K. H. ABDURRAHMAN WAHID DALAM MEMPERJUANGKAN HAK KELOMPOK MINORITAS DI INDONESIA

(1)

ii

K. H. ABDURRAHMAN WAHID DALAM MEMPERJUANGKAN HAK KELOMPOK MINORITAS

DI INDONESIA

(Abstrak)

Oleh

RIA ANGGRAINI

Ketika rezim Orde Baru berkuasa, pemerintah menetapkan kebijakan menyangkut eksistensi kelompok-kelompok minoritas di Indonesia salah satunya ialah minoritas etnis Tionghoa yang diharuskan membaur dalam masyarakat. Kebijakan yang disertai dengan dikeluarkannya berbagai peraturan terkait segala aspek kehidupan minoritas etnis Tionghoa, membuat sebagian besar masyarakat Tionghoa kesulitan memperoleh hak sipil-politiknya. Karenanya untuk memulihkan hak sipil-politik minoritas etnis Tionghoa, K. H. Abdurrahman Wahid melalui berbagai pemikiran dan tindakannya secara konsisten melakukan usaha-usaha untuk memperjuangkan hak minoritas etnis Tionghoa. Usaha tersebut dilakukan Abdurrahman Wahid baik sebelum maupun ketika ia menjabat sebagai presiden RI, hal itu dimaksudkan agar minoritas etnis Tionghoa dapat diakui keberadaannya sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apa sajakah usaha K. H. Abdurrahman Wahid dalam memperjuangkan hak minoritas etnis Tionghoa di Indonesia?. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui usaha-usaha K. H. Abdurrahman Wahid dalam memperjuangkan hak minoritas etnis Tionghoa di Indonesia.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian historis dengan teknik pengumpulan data melalui teknik studi kepustakaan dan teknik dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif.

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Usaha Abdurrahman Wahid memperjuangkan hak minoritas etnis Tionghoa telah dilakukan sebelum ia menjabat sebagai presiden, meliputi penyebarluasan pemikiran mengenai etnis Tionghoa yang dituangkan dalam bentuk tulisan baik berupa artikel maupun


(2)

iii

kolom, dan pemberian dukungan moral kepada individu dan kelompok minoritas etnis Tionghoa yang sedang mengalami permasalahan. Serangkaian usaha itu kemudian berlanjut ketika Abdurrahman Wahid menjabat sebagai presiden RI ke-4 menggantikan B. J. Habibie. Pada masa pemerintahannya, Abdurrahman Wahid mengembangkan wacana multikulturalisme yang mendorong diakuinya eksistensi budaya etnis Tionghoa. Selain itu, presiden Abdurrahman Wahid menetapkan kebijakan-kebijakan bagi etnis Tionghoa, meliputi: pertama, penghapusan Inpres No. 14 tahun 1967 melalui Keppres No. 6 tahun 2000 mengenai agama, kepercayaan dan adat istiadat Tionghoa. Kedua, mengakui kembali eksistensi agama Kong Hu Cu dengan mengeluarkan SE Mendagri No. 477/805/SJ tahun 2000. Ketiga, penghapusan berbagai larangan penerbitan buku/majalah dalam bahasa dan aksara Tionghoa. Keempat, penetapan Imlek sebagai hari libur fakultatif melalui SK Menteri Agama No. 13 tahun 2001 yang dilanjuti dengan dikeluarkannya SK Menteri Agama No. 14 tahun 2001.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa usaha Abdurrahman Wahid memperjuangkan hak minoritas etnis Tionghoa di Indonesia yang dilakukannya baik sebelum dan ketika ia menjabat sebagai presiden meliputi penyebarluasan pemikiran melalui tulisan, pemberian dukungan moral, pengembangan wacana multikulturalisme, dan penetapan kebijakan terhadap etnis Tionghoa pada akhirnya berhasil memulihkan hak sipil-politik minoritas etnis Tionghoa di Indonesia.

Ria Anggraini


(3)

iv

K. H. ABDURRAHMAN WAHID DALAM MEMPERJUANGKAN HAK KELOMPOK MINORITAS

DI INDONESIA

Oleh

RIA ANGGRAINI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(4)

i

K. H. ABDURRAHMAN WAHID DALAM MEMPERJUANGKAN HAK KELOMPOK MINORITAS

DI INDONESIA

(Skripsi)

Oleh

RIA ANGGRAINI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(5)

xiv

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Analisis Masalah ... 6

1. Identifikasi Masalah ... 6

2. Pembatasan Masalah ... 6

3. Rumusan Masalah... 7

C. Tujuan, Kegunaan, dan Ruang Lingkup Penelitian ... 7

1. Tujuan Penelitian ... 7

2. Kegunaan Penelitian ... 7

3. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA ... 10

A. Tinjauan Pustaka ... 10

1. Konsep Usaha K. H. Abdurrahman Wahid ... 10

2. Konsep Hak Minoritas ... 12

3. Konsep Etnis Tionghoa ... 15

B. Kerangka Pikir ... 17

C. Paradigma ... 18

III. METODE PENELITIAN ... 20

A. Metode Yang Digunakan ... 20

B. Variabel Penelitian ... 23

C. Teknik Pengumpulan Data ... 24

1. Teknik Kepustakaan ... 24

2. Teknik Dokumentasi ... 25

D. Teknik Analisis Data... 26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

A. HASIL ... 28

1. Gambaran Umum ... 28

1.1 Riwayat Hidup K. H. Abdurrahman Wahid ... 28

1.2 Proses Pengangkatan K. H. Abdurrahman Wahid Menjadi Presiden ... 37


(6)

xv

1.4 Pembatasan Hak Sipil-Politik Minoritas Etnis Tionghoa Masa

Orde Baru ... 51

2. Usaha-Usaha K. H. Abdurrahman Wahid dalam Memperjuangkan Hak Minoritas Etnis Tionghoa di Indonesia ... 57

2.1 Sebelum Menjabat Sebagai Presiden ... 57

2.1.1 Penyebarluasan Pemikiran Melalui Tulisan ... 57

2.1.2 Pemberian Dukungan Moral ... 62

2.2 Ketika Menjabat Sebagai Presiden ... 71

2.2.1 Pengembangan Wacana Mengenai Multikulturalisme... 71

2.2.2 Penetapan Kebijakan Bagi Etnis Tionghoa ... 75

2.2.2.1 Pencabutan Inpres No.14 Tahun 1967 tentang Pengaturan Kehidupan Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Tionghoa ... 75

2.2.2.2 Pengakuan Kembali Eksistensi Kong Hu Cu sebagai Agama ... 77

2.2.2.3 Pencabutan Larangan Penerbitan dan Percetakan dalam Bahasa dan Aksara Tionghoa ... 84

2.2.2.4 Penetapan Imlek sebagai Hari Libur Fakultatif ... 87

B. PEMBAHASAN ... 91

1. Usaha-Usaha K. H. Abdurrahman Wahid dalam Memperjuangkan Hak Minoritas Etnis Tionghoa di Indonesia ... 91

1.1 Sebelum Menjabat Sebagai Presiden ... 91

1.1.1 Peyebarluasan Pemikiran Melalui Tulisan ... 91

1.1.2 Pemberian Dukungan Moral ... 92

1.2 Ketika Menjabat Sebagai Presiden ... 95

1.2.1 Pengembangan Wacana Mengenai Multikulturalisme.... 95

1.2.2 Penetapan Kebijakan Bagi Etnis Tionghoa ... 96

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 104

A. Simpulan ... 104

B. Saran ... 105 DAFTAR PUSTAKA


(7)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kumpulan Pemikiran Abdurrahman Wahid mengenai Minoritas Etnis Tionghoa yang Dituangkan dalam Bentuk Tulisan

2. Artikel yang Ditulis oleh Abdurrahman Wahid mengenai Minoritas Etnis Tionghoa

3. Pandangan Abdurrahman Wahid Mengenai Proses Pembauran

4. Pengakuan Abdurrahman Wahid terhadap Eksistensi Etnis Tionghoa sebagai Wujud Multikulturalisme yang Dikembangkannya

5. Instruksi Presiden Nomor 14 tahun 1967 tentang Agama, kepercayaan, dan Adat Istiadat Tionghoa

6. Keputusan Presiden Nomor 6 tahun 2000 tentang Penghapusan Instruksi Presiden Nomor 14 tahun 1967 mengenai Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Tionghoa

7. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 477/805/Sj tahun 2000 tentang Penghapusan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 477/74054 tahun 1978 tentang Pengisian Kolom Agama

8. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 62/MPP/Kep/02 tahun 2001 tentang Perubahan Lampiran 1 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 230/MPP/Kep/7/1997 tentang Barang yang Diatur dalam Tata Niaga Impor

9. Media Bersegmentasi Orang Tionghoa yang Berkembang Pasca

Dihapuskannya Peraturan Mengenai Larangan Penerbitan dalam Bahasa dan Aksara Tionghoa

10. Keputusan Menteri Agama Nomor 13 tahun 2001 tentang Penetapan Hari Raya Imlek sebagai Hari Libur Fakultatif

11. Keputusan Menteri Agama Nomor 14 tahun 2001 tentang penetapan Tanggal Perayaan Hari Raya Imlek tahun 2001


(8)

xvii

13. Gambar Abdurrahman Wahid Ketika Mengucapkan Sumpah Jabatan Presiden tanggal 20 Oktober 1999

14. Gambar Presiden Abdurrahman Wahid Meninggalkan Istana Negara 15. Gambar Abdurrahman Wahid Bersama Warga Negara Indonesia

Keturunan Tionghoa Saat Menerima Penghargaan sebagai Bapak Tionghoa

16. Gambar Abdurrahman Wahid Ketika Menjadi Pembicara dalam Diskusi mengenai Pendayaan Potensi Etnis Tionghoa sebagai Komponen Bangsa

17. Gambar Abdurrahman Wahid Ketika Memberikan Pidato dalam Perayaan Imlek ke 2552 di Jakarta tahun 2001


(9)

viii

MOTTO

Dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh sesuatu selain apa yang telah diusahakannya

(QS. An-Najm (53): 39)

Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak

akan sampai setinggi gunung (QS. Al-Isra’ (17) : 37)


(10)

vi

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Drs. Iskandar Syah, M.H. ………

Sekretaris : Drs. Syaiful. M, M.Si. ………

Penguji

Bukan Pembimbing : Drs. Maskun, M.H. ………

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si. NIP. 19600315 198503 1 003


(11)

xiii

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini adalah : nama : Ria Anggraini

NPM : 0713033041 program studi : Pendidikan Sejarah

jurusan : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

alamat : Jl. Srimulyo 1 No. 09 Natar, Lampung Selatan

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Bandar Lampung, Februari 2012

Ria Anggraini NPM 0713033041


(12)

ix

PERSEMBAHAN

Seiring sujud syukur hamba kepada Allah SWT serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, ku persembahkan karya sederhana ini

untuk orang-orang yang sangat berharga dalam hidupku

Kedua orang tua tercinta yang selama ini telah berjuang tanpa lelah, memberi tanpa harap serta do’a yang tiada henti dalam setiap hembusan

nafasnya demi cita dan asaku.

Kakak dan Adik-adikku tersayang yang dengan cinta dan kasih kalian selalu mendukung dan mendo’akanku.


(13)

v

Judul Skripsi : K. H. ABDURRAHMAN WAHID DALAM

MEMPERJUANGKAN HAK KELOMPOK

MINORITAS DI INDONESIA

Nama Mahasiswa : Ria Anggraini Nomor Pokok Mahasiswa : 0713033041 Program Studi : Pendidikan Sejarah

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan Menyetujui

1. Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Iskandar Syah, M.H. Drs. Syaiful. M, M.Si. NIP. 19571011 198703 1 001 NIP. 19610703 198503 1 004

2. Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Sosial Pendidikan Sejarah

Drs. Iskandar Syah, M.H. Drs. Maskun, M.H.


(14)

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 31 Desember 1989. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Heriono dan Ibu Sri Mahdalena.

Penulis menyelesaikan pendidikan formal Sekolah Dasar di SDN 1 Penengahan Tanjung Karang selesai pada tahun 2001, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 1 Bandar Lampung selesai pada tahun 2004, dan Sekolah Menengah Umum di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Model Bandar Lampung selesai pada tahun 2007.

Pada tahun 2007, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis menyelesaikan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP 6 Bandar Lampung.


(15)

x

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

K. H. ABDURRAHMAN WAHID DALAM MEMPERJUANGKAN HAK KELOMPOK MINORITAS DI INDONESIA.

Dalam proses penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan kepada :

1. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. M. Thoha B. S. Jaya, M.S. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

3. Bapak Drs. Arwin Achmad, M.Si. selaku Pembantu Dekan II Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

4. Bapak Drs. Hi. Iskandar Syah, M.H. selaku Pembantu Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung dan selaku Pembimbing I sekaligus Pembimbing Akademik yang telah bersedia meluangkan waktunya dan kesediaannya untuk memberikan bimbingan,


(16)

xi

arahan, dukungan dan saran-saran kepada penulis dalam upaya penyelesaian tulisan ini.

5. Bapak Drs. Buchori Asyik, M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

6. Bapak Drs. Syaiful, M, M.Si. selaku Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktunya dan ketersediaannya untuk memberikan masukan, bimbingan, arahan, ilmu, saran-saran, kritik, dan motivasi dalam proses pengerjaan tulisan ini.

7. Bapak Drs. Maskun, M.H. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung dan selaku Penguji yang telah memberikan bimbingan, saran, dan masukan dalam upaya penyelesaian tulisan ini.

8. Bapak dan Ibu dosen Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang telah membimbing penulis selama menjadi mahasiswa di Program Studi Pendidikan Sejarah.

9. Ayahku Heriono dan Mamakku Sri Mahdalena yang selalu mengiringi

perjalanan hidupku dengan do’a, kasih sayang, nasehat serta selalu memberi motivasi untuk keberhasilanku.

10. Mbah Ijo’ dan Mbah Wedo’ yang selalu memberikan kasih sayang dan motivasi untuk keberhasilanku.

11. Mamas ku Rangga Saputra dan Adik-adikku Deni Prakoso dan Erna

Febriani yang selalu berdo’a dan memperhatikanku, senyum, amarah dan canda kalian menjadi semangat dalam menjalani hari-hari ku yang tak selalu indah.


(17)

xii

12. Mbak Yati dan Mbak Yani yang selalu bersedia menemani ke tempat yang

ku tuju dan motivasi untuk keberhasilanku.

13. Sahabat-sahabat terbaikku, Novia, Ericka, Dila, Neni, Era, terima kasih sahabat untuk semua kebersamaan kita yang tidak akan pernah bisa terulang dan kesetiaan kalian yang selalu ada di saat suka dan duka ku.

14. Teman-temanku angkatan ’07, Aan, Koko, Benk, Erwin, Ardi, Ago, Mega,

Ririn, Ui, Gris, Mimi, Pipit, Apri, Arlen, Ina, Meli, Desi, Yana, Dinar, Nining, Binti, Yessi, Diaz, Upik, Shiro, Nunik, Okta, Anis, Tia, Nuraini, Farah, Tami, Yogi, Juli, Nine, Wahyu, Togar, Hendra dan seluruh anak 07 NR terima kasih atas kebersamaan yang dihadirkan selama ini.

15. Kakak-kakak tingkatku Mbak Iis, Mbak Win, Mbak Ara, Mbak Tessa, Mbak

Desna, Mbak Desta, Kak Hendri, Kak Deka terima kasih atas bantuan dan dukungan yang sangat berarti bagi ku.

16. Teman-teman PPL ku di SMP 6 Bandar Lampung, Andi, Palupi, Mb Casi,

Zul, Sesil, Maya, Ayu, Winda, Mega dan Firman, terima kasih untuk pengalaman yang telah kalian berikan.

17. Semua Pihak yang telah membantu hingga terselesainya tulisan ini.

Hanya Allah SWT yang akan membalas kebaikan yang telah kalian berikan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bermanfaat bagi yang membacanya. Amin.

Bandar Lampung, Februari 2012


(18)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hampir semua negara majemuk termasuk Indonesia mempunyai kelompok minoritas dalam wilayah nasionalnya. Kelompok minoritas diartikan sebagai kelompok-kelompok perorangan dengan jumlah kecil yang tidak dominan dalam masyarakat serta memiliki karakteristik etnis, agama, bahasa dan ikatan kultural berbeda dari mayoritas penduduk (Kusumaatmadja, 2007: 5). Pada masa pemerintahan Orde Baru (1966-1998) pemerintah menetapkan kebijakan yang ditujukan agar kelompok minoritas berbaur dalam identitas kebudayaan masyarakat mayoritas. Hal ini dimaksudkan untuk membentuk identitas nasional berdasarkan identitas budaya mayoritas masyarakat Indonesia.

Kebijakan tersebut direalisasikan pemerintah dengan dikeluarkannya peraturan-peraturan yang cenderung membatasi hak-hak kelompok minoritas untuk menjalankan identitas mereka. Kondisi demikian nampak terjadi pada kelompok minoritas agama dan kepercayaan lokal. Pada tahun 1978, pemerintah memberikan pendefinisian mengenai ”agama resmi dan tidak resmi”. Pendefinisian ini muncul dalam bentuk Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 477/74054 tahun 1978 yang menyebutkan bahwa agama yang diakui pemerintah


(19)

2 ialah agama Islam, Katolik, Kristen/Protestan, Hindu, dan Budha (Taher(ed), 2009: 339).

Dengan adanya surat edaran tersebut, maka agama minoritas seperti Kong Hu Chu dan kepercayaan lokal masyarakat tidak diakui keberadaannya oleh pemerintah. Pemerintah justru menganjurkan penganut agama minoritas dan kepercayaan di luar agama resmi untuk menganut salah satu dari agama yang diakui pemerintah. Kondisi demikian berdampak pada hak sipil-politik masyarakat penganut agama minoritas dan kepercayaan lokal yang tetap menganut kepercayaannya. Mereka kesulitan mengakses pencatatan pernikahan, ketidakbebasan dalam penulisan kolom agama sesuai dengan kepercayaan yang dianut, dan sebagainya.

Hal serupa dialami pula oleh kelompok minoritas etnis Tionghoa. Keberadaan minoritas etnis Tionghoa di nusantara seringkali dianggap sebagai sebuah masalah. Etnis Tionghoa dipandang sebagai kelompok eksklusif yang memisahkan diri dari pribumi dan tidak mau berbaur dalam masyarakat Indonesia, terlebih lagi ada kecurigaan bahwa etnis Tionghoa terlibat dalam pemberontakan partai komunis 1965. Karenanya untuk mengatasi masalah Cina sekaligus membaurkan etnis Tionghoa ke dalam masyarakat pribumi, pemerintah Orde Baru memutuskan untuk menerapkan kebijakan asimilasi bagi orang-orang Tionghoa yang berada di

Indonesia baik itu Tionghoa totok maupun Tionghoa peranakan yang hakikatnya

telah berbaur dengan masyarakat.

Agar proses asimilasi berjalan cepat dan efektif, pemerintah mengeluarkan peraturan-peraturan terkait kehidupan etnis Tionghoa di Indonesia. Dalam hal ini menurut Leo Suryadinata yang dikutip oleh I Wibowo (ed) dalam bukunya yang


(20)

3 berjudul ”Retrospeksi dan Rekontekstualisasi Masalah Cina” menyatakan bahwa terdapat sejumlah peraturan yang telah ditetapkan pemerintah berkenaan kelompok Tionghoa, meliputi:

− Keputusan Presidium Kabinet No. 127/U/Kep/12 tahun 1966 mengenai

pergantian nama, dalam hal ini pemerintah menganjurkan bagi warga keturunan yang masih menggunakan nama Tionghoa untuk segera mengubah nama mereka menjadi nama Indonesia.

− Penutupan semua sekolah berbahasa Tionghoa dan pelarangan

penerbitan majalah maupun surat kabar yang menggunakan aksara Cina.

− Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Republik Indonesia No.

SE-06/PresKab/6 tahun 1967. Surat tersebut memutuskan untuk melarang penggunaan kata ”Tionghoa” dan menggantikannya dengan kata ”Cina”.

− Instruksi Presiden No. 14 tahun 1967 mengenai agama, kepercayaan

dan adat istiadat keturunan Cina.

− Keputusan Presiden No. 240 tahun 1967 mengenai kebijakan pokok

yang menyangkut WNI keturunan asing.

− Instruksi Presidium Kabinet No. 37/U/IN/6 tahun 1967 mengenai

kebijakan pokok penyelesaian masalah Cina (Wibowo, 1999: 4). Dengan adanya berbagai peraturan ini secara langsung maupun tidak, pemerintah Orde Baru memberikan pembatasan-pembatasan bagi etnis Tionghoa untuk menjalankan aspek kehidupannya di luar aspek ekonomi. Kebijakan pemerintah yang cenderung membatasi kegiatan etnis Tionghoa membuat etnis Tionghoa kesulitan untuk memperoleh hak sipil-politiknya.

Banyak pihak yang tidak setuju dengan kebijakan pemerintah yang memberikan pembatasan atas aktivitas kelompok minoritas baik itu minoritas agama maupun minoritas etnis Tionghoa, salah satunya ialah K. H. Abdurrahman Wahid. K. H. Abdurrahman Wahid yang saat itu menjabat sebagai ketua umum PBNU mulai bersikap kritis atas kebijakan-kebijakan Soeharto yang kurang berpihak pada minoritas agama dan minoritas etnis Tionghoa.


(21)

4 Sikap kritis tersebut ditunjukan Abdurrahman Wahid secara nyata dengan melakukan berbagai usaha guna memperjuangkan hak kelompok minoritas agama. Usahanya tersebut meliputi pembentukan Forum Demokrasi yang dimaksudkan untuk meminimalisir berkembangnya sektarian dalam agama, pengadaan dialog antarumat beragama, pemberian perlindungan bagi kelompok agama minoritas dalam menjalankan kegiatan keagamaannya, seperti halnya yang ia lakukan kepada penganut agama Kristen di Situbondo, Jawa Timur ketika terjadi peristiwa kerusuhan tanggal 10 Oktober 1996. Pasca kerusuhan Abdurrahman Wahid menciptakan jejaring muda NU guna mencegah teror lebih lanjut dengan mengorganisir patroli keamanan di gereja-gereja. (Sulistyo, dkk(ed), 2010: 232), Abdurrahman Wahid juga turut serta membantu jemaat gereja membangun kembali tempat peribadatan yang rusak.

Selain itu Abdurrahman Wahid juga melakukan serangkaian usaha untuk memperjuangkan hak-hak minoritas etnis Tionghoa yang dibatasi pemerintah guna mempercepat pembauran, usaha tersebut diwujudkan melalui pemikiran-pemikiran mengenai minoritas etnis Tionghoa yang dituangkannya dalam tulisan di berbagai surat kabar dan melalui pemberian dukungan moral yang ditujukan kepada individu dari minoritas etnis Tionghoa yang tengah menghadapi kesulitan.

Pada tanggal 21 Mei 1998, pemerintah Orde Baru tumbang dan digantikan dengan B. J. Habibie. Namun tampuk pemerintahan B. J. Habibie tidak berlangsung lama, melalui SU MPR hasil pemilu 1999 terpilihlah K. H. Abdurrahman Wahid sebagai presiden. Terpilihnya Abdurrahman Wahid sebagai presiden membuka


(22)

5 kesempatan bagi kelompok-kelompok minoritas untuk memperoleh kesetaraan atas hak-haknya.

Pada masa pemerintahannya, Abdurrahman Wahid tetap menunjukan konsistensinya untuk melakukan usaha memperjuangkan hak kelompok minoritas agar memperoleh kesetaraan. Terhadap minoritas etnis Tionghoa, usahanya tersebut diwujudkan dengan penghapusan kebijakan asimilasi dan mengembangkan wacana mengenai multikulturalisme, serta menetapkan berbagai kebijakan yang ditujukan bagi minoritas etnis Tionghoa.

Pada masa pemerintahannya pula Abdurrahman Wahid melakukan usaha memperjuangkan hak perempuan Indonesia yang merupakan minoritas dalam kehidupan politik. Perempuan di seluruh dunia secara kuantitatif merupakan mayoritas, namun dari segi status, partisipasi dalam politik, dan prospek hidup diperlakukan sebagai minoritas (Tan, 2008: 266). Usaha Abdurrahman Wahid tersebut direalisasikan dengan penyusunan RUU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) yang kemudian disahkan pada masa pemerintahan Megawati. Ia juga melakukan perlawanan terhadap fatwa haram bagi perempuan mengenai kepemimpinan seorang perempuan dalam pemerintahan dan sebagai pembuktian atas perlawanannya itu, serta penerapan kebijakan affirmative action bagi perempuan dalam bidang politik. Dengan begitu, kaum perempuan memiliki kesempatan yang lebih untuk memiliki peranan dalam politik di Indonesia.

Serangkaian usaha yang dilakukan K. H. Abdurrahman Wahid dalam rangka memperjuangkan hak kelompok minoritas yang ada di Indonesia baik itu minoritas agama, minoritas etnis Tionghoa, maupun hak kaum perempuan dalam


(23)

6 kehidupan politik merupakan bentuk kepeduliannya terhadap keberagaman dan kepeduliannya pada kesetaraan setiap masyarakat. K. H. Abdurrahman Wahid berusaha dengan sekuat tenaga untuk memulihkan hak-hak kelompok minoritas agar hak tersebut tetap dilindungi dan dijamin oleh negara berdasarkan yang tercantum dalam UUD 1945.

B. Analisis Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka identifikasi masalah yang dapat diambil adalah sebagai berikut :

1. Usaha K. H. Abdurrahman Wahid dalam memperjuangkan hak minoritas

agama di Indonesia.

2. Usaha K. H. Abdurrahman Wahid dalam memperjuangkan hak minoritas etnis

Tionghoa di Indonesia.

3. Usaha K. H. Abdurrahman Wahid dalam memperjuangkan hak kaum

perempuan sebagai minoritas dalam kehidupan politik di Indonesia.

2. Pembatasan Masalah

Agar masalah yang dibahas kajiannya tidak terlalu meluas, maka penulis membatasi masalah ini pada Usaha K. H. Abdurrahman Wahid dalam memperjuangkan hak minoritas etnis Tionghoa di Indonesia. Dengan adanya pembatasan masalah tersebut, diharapkan dalam penyusunan penelitian ini dapat sesuai dengan tujuan penelitian.


(24)

7

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Apa sajakah usaha K. H. Abdurrahman Wahid dalam memperjuangkan hak minoritas etnis Tionghoa di Indonesia?”

C. Tujuan, Kegunaan dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Secara teoritis tujuan penulisan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apasaja usaha K. H. Abdurrahman Wahid dalam memperjuangkan hak minoritas etnis Tionghoa di Indonesia.

2. Kegunaan Penelitian

a. Bagi peneliti, para pembaca maupun pihak lainnya hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan tambahan pengetahuan dan informasi mengenai Usaha K. H. Abdurrahman Wahid dalam Memperjuangkan Hak Minoritas Etnis Tionghoa di Indonesia.

b. Sebagai suplemen bahan ajar pada mata pelajaran sejarah di SMA kelas XII semester I pada sub pokok bahasan Reformasi di Indonesia.


(25)

8

3. Ruang Lingkup Penelitian

1. Objek Penelitian : Usaha dalam Memperjuangkan Hak Minoritas Etnis

Tionghoa

2. Subjek Penelitian : K.H. Abdurrahman Wahid

3. Tempat Penelitian : Perpustakaan Daerah Lampung dan Perpustakaan

Universitas Lampung

4. Waktu Penelitian : Tahun 2011

5. Temporal : Tahun 1990-2001


(26)

9

REFERENSI

Sarwono Kusumaatmadja. 2007. Politik dan Hak Minoritas. Jakarta: Koekoesan. Halaman 5

Elza Peldi Taher (ed). 2009. Merayakan Kebebasan Beragama: Bunga Rampai Menyambut 70 Tahun Djohan Effendi. Jakarta: Kompas. Halaman 339 I Wibowo (ed). 1999. Retrospeksi dan Rekontekstualisasi Masalah Cina. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama. Halaman 4

Hermawan Sulistyo dkk (ed). 2010. Sejuta Gelar untuk Gus Dur. Jakarta: Pensil-324. Halaman 232

Mely G Tan. 2008. Etnis Tionghoa di Indonesia; Kumpulan Tulisan. Jakarta:


(27)

10

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR

DAN PARADIGMA

A. Tinjauan Pustaka

1. Konsep Usaha K. H. Abdurrahman Wahid

Usaha merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan, dapat pula dikatakan bahwa usaha adalah sebuah pengharapan yang dilakukan dengan berbagai cara untuk mencapai apa yang diinginkan. Menurut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, usaha diartikan sebagai kegiatan dengan mengerahkan tenaga, pikiran atau badan untuk mencapai maksud, pekerjaan, perbuatan prakarya dan daya upaya untuk mencapai sesuatu (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1990: 997). Menurut W. J. S. Poerwadarminta, usaha merupakan segala kegiatan dengan mengerahkan tenaga, pikiran atau badan untuk mencapai suatu maksud (Poerwadarminta, 1985: 1136).

Berdasarkan pendapat di atas, maka usaha adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh individu dengan mengerahkan tenaga, pikiran maupun badan untuk mencapai suatu tujuan serta menghasilkan sesuatu yang diharapkan.

K. H. Abdurrahman Wahid merupakan sosok tokoh yang unik dan bersifat multidimensi baik di dalam lingkungan kulturalnya sendiri yaitu Nahdatul Ulama (NU) maupun bagi bangsa Indonesia. Kontroversial merupakan kata atau istilah


(28)

11 yang tepat untuk ditujukan pada figur Abdurrahman Wahid. Kekontroversiannya setidaknya muncul karena banyaknya kemampuan yang dimilikinya serta karakter yang berbeda dari manusia kebanyakan. Seperti yang dikemukakan oleh Ahmad

Suaedy dan Abdalla dalam bukunya Gila Gus Dur, Wacana Pembaca

Abdurrahman Wahid:

Dalam pandangan kami, K. H. Abdurrahman Wahid setidaknya mempunyai tiga wajah yang menonjol: sebagai tokoh agama, budayawan, dan politisi. Ketiga peran itu dimainkan secara bergantian dalam kurun waktu yang sama. Ketika berada di tengah komunitas NU, dia berperan sebagai ulama sekaligus ketua PBNU. Ketika berada di Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), dia berperan sebagai budayawan. Ketika bertemu dengan Megawati, B. J. Habibie, Wiranto dan tokoh politik lainnya, maka saat itu Wahid dikatakan sedang memainkan peran politisi (Suaedy dan Abdalla, 2008: 1).

Selain sebagai tokoh muslim Indonesia, budayawan dan pemimpin politik, K. H. Abdurrahman Wahid merupakan sosok pejuang pluralisme dan humanisme yang memiliki konsistensi dalam memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan. Perjuangan akan nilai-nilai kemanusiaan terlihat ketika ia memerhatikan nasib kalangan kecil yang tertindas, termasuk kelompok minoritas (Rifai, 2010: 4).

Menurut Hermawan Sulistyo, dkk (ed) dalam bukunya yang berjudul Sejuta Gelar

Untuk Gus Dur, K. H. Abdurrahman Wahid adalah pejuang pluralisme dan

multikulturalisme. Beliau selama ini berusaha memperjuangkan hak-hak kaum minoritas baik dalam segi sosial budaya maupun hak dalam berpolitik (Sulistyo, dkk (ed), 2010: 255).

Konsistensi K. H. Abdurrahman Wahid dalam memperjuangkan hak kelompok minoritas tertindas diwujudkannya melalui serangkaian usaha. Usahanya tersebut tidak saja dilakukan ketika ia menjabat sebagai Presiden RI ke-4 tahun 1999


(29)

12 hingga 2001. Akan tetapi, jauh sebelum ia memegang jabatan sebagai kepala negara, K. H. Abdurrahman Wahid telah melakukan usaha memperjuangkan hak kelompok minoritas baik minoritas agama, maupun minoritas etnis Tionghoa baik melalui tindakan, pemikiran yang dituangkan dalan tulisan maupun dengan pemberian dukungan moral.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa K. H. Abdurrahman Wahid merupakan tokoh multidimensi yang tidak hanya berperan sebagai tokoh agama, budayawan maupun politisi, Wahid juga berperan sebagai tokoh humanisme yang memperjuangkan hak-hak kelompok minoritas yang ada di Indonesia untuk diperlakukan sesuai dengan haknya sebagai sesama warga negara Indonesia.

Dalam kaitannya dengan penelitian ini maka usaha K. H. Abdurrahman Wahid dalam memperjuangkan hak minoritas etnis Tionghoa adalah segala sesuatu yang dilakukan Abdurrahman Wahid baik sebelum dan ketika ia menjabat sebagai presiden RI ke-4 melalui serangkaian pemikiran, pemberian dukungan moral, pengembangan wacana, hingga penetapan kebijakan-kebijakan bagi etnis Tionghoa yang pada akhirnya dapat memulihkan hak sipil-politik minoritas etnis Tionghoa yang sempat dibatasi oleh berbagai peraturan pemerintah pada masa Orde Baru.

2. Konsep Hak Minoritas

Menurut Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, hak adalah


(30)

13 tercantum dalam berbagai aturan dan perundang-undangan (Poerwadarminta, 1985 : 339). Sedangkan menurut Kusumah, hak secara definitif berarti kekuasaan atau wewenang yang dimiliki seseorang atas sesuatu hal (Kusumah, 1986: 122). Berdasarkan pendapat di atas, maka hak ialah suatu kewenangan yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan sesuatu sebagaimana yang telah tercantum dalam perundang-undangan.

Menurut Hassan Shadily dalam Ensiklopedi Indonesia, minoritas adalah

golongan-golongan dalam masyarakat yang dihadapan golongan-golongan yang lebih kuat mempunyai kedudukan sosial yang lebih rendah, kekuasaan, martabat, dan hak yang lebih sempit (Shadily, 1983 : 2257).

Menurut Jules Deschennes yang di kutip Hikmat Budiman dalam buku Hak

Minoritas: Dilema Multikulturalisme di Indonesia menjelaskan bahwa kelompok

minoritas ialah:

Kelompok minoritas sebagai kelompok warga negara dalam jumlah kecil yang memiliki karakteristik etnis, agama atau bahasa yang berbeda dari mayoritas penduduk, tidak mempunyai posisi dominan dalam negara, memiliki solidaritas terhadap kelompok lain, mempunyai semangat kebersamaan untuk memperoleh kesetaraan dengan kelompok lain dan persamaan hak dihadapan hukum (Budiman, 2005: 10).

Maka minoritas merupakan suatu kelompok yang tidak dominan dalam suatu negara, kelompok-kelompok tersebut memiliki karakteristik etnis, agama, dan bahasa yang berbeda dari mayoritas penduduk. Walaupun sebagai minoritas yang tidak dominan dalam masyarakat, mereka tetap memiliki hak-hak yang sama dengan mayoritas penduduk. Pemerintah menjamin sepenuhnya hak-hak minoritas sebagaimana yang tertuang dalam konstitusi negara.


(31)

14

Hak-hak minoritas tersebut tercantum pula dalam deklarasi PBB mengenai perlindungan terhadap hak minoritas, meliputi:

1. Perlindungan negara terhadap eksistensi dan identitas suku, agama, budaya, dan bahasa mereka (Pasal 1)

2. Hak menikmati kebudayaan mereka, menganut dan menjalankan

agama dan menggunakan bahasa mereka sendiri baik dalam kelompok mereka maupun dalam masyarakat (Pasal 2 ayat 1)

3. Hak berpartisipasi dalam kehidupan budaya, agama, sosial, ekonomi, dan publik (Pasal 2 ayat 2)

4. Hak turut serta dalam keputusan-keputusan yang mempengaruhi

mereka di tingkat nasional dan regional (Pasal 2 ayat 3)

5. Hak mendirikan dan memelihara perkumpulan-perkumpulan mereka

sendiri (Pasal 2 ayat 4)

6. Hak mempertahankan hubungan damai dengan anggota-anggota lain dalam kelompok mereka dan dengan orang-orang yang termasuk dalam kelompok minoritas lain, baik dalam wilayah negara mereka sendiri maupun melampaui batas-batas negara (Pasal 2 ayat 5); dan 7. Kebebasan untuk melaksanakan hak mereka tanpa diskriminasi, baik

secara perorangan maupun dalam masyarakat dengan anggota-anggota lain dalam kelompok mereka (Pasal 3)

(Kusumaatmadja, 2007: 11-12).

Dengan adanya deklarasi PBB mengenai hak minoritas, pemerintah wajib melindungi dan menjamin kebebasan akan hak-hak minoritas dari segala macam gangguan yang dapat membatasi atau menghilangkan hak tersebut.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hak minoritas merupakan wewenang atau hak-hak yang dimiliki kelompok minoritas untuk mendukung kehidupan kelompok minoritas baik itu minoritas agama maupun etnis dalam menjalankan kehidupan mereka dan mencegah kemungkinan terjadinya diskriminasi serta ancaman dari kelompok mayoritas. Hak minoritas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hak-hak yang dimiliki minoritas etnis Tionghoa sebagai bagian dari bangsa Indonesia untuk menjalankan kehidupan tanpa ada pembatasan ataupun diskriminasi dari pihak-pihak tertentu sebagaimana


(32)

15 yang tercantum dalam UUD 1945. Hak-hak tersebut erat kaitannya dengan hak sipil-politik etnis Tionghoa sebagaimana yang tertuang dalam dasar konstitusi negara RI.

3. Konsep Etnis Tionghoa

Etnis Tionghoa merupakan kelompok-kelompok sosial dan budaya yang merupakan keturunan Cina yang tinggal di luar RRC dan Taiwan (Depdikbud, 1989 : 237). Menurut Leo Suryadinata, etnis Tionghoa merupakan istilah yang digunakan untuk menyebutkan orang-orang Tionghoa atau warga negara dataran Cina yang bermukim di negeri asing (Suryadinata, 1999 : 15).

Kata Tionghoa adalah kata khas Indonesia yang tidak akan ditemukan dalam masyarakat di negara-negara lain. Kata Tionghoa berasal dari kata Chung-Hwa yang merupakan suatu gerakan masyarakat di akhir abad ke-19 untuk terlepas dari belenggu kekuasaan Kerajaan di Cina dan membentuk suatu negara baru di negara-negara lain termasuk Indonesia dengan melupakan negara Cina namun tidak melupakan tradisi dan nilai-nilai luhur kebudayaan tempat di mana mereka berasal.

Istilah Tionghoa mulai digunakan di Indonesia pada awal abad ke-20 untuk menyebut rakyat Tiongkok, termasuk mereka yang berada di perantauan. Tiongkok sendiri menggunakan istilah itu untuk menyebut bangsanya tetapi dengan memakai istilah hua-ch’iao atau huakiauw dalam lafalan hokkian untuk orang-orang tionghoa di daerah rantauan. Istilah Tionghoa digunakan untuk


(33)

16 mengganti kata ” Cina ” yang memiliki konotasi negatif karena sering digunakan dalam nada merendahkan.

Sama halnya dengan masyarakat Indonesia yang heterogen, minoritas etnis Tionghoa di Indonesia juga merupakan minoritas yang heterogen. Menurut Leo Suryadinata dalam bukunya yang berjudul Etnis Tionghoa dan Nasionalisme

Indonesia; Sebuah Bunga Rampai 1965-2008, menyatakan:

Etnis Tionghoa di Indonesia merupakan minoritas yang heterogen. Secara kultural mereka terbagi atas orang Tionghoa peranakan dan orang

Tionghoa totok. Peranakan adalah orang Tionghoa yang telah lama tinggal

di Indonesia dan umumnya telah berbaur dengan budaya dan masyarakat pribumi. Sedangkan Tionghoa totok merupakan pendatang baru yang masih menguasai bahasa Tiongkok dan belum terbaur dalam budaya masyarakat pribumi. Dalam hal agama, sebagian besar orang Tionghoa menganut Kong Hu Chu, Buddhisme, dan Tridharma namun banyak pula yang memeluk agama Katolik, Kristen, dan Islam. Dalam orientasi politik, ada yang pro Beijing atau pro Taipen tetapi lebih banyak lagi yang pro Jakarta. Dalam hal perekonomian, banyak yang berada pada lapisan ekonomi atas tetapi lebih banyak lagi yang berada pada lapisan ekonomi menengah (Suryadinata, 2010: 183-184).

Dengan demikian, etnis Tionghoa adalah suatu kelompok dalam masyarakat yang berasal dari warga dataran Cina yang bermukim di negeri asing. Etnis Tionghoa yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah suatu kelompok masyarakat warga keturunan Cina yang bermukim di Indonesia dan memiliki kekhasan budaya yang berbeda dengan penduduk Indonesia serta memiliki hak-hak yang sama dengan mayoritas penduduk.


(34)

17

B. Kerangka Pikir

Pembatasan atas hak sipil-politik minoritas etnis Tionghoa guna mempercepat proses asimilasi total membuat minoritas etnis Tionghoa kesulitan dalam menjalankan aspek kehidupannya. Pembatasan tersebut tentunya bertentangan dengan konstitusi UUD 1945 yang di dalamnya menjamin setiap aspek kehidupan masyarakatnya. Atas dasar itulah, K. H. Abdurrahman Wahid yang saat itu menjabat sebagai Ketua Umum PBNU turut melakukan serangkaian usaha untuk memperjuangkan hak minoritas Tionghoa. Hal itu dilakukan K. H. Abdurrahman Wahid karena ia memandang bahwa setiap kelompok masyarakat tanpa memandang ras, etnis, agama, dan budayanya tak terkecuali minoritas etnis Tionghoa merupakan warga negara yang wajib dijamin haknya oleh negara, ia tidak setuju bila ada negara yang membatasi hak-hak warganya guna membaurkan sebuah masyarakat ke dalam masyarakat lainnya.

Usaha Abdurrahman Wahid memperjuangkan hak minoritas Tionghoa telah dirintis semenjak ia belum menjabat sebagai presiden. Pada tahun 1990 Abdurrahman Wahid mulai mengemukakan pemikiran mengenai minoritas Tionghoa yang dituangkannya melalui tulisan. Selain dalam bentuk tulisan, Abdurrahman Wahid juga memberikan dukungan moral yang ditujukannya kepada individu ataupun masyarakat keturunan Tionghoa yang sedang menghadapi permasalahan terkait hak-haknya.

Usaha Abdurrahman Wahid memperjuangkan hak minoritas Tionghoa berlanjut ketika ia terpilih menjadi presiden RI ke-4 (1999-2001) menggantikan B. J. Habibie. Pada masa pemerintahannya, Abdurrahman Wahid mengembangkan


(35)

18 wacana mengenai multikulturalisme dan menetapkan berbagai kebijakan bagi etnis Tionghoa terkait eksistensi etnis Tionghoa dan budayanya di Indonesia. Serangkaian usaha yang dilakukan Abdurrahman Wahid baik sebelum dan ketika ia menjabat sebagai presiden diharapkan dapat memulihkan hak sipil-politik minoritas etnis Tionghoa. Sehingga dengan begitu keberadaan etnis Tionghoa dan haknya sebagai bagian bangsa dapat diakui oleh masyarakat mayoritas.

C. Paradigma

Keterangan :

: Garis Usaha : Garis Hasil

K. H. Abdurrahman Wahid Memperjuangkan Hak Minoritas Etnis Tionghoa

Pulihnya Hak Sipil-Politik Minoritas Etnis Tionghoa

Sebelum Menjabat Sebagai Presiden :

1. Penyebarluasan Pemikiran Melalui Tulisan

2. Pemberian Dukungan Moral

Ketika Menjabat Sebagai Presiden :

1. Pengembangan Wacana

Multikulturalisme 2. Penetapan


(36)

19

REFERENSI

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1990. Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Halaman 997

W. J. S. Poerwadarminta. 1985. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Halaman 1136

Ahmad Syaedy dan Ulil Abshar Abdalla. 2008. Gila Gus Dur: Wacana Pembaca

Abdurrahman Wahid. Yogyakarta: LkiS. Halaman 1

Muhammad Rifai. 2010. Gus Dur: Biografi Singkat 1940-2009. Yogyakarta: Garasi House of Book. Halaman 4

Hermawan Sulistyo, dkk(ed). 2010. Sejuta Gelar Untuk Gus Dur. Jakarta: Pensil-324. Halaman 255

W. J. S. Poerwadarminta. 1985. Op Cit. Halaman 339

Suriah Kusumah, dkk. 1986. Kewargaan Negara. Jakarta: Karunika. Halaman 122 Hassan Shadily. 1983. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve.

Halaman 2257

Hikmat Budiman. 2005. Hak Minoritas: Dilema Multikulturalisme di Indonesia. Jakarta: The Interseksi Foundation-TIFA. Halaman 10

Sarwono Kusumaatmadja. 2007. Politik dan Hak Minoritas. Jakarta: Koekoesan. Halaman 11-12

Depdikbud. 1989. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: PT. Citra Adipustaka. Halaman 237

Leo Suryadinata. 1999. Etnis Tionghoa dan Pembangunan Bangsa. Jakarta: LP3ES. Halaman 15

---. 2010. Etnis Tionghoa dan Nasionalisme Indonesia; Sebuah


(37)

20

III. METODE PENELITIAN

A. Metode yang digunakan

Penggunaan metode dalam suatu penelitian merupakan suatu hal yang penting, hal ini dikarenakan metode merupakan faktor yang penting dalam memecahkan suatu masalah bagi sebuah penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat Husin Sayuti bahwa metode merupakan suatu cara atau jalan sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah kinerja yaitu cara kerja untuk memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu tersebut (Sayuti, 1989 : 32), sedangkan menurut Surachmad metode adalah suatu cara utama yang digunakan untuk mencapai tujuan, misalnya untuk menguji hipotesis dengan menggunakan tehnik atau alat-alat tertentu (Surachmad, 1984 : 121).

Berdasarkan kedua pengertian metode di atas, maka dapat dijelaskan bahwa metode adalah suatu cara ilmiah yang digunakan untuk memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu tertentu yang dapat menguji suatu kebenaran guna mencapai tujuan yang diharapkan.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian historis. Nugroho Notosusanto mengemukakan bahwa Metode Historis adalah sebagai berikut :


(38)

21 Metode historis merupakan sekumpulan prinsip-prinsip yang sistematis yang dimaksudkan untuk memberikan bantuan secara efektif dalam usaha mengumpulkan bahan-bahan bagi sejarah, menilai secara kritis dan kemudian menyajikan suatu sintesa daripada hasil-hasilnya biasanya dalam bentuk tertulis (Notosusanto, 1984 : 11).

Menurut Hadari Nawawi dalam bukunya Metode Penelitian Bidang Sosial,

menjelaskan:

Metode historis adalah prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan data masa lampau atau peninggalan-peninggalan, baik untuk memahami kejadian atau suatu keadaan yang berlangsung pada masa lampau terlepas dari keadaan masa sekarang maupun untuk memahami kejadian atau suatu keadaaan masa sekarang dalam hubungannya dengan kejadian atau keadaan masa lalu (Nawawi, 1983 : 68).

Sedangkan menurut Hugiono dan Poerwanta metode sejarah hendaknya diartikan lebih luas, tidak hanya pelajaran mengenai analisis kritik saja melainkan juga meliputi usaha sintesa daripada data yang ada sehingga menjadi penyajian dan kisah sejarah yang dapat dipercaya (Hugiono dan Poerwanta, 1992 : 25).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode historis adalah cara yang digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah dengan mengumpulkan fakta dan data berupa arsip-arsip atau dokumen yang disusun secara sistematis dan evaluasi yang objektif dari data yang berhubungan dengan kejadian masa lampau untuk memahami kejadian atau keadaan baik masa lalu atau masa sekarang.

Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh dalam penelitian historis menurut Nugroho Notosusanto meliputi :

1. Heuristik adalah proses mencari dan menemukan data-data atau sumber-sumber sejarah

2. Kritik adalah menyelidiki apakah jejak-jejak sejarah sejati baik isi maupun bentuknya

3. Interpretasi adalah setelah mendapatkan fakta-fakta yang diperlukan maka kita merangkaikan fakta-fakta itu menjadi keseluruhan yang masuk akal.


(39)

22 4. Historiografi adalah suatu kegiatan penulisan dalam bentuk laporan hasil

penelitian

(Notosusanto, 1984 : 36).

Berdasarkan langkah-langkah penelitian historis diatas, maka langkah-langkah penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah :

1. Heuristik

Peneliti mencoba mencari dan mengumpulkan data-data yang diperlukan dan berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. Pada tahap ini peneliti melakukan pencarian terhadap sumber-sumber penelitian yang dapat berupa buku, majalah, koran, arsip, maupun dokumen-dokumen yang akan dijadikan referensi dalam melakukan penelitian.

2. Kritik

Setelah data terkumpul, kegiatan peneliti selanjutnya adalah melakukan kritik terhadap sumber-sumber yang telah didapat untuk menguji apakah data yang diperoleh tersebut valid dan dapat menunjang kegiatan penelitian yang akan dilaksanakan. Kritik yang diberikan dapat berupa kritik internal dan kritik eksternal. Kritik internal bertujuan untuk meneliti kebenaran isi dari sumber yang telah didapat. Sedangkan kritik eksternal bertujuan untuk melihat apakah data yang didapat tersebut asli atau palsu. 3. Interpretasi

Pada tahap ini peneliti melakukan penafsiran terhadap data-data yang telah didapatkan. Interpretasi dilakukan sebagai upaya untuk merangkaikan fakta-fakta yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan agar menjadi keseluruhan yang masuk akal.


(40)

23 4. Historiografi

Pada tahap terakhir ini dilakukan perangkaian fakta sejarah, konsep dan generalisasi sesuai dengan prosedur penulisan sejarah yang sistematis dalam bentuk laporan penelitian.

B. Variabel Penelitian

Menurut Hadari Nawawi dan Mimi Martini dalam bukunya Penetapan Terapan

yang dimaksud dengan variabel adalah beberapa gejala yang berfungsi sama dalam suatu masalah (Nawawi dan Martini, 1996 : 49). Sedangkan menurut Sumardi Suryabrata variabel adalah segala sesuatu yang akan menjadi obyek pengamatan penelitian atau faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang diteliti (Suryabrata, 2000 : 72).

Suatu variabel terdiri dari satu atau lebih gejala yang mungkin terjadi dari beberapa aspek yang tidak dapat dipisahkan. Aspek atau fungsi tersebut menentukan fungsi variabel sehingga salah satu diantaranya pada variabel yang memiliki lebih dari satu aspek akan mempengaruhi fungsinya terhadap masalah yang akan diselidiki. Pada awal perencanaan kegiatan secara jelas menunjukkan bahwa variabel-variabel yang ada harus dipisahkan untuk membedakan perubahan yang ada. Hal ini bertujuan sebagai strategi untuk memudahkan kita melihat perbedaan-perbedaan yang mungkin dapat kabur.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka variabel adalah sesuatu yang menjadi obyek atau perhatian dalam penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel tunggal dengan fokus penelitian pada usaha K. H.


(41)

24 Abdurrahman Wahid dalam memperjuangkan hak minoritas etnis Tionghoa di Indonesia. Penggunaan variabel tunggal bertujuan untuk memudahkan peneliti dalam merumuskan objek atau inti dari penelitian yang hanya terdiri dari satu objek penelitian.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan salah satu tahapan penting dari penelitian, karena itu diperlukan teknik pengumpulan data yang tepat dan relevan sehingga data-data yang diperoleh dapat sesuai dengan sasaran utamanya yaitu menjawab permasalahan dalam penelitian. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Teknik Studi Kepustakaan

Teknik studi kepustakaan mempelajari buku-buku yang ada relevansinya dengan masalah yang akan diteliti. Dengan demikian dapat memperluas pengetahuan dalam menganalisa permasalahan. Teknik ini dipergunakan untuk mengumpulkan data dari berbagai informasi yang berupa teori-teori, generalisasi, ataupun konsep-konsep yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.

Koentjaraningrat dalam bukunya Metode-Metode Penelitian mendefinisikan

teknik kepustakaan sebagai berikut:

Teknik kepustakaan merupakan cara pengumpulan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam material yang terdapat di ruang perpustakaan, misalnya koran, naskah, majalah, catatan-catatan, kisah sejarah, dokumentasi dan sebagainya yang relevan dengan penelitian (Koentjaraningrat, 1983 : 420).


(42)

25 Teknik kepustakaan merupakan serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca, mempelajari serta menelaah buku-buku untuk memperoleh data-data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Kegiatan yang dilakukan oleh penulis untuk mengumpulkan data dengan teknik kepustakaan adalah memahami sistem yang digunakan agar mudah ditemukan buku-buku yang dapat menunjang dan berkaitan erat dengan topik penelitian yang sedang dibahas sehingga diperoleh data yang mempertajam orientasi dan dasar teoritis tentang masalah pada penelitian ini.

2. Teknik Dokumentasi

Teknik dokumentasi merupakan cara mengumpulkan data melalui peninggalan-peninggalan tertulis yang berupa arsip-arsip dan juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil atau hukum lain yang berhubungan dengan masalah penelitian (Nawawi, 1993: 133).

Teknik dokumentasi digunakan untuk memperoleh data masa lampau dan data masa sekarang, sebab bahan-bahan dokumentasi memiliki arti metodelogis yang sangat penting dalam penelitian masyarakat yang mengambil orientasi historis. Dalam hal ini peneliti tidak terbatas pada literatur-literatur ilmiah, tetapi juga merujuk pada sumber lain seperti majalah, koran, foto-foto, dan lain-lain yang relevan dengan masalah yang akan dibahas peneliti yaitu usaha K. H. Abdurrahman Wahid dalam memperjuangkan hak minoritas etnis Tionghoa di Indonesia.


(43)

26

D. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data deskriptif kualitatif. Analisis data kualitatif merupakan bentuk penelitian yang bersifat atau memiliki karakteristik bahwa datanya dinyatakan dalam keadaan yang sewajarnya dan sebagaimana adanya (Nawawi, 1993 : 174). Teknik analisis data kualitatif lebih mewujudkan kata-kata daripada deretan angka-angka yang senantiasa menjadi bahan utama bagi ilmu-ilmu sosial.

Penggunaan data kualitatif lebih memudahkan peneliti untuk mengikuti dan memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab akibat dalam lingkup pikiran orang-orang setempat serta memperoleh penjelasan yang banyak dan bermanfaat (Miles dan Huberman, 1992: 77).

Tahapan-tahapan dalam proses analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman meliputi :

1. Reduksi Data

Reduksi data yaitu sebuah proses pemilihan, pemuatan, penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data yang muncul dari catatan di lapangan. Pada tahap ini peneliti membuat analisis yang tajam, menggolongkan, mengarahkan, membuang data yang tidak perlu serta mengorganisasikan data sampai akhirnya bisa menarik sebuah kesimpulan. 2. Penyajian Data

Data yang dibatasi sebagai kumpulan informasi tersusun, memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam tahap penyajian data, peneliti mencoba untuk menyajikan data tersebut agar mudah dipahami apa yang terjadi dan yang harus dilakukan sehingga tindakan yang diambil sesuai dengan pemahaman yang didapat dari penyajian data tersebut.

3. Verifikasi data

Pada tahap verifikasi data, peneliti menarik sebuah kesimpulan secara utuh setelah semua makna-makna yang muncul dari data yang telah diuji kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya sehingga akan diperoleh suatu kesimpulan yang jelas kegunaan dan kebenarannya (Miles dan Huberman, 1992: 28).


(44)

27

REFERENSI

Husin Sayuti. 1989. Pengantar Metodologi Riset. Jakarta: Fajar Agung. Halaman 32

Winarno Surachmad. 1984. Ilmiah Dasar, Metode Pengantar Penelitian dan Teknik. Bandung: Tarsito. Halaman 121

Nugroho Notosusanto. 1984. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer. Jakarta:

Inti Idayu Press. Halaman 11

Hadari Nawawi. 1983. Metode Penelitian Bidang Sosial. Jakarta: Gadjah Mada.

Halaman 68

Hugiono dan Poerwanta. 1992. Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: Rineka Cipta. Halaman 25

Nugroho Notosusanto. 1984. Op Cit. Halaman 36

Hadari Nawawi dan Mimi Martini. 1996. Penelitian Terapan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 49

Sumardi Suryabrata. 2000. Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Halaman 72

Koentjaraningrat. 1983. Metode-Metode Penelitian. Jakarta: Gramedia. Halaman 420

Hadari Nawawi. 1993. Metode Penelitian. Jakarta: Idayu Press. Halaman 133 Ibid. Halaman 174

Mathew G. Miles dan Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia. Halaman 77


(45)

104

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan data-data yang diuraikan dalam hasil dan pembahasan maka kita mengambil beberapa kesimpulan berkaitan dengan usaha K. H. Abdurrahman Wahid dalam memperjuangkan hak minoritas etnis Tionghoa adalah sebagai berikut :

1. Sebelum menjabat sebagai presiden, usahanya tersebut diantaranya dengan penyebarluasan pemikiran melalui tulisan baik dalam bentuk artikel mapun kolom di beberapa surat kabar mengenai pemberian ruang gerak bagi etnis Tionghoa dalam berbagai aspek di samping bidang ekonomi. Abdurrahman Wahid juga memberikan dukungan moral kepada individu maupun kelompok etnis Tionghoa yang tertindas. Dukungan moral diwujudkan Abdurrahman Wahid dengan menghadiri dan menjadi saksi dari penggugat dalam kasus gugatan Budi Wijaya dan Lany Guito terhadap KCS Surabaya karena penolakan pencatatan perkawinan berdasar agama Kong Hu Cu. Bentuk dukungan moral Abdurrahman Wahid terhadap minoritas etnis Tionghoa terutama mereka yang tertindas ditunjukan kembali melalui pendirian LSM Gerakan Perjuangan Anti Diskriminasi Indonesia (GANDI) pada


(46)

105 tanggal 6 November 1998 bersama dengan pengusaha WNI keturunan Tionghoa.

2. Ketika Abdurrahman Wahid menjabat sebagai presiden, ia tetap menunjukan konsistensinya dalam melakukan usaha memperjuangkan hak minoritas Tionghoa, meliputi; pengembangan wacana multikulturalisme yang memberikan pengakuan atas keberadaan etnis Tionghoa ditengah kemajemukan bangsa, dan menetapkan berbagai kebijakan bagi etnis Tionghoa, meliputi penghapusan Inpres No.14 tahun 1967 tentang agama, kepercayaan, dan adat istiadat Tionghoa yang ditetapkan melalui Keppres No. 6 tahun 2000, pengakuan kembali eksistensi agama Kong Hu Cu dengan mengeluarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. No. 477/805/Sj tahun 2000 mengenai penghapusan SE Mendagri No. 477/74054 tahun 1978, Penghapusan berbagai larangan penerbitan bahasa dan aksara Tionghoa serta menetapkan Hari Raya Imlek sebagai hari libur fakultatif melalui Surat Keterangan Menteri Agama No.13 tahun 2001 dan ditindak lanjuti dengan Surat Keterangan Menteri Agama No 14 tahun 2001 .

B. Saran

Dalam penelitian skripsi yang berjudul “K. H. Abdurrahman Wahid dalam Memperjuangkan Hak Kelompok Minoritas di Indonesia”, penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Bagi masyarakat Indonesia sebagai masyarakat majemuk hendaknya dapat


(47)

106 etnis maupun budaya, penghargaaan yang tinggi atas segala perbedaan itu dapat membuat kita hidup berdampingan sebagai kesatuan yang harmonis. 2. Bagi minoritas etnis Tionghoa hendaknya berpartisipasi dalam kehidupan

masyarakat di luar bidang ekonomi, seperti dalam bidang politik, birokrasi, budaya, dan sebagainya. Dengan partisipasi dalam kehidupan masyarakat, etnis Tionghoa dapat mengambil peran dalam keputusan-keputusan menyangkut eksistensi identitas diri dan budayanya serta dapat membaur dalam masyarakat Indonesia.


(48)

107

DAFTAR PUSTAKA

Barton, Greg. 2003. Biografi Gus Dur. Yogyakarta: LkiS

Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik (edisi Revisi). Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama

Budiman, Hikmat. 2005. Hak Minoritas: Dilema Multikulturalisme di Indonesia.

Jakarta: The Interseksi Foundation-TIFA

Depdikbud. 1989. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: PT. Citra Adipustaka

Dhakiri, M. Hanif. 2010. 41 Warisan Kebesaran Gus Dur. Yogyakarta: LKIS

Dwipayana, G dan R. K. Hadimadja. 1989. Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan

Tindakan Saya. Jakarta: Citra Lamtoro Gung Persada

GANDI. 1998. Profil Gerakan Perjuangan Anti Diskriminasi (GANDI). Jakarta:

Sekertariat GANDI. Halaman 6-8

Haris, Syamsuddin (ed). 2007. Konflik Presiden-DPR dan Dilema Transisi

Demokrasi di Indonesia. Jakarta: Grafiti Press

Haryatmoko. 1998. Dimensi Penuh Muslihat; Akar Kekerasan & Diskriminasi.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Hassan, Shadily. 1983. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve

Hugiono dan Poerwanta. 1992. Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: Rineka Cipta

Koentjaraningrat. 1983. Metode-Metode Penelitian. Jakarta: Gramedia.

Miles, Mathew G. dan Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif.

Jakarta: Universitas Indonesia

Nawawi, Hadari. 1983. Metode Penelitian Bidang Sosial. Jakarta: Gadjah Mada


(49)

108

Nawawi, Hadari dan Mimi Martini. 1996. Penelitian Terapan. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press

Notosusanto, Nugroho. 1984. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer. Jakarta:

Inti Idayu Press

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1990. Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Poerwadarminta, W. J. S. 1985. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka

Kristan. 2010. Bangga Menjadi Seorang Kong Hu Cu. Jakarta: Generasi muda

Kong Hu Cu Indonesia

Kusumaatmadja, Sarwono. 2007. Politik dan Hak Minoritas. Jakarta: Koekoesan

Kusumah, Suriah, dkk. 1986. Kewargaan Negara. Jakarta: Karunika

M, Moch. Sa’dun (ed). 1999. Pri-NonPri Mencari Format Pembauran. Jakarta:

Pustaka Cidesindo

Rifai, Muhammad. 2010. Gus Dur: Biografi Singkat 1940-2009. Yogyakarta:

Garasi House of Book

Sayuti, Husin. 1989. Pengantar Metodologi Riset. Jakarta: Fajar Agung

Setiono, Benny G. 2002. Tionghoa dalam Pusaran Politik. Jakarta: ELKASA

Suhandinata, Justian. 2009. WNI Keturunan Tionghoa dalam Stabilitas Ekonomi

dan Politik Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Sulistyo, Hermawan dkk (ed). 2010. Sejuta Gelar untuk Gus Dur. Jakarta:

Pensil-324

Surachmad, Winarno. 1984. Ilmiah Dasar, Metode Pengantar Penelitian dan

Teknik. Bandung: Tarsito

Suryabrata, Sumardi. 2000. Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo

Persada

Suryadinata, Leo. 1984. Dilema Minoritas Tionghoa. Jakarta: Grafiti Pers

---. 1999. Etnis Tionghoa dan Pembangunan Bangsa. Jakarta:

Lp3ES

---. 2010. Etnis Tionghoa dan Nasionalisme Indonesia; Sebuah


(50)

109

Syaedy, Ahmad dan Ulil Abshar Abdalla. 2008. Gila Gus Dur: Wacana Pembaca

Abdurrahman Wahid. Yogyakarta: LkiS

Taher, Elza Peldi. 2009. Merayakan Kebebasan Beragama; Bunga Rampai 70

Tahun Djohan Effendi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Tan, Mely G. 2008. Etnis Tionghoa di Indonesia; Kumpulan Tulisan. Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia

Ujan, Andre Ata, dkk. 2009. Multikulturalisme; Belajar Hidup dalam Perbedaan.

Jakarta: PT Indeks

Wahid, Abdurrahman. 2005. Gus Dur Bertutur. Jakarta: Proaksi

Waskito, Abu Muhammad. 2010. Cukup 1 Gus Dur Saja!. Jakarta: Pustaka

Al-Kautsar. Halaman 28

Wibowo, I (ed). 1999. Retrospeksi dan Rekontekstualisasi Masalah Cina. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama

---. 2001. Harga yang Harus Dibayar; Sketsa Pergulatan Etnis Cina

di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Wibowo, I & Thung Ju Lan (ed). 2010. Setelah Air Mata Kering; Masyarakat

Tionghoa Pasca-Peristiwa Mei 1998. Jakarta: Kompas Sumber Lain :

Abdurrahman Wahid dalam Tempo, 19 Desember 1981

Abdurrahman Wahid “Beri Jalan Orang Cina”. Majalah Editor No.33, 21 April

1990. Ruang Forum, Jakarta.

Abdurrahman Wahid “Kelompok keturunan Harus Berusaha Masuk Profesi

Lain”. Harian Kompas, 24 Mei 1991

Abdurrahman Wahid “Persamaan Pandangan akan Percepat Pembauran antar

etnis”. Harian Kompas, 8 Juli 1991 Abdurrahman Wahid. Majalah Tempo, tahun 2000 Harian Kompas, 18 Maret 2000

Hurek dalam http://hurek.blogspot.com/2007/08/bingky-irawan-pejuang-

konghuchu.html


(1)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan data-data yang diuraikan dalam hasil dan pembahasan maka kita mengambil beberapa kesimpulan berkaitan dengan usaha K. H. Abdurrahman Wahid dalam memperjuangkan hak minoritas etnis Tionghoa adalah sebagai berikut :

1. Sebelum menjabat sebagai presiden, usahanya tersebut diantaranya dengan penyebarluasan pemikiran melalui tulisan baik dalam bentuk artikel mapun kolom di beberapa surat kabar mengenai pemberian ruang gerak bagi etnis Tionghoa dalam berbagai aspek di samping bidang ekonomi. Abdurrahman Wahid juga memberikan dukungan moral kepada individu maupun kelompok etnis Tionghoa yang tertindas. Dukungan moral diwujudkan Abdurrahman Wahid dengan menghadiri dan menjadi saksi dari penggugat dalam kasus gugatan Budi Wijaya dan Lany Guito terhadap KCS Surabaya karena penolakan pencatatan perkawinan berdasar agama Kong Hu Cu. Bentuk dukungan moral Abdurrahman Wahid terhadap minoritas etnis Tionghoa terutama mereka yang tertindas ditunjukan kembali melalui pendirian LSM Gerakan Perjuangan Anti Diskriminasi Indonesia (GANDI) pada


(2)

tanggal 6 November 1998 bersama dengan pengusaha WNI keturunan Tionghoa.

2. Ketika Abdurrahman Wahid menjabat sebagai presiden, ia tetap menunjukan konsistensinya dalam melakukan usaha memperjuangkan hak minoritas Tionghoa, meliputi; pengembangan wacana multikulturalisme yang memberikan pengakuan atas keberadaan etnis Tionghoa ditengah kemajemukan bangsa, dan menetapkan berbagai kebijakan bagi etnis Tionghoa, meliputi penghapusan Inpres No.14 tahun 1967 tentang agama, kepercayaan, dan adat istiadat Tionghoa yang ditetapkan melalui Keppres No. 6 tahun 2000, pengakuan kembali eksistensi agama Kong Hu Cu dengan mengeluarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. No. 477/805/Sj tahun 2000 mengenai penghapusan SE Mendagri No. 477/74054 tahun 1978, Penghapusan berbagai larangan penerbitan bahasa dan aksara Tionghoa serta menetapkan Hari Raya Imlek sebagai hari libur fakultatif melalui Surat Keterangan Menteri Agama No.13 tahun 2001 dan ditindak lanjuti dengan Surat Keterangan Menteri Agama No 14 tahun 2001 .

B. Saran

Dalam penelitian skripsi yang berjudul “K. H. Abdurrahman Wahid dalam Memperjuangkan Hak Kelompok Minoritas di Indonesia”, penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Bagi masyarakat Indonesia sebagai masyarakat majemuk hendaknya dapat menghargai berbagai perbedaan yang terdapat di Indonesia baik agama,


(3)

etnis maupun budaya, penghargaaan yang tinggi atas segala perbedaan itu dapat membuat kita hidup berdampingan sebagai kesatuan yang harmonis. 2. Bagi minoritas etnis Tionghoa hendaknya berpartisipasi dalam kehidupan

masyarakat di luar bidang ekonomi, seperti dalam bidang politik, birokrasi, budaya, dan sebagainya. Dengan partisipasi dalam kehidupan masyarakat, etnis Tionghoa dapat mengambil peran dalam keputusan-keputusan menyangkut eksistensi identitas diri dan budayanya serta dapat membaur dalam masyarakat Indonesia.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Barton, Greg. 2003. Biografi Gus Dur. Yogyakarta: LkiS

Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik (edisi Revisi). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Budiman, Hikmat. 2005. Hak Minoritas: Dilema Multikulturalisme di Indonesia. Jakarta: The Interseksi Foundation-TIFA

Depdikbud. 1989. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: PT. Citra Adipustaka Dhakiri, M. Hanif. 2010. 41 Warisan Kebesaran Gus Dur. Yogyakarta: LKIS Dwipayana, G dan R. K. Hadimadja. 1989. Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan

Tindakan Saya. Jakarta: Citra Lamtoro Gung Persada

GANDI. 1998. Profil Gerakan Perjuangan Anti Diskriminasi (GANDI). Jakarta: Sekertariat GANDI. Halaman 6-8

Haris, Syamsuddin (ed). 2007. Konflik Presiden-DPR dan Dilema Transisi Demokrasi di Indonesia. Jakarta: Grafiti Press

Haryatmoko. 1998. Dimensi Penuh Muslihat; Akar Kekerasan & Diskriminasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Hassan, Shadily. 1983. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve Hugiono dan Poerwanta. 1992. Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: Rineka Cipta Koentjaraningrat. 1983. Metode-Metode Penelitian. Jakarta: Gramedia.

Miles, Mathew G. dan Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia

Nawawi, Hadari. 1983. Metode Penelitian Bidang Sosial. Jakarta: Gadjah Mada ---. 1993. Metode Penelitian. Jakarta: Idayu Press


(5)

Nawawi, Hadari dan Mimi Martini. 1996. Penelitian Terapan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Notosusanto, Nugroho. 1984. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer. Jakarta: Inti Idayu Press

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Poerwadarminta, W. J. S. 1985. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Kristan. 2010. Bangga Menjadi Seorang Kong Hu Cu. Jakarta: Generasi muda Kong Hu Cu Indonesia

Kusumaatmadja, Sarwono. 2007. Politik dan Hak Minoritas. Jakarta: Koekoesan Kusumah, Suriah, dkk. 1986. Kewargaan Negara. Jakarta: Karunika

M, Moch. Sa’dun (ed). 1999. Pri-NonPri Mencari Format Pembauran. Jakarta: Pustaka Cidesindo

Rifai, Muhammad. 2010. Gus Dur: Biografi Singkat 1940-2009. Yogyakarta: Garasi House of Book

Sayuti, Husin. 1989. Pengantar Metodologi Riset. Jakarta: Fajar Agung Setiono, Benny G. 2002. Tionghoa dalam Pusaran Politik. Jakarta: ELKASA Suhandinata, Justian. 2009. WNI Keturunan Tionghoa dalam Stabilitas Ekonomi

dan Politik Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Sulistyo, Hermawan dkk (ed). 2010. Sejuta Gelar untuk Gus Dur. Jakarta: Pensil-324

Surachmad, Winarno. 1984. Ilmiah Dasar, Metode Pengantar Penelitian dan Teknik. Bandung: Tarsito

Suryabrata, Sumardi. 2000. Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Suryadinata, Leo. 1984. Dilema Minoritas Tionghoa. Jakarta: Grafiti Pers

---. 1999. Etnis Tionghoa dan Pembangunan Bangsa. Jakarta: Lp3ES

---. 2010. Etnis Tionghoa dan Nasionalisme Indonesia; Sebuah Bunga Rampai 1965-2008. Jakarta: Kompas


(6)

Syaedy, Ahmad dan Ulil Abshar Abdalla. 2008. Gila Gus Dur: Wacana Pembaca Abdurrahman Wahid. Yogyakarta: LkiS

Taher, Elza Peldi. 2009. Merayakan Kebebasan Beragama; Bunga Rampai 70 Tahun Djohan Effendi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Tan, Mely G. 2008. Etnis Tionghoa di Indonesia; Kumpulan Tulisan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Ujan, Andre Ata, dkk. 2009. Multikulturalisme; Belajar Hidup dalam Perbedaan. Jakarta: PT Indeks

Wahid, Abdurrahman. 2005. Gus Dur Bertutur. Jakarta: Proaksi

Waskito, Abu Muhammad. 2010. Cukup 1 Gus Dur Saja!. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. Halaman 28

Wibowo, I (ed). 1999. Retrospeksi dan Rekontekstualisasi Masalah Cina. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

---. 2001. Harga yang Harus Dibayar; Sketsa Pergulatan Etnis Cina di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Wibowo, I & Thung Ju Lan (ed). 2010. Setelah Air Mata Kering; Masyarakat Tionghoa Pasca-Peristiwa Mei 1998. Jakarta: Kompas

Sumber Lain :

Abdurrahman Wahid dalam Tempo, 19 Desember 1981

Abdurrahman Wahid “Beri Jalan Orang Cina”. Majalah Editor No.33, 21 April 1990. Ruang Forum, Jakarta.

Abdurrahman Wahid “Kelompok keturunan Harus Berusaha Masuk Profesi Lain”. Harian Kompas, 24 Mei 1991

Abdurrahman Wahid “Persamaan Pandangan akan Percepat Pembauran antar etnis”. Harian Kompas, 8 Juli 1991

Abdurrahman Wahid. Majalah Tempo, tahun 2000 Harian Kompas, 18 Maret 2000

Hurek dalam http://hurek.blogspot.com/2007/08/bingky-irawan-pejuang- konghuchu.html