KEPENTINGAN INDONESIA BERGABUNG DALAM ASIAN INFRASTRUCTURE INVESTMENT BANK (AIIB) (Indonesia’s Interest Joins in Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB))

(1)

KEPENTINGAN INDONESIA BERGABUNG DALAM ASIAN INFRASTRUCTURE INVESTMENT BANK (AIIB)

(Indonesia’s Interest Joins in Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB))

SKRIPSI

Disusun oleh : ST Khadijah Tinni

20100510112

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

KEPENTINGAN INDONESIA BERGABUNG DALAM ASIAN INFRASTRUCTURE INVESTMENT BANK (AIIB)

(Indonesia’s Interest Joins in Asian Infrastructure Investment Bank(AIIB))

SKRIPSI

Disusun guna memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Politik (S.IP) pada Program Studi Ilmu Hubungan

Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh: ST Khadijah Tinni

20100510112

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

(4)

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini, penulis menyatakan bahwasanya , Skripsi yang dibuat ini, adalah murni hasil karya pribadi penulis. Sebelumnya, tidak pernah diajukan untuk tujuan memperoleh gelar akademik kesarjanaan Strata-I pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, baik di lingkungan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta maupun di Perguruan Tinggi lainnya.

Dalam Skripsi ini, tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas, dicantumkan sebagai sumber acuan dalam naskah, dengan dicantumkan nama dan dilampirkan dalam daftar pustaka.

Pernyataan ini penulis buat dengan sesungguh-sungguhnya, dan sesadar-sadarnya . Apabila dikemudian hari, terdapat ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka penulis bersedia menerima sanksi akademik dalam bentuk apapun, sesuai dengan ketentuan yang berlaku, di lingkungan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Yogyakarta, 25 Desember 2016


(5)

MOTTO

Put Your Future in the Best Place-

In Your Own Hand (J)

Setiap Langkah yang Pergi Akan

Merindukan Pulang (J)


(6)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini, kupersembahkan untuk

keluargaku:

Pertama, Ibunda (Alm) Dr. Syamsuez Salihima., M.Ag. Perempuan terkasih

yang selalu mengingatkan untuk tidak melupakan Allah. Pengajar yang selalu

membimbing dan mendukung selama proses penulisan skripsi ini.

Kedua, Kepada (Alm) Drs. Tinni Ghafiruddin. Lelaki tercinta yang telah

dititipkan aku kepadanya, menciptakan masa kecil paling bahagia yang pernah ku

jalani.

Ketiga, Saudara-saudaraku, Kak Kia, Kak Uchet, Kak Ummul, Bang Salah,

Bang Ushi, dan Mhiena. Mereka yang selalu menceramahi dan mengingatkan

untuk segera selesai KULIAH.


(7)

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Wr. Wb

Puji syukur penulis panjatkan atas kehaditrat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya, sehingga proses penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Dimana penulis skripsi ini merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar akademik Sarjana Ilmu Politik (S.IP) pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan judul “Kepentingan Indonesia Bergabung dalam Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB)”.

Penulisan skripsi ini didorong oleh keingin tahuan dari penulis mengenai dinamika politik ekonomi luar negeri Indonesia dewasa ini. Di mana Indonesia sebagai negara maritim terbesar dapat menjadi kekuatan poros dunia dan meningkatkan pengaruhnya dalam skala internasional. Dengan adanya sinkronisasi kebijakan atas terbentuknya Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) sebagai bank multilateral baru dengan membawa kekuatan politik Tiongkok sebagai raksasa Asia. Dilain hal, kedua negara ini menjadi bahan penelitian yang menarik dikarenakan oleh karakter dua negara yang berbeda tetapi memiliki keinginan yang sama dan berusaha untuk saling bekerja sama.

Dengan segala kerendahan hati, penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, dan juga masih banyak kekurangan. Namun, penulis berharap, karya tulis ini dapat berguna khususnya untuk proses penelitian lebih lanjut. Sebagai penutup, penulis ucapkan terima


(8)

kasih atas semua bantuan dan dukungan baik secara moril maupun materil dari semua pihak, serta memohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan.

Waalaikumsalam Wr. Wb

Yogyakarta, 25 Desember 2016


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, setelah sekian tahun menjalani npolemik batin dan pergantian judul sebanyak dua kali, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Kepentingan Indonesia Bergabung dalam Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB)”. Selama proses penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan, dukungan, dorongan , doa dan perhatian berbagai pihak.

Melalui karya ini, penulis mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada sejumlah pihak, antara lain:

1. Keluargaku tercinta, Ibundaku, Bapakku, saudara-saudaraku. Terima kasih selalu menjadi “Rumah” di mana aku pulang kembali.

2. Ibu Dr. Nur Azizah, M.Si., selaku pembimbing skripsi, terima kasih penulis haturkan kepada Ibunda atas kritik, saran, motivasi, perhatian dan dukungan yang telah diberikan. 3. Ibu Siti Muslikhati, S.Ip., M.Si., selaku Dosen Penguji Skripsi I. Beliau yang menerangkan

banyak hal dalam metodologi penyusunan skripsi yang baik sehingga penulis dapat menemukan alur yang tepat dalam menulis skripsi ini.

4. Bapak Takdir Ali Mukti, S. Sos, M.Si., selaku Dosen Penguji Skripsi II. Beliau yang mengarahkan dalam pengolahan data yang bijak hingga dapat menghasilkan skripsi yang dapat dipertanggungjawabkan.

5. Seluruh Dosen-dosen dan Staf-staf di Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fisipol UMY yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terima kasih atas dialektika pertukaran ilmunya. Dan kesabaran melayani kami seluruh mahasiswa yang sering mengganggu di jam istirahat.


(10)

6. Seluruh kawan-kawan Hubungan Internasional Angkatan 2010 yang satu persatu telah menjadi seseorang yang memiliki nama, selamat berjuang sebagai Muda Mendunia

7. Saudara seperjuangan di Solidaritas Untuk Orang Pinggiran dan Perjuangan Kampus (SOPINK). Maaf aku menjadi kader yang selalu menghilang, pertemanan kalian, diskusi tentang kemanusiaan bersama kalian hingga larut lamat dengan bercangkir-cangkir kopi hitam adalah pengalaman dan kenangan yang membuka hati saya untuk lebih dekat kepada rakyat dan hidup yang apa adanya. Rakyat Kuasa

8. Saudari-saudariku, Mbak Arina, Tety, Syasya, Tika, Suci, Yayi.

9. Adek-adekku yang sering memarahi aku yang terlalu keras kepala. Tarima kasih Allah sudah mempertemukan kita. Tata yang selalu mau berbagi cerita dan nasehat. Rita yang cuek bebek, Indah & Laily yang satu paket, Kiki yang terlalu peka dengan komentar, Nunu, Latifah, Opee, Fifin, dan kalian-kalian yang ikhlas berbagi canda tawa

10.Keluarga Blackbone Coffee Yogyakarta, Pak Theo, Mas Raindy, Mas Windu, Mas Insan, Mas Cimot, Mas Ranto, Ifan, Mbak Cherry yang memberikan suasana nyaman dalam bekerja.


(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

HALAMAN UCAPAN TERIMA KASIH ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ...xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penulisan ... 5

C. Pokok Permasalahan ... 5

D. Kerangka Pemikiran ... 5

1. Konsep Kepentingan Nasional (National Interest Concept) ... 6

2. Politik Luar Negeri (Model Aktor Rasional (Rational Actor Model)) ... 9

E. Hipotesis ... 14

F. Jangkauan Penelitian ... 14

G. Metodologi Penelitian ... 15

H. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II KEANGGOTAAN INDONESIA DALAM LEMBAGA-LEMBAGA KEUANGAN INTERNASIONAL ... 17

A. Indonesia dalam World Bank (WB) ... 22

B. Indonesia dalam Asian Development Bank (ADB) ... 29

C. Indonesia dalam ASEAN Infrastructure Fund (AIF) ... 34

BAB III KEANGGOTAAN INDONESIA DALAM ASIAN INFRASTRUCTURE INVESTMENT BANK (AIIB) ... 41

A. Sejarah AIIB ... 42

B. Anggota Pendiri AIIB ... 46


(12)

D. Struktur Tata Kelola AIIB ... 51

E. Posisi Indonesia dalam AIIB ... 54

BAB IV KEPENTINGAN INDONESIA BERGABUNG DALAM ASIAN INFRASTRUCTURE INVESTMENT BANK (AIIB) ... 57

A. Peningkatan Hubungan Bilateral Indonesia dan Tiongkok ... 59

B. Upaya Mewujudkan Indonesia Poros Maritim Dunia ... 62

BAB V KESIMPULAN ... 79


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Tabel Untung Rugi ... 10

Tabel 2 Tabel Untung Rugi Keikutsertaan Indonesia Bergabung dalam Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) ... 13

Tabel 3 Penyertaan Modal Negara Kepada Organisasi/Lembaga Keuangan Internsional 2012-2013 (dalam Miliyar Rupiah) ... 18

Tabel 4 Penyertaan Modal Negara Lainnya 2012-2013 (dalam Miliyar Rupiah) ... 19

Tabel 5 Indonesia: Pinjaman Kumulatif, Hibah, dan Bantuan Teknis yang disetujui ... 32

Tabel 6 Perbandingan Global Cakupan Pelayanan Infrastruktur ... 35

Tabel 7 Equity Contribution and Voting Power... 37

Tabel 8 Anggota Pendiri AIIB ... 47

Tabel 9 Struktur Tata Kelola AIIB ... 52

Tabel 10 Keperluan Investasi Infrastruktur RPJMN 2015-2019 ... 67


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Peta Rencana Pembangunan Infrastruktur Jalur Sutera ... 46

Gambar 2 Struktur Organisasi AIIB... 52

Gambar 3 Tahapan Pembangunan dan Arah Kebijakan RPJMN 2015-2019... 58

Gambar 4 Indikator Keberhasilan Kedaulatan Maritim ... 68


(15)

(16)

ABSTRACT

This study aimed to determine the interests underlying the participation of Indonesia joined the Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) which is an international financial institution promoted by the Government of the People's Republic of China (PRC) in the rebuilding of the triumph of the Silk Road in the current era, which is also in synergy with the interests of the Indonesian government under President Joko Widodo to realize Indonesia as the world's maritime axis. The result of this study describes AIIB as alternative sources of funding in infrastructure development in Indonesia.

Key words: AIIB, Silk Road, World's Maritime Axis, Indonesia, PRC, International Financial Institution


(17)

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pembangunan nasional Indonesia dibentuk atas dasar pada upaya mencapai kedaulatan pangan, kecukupan energi dan pengelolaan sumber daya maritim dan kelautan. Seiring dengan itu, pembangunan lima tahun ke depan juga mengarah kepada kondisi peningkatan kesejahteraan berkelanjutan, warganya berkepribadian dan berjiwa gotong royong, dan masyarakatnya memiliki keharmonisan antar kelompok sosial, dan postur perekonomian makin mencerminkan pertumbuhan yang berkualitas, yakni bersifat inklusif, berbasis luas, berlandaskan keunggulan sumber daya manusia serta kemampuan iptek sambil bergerak menuju kepada keseimbangan antar sektor ekonomi dan antar wilayah, serta makin mencerminkan keharmonisan antara manusia dan lingkungan.(Nasional, 2014)

Pentingnya upaya pembangunan ekonomi di berbagai negara tercermin pada penerimaan luas yang nyaris bersifat universal atas peranan dan fungsi perencanaan pembangunan sebagai jalur yang paling langsung dan paling meyakinkan untuk mencapai kemajuan ekonomi. Perencanaan pembangunan merupakan salah satu program utama dalam pemerintahan. Tetapi tidak dapat ditapik bahwa dalam proses pembangunan selalu ditemukan berbagai rintangan demi mencapai tingkat perekonomian yang tinggi, dan setiap negara mengalami problemnya sendiri, tidak terkecuali Indonesia.


(18)

Keberadaan infrastruktur sangat penting dalam mendukung pembangunan ekonomi dan sosial karena infrastruktur yang baik dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi. Baik dalam dunia usaha maupun bagi sosial kemasyarakatan. Dengan infrastruktur yang memadai, biaya produksi, transportasi, komunikasi dan logistik semakin murah, jumlah produksi meningkat, laba usaha meningkat, sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Ketersediaan infrastuktur juga mempercepat pemerataan pembangunan melalui pembangunan infrastruktur yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing dan antar wilayah sehingga mendorong investasi yang baru, lapangan kerja baru dan meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Konektivitas antar penduduk suatu negara juga semakin dekat dan membuka isolasi bagi masyarakat yang terbelakang.

Berdasarkan The Global Competitiveness Report 2013/2014 yang dibuat oleh World Economic Forum (WEF), daya saing Indonesia (Global Competitiveness Index-GCI) berada pada peringkat ke-38 dunia. Sementara itu kualitas infrastruktur Indonesia menempati peringkat ke-61 dari 148 negara dunia yang disurvei atau berada pada peringkat ke-5 di antara negara-negara inti ASEAN. Di antara negara-negara ASEAN tersebut Singapura mendapat peringkat GCI tertinggi ke-2 dunia, Malaysia peringkat ke-24, Brunei Darussalam peringkat 26, Thailand satu peringkat di atas Indonesia yaitu ke-37, Filipina ke-59, dan Vietnam ke-70. Sedangkan dari segi penilaian infrastruktur, Singapura mendapat ranking ke-2 dunia, Malaysia ke-29, Thailand


(19)

ke-47, Brunai Darussalam ke-58, Indonesia ke-61, Vietnam dan Laos masing-masing ke-82 dan 84, sedangkan Filipina peringkat ke-96 dunia. (Suroso, 2015)

Data di atas kemudian mengalami perubahan yaitu peningkatan empat angka dengan dilangsirnya data WEF 2014/2015. Daya saing global Indonesia periode 2014-2015 meningkat empat peringkat dari sebelumnya 38 menjadi 34. Sedangkan dari segi infrastruktur dan konektivitas, ranking Indonesia meningkat dari ranking ke-61 menjadi ranking ke-56. Hal ini berarti menunjukkan peningkatan lima angka dari tahun kemarin atau dua puluh angka sejak 2011. (Suroso, 2015)

Selain Indonesia yang terus melakukan upaya dalam meningkatkan pembangunan berkelanjutan demi mencapai kesejahteraan masyarakat, beberapa tahun belakangan ini kawasan Asia pada umumnya telah memperlihatkan perkembangan yang sangat signifikan dari segi ekonomi dan pembangunan yang dipromotori oleh Tiongkok (Republik Rakyat Tiongkok/ RRT) dan India, hal ini tentu menjadi pendorong tersendiri untuk memperlihatkan kepada dunia bahwa negara-negara Asia sedang memacu diri untuk menjadi kekuatan baru yang sedari dulu berada di bawah kekuasaan Amerika dan Eropa.

Tiongkok terus memperkuat pengaruhnya tidak hanya dengan menonjolkan kekuatan militer tetapi juga kekuatan ekonomi melalui kegiatan perdagangan dengan membentuk bank baru yang diberi nama Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) yang merupakan inisiasi dari Presiden Xi Jinping dan Perdana Menteri Li Keqiang ketika melakukan kunjungan ke negara-negara Asia Tenggara pada Oktober 2013.(Hanafi, 2015)


(20)

Indonesia dan Tiongkok mulai menjalin hubungan diplomatik pada tanggal 13 April 1950, yang kemudian dibekukan pada 30 Oktober 1967 akibat tragedi 30 September di tahun 1965. Hubungan bilateral mulai kembali membaik sejak tahun 1980-an, ketika Menteri Luar Negeri Tiongkok Qian Qichen bertemu dengan Presiden Soeharto dan Menteri Negara Moediarto dari Indonesia pada tahhun 1989 untuk membahas dimulainya kembali hubungan diplomatik kedua negara.(Sekilas Hubungan Bilateral Tiongkok dan Indonesia)

Oktober 2013 lalu, untuk pertama kalinya presiden Xi Jinping mengumumkan gagasan Maritime Silk Road of the 21th (MSR). Demi merealisasikan mega proyek MSR, Tiongkok mendirikan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) sebagai sumber dana pembangunan infrastruktur transportasi negara-negara Asia.(Rahmawaty, 2015)

Indonesia yang telah bergabung dengan AIIB semenjak penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) AIIB yang dilakukan pada tanggal 25 November 2014, bertempat di Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Pramadi, 2014) juga memutuskan ikut serta dalam inisiatif strategis MSR yang bersinergi dengan cita-cita Indonesia yang ingin kembali menjadi poros maritim dunia melihat bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia.

Bergabungnya Indonesia sebagai anggota AIIB menjadi hal yang menarik untuk di kaji melihat bahwa Indonesia sebelumnya telah bergabung dengan beberapa lembaga keuangan internasional, baik yang berskela regional seperti ASEAN Infrastructure Fund (AIF), Asian Development Bank (ADB), serta yang


(21)

berskala Internasional seperti World Bank (WB) yang telah menjalin kerjasama dengan Indonesia dalam waktu yang cukup lama.

Hal tersebut menjadi alasan yang secara akademik mendorong penulis untuk mengangkat skripsi ini dengan judul “Kepentingan Indonesia Bergabung dalam Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB)”.

B. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi Indonesia bergabung dengan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB).

2. Sebagai bahan referensi dan diskusi para pencinta ilmu dalam membahas Asia sebagai kekuatan baru dunia.

C. Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka penulis menetapkan pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: “Mengapa Indonesia bergabung dalam Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB)?”

D. Kerangka Pemikiran / Teori yang digunakan:

Dalam upaya menjawab rumusan masalah dan menarik hipotesa, penulis menggunakan beberapa pendekatan yang relevan untuk mendeskripsikan kepentingan Indonesia bergabung dengan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB). Gambaran tentang pendekatan diuraikan sebagai berikut:


(22)

1. Konsep Kepentingan Nasional (National Interest Concept)

Secara fundamental dapat ditelaah bahwasanya setiap tindakan yang dilakukan oleh negara baik dalam skala internal maupun eksternal dilakukan dengan tujuan yang tidak lain dan tidak bukan adalah untuk mengejar, memperoleh, dan mempertahankan kepentingan nasional sesuai dengan tujuan dan cita-cita negara.

Konsep kepentingan nasional merupakan konsep yang populer dalam menganalisa permasalahan yang timbul dalam kajian hubungan internasional, baik untuk mendeskripsikan, menjelaskan maupun menganjurkan perilaku para aktor. Kepentingan nasional merupakan alasan utama suatu negara untuk mengambil suatu kebijakan luar negerinya. Morgenthau berpendapat bahwa perilaku negara dalam hubungan internasional dituntut oleh pengejaran kepentingan nasional, kepentingan nasional itu adalah memperoleh, mempertahankan atau memperbesar kekuatan negara.(Mas'oed, 1990)

Menurut Jack C. Plano dan Roy Olton, tujuan mendasar serta faktor yang paling menentukan yang memandu para pembuat keputusan dalam merumuskan politik luar negeri adalah kepentingan nasional. Kepentingan nasional merupakan konsepsi yang sangat umum tetapi merupakan unsur yang menjadi kebutuhan sangat vital bagi negara. Unsur tersebut mencakup kelangsungan hidup bangsa dan negara, kemerdekaan, keutuhan wilayah, keamanan militer dan kesejahteraan ekonomi.(Plano & Olton, 1999)


(23)

Bergabungnya Indonesia sebagai anggota AIIB merupakan perpanjangan tangan dari kebutuhan indonesia untuk mencapai kepentingan nasionalnya dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi. AIIB yang dibentuk khusus untuk memberikan pinjaman pembangunan infrastruktur di kawasan Asia akan memberikan keuntungan tersendiri bagi Indonesia, sebagai negara maritime terbesar di kawasan Asia Tenggara, akan menjadikan Indonesia sebagai partner yang diperhitungkan oleh AIIB.

Dari kepentingan nasional suatu negara mampu menghasilkan berbagai kebijakan. Kebijakan yang dikeluarkan suatu negara, baik dalam negeri maupun luar negeri, umumnya bertujuan untuk mewujudkan cita-cita/ideologi yang dipegang dan ingin dicapai oleh suatu negara. Kepentingan nasional menggerakkan aktor untuk melakukan suatu interaksi dengan aktor lainnya.(Saputra, 2013)

Kepentingan nasional dapat diartikan sebagai sejumlah tujuan suatu negara yang mengerucut untuk kepentingan yang lebih luas dengan cara meningkatkan dan mempertahankan power dari suatu negara. Setiap negara memiliki satu kepentingan nasional yang terdiri dari beberapa kepentingan negara. Suatu negara harus menekankan dan memperhatikan satu kepentingan negara dan menunda kepentingan lainnya, dan pilihan tersebut diputuskan berdasarkan petunjuk yang berasal dari kepentingan nasional negara tersebut.(Saputra, 2013)

Indonesia dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla mengusung Rencana Pembangunan


(24)

Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 sebagai jabaran dari visi, misi, dan agenda (Nawa Cita) pemerintah dalam mencapai visi pembangunan nasional. Tetapi dalam merealisasikan RPJMN tersebut salah satu masalah dan tantangan pokok yang dihadapi Indonesia dalam pembangunan nasional adalah ketersediaan infrastruktur untuk mendukung peningkatan kemajuan ekonomi sangat terbatas dan harus dapat ditingkatkan. Keterbatasan ketersediaan infrastruktur selama ini merupakan hambatan utama untuk memanfaatkan peluang dalam meningkatkan investasi serta menyebabkan mahalnya biaya logistik.(Nasional, 2014)

Padahal investasi di bidang infrastruktur memiliki efek spillover ekonomi yang kuat. Setiap investasi US$1 di bidang infrastruktur dapat menghasilkan kebutuhan investasi sebesar US$3-US$4 di sektor-sektor ekonomi lainnya. Di Asia, setiap investasi US$ 1 miliar di sektor infrastruktur dapat menciptakan 18.000 kesempatan kerja. Menurut estimasi ADB, permintaan investasi untuk pembangunan infrastruktur di negara Asia antara tahun 2010 dan 2020 menyentuh US$8 triliun dengan tambahan US$290 miliar untuk proyek-proyek regional.(Keuangan, 2014)

Sehingga keikutsertaan Indonesia dalam AIIB yang merupakan bank multilateral baru dengan modal awal sebesar 100 miliar dolar Amerika akan menjadi angin segar dalam membantu Indonesia memenuhi kebutuhan pembangunan infrastruktur. Sebab jika hanya mengandalkan sumber-sumber keuangan tradisional seperti anggaran pemerintah akan semakin sulit karena


(25)

tuntutan masyarakat semakin berkembang, baik dalam hal pemenuhan kebutuhan sosial, keamanan dan lain-lain.

2. Politik Luar Negeri (Model Aktor Rasional (Rational Actor Model)) Politik luar negeri adalah strategi atau rencana tindakan yang dibentuk oleh para pembuat keputusan (decision maker) suatu negara dalam menghadapi negara lain atau unit politik internasional lainnya, dan dikendalikan untuk mencapai tujuan nasional spesifik yang dituangkan dalam terminologi kepentingan nasional.(Plano & Olton, 1999)

Dalam studi hubungan internasional, kita dapati bahwa kajian kebijakan luar negeri sangat luas dan kompleks. Kebijakan luar negeri dalam pengertian luas terdiri atas pola-pola yang diwujudkan oleh suatu negara dalam memperjuangkan dan mewujudkan kepentingan nasional, dalam hubungannya dengan negara lain atau dilakukan terhadap lingkungan eksternalnya. Politik luar negeri dapat berarti sebagai tindakan rasional (rational action) suatu negara dalam usaha memenuhi kepentingan nasionalnya di lingkungan internasional, dapat juga berarti hanya sebagai pernyataan gramatik yang diucapkan oleh para pemimpin atau penguasa suatu negara terhadap masyarakat internasional, dapat pula sebagai agregasi seluruh kepentingan dalam negeri suatu negara atau bangsa.(Warsito, 1998)

Pada uraian kepentingan Indonesia bergabung dalam AIIB yang menjadi fokus utama penulis adalah proses pembuatan keputusan politik luar


(26)

negeri Indonesia dalam mencapai tujuan nasional guna memenuhi kebutuhan pendanaan pembangunan infrastruktur. Dalam menjelaskan hal tersebut penulis menggunakan Model Aktor Rasional dari Graham T. Allison.

Dalam model ini politik luar negeri dipandang sebagai akibat tindakan-tindakan aktor rasional, terutama suatu pemerintah yang monolit, yang dilakukan dengan sengaja untuk mencapai suatu tujuan. Pembuatan keputusan politik luar negeri digambarkan sebagai suatu proses intelektual. Perilaku pemerintah dianalogikan dengan perilaku individu itu – melalui serangkaian tahap-tahap intelektual, dengan menerapkan penalaran yang sungguh-sungguh – berusaha menerapkan pilihan atas alternatif-alternatif yang ada. Jadi, unit analisis model pembuatan keputusan ini adalah pilihan-pilihan yang diambil oleh pemerintah.(Mas'oed, 1990) Dengan memperhatikan aspek untung rugi disetiap anternatif-alternatif yang ada.

Tabel 1: Tabel Untung Rugi

Opsi Keuntungan Kerugian

Alternatif A Ada Ada

Alternatif B Ada Ada

Alternatif C Ada Ada

Sumber: Graham T. Alison. The Essence Of Decision. Dikutip dari diktat perkuliahan Teori Hubungan Internasional, Dr. Nur Azizah. Fisipol-UMY

Sebagai perbandingan, berbagai MDBs (Multilateral Development Banks) didirikan dengan latar belakang dan tujuan yang berbeda-beda. Asian Development Bank (ADB) yang merupakah salah satu MDBs terbesar di dunia didirikan pada tahun 1966 sebagai respon banyak penduduk miskin di kawasan Asia sebagai akibat perang. Sekitar 1,7 miliar orang di kawasan


(27)

Asia miskin dan tidak mampu mengakses barang, jasa, aset dan kesempatan yang seharusnya diperoleh manusia. Untuk itu, ADB didirikan dengan tujuan untuk mengurangi kemiskinan di kawasan Asia Pasifik melalui berbagai kegiatan dan program. Adapun manfaat yang diperoleh negara anggota ADB adalah dapat mengakses pendanaan untuk proyek-proyek yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan.(Keuangan, 2014)

ASEAN Infrastructure Fund (AIF) didirikan dengan latar belakang karena adanya kebutuhan dalam penyediaan infrastruktur untuk menopang pertumbuhan perekonomian di kawasan ASEAN. Keberadaan infrastruktur di kawasan ASEAN juga masih lebih rendah bila dibandingkan dengan beberapa kawasan lain di dunia, antara lain dengan kawasan Asia, Amerika Latin, dan Afrika. AIF bertujuan untuk memfasilitasi sumber dana regional yang tersedia dengan kebutuhan kawasan yang besar akan pendanaan infrastruktur. Manfaat yang diharapkan dari AIF adalah: (i) kerja sama regional yang semakin meningkat, termasuk perdagangan yang lebih besar, (ii) pertumbuhan ekonomi, kawasan yang inklusif dan berkelanjutan, dan (iii) mengurangi kemiskinan melalui peningkatan pelayanan dan penyediaan infrastruktur dasar.(Keuangan, 2014)

Sementara itu, pendirian AIIB dilatarbelakangi adanya financing gap untuk pembiayaan infrastruktur di kawasan Asia, yang mana kebutuhan pembiayaan yang tinggi tidak dapat dipenuhi oleh bank pembangunan multilateral secara baik. Berdasarkan hal tersebut, AIIB didirikan untuk mempercepat pembangunan ekonomi dan integrasi Asia melalui promosi


(28)

investasi pada sektor infrastruktur. AIIB bertujuan untuk memberikan dukungan pembiayaan untuk pembangunan infrastruktur kepada negara berkembang di kawasan Asia, termasuk ASEAN. Pembangunan infrastruktur tersebut diharapkan akan meningkatkan konektivitas dan integrasi ekonomi di kawasan. Area prioritas AIIB mencakup transportasi, energi, komunikasi, industri, dan pertanian.(Keuangan, 2014)

Ada pun pertimbangan bergabunnya Indonesia dalam AIIB yakni (i) dukungan Indonesia kepada RRT akan memperkuat kerja sama bilateral kedua negara; (ii) bergabungnya Indonesia ke dalam AIIB, akan menambah alternatif sumber pendanaan baru bagi pembangunan infrastruktur Indonesia; dan (iii) bergabungnya Indonesia dalam AIIB akan meningkatkan peran Indonesia dalam memberikan kontribusi pembangunan infrastruktur Asia. (Kemenkeu, 2015)

Perbandingan tersebut memperlihatkan bahwa setiap MDBs termasuk di dalamnya AIIB didirikan demi mencapai tujuan-tujuan tertentu. Yang secara rasional mendorong pemerintah Indonesia selaku aktor pengambil keputusan untuk bergabung sebagai salah satu angggota di dalamnya dengan memperhitungkan untung rugi yang akan diperoleh.

Selain itu, Menteri Keuangan Indonesia Bambang PS Brodjonegoro menyatakan bahwa keberadaan AIIB positif bagi Indonesia.semakin banyak lembaga pembiayaan internasional, semakin baik bagi Indonesia. Selain menghindari ketergantungan pada satu atau dua lembaga pembiayaan global, hal itu akan menciptakan bunga utang yang kompetitif.(Kompas, 2015)


(29)

Tabel 2: Tabel Untung Rugi Keikutsertaan Indonesia Bergabung dalam Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB)

Opsi Keuntungan Kerugian

Bergabung 1. Memperkuat kerja sama bilateral Indonesia dan Tiongkok.

2. AIIB menjadi sumber pendaaan alternatif pendanaan infrastruktur Indonesia.

1. Meningkatkan pengaruh Tiongkok sebagai pemilik saham mayoritas dalam AIIB terhadap kepentingannya di Indonesia.

2. Pemerintah Indonesia perlu menyiapkan kebijakan terkait tax exemption berkaitan keikutsertaan swasta dalam pembangunan infrastruktur.

Tidak Bergabung

1. Pembatasan pinjaman luar negeri yang membebani APBN/APBD.

2. Memberikan peluang pendirian bank khusus (bank infrastruktur) yang sedang dicanangkan oleh Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

1. Berpotensi meregangkan hubungan bilateral Indonesia dan Tiongkok yang merupakan salah satu mitra utama kerja sama Indonesia.

2. Meningkatkan

ketergantungan pinjaman luar negeri dari bank multilateral lain.

Dari tabel di atas terlihat bahwa bergabung atau tidak bergabungnya Indonesia dalam AIIB akan memberikan keuntungan dan kerugian di masing-masing sisi, sehingga dalam hal ini posisi Indonesia memang sangat dilematis, sebab Indonesia membutuhan pendanaan pembangunan Infrastruktur yang besar sesuai RPJMN tahun 2015-2019, di lain hal Indonesia juga membutuhkan peningkatan pengaruh dalam ranah regional dan global dengan catatan utama guna mencapai kepentingan nasional Indonesia.


(30)

E. Hipothesis

Bergabungnya Indonesia dalam Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) dikarenakan untuk mencapai kepentingan nasional dalam merekatkan hubungan bilateral Indonesia dan Tiongkok serta memperoleh sumber dana alternatif dalam mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai poros maritim dunia.

F. Jangkauan Penelitian

Pembatasan dalam penelitian dilakukan agar obyek penelitian menjadi jelas dan spesifik, juga agar permasalahan dan kajian melebur dan wacana yang telah ditetapkan untuk dikaji agar tidak terjadi penyimpangan. Batas-batas dari kajian itu akan mencegah timbulnya kekaburan dan kerancuan wilayah yang dibahas.

Adapun jangkauan penelitian ini dibatasi dari penetapan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 sebagai acuan penyusunan RPJMN 2015-019 yang merupakan rancangan pembangunan pemerintahan Presiden Jokowi, hingga tahun 2015 sebagai tahun bergabungnya Indonesia dalam AIIB.

Akan tetapi tidak menutup kemungkinan penulis akan menengok peristiwa-peristiwa sebelum dan sesudah di luar masa tersebut yang dapat mendukung penelitian atas penulisan skripsi ini dikarenakan kajian skripsi ini membahas peristiwa yang baru terjadi dan dalam proses awal pelaksanaan. Walau pun tak seorang pun dapat memprediksi masa depan. Tetapi dalam satu hal kita dapat lebih yakin tentang masa depan dengan membuat ekstrapolasi yang masuk akal dari fakta-fakta yang ada.


(31)

G. Metodologi Penelitian

Sebagai sebuah penelitian yang harus dipertanggung jawabkan, dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penilitian kualitatif yang menitik beratkan pada analisa data-data yang sifatnya non angka dan tanpa menggunakan rumus-rumus statistik, data yang bersifat kuantitatif seperti angka, tabel, grafik yang tersedia diuraikan dan ditafsirkan ke dalam bentuk kalimat atau paragraf.

Sedangkan analisis data, penulis menggunakan deskriktif kualitatif yang dimaksudkan untuk menggambarkan situasi yang dipandang relevan secara obyektif dan jelas atas dasar fakta-fakta yang terjadi dan kemudian diambil kesimpulan atas fakta-fakta tersebut.

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka (library research), data diperoleh melalui sumber-sumber yang berasal dari buku, jurnal, diktat, majalah, artikel, surat kabar dan melalui jaringan Internet.

H. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembahasan masalah dalam penyusunan skripsi ini, maka penulis menuangkannya secara sistemasis dalam bab ke bab, yakni dari bab I hingga bab V. Berikut ini uraian singkat yang termuat dalam setiap bab.

BAB I merupakan pendahuluan yang memuat latar belakang permasalahan sekaligus mencakup alasan pemilihan judul, pokok permasalahan, kerangka pemikiran, hipothesis, jangkauan penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.


(32)

BAB II akan membahas mengenai keanggotaan Indonesia di beberapa Multilateral Development Bank (MDB), yaitu Asian Development Bank (ADB), ASEAN Infrastructure Fund (AIF), dan World Bank (WB) sebagai perbandingan yang melatarbelakangi perlunya Indonesia bergabung dalam Asian Infrastruktur Investment Bank (AIIB).

BAB III akan membahas mengenai profil Asian Infrastruktur Investment Bank (AIIB) sebagai bank multilateral baru dan Posisi keanggotaan Indonesia di dalamnya.

BAB IV akan membahas mengenai kepentingan Indonesia bergabung dalam Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) dan upaya dalam mewujudkan nawa cita Indonesia Poros Maritim Dunia.

BAB V berisi kesimpulan-kesimpulan yang didapatkan penulis dari bab-bab sebelumnya.


(33)

BAB II

KEANGGOTAAN INDONESIA DALAM LEMBAGA-LEMBAGA KEUANGAN INTERNASIONAL

Reformasi lembaga-lembaga keuangan internasional telah menjadi perhatian dunia internasional. Beberapa aspek yang menjadi perhatian dalam reformasi lembaga-lembaga keuangan internasional meliputi modernisasi tata kelola dan representasi, penguatan kembali pengawasan, rekapitalisasi sumber-sumber dan penguatan jaringan pengaman finansial. Lembaga-lembaga keuangan internasional pun perlu diperkuat dari sisi tata kelola dan representasi dan kecukupan keuangannya agar dapat segera membantu negara-negara yang terkena krisis secara lebih efektif dan mendorong pertumbuhan global secara seimbang pada era pasca krisis finansial.

Melihat hal tersebut, Indonesia sebagai salah satu negara yang ikut serta sebagai penerima bantuan dari lembaga-lembaga keuangan internasional tersebut perlu meningkatkan komitmen dan kontribusi di dalamnya.

Menurut laporan penelitian Tim Riset IORI, Higher School of Economics, National Research University dan Munk School of Global Affairs, University of Toronto, Indonesia menerima penilaian negatif sebab Indonesia dipandang hanya menjadi satu anggota MDB yaitu ADB dan satu ADF (Asian Development Fund). Dalam catatan mereka, Indonesia tidak melakukan komitmennya dalam


(34)

ADF. Indonesia memang tidak menjadi donor ADF dan karenanya tidak berkewajiban untuk melakukan pembayaran ADF. (Kemenkeu, 2015)

Sedangkan dalam Nota Keuangan RAPBN 2013, pemerintah Indonesia telah berkomitmen meningkatkan kontribusinya pada lembaga-lembaga keuangan internasional. Di ICD (9 milyar Rupiah), ADB (353 milyar Rupiah), pada World Bank Group melalui IBRD (108, 6 milyar Rupiah), IFC (8,2 milyar Rupiah), IFAD (28,5 milyar Rupiah). Penyaluran melalui IFAD meningkat dari 19 milyar Rupiah di tahun 2012 menjadi 28,5 milyar Rupiah di tahun 2013. (Kemenkeu, 2015)

Tabel 3: Penyertaan Modal Negara Kepada Organisasi/Lembaga Keuangan Internasional 2012-2013 (dalam Milyar Rupiah)

No Uraian APBNP

2012

RAPBN 2013 1 The Islamic Corporation for the

Development of the Private Sector (ICD)

9,0 9,0

2 Asian Development Bank (ADB) 353,3 353,3

3 International Bank for

Reconstruction and Development (IBRD):

147,8 108,6

- Pencairan Promisory Note 39,2 -

- IBRD GCI (General Capital Increase)

66,8 66,8

- IBRD SCI (Selected Capital Increase)

41,8 41,8

4 International Finance Corporation (IFC)

8,2 8,2

5 International Fund for Agricultural Development (IFAD)

19,0 28,5

6 International Development Association (IDA)

4,6 -

Jumlah 541,9 507,6

Sumber: Kementerian Keuangan RI, Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, tahun Anggaran 2013.


(35)

ADB sebagai lembaga keuangan finansial pembanguan regional yang bertujuan untuk memberantas kemiskinan di negara-negara Asia dan pasifik dengan total asset sebesar 143,9 milyar USD menjadikannya sebagai lembaga keuanga terbesar kedua setelah World Bank. Di mana Indonesia merupakan pemegang saham terbesar keenam dengan jumlah saham sebesar 292 juta USD.

Di tahun 2010 bertempat di Bali pada sidang tahunan ADB ke 42, disepakati kenaikan modal atau general capital increase (GCI) yang merupakan kenaikan modal yang diberikan kepada seluruh negara anggota dalam rangka meningkatkan modal ADB sebesar 200 persen. Dalam kenaikan GCI tersebut, pemerintah Indonesia telah menambah penempatan saham sebesar 385,400 lembar dengan nilai 185.970.916,00 USD atau ekuivalen dengan 1,9 trilyun Rupiah melalui 5 kali angsuran pada tahun 2010-2014.

Tabel 4: Penyertaan Modal Negara Lainnya 2012-2013 (dalam Milyar Rupiah)

No. Uraian APBNP RAPBN 2013

1 Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan

- 500,0

2 Badan Penyelenggaraan jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan

- 500,0

3 ASEAN Infrastructure Fund (AIF) 380,0 380,0

Jumlah 380,0 1.380,0

Sumber: Kementerian Keuangan Negara, Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Tahun Anggaran 2013

Dalam komitmen mendukung ASEAN Infrastructure Fund (AIF) pemerintah Indonesia menyertakan modal negara sebesar 380 milyar Rupiah.


(36)

AIF yang dibentuk oleh negara-negara ASEAN dan ADB guna menjadi sumber pembiayaan proyek infrastruktur ASEAN dengan memanfaatkan domestic resources serta kelebihan likuiditas di kawasan ASIA. (Kementerian Keuangan RI, 2013)

Kontribusi Indonesia pada World Bank terlihat melalui IBRD dan IFC (international finance corporation). IBRD dibentuk dengan tujuan menyediakan dana pinjaman untuk pembanguan dan kemajuan negara-negara berkembang. Indonesia telahmenerima pinjaman dari IBRD sebesar 9,97milyar USD untuk menutup defisit anggaran di tingkat kerjasama multilateral.

Pada sidang negara-negara anggota bulan April 2010 disepakati kenaikan modal Bank Dunia. Indonesia berkomitmen untuk berpartisipasi sebesar 35,15 juta USD dan Selected Capital Increase (SCI) sebesar 22 juta USD. Pemerintah berencana untuk membayar kenaikan modal tersebut selama 5 kali angsuran dari tahun 2012-2016. GCI dalam IBRD serupa dengan GCI dalam ADB yang dimaksudkan untuk meningkatkan modal IBRD. SCI sendiri merupakan peningkatan modal yang diberikan kepada negara-negara tertentu karena keberhasilannya dalam meningkatkan perekonomian domestiknya. Di tahu 2013, Indonesia mengalokasikan angsuran kedua GCI sebesar 7,03 juta USD (66,8 milyar Rupiah), dan SCI sebesar 4,4 juta USD (41,8 milyar Rupiah). (Kemenkeu, 2015)

IFC yang merupakan lembaga keuangan yang bergerak di bidang pembayaran sektor swastadengan tujuan mendorong mewujudkan pasar yang terbuka dan kompetitif di negara-negara berkembang, mendukung pembiayaan


(37)

perusahaan dan sektor swasta lainnya, membantu menciptaka lapangan kerja yang produktif, dan mengkatalisasi dan memobilisasi sumber danauntuk pengembangan perusahaan swasta.

Pada Spring Meeting IMF-Bank Dunia 9 Maret 2012, telah diadopsi resolusi nomor 256 tentang perubahan SCI (Amendment to the Articles of Agreement and 2010 Selective Capital Increase). Resolusi ini berlaku sejak 27 Juni 2012 dengan tujuan untuk meningkatkan authorized capital IFC sebesar 130 juta USD dengan penerbitan 130.000 lembar saham (masing-masing memiliki par value 1.000 USD). Indonesia memandang perlu untuk menambah penyertaan modal sebesar 3,06 juta USD supaya share Indonesia tidak turun menjadi 1,11 karena kenaikan SCI tersebut. Tambahan modal tersebut diangsur tiga kali pada tahun 2012 – 2013. Tahun pertama sebesar 858 ribu USD (8,2 milyar Rupiah) dibayarkan pada tahun 2012, dan angsuran kedua dengan jumlah yang sama akan dibayarkan pada tahun 2013. (Kemenkeu, 2015)

Kontribusi Indonesia melalui penyertaan modal negara pada sejumlah lembaga keuangan internasional memperlihatkan komitmen Indonesia untuk ikut andil meningkatkan pengaruhnya pada lembaga-lembaga keuangan internasional baik di tingkat global dan regional (ASIA) dengan tidak hanya sebatas menjadi negara penerima pinjaman, tetapi juga berperan dalam peningkatan pembangunan internasional.


(38)

A. Indonesia dalam World Bank (WB)

World Bank atau Bank Dunia didirikan pada tahun 1944 di Bretton woods, New Hampshire, Amerika Serikat, sehingga sering disebut The Bretton Woods Institutions (BWIs). Situasi perekonomian dunia yang tidak menentu selama berkecamuknya perang dunia kedua dan pasca perang menyebabkan adanya kecemasan akan berulangnya kembali Great Depression di tahun 1930 melatarbelakangi pembentukan bank dunia demi membantu stabilitas ekonomi global.

Pembangunan kembali Eropa pasca perang dunia kedua adalah fungsi awal dari Bank Dunia yang kemudian berkembang dan tidak lagi terbatas pada upaya rekonstruksi perang, tetapi juga meliputi pembiayaan rehabilitasi akibat bencana alam, pendidikan, kesehatan, infrastruktur, rehabilitasi ekonomi setelah masa konflik antar negara, serta sebagai wadah untuk menyalurkan dana dari negara-negara kaya untuk pembangunan ekonomi di negara-negara-negara-negara berkembang atau negara miskin.

Bank dunia terdiri dari dua lembaga utama yaitu International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) dan International Development Association (IDA). IBRD berfokus memberikan bantuan kepada negara-negara berpenghasilan menengah yang layak kredit, sedangkan IDA membantu negara-negara dengan ekonomi termiskin. Bank dunia juga bekerja sama dengan lembaga lain termasuk International Finance Corporation (IFC), Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA), dan International Centre for Settlement of Investment


(39)

Disputes (ICSID). (Apa itu Bank Dunia? Fakta, Sejarah & Informasi Lainnya, 2016)

Keuangan Bank Dunia berasal dari investasi oleh negara-negara anggotanya yang berjumlah 286 negara. Lima pemegang saham terbesar di Bank Dunia adalah Amerika Serikat, Perancis, Jerman, Inggris, dan Jepang. Kelima negara ini berhak menempatkan masing-masing satu Direktur Eksekutif dan berhak pula dalam memilih Presiden Bank Dunia. (Sulaeman, 2009)

Dalam meminjamkan kepada negara yang dilanda krisi ekonomi, Bank Dunia mensyaratkan beberapa hal seperti, melakukan penyesuaian kebijakan domestik. Hal tersebut sering disebut dengan program penyesuaian struktural (Structural Adjustment Program; SAP). (Ikodar, 2003)

Pinjaman dalam rangka SAP, diberikan dalam beberapa bentuk, yaitu: 1. Structural adjustment loans (SALz), dimaksudkan untuk mendukung

reformasi demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi, efisiensi penggunaan sumber daya, serta keseimbangan neraca pembayaran yang berkelanjutan dalam jangka panjang. Ciri utama SALz adalah bahwa fokusnya terutama pada isu-isu struktural ekonomi makro, seperti: kebijakan perdagangan, penggunaan sumber daya, pengelolaan sektor publik, pengembangan sektor swasta, serta jaringan pengamanan sosial.

2. Sector adjustment loan (SECAL), dimaksudkan untuk mendukung perubahan kebijakan dan reformasi kelembagaan pada sebuah sektor tertentu. Fokus SECAL terutama terletak pada isu-isu seperti kerangka kerja peraturan dan


(40)

intensif untuk pengembangan sektor swasta, kapabilitas kelembagaan, dan program pengeluaran pada sesuatu sektor.

3. Programmatic structural adjustment loan (PSAL), disediakan dalam konteks kerangka kerja multi tahun guna mendukung program pemerintah dalam jangka menengah dalam reformasi kebijakan dan pembangunan kelembagaan. PSALs mendukung program pemerintah melalui serangkaian pinjaman yang ditetapkan untuk masa 3 (tiga) hingga 5 (lima) tahun untuk menopang reformasi sosial dan struktural secara bertahap dan berkelanjutan. Pada dasarnya jangka waktu pinjaman PSAL adalah selama setahun dengan target tertentu yang terukur. Oleh karena itu pada tiap-tiap seri pinjaman tersebut ditetapkan indikator-indikator yang dapat dimonitor. Ada pun mengenai persyaratan dan cara pencairan uangnya sama dengan SAL.

4. Special structural adjustment loan (SSAL) dimaksudkan untuk mendukung reformasi sosial dan struktural dengan memberi kelayakan kredit (creditworthy) kepada negara peminjam yang diambang krisis, atau telah terlanda krisis, dan amat sangat membutuhkan dana untuk pembayaran ke luar negeri. Dengan kata lain, SSAL disediakan bagi negara-negara yang secara nyata sedang menghadapi, atau potensial menghadapi, krisis finansial dengan dimensi sosial dan struktural yang substansial. Pinjaman ini merupakan dukungan untuk reformasi struktural, sosial, dan kebijakan ekonomi makro, yang merupakan bagian dari paket dukungan internasional yang disediakan bersama-sama oleh donor multilateral, donor-donor bilateral, serta investor dan pemberi pinjaman dari kalangan swasta. Dalam


(41)

kaitan ini, pinjaman SSAL baru dapat diberikan jika telah ada program kerjasama dengan IMF.

5. Rehabilitation Loan (RIL), dimaksudkan untuk mendukung program reformasi kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi investasi sektor swasta, di mana kurs asing diperlukan untuk memperbaiki fasilitas-fasilitas produktif dan infrastruktur strategis. Fokusnya adalah pada reformasi kebijakan sektor-sektor penting dan ekonomi makro berjangka pendek yang diperlukan untuk menanggulangi penurunan asset produksi dan kapasitas infrastruktur. RIL biasa digunakan ketika suatu negara telah menyatakan kesediaannya untuk melakukan reformasi perekonomian secara menyeluruh namun peminjam dalam kerangka SAL tidak bisa dipakai oleh karena agenda reformasistruktural negeri ini baru dimulai. RIL cocok untuk situasi paska konflik dan perekonomian yang sedang dalam masa transisi.

6. Debt Reduction Loan (DRL) dimaksudkan untuk membantu negara yag terlilit hutang dalam jumlah besar yang memenuhi syarat untuk mendapatkan pengurangan hutang komersial dan mendapatkan layanan pinjaman sampai tingkat tertentu, sebagai bagian dari rencana pembiayaan jangka menengah guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Fokusnya adalah pada rasioalisasi hutang yang menjadi tanggungan sesuatu negara pada bank komersial luar negeri, baik dengan mengubah hutang tersebut dalam hutang dengan bunga yang rendah maupun dengan memberi talangan untuk menutupnya dengan meminta pengurangan. Meski DRL bukan


(42)

tergolong adjustment loan, proses pelaksanaannya sering dilakukan secara bersamaan dengan adjustment loan, dimana bagian dari dana dari adjustment loan juga digunakan untuk membiayai pelaksanaan pengurangan hutang. Dalam pelaksanaannya staf bank dunia membantu membuat rancangan kegiatan yang sesuai dengan kriteria bank dunia namun mereka tidak turut secara langsung dalam perundingan antara negara peminjam dengan para kreditor komersialnya. (Ikodar, 2003)

SAP yang diterapkan Bank Dunia sebagian besar memengaruhi kebijakan politik dan ekonomi suatu negara. Bila negara-negara ingin meminta tambahan hutang, Bank Dunia memerintahkan agar negera penerima hutang melakukan

“perubahan kebijakan” (yang diatur dalam SAP). Bila negara tersebut gagal menerapkan SAP, Bank Dunia akan memberi sanksi fiskal. Perubahan kebijakan yang diatur dalam SAP antara lain, program pasar bebas, privatisasi, dan deregulasi. (Sulaeman, 2009)

Indonesia dan Bank dunia sendiri memiliki sejarah yang panjang. Pada April 1967 Indonesia kembali bergabung dalam Bank Dunia setelah menarik diri sebagai anggota pada Agustus 1965. Suatu misi Bank Dunia yang besar dikirim pada akhir tahun 1967 yang disusul dengan suatu perjanjian untuk membentuk suatu kantor resident di Jakarta, yang secara resmi didirikan pada September 1968. Semenjak itu, Bank Dunia telah memberikan hampir $25 milyar (termasuk pembatalan) kepada pemerintah dalam mendukung 280 proyek-proyek dalam segala sektor ekonomi – pertanian, pendidikan, kesehatan, pengembangan sosial, transportasi, tenaga listrik, infrastruktur – selain membantu dalam penyusunan


(43)

kebijakan ekonomi, pengembangan kelembagaan, dan program-program pengentasan kemiskinan. (The World Bank Group, 2016)

Secara sektoral, infrastruktur (tenaga listrik, telekomunikasi dan perhubungan) menyerap bagian yang terbesar yaitu 40 persen dari keseluruhan pinjaman Bank Dunia pada masa Tahun Fiskal 1969 hingga 1978, disusul oleh pertanian sebesar 19 persen, pendidikan, kesehatan, nutrisi dan populasi sebesar 13 persen, kemudian perkotaan, air minum dan sanitasi sebesar 10 persen. Sesuai perkembangan waktu terdapat perubahan komposisi yang penting: bagian pertanian telah menurun secara dramatis dibandingkan dengan meningkatnya bagian untuk infrastruktur, pendidikan, kesehatan, nutrisi dan populasi, perkotaan dan air minum dan sanitasi. (The World Bank Group, 2016)

Bank Dunia mulai berperan sebagai lembaga pemberi pinjaman bagi Indonesia pada saat awal masa pemerintahan Presiden Soeharto, sekitar tahun 1968. Namun sebelum memberikan pinjaman, Bank Dunia “menjajaki” Indonesia dengan memberikan bantuan teknis untuk identifikasi kebijakan makro ekonomi, kebijakan sektoral yang diperlukan, dan kebutuhan pendanaan yang kritis. (Hutagalung, 2009)

Di masa-masa awal pemberian pinjaman, Indonesia masih dianggap sebagai negara yang memiliki nilai credit worthiness yang rendah. Oleh karena itu, pinjaman yang diberikan oleh Bank Dunia pada saat itu menggunakan skema IDA atau pinjaman tanpa bunga, kecuali administrative fee ¾ persen per tahun dan jangka waktu pembayaran 35 tahun dengan masa tenggang 10 tahun. Dana


(44)

pinjaman pertama yang diberikan kepada Indonesia adalah sebesar 5 juta dolar AS pada September 1968. (Hutagalung, 2009)

Pada masa-masa awal tersebut, dana pinjaman dari Bank Dunia digunakan untuk pembangunan di bidang pertanian, perhubungan, perindustrian, tenaga listrik, dan pembangunan sosial. Pada tahun-tahun berikutnya, Indonesia berhasil menunjukkan performa ekonomi yang memuaskan, dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen per tahun, jauh lebih besar dari rata-rata pertumbuhan ekonomi negara peminjam yang lain. Oleh karena itu, sejak akhir dekade 70-an Indonesia sudah mulai dianggap sebagai negara yang lebih credit worthy untuk memperoleh pinjaman Bank Dunia yang konvensional atau dengan menggunakan skema IBRD. Berbeda dari periode sebelumnya, pada dekade 80-an, pinjaman uang Bank Dunia terlihat lebih terarah pada masalah deregulasi sektor keuangan, selain masih tetap digunakan bagi pengembangan sektor-sektor sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya. (Hutagalung, 2009)

Pada awal dekade 90-an hingga sebelum memasuki krisis moneter tahun 1997, Indonesia menunjukkan performa ekonomi yang mengagumkan, bahkan sempat dijuluki sebagai salah satu Asian Miracle. Laporan dan analisis Bank Dunia terhadap perekonomian Indonesia acap kali dihiasi dengan berbagai pujian. Sayangnya, performa ekonomi yang memikat tersebut ternyata lebih tepat sebagai “penundaan masalah”.

Kekeliruan dan dampak negatif dari bantuan Bank Dunia, baik berupa dana pinjaman maupun anjuran kebijakannya, terbukti nyata (meski bukan faktor satu-satunya) pada saat Indonesia mengalami krisis moneter pada tahun 1997.


(45)

Liberalisasi sektor keuangan yang didukung penuh oleh Bank Dunia terbukti tidak cocok, bahkan mencelakakan, Indonesia. Pada saat krisis terjadi, mungkin salah satu bantuan paling berharga yang diberikan oleh Bank Dunia berupa persetujuan atas permintaan pemerintah Indonesia untuk membatalkan pinjaman yang tidak terserap sebesar 1,5 miliar dolar AS dan menyesuaikan (realokasi) pinjaman lainnya sebesar 1 miliar dolar AS untuk membiayai program mendesak, seperti bantuan biaya sekolah, beasiswa, dan jaring pengaman sosial. (Lutfi, 2014)

Pasca krisis yang melanda Indonesia, bantuan Bank Dunia masih terus berlanjut, terutama difokuskan pada kelanjutan pemulihan ekonomi, penciptaan pemerintah yang transparan, dan penyediaan pelayanan umum yang lebih baik, terutama bagi kelompok miskin. Tetapi tidak dapat dipungkiri, krisis moneter yang melanda Indonesia tahun 1997 memberi pelajaran berharga mengenai dua mata pisau yang diberikan oleh “bantuan” Bank Dunia.

B. Indonesia dalam Asian Development Bank (ADB)

Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) adalah sebuah bank internasional yang berkantor pusat di Filipina yang membantu pertumbuhan sosial dan pertumbuhan ekonomi di Asia dengan cara memberikan pinjaman kepada negara-negara miskin. ADB didirikan pada tanggal 19 Desember 1966 di Manila. Piagam pendiriannya ditandatangani oleh perwakilan dari 31 negara. (Dasar Pengetahuan, 2015)


(46)

Sebagai salah satu lembaga keuangan internasional, ADB menunjukkan perhatian yang cukup besar dalam membantu pembangunan di negara-negara berkembang (Developing Member Countries/DMCs). Pemberian bantuan ADB tersebut dilatarbelakangi oleh pertimbangan adanya himbauan dan permintaan dari badan-badan internasional kepada negara-negara maju untuk ikut serta di dalam membantu negara-negara yang sedang berkembang. (Dasar Pengetahuan, 2015)

ADB memiliki visi “wilayah Asia dan Pasifik yang bebas dari kemiskinan.” Adapun misi ADB adalah membantu mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kondisi serta kualitas kehidupan negara anggota ADB yang berasal dari kalangan negara sedang berkembang. (Dasar Pengetahuan, 2015)

Pembiayaan ADB bersumber dari OCR (Ordinary Capital Resources) dan ADF (Asian Development Fund). OCR adalah subscribed capital negara-negara anggota, cadangan dan dana yang dihimpun melalui pinjaman dari pasar internasional. Syarat pinjaman dari sumber ini antara lain lending rate 6,46%, commitment fee 0,.75%, maturity period rata-rata 23 tahun, dan grace period rata-rata 5 tahun. (wikiapbn, 2015)

ADF adalah bantuan lunak dari sumbangan sukarela negara-negara anggota dan penghasilan bersih operasi ADB. Syarat pinjaman dari sumber ini antara lain: grace period rata-rata 8 tahun,maturity period untuk proyek rata-rata 32 tahun, maturity period untuk program rata-rata 24 tahun, Administrative charge selama grace period 1%, administrative charge selama amortization 1,5%. Tidak ada commitment fee dan equal amortization. (wikiapbn, 2015)


(47)

Indonesia menjadi anggota ADB sejak tahun 1968 dengan jumlah kekuatan suara sebesar 104.887 suara atau 5,2% dari keseluruhan jumlah suara. Sedangkan Voting Power Indonesia per Desember 1999 adalah sebesar 207.638 suara yang merupakan 4,793% dari Regional Votes, jumlah kekuatan suara negara anggota di wilayah Asia yang berjumlah 42 negara. (Dasar Pengetahuan, 2015)

Indonesia adalah salah satu pendiri Asian Development Bank (Bank Pembangunan Asia atau ADB), dan menjadikan ADB mitra jangka panjang dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Untuk mencapai tujuan ini, ADB bekerjasama dengan Pemerintah Indonesia, masyarakat sipil, pihak swasta, dan mitra pembangunan lainnya dalam bidang infrastruktur, pendidikan, lingkungan hidup, pembangunan sektor keuangan, pengelolaan sektor publik dan reformasi kebijakan. Kemitraan dengan universitas-universitas besar di Indonesia dan organisasi masyarakat sipil diarahkan untuk mendukung pertukaran ilmu pengetahuan. Disamping itu ADB juga meningkatkan kerjasama dengan sektor swasta melalui kegiatan operasional di sektor swasta dan mendukung kemitraan publik dan swasta. (Asian Development Bank, 2012)

ADB telah menyetujui pinjaman dengan dan tanpa jaminan pemerintah sebesar $30,19 milyar, $432,06 juta dalam bentuk bantuan teknis, dan $429,98 juta dalam bentuk hibah untuk Indonesia. Strategi kemitraan Indonesia saat ini (Country Partnership Strategy/CPS) berfokus pada pertumbuhan yang inklusif dan kelestarian lingkungan. Sektor yang menerima dukungan prioritas antara lain pengelolaan sumber daya alam, pendidikan, energi, keuangan, transportasi, dan pasokan air bersih serta layanan perkotaan lainnya. CPS mendukung dua tujuan


(48)

pembangunan jangka menengah Indonesia: pembangunan ekonomi seiring dengan peningkatan kesejahteraan rakyat; dan tata kelola yang lebih baik. (Asian Development Bank, 2014)

Tabel 5: Indonesia: Pinjaman Kumulatif,Hibah, dan Bantuan Teknis yang disetujuia, b

Sektor No. Nilai Total

($ juta)c

%c Pertanian, Sumber Daya

Alam dan pembangunan Pedesaan

273 4.299,40 14,05

Pendidikan 80 2.455,75 8,03

Energi 81 4.416,29 14,43

Keuangan 66 4.111,43 13,44

Kesehatan 45 1.104,76 3,61

Industridan Perdagangan 39 660,58 2,16

Multisektor 28 1.797,20 5,87

Manajemen Sektor Publik 107 5.795,46 18,94

Transport 89 3.701,00 12,10

Pasokan Air Bersih dan Infrastruktur Perkotaan serta Pelayanan Lainnya

92 2.253,59 7,37

Total 900 30.595,45 100,00

Keterangan:

a. Hibah dan bantuan teknis mencakup pembiayaan bersama.

b. Mencakup pinjaman dengan jaminan pemerintah dan tanpa jaminan pemerintah dan bantuan teknis.

c. Jumlah mungkin tidak tepat karena pembulatan.

Sumber: Asian Development Bank dan Indonesia (Lembar Fakta 2014) ADB dan Pemerintah Indonesia bekerjasama untuk melibatkan organisasi masyarakat sipil (OMS), sektor swasta, dan mitra pembangunan lainnya, dan ADB bekerja dengan universitas-universitas besar di Indonesia dan OMS untuk mendukung pertukaran pengetahuan. (Asian Development Bank, 2014)


(49)

ADB bekerjasama dengan sektor swasta, mendukung kemitraan pemerintah dan swasta, dan berusaha untuk memobilisasi sumber daya pembangunan tambahan. Dana sebesar $17,65 juta dari Japan Fund for the Joint Crediting Mechanism, diumumkan pada bulan Juni 2014, memberikan pembiayaan untuk mendorong penerapan teknologi yang telah terbukti baik namun belum banyak digunakan di Indonesia dan negara-negara anggota ADB lainnya. (Asian Development Bank, 2014)

Dalam perkembangannya, bantuan ADB yang diterima Indonesia mengandung persyaratan yang semakin berat. Bantuan dengan persyaratan lunak berubah menjadi semakin berat suku bunganya karena pinjaman biasa dalam

OCR dikenakan front end fee yang pada saat sebelum krisis hal ini tidak ada.

Dengan adanya front end fee, jumlah pinjaman yang diterima tidak sebesar total

pinjaman yang disepakati. (wikiapbn, 2015)

Perubahan ini terutama disebabkan oleh perkembangan pasar kredit internasional dan terbatasnya dana murah ADB yang tersedia. Bantuan ADB hanya diprioritaskan kepada negara-negara anggota baru ADB untuk wilayah

Asia yang digolongkan sebagai negara peminjam (borrowing members) yang

benar-benar sangat membutuhkan dana tersebut untuk memulihkan kembali perekonomian di negaranya. (wikiapbn, 2015)

Sementara itu, seiring dengan keadaan ekonomi Indonesia yang dianggap semakin baik telah menimbulkan perubahan sikap negara atau badan pemberi bantuan termasuk ADB terhadap Indonesia. Indonesia dianggap tidak layak lagi untuk memperoleh bantuan ADB dengan persyaratan lunak. Hal inilah yang


(50)

mendorong Pemerintah Indonesia untuk menempuh kebijaksanaan dan strategi penerimaan bantuan ADB dengan sangat hati-hati. Bantuan ADB berperan sebagai salah satu alternatif sumber pembiayaan pembangunan di samping sumber lainnya berupa tabungan pemerintah, tabungan masyarakat dan investasi modal asing, serta sumber di dalam negeri lainnya.

Sejalan dengan itu, bantuan ADB tersebut digunakan sebagai pelengkap dari keseluruhan pembiayaan pembangunan nasional yang pemanfaatannya sebagian besar untuk membiayai pembangunan proyek-proyek prasarana, sarana, dan proyek lain yang produktif dan sesuai dengan pentahapan pembangunan yang bersifat proyek fisik maupun nonfisik. Akan tetapi, bantuan dari ADB tidak lepas

dari kritik atas sisi negatifnya. Bantuan ADB dalam pembangunan perekonomian

nasional Indonesia terlalu berorientasi ekonomi swasta dan terlalu terkait erat ke negara industri barat. Di mana dalam rangka peningkatan industrialisasi, ADB sangat berorientasi ekspor menurut model pembagian kerja internasional, sehingga kebutuhan dasar rakyat menjadi terabaikan.

C. Indonesia dalam ASEAN Infrastructure Fund (AIF)

Krisis keuangan Asia tahun 1997 merupakan kondisi keuangan yang sangat mempengaruhi perekonomian ASEAN, krisis yang kemudian terjadi di tahun 2008 menjadi pukulan selanjutnya, tetapi semua krisis tersebut dapat dilalui dengan baik dan ekonomi ASEAN dapat pulih dengan cepat dan tumbuh positif. Namun di sisi yang lain hal tersebut menumbuhkan kebutuhan ASEAN untuk terus mempertahankan dan meningkakan kinerja perekonomian secara


(51)

berkelanjutan. Dan yang menjadi salah satu tantangan utama yang dihadapi ASEAN adalah dalam penyediaan infrastruktur yang dapat menigkatkan pertumbuhan perekonomian.

Dibandingkan dengan kawasan lain di dunia, seperti ASIA, Amerika Latin, dan Afrika, infrastruktur di kawasan ASEAN dapat dikatakan lebih rendah dari kawasan-kawasan tersebut. Sebagaimana tercantum dalam tabel berikut:

Tabel 6: Perbandingan Global Cakupan Pelayanan Infrastruktur Kawasan Jalan (km) Jalan Kereta

(Km)

Telepon (Jumlah) Per Seribu Penduduk

ASEAN 10.51 0.27 3.53

Asia 12.83 0.53 3.47

OECD 211.68 5.21 13.87

Latin Amerika

14.32 2.48 6.11

Afrika n.a. 0.95 1.42

Elektrifikasi (%) Air Bersih (%)

ASEAN 71.69 86.39

Asia 77.71 87.72

OECD 99.80 99.63

Latin Amerika

92.70 91.37

Afrika 28.50 58.36

Sumber: ADB, UNDP, dan UNESCAP 2010 MDGs: Path to 2015

Dalam hal pengadaan infrastruktur, ASEAN mengalami kesenjangan infrastruktur (infrastructure gap) yang artinya bahwa tingkat pembangunan dan penyediaan infrastruktur antara satu negaradan negara yang lain berbeda-beda. Dalam konteks integrasi ASEAN, kesenjangan infrastruktur di kawasan ASEAN membatasi pencapaian tujuan menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA),


(52)

dikarenakan MEA mengedepankan nilai penting konektifitas di antara negara-negara anggota ASEAN.

Melihat kenyataan tersebut, Inisiatif pembentukan ASEAN Infrastructure Fund (AIF) mulai muncul pada pertemuan Menteri Keuangan ASEAN (ASEAN Finance Ministers’ Meeting / AFMM) ke-10 di Kamboja yaitu pada tahun 2006. Inisiatif ini muncul atas prakarsa dari Malaysia dengan mempertimbangkan adanya kelebihan cadangan devisa pada negara-negara ASEAN dan kebutuhan akan ketersediaan infrastruktur yang memadai untuk memacu pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN. Pada pembahasan awal disepakati bahwa kelebihan dana cadangan devisa negara-negara ASEAN akan digunakan untuk pembiayaan infrastruktur di ASEAN. Sebagai tindak lanjut dari pembahasan dimaksud, dibentuklah ASEAN Infrastructure Financing Mechanism Task Force (AIFM Task Force). Sesuai kesepakatan bersama, Task Force dimaksud diketuai oleh Malaysia sebagai inisiator pembentukan sebuah lembaga pembiayaan infrastruktur untuk ASEAN. (Janis, 2012)

Pembentukan AIF pun didasarkan pada tujuan menunjang pembangunan regional ASEAN dan bukan dengan motif untuk memaksimalkan keuntungan. AIF dibentuk sebagai entitas korporasi yang dimiliki oleh pemerintah negara-negara ASEAN dan ADB, dan menerbitkan obligasi untuk pendanaan tambahan. Obligasi yang dikeluarkan diharapkan memiliki peringkat investasi tinggi, yang bisa dibeli oleh berbagai entitas terkemuka, termasuk bank sentral. (Hasan, 2014)

AIF memiliki kantor pusat di Malaysia dan maka dari itu harus mematuhi semua formalitas yang diperlukan oleh korporasi yang berbasis di Malaysia,


(53)

dikarenakan AIF terdaftar sebagai Perseroan Terbatas (PT) di Malaysia. Sebagai perusahaan yang dibentuk berdasarkan hukum Malaysia, AIF juga harus mematuhi aturan dan peraturan yang ditetapkan oleh yurisdiksi pemerintah Malaysia. Selain itu, didasarkan pada pemahaman umum bahwa dibutuhkan transparansi untuk menjaga stabilitas kerangka peraturan yang berlaku, maka AIF juga mengeluarkan dokumen-dokumen hukum untuk memastikan tata kelola yang baik, sehingga hak dan kewajiban dari AIF dan semua pihak yang terkait akan menjadi jelas. (Hasan, 2014)

AIF yang dibentuk berdasarkan kombinasi kontribusi negara-negara ASEAN dengan ADB memiliki total komitmen kontribusi sebesar US$ 485.2 juta, terdiri dari kontribusi negara-negara ASEAN sebesar US$ 335.2 juta, dan kontribusi ADB sebesar US$ 150 juta. Besaran dari kontribusi yang diberikan oleh para pemegang saham (Shareholders) dalam AIF akan membawa dampak pada besaran voting power (hak suara) masing-masingnya.

Tabel 7: Equity Contribution and Voting Power (Hasan, 2014) Country Equity (US $ Millions) Voting Power

Brunei $10.00 2.13%

Cambodia $0.10 0.02%

Indonesia $120.00 25.52%

Lao PDR $0.10 0.02%

Malaysia $150.00 31.90%

Philippines $15.00 3.19%

Singapore $15.00 3.19%

Viet Nam $10.00 2.13%

Subtotal $320.20 68.10%

ADB $150.00 31.90%


(54)

Dari tabel di atas, Indonesia telah memberikan komitmennya untuk memberikan kontribusi sebesar US$ 120 juta, dan merupakan kontributor terbesar kedua di ASEAN, Dari kontribusi tersebut, Indonesia berhak atas 25.52 persen hak suara. Dalam tata kelola yang diusulkan di AIF, hak suara para pemegang saham memiliki peran dalam pengambilan keputusan di AIF. Berdasarkan Shareholders’ Agreement AIF, pasal 4 tentang Governance Structure, dinyatakan bahwa pemegang keputusan tertinggi di AIF adalah Dewan Direktur yang beranggotakan perwakilan dari seluruh pemegang saham AIF. Untuk keputusan yang bersifat operasional, Dewan Direktur AIF akan memutuskan dengan ketentuan persetujuan lebih dari 50 persen hak suara, dan didukung oleh lebih dari 50 persen jumlah pemegang saham. Sementara itu, untuk keputusan yang bersifat fundamental, yakni: (i) persetujuan keanggotaan baru; (ii) perubahan dalam share modal ekuitas AIF; (iii) penentuan domosili AIF; dan (iv) pembubaran AIF, dibutuhkan persetujuan Dewan Direktur dengan sedikitnya 67 persen hak suara, dan didukung oleh sedikitnya 67 persen dari jumlah pemegang saham. (Hasan, 2014)

Indonesia sebagai negara dengan tingkat integrasi domestik yang tergolong paling rendah di ASEAN diharuskan untuk meningkatkan konektivitas domestiknya agar mampu mendapatkan keuntungan yang maksimal dan meminimalisir kerugian yang akan didapat dari proses integrasi yang lebih dalam di ASEAN. Oleh karena itu, demi meningkatkan kualitas konektivitas Indonesia yang merupakan the weakest link dari keseluruhan konektivitas di ASEAN, pemerintah Indonesia memutuskan untuk memberikan dukungan besar terhadap


(55)

integrasi ASEAN, salah satunya adalah dengan cara menjadi negara yang pertama kali menyetujui AIF dan salah satu pendana awal terbesarnya.

Potensi leadership Indonesia di ASEAN ini dapat dibangun dengan cara mendukung pembentukan dan pendanaan ASEAN Infrastructure Fund. Tidak hanya itu, menjadi salah satu pemberi dana terbesar di ASEAN akan menunjukkan kesungguhan Indonesia dalam mendukung program ASEAN dan kemajuan bersama di ASEAN. Semua itikad tersebut pada akhirnya diharapkan akan memberikan soft power lebih kepada Indonesia sebagai negara yang secara tersirat dianggap sebagai figur pemimpin yang ideal di ASEAN.

Zahirul Alim dalam bukunya menjelaskan bahwa Indonesia memiliki potensi kepemimpinan yang nyata di Asia Tenggara, Indonesia telah menginspirasi banyak negara-negara di kawasan maupun diluar kawasan dengan menyumbangkan gagasan-gagasan konseptual dan intelektual misalnya Pancasila, Trisakti, Berdiri Diatas Kaki Sendiri (Berdikari), Non Alignment Conference Emerging Forces (CONEFO), Game of New emerging Forces (GANEFO), Zone of Peace, Freedom, and Neutrality (ZOPFAN), dan termasuk pendirian ASEAN sendiri. Kebijakan mendukung pendanaan terhadap AIF akan melanjutkan tradisi dan meningkatkan potensi kepemimpinan Indonesia di Asia Tenggara. (Primayoga, 2015)

Dari segi politik, tarik-menarik kepentingan di dalam negeri dapat dipastikan akan meningkat, para politisi baik di daerah maupun di pusat akan memiliki pendapat dan kepentingan-kepentingan yang berbeda dalam menanggapi pengingkatan konektivitas ini. Jika hal ini tidak ditanggapi dengan serius,


(56)

permasalahan birokrasi dapat menjadi ganjalan yang bahkan mungkin lebih parah daripada kelemahan infrastruktur yang ada sekarang. Beberapa daerah mungkin akan memilih untuk tidak meningkatkan konektivitasnya dengan dunia luar untuk menjaga kelestarian alam, budaya, dan nilai-nilai kedaerahannya. Namun hal itu juga pastinya akan bertolak belakang dengan tujuan dan visi Indonesia dalam MP3EI untuk menjadi salah satu dari 12 negara maju di dunia pada tahun 2045. Perbedaan-perbedaan seperti ini dikhawatirkan akan mengancam pelaksanaan ASEAN Connectivity dan membuat pendanaan AIF sia-sia. (Primayoga, 2015)

Tidak menutup kemungkinan juga akan terjadi konflik-konflik perbedaan suku dan budaya yang akan terjadi sebagai akibat dari meningkatkan konektivitas. Mengingat begitu pluralnya masyarakat Indonesia, perbedaan sangat banyak terdapat di berbagai aspek kehidupan. Bukan tidak mungkin konflik-konflik serupa akan muncul seiring dengan semakin terkoneksinya antar daerah di Indonesia. Menurut Guido Benny and Kamarulnizam Abdullah dalam penelitiannya yang berjudul Indonesian Perceptions and Attitudes toward the ASEAN Community, disebutkan bahwa pemerintah sebenarnya secara sepihak telah mengambil keputusan-keputusan berbagai program dan perjanjian rangkaian pelaksanaan ASEAN Community dan program persiapannya termasuk kebijakan pendanaan AIF tanpa melibatkan atau mempertimbangkan pendapat masyarakat. (Benny & Abdullah, 2011) Pengambilan keputusan yang sepihak dan terkesan terburu-buru tersebut tentunya beresiko menghasilkan dampak-dampak yang tidak diinginkan secara sosial maupun aspek-aspek lainnya.


(57)

BAB III

KEANGGOTAAN INDONESIA DALAM ASIAN INFRASTRUCTURE INVESTMENT BANK (AIIB)

Investasi infrastruktur merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru di luar perdagangan, mengingat peran infrastruktur dalam perkembangan perekonomian sangatlah penting. Namun demikian, ketersediaan infrastruktur menjadi salah satu masalah besar dalam proses perkembangan perekonomian di negara-negara kawasan Asia. Karakter peningkatan perekonomian yang berbeda di negara-negara Asia memperlihatkan adanya kesenjangan ekonomi yang sangat besar.

Tiongkoksebagai salah satu negara terbesar di Asia pun merupakan salah satu negara yang cukup aktif mempelopori pembentukan Multi Development Bank (MDB).Pada bulan Juli 2014, Tiongkok membentuk MDBbersama kelompok BRICS yang beranggotakan Brazil, Rusia, India, Cina (Tiongkok) dan Afrika Selatan, dengan tujuan untuk melakukan percepatan pembangunan infrastruktur di negara-negara tersebut.

Selain melalui BRICS, dalam rangka mendukung pendanaan pembangunan infrastruktur di negara-negara Asia, Tiongkok menginisiasi ide pendirian Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB). Bank infrastruktur Asia ini dicanangkanuntuk bekerja sama dengan bank pembangunan bilateral yang telah ada saat ini. Dengan


(1)

81

disepakati yaitu antara lain mengacu pada pipeline project AIF dan penetapan country limit.

Kelima, memanfaatkan sumber pembiayaan multilateral, antara lain WB, ADB, dan IDB. Total pinjaman dari berbagi MDBs ini pada tahun 2008 mencapai Rp222,33 triliun dan pada tahun 2013 meningkat menjadi Rp297,41 triliun. Indonesia merupakan negara yang mempunyai track record sangat bagus sehingga dipercaya oleh MDBs yang dibuktikan dengan terus meningkatnya jumlah pinjaman. Namun demikian, pembiayaan dari MDBs tidak hanya difokuskan pada pembangunan infrastruktur namun juga untuk pembiayaan lainnya.

Berdasarkan gambaran pinjaman Pemerintah di atas, keberadaan AIIB yang memiliki modal sebesar 100 miliyar dolar Amerika dengan posisi Indonesia sebagai penyetor dana terbesar ke 8, dapat menjadi sumber alternatif pembiayaan bagi pembangunan infrastruktur di Indonesia. Selain itu konsep Maritime Silk Road (MSR) yang diusung oleh Tiongkok untuk mengembalikan kejayaan jalur sutera bersingkronisasi dengan Nawa Cita dari Presiden Joko Widodo untuk membangun Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.


(2)

82

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Hutagalung, J. (2009). Peran BAnk Dunia dan IMF dalam Perekonomian Indonesia Dulu dan Sekarang. In A. A, & M. A, Era Baru Kebijakan Fiskal: Pemikiran, Konsep, dan Implementasi. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara.

Ikodar, S. B. (2003). Efektifitas Rezim Liberalisasi Penanaman Modal Asing LAngsung dalam Bank Dunia Terhadap Perubahan Perilaku Negara Anggota, Studi Kasus Indonesia (1998-2002). Program Pascasarjana UGM UYogyakarta .

Mas'oed, M. (1990). Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi. Jakarta: LP3ES.

Nasional, M. P. (2014). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-02019: Buku I Agenda Pembangunan Nasional. Jakarta: Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional.

Plano, J., & Olton, R. (1999). Kamus Hubungan Internasional. Jakarta: Putra A Bardin.

Warsito, T. (1998). Teori-teori Politik Luar Negeri. Yogyakarta: Bigraf.

Jurnal:

Anggraeni, T. D. (2015). Menyambut Kelahiran Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB). Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional , 1.

Benny, G., & Abdullah, K. (2011). Journal of Current Southeast Asian Affairs: Indonesian Perceptions and Attitudes toward the ASEAN Community. GIGA German Institute of Global and Area Studies, Institute of Asian Studies and Hamburg University Press .

Sekine, E. (2015). Aims and Prospects of the Asian Infrastructure Investment Bank Proposed by China. Nomura Journal of Capital Markets Spring , 1.

Reports

Asian Development Bank. (2012, desember 31). Asian Development Bank dan Indonesia . Lembar Fakta , p. 1.

Asian Development Bank. (2014, Desember 31). Asian Development Bank dan Indonesia. Lembar Fakta , p. 1.


(3)

83

Indraswari, R., & Imaniara, M. Inisiatif Indonesia untuk Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur dalam Kerja Sama Global. Jakarta: Kajian Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral (PKPPIM) BKF.

Kementerian Keuangan RI. (2013). Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Jakarta: Kementerian Keuangan RI.

Kementerian Keuangan RI. (2013). Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Jakarta: Kementerian Keuangan RI.

Kementrian Keuangan. (2014). Posisi Indonesia dalam Pembentukan AIIB. Jakarta: Badan Penelitian Kementrian Keuangan.

Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional. (2014). Buku I Agenda Pembangunan Nasional. Jakarta: Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional.

Keuangan, P. K. (2014). Posisi Indonesia Dalam Pembentukan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB). Jakarta: PKRB Kementrian Keuangan.

Wangke, H. (2015). Penguatan Pengaruh Tiongkok di Kawasan Asia Fasifik Melalui Pembentukan AIIB. Info Singkat Hubungan Internasional , 6.

Dokumen dari Website:

Dewanto, F. A. (2015, Januari 8). RPJMN 2015-2109: Mewujudkan Cita-Cita Poros Maritim. Retrieved mei 28, 2016, from berita daerah: http://beritadaerah.co.id/2015/01/08/rpjmn-2015-2109-mewujudkan-cita-cita-poros-maritim/

Janis, N. (2012). AIF- Inisiatif Lembaga Pembiayaan Infrastruktur Untuk Kawasan ASEAN. Retrieved Maret 20, 2016, from Kemenkeu.go.id:

http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/AIF%20-%20Inisiatif%20Pembiayaan%20Infrastruktur%20ASEAN.pdf

Jokowi, & Kalla, J. (2014). Jalan Perubahan Untuk Indonesia Yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian. Retrieved April 11, 2016, from KPU web site: http://kpu.go.id/koleksigambar/VISI_MISI_Jokowi-JK.pdf

Kemenkeu. (2015). Kementrian Keuangan Indonesia. Retrieved Maret 11, 2016, from Kementrian Keuangan Indonesia web site: http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/Kontribusi%20Indonesia%20pa da%20Lembaga-lembaga%20Keuangan%20Internasional_PKPPIM.pdf


(4)

84

Pramadi, Y. (2014, November 27). Siaran Pers: Penandatanganan MoU Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB). Retrieved September 7, 2015, from http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/SP_271114_155.pdf

Setiawan, W. (2015). Diplomasi Jalur Sutra, Overheating Ekonomi dan Interdependensi Kompleks: Sebuah Observasi Internal Atas Sebuah Modernisasi Peradaban. Retrieved Desember 1, 2015, from academia: https://www.academia.edu/12313219/Diplomasi_Jalur_Sutra_Overheating_E konomi_dan_Interdependensi_Kompleks_Sebuah_Observasi_Internal_Atas_S ebuah_Modernisasi_Peradaban

Kemenkeu. (2015). Kementrian Keuangan Indonesia. Retrieved Maret 11, 2016, from Kementrian Keuangan Indonesia web site: http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/Kontribusi%20Indonesia%20pa da%20Lembaga-lembaga%20Keuangan%20Internasional_PKPPIM.pdf Lutfi, K. (2014, Januari 12). Slideshare.com. Retrieved Maret 12, 2016, from Slide

Share: http://www.slideshare.net/khairanluthfi/kerjasama-indonesia-dengan-bank-dunia-serta-dampak-bagi-perekonomian-indonesia?from_action=save Primayoga, F. M. (2015). ANALISIS KEBIJAKAN INDONESIA TERKAIT

DUKUNGAN TERHADAP ASEAN INFRASTRUCTURE FUND SEBAGAI UPAYA PERSIAPAN PELAKSANAAN ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015. Retrieved Juni 2, 2016, from academia.edu: https://www.academia.edu/6935277/ANALISIS_KEBIJAKAN_INDONESIA _TERKAIT_DUKUNGAN_TERHADAP_ASEAN_INFRASTRUCTURE_F UND_SEBAGAI_UPAYA_PERSIAPAN_PELAKSANAAN_ASEAN_ECO NOMIC_COMMUNITY_2015

Surat Kabar:

Kompas. (2015). AIIB Menjadi Alternatif. Jakarta: Harian Kompas.

Websites:

AIIB. (2015). Retrieved oktober 29, 2015, from http://www.aiib.org/html/list-new/ Allens, J. (2015). Sejak Indonesia Masuk AIIB, Tiongkok Terus Bantu Pertumbuhan

Investasi. Retrieved Desember 22, 2016, from Century Investment Futures:

http://www.centuryrealtime.com/berita-analisis/rekomendasi/22-

news/vibeconominbusiness/7165-Sejak%20Indonesia%20Masuk%20AIIB,%20Tiongkok%20Terus%20Bantu %20Pertumbuhan%20Investasi


(5)

85

Apa itu Bank Dunia? Fakta, Sejarah & Informasi Lainnya. (2016). Retrieved april 20, 2016, from Amazine.co - Online Popular Knowledge: http://www.amazine.co/25020/apa-itu-bank-dunia-fakta-sejarah-informasi-lainnya/

Asia Infrastructure Investment Bank. (2016, Maret 21). Retrieved Januari 17, 2016,

from Wikipedia:

https://en.wikipedia.org/wiki/Asian_Infrastructure_Investment_Bank#cite_not e-38

Dasar Pengetahuan. (2015, Maret 5). Bank Pembangunan Asia. Retrieved Maret 11, 2015, from wikiapbn: http://www.wikiapbn.org/bank-pembangunan-asia/ Dewanto, F. A. (2015, Januari 8). RPJMN 2015-2109: Mewujudkan Cita-Cita Poros

Maritim. Retrieved mei 28, 2016, from berita daerah: http://beritadaerah.co.id/2015/01/08/rpjmn-2015-2109-mewujudkan-cita-cita-poros-maritim/

Frence-Presse, A. (2015, 13 Maret). Japan denies plan to join China-led development bank. Retrieved Desember 1, 2015, from news yahoo: http://news.yahoo.com/japan-denies-plan-join-china-led-development-bank-041742313--finance.html

Hanafi, F. (2015, Juli 1). Apa Yang Anda Perlu Tahu Tentang AIIB? Retrieved September 7, 2015, from Focus: http://focuss.my/apa-anda-perlu-tahu-tentang-aiib/

Hasan, F. (2014, Desember 7). Kontribusi Indonesia Terhadap Asean Infrastructure Found Sebagai Penunjang Kesuksesan Asian Community 2015. Retrieved April 4, 2016, from https://fidzulhasan.wordpress.com/2014/12/07/kontribusi-

indonesia-terhadap-asean-infrastructure-found-sebagai-penunjang-kesuksesan-asian-community-2015/#_ftn7

Sulaeman, D. Y. (2009, Desember 30). KAJIAN TIMUR TENGAH DAN STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL. Retrieved Maret 15, 2016, from Peran Bank Dunia dalam Kemunduran Perekonomian Indonesia: https://dinasulaeman.wordpress.com/2009/12/30/peran-bank-dunia-dalam-kemunduran-perekonomian-indonesia/

The World Bank Group. (2016). Pertanyaan-pertanyaan umum. Retrieved Maret 20,

2016, from world bank web site:

http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/COUNTRIES/EASTASIAP ACIFICEXT/INDONESIAINBAHASAEXTN/0,,menuPK:447269~pagePK:1 41132~piPK:148689~theSitePK:447244,00.html


(6)

86

Kemenkeu. (2015, Juni 30). Ringkasan eksekutif: Kajian Posisi Indonesia dalam Pembentukan Asian infrastructure Investment Bank. Retrieved Desember 28, 2015, from Ministry of Finance republic of Indonesia: http://kemenkeu.go.id/en/node/46353

Kurtenbach, E. (2015, April 1). Taiwan to join China-led regional bank, Japan says not now. Retrieved Desember 1, 2015, from news yahoo: http://news.yahoo.com/japan-not-currently-planning-join-china-led-bank-043535443.html

Laxmikanth, M. (2015, februari 18). AIIB: Asian Infrastructure Investment Bank-

purpose, structure, India’s interests- pro & anti arguments. Retrieved oktober

27, 2015, from Mrunal.org: http://mrunal.org/2014/11/diplomacy-aiib-asian-infrastructure-investment-bank-china-india.html

PURPOSE, FUNCTIONS AND MEMBERSHIP. (2015). Retrieved oktober 27, 2015, from AIIB: http://www.aiib.org/html/pagefaq/Key_Provisions/

Rahmawaty, A. (2015, Maret 24). Indonesia di Tengah Dinamika Regional. Retrieved September 7, 2015, from Forum Kajian Pertahanan dan Maritim: http://www.fkpmaritim.org/indonesia-di-tengah-dinamika-regional/

Saputra, L. (2013, Desember 19). Kepentinga Nasional dalam Interaksi Antar Negara. Retrieved Desember 15, 2015, from Luqman Saputra: Epicness All The Way: http://luqman-saputro-fisip13.web.unair.ac.id/artikel_detail-89427-

SOH101-KEPENTINGAN%20NASIONAL%20DALAM%20INTERAKSI%20ANTA R%20NEGARA%20%28Week%205%29.html

Sekilas Hubungan Bilateral Tiongkok dan Indonesia. (n.d.). Retrieved September 7, 2015, from Embassy of The Peopple's Republic of China in The Republic of Indonesia: http://id.china-embassy.org/indo/zgyyn/sbgxgk/

Watt, N., Lewis, P., & Branigan, T. (2015, Maret 13). US anger at Britain joining Chinese-led investment bank AIIB . Retrieved Desember 1, 2015, from The Guardian: http://www.theguardian.com/us-news/2015/mar/13/white-house-pointedly-asks-uk-to-use-its-voice-as-part-of-chinese-led-bank

What is the Asian Infrastructure Investment Bank? (2015). Retrieved oktober 25, 2015, from AIIB: http://www.aiib.org/html/aboutus/AIIB/?show=0

wikiapbn. (2015, Maret 5). Bank Pembangunan Asia. Retrieved Maret 12, 2016, from wikiapbn.org: http://www.wikiapbn.org/bank-pembangunan-asia/#to-klndepkeu