HUBUNGAN PAPARAN KEBISINGAN DENGAN FUNGSI PENDENGARAN PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI JALAN SULTAN HAJIKELURAHAN SEPANG RAYA WAY HALIM BANDAR LAMPUNG

HUBUNGAN PAPARAN KEBISINGAN DENGAN FUNGSI
PENDENGARAN PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI JALAN
SULTAN HAJI KELURAHAN SEPANG RAYA WAY HALIM
BANDAR LAMPUNG
(Skripsi)

Oleh

HARLI FERYADI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2013

HUBUNGAN PAPARAN KEBISINGAN DENGAN FUNGSI
PENDENGARAN PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI JALAN SULTAN
HAJI KELURAHAN SEPANG RAYA WAY HALIM
BANDAR LAMPUNG

Oleh

HARLI FERYADI

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2013

Judul Skripsi

: HUBUNGAN PAPARAN KEBISINGAN
DENGAN FUNGSI PENDENGARAN
PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI
JALAN SULTAN HAJI KELURAHAN

SEPANG RAYA WAY HALIM
BANDAR LAMPUNG

Nama Mahasiswa

: Harli Feryadi

Nomor Pokok Mahasiswa

: 0918011006

Program Studi

: Pendidikan Dokter

Fakultas

: Kedokteran

MENYETUJUI


1. Komisi Pembimbing

Dr. Fitria Saftarina, M.Sc.
NIP 197809032006042001

2. Dekan Fakultas Kedokteran

Dr. Sutyarso, M.Biomed.
NIP 195704241987031001

dr. Diana Mayasari
NIP 198409262009122002

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua


: dr. Fitria Saftarina, M.Sc

Sekretaris

: dr. Diana Mayasari.

Penguji
Bukan Pembimbing : dr. TA Larasati, M.Kes.

2. Dekan Fakultas Kedokteran

Dr. Sutyarso, M.Biomed.
NIP 195704241987031001

Tanggal Lulus Ujian Skripsi: 31 Januari 2013

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Metro pada tanggal 14 Desember 1990, sebagai anak
pertama dari dua bersaudara, dari Bapak Husni Darsono, S.E dan Ibu Lilis Suryani

Dra.

Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) diselesaikan di TK Pertiwi pada tahun
1996, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Alquran pada tahun 2003, Sekolah
Menengah Pertama (SMP) di SMPN 3 diselesaikan pada tahun 2006, dan
Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 5 Metro pada tahun 2009.

Pada tahun 2009, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung melalui jalur PKAB. Selama menjadi mahasiswa penulis
pernah menjadi asisten Laboratorium Mikrobiologi dan aktif pada sejumlah
organisasi mahasiswa seperti Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia
(ISMKI), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Genitalial Health and Education
Counsellor (GenC), dan Forum Studi Islam (FSI) Ibnu Sina.

Dan tuhanmu telah memerintahkan agar kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah
berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorng di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia
lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekalikali
janganlah engkau mengatakan kepada keduanya

perkataa

ah da ja ga lah e gkau

e be tak

keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya
perkataan yang baik. (QS. Al-Isra’; )

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan sebuah karya kecilku ini kepada...

Ibu dan ayahku terkasih atas semua doanya,
dukungan, dan perjuangan serta air mata
terima kasih telah menjadi inspirasi dan
salah satu alasanku untuk terus semangat
menggapai cita

SANWACANA


Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan judul “ Hubungan Kebisingan degan Fungsi Pendengaran pada Pekerja
Bengkel Las di Jalan Sultan Haji Kelurahan Sepang Raya Way Halim Bandar Lampung”
adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1.

Prof. Dr. Ir. Hi. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku rektor Universitas Lampung;

2.

Bapak Dr. Sutyarso, M.Biomed., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung;

3.


dr. Fitria Saftarina, M.Sc, DK., selaku Pembimbing Utama atas kesediaannya untuk
memberikan bimbingan, ilmu, motivasi, kritik, saran dan nasehat yang bermanfaat dalam
proses penyelesaian skripsi ini;

4.

dr. Diana Mayasari, selaku pembimbing Kedua atas kesediaannya untuk memberikan
bimbingan, kritik, saran dan nasehat yang bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi
ini;

5.

dr. TA. Larasati, M.Kes., selaku Penguji Utama pada ujian skripsi ini;
Terimakasih atas masukan dan saran-saran dalam proses penyelesaian skripsi ini;

6.

dr. Rika Lisiswati dan dr. Fidha Rahmayani., selaku dosen Pembimbing Akademik;


7.

Seluruh staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;

8.

Bapak dan Ibu Staf Administrasi dan Tata Usaha Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung;

9.

Ibu Irina dan Staf Poli THT atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian;

10. Seluruh pekerja las di Jalan Sultan Haji Kelurahan Sepang Raya Way Halim Bandar
Lampung atas kesediaan dan kerjasamanya untuk menjadi responden dalam penelitian;
11. Papa dan Mama tersayang untuk semua doa , dukungan, suka cita, motivasi yang tiada
henti-hentinya sampai saat ini dan yang selalu membuatku tetap bertahan dan berjuang
hingga saat ini;
12. Buat adikku tercinta Febi Monica untuk semua doa, dukungannya buat abang selama ini;
13. Buat seluruh keluarga ku untuk doa, dukungan, semangat yang tiada henti-hentinya;

14. Elis Sri Alawiyah, untuk doa, perhatian, dukungan, bantuannya, semangat, motivasi,
kesabaran selama ini. Semoga kita sama-sama menjadi dokter yang sukses, amanah dan
di berkahi Allah SWT;
15. Teh Ipah atas dukungannya, motivasi, perhatian dan doa selama ini;
16. Teman-teman perantauan, Nolanda, Rizki DM, Fahmi, Risti, Chenso, Anggi, atas
kebersamaan, perjuangan, motivasi dan dukungannya selama ini;
17. Teman-teman yang sudah membantu penelitian, Angga, Elis, Nora, Marlintan, Shinta,
Putu, Arif, Galih, Fajar, Tetra, Nola, Rizki DM, Fahmi. Terimakasih atas bantuannya
ditengah-tengah kesibukan kalian;

18. Teman-teman seperjuanganku angkatan 2009, atas kebersamaannya dan bantuannya
selama ini;
19. Keluarga Asisten Dosen Mikrobiologi 2009, Rosdiana, Erin, Cindy, Falamy, Aprilia, atas
segala dukungan dan motivasinya;
20. Teman-teman Propti 6 sebagai “Keluarga Pertama” di Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung; Arri, Ali, Lewi, Shinta, Charla, Cyntia, Sahdiah, Aprilia,Evi, Salman, Riyan
Wahyudo;
21. Seluruh teman-teman yang telah tersebar keseluruh nusantara, para alumni 09 SMA 5
Metro. Semoga kita sukses semua dan diberkahi Allah SWT;
22. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam membantu penulisan skripsi

ini;

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, semoga
skripsi ini dapat digunakan sebagai referensi yang bermanfaat bagi kita semua. Aaamiin.

Bandar Lampung, Januari 2013,
Penulis

Harli Feryadi

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL.............................................................................................i
DAFTAR GAMBAR........................................................................................iii
I.

PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................4
C. Tujuan Penelitian.................................................................................4
D. Manfaat Penelitian...............................................................................5
E. Kerangka Pemikiran.............................................................................6

II. TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................7
A. Definisi Bunyi......................................................................................7
B. Definisi Kebisingan..............................................................................8
C. Jenis-Jenis Kebisingan..........................................................................10
D. Pengelasan............................................................................................11
E. Sumber Kebisingan...............................................................................12
F. Intensitas Kebisingan............................................................................26
G. Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan..............................................16
H.Pengaruh Kebisingan Terhadap Kesehatan...........................................18
I. PengendalianKebisingan........................................................................20
J. Tes Fungsi Pendengaran........................................................................23
K.Pengukuran Kebisingan.........................................................................24
L. Ketulian.................................................................................................26
M. Program Konservasi Pendengaran........................................................31

III. METODE PENELITIAN..........................................................................34
A. Tempat dan Waktu Penelitian..............................................................34
B. Desain Penelitian..................................................................................34
C. Populasi dan Sampel............................................................................35
D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi.................................................................35
E. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel......................36
F. Pengolahan dan Analisis Data..............................................................37
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................39
A. Hasil.....................................................................................................39
1. Analisis Univariat..................................................................................40
1. Umur........................................................................................40
2. Masa Kerja...............................................................................40
3. Alat Pelindung Telinga.............................................................41
4. Kebisingan...............................................................................41
5. Audiometri...............................................................................39
2. Analisis Bivariat.....................................................................................43
A. Analisis Hubungan Kebisingan Dengan Fungsi Pendengaran...............44
B. Pembahasan..........................................................................................47
1. Univariat
a. Umur..........................................................................................47
b. Masa Kerja.................................................................................47
c. Alat Pelindung Telinga...............................................................48
2. Hubungan Kebisingan Dengan Fungsi Pendengaran.....................49
V. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................55
A. Kesimpulan...........................................................................................55
B. Saran.....................................................................................................56
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lembar Persetujuan..............................................................................1
2. Kuesioner..............................................................................................2
3. Data hasil penelitian..............................................................................3
4. Audiogram............................................................................................4
5. Foto penelitian.......................................................................................5
6. Hasil audiogram....................................................................................6

1

I.

PENDAHULUAN

A. LatarBelakang

Tujuan kesehatan kerja adalah berusaha meningkatkan daya guna dan hasil guna
tenaga kerja dengan mengusahakan pekerjaan dan lingkungan kerja yang lebih
serasi dan manusiawi. Pelaksanaannya diterapkan melalui undang- undang No. 13
tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. undang-undang ketenagakerjaan lebih
bersifat

pencegahan

(preventif),

maka

sangat

diperlukan

usaha-usaha

pengendalian lingkungan kerja, supaya semua faktor-faktor lingkungan kerja yang
mungkin membahayakan atau dapat menimbulkan gangguan kesehatan tenaga
kerja dapat dihilangkan (UU ketenagakerjaan tahun 2003).

Salah satu faktor lingkungan kerja yang dapat menimbulkan penyakit akibat kerja
adalah kebisingan. Kebisingan di tempat kerja dapat mengurangi kenyamanan,
dan ketenangan kerja, mengganggu indera pendengaran, mengakibatkan
penurunan daya dengar, dan bahkan pada akhirnya dapat mengakibatkan ketulian
menetap kepada tenaga kerja yang terpapar kebisingan itu. Gangguan
pendengaran akibat bising (Noise Induced Hearing Loss/NIHL) adalah tuli akibat
terpapar oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan
biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Banyak hal yang
mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpapar bising antara lain intensitas

2

bising yang tinggi, frekuensi tinggi, lebih lama terpapar bising, kepekaan individu
dan faktor lain yang dapat menimbulkan ketulian (Gunawanta, 2002).

Gangguan pendengaran akibat bising

dapat

terjadi secara

mendadak atau

perlahan, dalam waktu hitungan bulan sampai tahun. Hal ini sering tidak disadari
oleh penderitanya, sehingga pada saat penderita mulai mengeluh kurang
pendengaran, biasanya sudah dalam stadium

yang tidak dapat disembuhkan

(irreversible). Pada kasus-kasus tertentu, gangguan pendengaran akibat bising
mulai berlangsung antara 6 sampai 10 tahun lamanya setelah terpajan bunyi yang
keras (Munilson, 2006).

Menurut Permenakertrans No. 13 Tahun 2011, nilai ambang batas faktor fisika
untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan nilai
rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya
daya dengar yang tetap untuk waktu terus menerus, nilai ambang batas yang
diperkenankan adalah 85 dB dengan waktu maksimum 8 jam perhari atau 40 jam
seminggu (Depnaker, 2011).

Badan kesehatan dunia (WHO) melaporkan tahun 2000 ada sejumlah 250 juta
(4,2%) penduduk dunia menderita gangguan pendengaran dari dampak kebisingan
dalam berbagai bentuk. Angka itu diperkirakan akan terus meningkat. Di Amerika
Serikat terdapat sekitar 5-6 juta orang yang terancam menderita tuli akibat bising.
Di Belanda jumlahnya mencapai 200.000-300.000 orang, di Inggris sekitar 0,2%,
di Canada dan Swedia masing-masing sekitar 0,03% dari seluruh populasi, dan
sekitar 75 – 140 juta (50%) berada di Asia Tenggara. Indonesia berada pada

3

urutan 4 di Asia Tenggara sesudah Sri Lanka (8,8%), Myanmar (8,4%) dan India
(6,3%) dan di Indonesia diperkirakan sedikitnya (4,6%) dan akan terus meningkat
(Budiono, 2003).

Berdasarkan penelitian Syahriani (2003) pada tenaga kerja bagian pengolahan
pabrik kelapa sawit diperoleh data dari 24 responden sebanyak 21 orang telah
mengalami penurunan daya dengar yang diakibatkan kebisingan. Daulay (2007)
melakukan penelitian pada tenaga kerja bagian pengolahan kelapa sawit. Hasil
penelitian yang di perolehdari 20 orang tenaga kerja ditemukan 11 orang tenaga
kerja yang mengalami penurunan kemampuan pendengaran ringan pada telinga
kanan dan 10 orang pada telinga kiri, sedangkan yang mengalami penurunan
kemampuan pendengaran sedang ada 3 orang untuk telinga kanan dan 4 orang
untuk telinga kiri.

Berdasarkan hasil studi kasus industri pengelasan di Bali oleh Adioka (1997),
dalam Syaaf (2008) diketahui bahwa kecelakaan kerja terjadi disebabkan oleh
langkah kerja yang tidak aman, peralatan kerja yang tidak memadai, dan kondisi
lingkungan fisik yang buruk. Studi memperlihatkan bahwa 70% dari pekerja
mengalami pegal pada punggung setelah bekerja, 30% mengalami hearing loss
(berkurangnya kemampuan pendengaran), dan pengetahuan mereka juga kurang
serta tingkat pendidikan maksimal setingkat SMA.

Terdapat sejumlah bengkel las di Kelurahan Sepang Raya Way Halim Bandar
Lampung. Pada bengkel las tersebut terdapat alat pelindung diri biasanya yang

4

digunakan oleh pekerja las seperti kaca mata, sepatu, sarung tangan, dan baju
yang digunakan untuk melindungi wajah. Biasanya pekerja bengkel las mulai
bekerja dari jam 09.00-17.00 WIB.

Dari survei awal yang dilakukan oleh peneliti, kondisi lingkungan kerja
mempunyai intensitas kebisingan yang cukup tinggi. Jenis kebisingannya
termasuk kebisingan kontinyu atau kebisingan tetap. Lama bekerja selama 9 jam
juga mempengaruhi pendengaran pekerja karena terpapar bising lebih dari 8 jam.
Hal ini diperburuk dengan tidak digunakannya alat pelindung telinga oleh pekerja
ketika bekerja.

B. RumusanMasalah
Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah : Apakah ada hubungan kebisingan dengan fungsi
pendengaran pada pekerja bengkel las di Jalan Sultan Haji Kelurahan Sepang
Raya Way Halim Bandar Lampung

C. TujuanPenelitian

Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan kebisingan dengan fungsi pendengaran pada
tenaga kerja bengkel las di Kelurahan Sepang Raya Way Halim Bandar
Lampung.

5

Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui kebisingan di bengkel las.
2. Untuk mengetahui fungsi pendengaran pada pekerja bengkel las.

D. ManfaatPenelitian

1. Bagi peneliti adalah meningkatkan pengetahuan peneliti mengenai
Kedokteran okupasi khususnya penyakit akibat kerja pada pekerja
bengkel las.
2. Bagi perusahaan dapat mengetahui mengenai risiko kebisingan terhadap
pendengaran pekerja, sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan dan
penanggulangan risiko kebisingan.
3. Bagi pekerja dapat mengetahui risiko akibat dari kebisingan terhadap
pendengaran, sehingga pekerja lebih menyadari pentingnya menggunakan
alat pelindung diri.

6

E. Kerangka Teori

Faktor Manusia (Internal)
- Umur
- Masa kerja
- Kondisi kesehatan
- Riwayat penyakit
- Penggunaan obat-obatan
- Penggunaan APT (Alat Pelindung Telinga)

Faktor Lingkungan
(Eksternal)
- Ketersediaan APT (Alat Pelindung Telinga)
- Lama paparan

Fungsi Pendengaran

Faktor Lingkungan Fisik
- Kebisingan

Gambar 1.Kerangka Teori (Suma’mur, 1996)

Kerangka Konsep
Fungsi Pendengaran

Kebisingan

1. Normal

1. > 85 dB

2. Tuli

2. < 85 dB

Gambar 2. Kerangka Konsep

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kebisingan

1. Definisi Bunyi

Bunyi didefinisikan sebagai gelombang yang bergerak di udara atau sesuatu
yang merangsang mekanisme pendengaran kemudian menghasilkan suara.
Menurut Husein (2009) suara dapat didengar karena adanya medium yaitu
udara, partikel udara berpindah dari kedudukan semula, karena adanya gaya
elastis udara maka partikel udara tersebut kembali lagi ke kedudukan
semula. Partikel udara yang bergerak ini menggerakkan partikel yang
berada disebelahnya dan seterusnya.
Suma’mur

(2009)

mengemukakan

bahwa

bunyi

didengar

sebagai

rangsangan pada sel saraf pendengar dalam telinga melalui gelombang
longitudinal yang timbul dari getaran sumber bunyi dan manakala bunyi
tersebut

tidak

dikehendaki,

maka

dinyatakan

sebagai

kebisingan.

Kualitasnya terutama ditentukan oleh frekuensi dan intensitasnya.

Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik atau disebut Hertz
(Hz), yaitu jumlah gelombang bunyi yang sampai di telinga setiap detiknya.
Biasanya suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang

8

sederhana dari beraneka frekuensi. Nada dari kebisingan ditentukan oleh
frekuensi getaran sumber bunyi (Suma’mur, 2009).
Sementara itu, Cholidah (2006) mengelompokkan bunyi dalam 3 rentang
frekuensi sebagai berikut :
a. Infrasonic
Bila suara dengan gelombang antara 0 - 16 Hz. Infrasonic tidak dapat
didengar oleh telinga manusia karena biasanya ditimbulkan oleh getaran
tanah dan bangunan. Frekuensi 20.000 Hz. Frekuensi di atas 20.000 Hz sering
digunakan dalam bidang kedokteran, seperti untuk penghancuran batu
ginjal, pembedahan katarak karena dengan frekuensi yang tinggi bunyi
mempunyai daya tembus jaringan cukup besar.

2. Definisi Kebisingan

Kebisingan atau noise pollution sering disebut sebagai suara atau bunyi yang
tidak dikehendaki atau dapat diartikan pula sebagai suara yang salah pada
tempat dan waktu yang salah (Chandra, 2007).Sedangkan definisi kebisingan
menurut Depnaker (1999) adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang

9

bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada
tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran.

WHO (1993) menyebutkan bahwa bahaya bising dihubungkan dengan
beberapa faktor, yaitu :
1.

Intensitas
Intensitas bunyi yang ditangkap oleh telinga berbanding langsung dengan
logaritma kuadrat tekanan akustik yang dihasilkan getaran dalam rentang
yang dapat didengar. Tingkat tekanan bunyi diukur dengan skala logaritma
dalam desibel (dB).

2.

Frekuensi
Frekuensi bunyi yang dapat didengar telinga manusia terletak antara 2020000 Hz. Frekuensi bicara terletak pada rentang 500-2000 Hz. Bunyi
dengan frekuensi tinggi merupakan bunyi yang paling berbahaya.

3.

Durasi
Efek bising yang merugikan sebanding dengan lamanya pajanan dan
terlihat berhubungan dengan jumlah total energi yang mencapai telinga
dalam. Jadi perlu untuk mengukur semua elemen lingkungan akustik
meskipun sulit untuk melaksanakannya. Untuk tujuan ini digunakan
pengukur bising yang dapat merekam dan memadukan bunyi.

4.

Sifat
Sifat ini mengacu pada distribusi energi bunyi terhadap waktu (stabil,
berfluktuasi, intermiten). Berdasarkan sifat ini, bising yang sangat
berbahaya adalah bising impulsif, yang terdiri dari satu atau lebih lonjakan
energi bunyi dengan durasi kurang dari satu detik.

10

3. Jenis-Jenis Kebisingan

Kebisingan sangat beragam jenisnya dan dapat dikelompokkan berdasarkan
beberapa kriteria. Berikut ini akan dipaparkan jenis-jenis kebisingan yang
sering ditemukan di lingkungan kerja, yang dikelompokkan berdasarkan
sifatnya menurut Roestam (2004) :
1. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas
Bising jenis ini merupakan bising yang relatif tetap dalam batas amplitudo
kurang lebih 5 dB untuk periode 0,5 detik berturut-turut. Contoh dari jenis
bising ini adalah bunyi kipas angin dan suara di dalam kokpit pesawat
helikopter.
2.Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang sempit
Bising ini juga relatif tetap, akan tetapi hanya mempunyai frekuensi
tertentu saja (pada frekuensi 500, 1000, dan 4000 Hz). Contoh bising jenis
ini adalah suara gergaji sirkuler dan suara katup gas.
3.Bising terputus-putus (intermitten)
Bising ini tidak terjadi secara terus menerus, melainkan ada periode relatif
tenang. Misalnya adalah suara lalu lintas dan kebisingan di lapangan
terbang.
4.Bising impulsif
Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam
waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya. Contohnya
adalah suara tembakan atau suara ledakan bom.

11

5.Bising impulsif berulang
Bising ini sama dengan bising impulsif namun terjadi secara berulangulang, misalnya mesin tempa di perusahaan atau tempaan tiang pancang
bangunan.

Sementara itu, Buchari (2008) mengelompokkan bising menurut pengaruhnya
terhadap manusia, yaitu :
1. Bising yang mengganggu (irritating noise)
Bising jenis ini memiliki intensitas yang tidak terlalu keras. Contohnya
adalah suara orang mendengkur.
2. Bising yang menutupi (masking noise)
Masking noice merupakan bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas.
Secara tidak langsung bunyi ini akan membahayakan kesehatan dan
keselamatan pekerja, karena teriakan atau isyarat tanda bahaya tenggelam
dalam bising dari sumber lain.
3. Bising yang merusak (damaging/injurious noise)
Damaging noise adalah bunyi yang intensitasnya melampaui nilai ambang
batas. Bunyi jenis ini akan merusak atau menurunkan fungsi pendengaran.

4. Pengelasan

Menurut penemuan-penemuan benda bersejarah, dapat diketahui bahwa teknik
penyambungan logam telah diketahui sejak dari zaman prasejarah, misalnya
pembrasingan logam paduan emas tembaga dan pematrian timbal-timah,
menurut keterangan telah diketahui dan dipraktekkan dalam rentang waktu

12

antara tahun 4000 sampai 3000 SM dan diduga sumber panas berasal dari
pembakaran kayu dan arang. Pada abad ke 19 teknologi pengelasan
berkembang dengan pesat karena telah dipergunakannya sumber energi listrik
(Suharno, 2008).

Menurut Deutsce Industrie Normen (DIN) las adalah ikatan metalurgi pada
sambungan logam paduan yang dilaksankan dalam keadaan, dijelaskan lebih
lanjut bahwa las adalah sesuatu proses dimana bahan dan jenis yang sama
digabungkan menjadi satu sehingga terbentuk suatu sambungan melalui ikatan
kimia yang dihasilkan dari pemakaian panas dan tekanan (Suharno, 2008).

Proses pengelasan busur logam terbungkus (Shielded Metal Arc Welding)
Salah satu jenis proses las busur listrik

elektoda

terumpan, yang

menggunakan busur listrik yang terjadi antara elektroda dan benda kerja
setempat, kemudian

membentuk paduan serta membeku menjadi lasan.

Elektroda terbungkus yang berfungsi sebagai fluks akan terbakar pada waktu
proses pengelasan dan gas yang terjadi akan melindungi proses pengelasan
terhadap pengaruh udara luar, cairan yang terbungkus akan terapung membeku
pada permukaan

las

yang disebut

terbungkusterlihat pada gambar.

slag.

Proses pengelasan elektroda

13

Gambar 3 Proses pengelasan busur las terbungkus (Zamil, 2011)

Bahaya Dalam PengelasanPada pekerjaan pengelasan banyak risiko yang akan
terjadi apabila tidak hatihati terhadap penggunaan peralatan, mesin dan posisi
kerja yang salah. Beberapa risiko bahaya yang paling utama pada pengelasan
(Wiryosumarto dan Okumura, 2004) antara lain :
1. Cahaya dan sinar yang berbahaya
Selama proses pengelasan akan timbul cahaya dan sinar yang dapat
membahayakan juru las dan pekerja lain yang ada di sekitar pengelasan.
Cahaya tersebut meliputi cahaya yang dapat dilihat atau cahaya tampak,
sinar ultraviolet dan sinar inframerah.
a. Sinar ultraviolet
Sinar ultraviolet sebenarnya adalah pancaran yang mudah diserap, tetapi
sinar ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap reaksi kimia yang
terjadi di dalam tubuh. Bila sinar ultraviolet yang terserap oleh lensa dan
kornea mata melebihi jumlah tertentu maka pada mata akan terasa
seakan-akan ada benda asing di dalamnya. Dalam waktu antara 6 sampai

14

12 jam kemudian mata akan menjadi sakit selama 6 sampai 24 jam. Pada
umunya rasa sakit ini akan hilang setelah 48 jam.
b. Cahaya tampak
Semua cahaya tampak yang masuk ke mata akan diteruskan oleh lensa
dan kornea ke retina mata. Bila cahaya ini terlalu kuat maka akan segera
menjadi lelah dan kalau terlalu lama mungkin akan menjadi sakit. Rasa
lelah dan sakit ini sifatnya juga hanya sementara.
c. Sinar inframerah
Adanya sinar inframerah tidak segera terasa oleh mata, karena itu sinar
ini lebih berbahaya sebab tidak diketahui, tidak terlihat dan tidak terasa.
Pengaruh sinar inframerah terhadap mata sama dengan pengaruh panas,
yaitu menyebabkan pembengkakan pada kelopak mata, terjadinya
penyakit kornea, presbiopia yang terlalu dini dan terjadinya kerabunan.
2. Arus listrik yang berbahaya
Besarnya kejutan yang timbul karena listrik tergantung pada besarnya arus
dan keadaan badan manusia. Tingkat dari kejutan dan hubungannya dengan
besar arus adalah sebagai berikut:
a. Arus 1 mA hanya akan menimbulkan kejutan yang kecil saja dan tidak
membahayakan.
b. Arus 5 mA akan memberikan stimulasi yang cukup tinggi pada otot dan
menimbulkan rasa sakit.
c. Arus 10 mA akan menyebabkan rasa sakit yang hebat.
d. Arus20 mA akan menyebabkan terjadi pengerutan pada otot sehingga
orang yang terkena tidak dapat melepaskan dirinya tanpa bantuan orang
lain.

15

e. Arus 50 mA sangat berbahaya bagi tubuh.
f. Arus 100 mA dapat mengakibatkan kematian.
3. Debu dan gas dalam asap las.
Debu dalam asap las besarnya berkisar antara 0,2 µm sampai dengan 3 µm.
Komposisi kimia dari debu asap las tergantung dari jenis pengelasan dan
elektroda yang digunakan. Bila elektroda jenis hydrogen rendah, di dalam
debu asap akan terdapat fluor (F) dan oksida kalium (K2O). Dalam
pengelasan busurlistrik tanpa gas, asapnya akan banyak mengandung oksida
magnesium (MgO).

4. Sumber Kebisingan

Kebisingan dapat muncul dari berbagai sumber. Di lingkungan kerja, bising
dapat timbul dari berbagai benda maupun situasi yang berada di dalam maupun
di luar lingkungan kerja. Beberapa hal yang dapat menimbulkan terjadinya
bising antara lain mesin-mesin yang berada di sekitar pekerja, proses-proses
kerja, suara pekerja itu sendiri, suara orang yang lalu-lalang, sampai bunyi
yang berasal dari luar lingkungan kerja (background noise) (Ike Pujiriani,
2008).

5. Intensitas Kebisingan

Intensitas kebisingan dinyatakan dalam dBA atau dB(A). Desibel dB(A) adalah
satuan yang dipakai untuk menyatakan besarnya pressure yang terjadi oleh
karena adanya benda yang bergetar. Makin besar desibel umumnya semakin
besar suaranya. Sedangkan frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran / detik

16

(Hertz / Hz) dan telinga manusia mampu mendengar frekuensi antara 1620.000 Hz.
Alat utama yang digunakan dalam pengukuran kebisingan adalah ”Sound Level
Meter”. Alat ini mengukur kebisingan diantara 30-130 dB(A) dan dari
frekuensi antara 20-20.000 Hz (Niken Diana Hapsari, 2003).

Selain alat yang digunakan penentuan lokasi pengukuran merupakan bagian
terpenting dari proses pengukuran tingkat kebisingan. Lokasi dapat ditentukan
di kawasan / di daerah orang banyak bermukim atau melakukan aktifitasnya.
Titik pengukuran diusahakan ditempat yang berbeda (Sasongko, 2000).

6. Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan

Menurut Permenakertrans No 13 Tahun 2011, nilai ambang batas faktor fisika
untuk kebisingan di tempat kerja adalahintensitas tertinggi dan merupakan nilai
rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan
hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu terus menerus, dengan waktu
maksimum 8 jam sehari atau 40 jam seminggu (Depnaker, 2011).

Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2011 tentang
Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja yaitu sebagai berikut :

17

Tabel 1. Nilai Ambang Batas Bising Menurut Kepmenaker No.13 Tahun 2011
Tingkat Kebisingan
Satuan Waktu

Lama Pajanan Per Hari
(dBA)

Jam

24
16
8
4
2
1

80
82
85
88
91
94

Menit

30
15
7,5
3,75
1,88
0,94

97
100
103
106
109
112

Detik

28,12
14,04
7,03
3,75
1,78
0,88
0,44
0,22
0,11
Sumber : Kepmenaker No. 13 Tahun 2011

115
118
121
124
127
230
133
136
139

Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan yang diperkenankan menurut
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2011 adalah 85 dB dengan
waktu maksimum 8 jam perhari. Dan apabila pemaparan bising secara terusmenerus di tempat kerja 85 dB maka akan menimbulkan berbagai keluhan
kesehatan dan gangguan pendengaran.

18

7. Pengaruh Kebisingan Terhadap Kesehatan

Bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap manusia, baik gangguan
auditori (gangguan pendengaran) maupun gangguan-gangguan nonauditori
(gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi, ancaman
bahaya keselamatan, performa kerja menurun, kelelahan, dan stres).

ILO (International Labour Organization) 1996 mengemukakan suatu metode
sederhana untuk menganalisis pajanan kebisingan. Caranya adalah dengan
berdiri pada jarak selebar bahu dari pekerja. Jika analisis tidak dapat berbicara
pada tingkat suara normal (normal tone) dan harus berteriak untuk dapat
berkomunikasi dengan pekerja, berarti tingkat kebisingan sudah terlalu tinggi
dan harus dikurangi.

Jika kebisingan sudah seperti kondisi itu, maka akan menimbulkan gangguan
pada pekerja yang ada pada tempat kerja tersebut. Berikut ini akan dijelaskan
lebih lanjut mengenai beberapa gangguan yang terjadi akibat kebisingan.
1. Gangguan Auditori (Gangguan Pendengaran)
Diantara sekian banyak gangguan yang ditimbulkan oleh bising, gangguan
yang paling serius terjadi adalah gangguan terhadap pendengaran, karena
dapat menyebabkan hilangnya pendengaran atau ketulian. Ketulian ini dapat
bersifat progresif atau awalnya bersifat sementara, tetapi bila bekerja terusmenerus di tempat bising maka daya dengar pekerja akan hilang secara
menetap atau tuli.

19

2. Gangguan Nonauditori
Gangguan nonauditori dapat disebut juga keluhan yang dirasakan oleh
seseorang (keluhan subyektif) (Siswanto, 1992).
1. Gangguan Fisiologis
Gangguan fisiologis adalah gangguan yang mula-mula timbul akibat
kebisingan. Pembicaraan atau instruksi dalam pekerjaan tidak dapat
didengar secara jelas, pembicara terpaksa berteriak-teriak selain
memerlukan ekstra tenaga juga menambah kebisingan. Misalnya,
naiknya tekanan darah, nadi menjadi cepat, vasokontriksi pembuluh
darah (semutan), mempengaruhi keseimbangan, sakit kepala (pusing),
perasaan mual, otot leher terasa tegang atau metabolisme tubuh
meningkat (Buchari, 2007).
Selain itu, menurut Suma’mur (1996) kebisingan juga dapat menurunkan
kinerja otot yaitu berkurangnya kemampuan otot untuk melakukan
kontraksi dan relaksasi, berkurangnya kemampuan otot tersebut
menunjukkan terjadi kelelahan pada otot.
2. Gangguan Psikologis
Buchari (2007) memaparkan bahwa gangguan psikologis dapat berupa
rasa tidak nyaman, rasa jengkel, kebingungan, ketakutan, emosi
meningkat, susah berkonsentrasi, motivasi untuk berfikir dan bekerja
berkurang karena bising.
Pemaparan jangka waktu lama juga dapat menimbulkan penyakit
psikosomatik seperti gastristis, penyakit jantung koroner dan lainnya.

20

Eksposur terhadap kebisingan yang berlebihan dapat menimbulkan
pengaruh pada perilaku seperti kehilangan konsentrasi, kehilangan
keseimbangan dan disorientasi (berkaitan dengan pengaruh kebisingan
pada cairan di dalam saluran semisirkular telinga dalam) dan juga
kelelahan (Ridley, 2003).

3. Gangguan Komunikasi
Kebisingan berpengaruh pada komunikasi dengan pembicaraan. Risiko
potensial pada pendengaran terjadi, apabila komunikasi dengan
pembicaraan harus dilakukan secara berteriak. Gangguan komunikasi
semacam itu dapat menyebabkan gangguan pada pekerjaan atau bahkan
mengakibatkan kesalahan dan kecelakaan kerja terutama pada pekerja
baru (Chandra, 2007).

B. Pengendalian Kebisingan
Menurut Suma’mur (1996), kebisingan dapat dikendalikan dengan:
a. Pengurangan kebisingan pada sumbernya dapat dilakukan misalnya dengan
menempatkan peredam pada sumber getaran, tetapi umumnya hal itu
dilakukan dengan penelitian dan perencanaan mesin baru.
b. Penempatan penghalang pada jalan transmisi. Isolasi tenaga kerja atau mesin
adalah usaha segera dan baik bagi usaha mengurangi kebisingan. Untuk ini
perencanaan harus sempurna dan bahan-bahan yang dipakai harus mampu
menyerap suara.

21

c. Proteksi dengan sumbat atau tutup telinga. Tutup telinga biasanya lebih
efektif daripada penyumbat telinga. Alat-alat ini dapat mengurangi
intensitas kebisingan sekitar 20-25 dB.

Sedangkan menurut Buchari (2007), pengendalian kebisingan dapat dilakukan
dengan melakukan :
a. Pengendalian secara teknis yaitu dengan cara pemilihan proses kerja yang
lebih sedikit menimbulkan bising, melakukan perawatan mesin, memasang
penyerap bunyi dan mengisolasi dengan melakukan peredaman.
b. Pengendalian secara administratif yaitu dengan cara melakukan shift kerja,
mengurangi waktu kerja dan melakukan training.
c. Penggunaan alat pelindung pendengaran dan pengendalian secara medis
dengan cara melakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur.

Alat pelindung telinga yang biasanya dipakai antara lain :
a. Sumbat telinga (earplugs/insert device/aural insert protector)
Alat ini dimasukkan ke dalam liang telinga sampai menutup rapat sehingga
suara tidak mencapai membran timpani dan dapat mengurangi bising sampai
dengan 30 dB. Sumbat telinga memiliki beberapa tipe, yaitu formable type,
custom molded type, dan premolded type.
b. Tutup telinga (earmuff/insert device/aural insert protector)
Earmuff dapat menutupi seluruh telinga eksternal dan digunakan untuk
mengurangi bising sebesar 40-50 dB.

22

c. Helmet atau enclosure
APT jenis ini dapat menutupi seluruh kepala dan digunakan untuk
mengurangi bising maksimum 35 dBA pada 250 Hz dan 50 dBA pada
frekuensi tinggi.

Penggunaan alat pelindung telinga dipengaruhi oleh beberapa faktor,
menurut Roestam (2004), antara lain :
a. Kecocokan
Alat pelindung telinga tidak akan memberikan perlindungan apabila tidak
dapat menutupi liang telinga dengan rapat.
b. Nyaman dipakai
Para pekerja tidak akan mau menggunakan APT apabila alat tersebut tidak
nyaman diapakai.
c. Penyuluhan khusus, terutama tentang cara pemakaian dan perawatan alat
tersebut.

Tabel. 2 Pedoman Dalam Pemilihan dan Pemakaian APT

Tingkat Bising (dBA)

Pemakaian APT

Pemilihan APT

< 85

Tidak Wajib

Bebas Memilih

85-89

Optimum

Bebas Memilih

90-94

Wajib

Bebas Memilih

95-99

Wajib

Pilihan Terbatas

>100

Wajib

Pilihan Sangat Terbatas

Sumber : Direktorat Bina Kesehatan Kerja Depkes RI Tahun 2006

23

APT harus tersedia di tempat kerja tanpa harus membebani pekerja dari segi
biaya atau dengan kata lain, perusahaan harus menyediakan APT tersebut.

C. Tes Fungsi Pendengaran

Audiometri adalah pemeriksaan pendengaran, menggunakanaudiometer nada
murni karena mudah diukur, mudahditerangkan dan mudah dikontrol


Digunakan untuk mengukur ambang pendengaran



Mengindikasikan kehilangan pendengaran



Pembacaan dapat dilakukan secara manual atau otomatis



Mencatat kemampuan pendengaran setiap telinga pada deret frekuensi yang
berbeda



Menghasilkan audiogram (grafik ambang pendengaran untuk masingmasing telinga pada suatu rentang frekuensi)(Bashiruddin, 2009).

Audiometri adalah salah satu cara mengetes kemampuan pendengaran
seseorang. Ada beberapa tipe audiogram, yaitu :
a. Pre-employment/preplacement/baseline, bagi para karyawan yang baru
mulai bekerja di tempat bising
b. Annual monitoring, yaitu pemeriksaan berkala bagi para pekerja yang
terpajan bising lebih dari nilai ambang batas
c. Exit, diperuntukkan bagi pekerja yang pindah/keluar dari tempat kerja yang
bising, atau saat pensiun

24

Tabel. 3 Klasifikasi Tingkat Keparahan Gangguan Pendengaran
Rentang batas kekuatan suara yang Klasifikasi

tingkat

keparahan

dapat didengar

gangguan sistem pendengaran

-20 dB – 25 dB

Rentang normal

26 dB – 40 dB

Tuli ringan

41 dB – 55 dB

Tuli sedang

56 dB – 70 dB

Tuli sedang berat

71 dB – 90 dB

Tuli berat

> 90 dB

Tuli sangat berat

Sumber: Tambunan (2005)

D. Pengukuran Kebisingan

Sound Level Meter (SLM) adalah instrumen pengukuran dasar untuk pajanan
kebisingan yang digunakan untuk mengukur level suara dari sumber atau area
tertentu. Alat ini terdiri dari microphone, amplifer pemilih frekuensi dan 3
skala pengukuran A, B, dan C. Menurut Suma’mur (1992), alat tersebut
merupakan alat utama dalam pengukuran kebisingan antara 30-130 dB dan dari
frekuensi 20-20.000 Hz. suatu sistem kalibrasi terdapat dalam alat itu sendiri
kecuali untuk kalibrasi mikrofon diperlukan pengecekan dengan kalibrasi
tersendiri. Jenis/tipe sound level ada 3 yaitu tipe 0 untuk standar laboratorium,
tipe 1 untuk presisi, dan tipe 2 untuk tujuan umum. Maksud pengukuran
kebisingan adalah :
a. Memperoleh data kebisingan di perusahaan atau dimana saja, dan

25

b. Mengurangi tingkat kebisingan tersebut, sehingga tidak menimbulkan
gangguan (Suma’mur, 1996).

Alat yang biasa digunakan untuk mengukur kebisingan antara lain:
a. Sound Level Meter, untuk mengukur kebisingan di antara 30-130 dB dan
frekuensi dari 20-20.000 Hz.
b.Noise Dosimeter, alat ini mengambil suara dalam mikropon dan
memindahkan energinya ke impuls listrik. Hasil pengukurannya merupakan
energi total, dicatat sebagai aliran listrik yang hampir sama dengan
kebisingan yang ditangkap (Tambunan, 2005).

Tabel. 4 Pembagian Zona Dan Kebisingan Yang Diperbolehkan

No
1

2

3

4

Zona
Zona A adalah zona yang
diperuntukan bagi tempat-tempat
penelitian,
rumah
sakit,
tempatperawatan kesehatan, atau
social dan sejenisnya
Zona B adalah zona yang
diperuntukan bagi perumahan,
tempat pendidikan, rekreasi dan
sejenisnya
Zona C adalah zona yang
diperuntukan bagi perkantoran,
pertokoan, perdagangan, pasar,
dansejenisnya
Zona D adalah zona yang
diperuntukan bagi industri pabrik,
stasiun kereta, terminal bus dan
sejenisnya

Tingkat kebisingan (dBA)
Maksimum yang Maksimum yang
dianjurkan
Diperbolehkan

35

45

45

55

50

60

60

70

26

E. Ketulian

Menurut D. Thane R. Cody, Eugene B. Kern, Bruce W. Pearson (1991),
ketulian adalah suatu gangguan yang terjadi pada telinga, yang dapat dilihat
dengan mengevaluasi keluhan-keluhan telinga pasien. Gejala-gejala yang
disebutkan pasien tersebut dapat diidentifikasikan untuk menentukan bagian
telinga mana yang terkena, apakah itu telinga bagian tengah atau bagian dalam,
misalnya pasien mengeluhkan adanya perasaan berdengung, tidak dapat
mendengar pembicaraan orang lain apabila tidak diucapkan dengan nada keras,
maka ini menyerang telinga bagian tengah, yang kebanyakan disebabkan
terkena intensitas kebisingan yang tinggi.

Manusia yang mengalami gangguan pendengaran (hearing loss) umumnya
mengalami kesulitan (ringan sampai berat) untuk membedakan kata-kata yang
memiliki kemiripan atau mengandung konsonan-konsonan pada rentang
frekuensi agak tinggi, seperti konsonan S, F, SH, CH, H dan C lembut
(Tambunan, 2005).

Berikut ini akan dipaparkan mengenai beberapa gangguan pendengaran, yaitu :
1. Tinitus
Tinitus adalah istilah medis dari telinga mendenging yang berasal dari
bahasa latin tinnire yang artinya mendenging. Tinitus bukan merupakan
suatu penyakit melainkan gejala awal dari suatu penyakit atau kondisi
tertentu. Suara yang mendenging begitu nyata dan serasa berasal dari dalam
telinga atau kepala. Pada sebagian besar kasus, gangguan ini merupakan
sesuatu yang normal tidak ada yang perlu di khawatirkan (Surodjo, 2008).

27

Tinitus dapat dibagi atas tinitus obyektif, bila suara tersebut dapat didengar
juga oleh pemeriksa atau dengan auskultasi di sekitar telinga. Tinitus
bersifat subyektif bila suara tersebut hanya didengar oleh responden sendiri,
jenis ini sering terjadi (Arsyad, 2007).
2. Tuli
Diantara sekian banyak gangguan yang ditimbulkan oleh bising, gangguan
yang paling serius terjadi adalah gangguan terhadap pendengaran, karena
dapat menyebabkan hilangnya pendengaran atau ketulian. Ketulian ini dapat
bersifat progresif atau awalnya bersifat sementara, tetapi bila bekerja terusmenerus di temapat bising tersebut maka daya dengar pekerja akan hilang
secara menetap atau tuli (Arsyad, 2007).

Tuli akibat bising dapat mempengaruhi diskriminasi dalam berbicara dan
fungsi sosial. Gangguan dalam frekuensi tinggi dapat menyebabkan
kesulitan dalam menerima dan membedakan konsonan.

Menurut Iskandar (1996), gejala dan tanda tuli akibat bising adalah :
a. Pada stadium awal, pekerja hanya mengeluh adanya dengung di telinga
(tinitus), rasa tidak nyaman di telinga, atau pendengarannya berkurang
temporer, yaitu terasa kurang dengar ketika di tempat kerja dan setelah
beberapa jam menjauh dari tempat kerja (pulang) pendengaran kembali
normal. Jarang sekali dikeluhkan rasa nyeri di telinga, kecuali pada
keadaan tuli permanen, setelah bekerja bertahun-tahun.
b. Tuli akibat bising merupakan tuli sensorineural bilateral yang permanen,
biasanya derajat ketuliannya sama pada telinga kanan dan kiri.
Terjadinya setelah terpapar oleh bising selama bertahun-tahun.

28

Tuli dibagi atas tuli koduktif, tuli sensorineural (sensorineural deafness) dan
tuli campuran (mixed deafness).
a. Tuli Konduktif
Tuli konduktif adalah gangguan hantaran suara yang disebabkan karena
adanya masalah di telinga bagian luar mapun di telinga bagian dalam.
Tuli konduktif dapat disebabkan oleh karena adanya kotoran dalam liang
telinga atau karena perforasi membrane timpani, blokade/penyumbatan
tuba eustachius, terputusnya hubungan rantai assiculun yang disebabkan
suatu trauma ataupun penyakit atau dapat pula disebabkan karena infeksi
dari cairan telinga tengah sehingga bagian dasar stapedius menjadi
infeksi/kaku (Arsyad, 2007).
b. Tuli Sensorineural
Tuli sensorineural adalah gangguan yang disebabkan adanya masalah di
telinga bagian dalam (koklea) atau di pusat pendengaran. Tuli jenis ini
dibagi dalam tuli sensorineural koklea dan retrokoklea.

Tuli sensorineural koklea disebabkan oleh aplasia (kongenital),
labirintitis (oleh bakteri atau virus), intoksikasi obat streptomisin,
kanamisin, garamisin, neomisin, kina, asetosal atau alkohol, trauma
kapitis, trauma akustik dan pajanan bising yang melebihi ambang batas.
Patofisiologi yang penting dari kebisingan yang mengindikasi ketulian
adalah rusaknya sel-sel rambut dalam organ corti. Keadaan ini dapat
makin diperberat oleh adanya kerusakan sel-sel spiral ganglion dan
serabut-serabut syaraf perifer pendengar.

29

Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor
sudut pons serebellum, mieloma multipel, cedera otak, perdarahan dan
kelainan otak lainnya.
c. Tuli Campuran
Tuli campuran adalah gangguan telinga yang merupakan kombinasi dari
tuli konduktif dengan tuli sensorineural. Misalnya, radang telinga tengah
dengan komplikasi ke telinga dalam atau merupakan dua penyakit yang
berlainan, tumor nervus VII (tuli saraf) dengan radang telinga tengah.

ISO(International Standard Organization) mengklasifikasikan ketulian
menjadi beberapa derajat (berdasarkan batas ambang pendengaran pada
pemeriksaan audiometri), yaitu :
a. Normal, jika ambang pendengaran pada pemeriksaan audiometri
berkisar antara 0-25 dB
b. Tuli ringan jika ambang pendengaran pada pemeriksaan audiometri
berkisar antara 26-40 dB
c. Tuli sedang, jika ambang pendengaran pada pemeriksaan audiometri
berkisar antara 41-60 dB
d. Tuli berat, jika ambang pendengaran pada pemeriksaan audiometri
berkisar antara 61-90 dB
e. Sangat Berat, jika ambang pendengaran pada pemeriksaan audiometri
>90 dB

Tuli akibat bising (noise induced hearing loss) ialah gangguan pendengaran
yang disebabkan terpajan oleh bising dalam jangka waktu yang cukup lama
dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja (Soepardi, 2007).

30

Tingkatan tuli akibat bising mempunyai tahap-tahap sebagai berikut:
a. Reaksi adaptasi merupakan respons kelelahan akibat rangsangan oleh bunyi
dengan intensitas 70 dB atau kurang, keadaan ini merupakan fenomena
fisiologis pada saraf telinga yang terpajan bising.
b. Peningkatan ambang dengar sementara, merupakan keadaan terdapatnya
peningkatan ambang dengar akibat pajanan bising dengan intensitas yang
cukup tinggi. Pemulihan dapat terjadi dalam beberapa menit atau jam,
jarang terjadi pemulihan dalam satuan hari.
c. Peningkatan ambang dengar menetap, merupakan keadaan dimana terjadi
peningkatan ambang dengar menetap akibat pajanan bising dengan
intensitas sangat tinggi berlangsung singkat atau berlangsung lama yang
menyebabkan kerusakan berbagai struktur koklea, antara lain kerusakan
organ Corti, sel-sel rambut, stria vaskularis dll (Soepardi, 2007).

Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpajan bising,
antara lain intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekuensi tinggi, lebih lama
terpapar bising, mendapat pengobatan yang bersifat racun terhadap telinga
(obat ototoksik) seperti streptomisin, kanamisin, garamisin, kina, asetosal dan
lain-lain (Soepardi, 2007).

31

F. PROGRAM KONSERVASI PENDENGARAN
1. Tujuan Program
Umum
Meningkatkan produktifitas kerja melalui pencegahan ketulian akibat
bisingditempat kerja dengan melaksanakan program konservasi pendengaran
yangmelibatkan seluruh unsur dalam perusahaan.
Khusus
a. Mengetahui tingkat kebisingan pada lokasi kerja sesuai karakteristik
kegiatanya.
b. Meningkatkan upaya pencegahan ketulian akibat bising melalui upaya
mengurangi paparan terhadap pekerja, baik secara teknis maupun
administratif.
c. Deteksi dini adanya kasus Noise Induced Hearing Loss dan mencegah
Temporary Threshold Shift (TTS) yang timbul menjadi permanen.
d. Meningkatkan pengetahuan karyawan mengenai kebisingan dan pengaruh
terhadap kesehatan.
e. Meningkatkan disiplin dan kesadaran dalam penggunaan alat pelindung diri
terhadap kebisingan.
f. Menumbuhkan perubahan perilaku karyawan dan semua unsur terkait
kearahyang mendukung program di atas, melalui program promosi
kesehatan di tempatkerja.

32

2. Manfaat
Bagi Perusahaan:
a. Sesuai dengan perundangan yang berlaku (taat hukum).
Meningkatkan kinerja (produktifitas) dan efisiensi.
b. Meningkatkan moral dan kepuasan pekerja sehingga terbina hubungan baik.
Mengurangi angka kecelakaan, kesakitan, hilangnya hari kerja, menurunkan
turnover rate serta absenteeism (loss time).
c. Menekan biaya kesehatan akibat preventable diseases serta klaim
kompensasi.
d. Menghindari terjadinya kehilangan tenaga kerja yang terampil dan skilled.

Bagi Karyawan:
e. Mencegah terjadinya ketulian akibat bising yang bersifat menetap dan
irreversible.
f. Bisa mengurangi stress.

33

Manfaat bersama:
a. Membangun

komitmen

untuk

selalu

bersama-sama

memperhatikan

keselamatan dan kesehatan kerja.
b. Meningkatkan Safety Awarness dikalangan karyawan.
c. Perubahan perilaku yang tumbuh nantinya akan menjadi gaya hidup positif
yangtidak hanya mendukung program konservasi pendengaran saja, namun
juga akanmembawa perubahan perilaku yang positif dalam permasalahan
kesehatanlainnya, seperti mengurangi kebiasaan merokok serta gaya hidup
sehat lainnya.

34

III. METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional
analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu dengan cara pengumpulan
data sekaligus pada suatu waktu dengan tujuan untuk mencari apakah ada
hubungan kebisingan dengan kemampuan pendengaran pada tenaga kerja
bengkel las di jalan Sultan Haji Kelurahan Sepang Raya Way Halim Bandar
Lampung (Notoatmodjo, 2010).

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Jalan Sultan Haji Kelurahan Sepang Raya Way
Halim Bandar Lampung untuk mengukur kebisingan. Para pekerja bengkel
las d