Pengertian Pelayanan Publik Tinjauan Umum tentang Pelayanan Publik

Segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Definisi tersebut di atas menyatakan bahwa pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik dan pada prinsipnya menjadi tanggungjawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelayanan administrasi pemerintahan atau pelayanan perijinan dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang bentuk produk pelayanannya adalah ijin atau warkat. Pelayanan publik atau pelayanan umum dan pelayanan administrasi pemerintahan atau perijinan tersebut mungkin dilakukan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat, misalnya upaya Kantor Pertanahan untuk memberikan jaminan kepastian hukum atas kepemilikan tanah dengan menerbitkan akta tanah, pelayanan penyediaan air bersih, pelayanan transportasi, pelayanan penyediaan listrik dan lain-lain. Pelayanan publik atau pelayanan umum dan pelayanan administrasi pemerintahan atau pelayanan perijinan juga mungkin diselenggarakan sebagai pelaksanaan peraturan perundang-undangan. Misalnya karena adanya ketentuan peraturan perundangan bahwa setiap pengendara harus memiliki Surat Ijin Mengemudi, maka diselenggarakan pelayanan pengadaan SIM. Sebagaimana telah dijelaskan pelayanan publik atau pelayanan umum dapat diartikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang- undangan. Dengan demikian pelayanan publik atau pelayanan umum sangat terkait dengan upaya penyediaan barang publik atau jasa publik. Oleh karena itu, di bawah ini akan dijelaskan pengertian barang publik dan jasa publik. Barang publik dan jasa publik dapat dipahami dengan menggunakan taksonomi barang dan jasa yang dikemukakan oleh Howlett dan Ramesh. Berdasarkan derajat eksklusivitasnya apakah suatu barangjasa hanya dapat dinikmati secara eksklusif oleh satu orang saja dan derajat keterhabisannya apakah suatu barangjasa habis terkonsumsi atau tidak setelah terjadinya transaksi ekonomi, Howlett dan Ramesh membedakan adanya empat macam barangjasa: a. Barangjasa privat Barangjasa privat adalah barangjasa yang derajat eksklusivitas dan derajat keterhabisannya sangat tinggi, seperti misalnya makanan atau jasa potong rambut yang dapat dibagi-bagi untuk beberapa pengguna, tetapi yang kemudian tidak tersedia lagi untuk orang lain apabila telah dikonsumsi oleh seseorang pengguna. b. Barangjasa publik Barangjasa publik adalah barangjasa yang derajat eksklusivitas dan derajat keterhabisannya sangat rendah, seperti misal- nya penerangan jalan atau keamanan, yang tidak dapat dibatasi penggunaannya, dan tidak habis meskipun telah dinikmati oleh banyak pengguna. c. Peralatan publik Peralatan publik ini kadang-kadang disebut juga sebagai barangjasa semi publik, yaitu barangjasa yang tingkat eksklusivitasnya tinggi, tetapi tingkat keterhabisannya rendah. Contoh barangjasa semi publik adalah jembatan atau jalan raya yang tetap masih dapat dipakai oleh pengguna lain setelah dipakai oleh seseorang pengguna, tetapi yang memungkinkan untuk dilakukan penarikan biaya kepada setiap pemakai. d. Barangjasa milik bersama Sedangkan barangjasa milik bersama adalah barangjasa yang tingkat eksklusivitasnya rendah, tetapi tingkat keterhabisannya tinggi. Contoh barangjasa milik bersama adalah ikan di laut yang kuantitasnya berkurang setelah terjadinya pemakaian, tetapi yang tidak mungkin untuk dilakukan penarikan biaya secara langsung kepada orang yang menikmatinya. Beberapa pengertian dasar yang dituliskan di dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 adalah sebagai berikut: a. Pelayanan Publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan b. Penyelenggara pelayanan publik adalah Instansi Pemerintah c. Instansi Pemerintah adalah sebutan kolektif meliputi satuan kerjasatuan organisasi Kementrian, Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara dan Instansi Pemerintah lainnya, baik Pusat maupun Daerah termasuk Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah d. Unit penyelenggara pelayanan publik adalah unit kerja pada Instansi Pemerintah yang secara langsung memberikan pelayanan kepada penerima pelayanan publik e. Pemberi pelayanan publik adalah pejabatpegawai instansi pemerintah yang melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan f. Penerima pelayanan publik adalah orang, masyarakat, instansi pemerintah dan badan hukum g. Biaya pelayanan publik adalah segala biaya dengan nama atau sebutan apapun sebagai imbalan jasa atas pemberian pelayanan publik yang besaran dan tata cara pembayaran ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan h. Indeks Kepuasan Masyarakat adalah tingkat kepuasan masyarakat dalam memperoleh pelayanan yang diperoleh dari penyelenggara atau pemberi pelayanan sesuai harapan dan kebutuhan masyarakat. Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2003 menyatakan bahwa hakikat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengguna jasa, penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi asas-asas pelayanan sebagai berikut: 6 a. Transparansi Transparansi artinya bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. 6 Keputusan Menpan Nomor 63 Tahun 2003 b. Akuntabilitas Akuntabilitas artinya dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. c. Kondisional Kondisional artinya sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektifitas. d. Partisipatif Partisipatif artinya mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat. e. Kesamaan Hak Kesamaan Hak artinya tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi. f. Keseimbangan Hak dan Kewajiban Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak. Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2003 membedakan jenis pelayanan menjadi empat kelompok. Adapun empat kelompok tersebut adalah sebagai berikut: a. Kelompok Pelayanan Administratif yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi, kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu barang dan sebagainya. Dokumen-dokumen ini antara lain Kartu Tanda Penduduk KTP, Akte Pernikahan, Akte Kelahiran, Akte Kematian, Buku Pemilik Kendaraan Bermotor BPKB, Surat Izin Mengemudi SIM, Surat Tanda Nomor Kendaraan STNK, Izin Mendirikan Bangunan IMB, Paspor, Sertifikat KepemilikanPenguasaan Tanah dan sebagainya. b. Kelompok pelayanan barang, yaitu pelayanan yang menghasikan berbagai bentukjenis barang yang digunakan oleh publik, misalnya jaringan telepon, penyediaan tenaga listrik, air bersih, dan sebagainya c. Kelompok pelayanan jasa, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan oleh publik, misalnya pendidikan, pemeliharaan kesehatan, penyelenggaraan transportasi, pos dan sebagainya. Penyelenggaraan pelayanan publik perlu memperhatikan dan menerapkan prinsip, standar, pola penyelenggaraan, biaya, pelayanan bagi penyandang cacat, lanjut usia, wanita hamil dan balita, pelayanan khusus, biro jasa pelayanan, tingkat kepuasan masyarakat, pengawasan penyelenggaraan, penyelesaian pengaduan sengketa, serta evaluasi kinerja penyelenggaraan pelayanan publik. Kesemuanya itu akan dijelaskan di dalam sub bab-sub bab di bawah ini. a. Prinsip pelayanan publik Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2003 menyebutkan bahwa penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut: 1 Kesederhanaan Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan 2 Kejelasan Kejelasan ini mencakup kejelasan dalam hal : a Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik; b Unit kerjapejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan persoalansengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik; c Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran. 3 Kepastian waktu Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. 4 Akurasi Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah. 5 Keamanan Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum 6 Tanggung jawab Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhanpersoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik. 7 Kelengkapan sarana dan prasarana Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika telematika. 8 Kemudahan akses Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika. 9 Kedisiplinan, kesopananan dan keramahan Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah serta memberikan pelayanan dengan ikhlas. 10 Kenyamanan Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain. b. Standar pelayanan publik Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan. Menurut Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2003, standar pelayanan, sekurang-kurangnya meliputi: 1 Prosedur pelayanan Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan. 2 Waktu penyelesaian Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan. 3 Biaya pelayanan Biayatarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan. 4 Produk pelayanan Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. 5 Sarana dan prasarana Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik. 6 Kompetensi petugas pemberi pelayanan Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan. c. Pola penyelenggaraan pelayanan publik Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 dalam kaitannya dengan pola pelayanan menyatakan adanya empat pola pelayanan, yaitu: 1 Fungsional Pola pelayanan publik diberikan oleh penyelenggara pelayanan, sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya. 2 Terpusat Pola pelayanan publik diberikan secara tunggal oleh penyelenggara pelayanan berdasarkan pelimpahan wewenang dari penyelenggara pelayanan terkait lainnya yang bersangkutan. 3 Terpadu Pola penyelenggaraan pelayanan publik terpadu dibedakan menjadi dua, yaitu: a Terpadu satu atap Pola pelayanan terpadu satu atap diselenggarakan dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui beberapa pintu. Terhadap jenis pelayanan yang sudah dekat dengan masyarakat tidak perlu disatuatapkan. b Terpadu satu pintu Pola pelayanan terpadu satu pintu diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu. 4 Gugus tugas Petugas pelayanan publik secara perorangan atau dalam bentuk tugas ditempatkan pada instansi pemberi pelayanan dan lokasi pemberian pelayanan tertentu. Selain pola pelayanan sebagaimana yang telah disebutkan tersebut di atas, instansi yang melakukan pelayanan publik dapat mengembangkan pola penyelenggaraan pelayanannya sendiri dalam rangka upaya menemukan dan menciptakan inovasi peningkatan pelayanan publik. Pengembangan pola penyelenggaraan pelayanan publik dimaksud mengikuti prinsip-prinsip sebagaimana ditetapkan dalam pedoman ini. d. Biaya pelayanan publik Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 mengamanatkan agar penetapan besaran biaya pelayanan publik perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1 Tingkat kemampuan dan daya beli masyarakat; 2 Nilaiharga yang berlaku atas barang dan atau jasa; 3 Rincian biaya harus jelas untuk jenis pelayanan publik yang memerlukan tindakan seperti penelitian, pemeriksaan, pengukuran dan pengajuan; 4 Ditetapkan oleh pejabat yang berwenang dan memperhatikan prosedur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. e. Pelayanan bagi penyandang cacat, lanjut usia, wanita hamil dan balita Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2003 juga mengatur bahwa penyelenggara pelayanan wajib mengupayakan tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan serta memberikan akses khusus berupa kemudahan pelayanan bagi penyandang cacat, lanjut usia, wanita hamil dan balita. f. Pelayanan khusus Penyelenggaraan jenis pelayanan publik tertentu seperti pelayanan transportasi, kesehatan, dimungkinkan untuk memberikan penyelenggaraan pelayanan khusus, dengan ketentuan seimbang dengan biaya yang dikeluarkan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, seperti ruang perawatan VIP di rumah sakit, dan gerbong eksekutif kereta api sesuai dengan Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2003. g. Biro jasa pelayanan Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2003 dalam kaitannya dengan keberadaan biro jasa pelayanan menegaskan bahwa pengurusan pelayanan publik pada dasarnya dilakukan sendiri oleh masyarakat. Namun dengan pertimbangan tertentu dan sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik tertentu dimungkinkan adanya biro jasa untuk membantu penyelenggaraan pelayanan publik. Status biro jasa tersebut harus jelas, memiliki izin usaha dari instansi yang berwenang dan dalam menyelenggarakan kegiatan pelayanannya harus berkoordinasi dengan penyelenggara pelayanan yang bersangkutan, terutama dalam hal yang menyangkut persyaratan, tarif jasa dan waktu pelayanan, sepanjang tidak mengganggu fungsi penyelenggaraan pelayanan publik. Sebagai contoh, biro jasa perjalanan angkutan udara, laut dan darat. h. Tingkat kepuasan masyarakat Ukuran keberhasilan penyelenggaraan pelayanan ditentukan oleh tingkat kepuasan penerima pelayanan. Kepuasan penerima pelayanan memperoleh pelayanan sesuai dengan yang dibutuhkan dan diharapkan. Oleh karena itu dalam kaitannya dengan tingkat kepuasan masyarakat, Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2003 mengamanatkan agar setiap penyelenggara pelayanan secara berkala melakukan survei indeks kepuasan masyarakat. i. Pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik Pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik, dilakukan melalui beberapa cara sebagai berikut: 1 Pengawasan melekat yaitu pengawasan yang dilakukan oleh atasan langsung, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 2 Pengawasan fungsional yaitu pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 3 Pengawasan masyarakat yaitu pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat, berupa laporan atau pengaduan masyarakat tentang penyimpangan dan kelemahan dalam penyelenggaraan pelayanan publik. j. Penyelesaian pengaduan Setiap pimpinan unit penyelengara pelayanan publik wajib menyelesaikan setiap laporan atau pengaduan masyarakat mengenai ketidakpuasan dalam pemberian pelayanan sesuai dengan kewenangannya. Untuk menampung pengaduan masyarakat tersebut, unit pelayanan menyediakan loketkotak pengaduan. Dalam menyelesaikan pengaduan masyarakat, pimpinan unit penyelenggara pelayanan publik perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1 Prioritas penyelesaian pengaduan; 2 Penentuan pejabat yang menyelesaikan pengaduan; 3 Prosedur penyelesaian pengaduan; 4 Rekomendasi penyelesaian pengaduan; 5 Pemantauan dan evaluasi penyelesaian pengaduan; 6 Pelaporan proses dan hasil penyelesaian pengaduan kepada pimpinan; 7 Penyampaian hasil penyelesaian pengaduan kepada yang mengadukan; 8 Dokumentasi penyelesaian pengaduan. k. Penyelesaian sengketa Dalam hal pengaduan tidak dapat diselesaikan oleh unit penyelenggara pelayanan publik yang bersangkutan dan terjadi sengketa, maka Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2003 mengatur bahwa penyelesaiannya dapat dilakukan melalui jalur hukum. Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2003 dalam kaitannya dengan evaluasi kinerja penyelenggaraan pelayanan publik menyatakan bahwa pimpinan penyelenggara pelayanan publik secara berkala mengadakan evaluasi terhadap kinerja penyelenggaraan pelayanan di lingkungan secara berkelanjutan dan hasilnya secara berkala dilaporkan kepada pimpinan tertinggi penyelenggara pelayanan publik. Penyelenggara pelayanan publik yang kinerjanya dinilai baik perlu diberikan penghargaan untuk memberikan motivasi agar lebih meningkatkan pelayanan. Sedangkan penyelenggara pelayanan publik yang kinerjanya dinilai belum sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat, perlu terus melakukan upaya peningkatan. Dalam melakukan evaluasi kinerja pelayanan publik harus menggunakan indikator yang jelas dan terukur sesuai ketentuan yang berlaku.

2. Kualitas Pelayanan Publik

Pelayanan publik pada dasarnya merupakan tanggung jawab pemerintah daerah dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penyelenggaraan pelayanan publik yang di laksanakan oleh birokrasi pemerintah yang menyangkut pemenuhan hak-hak sipil serta kebutuhan dasar masyarakat, belum nyata di lihat dari kinerja birokrasi pemerintah selama ini. Karena jika melihat fenomena dewasa ini masih banyak keluhan dan pengaduan dari masyarakat, seperti cara kerja pelayanan yang berbelitbelit, tidak adanya transparansi dan akuntabilitas, terbatasnya fasilitas, kurangnya sarana dan prasarana pelayanan. Secara teoritis pemerintah daerah dapat meningkatkan pelayanan publik, ini karena semua kreativitas telah diberikan kepada daerah untuk menyelenggarakan pelayanan publik dalam rangka mensejahterakan masyarakat, ternyata dalam perjalanan roda pemerintahan banyak mengalami kendala seperti misalnya anggaran yang dialokasikan oleh pemerintah dalam rangka pelayanan publik sangat terbatas, mindset dari birokrat cenderung menempatkan dirinya sebagai agent kekuasaan dari pada agent pelayanan. Kondisi-kondisi tersebut yang membuat masa depan kehidupan masyarakat menjadi suram, hal ini karena masyarakat sangat tergantung pada pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah. 7 Kondisi tersebut, menyebabkan sering kali para aparat birokrasi tidak mampu menemukan problem-problem khusus dalam masyarakat karena kapasitas yang terbatas, dan seringnya terjebak ke dalam masalah atau fenomena sosial yang tampak di permukaan kemudian di pandang sebagai masalah yang sebenarnya, sehingga kesalahan dalam mengidentifikasikan masalah ini akan berakibat juga salahnya keputusan yang diambil. 8 7 A. Pramusinto W. Kumorotomo, 2009, Governance Reform di Indonesia : Mencari Arah Kelembagaan Politik yang Demokratis dan Birokrasi yang Profesional”, MAP-UGM, Yogyakarta, Gava Media, hlm. 168, 218 8 William N. Dunn, 2003, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Edisi Kedua, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, hlm. 209