FORMULASI KEBIJAKAN KELEMBAGAAN BARU ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN SLEMAN (PERDA NOMOR 8 TAHUN 2014)

(1)

i

FORMULASI KEBIJAKAN KELEMBAGAAN BARU

ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN

SLEMAN (PERDA NOMOR 8 TAHUN 2014)

Disusun Oleh : BAYU RETNO NEGORO

NIM. 20120520149

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

i

FORMULASI KEBIJAKAN KELEMBAGAAN BARU

ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN

SLEMAN (PERDA NOMOR 8 TAHUN 2014)

Disusun Oleh : BAYU RETNO NEGORO

NIM. 20120520149

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

Dengan Judul :

Formulasi Kebijakan Kelembagaan Baru Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Sleman

(Perda Nomor 8 Tahun 2014) Oleh :

Bayu Retno Negoro 20120520249

Telah dipertahankan dan disahkan di depan tim penguji Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Pada :

Hari/Tanggal : Kamis, 25 Agustus 2016

Tempat : Ruang Ujian Ilmu Pemerintahan

Pukul : 11.00

SUSUNAN TIM PENGUJI KETUA,

DR. Ulung Pribadi, M.Si.

PENGUJI I PENGUJI II

Awang Darumurti, S.IP., M.Si. Dra. Atik Septi Winarsih, M.Si. Mengetahui,

KETUA JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN


(4)

iii

HALAMAN PERNYATAAN

Assalamu‟alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Dengan ini saya Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa skripsi yang

berjudul “Formulasi Kebijakan Kelembagaan Baru Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Sleman (Perda Nomor 8 Tahun 2014)” adalah karya pribadi dan sepanjang pengetahuan penulis tidak berisi materi yang dipublikasikan atau di tulis orang lain, kecuali bagian-bagian tertentu yang penulis ambil sebagai bahan acuan atau refrensi. Apabila terbukti pernyataan ini tidak benar, maka sepenuhnya menjadi penanggung jawab penulis. Demikan pernyataan ini saya buat agar dapat memaklumi.

Wassalamu‟alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Yogyakarta,29 Agustus 2016

Bayu Retno Negoro NIM:20120520249


(5)

iv MOTTO

“Do the best, be good, then you will be best.”

“Man Sara Ala Darbi Washala”

(Siapa Menapaki Jalan-Nya akan sampai ke tujuan)

Abraham lincoln

“ ketika saya melakukan hal yang baik, maka saya merasa baik. Ketika saya melakukan hal yang salah, maka saya merasa buruk. Itulah agama saya.

Monkey D Luffy

“Hidup Adalah Pilihan saat kau tak memilih itu adalah pilihanmu”

“ kegagalan yang kamu dapatkan hari ini, itu lah yang akan menjadi kesuksesan yang kamu raih kelak”

“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. ( QS. Al Mu’min 40 : 60 )


(6)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN Bismillahirahmanirahim

Ya Allah...Ya Rabb

Syukur Alhamdulillah hamba haturkan Pada-Mu...

Dalam Simpuhku...Dalam Sujudku...Dalam Doa dan Ikhtiarku... Kini aku mengerti apa arti Berusaha...Keikhlasan....Kesabaran... Kini Akupun turut menikmati hasil dari usaha dan penantianku.... Sungguh Engkau maha Adil dan maha Besar atas segala Kehendak-MU Saya persembahkan karya ini :

1. Ayah dan Mak tersayang, Terimakasih atas doa, dukungan dan motivasinya yang selalu diberikan tanpa merasa lelah sedikitpun sehingga anakmu ini dapat menyelsaikan karya tulis ini.

2. Ayukku Weni Purwonegoro, Ayuk Dwi Istyaningsih, Abangku Wijaya Sukarno, Kakakku Krisno Koco Negoro terimakasih saudara-saudariku atas dukungan dan motivasinya sehingga adikmu bisa menyelsaikan study ini.

3. Keponakan-keponakanku Andika, aditya,caya, deca, dinda, nuril yang selalu menjadi obat mujarab penghibur hati, dan kakak iparku Eko Triatianto, Mbak lala Taufikah dan Yuk Panda.

4. Keluarga Besar Bangka, dan Keluarga Besar Jogja 5. Sepisalku Dini Oktariani, Terimaksih atas supportnya.

6. “PRAJNA VIRA DHARMA CEVANA”. Seluruh Keluarga Besar Resimen Mahasiswa (MENWA) Satuan 017 UMY, terkhusus rekan


(7)

vi

satu jungkiranku Yudha 36, Try Haryanto, Bagus Satrio Adi, Danang Septianto, Hasyim Hamid, Sofwan Fajar, Apriana Daru Prabowo Wati, Fani Aprilia, Putri Rahmayani Ritonga Semoga KORSA persaudaraan ini tetap terjaga.

7. Yang saya hormati Senior, Abang, Kakak, dan Pelatih kami di Menwa Satuan 017 UMY, Bang Arif, Bang Sandi, Pak Satrio, Pak Sandya, Bang Hasbi, Prov Obi, Pak Gunadi, Ndan Asdi, Ndan Bondan, Ndan Pabrianto, Buk Reny Ricah, terimaksih atas bimbingannya dan semoga kita dipertemukan lagi.

8. Juniorku Yudha 37, Yudha 38, Yudha 39. Terus Berlatih dan Banggakan Korps Baret Ungu dan Kampus.

9. Pelatih Beladiri Militer Yongmodo Korem dan Koramil Bantul.

10.Teman-taman Satu Angkatan Ilmu Pemerintahan 2012 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Sukses selalu.

11.Teman-teman Kcker‟s, Agung (djl), Alif (anyop), puguh (Apang

Semu‟em), Haris (kurma),Bang Asrul, Imin (varokah) Sadad (Sanji

Kadut), Ditaria, Dhea, Intan L, Ummay semoga kita dipertemukaan lagi dalam kesuksesan nanti. Amiin

12.Teman-Teman Komunitas Reptil Jateng-DIY lindungi dan cintai para reptil.

13.Teman-teman KKN Ngaglik: Farid, Ican, Ganang, Septian, Yengki, aprilia, Andi,Anisa, Ayu, Cindy, Irni, Lia, Riska, Tika, Vita.


(8)

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah hirobbil`alamin, puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT, sang pemilik jagat raya dan seisinya yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, serta tidak lupa pula saya hanturkan shalawat serta salam

kepada junjungan baginda “Rosul Allah” Muhammad SAW yang telah menuntun

kita semua menuju jalan yang benar sehingga kita dapat menikmati kejayaan islam dengan baik. Atas kebesaran dan hidayah dari Allah SWT peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai tugas akhir dari seluruh aktivitas perkuliahan guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana ilmu pemerintahan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Peneliti menyadari bahwa, ada banyak pihak yang sangat berjasa dalam menyelesaikan skripsi ini dan peneliti rasa patut mendapat apresiasi dan ucapkan terima kasih. Peneliti mengucapkan terima kasih kepada ;

1. Prof. DR. Bambang Cipto, M.A, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Bapak Ali Muhammad, M.A., Ph.D., selaku Dekan FISIPOL Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Ibu Dr. Titin Purwaningsih, S.IP., M.Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.


(9)

viii

4. DR. Ulung Pribadi, M.Si. selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan dan bimbingan sehingga terselesainya Skripsi ini. Maaf pak kalau sering telat 

5. Dosen Penguji I Pak Awang dan Dosen Penguji II Bu Atik, Terimaksih atas kritik dan saranya Bapak dan Ibu.

6. Ayahanda Sutarno Zaid Al Munawaroh dan Ibunda Suhaini yang tiada henti-hentinya mendo‟akan dan memberikan motivasi kepada anak-anaknya secara moril maupun materil dan selalu memberikan kasih sayang yang tulus sejak penulis dilahirkan hingga sekarang, semoga Allah SWT selalu mengampuni dosa-dosanya dan memberikan rahmat kebahagian dunia dan akhirat atas seluruh apa yang beliau perjuangkan untuk anak-anaknya.

7. Ibu Sari Respati Kepala Subbag Kelembagaan Bagian Organisasi Sekretarian Daerah Kab.Sleman. Terimaksih atas waktunya dan kesediaan diwawancara dalam waktu yang lama.

8. Seeluruh Dosen dan Staf Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

9. Semua pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini. Dalam hal ini penulis tidak bisa membalas atas apa yang telah mereka berikan, hanya kepada Allah SWT penulis serahkan amal baiknya, semoga Allah SWT memberikan yang terbaik kepada mereka.


(10)

ix

Akhir Kata, walaupun masih banyak kekurangan dan kelemahan yang terdapat pada penelitian ini, penulis berharap semoga hasil penelitian ini berguna dan bermanfaat bagi peneliti lainnya dan khalayak umum serta bermanfaat dalam perkembangan Ilmu Sosial dan Politik di Indonesia. Semoga Skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, 26 Agustus 2016

Bayu Retno Negoro NIM: 20120520249


(11)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……….. i

HALAMAN PENGESAHAN ……… ii

HALAMAN PERNYATAAN ………. iii

HALAMAN MOTTO………. iv

HALAMAN PERSEMBAHAN……….. v

KATA PENGANTAR……….…… vii

DAFTAR ISI……… x

ABSTRACT……….……… xiv

BAB I PENDAHULUAN……… 1

A. Latar Belakang Masalah………. 1

B. Rumusan Masalah……… 6

C. Tujuan Penelitian………. 6

D. Manfaat Penelitian………..……… 6

E. Kerangka Dasar Teori………..……….. 7

1.Formulasi Kebijakan... 7

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Formulasi Kebijakan… 15 3. Struktur Organisasi ……….. 18

4. Kelembagaan Pemerintah Baru ……… 21

5. Pemerintah Daerah ………... 25

6. Organisasi Perangkat Daerah ………... 27

7. Penataan Organisasi Perangkat Daerah ……….... 30


(12)

xi

G. Definisi Oprasional ………... 32

H. Metode Penelitian ………... 34

1. Jenis Penelitian………. 34

2. Lokasi Penelitian ………... 34

3. Sumber Data………... 34

a. Data Primer ………... 34

b. Data Sekunder ………... 35

4. Teknik Pengumpulan Data ………... 35

a. Wawancara ………... 35

b. Dokumentasi ………... 36

5. Teknik Analisis Data………... 36

BAB II DESKRIPSI UMUM OBJEK PENELITIAN………. 37

A. Deskripsi Wilayah Penelitian……….. 37

1. Letek Wilayah ………... 37

2. Luas Wilayah ………... 37

3. Topografi………... 39

4. Ketinggian………... 39

5. Kemiringan Lahan ………... 40

6. Tata Guna………... 40

7. Iklim ………... 41

8. Karakteristik Wilayah……….... 41

B. Sejarah Kabupaten Sleman.………... 43


(13)

xii

2. Periode II: 1947-1964……….... 47

3. Periode III: 1964-1985………... 48

4. Periode IV: 1985-1990 ……….. 49

5. Periode V: 1990-2000………...49

6. Periode VI: 2000-2010………....50

7. Periode VII: 2010-Sekarang……… 52

C. Lambang Daerah Kabupaten Sleman ………... 53

D. Slogan Kabupaten Sleman. . . .. . . .……….…………... 55

E. Visi dan Misi……… ... 58

BAB III PEMBAHASAN………... 62

A. Proses Pembuatan Organisasi Perangkat Daerah………...………... 62

1. Dasar pembentukan unit-unit organisasi perangkat daerah (division of labour/work) ………... 64

2. Pembentukan unit-unit organisasi/ (SKPD) berdasarkan pengelompokan urusan-urusan pemerintah daerah (departmentalization) ………....……... 73

3. Susunan organisasi dalam setiap SKPD (span of control/ size of departmentalization)…….………....……….. 84

4. Pelimpahan kewenangan (delegation of authority) ………... 94

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses Kebijakan Publik 1. Adanaya Pengaruh Tekanan dari luar ………... 98


(14)

xiii

2. Adanaya Pengaruh Kebiasaan lama/ masa lalu ……… 100

3. Adanya pengaruh Sifat-Sifat Pribadi………. 102

4. Adanay Pengaruh Kekuasaan …...……… 105

5. Adanaya Pengaruh Teknologi…..………. 107

BAB IV PENUTUP……….... . 111

A. Kesimpulan………... 111

B. Saran ………... 114

DAFTAR PUSTAKA………... 115

LAMPIRAN………...………... 118

Daftar Gambar dan Tabel Gambar 2.1………...………... 54

Gambar 3.1………...………... 72

Tabel 2.1………...………... 38

Tabel 3.1………...………... 87


(15)

xiv ABSTRAK

Kabupaten Sleman melakukan perubahan pada Peraturan Daerahnya tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 9 Tahun 2009 tentang Organisasi Perangkat Daerah Pemerintah Kabupaten Sleman, menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah untuk mencapai efektivitas dan efisiensi pnyelenggaraan pelayanan masyarakat yang berdasarkan prinsip efektivitas, akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi dengan memperhatikan bentuk dan susunan pemerintahan Kab.sleman yang selanjutnya akan diatur dalam Raperda.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif karena untuk menggambarkan kelembagaan pemerintah Daerah kabupaten Sleman pasca diberlakukannya Perda No 8 tahun 2014 dan terkait formulasi kebijakan didalamnya. Teknik pengumpulan data yang digunakan dengan metode studi dokumen dan wawancara. Setelah data dikumpulkan kemudian dianalisis.

Struktur organisasi yang dihasilkan dari Pembentukan struktur organisasi dan tata kerja (SOTK) /kelembagaan perangkat daerah pada pokoknya mencakup empat hal yaitu : „division of labour yaitu dasar pembentukan unit-unit organisasi perangkat daerah, departementalization yaitu pembentukan unit-nit organisasi satuan kerja perangkat daerah (SKPD) berdasarkan perumpunan, span of control yaitu susunan organisasi dalam setiap SKPD dan delegation of authority yaitu pendelegasian wewenang ketingkat yang lebih rendah dalam organisasi. Serta faktor-faktor yang mempengaruhi seperti adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar, adanya pengaruh kebiasaan lama, Adanya pengaruh Kekuasaan menyakut kewenangan dan otoritas. Adanya pengaruh Teknologi Reformasi birokrasi menjadi dasar pertimbangan dalam penerapan E - Goverment di Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman agar terciptanya birokrasi yang mengikuti perkembangan zaman.

Kesimpulan, Pada pasca diberlakukannya Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2014 tentang Organisasi Perangkat Daerah Pemerintah Kabupaten Sleman telihat jelas adanya perubahan-perubahan pada SKPD Kabupaten Sleman . Dalam melakukan formulasi kebijakan yang dilakukan harus berdampak pada kedewasaan organisasi dalam melakukan pelayanan masyarakat serta prinsip keterbukaan dan pelayanan publik yang selalu dijaga dan ditingkatkan kualitasnya.

Kata Kunci: Perda no 8 tahun 2014, Formulasi Kebijakan, Organisasi Perangkat Daerah.


(16)

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

Dengan Judul :

Formulasi Kebijakan Kelembagaan Baru Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Sleman

(Perda Nomor 8 Tahun 2014) Oleh :

Bayu Retno Negoro 20120520249

Telah dipertahankan dan disahkan di depan tim penguji Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Pada :

Hari/Tanggal : Kamis, 25 Agustus 2016

Tempat : Ruang Ujian Ilmu Pemerintahan

Pukul : 11.00

SUSUNAN TIM PENGUJI KETUA,

DR. Ulung Pribadi, M.Si.

PENGUJI I PENGUJI II

Awang Darumurti, S.IP., M.Si. Dra. Atik Septi Winarsih, M.Si. Mengetahui,

KETUA JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN


(17)

i ABSTRAK

Kabupaten Sleman melakukan perubahan pada Peraturan Daerahnya tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 9 Tahun 2009 tentang Organisasi Perangkat Daerah Pemerintah Kabupaten Sleman, menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah untuk mencapai efektivitas dan efisiensi pnyelenggaraan pelayanan masyarakat yang berdasarkan prinsip efektivitas, akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi dengan memperhatikan bentuk dan susunan pemerintahan Kab.sleman yang selanjutnya akan diatur dalam Raperda.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif karena untuk menggambarkan kelembagaan pemerintah Daerah kabupaten Sleman pasca diberlakukannya Perda No 8 tahun 2014 dan terkait formulasi kebijakan didalamnya. Teknik pengumpulan data yang digunakan dengan metode studi dokumen dan wawancara. Setelah data dikumpulkan kemudian dianalisis.

Struktur organisasi yang dihasilkan dari Pembentukan struktur organisasi dan tata kerja (SOTK) /kelembagaan perangkat daerah pada pokoknya mencakup empat hal yaitu : ‘division of labour yaitu dasar pembentukan unit-unit organisasi perangkat daerah, departementalization yaitu pembentukan unit-nit organisasi satuan kerja perangkat daerah (SKPD) berdasarkan perumpunan, span of control yaitu susunan organisasi dalam setiap SKPD dan delegation of authority yaitu pendelegasian wewenang ketingkat yang lebih rendah dalam organisasi. Serta faktor-faktor yang mempengaruhi seperti adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar, adanya pengaruh kebiasaan lama, Adanya pengaruh Kekuasaan menyakut kewenangan dan otoritas. Adanya pengaruh Teknologi Reformasi birokrasi menjadi dasar pertimbangan dalam penerapan E - Goverment di Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman agar terciptanya birokrasi yang mengikuti perkembangan zaman.

Kesimpulan, Pada pasca diberlakukannya Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2014 tentang Organisasi Perangkat Daerah Pemerintah Kabupaten Sleman telihat jelas adanya perubahan-perubahan pada SKPD Kabupaten Sleman . Dalam melakukan formulasi kebijakan yang dilakukan harus berdampak pada kedewasaan organisasi dalam melakukan pelayanan masyarakat serta prinsip keterbukaan dan pelayanan publik yang selalu dijaga dan ditingkatkan kualitasnya.

Kata Kunci: Perda no 8 tahun 2014, Formulasi Kebijakan, Organisasi Perangkat Daerah.


(18)

(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Desentralisasi Indonesia ditetapkan melalui adanya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur wewenang serta tanggung jawab politik dan administratif pemerintah pusat, provinsi, kota dan kabupaten dalam struktur yang terdesentarlisasi.

Sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah perlu dibentuk peraturan pemerintah mengenai pembagian urusan pemerintahan antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Akhirnya pada pertengahan tahun 2007 ditetapkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi wewenang daerah provinsi maupun kabupaten/kota teraktualisasi dalam keorganisasian perangkat daerah sebagai pembantu kepala daerah dalam menjalankan segala urusan pemerintahan yang menjadi wewenangnya.

Kelembagaan atau organisasi pemerintah saat ini memerlukan peningkatan kualitas kinerja dalam setiap perencanaan maupun pelaksanaan program dan kegiatan secara terpadu dan berkelanjutan. Keterlibatan bersama antarsektor dan bidang urusan penyelenggaraan pemerintahan dalam pembangunan akan mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Setiap lembaga organisasi pemerintah bertanggung jawab meningkatkan kualitas kinerja, sehingga pada setiap akhir periode tahun anggaran dapat mewujudkan azas


(20)

akutabilitas dari program dan kegiatan pembangunan yang telah direncanakan. Peningkatan kualitas kinerja akan terlihat dari seberapa jauh tercapainya indikator kinerja penyelenggaraan pemerintahan pada fokus bidang urusan penyelengaraan pemerintahan. Indikator kinerja tersebut merupakan kriteria yang merupakan ukuran batas minimal tingkat pencapaian atau prestasi kerja setiap lembaga sesuai dengan kewenangan, tugas pokok, dan fungsinya.

Masalah-masalah kelembagaan masih banyak dijumpai,seperti yang terjadi pada Kabupaten Sleman.Kabupaten Sleman telah membentuk Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA) untuk meningkatkan pelayanan pemerintah daerah kepada masyarakat tetapi jenis pelayanan UPTSA tersebut masih bersifat pasif, artinya Pemda hanya menunggu masyarakat untuk dilayani kebutuhannya apabila masyarakat datang untuk meminta produk atau jasa pelayanannya.

Dalam hal ini dibutuhkan tingkat kesadaran masyarakat yang tinggi dan merupakan tanggung jawab pemerintah untuk meningkatkan pelayanan seperi menugaskan beberpa tim kerja mobil (bergerak) yang mndatangi rumah masyarakat yang membutuhkan produk atau jasa Pemda dengan sarana transportasi mobil (motor) keliling. (httppdf.usaid.govpdf_docspnadb562.pdf)

Dalam Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA), Kab.Sleman menjalankan perizininan dalam satu dinas saja, sehingga memudahkan dalam pelayanan perizinannya. Hal ini dikarenakan banyaknya pertimbangan dan tuntutan masyarakat publik yang menginginkan keefisienan waktu maksimal dan pelayanan yang prima. Sehingga masyarakat yang membutuhkan perizinan seperti izin mendirikan usaha dan perizinan lainya, untuk jenis pelayanan perizinan dan non perizinan bidang penanaman modal dapat diproses di satu SKPD saja. Maka perlu dilakukan penataan kelembagaan dengan menggabungkan pelayanan jenis perizinan pokok dan perizinan operasional tertentu dan urusan penanaman modal


(21)

kedalam sebuah lembaga penyelenggara PTSP, sehingga dibentuk Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan (BPMP2). Dengan dibentuknya lembaga tersebut, maka fungsi pelayanan dan penandatanganan izin dilaksanakan oleh BPMP2, sementara fungsi penyiapan rumusan kebijakan dan fungsi pengendalian izin tetap berada pada OPD teknis pengampu perizinan.

Contoh lain masalah kelembagaan seperti di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta ( DIY ) telah melakukan penataan kelembagaan pasca diberlakukannya UU keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta ( DIY ). Yang menjadi masalah faktor penataan kelembagaan pemerintah DIY adalah faktor dari Eksternal yang berupa adanya UU baru. Undang-undang tersebut adalah UU Nomor 13 tahun 2012 tentang keistimewaan DIY, yang mengharuskan pemerintah DIY melakukan penataan kembali. Namun pada penataan tersebut terdapat kendala. Kendala tersebut berupa tidak adanya PP atau Permendagri yang mengatur setelah UU keistimewaan tersebut. Sehingga bisa dikatakan UU keistimewaan DIY terjun bebas. Hal ini menyebabkan banyak waktu terbuang pada saat penataan kelembagaan. Dan juga dengan tidak adanya PP atau Permendagri menimbulkan tafsir yang berbeda-beda, karena setiap orang memiliki pemikiran yang berbeda. Hal ini yang menjadi kendala dalam penataan kelembagaan. (Prayogi, 2015)

Beberapa kewenangan pemerintahan sudah ditangani oleh Pemerintah Daerah baik oleh Pemerintah Provinsi, Kabupaten, dan Kota. Kewenangan tersebut mempunyai konsekuensi baru bagi pemerintah daerah untuk dapat mengelola kewenangan tersebut secara profesional. Sehingga banyak hal yang perlu dilakukan sebagai persiapan untuk menghadapi tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah berkenaan dengan tuntutan otonomi daerah. Tentu saja dalam penanganannya tidak dapat secara langsung dilakukan proses peralihan tersebut, proses perlu dilakukan secara bertahap, mulai dari bagaimana sumberdaya aparatur,


(22)

pendanaan atau anggaran biaya, aset-aset institusi, bentuk kelembagaan, tatalaksana mekanisme koordinasi, pembinaan, serta kerjasama.

Perkembangan fisik kawasan aglomerasi perkotaan Yogyakarta sebagai ibukota provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi penyebab utama menipisnya batasan ruang perkotaan dan perdesaan di wilayah Kabupaten Sleman. Perubahan struktur pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Sleman menimbulkan konsekuensi dari berkembangnya tujuan atau arah kegiatan masyarakat yang menuntut adanya perubahan karakteristik sarana dan prasarana wilayahnya masing- masing. Memperhatikan perkembangan kondisi tersebut, keberadaan satuan organisasi yang menangani perencanaan pembangunan daerah secara terpisah antara perkotaan dan perdesaan dipandang kurang efektif dan efisien lagi.

Agar meningkatkan kualitas pelayanan publik Kabupaten Sleman perlu dilakukan penataan kelembagaan penyelenggara pelayanan terpadu satu pintu dan dalam rangka meningkatkan kualitas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup perlu dilakukan penataan kelembagaan Kantor Lingkungan Hidup menjadi Badan Lingkungan Hidup. Juga optimalisasi fungsi pengoordinasian perencanaan dan pengendalian pembangunan daerah perlu dilakukan penataan kelembagaan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Oleh karena itu satuan organisasi pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah ditata ulang berdasarkan pembagian tugas dengan pendekatan urusan pemerintahan. Berdasarkan amanat Pasal 128 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, susunan organisasi perangkat daerah ditetapkan dalam peraturan daerah dan untuk melaksanakan ketentuan dimaksud perlu diatur dan ditetapkan Peraturan Daerah tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 9 Tahun 2009 tentang Organisasi Perangkat Daerah Pemerintah Kabupaten Sleman, menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.


(23)

Berdasarkan keterangan diatas, peneliti ingin mengkaji lebih dalam lagi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Formulasi Kebijakan Kelembagaan Baru di Kabupaten Sleman dalam mencapai sisitem pemerintahan yang optimal dan mewujudkan Good Governance.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah proses formulasi kebijakan kelembagaan baru organisasi perangkat daerah di Kabupaten Sleman tahun 2014?

2. Faktor apa saja yang mempengaruhi formulasi kebijakan kelembagaan baru organisasi perangkat daerah di Kabupaten Seleman tahun 2014?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui formulasi kebijakan kelembagaan baru organisasi perangkat daerah di Kabupaten Sleman, apakah sudah berjalan dengan baik atau belum.

2. Untuk mendapatkan gambaran secara jelas mengenai formulasi kebijakan kelembagaan baru organisasi perangkat daerah di Kabupaten Sleman yang berkaitan dengan peningkatan koordinasi kerja dan membandingkan dengan teori-teori yang tersedia.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai sumbangsih dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu tentang penataan struktur kelembagaan.

b. Sebagai bahan referensi bagi peneliti berikutnya dalam topik yang relevan. 2. Manfaat Praktis


(24)

a. Hasil penelitian dapat menjadi masukan bagi penulis untuk menjadi pelaku politik yang beguna bagi bangsa kedepannya.

b. Sebagai motivasi bagi masyarakat dan pemerintah setempat untuk mempertahankan masyarakat terbuka akan politik.

c. Memberikan sumbansi pemikiran bagaimana menjadi masyarakat politik yang baik dan terbuka dalam masyarakat yang demokrasi.

3. Manfaat Akademis

a. Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar kesarjanaan.

b. Sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya yang tertarik dengan masalah yang sama. E. Kerangka Dasar Teori

1. Formulasi Kebijakan

Menurut Anderson dalam Winarno (96 : 2012) menjelaskan bahwa perumusan

kebijakan (policy formulation)menyangkut upaya menjawab pertanyaan bagaimana alternatif

disepakati untuk masalah-masalah yang dikembangkan dan siapa yang berpartisipasi. Ia

merupakan proses yang secara spesifik ditujukan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan

khusus.

Formulasi kebijakan sebagai bagian dalam proses kebijakan publik merupakan tahap yang paling krusial karena implementasi dan evaluasi kebijakan hanya dapat dilaksanakan apabila tahap formulasi kebijakan telah selesai, disamping itu kegagalan suatu kebijakan atau program dalam mencapai tujuan-tujuannya sebagian besar bersumber pada ketidaksempurnaan pengolaan tahap formulasi (Wibawa; 1994, 2).

Tjokroamidjojo (Islamy; 1991, 24) mengatakan bahwafolicy formulationsama dengan pembentukan kebijakan merupakan serangkaian tindakan pemilihan berbagai alternatif yang dilakukan secara terus menerus dan tidak pernah selesai, dalam hal ini didalamnya termasuk pembuatan keputusan. Lebih jauh tentang proses pembuatan kebijakan


(25)

negara (publik), Udoji (Wahab ; 2001, 17) merumuskan bahwa pembuatan kebijakan negara sebagai

“The whole process of articulating and defining problems, formulating possible solutions into political demands, channelling those demands into the political systems, seeking sanctions or legitimation of the preferred course of action, legitimation and implementation, monitoring and review (feedback)”.

Tahap-tahap tersebut mencerminkan aktivitas yang terus berlangsung yang terjadi sepanjang waktu. Setiap tahap berhubungan dengan tahap berikutnya, dan tahap terakhir (penilaian kebijakan) dikaitkan dengan tahap pertama (penyusunan agenda) atau tahap ditengah dalam aktivitas yang tidak linear.

Formulasi kebijakan sebagai suatu proses menurut Winarno (1989, 53), dapat dipandang dalam 2 (dua) macam kegiatan. Kegiatan pertama adalah memutuskan secara umum apa yang apa yang harus dilakukan atau dengan kata lain perumusan diarahkan untuk memperoleh kesepakatan tentang suatu alternatif kebijakan yang dipilih, suatu keputusan yang menyetujui adalah hasil dari proses seluruhnya. Sedangkan untuk kegiatan yang selanjutnya diarahkan pada bagaimana keputusan-keputusan tentang kebijakan yang dibuat, dalam hal ini suatu keputusan kebijakan mencakup tindakan oleh seseorang pejabat atau lembaga resmi untuk menyetujui, mengubah atau menolak suatu alternatif kebijakan yang dipilih.

Sejalan dengan pendapat Winarno, maka Islamy (1991, 77) membagi proses formulasi kebijakan kedalam tahap perumusan masalah kebijakan, penyusunan agenda pemerintah, perumusan usulan kebijakan, pengesahan kebijakan, pelaksanaan kebijakan dan penilaian kebijakan.


(26)

Pada prinsipnya, walaupun suatu peristiwa, keadaan dan situasi tertentu dapat menimbulkan satu atau beberapa problem, tetapi agar hal itu menjadi masalah publik tidak hanya tergantung dari dimensi obyektifnya saja, tetapi juga secara subyektif, baik oleh masyarakat maupun para pembuat keputusan, dipandang sebagai suatu masalah yang patut dipecahkan atau dicarikan jalan keluarnya. Oleh karena itu, suatu problem, untuk bisa berubah menjadi problem umum tidak hanya cukup dihayati oleh banyak orang sebagai sesuatu masalah yang perlu segera diatasi, tetapi masyarakat perlu memiliki political will (kemauan politik) untuk memperjuangkannya dan yang lebih penting lagi, problem tersebut ditanggapi positif oleh pembuat kebijakan dan mereka bersedia memperjuangkan problem umum itu menjadi problem kebijakan, memasukannya kedalam agenda pemerintah dan mengusahakannya menjadi kebijakan publik, maka langkah pertama yang harus dilakukan oleh setiap pembuat kebijakan adalah mengidentifikasikan problem yang akan dipecahkan kemudian membuat perumusan yang sejelas-jelasnya terhadap problem tersebut. Kegiatan ini merupakan upaya untuk menentukan identitas masalah kebijakan dengan terlebih dahulu mengerti dan memahami sifat dari masalah tersebut sehingga akan mempermudah dalam menentukan sifat proses perumusan kebijakan.

b. Penyusunan agenda pemerintah.

Oleh karena masalah publik yang telah diidentifikasi begitu banyak jumlahnya, maka para pembuat keputusan akan memilih dan menentukan problem mana yang seharusnya memperoleh prioritas utama untuk diperhatikan secara serius dan aktif, sehingga biasanya agenda pemerintah ini mempunyai sifat yang khas, lebih kongkrit dan terbatas jumlahnya. c. Perumusan usulan kebijakan

Tahap ini merupakan kegiatan menyusun dan mengembangkan serangkaian tindakan yang perlu untuk memecahkan masalah, meliputi :


(27)

• Identifikasi alternatif dilakukan untuk kepentingan pemecahan masalah. Terhadap problem yang hampir sama atau mirip, dapat saja dipakai alternatif kebijakan yang telah pernah dipilih, akan tetapi terhadap problem yang sifatnya baru maka para pembuat kebijakan dituntut untuk secara kreatif menemukan dan mengidentifikasi alternatif kebijakan baru sehingga masing-masing alternatif jelas karakteristiknya, sebab pemberian identifikasi yang benar dan jelas pada setiap alternatif kebijakan akan mempermudah proses perumusan alternatif.

• Mendefinisikan dan merumuskan alternatif, bertujuan agar masing-masing alternatif yang telah dikumpulkan oleh pembuat kebijakan itu jelas pengertiannya, sebab semakin jelas alternatif itu diberi pengertian, maka akan semakin mudah pembuat kebijakan menilai dan mempertimbangkan aspek positif dan negatif dari masing-masing alternatif tersebut. • Menilai alternatif, yakni kegiatan pemberian bobot pada setiap alternatif, sehingga jelas

bahwa setiap alternatif mempunyai nilai bobot kebaikan dan kekurangannya masing-masing, sehingga dengan mengetahui bobot yang dimiliki oleh masing-masing alternatif maka para pembuat keputusan dapat memutuskan alternatif mana yang lebih memungkinkan untuk dilaksanakan/dipakai. Untuk dapat melakukan penilaian terhadap berbagai alternatif dengan baik, maka dibutuhkan kriteria tertentu serta informasi yang relevan.

• Memilih alternatif yang memuaskan. Proses pemilihan alternatif yang memuaskan atau yang paling memungkinkan untuk dilaksanakan barulah dapat dilakukan setelah pembuat kebijakan berhasil dalam melakukan penilaian terhadap alternatif kebijakan. Suatu alternatif yang telah dipilih secara memuaskan akan menjadi suatu usulan kebijakan yang telah diantisipasi untuk dapat dilaksanakan dan memberikan dampak positif. Tahap pemilihan alternatif yang memuaskan selalu bersifat obyektif dan subyektif, dalam artian bahwa pembuat kebijakan akan menilai alternatif kebijakan sesuai dengan kemampuan


(28)

rasio yang dimilikinya, dengan didasarkan pada pertimbangan terhadap kepentingan pihak-pihak yang akan memperoleh pengaruh sebagai konsekwensi dari pilihannya.

d. Pengesahan kebijakan

Sebagai suatu proses kolektif, pengesahan kebijakan merupakan proses penyesuaian dan penerimaan secara bersama terhadap prinsip-prinsip yang diakui dan diterima (comforming to recognized principles or accepted standards). Landasan utama untuk melakukan pengesahan adalah variabel-variabel sosial seperti sistem nilai masyarakat, ideologi negara, sistem politik dan sebagainya.

Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undanganperaturan perundang-undangan sebagaimana di atur dalam Bab I Lampiran Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 terdiri atas:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

d. Peraturan Pemerintah;

e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan

g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

dalam penyusunan daftar rancangan peraturan daerah provinsi didasarkan atas:

a. perintah Peraturan Perundang-undangan lebih tinggi;

b. rencana pembangunan daerah;


(29)

d. aspirasi masyarakat daerah.

Proses perumusan Kerangka rancangan peraturan perundang-undangan sebagaimana di atur dalam Bab I Lampiran Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut:

- Judul

- Pembukaan, yang terdiri dari

a. Frase Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa

b. Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangann

c. Konsiderans

d. Dasar Hukum

e. Diktum

- Batang Tubuh, yang terdiri dari;

a. Ketentuan Umum

b. Materi Pokok Yang Diatur

c. Ketentuan Pidana (Jika Diperlukan)

d. Ketentuan Peralihan (Jika Diperlukan)

e. Ketentuan Penutup

- Penutup

- Penjelasan (Jika Diperlukan)


(30)

Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang telah disiapkan oleh DPRD Provinsi disampaikan dengan surat pimpinan DPRD Provinsi kepada Gubernur. Dan Rancangan Peraturan Daerah yang telah disiapkan oleh Gubernur disampaikan dengan surat pengantar Gubernur kepada pimpinan DPRD Provinsi. Apabila dalam satu masa sidang DPRD Provinsi dan Gubernur menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi mengenai materi yang sama, yang dibahas adalah Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang disampaikan oleh DPRD Provinsi dan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang disampaikan oleh Gubernur digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan. Disamping itu Undang-Undang dan Perda juga harus berada dalam sistem hukum secara keseluruhan, yaitu dalam kontek hierarki peraturan perundang-undangan maupun korelasi dengan produk hukum yang lain yang setingkat. Tujuannya, supaya tidak terjadi tumpang tindih atau juga adanya kekosongan pengaturan hukum.

Proses pengesahan suatu kebijakan biasanya diawali dengan kegiatan persuasiondanbargaining(Andersson; 1966, 80).Persuasiondiartikan sebagai “Usaha-usaha untuk meyakinkan orang lain tentang sesuatu kebenaran atau nilai kedudukan seseorang, sehingga mereka mau menerimanya sebagai milik sendiri”. SedangkanBergainingditerjemahkan sebagai “Suatu proses dimana dua orang atau lebih yang mempunyai kekuasaan atau otoritas mengatur/menyesuaikan setidak-tidaknya sebagian tujuan-tujuan yang tidak mereka sepakati agar dapat merumuskan serangkaian tindakan yang dapat diterima bersama meskipun itu tidak terlalu ideal bagi mereka”. Yang termasuk ke dalam kategori bargaining adalah perjanjian (negotiation), saling memberi dan menerima (take and give) dan kompromi (compromise). Baik persuasion maupun bargaining, kedua-duanya saling melengkapi sehingga penerapan kedua kegiatan atau proses tersebut akan dapat memperlancar proses pengesahan kebijakan.


(31)

Menurut Nigro and Nigro (Islamy; 1991, 25), faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses formulasi kebijakan adalah :

a. Adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar.

Walaupun ada pendekatan formulasi kebijakan dengan nama “rationale comprehensive” yang berarti administrator sebagai pembuat keputusan harus mempertimbangkan alternatif-alternatif yang akan dipilih berdasarkan penilaian rasional semata, tetapi proses dan formulasi kebijakan itu tidak dapat dipisahkan dari dunia nyata, sehingga adanya tekanan dari luar ikut berpengaruh terhadap proses formulasi kebijakan.

b. Adanya pengaruh kebiasaan lama.

Kebiasaan lama organisasi seperti kebiasaan investasi modal, sumber-sumber dan waktu terhadap kegiatan suatu program tertentu cenderung akan selalu diikuti, meskipun keputusan-keputusan tersebut telah dikritik sebagai sesuatu yang salah sehingga perlu dirubah, apalagi jika suatu kebijakan yang telah ada dipandang memuaskan.

c. Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi.

Berbagai macam keputusan yang dibuat oleh pembuat keputusan banyak dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadinya, seperti dalam proses penerimaan atau pengangkatan pegawai baru, seringkali faktor sifat-sifat pribadi pembuat keputusan berperan besar sekali.

d. Adanya pengaruh dari kelompok luar.

Lingkungan sosial dari para pembuat keputusan juga sangat berpengaruh, bahkan sering pula pembuatan keputusan dilakukan dengan mempertimbangkan pengalaman dari orang lain yang sebelumnya berada diluar proses formulasi kebijakan.

e. Adanya pengaruh keadaan masa lalu.

Pengalaman latihan dan pengalaman pekerjaan yang terdahulu berpengaruh pada pembuatan keputusan atau bahkan orang-orang yang bekerja di kantor pusat sering membuat keputusan yang tidak sesuai dengan keadaan dilapangan, hal ini disebabkan karena adanya


(32)

kekhawatiran bahwa delegasi wewenang dan tanggung jawab kepada orang lain akan disalahgunakan.

Sedangkan Anderson (1966, 57-59) menyebutkan beberapa faktor yang dapat menyebabkan problem-problem umum dapat masuk ke dalam agenda pemerintah, yakni : 1. Apabila terdapat ancaman terhadap keseimbangan antar kelompok (group equlibirium), dimana kelompok-kelompok tersebut mengadakan reaksi dan menuntut tindakan pemerintah untuk mengambil prakarsa guna mengatasi ketidakseimbangan tersebut.

2. Kepemimpinan politik dapat pula menjadi suatu faktor yang penting dalam penyusunan agenda pemerintah, manakala para pemimpin politik didorong atas pertimbangan keuntungan politik atau keterlibatannya untuk memperhatikan kepentingan umum, sehingga mereka selalu memperhatikan problem publik, menyebarluaskan dan mengusulkan usaha pemecahannya.

3. Timbulnya krisis atau peristiwa yang luar biasa dan mendapatkan perhatian besar dari masyarakat, sehingga memaksa para pembuat keputusan untuk memperhatikan secara seksama terhadap peristiwa atau krisis tersebut, dengan memasukkan ke dalam agenda pemerintah.

4. Adanya gerakan-gerakan protes termasuk tindakan kekerasan, sehingga menarik perhatian para pembuat keputusan untuk memasukkannya ke dalam agenda pemerintah.

5. Masalah-masalah khusus atau isu-isu politis yang timbul dalam masyarakat, sehingga menarik perhatian media massa dan menjadikannya sebagai sorotan. Hal ini dapat menyebabkan masalah atau isu tersebut semakin menonjol sehingga lebih banyak lagi perhatian masyarakat dan para pembuat kebijakan tertuju pada masalah atau isyu tersebut.

Sedangkan Jones (1977, 32) mengajukan suatu pedoman untuk meneliti atau mempelajari tentang syarat-syarat suatu problem publik dapat masuk ke dalam agenda pemerintah, yakni :


(33)

1. Dilihat dari peristiwanya, yang meliputi ruang lingkup, persepsi masyarakat, definisi dan intensitas orang-orang yang dipengaruhi oleh peristiwa tersebut.

2.Organisasi kelompok, yang meliputi luasnya anggota kelompok, struktur kelompok dan mekanisme kepemimpinan.

3. Cara mencapai kekuasaan, yang terdiri atas perwakilan, empati dan dukungan. 4. Proses kebijaksanaan, yang meliputi struktur, kepekaan dan kepemimpinan.

Selanjutnya, setelah problem publik tersebut dimasukkan ke dalam agenda pemerintah, maka para pembuat keputusan memprosesnya kedalam fase-fase, yang oleh Jones (ibid) dibagi kedalam 4 (empat) tahap, yakni : (1)problem definition agendayaitu hal-hal (problem) yang memperoleh penelitian dan perumusan secara aktif dan serius dari para pembuat keputusan ; (2)proposal agenda, yaitu hal-hal (problem) yang telah mencapai tingkat diusulkan, dimana telah terjadi perubahan fase merumuskan masalah kedalam fase memecahkan masalah ; (3)bargaining agenda, yaitu usulan-usulan kebijakan tadi ditawarkan untuk memperoleh dukungan secara aktif dan serius ; dan (4)continuing agenda, yaitu hal-hal (problem) yang didiskusikan dan dinilia secara terus menerus.

3. Struktur Organisasi

Struktur dari sebuah organisasi adalah pola aturan, posisi, dan peran yang memberikan arah dan koherensi pada strategi dan proses organisasi, dan secara tipikal digambarkan dalam diagram organisasi, deskripsi pekerjaan dan pola-pola kewenangan (Leach, Stewart, dan Waish,1994). Lebih jauh menurut mereka struktur organisasi mencakup elemen-elemen diferensiasi (differentiation), integrasi (integration), sentralisasi (centralization) dan desentralisasi (decentralization), formalisasi (formalization), spesialisasi (specialization) dan generalisasi (generalization), independensi (independence) dan interdependensi (interdependence).


(34)

Sementara itu, menurut Mintzberg (1979), struktur organisasi adalah “the division of labor into various tasks to be performed and the coordination of these tasks to accomplish the activity”. Terdapat tiga komponen struktur organisasi yang meliputi :

a. Kompleksitas Semakin banyak ragam atau diferensiasi dalam tugas, kedudukan dan kegiatan, akan semakin kompleks organisasinya. Diferensiasi itu berwujud jenis spesialisasi, tata pembagian kerja, jumlah peringkat (level/eselon) pada hierarki dan bahkan branches di berbagai tempat.

b. Formalisasi Ialah banyaknya aturan-aturan (rules) atau regulasi dan prosedur untuk mengatur dan mengarahkan perilaku pegawai. Makin banyak peraturan, makin tinggi tingkat formalitasnya.

c. Sentralisasi Menyangkut lokasi pada satu pusat pengambilan keputusan. Di balik itu terdapat pula organisasi yang didesentralisasi, bahkan memberi otonomi kepada unit-unit yang berada jauh dari pusat. Tingkat sentralisasi menentukan tipe struktur organisasi. Makin banyak pelimpahan wewenang akan menghasilkan struktur organisasi yang melebar.

Adapun tahapan proses penyusunan struktur organisasi menurut Prajudi Atmosudirdjo (1999), yaitu :

a. Melakukan Review Rencana dan Tujuan Plans menentukan maksud organisasi dan goals menentukan kegiatan yang harus atau akan dijalankan.

b. Menentukan Work Activities untuk Mencapai Objectives Dimulai membuat rincian daftar kegiatan kerja, lalu merinci tugas apa yang harus dijalankan.

c. Klasifikasi dan Penggolongan Menilai kegiatan yang diidentifikasi lalu menentukan sifatnya, kemudian aktivitas itu dikelompokkan menjadi unit dengan desain pola, penamaan untuk menjadi struktur organisasi.


(35)

d. Pemberian Assignment dan Pendelegasian Wewenang Penugasan kepada individu dan pelimpahan wewenang supaya dapat menyelesaikan tugas.

e. Mendesain Hierarki Pimpinan dan Pengambil Keputusan Mencakup penentuan tatanan hubungan operasional vertikal, horisontal dan menyilang yang bersifat integratif serta lahirnya bagan organisasi.

Sehingga struktur organisasi dapat kita pahami sebagai suatu wujud formal untuk menemukan koordinasi dalam hubungan timbal balik yang terdapat pada setiap anggota organisasi, yang bisa kita cermati dari kondisi normatif dan perilaku.

Lebih jauh lagi, menurut Mintzberg, faktor-faktor yang menentukan pembentukan struktur organisasi meliputi:

a. Umur dan ukuran organisasi (age and size), umur dan ukuran organisasi menyangkut lama atau barunya sebuah organisasi dan luas (besar) dan sempit (kecil)nya sebuah organisasi. Umur juga menyangkut masa lalu organisasi yang diwariskan di masa kini. b. Teknologi (technical system), teknologi merupakan peralatan dan sistem kerja yang

dipergunakan dalam organisasi.

c. Lingkungan (environment), lingkungan menyangkut kondisi sosial, ekonomi, politik dan lainnya yang ada di luar organisasi.

d. Kekuasaan (power), kekuasaan menyakut kewenangan dan otoritas yang ada dalam organisasi.

4. Konsep kelembagaan pemerintah baru

Desain organisasi dalam penataan organisasi merupakan hal yan gjuga sangat determinan. James Gibson (1997 : 330) mendefinisikan desain organisasi sebagai “ the management decision that result in aspecific organization structure” (keputusan manajemen yang menghasilkan suatu struktur organisasi yang spesifik). Dan struktur organisasi yang


(36)

telah dihasilkan Pembentukan struktur organisasi dan tata kerja (SOTK) /kelembagaan perangkat daerah pada pokoknya mencakup empat halyaitu : ‘division of labour, delegation of authority, departementalization,danspan of control’(Gibson, 1997 : 332-343):

a. Division of labor/work adalah dasar pembentukan unit-unit organisasi peragkat daerah. Gibson merumuskan bahwa ‘division of labour’ sebagai proses pemilahan pekerjaan ke dalam jabatan-jabatan yang secara relatif terspesialisasikan untuk menghasilkan manfaat-manfaat dari spesialisasi tersebut (Gibson, 1997 : 332). Dasar pertimbangannya: urusan-urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, yang terdiri dari urusan-urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pilihan berdasarkan potensi unggulan dan kekhahasan daerah.

b. Departmentalization adaalah pembentukan unit-unit organisasi/satuan kerja perangkat daerah (SKPD) berdasarkan perumpunan/pengelompokan urusan-urusan pemerintah daerah. departementalizations’ didefinisikan oleh Gibson sebagai proses dimana suatu organisasi dibagi-bagi secara struktural dengan mengkombinasikan jabatan-jabatan ke dalam departemen-departemen berdasarkan kesamaan karakteristik atau basis (Gibson, 1997 : 332). Sehingga menurutnya (dalam Gibson, 1997 : 333), yang menjadi dasar departementalisasi itu adalah :

1.Functional departementalization(penggabungan berdasarkanfungsi)

2.Territorial departementalization(penggabungan berdasarkan areageografis)

3.Product departementalization(penggabungan berdasarkan produkapa yang dihasilkan) 4.Customer departementalization(berdasarkan kebutuhan darikonsumen atau klien)

5.Combined bases for departementalization : The Matrix Organization(adalah suatu bentuk desain organisasi yang berupaya untukmemaksimalkan kekuatan dan meminimalisasi kelemahan yangada pada‘functional and product base’dengan menggabungkan keduanya.

SKPD Provinsi terdiri atas: 1) sekertaris daerah; 2)sekrtariat DPRD; 3)badan perencanaan pembangunan darah; 4)inspektorat; 5)satuan polisi pamong praja; 6)dinas-dinas


(37)

daerah; 7)lembaga teknis daerah (badan-badan dan rumah sakit); 8)lembaga lain. SKPD Kabupaten/kota terdiri atas : 1) sekertaris daerah; 2)sekrtariat DPRD; 3)badan perencanaan pembangunan darah; 4)inspektorat; 5)satuan polisi pamong praja; 6)dinas-dinas daerah; 7)lembaga teknis daerah (badan-badan dan rumah sakit); 8)lembaga lain, 9)kecamatan-kecamatan;dan 10)kelurahan-kelurahan.

Besaran organisasi yaitu menyangkut berapa jumlah asisten sekretaris daerah tersebut, jumlah dinas-dinasnya dan berapa jumlah lembaga teknis daerah itu. Faktor-faktor yang jadi pertimbangan: 1) jumlah penduduk; 2)luas wilayah; 3)jumlah APBD.

c. Span of control/size of departmentalization adalah susunan organisasi dalam setiap SKPD. Rentang kendali (span of control) menurut Gibson (1997 :341) menunjukkan jumlah orang yang berada di bawah satu pimpinan tertentu(Span of control shows number of individulas who report to spesificmanager).

Menurut Gibson (1997 : 378) secara umum terdapat dua bentuk model desain organisasi, yaitu model mekanis (the mecanistic model) dan model organis (the organic model). Model mekanis adalah suatu bentukdesain organisasi yang menekankan pada pentingnya pencapaian level produksi dan efisiensi yang tinggi melalui pengaturan dan prosedur yang extensif, sentralisasi kekuasaan dan spesialisasi yang tinggi, sedangkan model organis menekankan pada pentingnya pencapaian hasil tertinggi dengan fleksibilitas dan pengembangan melalui penggunaan peraturandan prosedur yang terbatas, kekuasaan yang terdesentralisasi dan derajatspesialisasi yang relatif rendah.

Sekretariat daerah provinsi terdiri:asisten-asisten,biro-biro,bagian-bagian,subbagian. Sekretariat kabupaten/Kota terdiri: asisten-asisten, bagian-bagian, subbagian-subbagian. Sekretariat DPRD Provinsi: bagian-bagian, subbagian-subbagian-subbagian. Sekretariat DPRD kabupaten/kota terdiri: bagian-bagian, subbagian-subbagian. Dinas-dinas provinsi


(38)

terdiri: sekretariat, subbagian-subbagian,bidang-bidang,seksi-seksi. Badan-badan Provinsi terdiri dari: Skretariat, subbagian-subbagian, bidang-bidang, subbidang-subbidang. Badan-badan Kabupaten/kota terdiri dari: Skretariat, subbagian-subbagian, bidang-bidang, subbidang-subbidang. Kantor-kantor provinsi terdiri: Subbagian tata usaha, seksi-seksi. Kantor-kantor Kabupaten/kota terdiri: Subbagian tata usaha,seksi-seksi. Kecamatan terdiri: : Skretariat, subbagian-subbagian, seksi-seksi. Kelurahan terdiri: Skretariat, seksi-seksi. Untuk menentukan jumlah susunan organisasi masing-masing perangkat daerah (SKPD) dilakukan berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja.

d. Delegation of authoriity adalah pelimpahan kewenangan. Pendelegasian kewenangan adalah proses pendistribusian kewenangan ke tingkat yang lebih rendah di dalam suatu organisasi.Pendelegasian kewenangan berkaitan dengan urusan-urusan pembuatan keputusan, bukan untuk melaksanakan pekerjaan.( Gibson, 1997:343).

Pendelegasian ini dilakukan dalam rangka mendorong pengembangan kepemimpinan yang rasional, menciptakan iklim yangkompetitif, pelaksanaan otonomi yang lebih besar dan memupuk partisipasi dalam penanganan berbagai permasalahan. Misalnya pelimpahan wewenang dari bupati/walikota kepada camat untuk menandatangani KTP; atau pelimpahan wewenang dari gubernur/bupati/walikota kepda kepala dinas/badan/kantor perizinan untuk menandatangani surat perizinan dengan tujuan untuk mempercepat pelayanan publik kepada masyarakat. Pelimpahan wewenang itu ditetapkan dengan peraturan gubernur/bupati/walikota.

5. Pemerintahan Daerah

Pemerintahan daerah sesuai pasal 1 huruf d UU no. 22 tahun 1999 adalah penyelenggara pemerintahan daerah otonom oleh pemerintah daerah dan juga DPRD menurut azaz desentralisasi.


(39)

Menurut UU no. 32 tahun 2004 pada pasal 1ayat 2, pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pada ayat 3 UU no. 32 tahun 2004 Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Pada ayat 4 UU no. 32 tahun 2004 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

Menurut The Liang Gie (1976, hal 44) yang dimaksud dengan pemerintah daerah adalah satuan-satuan organisasi pemerintah yang berwenang untuk menyelenggarakan segenap kepentingan setempat dari sekelompok penduduk yang mendiami suatu daerah.

Dilihat dari kekuasaan pemerintahan daerah otonom, pemerintahan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok (bagir manan :2001 :103) :

1. pemerintahan dalam arti sempit yaitu penyelenggaraan kekuasaan eksekutif atau administrasi negara.

2. pemerintahan dalam arti agak luas yaitu penyelenggaraan kekuasaan eksekutif dan legislatif tertentu yang melekat pada pemerintahan daerah otonom.

3. pemerintahan dalam arti luas yang mencakup semua lingkungan jabatan negara di bidang eksekutif, legislatif, dan lain sebagainya.

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Pemerintah daerah merupakan kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. Sedangkan Pemerintahan Daerah


(40)

adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam melaksanakan pemerintahan daerah maka diperlukan perangkat daerah provinsi dan perangkat daerah kabupaten/kota. Perangkat daerah provinsi terdiri atas sekertariat daerah, sekertariat DPRD, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah. Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri dari sekertariat daerah, sekertariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan dan kelurahan. Dinas daerah sebagai bagian dari pemerintah daerah dipimpin oleh kepala dinas yang diangkat dan diberhentikan oleh kepala daerah dari pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat atas usul sekertaris daerah. Kepala dinas daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekertaris daerah.

6. Organisasi Perangkat Daerah

Perangkat Daerah atau Organisasi Perangkat Daerah (OPD) merupakan organisasi atau lembaga pada Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab kepada Kepala Daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Perangkat Daerah dibentuk oleh masing-masing Daerah berdasarkan pertimbangan karakteristik, potensi, dan kebutuhan Daerah. (http://pemerintah.net/organisasi-perangkat-daerah/)

Dasar utama penyusunan organisasi perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, yang terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan, namun tidak berarti setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk kedalam organisasi tersendiri. Pembentukan perangkat daerah semata-mata didasarkan pada pertimbangan rasional untuk melaksanakan urusan


(41)

pemerintahan yang menjadi kewenangandaerah secara efektif dan efisien. Urusan wajib dan urusan pilihan dapat dilihat disini.

Berdasarkan Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah perangkat daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan melalui Peraturan Daerah dengan bentuk sebagai berikut:

- Perangkat Daerah Provinsi : Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Inspektorat, Dinas dan Badan.

- Perangkat Daerah Kabupaten/Kota : Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Inspektorat, Dinas dan Badan.

Pembentukan organisais perangkat daerah yang berupa Dinas atau Badan diklasifikasikan berdasarkan Tipe A (beban kerja yang besar), Tipe B (beban kerja yang sedang) dan Tipe C (beban kerja yang kecil). Penentuan beban kerja bagi Dinas didasarkan pada jumlah penduduk, luas wilayah, besaran masing-masing Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah, dan kemampuan keuangan Daerah untuk Urusan Pemerintahan Wajib dan berdasarkan potensi, proyeksi penyerapan tenaga kerja, dan pemanfaatan lahan untuk Urusan Pemerintahan Pilihan. Sedangkan besaran beban kerja pada Badan berdasarkan pada jumlah penduduk, luas wilayah, kemampuan keuangan Daerah, dan cakupan tugas.

Pemberian nama/nomenklatur Dinas dan Badan disesuikan dengan perumpunan dan klasifikasi yang telah ditentukan. Perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk Dinas terdiri dari:

1. bidang pendidikan, pemuda dan olahraga; 2. bidang kesehatan;

3. bidang sosial, tenaga kerja dan transmigrasi; 4. bidang perhubungan, komunikasi dan informatika; 5. bidang kependudukan dan catatan sipil;


(42)

6. bidang kebudayaan dan pariwisata;

7. bidang pekerjaan umum yang meliputi bina marga, pengairan, cipta karya dan tata ruang; 8. bidang perekonomian yang meliputi koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah,

industri dan perdagangan; 9. bidang pelayanan pertanahan;

10. bidang pertanian yang meliputi tanaman pangan, peternakan, perikanan darat, kelautan dan perikanan, perkebunan dan kehutanan;

11. bidang pertambangan dan energi; dan

12. bidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset.

Perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk badan, kantor, inspektorat, dan rumah sakit, terdiri dari:

1. bidang perencanaan pembangunan dan statistik; 2. bidang penelitian dan pengembangan;

3. bidang kesatuan bangsa, politik dan perlindungan masyarakat; 4. bidang lingkungan hidup;

5. bidang ketahanan pangan; 6. bidang penanaman modal;

7. bidang perpustakaan, arsip, dan dokumentasi;

8. bidang pemberdayaan masyarakat dan pemerintahan desa; 9. bidang pemberdayaan perempuan dan keluarga berencana; 10. bidang kepegawaian, pendidikan dan pelatihan;

11. bidang pengawasan; dan 12. bidang pelayanan kesehatan.


(43)

Selain perangkat daerah diatas Gubernur/Bupati/Walikota dapat membentuk unit pelayanan terpadu untuk meningkatkan dan keterpaduan pelayanan masyarakat di bidang perizinan yang bersifat lintas sektor. Unit pelayanan terpadu tersebut merupakan gabungan dari unsur-unsur perangkat daerah yang menyelenggarakan fungsi perizinan.

7. Penataan Organisasi Perangkat Daerah

Penataan organisasi perangkat daerah dapat juga disebut sebagai tahap awal dalam proses reformasi birokrasi di daerah. Melalui penataan kelembagaan diharapkan tercipta suatu tatanan kerja yang lebih teratur dan tidak lagi tumpang tindih dalam soal pembagian tugas dan fungsi perangkat daerah. Dengan demikian pemerintah bisa menjadi sebuah organisasi yang sehat, baik dari segi efisiensi maupun efektivitasnya. Karena selama ini ada stigma yang kuat di tengah masyarakat, yang menganggap bahwa pemerintah daerah merupakan organisasi yang inefisien dari segi ukuran dan pembiayaan, terjadi penumpukan beban kerja pada suatu lembaga yang menyebabkan lambannya pelayanan lembaga tersebut, serta lemahnya pengawasan terhadap kinerja masing-masing lembaga.

Penataan Organisasi Perangkat Daerah serta penyusunan struktur organisasi pada Satuan KerjaPerangkat Daerah (SKPD) saat ini dilakukan berdasarkan pada kerangka regulasi serta kebutuhan obyektif dan kondisi lingkungan strategis daerah. Kerangka regulasi yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 sebagai perubahan terhadap PeraturanPemerintah sebelumnya. Selain PP No. 41/2007, penataan kelembagaan perangkat daerah juga memperhatikan peraturan perundang-undangan yang memiliki relevansi dengan program penataan organisasi.(http://pemerintah.net/organisasi-perangkat-daerah/)


(44)

Definisi konseptual adalah suatu pengertian dari gejala yang menjadi pokok perhatian. Definisi konseptual merupakan suatu atraksi dari kerangka dasar teori. Berdasarkan kerangka dasar teori diatas, penulis membuat definisi konseptual sebagai berikut :

1. Formulasi Kebijakan adalah sebagai bagian dalam proses kebijakan publik merupakan tahap yang paling krusial karena implementasi dan evaluasi kebijakan hanya dapat dilaksanakan apabila tahap formulasi kebijakan telah selesai, disamping itu kegagalan suatu kebijakan atau program dalam mencapai tujuan-tujuannya sebagian besar bersumber pada ketidaksempurnaan pengolaan tahap formulasi

2. Struktur Organisasi adalah suatu wujud formal untuk menemukan koordinasi dalam hubungan timbal balik yang terdapat pada setiap anggota organisasi, yang bisa kita cermati dari kondisi normatif dan perilaku.

3. Pemerintah Daerah adalah pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

4. Organisasi perangkat daerah adalah Organisasi atau lembaga pada Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab kepada Kepala Daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Perangkat Daerah dibentuk oleh masing-masing Daerah berdasarkan pertimbangan karakteristik, potensi, dan kebutuhan Daerah.

G. Definisi Operasional

Formulasi kebijakan sebagai bagian dalam proses kebijakan publik merupakan tahap yang paling krusial Tjokroamidjojo (Islamy; 1991, 24) mengatakan bahwa folicy


(45)

formulationsama dengan pembentukan kebijakan merupakan serangkaian tindakan pemilihan berbagai alternatif dalam hal ini didalamnya termasuk pembuatan keputusan.

James Gibson (1997 : 330) mendefinisikan desain organisasi sebagai “ the management decision that result in aspecific organization structure” (keputusan manajemen yang menghasilkan suatu struktur organisasi yang spesifik). Struktur organisasi yang telah dihasilkan dari proses Formulasi Pembentukan struktur organisasi dan tata kerja (SOTK) /kelembagaan perangkat daerah pada pokoknya mencakup empat hal yaitudivision of labour, departementalization, span of control,dandelegation of authority.

Menurut Mintzberg (1979), faktor-faktor yang menentukan pembentukan struktur organisasi meliputi: Umur dan ukuran organisasi (age and size), Teknologi (technical system), Lingkungan (environment), Kekuasaan (power). Menurut Nigro and Nigro (Islamy; 1991, 25), faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses formulasi kebijakan. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan problem-problem umum dapat masuk ke dalam agenda pemerintah adalah : Adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar, Adanya pengaruh kebiasaan lama, Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi, Adanya pengaruh dari kelompok luar, Adanya pengaruh keadaan masa lalu.

Berikut variabel penelitian yang menjadi acuan peneliti:

1. Formulasi Pembuatan Organisasi Perangakat Daerah ( kelembagaan ), yang meliputi: a. Dasar pembentukan unit-unit organisasi perangkat daerah (division of labour/work) b. Pembentukan unit-unit organisasi/ Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) berdasarkan

pengelompokan urusan-urusan pemerintah daerah (departmentalization)

c. Susunan organisasi dalam setiap SKPD (span of control/size of departmentalization) d. Pelimpahan kewenangan (delegation of authority)

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembuatan Kebijakan publik : a. Adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar


(46)

b. Adanya pengaruh kebiasaan lama/masa lalu c. Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi

d. Adanya pengaruh Kekuasaan e. Adanya pengaruh Teknologi

H. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Dari rumusan masalah diatas penelitian ini menggunakan studi kasus. Metode studi kasus adalah uraian-uraian penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi, suatu progam, situasi sosial (sutrisno, 2002). Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Metodologi kualitatif deskriptif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis/lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu secara holistik. Penelitian deskriptif bertujuan mendeskripsikan, mencatat analisis,dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada, dengan kata lain bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan saat ini.

2. Lokasi Penelitian

Subyek Penelitian ini adalah pemerintah Daerah Kabupaten Sleman. 3. Sumber Data

Dalam penelitan ini pihak yang dijadikan sumber data adalah pejabat yang dianggap mempunyai informasi kunci (key-informan). Lebih jelasnya kunci informasi penelitian ini adalah pemerintah Daerah Kabupaten Sleman maka data yang diperlukan sebagai berikut: a. Data Primer


(47)

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari subjek yang diteliti. Data ini diperoleh melalui wawancara langsung dengan subjek (informan) berupa informasi-informasi yang berhubungan dengan apa yang akan diteliti. Data primer dapat berupa opini subjek (orang) secara individual atau kelompok.

Data primer dalam penelitian ini adalah semua informasi mengenai evaluasi kelembagaan dan penataan struktur di Kabupaten Sleman tahun 2013-2015, yang diperoleh secara langsung dari unit analisa yang dijadikan objek penelitian. Adapun data primer dalam penelitian ini beberapa pejabat dan pegawai yang ada di Kabupaten sleman.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data pendukung yang diperoleh secara tidak langsung. Data ini diperoleh melalui dokumen atau biografi, yang terdiri dari buku-buku, laporan penelitian, jurnal ilmiah dan tulisan-tulisan lain yang menunjukkan fakta tentang subjek yang diteliti sehingga mempermudah peneliti dalam menemukan informasi.

4. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara

Tehnik pengumpulan data untuk informasi dengan cara mengadakan tanya jawab secara langsung dan mendalam dengan informan atau narasumber yang dianggap berkompeten terhadap sesuatu permasalahan. Untuk memperoleh data yang lebih akurat mengenai Formulasi Kebijakan Organisasi Perangkat Daerah di Kabupaten Sleman tahun 2014, peneliti melakukan wawancara dengan cara bertatap muka (face to face) dengan responden secara langsung untuk mengadakan tanya jawab mengenai masalah-masalah yang diteliti. Disini penulis akan melakukan wawancara kepada beberapa pejabat dan pegawai yang bernama Bu Sari Respati Kepala Subbagian Kelembagaan Bagian Organisasi Daerah Kab.Sleman.


(48)

Peneliti memilih dokumentasi sebagai alat pengumpul data karena sebagian besar data dan fakta tersimpan dalam bentuk dokumen yang akan mempermudah peneliti dalam menemukan dan mengumpulkan subyek penelitian beserta informasi yang bersangkutan.

5. Teknik Analisis Data

Analisis data dilaksanakan secara deskriptif kualitatif, yaitu mengelompokkan data dan menyeleksi data yang diperoleh dari penelitian dengan bertititk tolak pada permasalhan kemudian hasilnya disusun secara sistematis sehingga menjadi data yang konkrit.

a. Kualitatif, metode pengelempokan dan menyeleksi data yang diperoleh dari lapangan menurut kualitas dan kebenarannya, kemudian dihubungkan dengan teori-teori yang diperoleh dari studi kepustakaan, sehingga diperoleh jawaban atas permasalahn yang diajukan.

b. Dekriptif, yaitu metode analisis dengn memilih data yang menggambarkan keadaan sebenarnya di lapangan. Dalam analisis ini menggunakan cara berpkir induktif, yaitu menyimpulkan hasil penelitian dari yang sifatnya khusus ke hal yang sifatnya umum.


(49)

BAB II

DESKRIPSI UMUM OBJEK PENEITIAN

A. Deskrifsi Wilayah Penelitian

1. Letak Wilayah

Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110° 33′ 00″ dan 110° 13′ 00″ Bujur Timur, 7° 34′ 51″ dan 7° 47′ 30″ Lintang Selatan. Wilayah Kabupaten Sleman sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa Tengah, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo, Propinsi DIY dan Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah dan sebelah selatan berbatasan dengan Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I.Yogyakarta.

2. Luas wilayah

Luas Wilayah Kabupaten Sleman adalah 57.482 Ha atau 574,82 Km2 atau sekitar 18% dari luas Propinsi Daerah Istimewa Jogjakarta 3.185,80 Km2,dengan jarak terjauh Utara – Selatan 32 Km,Timur – Barat 35 Km. Secara administratif terdiri 17 wilayah Kecamatan, 86 Desa, dan 1.212 Dusun.

Tabel 2.1 Pembagian Wilayah Administrasi Kabupaten Sleman

No Kecamatan Banyaknya Luas

(Ha)

Jml Penduduk

Kepadat an


(50)

Desa Dusun (jiwa) (Km2)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1 Moyudan 4 65 2.762 33.595 1,216

2 Godean 7 57 2.684 57.245 2,133

3 Minggir 5 68 2.727 34.562 1,267

4 Gamping 5 59 2.925 65.789 2,249

5 Seyegan 5 67 2.663 42.151 1,583

6 Sleman 5 83 3.132 55.549 1,774

7 Ngaglik 6 87 3.852 65.927 1,712

8 Mlati 5 74 2.852 67.037 2,351

9 Tempel 8 98 3.249 46.386 1,428

10 Turi 4 54 4.309 32.544 0,755

11 Prambanan 6 68 4.135 44.003 1,064

12 Kalasan 4 80 3.584 54.621 1,524

13 Berbah 4 58 2.299 40.226 1,750

14 Ngemplak 5 82 3.571 44.382 1,243

15 Pakem 5 61 4.384 30.713 0,701

16 Depok 3 58 3.555 109.092 3,069

17 Cangkringa n

5 73 4.799 26.354 0,549

Jumlah 86 1.212 57.482 850.176 1,479

http://www.slemankab.go.id/profil-kabupaten-sleman/geografi/letak-dan-luas-wilayah 3. Topografi

Kabupaten Sleman keadaan tanahnya dibagian selatan relatif datar kecuali daerah perbukitan dibagian tenggara Kecamatan Prambanan dan sebagian di Kecamatan Gamping. Makin ke utara relatif miring dan dibagian utara sekitar Lereng Merapi relatif terjal serta terdapat sekitar 100 sumber mata air. Hampir setengah dari luas wilayah


(51)

merupakan tanah pertanian yang subur dengan didukung irigasi teknis di bagian barat dan selatan. Topografi dapat dibedakan atas dasar ketinggian tempat dan kemiringan lahan (lereng).

4. Ketinggian

Ketinggian wilayah Kabupaten Sleman berkisar antara < 100 sd >1000 m dari permukaan laut. Ketinggian tanahnya dapat dibagi menjadi tiga kelas yaitu ketinggian < 100 m, 100–499 m, 500–999 m dan > 1000 m dari permukaan laut. Ketinggian < 100 m dari permukaan laut seluas 6.203 ha atau 10,79 % dari luas wilayah terdapat di Kecamatan Moyudan, Minggir, Godean, Prambanan, Gamping dan Berbah. Ketinggian > 100 –499 m dari permukaan laut seluas 43.246 ha atau 75,32 % dari luas wilayah, terdapat di 17 Kecamatan. Ketinggian > 500 – 999 m dari permukaan laut meliputi luas 6.538 ha atau 11,38 % dari luas wilayah, meliputi Kecamatan Tempel, Turi, Pakem dan Cangkringan. Ketinggian > 1000 m dari permukaan laut seluas 1.495 ha atau 2,60 % dari luas wilayah meliputi Kecamatan Turi, Pakem, dan Cangkringan.

5. Kemiringan Lahan ( Lereng)

Dari Peta topografi skala 1 : 50.000 dapat dilihat ketinggian dan jarak horisontal untuk menghitung kemiringan (Lereng).Hasil analisa peta yang berupa data kemiringan lahan dogolongkan menjadi 4 (empat) kelas yaitu lereng 0 – 2 %; > 2 – 15 %; > 15 –40 %; dan > 40 %. Kemiringan 0 –2 % terdapat di 15 (lima belas ) Kecamatan meliputi luas 34.128 ha atau 59,32 % dari seluruh wilayah lereng, > 2–15 % terdapat di 13 (tiga belas ) Kecamatan dengan luas lereng 18.192 atau 31,65 % dari luas total wilayah. Kemiringan lahan > 15– 40 % terdapat di 12 ( dua belas ) Kecamatan luas lereng ini sebesar 3.546 ha


(52)

atau 6,17 % , lereng > 40 % terdapat di Kecamatan Godean, Gamping, Berbah, Prambanan, Turi, Pakem dan Cangkringan dengan luas 1.616 ha atau 2,81 %..

6. Tata Guna

Tanah Hampir setengah dari luas wilayah merupakan tanah pertanian yang subur dengan didukung irigasi teknis dibagian barat dan selatan. Keadaan jenis tanahnya dibedakan atas sawah, tegal, pekarangan, hutan, dan lain-lain. Perkembangan penggunaan tanah selama 5 tahun terakhir menunjukkan jenis tanah Sawah turun rata-rata per tahun sebesar 0,96 %, Tegalan naik 0,82 %, Pekarangan naik 0,31 %, dan lain-lain turun 1,57 %. Terdiri dari hutan rakyat, hutan negara, kolam/empang/tebat, tanah kuburan, jalan, dan lapangan.

7. Iklim

Wilayah Kabupaten Sleman termasuk beriklim tropis basah dengan musim hujan antara bulan Nopember – April dan musim kemarau antara bulan Mei – Oktober. Pada tahun 2000 banyaknya hari hujan 25 hari terjadi pada bulan maret, namun demikian rata-rata banyaknya curah hujan terdapat pada bulan februari sebesar 16,2 mm dengan banyak hari hujan 20 hari.

Adapun kelembaban nisbi udara pada tahun 2000 terendah pada bulan agustus sebesar 74 % dan tertinggi pada bulan maret dan nopember masing-masing sebesar 87 %, sedangkan suhu udara terendah sebesar 26,1 derajad celcius pada bulan januari dan nopember dan suhu udara yang tertinggi 27,4 derajad celcius pada bulan september


(53)

8. Karakteristik wilayah

1. Berdasarkan karakteristik sumberdaya yang ada, wilayah Kabupaten Sleman terbagi menjadi 4 wilayah, yaitu :

a. Kawasan lereng Gunung Merapi, dimulai dari jalan yang menghubungkan kota Tempel, Turi, Pakem dan Cangkringan (ringbelt) sampai dengan puncak gunung Merapi. Wilayah ini merupakan sumber daya air dan ekowisata yang berorientasi pada kegiatan gunung

Merapi dan ekosistemnya;

b. Kawasan Timur yang meliputi Kecamatan Prambanan, sebagian Kecamatan Kalasan dan Kecamatan Berbah. Wilayah ini merupakan tempat peninggalan purbakala (candi) yang merupakan pusat wisata cagar budaya dan daerah sleman dan lahan kering serta

sumber daya bahan batu putih;

c. Wilayah Tengah yaitu wilayah aglomerasi kota Yogyakarta yang meliputi Kecamatan Mlati, Sleman, Ngaglik, Ngemplak, Depok dan Gamping. Wilayah ini merupakan dan menjadi pusat untuk pendidikan, perdagangan dan jasa. d. Wilayah Barat meliputi Kecamatan Godean, Minggir, Seyegan dan Moyudan merupakan daerah pertanian lahan basah yang tersedia cukup air dan sumber bahan baku kegiatan industri kerajinan mendong, bambu serta gerabah. 2. Berdasar jalur lintas antar daerah, kondisi wilayah Kabupaten Sleman dilewati jalur jalan negara yang merupakan jalur ekonomi yang menghubungkan Sleman dengan kota pelabuhan (Semarang, Surabaya, Jakarta). Jalur ini melewati wilayah Kecamatan Prambanan, Kalasan, Depok, Mlati, dan Gamping. Selain itu, wilayah Kecamatan Depok, Mlati dan Gamping juga dilalui jalan lingkar yang merupakan jalan arteri primer. Untuk wilayah-wilayah kecamatan merupakan wilayah yang cepat berkembang, yaitu dari sektor pertanian menjadi sektor industri, perdagangan dan jasa.


(54)

3. Berdasarkan pusat-pusat pertumbuhan wilayah Kabupaten Sleman merupakan wilayah hulu kota Yogyakarta. Berdasar letak kota dan mobilitas kegiatan masyarakat, dapat dibedakan fungsi kota sebagai berikut :

a. Wilayah aglomerasi (perkembangan kota dalam kawasan tertentu). Karena perkembangan kota Yogyakarta, maka kota-kota yang berbatasan dengan kota Yogyakarta yaitu Kecamatan Depok, Gamping serta sebagian wilayah Kecamatan Ngaglik dan Mlati

merupakan wilayah aglomerasi kota Yogyakarta.

b. Wilayah Sub urban (wilayah perbatasan antar desa dan kota). Kota Kecamatan Godean, Sleman, dan Ngaglik terletak agak jauh dari kota Yogyakarta dan berkembang menjadi tujuan/arah kegiatan masyarakat di wilayah Kecamatan sekitarnya, sehingga menjadi pusat pertumbuhan dan merupakan wilayah sub urban sehingga harus lebih diperhatikan lagi . c. Wilayah fungsi khusus / wilayah penyangga (buffer zone). Kota Kecamatan Tempel, Pakem dan Prambanan merupakan kota pusat pertumbuhan bagi wilayah sekitarnya dan merupakan pendukung dan batas perkembangan kota ditinjau dari kota Yogyakarta.

B. Sejarah Kabupaten Sleman

Secara administratif, keberadaan Kabupaten Sleman dapat dilacak pada Rijksblad Nomor 11 Tahun 1916 yang membagi wilayah Kasultanan Yogyakarta (Mataram) dalam 3 (tiga) kabupaten, yakni Kalasan, Bantul, dan Sulaiman (yang kemudian disebut Sleman), dengan seorang bupati sebagai kepala wilayahnya. Secara hierarkis, kabupaten membawahi distrik yang dikepalai seorang Panji. Dalam Rijksblad tersebul juga disebutkan bahwa Kabupaten Sulaiman terdiri dari 4 (empat) distrik yakni: a. Distrik Mlati, terdiri dari 5 (lima) onderdistrik dan 46 (empatpuluhenam) kalurahan; b. Distrik Klegoeng, terdiri dari 6 (enam) onderdistrik dan 52 (limapuluhdua) kalurahan; c. Distrik


(1)

BAB IV PENUTUP

A. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat di ambil dari penulisan skripsi yang berjudul “Formulasi Kebijakan Kelembagaan Baru Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Sleman (Perda Nomor 8 Tahun 2014)”ini adalah sebagai berikut:

1. Pasca diberlakukannya Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2014 terlihat perubahan pada SKPD Kabupaten Sleman, diantaranya pembentukan Badan Penamanan Modal Dan Pelayanan Perizinan sebagai penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Pembentukan lembaga ini mempengaruhi SOTK lainnya, sehingga dilakukan perubahan baik penambahan maupun penyederhanaan antara lain, Kantor Pelayanan Perizinan, Dinas Pengendalian Pertanahan Daerah, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan, serta Kantor Penanaman, Penguatan, dan Penyertaan Modal. Pembentukan Badan Lingkungan Hidup dengan menggabungkan Kantor Lingkungan Hidup dan Bidang Kebersihan dan Pertamanan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan. Penataan struktur Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah terkait dengan dialihkannya fungsi penyaluran modal dengan pembentukan UPT penerapan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD).

2. Struktur organisasi yang dihasilkan Pembentukan struktur organisasi dan tata kerja (SOTK) /kelembagaan perangkat daerah mencakup empat hal yaitu division of labor/work yaitu dasar pembentukan unit-unit organisasi peragkat daerah. Dalam formulasi pembentukan suatu Organisasi Perangkat Daerah harus melewati proses pelaksanaan kebijakan yaitu Perumusan Kebijakan Oleh Eksekutif, Paparan Kepada


(2)

Tim Pembina, Prosesi Di Tim Hukum, Proses Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Fasilitasi Ke Provinsi, Penetapan Oleh DPRD dan Implementasi. Departmentalization mengacu dalam pembentukan unit-unit organisasi/ SKPD berdasarkan pengelompokan urusan-urusan tugas dan fungsi Setiap SKPD pemerintah daerah. span of control/size of departmentalization adalah susunan organisasi dalam setiap SKPD dirumuskan kedalam naskah akademik dan disusunlah struktur organisasinya. Serta delegation of authoriity adalah pelimpahan kewenangan membuat produk hukum tetapi tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dalam bentuk hirarki

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi seperti adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar seringkali membuat pejabat publik mengambil keputusan yang belum matang. Dan adanya pengaruh kebiasaan lama cendrung akan diikuti, kendati akan lebih baik diperbaiki dan harus saring agar tidak merugikan organisasi. Juga adanya pengaruh sifat-sifat pribadi, harus dilepaskannya ego dari pimpinan membuat proses perancanaan organisasi menjadi lebih baik. Adanya pengaruh Kekuasaan menyakut kewenangan dan otoritas termasuk pemberian kritik atas pengkajian dalam organisasi. Adanya pengaruh Teknologi Reformasi birokrasi menjadi dasar pertimbangan dalam penerapan E - Goverment di Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman agar terciptanya birokrasi yang mengikuti perkembangan zaman .

B. Saran

1. Saran penulis kepada para pembuat kebijakan di Pemerintah Kabupaten Sleman bahwa dalam melakukan formulasi kebijakan yang dilakukan harus berdampak pada kedewasaan organisasi dalam melakukan pelayanan masyarakat serta prinsip keterbukaan dan pelayanan publik yang selalu dijaga dan ditingkatkan kualitasnya. Juga dalam mengahadapi faktor yang menjadi penghambat dalam melakukan proses


(3)

formulasi kebijakan diharapkan bisa tetap ditangani dengan profesionalitas dan lebih slektif dalam menemukan formula dalam pembentukan kebijakan.

2. Pasca diberlakukannya Perda No 8 Tahun 2014 tentang Organisasi Perangkat Daerah diharapkan Pemerintah Kab.Sleman dapat bekerja optimal, efektif, efisien dalam melaksanakan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.

3. Saran penulis kepada pembuat kebijakan tertinggi di Kab.Sleman tetap selalu menginspirasi untuk bawahan dan masyarakatnya, dan menjadi pemimpin yang bisa membawa kearah perubahan yang baik.


(4)

DAFTAR PUSTAKA Buku dan Penelitian

Bungin, Burhan.(2011).Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencansa

Dwiyanto,Agus.(2009). Reformasi Birokrasi, Kepemimpinan dan Pelyanan Publik.Yogyakarta: Pusat Pelajar

Hadi, Sutrisno.(2002).Metodologi Researchh, Andi Yogyakarta

Imam, Wahjono, Sentot. (2010).Kinerja Pelayanan Izin Gangguan di Kabupaten Sleman Tahun 2010-2011.Thesis.Universitas Gajah Mada

Inu Kencana, Djamaludin Tanjung, Supardan Modeong.(1999). Ilmu Administrasi Publik. Jakarta: Rineka Cipta

Jati, Inu Dhamar.(2014). Restrukturisasi Organisasi Pelayanan Perizinan Tahun 2009-2014. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Muallidin, Isnaini.(2011).Impementasi Reformasi Organisasi Perizinan Untuk Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik Dinas Perizinan Kota Yogyakarta.Thesis.Universitas Gajah Mada Moleong, Lexy J.(2005).Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Siagan,P,Sondang.(2012). Implementasi Pengembangan Organisasi: Jakarta: Bumi Aksara Sugiyono.(2010).Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta: ANDI

Suyanto,Bagong&Sutinah.(2013).Metode Penelitian Sosial.Jakarta: Kencana Pelajar Sutarto,(1987).Dasar-Dasar Organisasi, Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Torang, Syamsir. (2013). Organisasi Dan Manajemen (Prilaku, struktur, Budaya & Perubahan Organisasi).Bandung: Alfabeta Siagan,P,

Westra,Pariata. (1980).Aneka Sari Ilmu Administrasi.Yogyakarta:Balai Pembina Administrasi Akademi Administrasi Negara

Peraturan Perundang-undangan dan Dokumen Undang-undang Nomor 22 tahun 1999

Undang-undang Nomor 32 tahun 2004


(5)

Undang-undang Nomor 23 tahun 2014

Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007

Peraturan Daerah Kabupaten Sleman No 9 Tahun 2009

Peraturan Daerah Kabupaten Sleman No 8 Tahun 2014

Prosedur Tetap Nomor 58 Tahun 2010

Website

http://bpbd.slemankab.go.id/?page_id=548diakses pada tanggal 21-01-2016

httppdf.usaid.govpdf_docsPnadq394.pdf diakses pada tanggal 19-03-2016

httppdf.usaid.govpdf_docsPnadq535.pdf diakses pada tanggal 19-03-2016

httppdf.usaid.govpdf_docspnadb562.pdf.pdf diakses pada tanggal 19-03-2016

http://dki.kemenag.go.id/file/file/Andremangdu/gvbs1348195937.pdf 12-01-2016

http://naskah_akademik_penataan_organisasi_perangkat_daerah.pdf diakses pada tanggal 14-02-2016

https://teorionline.wordpress.com/2010/02/07/teori-struktur-organisasi/ diakses pada tanggal 14-02-2016

http://tentangilmu01.blogspot.co.id/2015/03/v-behaviorurldefaultvmlo.html diakses pada tanggal 17-03-2016

httprepository.usu.ac.idbitstream123456789228253Chapter%20II.pdf diakses pada tanggal 17-03-2016

httppasca.unand.ac.ididwp-contentuploads201109Makalah-Tesis-ALRINALDI.pdf diakses pada tanggal 17-03-2016

http://pemerintah.net/organisasi-perangkat-daerah/diakses pada tanggal 19-03-2016

httpbappeda.slemankab.go.idwp-contentuploads201409Bab-II-EVALUSI-HASIL-PELAKSANAAN-RKPD.pdf diakses pada tanggal 19-03-2016

httpbappenas.go.idfiles111387854604Kajian_Kebijakan_Penataan_Kelembagaan_OPD_-diakses pada tanggal 19-03-2016


(6)

http://demokrasiindonesia.blogspot.co.id/2014/10/sistem-pemerintahan-daerah-otonomi.html_2008.pdf diakses pada tanggal 19-02-2016

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/116857-T%2024630-Legisprudence%20theory-Tinjauan%20literatur.pdf diakses pada tanggal 4-03-2016

http://kumoro.staff.ugm.ac.id/file_artikel/Pengantar%20Diskusi%20Kelembagaan%20Penga daan%20Barang%20dan%20Jasa.pdfdiakses pada tanggal 19-03-2016

ttpswww.google.co.idurlsa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact=8&ved =0CCcQFjACahUKEwjrxfO99ZHJAhWTHI4KHTAWBHI&url=http%3A%2F%2Fppid.sle

mankab.go.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2013%2F01%2FAnnual-Report-2011.docx&usg=AFQjCNEfJqgo_VjLy5KwllJ_d043i4UJdg&bvm=bv.107467506,d.c2E 15 112015 diakses pada tanggal 11-04-2016

http%3A%2F%2Fejournal.unri.ac.id%2Findex.php%2FJDOD%2Farticle%2Fdownload%2F1

735%2F1709&usg=AFQjCNEe1X4-M7pniKMQ7gqE-_EgdkMLcg&bvm=bv.110151844,d.c2Ediakses pada tanggal 11-04-2016