Penerapan Metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT)- Arrhenius untuk Konfirmasi Umur Simpan Produk Biskuit

(1)

PENERAPAN METODE ACCELERATED SHELF LIFE

TESTING (ASLT)-ARRHENIUS UNTUK KONFIRMASI UMUR

SIMPAN PRODUK BISKUIT

RIANA KANTHI HAPSARI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penerapan Metode

Accelerated Shelf Life Testing (ASLT)- Arrhenius untuk Konfirmasi Umur Simpan Produk Biskuit adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor dan PT. Arnott‟s Indonesia.

Bogor, Juli 2014

Riana Kanthi Hapsari


(4)

ABSTRAK

RIANA KANTHI HAPSARI. Penerapan Metode Accelerated Shelf Life Testing

(ASLT)-Arrhenius untuk Konfirmasi Umur Simpan Produk Biskuit. Dibimbing oleh DR.IR.BUDI NURTAMA, M.AGR dan ROSANTI SETIAWATI, S.TP.

Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) merupakan metode yang cepat dan

sangat berguna bagi tim Research and Development di perusahaan dalam menentukan umur simpan produk biskuit. Dengan menggunakan bau apek sebagai parameter kritis, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan sebuah studi yang aplikatif dalam hal penentuan shelf life atau umur simpan bagi produk biskuitdan produk-produk lainnya di masa depan. Metode ASLT-Arrhenius dilakukan menggunakan tiga perlakuan suhu berbeda yakni 30OC, 37OC, and 45O dengan

relative humidity (RH) yang dikontrol sebesar 65 %. Parameter-parameter yang

digunakan untuk mewakili keberadaan bau apek pada biskuit adalah bilangan asam, kadar asam lemak bebas, bau aneh, dan rasa aneh. Selain keempat parameter tersebut beberapa penurunan kualitas lainnya juga diamati seperti kadar air, flavor keseluruhan, dan flavor spesifik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bilangan asam dan kadar asam lemak bebas sebagai parameter kimia mengalami peningkatan pada kondisi penyimpanan yang diakselerasi. Hasil evaluasi sensori menunjukkan terjadi penurunan kualitas dalam hal tekstur, flavor keseluruhan, dan flavor spesifik. Di sisi lain terjadi peningkatan dalam hal munculnya rasa aneh dan bau aneh mengindikasikan munculnya bau apek selama waktu penyimpanan. Berdasarkan data penurunan kualitas biskuit, prediksi umur simpan produk biskuit pada suhu penyimpanan yang disarankan yakni sebesar 28 OC adalah 324 hari atau 10,5 bulan menggunakan bilangan asam sebagai parameter mengikuti reaksi kimia orde nol dan 331 hari atau 11 bulan menggunakan parameter rasa aneh mengikuti reaksi orde satu. Studi dalam hal pengembangan referens untuk apek menyimpulkan bahwa apek adalah aroma yang muncul pada benda yang disimpan dalam kondisi yang sangat lembab. Apek berhubungan dengan aroma yang muncul dari buku tua, kayu lapuk, dan buah yang telah membusuk. Apek juga digambarkan sebagai segala sesuatu yang berasosiasi dengan sensasi oksidatif seperti bau kardus, kertas basah, buah ceri, dan buah busuk.

Kata kunci : Accelerated Shelf Life Testing (ASLT), biskuit, bilangan asam, kadar asam lemak bebas, bau apek.


(5)

ABSTRACT

RIANA KANTHI HAPSARI. The Application of Accelerated Shelf Life Testing (ASLT)-Arrhenius to Confirm Biscuit Product Shelf Life. Supervised by DR.IR.BUDI NURTAMA, M.AGR and ROSANTI SETIAWATI, S.TP.

Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) has been considered as a useful and fast method for Research and Development team to determine biscuit shelf life. By using musty note as a critical parameter, this research aimed to create stability in shelf life study for biscuit and hopefully many new products in the future. ASLT-Arrhenius method was used at 30OC, 37OC, and 45O with 65 % controlled relative humidity. Four relevant parameters were used to represent musty note: acid value, free fatty acid value, off odor, and off taste while other loss in quality were also monitored. The result showed that acid value and free fatty acid value as chemical parameter were increasing in accelerated storage condition. Sensory evaluation resulted on texture degradation, decreasing overall and spesific flavor intensity, and increasing unwanted off odor and off taste indicating the presence of musty note. Based on loss in quality data, shelf life for biscuit at suggested temperature 28 OC was predicted at 324 days or 10,5 months using acid value as chemical parameter followed zero order of reaction and 331 days or 11 months using off taste parameter followed first order of reaction. Study on development of musty note references found that musty note is defined as an aromatic compound stored under highly humid conditions and being associated with old books, decaying woods, rotten fruit. Musty note is also described as everything associated with oxidative sensation like cardboard, damp newspaper, sherry-like, and rotten fruit.

Keywords : Accelerated Shelf Life Testing, biscuit, acid value, free fatty acid value, musty note


(6)

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

PENERAPAN METODE ACCELERATED SHELF LIFE

TESTING (ASLT)-ARRHENIUS UNTUK KONFIRMASI UMUR

SIMPAN PRODUK BISKUIT

RIANA KANTHI HAPSARI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(8)

(9)

Judul Skripsi : Penerapan Metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT)- Arrhenius untuk Konfirmasi Umur Simpan Produk Biskuit Nama : Riana Kanthi Hapsari

NIM : F24100136

Disetujui oleh

Dr Ir Budi Nurtama, M.Agr Pembimbing I

Rosanti Setiawati, S.TP Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Feri Kusnandar, M.Sc

Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan


(10)

PRAKATA

Alhamdulillahirobbilalamin terima kasih dan rasa syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat yang tiada putus-putusnya diberikan

selama penyelesaian tugas akhir dengan judul ”Penerapan Metode Accelerated

Shelf Life Testing (ASLT)-Arrhenius untuk Konfirmasi Umur Simpan Produk

Biskuit”. Tidak lupa shalawat serta salam diberikan kepada nabi besar Muhammad SAW. Dengan selesainya penelitian dan penulisan skripsi ini, saya ingin menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Budi Nurtama, M.Agr selaku pembimbing akademik yang telah membimbing saya dengan sabar selama penelitian dan penulisan skripsi. Terima kasih juga diberikan atas nasihat-nasihat yang diberikan.

2. Ibu Rosanti Setiawati, S.TP selaku pembimbing lapang utama yang telah memberikan waktunya untuk membimbing selama saya melakukan penelitian dan magang.

3. Bapak Dr. Ir. Nugraha Edhi Suyatma, S.TP, DEA selaku dosen penguji sidang untuk arahan, koreksi, dan kritik yang membangun.

4. Doddy Aryanto, S.TP selaku pembimbing lapang kedua yang telah memberi banyak saran dan kritik selama penelitian dan penulisan skripsi, juga bantuannya dalam menghadapi masalah-masalah yang ada selama magang berlangsung.

5. RnD dan QA team yang telah memberi banyak pengalaman dan pelajaran berharga yang tidak akan saya dapatkan di tempat lain. Kepada Kak Imus Mustaqim, Ibu Reni Rosmalawati, Kak Mervina Soekamto, Kak Indriani Mukti, Kak Trinanda Eko, Ibu Nia Nuroniah, Ibu Darwati, Ibu Tati, Pak Sutrisno, Pak Erwin Agung, Pak Setyo Rachmanto, Pak Triyono, Kak Finda, Mbak Lia, Mas Jaya.

6. Terima kasih sedalam-dalamnya kepada keluarga saya untuk dukungan, doa, dan semangat yang tidak ada putus-putusnya diberikan.

7. Kepada seluruh pengajar dan staf di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.

8. Terima kasih banyak untuk teman-teman ITP angkatan 47 dan Fateta angkatan 47 yang selalu memberi dukungan dan menjadi tempat berbagi ilmu dan pengalaman. Kepada Sarah, Amel, Lulu, Mala, Rita, Doni, Michael, Florentina, Afifah, Sekar, Isna, Elvan, Gunawan, Bachtiar, Rifqi, Wildan, Blas, Uje, Rizky, Irena, Arya, Stella, Tommy, Arief, Abas, Brilliant, Dinah, Hanisa, dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

9. Terakhir saya ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak, baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung, yang telah membantu saya dalam hal penelitian dan penyelesaian skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan memberi kontribusi positif dalam perkembangan ilmu dan teknologi pangan.

Bogor, Juli 2014 Riana Kanthi Hapsari


(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

METODOLOGI 3

Bahan 3

Alat 3

Metode 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Penelitian Pendahuluan 7

Metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT)-Arrhenius 9

Referens dan Sumber Bau Apek 24

KESIMPULAN DAN SARAN 27

Kesimpulan 27

Saran 28

DAFTAR PUSTAKA 28

LAMPIRAN 30

RIWAYAT HIDUP 53


(12)

DAFTAR TABEL

1. Beberapa pertimbangan parameter yang dapat digunakan dalam studi

ASLT 8

2. Rata-rata suhu dan RH di gudang. 9

3. Nilai R2 dari regresi linear antara skor kerenyahan dan kadar air pada

tiga tingkat suhu 14

4. Nilai R2dari regresi linear antara bilangan asam/kadar asam lemak bebas dan bau aneh/rasa aneh pada tiga tingkat suhu 15 5. Umur simpan biskuit mengikuti reaksi orde 0 pada suhu

penyimpanan yang disarankan 28 OC 19

6. Umur simpan biskuit mengikuti reaksi orde 1 pada suhu

penyimpanan yang disarankan 28 OC 22

7. Nilai R2dari persamaan Arrhenius untuk reaksi orde 0 dan orde 1 23

8. Definisi apek mengacu pada ASTM (2011) 25

9. Kondisi dan material yang berasosiasi dengan apek pada produk

biskuit 25

10.Beberapa referens yang disarankan terkait keberadaan bau apek 26

DAFTAR GAMBAR

1. Diagram Alir Penelitian ASLT. 5

2. Grafik perubahan bilangan asam selama waktu penyimpanan 10 3. Grafik perubahan kadar asam lemak bebas selama waktu

penyimpanan 11

4. Grafik perubahan kadar air selama waktu penyimpanan 11 5. Grafik perubahan skor kelima atribut sensori selama waktu

penyimpanan 13

6. Perubahan parameter-parameter apek mengikuti reaksi kimia orde 0 17 7. Grafik Plot Arrhenius antara Ln k Arrhenius dan 1/T untuk keempat

parameter apek mengikuti reaksi orde 0. 18

8. Perubahan parameter-parameter apek mengikuti reaksi kimia orde 1 20 9. Grafik Plot Arrhenius antara Ln k Arrhenius dan 1/T untuk keempat

parameter apek mengikuti reaksi orde 1. 21

10.Diagram ikan untuk mengindikasi sumber-sumber kemunculan bau

apek 27

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuesioner evaluasi sensori 30

2. Kualitas awal (Qo), Batas kualitas (Qt), dan Unit Kualitas (Qu)


(13)

3. Tabel perubahan bilangan asam pada kondisi penyimpanan yang

diakselerasi 32

4. Perubahan kadar asam lemak bebas pada kondisi penyimpanan

yang diakselerasi 33

5. Perubahan kadar air pada kondisi penyimpanan yang diakselerasi. 34 6. Skor sensori untuk lima atribut sensori pada tiga tingkatan suhu 35 7. Hasil penilaian masing-masing panelis untuk tiap atribut sensori 37 8. Grafik korelasi antara skor kerenyahan dan kadar air produk

biskuit 38

9. Grafik korelasi antara bilangan asam/asam lemak bebas dengan

bau aneh/rasa aneh 39

10.Perhitungan umur simpan produk biskuit mengikuti persamaan

Arrhenius reaksi orde 0 43

11.Perhitungan umur simpan produk biskuit mengikuti persamaan

Arrhenius reaksi orde 1 47

12.Prediksi umur simpan biskuitpada kondisi suhu penyimpanan yang diakselerasi (30 OC, 37OC, dan 45OC) dan yang disarankan

(28 OC) mengikuti reaksi orde 0 52

13.Prediksi umur simpan biskuit pada kondisi suhu penyimpanan yang diakselerasi (30 OC, 37OC, dan 45OC) dan yang disarankan


(14)

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Umur simpan produk merupakan hal yang sangat penting untuk dievaluasi di kebanyakan perusahaan, terutama perusahaan yang memproduksi produk-produk pangan. Umur simpan seringkali menjadi pertimbangan ketika sebuah perusahaan melakukan pengembangan dalam hal produk, kemasan, proses, serta distribusi dan penyimpanan. Perhitungan yang hati-hati sangat dibutuhkan oleh perusahaan dalam hal penentuan umur simpan produk. Aspek penting umur simpan dapat ditemukan dengan mudah ketika dilakukan proses pengembangan suatu produk termasuk reformulasi, perubahan kemasan, pengaturan distribusi, serta penyimpanan produk yang kebanyakan dilakukan untuk persaingan menembus pasar konsumen (Fu dan Labuza 1993). Mengacu pada Devries dan Sewald (2013), studi umur simpan dapat memberi informasi penting kepada pengembang produk sehingga mereka dapat memastikan bahwa konsumen mendapatkan produk dengan kualitas yang terbaik untuk periode waktu yang signifikan.

Institute of Food Technologists menjelaskan bahwa umur simpan adalah

selang waktu yang menunjukkan antara proses produksi hingga saat akhir produk berada di rak penjualan di pasar dimana produk masih memberikan kualitas terbaik seperti yang dijanjikan dalam hal nutrisi, flavor, tekstur, dan penampakan (Robertson, 1999). Departemen Research and Development menghadapi jadwal waktu yang ketat dalam hal pengembangan suatu produk baru sehingga

Accelerated Shelf Life Test (ASLT) sangat dibutuhkan untuk mendapatkan studi

yang aplikatif dengan waktu pengerjaan yang lebih cepat. Menurut Arpah (2001), berbeda dengan Extended Shelf Life Study (ESS) yang menentukan umur simpan dengan menyimpan produk pada kondisi penyimpanan normal, Accelerated Shelf

Life Test (ASLT) menentukan umur simpan produk menggunakan beberapa

perlakuan yang dapat membuat produk dapat mengalami kerusakan lebih cepat. Dengan menyimpan bahan pangan pada lingkungan yang dikontrol dimana satu atau beberapa faktor ekstrinsik ditetapkan lebih tinggi dari kondisi normal, kerusakan produk dapat dipercepat sehingga pengamatan kerusakan dapat dilakukan dalam waktu yang lebih singkat. Berdasarkan perhitungan dari pengaruh faktor ekstrinsik terhadap kerusakan produk maka umur simpan pada tiap-tiap perlakuan akselerasi dapat ditentukan untuk kemudian umur simpan yang sesungguhnya atau dalam kondisi penyimpanan normal dapat diprediksi (Robertson1999).

Biskuit adalah produk yang dibuat dari soft dough, memiliki kandungan lemak tinggi, renyah, dan membentuk tekstur yang kompak setelah proses pemanggangan (BSN 1992). Berdasarkan persyaratan untuk produk biskuit dari Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992), biskuit harus memiliki minimum kalori 400 kal/gram, kadar air maksimum 5 %, karbohidrat 70 %, serat kasar 0,5 %, kadar abu 1,5 %, protein minimum 9 % dan lemak 9,5 %. Biskuit juga disyaratkan bebas logam, memiliki warna dan bau yang normal, serta tidak boleh ada bau atau rasa aneh.


(16)

2

Adonan biskuitumumnya mengandung terigu sebagai pembentuk struktur, gula atau pemanis lain untuk membentuk rasa manis dan melembutkan tekstur,

shortening untuk penguat tekstur, pengembang, serta bahan tambahan lainnya

(Matz 1978). Selama masa penyimpanan, biskuit mengalami kerusakan. Kerusakan pada biskuit meliputi kerusakan tekstur, penurunan intensitas aroma/flavor asal, dan kenaikan intensitas aroma/flavor yang tidak diinginkan (Rahmazania 2013). Studi sebelumnya berdasarkan data komplain dari konsumen, bau apek merupakan indikator kerusakan yang utama pada produk biskuit sehingga menjadi parameter kritis. Lebih lanjut, apek sebagai parameter kritis dapat digunakan untuk memprediksi umur simpan produk biskuit.

Apek berasal dari produk hasil reaksi kimia antara agen intermediet reaksi Maillard dan reaksi kerusakan autokatalis lemak yang terjadi pada bahan-bahan pembentuk biskuit. Produk sekunder dari oksidasi lipid seperti aldehid, keton, alkohol, dan produk sekunder reaksi Maillard seperti pirazin dan thiol berkontribusi terhadap munculnya bau apek saat penyimpanan. Mengacu pada ASTM (2011), apek digambarkan sebagai aroma ketika suatu benda ditempatkan pada kondisi yang sangat lembab. Meskipun begitu, penyebab dan proses terjadinya, definisi, referens, dan tindak pencegahan untuk kemunculan apek pada produk biskuit sangat perlu untuk dipelajari lebih lanjut. Untuk pengukuran secara kuantitatif dalam hal keberadaan bau apek, evaluasi sensori dan analisis kimia dapat dilakukan. Indikator kerusakan yang relevan dapat ditinjau dari segi kimiawi, fisik, maupun mikrobiologi produk pangan yang bersangkutan. Untuk produk tertentu yang spesifik, dalam hal ini biskuit, maka kriteria kerusakan yang paling relevan yang dipilih, dimana kriteria ini harus memberikan perubahan yang signifikan selama penyimpanan (Arpah 2011).

Studi sebelumnya yang dilakukan oleh perusahaan menunjukkan bahwa apek merupakan atribut kritis yang menjadi titik penolakan konsumen terhadap produk biskuit. Perlakuan suhu dapat mempercepat kemunculan bau apek pada biskuit yaitu 5 bulan pada kondisi penyimpanan 40 OC. Lebih lanjut, internal tim perusahaan untuk evaluasi sensori merupakan kumpulan panelis experts semi terlatih dimana mereka menginginkan adanya pengenalan terhadap berbagai intensitas bau apek pada produk biskuit untuk menghindari bias atau persepsi berbeda dalam hal pemberian skor.

Accelerated Shelf life Testing (ASLT) mengikuti persamaan Arrhenius

diharapkan dapat menciptakan kondisi dimana kemunculan apek pada produk biskuit dapat dipercepat sehingga umur simpannya dapat diprediksi.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan konfirmasi studi umur simpan terhadap produk biskuit dengan terlebih dahulu menentukan kondisi penyimpanan optimum untuk mempercepat kemunculan bau apek sebagai parameter kerusakan melalui evaluasi sensori dan analisis kimia.


(17)

3

METODOLOGI

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biskuit 19 gram. Untuk analisis kimia, bahan-bahan yang digunakan adalah NaOH 0,1 N, phenolphtalein 10 g/l dalam etanol 95 %, etanol 95 % and dietil eter 1:1 (v/v).

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah inkubator dengan pengatur kelembaban relatif (RH), gelas piala 25 ml, gelas piala 100 ml, labu erlenmeyer 250 ml, buret 50 ml, neraca analitik, pipet tetes, gelas-gelas kimia. Untuk evaluasi sensori digunakan label, wadah plastik, dan alat-alat tulis.

Metode Penelitian Pendahuluan

Sebelum penelitian utama, penelitian pendahuluan dilakukan untuk melengkapi studi penentuan umur simpan. Penelitian pendahuluan yang dilakukan meliputi 1) penentuan parameter terbaik yang paling relevan untuk digunakan pada studi penentuan umur simpan menggunakan metode ASLT-Arrhenius. Beberapa parameter awal yang diajukan adalah bilangan peroksida (PV), bilangan asam beserta kadar asam lemak bebas (FFA), aktivitas air (Aw), bilangan

thiobarbituric acid (TBA) dan total kapang/khamir. Data untuk masing-masing

analisis diambil dari sampel lama (umur 10-12), sampel pertengahan (6-7 bulan), dan sampel baru (0-2 bulan) yang disimpan pada kondisi penyimpanan normal. Parameter dipilih dari analisis yang memberi perubahan di antara ketiga jenis sampel. Selanjutnya dilakukan 2) penentuan besar kelembaban relatif (relative

humidity) untuk inkubator berdasarkan nilai kelembaban relatif aktual di gudang.

Pada penentuan umur simpan berdasarkan metode ASLT- Arrhenius, RH untuk tiap suhu penyimpanan dibuat sama sehingga RH pada inkubator akan mengikuti RH aktual di gudang. Pengukuran RH di gudang dilakukan selama empat hari pada dua titik berbeda, selain itu juga dilakukan pengamatan suhu di dalam gudang. Untuk mengurangi terjadinya bias atau perbedaan persepsi dalam pemberian skor sensori untuk atribut intensitas apek dilakukan 3) penyamaan skor sensori untuk berbagai intensitas bau apek. Pada minggu pertama evaluasi, panelis dilatih untuk membedakan perbedaan intensitas keberadaan bau apek dengan mencicipi beberapa sampel dengan umur berbeda yakni 10 bulan, 11 bulan, dan 12 bulan untuk kemudian ditetapkan skor untuk masing-masing sampel dengan umur berbeda tersebut.

Penelitian Utama

Penelitian utama yang dilakukan yakni penentuan umur simpan biskuit menggunakan metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT)-Arrhenius meliputi pengambilan sampel, penyimpanan sampel, analisis kimia dan evaluasi sensori, serta analisis data dan penarikan kesimpulan. Metode ASLT-Arrhenius


(18)

4

membutuhkan minimum tiga perlakuan suhu yang diakselerasi. Untuk penelitian utama, sampel biskuit masing-masing 96 bungkus, disimpan dalam inkubator dengan pengontrol kelembaban relatif sebesar 65 % dengan dua perlakuan suhu berbeda, 37OC dan 45OC. Untuk perlakuan 30 OC, sampel diambil dari gudang. Penetapan perlakuan suhu mengacu pada (Herawati 2008) yang menyebutkan bahwa perlakuan suhu akselerasi untuk produk pangan kering berada di antara 25OC hingga 45 OC dengan temperatur sampel kontrol sebesar -18 OC. Perlakuan suhu di atas 50OC pada produk biskuit akan memutus ikatan intramolekuler yang dapat mengubah struktur protein sehingga biskuit mengalami kerusakan lanjut (Petrou et al. 2002).

Evaluasi sensori untuk parameter umur simpan dilakukan selama 12 minggu hingga terjadi penolakan oleh panelis (dicapai jika skor sensori >2,5 dari skor intensitas). Atribut sensori yang dievaluasi meliputi kerenyahan, flavor keseluruhan, flavor spesifik, bau aneh, dan rasa aneh. Analisis kimia meliputi pengukuran parameter bilangan asam dan kadar asam lemak bebas (FFA) sesuai dengan hasil penelitian pendahuluan juga teori bahwa bau apek salah satunya muncul dari reaksi kerusakan lemak hidrolisis dan oksidasi yang dapat diukur menggunakan kedua parameter tersebut. Selain itu juga diamati perubahan kadar air produk biskuit selama penyimpanan.Untuk setiap perlakuan suhu, 100 gram produk diambil dari inkubator untuk dianalisis bilangan asam dan kadar asam lemak bebasnya. Untuk pengukuran kadar air dan evaluasi sensori digunakan 2 bungkus biskuit.

Hasil untuk setiap kali analisis dibandingkan dengan sampel kontrol dan ditentukan apakah terdapat perbedaan di antara keduanya secara sensori. Jika berbeda maka parameter waktu telah ditentukan sedangkan jika tidak berbeda maka semua analisis tetap berlanjut untuk minggu selanjutnya. Diagram alir penelitian ASLT ditampilkan pada Gambar 1.


(19)

5

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian ASLT.

Pengambilan Sampel

Sampel biskuit yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari satu alur produksi. Satu alur produksi terdiri atas tiga bagian sesuai dengan posisi adonan biskuit yakni bagian kiri, tengah, dan kanan. Untuk memastikan kualitas awal yang seragam, semua sampel yang digunakan dalam studi ASLT hanya diambil dari bagian kanan alur produksi yang paling merepresentasi kondisi ideal proses dimana kadar airnya mendekati 2,2 %, tidak terlalu kering dan tidak terlalu basah. Penyeragaman kualitas awal sampel menjadi penting untuk menghindari terlalu banyak variabel pada saat analisis kecuali karena perlakuan yang sengaja diberikan.

Penelitian Pendahuluan:

- Penentuan parameter untuk ASLT

- PenentuanRHinkubatorberdasar RH aktual di gudang

- Penyamaan skor sensori untuk berbagai intensitas apek

Hasil Penelitian

Pendahuluan

Pengambilan Sampel

Penyimpanan Sampel

Inkubator suhu 37 OC dan

45 OC RH 65%

Gudang suhu 30OC

RH 65 %

Analisis

Analisis kimia: -Bilangan asam - Kadar asam lemak bebas

-Kadar air

Evaluasi sensori: -Kerenyahan -Flavor keseluruhan -Flavor spesifik -Bau aneh

-Rasa aneh


(20)

6

Persiapan Sampel

Sampel biskuit diambil dari inkubator kemudian dikeluarkan dari kemasannya. Setelah itu, biskuit dihaluskan menggunakan waring blender hingga homogen.

Ekstraksi Lemak Sampel Biskuit

Sampel yang telah homogen dibungkus menggunakan kertas saring kemudian diikat erat menggunakan tali rafia. Setelah itu sampel dalam kertas saring dimasukkan ke dalam gelas beker kemudian ditambah dengan dietil eter hingga terendam seluruhnya. Sampel kemudian dibiarkan semalaman. Hari berikutnya gelas beker berisi dietil eter dan lemak dipindahkan ke dalam gelas ekstraksi untuk kemudian diekstraksi menggunakan Soxtec fat extractor pada suhu 77OC.

Penentuan Bilangan Asam dan Kadar Asam Lemak Bebas (AOAC Ca 5a-40) Analisis bilangan asam dan kadar asam lemak bebas dilakukan mengikuti Chemical Codex 5th Edition p936, 2004 (berdasarkan metode AOAC Ca 5a-40). Sebanyak 5 gram sampel minyak hasil ekstraksi ditimbang menggunakan neraca analitik kemudian dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 ml. Sebanyak 50 ml alkohol dinetralkan dengan menitrasinya menggunakan NaOH 0,1 N dengan indikator phenolphtalein hingga terbentuk warna merah muda yang tipis. Alkohol kemudian dipanaskan hingga mendidih. Alkohol netral kemudian ditambahkan ke dalam labu erlenmeyer berisi sampel. Setelah itu sampel dititrasi menggunakan NaOH 0,1 N hingga terbentuk warna merah muda tipis yang intensitasnya sama dengan alkohol netral. Masing-masing pengukuran dilakukan sebanyak dua kali ulangan (duplo).

Bilangan asam = 40 x T x V M1

Kadar asam lemak bebas = 282 x T x V x 100 % M2

T= Konsentrasi NaOH hasil standardisasi, V= volume NaOH yang digunakan untuk titrasi sampel, M1= jumlah sampel (g), M2= jumlah sampel (mg), 282= massa molar asam oleat.

Penentuan Kadar Air (AOAC 2002)

Mengacu pada AOAC (2002), kadar air sampel biskuit diukur menggunakan metode oven. Wadah gelas bersih dan telah dikeringkan dalam oven selama 12 jam diletakkan dalam desikator hingga suhunya turun kemudian diukur massanya menggunakan neraca analitik. Sampel biskuit yang telah homogen dimasukkan ke dalam wadah gelas tersebut kemudian dikeringkan kembali dalam oven bersuhu 105 OC selama 4 jam atau hingga berat konstan tercapai. Kemudian wadah berisi sampel diletakkan dalam desikator hingga suhunya turun. Setelah itu, sampel ditimbang menggunakan neraca analitik. Masing-masing pengukuran dilakukan dua kali ulangan (duplo).


(21)

7 % Kadar air (basis basah)= berat sampel (g)- berat sampel setelah dikeringkan (g)

berat sampel(g)

Evaluasi Sensori

Evaluasi sensori dilakukan dengan dua hingga tiga kali ulangan oleh panelis experts mengacu pada Fu dan Labuza (1993). Untuk setiap pengambilan sampel, dilakukan evaluasi dalam hal perubahan flavor (flavor keseluruhan, flavor spesifik, bau aneh, rasa aneh), dan juga kerenyahan. Evaluasi sensori dilakukan setiap minggu selama 12 minggu penyimpanan sampel. Tiap evaluasi, sampel kontrol juga disiapkan dari freezer kemudian dibiarkan selama minimum 6 jam sebelum evaluasi sensori. Intensitas apek yang dilaporkan sebagai bau aneh dan rasa aneh memiliki skor yang ditetapkan antara 1 sebagai skor terbaik dimana tidak ditemukan bau apek dan 5 sebagai skor terburuk dimana intensitas bau apek terkuat dirasakan. Titik penolakan sampel apek ditetapkan pada rata-rata skor 2,5. Kuesioner evaluasi sensori dilampirkan pada lampiran 1.

Pengolahan Data

Pengolahan data hasil analisis parameter umur simpan mengikuti reaksi orde 0 dan orde 1 dilakukan menggunakan program internal perusahaan berbasis Microsoft Office Excel versi 2007.

Pengembangan Referens Apek

Pengembangan referens apek dilakukan melalui studi literatur, rekomendasi ASTM, dan diagram tulang ikan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Pendahuluan

Apek memiliki kaitan erat dengan kemunculan beberapa komponen kimia pada biskuit selama waktu penyimpanan. Kemunculannya dapat diindikasi sebagai hasil kerusakan lemak karena proses oksidasi maupun hidrolisis yang menghasilkan senyawa kimia volatil pada suhu penyimpanan yang mendukung. Reaksi oksidasi dan hidrolisis lemak dapat membentuk asam lemak bebas sebelum lebih lanjut membentuk senyawa sederhana seperti aldehid, keton, dan alkohol yang menghasilkan bau aneh seperti apek jika ada bersama senyawa hasil reaksi Maillard karena penyimpanan seperti pirazin, thiazole, dan thiol.

Untuk mendapatkan parameter terbaik yang dapat mewakili keberadaaan apek pada produk biskuit, beberapa parameter termasuk aktivitas air (Aw),

bilangan peroksida (PV), bilangan asam dan kadar asam lemak bebas (FFA), bilangan thiobarbituric acid (TBA), kadar air, dan total kapang/khamir dianalisis menggunakan sampel baru dan sampel yang telah kadaluarsa untuk melihat apakah nilainya berbeda di antara keduanya. Tiap analisis dilakukan sebanyak dua kali ulangan (duplo). Hasil analisis untuk masing-masing parameter ditampilkan pada Tabel 1.


(22)

8

Tabel 1. Beberapa pertimbangan parameter yang dapat digunakan dalam studi ASLT

Parameter

Umur Sampel

Baru Pertengahan Kadaluarsa

Aktivitas air (Aw) 0,374 0,392 0,382

Bilangan peroksida (PV) 0,3077 0,3179 0,3073

Bilangan asam 0,49 0,50 1,18

Kadar asam lemak bebas (FFA) 0,25 0,25 0,59

Bilangan thiobarbituric acid (TBA) 0,66 0,86 0,85

Kadar air 2,22 4,22 5,37

Total kapang/khamir 1 0 0

Berdasarkan data di atas, nilai aktivitas air dan total kapang khamir jelas sekali tidak dapat digunakan sebagai parameter ASLT karena tidak memiliki nilai yang berbeda jauh antara sampel baru dan sampel yang telah kadaluarsa. Menurut Kusnandar (2010), aktivitas air (Aw) untuk produk biskuit nilainya berada di

antara 0,30 hingga 0,50 sehingga tidak dapat mendukung tumbuhnya mikroba dalam jumlah yang signifikan. Kadar air juga tidak digunakan karena tidak memiliki hubungan langsung dengan kemunculan bau apek.

Parameter kimia seperti bilangan peroksida (PV), bilangan thiobarbituric

acid (TBA), serta bilangan asam dan kadar asam lemak bebas (FFA) sangat

dipertimbangkan untuk dijadikan parameter dalam studi ASLT namun pada akhirnya bilangan asam dan kadar asam lemak bebas yang dipilih karena lebih memberikan hasil yang berbeda antara sampel baru dan sampel kadaluarsa. Selain itu, mengacu pada Hariyadi et al.(2012), bilangan peroksida tidak dapat digunakan sebagai parameter karena memiliki profil grafik perubahan berbentuk lonceng dimana akan memberi nilai yang identik untuk produk baru dan produk yang telah kadaluarsa sehingga akan memberi hasil yang tidak konsisten. Di sisi lain menurut Syarief (1993), analisis bilangan thiobarbituric acid (TBA) memiliki kekurangan dimana produk telah rusak secara sensori namun besar nilai thiobarbituric acid

(TBA) masih sangat rendah.

Untuk mendapatkan kondisi optimum penyimpanan dalam pelaksanaan studi umur simpan menggunakan metode ASLT-Arrhenius, kelembaban relatif (RH) harus sama untuk semua perlakuan suhu. Pengaturan RH pada inkubator ditetapkan mengikuti RH aktual di gudang. Pengukuran suhu dan RH di gudang dilakukan selama empat hari pada dua titik berbeda. Rata-rata hasil pengukuran suhu dan RH di gudang ditampilkan pada Tabel 2.

Berdasarkan hasil pada tabel 2, pengaturan RH untuk inkubator diputuskan sebesar 65 % dengan mempertimbangkan kenaikan RH yang terjadi pada malam hari sehingga kondisi penyimpanan untuk ASLT adalah 65 % kelembaban relatif dengan tiga perlakuan suhu 30 OC, 37 OC, dan 45 OC.


(23)

9 Tabel 2. Rata-rata suhu dan RH di gudang.

Tanggal/waktu T (OC) RH (%) 13 Feb/siang hari 30,0±0,0 58,5±0,7 18 Feb/siang hari 29±1,4 59±2,8 19 Feb/pagi hari 29,2±0,0 61,5±0,7 3 Mar/pagi hari 29±1,4 59±1,4

Hasil yang ditampilkan adalah nilai rata-rata. Metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT)-Arrhenius Perubahan Kualitas Biskuit Selama Penyimpanan

Penurunan kualitas pada produk biskuit dapat terjadi selama proses produksi maupun penyimpanan. Penurunan kualitas mencakup penurunan kualitas tekstur, berkurangnya flavor asli, dan munculnya flavor aneh. Pada studi sebelumnya, komplain dari konsumen produk biskuit terhadap bau apek sebagai flavor yang tidak diinginkan mengindikasi bahwa apek merupakan atribut negatif yang menjadi titik penolakan atau rejection point. Beberapa parameter yang memiliki hubungan dengan keberadaan apek diamati selama studi ASLT untuk melihat apakah parameter-parameter tersebut berubah seiring waktu.

Bilangan Asam

Bilangan asam menunjukkan asam lemak bebas yang terkandung dalam lemak akibat reaksi hidrolisis. Bilangan asam didefinisikan sebagai jumlah miligram NaOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas dalam 1 gram lemak (Andarwulan et al. 2011). Asam lemak dapat berasal dari pemecahan trigliserida baik secara kimia maupun enzimatis, dimana keberadaan air menjadi sangat penting. Ketika dibebaskan, asam lemak bertanggung jawab atas berbagai bau aneh yang muncul pada lemak. Hal tersebut membuat lemak memiliki flavor yang tidak enak sehingga mempersingkat umur simpannya (Kilcast dan Subramaniam 2000).

Seperti yang telah disebutkan, keberadaan asam lemak bebas dapat digunakan sebagai indikator bahwa lemak mengalami kerusakan yang utamanya disebabkan karena asam lemak bebas memproduksi flavor yang kurang disukai. Perubahan nilai bilangan asam dimana masing-masing pengukuran dilakukan sebanyak dua kali ulangan (duplo) selama waktu penyimpanan ditampilkan pada Lampiran 3 sedangkan grafik yang menunjukkan perubahan bilangan asam selama penyimpanan ditampilkan pada Gambar 2. Perlakuan suhu yang berbeda memberikan hasil yang bervariasi.

Pada suhu 30 OC, nilai bilangan asam mencapai 3,33 setelah penyimpanan selama 390 hari. Pada suhu 37OC bilangan asam mengalami kenaikan dari 0,82 pada hari pertama menjadi 2,26 pada hari ke-88. Hal ini menunjukkan bahwa nilai bilangan asam belum mencapai batas penolakan yang sebelumnya telah ditetapkan sebesar 2,85. Pada perlakuan suhu 45OC bilangan asam telah mencapai 3,07 setelah 88 hari.


(24)

10

Gambar 2. Grafik perubahan bilangan asam selama waktu penyimpanan Berdasarkan data dapat disimpulkan bahwa pengaruh perlakuan suhu membuat nilai bilangan asam mengalami kenaikan tetapi dengan besaran atau kecepatan yang berbeda. Semakin tinggi suhu, maka kenaikan bilangan asam juga semakin besar. Hal ini mungkin terjadi karena suhu yang lebih tinggi membuat reaksi kerusakan secara kimia yang terjadi dalam produk biskuit terjadi lebih cepat.

Secara umum, kecepatan reaksi kimia yang terjadi akan mengalami kenaikan ketika suhunya dinaikkan. Perlakuan suhu akan mempengaruhi konstanta kecepatan reaksi dan energi kinetik molekul. Ketika suhu dinaikan, jumlah molekul yang memiliki energi kinetik yang besar lebih banyak sehingga membuat partikel yang terlibat dalam reaksi bergerak lebih cepat (Widjajanti 2005). Lebih jauh, reaksi hidrolisis dapat dipercepat dengan bantuan perlakuan suhu tinggi sebagai katalis.

Kadar Asam Lemak Bebas

Kadar asam lemak bebas (FFA) merupakan indikator seberapa banyak asam lemak bebas yang ada pada lemak atau minyak karena reaksi hidrolisis. Mengacu pada (Andarwulan et al. 2011), kadar asam lemak bebas pada sampel didefinisikan sebagai jumlah miligram NaOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas dalam satu gram sampel lemak atau minyak. Seperti yang telah disebutkan, kadar asam lemak bebas, bersama bilangan asam, menjadi parameter utama ASLT terkait dengan kerusakan lemak yang terjadi selama waktu penyimpanan. Perubahan kadar asam lemak bebas dimana masing-masing pengukuran dilakukan sebanyak dua kali ulangan (duplo) pada suhu akselerasi ditampilkan pada Lampiran 4 sedangkan grafik yang menunjukkan perubahan kadar asam lemak bebas selama penyimpanan ditampilkan pada Gambar 3.

Selama 12 minggu penyimpanan, kadar asam lemak bebas pada tiap perlakuan suhu mengalami kenaikan. Selaras dengan nilai bilangan asam, semakin tinggi suhu penyimpanan maka perubahan nilai kadar asam lemak bebas semakin besar. Kadar asam lemak mencapai 2,00 % setelah penyimpanan selama 300 hari ketika suhunya diatur 30 OC.


(25)

11

Gambar 3. Grafik perubahan kadar asam lemak bebas selama waktu penyimpanan

Perubahan kadar asam lemak bebas baik untuk perlakuan suhu 37 OC dan 45 OC tidak terlalu berbeda hingga hari ke- 47. Setelah itu, kadar asam lemak bebas pada perlakuan suhu 45OC terus mengalami kenaikan hingga mencapai 2,16 % pada hari ke-88 sementara perlakuan suhu 37 OC masih memberi kadar asam lemak bebas pada kisaran 1,50 %.

Kadar Air

Meskipun kadar air tidak mewakili keberadaan bau apek secara langsung, parameter ini tetap diukur untuk melihat perubahannya terkait dengan kerenyahan produk biskuit. Perubahan nilai kadar air biskuit dimana tiap pengukuran dilakukan sebanyak dua kali ulangan (duplo) ditampilkan pada Lampiran 5 sedangkan grafik yang menunjukkan perubahan kadar air selama penyimpanan ditampilkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik perubahan kadar air selama waktu penyimpanan

Standar Nasional Indonesia untuk produk biskuit mensyaratkan kadar air maksimum sebesar 5 % (SNI 01-2973-1992). Berdasarkan data pada Lampiran 5, kadar air untuk tiap perlakuan suhu mengalami kenaikan. Semakin tinggi suhu semakin tinggi nilai kadar air karena suhu tinggi membuat kemasan semakin permeabel (Ismarini 2010). Keberadaan air, terutama air bebas, juga menjadi katalis reaksi kimia seperti reaksi hidrolisis lemak dan reaksi Maillard. Kedua


(26)

12

reaksi ini diindikasikan menghasilkan komponen kimia yang bertanggung jawab akan munculnya apek pada produk biskuit.

Hasil Evaluasi Sensori

Evaluasi sensori untuk sampel biskuit mencakup beberapa atribut yakni kerenyahan, flavor keseluruhan, flavor spesifik, bau aneh, dan rasa aneh. Untuk setiap atribut skor ditetapkan sebesar 1 menunjukkan kualitas terbaik hingga 5 yang menunjukkan kualitas terburuk. Hasil evaluasi sensori untuk kelima atribut ditampilkan pada Lampiran 6 sedangkan grafik perubahan skor untuk setiap atribut sensori selama waktu penyimpanan ditampilkan pada Gambar 5.


(27)

13

Gambar 5. Grafik perubahan skor kelima atribut sensori selama waktu penyimpanan

Kerenyahan dideskripsikan sebagai tenaga yang dibutuhkan untuk menghancurkan dan menggiling makanan selama kurun waktu yang telah ditentukan (Moskowitz et al. 1974). Kerenyahan memiliki korelasi negatif dengan kadar air dimana skor kerenyahan akan menurun ketika kadar air naik. Hal ini terjadi karena air melunakkan matriks pati atau protein dalam bahan pangan. Batas skor penolakan kerenyahan ditetapkan sebesar 3. Berdasarkan data evaluasi sensori, penolakan biskuit berdasarkan atribut kerenyahan terjadi pada hari ke-390 untuk perlakuan suhu 30 OC. Untuk perlakuan 37 OC data menunjukkan tidak terjadi penolakan hingga hari ke-88, berbeda dengan perlakuan suhu 45 OC dimana titik penolakan telah dicapai pada hari ke -81. Pada awal-awal pengamatan terhadap atribut kerenyahan, didapatkan bahwa tekstur bagian dalam biskuit lebih keras dibandingkan dengan bagian luarnya. Setelah melewati proses pemanggangan, kadar air tidak terdistribusi dengan sempurna dimana lebih terkonsentrasi pada bagian tengah biskuit. Selama waktu penyimpanan, air bermigrasi dari bagian tengah biskuit ke bagian yang lebih kering di bagian luar untuk mencapai titik kesetimbangan (Dunn dan Bailey 2008). Setelah melewati beberapa hari penyimpanan, jumlah kadar air terakumulasi pada bagian permukaan dan terus terjadi pada minggu-minggu setelahnya sehingga bagian luar terasa lebih lunak.

Flavor keseluruhan dideskripsikan sebagai rasa yang mewakili karakteristik yang unik untuk tipe biskuit tertentu. Skor sensori untuk flavor keseluruhan cenderung mengalami kenaikan yang menunjukkan penurunan


(28)

14

intensitas disebabkan oleh adanya pembentukan komponen volatil lain, terutama bau aneh dan rasa aneh yang dapat menutupi flavor asli produk biskuit.

Flavor spesifik merupakan rasa tertentu yang ditambahkan pada produk biskuit misalnya untuk penelitian ini sampel biskuit memiliki flavor spesifik coklat. Sama seperti flavor keseluruhan, intensitas flavor spesifik mengalami penurunan karena pembentukan komponen volatil lain yang memberi bau aneh dan rasa aneh yang menutupi flavor coklat setelah melewati waktu penyimpanan.

Bau aneh digunakan sebagai parameter dalam penentuan umur simpan. Bau aneh ditemukan pada biskuit dan intensitasnya meningkat dalam 12 minggu pengamatan. Kemunculan bau aneh lebih cepat dideteksi pada perlakuan suhu yang lebih tinggi. Untuk perlakuan suhu tertinggi, 45 OC, bau aneh pertama kali dideteksi pada hari ke-47 dan melewati titik penolakan pada hari ke-88. Bau aneh terbentuk karena adanya kerusakan pada lemak. Kerusakan yang terjadi mencakup kerusakan hidrolitik dan kerusakan oksidatif yang menghasilkan komponen baru dengan aroma yang tidak enak. Selain itu, bau tidak enak yang terbentuk juga berasal dari reaksi Maillard. Reaksi pencoklatan Maillard dapat menghasilkan komponen-komponen seperti furfural, furan, pirol, dan pirazin (Rahmazania 2013). Reaksi Maillard terjadi pada produk pangan yang mengandung gula pereduksi (gula aldosa) dan senyawa amina seperti asam amin, protein, atau komponen lainnya (Kusnandar 2010).

Rasa aneh juga menjadi parameter penentuan umur simpan. Ketika bau aneh dikorelasikan dengan aroma yang diterima sistem olfaktori, rasa aneh lebih kepada sensasi yang dirasakan indera perasa atau lidah. Sama seperti bau aneh, rasa aneh juga ditemukan pada biskuit dan intensitasnya meningkat selama 12 minggu pengamatan. Rekapitulasi hasil penilaian masing-masing panelis untuk tiap atribut sensori dilampirkan pada Lampiran 7.

Korelasi Antara Kerenyahan dan Kadar Air

Kenaikan kadar air pada biskuit setelah waktu penyimpanan tertentu juga terdeteksi pada penurunan skor kerenyahan. Skor kerenyahan merepresentasi kerusakan tekstur pada produk biskuit. Korelasi antara kadar air dan kerenyahan didapatkan dengan membuat regresi linear antara kedua parameter tersebut. Nilai R2 dari regresi linear menggambarkan tinggi rendahnya korelasi di antara kedua atribut ini. Korelasi dikatakan tinggi bila nilai R2 mencapai 0,800 atau lebih. Nilai R2 antara kadar air dan kerenyahan ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai R2 dari regresi linear antara skor kerenyahan dan kadar air pada tiga tingkat suhu

Suhu R2

30 OC 0,524 37OC 0,418 45OC 0,453

Berdasarkan data tersebut di atas, nilai R2untuk tiap perlakuan suhu berada di bawah 0,800 sehingga memiliki korelasi yang rendah. Hal ini terjadi karena perubahan kadar air terlalu kecil untuk dideteksi. Pada minggu-minggu awal evaluasi, panelis belum dapat mendeteksi perubahan kerenyahan karena masih


(29)

15 terlalu kecil. Perubahan baru dapat dideteksi pada minggu ke-7. Grafik yang menunjukkan korelasi antara kadar air dan kerenyahan dilampirkan pada Lampiran 8.

Korelasi Antara Bilangan Asam/ Kadar Asam Lemak Bebas dengan Bau aneh/Rasa Aneh

Parameter yang digunakan untuk mewakili keberadaan bau apek adalah bilangan asam, kadar asam lemak bebas, bau aneh, dan rasa aneh. Bilangan asam/kadar asam lemak bebas merupakan parameter dari sisi kinetik sedangkan bau aneh dan rasa aneh merupakan parameter dari sisi non-kinetik. Untuk mengetahui apakah parameter kinetik benar-benar mewakili perubahan parameter non-kinetik atau sensori, korelasi antara keduanya dibuat dengan memplot perubahan yang terjadi pada grafik linear. Korelasi tinggi didapat ketika nilai R2 mencapai lebih dari sama dengan 0,800. Nilai R2 yang didapatkan dari regresi linear antara bilangan asam-bau aneh, kadar asam lemak bebas-bau aneh, bilangan asam-rasa aneh, dan kadar asam lemak bebas-rasa aneh ditampilkan pada Tabel 4.

Berdasarkan data pada Tabel 4, nilai R2 pada tiap perlakuan suhu berada di bawah 0,800 yang berarti korelasi antar parameter tergolong rendah namun bila dibandingkan, perlakuan suhu 45 OC memberikan data dengan korelasi yang lebih tinggi untuk tiap parameter dibandingkan dengan dua perlakuan suhu lainnya.

Tabel 4. Nilai R2dari regresi linear antara bilangan asam/kadar asam lemak bebas dan bau aneh/rasa aneh pada tiga tingkat suhu

Suhu R2 Bilangan Asam-Bau Aneh FFA-Bau Aneh Bilangan Asam-Rasa Aneh FFA-Rasa Aneh

30 OC 0,551 0,575 0,636 0,653

37 OC 0,154 0,165 0,469 0,485

45 OC 0,718 0,767 0,674 0,614

Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan suhu yang lebih tinggi menghasilkan korelasi yang lebih tinggi. Di sisi lain, pada temperatur yang lebih rendah, evaluasi sensori tidak dapat mendeteksi perubahan yang terjadi pada parameter kinetik. Hal ini mungkin karena panelis memiliki ambang batas (threshold) tertentu untuk dapat mendeteksi perubahan kimia. Hal ini yang menyebabkan nilai korelasi yang dihasilkan menjadi kecil. Grafik hubungan antara bilangan asam/ kadar asam lemak bebas dengan bau aneh/rasa aneh dilampirkan pada Lampiran 9.

Umur Simpan Biskuit

Mengacu pada Syarief (1993), kerusakan pada bahan pangan umumnya mengikuti reaksi kimia orde 0 atau orde 1. Keempat parameter yang digunakan untuk memprediksi umur simpan adalah bilangan asam, kadar asam lemak bebas, bau aneh, dan rasa aneh. Metode Arrhenius untuk menentukan umur simpan membutuhkan data awal yang disebut sebagai kualitas awal (Qo) dimana produk


(30)

16

hingga mencapai titik penolakan atau limit kualitas (Qt). Unit kualitas (Qu) merupakan selisih antara kualitas awal (Qo) dan limit kualitas (Qt). Limit kualitas, kualitas awal, dan unit kualitas untuk tiap parameter umur simpan baik untuk reaksi orde 0 maupun orde 1 dilampirkan pada Lampiran 2. Pada kebanyakan produk, penurunan kualitas setelah waktu tertentu mengikuti persamaan berikut: dQ/dt = kQn

Dimana Q adalah kualitas, t merupakan waktu, k adalah konstanta penurunan kualitas, dan n merupakan orde reaksi kimia. Orde reaksi menunjukkan apakah kecepatan perubahan dalam hal kerusakan yang terjadi bergantung pada keberadaan kualitas Q. Jika kondisi lingkungan dibuat konstan, n juga menentukan bentuk dari kurva kerusakan (Fu dan Labuza 1993). Untuk reaksi orde 0, kualitas bahan pangan setelah waktu tertentu mengikuti persamaan

Qt=Q0-Kt

Qt adalah kualitas pangan pada akhir umur simpan dan Qo adalah kualitas awal produk pangan. Korelasi antara waktu penyimpanan sebagai absis dan kenaikan intensitas parameter-parameter keberadaan bau apek sebagai ordinat ditampilkan pada Gambar 6.

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5

0 100 200 300 400 500

30 C 37 C 45 C

Waktu penyimpanan (hari) Bilangan

asam (mg NAOH/g)

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3

0 100 200 300 400 500

30 C 37 c 45 C

Waktu penyimpanan (hari) FFA (%)


(31)

17

Gambar 6. Perubahan parameter-parameter apek mengikuti reaksi kimia orde 0 ( ) 30OC, ( ) 37 OC, ( ) 45OC.

Regresi linear antara waktu penyimpanan dan perubahan parameter-parameter apek dibuat untuk mendapatkan nilai k. Persamaan linear untuk tiap perlakuan suhu penyimpanan tiap parameter:

Bilangan Asam Suhu 30 OC: y= 0,006x + 0,881 R² = 0,978 Suhu 37 OC: y = 0,021x + 0,791 R² = 0,879 Suhu 45 OC: y = 0,028x + 0,681 R² = 0,933 Kadar Asam Lemak Bebas Suhu 30 OC: y = 0,004x + 0,609 R² = 0,982 Suhu 37 OC: y = 0,015x + 0,536 R² = 0,874 Suhu 45 OC: y = 0,020x + 0,435 R² = 0,949 Bau Aneh Suhu 30 OC: y = -0,004x + 5,533 R² = 0,639 Suhu 37 OC: y = -0,007x + 5,084 R² = 0,294 Suhu 45 OC: y = -0,021x + 5,423y R² = 0,808 Rasa Aneh Suhu 30 OC: y = -0,005x + 5,564 R² = 0,713 Suhu 37 OC: y = -0,014x + 5,308 R² = 0,606 Suhu 45 OC: y = -0,019x + 5,285 R² = 0,698

Nilai k untuk tiap parameter didapatkan dari slope atau kemiringan dari regresi linear. Semakin tinggi nilai k menunjukkan kecepatan penurunan kualitas

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5

0 100 200 300 400 500

S k or ba u a ne h

Waktu penyimpanan (hari)

30 OC 37 OC 45 OC

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5

0 100 200 300 400 500

S k o r ra sa a n e h

Waktu penyimpanan (hari)


(32)

18

biskuit yang semakin cepat. Hal ini dapat dilihat dari kurva yang semakin curam ketika nilai perubahan parameter diproyeksikan pada grafik regresi linear. Berdasarkan data persamaan linear di atas, semakin tinggi perlakuan suhu penyimpanan menghasilkan nilai k yang lebih besar yang artinya penurunan kualitas terjadi lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi. Tren kenaikan nilai konstanta penurunan kualitas atau nilai k akan memberi nilai R2 yang cukup besar pada persamaan Arrhenius.

Nilai k yang telah didapat kemudian dikonversi menjadi bentuk ln k Arrhenius. Setelah itu, grafik regresi linear antara ln k Arrhenius pada ordinat dan 1/T pada absis dibuat. Grafik yang menggambarkan regresi linear antara Ln k Arrhenius dan 1/T untuk tiap parameter apek mengikuti reaksi orde 0 ditampilkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Grafik Plot Arrhenius antara Ln k Arrhenius dan 1/T untuk keempat parameter apek mengikuti reaksi orde 0.

Regresi linear antara Ln KT dan 1/T memberikan persamaan linear berikut Bilangan asam y = -9363,815x + 26,037 R² = 0,884 Kadar asam lemak bebas y = -9366,949x + 25,714 R² = 0,886

Bau aneh y = -9678,144x + 26,838 R² = 0,728

Rasa aneh y = -8298,081x + 22,143 R² = 0,999

Persamaan di atas mengikuti persamaan Arrhenius Ln k= Ln ko-Ea/RT, sebuah turunan dari persamaan awalnya, k = ko–(Ea/RT). Nilai k dari persamaan Arrhenius didapatkan dengan mengurangi nilai Ln ko dengan –Ea/RT kemudian hasilnya diubah ke bentuk anti-ln. Nilai T berbeda-beda tergantung pada suhu penyimpanan yang ingin diterapkan. Setelah itu, umur simpan ditentukan dengan membagi nilai unit kualitas (Qu) dengan nilai K. Nilai R2 yang tinggi (> 0,800) menunjukkan bahwa suhu secara kuat mempengaruhi perubahan pada parameter-parameter apek. Prediksi umur simpan produk biskuit yang diuji mengikuti reaksi orde 0 ditampilkan pada Tabel 5 sementara perhitungan lengkap umur simpan dilampirkan pada Lampiran 10.

-6 -5 -4 -3 -2 -1 0

0,0031 0,00315 0,0032 0,00325 0,0033 0,00335

bilangan asam FFA Skor bau aneh Skor rasa aneh

Ln k Arrhen

ius


(33)

19 Tabel 5. Umur simpan biskuit mengikuti reaksi orde 0 pada suhu penyimpanan

yang disarankan 28 OC

Parameter Energi Aktivasi

(kal/mol)

Umur Simpan Biskuit Hari (bulan)

Bilangan asam 18596,536 324 (10,5)

Kadar asam lemak bebas 18602,761 316 (10,5)

Bau aneh 19220,79 305 (10)

Rasa aneh 16479,989 341 (11)

Hasil prediksi umur simpan seperti yang ditampilkan pada tabel 5 menunjukkan rata-rata umur simpan menggunakan keempat parameter berada di kisaran 10 hingga 11 bulan. Bilangan asam dan kadar asam lemak bebas memberi umur simpan sebesar 10,5 bulan. Bau aneh sebagai parameter sensori memberi prediksi umur simpan sebesar 305 hari atau sekitar 10 bulan sedangkan parameter sensori lainnya, rasa aneh, memprediksi umur simpan selama 341 hari atau 11 bulan.

Reaksi orde pertama didefinisikan agak berbeda dari reaksi orde nol dalam memodelkan penurunan kualitas bahan pangan. Ketika biskuit mengalami kerusakan mengikuti reaksi orde 1 maka artinya kecepatan penurunan kualitas terjadi secara eksponensial (Fu dan Labuza 1993). Reaksi orde pertama untuk penurunan kualitas pangan dijelaskan dengan persamaan berikut

Ln Qt=Ln Q0-Kt

Data perubahan pada parameter-parameter apek sedikit dimodifikasi dengan mengonversinya ke dalam bentuk ln. Grafik yang menunjukkan korelasi antara waktu penyimpanan sebagai absis dan ln dari perubahan parameter-parameter kerusakan sebagai ordinat ditampilkan pada Gambar 8.


(34)

20

Gambar 8. Perubahan parameter-parameter apek mengikuti reaksi kimia orde 1 ( ) 30OC, ( ) 37 OC, ( ) 45OC.

-0,4 -0,2 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4

0 100 200 300 400 500

30 C 37 C 45 C

Ln bilangan asam (mg NaOH/g) Waktu penyimpanan (hari) -0,8 -0,6 -0,4 -0,2 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1

0 100 200 300 400 500

30 C 37 C 45 C

Ln FFA (%)

Waktu penyimpanan (hari)

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2

0 100 200 300 400 500

30 OC 37 OC 45 OC

Ln skor bau aneh Waktu penyimpanan (hari) 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2

0 100 200 300 400 500

30 C 37 OC 45 OC

Ln skor rasa aneh

Waktu penyimpanan (hari)


(35)

21 Berdasarkan regresi linear yang dibuat mengikuti reaksi orde 1, persamaan linear untuk tiap perlakuan suhu penyimpanan untuk masing-masing parameter apek adalah

Bilangan asam Suhu 30 OC: y = 0,003x + 0,032 R² =0,921 Suhu 37 OC: y = 0,014x - 0,153 R² = 0,838 Suhu 45 OC: y = 0,016x - 0,188 R² = 0,874 Kadar asam lemak bebas Suhu 30 OC: y = 0,003x - 0,321 R² = 0,927 Suhu 37 OC: y = 0,014x - 0,525 R² = 0,905 Suhu 45 OC: y = 0,017x - 0,574y R² = 0,843 Bau aneh Suhu 30 OC: y = -0,001x + 1,740 R² = 0,692 Suhu 37 OC: y = -0,001x + 1,629 R² = 0,274 Suhu 45 OC: y = -0,005x + 1,714 R² = 0,849 Rasa aneh Suhu 30 OC: y = -0,001x + 1,751 R² = 0,770 Suhu 37 OC: y = -0,003x + 1,686 R² = 0,603 Suhu 45 OC: y = -0,004x + 1,683 R² = 0,738 Nilai k untuk tiap perlakuan suhu didapat dari slope atau kemiringan kurva regresi linear. Semakin tinggi nilai k menunjukkan penurunan kualitas yang terjadi lebih cepat yang dapat dilihat pada kemiringan kurva yang lebih curam. Sama dengan hasil dari reaksi orde nol, perlakuan suhu yang lebih tinggi memberi nilai k yang semakin besar yang berarti penurunan kualitas akan semakin cepat terjadi. Tren kenaikan nilai k ini memberi nilai R2 yang lebih besar pula untuk suhu yang lebih tinggi. Grafik yang menunjukkan regresi linear antara ln k Arrhenius dengan 1/T untuk tiap parameter ditampilkan pada Gambar 9.

Gambar 9. Grafik Plot Arrhenius antara Ln k Arrhenius dan 1/T untuk keempat parameter apek mengikuti reaksi orde 1.

-7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0

0,0031 0,00315 0,0032 0,00325 0,0033 0,00335

bilangan asam FFA skor bau aneh skor rasa aneh

Ln k Arrheni

us


(36)

22

Regresi linear antara Ln k Arrhenius dan 1/T memberikan persamaan linear berikut

Bilangan asam y = -10214,014x + 28,246y R² = 0,819 Kadar asam lemak bebas y = -10270,670x + 28,444 R² = 0,819

Bau aneh y = -10017,975x + 27,144 R² = 0,993

Rasa aneh y = -8532,432x +22,462 R² = 0,968

Sama seperti reaksi orde ke 0, persamaan di atas mengikuti persamaan Arrhenius Ln k= Ln ko-Ea/RT, sebuah turunan dari persamaan awalnya, k = ko–

(Ea/RT)

. Nilai k dari persamaan Arrhenius didapatkan dengan mengurangi nilai Ln ko dengan –Ea/RT kemudian hasilnya diubah ke bentuk anti-ln. Nilai T berbeda-beda tergantung pada suhu penyimpanan yang ingin diterapkan. Setelah itu, umur simpan ditentukan dengan membagi nilai unit kualitas (Qu) dengan nilai k Arrhenius. Nilai R2 yang tinggi (> 0,800) menunjukkan bahwa suhu secara kuat mempengaruhi perubahan pada parameter-parameter apek. Prediksi umur simpan produk biskuit di perusahaan biskuit Indonesia mengikuti reaksi orde 1 ditampilkan pada Tabel 6 sementara perhitungan lengkap umur simpan dilampirkan pada lampiran 11.

Tabel 6. Umur simpan biskuit mengikuti reaksi orde 1 pada suhu penyimpanan yang disarankan 28 OC

Parameter Energi Aktivasi

(kal/mol)

Umur Simpan Biskuit Hari (bulan)

Bilangan asam 20285,029 251 (8)

Kadar asam lemak bebas 20397,55 44 (1,5)

Bau aneh 19895,698 426 (14)

Rasa aneh 16945,409 331 (11)

Prediksi umur simpan mengikuti reaksi orde 1 memberi hasil yang lebih bervariasi untuk tiap parameter. Prediksi umur simpan biskuit berdasarkan parameter bilangan asam adalah 251 hari atau 8 bulan, kemudian untuk parameter kadar asam lemak bebas adalah 44 hari atau 1,5 bulan, berbeda dengan hasil yang didapatkan dari parameter rasa aneh sebesar 331 hari atau 11 bulan.

Produk biskuit yang diuji didesain untuk memiliki umur simpan selama 12 bulan. Parameter kadar asam lemak memberi prediksi umur simpan sebesar 44 hari atau 1,5 bulan sehingga nilainya jauh di bawah desain umur simpan. Di sisi lain, bau aneh memberi prediksi umur simpan sebesar 426 hari atau 14 bulan sehingga nilainya jauh melebihi desain umur simpan yang telah ditetapkan. Menurut Fu dan Labuza (1993), jika ekstrapolasi umur simpan yang dilakukan memberi hasil yang jauh lebih rendah maka hal tersebut menjadi masalah yang menyangkut ekonomi perusahaan sedangkan bila prediksi jauh lebih tinggi maka reformulasi perlu dilakukan. Jika prediksi mendekati nilai umur simpan yang diharapkan maka produk dapat memenuhi kepuasan konsumen sesuai dengan apa yang tertera pada kemasan.


(37)

23 Suhu penyimpanan menjadi sesuatu yang penting karena suhu tinggi akan memperpendek umur simpan. Hal ini didukung data perhitungan umur simpan pada berbagai perlakuan suhu yang diakselerasi (30 OC, 37OC, and 45OC) juga suhu penyimpanan yang disarankan, 28 OC. Hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran 12 dan lampiran 13.

Prediksi umur simpan produk biskuit yang diuji menyimpulkan bahwa kerusakan atau penurunan kualitas biskuit pada suhu penyimpanan 28 OC mengikuti reaksi orde 0 ketika parameter yang digunakan adalah bilangan asam dan kadar asam lemak bebas dan mengikuti reaksi orde 1 ketika parameter yang digunakan adalah bau aneh dan rasa aneh. Pertimbangan untuk menentukan apakah reaksi kerusakan biskuit mengikuti orde 0 atau orde 1 ditentukan dengan membandingkan nilai R2 dari masing-masing regresi linear pada persamaan Arrhenius.

Tabel 7. Nilai R2dari persamaan Arrhenius untuk reaksi orde 0 dan orde 1

Parameter R

2

Orde 0 Orde 1

Bilangan asam 0,884 0,819

Kadar asam lemak bebas 0,886 0,819

Bau aneh 0,728 0,993

Rasa aneh 0,999 0,968

Seperti hasil pada tabel 7, nilai R2 untuk bilangan asam, kadar asam lemak bebas, dan rasa aneh lebih tinggi jika mengikuti orde 0 sedangkan untuk bau aneh nilai R2 lebih besar jika mengikuti orde 1. Jika digunakan lebih dari satu parameter dalam penentuan umur simpan, maka penentuan dilakukan dengan membandingkan nilai energi aktivasi. Parameter yang memberi nilai energi aktivasi yang lebih rendah yang akan dipilih. Lebih jauh, parameter yang memberi energi aktivasi terendah didapat dari parameter bilangan asam (324 hari atau 10,5 bulan) untuk orde 0 dan rasa aneh (331 hari atau 11 bulan) untuk orde 1 mengacu pada tabel 5 dan tabel 6. Hasil ini mungkin dapat menjadi keputusan perusahaan dalam penentuan waktu tinggal produk biskuit di rak penjualan di pasar dimana produk biskuit disarankan sudah tidak berada di rak penjualan setelah melewati waktu 11 bulan untuk mengantisipasi adanya komplain dari konsumen.

Energi Aktivasi (Ea)

Hubungan antara kecepatan reaksi dan suhu didasarkan pada ide bahwa untuk bereaksi, reaktan harus memiliki energi minimum yang harus tersedia agar molekul-molekulnya dapat bergerak dan bertumbukan. Energi aktivasi didefinisikan sebagai sejumlah energi yang dibutuhkan agar molekul-molekul dapat bergerak (Arpah 2001). Interpretasi dari nilai energi aktivasi (Ea) dapat memberi ilustrasi bagaimana suhu dapat mempengaruhi reaksi yang terjadi.

Melihat hasil pada Tabel 5 dan Tabel 6, energi aktivasi untuk parameter bilangan asam dan dan kadar asam lemak bebas berada di kisaran 18000-20000 kal/mol sehingga dapat dikatakan berada pada kisaran yang moderat. Kisaran moderat adalah 10000 kal/mol hingga 30000 kal/mol. Besaran energi aktivasi


(38)

24

pada kisaran ini umumnya ditemukan pada reaksi hidrolisis lemak, oksidasi lemak, degradasi pigmen, dan reaksi Maillard. Sama halnya dengan bilangan asam/kadar asam lemak bebas, energi aktivasi untuk keberadaan bau aneh juga berada antara 18000 kal/mol hingga 20000 kal/mol. Untuk keberadaan rasa aneh energi aktivasinya berada di kisaran 16000 kal/mol. Energi aktivasi (Ea) menunjukkan bahwa Ln k berubah seiring dengan perubahan suhu (Fransisca 2013).

Referens dan Sumber Bau Apek

Bau apek telah lama digolongkan sebagai bau yang kurang enak dan tidak diinginkan keberadaannya pada produk biskuit dan menjadi batas penolakan atau

rejection point dari konsumen. Bau apek dapat dideteksi terutama ketika produk

biskuit telah mencapai akhir umur simpan atau tanggal kadaluarsanya yang biasanya dimulai dari umur 10 hingga 12 bulan penyimpanan. Kemunculan bau apek kemungkinan disebabkan oleh reaksi lipolitik yang memotong lemak/trigliserida menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti asam lemak bebas, aldehid, keton, dan alkohol melalui reaksi hidrolisis dan oksidasi. Selain itu reaksi Maillard yang terjadi selama proses produksi dan penyimpanan juga berkontribusi pada munculnya bau apek dengan menghasilkan komponen seperti furanon, piranon, pirazin, thiol.

Mengacu pada standar ASTM dalam pengembangan lexicon (2011), apek adalah aroma yang muncul pada benda yang disimpan pada kondisi yang sangat lembab. Definisi lainnya menyebutkan bahwa apek adalah “aroma yang diasosiasikan dengan aroma yang muncul dari buku tua atau kayu lapuk”, “aroma yang diasosiasikan dengan ruangan tertutup seperti loteng atau kloset (kering) dan ruang bawah tanah (basah)” atau “karakteristik aroma ruang bawah tanah yang

lembab atau aroma tanah yang basah”. Dua ungkapan yang juga berasosiasi

dengan apek adalah “berjamur” yang didefinisikan sebagai “seperti ruang bawah tanah, tanah basah, dan roti yang ditumbuhi jamur” (KOTMF 2005), dan “oksidatif” yang memiliki arti “berhubungan dengan kardus, kertas basah, seperti

buah ceri dan buah busuk” (KOTMF 2005). Daftar definisi yang dapat mendeskripsikan bau apek ditampilkan pada Tabel 8.

Menggunakan tabel 8, referens untuk keberadaan bau apek pada produk biskuit dapat diperoleh dari pengamatan selama pelaksanaan penelitian umur simpan digabungkan dengan studi literatur. Beberapa kondisi ataupun material yang dapat diasosiasikan dengan bau apek ditampilkan pada Tabel 9. Keputusan apakah apek sesuai dengan definisi yang diberikan dilakukan dengan memberi tanda ceklis () pada kolom „ya‟ atau „tidak‟.


(39)

25 Tabel 8. Definisi apek mengacu pada ASTM (2011)

Kata Klasifikasi Definisi Apek Umum

(1) aroma yang muncul pada benda yang disimpan pada kondisi yang sangat lembap

(2) aroma yang diasosiasikan dengan ruangan tertutup seperti loteng atau kloset (kering) dan ruang bawah tanah (basah)

Kering

(3) aroma yang diasosiasikan pada aroma yang muncul dari buku tua atau kayu lapuk

Basah

(4) karakteristik aroma ruang bawah tanah yang lembap atau aroma tanah yang basah

Asosiasi

(5) berjamur/seperti ruang bawah tanah, tanah basah, dan roti yang ditumbuhi jamur

(6) oksidatif atau berhubungan dengan kardus, kertas basah, seperti buah ceri dan buah busuk

Tabel 9. Kondisi dan material yang berasosiasi dengan apek pada produk biskuit Produk: Biskuit setelah 12 bulan penyimpanan

(suhu : 28OC, RH: 65 %)

Klasifikasi apek (mengacu pada Tabel 8) Ya Tidak aroma yang tercium pada tempat lembap (1) 

Aroma yang tercium di loteng/kloset (2)  Aroma yang tercium di ruang bawah tanah

(2), (4) 

buku tua (3) 

kayu lapuk (3) 

berjamur (5) 

kardus (6) 

kertas basah (6) 

buah busuk (6) 

Mengacu pada Tabel 9, “aroma yang tercium di loteng/kloset” dan “aroma yang tercium di ruang bawah tanah” tidak disarankan untuk digunakan dalam

merepresentasi apek karena produk biskuit pemasarannya terutama dilakukan di pasar Indonesia. Karena biasanya rumah-rumah di Indonesia tidak memiliki ruangan loteng maupun ruang bawah tanah maka “aroma yang tercium pada tempat yang lembab” lebih disarankan untuk digunakan. Buku tua, kayu lapuk, dan kardus adalah referens yang memiliki arti yang berdekatan dan memberi sensasi apek yang mirip sedangkan berjamur memberi sensasi yang berbeda namun tetap relevan. Rasa apek pada produk biskuit di Perusahaan biskuit Indonesia berhubungan dengan kerusakan lemak hidrolisis dan oksidatif sehingga sangat relevan bila definisi yang paling tepat untuk mendefinisikannya sebagai segala sesuatu yang berasosiasi dengan sensasi oksidatif dan berhubungan dengan kardus, kertas basah, seperti buah ceri dan buah busuk.


(40)

26

Bau apek berhubungan dengan kerusakan lemak dan reaksi Maillard. Dua material yang berhubungan dengan reaksi tersebut adalah kopi dan keju. Keju memberikan sensasi umum yang terdapat pada lemak yang dioksidasi dan juga berhubungan dengan sensasi berminyak dan apek dari kardus (ASTM 2011) sedangkan reaksi Maillard yang berkelanjutan pada kopi menimbulkan aroma seperti roti berjamur dan aroma yang ada pada ruangan lembab (ASTM 2011). Rekomendasi untuk referens yang dapat digunakan pada produk biskuit berdasarkan pengamatan, studi literatur dan rekomendasi yang mengacu pada ASTM ditampilkan pada Tabel 10.

Pirazin dan thiol sebagai referens kimia untuk apek merupakan senyawa yang berkontribusi terhadap kemunculan bau apek. Keberadaan komponen volatil pirazin dan thiol dihasilkan dari reaksi Maillard pada makanan yang mengalami proses pemanggangan. Lebih dari 70 senyawa terdapat pada gugusan senyawa alkil pirazin yang mengandung elemen C, H, dan N (Belitz et al. 2009).

Tabel 10. Beberapa referens yang disarankan terkait keberadaan bau apek

Klasifikasi

Rekomendasi untuk Referens

2 Kopi

2 Jamur

2 Daging hasil curing

6 Buah busuk (grape/cherry) 6 Kertas basah

6 Kardus

2 Keju

Sumber Kemunculan Bau Apek

Bau apek pada biskuit datang dari berbagai sumber baik dari bahan mentah, komposisi bahan yang digunakan, proses pencampuran dan pemanggangan, penanganan bahan dan produk, juga kontaminasi udara terbuka.

Tepung terigu merupakan bahan utama dan berkontribusi terhadap kemunculan apek karena pada proses selanjutnya karbohidrat yang ada pada tepung terigu akan bereaksi dengan protein dari bahan lain dan menimbulkan reaksi Maillard. Reaksi Maillard ini akan menghasilkan beberapa senyawa yang nantinya akan bereaksi dengan senyawa lain hasil kerusakan lemak. Selain itu tepung terigu dalam bentuk bahan mentah sangat berpotensi untuk terkontaminasi mikroba saat proses penanganan. Proses pemanggangan berperan pada terjadinya penurunan kadar air dan nilai aktivitas air (Aw) yang membuat produk biskuit

dapat mencapai kondisi optimum umur simpan tetapi kemudian seiring waktu penyimpanan nilai Aw cenderung meningkat. Reaksi kerusakan lemak yang

bersifat autokatalis seperti oksidasi dan reaksi Maillard dapat terjadi pada kondisi Aw yang berbeda dengan mekanisme yang berbeda (Kusnandar 2010).

Diagram tulang ikan merupakan diagram yang berisi analisis untuk menentukan akar permasalahan dari sebuah masalah (Corr 2008). Diagram tulang ikan digunakan untuk membantu menemukan potensi sumber kemunculan bau


(41)

27 apek. Diagram tulang ikan untuk mengindikasi kemunculan bau apek ditampilkan pada Gambar 10.

Gambar 10. Diagram ikan untuk mengindikasi sumber-sumber kemunculan bau apek

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Metode Accelerated Shelf Life Test (ASLT) mengikuti persamaan Arrhenius dengan perlakuan suhu dapat menciptakan kondisi penyimpanan yang dapat memunculkan bau apek pada biskuit dengan waktu yang relatif lebih singkat. Metode ini juga dapat memprediksi umur simpan oleh kemunculan bau apek sebagai parameter kerusakan berdasarkan perhitungan kuantitatif menggunakan analisis kimia dan evaluasi sensori. Prediksi umur simpan untuk produk biskuit yang diuji adalah 324 hari atau 10,5 bulan menggunakan bilangan asam sebagai parameter mengikuti reaksi orde nol dan 331 hari atau 11 bulan menggunakan parameter rasa aneh mengikuti reaksi orde kesatu. Umur simpan aktual produk biskuit yang diuji adalah 12 bulan sehingga terdapat perbedaan sekitar 2 bulan dibandingkan dengan hasil perhitungan menggunakan metode ASLT. Melihat perbedaan ini, di masa mendatang perlu dilakukan studi lebih lanjut untuk melihat korelasi antara metode ASLT dengan metode penentuan umur simpan aktual sehingga nantinya dapat dilakukan estimasi umur simpan untuk produk-produk lainnya secara tepat.

Bau apek Bahan mentah

Kontaminasi udara terbuka Pencampuran dan

Pemanggangan

Penanganan bahan

Reaksi Maillard─ Oksidasi/hidrolisis─ Kontaminasi fungi ─ Reaksi Maillard─

Oksidasi/hidrolisis─

lemak

Kontaminasi udaraterbuka─ Kontak manusia─

Transfer senyawa volatil─ ──


(42)

28

Saran

Pengembangan studi umur simpan untuk produk-produk perusahaan biskuit Indonesia di masa depan mungkin dapat dilakukan dengan menggunakan analisis yang lebih bervariasi dalam hal jumlah, maupun jenis analisisnya. Lebih banyak perlakuan suhu (>3) dapat diterapkan. Terkait dengan bau apek, analisis menggunakan spektofotometri massa maupun pengukuran kemampuan lipolitik dapat dilakukan untuk mengukur perubahan konsentrasi senyawa-senyawa yang berperan langsung pada kemunculan bau apek seperti pengukuran perubahan konsentrasi pirazin dan thiol. Dalam hal pemberian skor untuk evaluasi atribut sensori untuk memodelkan umur simpan produk akan lebih baik jika digunakan skor intensitas dengan skala garis agar data yang didapat adalah data kontinu. Selain itu ditambah dengan uji ambang batas atau threshold bau apek untuk panelis. Tindakan pencegahan untuk mengatasi kemunculan bau apek pada produk biskuit dapat dilakukan dengan penambahan antioksidan yang dapat mencegah terjadinya oksidasi lemak saat formulasi atau dari segi kemasan dapat diaplikasikan jenis kemasan dengan spesifikasi oxygen transmission rate (O2TR)

dan water vapor transmission rate (WVTR) yang lebih rendah atau dapat juga

dilakukan penambahan oxygen scavenger pada kemasan. Bau apek juga dapat dicegah dengan penyimpanan produk biskuitpada suhu yang lebih rendah. Terkait perbedaan hasil penentuan umur simpan menggunakan metode ASLT dibandingkan dengan penghitungan aktual, di masa mendatang perlu dilakukan studi lebih lanjut untuk melihat korelasi antara metode ASLT dengan metode penentuan umur simpan aktual sehingga nantinya dapat dilakukan estimasi umur simpan untuk produk-produk lainnya secara tepat.

DAFTAR PUSTAKA

[ASTM] American Society for Testing and Materials. 2011. Lexicon for Sensory

Evaluation: Aroma, Flavor, Texture, and Appearance. West

Conschohoken: ASTM

Andarwulan N, Kusnandar F, Herawati D. 2011. Analisis Pangan. Jakarta: Dian Rakyat

[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 2002.Official Methods of

Analysis. Washington DC

Arpah. 2001. Penetapan Kadaluwarsa Pangan. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1992.Syarat Mutu Biskuit.Jakarta: SNI 01- 2973-1992

Belitz HD, Grosch W, Schieberle P. 2009. Food Chemistry. Tulsa: Springer Committee on Food Chemical Codex. 2004. Food Chemicals Codex. 5th ed. P936 Corr John. 2008. Cause and Effect Analysis Using the Ishikawa Fishbone & 5

Whys [Internet]. [diunduh 2014 29 Juni]. Tersedia pada: http:// www.cityprocessmanagement.com


(43)

29 Devries John dan Mark Sewald. 2013. Food Product Shelf Life. Minneapolis Medallion Laboratories Analytical Progress [Internet]. [diunduh 2013 29 Oktober]. Tersedia pada: http://www.medallionlabs.com

Dunn JA dan Bailey CH. 2008. Factors Affecting Checking in Biscuits. Cereal

Chemistry. No (5): 395-430

Fransisca Steffy Marcela. 2013. Prediksi Umur Simpan Crackers Menggunakan Metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) dengan Pendekatan Arrhenius [skripsi]. Malang: Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Brawijaya.

Fu Bin dan Theodore P. Labuza. 1993. Shelf Life Testing:Procedures and

Prediction Methods for Frozen Foods. Department of Food Science and

Nutrition, University of Minnesota

Hariyadi et al. 2012. Prinsip-Prinsip Pendugaan Masa Kadaluwarsa dengan Accelerated Shelf Life Testing. Pelatihan Pendugaan Waktu Kadaluwarsa. Bogor: Seafast Center, Institut Pertanian Bogor.

Herawaty Heny. 2008. Penentuan Umur Simpan pada Produk Pangan. Jurnal

Litbang Pertanian. 27(4).

Ismarini. 2010. Produksi Pengemas Aktif untuk produk Pangan Segar Tahan

Lama. Jakarta: Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

[KOMF] Knights of the Mashing Fork.2005. Flavors in Beer. Connecticut

Homecoming Club [Internet]. [diunduh 2014 29 Juni]. Tersedia pada:

http://kotmf.com/articles/flavor.pdf

Kusnandar Feri. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Jakarta: Dian Rakyat Matz Samuel A. 1978. Cookie and Cracker Technology. Westport: AVI

PublishingCompany

Moskowitz RH, Ronald AS, John GK, Robert AK. 1974. Sensory Ratio Scales Relating Hardness and Crunchiness to Mechanical Properties of Space Cubes. Journal of Food Science. vol 39

Paterson RR, Venancio A, Lima N. 2007. Why Do Food and Drink Smell Like Earth?.Communicating Current Research and Educational Topics and

Trends in Applied Microbiology. Méndez-Vilas A, editor. Braga:

Institute for Biotechnology and Bioengineering, Centre for Biological Engineering, Universidadedo Minho, Campus de Gualtar

Rahmazania Swanty. 2013. Analysis Root Cause of Musty Flavor of Cookies, as a basis of Further Experiment to Determine Shelf-Life of Product at PT Arnott‟s Indonesia [internship report]. Tangerang: Department of Life Science-Food Technology Swiss German University

Robertson Gordon L. 1999. Shelf Life of Packaged Foods, Its Measurement and Predictionin Developing New Food Products for a Changing Marketplace. Aaron L Brody and John B Lord, editor. Florida: CRC Press Syarief Rizal.1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Bandung: Penerbit Arcan Wheat Foods Council. 2005. Grains of Truth About Biskuit. California:

Crossroads Drive Suite 105 Parker

Widjajanti Endang. 2005. Pengaruh Katalisator terhadap Laju Reaksi.Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas


(44)

30

LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner evaluasi sensori

RETAIN EVALUASI

Nama :_________________________

Tanggal evaluasi :_________________________

No Biskuit

K Kode

Test

ATTRIBUTES SCORES (Mengacu kepada detil atribut di bawah

tabel ini)

Komentar lain termasuk kemasan dan atribut/paramater lainnya, contoh: potongan produk, pelabelan,

pencetakan kode, kualitas cetak, kualitas sealing, dll

Secara keseluruhan apakah produk dg kode tsb apakah bisa diterima

atau tidak*? (*coret salah satu) Karena apa?

Diterima karena: / Tidak*,

Diterima / Tidak*,

karena:

Diterima karena: / Tidak*,

Diterima / Tidak*,

karena:

Diterima / Tidak*,

karena:

Diterima karena: / Tidak*,

Diterima / Tidak*,

karena:

Diterima karena: / Tidak*,

Diterima / Tidak*,

karena:

Diterima / Tidak*,

karena:

Diterima / Tidak*,

karena:

Diterima / Tidak*,

karena:

A. Kerenyahan 1. Renyah (normal, standard) 2. Cukup renyah 3. Agak kurang renyah 4. Kurang renyah 5. Tidak renyah sama sekali

D. Bau aneh/menyimpang/tidak diinginkan :

a).kontaminasi bau lingkungan, b) bau solvent, plastik/kemasan, c) tengik, d) apek, e) nepung, f) perubahan bau 1. Tidak ada/normal

2. Agak lemah (sdkt tertutup flavor normal kue) 3. Lemah

4. Sedang 5. Kuat

B. Intensitas rasa/flavor keseluruhan

1. Kuat/intensitas normal 2. Cukup kuat 3. Agak kurang kuat 4. Kurang kuat/lemah 5. Tidak ada

E. Rasa aneh/menyimpang/tidak diinginkan :

a).kontaminasi lingkungan, b) rasa solvent, plastik/kemasan, c) tengik, d) apek, e) nepung, f) perubahan rasa 1. Tidak ada/normal

2. Agak lemah (sdkt tertutup flavor normal kue) 3. Lemah

4. Sedang 5. Kuat

C. Intensitas rasa / flavor spesifik (coklat/vanilla/lemon/kelapa, dll)

1. Kuat/intensitas normal 2. Cukup kuat 3. Agak kurang kuat 4. Kurang kuat/lemah 5. Tidak ada


(45)

31 Lampiran 2. Kualitas awal (Qo), Batas kualitas (Qt), dan Unit Kualitas (Qu)

untuk tiap parameter apek

Kualitas Awal (Qo)

Parameter kerusakan

Nilai Awal

Ln (nilai awal)

Bilangan asam 0,82 0,19

Kadar asam lemak bebas (FFA) 0,58 0,54

Bau aneh 1 0

Rasa aneh 1 0

Batas Kualitas (Qt)

Parameter kerusakan

Batas Nilai

Ln (batas nilai)

Bilangan asam 2,85 1,04

Kadar asam lemak bebas 2,00 0,69

Bau aneh 2,5 0,92

Rasa aneh 2,5 0,92

Unit Kualitas (Qu)

Parameter kerusakan Unit Ln (unit)

Bilangan asam 2,03 0,85

Kadar asam lemak bebas 1,42 0,15

Bau aneh 1,5 0,92


(46)

32

Lampiran 3. Tabel Perubahan bilangan asam pada kondisi penyimpanan yang diakselerasi

Bilangan Asam (mg NaOH/g) Hari ke- 30 OC

0 0,82±0,16

60 1,18±0,04

90 1,36±0,09

120 1,76±0,02

150 1,96±0,007

180 2,2±0,08

210 2,14±0,14

240 2,58±0,05

270 2,87±0,09

300 2,85±0,16

330 2,93±0,29

360 3,22±0,23

390 3,33±0,06

Bilangan Asam (mg NaOH/g) Hari ke- 45 OC

0 0,82±0,16

11 0,82±0,02

20 0,86±0,06

26 1,26±0,09

34 1,97±0,14

40 1,84±0,08

47 2,3±0,06

53 2,38±0,01

61 2,62±0,09

68 2,66±0,11

75 2,7±0,06

81 2,84±0,13

88 3,07±0,07

Hasil yang ditampilkan adalah nilai rata-rata. Perlakuan RH 65 %. Bilangan Asam (mg NaOH/g)

Hari ke- 37 O C

0 0,82±0,16

11 0,84±0,08

20 0,86±0,12

26 1,28±0,01

34 1,54±0,09

40 1,84±0,29

47 2,14±0,11

53 2,12±0,04

61 2,19±0,04

68 2,3±0,03

75 2,36±0,08

81 2,4±0,05


(47)

33

Lampiran 4. Perubahan kadar asam lemak bebas pada kondisi penyimpanan yang diakselerasi

FFA (%) Hari ke- 30 OC

0 0,58±0,12 60 0,83±0,03 90 0,96±0,06 120 1,24±0,01 150 1,38±0,00 180 1,55±0,06 210 1,51±0,09 240 1,82±0,04 270 2,02±0,07 300 2,00±0,11 330 2,07±0,21 360 2,27±0,16 390 2,43±0,16

Hasil yang ditampilkan adalah nilai rata-rata. Perlakuan RH 65 % FFA (%)

Hari ke- 37 O C 0 0,58±0,12 11 0,59±0,06 20 0,60±0,08 26 0,90±0,01 34 0,94±0,13 40 1,30±0,05 47 1,51±0,08 53 1,50±0,02 61 1,54±0,04 68 1,62±0,03 75 1,67±0,06 81 1,69±0,04 88 1,59±0,05

FFA (%) Hari ke- 45 OC

0 0,58±0,12 11 0,58±0,01 20 0,60±0,04 26 0,89±0,07 34 1,08±0,00 40 1,29±0,16 47 1,58±0,09 53 1,68±0,01 61 1,85±0,07 68 1,88±0,07 75 1,89±0,05 81 2,00±0,09 88 2,16±0,02


(48)

34

Lampiran 5. Perubahan kadar air pada kondisi penyimpanan yang diakselerasi.

Kadar Air (%) Hari ke- 30 OC

0 1,92±0,00 60 3,2±0,01 90 3,15±0,01 120 3,18±0,13 150 2,36±0,05 180 3,34±0,04 210 3,66±0,01 240 4,14±0,04 270 4,04±0,05 300 4,19±0,95 330 4,25±1,72 360 4,3±0,09 390 4,52±0,09

Kadar Air (%) Hari ke- 45 OC

0 1,92±0,00 11 1,87±0,07 20 2,46±0,02 26 2,86±0,06 34 2,86±0,05 40 2,98±0,08 47 2,82±0,02 53 3,12±0,03 61 3,03±0,01 68 3,20±0,01 75 3,10±0,02 81 3,52±0,09 88 3,51±0,10

Hasil yang ditampilkan adalah nilai rata-rata. Perlakuan RH 65 %. Kadar Air (%) Hari ke- 37 O C

0 1,92±0,00 11 1,79±0,03 20 2,19±0,04 26 2,42±0,06 34 2,78±0,01 40 2,73±0,01 47 2,52±0,06 53 2,75±0,18 61 2,76±0,09 68 2,59±0,00 75 2,48±0,14 81 3,43±0,04 88 3,19±0,06


(1)

50

Suhu penyimpanan yang disarankan untuk produk biskuit Perusahaan biskuit adalah 28OC, Ln K untuk suhu penyimpanan 28OC atau 301 K:

Ln K= 27,144-(10017,975/301) Ln K=-6,138

K=2,158x10-3

Sehingga umur simpan biskuit pada suhu penyimpanan 28 OC atau 301 K: 0,92/2,158x10-3= 426,32 hari atau 14,21 bulan.

Rasa aneh: Regresi linear antara Ln KT dengan 1/T untuk parameter rasa aneh memberikan persamaan ini

y = -8532,432x +22,462 R² = 0,968

Energi aktivasi untuk penurunan kualitas pada parameter rasa aneh menjadi

-Ea/R = -8532,432 R = 1,986 kal/mol K Ea = 16945,409 kal/mol

Ln K untuk tiap perlakuan suhu penyimpanan adalah Suhu 30 OC or 303 K: Ln K=22,462-(8532,432/303)

Ln K=-5,698 K=3,353x10-3

Suhu 37 OC or 318 K: Ln K=22,462-(8532,432/310) Ln K=-5,062

K=6,333x10-3

Suhu 45 OC or 318 K: Ln K=22,462-(8532,432/318) Ln K=-4,369

K=1,266x10-2

Unit kualitas ditetapkan sebesar 2,03 mengacu pada lampiran 2 sehingga: Umur simpan biskuit pada suhu 30 OC atau 303 K:

0,92/3,353x10-3= 274,38 hari atau 9,15 bulan Umur simpan biskuit pada suhu 37 OC atau 310 K: 0,92/6,333x10-3= 145,27 hari atau 4,84 bulan Umur simpan biskuit pada suhu 45 OC atau 318 K: 0,92/1,266x10-2= 72,67 hari atau 2,42 bulan


(2)

51 Suhu penyimpanan yang disarankan untuk produk biscuit di perusahaan biskuit adalah 28OC, Ln K untuk suhu penyimpanan 28OC atau 301 K:

Ln K=22,462-(8532,432/301) Ln K=-5,884

K=2,781x10-3

Sehingga umur simpan biskuit pada suhu penyimpanan 28 OC atau 301 K: 0,92/2,781x10-3= 330,82 hari atau 11,03 bulan


(3)

52

Lampiran 12. Prediksi umur simpan biskuit pada kondisi suhu penyimpanan yang diakselerasi (30 OC, 37OC, dan 45OC) dan yang disarankan (28 OC) mengikuti reaksi orde 0

Parameter Energi aktivasi

(kal/mol)

Umur Simpan Biskuit

30 OC 37OC 45OC 28 OC

Hari Bulan Hari Bulan Hari Bulan Hari Bulan

Bilangan asam 18596,536 263,67 8,79 131,22 4,37 61,37 2,04 323,82 10,79 Kadar asam lemak

bebas 18602,761 257,43 8,58 128,04 4,27 63,48 2,12 316,12 10,54

Bau aneh 19220,790 246,79 8,23 120,00 4,00 54,7 1,82 305,13 10,17

Rasa aneh 16479,989 283,98 9,47 152,99 5,09 78,04 2,60 340,68 11,36

Lampiran 13. Prediksi umur simpan biskuit pada kondisi suhu penyimpanan yang diakselerasi (30 OC, 37OC, dan 45OC) dan yang disarankan (28 OC) mengikuti reaksi orde 1

Parameter Energi Aktivasi

(kal/mol)

Umur Simpan Biskuit

30 OC 37OC 45OC 28 OC

Hari Bulan Hari Bulan Hari Bulan Hari Bulan

Bilangan asam 20285,029 200,57 6,69 93,68 3,12 40,90 1,36 250,88 8,36 Kadar asam lemak

bebas 20397,55 35,01 1,17 16,28 0,54 7,08 0,24 43,85 1,46

Bau aneh 19895,698 342,13 11,40 200,17 6,67 71,93 2,39 426,31 14,21 Rasa aneh 16945,409 274,38 9,15 145,27 4,84 72,67 2,42 330,82 11,03


(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pendugaan Umur Simpan Keripik Singkong Menggunakan Metode Accelerated Shelf Life Test (ASLT) Model Arrhenius

21 102 57

Pendugaan Umur Simpan Benih Kedelai Dalam Kemasan Fleksibel Dengan Metode Accelerated Shelf-Life Testing (Aslt)

0 15 52

PENDUGAAN UMUR SIMPAN NASI UDUK DALAM KALENG DENGAN METODE ACCELERATED SHELF LIFE TEST (ASLT) MODEL ARRHENIUS.

1 2 11

PENDUGAAN UMUR SIMPAN MINUMAN BERPERISA APEL MENGGUNAKAN METODE ACCELERATED SHELF LIFE TESTING (ASLT) DENGAN PENDEKATAN ARRHENIUS Shelf Life Determination of Apple Flavored Drink Using Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) Method by Arrhenius Equation App

0 5 10

PENDUGAAN UMUR SIMPAN TEPUNG PISANG GORENG MENGGUNAKAN METODE ACCELERATED SHELF LIFE TESTING DENGAN PENDEKATAN ARRHENIUS Shelf Life Prediction of Fried Banana Flour Using Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) Method by Arrhenius Equation Approach

0 0 10

PENDUGAAN UMUR SIMPAN TEPUNG BUMBU AYAM GORENG MENGGUNAKAN METODE ACCELERATED SHELF LIFE TESTING DENGAN PENDEKATAN ARRHENIUS Shelf Life Prediction of Fried Chicken Spices Flour Using Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) Method with Arrhenius Approximatio

1 1 10

Pendugaan Umur Simpan Produk Minuman Serbuk Menggunakan Metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) Dengan Pendekatan Arrhenius Di PT. Marimas Putera Kencana - Unika Repository

0 2 46

SHELF LIFE DETERMINATION OF NON-DAIRY CREAMER USING ACCELERATED SHELF LIFE TESTING (ASLT) METHOD PENENTUAN UMUR SIMPAN KRIMER NABATI DENGAN MENGGUNAKAN METODE ASLT

0 0 12

SHELF LIFE DETERMINATION OF FLAVORED NON-DAIRY CREAMER USING ACCELERATED SHELF LIFE TESTING (ASLT) PENENTUAN UMUR SIMPAN FLAVORED NON-DAIRY CREAMER DENGAN METODE ACCELERATED SHELF LIFE TESTING (ASLT)

0 0 12

ESTIMATION THE SHELF LIFE OF BREAD PREMIX BY USING ACCELERATED SHELF LIFE TESTING (ASLT) PREDIKSI UMUR SIMPAN PREMIX ROTI DENGAN PENGGUNAAN ACCELERATED SHELF LIFE TESTING (ASLT)

0 0 11