Uji Sitotoksisitas dan AktivitasEkstrak Daun Leunca (Solanum nigrum L) Terhadap Kelarutan Kalsium Oksalat

UJI SITOTOKSISITAS DAN AKTIVITAS EKSTRAK
DAUN LEUNCA (Solanum nigrum L) TERHADAP
KELARUTAN KALSIUM OKSALAT

DENI SUHENDAR

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Sitotoksisitas dan
Aktivitas Ekstrak Daun Leunca (Solanum nigrum L) terhadap Kelarutan Kalsium
Oksalat adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Deni Suhendar
NIM G84080020

ABSTRAK
DENI SUHENDAR. Uji Sitotoksisitas dan AktivitasEkstrak Daun Leunca
(Solanum nigrum L.) Terhadap Kelarutan Kalsium Oksalat. Dibimbing oleh
EMAN KUSTAMAN dan DIMAS ANDRIANTO.
Berbagai penelitian membuktikan bahwa tanaman leunca terutama bagian
buah dan daunnya memiliki banyak aktivitas farmakologi. Penelitian ini bertujuan
menguji komponen-komponen bioaktif ekstrak daun leunca secara
kualitatif,sitotoksisitas dan aktivitas ekstrak daun leunca terhadap kelarutan
kalsium oksalat yang merupakan bahan utama penyusun batu ginjal. Ekstraksi
daun leunca dilakukan secara maserasi menggunakan berbagai macam pelarut,
yaitu air, etanol (30%, 70% dan 96%). Berdasarkan hasil ekstraksi diperoleh
rendemen ekstrak pelarut air, etanol30%, etanol 70% dan etanol 96% berturutturut sebesar 39.7, 19.0, 17.7 dan 26.6%. Komponen fitokimia yang terdapat
dalam daun leunca adalah alkaloid, flavonoid, tannin dan saponin. Hasil
pengukuran kadar kalsium menggunakan turbidimetri dan metode AAS

menunjukkan penurunan kadar kalsium. Penurunan terbaik terdapat pada
penambahan ekstrak pelarut air dengan konsentrasi 1.5 %.Hasil uji potensi hayati
menunjukkan bahwa ekstrak terbaik dimiliki oleh ekstrak air dengan nilai LC50
sebesar 136.44 ppm.

ABSTRACT
DENI SUHENDAR. Leunca Leaf Extract Activity (Solanum nigrum L.) Through
Calcium Oxalate Solubility. Supervised by EMAN KUSTAMAN and DIMAS
ANDRIANTO.
Various studies have shown that Leunca plants especially the fruit and
leaves have many pharmacological activities. This study aims to examine the
bioactive components of Leunca leaf qualitatively, cytotoxicity and activity of
Leunca leaf extracts through the solubility of calcium oxalate that main ingredient
constituent of kidney stones. Extraction Leunca leaf maceration is done using a
variety of solvents, namely water, 30% ethanol, 70% ethanol and 96%
ethanol. Based on the extraction solvent extract obtained by extraction of water,
30% ethanol, 70% ethanol and 96% ethanol at 39.67, 19.00, 17.66 and 26.63%.
Phytochemical components contained in Leunca leaves are alkaloids, flavonoids,
tannins and saponins. The results of measurements of calcium levels using
turbidimetri and AAS methods showed decreased levels of calcium. Best decline

is there in the addition of solvent water extract at a concentration of 1.5%. The test
results indicate that the biological potential of the best extract owned by the water
extract with LC50 values of 136.435 ppm.

UJI SITOTOKSISITASDAN AKTIVITAS EKSTRAK
DAUN LEUNCA (Solanum nigrum L) TERHADAP
KELARUTAN KALSIUM OKSALAT

DENI SUHENDAR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

Judul Skripsi :Uji Sitotoksisitas dan AktivitasEkstrak Daun Leunca (Solanum
nigrum L) Terhadap Kelarutan Kalsium Oksalat
Nama
: Deni Suhendar
NIM
: G84080020

Disetujui oleh

Ir Eman Kustaman
Pembimbing I

Dimas Andrianto, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir I Made Artika, MAppSc

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2012 ini ialah
aktivitas daun leunca, dengan judul Uji Sitotoksisitas dan AktivitasEkstrak Daun
Leunca (Solanum nigrum L) terhadap Kelarutan Kalsium Oksalat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada BapakIr Eman Kustaman dan Bapak
Dimas Andrianto, M.Si selaku pembimbingyang telah banyak memberi saran
dalam penyusunan karya ilmiah ini. Di samping itu, Di samping itu, terima kasih
pula kepada Dhian Anugerah, Hana Filya dan Aneisti Septiani yang telah banyak
membantu dalam pengerjaan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

Deni Suhendar

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

METODE


2

Bahan dan Alat

2

Prosedur Percobaan

2

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

SIMPULAN DAN SARAN

9

Simpulan


10

Saran

10

DAFTAR PUSTAKA

10

LAMPIRAN

12

RIWAYAT HIDUP

19

DAFTAR TABEL

1 Rendemen ekstrak daun leunca (Solanum nigrum L.) ................................
2 Hasil Uji Fitokimia .....................................................................................
3 Hasil Analisis Probit ..................................................................................

5
5
6

DAFTAR GAMBAR
1 Hasil Pengukuran Kadar Kalsium Metode Turbidimetri .............................
2 Hasil Pengukuran Kadar Kalsium Metode AAS .........................................

6
7

DAFTAR LAMPIRAN
1 Strategi Penelitian ......................................................................................
2 Prosedur Ekstraksi (BPOM 2005)...............................................................
3 Rendemen Ekstrak .....................................................................................
4 Kadar Air Daun Leunca .............................................................................

5 Uji Fitokimia ..............................................................................................
6 Hasil Pengukuran Kadar Kalsium dengan Turbidimetri ............................
7 Hasil Pengukuran Kadar Kalsium dengan AAS ........................................
8 Uji Sitotoksisitas ......................................................................................
9 Hasil Perhitungan Analisis Probit ............................................................

12
13
14
14
15
15
16
17
18

PENDAHULUAN
Data badan kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2008 mencatat bahwa
penyakit batu ginjal di Amerika Serikat dilaporkan 0,1-0,3% penduduknya per
tahun dan sekitar 5-10% penduduknya sekali dalam hidupnya pernah menderita

penyakit tersebut. Di Eropa Utara, ada 3-6% penduduknya menderita batu ginjal,
sedangkan di Eropa Bagian Selatan, di sekitar Laut Tengah 6-9% penduduknya
per tahun juga menderita penyakit ini.. Di Jepang sendiri terdapat 7%
penduduknya juga mengalami penyakit batu ginjal per tahunnya dan di Taiwan
terdapat 9,8% dari penduduknya per tahun. Sedangkan di Indonesia sampai saat
ini angka kejadian batu ginjal yang sesungguhnya belum diketahui secara pasti,
diperkirakan 170.000 kasus per tahun (Wahyuni 2008).
Pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi batu ginjal ini bisa dengan
operasi, teknologi laser, ultrasonikasi, penggunaan obat-obatan sintetik, maupun
herbal. Pengobatan dengan operasi dapat dilakukan dalam kurun waktu yang
cukup singkat. Akan tetapi, alternatif dengan pengobatan ini terbentur akan
masalah finansial. Sedangkan pengobatan dengan obat-obatan sintetik umumnya
akan memiliki efek samping yang dapat muncul dalam kurun waktu tertentu,
seperti akumulasi zat kimia yang dapat memicu kanker. Pengobatan dengan bahan
alami atau herbal yang telah diketahui dan dikembangkan oleh masyarakat adalah
dengan penggunaan tanaman kumis kucing. Kandungan ortosifonin glikosida dan
garam kalium (terutama pada daunnya) dapat mencegah terjadinya endapan batu
ginjal. Selain itu, ada tanaman lain yang diduga berpotensi meluruhkan batu ginjal
yaitu leunca (Solanum nigrum L).
Populasi yang banyak dan syarat hidup atau kultur yang relatif sederhana
menyebabkan tanaman leunca mudah diperoleh di Indonesia. Selain buahnya
dipakai untuk sayuran, tanaman ini sudah lama dikenal bisa dipakai sebagai
obat,terutama daunnya. Daun memiliki efek sedatif (menenangkan), diuretik
(memperlancar air seni), dan ekspektoran (mengencerkan dahak). Daun leunca
bisa dimanfaatkan sebagai tonik dan diuretik. Daun leunca juga dapat digunakan
sebagai obat anti bakteri yang dapat mengobati penyakit gonorhoe dan anti kanker.
Tanaman leunca ini juga dapat digunakan sebagai obat pembengkakan,
peradangan, rematik dan wasir. Selain buah dan daunnya, getahnya dapat
digunakan untuk obat kulit dan kutilan. Daun dan buah tanaman leunca banyak
mengandung senyawa glikoalkaloid solanin, solasonin, solamargin, solasodin,
solanidin, diosgenin, tigogenin, atropin, saponin, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin
A dan vitamin C. Adanya aktivitas dari senyawa metabolit sekunder tanaman
leunca khususnya pada daun diduga dapat meluruhkan batu ginjal.
Penelitian ini bertujuan menguji komponen-komponen bioaktif ekstrak daun
leunca secara kualitatif dan menguji sitotoksisitas serta aktivitas ekstrak daun
leunca terhadap kelarutan kalsium oksalat yang merupakan bahan utama penyusun
batu ginjal. Hipotesis penelitian ini adalah didapatkan ekstrak daun leunca yang
melarutkan kalsium oksalat. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan salah satu sumber referensi terhadap khasiat ekstrak daun leunca serta
dapat dikembangkan dan diaplikasikan dalam bentuk produk herbal untuk
pengobatan batu ginjal.

2

METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan, yaitu daun leunca, akuades, etanol 30%, etanol
70%, etanol 96%, obat herbal, obat sintetik, kloroform, kristal kalsium oksalat,
pereaksi Dragendorf, pereaksi Mayer, pereaksi Wagner, pereaksi LiebermannBuchard, pereaksi Molisch, H2SO4 pekat, metanol, kristal NaOH, NaCl, FeCl3,
NH4OH, MgSO4, buffer fosfat, KCl, CaCO3, Urea, dan HNO3 pekat.
Alat-alat yang digunakan, yaitu labu Erlenmeyer, gelas piala, labu takar,
rotary evaporator, sudip, pengaduk gelas, eksikator, spektrofotometer serapan
atom, turbidimeter, botol kaca bertutup, pipet Mohr, pipet tetes, tabung reaksi,
gegep, oven, pH meter, blender, saringan, corong, kertas saring Whatman 40,
neraca analitik, penangas air, cawan Petri, cawan porselen, gelas ukur, mortar,
plastik, dan alumunium foil.
Prosedur Percobaan
Pembuatan Simplisia Daun Leunca (Solanum nigrum L)
Proses pembuatan simplisia daun leunca diawali dengan pemilihan daun
leunca yang masih segar. Daun leunca kemudian dicuci bersih dan dirajang.
Perajangan dilakukan untuk membantu mempercepat proses pengeringan.
Rajangan dikeringkan di bawah sinar matahari sampai daun kering. Setelah itu
daun dimasukkan dalam oven selama semalam (over night) untuk menghilangkan
uap air yang masih tersisa dari proses pengeringan. Daun tersebut dihancurkan
dengan blender untuk memperbesar luas permukaan partikel agar kontak antara
bahan dan pelarut lebih besar.
Ekstraksi Daun Leunca (Solanum nigrum L) (BPOM 2005)
Simplisia daun tanaman leunca (Solanum nigrum L) yang sudah
dikeringkan, timbang. sampai mencukupi sebanyak 30 gram. Simplisia dimaserasi
menggunakan 150 mL pelarut uji, yaitu akuades, etanol 30%, etanol 70% dan
etanol 96% di dalam labu Erlenmeyer 250 mL sambil diaduk menggunakan
shaker selama 24 jam kemudian di saring. Filtrat dipisahkan dan proses diulang
dua kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Filtrat dievaporasi
menggunakan rotary evaporator pada suhu 50°C hingga diperoleh ekstrak yang
kering.
Uji Kadar Air Simplisia Daun Leunca(SNI 01-2891-1992 yang dimodifikasi)
Cawan porselin dikeringkan di dalam oven selama 30 menit pada suhu 105 o
C. Cawan porselin dikeluarkan dari oven dan didinginkan pada suhu ruang selama
5 menit. Cawan dimasukkan ke dalam eksikator selama 15 menit. Cawan porselin
kemudian ditimbang dan dimasukkan masing-masing bahan uji sebanyak 2 gram.
Sampel dipanaskan di dalam oven selama 5 jam pada suhu 105oC. Sampel
dikeluarkan dari oven dan didinginkan pada suhu ruang. Setelah itu cawan dan
sampel dimasukkan ke dalam eksikator selama 15 menit selanjutnya ditimbang
kembali. Percobaan ini dilakukan tiga kali pengulangan. Nilai bobot bahan kering

3
diperoleh dari pengurangan bobot cawan ditambah bahan uji dengan bobot cawan
kosong.
Uji Fitokimia pada Ekstrak Daun Leunca (Harbone 1987)
Uji Alkaloid. Sebanyak 500 mg masing-masing bahan uji digerus
kemudian ditambahkan 5 mL kloroform dan 3 tetes ammonia 25%. Filtrat diambil
dan ditambahkan pereaksi Dragendorff, Mayer dan Wagner dalam tabung terpisah.
Alkaloid dalam sampel ditandai dengan terbentuknya endapan merah setelah
ditambah pereaksi Dragendorff, terbentuk endapan putih setelah penambahan
pereaksi Mayer dan endapan coklat setelah penambahan pereaksi Wagner.
Uji Flavonoid. Sebanyak 500 mg masing-masing bahan uji ditambahkan 5
mL metanol 30% lalu dipanaskan selama 5 menit dan saring. Sebanyak 5 tetes
NaOH 10% atau H2SO4 pekat ditambahkan ke dalam filtrat. Flavonoid
ditunjukkan oleh warna merah yang terbentuk setelah penambahan asam sulfat
pekat.
Uji Saponin. Timbang masing-masing 500 mg bahan uji dan dalam 100
mL air panas selama 5 menit. Pipet sebanyak 10 mL dan masukkan ke dalam
tabung reaksi. Kocok kuat secara vertikal selama 10 detik. Saponin ditunjukkan
oleh terbentuknya busa setinggi 1 sampai 10 cm yang stabil selama kurang 10
menit dan tidak hilang dengan penambahan asam klorida 2 N.
Uji Tanin. Sebanyak 500 mg dari masing-masing bahan uji ditambahkan 5
mL aquades. Setelah itu, campuran dididihkan selama 5 menit. Campuran disaring
dan filtratnya ditambahkan 5 tetes FeCl3 1%. Tanin ditunjukkan oleh terbentuknya
warna biru tua atau hijau-kehitaman.
Uji Steroid dan Triterpenoid. Sebanyak 50 mg ekstrak ditambah asam
asetat anhidrida sampai terendam dalam tabung reaksi dan dipanaskan selama 5
menit. Setelah dipanaskan, campuran ekstrak didinginkan dan kemudian
ditambahkan 1 tetes H2SO4 pekat melalui sisi tabung. Cincin berwarna coklat
akan terbentuk pada dua lapisan cairan. Warna hijau pada lapisan atas
menunjukkan adanya steroid, sedangkan
warna merah pada lapisan bawah
menunjukan adanya triterpenoid.
Uji Fenolik. Sebanyak 0.1 gram masing-masing bahan uji ditimbang dan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 2 ml etanol 20 % ke
dalamnya lalu dipanaskan dan disaring. Filtrat ditambahkan dengan 3 tetes NaOH.
Larutan berubah menjadi merah menunjukan positif mengandung polifenol.
Uji Molisch. Sebanyak 1 gram masing-masing bahan uji ditimbang dan
ditambahkan 5 ml akuades ke dalam tabung reaksi. Pereaksi Molisch ditambahkan
sebanyak 2 tetes dan dicampurkan merata. Kemudian ditambahkan perlahan-lahan
melalui dinding tabung sebanyak 3 ml asam sulfat pekat. Warna violet (ungu)
kemerahan pada batas kedua cairan menunjukkan reaksi positif.
Analisis Kadar Kalsium Oksalat
Analisis Kadar Kalsium Oksalat metode Turbidimetri. Sebanyak 0.64
gram kristal kalsium oksalat dilarutkan dengan urin buatan dalam labu takar 50 ml.
Ulangi prosedur tersebut sebanyak 7 kali. Salah satu botol berisi larutan urin dan
kalsium oksalat tersebut digunakan sebagai blanko. Larutan ini diukur dengan
menggunakan turbidimeter. Masing-masing bahan uji disiapkan, yaitu ekstrak air
0.5 gram, ekstrak etanol 30 % 0.5 gram, ekstrak etanol 70 % 0.5 gram, ekstrak

4
etanol 96 % 0.5 gram, obat herbal 0.5 ml, dan obat sintetik 0.5 gram. Masingmasing bahan uji ditambahkan ke dalam 50 ml larutan kalsium oksalat 4000 ppm
pada botol penyimpanan. Sebanyak 2 ml campuran kalsium oksalat dan bahan uji
dimasukkan ke dalam botol dan ditambahkan 18 ml urin buatan sehingga
konsentrasinya menjadi 400 ppm. Kemudian larutan sebanyak 20 ml tersebut
diukur dengan turbidimeter. Sisa larutan di dalam botol penyimpanan didiamkan
selama 6 jam. Nilai turbiditas diukur setiap penambahan jam dengan interval 1
jam.
Analisis Kadar Kalsium Oksalat metode AAS. Penentuan kadar kalsium
oksalat dengan spektrofotometer serapan atom dilakukan pada ekstrak terbaik dari
hasil turbidimetri. Sebanyak 0.64 gram kristal kalsium oksalat dilarutkan dengan
urin buatan dalam labu takar 50 ml. Ulangi prosedur sebelumnya sebanyak 5 kali.
Sebuah botol berisi larutan digunakan sebagai blanko. Siapkan ekstrak terbaik
sebanyak 0.25 gram, 0.5 gram, 0.75 gram dan 1 gram. Masing-masing ekstrak
dimasukkan ke dalam 50 ml larutan kalsium oksalat 4000 ppm pada botol
penyimpanan. Sebanyak 10 ml campuran larutan kalsium oksalat dan ekstrak
disaring. Filtrat sebanyak 0.125 ml dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml dan
ditera dengan menggunakan urin buatan. Larutan tersebut diukur kadar
kalsiumnya dengan spektrofotometer serapan atom. Sisa larutan dalam botol
penyimpanan didiamkan selama 6 jam. Ulangi prosedur yang sama untuk filtrat
setelah 6 jam perlakuan.
Uji Sitotoksisitas Ekstrak Daun Leunca terhadap A. salina
Penetesan kista. Kista larva udang (A. salina) yang sudah ditetaskan
ditimbang sebanyak 50 mg kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air
laut yang sudah disaring, dan kemudian diaerasi. Kista dibiarkan selama 48 jam di
bawah pencahayaan lampu agar menetas sempurna. Larva yang sudah menetas
diambil untuk uji toksisitas.
Uji sitotoksisitas. Sebanyak 10 ekor larva udang dimasukkan ke dalam vial
yang berisi air laut kemudian ditambahkan larutan ekstrak kasar dan ditepatkan
volumenya dengan air laut sehingga konsentrasi akhirnya menjadi 50, 200, 500,
dan 1000 ppm. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam dengan menghitung jumlah
larva yang mati dari total larva yang dimasukkan ke dalam vial. Pengamatan
memakai bantuan cahaya lampu neon. Pengolahan data persen mortalitas
kumulatif digunakan analisis probit LC50 dengan selang kepercayaan 95%.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kadar Air dan Kandungan Ekstrak
Simplisia daun leunca ditentukan kadar airnya agar dapat diperkirakan cara
penyimpanan terbaik bagi sampel untuk menghindari pengaruh aktivitas mikroba.
Kadar air yang diperoleh dari simplisia daun leunca adalah 8.83%.Tahap ekstraksi
dilakukan dengan menggunakan empat pelarut, yaitu air, etanol 30 %, etanol 70%
dan etanol 96%.

5
Tabel 1 Rendemen ekstrak daun leunca (Solanum nigrum L.)
Pelarut
Rendemen (%)
Air
Etanol 30%
Etanol 70%
Etanol 96%

39.67
19.00
17.66
26.63

Hasil maserasi ekstrak air, etanol 30%, etanol 70% dan etanol 96% dari 30
gram simplisia daun leunca masing-masing dihasilkan maserat (ekstrak) sebesar
11.9, 5.7, 5.3 dan 7.9 gram. Berdasarkan hasil tersebut, ekstrak air memiliki
persentase rendemen tertinggi dibandingkan ketiga jenis ekstrak lainnya, yaitu
sebesar 39.67% sedangkan persentase rendemen terendah dimiliki oleh ekstrak
etanol 70% dengan nilai sebesar 5.3% (Tabel 1).
Uji Fitokimia
Hasil pengujian fitokimia ekstrak daun leunca berbagai pelarut dapat dilihat
pada tabel 2. Berdasarkan hasil uji fitokimia ekstrak daun leunca memiliki
senyawa golongan alkaloid, flavonoid, tanin dan saponin. Sedangkan dari hasil
pengujian fitokimia semua ekstrak tidak mengandung senyawa steroid,
triterpenoid dan fenolik karena tidak menunjukan warna hijau pada steroid, warna
mereah pada triterpenoid dan warna merah pada fenolik.
Tabel 2 Hasil uji fitokimia
Uji
Fitokimia
Alkaloid
Flavonoid
Tanin
Saponin
Steroid
Triterpenoid
Fenolik
Uji Molisch

Air
+
+
+
+
+

Etanol
30%
+
+
+
+

Ekstrak
Etanol
70%
+
+
+
+

Etanol
96%
+
+
+
+

Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)
Uji potensi hayati ekstrak daun leunca dilakukan dengan metode Brine
Shrimp Lethality Test (BSLT). Hasil uji potensi hayati ekstrak daun leunca
menunjukkan bahwa efek farmakologis terbaik dimiliki oleh ekstrak air dengan
nilai LC50 sebesar 136.435 ppm, kemudian diikuti dengan ekstrak etanol 96%
dengan nilai LC50 sebesar 146.623 ppm dan ekstrak etanol 70% dengan nilai LC50
sebesar 154.338 ppm. Efek farmakologi terendah dimiliki oleh ekstrak etanol 30%
dengan nilai LC50 247.937 ppm (Tabel 3).

6
Tabel 3 Hasil analisis probit
Sampel
Ekstrak air
Ekstrak etanol 30%
Ekstrak etanol 70%
Ekstrak etanol 96%

LC50 (ppm)
136.435
247.937
154.338
146.623

Analisis Kadar Kalsium Metode Turbidimetri
Hasil pengukuran kadar kalsium menggunakan turbidimeter menunjukkan
penurunan konsentrasi kalsium. Pada jam ke-4 dan jam ke-5 seluruh bahan uji
mengalami penurunan konsentrasi kalsium pada titik rendahnya, dimana ekstrak
air memiliki kadar kalsium paling rendah bila dibandingkan dengan ekstrak
lainnya yaitu sebesar 9.1 ppm. Penurunan yang dialami oleh ekstrak air
mengalami penurunan paling signifikan dengan persentase penurunan sebesar
78%.

Gambar 1 Hasil pengukuran kadar kalsium metode turbidimetri
Analisis Kadar Kalsium dengan Metode AAS
Pengukuran kadar kalsium menggunakan metode AAS. Hasil pengukuran
kadar kalsium dengan menggunakan metode AAS dapat dilihat pada gambar 2.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa penurunan kadar kalsium mengalami
perbedaan yang sangat signifikan setelah adanya penambahan ekstrak. Penurunan
kadar kalsium tersebut terjadi di hampir semua konsentrasi dimana penurunan
terbaik terdapat pada penambahan ekstrak pelarut dengan konsentrasi 1.5 %.

7

Gambar 2 Hasil pengukuran kadar kalsium metode AAS
Pembahasan
Kadar Air dan Kandungan Ekstrak
Simplisia daun leunca ditentukan kadar airnya agar dapat diperkirakan cara
penyimpanan terbaik bagi sampel untuk menghindari pengaruh aktivitas
mikroba.Analisis kadar air dilakukan untuk menentukan masa simpan dari serbuk
simplisa.
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
nomor
661/MENKES/SK/VII/1994 tentang persyaratan obat tradisional, kadar air
simplisia yang diperbolehkan adalah kurang dari 10%. Rerata kadar air simplisia
daun leunca yang diperoleh sebesar 8.3%. Hasil tersebut menunjukan bahwa
simplisia daun leunca dapat digunakan sebagai obat tradisional.Penentuan kadar
air juga digunakan sebagai faktor koreksi dalam perhitungan rendemen ekstrak.
Tahap ekstraksi dilakukan menggunakan empat pelarut dengan satu kali
ulangan, yaitu air, etanol 30 %, etanol 70% dan etanol 96%.Hasil maserasi ekstrak
air, etanol 30%, etanol 70% dan etanol 96% dari 30 gram simplisia daun leunca
masing-masing dihasilkan maserat (ekstrak) sebesar 11.9, 5.7, 5.3 dan 7.9
gram.Berdasarkan hasil tersebut, ekstrak air memiliki persentase rendemen
tertinggi dibandingkan ketiga jenis ekstrak lainnya, yaitu sebesar 39.67%,
sedangkan persentase rendemen terendah dimiliki oleh ekstrak etanol 70% dengan
nilai sebesar 5.3%. Senyawa bioaktif yang terlarut dalam keempat pelarut tersebut
diharapkan memiliki aktivitas sebagai obat herbal peluruh batu ginjal yang akan
diuji pada tahap selanjutnya. Perbedaan jumlah rendemen pada setiap ekstrak
tersebut dikarenakan pada ekstrak dengan rendemen tertinggi mengandung lebih
banyak senyawa yang mudah larut dalam air, sedangkan ekstrak dengan rendemen
yang lebih rendah yaitu ekstrak etanol 70% mengandung sejumlah senyawa yang
kurang larut dalam etanol.
Proses ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya jenis pelarut
yang digunakan, dan luas permukaan sampel. Jenis pelarut yang digunakan
tergantung pada polaritas senyawa yang akan diekstrak. Pemilihan etanol 96%,
70%, dan 30% sebagai pelarut organik, didasarkan pada kemampuannya untuk
mengisolasi sejumlah bahan bioaktif yang lebih optimal dibandingkan beberapa
jenis pelarut lainnya. Pemilihan etanol sebagai pelarut memiliki beberapa

8
keuntungan, diantaranya dapat menyebabkan komponen senyawa yang
terkandung di dalam sampel dapat terekstrak lebih banyak, karena dapat
mengekstrak komponen kimia yang tahan panas dan tidak tahan panas (Harborne
1987).
Etanol dapat melarutkan secara keseluruhan semua zat aktif yang
terkandung di dalam simplisia, baik yang bersifat polar, semi polar, maupun
kurang polar. Etanol dapat menarik senyawa alkaloid, steroid, saponin, flavonoid,
antakuinon, dan glikosida. Sedangkan akuades digunakan sebagai pelarut karena
umum digunakan dalam proses ekstraksi pada kehidupan sehari-hari. Sampel daun
leunca yang digunakan pada penelitian ini berbentuk daun segar(Harborne 1987).
Uji Fitokimia
Metode pengujian untuk melihat secara kualitatif senyawa-senyawa
bioaktif dari suatu tanaman dikenal dengan istilah uji fitokimia. Efek farmakologi
yang ditimbulkan oleh ekstrak kasar tanaman diduga bersinergi dengan senyawasenyawa bioaktif yang terdapat di dalam tanaman tersebut. Senyawa-senyawa
bioaktif dari suatu tanaman yang sering diidentifikasi diantaranya adalah alkaloid,
flavonoid, tannin, steroid, terpenoid, saponin (Vagashiya et al 2011).
Perbedaan jenis pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi memberikan
hasil yang berbeda terhadap senyawa fitokimia yang terdapat pada daun leunca.
Berbagai aktivitas biologis yang ditimbulkan oleh tumbuhan sangat dipengaruhi
oleh komponen-komponen fitokimia yang terkandung didalamnya, seperti
flavonoid dan fenol (antimikroba, antioksidan, antikanker).
Hasil pengujian fitokimia ekstrak daun leunca pada berbagai pelarut
menunjukkan adanya senyawa golongan alkaloid, flavonoid, tanin dan saponin.
Sedangkan dari hasil pengujian fitokimia semua ekstrak tidak mengandung
senyawa steroid, triterpenoid dan fenolik karena tidak menunjukan warna hijau
pada steroid, warna mereah pad;a triterpenoid dan warna merah pada fenolik.
Metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang berasal dari tumbuhan.
Metabolit sekunder dapat berupa flavonoid, alkaloida, steroid, terpenoida, fenolik,
tannin, saponin, dan glikosida. Senyawa ini di antaranya berfungsi sebagai
pelindung terhadap serangan atau gangguan yang ada di sekitarnya dan sebagai
antibiotika (Tamin dan Arbain 1995) selain itu juga berpotensi sebagai
antioksidan (Pokomi 2001).
Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)
Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) adalah suatu metode pengujian dengan
menggunakan hewan uji yaitu Artemia salina Leach, yang dapat digunakan
sebagai bioassay yang sederhana untuk meneliti toksisitas akut suatu senyawa,
dengan cara menentukan nilai LC 50 yang dinyatakan dari komponen aktif suatu
simplisia maupun bentuk sediaan ekstrak dari suatu tanaman.
Mekanisme kematian larva berhubungan dengan fungsi senyawa alkaloid,
triterpenoid, saponin dan flavonoid dalam daun leunca yang dapat menghambat
daya makan larva (antifedant). Cara kerja senyawa-senyawa tersebut adalah
dengan bertindak sebagai stomach poisoning atau racun perut. Oleh karena itu,
bila senyawa-senyawa ini masuk ke dalam tubuh larva, alat pencernaannya akan

9
terganggu. Selain itu, senyawa ini menghambat reseptor perasa pada daerah mulut
larva. Hal ini mengakibatkan larva gagal mendapatkan stimulus rasa sehingga
tidak mampu mengenali makanannya sehingga larva mati kelaparan.
Penentuan nilai LC50 dilakukan dengan menggunakan analisis probit pada
software SPSS 16. Melalui perangkat tersebut dapat ditentukan hubungan
linearitas antara konsentrasi sampel terhadap probit kematian dari larva udang.
Jumlah letalitas larva udang dihitung secara manual. Kematian larva udang,
disebabkan oleh perlakuan pemberian sampel pada konsentrasi 50, 200, 500, dan
1000 ppm.Hasil uji potensi hayati menunjukkan bahwa efek farmakologis terbaik
dimiliki oleh ekstrak air dengan nilai LC50 sebesar 136.435 ppm, kemudian diikuti
dengan ekstrak etanol 96% dengan nilai LC50 sebesar 146.623 ppm dan ekstrak
etanol 70% dengan nilai LC50 sebesar 154.338 ppm. Efek farmakologi terendah
dimiliki oleh ekstrak etanol 30% dengan nilai LC50 247.937 ppm. Rendahnya nilai
LC50 pada ekstrak air diduga disebabkan oleh banyaknya senyawa bioaktifitas
yang terkandung didalam sampel.
Analisis Kadar Kalsium Metode Turbidimetri
Hasil pengukuran kadar kalsium menggunakan turbidimeter menunjukkan
penurunan konsentrasi kalsium. Pada jam ke-4 dan jam ke-5 seluruh bahan uji
mengalami penurunan konsentrasi kalsium pada titik rendahnya, dimana ekstrak
air memiliki kadar kalsium paling rendah bila dibandingkan dengan ekstrak
lainnya yaitu sebesar 9.1 ppm. Pada jam ke-6 konsentrasi kalsium kembali
mengalami peningkatan. Namun, peningkatan konsentrasi kalsium pada
penambahan ekstrak dengan pelarut air cenderung tidak signifikan. Oleh karena
itu, ekstrak dengan pelarut air merupakan ekstrak terbaik berdasarkan hasil
pengukuran turbidimeter untuk penurunan kadar kalsium. Ekstrak air kemudian
dilanjutkan dengan analisis kadar kalsium dengan menggunakan metode AAS.
Ekstrak air merupakan ekstrak terbaik disebabkan karena pada pelarut air
memiliki senyawa fitokimia yang lebih banyak dibandingkan dengan pelarut lain,
sehingga efek yang ditimbulkan oleh pelarut air menjadi lebih baik dibandingkan
pelarut lain. Berdasarkan uji kualitatif salah satu senyawa fitokimia yang terdapat
dalam ekstrak air adalah flavonoid. Flavonoid memiliki berbagai khasiat yang
salah satunya adalah sebagai perluruh batu ginjal yang berasal dari kalsium.
Mekanismenya yaitu dengan cara membentuk kompleks khelat yang stabuil antar
logam-logam dengan senyawa flavonoid yang memiliki gugus hidroksil dan
gugus karbonil (Pramono 1993).
Analisis Kadar Kalsium dengan Metode AAS
Hasil pengukuran kadar kalsium dengan AAS menunjukkan penurunan
kadar kalsium. Penurunan kadar kalsium mengalami perbedaan yang sangat
signifikan setelah adanya penambahan ekstrak. Penurunan terbaik terdapat pada
penambahan ekstrak pelarut dengan konsentrasi 1.5 %. Hal ini menunjukan
bahwa konsentrasi optimum dalam menurunkan kadar kalsium adalah 1.5%.
Konsentrasi ekstrak yang lebih tinggi dapat menyebabkan ekstrak menjadi jenuh
sehingga kadar kalsium akan meningkat kembali.

10

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Ekstrak air daun leunca memiliki senyawa alkaloid, flavonoid, tanin dan
saponin. Hasil pengujian metode turbidimetri menunjukkan bahwa aktivitas
terbaik dimiliki oleh ekstrak air yang memiliki kadar kalsium terendah dan
memiliki nilai LC50 136.435 ppm. Analisis kadar kalsium melalui
Spektrofotometri Serapan Atom didapatkan hasil ekstrak air dengan konsentrasi
1.5% yang merupakan komposisi terbaik.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut agar dapat mengetahui secara
spesifik senyawa bioaktif yang terkandung dalam daun leunca serta perlu juga
dilakukan analisis terhadap ekstrak daun leunca secara in vivo.
DAFTAR PUSTAKA
Basset et al. 1994. Kimia Analisis KualitatifAnorganik. Jakarta : Penerbit
BukuKedokteran EGC.
Bintang M. 2010. Biokimia Teknik penelitian.Jakarta : Erlangga.
[BPOM RI] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
2005.Gerakan Nasional Minum Temulawak. Jakarta : BPOM RI.
Cahyono & Suharjo. 2009. BatuGinjalBagaimana Mencegah dan Mengobatinya.
Yogyakarta: Kanisius.
Day RA dan Underwood AL.1986. AnalisisKimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga
Harbone JB. 1987. Metode Fitokimia. KosasihPadmawinata dan Iwang Soediro,
penerjemah. Bandung: Institut Tekhnologi Bandung. Terjemahan dari:
PhytochemicalMethod.
Harjadi W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar.Jakarta : Erlangga.
Herbert RB. 1995. Biosintesis MetabolitSekunder. Semarang: IKIP Press.
Karel M. 1979. Physical Principals of Food Preservation. New York : Marcel
Dekker Publ.
Kartesz
J.
2004.
National
Plant
Database
USA
[terhubung
berkala] http://plants.usda.gov (7 Agustus 2012)
Kavanagh JP, Jones L, Rao PN. 2000. Calsium oxalate crystallization kinetics
studied by oxalate induced turbidity in fresh human urine and artificial urine.
Clin Sci 98:151–158.
Khopkar. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press
Pokorni. 2001. Antioxidant in Food; Practical Applications. New York : CRC
Press.
Pramono S, Sumarno, Wahyuono S. 1993. Flavonoid Sonchus arvensis L.
Senyawa aktif pembentuk kompleks dengan batu ginjal berkalsium. Warta
Tumbuhan Obat Indonesia 2 : 5-7.

11
Siemonsma JS and Jansen PCM. 1994. Solanum americanum Merrill, p. 252- 255.
In: J.S Siemonsma and K. Piluek (Eds.). Plant Resources of South- East Asia.
PROSEA (8): Vegetables. Prosea. Bogor
Sumardjo. 2006. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran
dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta : Gramedia.
Sundoyo, Bambang S. 2006. Buku AjarPenyakit Dalam Edisi IV . Jakarta : PP
Departemen ilmu penyakit dalam.
Skoog DA et al. 2000. Fundamentals of Analytical Chemistry. Philadelphia :
Brooks Cole
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1992. SNI 01-2891-1992. Cara uji makanan
dan minuman. Jakarta (ID) : Dewan Standarisasi Nasional
Tamin R & D Arbain. 1995. Biodiversityand Survey Etnobotani. Makalah
Lokakarya Isolasi Senyawa Berkhasiat Obat. Madang: Kerjasama HEDSFMIPA Universitas Andalas.
Vaghasiya et al. 2011. Phytochemical analisis of some medical plants from
western region of India. J. Med. Plant 5 : 567-576
Wahyuni. 2008. Pemanasan Global Berpotensi Picu Prevalensi Batu Ginjal. Suara
Karya 17 Mei 2008
Wijayakusuma. 2008. Ramuan Lengkap Herbal Taklukan Penyakit. Jakarta:
Pustaka Bunda Press

12
Lampiran 1 Strategi Penelitian
Daun Leunca

Pembuatan Simplisia Daun
Leunca

Ekstraksi dengan air, etanol
30%, etanol 70% dan etanol 96%

Uji Fitokimia

Analisis Kadar
Kalsium Metode
Turbidimetri

Analisis Kadar Kalsium Metode
AAS

Uji Sitotoksisitas
BSLT dan Analisis
LC50

13
Lampiran 2 Prosedur Ekstraksi (BPOM 2005)

Daun leunca

Pembuatan simplisia daun leunca

15 gram simplisia dilarutkan dalam
etanol 96%,70%, 30% dan air

Direndam dan diaduk dalam
maserator selama 6 jam

Didiamkan selama 24 jam

Maserat dipisahkan dan filtrat
diuapkan hingga kental dengan
evaporator pada suhu 50°C

Ekstrak kental ditimbang

14
Lampiran 3 Rendemen Ekstrak
Tabel 2 Rendemen ekstrak daun leunca (Solanum nigrum L)
Pelarut
Bobot simplisia
Bobot ekstrak (g)
(g)
Air
30
11.90
Etanol 30%
30
5.70
Etanol 70%
30
5.30
Etanol 96%
30
7.90

Rendemen ekstrak
(%)
39.67
19.00
17.66
26.63

Contoh perhitungan

=

11.9
30

�������� =

�100%

����� �������
�100%
����� ���������

= 39.67%

Lampiran 4 Kadar Air Daun Leunca
Ulangan

1
2
3
Rata-rata

Bobot
cawan
kosong (g)
36.28
32.73
34.25

Bobot
bahan (g)
2.00
2.00
2.00

Bobot cawan
+ bahan
kering (g)
38.10
34.56
36.07

Bobot
kering
bahan (g)
1.82
1.83
1.82

Kadar
air (%)
9.0
8.5
9.0
8.83

Contoh Perhitungan :
% Bobot Kering =

[(���������� +�� ℎ�������� )−����������������

(38.10−36.28)

=
= 91.0 %

% Kadar Air

2.00

� 100%

= 100 % - 91.0 %
= 9.0 %

������� ℎ��

]

� 100%

15
Lampiran 5 Uji fitokimia
Ekstrak

Uji
Fitokimia

Air

Alkaloid
Flavanoid
Tanin
Saponin
Steroid/ Triterpenod
Fenolik
Molisch
Keterangan

:

Etanol
30%
+
+
+
+

+
+
+
+
+

Etanol
70%
+
+
+
+

Etanol
96%
+
+
+
+

+ Mengandung senyawa metabolit sekunder
- Tidak mengandung senyawa metabolit sekunder
Standar
:
-

Flavonoid
Tanin
Alkaloid
Fenolik
Terpenoid
Steroid
Saponin
Glikosida

=
=
=
=
=
=
=
=

Daun Pare
Teh
Daun Pepaya
Teh
Jamu Kuat
Suren
Teh
Pati

Lampiran 6 Hasil pengukuran kadar kalsium dengan turbidimetri
Sampel
ekstrak
air
ekstrak
etanol
30 %
ekstrak
etanol
70 %
ektstrak
etanol
96 %
Obat
herbal
Obat
sintetik

Sebelum
+ ekstrak
(ppm)

Setelah +
ekstrak
(ppm)

1 jam

2 jam

3 jam

4 jam

5 jam

6 jam

391,66

456,15

76,88

26,60

85,62

9,11

16,77

52,83

391,66

504,24

42,99

39,72

98,74

38,62

12,40

468,18

391,66

500,96

349,03

169,79

143,56

79,06

13,49

246,30

391,66

500,96

346,85

110,77

92,14

39,72

23,33

105,30

391,66

601,52

186,18

129,3

99,83

42,99

10,21

84,53

391,66

780,77

73,60

70,32

131,53

41,90

16,77

686,78

Setelah + Ekstrak (ppm)

16
Lampiran 7 Hasil Pengukuran Kadar Kalsium dengan AAS
Tabel 1 Nilai konsentrasi aktual
penambahan ekstrak (%)
Konsentrasi ekstrak
Konsentrasi
pelarut air (%)
kalsium (ppm)
0
3507.1913
0.5
1006.0053
1
910.0005
1.5
20.5763
2
96.7181

Tabel 2 Nilai konsentrasi aktual setelah
setelah penambahan ekstrak (%)
Konsentrasi ekstrak
Konsentrasi
pelarut air (%)
kalsium (ppm)
0
3507.1913
0.5
23.8868
1
0
1.5
0
2
52.5779

Konsentrasi Aktual (ppm)

4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
0

0.5

1

1.5

2

Sampel ekstrak (%)

Gambar 1 Kurva hasil pengukuran AAS penambahan ekstrak
4000
Konsentrasi Aktual (%)

3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
0

0.5

1

1.5

2

Sampel ekstrak (%)

Gambar 2 Kurva hasil pengukuran AASsetelah 6 jam penambahan ekstrak

Lampiran 8 Uji Sitotoksisitas

17
Telur udang diteteskan dalam
media air laut selama 24 jam

10 ekor larva udang diambil dan
dimasukkan dalam plate uji

0.02 gram sampel dari masingmasing ekstrak di encerkan dengan 10
mL air laut

Di tambahkan larutan sampel
yang akan diuji masing-masing
sebanyak 100 μL.

sampel dengan konsentrasi 1000
ppm, 500 ppm, 200 ppm, dan 50 ppm

Diinkubasi selama 24 jam dan
dihitung jumlah udang yang mati

Hitung % kematian larva pada
masing-masing sumur

18
Lampiran 9 Hasil perhitungan analisis probit
Sampel

Ekstrak air

Ekstrak
etanol 30%

Ekstrak
etanol 70%

Ekstrak
etanol 96%

Ulangan
1
2
3
%
kematian
1
2
3
%
kematian
1
2
3
%
kematian
1
2
3
%
kematian

1000
10
10
10

Konsentrasi
500
200
8
6
9
7
8
4

100

83.3

56.7

23.3

8
8
10

7
8
7

3
4
4

1
1
2

86.7

73.3

36.7

13.3

10
10
10

9
8
7

5
7
4

3
2
1

100

80

53.3

20

10
10
10

8
10
8

5
6
6

3
1
1

100

86.7

56.7

16.7

50
3
2
2

LC50

136.435

247.937

154.338

146.623

19

RIWAYAT HIDUP
Deni Suhendar merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dengan ayah
Ujang Kosim dan Ibu Suhastini yang lahir pada 15 Desember 1990. Penulis
menyelesaikan pendidikan jenjang menengah atas di SMA Negeri 4Kota Jambi,
Provinsi Jambi pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan
pendidikan di Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Saringan Masuk
IPB(USMI).
Selama mengikuti kegiatan perkuliahan,pada pertengahan tahun 2011
hingga tahun 2012 penulis mendapat kesempatan untuk mengajar sebagai guru
privat di Jakarta. Pada tahun 2011 penulis melaksanakan kegiatan praktik lapang
di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor dengan
karya ilmiah yang berjudul Teknologi Kemasan Aktif Berbasis 1Methylcyclopropene (1-MCP) untuk Memperlambat Kematangan Pisang.Penulis
juga pernah mengikuti pelatihan Keamanan dan Keselamatan Kerja (K3) yang
diselenggarakan oleh Merck pada tahun 2011, dan mengikuti kegiatan IPB goes to
field di Cibinong, Bogor.
Penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi internal kampus antara lain
sebagai anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM)
kementerian budaya, olahraga dan seni pada tahun 2010 hingga 2012. Atas
kemampuan organisasi yang baik, penulis pernah menjabat sebagai Ketua
Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Bekasi tahun 2011 hingga 2012.

Dokumen yang terkait

Isolasi dan Uji Aktivitas Antibakteri dari Isolat Kapang Endofit Daun Tanaman Leunca (Solanum nigrum)

2 26 98

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK BUAH LEUNCA (Solanum nigrum L.) SEBAGAI INSEKTISIDA TERHADAP NYAMUK Uji Efektivitas Ekstrak Buah Leunca (Solanum Nigrum L.) Sebagai Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes Aegypti Dan Anopheles Aconitus.

0 1 14

PENDAHULUAN Uji Efektivitas Ekstrak Buah Leunca (Solanum Nigrum L.) Sebagai Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes Aegypti Dan Anopheles Aconitus.

2 5 5

DAFTAR PUSTAKA Uji Efektivitas Ekstrak Buah Leunca (Solanum Nigrum L.) Sebagai Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes Aegypti Dan Anopheles Aconitus.

1 15 5

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK BUAH LEUNCA (Solanum nigrum L.) SEBAGAI INSEKTISIDA TERHADAP NYAMUK Uji Efektivitas Ekstrak Buah Leunca (Solanum Nigrum L.) Sebagai Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes Aegypti Dan Anopheles Aconitus.

2 12 15

UJI FITOKIMIA ESTRAK DAUN RANTI (SOLANUM NIGRUM L.) YANG BERPOTENSI SEBAGAI IMUNOSTIMULAN.

8 29 19

KELARUTAN KALSIUM OKSALAT DALAM EKSTRAK METANOL DAUN KEJIBELING ( Strabilanthes crispus) DAN BEBERAPA FRAKSINYA.

0 3 6

Efektivitas Infusa Folia Leunca (Solanum Nigrum) Sebagai Larvisida Terhadap Culex.

0 0 27

Uji Efektivitas Black and White Box pada Uji Antidepresan Terung Cepoka (Solanum Torvum) dan Terung Leunca (Solanum Nigrum) Terhadap Mencit (Mus Musculus) Jantan - Ubaya Repository

0 0 2

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK BUAH LEUNCA (SOLANUM NIGRUM L.) SEBAGAI INSEKTISIDA TERHADAP NYAMUK AEDES AEGYPTI DAN ANOPHELES ACONITUS

0 0 8