempat dengan tingkat kenyamanan yang rendah cenderung dihindari dalam
pembangunan lanskap untuk keperluan rekreatif. Hal tersebut yang menjadi
landasan kenapa curah hujan menjadi salah satu variabel yang dianalisis
pengaruhnya terhadap perubahan penutupan lahan.
Jumlah dan Kepadatan Penduduk
Dengan menggabungkan antara peta batas kecamatan di kedua DAS dengan
data kependudukan tahun 2010 dari BPS Kabupaten yang bersangkutan (Lampiran
1 dan 2), dihasilkan peta jumlah penduduk (Gambar 15 dan Gambar 16) dan
kepadatan penduduk (Gambar 17 dan Gambar 18). Pada peta kepadatan penduduk,
ada beberapa kecamatan yang dihilangkan karena kecamatan-kecamatan tersebut
tidak seluruhnya berada pada deliniasi DAS. Sehingga, apabila dikalkulasikan
kepadatannya, maka akan menghasilkan kepadatan penduduk yang sangat tinggi
dan akan menjadi data pencilan yang bisa mengurangi akurasi model Logistic
Regression Analysis yang akan dibuat.

17

Gambar 11 Peta kemiringan lereng DAS Cimandiri

Gambar 12 Peta kemiringan lereng DAS Cibuni

18

Gambar 13 Peta curah hujan tahunan DAS Cimandiri

Gambar 14 Peta curah hujan tahunan DAS Cibuni

19

Gambar 15 Peta jumlah penduduk DAS Cimandiri

Gambar 16 Peta jumlah penduduk DAS Cibuni

20

Gambar 17 Peta kepadatan penduduk DAS Cimandiri

Gambar 18 Peta kepadatan penduduk DAS Cibuni

21
Kebutuhan manusia akan lahan merupakan fenomena yang akan terus
berlangsung. Selain untuk tempat tinggal, lahan juga digunakan untuk mencari
sumber makanan dan kebutuhan hidup lainnya. Semakin banyak jumlah manusia
yang memadati suatu tempat, maka akan semakin banyak juga kebutuhan yang
harus dipenuhi, sehingga lahan yang diperlukan juga semakin banyak. Asumsi
tersebut yang menjadi landasan untuk menganalisis kedua variabel tersebut, jumlah
penduduk dan kepadatan penduduk.
Jarak dari Pusat Kota
Variabel lainnya yang diidentifikasi adalah jarak dari pusat kota yang
dipetakan secara spasial pada kedua DAS. Peta ini dihasilkan dengan menggunakan
fungsi euclidean distance pada ArcGIS, yaitu membuat area buffer dari titik-titik
balai kota di dalam maupun di luar wilayah DAS. Terdapat 2 titik pusat kota di
DAS Cimandiri (Gambar 19), yaitu Kota Sukabumi dan Pelabuhan Ratu, sementara
di DAS Cibuni tidak ada titik pusat kota sama sekali (Gambar 20). Semakin dekat
suatu tempat dengan pusat kota, kecenderungan terjadinya perubahan penutupan
lahan akan lebih tinggi daripada yang jauh dengan pusat kota.

Gambar 19 Peta jarak dari pusat kota DAS Cimandiri
Jarak dari Jalan Utama
Selain jarak dari pusat kota, jarak dari jalan juga merupakan variabel yang
diduga mempengaruhi perubahan penutupan lahan. Jalan utama merupakan jalur
sirkulasi yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Berkembangnya
pembangunan di suatu tempat juga dapat diukur dari kondisi jalan di tempat tersebut.

22
Saat ini banyak kota atau daerah di Indonesia yang pola pembangunannya
mengikuti bentuk jalannya. Ketika dibangun jalan, maka saat itu juga di sisi kanan
dan kiri jalan tersebut akan mulai terjadi pembangunan-pembangunan. Pada DAS
Cimandiri, terdapat dua jenis jalan utama, yaitu jalan kolektor dan jalan tol nasional
(Gambar 21), sedangkan pada DAS Cibuni hanya terdapat satu jenis, yaitu jalan
kolektor (Gambar 22). Peta jarak dari jalan utama ini juga dibuat dengan fungsi
yang sama dengan jarak dari pusat kota, yaitu fungsi euclidean distance.

Gambar 20 Peta jarak dari pusat kota DAS Cibuni
Penutupan dan Penggunaan Lahan
Jenis penutupan dan penggunaan lahan yang diamati pada penelitian ini
sesuai dengan kelas penutupan dan penggunaan lahan yang telah ditentukan
sebelumnya, yaitu badan air, hutan, kebun, lahan kosong, pemukiman, sawah, dan
semak belukar. Luas penutupan lahan minimal yang dapat diidentifikasi adalah
seluas 4.900 m2 pada tahun 1978 dan 900 m2 pada tahun 1995/6 dan 2012 yang
merupakan ukuran satu piksel dari citra LANDSAT yang digunakan. Untuk
mengidentifikasi setiap kelas penutupan lahan tersebut, dilakukan ground truth
check pada tapak untuk mengambil data primer berupa dokumentasi di lapang serta
untuk melihat kondisi aktual yang ada di tapak. Beberapa dokumentasi di lapang
yang telah diambil antara lain:

23

Gambar 21 Peta jarak dari jalan utama DAS Cimandiri

Gambar 22 Peta jarak dari jalan utama DAS Cibuni

24
Badan Air
Badan air merupakan tutupan lahan berupa genangan air yang berada di atas
permukaan tanah dan dibatasi oleh permukaan tanah. Beberapa jenis badan air yang
diklasifikasikan menjadi kelas penutupan lahan badan air adalah danau atau situ
dan sungai. Klasifikasi badan air menggunakan citra LANDSAT yang memiliki
resolusi mengenah cenderung sulit dan kurang akurat karena ukurannya yang kecil
seringkali tidak terklasifikasi secara spasial.

Gambar 23 Tutupan badan air di Situ Gunung, Sukabumi
Hutan
Hutan merupakan tutupan lahan berupa kumpulan tegakan pohon yang
tumbuh secara alami maupun buatan dengan tinggi dan tutupan tajuk yang massive
dan acak. Tutupan lahan ini sering ditemukan di dekat puncak gunung, contohnya
di Gunung Gede-Pangrango dan Gunung Salak. Tutupan lahan hutan ini dapat
diklasifikasikan lagi ke dalam beberapa penggunaan lahan, seperti hutan primer dan
hutan sekunder, namun pengklasifikasian tersebut tidak dilakukan di penelitian ini
karena analisis yang lebih spesifik tentang penggunaan lahan tersebut tidak
digunakan kali ini.

Gambar 24 Tutupan hutan di Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango

25
Kebun
Kebun merupakan tutupan lahan berupa kumpulan tanaman yang ditanam
langsung oleh manusia, biasanya ditanam serempak sehingga tinggi dan diameter
tajuknya seragam. Penutupan lahan ini akan terlihat mirip dengan hutan, namun
karena jenis vegetasi pada perkebunan yang biasanya sama dan tutupan tajuknya
yang seragam, secara spasial akan terlihat perbedaannya.

Gambar 25 Kebun pisang di sekitar Taman nasional Gunung Gede Pangrango
Lahan Kosong
Lahan kosong merupakan tutupan lahan berupa hamparan tanah dan batu
yang tidak dibangun perkerasan maupun ditanami vegetasi. Area tambang juga
dapat diklasifikasikan ke dalam lahan kosong karena penampakkan tutupan
lahannya sangat walaupun sedikit berbeda warnanya. Lahan kosong juga biasa
ditemukan pada lahan yang sedang dipersiapkan untuk dikonversi menjadi tutupan
atau penggunaan lahan lainnya.

Gambar 26 Lahan kosong di wilayah Sukabumi

26
Pemukiman
Pemukiman merupakan penutupan lahan yang terdiri dari lahan-lahan
terbangun, baik perumahan, kawasan industri, maupun lahan perkotaan. Penutupan
lahan ini akan mudah ditemukan di kota-kota besar, dalam penelitian kali ini di
Kota Sukabumi dan Pelabuhan Ratu, dan di sekitar akses utama antar wilayah.

Gambar 27 Kawasan pemukiman di wilayah Sukabumi
Sawah
Sawah merupakan penggunaan lahan pertanian yang dominan ditanami
dengan tanaman padi dan palawija. Kondisi penggunaan lahan ini akan terlihat
berbeda dari citra satelit baik sebelum masa panen, saat masa panen, dan saat musim
hujan, sehingga proses klasifikasi untuk penutupan lahan ini akan lebih spesifik.

Gambar 28 Lahan sawah basah di wilayah Sukabumi

27
Semak Belukar
Semak belukar merupakan penutupan lahan yang didominasi oleh tanamantanaman pohon dan semak yang rendah yang tutupan tajuknya tidak rapat. Jenis
tutupan lahan tersebut dapat ditemukan di sekitar tutupan lahan hutan karena
tutupan lahan ini biasanya terbentuk akibat deforestasi yang tidak segera dikonversi
menjadi tutupan lahan lainnya.

Gambar 29 Semak belukar di kawasan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango
Klasifikasi Penutupan Lahan DAS Cimandiri dan DAS Cibuni Tahun 1978,
1995/6, dan 2012
Klasifikasi penutupan dan penggunaan lahan yang sudah dilakukan pada citra
LANDSAT pada tiga periode tersebut menghasilkan masing-masing tiga periode
peta penutupan dan penggunaan lahan di DAS Cimandiri dan Cibuni. Kondisi citra
LANDSAT yang berawan di beberapa titik pada lokasi penelitian mengharuskan
peneliti untuk mengklasifikasikan satu kelas penutupan lahan tambahan, yaitu awan.
Awan didefinisikan sebagai kelas yang tidak memiliki informasi apapun mengenai
tutupan lahan atau no data, karena kondisi yang berawan tersebut menutupi tutupan
lahan yang ada di bawahnya.
Selain awan, pada citra LANDSAT tahun 2012 terdapat stripping. Stripping
adalah kondisi citra LANDSAT yang tidak sempurna dikarenakan oleh garis-garis
hitam yang menutupi sebagian besar citra tersebut, sehingga informasi-informasi
yang ingin didapatkan dari citra tersebut tidak optimal. Kondisi stripping ini bisa
diperbaiki dengan metode gapfill (Gambar 30), yaitu dengan ‘menambal’ garisgaris hitam di citra utama yang akan digunakan dengan menggunakan citra-citra
lain yang periodenya hanya terpaut beb