Analisis sengketa pajak pertambahan nilai atas kasus banding perusahaan X melaului pengadilan pajak; studi kasus di pengadilan pajak

ANALISIS SENGKETA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
ATAS KASUS BANDING PERUSAHAAN "X"
MELALUI PENGADILAN PAJAK
(Studi Kasus di Pengadilan Pajak)

Disusun Oleh:
Ika Lisnawati
NIM : 104082002760

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009 M

ANALISIS SENGKETA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
ATAS KASUS BANDING PERUSAHAAN “X”
MELALUI PENGADILAN PAJAK
(Studi Kasus di Pengadilan Pajak)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh
Ika Lisnawati
NIM : 104082002760

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I
Pembimbing II

Prof. Dr. Abdul Hamid, MS
M.Si
NIP : 131 474 891

Afif Sulfa, SE, Ak,
NIP :

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009 M

Hari ini Kamis Tanggal 7 Bulan Mei Tahun Dua Ribu Sembilan telah
dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Ika Lisnawati NIM :
104082002760 dengan judul Skripsi “ ANALISIS SENGKETA PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI ATAS KASUS BANDING PERUSAHAAN
“X” MELALUI PENGADILAN PAJAK” (Studi Kasus di Pengadilan
Pajak). Memperhatikan penampilan mahasiswi tersebut selama ujian
berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 7 Mei 2009

Tim Penguji Ujian Komprehensif

Yessi Fitri, SE., M.Si

SE., MM
Ketua

Rahmawati,
Sekretaris

Prof. Dr. Abdul Hamid, MS
Penguji Ahli

Hari ini Kamis Tanggal 26 Bulan November Tahun Dua Ribu Sembilan
telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Ika Lisnawati NIM : 104082002760
dengan

judul

Skripsi

SENGKETA

“ANALISIS


PAJAK

PERTAMBAHAN NILAI ATAS KASUS BANDING PERUSAHAAN
“X” MELALUI PENGADILAN PAJAK” (Studi Kasus di Pengadilan
Pajak). Memperhatikan penampilan mahasiswi tersebut selama ujian
berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 26 November 2009

Tim Penguji Ujian Skripsi

Prof.Dr.Ahmad Rodoni.,MM
SE.,Ak.,Msi
Penguji I


Amilin, SE.,Ak.,Msi
Penguji Ahli

Afif Sulfa,
Penguji II

Dispute Analysis On Value Added Tax Case Appeal
Company "X" Through the Tax Court

ABSTRACT

This study aims to analyze the tax dispute that happened at PT "X".
Companies that become the object of research is a company that has a kind
of business mapping services that have NPWP 01,893,832.4-014000. The
collection of data using the internal secondary data from the Tax Court or
the Tax Court decision on appeal cases value added tax dispute. Methods of
determining sample Judgment Sampling methods.
To analyze the data using qualitative and quantitative analysis. The
results of this study are: (a) The main causes of the emergence of value

added tax dispute in PT "X" is due to the issuance of VAT SKPLB Goods
and Services Tax Period in December 2005 by stating that Fiskus more pay
VAT amounting
to Rp 248,271,902.00 and the efforts
conducted PT "X" is a Taxable Service Business. Meanwhile, the taxpayers,
more pay VAT amounting
to Rp 440,107,627.00 and
Export Services business is not subject to tax.
(b) The appeal
process is carried out by PT "X" is through the preparation phase of the trial
with a letter requesting an appeal to the Tax Court later received Appeal
Description Letter and provide feedback in the form of Disclaimer.
Once it is finished, a new trial can be held. Because the appeal in the case of
PT "X" in this appeal hearing with the Tax Court Regular Session. (c) The
length of time required by the PT "X" to obtain the results of the appeal case
is for 336 days from the Letter of Appeal filed on May 14, 2008 until the
Tax Court decision received by PT "X" on April 14, 2009. (d) Results of the
appellate tax disputes by the value of PT "X" through the Tax Court for Tax
Period December 2005 through the trial with Ordinary Session only
partially granted the appeal only, namely PT "X" are true is a company that

moves in the field of digital mapping services to the transaction to the
companies / foreign clients who transfer
the digital map including
the Export Service. The imposition of VAT and is not regulated by the Law
and Taxation Regulations. So the difference amount of tax according to the
applicant Fiskus Appeal, it was not sustained. Thus there is no amount of
value added tax paid by PT "X".

Keywords: Tax Disputes, Appeal, Value Added Tax, the Tax Court.

Analisis Sengketa Pajak Pertambahan Nilai Atas Kasus Banding

Perusahaan “X” Melalui Pengadilan Pajak

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganlisis sengketa pajak yang
terjadi pada PT “X”. Perusahaan yang menjadi objek penelitian adalah
perusahaan
yang memiliki jenis usaha Jasa Pemetaan yang

mempunyai NPWP 01.893.832.
4-014.000. Pengumpulan data
menggunakan sekunder internal yaitu data dari Pengadilan Pajak atau
putusan Pengadilan Pajak mengenai kasus banding sengketa pajak
pertambahan nilai. Metode penentuan sample menggunakan metode
Judgment Sampling.
Untuk menganlisis data menggunakan analisa kualitatif dan
kuantitatif. Hasil dari penelitian ini adalah: (a) Penyebab utama timbulanya
sengketa pajak pertambahan nilai pada PT “X” adalah karena diterbitkannya
SKPLB PPN Barang dan Jasa Masa Pajak Desember 2005 oleh Fiskus yang
menyatakan bahwa PPN lebih bayarnya sebesar Rp 248.271.902,00 dan
usaha yang dilakukan PT “X” merupakan Usaha Jasa Kena Pajak.
Sedangkan menurut wajib pajak, PPN lebih bayarnya sebesar Rp
440.107.627,00 dan usahanya merupakan Ekspor Jasa
yang tidak kena
pajak. (b) Proses banding yang dilakukan oleh PT “X” adalah melalui tahap
persiapan pesidangan dengan mengajukan permohonan surat banding ke
Pengadilan Pajak kemudian menerima Surat Uraian Banding
dan
memberikan tanggapan berupa Surat Bantahan. Setelah proses tersebut

selesai, sidang baru dapat diselenggarakan. Karena dalam kasus banding PT
“X” ini persidangan bandingnya di Pengadilan Pajak Dengan Acara Biasa.
(c) Lama waktu yang diperlukan oleh PT “X” untuk memperoleh hasil dari
kasus bandingnya adalah selama 336 hari terhitung sejak Surat Banding
diajukan
pada tanggal 14 Mei 2008 sampai putusan Pengadilan Pajak
diterima oleh PT “X” pada tanggal 14 April 2009. (d) Hasil dari pengajuan
banding sengketa pajak pertambahan nilai yang dilakukan oleh PT “X”
melalui Pengadilan Pajak
untuk Masa Pajak Desember 2005 yang
melalui persidangan dengan Acara Biasa hanya mengabulkan sebagian
permohonan bandingnya saja, yaitu PT “X” tersebut benar adanya
merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang Jasa pembuatan peta
digital dengan transaksi kepada perusahan/klien luar negri yang penyerahan
peta digital tersebut termasuk sebagai Ekspor Jasa. Dan Pengenaan PPN nya
tidak diatur oleh Undang-undang dan Peraturan Perpajakan. Sehingga
perbedaan jumlah pajak menurut Terbanding dengan Pemohon Banding,
semuanya itu tidak dapat dipertahankan. Dengan demikian tidak ada jumlah
pajak pertambahan nilai yang lebih dibayar oleh PT “X”.


Kata Kunci: Sengketa Pajak, Banding, Pajak Pertambahan Nilai,
Pengadilan
Pajak.

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim..
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu..
Dengan nama Allah yang Maha Rahman dan Rahiim-Nya, segala puji
dan syukur hanya bagi Allah yang merajai hari akhir, yang telah
melimpahkan Rahmat dan Karunia yang tak terhingga sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mencapai
gelar Sarjana Ekonomi jurusan Akuntansi di lingkungan Universitas Islam
Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Shalawat serta Salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa cahaya kebenaran, yang diutus
sebagai rahmatan lil alamiin, juga kepada keluarga, dan sahabat dan
semoga sampai kepada kita selaku umatnya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih kurang
sempurna, walaupun penulis berusaha menempatkan skripsi sebagai sebuah
karya ilmiah. Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan sebesarbesarnya penulis sampaikan kepada kedua orangtua tercinta yang telah

membesarkan, membiayai, memberikan bimbingan, dan dukungan baik
moril maupun materil, juga kedua kakakku yang selalu memberikan
semangat untuk selalu pantang menyerah. Ungkapan terima kasih yang tulus
penulis sampaikan juga kepada pihak lain yang telah amat berjasa dalam
membantu menyelesaikan skripsi ini, yaitu:
1.

Bapak Prof., Dr., Abdul Hamid, MS, selaku Dosen Pembimbing I dan
Ketua Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, yang di tengah
kesibukannya telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan,
arahan serta motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini.

2.

Bapak Afif Sulfa, SE., Ak., M.Si, selaku Dosen Pembimbing II dan
Ketua Jurusan Akuntansi, yang telah membantu memberikan

bimbingan, kritik, dan dukungan moril agar skripsi ini menjadi lebih
baik dalam penulisan maupun isi materi skripsi.
3.

Bapak Prof. Dr.Ahmad Rodoni,MM, selaku Pudek Akademik yang
telah membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

4.

Ibu Yessi Fitri,SE., M.Si, selaku SekJur Akuntansi.

5.

Seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial yang telah
memberikan ilimu yang bermanfaat bagi penulis.

6.

Seluruh staff akademik FEIS dan Pusat yang telah melancarkan jalan
penulis dalam bidang administrasi.

7.

Bapak Heruni Maso, selaku Kepala Bagian Umum Pengadilan Pajak
yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan riset skripsi.

8.

Bapak Lambang, selaku Kepala Bagian Administrasi Peninjauan
Kembali dan Dokumentasi, yang telah membolehkan dan memberikan
data-data yang dibutuhkan penulis untuk penelitian dan penyelesaian
skripsi.

9.

Bapak Tambah, selaku wakil Bagian Administrasi Peninjauan
Kembali dan Dokumentasi.

10.

Segenap keluarga besarku tersayang yang menjadi motivasi buat
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

11.

Sahabat-sahabatku yang tercinta, Lena, Isa, Puput, Riska, tidak lupa
teman-temanku akuntansi E angkatan 2004 lainnya, yang selama ini
selalu memberikan semangat, dukungan dan bantuan hingga akhirnya
penulis dapat menyelesaikan juga skripsi ini.
Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada semua pihak yang

namanya tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, semoga Allah berkenan
membalas segala perbuatan kalian, Amien.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi
penulis dan umumnya bagi pembaca sekalian.

Jakarta, November 2009 M
Dzulqo’dah 1430 H
Ika Lisnawati

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan Skripsi...............................................................................i
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ........................................................ii
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi...................................................................iii
Daftar Riwayat Hidup ......................................................................................iv
Abstract.............................................................................................................. v
Abstrak..............................................................................................................vi
Kata Pengantar ................................................................................................vii
Daftar Isi ...........................................................................................................ix
Daftar Tabel .....................................................................................................xii
Daftar Gambar ...............................................................................................xiii
Daftar Lampiran.............................................................................................xiv

BAB I

PENDAHULUAN ......................................................................1
A. Latar Belakang Penelitian .......................................................1
B. Perumusan Masalah Penelitian ................................................6
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .............................................7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA .............................................................9
A. Tinjauan Pustaka.....................................................................9
1. Pengadilan Pajak ............................................................9
2. Kekuasaan Pengadilan Pajak ........................................12
3. Kronologi Timbulnya Sengketa Banding ......................13
4. Sengketa Pajak Dalam Proses Banding.........................14
5. Langkah-langkah Pengajuan Banding dan Proses
Pelaksanaan Banding....................................................16
6. Kuasa Hukum...............................................................20
7. Persiapan Persidangan ..................................................23

8. Persidangan Banding ....................................................27
9. Pelaksanaan Putusan.....................................................36
10. Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung...........38
11. Putusan Mahkamah Agung...........................................38
12. Menyiapkan Surat Banding ..........................................39
13. Penyusunan Surat Banding ...........................................39
14. Isi Surat Putusan Pengadilan Pajak ...............................40
15. Teknis Penghitungan PPN ............................................41
16. Ketentuan Formal Penerbitan Surat Ketetapan
Pajak Lebih Bayar ........................................................42

BAB III

BAB IV

B.

Hasil Penelitian Terdahulu .................................................44

C.

Kerangka Pemikiran...........................................................47

METODOLOGI PENELITIAN...............................................49
A.

Ruang Lingkup Penelitian ..................................................49

B.

Metode Penentuan Sampel .................................................49

C.

Metode Pengumpulan Data ................................................49

D.

Metode Analisis Data .........................................................50

E.

Operasional Variabel Penelitian .........................................51

PENEMUAN DAN PEMBAHASAN.......................................52
A.

Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ........................52

1. Sejarah Singkat Perusahaan ..........................................52
2. Perkembangan Usaha ...................................................52
B.

Penemuan dan Pembahasan................................................53
1. Penyebab timbulnya Sengketa Pajak Pertambahan
Nilai pada PT X............................................................53
2. Proses Banding yang dilakukan oleh PT X ..................56
3. Lama Waktu yang diperlukan oleh PT X
untuk memperoleh hasil dari kasus Bandingnya............72
4. Hasil Pengajuan Banding Sengketa Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa pada PT X.............73

C.

BAB V

Evaluasi Hasil Penelitian....................................................75

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ..........................................79
A.

Kesimpulan........................................................................79

B.

Implikasi ............................................................................80

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I.

IDENTITAS DIRI
1. Nama

: Ika Lisnawati

2. Tempat Tanggal Lahir

: Jakarta, 23-Juni-1986

3. Agama

: Islam

4. Alamat Sekarang

: Jl. Husein Sastra Negara
Kp. Rawa Bokor Rt:002 Rw:010
No:53 Kec. Benda Kel. Benda
Tangerang-Banten 15125

5. Kebangsaan

: Indonesia

6. Jenis Kelamin

: Perempuan

7. Telepon

: (021) 97839186/ (021) 99078122

II. PENDIDIKAN FORMAL
1. Tahun 1991-1992

: TK Putri Asri II, Jakarta

2. Tahun 1992-1998

: SDN Pegadungan 01 Pagi, Jakarta

3. Tahun 1998-2001

: SLTP Riyadlul Jannah, Bogor

4. Tahun 2001-2004

: SMA Riyadlul Jannah, Bogor

5. Tahun 2004-2009

: Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta

DAFTAR TABEL

Tabel

Keterangan
Halaman

4.1

Perbedaan Perhitungan PPN terhutang
54
Menurut Pemohon Banding dan Terbanding

4.2

Hasil Perhitungan PPN dalam Keputusan
55
Terbanding

4.3

Perhitungan PPN terhutang menurut Penelaah
63

4.4

Perbandingan Perhitungan PPN menurut Pemohon
65
Banding dan Terbanding dalam Surat Bantahan
atas Uraian Banding

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Keterangan

2.1

Ringkasan Proses Pelaksanaan Banding

Halaman
17

dengan Acara Biasa
2.2

Alur sengketa pajak – banding

47

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Keterangan

Halaman
1

Surat Keterangan Riset
84

2

Putusan Pengadilan Pajak
87

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian
Sumber utama penerimaan negara berupa pajak yang perlu
ditingkatkan untuk mendukung pembangunan nasional agar dapat
dilaksanakan dengan kemampuan sendiri berdasar pada prinsip
kemandirian. Selain sebagai sumber penerimaan negara, pajak juga
dapat digunakan pemerintah sebagai alat ukur untuk mengatur atau
untuk melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial
ekonomi.
“Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan
undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal
yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membiayai
pengeluaran umum (Soemitro dalam Burton dan Ilyas:2004)”.
Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia adalah Self
Assessment System, yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada wajib pajak (WP) untuk menentukan sendiri besarnya
pajak yang terhutang. Hal ini berdasarkan cita-cita pembangunan
nasional negara ini yang ingin melaksanakan pembangunannya berdasar

pada prinsip kemandirian. Namun pada hakekatnya, masih ada saja
pelaksanaan pemungutan pajak yang tidak sesuai dengan undangundang perpajakan yang dapat menimbulkan ketidak adilan bagi
masyarakat wajib pajak, misal adanya WP yang merasa kurang puas atas
suatu

ketetapan

pajak

yang

dikenakan

atau

atas

pemotongan/pemungutan pajak oleh pihak ketiga. Sehingga dapat
mengakibatkan timbulnya sengketa pajak antara wajib pajak dan pejabat
yang berwenang.
Oleh karena itu, diperlukan lembaga peradilan di bidang
perpajakan yang lebih komprehensif yang dibentuk dengan undangundang, yang menjamin Hak dan Kewajiban pembayar pajak sesuai
dengan undang-undang perpajakan dan dapat memberikan putusan
hokum atas Sengketa Pajak dengan proses yang sederhana, cepat, dan
murah (Waluyo, 2006:34).
Dengan mengacu pada ketentuan Pasal 1 Undang-undang Nomor
14 Tahun 2002 tenteng Pengadilan Pajak.
“Sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang
perpajakan antara Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dengan pejabat
yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat
diajukan banding atau gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan
peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk gugatan atas
pelaksanaan penagihan berdasarkan undang-undang penagihan pajak
dengan surat paksa (Wirawan B Ilyas dan Richard Burton, 2004:55)”.
Sengketa dimulai sejak keluarnya keputusan pejabat yang
berwenang (Ditjen Pajak) dan keputusan tersebut dapat diajukan
banding atau gugatan ke Pengadilan Pajak. Dengan demikian sengketa
yang timbul sebelum keluarnya keputusan Ditjen Pajak dimaksud,

seperti perselisihan yang sering terjadi dalam pemeriksaan pajak, tidak
dapat dianggap sebagai sengketa pajak.
Sengketa Pajak tidak harus diselesaikan di Pengadilan Pajak, tetapi
sengketa pajak juga bisa diselesaikan di Ditjen Pajak. Sengketa Pajak
yang harus diselesaikan melalui Pengadilan Pajak meliputi Banding dan
Gugatan. Hal tersebut berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2002 dan
Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan Tentang Pengadilan Pajak.
Pengadilan Pajak merupakan pengganti dari Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak (BPSP). Awalnya lembaga peradilan pajak bernama
Majelis Pertimbangan Pajak (MPP), kemudian MPP diubah menjadi
BPSP dan akhirnya BPSP pun per tanggal 12 April 2002 diubah menjadi
Pengadilan Pajak.
Majelis Pertimbangan Pajak (MPP) di Indonesia merupakan
instansi peradilan administrasi yang berada di luar peradilan sipil.
Penyelesaian perselisihan pasca keberatan yang belum memuaskan
Wajib Pajak dapat dilakukan di MPP, tentunya setelah Wajib Pajak yang
bersangkutan memnuhi ketentuan formal yang telah ditentukan. Dan
kontrol peradilan hanya berada di MPP saja tidak perlu ke Mahkamah
Agung.
Dengan diundangkannya UU No. 17 Tahun 1997, posisi MPP
digantikan dengan BPSP. Pembentukan BPSP sendiri adalah perintah
Pasal 27 UU No.6 Tahun 1983 yang telah diubah dengan UU No.17
Tahun 2000 (UU KUP). Dalam Pasal 27 UU KUP itu ditegaskan bahwa
Wajib Pajak hanya dapat mengajukan banding kepada Badan Peradilan

Pajak. Dalam penjelasan umum UU No.17 Tahun 1997 tersebut
dinyatakan Bahwa BPSP adalah BPP yang mempunyai tugas memeriksa
dan memutus sengketa pajak. Sama halnya dengan MPP, keputusan
yang diterbitkan oleh BPSP tidak dapat diajukan kasasi maupun
peninjauan kembali karena tidak berpuncak pada Mahkamah Agung
(Shadani,Anwar,dan Subroto., 2009:33)

Maka dengan banyak pertimbangan, diantaranya:


Meningkatnya jumlah WP dan pemahaman mereka akan hak dan
kewajiban dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan
perpajakan, sehingga tidak dapat dihindari timbulnya sengketa
pajak yang memerlukan penyelesaian yang adil dengan prosedur
dan proses yang yang cepat, murah, dan sederhana.



BPSP bukan merupakan Badan Peradilan yang berpuncak di
Mahkamah Agung.



Karena diperlukan suatu Pengadilan Pajak yang sesuai dengan
system kekuasaan kehakiman di Indonesia dan mampu
menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian
sengketa pajak.

Per 12 April 2002 posisi BPSP kemudian digantikan oleh Pengadilan
Pajak melalui Penerbitan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002.
Dalam Pengadilan Pajak tidak dikenal adanya peradilan dua tingkat.
Sesuai dengan Pasal 33 ayat (1) UU No.14 Tahun 2002, “Pengadilan

Pajak merupakan Peradilan tingkat pertama dan terakhir dalam
memeriksa dan memutus Sengketa Pajak”. Kemudian dalam Pasal 77
ayat (1) undang-undang yang sama disebutkan bahwa “putusan
Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan
hukum tetap”. Apabila pihak-pihak yang bersengketa merasa tidak puas
dengan putusan banding, pihak-pihak tersebut dapat mengajukan
Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung. Hal ini sebagaimana
diatur dalam Pasal 77 ayat (3) UU No.14 Tahun 2002 (Indonesian Tax
Review,Vol 6/Edisi 2/2006:4-6).
Salah satu permasalahan Sengketa Pajak yang sering terjadi adalah
masalah PPN (Pajak Pertambahan Nilai). Masalah akan timbul ketika
terjadi perbedaan perhitungan atas jumlah PPN antara WP dengan
Fiskus. Perbedaan tersebut bisa timbul karena adanya perbedan pendapat
mengenai dasar hukum yang seharusnya digunakan, beda persepsi atas
ketentuan peraturan pajak, perselisihan atas suatu transaksi tertentu, atau
bisa juga disebabkan oleh hal-hal lainnya.
Wajib Pajak yang merasa tidak puas dapat mengajukan keberatan
atas Suatu Surat Ketetapan Pajak yang telah diterbitkan oleh DirJen
Pajak. Kemudian WP dapat melakukan banding jika masih tidak puas
dengan putusan keberatan yang dikeluarkan oleh Dirjen Pajak, atau bisa
juga melakukan upaya hukum melalui gugatan.
Penelitian

ini

merupakan

hasil

replikasi

dari

penelitian

sebelumnya. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Kusuma (2006)
yaitu menganalisa Restitusi PPN Lebih Bayar Atas Kasus Banding

Perusahaan “X” Melalui Pengadilan Pajak. Penelitian ini menganalisis
Sengketa Pajak Pertambahan Nilai Atas Kasus Banding Perusahaan "X"
Melalui Pengadilan Pajak. Kasus yang diteliti adalah Perusahaan “X”
yang keberatan dengan Surat Keputusan Pajak Lebih Bayar kemudian
mengajukan banding ke Pengadilan Pajak. Data Perusahaan “X” tersebut
diperoleh langsung dari Pengadilan Pajak dengan cara memilih data
yang sesuai dengan tujuan penelitian.

Perbedaan penelitian dengan penelitian terdahulu yaitu:
1. Penelitian sebelumnya membahas dan menganalisis Banding karena
ingin restitusi PPN lebih bayarnya, penelitian ini membahas dan
menganalisis Banding sengketa pajak.
2. Objek penelitiannya yaitu pada Perusahaan yang bergerak di bidang
Usaha Jasa Pemetaan, sedangkan penelitian sebelumnya pada
perusahaan yang bergerak di bidang Usaha Pemrosesan/Penyediaan
Listrik dan Uap Panas.
3. Metode analisis data yang digunakan analisis kualitatif dan
kuantitatif, sedangkan pada penelitian sebelumnya menggunakan
analisa kualitatif saja.
4. Hukum yang digunakan pada penelitian ini menggunakan UU dan
KUP yang berlaku saat ini yang telah mengalami perubahan pada
tahun 2007.
B. Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian diatas maka masalah dalam
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa yang menjadi pokok sengketa dalam kasus Banding PT “X”?
2. Bagaimana proses banding yang dilakukan oleh PT “X” terhadap
sengketa pajak yang terjadi pada perusahaan “X” tesebut?
3. Berapa lama waktu yang diperlukan oleh PT “X” untuk memperoleh
hasil dari kasus banding nya tersebut?
4. Bagaiman hasil pengajuan banding sengketa pajak tersebut pada PT
“X”?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Adapun tujuan penulis dari penelitian atas kasus sengketa PPN
melalui banding di Pengadilan Pajak adalah:
1. Untuk menganalisis pokok sengketa dalam kasus Banding PT “X”.
2. Untuk menganalisis proses banding yang dilakukan oleh PT “X”
dalam penyelesaian sengketa pajaknya tersebut .
3. Untuk

mengetahui

lama

waktu

yang

diperlukan

dalam

menyelesaikan kasus sengketa pajaknya yang melalui banding di
Pengadilan Pajak.
4. Untuk mengetahui hasil dari pengajuan banding tersebut pada PT
“X”.

Sedangkan kegunaan dari penelitian ini atas kasus ini, penulis
berharap dapat bermanfaat bagi:
1. Perusahaan, dapat membantu memberikan informasi kepada WP
yang mengalami kasus banding sengketa pajak di pengadilan pajak,
sehingga dapat mempermudah WP dalam memproses pelaksanaan
penyelesaian sengketa pajaknya.
2. Pemerintah, membantu dalam mensosialisasikan proses penyelesaian
sengketa pajak melalui banding di pengadilan pajak kepada
masyarakat.
3. Pihak lain, dapat memberikan tambahan pengetahuan kepada pihak
lain yang belum mengetahui dengan jelas bagaimana proses
penyelesaian sengketa pajak melalui banding di pengadilan pajak.
Agar pihak lain umumnya lebih paham dan mengerti, bagaimana
caranya untuk mencegah terjadinya sengketa pajak
4. Peneliti, Guna memperluas wawasan berfikir dan rekan-rekan
mahasiswa jurusan Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dan
untuk menambah referensi ilmiah mengenai masalah perpajakan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Pengadilan Pajak
Pengadilan Pajak adalah lembaga peradilan yang berada di
lingkungan Peradilan Tata

Usaha

Negara,

tetapi merupakan

Pengadilan Khusus. Memang orang mengira bahwa kedudukan
Pengadilan Pajak adalah di bawah Depkeu bahkan di bawah Dirjen
Pajak, (tetapi sebenarnya-red) tidak. Secara judisial Pengadilan Pajak
berada di bawah Mahkamah Agung, seperti yang dikatakan oleh

H.Tb.Eddy Mangkuprawira dalam Indonesian Tax Review (ITR) vol
4/edisi 32 tahun 2005.
Awalnya

lembaga

peradilan

pajak

bernama

Majelis

Pertimbangan Pajak. Kemudian Majelis Pertimbangan Pajak diubah
menjadi Badan Penyelesaian Sengketa Pajak Dan akhirnya Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak pun per tanggal 12 April 2002 diubah
menjadi Pengadilan Pajak.
Lahirnya Pengadilan Pajak dikarenakan eksistensi BPSP yang
ternyata tidak lama. Dengan pertimbangan:
a. Meningkatnya jumlah Wajib Pajak dan pemahaman mereka akan
hak dan kewajiban dalam melaksanakan peraturan perundangundangan perpajakan, sehingga tidak dapat dihindari timbulnya
sengketa pajak yang memerlukan penyelesaian yang adil dengan
prosedur dan proses yang cepat, murah, dan sederhana;
b. Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP) belum merupakan
badan peradilan yang berpuncak di mahkamah agung;
c. Karena diperlukan suatu Pengadilan Pajak yang sesuai dengan
system

kekuasaan

kehakiman

di

Indonesia

dan

mampu

menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian
sengketa pajak,
Sehingga per 12 April 2002 posisi BPSP kemudian digantikan
oleh Pengadilan Pajak melalui penerbitan Undang-undang Nomor 14
Tahun 2002.

Dalam Pengadilan Pajak tidak dikenal peradilan dua tingkat.
Semula Pasal 33 ayat (1) UU No 14 Tahun 2002, Pengadilan Pajak
merupakan Peradilan tingkat pertama dan terakhir dalm memeriksa
dan memutus Sengketa Pajak. Kemudian dalam Pasal 77 ayat (1)
undang-undang yang sama disebutkan bahwa putusan Pengadilan
Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum
tetap. Apabila pihak-pihak yang bersengketa tidak puas dengan
putusan banding, pihak-pihak tersebut dapat mengajukan Pengajuan
Kembali kepada Mahkamah Agung. Hal ini sebagaimana diatur dalam
Pasal 77 ayat (3) UU No.14 Tahun 2002 (Indonesian Tax Review/Vol
6/Edisi 2/2006:4-6).
Perubahan Peradilan Pajak dari MPP menjadi BPSP hingga
sekarang menjadi Pengadilan Pajak seperti yang diatur dan dicatat
dalam UU KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan) sebagai
berikut: “Badan peradilan pajak diatur dengan undang-undang (Psl
27/06, /00)”.
Pada tanggal 12 April 2002 telah disahkan dan diundangkan
undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak,
sebagai pengganti Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang
Badan Penyelesaian Sengketa Pajak. Undang-undang ini dinamakan
Undang-undang Pengadilan Pajak (UU 14/02).
Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan
kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung Pajak yang
mencari keadilan terhadap Sengketa Pajak (UU 14/02). Yang

merupakan badan peradilan Pajak sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000, dan
merupakan Badan Peradilan sebagaimana dimaksud dalam Undangundang Nomor 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor 35 Tahun 1999 (UU 14/02P).
Dasar hukum pembentukan pengadilan pajak adalah Undangundang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang
diundangkan di Jakarta pada tanggal 14 April 2002 dan dimuat dalam
Lembaran Negara Nomor 27 Tahun 2002 dan Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4189. Undang-undang Pengadilan Pajak (UU PP)
mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi Undang-undang Nomor
17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP)
sebagaimana dinyatakan dalam pasal 96 Undang-undang Pengadilan
Pajak. Namun di lain pihak juga dinyatakan bahwa Pengadilan Pajak
adalah

kelanjutan

dari

Badan

Penyelesaian

Sengketa

Pajak

sebagaimana ditegaskan dalam pasal 94 Undang-undang Pengadilan
Pajak.
2. Kekuasaan Pengadilan Pajak
Pengadilan Pajak (PP) mempunyai tugas dan wewenang
memeriksa dan memutus Sengketa Pajak yaitu sengketa yang timbul
dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung pajak

dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya
keputusan yang dapat diajukan Banding kepada Pengadilan Pajak
berdasarkan Perundang-undangan Perpajakan, termasuk Gugatan atas
pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-undang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa.
Sengketa Pajak yang menjadi obyek pemeriksaan adalah
sengketa yang dikemukakan pemohon Banding dalam permohonan
keberatan yang seharusnya diperhitungkan dan diputuskan dalam
keputusan keberatan. Selain itu Pengadilan Pajak dapat pula
memeriksa

dan

memutus

Permohonan

Banding

atas

keputusan/ketetapan yang diterbitkan oleh Pejabat yang berwenang
sepanjang Peraturan Perundang-undangan yang terkait mengatur
demikian.
Dengan demikian dalam hal banding Pengadilan Pajak hanya
memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan, kecuali
ditentukan lain oleh undang-undang. Di sisi lain yaitu dalam hal
Gugatan, Pengadilan Pajak memeriksa dan memutus sengketa atas
pelaksanaan penagihan pajak atau keputusan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-undang Nomor 16 Tahun
2000 tentang KUP yang mengatur masalah diajukannya Gugatan
antara lain yaitu Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak
terhadap pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan (SPMP) atau Pengumuman Lelang, Keputusan Pembetulan
yang berkaitan dengan Surat Tagihan Pajak

(Pasal 16 Undang-

undang KUP) dan lain sebagainya, dan Peraturan Perundang-undangan
Perpajakan yang berlaku.
Tugas dan wewenang Pengadilan Pajak seperti yang telah
diuraikan di atas terdapat juga tugas mengawasi kuasa hukum yang
memberikan bantuan hukum kepada pihak-pihak yang bersengketa
dalam sidang Pengadilan Pajak (Waluyo, 2006:180-181). Hal tersebut
diatas mengenai kekuasaan dan wewenang Pengadilan Pajak diatur
dalam UU Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak pada Bab
III Pasal 31 dan 32.
3. Kronologi Timbulnya Sengketa Banding
Banding diawali dengan adanya sengketa atau ketidaksetujuan
Wajib Pajak atas ketetapan pajak yang diterbitkan oleh Fiskus.
Dengan ketidak setujuannya atau ketidakpuasannya atas putusan SKP
tersebut Wajib Pajak mengajukan keberatan pada KPP. Apabila Wajib
Pajak masih merasa belum puas dengan keputusan keberatan yang
dikeluarkan oleh Dirjen Pajak, maka WP dapat mengajukan Banding
ke Pengadilan Pajak.

4. Sengketa Pajak Dalam Proses Banding
Sengketa Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang
perpajakan antara Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dengan pejabat
pajak yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang
dapat diajukan banding atau gugatan kepada Pengadilan Pajak

berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk
gugatan atau pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-undang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
Sengketa Pajak dalam proses banding atau sering disebut
sengketa banding adalah sengketa yang timbul dalam bidang
perpajakan antara Wajib Pajak dengan Fiskus, mengenai keputusan
keberatan yang tidak disetujui oleh Wajib Pajak, Wajib Pajak lah yang
harus mengajukan Banding (Indonesian Tax Review/Vol 6/Edisi
2/2006:8-9). Karena sebelum proses sengketa sampai diajukan
banding, sengketa tersebut harus melalui pengajuan keberatan terlebih
dahulu (Sadhani dkk., 2009:17).
a. Sengketa Formal
Sengketa Formal adalah sengketa yang timbul apabila WP atau
Fiskus atau keduanya tidak mematuhi prosedur dan tatacara yang
telah ditetapkan oleh UU Perpajakan, khususnya UU KUP No. 28
Tahun 2007 dan UU Pengadilan Pajak No. 14 Tahun 2002. Bagi
Fiskus UU KUP telah menetapkan prosedur dan tatacara
pemeriksaan pajak, penerbitan ketetapan pajak, sampai penerbitan
keputusan keberatan. Apabila Fiskus melanggar

ketentuan

tersebut, maka pelanggaran itulah yang menimbulkan sengketa
formal dari pihak Fiskus. Di lain pihak, sengketa dari pihak WP
bisa terjadi apabila WP tidak melaksanakan prosedur dan tatacara
yang ditetapkan dalam UU KUP No. 28 Tahun 2007 dan UU
Pengadilan Pajak No. 14 Tahun 2002.

b. Sengketa Material
Sengketa Material atau disebut juga Materi Sengketa dapat
terjadi apabila terdapat perbedaan jumlah pajak yang terutang atau
terdapat perbedaan jumlah ynag lebih dibayar (dalam kasus
restitusi) menurut perhitungan Fiskus yang tercantum pada
ketetapan pajak, dengan jumlah menurut perhitungan WP.
Perbedaan tersebut bisa timbul karena adanya perbedaan pendapat
mengenai dasar hukum yang seharusnys digunakan, beda persepsi
atas ketentuan peraturan pajak, perselisihan atas suatu transaksi
tertentu, atau bisa juga disebabkan oleh hal-hal lainnya.
Kesemuanya itu dapat mengakibatkan jumlah pajak yang
ditetapkan oleh Fiskus menjadi berbeda dibandingkan dengan
jumlah pajak menurut perhitungan WP. Perbedaan jumlah pajak
menurut Fiskus dengan WP itulah yang merupakan Sengketa
Material (Kusuma, 2006).
Sengketa formal dan material ini sangat menentukan hasil
akhir putusan banding. Hakim yang bertugas di Pengadilan Pajak
akan memeriksa terlebih

dahulu ketentuan formalnya sebelum

materi sengketa. Permohonan banding Wajib Pajak tidak akan
diproses lebih lanjut (ditolak) oleh Pengadilan Pajak tanpa
pemeriksaan materi sengketa apabila banding Wajib Pajak tidak
memenuhi ketentuan formal yang telah ditetapkan.
Apabila ketetapan pajak atau keputusan keberatan tidak
memenuhi ketentuan material, maka Pengadilan Pajak dapat

menyatakan ketetapan pajak ataupun keputusan keberatan batal
demi hukum. Dalam hal ini, permohonan banding Wajib Pajak
dapat diterima seluruhnya atau diterima sebagian, tergantung hasil
pemeriksaan keseluruhan yang dilakukan oleh hakim Pengadilan
Pajak.
5. Langkah-langkah Pengajuan Banding dan Proses Pelaksanaan
Banding
Dalam Pasal 1 angka 6 UU Nomor 14 Tahun 2002 Tentang
Pengadilan Pajak dinyatakan bahwa:
“Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib
Pajak atau Penanggung Pajak terhadap suatu keputusan yang dapat
diajukan Banding, berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku.”
Mengacu Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 yang
merupakan penyempurnaan dari Undang-undang Nomor 17 Tahun
1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak, atau yang kini lebih
dikenal dengan sebutan Pengadilan Pajak, ada beberapa tatacara
mengajukan banding dan prosedur formal yang harus dipenuhi oleh
Wajib Pajak dalam mengajukan banding. Hal ini juga diatur dalam
Pasal 27 UU KUP.
Banding dapat diajukan oleh Wajib Pajak hanya kepada badan
peradilan pajak terhadap keputusan keberatan yang ditetapkan oleh
Dirjen Pajak dan wajib memenuhi beberapa persyaratan formal
sebagai berikut:
a. Banding diajukan secara tertulis dengan Surat Banding dalam
Bahasa Indonesia kepda Pengadilan Pajak;

b. Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal
diterima keputusan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam
peraturan perundang-undangan perpajakan;
c. Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak
mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dipenuhi karena
keadaan di luar kekuasaan pemohon banding;
d. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding;
e. Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas, dan
dicantumkan tanggal diterima surat keputusan yang dibanding;
f. Pada Surat Banding dilampirkan salinan Keputusan yang
dibanding;
g. Selain dari persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat
(2), ayat (3) serta Pasal 35, dalam hal Banding diajukan terhadap
besarnya jumlah pajak yang terutang, Banding hanya dapat
diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar
sebesar 50% (lima puluh persen);
h. Banding dapat diajukan oleh Wajib Pajak, ahli warisnya, seorang
pengurus, atau kuasa hukumnya;
i. Apabila selama proses banding, pemohon meninggal dunia,
Banding dapat dilanjutkan kembali oleh ahli warisnya, kuasa
hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya dalam hal pemohon
Banding pailit;
j. Apabila selama proses Banding, pemohon Banding melakukan
penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha. Atau

likuidasi, permohonan dimaksud dapat dilanjutkan oleh pihak yang
menerima pertanggungjawaban karena penggabungan, peleburan,
pemecahan/pemekaran usah, atau likuidasi dimaksud.
Secara ringkas dapat digambarkan proses pelaksanaan banding
dengan acara biasa, sebagai berikut:
SKP

WP mengajukan
Surat Keberatan

3 bulan

Surat Keputusan
Keberatan

12 bulan

3 bulan

PP
mengirim
fotocopi
SUB ke WP

14 hari

Terbanding
mengirim
SUB ke PP

3 bulan

PP mengirim
permintaan
SUB ke
Terbanding

14 hari

WP
mengajukan
Surat Banding

6 bulan

30 hari

WP mengirim
Surat Bantahan
ke PP

14 hari

PP mengirim
copy Surat
Bantahan ke
Terbanding

12 bulan

Persidangan
Banding di PP

Sumber: Indonesian Tax Review

Putusan
Banding

Gambar.2.1.Ringkasan Proses Pelaksanaan Banding
Keterangan:
Gambar diatas hanya menjelaskan proses banding yang memenuhi
ketentuan formal
Jangka waktu yang tercantum dalam skema di atas adalah jangka
waktu maksimal (paling lambat)
PP = Pengadilan Pajak
WP = Wajib Pajak
Terbanding = Fiskus (pejabat berwenang yang mewakili Dirjen
Pajak)

SUB (Surat Uraian Banding).

Dari bagian di atas dapat dijelaskan bahwa proses banding terjadi
karena adanya penolakan oleh KPP atas keberatan yang diajukan oleh
Wajib Pajak. Sesuai dengan ketentuan formal pengajuan banding
seperti yang telah disinggung sebelumnya, permohonan banding sudah
harus diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak diterimanya surat
penolakan keberatan oleh KPP. Selanjutnya oleh Pengadilan Pajak,
surat permohonan banding tersebut salinannya akan diberikan kepada
Terbanding.
Atas surat banding tersebut Terbanding-dalam hal ini Fiskusdiminta oleh Pengadilan Pajak untuk memberikan tanggapan berupa
Surat Uraian Banding (SUB) kepada Pengadilan Pajak yang
selanjutnya oleh Pangadilan Pajak diberikan salinannya kepada Wajib
Pajak. Kemudian Wajib Pajak sebagai Pemohon Banding bisa
memberikan tanggapan malalui surat yang disebut Surat Bantahan.
Proses di atas tidak mutlak terjadi, karena dalam prakteknya terdapat
kejadian di mana Pemohon Banding hanya memberikan Surat
Bandingnya kepada Pengadilan Pajak, atau Fiskus tidak memberikan
tanggapan melalui Surat Uraian Bandingnya atas banding yang
dilakukan oleh Pemohon Banding. Setelah proses tersebut selesai,
barulah persidangan diselenggarakan. Dalam persidangan biasanya
Majelis terlebih dahulu melakukan pemeriksaan ketentuan formal

pengajuan banding. Jika ketentuan formal telah terpenuhi, barulah
diadakan pemeriksaan atas materi sengketa banding.

6. Kuasa Hukum
Kuasa hukum adalah orang yang dapat mendampingi atau
mewakili para pihak yang bersengketa di Pengadilan Pajak.
Ketentuan mengenai Kuasa hukum ini diatur dalam pasal 34
Undang-undang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa para
pihak yang bersengketa di Pengadilan Pajak baik banding maupun
gugatan dapat didampingi atau diwakili oleh satu atau lebih Kuasa
Hukum yang harus ditunjuk dengan Surat Kuasa Khusus.
Jadi, dalam hal ini Kuasa Hukum dapat bertindak hanya
sebagai pendamping pemohon banding atau gugatan, yang berarti
pemohon banding atau penggugat tetap hadir dalam persidangan,
atau dalam hal bertindak mewakili, maka Kuasa Hukum hadir di
persidangan tanpa kehadiran pemohon banding atau penggugat.
Kuasa diberikan sampai dengan diputusnya perkara.
Untuk dapat menjadi Kuasa Hukum di Pengadilan Pajak ada
beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu;
a. Warga Negara Indonesia;
b. Mempunyai pengetahuan yang luas dan keahlian tentang
persoalan perundang-undangan perpajakan;

c. Persyartan lain yang ditetapkan Menteri Keuangan diantaranya
mempunyai Surat Penunjukkan sebagai Konsultan Pajak
Resmi.
Namun apabila Kuasa Hukum tersebut adalah keluarga
sedarah atau semenda sampai derajat kedua, pegawai atau
pengampu

dari Pemohon Banding atau

Penggugat maka

persyaratan tersebut diatas tidak diperlukan.
Selanjutnya

sebagai

peraturan

pelaksanaan

Menteri

Keuangan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan
No.06/PMK.01/2007 mengenai Persyaratan untuk menjadi Kuasa
Hukum pada Pengadilan Pajak. Pengaturan mengenai Kuasa
Hukum ini dilakukan oleh Menteri Keuangan oleh karena saat ini
Sekretariat Pengadilan Pajak yang juga bertugas menangani
perizinan Kuasa Hukum, berada dalam lingkup Organisasi
Departemen Keuangan.
Dalam Peraturan Mneteri Keuangan tersebut mengenai
persyaratan untuk menjadi Kuasa Hukum diatur lebih lanjut bahwa
yang dapat menjadi Kuasa Hukum adalah Orang Pribadi atau
Perseorangan. Selain itu juga harus memenuhi syarat-syarat di
bawah ini:
a. Warga Negara Indonesia;
b. Memiliki

izin

Kuasa

Hukum

yang

ditetapkan

Ketua

Pengadilan;
c. Memiliki Surat Kuasa Hukum dari pihak yang bersengketa;

d. Memiliki keahlian di bidang Perpajakan dan Bea Cukai;
e. Berijazah Sarjana atau Diploma IV Perguruan Tinggi;
f. Berkelakuan Baik bedasarkan Surat Keterangan Berkelakuan
Baik (SKKB);
g. Mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
(Sadhani dkk., 2009:50)

a. Hak dan Kewajiban Kuasa Hukum
Orang perseorangan yang telah memiliki Keputusan Ketua
Pengadilan Pajak tentang izin Kuasa Hukum serta memiliki Surat
Kuasa Khusus yang asli yang masih berlaku adalah kuasa hukum
pada Pengadilan Pajak (PMK 06/06).
Kuasa Hukum pada Pengadilan Pajak dan memiliki Kartu
Tanda Pengenal kuasa hukum yang masih berlaku berhak
mendampingi dan atau mewakili pihak yang bersengketa dalam
berperkara di semua Majelis atau Hakim Tunggal Pengadilan
Pajak (PMK 06/07).
Kuasa Hukum berkewajiban mematuhi semua ketentuan
peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan, termasuk
Undang-undang Pengadilan Pajak (PMK 06/07).
b. Sanksi Bagi Kuasa Hukum
Dalam hal kuasa hukum tidak mentaati dan atau melanggar
peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk Undangundang Pengadilan Pajak, Ketua dapat mencabut Keputusan

Pengadilan Pajak tentang Izin Kuasa Hukum yang masih
berlakuyang dimiliki oleh kuasa hukum dimaksud (PMK 06/07).
Pencabutan Keputusan dilakukan dengan Keputusan Ketua
Pengadilan Pajak tentang Pencabutan Izin Kuasa Hukum (PMK
06/07).
Dalam hal Keputusan Ketua Pengadilan Pajak tentang Izin
Kuasa Hukum dicabut sebelum sampai jangka waktu masa
berlakunya habis, maka Kartu Tanda Pengenal kuasa hukum tidak
berlaku sejak tanggal penetapan Keputusan Ketua Pengadilan
Pajak tentang Pencabutan Izin Kuasa Hukum (PMK 06/07).
Peraturan tersebut diatur dan dicatat dalam UU KUP tentang
Pengadilan Pajak.

7. Persiapan Pesidangan
Menurut KUP persiapan persidangan yang berdasarkan UU
Pengadilan Pajak itu ada beberapa tahap, diantaranya:
a. Tindak Lanjut Surat Banding Atau Surat Gugatan, dan Surat
Bantahan
Pengadilan Pajak meminta Surat Uraian Banding Atau Surat
Tanggapan atas Surat Banding atau Surat Gugatan kepada
Terbanding atau tergugat dalam jangka waktu 14 (empat belas)
hari sejak tanggal diterima Surat Banding atau Surat Gugatan (UU
14/02).

Dalam hal pemohon Banding mengirimkan Surat atau dokumen
susulan kepada Pengadilan Pajak (Sesuai Pasal 38), jangka waktu
14 (empat belas ) hari sejak tanggal diterima Surat Banding atau
Surat Gugatan dihitung sejak tanggal diterima surat atau dokumen
susulan dimaksud (UU 14/02).

b. Surat Uraian Banding Atas Surat Tanggapan
Terbanding atau tergugat menyerahkan Surat Uraian Banding atau
Surat Tanggapan dalam jangka waktu (UU 14/02):
a) 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Uraian
Banding: atau
b) 1(satu) bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat
Tanggapan.
Surat Uraian Banding adalah surat terbanding kepada Pengadilan
Pajak yang berisi jawaban atas alasan Banding yang diajukan oleh
Pemohon Banding(UU 14/02)
Surat Tanggapan adalah surat dari tergugat kepada Pengadilan
Pajak yang berisi jawaban atas Gugatan yang diajukan oleh
penggugat (UU 14/02).
Salinan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan oleh
Pengadilan Pajak dikirim kepada pemohon Banding atau
penggugat dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal
diterima (UU 14/02).
c. Surat Bantahan

Pemohon Banding atau penggugat dapat menyerahkan Surat
Bantahan kepada Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari sejak tanggal diterima salinan Surat Uraian Banding
atau Surat Tanggapan (UU 14/02).
Surat Bantahan adalah surat dari pemohon Banding atau penggugat
kepada Pengadilan Pajak yang berisi bantahan atas surat uraian
Banding atau surat Tanggapan (UU 14/02).
Salinan Surat Bantahan dikrimkan kepada terbanding atau
tergugat, dalam jangka waktu 14 hari sejak tanggal diterima Surat
Bantahan (UU 14/02).
Apabila terbanding atau tergugat, atau pemohon banding atau
penggugat tidak memenuhi persyaratan penyerahan Surat Uraian
Banding atau Surat Tanggapan, ataupun tidak memenuhi
persyaratan penyerahan Surat Bantahan, Pengadilan Pajak tetap
melanjutkan pemeriksaan Banding atau Gugatan (UU 14/02).
Sedangkan peraturan UU No: 14 Tahun 2002 Tentang
Pengadilan yang mengatur Persiapan Persidangan ada dalam Pasal 44
dan 45, yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 44
1)

Pengadilan Pajak meminta Surat Uraian Banding atau Surat
Tanggapan atas Surat Banding atau Surat Gugatan kepada
terbanding atau tergugat dalam jangka waktu 14 (empat belas)
hari sejak tanggal diterima Surat Banding atau Surat Gugatan.

2)

Dalam hal pemohon Banding mengirimkan surat atau dokumen
susulan kepada Penngadilan Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 38, jangka waktu 14 (empat belas) hari
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dihitung sejak tanggal
diterima surat atau dokumen susulan dimaksud.
Pasal 45

1)

Terbanding atau tergugat menyerahkan Surat Banding atau
Surat Tanggapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dalam
jangka waktu:
a.

3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat
Uraian Banding; atau

b.

1 (satu) bulan sejak tangga dikirim permintaan Surat
Tanggapan.

2)

Salinan Surat

Uraian Banding atau

Surat Tanggapan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) oleh Pengadilan Pajak
dikirim kepada pemohon Banding atau penggugat dalam
jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima.
3)

Pemohon Banding atau penggugat dapat menyerahkan Surat
Bantahan kepada Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 30
(tiga puluh) hari sejak tanggal diterima salinan Surat Uraian
Banding atau Surat Tanggapan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2).

4)

Salinan Surat Bantahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
dikirimkan kepada terbanding atau tergugat, dalam jangka
waktu 14 (empat belas) hari sejak diterima Surat Bantahan.

5)

Apabila terbanding atau tergugat, atau pemohon banding atau
penggugat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) atau ayat (3), Pengadilan Pajak tetap
melanjutkan pemeriksaan Banding atau Gugatan.

8. Persidangan Banding
Dalam pelaksanaan persidangan Ketua menunjuk Majelis yang
terdiri dari 3 (tiga) orang Hakim atau Hakim Tunggal untuk
memeriksa dan memutus Sengketa Pajak. Apabila pemeriksaannya
dilakukan oleh Majelis, maka Ketua menunjuk salah seorang Hakim
tersebut sebagai Hakim Ketua yang memimpin pemeriksaan Sengketa
Pajak. Majelis atau Hakim Tunggal bersidang pada hari yang
ditentukan dan memberitahukan hari sidang dimaksud kepada pihak
yang bersengketa. Pemohon banding atau penggugat dapat hadir
dalam persidangan dengan terlebih dahulu memberitahuk