PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER PENGADAAN BARANG SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN HUKUM PERSAINGAN USAHA (Studi pada Putusan KPPU No. 15/KPPU-L/2008 dan No. 01/KPPU-L/2008)

(1)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan dan iklim persaingan usaha harus dapat tumbuh dengan sehat dan terhindar dari praktek monopoli dan berbagai bentuk persaingan usaha tidak sehat yang merugikan masyarakat. Demi terlaksananya hal tersebut, maka perlu disusun peraturan yang mengatur tentang hal itu.

Pada tanggal 5 Maret 1999 oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia mengesahkan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Selanjutnya disebut Undang-Undang Anti Monopoli). Implementasi Undang-Undang Anti Monopoli harus berjalan dengan efektif sebagaimana tujuannya yaitu mencegah terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat. Tujuan tersebut dapat terlaksana bila diawasi pelaksanaannya. kemudian pemerintah membentuk suatu lembaga yang bertugas untuk mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Anti Monopoli. Lembaga tersebut adalah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

KPPU adalah lembaga administrasi non struktural yang independen yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada Presiden. Pembentukan KPPU ditetapkan dalam Keputusan Presiden No. 75 Tahun 1999 tentang KPPU. Sebagai lembaga


(2)

pengemban amanat Undang Undang No 5 tahun 1999, KPPU berkewajiban untuk memastikan terciptanya iklim persaingan usaha yang sehat dan kondusif di Indonesia.

Iklim persaingan usaha yang sehat akan menjamin tercapainya efisiensi dan efektifitas sistem perekonomian. Melalui persaingan usaha yang sehat pula, akan terjamin adanya kesempatan berusaha yang sama antara pelaku usaha besar, menengah dan kecil. Selain itu, persaingan usaha yang sehat akan meningkatkan daya saing industri dalam negeri sehingga mampu bersaing baik di pasar domestik maupun pasar internasional. Dengan demikian penegakan hukum persaingan dan implementasi kebijakan persaingan yang efektif akan menjadi pengawal bagi terimplementasinya sistem ekonomi pasar yang wajar, yang akan bermuara pada peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Dalam menjalankan tugasnya KPPU melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran persaingan usaha atas inisiatif sendiri. Namun KPPU juga membuka pintu seluas-luasnya bagi masyarakat dan atau pelaku usaha lain untuk melaporkan dugaan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, untuk ditindaklanjuti. Hal tersebut diketahui melalui penyelidikan dan pemeriksan. KPPU dapat memberikan putusan dan menjatuhkan sanksi kepada pelaku usaha yang terbukti melakukan praktek yang menghambat persaingan usaha tersebut.

Dengan demikian KPPU dalam melakukan pemeriksaan perkara persaingan usaha melalui 3 (tiga) cara, yaitu inisiatif KPPU sendiri, laporan dari pelaku usaha yang dirugikan dan laporan dari masyarakat (Munir Fuady, 1999: 104). Sesuai Pasal 38


(3)

ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli, KPPU akan memberikan jaminan kerahasiaan terhadap identitas pelapor dalam hal penanganan perkara melalui laporan.

KPPU melakukan monitoring dan atau menerima laporan dan menindaklanjuti serta menyelesaikan perkara pelanggaran Undang-Undang Anti Monopoli secara tuntas sampai menjatuhkan sanksi kepada pelaku usaha yang terbukti melakukan persaingan usaha tidak sehat. Pelaksanaan tugas tersebut memerlukan aturan/dasar hukum sebagai acuannya. KPPU membuat sendiri aturan atau dasar hukum dalam beracara karena Undang-Undang Anti Monopoli tidak mengatur secara jelas mengenai hal tersebut, dan memberikan wewenang kepada KPPU untuk membuat hukum acaranya sendiri. Berdasarkan hal tersebut, maka akhirnya KPPU mengeluarkan Keputusan KPPU Nomor 05/KPPU/Kep/IX/2000 tentang Tata Cara Penyampaian Laporan dan Penanganan Dugaan Pelanggaran terhadap Undang-Undang Anti Monopoli sebagai dasar hukum acaranya yang kemudian telah disempurnakan kembali menjadi Peraturan KPPU No. 1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penanganan Perkara di KPPU. Sejak tanggal 18 April 2006, pedoman tata cara penanganan perkara di KPPU harus mengacu pada Peraturan KPPU No.1 Tahun 2006.

Persaingan usaha tidak sehat yang dimaksud dalam Undang-Undang Anti Monopoli terbagi dalam 3 (tiga) lingkup, yaitu perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang, dan posisi dominan.


(4)

Salah satu bentuk kegiatan yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah kegiatan persekongkolan. Menurut Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Anti Monopoli, persekongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar yang bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol.

Persekongkolan dibagi dalam 3 (tiga) bentuk, yaitu persekongkolan untuk mengatur pemenang tender, persekongkolan untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaing yang dapat diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan, dan persekongkolan untuk menghambat produksi atau pemasaran barang dan jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar yang bersangkutan menjadi kurang baik dari jumlah, kualitas maupun ketetapan waktu yang dipersyaratkan.

Undang-Undang Anti Monopoli melarang pelaku usaha untuk melakukan persekongkolan dalam tender. Pasal 22 Undang-Undang Anti Monopoli melarang pelaku usaha bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

Meskipun Undang-Undang Anti Monopoli melarang pelaku usaha untuk melakukan kegiatan persekongkolan dalam tender, namun pada kenyataannya masih saja terjadi kegiatan persekongkolan dalam pelaksanaan tender tender yang diadakan oleh pemerintah. Implementasi undang undang tersebut oleh KPPU yang telah dijalankan selama beberapa tahun, sepanjang periode tersebut KPPU telah menerima kurang lebih 450 laporan dari masyarakat mengenai dugaan


(5)

pelanggaran persaingan usaha, dan hampir 60% dari kasus yang ditangani KPPU adalah kasus dugaan persekongkolan tender. (http://www.hukumonline.com)

Fakta tersebut menunjukkan bahwa kondisi terkini pengadaan barang dan jasa masih banyak diwarnai perilaku usaha yang tidak sehat, dimana pelaku usaha cenderung memupuk insentif untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan melakukan tindakan-tindakan anti persaingan, seperti melakukan pembatasan pasar, praktek persekongkolan, serta melakukan kolusi dengan panitia pengadaan untuk menentukan hasil akhir lelang.

Dalam konteks inilah, KPPU menjalankan fungsinya sebagai pengawas yang menelusuri pembuktian dugaan persekongkolan yang terjadi pada setiap tahapan proses pengadaan. Berkaitan dengan upaya penciptaan iklim usaha yang sehat di bidang pengadaaan barang dan jasa, KPPU berusaha mengetahui sejauh mana kebijakan yang ada telah sesuai dengan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat, terutama terhadap aspek pemberian kesempatan yang sama kepada semua pelaku usaha. Persekongkolan sering terjadi dalam tender-tender pemerintah. Perkara persekongkolan dalam tender yang terjadi antara lain adalah tender pengadaan alat kedokteran, kesehatan dan KB RSUD Kabupaten Buleleng, Singaraja, Bali Tahun Anggaran 2007. Perkara ini telah diputus dan ditetapkan oleh KPPU dalam surat putusan nomor 15/KPPU-L/2008. Dan pada tender pengadaan alat kesehatan, kedokteran dan KB Program Upaya Kesehatan Perorangan Badan Pengelolaan RSUD dr. Soesilo Kab. Tegal Dana Tugas Pembantuan Tahun 2007. Perkara ini telah diputus dan ditetapkan oleh KPPU dalam surat putusan nomor 01/KPPU-L/2008.


(6)

Kedua perkaran tersebut berawal dari laporan masyarakat. Dari hasil monitoring yang dilakukan oleh KPPU telah terjadi persaingan usaha tidak sehat berupa persekongkolan dalam tender. KPPU membentuk tim pemeriksa guna melakukan pendalaman lebih lanjut mengenai adanya dugaan persekongkolan dalam tender tersebut. Selanjutnya tim memeriksa semua pihak yang terkait dalam tender ini untuk mendapatkan keterangan dan bukti. Perkara ini terus diproses dan diselesaikan hingga akhirnya ditemukan fakta dan dipastikan terjadi persekongkolan dalam pelaksanaan tender tersebut. Namun dalam pelaksanaan penyelesaian perkara yang dilakukan oleh KPPU pastilah terdapat perbedaan baik dalam bentuk proses penyelesaian perkarannya ataupun bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan dalam suatu tender pengadaan meskipun tender pengadaan tersebut merupakan jenis pengadaan barang yang sama. Jadi, walaupun jenis perkaranya sama yaitu pengadaan barang dalam sebuah tender bisa saja terdapat perbedaan-perbedaan seperti perbedaan bentuk pelanggaran yang dilakukan, tata cara penanganan perkara oleh KPPU, dan sanksi hukum yang dijatuhkan oleh sidang majelis komisi pada proses persidangan.

Dari latar belakang permasalahan di atas menarik kiranya jika dilakukan sebuah penelitian mengenai Persekongkolan Dalam tender Pengadaan Barang Sebagai Bentuk Pelanggaran Hukum Persaingan Usaha (Studi Terhadap Putusan KPPU No. 15/KPPU-L/2008 dan No. 01/KPPU-L/2008).


(7)

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah persekongkolan yang terjadi dalam tender pengadaan barang sebagai bentuk pelanggaran persaingan usaha antara Putusan KPPU No. 15/KPPU-L/2008 dan Putusan KPPU No. 01/KPPU-L/2008.

Sedangkan ruang lingkup kajian dari permasalahan di atas antara lain meliputi: 1. Tata cara penanganan perkara oleh KPPU.

2. Bentuk-bentuk persekongkolan yang terjadi dalam tender yang merupakan hal yang dilarang dalam Undang-Undang Antimonopoli.

3. Upaya hukum yang ditimbulkan dari putusan sidang majelis KPPU terhadap putusan KPPU No. 15/KPPU-L/2008 dan No. 01/KPPU-L/2008.

Ruang lingkup bidang ilmu dalam penelitian ini adalah Hukum Perdata Ekonomi khususnya Hukum Persaingan Usaha.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan ruang lingkup di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis Putusan No. 15/KPPU-L/2008 dengan Putusan No. 01/KPPU-L/2008 tentang:

1. Tata cara penanganan perkara oleh KPPU dalam kedua perkara persekongkolan dalam tender tersebut.

2. Bentuk persekongkolan yang terjadi dalam pelaksanaan kedua tender yang merupakan pelanggaran Hukum Persaingan usaha.


(8)

3. Upaya hukum dari putusan sidang majelis komisi terhadap pelanggaran dalam kedua tender tersebut.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini mempunyai 2 (dua) aspek kegunaan, yaitu: 1. Kegunaan teoritis

Penelitian ini diharapkan berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang pendidikan ilmu hukum perdata ekonomi khususnya tentang Hukum Persaingan Usaha, mengenai bentuk bentuk persekongkolan dalam tender dan tata cara penanganan perkaranya.

2. Kegunaan praktis

Secara praktis, penelitian ini berguna untuk:

a. Upaya perluasan pengetahuan penulis dalam bidang ilmu hukum, khususnya hukum persaingan usaha.

b. Dapat memberikan sumbangsih pemikiran bagi pembangunan hukum yang ada di Indonesia khususnya tentang persaingan usaha.


(9)

V. PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab terdahulu, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.

1. Perkara persekongkolan dalam tender pengadaan alat kedokteran, kesehatan dan KB RSUD Kabupaten Buleleng, Singaraja, Bali Tahun Anggaran 2007, dan pada tender pengadaan alat kesehatan, kedokteran dan KB Program Upaya Kesehatan Perorangan Badan Pengelolaan RSUD dr. Soesilo Kab. Tegal Dana Tugas Pembantuan Tahun 2007 ini diketahui melalui laporan yang masuk ke KPPU sendiri. Selanjutnya Komisi menetapkan untuk melakukan pemeriksaan pendahuluan dan dilanjutkan dengan pemeriksaan lanjutan. Berdasarkan pemeriksaan pendahuluan dan lanjutan, akhirnya Komisi menyatakan bahwa telah terjadi persekongkolan dalam tender, dan menetapkan 8 (delapan) Terlapor dalam perkara tender pengadaan alat kedokteran, kesehatan dan KB RSUD Kabupaten Buleleng, Singaraja, Bali Tahun Anggaran 2007 dan menetapkan 5 (lima) Terlapor dalam perkara tender pengadaan alat kesehatan, kedokteran dan KB Program Upaya Kesehatan Perorangan Badan Pengelolaan RSUD dr. Soesilo Kab. Tegal Dana Tugas Pembantuan Tahun 2007. Penyelesaian perkara tersebut


(10)

dilakukan sesuai dengan Peraturan KPPU No. 1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penanganan Perkara di KPPU.

2. Putusan KPPU No. 15/KPPU-L/2008 menyatakan bahwa pada kasus tender pengadaan alat kedokteran, kesehatan dan KB RSUD Kabupaten Buleleng, Singaraja, Bali Tahun Anggaran 2007, bentuk persekongkolan yang terjadi adalah gabungan dari persekongkolan horizontal dan vertikal. Sedangkan Putusan KPPU No. 01/KPPU-L/2008 menyatakan bahwa pada tender pengadaan alat kesehatan, kedokteran dan KB Program Upaya Kesehatan Perorangan Badan Pengelolaan RSUD dr. Soesilo Kab. Tegal Dana Tugas Pembantuan Tahun 2007 bentuk persekongkolan yang terjadi adalah persekongkolan horizontal.

3. Putusan KPPU No. 15/KPPU-L/2008 menyatakan bahwa Terlapor V Terlapor VI tidak melanggar Pasal 19 huruf d Undang-Undang Anti Monopoli. Menyatakan bahwa Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor VI, dan Terlapor VIII terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 Undang-Undang Anti Monopoli. Menyatakan bahwa Terlapor V tidak melanggar Pasal 22 Undang-undang Anti Monopoli. Melarang Terlapor II, Terlapor III, dan Terlapor IV untuk mengikuti lelang di RSUD Kabupaten Buleleng, Singaraja, Bali, selama 1 (satu) tahun terhitung sejak Putusan ini memiliki kekuatan hukum tetap. Melarang Terlapor VI untuk memasok alat kedokteran, kesehatan, dan KB merek Siemens di RSUD Kabupaten Buleleng, Singaraja, Bali, selama 1 (satu) tahun terhitung sejak Putusan ini memiliki kekuatan hukum tetap. Merekomendasikan kepada


(11)

Komisi untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Bupati Kabupaten Buleleng untuk menjatuhkan sanksi kepada Direktur RSUD Kabupaten Buleleng dan Panitia Lelang sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku untuk Pegawai Negeri Sipil. Sedangkan pada Putusan KPPU No. 01/KPPU-L/2008 menyatakan bahwa Terlapor IV terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 19 huruf (d) Undang-Undang Anti Monopoli. Menyatakan Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III dan Terlapor IV terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 Anti Monopoli. Menyatakan Terlapor V tidak terbukti melanggar Pasal 22 Undang-Undang Anti Monopoli. Menghukum Terlapor IV membayar denda sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai Setoran Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha, Departemen Perdagangan Sekretariat Jenderal Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha). Melarang Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III untuk mengikuti tender yang dilaksanakan RSUD Dr. Soeselo Kabupaten Tegal selama 1 (satu) tahun terhitung sejak Putusan ini memiliki kekuatan hukum tetap.


(1)

6

Kedua perkaran tersebut berawal dari laporan masyarakat. Dari hasil monitoring yang dilakukan oleh KPPU telah terjadi persaingan usaha tidak sehat berupa persekongkolan dalam tender. KPPU membentuk tim pemeriksa guna melakukan pendalaman lebih lanjut mengenai adanya dugaan persekongkolan dalam tender tersebut. Selanjutnya tim memeriksa semua pihak yang terkait dalam tender ini untuk mendapatkan keterangan dan bukti. Perkara ini terus diproses dan diselesaikan hingga akhirnya ditemukan fakta dan dipastikan terjadi persekongkolan dalam pelaksanaan tender tersebut. Namun dalam pelaksanaan penyelesaian perkara yang dilakukan oleh KPPU pastilah terdapat perbedaan baik dalam bentuk proses penyelesaian perkarannya ataupun bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan dalam suatu tender pengadaan meskipun tender pengadaan tersebut merupakan jenis pengadaan barang yang sama. Jadi, walaupun jenis perkaranya sama yaitu pengadaan barang dalam sebuah tender bisa saja terdapat perbedaan-perbedaan seperti perbedaan bentuk pelanggaran yang dilakukan, tata cara penanganan perkara oleh KPPU, dan sanksi hukum yang dijatuhkan oleh sidang majelis komisi pada proses persidangan.

Dari latar belakang permasalahan di atas menarik kiranya jika dilakukan sebuah penelitian mengenai Persekongkolan Dalam tender Pengadaan Barang Sebagai Bentuk Pelanggaran Hukum Persaingan Usaha (Studi Terhadap Putusan KPPU No. 15/KPPU-L/2008 dan No. 01/KPPU-L/2008).


(2)

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah persekongkolan yang terjadi dalam tender pengadaan barang sebagai bentuk pelanggaran persaingan usaha antara Putusan KPPU No. 15/KPPU-L/2008 dan Putusan KPPU No. 01/KPPU-L/2008.

Sedangkan ruang lingkup kajian dari permasalahan di atas antara lain meliputi: 1. Tata cara penanganan perkara oleh KPPU.

2. Bentuk-bentuk persekongkolan yang terjadi dalam tender yang merupakan hal yang dilarang dalam Undang-Undang Antimonopoli.

3. Upaya hukum yang ditimbulkan dari putusan sidang majelis KPPU terhadap putusan KPPU No. 15/KPPU-L/2008 dan No. 01/KPPU-L/2008.

Ruang lingkup bidang ilmu dalam penelitian ini adalah Hukum Perdata Ekonomi khususnya Hukum Persaingan Usaha.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan ruang lingkup di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis Putusan No. 15/KPPU-L/2008 dengan Putusan No. 01/KPPU-L/2008 tentang:

1. Tata cara penanganan perkara oleh KPPU dalam kedua perkara persekongkolan dalam tender tersebut.

2. Bentuk persekongkolan yang terjadi dalam pelaksanaan kedua tender yang merupakan pelanggaran Hukum Persaingan usaha.


(3)

8

3. Upaya hukum dari putusan sidang majelis komisi terhadap pelanggaran dalam kedua tender tersebut.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini mempunyai 2 (dua) aspek kegunaan, yaitu: 1. Kegunaan teoritis

Penelitian ini diharapkan berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang pendidikan ilmu hukum perdata ekonomi khususnya tentang Hukum Persaingan Usaha, mengenai bentuk bentuk persekongkolan dalam tender dan tata cara penanganan perkaranya.

2. Kegunaan praktis

Secara praktis, penelitian ini berguna untuk:

a. Upaya perluasan pengetahuan penulis dalam bidang ilmu hukum, khususnya hukum persaingan usaha.

b. Dapat memberikan sumbangsih pemikiran bagi pembangunan hukum yang ada di Indonesia khususnya tentang persaingan usaha.


(4)

V. PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab terdahulu, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.

1. Perkara persekongkolan dalam tender pengadaan alat kedokteran, kesehatan dan KB RSUD Kabupaten Buleleng, Singaraja, Bali Tahun Anggaran 2007, dan pada tender pengadaan alat kesehatan, kedokteran dan KB Program Upaya Kesehatan Perorangan Badan Pengelolaan RSUD dr. Soesilo Kab. Tegal Dana Tugas Pembantuan Tahun 2007 ini diketahui melalui laporan yang masuk ke KPPU sendiri. Selanjutnya Komisi menetapkan untuk melakukan pemeriksaan pendahuluan dan dilanjutkan dengan pemeriksaan lanjutan. Berdasarkan pemeriksaan pendahuluan dan lanjutan, akhirnya Komisi menyatakan bahwa telah terjadi persekongkolan dalam tender, dan menetapkan 8 (delapan) Terlapor dalam perkara tender pengadaan alat kedokteran, kesehatan dan KB RSUD Kabupaten Buleleng, Singaraja, Bali Tahun Anggaran 2007 dan menetapkan 5 (lima) Terlapor dalam perkara tender pengadaan alat kesehatan, kedokteran dan KB Program Upaya Kesehatan Perorangan Badan Pengelolaan RSUD dr. Soesilo Kab. Tegal Dana Tugas Pembantuan Tahun 2007. Penyelesaian perkara tersebut


(5)

107

dilakukan sesuai dengan Peraturan KPPU No. 1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penanganan Perkara di KPPU.

2. Putusan KPPU No. 15/KPPU-L/2008 menyatakan bahwa pada kasus tender pengadaan alat kedokteran, kesehatan dan KB RSUD Kabupaten Buleleng, Singaraja, Bali Tahun Anggaran 2007, bentuk persekongkolan yang terjadi adalah gabungan dari persekongkolan horizontal dan vertikal. Sedangkan Putusan KPPU No. 01/KPPU-L/2008 menyatakan bahwa pada tender pengadaan alat kesehatan, kedokteran dan KB Program Upaya Kesehatan Perorangan Badan Pengelolaan RSUD dr. Soesilo Kab. Tegal Dana Tugas Pembantuan Tahun 2007 bentuk persekongkolan yang terjadi adalah persekongkolan horizontal.

3. Putusan KPPU No. 15/KPPU-L/2008 menyatakan bahwa Terlapor V Terlapor VI tidak melanggar Pasal 19 huruf d Undang-Undang Anti Monopoli. Menyatakan bahwa Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor VI, dan Terlapor VIII terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 Undang-Undang Anti Monopoli. Menyatakan bahwa Terlapor V tidak melanggar Pasal 22 Undang-undang Anti Monopoli. Melarang Terlapor II, Terlapor III, dan Terlapor IV untuk mengikuti lelang di RSUD Kabupaten Buleleng, Singaraja, Bali, selama 1 (satu) tahun terhitung sejak Putusan ini memiliki kekuatan hukum tetap. Melarang Terlapor VI untuk memasok alat kedokteran, kesehatan, dan KB merek Siemens di RSUD Kabupaten Buleleng, Singaraja, Bali, selama 1 (satu) tahun terhitung sejak Putusan ini memiliki kekuatan hukum tetap. Merekomendasikan kepada


(6)

Komisi untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Bupati Kabupaten Buleleng untuk menjatuhkan sanksi kepada Direktur RSUD Kabupaten Buleleng dan Panitia Lelang sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku untuk Pegawai Negeri Sipil. Sedangkan pada Putusan KPPU No. 01/KPPU-L/2008 menyatakan bahwa Terlapor IV terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 19 huruf (d) Undang-Undang Anti Monopoli. Menyatakan Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III dan Terlapor IV terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 Anti Monopoli. Menyatakan Terlapor V tidak terbukti melanggar Pasal 22 Undang-Undang Anti Monopoli. Menghukum Terlapor IV membayar denda sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai Setoran Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha, Departemen Perdagangan Sekretariat Jenderal Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha). Melarang Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III untuk mengikuti tender yang dilaksanakan RSUD Dr. Soeselo Kabupaten Tegal selama 1 (satu) tahun terhitung sejak Putusan ini memiliki kekuatan hukum tetap.


Dokumen yang terkait

Pertimbangan Hukum KPPU Dalam Memutus Perkara No.35/KPPU-I/2010 Tentang Praktek Beauty Contest Sebagai Bentuk Persekongkolan Tender

2 77 194

Persekongkolan Tender Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Dalam Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat Di Kota Pematang Siantar Ditinjau Dari UU Nomor 5 Tahun 1999 (Studi Kasus RSU Kota Pematang Siantar)

2 83 190

Disparatis putusan sanksi denda pada persekongkolan tender (studi putusan MA perkara Nomor 118 K/Pdt.Sus-KPPU/2013)

1 20 0

PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER PENGADAAN BARANG SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN HUKUM PERSAINGAN USAHA (Studi pada Putusan KPPU No. 15/KPPU-L/2008 dan No. 01/KPPU-L/2008)

0 11 114

ANALISIS HUKUM PUTUSAN KPPU NO. 21/KPPU-L/20087DAN PUTUSAN KPPU NO. 05/KPPU-L/2008 TENTANG PERSEKONGKOLAN TENDER SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA

0 3 2

ANALISIS HUKUM PUTUSAN KPPU NO. 21/KPPU-L/20087DAN PUTUSAN KPPU NO. 05/KPPU-L/2008 TENTANG PERSEKONGKOLAN TENDER SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA

0 5 12

INSTANSI PEMERINTAH DAN PERSEKONGKOLAN TENDER (Tinjauan yuridis terhadap putusan komisi pengawasan persaingan usaha No. 01/KPPU-L/2005 dan putusan No.20/KPPU-L/2007 tentang pengadaan alat kesehatan).

0 3 15

Pertimbangan Hukum KPPU Dalam Memutus Perkara No.35/KPPU-I/2010 Tentang Praktek Beauty Contest Sebagai Bentuk Persekongkolan Tender

0 0 10

Pertimbangan Hukum KPPU Dalam Memutus Perkara No.35/KPPU-I/2010 Tentang Praktek Beauty Contest Sebagai Bentuk Persekongkolan Tender

0 0 12

PENEGAKAN HUKUM PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM PERSAINGAN USAHA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT (Studi Putusan Perkara Nomor 01/KPPU-L/2016 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 22 Undang

0 0 15