bagaimana pertanggungjawaban hakim sebagai pelaku pelanggaran kode etik yang berpotensi pidana yang sering terjadi di Indonesia
dan dapat berpatisipasi dengan pemerintah untuk mengurangi pelanggaran kode etik yang dilakukan hakim.
d. Bagi penulis, dengan penelitian ini penulis dapat mengetahui dan
memahami mengenai kode etik hakim, pelanggaran kode etik hakim yang sering terjadi yakni yang tidak berpotensi pidana
maupun yang berpotensi pidana, sanksi bagi hakim yang melakukan pelanggaran kode etik, dan dapat mengetahui
bagaimana pertanggungjawaban hakim sebagai pelaku pelanggaran kode etik yang berpotensi pidana. Sehingga dengan penelitian yang
dilakukan, penulis dapat menyumbangkan hasil penelitian ini sebagai wujud partisipasi dalam pertanggungjawaban hakim
sebagai pelaku pelanggaran kode etik.
E. Keaslian Penelitian
Penulisan dengan judul Pertanggungjawaban Hakim Pelaku Pelanggaran Kode Etik Berpotensi Pidana bukan duplikasi atau plagiasi
skripsi yang ada tetapi merupakan hasil karya asli penulis. Ada beberapa skripsi yang mempunyai kemiripan yaitu:
1. Ferdinandus Sega Senda, alumni Fakultas Hukum Universitas Atma
Jaya Yogyakarta, NPM 060509474, menulis skripsi dengan judul Kajian Tentang Penerapan Sanksi Dalam Etika Profesi Advokat.
Rumusan masalahnya adalah bagaimana penerapan ketentuan sanksi
dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat serta Kode Etik Advokat Indonesia terhadap perlanggaran yang dilakukan
oleh advokat?. Tujuan penelitiannya adalah mencari data yang akan dianalisis dalam upaya menjawab permasalahan hukum mengenai
penerapan ketentuan sanksi dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat serta Kode Etik Advokat Indonesia terhadap
perlanggaran yang dilakukan oleh advokat. Hasil penelitian Ferdinandus Sega Senda adalah bahwa penerapan
sanksi yang dijatuhkan kepada advokat menjadi tidak efektif karena belum adanya wadah tunggal organisasi advokat, karena advokat yang
melakukan pelanggaran dapat berpindah dari organisasi advokat yang satu ke organisasi advokat yang lain. Faktor moral para advokat juga
merupakan hal yang menyebabkan terjadinya pelanggaran kode etik advokat Indonesia, yang dapat dilihat dalam kasus yang dilakukan oleh
M. Assegaf, SH dan Wirawan Adnan, SH dalam kasus pembunuhan Munir.
Selain kedua faktor tersebut, yang menyebabkan penerapan sanksi tidak efektif terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh advokat adalah
kurang jelas dan tumpang tindih antara Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan Kode Etik Advokat Indonesia
mengenai advokat dan kode etik advokat, misalnya dalam Undang- Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat mengatur ketentuan
sanksi serta hak dan kewajiban yang juga diatur dalam Kode Etik
Advokat Indonesia, yang mengakibatkan profesi advokat di Indonesia menjadi tidak jelas.
Perbedaan dengan penulisan ini adalah Ferdinandus Sega Senda menekankan pada Kajian Tentang Penerapan Sanksi Dalam Etika
Profesi Advokat, sedangkan penulisan ini menekankan pada Pertanggungjawaban Hakim Pelaku Pelanggaran Kode Etik Berpotensi
Pidana. 2.
Edi Saputra, alumni Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, NPM 110510535, menulis skripsi dengan judul
Penegakan Kode Etik Advokat Dalam Mendampingi Klien, adapun rumusan masalahnya adalah bagaimana penegakan kode etik advokat
dalam mendampingi klien? Adapun tujuan penelitiannya adalah untuk memperoleh data tentang penegakan kode etik advokat dalam
mendampingi klien. Hasil penelitian Edi Saputra adalah pelaksanaan penegakan kode etik
advokat dalam mendampingi klien terdapat dalam Pasal 9 Kode Etik Advokat Indonesia. Pasal 9 yang berisi bahwa setiap advokat wajib
tunduk dan mematuhi Kode Etik Advokat, dan pengawasan atas pelaksanaan Kode Etik Advokat yang dilakukan oleh Dewan
Kehormatan. Penegakan Kode Etik telah dilakukan oleh Majelis Dewan Kehormatan Daerah Peradi DKI Jakarta dalam kasus Dr.
Toding Mulya Lubis, S.H, L.LM., yang dinilai melakukan pelanggaran berat, yaitu melanggar larangan konflik kepentingan dan lebih
mengedepankan materi dalam menjalankan profesi dibandingkan dengan penegakan hukum, kebenaran dan keadilan.
Pasal 16 Kode Etik Advokat mengatur pengaturan mengenai sanksi- sanksi yang dapat diberikan kepada advokat yang melanggar kode etik,
yaitu antara lain berupa teguran, peringatan keras, pemberhentian sementara waktu, pemberhentian selamanya, dan pemecatan dari
keanggotaan organisasi profesi. Masing-masing sanksi ditentukan oleh berat ringannya pelanggaran yang dilakukan oleh advokat dan sifat
pengulangan pelanggarannya. Advokat yang menyimpang atau melakukan pelanggaran kode etik dapat diproses melalui peradilan
profesi oleh Dewan Kehormatan. Perbedaan dengan penulisan skripsi ini adalah Edi Saputra
menekankan pada
Penegakan Kode
Etik Advokat
Dalam Mendampingi Klien, sedangkan penulisan ini menekankan pada
Pertanggungjawaban Hakim Pelaku Pelanggaran Kode Etik Berpotensi Pidana.
3. Petrus Kanisius Noven Manalu, alumni Fakultas Hukum Universitas
Atma Jaya Yogyakarta, NPM 070509735, menulis skripsi dengan judul Fungsi Kode Etik Profesi Polisi Dalam Rangka Meningkatkan
Profesionalitas Kinerjanya, adapun rumusan masalahnya adalah bagaimana Kode Etik Profesi Polisi berfungsi dalam meningkatkan
profesionalitas kinerja polisi?, adapun tujuan penelitiannya adalah
untuk memperoleh data tentang fungsi Kode Etik Profesi Polisi berperan dalam meningkatkan profesionalitas kinerja kepolisian.
Hasil Penelitian Petrus Kanisius Noven Manula adalah kode etik profesi polisi dapat meningkatkan profesionalitas kinerja polisi
diantaranya adalah dengan sosialisasi secara maksimal kepada anggota polisi baru tentang kode etik profesi dalam menjalankan tugasnya,
peninjauan kerja atau terhadap para polisi lama, apakah sudah menjalankan tugasnya sesuai kode etik yang ada, dan peninjauan isi
atau kandungan dalam kode etik profesi polisi, yang harus disesuaikan dengan kondisi masyarakat yang dinamis.
Perbedaan dengan penulisan ini adalah Petrus Kanisius Noven Manulu menekankan pada Fungsi Kode Etik Profesi Polisi Dalam Rangka
Meningkatkan Profesionalitas Kinerjanya, sedangkan penulisan ini menekankan pada Pertanggungjawaban Hakim Pelaku Pelanggaran
Kode Etik Berpotensi Pidana
F. Batasan Konsep