ANALISIS HUKUM PUTUSAN KPPU NO. 21/KPPU-L/20087DAN PUTUSAN KPPU NO. 05/KPPU-L/2008 TENTANG PERSEKONGKOLAN TENDER SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA
ABSTRAK
ANALISIS HUKUM PUTUSAN KPPU NO. 21/KPPU-L/20087DAN
PUTUSAN KPPU NO. 05/KPPU-L/2008 TENTANG PERSEKONGKOLAN
TENDER SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN DALAM HUKUM
PERSAINGAN USAHA
Oleh
Rini Febriani
Pemerintah Indonesia telah menetapkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disingkat UU
No. 5 Tahun 1999). Dalam upaya menerapkan semua peraturan dan juga
mengawasi jalannya peraturan dari UU No. 5 Tahun 1999 tersebut, maka
dibentuklah suatu komisi yang memiliki tugas dan wewenang yang ditetapkan
oleh UU No. 5 Tahun 1999 yaitu Komisi Pengawas Persaingan Usaha
( selanjutnya disebut KPPU ). Salah satu wujud pelaksanaan tugas KPPU adalah
pelanggaran persekongkolan tender pengadaan Pipa PVC dan HDPE
Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air minum Provinsi Kepulauan Riau dan
memeriksa dan memutus pelanggaran persekongkolan tender pengadaan barang
dan jasa KPP madya Batam. Kedua perkara tersebut telah diperiksa dan diputus
dalam Putusan KPPU No. 21/KPPU-L/2007 dan Putusan KPPU No. 05/KPPUL/2008. Pelanggaran dalam kedua perkara tersebut dikategorikan sebagai
pelanggaran terhadap Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Persekongkolan dalam Tender, Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh gambaran secara lengkap, jelas dan terperinci tentang unsur-unsur
pelanggaran dan bentuk persekongkolan dalam Putusan KPPU No. 21/KKPUL/2007 dan Putusan KPPU No. 05/KPPU-L/2008.
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian
deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan normatif
terapan (applied law approach) dengan tipe judicial case study. Data yang
digunakan adalah data sekunder dengan metode pengumpulan data dilakukan
melalui studi pustaka dan studi dokumen, Selanjutnya, data tersebut diolah dengan
cara pemeriksaan data, penandaan data, rekonstruksi data dan sistematika data.
Hasil pengolahan data selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Rini Febriani
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa KPPU dalam sidang majelis
yang berdasarkan pada pertimbangan Majelis Komisi telah menyimpulkan dalam
kedua putusannya telah ditemukan fakta-fakta bahwa pelaku usaha tersebut
melanggar Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 , dan pertimbangan Majelis Komisi
tersebut telah sesuai dengan Pedoman Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 karena
telah memenuhi unsur-unsur persekongkolan pada Pedoman Pasal 22 yaitu, unsur
pelaku usaha, unsur bersekongkol, unsur pihak lain, unsur mengatur dan
menentukan pemenang tender dan unsur persaingan usaha tidak sehat.
Berdasarkan Pedoman Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999, bentuk persekongkolan
dari Putusan KPPU No. 21/KPPU-L/2007 bentuk persekongkolan tender yang
dilakukan adalah persekongkolan vertikal yaitu persekongkolan yang terjadi di
antara salah satu atau beberapa pelaku usaha atau penyedia barang dan atau jasa
dengan panitia tender atau panitia lelang atau pengguna barang dan atau jasa atau
pemilik atau pemberi pekerjaan. Karena berdasarkan isi putusan terdapat
persekongkolan tender yang terbukti dilakukan pelaku usaha dengan panitia
tender yaitu, oleh PT. Alfatama Anugrah Sari Albaqi dengan Panitia Tender
yaitu, Panitia pengadan barang dan fisik untuk seleksi umum dan seleksi terbatas
satuan kerja non vertikal tertentu pengembangan kinerja pengelolaan air minum
provinsi Kepulauan Riau. Dan pada putusan KPPU No. 05/KPPU-L/2008 bentuk
persekongkolan tender yang dilakukan adalah persekongkolan horizontal yaitu,
persekongkolan yang terjadi antara pelaku usaha atau penyedia barang dan atau
jasa dengan sesama pelaku usaha atau penyedia barang dan atau jasa pesaingnya.
Karena berdasarkan isi putusan terdapat persekongkolan yang terbukti dilakukan
oleh sesama pelaku usaha yaitu, PT. Uniteknindo Inti Sarana dan PT. Tunggal
Jaya Santika.
Kata kunci: persekongkolan, bentuk pelanggaran.
1. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, hal ini mendorong
timbulnya berbagai kegiatan usaha dan juga pelaku usaha yang berperan untuk
memajukan kegiatan ekonomi. Makin maraknya pelaku usaha yang menjalankan
usaha tentunya menimbulkan persaingan bisnis antar para pelaku usaha.
Persaingan bisnis yang semakin ketat menjadikan para pelaku usaha akan berbuat
apapun guna untuk melancarkan usahanya dan agar kegiatan usaha mereka dapat
terus berjalan dan mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya. Persaingan dalam
dunia usaha tentunya diperbolehkan selama persaingan tersebut dilakukan secara
sehat dan tidak ada pihak lain yang merasa dirugikan. Namun apabila persaingan
tersebut dilakukan secara tidak sehat atau akan menjadikan pihak lain merasa
dirugikan tentunya persaingan tersebut tidak diperbolehkan karena akan
menghambat perkembangan ekonomi itu sendiri.
Berdasarkan pertimbangan untuk memulainya suatu sistem ekonomi yang
demokratis tanpa adanya pihak yang menguasai suatu usaha, maka pada tanggal 5
Maret 1999 diundangkanlah sebuah Undang-Undang yang mengatur persoalan
antimonopoli, yaitu Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 (LN 1999-33) tentang
2
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat untuk selanjutnya
disingkat dengan UU No. 5 Tahun 1999.
UU No. 5 Tahun 1999 melarang terjadinya praktek monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat, adapun bentuk perbuatan yang dilarang meliputi perjanjian
yang dilarang yang terdiri dari oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah,
pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, integrasi vertikal, perjanjian tertutup, dan
perjanjian dengan pihak luar negeri. Kegiatan yang dilarang yaitu monopoli,
monopsoni, penguasaan pasar dan persekongkolan. Posisi dominan, dalam hal ini
yang termasuk posisi dominan yaitu jabatan rangkap, pemilikan saham, dan
penggabungan, peleburan dan pengambilalihan.
Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 dan untuk menjamin pelaksanaan UU No. 5
Tahun 1999, maka dibentuk suatu komisi independen yang bertugas untuk
mengawasi kegiatan usaha dan menyelesaikan perkara pelanggaran hukum
persaingan usaha yaitu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (selanjutnya disebut
KPPU). KPPU memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan penilaian
terhadap perjanjian, kegiatan maupun penyalahgunaan posisi dominan yang
dilakukan para pelaku usaha maupun sekelompok pelaku usaha yang dapat
mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Sepanjang
Periode didirikannya KKPU telah menerima banyak laporan mengenai dugaan
pelangggaran persaingan usaha dan hampir 46% dari kasus yang ditangani adalah
kasus dugaan persekongkolan tender (http://www.KPPU.go.id).
3
Persekongkolan tender adalah salah satu bentuk tindakan yang dapat
mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat dan merupakan salah satu bentuk
kegiatan yang dilarang oleh UU No. 5 Tahun 1999. Persekongkolan tender adalah
kerjasama antara dua pihak atau lebih dalam rangka memenangkan peserta tender
tertentu. Undang-Undang anti monopoli dalam salah satu pasalnya yaitu Pasal 22
melarang setiap persekongkolan oleh pelaku usaha dengan pihak lain dengan
tujuan untuk mengatur dan atau menentukan pemenang suatu tender. Pengertian
bersekongkol berdasarkan Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 adalah kerjasama yang
dilakukan oleh pelaku usaha dengan pihak lain atas inisiatif siapapun dan dengan
cara apapun dalam upaya memenangkan peserta tender tertentu yang
mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat. Persekongkolan tender yang
terjadi saat ini
telah menimbulkan dampak yang besar bagi perekonomian
nasioal. Untuk itu, secara khusus KPPU telah membuat suatu Pedoman Pasal 22
tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender (selanjutnya disebut Pedoman
Pasal 22). Pedoman Pasal 22 dibuat dibuat dengan tujuan memberikan pengertian
yang jelas dan tepat tentang larangan persekongkolan tender, memberikan
pemahaman dan arah yang jelas dalam pelaksanaan Pasal 22 UU No. 5 Tahun
1999. Berdasarkan Pedoman Pasal 22, persekongkolan tender dapat dibedakan
menjadi tiga bentuk yaitu, persekongkolan tender yang bersifat vertikal,
persekongkolan
tender
yang
bersifat
horizontal,
dan
gabungan
dari
persekongkolan tender yang bersifat vertikal dan persekongkolan tender yang
bersifat horizontal.
Dari banyaknya kasus persekongkolan tender yang telah ditangani oleh KPPU
yang menarik yaitu kasus persekongkolan tender pada putusan pengadaan Pipa
4
PVC dan HDPE pengembangan kinerja pengelolaan air minum Provinsi
Kepulauan Riau tahun anggaran 2007 (selanjutnya disingkat Putusan KPPU No.
21/KPPU-L/2007) dan Tender Perluasan Gedung Kantor Pelayanan Pajak Proyek
Pengadaan Barang dan Jasa Kantor Pelayanan Pajak Madya Batam (selanjutnya
disingkat Putusan KPPU No. 05/KPPU-L/2008).
Kronologis kasus persekongkolan tender pada Putusan KPPU N o. 21/KPPUL/2007 adalah berawal dari laporan yang diterima oleh KPPU. Berdasarkan
laporan tersebut, sebelum KPPU menindaklanjuti ketahap selanjutnya KPPU
perlu melakukan pemeriksaaan awal (penelitian dan klarifikasi) agar laporan
dinyatakan lengkap dan jelas. Pada pemeriksaan awal menunjukan bahwa proses
tender pengadaan Pipa PVC dan HDPE pengembangan kinerja pengelolaan air
minum Provinsi Kepulauan Riau tahun anggaran 2007 dimenangkan oleh PT.
Alfatama Anugrah Sari Albaqi (selanjutnya disebut Terlapor I ) dan PT. Harapan
Widyatama Pertiwi (selanjutnya disebut Terlapor II) memberikan dukungan
kepada Terlapor I agar Terlapor I menjadi pemenang tender. Terlapor I dan
Terlapor II mengikuti tender pengadaan Pipa PVC dan HDPE pengembangan
kinerja pengelolaan air minum Provinsi Kepulauan Riau tahun anggaran 2007
yang dipanitiai oleh panitia tender (selanjutnya disebut Terlapor III).
Kemenangan itu menimbulkan tanda tanya bagi para peserta tender lain,
dikarenakan panitia tidak konsisten dalam menerapkan persyaratan tender serta
panitia salah dalam melakukan evaluasi penawaran dan juga panitia pengadaan
tetap meluluskan PT. Alfatama Anugrah Sari Albaqi yang tidak memenuhi
persyaratan teknik.
5
Majelis Komisi juga menduga adanya keterlibatan pihak lain yakni Terlapor II
yang telah memberikan daftar harga satuan kepada Terlapor I pada saat
memberikan dukungan . Dugaan keterlibatan pihak lain juga diperkuat dengan
Terlapor I mencontoh metode pelaksanaan yang dikirim melalui faksimili.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka Majelis Komisi perlu menilai lebih lanjut
perilaku para terlapor (sumber data putusan KPPU No. 21/KPPU-L/2007).
Sedangkan krologis kasus persekongkolan
tender dalam Putusan KPPU No.
05/KPPU-L/2008 juga berawal dari laporan yang diterima oleh KPPU.
Berdasarkan laporan tersebut juga, sebelum KPPU menindaklanjuti ketahap
selanjutnya KPPU perlu melakukan pemeriksaaan awal (penelitian dan klarifikasi)
agar laporan dinyatakan lengkap dan jelas. Pada pemeriksaan awal menunjukan
bahwa proses Tender Perluasan Gedung Kantor Pelayanan Pajak Proyek
Pengadaan Barang dan Jasa Kantor Pelayanan Pajak Madya
tersebut
dimenangkan oleh PT. Uniteknindo Inti Sarana (selanjutnya disebut Terlapor I ).
Dan PT. Tunggal Jaya Santika (selanjutnya disebut Terlapor II) memberikan
dukungan kepada Terlapor I. Terlapor I dan Terlapor II mengikuti tender
perluasan Gedung Kantor Pelayanan Pajak Proyek Pengadaan Barang dan Jasa
Kantor Pelayanan Pajak Madya Batam yang dipanitiai oleh panitia tender
perluasan Gedung Kantor Pelayanan Pajak Proyek Pengadaan Barang dan Jasa
Kantor Pelayanan Pajak Madya (selanjutnya disebut terlapor III).
Kemenangan itu menimbulkan tanda tanya bagi peserta tender lainnya
dikarenakan ditemukan indikasi
kerjasama antara sesama pelaku usaha yaitu
Terlapor I dan Terlapor III dimana Terlapor III menghambat peserta lain untuk
6
mengikuti tender tersebut. Majelis komisi juga menduga adanya keterlibatan
pihak lain yakni Pattar Tumanggor yang membuatkan dokumen penawaran untuk
Terlapor I dan Terlapor II sehingga harga penawaran dapat diatur dan pada
akhirnya mengatur Terlapor I menjadi pemenang. Mencermati kondisi tersebut,
maka Majelis Komisi perlu menilai lebih lanjut perilaku para terlapor (sumber
data Putusan KPPU No. 05/KPPU-L/2008.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian
terhadap kasus persekongkolan tender yang telah diputus oleh KPPU dalam
Putusan KPPU No. 21/KPPU-L/2007 dan Putusan KPPU No. 05/KPPU-L/2008
dengan judul: ” Analisis Hukum Putusan KPPU No. 21/KPPU-L/2007 dan
Putusan KPPU No. 05/KPPU-L/2008
tentang Persekongkolan Tender
sebagai Bentuk Pelanggaran dalam Hukum Persaingan Usaha”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang, maka yang
menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah persekongkolan
tender dapat dikatakan sebagai pelanggaran dalam hukum persaingan usaha?
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka yang menjadi pokok bahasan dari
penelitian ini adalah;
a. Unsur-unsur persekongkolan tender dalam Putusan KPPU No. 21/KPPUL/2007 dan Putusan KPPU No. 05/KPPU-L/2008 dan.
b. Bentuk persekongkolan yang terdapat dalam putusan KPPU No. 21/KPPUL/2007 dan Putusan KPPU No. 05/KPPU-L/2008.
7
Ruang lingkup penelitian ini meliputi ruang lingkup pembahasan dan ruang
lingkup bidang ilmu. Ruang lingkup pembahasan dalam penelitian ini adalah
unsur-unsur pelanggaran persekongkolan dalam tender dan bentuk pelanggaran
dalam persekongkolan
tender (studi Putusan KPPU No. 21/KPPU-L/2007
Putusan KPPU No. 05/KPPU-L/2008). Sedangkan ruang lingkup bidang ilmu
adalah hukum keperdataan ( hukum ekonomi ) khususnya hukum persaingan
usaha.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan pokok bahasan di atas, maka tujuan penelitian
ini adalah untuk memperoleh gambaran secara lengkap, jelas, rinci dan sistematis
mengenai;
1. Unsur-unsur persekongkolan tender dalam Putusan KPPU No. 21/KPPUL/2007KPPU dan Putusan No.05/KPPU-L/2008 .
2.
Bentuk persekongkolan tender dalam Putusan KPPU No. 21/KPPU-L/2007
dan Putusan KPPU No.05/KPPU-L/2008.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah:
1. Kegunaan Teoritis
Kegunaan teoritis untuk dapat memberikan sumbangan pemikiran dan manfaat
untuk mengembangkan ilmu pengetahuan hukum, khususnya hukum persaingan
usaha mengenai unsur-unsur persekongkolan tender dan bentuk persekongkolan
tender.
8
2. Kegunaan Praktis
Secara praktis, penelitan ini berguna untuk:
a. Upaya memperluas pengetahuan dalam bidang ilmu hukum, khususnya
hukum persaingan usaha.
b. Sebagai tambahan pemikiran, informasi dan bahan bacaan kepada pihakpihak yang memerlukan.
c. Upaya perluasan pengetahuan bagi penulis dalam bidang ilmu hukum ekonomi
khususnya tentang penyelesaian perkara oleh KPPU.
d. Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana di Fakultas Hukum
Universitas Lampung.
59
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan, yaitu
sebagai berikut:
1. Pertimbangan Majelis Komisi pada Putusan KPPU No. 21/KPPU-L/2007 dan
Putusan perkara KPPU No. 05/KPPU-L/2008 yang menyatakan bahwa kedu
putusan tersebut melanggar hukum persaingan usaha telah sesuai dengan UU
No. 5 Tahun 1999, oleh sebab itu Putusan KPPU No. 21/KPPU-L/2007 dan
Putusan KPPU No. 05/KKPU-L/2008 merupakan pelanggaran dalam hukum
persaingan usaha, karena
terpenuhinya
unsur-unsur pelanggaran
yang
terdapat dalam Pedoman
Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 yaitu: unsur
pelaku usaha, unsur bersekongkol, unsur pihak lain, unsur persaingan usaha
tidak sehat, serta unsur mengatur dan atau menentukan pemenang tender .
2. Berdasarkan pedoman
Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999, bentuk
persekongkolan yang terdapat dalam putusan KPPU No. 21/KPPU-L/2007
adalah persekongkolan tender yang berbentuk vertikal, yaitu persekongkolan
yang terjadi di antara salah satu atau beberapa pelaku usaha atau penyedia
barang dan atau jasa dengan panitia tender atau panitia lelang atau pengguna
barang dan atau jasa atau pemilik atau pemberi pekerjaan. Persekongkolan
tender tersebut dilakukan oleh pelaku usaha yaitu, PT. Alfatama Anugrah Sari
60
Albaqi dan panitia tender yaitu Panitia pengadaan barang dan fisik untuk
seleksi umum dan seleksi terbatas satuan kerja non vertikal tertentu
pengembangan kinerja pengelolaan air minum provinsi Kepulauan Riau,
sedangkan dalam putusan KPPU No. 05/KPPU-L/2005 adalah persekongkolan
tender yang berbentuk horizontal, yaitu persekongkolan yang terjadi antara
pelaku usaha atau penyedia barang dan atau jasa dengan sesama pelaku usaha
atau penyedia barang dan atau pesaingnya. Persekongkolan tender tersebut
dilakukan oleh sesama pelaku usaha yaitu, PT. Uniteknindo Inti Sarana
sebagai pelaku usaha dengan PT. Tunggal Jaya Santika sebagai panitia tender.
ANALISIS HUKUM PUTUSAN KPPU NO. 21/KPPU-L/20087DAN
PUTUSAN KPPU NO. 05/KPPU-L/2008 TENTANG PERSEKONGKOLAN
TENDER SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN DALAM HUKUM
PERSAINGAN USAHA
Oleh
Rini Febriani
Pemerintah Indonesia telah menetapkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disingkat UU
No. 5 Tahun 1999). Dalam upaya menerapkan semua peraturan dan juga
mengawasi jalannya peraturan dari UU No. 5 Tahun 1999 tersebut, maka
dibentuklah suatu komisi yang memiliki tugas dan wewenang yang ditetapkan
oleh UU No. 5 Tahun 1999 yaitu Komisi Pengawas Persaingan Usaha
( selanjutnya disebut KPPU ). Salah satu wujud pelaksanaan tugas KPPU adalah
pelanggaran persekongkolan tender pengadaan Pipa PVC dan HDPE
Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air minum Provinsi Kepulauan Riau dan
memeriksa dan memutus pelanggaran persekongkolan tender pengadaan barang
dan jasa KPP madya Batam. Kedua perkara tersebut telah diperiksa dan diputus
dalam Putusan KPPU No. 21/KPPU-L/2007 dan Putusan KPPU No. 05/KPPUL/2008. Pelanggaran dalam kedua perkara tersebut dikategorikan sebagai
pelanggaran terhadap Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Persekongkolan dalam Tender, Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh gambaran secara lengkap, jelas dan terperinci tentang unsur-unsur
pelanggaran dan bentuk persekongkolan dalam Putusan KPPU No. 21/KKPUL/2007 dan Putusan KPPU No. 05/KPPU-L/2008.
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian
deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan normatif
terapan (applied law approach) dengan tipe judicial case study. Data yang
digunakan adalah data sekunder dengan metode pengumpulan data dilakukan
melalui studi pustaka dan studi dokumen, Selanjutnya, data tersebut diolah dengan
cara pemeriksaan data, penandaan data, rekonstruksi data dan sistematika data.
Hasil pengolahan data selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Rini Febriani
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa KPPU dalam sidang majelis
yang berdasarkan pada pertimbangan Majelis Komisi telah menyimpulkan dalam
kedua putusannya telah ditemukan fakta-fakta bahwa pelaku usaha tersebut
melanggar Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 , dan pertimbangan Majelis Komisi
tersebut telah sesuai dengan Pedoman Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 karena
telah memenuhi unsur-unsur persekongkolan pada Pedoman Pasal 22 yaitu, unsur
pelaku usaha, unsur bersekongkol, unsur pihak lain, unsur mengatur dan
menentukan pemenang tender dan unsur persaingan usaha tidak sehat.
Berdasarkan Pedoman Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999, bentuk persekongkolan
dari Putusan KPPU No. 21/KPPU-L/2007 bentuk persekongkolan tender yang
dilakukan adalah persekongkolan vertikal yaitu persekongkolan yang terjadi di
antara salah satu atau beberapa pelaku usaha atau penyedia barang dan atau jasa
dengan panitia tender atau panitia lelang atau pengguna barang dan atau jasa atau
pemilik atau pemberi pekerjaan. Karena berdasarkan isi putusan terdapat
persekongkolan tender yang terbukti dilakukan pelaku usaha dengan panitia
tender yaitu, oleh PT. Alfatama Anugrah Sari Albaqi dengan Panitia Tender
yaitu, Panitia pengadan barang dan fisik untuk seleksi umum dan seleksi terbatas
satuan kerja non vertikal tertentu pengembangan kinerja pengelolaan air minum
provinsi Kepulauan Riau. Dan pada putusan KPPU No. 05/KPPU-L/2008 bentuk
persekongkolan tender yang dilakukan adalah persekongkolan horizontal yaitu,
persekongkolan yang terjadi antara pelaku usaha atau penyedia barang dan atau
jasa dengan sesama pelaku usaha atau penyedia barang dan atau jasa pesaingnya.
Karena berdasarkan isi putusan terdapat persekongkolan yang terbukti dilakukan
oleh sesama pelaku usaha yaitu, PT. Uniteknindo Inti Sarana dan PT. Tunggal
Jaya Santika.
Kata kunci: persekongkolan, bentuk pelanggaran.
1. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, hal ini mendorong
timbulnya berbagai kegiatan usaha dan juga pelaku usaha yang berperan untuk
memajukan kegiatan ekonomi. Makin maraknya pelaku usaha yang menjalankan
usaha tentunya menimbulkan persaingan bisnis antar para pelaku usaha.
Persaingan bisnis yang semakin ketat menjadikan para pelaku usaha akan berbuat
apapun guna untuk melancarkan usahanya dan agar kegiatan usaha mereka dapat
terus berjalan dan mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya. Persaingan dalam
dunia usaha tentunya diperbolehkan selama persaingan tersebut dilakukan secara
sehat dan tidak ada pihak lain yang merasa dirugikan. Namun apabila persaingan
tersebut dilakukan secara tidak sehat atau akan menjadikan pihak lain merasa
dirugikan tentunya persaingan tersebut tidak diperbolehkan karena akan
menghambat perkembangan ekonomi itu sendiri.
Berdasarkan pertimbangan untuk memulainya suatu sistem ekonomi yang
demokratis tanpa adanya pihak yang menguasai suatu usaha, maka pada tanggal 5
Maret 1999 diundangkanlah sebuah Undang-Undang yang mengatur persoalan
antimonopoli, yaitu Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 (LN 1999-33) tentang
2
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat untuk selanjutnya
disingkat dengan UU No. 5 Tahun 1999.
UU No. 5 Tahun 1999 melarang terjadinya praktek monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat, adapun bentuk perbuatan yang dilarang meliputi perjanjian
yang dilarang yang terdiri dari oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah,
pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, integrasi vertikal, perjanjian tertutup, dan
perjanjian dengan pihak luar negeri. Kegiatan yang dilarang yaitu monopoli,
monopsoni, penguasaan pasar dan persekongkolan. Posisi dominan, dalam hal ini
yang termasuk posisi dominan yaitu jabatan rangkap, pemilikan saham, dan
penggabungan, peleburan dan pengambilalihan.
Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 dan untuk menjamin pelaksanaan UU No. 5
Tahun 1999, maka dibentuk suatu komisi independen yang bertugas untuk
mengawasi kegiatan usaha dan menyelesaikan perkara pelanggaran hukum
persaingan usaha yaitu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (selanjutnya disebut
KPPU). KPPU memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan penilaian
terhadap perjanjian, kegiatan maupun penyalahgunaan posisi dominan yang
dilakukan para pelaku usaha maupun sekelompok pelaku usaha yang dapat
mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Sepanjang
Periode didirikannya KKPU telah menerima banyak laporan mengenai dugaan
pelangggaran persaingan usaha dan hampir 46% dari kasus yang ditangani adalah
kasus dugaan persekongkolan tender (http://www.KPPU.go.id).
3
Persekongkolan tender adalah salah satu bentuk tindakan yang dapat
mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat dan merupakan salah satu bentuk
kegiatan yang dilarang oleh UU No. 5 Tahun 1999. Persekongkolan tender adalah
kerjasama antara dua pihak atau lebih dalam rangka memenangkan peserta tender
tertentu. Undang-Undang anti monopoli dalam salah satu pasalnya yaitu Pasal 22
melarang setiap persekongkolan oleh pelaku usaha dengan pihak lain dengan
tujuan untuk mengatur dan atau menentukan pemenang suatu tender. Pengertian
bersekongkol berdasarkan Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 adalah kerjasama yang
dilakukan oleh pelaku usaha dengan pihak lain atas inisiatif siapapun dan dengan
cara apapun dalam upaya memenangkan peserta tender tertentu yang
mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat. Persekongkolan tender yang
terjadi saat ini
telah menimbulkan dampak yang besar bagi perekonomian
nasioal. Untuk itu, secara khusus KPPU telah membuat suatu Pedoman Pasal 22
tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender (selanjutnya disebut Pedoman
Pasal 22). Pedoman Pasal 22 dibuat dibuat dengan tujuan memberikan pengertian
yang jelas dan tepat tentang larangan persekongkolan tender, memberikan
pemahaman dan arah yang jelas dalam pelaksanaan Pasal 22 UU No. 5 Tahun
1999. Berdasarkan Pedoman Pasal 22, persekongkolan tender dapat dibedakan
menjadi tiga bentuk yaitu, persekongkolan tender yang bersifat vertikal,
persekongkolan
tender
yang
bersifat
horizontal,
dan
gabungan
dari
persekongkolan tender yang bersifat vertikal dan persekongkolan tender yang
bersifat horizontal.
Dari banyaknya kasus persekongkolan tender yang telah ditangani oleh KPPU
yang menarik yaitu kasus persekongkolan tender pada putusan pengadaan Pipa
4
PVC dan HDPE pengembangan kinerja pengelolaan air minum Provinsi
Kepulauan Riau tahun anggaran 2007 (selanjutnya disingkat Putusan KPPU No.
21/KPPU-L/2007) dan Tender Perluasan Gedung Kantor Pelayanan Pajak Proyek
Pengadaan Barang dan Jasa Kantor Pelayanan Pajak Madya Batam (selanjutnya
disingkat Putusan KPPU No. 05/KPPU-L/2008).
Kronologis kasus persekongkolan tender pada Putusan KPPU N o. 21/KPPUL/2007 adalah berawal dari laporan yang diterima oleh KPPU. Berdasarkan
laporan tersebut, sebelum KPPU menindaklanjuti ketahap selanjutnya KPPU
perlu melakukan pemeriksaaan awal (penelitian dan klarifikasi) agar laporan
dinyatakan lengkap dan jelas. Pada pemeriksaan awal menunjukan bahwa proses
tender pengadaan Pipa PVC dan HDPE pengembangan kinerja pengelolaan air
minum Provinsi Kepulauan Riau tahun anggaran 2007 dimenangkan oleh PT.
Alfatama Anugrah Sari Albaqi (selanjutnya disebut Terlapor I ) dan PT. Harapan
Widyatama Pertiwi (selanjutnya disebut Terlapor II) memberikan dukungan
kepada Terlapor I agar Terlapor I menjadi pemenang tender. Terlapor I dan
Terlapor II mengikuti tender pengadaan Pipa PVC dan HDPE pengembangan
kinerja pengelolaan air minum Provinsi Kepulauan Riau tahun anggaran 2007
yang dipanitiai oleh panitia tender (selanjutnya disebut Terlapor III).
Kemenangan itu menimbulkan tanda tanya bagi para peserta tender lain,
dikarenakan panitia tidak konsisten dalam menerapkan persyaratan tender serta
panitia salah dalam melakukan evaluasi penawaran dan juga panitia pengadaan
tetap meluluskan PT. Alfatama Anugrah Sari Albaqi yang tidak memenuhi
persyaratan teknik.
5
Majelis Komisi juga menduga adanya keterlibatan pihak lain yakni Terlapor II
yang telah memberikan daftar harga satuan kepada Terlapor I pada saat
memberikan dukungan . Dugaan keterlibatan pihak lain juga diperkuat dengan
Terlapor I mencontoh metode pelaksanaan yang dikirim melalui faksimili.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka Majelis Komisi perlu menilai lebih lanjut
perilaku para terlapor (sumber data putusan KPPU No. 21/KPPU-L/2007).
Sedangkan krologis kasus persekongkolan
tender dalam Putusan KPPU No.
05/KPPU-L/2008 juga berawal dari laporan yang diterima oleh KPPU.
Berdasarkan laporan tersebut juga, sebelum KPPU menindaklanjuti ketahap
selanjutnya KPPU perlu melakukan pemeriksaaan awal (penelitian dan klarifikasi)
agar laporan dinyatakan lengkap dan jelas. Pada pemeriksaan awal menunjukan
bahwa proses Tender Perluasan Gedung Kantor Pelayanan Pajak Proyek
Pengadaan Barang dan Jasa Kantor Pelayanan Pajak Madya
tersebut
dimenangkan oleh PT. Uniteknindo Inti Sarana (selanjutnya disebut Terlapor I ).
Dan PT. Tunggal Jaya Santika (selanjutnya disebut Terlapor II) memberikan
dukungan kepada Terlapor I. Terlapor I dan Terlapor II mengikuti tender
perluasan Gedung Kantor Pelayanan Pajak Proyek Pengadaan Barang dan Jasa
Kantor Pelayanan Pajak Madya Batam yang dipanitiai oleh panitia tender
perluasan Gedung Kantor Pelayanan Pajak Proyek Pengadaan Barang dan Jasa
Kantor Pelayanan Pajak Madya (selanjutnya disebut terlapor III).
Kemenangan itu menimbulkan tanda tanya bagi peserta tender lainnya
dikarenakan ditemukan indikasi
kerjasama antara sesama pelaku usaha yaitu
Terlapor I dan Terlapor III dimana Terlapor III menghambat peserta lain untuk
6
mengikuti tender tersebut. Majelis komisi juga menduga adanya keterlibatan
pihak lain yakni Pattar Tumanggor yang membuatkan dokumen penawaran untuk
Terlapor I dan Terlapor II sehingga harga penawaran dapat diatur dan pada
akhirnya mengatur Terlapor I menjadi pemenang. Mencermati kondisi tersebut,
maka Majelis Komisi perlu menilai lebih lanjut perilaku para terlapor (sumber
data Putusan KPPU No. 05/KPPU-L/2008.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian
terhadap kasus persekongkolan tender yang telah diputus oleh KPPU dalam
Putusan KPPU No. 21/KPPU-L/2007 dan Putusan KPPU No. 05/KPPU-L/2008
dengan judul: ” Analisis Hukum Putusan KPPU No. 21/KPPU-L/2007 dan
Putusan KPPU No. 05/KPPU-L/2008
tentang Persekongkolan Tender
sebagai Bentuk Pelanggaran dalam Hukum Persaingan Usaha”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang, maka yang
menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah persekongkolan
tender dapat dikatakan sebagai pelanggaran dalam hukum persaingan usaha?
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka yang menjadi pokok bahasan dari
penelitian ini adalah;
a. Unsur-unsur persekongkolan tender dalam Putusan KPPU No. 21/KPPUL/2007 dan Putusan KPPU No. 05/KPPU-L/2008 dan.
b. Bentuk persekongkolan yang terdapat dalam putusan KPPU No. 21/KPPUL/2007 dan Putusan KPPU No. 05/KPPU-L/2008.
7
Ruang lingkup penelitian ini meliputi ruang lingkup pembahasan dan ruang
lingkup bidang ilmu. Ruang lingkup pembahasan dalam penelitian ini adalah
unsur-unsur pelanggaran persekongkolan dalam tender dan bentuk pelanggaran
dalam persekongkolan
tender (studi Putusan KPPU No. 21/KPPU-L/2007
Putusan KPPU No. 05/KPPU-L/2008). Sedangkan ruang lingkup bidang ilmu
adalah hukum keperdataan ( hukum ekonomi ) khususnya hukum persaingan
usaha.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan pokok bahasan di atas, maka tujuan penelitian
ini adalah untuk memperoleh gambaran secara lengkap, jelas, rinci dan sistematis
mengenai;
1. Unsur-unsur persekongkolan tender dalam Putusan KPPU No. 21/KPPUL/2007KPPU dan Putusan No.05/KPPU-L/2008 .
2.
Bentuk persekongkolan tender dalam Putusan KPPU No. 21/KPPU-L/2007
dan Putusan KPPU No.05/KPPU-L/2008.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah:
1. Kegunaan Teoritis
Kegunaan teoritis untuk dapat memberikan sumbangan pemikiran dan manfaat
untuk mengembangkan ilmu pengetahuan hukum, khususnya hukum persaingan
usaha mengenai unsur-unsur persekongkolan tender dan bentuk persekongkolan
tender.
8
2. Kegunaan Praktis
Secara praktis, penelitan ini berguna untuk:
a. Upaya memperluas pengetahuan dalam bidang ilmu hukum, khususnya
hukum persaingan usaha.
b. Sebagai tambahan pemikiran, informasi dan bahan bacaan kepada pihakpihak yang memerlukan.
c. Upaya perluasan pengetahuan bagi penulis dalam bidang ilmu hukum ekonomi
khususnya tentang penyelesaian perkara oleh KPPU.
d. Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana di Fakultas Hukum
Universitas Lampung.
59
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan, yaitu
sebagai berikut:
1. Pertimbangan Majelis Komisi pada Putusan KPPU No. 21/KPPU-L/2007 dan
Putusan perkara KPPU No. 05/KPPU-L/2008 yang menyatakan bahwa kedu
putusan tersebut melanggar hukum persaingan usaha telah sesuai dengan UU
No. 5 Tahun 1999, oleh sebab itu Putusan KPPU No. 21/KPPU-L/2007 dan
Putusan KPPU No. 05/KKPU-L/2008 merupakan pelanggaran dalam hukum
persaingan usaha, karena
terpenuhinya
unsur-unsur pelanggaran
yang
terdapat dalam Pedoman
Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 yaitu: unsur
pelaku usaha, unsur bersekongkol, unsur pihak lain, unsur persaingan usaha
tidak sehat, serta unsur mengatur dan atau menentukan pemenang tender .
2. Berdasarkan pedoman
Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999, bentuk
persekongkolan yang terdapat dalam putusan KPPU No. 21/KPPU-L/2007
adalah persekongkolan tender yang berbentuk vertikal, yaitu persekongkolan
yang terjadi di antara salah satu atau beberapa pelaku usaha atau penyedia
barang dan atau jasa dengan panitia tender atau panitia lelang atau pengguna
barang dan atau jasa atau pemilik atau pemberi pekerjaan. Persekongkolan
tender tersebut dilakukan oleh pelaku usaha yaitu, PT. Alfatama Anugrah Sari
60
Albaqi dan panitia tender yaitu Panitia pengadaan barang dan fisik untuk
seleksi umum dan seleksi terbatas satuan kerja non vertikal tertentu
pengembangan kinerja pengelolaan air minum provinsi Kepulauan Riau,
sedangkan dalam putusan KPPU No. 05/KPPU-L/2005 adalah persekongkolan
tender yang berbentuk horizontal, yaitu persekongkolan yang terjadi antara
pelaku usaha atau penyedia barang dan atau jasa dengan sesama pelaku usaha
atau penyedia barang dan atau pesaingnya. Persekongkolan tender tersebut
dilakukan oleh sesama pelaku usaha yaitu, PT. Uniteknindo Inti Sarana
sebagai pelaku usaha dengan PT. Tunggal Jaya Santika sebagai panitia tender.