83
atas PPN yang sudah dibayar. Sebagai akibatnya, harga barang akan menjadi lebih besar dan PPN yang dikenakan dan disetor kepada Pemerintah menjadi
lebih besar daripada pengenaan PPN terhadap BKP dengan tarif standar. Oleh karena itu, pengecualian atas pengenaan PPN atau dibebaskan dari
pengenaan PPN umumnya diberikan terhadap barang yang langsung dikonsumsi end-user, untuk meminimalkan dampak turunannya terhadap
harga dan terjadinya pajak berganda;
B. Terkait Perlakuan Pengenaan PPN terhadap Barang Kebutuhan Pokok
Yang termasuk dalam kelompok barang yang tidak dikenai PPN Non- BKP antara lain adalah barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh
rakyat sebagaimana diatur dalam Pasal 4A ayat 2 huruf b. Dalam Penjelasan Pasal tersebut, yang termasuk dalam Non-BKP terbatas pada:
a.
beras;
b.
gabah;
c.
jagung;
d.
sagu;
e.
kedelai;
f.
garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
g.
daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas
atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, danatau direbus;
h.
telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas;
i.
susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan
lainnya, danatau dikemas atau tidak dikemas;
j.
buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading,
danatau dikemas atau tidak dikemas; dan
k.
sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, danatau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang
dicacah.
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
84
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, sebagai barang yang termasuk sebagai Non-BKP, maka atas penyerahan barang-barang kebutuhan
pokok sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Pasal 4A tidak dikenai PPN, dan PPN yang telah dibayar sehubungan dengan kegiatan memproduksi atau
memperdagangkan barang tersebut tidak dapat dikreditkan.
Kebutuhan pokok merupakan barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak dengan skala pemenuhan kebutuhan yang tinggi serta menjadi
faktor pendukung kesejahteraan masyarakat. Adapun dasar tidak mengenakan PPN atas barang-barang sebagaimana tersebut diatas adalah untuk
memastikan bahwa masyarakat memperoleh kebutuhan dasar, yang diharapkan mendukung kebutuhan gizi masyarakat.
Berdasarkan berbagai pertimbangan di atas, maka penetapan jenis barang-barang kebutuhan pokok yang tidak dikenai PPN dilakukan secara
cermat dan hati-hati, dan terbatas bagi barang-barang kebutuhan pokok yang benar-benar bersifat mendasar sebagaimana telah disebutkan dalam
Penjelasan Pasal 4A ayat 2 huruf bUndang-Undang PPN.
Selanjutnya penjelasan yang terkait dengan substansi permohonan pengujian sebagai berikut:
A. Penjelasan Pasal 4A ayat 2 huruf b Undang-UndangPPN tidak bertentangan
dengan Pasal 28C ayat 1 UUD 1945 dengan alasan: 1. Pemerintah kembali menyampaikan bahwa keberadaan ketentuan
a quo semata-mata untuk mendorong kemampuan masyarakat Indonesia untuk
memenuhi hak konstitusinya yaitu memenuhi kebutuhan dasar atas pangan pokok sehingga pemerataan pemenuhan kebutuhan dasar atas
pangan tersebut tercapai.
2. Untuk menjamin rasa keadilan seluruh masyarakat dan melindungi kesejahteraan umum dengan mendorong terpenuhinya kebutuhan dasar
masyarakat secara menyeluruh, Pemerintah memberikan pengecualian tidak dikenai PPNatas bahan pangan yang menurut Pemerintah
merupakan bahan pangan pokok yang sangat dibutuhkan oleh Masyarakat pada umumnya.
3. Penentuan bahan pangan pokok yang sangat dibutuhkan oleh masyarakatmerupakan suatu kebijakan pengaturan hukum
open legal
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
85
policy dan telah melalui berbagai kajian, termasuk dari segi
ketergantungankebutuhan masyarakan akan komoditi pangan. 4. Bahwa terdapat beberapa komoditi yang merupakan bahan pangan pokok
yang tidak tercantum dalam pasal a quo
seperti gula pasir dan minyak goreng. Adapun pertimbangan pemerintah tidak memasukkan komoditi
tersebut karena merupakan barang hasil olahanproses industri. Kembali kepada sistem pemungutan PPN dengan mekanisme pengkreditan pajak
masukan, maka apabila PPN yang telah dibayar yang berhubungan langsung dengan kegiatan untuk menghasilkan atau memperdagangkan
komoditi seperti gula pasir dan minyak goreng tersebut tidak dapat dikreditkan maka dapat menghambat perkembangan industri yang
menghasilkan atau memperdagangkan barang tersebut.
5. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka menurut pendapat kami, Penjelasan Pasal 4A ayat 2 huruf b Undang-Undang PPN tidak
bertentangan dengan Pasal 28C ayat 1 UUD 1945.
B. Penjelasan Pasal 4A ayat 2 huruf b Undang-Undang PPN tidak bertentangan
dengan Pasal 28I ayat 2 UUD 1945 dengan alasan: 1. Ketentuan
a quo tidak membeda-bedakan Wajib Pajak dan berlaku bagi
seluruh Wajib Pajak yang masih memiliki hak dan kewajiban perpajakan baik Wajib Pajak orang pribadi maupun badan, Wajib Pajak dalam negeri
maupun Wajib Pajak luar negeri
equality before the law . Oleh karena itu,
ketentuan tersebut tidak mengandung ketentuan yang diskriminatif sehingga menyebabkan ketidakadilan;
2. Mengingat pemberlakuan ketentuan a quo
justru merupakan upaya pemerintah untuk menjunjung tinggi kesejahteraan seluruh rakyat
indonesia, maka tidak terdapat unsur diskriminasi dalam pemberlakuannya sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam hal ini dalil Pemohon yang
menyatakan dengan diberlakukannya Pasal 4A ayat 2 huruf b Undang- Undang PPN mengakibatkan timbulnya perlakuan yang diskriminatif
adalah tidak beralasan dan tidak bertentangan dengan Pasal 28I ayat 2 UUD 1945.
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
86
PETITUM
Berdasarkan penjelasan dan argumentasi tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada Yang Mulia KetuaMajelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang
memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan pengujian constitutional review
ketentuan a quo
terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dapat memberikan putusan sebagai berikut:
1. Menyatakan bahwa Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum Legal
Standing ;
2. Menolak permohonan pengujian Pemohon void
seluruhnya atau setidak- tidaknya menyatakan permohonan pengujian Pemohon tidak dapat diterima
niet ontvankelijke verklaard ;
3. Menerima Keterangan Presiden secara keseluruhan; 4. Menyatakan Penjelasan Pasal 4A ayat 2 huruf b Undang-Undang nomor 8
Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dDan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewahtidak bertentangan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Selain itu, Presiden pada persidangan tanggal 25 Juli 2016 mengajukan 2 dua orang ahli bernama
Prof. Dr. Gunadi
dan
Refly Harun, S.H., M.H
yang memberikan keterangan di bawah sumpah danatau menyampaikan keterangan
tertulis dalam persidangan tersebut yang mengemukakan sebagai berikut:
1. Prof. DR. Gunadi