Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Definisi Konsepsional

Berdasarkan keterangan diatas, peneliti ingin mengkaji lebih dalam lagi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Formulasi Kebijakan Kelembagaan Baru di Kabupaten Sleman dalam mencapai sisitem pemerintahan yang optimal dan mewujudkan Good Governance.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah proses formulasi kebijakan kelembagaan baru organisasi perangkat daerah di Kabupaten Sleman tahun 2014? 2. Faktor apa saja yang mempengaruhi formulasi kebijakan kelembagaan baru organisasi perangkat daerah di Kabupaten Seleman tahun 2014?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui formulasi kebijakan kelembagaan baru organisasi perangkat daerah di Kabupaten Sleman, apakah sudah berjalan dengan baik atau belum. 2. Untuk mendapatkan gambaran secara jelas mengenai formulasi kebijakan kelembagaan baru organisasi perangkat daerah di Kabupaten Sleman yang berkaitan dengan peningkatan koordinasi kerja dan membandingkan dengan teori-teori yang tersedia.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis a. Sebagai sumbangsih dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu tentang penataan struktur kelembagaan. b. Sebagai bahan referensi bagi peneliti berikutnya dalam topik yang relevan. 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian dapat menjadi masukan bagi penulis untuk menjadi pelaku politik yang beguna bagi bangsa kedepannya. b. Sebagai motivasi bagi masyarakat dan pemerintah setempat untuk mempertahankan masyarakat terbuka akan politik. c. Memberikan sumbansi pemikiran bagaimana menjadi masyarakat politik yang baik dan terbuka dalam masyarakat yang demokrasi. 3. Manfaat Akademis a. Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar kesarjanaan. b. Sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya yang tertarik dengan masalah yang sama.

E. Kerangka Dasar Teori 1. Formulasi Kebijakan

Menurut Anderson dalam Winarno 96 : 2012 menjelaskan bahwa perumusan kebijakan policy formulation menyangkut upaya menjawab pertanyaan bagaimana alternatif disepakati untuk masalah-masalah yang dikembangkan dan siapa yang berpartisipasi. Ia merupakan proses yang secara spesifik ditujukan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan khusus. Formulasi kebijakan sebagai bagian dalam proses kebijakan publik merupakan tahap yang paling krusial karena implementasi dan evaluasi kebijakan hanya dapat dilaksanakan apabila tahap formulasi kebijakan telah selesai, disamping itu kegagalan suatu kebijakan atau program dalam mencapai tujuan-tujuannya sebagian besar bersumber pada ketidaksempurnaan pengolaan tahap formulasi Wibawa; 1994, 2. Tjokroamidjojo Islamy; 1991, 24 mengatakan bahwa folicy formulation sama dengan pembentukan kebijakan merupakan serangkaian tindakan pemilihan berbagai alternatif yang dilakukan secara terus menerus dan tidak pernah selesai, dalam hal ini didalamnya termasuk pembuatan keputusan. Lebih jauh tentang proses pembuatan kebijakan negara publik, Udoji Wahab ; 2001, 17 merumuskan bahwa pembuatan kebijakan negara sebagai “The whole process of articulating and defining problems, formulating possible solutions into political demands, channelling those demands into the political systems, seeking sanctions or legitimation of the preferred course of action, legitimation and implementation, monitoring and review feedback”. Tahap-tahap tersebut mencerminkan aktivitas yang terus berlangsung yang terjadi sepanjang waktu. Setiap tahap berhubungan dengan tahap berikutnya, dan tahap terakhir penilaian kebijakan dikaitkan dengan tahap pertama penyusunan agenda atau tahap ditengah dalam aktivitas yang tidak linear. Formulasi kebijakan sebagai suatu proses menurut Winarno 1989, 53, dapat dipandang dalam 2 dua macam kegiatan. Kegiatan pertama adalah memutuskan secara umum apa yang apa yang harus dilakukan atau dengan kata lain perumusan diarahkan untuk memperoleh kesepakatan tentang suatu alternatif kebijakan yang dipilih, suatu keputusan yang menyetujui adalah hasil dari proses seluruhnya. Sedangkan untuk kegiatan yang selanjutnya diarahkan pada bagaimana keputusan-keputusan tentang kebijakan yang dibuat, dalam hal ini suatu keputusan kebijakan mencakup tindakan oleh seseorang pejabat atau lembaga resmi untuk menyetujui, mengubah atau menolak suatu alternatif kebijakan yang dipilih. Sejalan dengan pendapat Winarno, maka Islamy 1991, 77 membagi proses formulasi kebijakan kedalam tahap perumusan masalah kebijakan, penyusunan agenda pemerintah, perumusan usulan kebijakan, pengesahan kebijakan, pelaksanaan kebijakan dan penilaian kebijakan. a. Perumusan masalah kebijakan. Pada prinsipnya, walaupun suatu peristiwa, keadaan dan situasi tertentu dapat menimbulkan satu atau beberapa problem, tetapi agar hal itu menjadi masalah publik tidak hanya tergantung dari dimensi obyektifnya saja, tetapi juga secara subyektif, baik oleh masyarakat maupun para pembuat keputusan, dipandang sebagai suatu masalah yang patut dipecahkan atau dicarikan jalan keluarnya. Oleh karena itu, suatu problem, untuk bisa berubah menjadi problem umum tidak hanya cukup dihayati oleh banyak orang sebagai sesuatu masalah yang perlu segera diatasi, tetapi masyarakat perlu memiliki political will kemauan politik untuk memperjuangkannya dan yang lebih penting lagi, problem tersebut ditanggapi positif oleh pembuat kebijakan dan mereka bersedia memperjuangkan problem umum itu menjadi problem kebijakan, memasukannya kedalam agenda pemerintah dan mengusahakannya menjadi kebijakan publik, maka langkah pertama yang harus dilakukan oleh setiap pembuat kebijakan adalah mengidentifikasikan problem yang akan dipecahkan kemudian membuat perumusan yang sejelas-jelasnya terhadap problem tersebut. Kegiatan ini merupakan upaya untuk menentukan identitas masalah kebijakan dengan terlebih dahulu mengerti dan memahami sifat dari masalah tersebut sehingga akan mempermudah dalam menentukan sifat proses perumusan kebijakan. b. Penyusunan agenda pemerintah. Oleh karena masalah publik yang telah diidentifikasi begitu banyak jumlahnya, maka para pembuat keputusan akan memilih dan menentukan problem mana yang seharusnya memperoleh prioritas utama untuk diperhatikan secara serius dan aktif, sehingga biasanya agenda pemerintah ini mempunyai sifat yang khas, lebih kongkrit dan terbatas jumlahnya. c. Perumusan usulan kebijakan Tahap ini merupakan kegiatan menyusun dan mengembangkan serangkaian tindakan yang perlu untuk memecahkan masalah, meliputi : • Identifikasi alternatif dilakukan untuk kepentingan pemecahan masalah. Terhadap problem yang hampir sama atau mirip, dapat saja dipakai alternatif kebijakan yang telah pernah dipilih, akan tetapi terhadap problem yang sifatnya baru maka para pembuat kebijakan dituntut untuk secara kreatif menemukan dan mengidentifikasi alternatif kebijakan baru sehingga masing-masing alternatif jelas karakteristiknya, sebab pemberian identifikasi yang benar dan jelas pada setiap alternatif kebijakan akan mempermudah proses perumusan alternatif. • Mendefinisikan dan merumuskan alternatif, bertujuan agar masing-masing alternatif yang telah dikumpulkan oleh pembuat kebijakan itu jelas pengertiannya, sebab semakin jelas alternatif itu diberi pengertian, maka akan semakin mudah pembuat kebijakan menilai dan mempertimbangkan aspek positif dan negatif dari masing-masing alternatif tersebut. • Menilai alternatif, yakni kegiatan pemberian bobot pada setiap alternatif, sehingga jelas bahwa setiap alternatif mempunyai nilai bobot kebaikan dan kekurangannya masing- masing, sehingga dengan mengetahui bobot yang dimiliki oleh masing-masing alternatif maka para pembuat keputusan dapat memutuskan alternatif mana yang lebih memungkinkan untuk dilaksanakandipakai. Untuk dapat melakukan penilaian terhadap berbagai alternatif dengan baik, maka dibutuhkan kriteria tertentu serta informasi yang relevan. • Memilih alternatif yang memuaskan. Proses pemilihan alternatif yang memuaskan atau yang paling memungkinkan untuk dilaksanakan barulah dapat dilakukan setelah pembuat kebijakan berhasil dalam melakukan penilaian terhadap alternatif kebijakan. Suatu alternatif yang telah dipilih secara memuaskan akan menjadi suatu usulan kebijakan yang telah diantisipasi untuk dapat dilaksanakan dan memberikan dampak positif. Tahap pemilihan alternatif yang memuaskan selalu bersifat obyektif dan subyektif, dalam artian bahwa pembuat kebijakan akan menilai alternatif kebijakan sesuai dengan kemampuan rasio yang dimilikinya, dengan didasarkan pada pertimbangan terhadap kepentingan pihak-pihak yang akan memperoleh pengaruh sebagai konsekwensi dari pilihannya. d. Pengesahan kebijakan Sebagai suatu proses kolektif, pengesahan kebijakan merupakan proses penyesuaian dan penerimaan secara bersama terhadap prinsip-prinsip yang diakui dan diterima comforming to recognized principles or accepted standards. Landasan utama untuk melakukan pengesahan adalah variabel-variabel sosial seperti sistem nilai masyarakat, ideologi negara, sistem politik dan sebagainya. Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undanganperaturan perundang-undangan sebagaimana di atur dalam Bab I Lampiran Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 terdiri atas: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-UndangPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah KabupatenKota dalam penyusunan daftar rancangan peraturan daerah provinsi didasarkan atas: a. perintah Peraturan Perundang-undangan lebih tinggi; b. rencana pembangunan daerah; c. penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan; dan d. aspirasi masyarakat daerah. Proses perumusan Kerangka rancangan peraturan perundang-undangan sebagaimana di atur dalam Bab I Lampiran Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut: - Judul - Pembukaan, yang terdiri dari a. Frase Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa b. Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangann c. Konsiderans d. Dasar Hukum e. Diktum - Batang Tubuh, yang terdiri dari; a. Ketentuan Umum b. Materi Pokok Yang Diatur c. Ketentuan Pidana Jika Diperlukan d. Ketentuan Peralihan Jika Diperlukan e. Ketentuan Penutup - Penutup - Penjelasan Jika Diperlukan - Lampiran Jika Diperlukan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang telah disiapkan oleh DPRD Provinsi disampaikan dengan surat pimpinan DPRD Provinsi kepada Gubernur. Dan Rancangan Peraturan Daerah yang telah disiapkan oleh Gubernur disampaikan dengan surat pengantar Gubernur kepada pimpinan DPRD Provinsi. Apabila dalam satu masa sidang DPRD Provinsi dan Gubernur menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi mengenai materi yang sama, yang dibahas adalah Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang disampaikan oleh DPRD Provinsi dan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang disampaikan oleh Gubernur digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan. Disamping itu Undang-Undang dan Perda juga harus berada dalam sistem hukum secara keseluruhan, yaitu dalam kontek hierarki peraturan perundang-undangan maupun korelasi dengan produk hukum yang lain yang setingkat. Tujuannya, supaya tidak terjadi tumpang tindih atau juga adanya kekosongan pengaturan hukum. Proses pengesahan suatu kebijakan biasanya diawali dengan kegiatan persuasion dan bargaining Andersson; 1966, 80. Persuasion diartikan sebagai “Usaha- usaha untuk meyakinkan orang lain tentang sesuatu kebenaran atau nilai kedudukan seseorang, sehingga mereka mau menerimanya sebagai milik sendiri”. Sedangkan Bergainingditerjemahkan sebagai “Suatu proses dimana dua orang atau lebih yang mempunyai kekuasaan atau otoritas mengaturmenyesuaikan setidak-tidaknya sebagian tujuan-tujuan yang tidak mereka sepakati agar dapat merumuskan serangkaian tindakan yang dapat diterima bersama meskipun itu tidak terlalu ideal bagi mereka”. Yang termasuk ke dalam kategori bargaining adalah perjanjian negotiation, saling memberi dan menerima take and give dan kompromi compromise. Baik persuasion maupun bargaining, kedua- duanya saling melengkapi sehingga penerapan kedua kegiatan atau proses tersebut akan dapat memperlancar proses pengesahan kebijakan.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Formulasi Kebijakan

Menurut Nigro and Nigro Islamy; 1991, 25, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses formulasi kebijakan adalah : a. Adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar. Walaupun ada pendekatan formulasi kebijakan dengan nama “rationale comprehensive” yang berarti administrator sebagai pembuat keputusan harus mempertimbangkan alternatif- alternatif yang akan dipilih berdasarkan penilaian rasional semata, tetapi proses dan formulasi kebijakan itu tidak dapat dipisahkan dari dunia nyata, sehingga adanya tekanan dari luar ikut berpengaruh terhadap proses formulasi kebijakan. b. Adanya pengaruh kebiasaan lama. Kebiasaan lama organisasi seperti kebiasaan investasi modal, sumber-sumber dan waktu terhadap kegiatan suatu program tertentu cenderung akan selalu diikuti, meskipun keputusan-keputusan tersebut telah dikritik sebagai sesuatu yang salah sehingga perlu dirubah, apalagi jika suatu kebijakan yang telah ada dipandang memuaskan. c. Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi. Berbagai macam keputusan yang dibuat oleh pembuat keputusan banyak dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadinya, seperti dalam proses penerimaan atau pengangkatan pegawai baru, seringkali faktor sifat-sifat pribadi pembuat keputusan berperan besar sekali. d. Adanya pengaruh dari kelompok luar. Lingkungan sosial dari para pembuat keputusan juga sangat berpengaruh, bahkan sering pula pembuatan keputusan dilakukan dengan mempertimbangkan pengalaman dari orang lain yang sebelumnya berada diluar proses formulasi kebijakan. e. Adanya pengaruh keadaan masa lalu. Pengalaman latihan dan pengalaman pekerjaan yang terdahulu berpengaruh pada pembuatan keputusan atau bahkan orang-orang yang bekerja di kantor pusat sering membuat keputusan yang tidak sesuai dengan keadaan dilapangan, hal ini disebabkan karena adanya kekhawatiran bahwa delegasi wewenang dan tanggung jawab kepada orang lain akan disalahgunakan. Sedangkan Anderson 1966, 57-59 menyebutkan beberapa faktor yang dapat menyebabkan problem-problem umum dapat masuk ke dalam agenda pemerintah, yakni : 1. Apabila terdapat ancaman terhadap keseimbangan antar kelompok group equlibirium, dimana kelompok-kelompok tersebut mengadakan reaksi dan menuntut tindakan pemerintah untuk mengambil prakarsa guna mengatasi ketidakseimbangan tersebut. 2. Kepemimpinan politik dapat pula menjadi suatu faktor yang penting dalam penyusunan agenda pemerintah, manakala para pemimpin politik didorong atas pertimbangan keuntungan politik atau keterlibatannya untuk memperhatikan kepentingan umum, sehingga mereka selalu memperhatikan problem publik, menyebarluaskan dan mengusulkan usaha pemecahannya. 3. Timbulnya krisis atau peristiwa yang luar biasa dan mendapatkan perhatian besar dari masyarakat, sehingga memaksa para pembuat keputusan untuk memperhatikan secara seksama terhadap peristiwa atau krisis tersebut, dengan memasukkan ke dalam agenda pemerintah. 4. Adanya gerakan-gerakan protes termasuk tindakan kekerasan, sehingga menarik perhatian para pembuat keputusan untuk memasukkannya ke dalam agenda pemerintah. 5. Masalah-masalah khusus atau isu-isu politis yang timbul dalam masyarakat, sehingga menarik perhatian media massa dan menjadikannya sebagai sorotan. Hal ini dapat menyebabkan masalah atau isu tersebut semakin menonjol sehingga lebih banyak lagi perhatian masyarakat dan para pembuat kebijakan tertuju pada masalah atau isyu tersebut. Sedangkan Jones 1977, 32 mengajukan suatu pedoman untuk meneliti atau mempelajari tentang syarat-syarat suatu problem publik dapat masuk ke dalam agenda pemerintah, yakni : 1. Dilihat dari peristiwanya, yang meliputi ruang lingkup, persepsi masyarakat, definisi dan intensitas orang-orang yang dipengaruhi oleh peristiwa tersebut. 2.Organisasi kelompok, yang meliputi luasnya anggota kelompok, struktur kelompok dan mekanisme kepemimpinan. 3. Cara mencapai kekuasaan, yang terdiri atas perwakilan, empati dan dukungan. 4. Proses kebijaksanaan, yang meliputi struktur, kepekaan dan kepemimpinan. Selanjutnya, setelah problem publik tersebut dimasukkan ke dalam agenda pemerintah, maka para pembuat keputusan memprosesnya kedalam fase-fase, yang oleh Jones ibid dibagi kedalam 4 empat tahap, yakni : 1 problem definition agenda yaitu hal- hal problem yang memperoleh penelitian dan perumusan secara aktif dan serius dari para pembuat keputusan ; 2 proposal agenda, yaitu hal-hal problem yang telah mencapai tingkat diusulkan, dimana telah terjadi perubahan fase merumuskan masalah kedalam fase memecahkan masalah ; 3bargaining agenda, yaitu usulan-usulan kebijakan tadi ditawarkan untuk memperoleh dukungan secara aktif dan serius ; dan 4 continuing agenda, yaitu hal- hal problem yang didiskusikan dan dinilia secara terus menerus.

3. Struktur Organisasi

Struktur dari sebuah organisasi adalah pola aturan, posisi, dan peran yang memberikan arah dan koherensi pada strategi dan proses organisasi, dan secara tipikal digambarkan dalam diagram organisasi, deskripsi pekerjaan dan pola-pola kewenangan Leach, Stewart, dan Waish,1994. Lebih jauh menurut mereka struktur organisasi mencakup elemen-elemen diferensiasi differentiation, integrasi integration, sentralisasi centralization dan desentralisasi decentralization, formalisasi formalization, spesialisasi specialization dan generalisasi generalization, independensi independence dan interdependensi interdependence. Sementara itu, menurut Mintzberg 1979, struktur organisasi adalah “the division of labor into various tasks to be performed and the coordination of these tasks to accomplish the activity”. Terdapat tiga komponen struktur organisasi yang meliputi : a. Kompleksitas Semakin banyak ragam atau diferensiasi dalam tugas, kedudukan dan kegiatan, akan semakin kompleks organisasinya. Diferensiasi itu berwujud jenis spesialisasi, tata pembagian kerja, jumlah peringkat leveleselon pada hierarki dan bahkan branches di berbagai tempat. b. Formalisasi Ialah banyaknya aturan-aturan rules atau regulasi dan prosedur untuk mengatur dan mengarahkan perilaku pegawai. Makin banyak peraturan, makin tinggi tingkat formalitasnya. c. Sentralisasi Menyangkut lokasi pada satu pusat pengambilan keputusan. Di balik itu terdapat pula organisasi yang didesentralisasi, bahkan memberi otonomi kepada unit-unit yang berada jauh dari pusat. Tingkat sentralisasi menentukan tipe struktur organisasi. Makin banyak pelimpahan wewenang akan menghasilkan struktur organisasi yang melebar. Adapun tahapan proses penyusunan struktur organisasi menurut Prajudi Atmosudirdjo 1999, yaitu : a. Melakukan Review Rencana dan Tujuan Plans menentukan maksud organisasi dan goals menentukan kegiatan yang harus atau akan dijalankan. b. Menentukan Work Activities untuk Mencapai Objectives Dimulai membuat rincian daftar kegiatan kerja, lalu merinci tugas apa yang harus dijalankan. c. Klasifikasi dan Penggolongan Menilai kegiatan yang diidentifikasi lalu menentukan sifatnya, kemudian aktivitas itu dikelompokkan menjadi unit dengan desain pola, penamaan untuk menjadi struktur organisasi. d. Pemberian Assignment dan Pendelegasian Wewenang Penugasan kepada individu dan pelimpahan wewenang supaya dapat menyelesaikan tugas. e. Mendesain Hierarki Pimpinan dan Pengambil Keputusan Mencakup penentuan tatanan hubungan operasional vertikal, horisontal dan menyilang yang bersifat integratif serta lahirnya bagan organisasi. Sehingga struktur organisasi dapat kita pahami sebagai suatu wujud formal untuk menemukan koordinasi dalam hubungan timbal balik yang terdapat pada setiap anggota organisasi, yang bisa kita cermati dari kondisi normatif dan perilaku. Lebih jauh lagi, menurut Mintzberg, faktor-faktor yang menentukan pembentukan struktur organisasi meliputi: a. Umur dan ukuran organisasi age and size, umur dan ukuran organisasi menyangkut lama atau barunya sebuah organisasi dan luas besar dan sempit kecilnya sebuah organisasi. Umur juga menyangkut masa lalu organisasi yang diwariskan di masa kini. b. Teknologi technical system, teknologi merupakan peralatan dan sistem kerja yang dipergunakan dalam organisasi. c. Lingkungan environment, lingkungan menyangkut kondisi sosial, ekonomi, politik dan lainnya yang ada di luar organisasi. d. Kekuasaan power, kekuasaan menyakut kewenangan dan otoritas yang ada dalam organisasi.

4. Konsep kelembagaan pemerintah baru

Desain organisasi dalam penataan organisasi merupakan hal yan gjuga sangat determinan. James Gibson 1997 : 330 mendefinisikan desain organisasi sebagai “ the management decision that result in aspecific organization structure” keputusan manajemen yang menghasilkan suatu struktur organisasi yang spesifik. Dan struktur organisasi yang telah dihasilkan Pembentukan struktur organisasi dan tata kerja SOTK kelembagaan perangkat daerah pada pokoknya mencakup empat halyaitu : ‘division of labour, delegation of authority, departementalization,dan span of control’ Gibson, 1997 : 332-343: a. Division of laborwork adalah dasar pembentukan unit-unit organisasi peragkat daerah. Gibson merumuskan bahwa ‘division of labour’ sebagai proses pemilahan pekerjaan ke dalam jabatan-jabatan yang secara relatif terspesialisasikan untuk menghasilkan manfaat- manfaat dari spesialisasi tersebut Gibson, 1997 : 332. Dasar pertimbangannya: urusan- urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pilihan berdasarkan potensi unggulan dan kekhahasan daerah. b. Departmentalization adaalah pembentukan unit-unit organisasisatuan kerja perangkat daerah SKPD berdasarkan perumpunanpengelompokan urusan-urusan pemerintah daerah. departementalizations’ didefinisikan oleh Gibson sebagai proses dimana suatu organisasi dibagi-bagi secara struktural dengan mengkombinasikan jabatan-jabatan ke dalam departemen-departemen berdasarkan kesamaan karakteristik atau basis Gibson, 1997 : 332. Sehingga menurutnya dalam Gibson, 1997 : 333, yang menjadi dasar departementalisasi itu adalah : 1. Functional departementalization penggabungan berdasarkanfungsi 2. Territorial departementalization penggabungan berdasarkan areageografis 3. Product departementalization penggabungan berdasarkan produkapa yang dihasilkan 4. Customer departementalization berdasarkan kebutuhan darikonsumen atau klien 5. Combined bases for departementalization : The Matrix Organizationadalah suatu bentuk desain organisasi yang berupaya untukmemaksimalkan kekuatan dan meminimalisasi kelemahan yangada pada ‘functional and product base’ dengan menggabungkan keduanya. SKPD Provinsi terdiri atas: 1 sekertaris daerah; 2sekrtariat DPRD; 3badan perencanaan pembangunan darah; 4inspektorat; 5satuan polisi pamong praja; 6dinas-dinas daerah; 7lembaga teknis daerah badan-badan dan rumah sakit; 8lembaga lain. SKPD Kabupatenkota terdiri atas : 1 sekertaris daerah; 2sekrtariat DPRD; 3badan perencanaan pembangunan darah; 4inspektorat; 5satuan polisi pamong praja; 6dinas-dinas daerah; 7lembaga teknis daerah badan-badan dan rumah sakit; 8lembaga lain, 9kecamatan- kecamatan;dan 10kelurahan-kelurahan. Besaran organisasi yaitu menyangkut berapa jumlah asisten sekretaris daerah tersebut, jumlah dinas-dinasnya dan berapa jumlah lembaga teknis daerah itu. Faktor-faktor yang jadi pertimbangan: 1 jumlah penduduk; 2luas wilayah; 3jumlah APBD. c. Span of controlsize of departmentalization adalah susunan organisasi dalam setiap SKPD. Rentang kendali span of control menurut Gibson 1997 :341 menunjukkan jumlah orang yang berada di bawah satu pimpinan tertentuSpan of control shows number of individulas who report to spesificmanager. Menurut Gibson 1997 : 378 secara umum terdapat dua bentuk model desain organisasi, yaitu model mekanis the mecanistic model dan model organis the organic model. Model mekanis adalah suatu bentukdesain organisasi yang menekankan pada pentingnya pencapaian level produksi dan efisiensi yang tinggi melalui pengaturan dan prosedur yang extensif, sentralisasi kekuasaan dan spesialisasi yang tinggi, sedangkan model organis menekankan pada pentingnya pencapaian hasil tertinggi dengan fleksibilitas dan pengembangan melalui penggunaan peraturandan prosedur yang terbatas, kekuasaan yang terdesentralisasi dan derajatspesialisasi yang relatif rendah. Sekretariat daerah provinsi terdiri:asisten-asisten,biro-biro,bagian-bagian,subbagian- subbagian. Sekretariat kabupatenKota terdiri: asisten-asisten, bagian-bagian, subbagian- subbagian. Sekretariat DPRD Provinsi: bagian-bagian, subbagian-subbagian. Sekretariat DPRD kabupatenkota terdiri: bagian-bagian, subbagian-subbagian. Dinas-dinas provinsi terdiri: sekretariat, subbagian-subbagian,bidang-bidang,seksi-seksi. Badan-badan Provinsi terdiri dari: Skretariat, subbagian-subbagian, bidang-bidang, subbidang-subbidang. Badan- badan Kabupatenkota terdiri dari: Skretariat, subbagian-subbagian, bidang-bidang, subbidang-subbidang. Kantor-kantor provinsi terdiri: Subbagian tata usaha, seksi-seksi. Kantor-kantor Kabupatenkota terdiri: Subbagian tata usaha,seksi-seksi. Kecamatan terdiri: : Skretariat, subbagian-subbagian, seksi-seksi. Kelurahan terdiri: Skretariat, seksi-seksi. Untuk menentukan jumlah susunan organisasi masing-masing perangkat daerah SKPD dilakukan berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja. d. Delegation of authoriity adalah pelimpahan kewenangan. Pendelegasian kewenangan adalah proses pendistribusian kewenangan ke tingkat yang lebih rendah di dalam suatu organisasi.Pendelegasian kewenangan berkaitan dengan urusan-urusan pembuatan keputusan, bukan untuk melaksanakan pekerjaan. Gibson, 1997:343. Pendelegasian ini dilakukan dalam rangka mendorong pengembangan kepemimpinan yang rasional, menciptakan iklim yangkompetitif, pelaksanaan otonomi yang lebih besar dan memupuk partisipasi dalam penanganan berbagai permasalahan. Misalnya pelimpahan wewenang dari bupatiwalikota kepada camat untuk menandatangani KTP; atau pelimpahan wewenang dari gubernurbupatiwalikota kepda kepala dinasbadankantor perizinan untuk menandatangani surat perizinan dengan tujuan untuk mempercepat pelayanan publik kepada masyarakat. Pelimpahan wewenang itu ditetapkan dengan peraturan gubernurbupatiwalikota.

5. Pemerintahan Daerah

Pemerintahan daerah sesuai pasal 1 huruf d UU no. 22 tahun 1999 adalah penyelenggara pemerintahan daerah otonom oleh pemerintah daerah dan juga DPRD menurut azaz desentralisasi. Menurut UU no. 32 tahun 2004 pada pasal 1ayat 2, pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pada ayat 3 UU no. 32 tahun 2004 Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Pada ayat 4 UU no. 32 tahun 2004 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Menurut The Liang Gie 1976, hal 44 yang dimaksud dengan pemerintah daerah adalah satuan-satuan organisasi pemerintah yang berwenang untuk menyelenggarakan segenap kepentingan setempat dari sekelompok penduduk yang mendiami suatu daerah. Dilihat dari kekuasaan pemerintahan daerah otonom, pemerintahan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok bagir manan :2001 :103 : 1. pemerintahan dalam arti sempit yaitu penyelenggaraan kekuasaan eksekutif atau administrasi negara. 2. pemerintahan dalam arti agak luas yaitu penyelenggaraan kekuasaan eksekutif dan legislatif tertentu yang melekat pada pemerintahan daerah otonom. 3. pemerintahan dalam arti luas yang mencakup semua lingkungan jabatan negara di bidang eksekutif, legislatif, dan lain sebagainya. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Pemerintah daerah merupakan kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. Sedangkan Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas- luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam melaksanakan pemerintahan daerah maka diperlukan perangkat daerah provinsi dan perangkat daerah kabupatenkota. Perangkat daerah provinsi terdiri atas sekertariat daerah, sekertariat DPRD, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah. Perangkat daerah kabupatenkota terdiri dari sekertariat daerah, sekertariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan dan kelurahan. Dinas daerah sebagai bagian dari pemerintah daerah dipimpin oleh kepala dinas yang diangkat dan diberhentikan oleh kepala daerah dari pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat atas usul sekertaris daerah. Kepala dinas daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekertaris daerah.

6. Organisasi Perangkat Daerah

Perangkat Daerah atau Organisasi Perangkat Daerah OPD merupakan organisasi atau lembaga pada Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab kepada Kepala Daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Perangkat Daerah dibentuk oleh masing- masing Daerah berdasarkan pertimbangan karakteristik, potensi, dan kebutuhan Daerah. http:pemerintah.netorganisasi-perangkat-daerah Dasar utama penyusunan organisasi perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, yang terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan, namun tidak berarti setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk kedalam organisasi tersendiri. Pembentukan perangkat daerah semata-mata didasarkan pada pertimbangan rasional untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangandaerah secara efektif dan efisien. Urusan wajib dan urusan pilihan dapat dilihat disini. Berdasarkan Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah perangkat daerah provinsi dan kabupatenkota ditetapkan melalui Peraturan Daerah dengan bentuk sebagai berikut: - Perangkat Daerah Provinsi : Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Inspektorat, Dinas dan Badan. - Perangkat Daerah KabupatenKota : Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Inspektorat, Dinas dan Badan. Pembentukan organisais perangkat daerah yang berupa Dinas atau Badan diklasifikasikan berdasarkan Tipe A beban kerja yang besar, Tipe B beban kerja yang sedang dan Tipe C beban kerja yang kecil. Penentuan beban kerja bagi Dinas didasarkan pada jumlah penduduk, luas wilayah, besaran masing-masing Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah, dan kemampuan keuangan Daerah untuk Urusan Pemerintahan Wajib dan berdasarkan potensi, proyeksi penyerapan tenaga kerja, dan pemanfaatan lahan untuk Urusan Pemerintahan Pilihan. Sedangkan besaran beban kerja pada Badan berdasarkan pada jumlah penduduk, luas wilayah, kemampuan keuangan Daerah, dan cakupan tugas. Pemberian namanomenklatur Dinas dan Badan disesuikan dengan perumpunan dan klasifikasi yang telah ditentukan. Perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk Dinas terdiri dari: 1. bidang pendidikan, pemuda dan olahraga; 2. bidang kesehatan; 3. bidang sosial, tenaga kerja dan transmigrasi; 4. bidang perhubungan, komunikasi dan informatika; 5. bidang kependudukan dan catatan sipil; 6. bidang kebudayaan dan pariwisata; 7. bidang pekerjaan umum yang meliputi bina marga, pengairan, cipta karya dan tata ruang; 8. bidang perekonomian yang meliputi koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah, industri dan perdagangan; 9. bidang pelayanan pertanahan; 10. bidang pertanian yang meliputi tanaman pangan, peternakan, perikanan darat, kelautan dan perikanan, perkebunan dan kehutanan; 11. bidang pertambangan dan energi; dan 12. bidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset. Perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk badan, kantor, inspektorat, dan rumah sakit, terdiri dari: 1. bidang perencanaan pembangunan dan statistik; 2. bidang penelitian dan pengembangan; 3. bidang kesatuan bangsa, politik dan perlindungan masyarakat; 4. bidang lingkungan hidup; 5. bidang ketahanan pangan; 6. bidang penanaman modal; 7. bidang perpustakaan, arsip, dan dokumentasi; 8. bidang pemberdayaan masyarakat dan pemerintahan desa; 9. bidang pemberdayaan perempuan dan keluarga berencana; 10. bidang kepegawaian, pendidikan dan pelatihan; 11. bidang pengawasan; dan 12. bidang pelayanan kesehatan. Selain perangkat daerah diatas GubernurBupatiWalikota dapat membentuk unit pelayanan terpadu untuk meningkatkan dan keterpaduan pelayanan masyarakat di bidang perizinan yang bersifat lintas sektor. Unit pelayanan terpadu tersebut merupakan gabungan dari unsur-unsur perangkat daerah yang menyelenggarakan fungsi perizinan.

7. Penataan Organisasi Perangkat Daerah

Penataan organisasi perangkat daerah dapat juga disebut sebagai tahap awal dalam proses reformasi birokrasi di daerah. Melalui penataan kelembagaan diharapkan tercipta suatu tatanan kerja yang lebih teratur dan tidak lagi tumpang tindih dalam soal pembagian tugas dan fungsi perangkat daerah. Dengan demikian pemerintah bisa menjadi sebuah organisasi yang sehat, baik dari segi efisiensi maupun efektivitasnya. Karena selama ini ada stigma yang kuat di tengah masyarakat, yang menganggap bahwa pemerintah daerah merupakan organisasi yang inefisien dari segi ukuran dan pembiayaan, terjadi penumpukan beban kerja pada suatu lembaga yang menyebabkan lambannya pelayanan lembaga tersebut, serta lemahnya pengawasan terhadap kinerja masing-masing lembaga. Penataan Organisasi Perangkat Daerah serta penyusunan struktur organisasi pada Satuan KerjaPerangkat Daerah SKPD saat ini dilakukan berdasarkan pada kerangka regulasi serta kebutuhan obyektif dan kondisi lingkungan strategis daerah. Kerangka regulasi yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 sebagai perubahan terhadap PeraturanPemerintah sebelumnya. Selain PP No. 412007, penataan kelembagaan perangkat daerah juga memperhatikan peraturan perundang-undangan yang memiliki relevansi dengan program penataan organisasi. http:pemerintah.netorganisasi-perangkat- daerah

F. Definisi Konsepsional

Definisi konseptual adalah suatu pengertian dari gejala yang menjadi pokok perhatian. Definisi konseptual merupakan suatu atraksi dari kerangka dasar teori. Berdasarkan kerangka dasar teori diatas, penulis membuat definisi konseptual sebagai berikut : 1. Formulasi Kebijakan adalah sebagai bagian dalam proses kebijakan publik merupakan tahap yang paling krusial karena implementasi dan evaluasi kebijakan hanya dapat dilaksanakan apabila tahap formulasi kebijakan telah selesai, disamping itu kegagalan suatu kebijakan atau program dalam mencapai tujuan-tujuannya sebagian besar bersumber pada ketidaksempurnaan pengolaan tahap formulasi 2. Struktur Organisasi adalah suatu wujud formal untuk menemukan koordinasi dalam hubungan timbal balik yang terdapat pada setiap anggota organisasi, yang bisa kita cermati dari kondisi normatif dan perilaku. 3. Pemerintah Daerah adalah pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4. Organisasi perangkat daerah adalah Organisasi atau lembaga pada Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab kepada Kepala Daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Perangkat Daerah dibentuk oleh masing-masing Daerah berdasarkan pertimbangan karakteristik, potensi, dan kebutuhan Daerah.

G. Definisi Operasional