BANDING DI PENGADILAN PAJAK I. Apa yang
BANDING DI PENGADILAN PAJAK
I. Apa yang perlu diketahui tentang Banding di Pengadilan Pajak
1. Keputusan adalah suatu penetapan tertulis dibidang perpajakan yang dikeluarkan oleh
pejabat yang berwenang bedasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan dan
dalam rangka pelaksanaan UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
2. Sengketa Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak
atau penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya
keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada Pengadilan Pajak
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk gugatan atas
pelaksanaan penagihan berdasarkan UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
3. Banding adalah upaya hukum terhadap suatu keputusan pejabat yang berwenang
sepanjang diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan.
4. Surat Uraian Banding adalah surat Terbanding kepada Pengadilan Pajak yang berisi
jawaban atas alasan banding yang diajukan oleh pemohon banding.
5. Surat Bantahan adalah surat dari pemohon banding kepada Pengadilan Pajak yang berisi
bantahan atas surat uraian banding atau surat bantahan.
6. Tanggal terima adalah tanggal stempel Pos pengiriman, tanggal faksimilie atau dalam hal
diterima secara langsung adalah pada saat surat atau Putusan diterima secara langsung.
II. Syarat Pengajuan Surat Banding
1. Harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Keputusan yang
dibanding, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
2. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding.
3. Banding diajukan dengan disertai alas an-alasan yang jelas, dan dicantumkan tanggal
tanggal terima surat keputusan yang dibanding.
4. Pada Surat Banding dilampirkan Salinan Keputusan yang disbanding.
5. Banding hanya dapat diajukan apabila besarnya jumlah pajak yang terutang dimaksud
telah dibayar sebesar 50% lima puluh persen) dengan melampirkan Surat Setoran Pajak
(SSP) atau Pemindah Bukuan (Pbk).
III. Pemprosesan Surat Banding
1. Banding diajukan dengan Surat Banding dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan
Pajak.
2. Ditujukan kepada Pengadilan Pajak dengan melampirkan a. Salinan keputusan yang
dibanding b.Bukti pembayaran sebesar 50 % dari pajak yang terutang yang dibanding
Data dan bukti-bukti pendukung (SKP, Surat Permohonan Keberatan, SPT, Laporan
Keuangan dll.
3. Pemohon Banding dapat melengkapi bandingnya untuk memenuhi ketentuan yang
berlaku sepanjang masih dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak diterima Keputusan
yang dibanding.
4. Paling lambat 14 (empat belas hari) sebelum persidangan dimulai, Pemohon Banding
mendapat pemberitahuan sidang.
IV. Siapa yang mengajukan Banding
1. Banding dapat diajukan oleh Wajib Pajak, ahli warisnya, seorang pengurus atau kuasa
hukumnya.
2. Apabila selama proses Banding, pemohon Banding meninggal dunia, Banding dapat
dilanjutkan oleh warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau Pengampunya dalam hal
pemohon Banding Pailit.
3. Apabila selama proses Banding pemohon Banding melakukan penggabungan, peleburan,
pemecahan / pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dapat dilanjutkan
oleh pihak yang menerima pertanggungjawaban karena penggabungan, peleburan,
pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi dimaksud.
V. Hak-hak Pemohon Banding
1. Pemohon Banding dapat melengkapi Surat Bandingnya untuk memenuhi ketentuan yang
berlaku sepanjang masih dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak diterima keputusan
yang dibanding.
2. Pemohon Banding dapat memasukkan Surat Bantahan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh
hari) sejak tanggal terima salinan Surat Uraian Banding.
3. Dapat hadir dalam persidangan guna memberikan keterangan lisan atau bukti-bukti yang
diperlukan sepanjang memberitahukan kepada Ketua Pengadilan Pajak secara tertulis.
4. Dapat hadir dalam sidang Pembacaan Putusan.
5. Dapat didampingi atau diwakili oleh Kuasa Hukum yang telah terdaftar/mendapat ijin
Kuasa Hukum dari Ketua Pengadilan Pajak.
6. Dapat meminta kepada Majelis kehadiran saksi.
VI. Pencabutan Banding
1. Terhadap Banding dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Pengadilan Pajak.
2. Banding yang dicabut tersebut, dihapus dari daftar sengketa melalui penetapan Ketua
dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang dilaksanakan dan
putusan Majelis.Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan
pencabutan diajukan dalam siding atas persetujuan terbanding.
3. Banding yang telah dicabut melalui penetapan atau putusan tersebut, tidak dapat diajukan
kembali.
VII. Pengecualian
1. Pengajuan Banding dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan tidak mengikat apabila dalam
jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaan pemohon
banding.
2. Pemohon Banding tidak harus melampirkan bukti pembayaran 50 % pajak yang terutang,
sepanjang Banding diajukan atas Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) atau Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).
VIII. Hal-hal lain yang perlu diketahui
1. Pengadilan Pajak meminta Surat Uraian Banding kepada Terbanding dalam jangka waktu
14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima Surat Banding lengkap.
2. Dalam hal pemohon banding melengkapi surat atau dokumen susulan, jangka waktu 14
hari dihitung sejak tanggal diterimanya surat atau dokumen susulan dimaksud.
3. Terbanding menyerahkan Surat Uraian Banding kepada Pengadilan Pajak dalam jangka
waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim Permintaan Surat Uraian Banding.
4. Salinan Surat Uraian Banding oleh Pengadilan Pajak dikirimkan kepada Pemohon
Banding dalam jangka waktu 14 hari sejak tanggal diterima.
5. Pemohon Banding memberikan tanggapan/bantahan atas Surat Uraian Banding yang
diterimanya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat
Bantahan.
6. Meskipun Terbanding atau Pemohon Banding tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud angka 3 dan 5, Pengadilan Pajak tetap melanjutkan pemeriksaan banding.
Dasar Hukum
Pasal 1, 35, 36, 37, 38, 39, 44, 45 Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak.
BAGAIMANA CARA MENJADI KUASA HUKUM DI PENGADILAN PAJAK
I. Pengertian
Kuasa Hukum adalah orang perseorangan yang telah mendapat izin menjadi Kuasa
Hukum dari Ketua Pengadilan Pajak dan memperoleh surat kuasa khusus dari pihak-pihak yang
bersengketa untuk dapat mendampingi dan/atau mewakili mereka dalam bepekara pada
Pengadilan Pajak.
II. Syarat menjadi Kuasa Hukum
Untuk dapat menjadi Kuasa Hukum, orang perorangan harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
1. Warga Negara Indonesia (WNI);
1. 2.Memilki izin Kuasa Hukum;
2. Memiliki Surat Kuasa Khusus yang asli dari pihak yang bersengketa;
3. Memiliki pandangan luas dan keahlian tentang peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan;
4. Berijazah Sarjana atau Diploma IV dari perguruan tinggi yang terakreditasi;
5. Berkelakuan baik, yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Berkelakuan Baik (SKKB)
dari POLRI atau instansi yang berwenang;
6. Mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
III. Prosedur Permohonan Surat Kuasa Hukum
Untuk dapat memiliki izin Kuasa Hukum, orang perorangan harus menyampaikan
permohonan secara tertulis dengan mengisi formulir permohonan yang harus dilampiri dengan:
1. Daftar Riwayat Hidup yang tersedia;
2. Foto kopi KTP WNI yang telah dilegalisir;
3. Foto kopi ijazah Sarjana atau Diploma IV yang telah dilegalisir;
4.
5.
6.
7.
Foto kopi tanda bukti pengetahuan yang luas dan keahlian di bidang perpajakan;
Foto kopi NPWP yang telah dilegalisir;
Asli SKKB dari POLRI atau instansi yang berwenang;
Pas foto terakhir 2x3 cm sebanyak 2 lembar.
IV. Tanda Bukti Pengetahuan yang Luas dan Keahlian
Pengetahuan yang luas dan keahlian dibuktikan dengan melampirkan:
1. Foto kopi Ijazah/Sertifikat Brevet Pajak atau Ijazah/Sertifikat Pengusaha Pengurusan Jasa
Kepabeanan (PPJK) dari lembaga yang terakreditasi yang telah dilegalisir;
2. Foto kopi Surat Izin Konsultan Pajak yang telah dilegalisir;
3. Sertifikat Diploma III Pajak/Kepabeanan dan Cukai/Akuntansi atau yang dipersamakan
dari lembaga yang terakreditasi yang telah dilegalisir.
V. Masa Berlaku Izin Kuasa Hukum
1. Keputusan Ketua Pengadilan Pajak tentang Izin Kuasa Hukum berlaku untuk jangka
waktu 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal ditetapkan.
2. Dalam hal jangka waktu 12 (dua belas) bulan telah lewat, kuasa hukum dapat
mengajukan permohonan perpanjangan izin kuasa hukum.
VI. Perpanjangan Izin Kuasa Hukum
Orang perorangan dapat mengajukan perpanjangan izin kuasa hukum secara tertulis
sebelum berakhir jangka waktu masa berlakunya dengan mengisi formulir permohonan yang
dilampiri:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Daftar Riwayat Hidup yang terbaru;
Asli Keputusan Ketua Pengadilan Pajak tentang Izin Kuasa Hukum;
Asli Kartu Tanda Pengenal Kuasa Hukum;
Foto kopi KTP WNI yang telah dilegalisir;
Pas foto terakhir ukuran 2x3 cm sebanyak 2 lembar;
Foto kopi NPWP yang telah dilegalisir;
Asli SKKB dari POLRI atau instansi yang berwenang.
VII. Pengecualian
1. Persyaratan untuk dapat menjadi Kuasa Hukum tidak diperlukan dalam hal yang
mendampingi atau mewakili pemohon banding atau penggugat adalah keluarga sedarah
atau semenda sampai dengan derajat kedua, pegawai atau pengampu.
2. Seseorang yang baru pertama kali mendampingi atau mewakili Pemohon
Banding/Penggugat, meskipun belum terdaftar atau memperoleh izin sebagai Kuasa
Hukum, namun dalam sidang berikutnya harus sudah terdaftar atau memperoleh izin
sebagai Kuasa Hukum dari Ketua Pengadilan Pajak.
VIII. Hal-hal Lain yang Perlu Diketahui
1. Kuasa Hukum yang hadir di persidangan diwajibkan:
a.
Menunjukkan Surat Keterangan Terdaftar atau Surat Izin sebagai Kuasa Hukum dari Pengadilan
Pajak;
b. Menunjukkan Surat Kuasa asli bermeterai dari pihak yang diwakili atau didampingi.
2. Surat persetujuan dari Ketua Pengadilan Pajak untuk menjadi Kuasa Hukum diberikan
dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak persyaratan izin Kuasa Hukum lengkap diterima
di Sekretariat Pengadilan Pajak 3
3. Pihak-pihak yang bersengketa masing-masing didampingi atau diwakili oleh satu atau
lebih kuasa hukum dengan Surat Kuasa Khusus .
4. Kuasa Hukum dapat memberi kuasa untuk mewakilinya dalam suatu persidangan hanya
kepada kuasa hukum lainnya. 5.Surat Izin Kuasa Hukum berlaku di semua majelis
Pengadilan Pajak disertai dengan Surat Kuasa Asli dari pihak yang didampingi atau
diwakili .
Dasar Hukum
1. Pasal 34 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
2. Pasal 1, 2, 5, 6, 8, 9, 11, 16, 17, 18, 19, 20 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
06/PMK.01/2007 tentang Persyaratan Untuk Menjadi Kuasa Hukum Pada Pengadilan
Pajak.
Dasar Hukum Pendukung
Keputusan Menteri Keuangan No. 485/KMK.03/2003 tentang Konsultan Pajak Indonesia
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 98/PMK.03/2005.
PEMBUKTIAN DAN SANKSI DALAM SIDANG DI PENGADILAN PAJAK
I. Pengertian
Bukti yang sah adalah bukti yang telah dilunasi Bea Materainya sesuai dengan Pasal 11
ayat (1) UU No.1 3 tahun 1985.
II. Pembuktian
1. Alat bukti dapat berupa:
a.
b.
c.
d.
e.
Surat atau tulisan
Keterangan ahli;
Keterangan para saksi;
Pengakuan para pihak; dan/atau
Pengetahuan Hakim
2. Penjelasan alat bukti :
a.
b.
c.
d.
e.
Surat atau tulisan sebagai alat bukti terdiri dari :
(1) Akta autentik, yaitu surat yang dibuat oleh atau dihadapkan seorang pejabat umum, yang
menurut Peraturan perundang-undangan berwenang membuat surat itu dengan maksud
untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa hukum yang tercantum
didalamnya.
(2) Akta di bawah tangan yaitu surat yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang
bersangkutan dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau
peristiwa hukum yang tercantum didalamnya.
(3) Surat keputusan atau surat keterangan yang diterbitkan oleh Pejabat yang berwenang.
(4) Surat-surat lain atau tulisan yang tidak termasuk disebutkan di atas (angka 1, 2 dan 3
dalam tanda kurung) yang ada kaitannya dengan Banding atau Gugatan.
Keterangan ahli adalah pendapat orang yang diberikan dj bawah sumpah dalam persidangan
tentang hal yang ia ketahui menurut pengalaman dan pengetahuannya.
Keterangan para saksi dianggap sebagai alat bukti apabila keterangan itu berkenaan dengan hal
yang dialami, dilihat atau didengar sendiri oleh saksi.
Pengakuan para pihak tidak dapat ditarik kembali kecuali berdasarkan alasan yang kuat dan
dapat diterima oleh Majelis atau Hakim Junggal.
Pengetahuan Hakim adalan hal yang olehnya diketahui dan diyakini kebenarannya
III. Penyampaian Alat Bukti
1. Alat bukti berupa surat atau tulisan disampaikan atas Permintaan para pihak yang
bersengketa atau salah satu pihak yang bersengketa.
2. Ketua Majelis/Hakim Tunggal dapat meminta alat bukti yang diperlukan dalam
persidangan kepada para pihak yang bersengketa.
3. Dalam hal Seorang Ahli atau Saksi memberikan alat bukti berupa keterangan tertulis
maupun lisan, ia harus meng¬ucapkan sumpah atau janji dihadapan Majelis/Hakim
Tunggal.
IV. Saksi
1. Atas permintaan salah satu pihak yang bersengketa atau karena jabatan, Hakim Ketua
dapat memerintahkan saksi untuk hadir dan didengar keterangannya dalam persidangan.
2. Saksi wajib datang di persidangan dan tidak diwakilkan.
3. Dalam saksi tidak datang meskipun telah dipanggil dengan patut dan Majelis dapat
mengambil putusan tanpa mendengar keterangan saksi, Hakim Ketua melanjutkan
persidangan.
4. Apabita saksi tidak datang tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan meskipun
telan dipanggil dengan patut, dan Majelis mempunyai alasan yang cukup untuk
menyangka banwa saksi sengaja. tidak datang, serta Majelis tidak dapat mengambil
putusan tanpa keterangan dari saksi dimaksud, Hakim Ketua dapat meminta bantuan
Polisi untuk membawa saksi ke persidangan.
V. Tatacara Saksi dalam sidang :
1. Saksi dipanggil ke persidangan seorang demi seorang.
2. Hakim Ketua menanyakan kepada saksi identitas lengkap dan hubungan kerja dengan
pemohon Banding/Penggugat atau dengan terbanding/tergugat.
3. Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut
agama atau kepercayaannya.
4. Pertanyaan yang diajukan kepada saksi oleh salah satu pihak disampaikan melalui Hakim
Ketua.
5. Apabila pertanyaan dimaksud menurut pertimbangan Hakim Ketua tidak ada kaitannya
dengan sengketa, pertanyaan itu ditolak.
6. Apabila Pemohon Banding atau penggugat atau saksi tidak paham Bahasa Indonesia,
Hakim Ketua menunjuk ahli alih bahasa.
7. Dalam hal pemohon Banding atau penggugat atau saksi ternyata bisu dan/atau tuli serta
tidak dapat menulis, Hakim Ketua menunjuk orang yang pandai bergaul dengan pemohon
Banding atau penggugat atau saksi, sebagai ahli alih bahasa.
8. Dalam hal pemohon Banding atau penggugat atau saksi, ternyata bisu dan/atau tuli tetapi
dapat menulis, Hakim Ketua dapat memerintahkan Panitera menuliskan pertanyaan atau
teguran kepada pemohon Banding atau penggugat atau saksi, dan memerintahkan
menyampaikan tulisan itu kepada pemohon banding atau penggugat atau saksi dimaksud,
agar la menuliskan jawabannya, kemudian segala pertanyaan dan jawaban harus
dibacakan.
9. Saksi dan ahli alih bahasa sebagaimana dimaksud dalam angka 6,7,8 harus mengucapkan
sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya.
VI. Yang tidak boleh didengar keterangannya sebagai Saksi :
1. Keluarga sedarah atau semenda menurut garis keturunan lurus ke atas atau ke bawah
sampai derajat ketiga dari salah satu pihak yang bersengketa.
2. Istri atau suami dari pemohon Banding atau Penggugat meskipun sudah bercerai;
3. Anak yang belum berusia 17 tahun; atau
4. Orang sakit ingatan.
VII. Peniadaan Kewajiban Merahasiakan
Setiap orang yang karena pekerjaan atau jabatannya wajib merahasiakan segala sesuatu
berhubungan dengan pekerjaan atau jabatannya, untuk keperluan persidangan kewajiban
merahasiakan dimaksud ditiadakan.
Dasar Hukum
Pasal 55-76 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak
PEMERIKSAAN DALAM PERSIDANGAN PENGADILAN PAJAK
I. Pengertian
1. Hakim Tunggal adalah hakim yang ditunjuk untuk memeriksa dan memutus sengketa pajak
dengan acara cepat.
2. Anggota Hakim adalah hakim tunggal atau hakim dalam suatu Majelis, termasuk Hakim Ketua.
3. Hakim Ketua adalah anggota Majelis yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Pajak untuk
memimpin Majelis.
4.
Panitera, Wakil Panitera dan Panitera Pengganti adalah Sekretaris, Wakil Sekretaris atau
Sekretaris Pengganti Pengadilan Pajak yang bertugas melaksanakan fungsi kepaniteraan.
5. Sengketa Pajak Tertentu adalah Sengketa Pajak yang diajukan kepada Pengadilan Pajak yang
banding atau gugatannya tidak memenuhi syarat formal.
II. Jenis-jenis Pemeriksaan
1. Pemeriksaan dengan Acara Biasa dilakukan oleh Majelis yang terdiri dari Hakim Ketua,
Anggota dan Panitera dan dihadiri oleh terbanding dan apabila dipandang perlu, pemohon
Banding atau penggugat atau Kuasa Hukumnya.
2. Pemeriksaan dengan Acara Cepat dilakukan oleh Hakim Tunggal, dan dihadiri oleh
terbanding dan apabila dipandang perlu pemohon Banding atau penggugat atau Kuasa
Hukumnya.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
III. Pemeriksaan dalam Pesidangan
Untuk keperluan pemeriksaan, Hakim Ketua membuka persidangan dengan mengetukkan palu
sebagai tanda dimulainya persidangan dan menyatakan persidangan terbuka untuk umum.
Hakim Ketua dan / atau Hakim Tunggal melakukan penelitian identitas pemohon banding dan
Kuasa Hukumnya antara lain dengan mencocokkan tanda tangan apakah pihak yang hadir sesuai
dengan pihak-pihak yang menandatangani Surat Banding tersebut.
Hakim Ketua dan Anggota majelis melakukan pemeriksaan berkas perkara.
Dalam setiap pemeriksaan sengketa pajak, Panitera harus membuat Berita Acara Sidang yang
memuat segala sesuatu yang terjadi dalam persidangan.
Berita Acara Sidang ditandatangani oleh Hakim Ketua atau Hakim Tunggal dan Panitera.
Apabila Hakim Ketua atau Hakim Tunggal dan Panitera berhalangan, Berita Acara Sidang
ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Pajak dengan menyatakan bahwa Hakim Ketua atau
Hakim Tunggal dan Panitera berhalangan.
IV. Pemeriksaan dengan Acara Biasa dilakukan terhadap :
Surat Permohonan Banding yang memenuhi ketentuan formal :
a. Surat Banding diajukan masih dalam tenggang waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan yang
dibanding diterima.
b. Pajak terutang telah dibayar sampai dengan 50 % (lima puluh persen) dari jumlah hutang
pajaknya, dengan melampirkan bukti pembayarannya.
V. Pemeriksaan dengan Acara Cepat dilakukan terhadap :
1. Sengketa Pajak tertentu.
2. Dalam hal pemohonan banding memberitahukan akan hadir dalam persidangan, Hakim
Ketua memberitahukan tanggal dan hari sidang kepada pemohon banding atau
penggugat, dan memanggil pemohon banding untuk menghadiri persidangan.
3. Hakim Ketua menjelaskan masalah yang disengketakan kepada para pihak yang
bersengketa diawal persidangan.
4. Hakim Ketua menanyakan kepada terbanding mengenai hal-hal yang dikemukakan
pemohon Banding dalam surat banding dan dalam surat bantahan.
5. Apabila dipandang perlu Hakim Ketua dapat memanggil pemohon Banding untuk hadir
dalam persidangan, guna memberikan keterangan yang diperlukan dalam rangka
penyelesaian sengketa pajak.
1.
2.
3.
4.
5.
1.
2.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
1.
2.
3.
4.
5.
VI. Hal-hal yang perlu diketahui :
Hakim Ketua memanggil terbanding dan dapat memanggil pemohon banding atau penggugat
untuk memberikan keterangan lisan.
Dalam hal permohonan banding memberitahukan akan hadir dalam persidangan, Hakim Ketua
memberitahukan tanggal dan hari sidang kepada pemohon banding atau penggugat, dan
memanggil pemohon Banding untuk menghadiri persidangan.
Hakim Ketua menjelaskan masalah yang disengketakan kepada para pihak yang bersengketa
diawal persidangan.
Hakim Ketua menanyakan kepada terbanding mengenai hal-hal yang dikemukakan pemohon
Banding dalam surat banding dan dalam surat bantahan.
Apabila dipandang perlu Hakim Ketua dapat memanggil pemohon Banding untuk hadir dalam
persidangan, guna memberikan keterangan yang diperlukan dalam rangka penyelesaian sengketa
pajak.
Dasar Hukum
Pasal 1, 49, 50, 65, 67, 68 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak
PUTUSAN PENGADILAN PAJAK
I. Dasar Pengambilan Putusan
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan serta berdasarkan keyakinan
Hakim.
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan musyawarah yang dipimpin oleh Hakim Ketua
dan apabila majelis didalam mengambil putusan dengan musyawarah tidak dapat dicapai
kesepakatan, putusan diambil dengan suara terbanyak.
II. Jenis Putusan
Putusan Pengadilan Pajak dapat berupa :
menolak;
mengabulkan sebagian atau seluruhnya;
menambah Pajak yang harus dibayar;
tidak dapat diterima;
membetulkan kesalahan tulis dan / atau kesalahan hitung; dan / atau
membatalkan.
III. Putusan Pengadilan Pajak harus memuat :
Kepala putusan yang berbunyi "DEMI KEADlLAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG
MAHA ESA"
Nama, tempat tinggal atau atau tempat kediaman, dan / atau identitas lainnya dari pemohon
Banding atau penggugat;
Nama jabatan dan alamat terbanding atau tergugat;
Hari, tanggal diterimanya Banding atau Gugatan
Ringkasan Banding atau Gugatan dan ringkasan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan
atau Surat Bantahan yang jelas;
6.
7.
8.
9.
10.
1.
2.
3.
4.
5.
a.
b.
c.
6.
7.
1.
2.
3.
4.
5.
Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan
selama sengketa itu diperiksa;
Pokok sengketa;
Alasan hukum yang menjadi dasar putusan;
Amar putusan tentang sengketa; dan
Hari, tanggal putusan, nama Hakim yang memutus, nama Panitera, dan keterangan tentang hadir
atau tidak hadirnya para pihak.
IV. Jangka Waktu Pengambilan Keputusan
Putusan pemeriksan dengan acara biasa atas Banding diambil dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan sejak Sural Banding diterima.
Putusan pemeriksaan dengan acara biasa atas Gugatan diambil dalam jangka waktu 6 (enam)
bulan sejak Surat gugatan diterima.
Dalam hal-hal khusus, putusan pemeriksaan dengan acara biasa atas Banding dan Gugatan
diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan
Dalam hal Gugatan yang diajukan selain atas keputusan pelaksanaan penagihan Pajak, tidak
diputus dalam jangka waktu 6 (enam) bulan, Pengadilan Pajak wajib mengambil putusan melalui
pemeriksaan dengan acara cepat dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak jangka waktu 6 (enam)
bulan dimaksud dilampui.
Putusan pemeriksaan dengan acara cepat terhadap Sengketa Pajak tertentu dinyatakan tidak
dapat diterima, diambil dalam jangka waktu sebagai berikut :
30 (tiga puluh) hari sejak batas waktu pengajuan Banding atau Gugatan dilampui;
30 (tiga puluh) hari sejak Banding atau Gugatan diterima dalam hal diajukan setelah batas waktu
pengajuan dilampui.
Putusan/penetapan dengan acara cepat terhadap kekeliruan berupa membetulkan kesalahan tulis
dan / atau kesalahan hitung, diambil dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak kekeliruan
dimaksud diketahui atau sejak permohonan salah satu pihak diterima.
Putusan dengan acara cepat terhadap sengketa yang didasarkan pertimbangan hukum bukan
merupakan wewenang Pengadilan Pajak, berupa tidak dapat diterima, diambil dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari sejak Surat Banding atau Surat Gugatan diterima.
Dalam hal putusan Pengadilan Pajak diambil terhadap Sengketa Pajak dimaksud, pemohon
Banding atau penggugat dapat mengajukan Gugatan kepada peradilan yang berwenang.
V. Pelaksanaan Putusan
Putusan Pengadilan Pajak langsung dapat dilaksanakan dengan tidak memerlukan lagi keputusan
pejabat yang berwenang kecuali peraturan perundang-undangan mengatur lain.
Apabila putusan Pengadilan Pajak mengabulkan sebagian atau seluruh Banding, kelebihan
pembayaran Pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen)
sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, sesuai ketentuan peraturan perundang¬undangan perpajakan. yang berlaku.
Salinan putusan atau salinan penetapan Pengadilan Pajak dikirim kepada para pihak dengan surat
oleh Sekretaris dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal putusan Pengadilan Pajak
diucapkan, atau dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal putusan sela diucapkan
Putusan Pengadilan Pajak harus dilaksanakan oleh Pejabat yang berwenang dalam jangka waktu
30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterima putusan.
Pejabat yang tidak melaksanakan putusan Pengadilan Pajak dalam jangka waktu tersebut,
dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan kepegawaian yang berlaku.
VI. Hal-hal yang perlu diketahui :
1. Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
2. Pengadilan Pajak dapat mengeluarkan putusan sela atas Gugatan berkenaan dengan permohonan
menunda atau menghalangi dilaksanakannya penagihan Pajak atau kewajiban perpajakan.
3. Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan
Pajak kepada Mahkamah Agung.
4. Putusan Pengadilan Pajak harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
Dasar Hukum
Pasal 77-88 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI
I. Peninjauan Kembali
1. Permohonan peninjauan kembali (PK) hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada
Mahkamah Agung (MA) melalui Pengadilan Pajak.
2. Permohonan peninjauan kembali (PK) tidak menangguhkan atau menghentikan
pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak.
3. Permohonan peninjauan kembali (PK) dapat dicabut sebelum diputus, dan dalam hal
sudah dicabut permohonan peninjauan kembali tersebut tidak dapat diajukan lagi.
1.
2.
3.
4.
5.
II. Alasan-alasan mengajukan peninjauan kembali (PK) :
Apabila putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak
lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang
kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan, yang apabila
diketahui pada tahap persidangan di pengadilan Pajak akan menghasilkan putusan yang berbeda;
Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak, dituntut atau lebih dari pada yang dituntut,
kecuali yang diputus berupa mengabulkan sebagian atau seluruhnya atau menambah Pajak yang
harus dibayar;
Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebabsebabnya; atau
Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan yang berlaku.
.
III. Jangka Waktu Peninjauan Kembali (PK)
1. Pengajuan peninjauan kembali (PK) berdasarkan alasan-alasan sebagaimana dimaksud
huruf 1, dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak
diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim pengadilan pidana
memperoleh kekuatan hukum tetap.
2. Pengajuan peninjauan kembali (PK) berdasarkan alasan-alasan sebagaimana dimaksud
huruf 2, dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak ditemukan suratsurat bukti yang hari dan tanggal ditemukannya harus dinyatakan dibawah sumpah dan
disahkan oleh pejabat yang berwenang.
3. Pengajuan permohonan peninjauan kembali (PK) berdasarlan alasan huruf 3, 4 dan 5
dilakukan dalam jangka waktutu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan dikirim.
IV. Pemprosesan peninjauan kembali (PK) oleh Mahkamah Agung
1. Dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan peninjauan kembali diterima oleh
Mahkamah Agung telah mengambil putusan, dalam hal Pengadilan Pajak mengambil
putusan melalui pemeriksaan acara biasa;
2. Dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak permohonan peninjauan kembali diterima oleh
Mahkamah Agung telah mengambil putusan, dalam hal Pengadilan Pajak mengambil
putusan melalui pemeriksaan acara cepat.
V. Hal-hal lain yang perlu diketahui :
1. Putusan atas permohonan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud harus diucapkan
dalam sidang terbuka untuk umum.
2. Hukum acara berlaku pada pemeriksaan PK adalah hukum acara Peninjauan Kembali
sebagaimana dimaksud dalam UU No. 14/1985 tentang Mahkamah Agung, kecuali yang
diatur secara khusus dalam UU No. 14/2002 tentang Pengadilan Pajak.
Dasar Hukum
Pasal 89-93 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
GUGATAN DI PENGADILAN PAJAK
I. Apa yang perlu diketahui tentang Gugatan di Pengadilan Pajak
1. Keputusan adalah suatu penetapan tertulis dibidang perpajakan yang dikeluarkan oleh
pejabat yang berwenang bedasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan dan
dalam rangka pelaksanaan UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
2. Sengketa Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak
atau penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya
keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada Pengadilan Pajak
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk gugatan atas
pelaksanaan penagihan berdasarkan UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
3. Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang
pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan
penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat BUKU SAKU PENGADILAN
PAJAK 11 Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan
penyanderan, menjual barang yang telah disita.
Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak,
guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan
perundangundangan.
Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran harga
secara lisan dan/atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli.
4. Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau Penanggung
Pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajakatau terhadap keputusan yang dapat diajukan
gugatan berdasarkan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
5. Surat Tanggapan adalah surat dari tergugat kepada Pengadilan Pajak yang berisi jawaban
atas Gugatan yang diajukan oleh penggugat.
6. Surat Bantahan adalah surat dari pemohon Gugatan kepada Pengadilan Pajak yang berisi
bantahan atas surat uraian Gugatan atau surat bantahan.
7. Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam
hal diterima secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau Putusan
diterima secara langsung.
II. Syarat Pengajuan Gugatan
1. Harus diajukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima
keputusan pelaksanaan penagihan, kecuali diatur lain dalam peraturan perundangundangan perpajakan.
2. Gugatan juga dapat diajukan selain atas keputusan pelaksanaan penagihan adalah dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterima keputusan yang digugat.
3. Terhadap 1 (satu) keputusan pelaksanaan penagihan diajukan 1 (satu) Surat Gugatan.
4. Gugatan diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas, dan dicantumkan tanggal
diterima surat keputusan pelaksanaan penagihan.
5. Pada Surat Gugatan dilampirkan salinan keputusan pelaksanaan penagihan.
III. Pemprosesan Gugatan
1. Gugatan diajukan dengan Surat Gugatan dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan
Pajak.
2. Ditujukan kepada Pengadilan Pajak dengan melampirkan:
a. Salinan keputusan yang digugat;
b. Data dan bukti-bukti pendukung lainnya;
c. Surat Kuasa bermeterai cukup, bila diwakili oleh kuasanya.
IV. Siapa yang mengajukan Gugatan
1. Gugatan dapat diajukan oleh Wajib Pajak, ahli warisnya, seorang pengurus atau kuasa
hukumnya.
2. Apabila selama proses Gugatan, pemohon Gugatan meninggal dunia, Gugatan dapat
dilanjutkan oleh warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya dalam hal
pemohon Gugatan pailit.
3. Apabila selama proses Gugatan pemohon Gugatan melakukan penggabungan, peleburan,
pemecahan / pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dapat dilanjutkan
oleh pihak yang menerima pertanggungjawaban karena penggabungan, peleburan,
pemecahan/ pemekaran usaha, atau likuidasi dimaksud.
V. Hak-hak Pemohon Gugatan
1. Pemohon Gugatan dapat melengkapi Surat Gugatannya untuk memenuhi ketentuan yang berlaku
sepanjang masih dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak diterima keputusan yang
digugat.
2. Pemohon Gugatan dapat memasukkan Surat Bantahan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
sejak tanggal terima salinan Surat Uraian Gugatan.
3. Dapat hadir dalam persidangan guna memberikan keterangan lisan atau bukti-bukti yang
diperlukan sepanjang memberitahukan kepada Ketua Pengadilan Pajak secara tertulis.
4. Dapat hadir dalam sidang Pembacaan Putusan.
5. Dapat didampingi atau diwakili oleh Kuasa Hukum yang telah terdaftar/mendapat ijin
Kuasa Hukum dari Ketua Pengadilan Pajak.
6. Dapat meminta kepada Majelis kehadiran saksi.
VI. Pencabutan Gugatan
1. Terhadap Gugatan dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Pengadilan Pajak.
2. Gugatan yang dicabut tersebut, dihapus dari daftar sengketa melalui penetapan Ketua dalam hal
surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang dilaksanakan dan putusan Majelis/Hakim
Tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan dalam sidang atas
persetujuan tergugat.
3. Gugatan yang telah dicabut melalui penetapan atau putusan tersebut, tidak dapat diajukan
kembali.
VII. Pengecualian
1. Pengajuan Gugatan atas pelaksanaan penagihan dalam jangka waktu 14 (empat belas)
hari tidak mengikat apabila dalam jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena
keadaan diluar kekuasaan penggugat.
2. Pengajuan Gugatan selain atas pelaksanaan penagihan dalam jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari tidak mengikat apabila dalam jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi
karena keadaan di luar kekuasaan penggugat.
VIII. Hal-hal lain yang perlu diketahui
1. Pengadilan Pajak meminta Surat Tanggapan (ST) kepada tergugat dalam jangka waktu 14
(empat belas) hari sejak tanggal diterima Surat Gugatan lengkap.
2. Dalam hal pemohon Gugatan melengkapi surat atau dokumen susulan, jangka waktu 14
(empat belas) hari dihitung sejak tanggal diterimanya surat atau dokumen susulan
dimaksud.
3. Tergugat menyerahkan Surat Tanggapan kepada Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 1
(satu) bulan sejak tanggal dikirim Permintaan Surat Tanggapan.
4. Salinan Surat Tanggapan oleh Pengadilan Pajak dikirimkan kepada Pemohon Gugatan
dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima.
5. Pemohon Gugatan memberikan bantahan atas Surat Tanggapan yang diterimanya dalam
jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Bantahan.
6. Meskipun Tergugat atau Pemohon Gugatan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud angka 3 dan 5, Pengadilan Pajak tetap melanjutkan pemeriksaan Gugatan.
Dasar Hukum
1. Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan.
2. Pasal 1, 40, 41, 42, 43, 44, 45 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak. 3. Pasal 1, 37 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana
telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa.
I. Apa yang perlu diketahui tentang Banding di Pengadilan Pajak
1. Keputusan adalah suatu penetapan tertulis dibidang perpajakan yang dikeluarkan oleh
pejabat yang berwenang bedasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan dan
dalam rangka pelaksanaan UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
2. Sengketa Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak
atau penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya
keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada Pengadilan Pajak
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk gugatan atas
pelaksanaan penagihan berdasarkan UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
3. Banding adalah upaya hukum terhadap suatu keputusan pejabat yang berwenang
sepanjang diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan.
4. Surat Uraian Banding adalah surat Terbanding kepada Pengadilan Pajak yang berisi
jawaban atas alasan banding yang diajukan oleh pemohon banding.
5. Surat Bantahan adalah surat dari pemohon banding kepada Pengadilan Pajak yang berisi
bantahan atas surat uraian banding atau surat bantahan.
6. Tanggal terima adalah tanggal stempel Pos pengiriman, tanggal faksimilie atau dalam hal
diterima secara langsung adalah pada saat surat atau Putusan diterima secara langsung.
II. Syarat Pengajuan Surat Banding
1. Harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Keputusan yang
dibanding, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
2. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding.
3. Banding diajukan dengan disertai alas an-alasan yang jelas, dan dicantumkan tanggal
tanggal terima surat keputusan yang dibanding.
4. Pada Surat Banding dilampirkan Salinan Keputusan yang disbanding.
5. Banding hanya dapat diajukan apabila besarnya jumlah pajak yang terutang dimaksud
telah dibayar sebesar 50% lima puluh persen) dengan melampirkan Surat Setoran Pajak
(SSP) atau Pemindah Bukuan (Pbk).
III. Pemprosesan Surat Banding
1. Banding diajukan dengan Surat Banding dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan
Pajak.
2. Ditujukan kepada Pengadilan Pajak dengan melampirkan a. Salinan keputusan yang
dibanding b.Bukti pembayaran sebesar 50 % dari pajak yang terutang yang dibanding
Data dan bukti-bukti pendukung (SKP, Surat Permohonan Keberatan, SPT, Laporan
Keuangan dll.
3. Pemohon Banding dapat melengkapi bandingnya untuk memenuhi ketentuan yang
berlaku sepanjang masih dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak diterima Keputusan
yang dibanding.
4. Paling lambat 14 (empat belas hari) sebelum persidangan dimulai, Pemohon Banding
mendapat pemberitahuan sidang.
IV. Siapa yang mengajukan Banding
1. Banding dapat diajukan oleh Wajib Pajak, ahli warisnya, seorang pengurus atau kuasa
hukumnya.
2. Apabila selama proses Banding, pemohon Banding meninggal dunia, Banding dapat
dilanjutkan oleh warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau Pengampunya dalam hal
pemohon Banding Pailit.
3. Apabila selama proses Banding pemohon Banding melakukan penggabungan, peleburan,
pemecahan / pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dapat dilanjutkan
oleh pihak yang menerima pertanggungjawaban karena penggabungan, peleburan,
pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi dimaksud.
V. Hak-hak Pemohon Banding
1. Pemohon Banding dapat melengkapi Surat Bandingnya untuk memenuhi ketentuan yang
berlaku sepanjang masih dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak diterima keputusan
yang dibanding.
2. Pemohon Banding dapat memasukkan Surat Bantahan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh
hari) sejak tanggal terima salinan Surat Uraian Banding.
3. Dapat hadir dalam persidangan guna memberikan keterangan lisan atau bukti-bukti yang
diperlukan sepanjang memberitahukan kepada Ketua Pengadilan Pajak secara tertulis.
4. Dapat hadir dalam sidang Pembacaan Putusan.
5. Dapat didampingi atau diwakili oleh Kuasa Hukum yang telah terdaftar/mendapat ijin
Kuasa Hukum dari Ketua Pengadilan Pajak.
6. Dapat meminta kepada Majelis kehadiran saksi.
VI. Pencabutan Banding
1. Terhadap Banding dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Pengadilan Pajak.
2. Banding yang dicabut tersebut, dihapus dari daftar sengketa melalui penetapan Ketua
dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang dilaksanakan dan
putusan Majelis.Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan
pencabutan diajukan dalam siding atas persetujuan terbanding.
3. Banding yang telah dicabut melalui penetapan atau putusan tersebut, tidak dapat diajukan
kembali.
VII. Pengecualian
1. Pengajuan Banding dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan tidak mengikat apabila dalam
jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaan pemohon
banding.
2. Pemohon Banding tidak harus melampirkan bukti pembayaran 50 % pajak yang terutang,
sepanjang Banding diajukan atas Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) atau Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).
VIII. Hal-hal lain yang perlu diketahui
1. Pengadilan Pajak meminta Surat Uraian Banding kepada Terbanding dalam jangka waktu
14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima Surat Banding lengkap.
2. Dalam hal pemohon banding melengkapi surat atau dokumen susulan, jangka waktu 14
hari dihitung sejak tanggal diterimanya surat atau dokumen susulan dimaksud.
3. Terbanding menyerahkan Surat Uraian Banding kepada Pengadilan Pajak dalam jangka
waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim Permintaan Surat Uraian Banding.
4. Salinan Surat Uraian Banding oleh Pengadilan Pajak dikirimkan kepada Pemohon
Banding dalam jangka waktu 14 hari sejak tanggal diterima.
5. Pemohon Banding memberikan tanggapan/bantahan atas Surat Uraian Banding yang
diterimanya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat
Bantahan.
6. Meskipun Terbanding atau Pemohon Banding tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud angka 3 dan 5, Pengadilan Pajak tetap melanjutkan pemeriksaan banding.
Dasar Hukum
Pasal 1, 35, 36, 37, 38, 39, 44, 45 Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak.
BAGAIMANA CARA MENJADI KUASA HUKUM DI PENGADILAN PAJAK
I. Pengertian
Kuasa Hukum adalah orang perseorangan yang telah mendapat izin menjadi Kuasa
Hukum dari Ketua Pengadilan Pajak dan memperoleh surat kuasa khusus dari pihak-pihak yang
bersengketa untuk dapat mendampingi dan/atau mewakili mereka dalam bepekara pada
Pengadilan Pajak.
II. Syarat menjadi Kuasa Hukum
Untuk dapat menjadi Kuasa Hukum, orang perorangan harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
1. Warga Negara Indonesia (WNI);
1. 2.Memilki izin Kuasa Hukum;
2. Memiliki Surat Kuasa Khusus yang asli dari pihak yang bersengketa;
3. Memiliki pandangan luas dan keahlian tentang peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan;
4. Berijazah Sarjana atau Diploma IV dari perguruan tinggi yang terakreditasi;
5. Berkelakuan baik, yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Berkelakuan Baik (SKKB)
dari POLRI atau instansi yang berwenang;
6. Mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
III. Prosedur Permohonan Surat Kuasa Hukum
Untuk dapat memiliki izin Kuasa Hukum, orang perorangan harus menyampaikan
permohonan secara tertulis dengan mengisi formulir permohonan yang harus dilampiri dengan:
1. Daftar Riwayat Hidup yang tersedia;
2. Foto kopi KTP WNI yang telah dilegalisir;
3. Foto kopi ijazah Sarjana atau Diploma IV yang telah dilegalisir;
4.
5.
6.
7.
Foto kopi tanda bukti pengetahuan yang luas dan keahlian di bidang perpajakan;
Foto kopi NPWP yang telah dilegalisir;
Asli SKKB dari POLRI atau instansi yang berwenang;
Pas foto terakhir 2x3 cm sebanyak 2 lembar.
IV. Tanda Bukti Pengetahuan yang Luas dan Keahlian
Pengetahuan yang luas dan keahlian dibuktikan dengan melampirkan:
1. Foto kopi Ijazah/Sertifikat Brevet Pajak atau Ijazah/Sertifikat Pengusaha Pengurusan Jasa
Kepabeanan (PPJK) dari lembaga yang terakreditasi yang telah dilegalisir;
2. Foto kopi Surat Izin Konsultan Pajak yang telah dilegalisir;
3. Sertifikat Diploma III Pajak/Kepabeanan dan Cukai/Akuntansi atau yang dipersamakan
dari lembaga yang terakreditasi yang telah dilegalisir.
V. Masa Berlaku Izin Kuasa Hukum
1. Keputusan Ketua Pengadilan Pajak tentang Izin Kuasa Hukum berlaku untuk jangka
waktu 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal ditetapkan.
2. Dalam hal jangka waktu 12 (dua belas) bulan telah lewat, kuasa hukum dapat
mengajukan permohonan perpanjangan izin kuasa hukum.
VI. Perpanjangan Izin Kuasa Hukum
Orang perorangan dapat mengajukan perpanjangan izin kuasa hukum secara tertulis
sebelum berakhir jangka waktu masa berlakunya dengan mengisi formulir permohonan yang
dilampiri:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Daftar Riwayat Hidup yang terbaru;
Asli Keputusan Ketua Pengadilan Pajak tentang Izin Kuasa Hukum;
Asli Kartu Tanda Pengenal Kuasa Hukum;
Foto kopi KTP WNI yang telah dilegalisir;
Pas foto terakhir ukuran 2x3 cm sebanyak 2 lembar;
Foto kopi NPWP yang telah dilegalisir;
Asli SKKB dari POLRI atau instansi yang berwenang.
VII. Pengecualian
1. Persyaratan untuk dapat menjadi Kuasa Hukum tidak diperlukan dalam hal yang
mendampingi atau mewakili pemohon banding atau penggugat adalah keluarga sedarah
atau semenda sampai dengan derajat kedua, pegawai atau pengampu.
2. Seseorang yang baru pertama kali mendampingi atau mewakili Pemohon
Banding/Penggugat, meskipun belum terdaftar atau memperoleh izin sebagai Kuasa
Hukum, namun dalam sidang berikutnya harus sudah terdaftar atau memperoleh izin
sebagai Kuasa Hukum dari Ketua Pengadilan Pajak.
VIII. Hal-hal Lain yang Perlu Diketahui
1. Kuasa Hukum yang hadir di persidangan diwajibkan:
a.
Menunjukkan Surat Keterangan Terdaftar atau Surat Izin sebagai Kuasa Hukum dari Pengadilan
Pajak;
b. Menunjukkan Surat Kuasa asli bermeterai dari pihak yang diwakili atau didampingi.
2. Surat persetujuan dari Ketua Pengadilan Pajak untuk menjadi Kuasa Hukum diberikan
dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak persyaratan izin Kuasa Hukum lengkap diterima
di Sekretariat Pengadilan Pajak 3
3. Pihak-pihak yang bersengketa masing-masing didampingi atau diwakili oleh satu atau
lebih kuasa hukum dengan Surat Kuasa Khusus .
4. Kuasa Hukum dapat memberi kuasa untuk mewakilinya dalam suatu persidangan hanya
kepada kuasa hukum lainnya. 5.Surat Izin Kuasa Hukum berlaku di semua majelis
Pengadilan Pajak disertai dengan Surat Kuasa Asli dari pihak yang didampingi atau
diwakili .
Dasar Hukum
1. Pasal 34 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
2. Pasal 1, 2, 5, 6, 8, 9, 11, 16, 17, 18, 19, 20 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
06/PMK.01/2007 tentang Persyaratan Untuk Menjadi Kuasa Hukum Pada Pengadilan
Pajak.
Dasar Hukum Pendukung
Keputusan Menteri Keuangan No. 485/KMK.03/2003 tentang Konsultan Pajak Indonesia
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 98/PMK.03/2005.
PEMBUKTIAN DAN SANKSI DALAM SIDANG DI PENGADILAN PAJAK
I. Pengertian
Bukti yang sah adalah bukti yang telah dilunasi Bea Materainya sesuai dengan Pasal 11
ayat (1) UU No.1 3 tahun 1985.
II. Pembuktian
1. Alat bukti dapat berupa:
a.
b.
c.
d.
e.
Surat atau tulisan
Keterangan ahli;
Keterangan para saksi;
Pengakuan para pihak; dan/atau
Pengetahuan Hakim
2. Penjelasan alat bukti :
a.
b.
c.
d.
e.
Surat atau tulisan sebagai alat bukti terdiri dari :
(1) Akta autentik, yaitu surat yang dibuat oleh atau dihadapkan seorang pejabat umum, yang
menurut Peraturan perundang-undangan berwenang membuat surat itu dengan maksud
untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa hukum yang tercantum
didalamnya.
(2) Akta di bawah tangan yaitu surat yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang
bersangkutan dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau
peristiwa hukum yang tercantum didalamnya.
(3) Surat keputusan atau surat keterangan yang diterbitkan oleh Pejabat yang berwenang.
(4) Surat-surat lain atau tulisan yang tidak termasuk disebutkan di atas (angka 1, 2 dan 3
dalam tanda kurung) yang ada kaitannya dengan Banding atau Gugatan.
Keterangan ahli adalah pendapat orang yang diberikan dj bawah sumpah dalam persidangan
tentang hal yang ia ketahui menurut pengalaman dan pengetahuannya.
Keterangan para saksi dianggap sebagai alat bukti apabila keterangan itu berkenaan dengan hal
yang dialami, dilihat atau didengar sendiri oleh saksi.
Pengakuan para pihak tidak dapat ditarik kembali kecuali berdasarkan alasan yang kuat dan
dapat diterima oleh Majelis atau Hakim Junggal.
Pengetahuan Hakim adalan hal yang olehnya diketahui dan diyakini kebenarannya
III. Penyampaian Alat Bukti
1. Alat bukti berupa surat atau tulisan disampaikan atas Permintaan para pihak yang
bersengketa atau salah satu pihak yang bersengketa.
2. Ketua Majelis/Hakim Tunggal dapat meminta alat bukti yang diperlukan dalam
persidangan kepada para pihak yang bersengketa.
3. Dalam hal Seorang Ahli atau Saksi memberikan alat bukti berupa keterangan tertulis
maupun lisan, ia harus meng¬ucapkan sumpah atau janji dihadapan Majelis/Hakim
Tunggal.
IV. Saksi
1. Atas permintaan salah satu pihak yang bersengketa atau karena jabatan, Hakim Ketua
dapat memerintahkan saksi untuk hadir dan didengar keterangannya dalam persidangan.
2. Saksi wajib datang di persidangan dan tidak diwakilkan.
3. Dalam saksi tidak datang meskipun telah dipanggil dengan patut dan Majelis dapat
mengambil putusan tanpa mendengar keterangan saksi, Hakim Ketua melanjutkan
persidangan.
4. Apabita saksi tidak datang tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan meskipun
telan dipanggil dengan patut, dan Majelis mempunyai alasan yang cukup untuk
menyangka banwa saksi sengaja. tidak datang, serta Majelis tidak dapat mengambil
putusan tanpa keterangan dari saksi dimaksud, Hakim Ketua dapat meminta bantuan
Polisi untuk membawa saksi ke persidangan.
V. Tatacara Saksi dalam sidang :
1. Saksi dipanggil ke persidangan seorang demi seorang.
2. Hakim Ketua menanyakan kepada saksi identitas lengkap dan hubungan kerja dengan
pemohon Banding/Penggugat atau dengan terbanding/tergugat.
3. Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut
agama atau kepercayaannya.
4. Pertanyaan yang diajukan kepada saksi oleh salah satu pihak disampaikan melalui Hakim
Ketua.
5. Apabila pertanyaan dimaksud menurut pertimbangan Hakim Ketua tidak ada kaitannya
dengan sengketa, pertanyaan itu ditolak.
6. Apabila Pemohon Banding atau penggugat atau saksi tidak paham Bahasa Indonesia,
Hakim Ketua menunjuk ahli alih bahasa.
7. Dalam hal pemohon Banding atau penggugat atau saksi ternyata bisu dan/atau tuli serta
tidak dapat menulis, Hakim Ketua menunjuk orang yang pandai bergaul dengan pemohon
Banding atau penggugat atau saksi, sebagai ahli alih bahasa.
8. Dalam hal pemohon Banding atau penggugat atau saksi, ternyata bisu dan/atau tuli tetapi
dapat menulis, Hakim Ketua dapat memerintahkan Panitera menuliskan pertanyaan atau
teguran kepada pemohon Banding atau penggugat atau saksi, dan memerintahkan
menyampaikan tulisan itu kepada pemohon banding atau penggugat atau saksi dimaksud,
agar la menuliskan jawabannya, kemudian segala pertanyaan dan jawaban harus
dibacakan.
9. Saksi dan ahli alih bahasa sebagaimana dimaksud dalam angka 6,7,8 harus mengucapkan
sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya.
VI. Yang tidak boleh didengar keterangannya sebagai Saksi :
1. Keluarga sedarah atau semenda menurut garis keturunan lurus ke atas atau ke bawah
sampai derajat ketiga dari salah satu pihak yang bersengketa.
2. Istri atau suami dari pemohon Banding atau Penggugat meskipun sudah bercerai;
3. Anak yang belum berusia 17 tahun; atau
4. Orang sakit ingatan.
VII. Peniadaan Kewajiban Merahasiakan
Setiap orang yang karena pekerjaan atau jabatannya wajib merahasiakan segala sesuatu
berhubungan dengan pekerjaan atau jabatannya, untuk keperluan persidangan kewajiban
merahasiakan dimaksud ditiadakan.
Dasar Hukum
Pasal 55-76 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak
PEMERIKSAAN DALAM PERSIDANGAN PENGADILAN PAJAK
I. Pengertian
1. Hakim Tunggal adalah hakim yang ditunjuk untuk memeriksa dan memutus sengketa pajak
dengan acara cepat.
2. Anggota Hakim adalah hakim tunggal atau hakim dalam suatu Majelis, termasuk Hakim Ketua.
3. Hakim Ketua adalah anggota Majelis yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Pajak untuk
memimpin Majelis.
4.
Panitera, Wakil Panitera dan Panitera Pengganti adalah Sekretaris, Wakil Sekretaris atau
Sekretaris Pengganti Pengadilan Pajak yang bertugas melaksanakan fungsi kepaniteraan.
5. Sengketa Pajak Tertentu adalah Sengketa Pajak yang diajukan kepada Pengadilan Pajak yang
banding atau gugatannya tidak memenuhi syarat formal.
II. Jenis-jenis Pemeriksaan
1. Pemeriksaan dengan Acara Biasa dilakukan oleh Majelis yang terdiri dari Hakim Ketua,
Anggota dan Panitera dan dihadiri oleh terbanding dan apabila dipandang perlu, pemohon
Banding atau penggugat atau Kuasa Hukumnya.
2. Pemeriksaan dengan Acara Cepat dilakukan oleh Hakim Tunggal, dan dihadiri oleh
terbanding dan apabila dipandang perlu pemohon Banding atau penggugat atau Kuasa
Hukumnya.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
III. Pemeriksaan dalam Pesidangan
Untuk keperluan pemeriksaan, Hakim Ketua membuka persidangan dengan mengetukkan palu
sebagai tanda dimulainya persidangan dan menyatakan persidangan terbuka untuk umum.
Hakim Ketua dan / atau Hakim Tunggal melakukan penelitian identitas pemohon banding dan
Kuasa Hukumnya antara lain dengan mencocokkan tanda tangan apakah pihak yang hadir sesuai
dengan pihak-pihak yang menandatangani Surat Banding tersebut.
Hakim Ketua dan Anggota majelis melakukan pemeriksaan berkas perkara.
Dalam setiap pemeriksaan sengketa pajak, Panitera harus membuat Berita Acara Sidang yang
memuat segala sesuatu yang terjadi dalam persidangan.
Berita Acara Sidang ditandatangani oleh Hakim Ketua atau Hakim Tunggal dan Panitera.
Apabila Hakim Ketua atau Hakim Tunggal dan Panitera berhalangan, Berita Acara Sidang
ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Pajak dengan menyatakan bahwa Hakim Ketua atau
Hakim Tunggal dan Panitera berhalangan.
IV. Pemeriksaan dengan Acara Biasa dilakukan terhadap :
Surat Permohonan Banding yang memenuhi ketentuan formal :
a. Surat Banding diajukan masih dalam tenggang waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan yang
dibanding diterima.
b. Pajak terutang telah dibayar sampai dengan 50 % (lima puluh persen) dari jumlah hutang
pajaknya, dengan melampirkan bukti pembayarannya.
V. Pemeriksaan dengan Acara Cepat dilakukan terhadap :
1. Sengketa Pajak tertentu.
2. Dalam hal pemohonan banding memberitahukan akan hadir dalam persidangan, Hakim
Ketua memberitahukan tanggal dan hari sidang kepada pemohon banding atau
penggugat, dan memanggil pemohon banding untuk menghadiri persidangan.
3. Hakim Ketua menjelaskan masalah yang disengketakan kepada para pihak yang
bersengketa diawal persidangan.
4. Hakim Ketua menanyakan kepada terbanding mengenai hal-hal yang dikemukakan
pemohon Banding dalam surat banding dan dalam surat bantahan.
5. Apabila dipandang perlu Hakim Ketua dapat memanggil pemohon Banding untuk hadir
dalam persidangan, guna memberikan keterangan yang diperlukan dalam rangka
penyelesaian sengketa pajak.
1.
2.
3.
4.
5.
1.
2.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
1.
2.
3.
4.
5.
VI. Hal-hal yang perlu diketahui :
Hakim Ketua memanggil terbanding dan dapat memanggil pemohon banding atau penggugat
untuk memberikan keterangan lisan.
Dalam hal permohonan banding memberitahukan akan hadir dalam persidangan, Hakim Ketua
memberitahukan tanggal dan hari sidang kepada pemohon banding atau penggugat, dan
memanggil pemohon Banding untuk menghadiri persidangan.
Hakim Ketua menjelaskan masalah yang disengketakan kepada para pihak yang bersengketa
diawal persidangan.
Hakim Ketua menanyakan kepada terbanding mengenai hal-hal yang dikemukakan pemohon
Banding dalam surat banding dan dalam surat bantahan.
Apabila dipandang perlu Hakim Ketua dapat memanggil pemohon Banding untuk hadir dalam
persidangan, guna memberikan keterangan yang diperlukan dalam rangka penyelesaian sengketa
pajak.
Dasar Hukum
Pasal 1, 49, 50, 65, 67, 68 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak
PUTUSAN PENGADILAN PAJAK
I. Dasar Pengambilan Putusan
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan serta berdasarkan keyakinan
Hakim.
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan musyawarah yang dipimpin oleh Hakim Ketua
dan apabila majelis didalam mengambil putusan dengan musyawarah tidak dapat dicapai
kesepakatan, putusan diambil dengan suara terbanyak.
II. Jenis Putusan
Putusan Pengadilan Pajak dapat berupa :
menolak;
mengabulkan sebagian atau seluruhnya;
menambah Pajak yang harus dibayar;
tidak dapat diterima;
membetulkan kesalahan tulis dan / atau kesalahan hitung; dan / atau
membatalkan.
III. Putusan Pengadilan Pajak harus memuat :
Kepala putusan yang berbunyi "DEMI KEADlLAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG
MAHA ESA"
Nama, tempat tinggal atau atau tempat kediaman, dan / atau identitas lainnya dari pemohon
Banding atau penggugat;
Nama jabatan dan alamat terbanding atau tergugat;
Hari, tanggal diterimanya Banding atau Gugatan
Ringkasan Banding atau Gugatan dan ringkasan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan
atau Surat Bantahan yang jelas;
6.
7.
8.
9.
10.
1.
2.
3.
4.
5.
a.
b.
c.
6.
7.
1.
2.
3.
4.
5.
Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan
selama sengketa itu diperiksa;
Pokok sengketa;
Alasan hukum yang menjadi dasar putusan;
Amar putusan tentang sengketa; dan
Hari, tanggal putusan, nama Hakim yang memutus, nama Panitera, dan keterangan tentang hadir
atau tidak hadirnya para pihak.
IV. Jangka Waktu Pengambilan Keputusan
Putusan pemeriksan dengan acara biasa atas Banding diambil dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan sejak Sural Banding diterima.
Putusan pemeriksaan dengan acara biasa atas Gugatan diambil dalam jangka waktu 6 (enam)
bulan sejak Surat gugatan diterima.
Dalam hal-hal khusus, putusan pemeriksaan dengan acara biasa atas Banding dan Gugatan
diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan
Dalam hal Gugatan yang diajukan selain atas keputusan pelaksanaan penagihan Pajak, tidak
diputus dalam jangka waktu 6 (enam) bulan, Pengadilan Pajak wajib mengambil putusan melalui
pemeriksaan dengan acara cepat dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak jangka waktu 6 (enam)
bulan dimaksud dilampui.
Putusan pemeriksaan dengan acara cepat terhadap Sengketa Pajak tertentu dinyatakan tidak
dapat diterima, diambil dalam jangka waktu sebagai berikut :
30 (tiga puluh) hari sejak batas waktu pengajuan Banding atau Gugatan dilampui;
30 (tiga puluh) hari sejak Banding atau Gugatan diterima dalam hal diajukan setelah batas waktu
pengajuan dilampui.
Putusan/penetapan dengan acara cepat terhadap kekeliruan berupa membetulkan kesalahan tulis
dan / atau kesalahan hitung, diambil dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak kekeliruan
dimaksud diketahui atau sejak permohonan salah satu pihak diterima.
Putusan dengan acara cepat terhadap sengketa yang didasarkan pertimbangan hukum bukan
merupakan wewenang Pengadilan Pajak, berupa tidak dapat diterima, diambil dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari sejak Surat Banding atau Surat Gugatan diterima.
Dalam hal putusan Pengadilan Pajak diambil terhadap Sengketa Pajak dimaksud, pemohon
Banding atau penggugat dapat mengajukan Gugatan kepada peradilan yang berwenang.
V. Pelaksanaan Putusan
Putusan Pengadilan Pajak langsung dapat dilaksanakan dengan tidak memerlukan lagi keputusan
pejabat yang berwenang kecuali peraturan perundang-undangan mengatur lain.
Apabila putusan Pengadilan Pajak mengabulkan sebagian atau seluruh Banding, kelebihan
pembayaran Pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen)
sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, sesuai ketentuan peraturan perundang¬undangan perpajakan. yang berlaku.
Salinan putusan atau salinan penetapan Pengadilan Pajak dikirim kepada para pihak dengan surat
oleh Sekretaris dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal putusan Pengadilan Pajak
diucapkan, atau dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal putusan sela diucapkan
Putusan Pengadilan Pajak harus dilaksanakan oleh Pejabat yang berwenang dalam jangka waktu
30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterima putusan.
Pejabat yang tidak melaksanakan putusan Pengadilan Pajak dalam jangka waktu tersebut,
dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan kepegawaian yang berlaku.
VI. Hal-hal yang perlu diketahui :
1. Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
2. Pengadilan Pajak dapat mengeluarkan putusan sela atas Gugatan berkenaan dengan permohonan
menunda atau menghalangi dilaksanakannya penagihan Pajak atau kewajiban perpajakan.
3. Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan
Pajak kepada Mahkamah Agung.
4. Putusan Pengadilan Pajak harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
Dasar Hukum
Pasal 77-88 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI
I. Peninjauan Kembali
1. Permohonan peninjauan kembali (PK) hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada
Mahkamah Agung (MA) melalui Pengadilan Pajak.
2. Permohonan peninjauan kembali (PK) tidak menangguhkan atau menghentikan
pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak.
3. Permohonan peninjauan kembali (PK) dapat dicabut sebelum diputus, dan dalam hal
sudah dicabut permohonan peninjauan kembali tersebut tidak dapat diajukan lagi.
1.
2.
3.
4.
5.
II. Alasan-alasan mengajukan peninjauan kembali (PK) :
Apabila putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak
lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang
kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan, yang apabila
diketahui pada tahap persidangan di pengadilan Pajak akan menghasilkan putusan yang berbeda;
Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak, dituntut atau lebih dari pada yang dituntut,
kecuali yang diputus berupa mengabulkan sebagian atau seluruhnya atau menambah Pajak yang
harus dibayar;
Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebabsebabnya; atau
Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan yang berlaku.
.
III. Jangka Waktu Peninjauan Kembali (PK)
1. Pengajuan peninjauan kembali (PK) berdasarkan alasan-alasan sebagaimana dimaksud
huruf 1, dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak
diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim pengadilan pidana
memperoleh kekuatan hukum tetap.
2. Pengajuan peninjauan kembali (PK) berdasarkan alasan-alasan sebagaimana dimaksud
huruf 2, dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak ditemukan suratsurat bukti yang hari dan tanggal ditemukannya harus dinyatakan dibawah sumpah dan
disahkan oleh pejabat yang berwenang.
3. Pengajuan permohonan peninjauan kembali (PK) berdasarlan alasan huruf 3, 4 dan 5
dilakukan dalam jangka waktutu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan dikirim.
IV. Pemprosesan peninjauan kembali (PK) oleh Mahkamah Agung
1. Dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan peninjauan kembali diterima oleh
Mahkamah Agung telah mengambil putusan, dalam hal Pengadilan Pajak mengambil
putusan melalui pemeriksaan acara biasa;
2. Dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak permohonan peninjauan kembali diterima oleh
Mahkamah Agung telah mengambil putusan, dalam hal Pengadilan Pajak mengambil
putusan melalui pemeriksaan acara cepat.
V. Hal-hal lain yang perlu diketahui :
1. Putusan atas permohonan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud harus diucapkan
dalam sidang terbuka untuk umum.
2. Hukum acara berlaku pada pemeriksaan PK adalah hukum acara Peninjauan Kembali
sebagaimana dimaksud dalam UU No. 14/1985 tentang Mahkamah Agung, kecuali yang
diatur secara khusus dalam UU No. 14/2002 tentang Pengadilan Pajak.
Dasar Hukum
Pasal 89-93 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
GUGATAN DI PENGADILAN PAJAK
I. Apa yang perlu diketahui tentang Gugatan di Pengadilan Pajak
1. Keputusan adalah suatu penetapan tertulis dibidang perpajakan yang dikeluarkan oleh
pejabat yang berwenang bedasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan dan
dalam rangka pelaksanaan UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
2. Sengketa Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak
atau penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya
keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada Pengadilan Pajak
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk gugatan atas
pelaksanaan penagihan berdasarkan UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
3. Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang
pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan
penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat BUKU SAKU PENGADILAN
PAJAK 11 Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan
penyanderan, menjual barang yang telah disita.
Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak,
guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan
perundangundangan.
Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran harga
secara lisan dan/atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli.
4. Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau Penanggung
Pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajakatau terhadap keputusan yang dapat diajukan
gugatan berdasarkan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
5. Surat Tanggapan adalah surat dari tergugat kepada Pengadilan Pajak yang berisi jawaban
atas Gugatan yang diajukan oleh penggugat.
6. Surat Bantahan adalah surat dari pemohon Gugatan kepada Pengadilan Pajak yang berisi
bantahan atas surat uraian Gugatan atau surat bantahan.
7. Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam
hal diterima secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau Putusan
diterima secara langsung.
II. Syarat Pengajuan Gugatan
1. Harus diajukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima
keputusan pelaksanaan penagihan, kecuali diatur lain dalam peraturan perundangundangan perpajakan.
2. Gugatan juga dapat diajukan selain atas keputusan pelaksanaan penagihan adalah dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterima keputusan yang digugat.
3. Terhadap 1 (satu) keputusan pelaksanaan penagihan diajukan 1 (satu) Surat Gugatan.
4. Gugatan diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas, dan dicantumkan tanggal
diterima surat keputusan pelaksanaan penagihan.
5. Pada Surat Gugatan dilampirkan salinan keputusan pelaksanaan penagihan.
III. Pemprosesan Gugatan
1. Gugatan diajukan dengan Surat Gugatan dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan
Pajak.
2. Ditujukan kepada Pengadilan Pajak dengan melampirkan:
a. Salinan keputusan yang digugat;
b. Data dan bukti-bukti pendukung lainnya;
c. Surat Kuasa bermeterai cukup, bila diwakili oleh kuasanya.
IV. Siapa yang mengajukan Gugatan
1. Gugatan dapat diajukan oleh Wajib Pajak, ahli warisnya, seorang pengurus atau kuasa
hukumnya.
2. Apabila selama proses Gugatan, pemohon Gugatan meninggal dunia, Gugatan dapat
dilanjutkan oleh warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya dalam hal
pemohon Gugatan pailit.
3. Apabila selama proses Gugatan pemohon Gugatan melakukan penggabungan, peleburan,
pemecahan / pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dapat dilanjutkan
oleh pihak yang menerima pertanggungjawaban karena penggabungan, peleburan,
pemecahan/ pemekaran usaha, atau likuidasi dimaksud.
V. Hak-hak Pemohon Gugatan
1. Pemohon Gugatan dapat melengkapi Surat Gugatannya untuk memenuhi ketentuan yang berlaku
sepanjang masih dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak diterima keputusan yang
digugat.
2. Pemohon Gugatan dapat memasukkan Surat Bantahan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
sejak tanggal terima salinan Surat Uraian Gugatan.
3. Dapat hadir dalam persidangan guna memberikan keterangan lisan atau bukti-bukti yang
diperlukan sepanjang memberitahukan kepada Ketua Pengadilan Pajak secara tertulis.
4. Dapat hadir dalam sidang Pembacaan Putusan.
5. Dapat didampingi atau diwakili oleh Kuasa Hukum yang telah terdaftar/mendapat ijin
Kuasa Hukum dari Ketua Pengadilan Pajak.
6. Dapat meminta kepada Majelis kehadiran saksi.
VI. Pencabutan Gugatan
1. Terhadap Gugatan dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Pengadilan Pajak.
2. Gugatan yang dicabut tersebut, dihapus dari daftar sengketa melalui penetapan Ketua dalam hal
surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang dilaksanakan dan putusan Majelis/Hakim
Tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan dalam sidang atas
persetujuan tergugat.
3. Gugatan yang telah dicabut melalui penetapan atau putusan tersebut, tidak dapat diajukan
kembali.
VII. Pengecualian
1. Pengajuan Gugatan atas pelaksanaan penagihan dalam jangka waktu 14 (empat belas)
hari tidak mengikat apabila dalam jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena
keadaan diluar kekuasaan penggugat.
2. Pengajuan Gugatan selain atas pelaksanaan penagihan dalam jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari tidak mengikat apabila dalam jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi
karena keadaan di luar kekuasaan penggugat.
VIII. Hal-hal lain yang perlu diketahui
1. Pengadilan Pajak meminta Surat Tanggapan (ST) kepada tergugat dalam jangka waktu 14
(empat belas) hari sejak tanggal diterima Surat Gugatan lengkap.
2. Dalam hal pemohon Gugatan melengkapi surat atau dokumen susulan, jangka waktu 14
(empat belas) hari dihitung sejak tanggal diterimanya surat atau dokumen susulan
dimaksud.
3. Tergugat menyerahkan Surat Tanggapan kepada Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 1
(satu) bulan sejak tanggal dikirim Permintaan Surat Tanggapan.
4. Salinan Surat Tanggapan oleh Pengadilan Pajak dikirimkan kepada Pemohon Gugatan
dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima.
5. Pemohon Gugatan memberikan bantahan atas Surat Tanggapan yang diterimanya dalam
jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Bantahan.
6. Meskipun Tergugat atau Pemohon Gugatan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud angka 3 dan 5, Pengadilan Pajak tetap melanjutkan pemeriksaan Gugatan.
Dasar Hukum
1. Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan.
2. Pasal 1, 40, 41, 42, 43, 44, 45 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak. 3. Pasal 1, 37 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana
telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa.