Isolasi dan Seleksi Bakteri Selulolitik Termofilik dari Kawah Air Panas Gunung Pancar, Bogor

1

ISOLASI DAN SELEKSI BAKTERI SELULOLITIK
TERMOFILIK DARI KAWAH AIR PANAS
GUNUNG PANCAR, BOGOR

HARTANTI

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

1

ABSTRAK
HARTANTI. Isolasi dan Seleksi Bakteri Selulolitik Termofilik dari Kawah Air
Panas Gunung Pancar, Bogor. Dibimbing oleh SURYANI dan I MADE ARTIKA.
Selulase memiliki peran penting dalam industri kertas, tekstil, makanan,
dan detergen. Aplikasi selulase pada industri membutuhkan selulase yang aktif

dan stabil pada suhu tinggi. Eksplorasi bakteri termofilik dari kawah air panas
merupakan salah satu cara untuk mendapatkan selulase termostabil. Penelitian ini
bertujuan mengisolasi bakteri termofilik dari kawah air panas Gunung Pancar
yang menghasilkan selulase termostabil. Aktivitas selulolitik ditentukan oleh
kemampuan bakteri dalam menghidrolisis substrat carboxymethyl cellulose
(CMC). Bakteri selulolitik diseleksi berdasarkan zona bening yang terbetuk di
sekitar koloni. Aktivitas selulase diuji dengan metode asam dinitrosalisilat (DNS).
Bakteri selulolitik tersebut ditentukan pola pertumbuhannya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa isolat bakteri yang berasal dari Kawah Putih dan Kawah
Merah Gunung Pancar mampu menghasilkan selulase. Terdapat 8 koloni (KP1,
KP2, KP3, KP4, KP5, KP6, KP7, dan KP10) asal Kawah Putih dan 1 koloni
(KM1) asal Kawah Merah yang mampu mendegradasi CMC. Isolat KP4 memiliki
nisbah diameter zona bening dan aktivitas enzim lebih tinggi ( 3.8 dan 6.11 x 10-3
U/mL) dari isolat KM1 (1.7 dan 1.17 x 10-3 U/mL). Kedua isolat tersebut
memiliki pola pertumbuhan yang sama.

1

ABSTRACT
HARTANTI. Isolation and Selection Thermophilic of Cellulolytic Bacteria from

Crater of Mount Pancar Hot Spring, Bogor. Under the direction of SURYANI and
I MADE ARTIKA.
Cellulase has important roles in paper, textile, food, and detergent
industries. Application of cellulase in industries requires the cellulase to be active
and stable at high temperature. Exploration of thermophilic bacteria from crater
of hot spring is one of way to obtain thermostable cellulase. The aim of this
research was to isolation thermophilic bacteria which has cellulolytic activity
from White and Red Crater of Mount Pancar. Cellulolytic activity was determined
by ability of bacteria to degrade carboxymethyl cellulose (CMC) substrate.
Cellulolytic bacteria was selected based on clear zone which form surrounding the
colonies. Cellulase activity was measured by dinitrosalisilic acid (DNS) method.
Growth pattern of cellulolytic bacteria was determined. Results showed that
bacterial isolates from White and Red Crater of Mount Pancar able to produce
cellulase. There were 8 colonies (KP1, KP2, KP3, KP4, KP5, KP6, KP7, and
KP10) from white crater and 1 colony (KM1) from red crater showing ability to
degrade CMC. KP4 isolate had the higest diameter ratio of clear zone and enzyme
activity ( 3.8 and 6.11 x 10-3 U/mL) than KM1 isolate (1.7 and 1.17 x 10-3 U/mL).
Both isolates had same growth pattern.

1


ISOLASI DAN SELEKSI BAKTERI SELULOLITIK
TERMOFILIK DARI KAWAH AIR PANAS
GUNUNG PANCAR, BOGOR

HARTANTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

2


Judul Skripsi : Isolasi dan Seleksi Bakteri Selulolitik Termofilik dari Kawah Air
Panas Gunung Pancar, Bogor
Nama
: Hartanti
NIM
: G84050551

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Suryani, M.Sc
Ketua

Dr. I Made Artika, M.App.Sc
Anggota

Diketahui

Dr. I Made Artika, M.App.Sc
Ketua Departemen Biokimia


Tanggal Lulus:

1

PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas segala nikmat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan karya
ilmiah ini. Karya ilmiah yang berjudul Isolasi dan Seleksi Bakteri Selulolitik
Termofilik dari Kawah Air Panas Gunung Pancar, Bogor, ditulis berdasarkan hasil
penelitian di Laboratorium Biokimia selama bulan Maret sampai September 2009
sebagai prasyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen
Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Ungkapan terimakasih penulis sampaikan kepada Dr. Suryani, M.Sc dan
Dr. I Made Artika, M.App.Sc selaku pembimbing atas bimbingan, saran, kritik,
serta dukungannya selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Terimakasih
kepada ayah, ibu, kakak atas segala dorongan dan semangat yang diberikan, serta
kepada Riza, Mela, Fitria, Dini, Ratna, Bemby, dan Puspa atas bantuannya selama
penelitian ini berlangsung.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan

Indonesia. Amin.

Bogor, Februari 2010

Hartanti

1

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 1 Agustus 1987 dari ayahanda
Mai Wiharja dan ibunda Eti Suriati. Penulis merupakan putri keempat dari empat
bersaudara.
Tahun 2005 penulis lulus dari SMUN 1 LeuwiLiang-Bogor dan pada
tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis tercatat sebagai mahasiswa
Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif pada organisasi
kemahasiswaan CREBs (Community of Research and Education in Biochemistry)
sebagai staf Divisi Biokimia Mikrob pada tahun 2006/2007 dan sebagai bendahara
umum 1 pada tahun 2007/2008. Selain itu, penulis pernah menjadi asisten

praktikum Struktur dan Fungsi Subseluler untuk S1 Biokimia dan Mikrobiologi
Dasar untuk S1 Proteksi Tanaman pada tahun 2008/2009. Penulis mengikuti
praktik lapangan di Laboratorium Biologi Molekuler dan Rekayasa Genetika,
Balai Penelitian Bioteknologi dan Perkebunan Indonesia, Bogor, dari bulan Juni
hingga Agustus 2008 dan menulis karya ilmiah yang berjudul Analisis
Abnormalitas pada Kelapa Sawit dengan Random Amplified Polymorphic DNA
(RAPD).

1

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... vi
PENDAHULUAN .. ...........................................................................................1
TINJAUAN PUSTAKA
Bakteri Termofilik ......................................................................................1
Bakteri Selulolitik .......................................................................................2
Kompleks Selulase ......................................................................................3
Pemanfaatan Selulase .................................................................................4

Isolasi dan Seleksi Bakteri ..........................................................................4
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan ...........................................................................................5
Metode ........................................................................................................5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolat Bakteri Hasil Peremajaan...................................................................6
Hasil Isolasi Koloni Tunggal Isolat Kawah Putih dan Kawah Merah ...........7
Hasil Seleksi Bakteri Selulolitik .................................................................8
Pola Pertumbuhan Bakteri Selulolitik ..........................................................9
Hasil Uji Aktivitas Selulase Secara Kuantitatif .......................................... 10
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan................................................................................................... 12
Saran ......................................................................................................... 12
UCAPAN TERIMAKASIH ............................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 12
LAMPIRAN ……………………………………………………………………..15

1

DAFTAR GAMBAR


Halaman
1 Sisi aktif selulase ............................................................................................3
2 Tahapan-tahapan hidrolisis selulosa ................................................................4
3 Hasil inkubasi bakteri Kawah Putih, media kontrol, dan bakteri
Kawah Merah ................................................................................................7
4 Hasil pengenceran isolat Kawah Putih dan Kawah Merah .............................8
5 Hasil seleksi aktivitas selulolitik isolat Kawah Putih dan Kawah Merah .........9
6 Pola pertumbuhan bakteri selulolitik isolat KP4 dan KM1 ............................ 10

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1 Tahapan penelitian .................................................................................. .... 16
2 Pembuatan media, bufer, dan pereaksi DNS .................................................. 17
3 Pembuatan kurva standar glukosa ................................................................ 18
4 Perhitungan konsentrasi glukosa sampel ....................................................... 19
5 Perhitungan aktivitas enzim CMCase ............................................................ 20

1


PENDAHULUAN
Enzim merupakan produk bioteknologi
yang menarik perhatian karena peranannya
dalam berbagai bidang, terutama bidang
industri. Salah satu enzim yang berpotensi
dalam bidang industri adalah selulase.
Selulase dapat diaplikasikan dalam industri
kertas, tekstil, makanan, dan detergen. Selain
itu, enzim ini digunakan untuk meningkatkan
kualitas nutrisi pakan ternak dan berperan
penting dalam biokonversi selulosa menjadi
berbagai komoditas senyawa kimia (Ibrahim
& El-diwany 2007).
Industri-industri yang memanfaatkan
selulase umumnya beroperasi pada suhu
tinggi sehingga dibutuhkan enzim yang
memiliki stabilitas dan aktivitas yang tinggi
pada kondisi suhu ekstrim. Kegiatan yang saat
ini semakin intensif dilakukan adalah

eksplorasi mikroba termofilik yang dapat
menghasilkan selulase termostabil dari
berbagai sumber alam. Pemanfaatan enzim
termostabil dalam bidang industri sangat
menguntungkan karena laju reaksi lebih cepat,
mengurangi resiko kontaminasi, mengurangi
biaya pendinginan pada proses fermentasi
skala besar, kelarutan substrat yang tinggi,
dan menurunkan viskositas media tumbuh
(Edwards 1990).
Organisme yang sering digunakan
sebagai penghasil enzim termostabil adalah
mikroba, seperti bakteri dan fungi. Hal ini
karena biodeversitas mikroba tinggi sehingga
menyediakan sumber enzim yang dapat
dieksplorasi secara terus-menerus. Mikroba
dapat memproduksi enzim dengan laju yang
sangat cepat dan dengan biaya yang rendah.
Hal ini terkait dengan kultivasi mikroba dan
pemurnian enzim yang dihasilkan. Laju
produksi enzim dapat ditingkatkan melalui
seleksi
galur,
induksi
mutan,
dan
memperbaiki kondisi kultur. Selain itu, dapat
dilakukan melalui rekayasa genetik sehingga
dapat menyediakan berbagai jenis enzim,
bahkan yang berasal dari mikroba yang hidup
pada lingkungan yang ekstrim (Ratledge &
Kristiansen 2001).
Produksi selulase termostabil dapat
dilakukan
melalui
eksplorasi
bakteri
termofilik penghasil selulase yang berasal dari
lingkungan ekstrim alam Indonesia. Salah
satu lingkungan ekstrimnya adalah kawah air
panas yang merupakan habitat bagi
pertumbuhan bakteri termofilik. Kawah air
panas yang dapat ditemukan di daerah Bogor
salah satunya terdapat di kawasan wisata air

panas Gunung Pancar. yang terletak di Desa
Karang Tengah, Citeureup, Bogor.
Isolat yang digunakan dalam penelitian
ini adalah hasil isolasi dari penelitian
sebelumnya oleh Harahap (2007), yang belum
diketahui potensinya dalam menghasilkan
selulase termostabil. Penelitian ini bertujuan
mengisolasi bakteri termofilik dari kawah air
panas Gunung Pancar yang berpotensi
menghasilkan selulase termostabil. Hipotesis
penelitian ini adalah isolat bakteri dari kawah
air panas Gunung Pancar, Bogor, berpotensi
menghasilkan selulase termostabil.
Isolat bakteri termofilik penghasil
selulase yang diperoleh dari penelitian ini
diharapkan dapat memiliki potensi untuk
diaplikasikan pada proses-proses industri
yang melibatkan penggunaan selulase pada
suhu tinggi. Selain itu, eksplorasi dan isolasi
bakteri termofilik penghasil selulase dapat
digunakan sebagai salah satu cara untuk
mengenalkan potensi dan keragaman bakteri
termofilik dari kawah air panas di wilayah
Indonesia. Selain itu, dapat menambah
koleksi bakteri termofilik penghasil selulase
yang berasal dari isolat lokal.

TINJAUAN PUSTAKA
Bakteri Termofilik
Bakteri termofilik merupakan kelompok
bakteri yang memiliki kondisi pertumbuhan
optimum pada suhu tinggi (Nam et al. 2004).
Bakteri termofilik berbeda dengan sel-sel
eukariotik karena kemampuannya untuk
beradaptasi dan tumbuh pada suhu tinggi serta
kondisi ekstrim, seperti salinitas tinggi (NaCl
jenuh), pH ekstrim (10.0), dan tekanan
substrat.
Berdasarkan
kisaran
suhu
pertumbuhannya, bakteri termofilik terdiri
atas tiga golongan, yaitu termofilik (45-65
o
C), ekstrim termofilik (65-85 oC), dan
hipertermofilik (85-110 oC) (Andrade et al.
1999).
Habitat alami bakteri termofilik tersebar
luas di seluruh permukaan bumi. Salah satu
lingkungan alaminya terbentuk akibat
aktivitas vulkanik atau perpindahan kerak
bumi pada saat gempa tektonik. Fenomena
geologi tersebut menghasilkan kawah air
panas yang biasanya memiliki pH netral
(Edwards 1990). Bakteri termofilik juga dapat
ditemukan di geotermal laut dalam yang
memiliki kadar mineral dan salinitas yang
tinggi. Oleh karena itu, bakteri ini sulit
diisolasi dan di kulturkan di laboratorium.
Bakteri termofilik dan hipertermofilik telah

2

berhasil diisolasi dari daerah sumber panas
bumi, sedimen lautan geotermal, dan kawah
air panas. Termofilik halofil dari laut dalam
juga telah berhasil diisolasi. Salah satunya
adalah spesies Thermus yang dapat tumbuh
dengan adanya NaCl 3% atau lebih (Edwards
1990).
Selain kedua lingkungan tersebut, bakteri
termofilik juga dapat ditemukan pada tanah,
kompos, sampah, dan lumpur sungai. Fikrinda
(2000) berhasil mengisolasi bakteri termofilik
yang berasal dari tanah ekosistem air hitam,
Kalimantan Tengah. Mikroba termofilik yang
telah ditemukan dalam kompos, diantaranya
adalah Thermonospora, Thermoactinomyces,
Thermonospora chromogena, Streptomyces,
Bacillus, Actinomycetes, dan Thermus
(Mayende et al. 2006).
Eksplorasi terhadap bakteri termofilik
yang berasal dari sumber air panas Gunung
Pancar juga sudah dilakukan. Delapan belas
isolat termofil aerob yang berhasil diisolasi
dari sumber air panas Gunung Pancar
memiliki berbagai aktivitas enzim hidrolitik
ekstraseluler, yaitu proteolitik, amilolitik,
lipolitik, kitinolitik, dan xilanolitik (Dirnawan
1999). Harahap (2007), berhasil melakukan
amplifikasi gen 16S-rRNA bakteri yang
diisolasi dari Kawah Merah, Putih, Asin, dan
Hitam Gunung Pancar. Bakteri yang berasal
dari Kawah Hitam juga telah diketahui
memiliki potensi sebagai bioflokulan (Susanti
2007). Suyono et al. (2008), mengisolasi
bakteri termofilik penghasil asam laktat dari
Kawah Putih Gunung Pancar.
Menurut Brock (1986), terdapat tiga
faktor yang menyebabkan bakteri termofilik
mampu bertahan dan berkembang dalam
kondisi suhu tinggi, yaitu kandungan enzim
dan protein lebih stabil dan tahan panas
dibandingkan dengan mesofil, molekul
pensintesis protein (seperti ribosom dan
komponen lainnya) stabil terhadap panas, dan
membran lipid sel termofil mengandung
banyak asam lemak jenuh yang membentuk
ikatan hidrofobik yang sangat kuat. Bakteri
termofilik mampu mensintesis molekul stabil,
seperti enzim yang mampu mengkatalis
reaksi-reaksi biokimia pada suhu tinggi dan
lebih stabil dibandingkan dengan enzim dari
mesofil. Enzim ini tidak hanya stabil terhadap
suhu tinggi tetapi juga terhadap proteinprotein denaturan, seperti detergen, pelarut
organik, serta enzim protease (Andrade et al.
1999).
Sifat-sifat tersebut sangat diperlukan oleh
industri-industri berbasis enzim. Oleh karena
itu,
bakteri
termofilik
menawarkan

keuntungan dalam bidang industri dan
bioteknologi (Mayende 2006). Enzim
termostabil dari bakteri termofilik juga cocok
digunakan sebagai model untuk menentukan
termostabilitas protein dan potensinya sebagai
biokatalis dalam bioteknologi modern.
Aplikasi lain dari enzim termofilik adalah
pengembangan proses baru untuk mengurangi
pelepasan bahan kimia berbahaya ke
lingkungan dengan mengganti reaksi kimia
yang ada dengan proses enzimatik, yang
dikenal dengan bioremediasi (Andrade et al.
1999).

Bakteri Selulolitik
Bakteri selulolitik adalah bakteri yang
mampu menghidrolisis kompleks selulosa
menjadi oligosakarida yang lebih kecil dan
akhirnya menjadi glukosa. Glukosa tersebut
digunakan sebagai sumber karbon dan sumber
nutrisi bagi pertumbuhan organisme ini.
Bakteri selulolitik mensintesis seperangkat
enzim yang mampu menghidrolisis selulosa.
Enzim tersebut adalah kompleks selulase.
Enzim ini disintesis oleh mikroba selama
tumbuh dalam media selulosa (Ibrahim & Eldiwany 2007).
Mikroba yang mampu mendegradasi
selulosa
kristal
dapat
mensekresikan
kompleks selulase (Shimada et al. 1994).
Selulase dihasilkan sebagai respon terhadap
adanya selulosa pada lingkungannya. Proses
ini berlangsung apabila terjadi kontak
langsung antara sel bakteri dan permukaan
selulosa (Busto et al. 1995). Kemampuan
biosintesis selulase dimiliki oleh banyak
mikroba (Raza & shafiq-Ur-Rehman 2008).
Mikroba
penghasil
selulase
secara
ekstraseluler tersebar pada kapang dan
bakteri. Meskipun bakteri selulolitik memiliki
sistem metabolisme yang berbeda dengan
kapang dan sedikit sekali data tentang bakteri
penghasil enzim ini, akan tetapi, umumnya
diasumsikan memiliki tingkah laku yang sama
(Fikrinda 2000).
Mikroba selulolitik dari kelompok bakteri
memiliki tingkat pertumbuhan yang cepat
sehingga waktu yang dibutuhkan untuk
memproduksi selulase menjadi lebih pendek.
Selain itu, tingkat variasi genetik kelompok
bakteri
sangat
beragam
sehingga
memungkinkan dilakukan rekayasa genetik
untuk optimasi produksi maupun aktivitas
selulasenya (Alam et al. 2004). Setiap bakteri
selulolitik menghasilkan kompleks enzim
yang berdeda-beda, tergantung dari gen yang
dimiliki dan sumber karbon yang digunakan.

3

Selain itu, jumlah dan komponen selulase
yang dihasilkan dipengaruhi oleh jenis
substrat, konsentrasi substrat, dan suhu
(Aguiar 2001).
Beberapa bakteri selulolitik termofilik
telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi.
Ibrahim & El-diwany (2007), telah
mengisolasi bakteri selulolitik termofilik yang
memiliki aktivitas optimum pada suhu 75 oC
dari kawah air panas Egyptian, pantai laut
merah. Fikrinda (2000), mengisolasi bakteri
selulolitik yang mampu tumbuh pada suhu 6070 oC dari ekosistem air hitam Kalimantan
Tengah.
Secara
alami,
bakteri
dapat
menghidrolisis selulosa baik secara aerob
maupun anaerob, akan tetapi tidak dapat
secara kedua-duanya (Lynd et al. 2002).
Bakteri selulolitik anaerob hanya tumbuh
pada
sumber
selulosa
dan
produk
hidrolitiknya. Bakteri ini tidak dapat tumbuh
pada monosakarida, oligosakarida, dan
polisakarida yang berasal dari gula lain selain
glukosa (Lynd et al. 2002). Bakteri selulolitik
aerob dapat menggunakan sumber karbon lain
di samping glukosa.

Kompleks Selulase
Selulase merupakan kelompok enzim
yang dapat mengkatalis hidrolisis ikatan 1.4-glikosidik dalam selulosa, selodekstrin,
selobiosa, dan turunan selulosa lainnya (Raza
& Shafiq-Ur-Rehman 2008). Molekul tersebut
dihidrolisis menjadi unit-unit monomer yang
lebih kecil, seperti glukosa. Enzim ini mampu
menghidrolisis ikatan
-1.4-glikosidik di
antara residu glikosil melalui mekanisme
hidrolisis asam (Lynd et al. 2002). Struktur
selulase terdiri atas satu pusat katalitik, daerah
pengikatan selulosa, dan rantai terglikosilasi.
Sisi aktif enzim ditunjukkan pada Gambar 1.
Selulase diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok, yaitu endo-1,4- -D-glukanase (EC
3.2.1.4),
exo-1,4- -D-glukanase
(EC
3.2.1.92), dan -D-glukosidase (EC 3.2.1.21)
(Sinegani & Emtiazi 2006). Ketiga komponen
enzim
tersebut
bekerjasama
dalam
menghidrolisis selulosa yang tidak dapat larut
menjadi glukosa sehingga aktivitas gabungan
dari ketiga enzim tersebut dapat diukur
dengan mengidentifikasi jumlah glukosa yang
dihasilkannya (Fikrinda 2000).
Endoglukanase merupakan komponen
selulase yang menghidrolisis daerah amorf
selulosa secara acak. Hidrolisis oleh enzim ini
membentuk oligosakarida dengan panjang
rantai yang berbeda-beda dan membentuk

ujung rantai non-pereduksi baru (Sinegani &
Emtiazi
2008). Endoglukanase selalu
ditemukan dalam mikroba selulolitik, baik
fungi maupun bakteri. Endoglukanase
menghidrolisis selodekstrin dan turunan
selulosa lain, seperti carboxymethylcellulose
(CMC). Enzim ini memiliki aktivitas yang
tinggi terhadap substrat CMC sehingga
disebut pula dengan CMCase.
Eksoselobiohidrolase
(eksoglukanase)
adalah komponen enzim yang produk
hidrolisis utamanya adalah selobiosa. Enzim
ini
memecah
selulosa
dengan cara
menghilangkan ujung akhir gugus selobiosa
pada rantai selulosa (Raza & Shafiq-UrRehman 2008). Eksoglukanase memiliki
aktitivitas tinggi dalam menghidrolisis
selulosa kristal tetapi sangat rendah pada
selulosa amorf (Sinegani & Emtiazi 2006).
Selobiohidrolase juga memiliki kemampuan
dalam menghidrolisis selotriosa maupun
selotetraosa yang merupakan hasil kerja
endoglukanase. Kerja sama endoglukanase
dan eksoglukanase dapat menghasilkan
hidrolisis selulosa yang optimum (Fikrinda
2000).
-glukosidase merupakan komponen
selulase yang memutuskan unit glukosa
secara spesifik dari ujung nonpereduksi dari
selooligosakarida (Sinegani & Emtiazi 2006).
Enzim ini tidak menghidrolisis CMC atau
selulosa
tetapi
menghidrolisis
selooligosakarida, pNPG, dan selobiosa
menjadi glukosa. Komponen enzim ketiga
dari selulase ini, bertugas dalam mengatur
seluruh proses selulolitik dan merupakan
enzim terpenting meskipun tidak beraksi
secara langsung dalam menghidrolisis
selulosa.
Hal
tersebut
dikarenakan
kemampuan enzim ini dalam menghidrolisis
selobiosa yang merupakan penghambat bagi
aktivitas endoglukanase dan eksoglukanase
dalam menghidrolisis selulosa (Fikrinda
2000).

Gambar 1 Sisi aktif selulase.

4

hidrolisis

dapat memperhalus bubur kertas, membantu
proses pemutihan (bleaching) sehingga kertas
lebih putih, dan memperkuat serat kertas
sehingga permukaannya menjadi lebih halus.
Sebelumnya, proses tersebut dilakukan secara
konvensional menggunakan bahan kimia,
seperti klorin dan klorin dioksida sebagai agen
pemutih. Proses tersebut dapat menghasilkan
sekitar 95 % limbah cair yang dapat
mencemari lingkungan (Andrade et al 1999).
Selulase berperan dalam proses deinking,
yaitu penghilangan tinta agar memperoleh
serat kertas yang baik pada pembuatan kertas
daur ulang. Proses ini secara konvensional
dilakukan dengan menggunakan natrium
hidroksida,
hidrogen
peroksida,
agen
pengkelat, dan natrium silikat. Penggunaan
bahan-bahan kimia tersebut dapat mencemari
lingkungan karena mempengaruhi nilai BOD
dan COD air (Risjimana et al. 2002).
Penggunaan selulase pada industri
tekstil berfungsi menjaga warna kain agar
tetap cemerlang (Ibrahim & El-diwany 2007).
Selulase juga berperan sebagai pembersih
komponen tumbuhan pada proses akhir
pembuatan wol. Selulase dapat berikatan
secara kuat dan selektif pada molekul selulosa
sehingga
dimanfaatkan
sebagai
agen
pembawa bahan pelembut (softener) menuju
serat kain pada industri detergen. Industri
minuman (jus buah-buahan) menggunakan
selulase untuk meningkatkan perolehan jus
lebih banyak karena selulase dapat
menguraikan sari-sari buah yang masih
terperangkap dalam buah (Heaton 2004).
Salah satu peran selulase yang terpenting
adalah biokonversi selulosa menjadi berbagai
senyawa kimia yang bermanfaat. Selulosa
memegang peranan yang sangat potensial
sebagai sumber serat, energi, dan makanan
(Baig et al. 2004). Senyawa ini baru dapat
dimanfaatkan setelah mengalami pengolahan
yang optimal dengan memanfaatkan selulase.
Selulase mampu menghidrolisis selulosa
menjadi
glukosa.
Glukosa
dapat
ditransformasi menjadi etanol, butanol,
aseton, protein sel tunggal, dan metan
(Fikrinda 2000). Selain itu, hidrolisis selulosa
dan hemiselulosa dengan selulase dapat
meningkatkan efisiensi limbah pertanian
sebagai bahan pakan dan dapat mengurangi
dampak negatif dari polusi limbah terhadap
lingkungan (Sari 2008).

Pemanfaatan Selulase
Selulase dalam industri kertas digunakan
sebagai biopulping dan biobleaching. Selulase

Isolasi dan Seleksi Bakteri
Bakteri di habitat alaminya terdapat
dalam populasi campuran. Spesies yang akan

Efektivitas
biokonversi
selulosa
tergantung dari sumber selulase, jenis substrat
selulosa, dan kondisi optimum untuk produksi
dan aktivitas enzim (Alam et al. 2004).
Aktivitas total selulase ditentukan dari
aktivitas
campuran
enzim
yang
menghidrolisis bahan yang mengandung
selulosa dan menghasilkan produk akhir
berupa glukosa. Aktivitas ini menggambarkan
pengaruh dari kerja ketiga enzim yang
berbeda dan pengaruh hambatan dari produk
akhir. Secara umum, hidrolisis selulosa oleh
kompleks selulase terbagi ke dalam tiga
tahapan utama (Gambar 2).
Tahap pertama dilakukan oleh enzim
endoglukanase. Enzim ini menyerang daerah
amorf dari selulosa secara acak dan
membentuk ujung-ujung nonpereduksi yang
akan memudahkan kerja eksoglukanase.
Tahapan
selanjutnya
dilakukan
oleh
eksoglukanase yang menghidrolisis daerah
kristal dari selulosa dengan melepaskan
selobiosa. Selobiosa akan dihidrolisis oleh glukosidase menghasilkan glukosa (Raza &
Shafiq-Ur-Rehman 2008).
Selulosa
Enzim

Endoglukanase

Selobiohidrolase

Oligosakarida

Eksoglukanase

-glukosidase

Glukosa

Gambar

2

Tahapan-tahapan
selulosa.

5

diidentifikasi harus dipisahkan dari populasi
campuran tersebut sehingga diperoleh biakan
murni. Teknik isolasi digunakan untuk
memperoleh biakan murni yang terdiri atas
satu jenis bakteri yang diinginkan. Tahap
pertama yang harus dilakukan dalam proses
isolasi adalah pengambilan contoh mikroba
dari habitat aslinya. Teknik pengambilan
contoh harus sesuai dengan ekologi
organisme tersebut dalam lingkungan
alaminya. Menurut Labeda (1990), untuk
mencari mikroba baru, maka harus
memperhatikan berbagai kombinasi faktor
ekologi yang ada.
Faktor penting yang harus diperhatikan
dalam mengisolasi bakteri adalah komponen
media yang digunakan untuk menumbuhkan
bakteri tersebut. Media harus berisi zat hara
untuk pertumbuhan bakteri. Selain nutrisi, hal
lain yang perlu diperhatikan adalah faktor
lingkungan, seperti keasaman dan suhu
media. Kondisi pH ekstrim dapat merusak
struktur dinding sel bakteri sehingga merusak
sistem metabolismenya (Pelczar & Chan
2008).
Media yang digunakan untuk isolasi
dapat berupa media diferensial, media
selektif, dan media penyubur (Pelczar & Chan
2008). Media diferensial merupakan media
penunjang kehidupan berbagai kelompok
bekteri. Media selektif-diferensial digunakan
untuk tujuan identifikasi. Media penyuburan
sering digunakan untuk memacu pertumbuhan
organisme yang diharapkan sehingga dapat
diisolasi (Hidayat et al. 2006). Isolat yang
diperoleh dimurnikan dan ditumbuhkan dalam
media padat.
Setelah diisolasi, bakteri yang diperoleh
dapat diseleksi. Tahapan ini bertujuan
menguji kemampuan isolat menghasilkan
produk yang diharapkan. Seleksi biasanya
menggunakan
uji
sederhana
atau
menggunakan media spesifik dengan substrat
tertentu (Hidayat et al. 2006).
Proses isolasi bakteri termofilik sama
dengan teknik isolasi pada umumnya.
Beberapa tahapan yang dapat dilakukan
untuk mengisolasi dan seleksi bakteri
termofilik adalah pemilihan substrat yang
sesuai dengan bakteri yang akan diisolasi.
Sebagian sampel yang diperoleh dapat
ditumbuhkan
langsung
dalam
agar
(dicawankan) atau disuspensikan dan
diencerkan dalam media cair sebelum
dicawankan. Tahapan selanjutnya adalah
prosedur
penyuburan
dengan
cara
menambahkan
nutrisi
tertentu
agar
meningkatkan populasi bakteri yang ingin

diisolasi. Setelah itu, dilakukan pemurnian,
dan isolasi bakteri yang diinginkan (Labeda
1990).

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah autoklaf,
laminar air flow cabinet, jarum ose,
inkubator,
sentrifus,
spektrofotometer,
termometer, pH meter, freezer, tabung
Eppendorf, neraca analitik, magnetic stirrer,
cawan Petri, dan peralatan gelas yang umum
digunakan di laboratorium.
Bahan-bahan yang digunakan adalah
isolat bakteri termofilik yang berasal dari
kawah merah dan putih Gunung Pancar,
Bogor, yang telah diisolasi sebelumnya oleh
Harahap (2007). Bahan lain yang digunakan
adalah larutan amonium sulfat (NH)4SO4,
magnesium sulfat (MgSO4.7H2O), kalsium
klorida (CaCl2.2H2O), kalium dihidrogen
fosfat (KH2PO4), natrium klorida (NaCl),
asam sitrat, dinatrium hidrogen fosfat
(Na2HPO4), asam klorida (HCl), natrium
hidroksida (NaOH), ekstrak khamir, pepton,
tripton, bakto agar, natrium azida, standar
glukosa, pereaksi asam-3,5-dinitrosalisilat
(DNS), carboxymethyl cellulose (CMC) 1%,
merah kongo (congo red) 0,1 %, etanol 70%,
dan akuades.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam lima tahap
yang meliputi: peremajaan bakteri, isolasi
bakteri penghasil selulase, seleksi bakteri
selulolitik, pembuatan kurva pertumbuhan,
dan pengujian aktivitas selulase secara
kuantitatif.
Peremajaan Bakteri
Kultur bakteri yang berada dalam stok
gliserol disegarkan dalam media Thermus cair
(Lampiran 2). Sebanyak dua lup ose kultur
bakteri dimasukkan ke dalam 10 mL media,
kemudian diinkubasi selama 16 jam pada
suhu 55 oC.
Isolasi Koloni Tunggal Bakteri
Sebanyak 0.1 mL kultur bakteri yang
telah disegarkan dimasukkan ke dalam tabung
Eppendorf yang berisi 0.9 mL akuades steril.
Setelah dihomogenkan, sebanyak 0.1 mL dari
tabung tersebut diambil kembali dan
dilakukan sampai pengenceran sampai 10-7.
Sebanyak 100 µL hasil pengenceran setiap
tabung, ditumbuhkan dalam media agar

6

Thermus yang mengandung substrat CMC
1%. Setelah itu, diinkubasi selama 48 jam
pada 55°C.
Seleksi Bakteri Selulolitik
Seleksi dilakukan berdasarkan zona
bening yang terbentuk dari setiap koloni.
Setiap koloni yang terbentuk dari hasil isolasi
dipindahkan ke dalam dua cawan, yaitu
cawan replika dan master yang berisi media
agar Thermus yang mengandung CMC 1%.
Setelah itu, diinkubasi selama 48 jam pada
suhu 55 oC. Setelah masa inkubasi berakhir,
dilakukan pewarnaan merah kongo 0,1% pada
cawan replika untuk memperjelas zona bening
yang terbentuk, setelah 15 menit warna dicuci
dengan NaCl 1 M (Teather & Wood 1981).
Isolat yang dapat memproduksi selulase, yaitu
isolat yang membentuk zona bening di sekitar
koloni dipilih, kemudian ditumbuhkan dalam
media Thermus cair yang mengandung
substrat CMC 1%.
Pembuatan Kurva Pertumbuhan
Isolat bakteri selulolitik yang telah
ditumbuhkan dalam media Thermus cair
diinkubasi pada suhu 55 oC. Setiap 2 jam,
dilakukan pengukuran optical density (OD)
pada panjang gelombang 600 nm. Pengukuran
OD dilakukan sampai terbentuk kurva
pertumbuhan.
Uji Aktivitas Selulase Secara Kuantitatif
(Miller 1959)
Kultur bakteri yang telah ditumbuhkan
dalam media cair yang mengandung substrat
CMC 1% disentrifugasi pada kecepatan 10
000 g selama 15 menit. Bagian supernatan
digunakan untuk pengujian aktivitas enzim
ekstraseluler. Sebanyak 1 mL supernatan
dicampur dengan 1 mL CMC 1% pada bufer
Mc Ilvaine pH 7,2 (dengan komposisi bufer
seperti pada Lampiran 2). Setelah itu,
campuran diinkubasi pada 55 °C selama 60
menit. Reaksi tersebut dihentikan dengan
penambahan 3 mL pereaksi DNS. Kontrol
negatif merupakan enzim yang langsung
diinaktifasi dengan DNS.
Campuran divorteks, kemudian dididihkan selama 15 menit dalam penangas air
mendidih, lalu didinginkan terlebih dahulu.
Setelah itu, dilakukan pengukuran serapan
dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 540 nm. Sebagai standar
digunakan larutan glukosa dengan konsentrasi
0.01-0.1 mg/mL. Aktivitas enzim dihitung
dengan persamaan kurva standar dari larutan
enzim yang menghasilkan gula pereduksi.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolat Bakteri Hasil Peremajaan
Tahapan pertama yang dilakukan
sebelum mengisolasi bakteri penghasil
selulase adalah peremajaan biakan bakteri
yang berada dalam stok gliserol. Peremajaan
kultur bakteri ini bertujuan mengaktivasi dan
mempersiapkan sel pada fase eksponensial.
Hal ini dapat mempercepat fase adaptasi pada
saat proses isolasi. Bakteri yang berada dalam
fase eskponensial atau tahap propagasi ini
mensintesis enzim dan mengatur aktivitasnya
sehingga mampu tumbuh lebih efisien dalam
kondisi baru. Peremajaan juga memberikan
nutrisi baru bagi bakteri sehingga sel-selnya
dapat tumbuh sehat.
Peremajaan dilakukan dalam media
Thermus cair. Media Thermus merupakan
media spesifik yang digunakan untuk
menumbuhkan bakteri termofilik. Media ini
mengandung ekstrak khamir, pepton, dan
garam-garam mineral berupa amonium sulfat,
magnesium sulfat, kalsium klorida, kalium
fosfat, dan natrium klorida. Ekstrak khamir
merupakan sumber nitrogen, gula, nutrisi
organik maupun anorganik sedangkan pepton
berfungsi sebagai sumber nitrogen yang
menyediakan asam amino dan peptida
pendek. Garam-garam mineral berfungsi
menyediakan nutrisi anorganik untuk
menopang pertumbuhan bakteri.
Suhu dan pH yang digunakan untuk
menumbuhkan bakteri Kawah Putih dan
Kawah Merah adalah 55 oC dan 7. Suhu dan
pH ini sesuai dengan kondisi saat bakteri
pertama kali diisolasi dari air kawah Gunung
Pancar
(Harahap
2007).
Peremajaan
dilakukan selama 16 jam, bakteri yang
tumbuh dapat dilihat dari perubahan warna
media, yaitu dari bening menjadi keruh.
Pertumbuhan bakteri dapat menyebabkan
kekeruhan pada medianya.
Berdasarkan hasil peremajaan, warna
media isolat Kawah Putih dan Kawah Merah
berubah menjadi keruh dibandingkan dengan
media kontrol (Gambar 3). Media kontrol
adalah media Thermus yang tidak berisi
bakteri. Media isolat kawah putih lebih keruh
dibandingkan dengan isolat kawah merah. Hal
ini menandakan bahwa jumlah bakteri yang
tumbuh dari kawah putih lebih banyak
dibandingkan kawah merah. Perbedaan
pertumbuhan ini dapat disebabkan karena
bakteri yang berasal dari kawah merah banyak
yang tidak dapat dikulturkan di laboratorium
dengan media Thermus, karena kondisi yang
tidak sesuai dengan kebutuhannya.

7

a

Gambar 3

b

c

Hasil inkubasi bakteri Kawah
Putih (a), media kontrol (b),
dan bakteri Kawah Merah (c)
pada media Thermus cair.

Hasil Isolasi Koloni Tunggal
Isolat Kawah Putih dan Kawah Merah
Proses isolasi bakteri termofilik tidak
jauh berbeda dengan isolasi bakteri lainnya,
kecuali kebutuhan terhadap suhu tinggi.
Media isolasi harus dijaga agar tidak kering
akibat suhu tinggi. Tahapan pertama yang
dilakukan
untuk mengisolasi bakteri
termofilik adalah pemilihan media dan
substrat yang sesuai dengan bakteri yang akan
diisolasi (Labeda 1990). Tahapan isolasi ini
bertujuan mendapatkan bakteri dalam koloni
tunggal dari populasi campuran bakteri yang
berasal dari Kawah Merah dan Kawah Putih.
Isolasi koloni tunggal bakteri ini
dilakukan dalam media Thermus yang
mengandung carboxymethyl cellulose (CMC)
1% sebagai substrat. Substrat CMC berfungsi
sebagai sumber karbon yang menginduksi
sintesis dan sekresi selulase oleh bakteri.
Enzim yang memecah makromolekul pada
umumnya bersifat ekstraseluler, yaitu setelah
diproduksi di dalam sel kemudian dikeluarkan
dari sel ke substrat di lingkungannya. Enzimenzim ekstraseluler
umumnya bersifat
terinduksi, yaitu produksinya akan meningkat
apabila ada substrat yang sesuai. Oleh karena
itu, diperlukan substrat yang dapat
menginduksi produksi selulase secara
optimal.
CMC merupakan substrat terbaik untuk
menginduksi sintesis enzim selulolitik
ekstraseluler (Alam et al. 2004). Laju
degradasi CMC oleh bakteri selulolitik lebih

tinggi dibandingkan dengan substrat lain,
yaitu avisel, selobiosa, dan xilan (Ibrahim &
El-diwany 2007). Aktivitas komponen
selulase yang lain, seperti CMCase dan glukosidase juga meningkat pada kultur
filtrat Aspergillus. niger yang tumbuh pada
media yang mengandung CMC (Narasimha et
al. 2005).
Carboxymethyl
cellulose
(CMC)
merupakan substrat sintetik yang berperan
sebagai senyawa model selulosa. CMC
memiliki banyak daerah amorf sehingga larut
dalam air. Selulosa amorf, seperti CMC, dapat
dihidrolisis dengan mudah oleh sistem
selulase. Menurut Muthuvelayudham &
Viruthagiri (2006), selulase mencapai kadar
maksimum pada sumber karbon selulosa
sintetik, seperti CMC. Konsentrasi CMC yang
digunakan adalah 1% karena berdasarkan
Narasimha et al. (2005), konsentrasi selulosa
1% merupakan konsentrasi yang optimum
untuk produksi selulase.
Isolasi dilakukan dalam media padat
dengan teknik cawan tuang. Prinsip dari
teknik isolasi ini adalah mengencerkan
organisme sehingga individu spesies dapat
dipisahkan satu dengan yang lainnya. Setiap
koloni yang tampak setelah diinkubasi berasal
dari satu sel tunggal. Penumbuhan bakteri
hasil pengenceran ini dilakukan melalui
proses yang berulang-ulang karena bakteri
sulit tumbuh dan beradaptasi dalam kondisi
laboratorium. Penumbuhan bakteri ini
memerlukan waktu inkubasi yang lebih lama,
yaitu 48 jam.
Isolat bakteri kawah putih tampak
sebagai
koloni-koloni
tunggal
pada
pengenceran 1000x sedangkan isolat kawah
merah tampak pada pengenceran 100x. Kedua
isolat bakteri tersebut belum terpisah dengan
jelas pada pengenceran dibawah 100x. Bakteri
isolat kawah merah tidak tumbuh pada
pengenceran di atas 100x. Hasil pengenceran
kedua isolat ini tampak pada Gambar 4.
Seluruh koloni tunggal pada masing-masing
kawah memiliki bentuk dan warna yang sama.
Jumlah koloni hasil pengenceran ini tidak
harus memenuhi syarat statistik (30-300
koloni) seperti pada teknik kuantitasi
mikroba, karena pada tahapan ini yang
diinginkan adalah bakteri dalam koloni
tunggal, agar sel-selnya berasal dari satu sel
induk. Oleh karena itu, koloni bakteri Kawah
Putih dan Kawah Merah yang terbentuk hasil
pengenceran tersebut dapat digunakan untuk
tahap
seleksi.
Koloni
hasil
isolasi
ditumbuhkan kembali dalam media cair yang
mengandung substrat CMC 1%.

8

(a)

(b)
Gambar 4 Hasil pengenceran isolat Kawah
Putih (a) dan Kawah Merah (b).

Hasil Seleksi Bakteri Selulolitik
Tahapan seleksi bertujuan mengetahui
bakteri yang memiliki aktivitas selulolitik.
Aktivitas
tersebut
ditunjukkan
oleh
kemampuan bakteri dalam menghidrolisis
substrat CMC. Bakteri yang mampu
menghidrolisis CMC akan membentuk zona
bening di sekitar koloni. Seleksi ini
menggunakan koloni-koloni bakteri yang
telah diisolasi.
Setiap koloni dipindahkan ke dalam
cawan master dan replika yang berisi media
agar Thermus dengan substrat CMC 1%.
Koloni bakteri yang dipindahkan ke dalam
cawan master langsung dipindahkan ke dalam
cawan replika. Dengan demikian, koloni
dalam cawan master dan replika merupakan
koloni yang sama. Pewarnaan merah kongo
dilakukan pada koloni dalam cawan replika
untuk memperjelas zona bening yang
dihasilkan. Koloni yang berada dalam cawan
master digunakan sebagai stok bakteri yang
menghasilkan zona bening.
Teknik
pewarnaan
dilakukan
menggunakan pewarna merah kongo 0.1%

sesuai dengan Teather & Wood (1981).
Merah kongo berinteraksi kuat dengan ikatan
-1,4-glikosidik dalam CMC. Interaksi ini
berlangsung secara nonkovalen. Merah kongo
dijadikan indikator terjadinya degradasi -Dglukan dalam media agar. Metode ini dipilih
karena proses seleksi dapat berlangsung
cepat, mudah, dan sensitif. Pewarnaan dengan
merah kongo dapat menentukan mikroba
selulolitik dalam konsentrasi substrat yang
rendah dan dapat mempersingkat waktu
inkubasi untuk mendeteksi aktivitas selulase
dalam konsentrasi rendah (Teather & Wood
1981). Zona bening yang terbentuk dapat
dilihat dengan pencucian menggunakan NaCl
1 M. Merah kongo merupakan garam natrium
dari
benzidinediazo-bis-1-naphthylamine-4
asam sulfonat (C32H22N6Na2O6S2) sehingga
pewarna ini akan larut dan tercuci oleh garam
natrium lain, seperti NaCl. Dengan demikian,
zona bening yang terbentuk akan tampak
jelas.
Seleksi terhadap isolat bakteri kawah
putih menunjukkan bahwa dari 60 koloni
yang diseleksi terdapat 8 koloni (KP 1, KP 2,
KP 3, KP 4, KP 5, KP 6, KP 7, dan KP 10)
yang membentuk zona bening sedangkan
hasil seleksi terhadap isolat kawah merah
hanya 1 koloni (KM 1) yang membentuk zona
bening. Zona bening yang terbentuk dari
kedua isolat tampak pada Gambar 5. Zona
bening menunjukkan zona tempat terputusnya
ikatan -1,4-glikosidik yang menghubungkan
monomer D-glukosa pada CMC. Berdasarkan
hasil tersebut dapat diketahui bahwa isolat
Kawah Putih dan Kawah Merah memiliki
potensi menghasilkan
selulase untuk
menghidrolisis ikatan -1,4-glikosidik pada
CMC. Selulase yang digunakan untuk proses
hidrolisis ini bersifat ekstraseluler. Sifat
enzim ekstraseluler terlihat dari zona bening
yang terbentuk di sekitar koloni (Lee &
Blackburn 1974).
Kemampuan bakteri Kawah Putih dan
Kawah Merah membentuk zona bening pada
selulosa amorf CMC, menunjukkan adanya
komponen selulase, yaitu endo- -1,4glukanase atau CMCase yang menghidrolisis
CMC menjadi selodekstrin, selobiosa, dan
glukosa. Enzim ini diproduksi dan
disekresikan oleh bakteri karena CMC
digunakan sebagai substrat penginduksi. Jenis
substrat menentukan jumlah dan komponen
selulase yang dihasilkan (Aguiar 2001).
Endoglukanase memiliki afinitas yang tinggi
terhadap CMC.
Berdasarkan banyaknya isolat bakteri
yang membentuk zona bening, dapat

9

diketahui bahwa kawah putih memiliki
jumlah bakteri selulolitik
tik lebih banyak
dibandingkan dengan kawah
ah merah. Ibrahim
& El-diwany (2007), meny
nyebutkan apabila
hasil seleksi hanya mendapat
atkan sedikit isolat
yang menghasilkan zona bening, hal ini
menunjukkan
bahwa
bakteri
yang
menghasilkan selulase sedik
ikit. Hal ini dapat
disebabkan oleh rendahnya kandungan
k
materi
organik dalam sampel yang
ng dapat dijadikan
sebagai sumber karbonn oleh bakteri
selulolitik. Oleh karena itu, dibutuhkan
tahapan penyuburan unt
ntuk mengisolasi
bakteri tersebut.
Berdasarkan hasil sel
seleksi ini dapat
diketahui nilai aktivitass enzim secara
kualitatif.
Aktivitas
selulolitik
se
dapat
dinyatakan sebagai nisbah
ah diameter zona
bening dengan diameter kol
oloni. Berdasarkan
hasil uji kualitatif (Tabel 1) diketahui bahwa
isolat KP4 memiliki aktivita
itas enzim tertinggi
(3.8) sedangkan isolat KM1 memiliki
aktivitas terendah (1.7). Tuju
ujuh isolat lain dari
kawah putih (KP1, KP2, KP3,
K
KP5, KP6,
KP7, dan KP10) memiliki
ki aktivitas enzim
yang hampir sama, yaitu 2.0--2.4.
KP7

KP1

KP6
KP2
KP5
KP10

KP3

Bakteri selulolitik isolat Kaw
wah Putih dan
Kawah Merah diuji aktivitas enzi
zimnya secara
kuantitatif. Uji aktivitas enzim untuk isolat
kawah putih dilakukan terhadap
ap KP4. Isolat
ini dipilih karena berdasarkan
an hasil uji
kualitatif KP4 memiliki aktiv
tivitas enzim
terbesar sedangkan tujuh isolatt la
lain memiliki
aktivitas yang hampir sama. U
Uji aktivitas
untuk isolat kawah merah m
menggunakan
KM1. Sebelum uji ativitas en
enzim secara
kuantitatif, kedua isolat bakteri in
ini ditentukan
pola pertumbuhannya.
Tabel 1 Aktivitas enzim secara ku
kualitatif
Akti
Is
Diamet
Dia
vitas
olat
er zona
meter
enzim
bening (dz)
koloni
(dz/dk)
(mm)
(dk)
(mm)
K
14
7
2.0
P1
K
14
7
2.0
P2
K
12
6
2.0
P3
K
15
4
3.8
P4
K
7
3
2.3
P5
K
20
10
2.0
P6
K
12
5
2.4
P7
K
10
5
2.0
P10
K
17
10
1.7
M1

KP4

(a)

KM1

(b)
: zona bening
ing
Gambar 5 Hasil seleksi aktivitas
ak
selulolitik
isolat Kawah
h Putih (a) dan
Kawah Merah
h ((b).

Pola Pertumbuhan Bakterii Selulolitik
S
Pengamatan pola pertumbu
buhan bakteri
selulolitik dilakukan berdasark
arkan metode
turbidimetrik. Bakteri yang tumbuh
tu
akan
menghasilkan pertambahan jjumlah sel
sehingga dapat diukur berdasarka
kan kepekatan
sel
dalam
media.
Penen
entuan
pola
pertumbuhan bakteri selulolitik in
ini digunakan
untuk menentukan waktu akhir fase
fa stasioner
yang akan digunakan sebagai waaktu inkubasi
bakteri pada saat pengujian akti
ktivitas enzim
selulase secara kuantitatif. Produ
duksi selulase
mencapai maksimum saat akhirr ffase stasioner
(Ibrahim & El-diwany 2007).
Perubahan kepekatan sel dalam
d
media
diukur setiap 2 jam dengan spek
ektrofotometer
pada panjang gelombang 6000 nm. Waktu
pengukuran setiap 2 jam dipilih se
sesuai dengan
pertumbuhan bakteri yang bertam
tambah jumlah

10

stabil. Penurunan sel bakteri setelah fase
stasioner dianggap sebagai permulaan fase
kematian.
Berdasarkan pola pertumbuhan yang
diperoleh dapat diketahui bahwa pertumbuhan
bakteri selulolitik isolat KP 4 dan KM 1
dikategorikan memiliki pertumbuhan cepat.
Hal ini dapat diamati pada jam ke-24 pola
pertumbuhan bakteri sudah memasuki awal
fase kematian.
0.18
0.16

a

0.14
0.12
Absorban

selnya setiap dua jam. Berdasarkan
pembuatan kurva pertumbuhan (Gambar 6),
bakteri selulolitik isolat KP4 dan KM1
memiliki pola pertumbuhan yang terdiri atas
fase adaptasi, pertumbuhan, stasioner, dan
fase kematian yang kesemuanya membentuk
suatu pola yang sigmoid.
Berdasarkan kurva pertumbuhan dapat
diketahui bahwa isolat KP4 dan KM1
memiliki pola pertumbuhan yang sama. Fase
adaptasi (lag phase) terjadi pada jam ke-0
hingga jam ke-4. Selama waktu tersebut
bakteri baru menyesuaikan diri dengan
lingkungan yang baru sehingga sel belum
membelah diri. Fase eksponensial (log phase)
berada pada kisaran jam ke-4 hingga jam ke8. Sel-sel bakteri pada kisaran jam tersebut
sangat aktif membelah. Metabolisme sel dan
sintesis bahan sel sangat cepat pada fase ini.
Selulase mulai diproduksi saat awal fase
eksponensial dan terus meningkat seiring
dengan
pertumbuhan
bakteri
(Muthuvelayudham & Viruthagiri 2006;
Ibrahim & El-diwany 2007; Maranatha 2008).
Enzim ini akan menghidrolisis substrat CMC
menjadi molekul yang lebih kecil, seperti
selodekstrin,
selobiosa,
dan
glukosa.
Komponen tersebut akan dijadikan sebagai
sumber karbon untuk pertumbuhannya.
Pertumbuhan bakteri mulai lambat ketika
memasuki fase stasioner yaitu dimulai pada
jam
ke-8.
Bakteri
pada
fase
ini
pertumbuhannya mulai menurun. Penurunan
ini disebabkan adanya bakteri yang mati.
Kematian sel disebabkan oleh berkurangnya
nutrisi dalam media. Jumlah sel yang mati
semakin meningkat sampai terjadi jumlah sel
hidup hasil pembelahan sama dengan jumlah
sel yang mati. Pertumbuhan bakteri kembali
meningkat pada jam ke-22, tetapi peningkatan
ini sangat kecil.
Setelah jam ke-22 pertumbuhan bakteri
kembali turun. Pengamatan pola pertumbuhan
dihentikan pada jam ke-24, yaitu setelah
pertumbuhan bakteri menurun kembali, pada
jam ini bakteri dianggap telah memasuki fase
kematian. Penurunan fase kematian terjadi
ketika substrat menurun jumlahnya di bawah
konsentrasi yang dibutuhkan untuk menjaga
ketahanan sel sehingga sel lisis dan mati
(Muthuvelayudham & Viruthagiri 2006).
Fase kematian bakteri tidak dapat diamati
sepenuhnya dengan metode turbidimetrik.
Metode
ini
mengukur
pertumbuhan
berdasarkan kepekatan media dan tidak dapat
membedakan bakteri yang hidup dan yang
mati. Oleh karena itu, absorbansi sel
(kekeruhan media) hanya akan naik dan

b

0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0
0

10
20
Waktu (Jam)
Gambar 6 Pola pertumbuhan bakteri
selulolitik isolat KP 4 (a) dan
isolat KM1 (b).

30

Hasil Uji Aktivitas Selulase
secara Kuantitatif
Berdasarkan hasil seleksi telah diketahui
bahwa isolat Kawah Putih dan Kawah Merah
memiliki komponen selulase, yaitu enzim
CMCase. Komponen selulase tersebut diuji
aktivitasnya secara kuantitatif. Isolat yang
diuji aktivitas enzimnya adalah KP 4 dan KM
1. Uji aktivitas enzim dilakukan dengan
metode asam dinitrosalisilat atau DNS.
Metode DNS dipilih dalam pengujian ini
karena merupakan metode yang umum
digunakan untuk pengukuran aktivitas
selulase dengan mengukur jumlah gula
pereduksi yang terbentuk. Metode ini praktis
dan mudah dilakukan untuk pengukuran
sampel dalam jumlah banyak. Pengukuran
kadar glukosa dengan metode DNS
didasarkan
pada
reaksi
asam-3,5dinitrosalisilat yang direduksi menjadi 3amino-5-asam nitrosalisilat dalam keadaan

11

basa. Gugus aldehid akan dioksidasi menjadi
gugus karboksil (Miller 1959).
Pengukuran aktivitas enzim dimulai
dengan menyiapkan ekstrak enzim kasar.
Kultur bakteri diinkubasi selama 22 jam.
Berdasarkan kurva pertumbuhan, pada jam
ke-22, bakteri memasuki akhir fase stasioner.
Produksi selulase mencapai maksimum pada
akhir fase stasioner (Altatit 2000; Ibrahim &
El-diwany 2007). Setelah masa inkubasi
berakhir, kultur bakteri disentrifugasi pada
kecepatan 10 000 g selama 15 menit.
Sentrifiugasi ini akan memisahkan selulase
ekstraseluler (CMCase) yang telah dilepaskan
ke dalam media dari komponen sel dan
komponen media lainnya. CMCase berada
dalam
fase
supernatan.
Supernatan
mengandung
berbagai
macam
enzim
ekstraseluler yang ikut dilepaskan oleh
bakteri. Akan tetapi, dengan induksi
menggunakan
substrat
CMC
akan
meningkatkan sekresi CMCase untuk
menghidrolisis substrat.
Supenatan diuji aktivitas enzimnya
dengan metode DNS. Pengujian ini
menggunakan larutan CMC 1% sebagai
substrat. Nilai pH enzim selama pengukuran
dipertahankan dengan menambahkan bufer
McIlvaine pH 7.2. Campuran tersebut
diinkubasi selama 60 menit pada suhu 55 oC.
Masa inkubasi ini diperlukan agar CMC dapat
dihidrolisis oleh enzim. Hidrolisis CMC
terjadi selama 60-70 menit waktu inkubasi
(Chang et al. 2009). Hidrolisis CMC
menghasilkan produk berupa glukosa yang
diukur jumlahnya dengan metode DNS.
Konsentrasi
glukosa
ditentukan
berdasarkan kurva standar glukosa. Kurva
standar dibuat dari larutan standar glukosa
dengan
konsentrasi
0.01-0.1
mg/mL.
Persamaan kurva standar yang diperoleh
adalah y = 9.0036x – 0.082 dengan R2=
0.9911 (Lampiran 3).
Satu unit aktivitas enzim dinyatakan
sebagai jumlah mikromol glukosa yang
dihasilkan oleh satu mL enzim setiap menit
(µmol/mL/menit atau U/ mL). Berdasarkan
hasil uji aktivitas enzim secara kuantitatif
(Tabel 2), diketahui bahwa bakteri selulolitik
isolat kawah putih (KP 4) memiliki aktivitas
enzim lebih besar (6.11 x 10-3 U/mL)
dibandingkan dengan isolat kawah merah
(KM1) (1.17 10-3 U/mL). Hal ini sesuai
dengan nilai aktivitas enzim secara kualitatif,
melalui nisbah diameter zona bening dengan
diameter koloni (nisbah diameter KP 4 lebih
besar dibandingkan dengan isolat KM 1). Uji
aktivitas enzim ini juga dilakukan terhadap

contoh koloni yang tidak membentuk zona
bening saat seleks