Implikasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah Terhadap Restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah Di Kabupaten Gayo Lues

(1)

IMPLIKASI PERATURAN PEMERINTAH

NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI

PERANGKAT DAERAH TERHADAP RESTRUKTURISASI

ORGANISASI PERANGKAT DAERAH

DI KABUPATEN GAYO LUES

TESIS

Diajukan Sebagai salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora

Dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh : KHADIJAH 087005041/ HK

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

Judul Tesis : IMPLIKASI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41

TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT

DAERAH TERHADAP RESTRUKTURISASI

ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DI KABUPATEN GAYO LUES

Nama Mahasiswa : Khadijah

Nomor Pokok : 087005041

Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui: Komisi Pembimbing

(Prof. Muhammad Abduh, SH) Ketua

(Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, M.Hum) (Dr. Mirza Nasution, SH, M.Hum)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,


(3)

Tanggal Lulus : 14 agustus 2010 Telah diuji pada

Tanggal 21 Agustus 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Muhammad Abduh,

Anggota : 1. Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, M.Hum

2. Dr. Mirza Nasution, SH, M.Hum 3. Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum


(4)

ABSTRAK

Lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah merupakan salah satu perubahan yang terjadi di dalam pemerintahan Negara kita setelah jatuhnya orde baru. Realisasi dari Pasal 68 ayat (1) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 diwujudkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat daerah. Peraturan Pemerintah ini telah memberikan kekuasaan dan keleluasaan yang sangat besar dalam menyusun dan menetapkan organisasi perangkat daerah. oleh karena itu, pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 dipandang tidak sesuai dengan keadaan dan perkembangan penataan pemerintah daerah sehingga perlu disempurnakan dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. Realisasi dari amanat perubahan Undang-undang dasar 1945 secara langsung membawa konsekuensi terhadap landasan hukum pemerintahan daerah, untuk itu setelah melakukan evaluasi yang mendasar maka pemerintah menerbitkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Lahirnya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 diikuti pula dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.

Berdasarkan uraian pada latar belakang, permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1). Bagaimanakah konsep penataan organisasi perangkat daerah di Indonesia, (2).Bagaimana implikasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 tentang organisasi perangkat daerah di Kabupaten Gayo Lues.

Penelitian ini adalah penelitian hukum normative (Yuridis Normatif), yakni permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini akan ditelaah dari sudut pandang peraturan perundang-undangan yang berlaku, ditunjang dengan data lapangan yang berkenaan dengan organisasi perangkat daerah.

Dari hasil penelitian dan pembahsan diperoleh kesimpulan bahwa: (1). Penataan organisasi perangkat daerah di Indonesia meliputi beberapa langkah yakni: Pembentukan, Penetapan tugas dan fungsi, menentukan besaran organisasi, perumpunan bidang pemerintahan dan membuat susunan organisasi, (2). Setelah pelaksanaan restrukturisasi organisasi perangkat daerah di Kabupaten Gayo Lues menghasilkan perangkat daerah yang terdiri dari: Sekretariat daerah yang meliputi 3 (tiga) Asisten, Sekretariat DPRD, Dinas daerah sebanyak 12 (dua belas), Lembaga Teknis Daerah ada 10 (sepuluh), 11 (sebelas) Kecamatan dan 1 (satu) Kelurahan.

Disarankan kepada pemerintah daerah Kabupaten Gayo Lues agar dalam melaksanakan restrukturisasi organisasi perangkat daerah mengikuti batasan maksimal penetapan organisasi perangkat daerah, selanjutnya untuk mengoptimalkan fungsi suatu instansi sebisa mungkin harus dihindari tumpang tindih antara tugas dan


(5)

fungsi yang dilakukan sub bagian atau bagian dengan dinas atau lembaga teknis yang lain.


(6)

ABSTRACT

The issuance of Law No.22/1999 on Local Government is one of the changes occurred in our country after the fall of new order regime. The realization of Article 68 (1) of Law No. 22/1999 is materialized in the Government Regulation No.84/2000 on Guidelines for Local Government’s Structure of Organization. This Government Regulation has provided a big authority and freedom of action in arranging and determining local government’s structure of organization. Therefore, the implementation of the Government Regulation No.84/2000 is considered as being inappropriate for the condition and development of local government structuring that it needs to be completed by the issuance of the Government Regulation No.8/2003 on Guidelines for Local Government’s Structure of Organization. The realization of the amendment of 1945 Constitution directly brought a consequence to the legal base of local government, for that reason, after doing a basic evaluation; the government issued Law No.32/2004 on Local Government which was then followed with the issuance of the Government Regulation No.41/2007 on Local Government’s Structure of Organization.

Based on the background described above, the purpose of this normative juridical study was to analyze) 1. the form of the concept of structuring local government’s structure of organization in Indonesia, and 2) how the Government Regulation No.41/2007 on Local Government’s Structure of Organization is implemented in Gayo Lues District.

The problems designated in this study were analyzed based on the existing regulations of legislation supported by the data related to local government’s structure of organization obtained through field research.

The result of this study showed that (1) the structuring of local government’s structure of organization in Indonesia included several steps such as the forming, determining job and function, deciding the scale of organization, clustering the sections of administration, and arranging the structure of organization; (2) after the restructuring process was implemented, the local government’s structure of organization in Gayo Lues District consisted of Local Government Secretariat including 3 (three) Assistants, District Legislative Assembly Secretariat, 12 (twelve) District Government Services, 10 (ten) District Technical Agencies, 11 (eleven) Sub-districts, and 1 (one) Urban Village.

It is suggested for Gevernment of Gayo Lues District to comply with maximum level of official rank organization determination in restructurization of regional rank, and it is also suggested to optimize the function of instance as much as possible to prevent the overlapping between task and function completed by subsection or official division or another technical institution.


(7)

Key words: Implication, Restructuring, Local Government’s Structure of Organization.


(8)

ABSTRAK

Lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah merupakan salah satu perubahan yang terjadi di dalam pemerintahan Negara kita setelah jatuhnya orde baru. Realisasi dari Pasal 68 ayat (1) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 diwujudkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat daerah. Peraturan Pemerintah ini telah memberikan kekuasaan dan keleluasaan yang sangat besar dalam menyusun dan menetapkan organisasi perangkat daerah. oleh karena itu, pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 dipandang tidak sesuai dengan keadaan dan perkembangan penataan pemerintah daerah sehingga perlu disempurnakan dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. Realisasi dari amanat perubahan Undang-undang dasar 1945 secara langsung membawa konsekuensi terhadap landasan hukum pemerintahan daerah, untuk itu setelah melakukan evaluasi yang mendasar maka pemerintah menerbitkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Lahirnya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 diikuti pula dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.

Berdasarkan uraian pada latar belakang, permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1). Bagaimanakah konsep penataan organisasi perangkat daerah di Indonesia, (2).Bagaimana implikasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 tentang organisasi perangkat daerah di Kabupaten Gayo Lues.

Penelitian ini adalah penelitian hukum normative (Yuridis Normatif), yakni permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini akan ditelaah dari sudut pandang peraturan perundang-undangan yang berlaku, ditunjang dengan data lapangan yang berkenaan dengan organisasi perangkat daerah.

Dari hasil penelitian dan pembahsan diperoleh kesimpulan bahwa: (1). Penataan organisasi perangkat daerah di Indonesia meliputi beberapa langkah yakni: Pembentukan, Penetapan tugas dan fungsi, menentukan besaran organisasi, perumpunan bidang pemerintahan dan membuat susunan organisasi, (2). Setelah pelaksanaan restrukturisasi organisasi perangkat daerah di Kabupaten Gayo Lues menghasilkan perangkat daerah yang terdiri dari: Sekretariat daerah yang meliputi 3 (tiga) Asisten, Sekretariat DPRD, Dinas daerah sebanyak 12 (dua belas), Lembaga Teknis Daerah ada 10 (sepuluh), 11 (sebelas) Kecamatan dan 1 (satu) Kelurahan.

Disarankan kepada pemerintah daerah Kabupaten Gayo Lues agar dalam melaksanakan restrukturisasi organisasi perangkat daerah mengikuti batasan maksimal penetapan organisasi perangkat daerah, selanjutnya untuk mengoptimalkan fungsi suatu instansi sebisa mungkin harus dihindari tumpang tindih antara tugas dan


(9)

fungsi yang dilakukan sub bagian atau bagian dengan dinas atau lembaga teknis yang lain.


(10)

ABSTRACT

The issuance of Law No.22/1999 on Local Government is one of the changes occurred in our country after the fall of new order regime. The realization of Article 68 (1) of Law No. 22/1999 is materialized in the Government Regulation No.84/2000 on Guidelines for Local Government’s Structure of Organization. This Government Regulation has provided a big authority and freedom of action in arranging and determining local government’s structure of organization. Therefore, the implementation of the Government Regulation No.84/2000 is considered as being inappropriate for the condition and development of local government structuring that it needs to be completed by the issuance of the Government Regulation No.8/2003 on Guidelines for Local Government’s Structure of Organization. The realization of the amendment of 1945 Constitution directly brought a consequence to the legal base of local government, for that reason, after doing a basic evaluation; the government issued Law No.32/2004 on Local Government which was then followed with the issuance of the Government Regulation No.41/2007 on Local Government’s Structure of Organization.

Based on the background described above, the purpose of this normative juridical study was to analyze) 1. the form of the concept of structuring local government’s structure of organization in Indonesia, and 2) how the Government Regulation No.41/2007 on Local Government’s Structure of Organization is implemented in Gayo Lues District.

The problems designated in this study were analyzed based on the existing regulations of legislation supported by the data related to local government’s structure of organization obtained through field research.

The result of this study showed that (1) the structuring of local government’s structure of organization in Indonesia included several steps such as the forming, determining job and function, deciding the scale of organization, clustering the sections of administration, and arranging the structure of organization; (2) after the restructuring process was implemented, the local government’s structure of organization in Gayo Lues District consisted of Local Government Secretariat including 3 (three) Assistants, District Legislative Assembly Secretariat, 12 (twelve) District Government Services, 10 (ten) District Technical Agencies, 11 (eleven) Sub-districts, and 1 (one) Urban Village.

It is suggested for Gevernment of Gayo Lues District to comply with maximum level of official rank organization determination in restructurization of regional rank, and it is also suggested to optimize the function of instance as much as possible to prevent the overlapping between task and function completed by subsection or official division or another technical institution.


(11)

Key words: Implication, Restructuring, Local Government’s Structure of Organization.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Semenjak era reformasi yang ditandai dengan jatuhnya pemerintahan Orde baru tahun 1998, banyak terjadi perubahan di dalam pemerintahan negara kita. Salah satunya adalah lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan jawaban dari ketidakpuasan daerah-daerah atas perlakuan pemerintah pusat, yang tidak memberikan ruang gerak kepada daerah untuk mengatur pemerintahan daerah dengan prakarsa sendiri.

Tuntutan reformasi untuk mewujudkan suatu Indonesia baru, yaitu Indonesia yang lebih demokrasi, lebih transparan, serta menjunjung tinggi hak-hak azasi manusia merupakan suatu tuntutan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Menentang reformasi berarti menentang kehendak rakyat. Pihak-pihak yang ingin menghambat jalannya reformasi pasti akan berhadapan dengan rakyat. Hanya saja dalam pelaksanaan reformasi kita harus tetap berjalan pada koridor konstitusi, agar reformasi tersebut dapat berlangsung secara damai.1

Pelaksanaan otonomi daerah menjadi peluang dan tantangan bagi daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena daerahlah yang lebih

      

1

Rozali Abdullah, Pelaksanaan Otonomi Luas dan Isu Federalisme sebagai Suatu Alternatif, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2000), Hlm. 3. 


(13)

mengetahui aspirasi dan kehendak serta potensi yang dimiliki daerahnya. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat dan pertanggungjawaban kepada masyarakat.2

Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah diharapkan dapat mengakomodasi perubahan paradigma pemerintahan, dari yang sentralistis menjadi desentralistis, mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, memperhatikan perbedaan potensi dan keanekaragaman, serta dapat mencegah terjadinya disintegrasi bangsa.3

Realisasi dari Pasal 68 ayat (1) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang berbunyi “Susunan organisasi perangkat daerah ditetapkan dengan peraturan Daerah sesuai dengan pedoman pemerintah” diwujudkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 ini telah memberikan kekuasaan dan keluasaan yang sangat besar dalam menyusun dan menetapkan organisasi perangkat daerah. Dalam pedoman tersebut sebenarnya telah ditegaskan bahwa penyusunan kelembagaan perangkat daerah harus mempertimbangkan       

2

HAW. Widjaja, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, ( Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), Hlm. 7-8.  

3

Agussalim Andi Gadjong, Pemerintahan Daerah; Kajian Politik dan Hukum, (Bogor: Ghlmia Indonesia, 2007), Hlm. 161 


(14)

kewenangan yang dimiliki, karakteristik, potensi dan kebutuhan daerah, kemampuan keuangan daerah, ketersediaan sumber daya aparatur dan pola kemitraan antardaerah serta dengan pihak ketiga.4

Kewenangan dan keleluasaan tersebut pada tahap implementasi diterjemahkan secara berbeda-beda oleh masing-masing daerah, lebih banyak bernuansa politik dari pada pertimbangan rasional objektif, efesiensi, dan efektivitas. Pertimbangan tersebut telah membawa implikasi pada pembengkakkan organisasi perangkat daerah. Hal ini tentu berpengaruh terhadap inefesiensi alokasi anggaran yang tersedia dan juga terhadap profesionalitas sumber daya aparaturnya.5

Oleh karena itu, pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 dipandang tidak sesuai dengan keadaan dan perkembangan penataan pemerintah daerah sehingga perlu disempurnakan dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah.

Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2003 memiliki ruh dan semangat yang kuat terhadap efisiensi dalam penyelenggaraan kewenangan oleh daerah. Dilatarbelakangi oleh membengkaknya dan bervariasinya struktur organisasi pemerintah daerah, PP 8 tahun 2003 mencoba menyempurnakan ketentuan yang ada dalam PP 84 tahun 2000 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Ketentuan PP 84 tahun 2000 telah menyebabkan problem inefisiensi berupa pembengkakan jumlah       

4

Miftah Thoha, Birokrasi Pemerintah Indonesia di Era Reformasi, (Jakarta: Kencana, 2008), Hlm. 47. 

5


(15)

dinas dan lembaga pelaksana teknis daerah. Problem utamanya terletak pada ketiadaan standar kriteria yang digunakan dalam membentuk perangkat organisasi daerah. Pada sisi lainnya, struktur internal organisasi perangkat daerah sangat variatif, sehingga menyulitkan asas penyelenggaraan tugas dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 ini meliputi:

1. Pembentukan dan Kriteria Organisasi Perangkat Daerah;

2. Kedudukan, tugas dan fungsi Perangkat Daerah Propinsi;

3. Kedudukan, tugas dan fungsi Perangkat Daerah Kabupatan/Kota;

4. Kedudukan, tugas dan fungsi Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

5. Susunan organisasi Perangkat Daerah dan Eselonisasi Perangkat Daerah. 6

Dalam rangka mewujudkan Organisasi perangkat daerah yang ideal, maka Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah secara kongkret menggunakan pendekatan wajib sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pendekatan ini digunakan dalam rangka mengukur urgensi pembentukan organisasi perangkat daerah

      

6


(16)

yang diarahkan semaksimal mungkin mendekati kebutuhan nyata secara rasional objektif.7

Berdasarkan Pasal 11 ayat (2) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan kota meliputi 11 kewenangan, antara lain: pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja. Mengacu pada 11 kewenangan wajib tersebut , maka dilakukan pembatasan jumlah maksimal dinas di kabupaten/kota maksimal 14 dinas dengan asumsi seluruh kewenangan wajib dilaksanakan dan 3 dinas lainnya sebagai toleransi. Hal ini untuk mengakomodasikan fungsi-fungsi yang belum tertampung namun sangat dibutuhkan, sesuai dengan karakteristik masing-masing daerah. Adapun bagi provinsi, jumlah dinas ditetapkan lebih sedikit yaitu maksimal 10 dinas mengingat kewenangan di provinsi hanya kewenangan yang bersifat lintas kabupaten/kota dan kewenangan yang belum dapat dilakukan oleh kabupaten/kota.8

Realisasi dari amanat perubahan Undang-undang Dasar 1945 secara langsung membawa konsekuensi terhadap landasan hukum pemerintah daerah. Kaidah Pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 sebelum diamandemen diperluas (ditambah) dengan 2 pasal, yang tentunya kaidah yang terkandung didalamnya turut berubah. Untuk itu, pemerintah di bawah Presiden Megawati, setelah melakukan evaluasi yang mendasar,

      

7

Miftah Thoha, Op.Cit. Hlm. 48 

8


(17)

maka diterbitkanlah Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai landasan hukum pemerintah daerah (yang mengantikan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 yang dianggap tidak sesuai lagi setelah amandemen Undang-undang Dasar 1945 rampung dilaksanakan).9

Perubahan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, disamping karena adanya perubahan UUD 1945, juga memperhatikan beberapa ketetapan MPR dan Keputusan MPR, seperti: Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah; dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/2002 tentang Rekomendasi Atas Laporan Pelaksanaan Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia oleh Presiden, DPA, DPR, BPK dan MA pada sidang tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tahun 2002 dan Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 5/MPR/2003 tentang Penugasan kepada MPR-RI untuk menyampaikan Saran atas Laporan Pelaksanaan Keputusan MPR-RI oleh Presiden, DPR, BPK dan MA pada Sidang Tahunan MPR-RI tahun 2003.10

Penyelenggaraan pemerintah daerah berdasarkan Undang-undang ini menekankan supaya pemerintah daerah dapat mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan didaerahnya menurut asas otonomi dan tugas pembantuan yang diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dengan       

9

Agussalim Andi Gadjong, Op.Cit, Hlm. 167. 

10

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Modul Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2005), Hlm. 233-234. 


(18)

memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan potensi keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.11

Selanjutnya perbedaan ketentuan umum antara Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 1

Perbedaan Ketentuan Umum Antara Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

No Item UU No. 32 Tahun 2004 UU No. 22 Tahun 1999

1 Pemerintah Pusat Presiden RI yang memegang kekuasaaan pemerintahan Negara RI sebagaimana dalam UUD 1945;

Perangkat NKRI yang terdiri dari presiden dan para menteri;

2 Pemerintahan Daerah

Penyelenggara urusan pemerintah oleh pemerintah

daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan

Penyelenggaraan

pemerintahan daerah kepada daerah otonom oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas desentralisasi

3 Pemerintah daerah Gubernur, Bupati atau Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah

Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah

4 Kedudukan dan

Kewenangan DPRD

Lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggaraan

pemerintahan daerah;

Badan legislative daerah berwenang meminta, menilai dan menolak laporan

      

11

Lihat klausul Menimbang, Khususnya huruf (a) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 


(19)

meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah

pertanggungjawaban kepala daerah

5 Pengertian Otonomi Daerah

Hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

sendiri kepentingan masyarakat setempat sesuai

dengan peraturan perundang-undangan

Kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

6 Daerah Otonom Kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem NKRI.

Kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang menngatur prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan NKRI;

1. Otonomi Terbatas

untuk Daerah Provinsi; 2. Otonomi Luas untuk

Daerah

Kabupaten/Kota;

3. Otonomi asli untuk Desa

7 Desentralisasi Penyerahan wewenang

pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem NKRI

Penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah

otonom dalam kerangka NKRI

8 Dekonsentrasi Pelimpahan wewenang

pemerintahan oleh pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah atau kepada instansi vertical diwilayah tertentu

Pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau perangkat pusat di daerah


(20)

9 Tugas Pembantuan Penugasan dari Pemerintah kepada Daerah dan atau Desa; dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan atau desa, serta; dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu

Penugasan dari pemerintah kepada daerah dan desa; dan dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkan

nya kepada yang menugaskan

10 Kedudukan dan

Kewenangan Daerah

1. Daerah provinsi

merupakan daerah otonom sebagai wakil pemerintah di daerah yang membawahi daerah kabupaten/kota,

bertanggung jawab ke pemerintah pusat;

2. Daerah kabupaten/kota sebagai daerah otonom

yang membawahi desa/kelurahan,

bertanggung jawab kepada daerah provinsi;

3. Desa/kelurahan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang otonom bertanggung jawab kepada kabupaten/kota

1. Daerah provinsi

sebagai wilayah administratif, wakil pemerintah, bukan sebagai atasan dari pemerintah

kabupaten/kota;

memiliki kewenangan

atas lintas kabupaten/kota;

2. Daerah kabupaten/kota

sebagai daerah otonom;

3. Desa sebagai wilayah kesatuan hukum yang memiliki otonomi asli

11 Pertanggungjawab an

Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden; Memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pemerintah di atasnya; Bupati/Walikota kepada Gubernur; Kepala Desa/Lurah kepada Bupati/Walikota

Kepada daerah bertanggung jawab kepada

DPRD; wajib menyampaikan laporan

penyelenggaraan

pemerintahan kepada presiden melalui tembusan pemerintah di atasnya


(21)

12 Pemilihan Kepala Daerah

Dipilih langsung oleh rakyat Dipilih oleh DPRD

13 Kedudukan dan

Kewenangan Kepala Daerah

Memimpin penyelenggaraan

pemerintah daerah berdasarkan kebijakan yang

ditetapkan bersama DPRD; mengajukan raperda dan menetapkan raperda yang telah mendapat persetujuan DPRD; pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan dibawahnya.

Memimpin penyelenggaraan

pemerintahan daerah sebagai Kepala eksekutif.

14 Semangat dan

Prinsip

1. Mempercepat

terwujudnya kesejahteraan masyarakat (peningkatan pelayanan, pemberdayaan, peranserta masyarakat dan peningkatan daya saing daerah);

2. Efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan

pemerintahan daerah yang menekankan hubungan

antar susunan pemerintahan serta pemberian hak dan kewajiban otonomi daerah;

3. Dengan prinsip:

demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan daerah.

1. Amanat konstitusi UUD 1945, penjelasan Pasal 18;

2. Mendorong untuk

memberdayakan masyarakat; 3. Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas; 4. Meningkatkan peranserta masyarakat; 5. Mengembangkan peran

dan fungsi DPRD;

6. Dengan prinsip

demokrasi, partisipasi, pemerataan dan keadilan, serta potensi

dan keanekaragaman daerah.

15 Kelembagaan Desa Pemerintahan desa dan badan permusyawarahan desa yang merupakan wakil dari penduduk desa dan ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat

Pemerintahan desa dan badan perwakilan desa yang dipilih secara

langsung oleh penduduk desa


(22)

16 Pembinaan dan pengawasan

Pemerintah pusat melakukan: 1. Koordinasi pemerintahan

antar-susunan pemerintahan;

2. Pemberian pedoman dan standar pelaksanaan;

3. Bimbingan, supervise dan konsultasi pelaksanaan; 4. Pendidikan dan pelatihan; 5. Perencanaan, penelitian,

pengembangan,

pemantauan dan evaluasi pelaksanaan;

6. Pengawasan atas

pelaksanaan;

7. Pengawasan terhadap perda dan peraturan kepala daerah;

8. Member penghargaan dan sanksi kepada daerah;

9. Menunjuk aparat

pengawas intern pemerintah;

10.Membentuk Dewan

Pertimbangan Kebijakan

Otonomi Daerah; pembinaan dan pengawasan dilakukan

secara hirarki dari atas kebawah hingga desa.

1. Pemerintah hanya

memfasilitasi penyelenggaraan otonomi daerah;

2. Pengawasan terhadap perda, disampaikan kepada pemerintah selambat-lambatnya

lima belas hari setelah ditetapkan;

3. Membentuk Dewan

Pertimbangan Otonomi Daerah;

4. Pemerintah diatasnya hanya akan berfungsi sebagai fasilitator; motivator dan mediator.

Sumber: Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

Lahirnya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah diikuti pula dengan Keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 41 Tahun 2007 tentang organisasi Perangkat Daerah. yakni sebagai realisasi dari Pasal 128 ayat (1)


(23)

dan (2). Belum tuntas Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2003 dilaksanakan, sudah digantikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007. Hal ini nyaris mengulang pergantian (replacing) Peraturan Pemerintah Nomor 84 tahun 2000 dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2003, padahal Peraturan Pemerintah Nomor 84 tahun 2000 belum genap berumur tiga tahun. Begitu cepatnya bongkar pasang regulasi mengenai organisasi perangkat daerah dilakukan, tampaknya dipengaruhi oleh sekurang-kurangnya empat faktor. Pertama, belum tuntasnya persoalan tarik-ulur kewenangan Pusat- Daerah selama ini. Kedua, pengaruh dinamika politik lokal yang dipengaruhi oleh situasi transisi demokrasi. Ketiga, meningkatnya kesadaran kritis dan tuntutan rakyat lokal terhadap kualitas pelayanan publik di daerah. Dan, keempat, keterbatasan anggaran pemerintah untuk mendukung sistem kelembagaan daerah. 12 

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah pada dasarnya dimaksudkan untuk memberikan arah dan pedoman yang jelas kepada daerah dalam menata organisasi yang efisien, efektif dan rasional sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah masing-masing serta adanya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplikasi serta komunikasi kelembagaan antara pusat dan daerah. Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya memper-timbangkan faktor keuangan, kebutuhan daerah, cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan       

12

W. Riawan Tjandra, “Birokrasi Penataan Perangkat Daerah”, http://www.unisosdem.org/ekopol_detail.php Diakses pada tanggal 11 Februari 2010.


(24)

kondisi geografis, jumlah dan kepadatan penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani, sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah di Indonesia tidak senantiasa sama atau seragam.13

Kabupaten Gayo Lues sendiri sebagai kabupaten baru dan merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Aceh Tenggara, berusaha menyikapi lahirnya PP Nomor 41 tahun 2007 dengan tanggap. Hal ini dibuktikan dengan dilaksanakannya restrukturisasi organisasi perangkat daerah pada tahun 2007. Restrukturisasi organisasi perangkat daerah tersebut ditetapkan dalam Peraturan Daerah, yang memuat nama atau nomenklatur, tugas pokok dan susunan organisasi masing-masing satuan kerja perangkat daerah (sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas, badan dan kantor,rumah sakit daerah, kecamatan, kelurahan dan lembaga lain sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan).

B.

Perumusan Permasalahan

Adapun yang menjadi permasalahan dalam tesis ini adalah :

1. Bagaimana konsep Penataan Organisasi Perangkat Daerah di Indonesia.

      

13

Ali Habiu, “Pandangan Tentang Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah” www.ali-habiu.blogspot.com, diakses pada tanggal 20 Juni 2010. 


(25)

2. Bagaimana Implikasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah terhadap Restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah di Kabupaten Gayo Lues.

C.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan permasalahan tersebut diatas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui konsep penataan Organisasi Perangkat Daerah di Indonesia.

2. Untuk mengetahui Implikasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah terhadap Restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah di Kabupaten Gayo Lues.

D.

Manfaat Penelitian

Pada dasarnya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis berkenaan dengan organisasi perangkat daerah di Indonesia, khususnya masalah restrukturisasi organisasi perangkat daerah sebagai akibat implementasi dari Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah baik bagi penulis sendiri maupun bagi para pembaca.


(26)

1. Secara Teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menembah khasanah ilmu pengetahuan di bidang hukum yang dapat mengembangkan disiplin ilmu hukum bagi kalangan akademisi, sebagai langkah awal untuk melakukan penulisan serta penelitian yang lebih mendalam berkaitan dengan penerapan PP No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.

2. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada:

a. Masyarakat umum agar lebih memahami restrukturisasi organisasi perangkat daerah berdasarkan PP No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah khususnya di Kabupaten Gayo Lues.

b. Pemerintah, pemerintah daerah dan instansi yang terkait dalam rangka implementasi dan menginventarisir berbagai hambatan yang terdapat dalam PP No. 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah dalam pelaksanaannya di kabupaten Gayo Lues.

E.

Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelitian pada kepustakaan khususnya di lingkungan perpustakaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, sepanjang yang diketahui dari hasil-hasil penelitian yang sudah ada maka belum ada penelitian


(27)

tentang “ Implikasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah Terhadap Restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Gayo Lues”. Akan tetapi ada sebuah penelitian yang berkaitan dengan Restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah, yaitu:

¾ Erna Hayati, Mahasiswa Pascasarjana Program studi Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, dengan judul: “ Restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah Dalam Rangka Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Otonomi Khusus di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam”. Penelitian dilakukan pada tahun 2002.

Permasalahannya;

1. Bagaimana struktur dan fungsi organisasi perangkat daerah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Otonomi Khusus bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

2. Bagaimanakah hambatan dalam restrukturisasi organisasi perangkat daerah di provinsi Nanggroe aceh Darussalam.

Temuannya:

1. Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang


(28)

Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, maka telah terjadi perubahan struktur organisasi Pemerintahan Daerah Nanggroe Aceh Darussalam.

2. Terdapat beberapa kendala dalam restrukturisasi organisasi perangkat daerah di provinsi Nanggroe aceh Darussalam yang menyangkut aspek penataan organisasi, aspek penempatan personil (pegawai) dan dari sisi anggaran.

Dari penelusuran tersebut diatas, ternyata bahwa kelompok bahasan dari permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian tesis tersebut. Dengan demikian penelitian ini adalah asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional, objektif dan terbuka. Penelitian ini dapat dipertangunggjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka baik disidang yang bersifat ilmiah maupun dihadapan masyarakat pada umumnya.

F.

Kerangka Teori Dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (1), dinyatakan bahwa Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. Negara kesatuan


(29)

ialah suatu Negara yang merdeka dan berdaulat, diseluruh Negara yang berkuasa hanya ada satu pemerintahan (pusat) yang mengatur seluruh daerah, Negara kesatuan dapat pula berbentuk:

a. Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi yang segala sesuatu dalam Negara itu langsung diatur dan diurus oleh pemerintah pusat dan daerah-daerah tinggal melaksanakan.

b. Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi, dimana kepada daerah diberikan kesempatan dan kekuasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri (otonomi daerah).14

Sentralisasi mungkin saja merupakan pilihan yang tepat untuk menggerakkan roda organisasi negara bagi suatu negara yang memiliki wilayah yang sangat kecil dan dapat dikategorikan sebagai negara kota. Akan tetapi bagi negara yang memiliki wilayah yang sangat luas seperti Indonesia, sentralisasi kekuasaan akan menimbulkan kesulitan-kesulitan dan sukar untuk dilaksanakan.15

Pola ketatanegaraan dan administrasi pemerintahan yang terlalu sentralistis mengandung kelemahan antara lain:

a. Kebijaksanaan pemerintah diambil lebih banyak oleh pusat, yang biasanya memperlakukan daerah secara sama, yang situasi dan kondisi lokal berbeda.

      

14

C.S.T. Kansil dan S.T. Christine Kansil, Sistem Pemerintahan Indonesia,(Jakarta: Bumi Aksara, 2003), Hlm. 3 

15

Faisal Akbar Nasution, Pemerintah Daerah dan Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah.(Jakarta: Sofmedia, 2009), Hlm.7 


(30)

b. Volume dan beban pemerintah pusat secara teknis terlalu besar, berat dan kompleks, sehingga kurang efektif dan efesien.

c. Kurang melibatkan dan kurang mengembangkan potensi dan kemampuan lokal, sehingga kurang memuaskan aspirasi dan harga diri yang bersifat lokal.16

Istilah desentralisasi berasal dari bahasa latin yaitu kata “de” yang berarti lepas dan “centrum” artinya pusat. Desentralisasi merupakan lawan kata dari sentralisasi sebab kata “de” maksudnya untuk menolak kata sebelumnya. Jadi menurut istilah katanya desentralisasi adalah melepaskan dari pusat.17

Desentralisasi menurut Amrah Muslimin adalah pelimpahan kewewenangan pada badan-badan dan golongan-golongan masyarakat dalam daerah-daerah tertentu untuk mengurus rumah tangganya sendiri.18 Adapun pengertian desentralisasi berdasarkan Pasal 1 huruf g UU Nomor 32 Tahun 2004 adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pelaksanaan desentralisasi akan membawa efektivitas dalam pemerintahan, sebab wilayah Negara itu pada umumnya terdiri dari pelbagai satuan daerah (yang dimaksud dengan perkataan “daerah” disini adalah bagian dari wilayah Negara) yang masing-masing memiliki sifat-sifat khusus tersendiri yang disebabkan oleh

faktor-      

16

HAW. Widjaja, Titik Berat Otonomi Pada Daerah Tingkat II, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003), Hlm. 6.  

17

Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah, Hukum Pemerintahan Daerah, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2005), hlm. 89.  

18


(31)

faktor geografis (keadaan tanah, iklim, flora, fauna, adat-istiadat, kehidupan ekonomi, bahasa, tingkat pendidikan dan pengajaran).19

Desentralisasi dalam sistem pemerintahan mutlak diperlukan, setidaknya ada 14 alasan rasional yang mendasarinya, seperti yang dikemukakan oleh chemma dan rondinelli sebagaimana yang dikutip Koirudin, yakni:20

a. Desentralisasi ditempuh untuk mengatasi keterbatasan karena perencanaan pembangunan yang bersifat sentralistik;

b. Desentralisasi dapat memotong jalur birokrasi yang rumit serta prosedur yang terstruktur dari pemerintah pusat;

c. Desentralisasi memberikan fungsi yang dapat meningkatkan pemahaman pejabat daerah atas pelayanan publik yang diemban;

d. Desentralisasi akan mengakibatkan terjadinya penetrasi yang lebih baik dari pemerintah pusat bagi daerah terpencil, dimana sering rencana pemerintah tidak dipahami masyarakat setempat atau dihambat oleh elit lokal;

e. Desentralisasi memungkinkan representasi yang lebih luas dari berbagai kelompok politik, etnis, keagamaan dalam perencanaan pembangunan;

f. Desentralisasi dapat meningkatkan kemampuan maupun kapasitas pemerintah serta lembaga privat di daerah;

      

19

Josef Riwu Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia: Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyelenggaraan Otonomi Daerah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005). hlm.10  

20

Koirudin, Sketsa Kebijakan Desentralisasi di Indonesia: Format Masa Depan Otonomi Menuju Kemandirian Daerah, (Malang: Averroes Press, 2005), Hlm.5-6.  


(32)

g. Desentralisasi dapat meningkatkan kemampuan maupun kapasitas pemerintahan serta lembaga privat di daerah;

h. Desentralisasi dapat meningkatkan efesiensi pemerintahan di pusat dengan tidak lagi mereke menjalankan tugas rutin;

i. Desentralisasi dapat menyediakan struktur dimana berbagai departemen di pusat dapat dikoordinasi secara efektif bersama dengan pejabat daerah dan sejumlah NGOs (Non Government Organizations);

j. Desentralisasi dapat meningkatkan pengaruh atau pengawasan berbagai aktifitas yang dilakukan elit lokal yang kerap tak simpatik dengan program pembangunan; k. Desentralisasi dapat mengantarkan pada administrasi pemerintahan yang mudah

disesuaikan, inovatif dan kreatif;

l. Desentralisasi perencanaan dan fungsi manajemen memungkinkan pemimpin daerah menetapkan pelayanan secara efektif ditengah masyarakat terisolasi;

m. Desentralisasi dapat memantapkan stabilitas politik dan kesatuan nasional dengan memberikan peluang kepada berbagai kelompok masyarakat di daerah;

n. Desentralisasi dapat meningkatkan penyediaan barang dan jasa di tingkat lokal dengan biaya yang lebih rendah.

Adapun menurut The Liang Gie alasan dianutnya desentralisasi adalah sebagai berikut:


(33)

a. Dilihat dari sudut pandang politik sebagai permainan kekuasaan, desentralisasi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada satu pihak saja yang pada akhirnya dapat menimbulkan tirani.

b. Dalam bidang politik penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai tindakan pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih dari dalam mempergunakan hak-hak demokrasi.

c. Dari sudut teknik organisatoris pemerintahan, alasan mengadakan pemerintahan daerah (desentralisasi) adalah semata-mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efesien. Apa yang dianggap lebih utama untuk diurus oleh pemerintah setempat pengurusannya diserahkan kepada daerah. hal-hal yang lebih tepat ditangan Pusat tetap diurus oleh Pemerintah Pusat.

d. Dari sudut kultural, desentralisasi perlu diadakan supaya perhatian dapat sepenuhnya ditumpahkan kepada kekhususan suatu daerah, seperti geografi, keadaan penduduk, kegiatan ekonomi, watak kebudayaan atau latar belakang sejarahnya.

e. Dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, desentralisasi diperlukan karena pemerintah daerah dapat lebih banyak dan secara langsung membantu pembanunan tersebut.21

Lazimnya desentralisasi itu dapat dibagi kedalam 2 macam, yakni:

      

21

The Liang Gie, Pertumbuhan Pemerintah Daerah di Negara Republik Indonesia, (Jakarta: Gunung Agung, Jilid III, 1968), hlm. 35 – 41.  


(34)

a. Dekonsentrasi (deconcentratie), yaitu pelimpahan kekuasaan dari alat perlengkapan Negara tingkatan lebih atas kepada bawahannya guna melancarkan pekerjaan di dalam melaksanakan tugas pemerintahan, misalnya pelimpahan kekuasaan dan wewenang menteri kepada Gubernur.

b. Desentralisasi Ketatanegaraan atau juga disebut desentralisasi politik yaitu pelimpahan kekuasaan perundangan dan pemerintahan kepada daerah-daerah otonom di dalam lingkungannya. Di dalam desentralisasi politik ini, rakyat dengan mempergunakan saluran-saluran tertentu (perwakilan) ikut serta di dalam pemerintahan, dengan batas wilayah daerah masing-masing. 22

Desentralisasi ketatanegaraan dapat dibagi lagi dalam 2 macam:

1) Desentralisasi territorial, yaitu pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah masing-masing (otonom);

2) Desentralisasi fungsional, yaitu pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus sesuatu atau beberapa kepentingan tertentu. Di dalam desentralisasi semacam ini dikehendaki agar kepentingan-kepentingan tertentu tadi diselenggarakan oleh golongan-golongan yang bersangkutan sendiri.23

Sebagai akibat dari pelaksanaan desentralisasi, timbullah daerah-daerah otonom. Istilah utonomie berasal dari bahasa Yunani (autos=sendiri; nomos =Undang-undang) dan berarti “perundangan sendiri”. Dalam perkembangannya di Indonesia

      

22

Juanda, Hukum Pemerintahan daerah: Pasang Surut Hubungan Kewenangan Antara DPRD dan Kepala Daerah, (Bandung: alumni, 2008),hlm. 121  

23


(35)

otonomi itu sendiri selain mengandung arti “perundangan” (regeling) juga mengandung arti “pemerintahan” (bestuur). 24 Berdasarkan Pasal 1 huruf g Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, Otonomi Daerah adalah wewenang Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dalam mengurus dan meyelenggarakan pemerintahan daerah ini, kepala daerah dibantu oleh perangkat daerah yang terdiri dari unsur staf yang membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi, diwadahi dalam sekretariat, unsur pengawas yang diwadahi dalam bentuk inspektorat, unsur perencana yang diwadahi dalam bentuk badan, unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik, di wadahi dalam lembaga teknis daerah, serta unsur pelaksana urusan daerah yang di wadahi dalam dinas daerah.25

Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan, namun tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Dengan perubahan terminologi pembagian urusan pemerintah yang bersifat konkuren berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, maka dalam implementasi

      

24

Ibid, hlm. 21 

25


(36)

kelembagaan setidaknya terwadahi fungsi-fungsi pemerintahan tersebut pada masing-masing tingkatan pemerintahan.26

Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib, diselenggarakan oleh seluruh provinsi, kabupaten, dan kota, sedangkan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan hanya dapat diselenggarakan oleh daerah yang memiliki potensi unggulan dan kekhasan daerah, yang dapat dikembangkan dalam rangka pengembangan otonomi daerah. Hal ini dimaksudkan untuk efisiensi dan memunculkan sektor unggulan masing-masing daerah sebagai upaya optimalisasi pemanfaatan sumber daya daerah dalam rangka mempercepat proses peningkatan kesejahteraan rakyat.27

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, urusan pemerintah yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota meliputi 26 urusan. Sedangkan yang menjadi urusan pilihan pemerintah daerah kabupaten/kota ada 8 urusan.

Melihat rumusan pasal 1 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar

      

26

Penjelasan Umum PP No. 41 Tahun 2007 

27


(37)

Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

Selanjutnya dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa Pemerintah menyelenggarakan kebijakan desentralisasi yang diwujudkan dalam pembentukan daerah otonom dan penyelenggaraan otonomi daerah yang termasuk penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Bagi Provinsi Aceh sendiri dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, kedudukan Aceh sebagai daerah istimewa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia semakin diperkuat. Dalam Pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan yang di maksud dengan Aceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Gubernur.


(38)

Keistimewaan Aceh ini bersumber dalam jiwa raga yang sangat “fanatik” pada agama Islam. Menstabiliseer keadaan dalam masyarakat adalah terutama memelihara perasaan keagamaan ini, menghindarkan segala sesuatu yang dapat menyinggung perasaan ini.28

Berkaitan dengan keberadaan Kabupaten Gayo Lues sebagai salah satu kabupaten dalam Provinsi Aceh yang ditetapkan sebagai Daerah Istimewa, maka ketentuan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh juga berlaku di Kabupaten Gayo Lues.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 ditetapkan bahwa Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota yang meliputi:

a. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; b. perencanaan dan pengendalian pembangunan;

c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d. penyediaan sarana dan prasarana umum;

e. penanganan bidang kesehatan; f. penyelenggaraan pendidikan; g. penanggulangan masalah sosial;

h. pelayanan bidang penyediaan lapangan kerja dan ketenagakerjaan; i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah;

      

28

Sujamto, Daerah Istimewa Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Jakarta: Bina Aksara, 1988), Hlm. 157. 


(39)

j. pengendalian dan pengawasan lingkungan hidup; k. pelayanan pertanahan;

l. pelayanan kependudukan dan catatan sipil; m. pelayanan administrasi umum pemerintahan; dan

n. pelayanan administrasi penanaman modal termasuk penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya.

Urusan wajib lainnya yang menjadi kewenangan khusus pemerintahan kabupaten/kota adalah pelaksanaan keistimewaan Aceh yang antara lain meliputi: a. penyelenggaraan kehidupan beragama dalam bentuk pelaksanaan syari’at Islam

bagi pemeluknya di Aceh dengan tetap menjaga kerukunan hidup antarumat beragama;

b. penyelenggaraan kehidupan adat yang bersendikan agama Islam;

c. penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas serta menambah materi muatan lokal sesuai dengan syari’at Islam; dan

d. peran ulama dalam penetapan kebijakan kabupaten/kota.

Penataan kelembagaan perangkat daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 ini menerapkan prinsip-prinsip organisasi, antara lain visi dan misi yang jelas, pelembagaan fungsi staf dan fungsi lini serta fungsi pendukung secara tegas, efisiensi dan efektifitas, rentang kendali serta tata kerja yang jelas.


(40)

Penggunaan teori desentralisasi yang salah satunya diwujudkan dalam implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, berusaha dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten Gayo Lues dengan melaksanakan restrukturisasi organisasi perangkat daerah Kabupaten Gayo Lues.

2. Kerangka Konsepsi

Pada bagian kerangka konsepsi akan dijelaskan hal-hal yang berkenaan dengan konsep yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian tesis ini yang merupakan defenisi operasional untuk memberikan pegangan bagi penulis, sebagai berikut:

a. Implikasi berarti keterlibatan atau keadaan terlibat.29 Dalam hal ini adalah keterlibatan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah terhadap Restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah di Kabupaten Gayo Lues.

b. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah berlaku setelah diundangkan pada tanggal 23 Juli 2007 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89.

      

29

Tim Penyusun Kamus Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, Edisi III, 2005), Hlm. 427. 


(41)

c. Restrukturisasi adalah penyusunan atau menata kembali.30Dalam penelitian ini berarti penyusunan atau penataan kembali Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Gayo Lues.

d. Organisasi merupakan gabungan beberapa kelompok kerja yang melakukan kegiatan bersama-sama untuk mencapai tujuan.31

e. Perangkat Daerah Kabupaten adalah unsur pembantu kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintah daerah yang terdiri dari sekretariat daerah, sekretariar DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan dan kelurahan.32

f. Gayo Lues merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Aceh yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Nagan Raya dan Kabupaten Aceh Tamiang di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

G.

Metode Penelitian

1. Jenis Dan Sifat Penelitian

      

30

Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English Press, Edisi III, 2002), Hlm.1269. 

31

Ibid, Hlm. 1063. 

32


(42)

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif (yuridis normatif). Penelitian hukum normatif artinya bahwa permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini akan ditelaah dari sudut pandang peraturan-peraturan perundangan yang berlaku, ditunjang dengan data lapangan yang berkenaan dengan organisasi perangkat daerah.

Sedangkan dari sifatnya, maka penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan (menggambarkan) tentang fakta dan kondisi yang menjadi objek penelitian, yaitu dalam konteks restrukturisasi organisasi perangkat daerah Kabupaten Gayo Lues sebagai implikasi lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007. Setelah itu diadakan suatu telaah secara kritis, dalam arti memberi penjelasan-penjelasan atas fakta atau kondisi tersebut, baik dalam kerangka sistematisasi maupun sinkronisasi berdasarkan pada aspek yuridis.

2. Sumber Data

Dalam penelitian hukum ini data yang diperlukan adalah data sekunder yang ditunjang dengan data primer. Data primer diperoleh dari penelitian di lapangan yaitu dari pihak yang telah ditentukan sebagai narasumber. Sedangkan data sekunder diperoleh dari:

a. Bahan hukum primer, berupa berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan otonomi daerah dan organisasi perangkat daerah.


(43)

b. Bahan hukum sekunder, berupa literatur bahan-bahan bacaan berupa buku, artikel, bahan-bahan seminar dan dokumen-dokumen yang diperoleh dari hasil penelitian.

c. Bahan hukum tertier, berupa bacaan yang diambil dari majalah, surat kabar, dan lain-lain.

3. Tehnik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, adapun tehnik yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Studi Dokumen

Studi dokumen bagi penelitian hukum meliputi studi bahan-bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.33 dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang berasal dari hasil inventarisasi survey lapangan dari instansi yang berhubungan dengan topik penelitian yang sedang dilakukan.

b. Wawancara

      

33

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum,( Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2004), Hlm. 69.  


(44)

Wawancara dilakukan kepada narasumber yang dianggap representatif terhadap permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.

Wawancara tersebut akan dilakukan terhadap Pemerintah Daerah Kabupaten Gayo Lues yang diwakili oleh Kepala Bagian Hukum dan Organisasi Sekretariat Kabupaten Gayo Lues.

4. Analisis Data

Analisis data merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian dalam rangka memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti. Sebelum dilakukan analisis lebih lanjut dalam penelitian ini, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang ada untuk mengetahui validitasnya. Untuk selanjutnya dilakukan pengelompokan terhadap data yang sejenis untuk kepentingan analisis dan penulisan laporan penelitian.

Selanjutnya dilakukan penulisan hasil penelitian dengan metode deskriptif analitis dimana seluruh fakta dan permasalahan yang berhubungan dengan objek penelitian akan disajikan secara utuh, setelah dianalisis berdasarkan norma-norma hukum yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.34

      

34


(45)

BAB II

KONSEP PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH

DI INDONESIA

A.

Konsep Pemerintahan Daerah Berdasarkan UUD 1945

Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan Pemerintah yang diserahkan kepada Daerah sebagai fungsi-fungsi pemerintahan daerah otonom yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang merupakan lembaga pemerintahan daerah menurut asas desentralisasi.

Konsep Pemerintahan daerah sebenarnya sudah sangat tua, dari berbagai literature yang ada dapat diketahui bahwa system pemerintahan daerah masa kini pada dasarnya merupakan kombinasi dari berbagai macam tradisi dan teknik penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dalam perkembangannya telah dipengaruhi oleh faktor

sejarah, politik, ekonomi dan sosial.35

Eksistensi pemerintahan daerah begitu urgen khususnya dalam Negara yang

menganut system Negara kesatuan. Seperti halnya Negara Indonesia yang mempunyai wilayah yang sangat luas, dengan konsentrasi-konsentrasi penduduk di wilayah tertentu yang masyarakatnya sangt heterogen, baik ditinjau dari aspek etnis, agama, budaya maupun latar belakang kehidupan di bidang ekonomi dan sebagainya. Selain

      

35

J. Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah: Suatu Solusi Dalam Menjawab kebutuhan Lokal dan Tantangan Global, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), hlm. 8.  


(46)

heterogenitas yang sedemikian itu setiap wilayah memiliki kandungan sumber daya alam beragam. Persoalannya bagaimana memberikan pelayanan kepada masyarakat di daerah

tersebut.36

Secara filosofis Pemerintahan Daerah diperlukan karena wilayah Negara yang

terlalu luas dan untuk menciptakan kesejahteraan.37 Tujuan dibentuknya Negara adalah

menciptakan masyarakat adil dan makmur. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan perangkat kelembagaan yang disebut administrasi publik/ Negara. Proses untuk mencapai tujuan tersebut akan sulit dicapai jika semua urusan diatur dan diurus oleh pemerintah pusat karena akan diselenggarakan oleh khirarki birokrasi yang sangat panjang dan kompleks. Dalam sistem pemerintahan daerah, pemerintah daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan masyarakat setempat berdasarkan kepentingan dan aspirasinya. Pelayanan publik yang diberikan oleh pejabat pelaksana dapat diterima masyarakat secara cepat dan mudah karena tidak terdapat jalur birokrasi yang panjang, kompleks dan berbelit-belit.38

Dari segi yuridis, dasar hukum Pemerintahan daerah adalah Pasal 18 UUD 1945 namun sejalan dengan keharusan membentuk pemerintahan daerah dalam sistem administrasi Negara Indonesia maka sejak proklamasi kemerdekaan sampai sekarang Negara Indonesia telah mengeluarkan beberapa Undang-Undang

      

36

Ibid, hlm.9.   

37

Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri, “Distribusi Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Kominfo Sesuai PP no. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Daerah”, Jakarta, 2008. 

38

Hanif Nurcholis, Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah, (Jakarta: PT. Grasindo, 2007), hlm. 40.  


(47)

Pemerintahan Daerah yang menjadi landasan penyelenggaraan pemerintahan daerah,yakni:39

1) Undang- undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Komite Nasional Daerah; 2) Undang- undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah;

3) Undang- undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah;

4) Undang- undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah;

5) Undang- undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah;

6) Undang- undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah;

7) Undang- undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Menurut Yuswanto, secara politis pembentukan Pemerintahan daerah adalah dalam rangka memberikan kesempatan rakyat setempat untuk lebih besar berperan dalam penyelenggaraan pemerintahan. 40 

Pemberian otonomi kepada daerah dalam negara kesatuan Republik Indonesia esensinya telah terakomodasi dalam Pasal 18 UUD 1945 yang intinya, bahwa membagi daerah Indonesia atas daerah besar dan yang lebih kecil. Daerah itu bersifat otonom dengan di bentuk badan badan perwakilan rakyat, atau hanya berupa daerah administrasi saja. Daerah besar dan kecil yang diberikan kewenangan otonomi       

39

Ibid, Hal.7 

40

Yuswanto, “Politik Hukum Otonomi Daerah”. http:// blog.unila.ac.id, diakses pada tanggal 24 Juli 2010. 


(48)

seberapa luas apa pun bukan merupakan Negara Bagian (state), melainkan daerah yang tidak terpisahkan dari dan dibentuk dalam kerangka Negara Kesatuan. Corak daerah besar dan kecil tersebut diatur dalam suatu undang-undang. Jadi, terserah kepada pembuat undang-undang untuk menciptakan sistem pemerintahan daerah yang berazas desentralisasi atau pemerintah yang bercorak dekosentrasi atau bentuk lainnya.Hal tersebut tergantung kepada kesadaran dan kemauan politik pembuat undang-undang dan pembuat keputusan, dan itu akan sangat di pengaruhi oleh konfigurasi politik pada saat undang-undang tersebut dibuat.41

Daerah yang bersifat otonom adalah daerah yang boleh mengurus rumah tangganya sendiri dan daerah administratif, yaitu yang tidak boleh mengurus rumah tangganya sendiri. Untuk membentuk susunan pemerintahan daerah-daerah itu, pemerintah bersama DPR kemudian menetapkan Undang-undang Pemerintahan di Daerah, undang-undang tersebutlah yang mengatur pokok-pokok penyelenggaraan pemerintah daerah otonom dan pokok-pokok penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi tugas pemerintahan pusat di daerah.42

Berdasarkan Pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya, maka daerah otonom dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan untuk wilayah administrasi dibentuk berdasarkan asas dekonsentrasi.43

F.Soegeng Istanto membuat kesimpulan sebagai berikut:       

41

Bambang Yudoyono, otonomi Daerah: Desentralisasi dan pengembangan Sumber Daya Aparatur Pemerintah daerah dan Anggota DPRD, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001), hlm. 6 

42

C.S.T. Kansil dan S.T. Christine Kansil, Sistem Pemerintahan Indonesia,(Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 141.  

43


(49)

a. Daerah tidaklah bersifat staat;

b. Wilayah Indonesia mula-mula akan dibagi dalam provinsi provinsi dan provinsi ini kemudian dibagi lagi dalam daerah-daerah yang lebih kecil;

c. Daerah ini bisa bersifat otonom dan bisa pula bersifat administratif;

d. Di daerah otonom dibentuk badan perwakilan Daerah sesuai dengan dasar permusyawaratan dan system pemerintahan Negara.44

Menurut penulis yang paling mencolok dari Pasal 18 UUD 1945 ini adalah kata “Pembagian Daerah Indonesia atas Daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang”, karena tidak adanya kejelasan mengenai nomenklatur pembagian daerah tersebut, sehingga mengakibatkan nomenklatur pembagian daerah-daerah tersebut juga berubah-ubah sesuai dengan undang-undang yang mengaturnya. Misalnya pada periode Undang- undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Komite Nasional Daerah. secara umum, menjadi adalah:

a.

b.

c.

d.

      

44


(50)

e.

f. 45

Kemudian pada saat berlakunya Undang- undang Nomor 5 Tahun 1974, wilayah Indonesia dibagi kedalam daerah otonom dan daerah administrasi.

pelaksanaan46

Pada periode Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 wilayah dibagi menjadi satu macam pada tiga daerah yait adalah tersebut berkedudukan setara dalam artian tidak ada hirarki47

Setelah Pemerintah Orde Baru mengakhiri masa pemerintahannya pada 20 Mei 1998 karena disapu gerakan reformasi, kemudian disusul dengan percepatan Pemilu di tahun 1999, UUD 1945 yang selama Pemerintahan Orde Baru disakralkan dan tidak dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada 19 Oktober 1999 untuk pertama kalinya UUD 1945 diamandemen melalui Sidang Umum MPR tahun 1999. Selanjutnya pada 18 Agustus 2000, MPR melalui Sidang Tahunan kembali

      

45

http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_pemerintahan_daerah_di _Indonesia, diakses pada tanggal 24 Juli 2010 

46

Ibid. 

47


(51)

menyetujui untuk melakukan perubahan kedua terhadap UUD 1945 dengan mengubah dan/atau menambah beberapa pasal, diantaranya adalah Pasal 18.48

Perubahan Pasal 18 ini dimaksudkan untuk lebih memperjelas pembagian daerah dalan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi daerah provinsi dan dalam daerah provinsi terdapat daerah kabupaten dan kota. Ketentuan Pasal 18 ayat (1) ini mempunyai keterkaitan erat dengan ketentuan Pasal 25A mengenai Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Istilah “dibagi atas” (bukan “terdiri atas”) dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) bukanlah istilah yang digunakan secara kebetulan. Istilah itu langsung menjelaskan bahwa Negara kita adalah Negara kesatuan dimana kedaulatan Negara berada di tangan Pusat.. berbeda dengan istilah “terdiri atas” yang lebih menunjukan substansi federalism karena istilah itu menunjukan letak kedaulatan berada ditangan Negara-negara bagian.49

Baik secara konseptual maupun hukum, pasal-pasal baru Pemerintahan Daerah dalam UUD 1945 memuat berbagai paradigma baru dan arah politik Pemerintahan daerah yang baru pula. Hal-hal tersebut tampak dari prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan berikut:50

1) Prinsip daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan (Pasal 18 ayat [2]).

      

48

Ni’matul Huda, Otonomi Daerah: Filosofi, Sejarah Perkembangan dan Problematika, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005). hlm. 17.  

49

Ibid, hlm. 19-20.  

50


(52)

Ketentuan ini menegaskan bahwa Pemerintahan Daerah adalah suatu pemerintahan otonom dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2) Prinsip menjalankan otonomi seluas-luasnya (Pasal 18 ayat [5]).

Meskipun secara historis UUD 1945 menghendaki otonomi seluas-luasnya, tetapi karena tidak dicantumkan, maka yang terjadi adalah penyempitan otonomi daerah menuju pemerintahan sentralisasi. Untuk menegaskan kesepakatan yang telah ada pada saat penyusunan UUD 1945 dan menghindari pengebirian otonomi menuju sentralisasi, maka sangat tepat Pasal 18 (baru) menegaskan pelaksanaan otonomi seluas-luasnya.

3) Prinsip Kekhususan dan keragaman daerah (Pasal 18A ayat [1]).

Prinsip ini mengandung makna bahwa bentuk dan isi otonomi daerah tidak harus seragam. Bentuk dan isi otonomi daerah ditentukan oleh berbagai keadaan khusus dan keragaman setiap daerah.

4) Prinsip mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat, hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya (Pasal 18B ayat [2]).

5) Prinsip mengakui dan menghormati Pemerintahan Daerah yang bersifat khusus dan istimewa (Pasal 18B ayat [1]).

6) Prinsip badan perwakilan dipilih langsung dalam suatu pemilihan umum (Pasal 18 ayat [3]).

7) Prinsip hubungan pusat dan daerah harus dilaksanakan secara selaras dan adil (Pasal 18A ayat [2]).


(53)

Prinsip ini diterjemahkan dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintaha Daerah, dengan menyatakan bahwa hubungan itu meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya yang dilaksanakan secara adil dan selaras (Pasal 2 ayat [5] dan [6])

B.

Konsep Penataan Organisasi Perangkat Daerah di Indonesia

Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, kepala daerah dibantu oleh perangkat daerah yang terdiri dari unsur staf yang membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi, diwadahi dalam sekretariat, unsur pengawas yang diwadahi dalam bentuk inspektorat, unsur perencana yang diwadahi dalam bentuk badan, unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik, diwadahi dalam lembaga teknis daerah, serta unsur pelaksana urusan daerah yang diwadahi dalam dinas daerah.51

Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan, namun tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri.

Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib, diselenggarakan oleh seluruh provinsi, kabupaten, dan kota, sedangkan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan hanya dapat diselenggarakan oleh daerah yang

      

51


(54)

memiliki potensi unggulan dan kekhasan daerah, yang dapat dikembangkan dalam rangka pengembangan otonomi daerah. Hal ini dimaksudkan untuk efisiensi dan memunculkan sektor unggulan masing-masing daerah sebagai upaya optimalisasi pemanfaatan sumber daya daerah dalam rangka mempercepat proses peningkatan kesejahteraan rakyat.

Konsep pengaturan Organisasi Perangkat Daerah tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa sebelum lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, pengaturan Organisasi Perangkat Daerah dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003. Akan tetapi karena dianggap belum cukup memberikan pedoman yang menyeluruh bagi penyusunan dan pengendalian organisasi perangkat daerah yang dapat menangani seluruh urusan pemerintahan, kedua Peraturan Pemerintah tersebut akhirnya dicabut.

Perangkat daerah kabupaten/kota adalah unsur pembantu kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terdiri dari secretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan.

Penataan kelembagaan perangkat daerah harus menerapkan prinsip-prinsip organisasi, antara lain visi dan misi yang jelas, pelembagaan fungsi staf dan fungsi lini serta fungsi pendukung secara tegas, efisiensi dan efektifitas, rentang kendali serta tatakerja yang jelas. Langkah-langkah dalam penataan organisasi perangkat daerah meliputi:


(55)

1. Pembentukan

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah disebutkan bahwa Perangkat Daerah ditetapkan dalam Peraturan Daerah, yang memuat nama atau nomenklatur, tugas pokok dan susunan organisasi masing-masing satuan kerja perangkat daerah (sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas, badan dan kantor, rumah sakit daerah, kecamatan, kelurahan dan lembaga lain sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan).

Peraturan Daerah (Perda) tentang perangkat daerah secara prinsip dituangkan dalam 1 (satu) Perda. Namun apabila lebih dari (satu) Perda dapat dikelompokkan dalam beberapa peraturan daerah yang terdiri atas:

a. Peraturan Daerah tentang Organisasi dan Tata kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah termasuk Staf Ahli.

b. Peraturan Daerah tentang Organisasi dan Tata kerja Dinas Daerah.

c. Peraturan Daerah tentang Organisasi dan Tata kerja Lembaga Teknis Daerah termasuk inspektorat, badan perencanaan pembangunan daerah, serta rumah sakit daerah.

d. Peraturan Daerah tentang kecamatan dan Kelurahan.

e. Peraturan Daerah tentang Organisasi dan Tata kerja lembaga lain yang telah mendapat persetujuan pemerintah.


(56)

Berkenaan dengan hal tersebut, Pemerintah Kabupaten Gayo Lues telah menerbitkan beberapa qanun tentang pembentukan susunan organisasi perangkat daerah. Sebelum menguraikan beberapa qanun tersebut ada baiknya penulis terangkan terlebih dahulu pengertian qanun itu sendiri, qanun kabupaten adalah peraturan perundang-undangan sejenis peraturan daerah kabupaten yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat kabupaten di Aceh. Beberapa qanun yang diterbitkan Kabupaten Gayo Lues tentang pembentukan susunan organisasi perangkat daerah ialah:

a. Qanun Kabupaten Gayo Lues Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pembentukan Susunan Organisasi Dinas-Dinas Daerah Kabupaten Gayo Lues

b. Qanun Kabupaten Gayo Lues Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pembentukan Susunan Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Gayo Lues

c. Qanun Kabupaten Gayo Lues Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pembentukan Susunan Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Gayo Lues

d. Qanun Kabupaten Gayo Lues Nomor 8 Tahun 2007 tentang Pembentukan Susunan Organisasi Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Gayo Lues

e. Qanun Kabupaten Gayo Lues Nomor 9 Tahun 2007 tentang Pembentukan Susunan Organisasi Tata Pemerintahan Kecamatan Di Daerah Kabupaten Gayo Lues

f. Qanun Kabupaten Gayo Lues Nomor 10 tahun 2007 tentang Pembentukan Susunan Organisasi Pemerintahan Kelurahan Kabupaten Gayo Lues.


(57)

2. Tugas dan Fungsi

Tugas dan fungsi masing-masing perangkat daerah ditetapkan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah dengan ruang lingkup dan kewenangan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, serta potensi dan karakteristik daerah masing-masing. Pada prinsipnya tugas dan fungsi masing-masing perangkat daerah secara lebih teknis sebagai berikut :52

a. Sekretariat Daerah sebagai unsur staf pada hakekatnya menyelenggarakan fungsi koordinasi perumusan kebijakan, koordinasi pelaksanaan tugas dinas daerah dan lembaga teknis daerah mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, pelaporan serta pelayanan admistratif. Selain itu Sekretariat daerah juga melaksanakan fungsi hukum dan perundang-undangan, organisasi dan tatalaksana,hubungan masyarakat, protokol serta fungsi pemerintahan umum lainnya yang tidak tercakup dalam tugas dinas dan lembaga teknis, misalnya penanganan urusan kerjasama, perbatasan dan lain-lain.

b. Sekretariat DPRD sebagai unsur pelayanan pada hakekatnya memberikan pelayanan administratif kepada dewan yang meliputi kesekretariatan, pengelolaan keuangan, fasilitasi penyelenggaraan rapat-rapat dan mengkoordinasikan tenaga ahli yang diperlukan sesuai kemampuan keuangan daerah masing-masing.

      

52

Lampiran  Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah 


(58)

c. Inspektorat sebagai unsur pengawas penyelenggaraan pemerintahan, di kabupaten dan kota. Dalam rangka akuntabilitas dan objektifitas hasil pengawasan, maka Inspektur dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab langsung kepada Bupati/Walikota, sedangkan kepada Sekretaris Daerah merupakan

pertanggungjawaban administratif dalam hal keuangan dan kepegawaian.

d. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, sebagai unsur perencana penyelenggaraan pemerintahan melaksanakan tugas perumusan kebijakan perencanaan daerah, koordinasi penyusunan rencana yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan masing-masing satuan kerja perangkat daerah.

e. Dinas Daerah, sebagai unsur pelaksana otonomi daerah pada hakekatnya menyelenggarakan urusan otonomi daerah baik yang bersifat wajib maupun pilihan, sesuai dengan pembagian urusan yang ditetapkan dalam Peraturan pemerintah Nomor 38 tahun 2007.

f. Lembaga Teknis Daerah, sebagai unsur pendukung yang sifatnya lebih teknis. Lembaga teknis daerah dapat berbentuk badan, kantor dan rumah sakit , penentuan Badan atau Kantor sesuai dengan analisis beban tugas.

Di Kabupaten Gayo Lues, setelah diterbitkan qanun pembentukan susunan organisasi perangkat daerah selanjutnya dibuat ketentuan-ketentuan tentang tugas pokok dan fungsi perangkat daerah tersebut dalam Peraturan Bupati, yakni :


(59)

a. Peraturan Bupati Gayo Lues Nomor 20 Tahun 2007 tentang Rincian Tugas Pokok dan Fungsi Dinas-Dinas Daerah Kabupaten Gayo Lues

b. Peraturan Bupati Gayo Lues Nomor 21 Tahun 2007 tentang Rincian Tugas Pokok dan Fungsi Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Gayo Lues

c. Peraturan Bupati Gayo Lues Nomor 22 Tahun 2007 tentang Rincian Tugas Pokok dan Fungsi Sekretariat Daerah Kabupaten Gayo Lues

d. Peraturan Bupati Gayo Lues Nomor 23 Tahun 2007 tentang Rincian Tugas Pokok dan Fungsi Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Gayo Lues e. Peraturan Bupati Gayo Lues Nomor 24 Tahun 2007 tentang Rincian Tugas Pokok

dan Fungsi Pemerintahan Kecamatan Kabupaten Gayo Lues

f. Peraturan Bupati Gayo Lues Nomor 25 Tahun 2007 tentang Rincian Tugas Pokok dan Fungsi Pemerintahan Kelurahan Kabupaten Gayo Lues

3. Besaran Organisasi

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah Besaran organisasi perangkat daerah ditetapkan berdasarkan variabel:

1) Jumlah penduduk; 2) Luas wilayah; dan


(60)

Untuk lebih jelas,penetapan besaran organisasi perangkat daerah kabupaten dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 2

Penetapan Variabel Besaran Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten

NO VARIABEL KELAS INTERVAL NILAI

1 JUMLAH PENDUDUK (jiwa)

Untuk Kabupaten di Pulau Jawa dan Madura.

≤ 250.000 250.001 - 500.000 500.001 – 750.000 750.001 – 1.000.000

> 1.000.000 8 16 24 32 40 2 JUMLAH PENDUDUK

(jiwa)

Untuk Kabupaten di luar Pulau Jawa dan Madura.

≤ 150.000 150.001 - 300.000 300.001 – 450.000 450.001 – 600.000

> 600.000 8 16 24 32 40 3 LUAS WILAYAH

(KM2)

Untuk Kabupaten di Pulau Jawa dan Madura.

≤ 500 501 - 1.000 1.001 – 1.500 1.501 – 2.000

> 2.000 7 14 21 28 35 4 LUAS WILAYAH

(KM2)

Untuk Kabupaten di luar Pulau Jawa dan Madura.

≤ 1.000 1.001 – 2.000 2.001 – 3.000 3.001 – 4.000

> 4.000 7 14 21 28 35


(1)

11 lembaga teknis tersebut sebab sudah tidak sesuai lagi dengan besaran organisasi perangkat daerah yang semestinya dibentuk. Selain itu pemerintah Kabupaten Gayo Lues dalam melaksanakan restrukturisasi organisasi perangkat daerah harus tetap memperhatikan anggaran, sebab organisasi perangkat daerah yang gemuk pasti akan memerlukan anggaran yang tidak sedikit pula.

2. Untuk mengoptimalkan fungsi dari suatu instansi sebisa mungkin harus dihindari tumpang tindih antara tugas dan fungsi yang dilakukan Sub bagian atau bagian dengan dinas atau lembaga teknis yang lain. Sebagai contoh adalah Sub Bagian Pendidikan dan Kebudayaan pada Bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah dengan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga serta Dinas kebudayaan dan Pariwisata. Sub Bagian Pelayanan, Rehabilitasi dan Bantuan Sosial dengan Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

A.

Buku-buku

Agussalim Andi Gadjong, Pemerintahan Daerah; Kajian Politik dan Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2007).

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004).

Amrah Muslimin, Aspek-aspek Hukum Otonomi Daerah, (Bandung: Alumni, 1982). Bambang Yudoyono, Otonomi Daerah: Desentralisasi dan pengembangan Sumber

Daya Aparatur Pemerintah daerah dan Anggota DPRD, (Jakarta: Pustaka

Sinar Harapan, 2001).

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil. Modul Hukum Administrasi Negara.(Jakarta: Pradnya Paramita, Cet.2, 2005).

___________ dan Christine S.T. Kansil, Sistem Pemerintahan Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, Cet.1,2003).

Faisal Akbar Nasution, Pemerintah Daerah dan Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah, (Jakarta: Sofmedia, Cet. 1, 2009).

HAW. Widjaja, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, Cet.3, 2004).


(3)

___________,  Titik Berat Otonomi Pada Daerah Tingkat II, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003).

I. Widarta, Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, (Bantul: Pondok Edukasi, 2005). J. Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah: Suatu Solusi Dalam Menjawab

kebutuhan Lokal dan Tantangan Global, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002). Josef Riwu Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia:

Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyelenggaraan Otonomi Daerah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005).

Juanda, Hukum Pemerintahan daerah: Pasang Surut Hubungan Kewenangan Antara

DPRD dan Kepala Daerah, (Bandung: alumni, 2008).

Koirudin, Sketsa Kebijakan Desentralisasi di Indonesia: Format Masa Depan

Otonomi Menuju Kemandirian Daerah, (Malang: Averroes Press, Cet.I,

2005).

Miftah Thoha, Birokrasi Pemerintah Indonesia di Era Reformasi, (Jakarta: Kencana, Cet.1, 2008).

Ni’matul Huda, Otonomi Daerah: Filosofi, Sejarah Perkembangan dan Problematika, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005).

Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English Press, Ed.III, 2002).

Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah, Hukum Pemerintahan Daerah, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2005).

Rozali Abdullah, Pelaksanaan Otonomi Luas dan Isu Federalisme sebagai Suatu Alternatif, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, Cet.1, 2000).


(4)

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, Cet.3, 1986). Sujamto, Daerah Istimewa Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Jakarta:

Bina Aksara, Cet.1, 1988).

The Liang Gie, Pertumbuhan Pemerintah Daerah di Negara Republik Indonesia,

(Jakarta: Gunung Agung, Jilid III, 1968).

Tim Penyusun Kamus Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, Edisi III, Cet.3, 2005).

B.

Jurnal Ilmiah, Internet dan Majalah

Ali Habiu. “Pandangan Tentang Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah”. diaakses pada tanggal 20 Juni 2010.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Gayo Lues. “Sistem Informasi Profil Daerah (SIPD) Kabupaten Gayo Lues”. 2008.

Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri, “Distribusi Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Kominfo Sesuai PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Daerah”, Jakarta, 2008. /wiki/Sejarah_pemerintahan_daerah_di _Indonesia, diakses

pada tanggal 24 Juli 2010

W. Riawan Tjandra. “Birokrasi Penataan Perangkat Daerah”. Februari 2010.

Yuswanto, “Politik Hukum Otonomi Daerah”. http:// blog.unila.ac.id, diakses pada tanggal 24 Juli 2010.


(5)

C.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-undang Dasar 1945.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis

Penataan Organisasi Perangkat Daerah.

Qanun Kabupaten Gayo Lues Nomor 2 Tahun 2004 tentang Pembentukan Susunan Organisasi Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Gayo Lues

Qanun Kabupaten Gayo Lues Nomor 3 Tahun 2004 tentang Pembentukan Susunan Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Gayo Lues

Qanun Kabupaten Gayo Lues Nomor 4 Tahun 2004 tentang Pembentukan Susunan Organisasi Dinas-dinas Daerah Kabupaten Gayo Lues

Qanun Kabupaten Gayo Lues Nomor 5 Tahun 2004 tentang Pembentukan Susunan Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Gayo Lues


(6)

Qanun Kabupaten Gayo Lues Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pembentukan Susunan Organisasi Dinas-dinas Daerah Kabupaten Gayo Lues

Qanun Kabupaten Gayo Lues Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pembentukan Susunan Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Gayo Lues

Qanun Kabupaten Gayo Lues Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pembentukan Susunan Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Gayo Lues

Qanun Kabupaten Gayo Lues Nomor 8 Tahun 2007 tentang Pembentukan Susunan Organisasi Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Gayo Lues

Qanun Kabupaten Gayo Lues Nomor 9 Tahun 2007 tentang Pembentukan Susunan Organisasi Tata Pemerintahan Kecamatan di Kabupaten Gayo Lues

Qanun Kabupaten Gayo Lues Nomor 10 Tahun 2007 tentang Pembentukan Susunan Organisasi Pemerintahan Kelurahan Kabupaten Gayo Lues

Qanun Kabupaten Gayo Lues Nomor 5 Tahun 2008 tentang Penghapusan Kelurahan dan Pembentukan Kampung Dalam Kabupaten Gayo Lues

Qanun Kabupaten Gayo Lues Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pembentukan Susunan Organisasi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kabupaten Gayo Lues


Dokumen yang terkait

Implementasi Kebijakan Restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah Di Kabupaten Toba Samosir (Studi Tentang Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah)

5 157 198

Analisis Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 tentang Organisasi Perangkat Daerah di Kota Medan ( Studi Pada Kantor Walikota Medan)

26 173 113

Persepsi Pejabat Daerah Mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah (Analisa Birokrasi di Kabupaten Sumenep)

0 6 2

ANALISIS KEBJAKAN PENATAAN STRUKTUR ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN BANTUL BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 2007

0 3 129

TESIS PELAKSANAAN RESTRUKTURISASI ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PADA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN KARO BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH.

0 3 13

PENDAHULUAN PELAKSANAAN RESTRUKTURISASI ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PADA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN KARO BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH.

0 4 17

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN PELAKSANAAN RESTRUKTURISASI ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PADA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN KARO BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH.

0 10 56

IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DI KABUPATEN BOYOLALI

0 0 87

Pelaksanaan peraturan pemerintah nomor 41 tahun 2007 tentang organisasi perangkat daerah di kota Surakarta

0 0 85

PP 41 2007 Organisasi Perangkat Daerah

0 0 58