Perancangan Pusat Gerontologi Sebagai Fasilitas Penunjang Rekreasi dan Sosial di Jawa Barat
LEMBAR PENGESAT{AN
PERANCANGAN PUSAT G ERO NTOLOG I SEBAGAI FASI LITAS PEN UNIANb REKREASI DAN SOSIAL DI JATil'A BARAT
MEUSSA ANASTASYA
520ff 013
Telah disetujui dan disahkan di Bandung sebagai Tugas Akhir$kripsipada tanggal:
22 ftustus 2O14
Menyetujui, Pembimbing
NtP. 4127.70.00.010
.4t27.32.04.002 P.4127.32.06.036
(2)
Laporan Pengantar Tugas Akhir
PERANCANGAN PUSAT GERONTOLOGI SEBAGAI FASILITAS
PENUNJANG REKREASI DAN SOSIAL DI JAWA BARAT
Diajukan untuk memenuhi mata kuliah DI. 38309 Tugas Akhir Semester genap tahun akademik 2013/2014
Oleh:
Melissa Anastasya 52009013
PROGRAM STUDI DESAIN INTERIOR
FAKULTAS DESAIN
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
(3)
M
lrri
ir : ''
ii
SURAT XETERA]UGAH PERSETUJUAN PUBLIKASI
Bahue yang hertan& tangan
fi
bawah Ini, pentrlh dan pihak pertrahaan ternpat penelftian,Menyetujui:
't8ltt*
mesSerilraa lepada t nirclsiB l(omput€r lndonesialt*
SGba,snoIaltl tloo€lddorif
atas penelitian ini dan bersedia untuk di-online-Y,an sesuai dengan ketentuan yang berlaku
untuk kepentingan riset dan pendidikan."
Banduhg, 1o September 2O14
Penuh, Menyetujui
Pembimbing,
\P,2{r-tY
ItiefissaAnrtastra(4)
DATA RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama : Melissa Anastasya Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/ Tanggal Lahir : Bandung, 25 Mei 1991 Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Kristen
Tinggi, Berat Badan : 158 cm, 40 kg
Alamat : Gg. Binong Kulon 7 No. 89/126 G, Bandung No. Telepon : 085315510887
E-mail : [email protected]
PENDIDIKAN
Tahun Nama Sekolah Kualifikasi
1995 – 1996 TK Ignatius Slamet Riyadi, Bandung
-1996 – 2003 SD Ign Slamet Riyadi, Bandung
-2003 – 2006 SMP Ign Slamet Riyadi, Bandung
-2006 - 2009 SMA PGRI 2, Bandung Ilmu Pengetahuan Alam
2009 - 2014 Universitas Komputer Indonesia,
Bandung
(5)
APLIKASI SOFTWARE YANG DIKUASAI Google Sketch Up + Vray
3D Max + Vray
Corel Draw
Adobe Photoshop
AutoCad
ArchiCad
Bandung, 10 September 2014 Hormat Saya,
(6)
v DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR SURAT PERSETUJUAN PUBLIKASI LEMBAR PERNYATAAN ORISINILITAS KARYA LEMBAR DATA RIWAYAT HIDUP
KATA PENGANTAR i
ABSTRAK iii
ABSTRACT iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR GAMBAR vii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Ide Perancangan 5
1.3 Permasalahan Perancangan 6
1.4 Maksud dan Tujuan Perancangan 6
BAB II Tinjauan Teoritis dan Data Perancangan Pusat Gerontologi Sebagai Fasilitas Penunjang Rekreasi dan Sosial di Jawa Barat
2.1 Definisi Manula 8
2.1.1 Manula dalam perspektif
Hukum dan HAM 10
2.1.2 Manula dari Sudut Pandang Psikologi 14
2.2 Definisi Gerontologi 17
2.2.1 Peran Kerja Terapan Gerontologi 18
2.2.2 Layanan Langsung 19
2.3 Fasilitas Untuk Manula 21
(7)
vi
2.3.2 Fasilitas Non-Institusional 22 2.4 Pertimbangan Desain untuk Manula 22 2.4.1 Kenyamanan Ruang Gerak 24 2.4.2 Kenyamanan Hubungan Antar Ruang 25 2.4.3 Kenyamanan Kondisi Udara 28 2.4.4 Kenyamanan Pandangan 29 2.4.5 Kenyamanan Kondisi Tingkat
Getaran dan Kebisingan 30
BAB III Konsep Perencanaan Pusat Gerontologi Sebagai Fasilitas Penunjang Rekreasi dan Sosial di Jawa Barat
3.1 Deskripsi Proyek 33
3.2 Pengguna Bangunan 33
3.3 Struktur Organisasi 34
3.4 Alur Sirkulasi 36
3.5 Studi Images 37
BAB IV Konsep Perancangan Pusat Gerontologi Sebagai Fasilitas Penunjang Rekreasi dan Sosial di Jawa Barat
4.1 Tujuan Perancangan 39
4.2 Tema dan Konsep Perancangan 39
4.2.1 Konsep Sirkulasi 41
4.2.2 Konsep Bentuk 42
4.2.3 Konsep Material 42
4.2.4 Konsep Warna 43
4.2.5 Konsep Pencahayaan 43
4.2.6 Konsep Penghawaan 45
4.2.7 Konsep Keamanan 46
DAFTAR PUSTAKA 49
(8)
49 DAFTAR PUSTAKA
Halim Kurniawan Deddy, P.Hd. 2005. Pengantar Kajian Lintas Disiplin : Psikologi Arsitektur. Jakarta: Grasindo
Halim Kurniawan Deddy, P.Hd. 2008. Psikologi Lingkungan Perkotaan. Jakarta: Grasindo
Kementerian Kesehatan RI.Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. 2013 ISSN 2088 – 270X. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia
Ernst Neufert. Data Arsitek Edisi 33 Jilid 1.
Reznikoff S.C. 1986. Interior Graphic and Design Standards.Britain: The Architectural Press Ltd.
http://www.datastatistik-indonesia.com/portal/index.php http://www.thiscaringhome.com/portal/index.php
(9)
i KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga mata kuliah Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan lancar. Proses panjang ini tidak akan tercapai tanpa peran serta dan dukungan dari pihak-pihak yang berperan. Maka dari itu, segala rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya ingin disampaikan kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa, atas segala kebesaran, bimbingan dan karunia-Nya.
2. Seluruh anggota keluarga yang telah memberikan dukungan semangat serta doa demi keberhasilan penulis selama ini. 3. Bapak Drs. Hary Lubis yang telah membimbing dengan penuh
kesabaran dan memberikan begitu banyak wawasan lebih dalam mengenai materi terhadap judul Tugas Akhir yang diambil oleh penulis.
4. Ibu Tiara Isfiaty, M.Sn., selaku koordinator Tugas Akhir Desain Interior yang telah memberikan bimbingan, arahan, dukungan dan semangat.
5. Untuk Ita Gunarlita, Adis Andina, Aulia dan Dini sebagai sahabat-sahabat yang setia mendukung, membantu, menemani dan menyemangati penulis selama masa
(10)
ii
ii
penyusunan Laporan Tugas Akhir ini, serta teman-teman seperjuangan Tugas Akhir atas kerjasamanya.
Semoga laporan ini dapat berguna di masa yang akan datang terlepas dari segala kekurangannya.
Agustus 2014,
(11)
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Saat ini orang-orang berusia lanjut yakni yang berusia 65 tahun berkembang dengan pesat jumlah populasinya, bahkan mereka yang berusia 85 tahun pun memiliki kecenderungan yang sama. Menurut WHO (World Health Organization), yang juga diperkuat oleh Deklarasi Madrid memperlihatkan peningkatan populasi kelompok usia lanjut secara fantastis dan Usia Harapan Hidup (UHH) penduduk dunia saat ini adalah 67 tahun. Secara global diprediksi populasi lansia akan terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2003 dari data Badan Pusat Statistik menyatakan bahwa peningkatan populasi lansia Indonesia di atas 60 tahun berada di urutan ke-4 setelah Rusia, India dan Amerika yang memiliki jumlah penduduk usia lanjut terbesar di dunia. Pada tahun 2005 populasi lansia telah menyamai jumlah balita (di bawah 5 tahun), yakni 8,5% dari total jumlah penduduk atau sekitar 19 juta jiwa dan akan menjadi 25,5 juta jiwa pada tahun 2020 atau sebesar 11,37% (Kompas, 2002). Populasi lansia di Indonesia diprediksi meningkat lebih tinggi dari pada populasi lansia di wilayah Asia dan global setelah tahun 2050. Dari uraian data berikut, ledakan jumlah populasi lansia yang meningkat bisa dikatakan sebagai salah satu indikator keberhasilan pencapaian angka harapan hidup yang semakin baik dan juga pembangunan manusia secara global dan nasional.
(12)
2
Gambar 1: Persentase Penduduk Lansia di Dunia, Asia dan Indonesia Tahun 1950 – 2050 Sumber : UN, World Population Prospects: The 2010 Revision
Jika Indonesia yang diprediksi bahwa jumlah populasi usia lanjut akan meningkat, maka hal tersebut perlu diperhatikan secara khusus. Dalam hal ini fasilitas penunjang kualitas hidup kaum lansia agar dapat mempertahankan kesehatan serta kemandiriannya perlu ditingkatkan. Kebanyakan lansia di masyarakat saat ini memiliki kondisi yang mengalami penurunan fungsi fisiologis karena mengalami sakit penyakit maupun proses degeneratif (penuaan) sehingga mereka sangat membutuhkan penanganan, bantuan dan perawatan khusus dari orang lain, namun tidak sedikit pula yang masih memiliki kondisi fisik yang terbilang masih aktif dan semangat dalam menjalani aktifitasnya.
(13)
3
Selalu ada tantangan dalam menolong, merawat dan memelihara kaum lansia. Tidak hanya membutuhkan perhatian dan kasih sayang, mereka pun membutuhkan waktu, kesabaran, pengertian dan pengetahuan dari keluarga, juga lingkungan yang mendukung serta keuangan yang memadai. Tanpa hal-hal tersebut yang mendukung, maka keluarga atau orang yang merawat mereka akan mengalami kesulitan. Kesulitan tersebut bisa menjadi suatu masalah dan sebuah pondok jompo atau rumah orang tua dapat menjadi salah satu solusi bagi masalah tersebut. Selain itu banyak manfaat yang bisa diterima kaum lansia saat mereka hidup dan tinggal di pondok jompo yaitu mereka lebih leluasa beraktifitas dan berkomunikasi dengan kaum lansia seusianya.
Sudah menjadi suatu kewajiban bahkan sudah menjadi adat dan kebudayaan yang kental bagi kita orang timur untuk memelihara, merawat dan menjaga orang tua kita maupun kerabat yang sudah lanjut usia. Di banyak negara mendaftarkan dan menitipkan orang tua atau kerabat sudah menjadi suatu gaya hidup. Tetapi, terlepas dari hal tersebut, banyak kaum lansia yang
Gambar 3 : Kondisi fisik kaum lansia yang masih aktif
Sumber : Buletin Lansia
Gambar 2 : Kondisi fisik kaum lansia yang memerlukan bantuan perawat
(14)
4
memutuskan untuk tinggal di sebuah panti jompo ataupun rumah orang tua karena masih sanggup untuk melakukan aktifitasnya sendiri dan tidak ingin merepotkan keluarga walaupun sebenarnya pihak keluarga masih sanggup untuk mengurus mereka atau bahkan karena mereka memang tidak kerasan tinggal bersama anak-anak maupun kerabatnya.Bagi mereka yang masih sanggup melakukan aktifitasnya sendiri tentunya tidak harus berada di panti jompo untuk bisa menikmati masa tuanya, maka sebuah fasilitas pendukung tidak hanya dalam pelayanan kesehatan, namun pendukung kegiatan dan hiburan bagi mereka perlu dibuat.
Berdasarkan Data Statistik Indonesia tahun 2013 mengenai jumlah populasi lansia 60 tahun ke atas berdasarkan kondisi kesehatannya, Jawa Barat merupakan propinsi yang memiliki jumlah populasi lansia tertinggi ketiga di Indonesia. Dari uraian tersebut, dapat diketahui bahwa jumlah lansia di Indonesia khususnya di Propinsi Jawa Barat menjadi acuan dimana sebuah fasilitas pendukung kesehatan dan kegiatan lansia lain seperti pusat gerontologi perlu dibangun di Indonesia karena umumnya fasilitas bagi kaum lansia sendiri hanya panti jompo yang umumnya terfokus pada fungsi sebagai hunian dan pelayanan kesehatan terhadap lansia saja, namun fasilitas lain seperti sarana olahraga ataupun rekreasi yang berada dalam satu kawasan masih belum diterapkan.Fasilitas pendukung tersebut tentunya perlu memiliki pemahaman akan standarisasi bangunan ataupun perhatian akan hal-hal pendukung
(15)
5
kegiatan kaum lansia di dalamnya yang jelas membutuhkan banyak perhatian agar mereka dapat meningkatkan kualitas hidup mereka.
Suatu pusat gerontologi sebagai fasilitas pendukung kesehatan dan kegiatan lansia perlu memiliki standarisasi bangunan yang sesuai dan standar tersebut haruslah dapat dicapai. Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan untuk pusat gerontologi sendiri adalah suasana lingkungan yang nyaman, aman, sehat dan tentunya dapat menunjang segala kegiatan para lansia. Dalam hal ini faktor psikologi, psikososial dan sosial sendiri juga perlu dipertimbangkan sehingga fungsi pusat gerontologi sebagai fasilitas pendukung kesehatan dan kegiatan para lansia bisa tercapai dengan memperhatikan bagaimana sebuah kenyamanan dapat tercipta dari pengaturan penghawaan, pencahayaan juga tata letak dalam ruang panti atau pondok, mengingat pengguna adalah para lansia dimana mereka memiliki kebutuhan khusus.
1.2. Ide Perancangan
Menciptakan suatu fasilitas penunjang rekreasi dan sosial bagi para
lansia yang bertemakan “hunian segar” dengan konsep penggayaan
(16)
6
1.3. Permasalahan Perancangan
Pada umumnya setiap perencanaan sebuah sarana maupun fasilitas tidak akan terlepas dari masalah-masalah di dalamnya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Masalah-masalah tersebut, yaitu:
1. Meningkatnya kebutuhan akan fasilitas pendukung seperti pusat gerontologi di Jawa Barat disebabkan oleh ledakan jumlah populasi kaum lansia.
2. Meningkatnya jumlah pondok jompo sebagai fasilitas penunjang dan bantuan bagi kaum lansia belum menjadi sebuah jaminan untuk peningkatan kualitas hidup kaum lansia.
3. Faktor psikososial seperti kesulitan beradaptasi bagi kaum lansia di dalam pondok jompo sebagai lingkungan baru mereka perlu ditingkatkan kenyamanan ruangnya agar dapat membantu memudahkan adaptasi.
4. Penurunan fungsi fiosologis yang diakibatkan proses degeneratif (penuaan) mempengaruhi fungsi pusat gerontologi sebagai fasilitas penunjang.
1.4. Maksud dan Tujuan Perancangan
Maksud perancangan:
Merancang sebuah fasilitas hiburan dan sosialisasi bagi kaum lansia di Indonesia khususnya di Jawa Barat yang memberikan pelayanan secara
(17)
7
langsung serta pengembangan ilmu pengetahuan tentang lanjut usia kepada masyarakat.
Tujuan perancangan:
Menyediakan wadah bagi para orang tua lanjut usia di yang ingin menikmati masa tuanya berkegiatan dengan nyaman dan menyenangkan.
Memberikan solusi bagi keluarga-keluarga di kota besar dengan kesibukan bertumpuk dalam merawat orang tua. Di Pusat Gerontologi ini mereka mendapat jaminan bahwa orang tuanya akan mendapat perawatan dengan sangat baik.
(18)
8
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1. Definisi Manula
Proses penuaan adalah peristiwa yang normal dan alamiah yang dialami oleh setiap individu. Hal ini akan dialami seiring bertambahnya umur dan mempengaruhi kondisi fisik maupun mental seseorang dalam masa lanjut usia.Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa kata jompo
adalah tua sekali dan sudah lemah fisiknya sehingga tidak mampu mencari nafkah sendiri dan sebagainya atau tua renta; uzur. Sementara lansia dapat dilihat pengertiannya dari 3 aspek, yaitu :
1. Aspek Biologis : Lansia merupakan penduduk atau kelompok yang telahmenjalani proses penuaan, dalam arti menurunnya daya tahan fisik yang ditandai dengan rentannya tubuh terhadap serangan berbagai penyakit.
2. Aspek Ekonomi : Lansia dianggap sebagai warga yang tidak produktif lagi dan hidupnya perlu ditopang oleh generasi yang lebih muda. Bagi penduduk lansia yang masih memiliki pekerjaan, produktivitasnya sudah menurun dan pendapatannya lebih rendah dibandingkan usia produktif. Namun, tidak semua penduduk yang termasuk dalam kelompok umur lansia ini tidak memiliki kualitas dan produktivitas.
(19)
9
3. Aspek Sosial : Di negara barat, penduduk lansia memiliki strata sosial di bawah kaum muda. Di masyarakat tradisional di Asia, seperti halnya di Indonesia, penduduk lansia memiliki kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh masyarakat usia muda.
Penggolongan lansia menurut Departemen Kesehatan RI yang dikutip dari Azis (1994), diuraikan menjadi 3 kelompok, yaitu :
1. Kelompok lansia dini (55-64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia.
2. Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
3. Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.
Berikut adalah ciri- ciri manula secara fisik adalah:
1. Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin lansia, meningkatnya usia, seperti kurangnya pendengaran, jarak pandang. 2. Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif.
3. Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai mengalami kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit keriput, gigi rontok, tulang rapuh, dsb.
(20)
10
2.1.1. Manula dalam perspektif Hukum dan HAM
Menurut Dr. Ir. Adhi Santika yang merupakan Ketua Kelompok Kerja Komnas Lansia, penduduk Indonesia selama kurun waktu 40 tahun sejak tahun 1970 telah mengalami perubahan struktur. Proporsi penduduk usia di bawah 15 tahun mengalami perubahan menjadi menurun walaupun jumlahnya masih bertambah. Seiring dengan membaiknya kondisi kesehatan, struktur umur penduduk Indonesia juga mengalami peningkatan sebagai dampak meningkatnya angka harapan hidup. Hal ini mempengaruhi jumlah dan persentase penduduk lanjut usia (lansia) yang terus meningkat.
Meningkatnya usia harapan hidup penduduk Indonesia membawa konsekuensi bertambahnya jumlah lansia, karena pertumbuhan lansia di Indonesia akan lebih cepat dibandingkan dengan negara-negara lain. Indonesia diperkirakan mengalami ledakan jumlah populasi lansia pada dua dekade permulaan abad 21 ini. Hal ini tentunya perlu terus diantisipasi karena akan membawa implikasi luas dalam kehidupan keluarga, masyarakat dan negara. Oleh karena itu, lansia perlu mendapatkan perhatian yang lebih baik lagi dalam pembangunan nasional.
Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berbudi luhur mempunyai ikatan kekeluargaan yang mencerminkan nilai-nilai keagamaan dan budaya bangsa, yaitu menghormati serta menghargai peran dan kedudukan lansia yang memiliki kebijakan dan kearifan serta pengalaman berharga yang dapat diteladani
(21)
11 oleh generasi penerusnya. Perwujudan nilai-nilai keagamaan dan budaya bangsa tersebut harus tetap dipelihara, dipertahankan, dan dikembangkan.
Upaya memelihara, mempertahankan, dan mengembangkan nilai-nilai budaya tersebut dilaksanakan antara lain melalui upaya peningkatan kesejahteraan sosial lansia yang bertujuan mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan para lansia. Agar upaya peningkatan kesejahteraan sosial lansia yang bertujuan mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan sosial lansia dapat dilaksanakan secara berdaya guna dan berhasil guna serta menyeluruh dan berkesinambungan, diperlukan Undang-Undang sebagai landasan hukum yang kuat dan merupakan arahan baik aparatur pemerintah maupun masyarakat.
Undang-Undang sebagai salah satu landasan hukum, pada kenyataannya tidak dapat dilepaskan dari hierarki Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan. Adapun hierarki yang dimaksud adalah: 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang;
4. Peraturan Pemerintah; 5. Peraturan Presiden;
(22)
12 6. Peraturan Daerah Provinsi, dan
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Keberadaan UU Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia ternyata bukan satu-satunya produk hukum berupa Undang-Undang yang mengatur lansia, tetapi masih banyak Undang-undang atau hirarki di bawahnya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan masalah kesejahteraan lansia, misalnya UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Secara umum materi yang diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003, antara lain meliputi:
1. Tugas dan tanggungjawab pemerintah dan masyarakat guna mewujudkan kesejahteraan sosial lansia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lansia dilaksanakan melalui pelayanan:
a. Keagamaan dan mental spiritual; b. Kesehatan;
c. Kesempatan kerja;
d. Pendidikan dan pelatihan;
e. Kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana dan prasa- rana umum;
(23)
13 g. Perlindungan sosial;
h. Bantuan sosial.
3. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial bagi lansia dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat.
HAM adalah hak dasar atau hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi ini menjadi dasar hak dan kewajiban yang lain. Pelaksanaan upaya peningkatan kesejahteraan lansia di Indonesia sudah banyak dilakukan dan seiring dengan hal itu berbagai prestasi telah banyak diperoleh.Namun keberhasilan yang sudah ada tentunya masih dapat ditingkatkan dan dipercepat lagi. Percepatan atau akselerasi ke arah yang lebih baik tentu saja tidak dapat dilakukan oleh hanya satu sektor pemba-ngunan nasional. Keterkaitan dengan bidang atau sektor lain sangatlah diperlukan. Demikian pula halnya keterkaitan dengan dimensi Hukum dan HAM yang akan menjadi landasan yuridis dalam pelaksanaannya.
Peran Hukum dan HAM secara nyata dapat dilakukan dalam perubahan dan perbaikan substansi atau materi muatan hukum yang sesuai dengan tatanan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia agar kesejahteraan lansia dapat dimiliki dengan sesungguhnya. Peran lain adalah mencermati kembali tentang apakah materi muatan hukum yang ada dapat dilaksanakan oleh instansi atau lembaga tertentu, karena mungkin terjadi bahwa kelembagaan yang diperlukan untuk pelaksanaan hukum ternyata belum siap bekerja atau bahkan tidak ada. Peran Hukum dan HAM terakhir dan tidak
(24)
14 kalah pentingnya adalah penerimaan masyarakat dan seluruh komponen bangsa.
2.1.2. Manula dari Sudut Pandang Psikologi
Dipandang dari sisi psikologi, menurut seorang ahli psikologi Jack Botwinick yang merupakan Ketua Program Penuaan di Universitas Washington, St. Louis, warga lansia mengalami penurunan kemampuan dalam beberapa hal, misalnya menurunnya kecepatan dimana hilangnya sel-sel pada sumsusm tulang belakang memperlambat gerak refleks. Seseorang yang berusia 80 tahun berjalan lebih lambat dibandingkan masa mudanya. Penurunan kedua terlihat pada melambatnya proses berpikir. Pengaruh tersebut dapat dicegah dengan kebiasaan melatih otak untuk berpikir dalam hal ini adalah menstimulasi otak.Namun demikian, daya tangkap dan kecerdasan lansia tidak berkurang. Orang tua yang sehat tidak akan kehilangan kemampuan memberikan pertimbangan dan berpikir abstrak. Kosakata, keterampilan terhitung, daya nalar, hasil pendidikan dan pengalamannya akan berfungsi terus, bahkan kemampuan verbal dapat meningkat sesuai pertambahan usia. Namun, hanya sedikit orang yang tahu bahwa tidak ada hubungan antara perubahan fisik dan kondisi psikologis mereka.Sering kali kondisi psikologis mereka terpengaruh karena merasa terbuang dan penerimaan yang kurang dari keluarga dan lingkungan.
(25)
15 Robert Butler yang merupakan seorang ahli psikiatri dan ahli gerontologi menyatakan bahwa lansia cenderung ingin menegaskan kembali identitasnya sewaktu ia mengenang peristiwa-peristiwa yang telah dilupakan orang lain, sehingga sering kali meereka menghabiskan waktu berjam-jam untuk melihat foto-foto lama. Hal ini merupakan mekanisme penyesuaian diri yang penting ketika memasuki tahap akhir kehidupannya dan tidak boleh diremehkan dengan menganggap mereka terbenam di masa lalu dan menghabiskan waktu dengan tidak produktif.Padahal hal itu dilakukan sebagai suatu usaha penting lansia untuk menyaring berbagai peristiwa hidupnya dan mencari makna hidup utama serta mengatasi kebimbangan dan konflik-konflik baru berdasarkan pengalaman sebelumnya, kemudian juga untuk menyusun kembali identitas dan perannya dengan membandingkan pengalaman masa lalu dan masa kini.
Dalam buku The Meaning Of Age yang ditulis oleh seorang ahli gerontologi dari Universitas Chicago, Prof. Bernice L. Neugarten, menggolongkan kaum lansia menurut kemampuan mereka dalam menyesuaikan diri yang mencakup 8 macam pola penyesuaian sebagai berikut:
1. Utuh-terbuka. Penyesuaian diri paling berhasil dilakukan oleh pribadi yang utuh, matang, luwes, dan kehidupan batin yang kaya. Mereka terbuka terhadap hal-hal baru, tidak emosional, menata kembali pola hidup, dan mengganti kegiatan lama dengan yang baru. Misalnya, menarik diri dari bidang usaha lalu masuk ke organisasi sosial.
(26)
16 2. Utuh-terfokus. Memperoleh kepuasan dengan memilih satu atau dua
bidang kegiatan saja. Misalnya, menarik diri dari pekerjaan maupun keanggotaan berbagai perkumpulan, dan menyambut baik kesempatan untuk hidup dengan penuh bersama keluarga.
3. Utuh-terlepas. Meninggalkan dengan sengaja ikatan-ikatan sosial. Mereka adalah orang yang mampu mengatur dirinya sendiri, tidak berpikiran sempit, mempunyai perhatian pada dunia sekitar, tetapi tidak mau terjerat dalam jaringan interaksi sosial.
4. Perisai. Lansia yang bekerja keras, berambisi, dan memiliki sensitivitas terhadap kecemasan serta desakan hati. Bagi beberapa orang di antara mereka, menua merupakan suatu ancaman, dan kepuasan diperoleh dengan berpegang pada pola hidup di masa muda mereka.
5. Benteng. Dengan sengaja membatasi interaksi sosial dan tidak mau mencari pengalaman baru. Strategi ini dilihat sebagai cara yang paling efektif dan mereka cukup puas dengan tingkat kegiatan yang rendah. 6. Pasif-bergantung. Selalu berusaha mencari pertolongan agar dapat
hidup senang dengan kegiatan berintensitas sedang dan kepuasan yang cukup selama mempunyai seseorang untuk bersandar.
7. Tidak acuh. Pola pasif dan apatis menandai mereka yang ada di kelompok ini. Mereka malas untuk berbuat sesuatu dan melepaskan tanggung jawab kepada orang lain.
(27)
17 8. Tidak utuh. Dengan pola penuaan yang tidak teorganisasi, mereka
sedikit sekali melakukan kegiatan, sedikit memperoleh kepuasan, dan tidak dapat menguasai perasaan ataupun berpikir secara jernih.
Faktor emosional erat kaitannya dengan kesehatan mental, demikian pula halnya bagi lansia.Aspek emosional yang terganggu, kecemasan dan stress berat, dapat secara tidak langsung mencetuskan gangguan terhadap kesehatan fisik.Begitu juga sebaliknya, gangguan kesehatan fisik dapat berakibat buruk terhadap stabilitas emosi. Pada lansia, permasalahan psikologis terutama muncul bila lansia tidak berhasil menemukan jalan keluar masalah yang timbul sebagai akibat dari proses menua. Rasa tersisih dan tidak dibutuhkan lagi, ketidakikhlasan menerima kenyataan baru, seperti penyakit yang tidak kunjung sembuh, kematian pasangan, dan lain-lain merupakan sebagian kecil dari
keseluruhan “ketidakenakan” yang harus dihadapi lansia dan akhirnya
menimbulkan depresi dan depresi akan semakin memberatkan kehidupan lansia.
2.2. Definisi Gerontologi
Menurut Departemen Kesehatan RI sebagaimana dikutip oleh Dr. Zainnudin Sri Kuncoro dalam e-psikologi masalah kesehatan fisik lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien
(28)
18 kesehatan pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif yaitu yang bersifat pencegahan, kuratif yaitu pertolongan penyembuhan dan rehabilitatif yaitu mengembalikan pada keadaan yang sebelumnya serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia.
Geriatrimerupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis yaitu berkenaan dengan ilmu biologi yang berkaitan dengan fungsi dan kegiatan kehidupan atau zat hidup seperti jaringan, organ atau sel, psikologis yaitu berkaitan dengan ilmu psikologis yang mempelajari proses-proses mental baik yang normal maupun abnormal dan pengaruhnya terhadap perilaku, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain.Gerontologi dalam pengembangan keilmuan mempunyai dua pilar yang saling berhubungan yakni kesehatan di satu sisi dan sosial di sisi yang lain.
2.2.1. Peran Kerja Terapan Gerontologi
Administrasi dan Kebijakan:
Melakukan analisis program yang sedang dilakukan,
Mengkoordinasi kegiatan dalam organisasi atau dengan organisasi lainnya,
Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan akan pelayanan kesehatan bagi kaum lansia.
Ruang Lingkup Kerja:
(29)
19
Pusat Senior
Pensiunan Masyarakat
Perawatan Hari Tua/ Program Kesehatan
Penelitian
Universitas
Instansi Pemerintah
Fasilitas Kesehatan
Rumah Sakit
Panti Jompo
Diagnostik
Klinik Masyarakat
Departemen Pelayanan Sosial
Pusat Senior
2.2.2. Layanan Langsung
Mengatur dan menyediakan kebutuhan akses klien
Memberikan pelayanan langsung kepada klien yang lebih tua dan keluarga
Mengkoordinasikan pelayanan dengan instansi dan lembaga lainnya
(30)
20
Bekerja untuk memastikan klien yang lebih tua dan keluarga mereka bahwa layanan yang sesuai dan berkualitas tinggi
Mengevaluasi dan memodifikasi layanan yang diperlukan
Melakukan penjangkauan untuk memperluas dan meningkatkan basis klien
Pendidikan dan Pelatihan
Merencanakan dan melaksanakan program-program pendidikan untuk orang yang lebih tua, pengasuh dan keluarga mereka
Merencanakan dan melakukan program pendidikan berkelanjutan untuk para profesional yang tertarik dalam melayani kaum lansia
Program antargenerasi
Perencanaan program kerja, fasilitas dan evaluasi
Mengidentifikasi kebutuhan masyarakat
Menentukan tingkat dan waktu dari dana yangdiperlukan
Menentukan rencana evaluasi untuk program kelanjutan
Berkonsultasi dengan badan-badan dan program lain
Berkoordinasi dengan program lain
Penelitian
Mengatur dan melaksanakan evaluasi dan studi akademis untuk memperjelas aspek penuaan dan program intervensi.
(31)
21
2.3. Fasilitas Untuk Manula
Pengaturan lingkungan saat ini lebih banyak didedikasikan untuk kaum muda dan kaum paruh baya, sedangkan keberadaan lansia sepertinya terabaikan. Rasa terabaikan yang dirasakan kaum lansia tersebut dapat mempengaruhi aspek psikologis mereka dimana hal tersebut membawa pengaruh serius bagi kesehetan mental mereka, apalagi kaum lansia pada umumnya mempunyai tingkat ketergantungan yang tinggi untuk melakukan aktivitas. Mereka juga tidak mandiri secara sosial dan memiliki gaya hidup yang terbatas. Dengan mengetahui hal-hal yang diperlukan kaum lansia saja, barulah dapat dihasilkan perencanaan, program arsitektur, dan desain yang baik untuk dapat menunjang aktivitas mereka.
2.3.1. Fasilitas Institusional
Terdiri dari beberapa jenis:
1. Rumah Perawatan (nursing care), untuk mereka yang memerlukan pengobatan.
2. Rumah Perawatan Lanjutan (intermediate care), untuk mereka yang kebutuhannya lebih kepada aspek kegiatan.
3. Layanan pendampingan hidup (assisted living), untuk mereka yang membutuhkan penanganan khusus.
4. Hunian (residential care), untuk mereka yang memutuskan untuk menetap.
(32)
22
2.3.2. Fasilitas Non-Institusional
Fasilitas non-institusional merupakan salah satu fasilitas pelayanan dengan bentuk perlakuan khusus untuk memperlancar dan mempermudah mobilitas kaum lansia, meliputi jasa pelayanan sehari-hari seperti layanan antaran makanan, pencucian baju bahkan fasilitas untuk berolahraga maupun hiburan.Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk perencanaan fasilitas non-institusional bagi lansia.Salah satu faktor penting adalah akses transportasi yang dapat dijangkau oleh kaum lansia.Tidak hanya itu, fasilitas gedung didesain khusus dengan mengutamakan keselamatan lansia saat melakukan aktivitasnya.
2.4. Pertimbangan Desain untuk Manula
Desain fasilitas rumah perawatan bagi lansia juga harus memberikan pilihan dan kebutuhan akan kontrol. Lokasi fasilitas tersebut harus dapat dijangkau dan berada dekat dengan masyarakat untuk memudahkan penghuni memilih beragam fasilitas lingkungan yang tersedia, misalnya toko serbaguna, gedung pertunjukan, rumah makan, dan lain-lain. Tidak hanya itu, pilihan juga perlu diberikan sehingga fasilitas hunian memiliki bermacam-macam tipe ruang yang dapat digunakan untuk tujuan-tujuan khusus, misalnya rekreasi, privasi, aktivitas dyadic (percakapan berdua) sampai kepada aktivitas kelompok besar.
Untuk memberikan pilihan, kondisi fisik dari fasilitas harus sesuai dan konstruksi harus berkualitas. Kondisi fisik objektif mempengaruhi perilaku
(33)
23 penghuni, misalnya ketika ruang rekreasi yang besar ditempati sedikit penghuni maka interaksi yang tercipta akan rendah. Desain koridor yang panjang membuat lansia menjadi malas bergerak untuk menyusurinya.
Hal penting yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dalam desain bagi kaum lansia adalah bahwa mereka heterogen dan tidak homogen. Yang homogen hanyalah usia dan masalah kesehatannya, namun faktanya kaum lansia memiliki bermacam – macam keluhan dan kebutuhannya. Beberapa kaum lansia mengalami masalah kesehatan seperti pendengaran, penglihatan, serta kemampuan motorik. Ada juga yang mengalami masalah psikologis seperti menarik diri, pikun, dan lain-lain dan yang lainnya relatif tidak bermasalah. Inilah yang menjadi permasalahan yang perlu diperhatikan melalui penciptaan desain yang ditinjau kenyamanannya.
Nyaman menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah segar; sehat. Sedangkan kenyamanan adalah keadaan nyaman; kesegaran; kesejukan.Dan kenyamanan sebuah bangunan diatur dalam Undang- Undang RI No. 28 Tahun 2002 Tanggal 16 Desember 2002, Bagian Keempat Pasal 26 ayat 1 sampai dengan ayat 7.
Undang- Undang RI No. 28 Tahun 2002 tentang Persyaratan Kendala Bangunan Gedung, Paragraf 4 pasal 26 yaitu ayat (1) Persyaratan kenyamanan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (1) sampai dengan ayat (6) meliputi kenyamanan ruang gerak, dan hubungan antar ruang, kondisi udara dalam ruang, pandangan, serta tingkat getaran, dan tingkat
(34)
24 kebisingan. Hal- hal tersebut menjadi syarat minimal kenyamanan sebuah gedung, terlebih bagi sebuah bangunan panti jompo.
2.4.1. Kenyamanan Ruang Gerak
Seperti disebutkan dalam pasal 26 ayat (2) yaitu tentang Kenyamanan Ruang Gerak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan kenyamanan yang diperoleh dari dimensi ruang dan tata letak ruang yang memberikan kenyamanan bergerak dalam ruang.
Ayat ini menjelaskan bagaimana dimensi ruang yang benar dan tata letak ruang atau organisasi ruang yang tepat dalam hal ini khususnya ruang kumpul, sehingga manula sebagai pengguna dapat bergerak dengan nyaman dalam ruangan. Baik manula dengan kursi roda, dengan alat bantu jalan atau manula dengan kondisi normal.
Dimensi ruang yang dimaksud diatas adalah berapa lebar, panjang dan tinggi ruang yang dibutuhkan untuk sebuah ruang agar manula khususnya dapat bergerak leluasa contohnya untuk kamar tidur untuk satu orang adalah 7m², dan kamar tidur untuk dua orang yaitu 12m². Menurut Ernst Neufert untuk ruang kumpul atau ruang duduk dengan aktifitas, nonton, membaca atau melakukan hobi seperti kerajinan tangan, luas ruang bersama untuk tiap orang diperhitungkan minimal 1,9 m².
Sedangkan selain dimensi ruang, diatur juga mengenai penataan ruang untuk memberikan kenyamanan bergerak dalam ruang. Dalam sebuah ruang kumpul
(35)
25 biasanya terdapat sofa/kursi, meja, dan rak televisi/ buku, maka menurut Julius Panero jarak yang dibutuhkan antara sofa/kursi dengan meja minimal adalah 45,7 cm dan maksimalnya 91,4 cm agar manula dengan kursi roda dapat bergerak diantaranya dengan nyaman.
2.4.2. Kenyamanan Hubungan Antar Ruang
Seperti disebutkan dalam pasal 26 ayat (3) yaitu tentang Kenyamanan Hubungan Antar Ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan kenyamanan yang diperoleh dari tata letak ruang dan sirkulasi antar ruang dalam bangunan gedung untuk terselenggaranya fungsi bangunan gedung. Maksud dari ayat tersebut adalah kenyamanan yang diperoleh dari tata letak ruang atau organisasi ruang dan kenyamanan yang diperoleh dari kemudahan mencapai ruang lain atau bangunan lain melalui sirkulasi ruang horizontal maupun vertikal.
Dalam perencanaan sebuah fasilitas dalam hal ini panti jompo khususnya, kebutuhan ruang akan menentukan bagaimana organisasi ruang sesuai kebutuhannya. Contohnya seperti gambar dibawah ini sebaiknya ruang tidur, kamar mandi, ruang makan, dan ruang kumpul jaraknya tidak terlalu berjauhan. Karena ruang- ruang tersebut adalah ruang yang sering dipergunakan oleh manula dalam beraktifitas.
(36)
26
Gambar 4: Hubungan Antar Ruang di Wisma Panti Jompo
Sumber: Jurnal Waca Cipta Ruang Vol.II No.2 Tahun 2010/2011 ISSN 2301-6507
Selain masalah organisasi ruang, ayat ini mengatur masalah sirkulasi antar ruang, yang tersiri dari sirkulasi ruang secara horizontal maupun vertikal. Yang dimaksud dengan sirkulasi ruang horizontal adalah koridor, landaian atau tanjakan akses juga tangga. Sedangkan sirkulasi vertikal adalah lift atau eskalator, fasilitas tersebut khususnya lift dibutuhkan apabila gedung terdiri dari empat lantai. Menurut Julius Panero, bagi sirkulasi horizontal ukuran yang dibutuhkan adalah:
1. Lebar minimal koridor yang dibutuhkan untuk satu jalur adalah 91,4 cm, koridor dengan lebar sekian dapat dilalui oleh manula dengan kursi roda. Sedangkan lebar minimal koridor untuk dua jalur adalah 42 inci (106,7 cm), sedangkan untuk lebar maksimal adalah 60 inci (152,4 cm), dengan lebar tersebut dapat dilalui oleh manula dengan kursi roda, manula dengan alat bantu jalan maupun manula dengan keadaan normal.
2. Sedangkan dimensi pintu untuk manula dalam berbagai kondisi baik normal maupun berkursi roda yaitu dengan lebar pintu selebar 32 inci (81,3 cm), dengan ketinggian 210 cm.
RUANG TIDUR
RUANG MAKAN
RUANG KUMPUL
KAMAR MANDI
(37)
27 3. Untuk ukuran tangga yang diperlukan dengan dua jalur adalah 68 inci (172,7 cm). Dengan ukuran pelangkah selebar 30 cm, penaik 16 cm dan pada setiap pinggiran anak tangga diberi garis warna yang berbeda. Juga dilengkapi dengan reilling dikedua sisi tangga. Untuk tinggi reilling sendiri yaitu 30-34 inci (76,2-86,4 cm). Sedangkan untuk jarak reilling dengan dinding minimal 2 inci atau 5,1 cm, dan tebal reillingnya sendiri berdiameter 1,5 inci atau 3,8 cm.
4. Landaian atau lebih dikenal dengan tanjakan akses sangat diperlukan untuk akses bangunan bagi orang cacat atau manula. Ramp ini dapat dilalui oleh manula dengan kursi roda maupun alat bantu jalan. Panjang maksimal untuk ramp ini adalah 30 kaki atau setara dengan 9 m. Dengan kemiringan 1:12. Landaian ini juga wajib dilengkapi dengan 2 reilling dengan ketinggian yang berbeda. Untuk reilling bawah setinggi 18-20 inci atau setara dengan 45,7-50,8 cm, sedang untuk reilling atas setinggi 33-34 inci atau setara dengan 83,8-86,4 cm. Reiling bagian bawah diperuntukkan untuk mempermudah manula atau orang cacat dengan kursi roda.
Penempatan atau pemasangan reilling sangat diperlukan sepanjang jalur atau ruang yang sering dilalui atau digunakan manula. Selain kenyamanan, keamanan bergerak pun harus diperhatikan menurut NSA (National Institute of Aging) jalan yang dilalui manula harus teratur, terbebas dari kabel listrik dan telepon, permadani yang dipasang harus
(38)
28 terekat kuat dilantai dan memiliki tekstur yang kasar dan tidak berjumbai, hal ini diperlukan untuk mengurangi resiko kecelakaan khususnya dirumah. Sehingga manula selain nyaman, manula pun aman bergerak dalam bangunan tersebut.
2.4.3. Kenyamanan Kondisi Udara
Seperti disebutkan dalam pasal 26 ayat (4) yaitu tentang Kenyamanan Kondisi Udara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tingkat kenyamanan yang diperoleh dari temperatur dan kelembaban didalam ruang untuk terselenggaranya fungsi bangunan gedung.
Ayat diatas menerangkan tentang suhu dan kelembaban yang tepat agar mendapatkan kenyamanan. Suhu yang nyaman untuk tubuh kita adalah antara antara 18° C-25 °C. Sedangkan mengenai kelembapan suatu ruang tergantung dari derajat kelembapan udara diluar dan tujuan penggunaan ruang itu sendiri. Kelembapan yang nyaman ada disekitar 40%-70%. Lazimnya pengaturan kelembaban dalam sebuah rumah tinggal tidak terlalu diperlukan, berbeda dengan bangunan yang lebih besar seperti pabrik atau perkantoran besar dimana terdapat banyak orang beraktifitas.
Menurut Ernst Neufert tingkat suhu udara dalam ruang sangat tergantung pada kegiatan penghuninya dan jenis pakaian yang dikenakan. Juga tergantung pada kecepatan pergerakan udara dan hembusan udara tersebut. Selain suhu dan kelembaban, hal lain seperti sirkulasi udara pun sangat diperlukan.
(39)
29 Besarnya ventilasi udara perlu diperhatikan, tapi tentu saja berdasarkan dengan kegiatan penghuni didalamnya dan lokasi bangunan tersebut apakah terdapat banyak polusi udara atau bebauan yang dapat berasal dari emisi kendaraan, asap pabrik, atau asap rokok.
Suhu, kelembapan dan sirkulasi udara perlu sangat diperhatikan karena hal tersebut dapat berpengaruh pada kesehatan penghuninya.
2.4.4. Kenyamanan Pandangan
Seperti disebutkan dalam pasal 26 ayat (5) yaitu tentang Kenyamanan Pandangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan kondisi dimana hak pribadi orang dalam melaksanakan kegiatan didalam bangunan gedungnya tidak terganggu dari bangunan gedung lain disekitarnya.
Ayat ini menjelaskan bahwa kenyamanan pandangan dapat diwujudkan melalui gubahan massa bangunan, rancangan bukaan, tata ruang dalam dan ruang luar bangunan, serta dengan memanfaatkan potensi ruang luar bangunan, ruang terbuka hijau alami atau buatan, termasuk pencegahan terhadap gangguan silau dan pantulan sinar. Selain itu pemilihan warna dan material baik terhadap elemen interior seperti dinding, lantai, dan atap maupun terhadap furnitur, juga pencahayaan dapat menjadi penentu bagaimana mewujudkan pandangan yang nyaman.
Pencahayaan dapat berasal dari pencahayaan alami (sinar matahari) dan pencahayaan buatan. Pencahayaan yang dibutuhkan untuk pekerjaan seperti
(40)
30 membaca, mengerjakan hobi maupun menonton dibutuhkan 120-250 lux. Warna dan material pun dapat menjadi penentu pencahayaan sebuah ruang karena warna dan material dapat memantulkan cahaya. Menurut Mangunwijaya semakin muda atau mendekati putih warna elemen atau furnitur ,maka penerangan ruangan semakin baik, karena cahaya yang dipantulkannya semakin tinggi. Selain itu warna dapat memberikan efek psikologis bagi yang melihatnya, seperti kesan hangat, dingin, atau segar. Tata letak ruang pun memiliki andil dalam memberikan kenyamanan pandangan, misalnya apakah dari ruang tersebut anda dapat melihat ruang lain tanpa terhalang elemen interior atau furnitur pada ruang tersebut.
2.4.5. Kenyamanan Kondisi Tingkat Getaran dan Kebisingan
Seperti disebutkan dalam pasal 26 ayat (6) yaitu tentang Kenyamanan Tingkat Getaran dan Kebisingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tingkat kenyamanan yang ditentukan oleh suatu keadaan yang tidak mengakibatkan pengguna dan fungsi bangunan gedung terganggu oleh getaran atau kebisingan yang timbul baik dari dalam gedung atau lingkungannya.
Ayat tersebut mengatur jangan sampai kebisingan atau getaran gedung tersebut mengganggu kenyamanan dan kesehatan penghuni lain. Untuk ruangan dalam rumah normal, sebaiknya tidak melebihi 20-30 db. Sedangkan untuk frekuensi getaran bangunan gedung biasanya antara 5-50 Hz. Jika
(41)
31 frekuensi tersebut telah memasuki batas 20-30 Hz, maka getaran tersebut telah dapat didengar sebagai bunyi.
Tingkat kebisingan dan getaran bangunan dapat dipengaruhi oleh banyak hal salah satunya lokasi, kegiatan penghuni, juga material yang dapat menghasilkan atau meredam suara pada bangunan atau ruang tersebut. Selain ketentuan kenyamanan yang telah dibahas diatas, banyak hal yang perlu diperhatikan agar dapat menciptakan kenyamanan yang maksimal. Salah satunya adalah pemilihan warna, material, pola baik pada elemen maupun furniture, semua hal tersebut butuh perlakuan khusus karena pengguna dari panti ini adalah manula dengan kebutuhan khusus.
Gambar 5 :Ukuran tubuh manusia dengan semua benda
(42)
32 Salah satu contohnya menurut Ernest Neufert, tinggi meja makan untuk manula yaitu 70 cm, kursi untuk duduk santai agar kaki dapat menapak ke lantai yaitu berkisar antara 40-43 cm, dengan lebar antara 41-47 cm tinggi lengan kursi 23 cm dengan sudut kemiringan 28°.
Penjelasan tadi adalah satu dari sekian ukuran furnitur yang didesain khusus untuk kenyamanan manula. Pemilihan furniture harus sesuai dengan anthopometri manula, karena tubuh manula tidak sama lagi dengan manusia yang lebih muda contohnya, hal tersebut disebabkan pengurangan masa otot.
Gambar 6 :Ukuran tubuh manusia dengan semua benda
(43)
33
BAB III
KONSEP PERENCANAAN PUSAT GERONTOLOGI
3.1 Deskripsi Proyek
Judul proyek : Pusat Gerontologi Sebagai Fasilitas Penunjang Rekreasi dan Sosial di Jawa Barat
Sifat : Fiktif
Pengelola : Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial
Orientasi proyek : Rekreasi dan Sosialisasi
Sasaran pengguna : Warga Lanjut Usia
3.2 Pengguna Bangunan
Pengguna bangunan Pusat Gerontologi di Jawa Barat dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu:
1. Pengunjung Pusat Gerontologi
Pengunjung Pusat Gerontologi di Jawa Barat umumnya adalah warga lanjut usiayang memiliki tujuan untuk mendapatkan pelayanan melalui program-program yang diadakan oleh pusat gerontologi sendiri seperti Day Care Service, Home Care Service
(44)
34 olahraga, restoran, taman maupun hunian sementara layaknya pondok penginapan.
2. Pengurus Pusat Gerontologi
Kelompok pengurus pusat gerontologi terbagi menjadi dua, yaitu pengurus di area front office seperti pegawai resepsionis, pegawai informasi yang berhubungan langsung dengan pengunjung, dan juga pengurus di area back office yang meliputi ahli gerontologi, tenaga medis, maupun administrasi.
3.3 Struktur Organisasi Pusat Gerontologi Indonesia
Pembagian Tugas Pengelola Pusat Gerontologi
1. Tugas kepala pusat gerontologi
Melakukan koordinasi manajerial antar bagian atau kelompok tenaga fungsional dalam organisasi pengelolaan,
Melakukan pembagian tugas kerja,
Kepala Pusat Gerontologi
Bagian Umum Seksi Perawatan
Bagian Medis
Seksi Bimbingan dan Penyaluran
Gambar 7 : Struktur Organisasi
(45)
35
Melakukan pembinaan serta pengawasan terhadap penyelenggaraan kegiatan pusat gerontologi,
Mengadakan rapat kerja. 2. Tugas bagian medis
Terdiri dari:
Seksi Perawatan, dimana di dalamnya merupakan tenaga ahli kesehatan seperti ahli gerontologi, dokter, perawat, maupun psikolog yang bertugas secara langsung menangani kesehatan fisik maupun mental pasien,.
Seksi Bimbingan dan Penyaluran, bertugas bersama-sama dengan bagian perawatan dalam mengamati, meneliti serta mengevaluasi kondisi lansia dalam masa perawatan yang dilakukannya dan memasyarakatkan program-program di pusat gerontologi dengan mengikuti kegiatan-kegiatan rutin yang bersifat sosial baik di dalam pusat gerontologi maupun di luar.
3. Tugas bagian umum
Mengelola keuangan,kepegawaian dan rumah tangga pusat gerontologi,
Mencatat segala yang dibutuhkan untuk mendukung program kerja dalam pusat gerontologi,
Melayani kebutuhan pengguna (lansia/ pengunjung pusat gerontologi) maupun pengurus dalam melaksanakan aktifitas dan tugasnya.
(46)
36
3.4 Alur Sirkulasi
Alur Sirkulasi Pengelola
Alur Sirkulasi Pengunjung
Main Enterence Side Enterance
Lobby Kantor Ruang Rapat
Ruang Administrasi RumahPelayanan/ Rawat
Kafetaria
Perpustakaan Ruang Penyimpanan
Main Enterence
Lobby
Basement Parking Enterance
Retail
Perpustakaan Kafetaria
Wisma Hunian/ Penginapan
Poliklinik Auditorium Wisma Hunian
Zona Olahraga
Rumah Ibadah
Gambar 8 : Alur Sirkulasi Pengelola
Sumber: Dokumen Pribadi
Gambar 9 : Alur Sirkulasi Pengunjung
(47)
37
Alur Sikulasi Barang
3.5. Studi Image Terkait Gagasan Awal Perancangan
Side Enterance
Ruang Administrasi Ruang Penyimpanan
Laboratorium(obat-obatan)
Farmasi
Loading Dock
Gambar 11 :Ruang Aktivitas Bersama di Panti Jompo Eben Haezer, Lembang - Bandung
Gambar 12 :Huntersville Oaks Nursing Facility- Huntersville, NC
Gambar 10 : Alur Sirkulasi Barang
(48)
38 Gambar 13 : Somers Manor Nursing Home Somers, NY
Gambar 14 : Ruang Rawat PSTW Paku Tandang
(49)
39 Gambar 16 : Koridor di PSTW Paku Tandang
(50)
40
BAB IV
KONSEP PERANCANGAN
4.1. TUJUAN PERANCANGAN
Tujuan dari perancangan Pusat Gerontologi di Jawa Barat merupakan sebuah fasilitas kesehatan berupa hunian bagi kaum lansia agar dapat terlihat lebih nyaman serta fungsional. Untuk menciptakan kesan tersebut maka diperlukan beberapa faktor, yaitu:
Sirkulasi
Bentuk
Material
Warna
Pencahayaan
Penghawaan
Keamanan
4.2. TEMA DAN KONSEP PERANCANGAN
TEMA PERANCANGAN
Tema perancangan yang diambil adalah “HUNIAN SEGAR” dimana kata
kunci segar, hijau, dinamis dan alami/ natural diterapkan pada interior bangunannya. Tema ini diaplikasikan untuk memberikan rasa tenang, segar dan nyaman bagi pengunjung Pusat Gerontologi
Gambar 18 : Resort & Spa Maldievs Gambar 19 : Luxurious Resort In Maldievs
(51)
41 khususnya kaum lansia sehingga merekapun bisa leluasa merasakan interaksi langsung dengan alam sekitar.
KONSEP PERANCANGAN
Dari tema yang diambil maka konsep yang diterapkan adalah
Kontemporer, dimana pengaplikasian kata kunci natural ditempatkan untuk aspek warna pada interiornya dan gaya contemporer merupakan penggayaan desain yang tidak keras dan kaku, bersih, rapi dan nyaman.
1.2.1. KONSEP SIRKULASI
Pada konsep sirkulasi digunakan beberapa jenis sistem sirkulasi adalah:
Ramp dan elevator untuk kemudahan, kenyamanan dan kelancaran akses dalam massa bangunan bertingkat.
Tangga dengan tujuan mengajak pengguna untuk meningkatkan kondisi kesehatan dan memberikan pengalaman ruang yang berbeda.
(52)
42
1.2.2. KONSEP BENTUK
Menyesuaikan dengan konsep perancangan, bentuk yang akan diterapkan atau diaplikasikan adalah bentukan yang mengarah pada bentuk kontemporer yang tidak keras dan kaku atau dinamis.
1.2.3. KONSEP MATERIAL
Beberapa karakteristik material yang akan diterapkan dalam perancangan ini:
Bersifat natural yaitu dengan menonjolkan sifat alam yang dimiliki material tersebut seperti material bambu, batu alam, rotan dan kayu yang didapat langsung dari alam, yang tidak
Gambar 21 : Ruang Aktivitas Bersama Pusat Gerontologi
(53)
43 banyak melalui proses pengolahan, sehingga dapat menampilkan keindahan ekspresi material
Menggunakan material yang ramah lingkungan
1.2.4. KONSEP WARNA
Untuk mengangkat karakteristik pusat gerontologi dengan tema “Hunian
Segar” dan dengan konsep penggayaan yang kontemporer, maka digunakan
warna-warna yang alami. Warna-warna tersebut diadopsi dari warna-warna yang berasal dari alam di sekitarnya. Dengan warna tersebut kesan yang dapat ditimbulkan adalah kesan yang segar dan nyaman bagi penghuninya.
1.2.5. KONSEP PENCAHAYAAN
Konsep pencahayaan yang digunakan tetap perlu disesuaikan dengan mempertimbangkan kenyamanan penglihatan untuk para lansia. Jenis pencahayaan dibagi menjadi dua, yaitu :
Pencahayaan Alami
Pencahayaan alami yang berasal dari cahaya yang berasal dari alam (sinar matahari), dimaksimalkan penggunaannya pada ruang-ruang terbuka yang tetap memberikan kesan natural/alami pada ruangan
(54)
44 dan sistem ini juga merupakan sistem yang paling efektif untuk menghemat energi.
Pencahayaan Buatan
Pencahayaan buatan diefektifkan pada malam hari dengan menggunakan jenis cahaya day light untuk mendukung aktivitas penghuni dan warm light untuk memberikan kesan nyaman dan tenang yang diterapkan sebagai lampu tidur.
Gambar 23: Hotel Kayu Manis Nusa Dua Bali
Gambar 22 : Jendela Kamar Tidur
Sumber: Dokumen Pribadi
Gambar 24: Ceiling Wood Paneling
(55)
45
4.2.6. KONSEP PENGHAWAAN
a. Penghawaan Alami
Penghawaan alami akan diterapkan dan diolah secara optimal dengan cara mengatur bukaan-bukaan antara ruang dalam dan luar, memperlancar aliran udara dengan membuat ventilasi.
b. Penghawaan Buatan
Sistem penghawaan yang digunakan ialah sistem air conditioning. Sistem ini diaplikasikan pada area-area private seperti guestroom dan office.
Sedangkan untuk hampir seluruh area digunakan Air Diffuser.
Gambar 25: Como Uma Ubud Resort in Bali
Sumber: b3-bond.com
(56)
46 Jenis sistem yang akan dipakai untuk ruangan-ruangan area dapur, toilet dan binatu, diantaranya :
Exhaust Fan
Digunakan pada area servis yang berfungsi sebagai ventilasi bagi udara kotor, bau, maupun panas.
Local Fun
Yang berfungsi untuk menukar udara kotor dalam ruangan dengan udara bersih di luar ruangan
1.2.7. KONSEP KEAMANAN
Konsep Pencegahan Kebakaran
Sistem penanggulangan dan pencegahan terhadap bahaya kebakaran memegang peranan penting dalam memberikan tingkat keamanan
(57)
47 yang tinggi kepada pengguna hotel terutama pengunjung. Selain itu, sistem pengamanan ini dapat mengurangi kerugian materil apabila terjadi kebakaran.
Sistem pencegahan dan pemadaman kebakaran terbagi menjadi dua bagian :
a) Sistem pencegahan aktif
- Fire hydrant, biasanya diletakkan pada daerah strategis
seperti koridor, daerah publik dan unit-unit kamar
- Fire extinguisher, berupa tabung yang berisi gas
karbonmonoksida, buih yang diletakkan pada koridor dan daerah publik
- Fire sprinkler, yaitu alat pemadam kebakaran yang bekerja
secara penuh dan otomatis, yang pada suhu tertentu akan mengeluarkan air yang diletakkan pada hampir semua ruang di area pusat gerontologi, kecuali ruang genset
- Smoke detector dan fire detector - Fire alarm, yang diletakkan di koridor
b) Sistem pencegahan pasif
- Tangga darurat dengan pintu yang berbahan tahan api.
Biasanya berjarak maksimal 25 meter dari titik ruang terjauh
- Membuat minimal dua pintu dengan bukaan dua arah pada
ruang pertemuan, serta ruang-ruang pelayanan yang menampung banyak orang
(58)
48 Jenis alat bantu evakuasi antara lain :
- Lampu darurat
- Pintu darurat
- Tangga darurat
- Sistem pengendalian asap
- Komunikasi darurat (alarm, sinyal, sirine, telepon darurat,
dll)
- Penunjuk arah tangga kebakaran (sign system), diletakan di
(1)
banyak melalui proses pengolahan, sehingga dapat menampilkan keindahan ekspresi material
Menggunakan material yang ramah lingkungan
1.2.4. KONSEP WARNA
Untuk mengangkat karakteristik pusat gerontologi dengan tema “Hunian
Segar” dan dengan konsep penggayaan yang kontemporer, maka digunakan warna-warna yang alami. Warna-warna tersebut diadopsi dari warna-warna yang berasal dari alam di sekitarnya. Dengan warna tersebut kesan yang dapat ditimbulkan adalah kesan yang segar dan nyaman bagi penghuninya.
1.2.5. KONSEP PENCAHAYAAN
Konsep pencahayaan yang digunakan tetap perlu disesuaikan dengan mempertimbangkan kenyamanan penglihatan untuk para lansia. Jenis pencahayaan dibagi menjadi dua, yaitu :
Pencahayaan Alami
Pencahayaan alami yang berasal dari cahaya yang berasal dari alam (sinar matahari), dimaksimalkan penggunaannya pada ruang-ruang
(2)
dan sistem ini juga merupakan sistem yang paling efektif untuk menghemat energi.
Pencahayaan Buatan
Pencahayaan buatan diefektifkan pada malam hari dengan menggunakan jenis cahaya day light untuk mendukung aktivitas penghuni dan warm light untuk memberikan kesan nyaman dan tenang yang diterapkan sebagai lampu tidur.
Gambar 23: Hotel Kayu Manis Nusa Dua Bali Gambar 22 : Jendela Kamar Tidur
Sumber: Dokumen Pribadi
(3)
4.2.6. KONSEP PENGHAWAAN a. Penghawaan Alami
Penghawaan alami akan diterapkan dan diolah secara optimal dengan cara mengatur bukaan-bukaan antara ruang dalam dan luar, memperlancar aliran udara dengan membuat ventilasi.
b. Penghawaan Buatan
Sistem penghawaan yang digunakan ialah sistem air conditioning. Sistem ini diaplikasikan pada area-area private seperti guestroom dan office.
Sedangkan untuk hampir seluruh area digunakan Air Diffuser. Gambar 25: Como Uma Ubud Resort in Bali
Sumber: b3-bond.com
(4)
Jenis sistem yang akan dipakai untuk ruangan-ruangan area dapur, toilet dan binatu, diantaranya :
Exhaust Fan
Digunakan pada area servis yang berfungsi sebagai ventilasi bagi udara kotor, bau, maupun panas.
Local Fun
Yang berfungsi untuk menukar udara kotor dalam ruangan dengan udara bersih di luar ruangan
1.2.7. KONSEP KEAMANAN
Konsep Pencegahan Kebakaran
(5)
yang tinggi kepada pengguna hotel terutama pengunjung. Selain itu, sistem pengamanan ini dapat mengurangi kerugian materil apabila terjadi kebakaran.
Sistem pencegahan dan pemadaman kebakaran terbagi menjadi dua bagian :
a) Sistem pencegahan aktif
- Fire hydrant, biasanya diletakkan pada daerah strategis seperti koridor, daerah publik dan unit-unit kamar
- Fire extinguisher, berupa tabung yang berisi gas karbonmonoksida, buih yang diletakkan pada koridor dan daerah publik
- Fire sprinkler, yaitu alat pemadam kebakaran yang bekerja secara penuh dan otomatis, yang pada suhu tertentu akan mengeluarkan air yang diletakkan pada hampir semua ruang di area pusat gerontologi, kecuali ruang genset
- Smoke detector dan fire detector - Fire alarm, yang diletakkan di koridor b) Sistem pencegahan pasif
- Tangga darurat dengan pintu yang berbahan tahan api. Biasanya berjarak maksimal 25 meter dari titik ruang terjauh - Membuat minimal dua pintu dengan bukaan dua arah pada
(6)
Jenis alat bantu evakuasi antara lain :
- Lampu darurat - Pintu darurat - Tangga darurat
- Sistem pengendalian asap
- Komunikasi darurat (alarm, sinyal, sirine, telepon darurat, dll)
- Penunjuk arah tangga kebakaran (sign system), diletakan di koridor dan di atas pintu darurat.