Optimasi Konsentrasi Xilosa dan Glukosa untuk Produksi Xilitol oleh Candida tropicalis

PENDAHULUAN
Xilitol (disebut juga sebagai gula
alkohol atau polialkohol) merupakan pemanis
alami yang terdapat pada sayuran dan buahbuahan seperti wortel, kembang kol selada,
bawang, pisang, strowberi, raspberry, plum
kuning, dan apel. Xilitol juga diproduksi
dalam tubuh manusia sebanyak 15 g/hari
sebagai senyawa antara (intermediate) dalam
metabolisme glukosa (Jaffe 1978; Saha 1997;
Kiet et al. 2006). Xilitol mempunyai tingkat
kemanisan yang setara dengan sukrosa
namun nilai kalorinya (40%) lebih rendah
dari kelompok karbohidrat lainnya. Xilitol
merupakan gula berkarbon 5 yang tidak dapat
difermentasi oleh bakteri Streptococcus
mutans penyebab kerusakan gigi, sehingga
bersifat nonkariogenik yang aman untuk
kesehatan gigi (Uhari et al. 1996; Sampaio et
al. 2003).
Secara ekonomi xilitol mempunyai
harga tinggi yaitu: 5-7$ US per pon, dengan

pangsa pasar yang luas yaitu dapat
diaplikasikan di bidang kesehatan dan
industri bahan makanan, akan tetapi
ketersediaan xilitol dalam perdagangan masih
rendah. Xilitol tersebar sangat luas di alam
dan dapat diperoleh dengan cara ekstraksi
langsung melalui sumber yang mengandung
xilitol seperti buah-buahan dan sayuran.
Namun kandungan xilitolnya rendah, yaitu
kurang dari 1% sehingga tidak praktis dan
ekonomis untuk memproduksi xilitol melalui
metode tersebut (Vandeska et al. 1996;
Sampaio et al. 2003). Produksi xilitol secara
komersial
dilakukan
melalui
proses
hidrogenasi xilosa (C5H10O5) pada suhu dan
tekanan yang tinggi (suhu 80-140oC, tekanan
50 atmosfer) dengan bantuan katalis.

Pembuatan xilitol melalui proses ini
memerlukan biaya yang cukup tinggi karena
selain diperlukan energi yang tinggi juga
bahan baku utamanya adalah xilosa murni,
serta xilitol yang dihasilkan pun masih
memerlukan pemurnian yang ekstensif untuk
memenuhi standar pemakaian pada industri
makanan dan obat-obatan yang menyebabkan
meningkatnya biaya produksi (Rao et al.
2006).
Biaya produksi xilitol yang mahal
melalui proses hidrogenasi xilosa, serta
kebutuhan energi yang tinggi, menyebabkan
diperlukannya proses bioteknologi dengan
memanfaatkan mikroorganisme
sebagai
alternatif untuk mengganti proses produksi
kimia yang diharapkan lebih ekonomis, dan

lebih singkat agar dapat mengurangi biaya

produksi dan mengurangi pemakaian energi.
Berdasarkan laporan berbagai hasil
penelitian, diperoleh informasi bahwa
mikroorganisme
yang
terbaik
dalam
memproduksi xilitol adalah khamir terutama
genus Candida. Hasil penelitian Tom
Granstrom (2002) menunjukkan bahwa
Candida tropicalis adalah penghasil xilitol
terbaik dengan produktivitas 5,7 gram xilitol
per liter. Produksi xilitol optimum secara
fermentasi dapat ditentukan oleh biokonversi
xilosa menjadi xilitol melalui metabolisme
yang dilakukan oleh khamir, serta parameter
optimum yang digunakan, seperti pH,
temperatur, konsentrasi substrat, konsentrasi
ko-substrat, dan aerasi. Di dalam penelitian
ini akan dikaji faktor konsentrasi xilosa

sebagai substrat dan glukosa sebagai kosubstrat, dengan menggunakan khamir
golongan Candida, yaitu Candida tropicalis.
Penelitian ini bertujuan menentukan
waktu inkubasi optimum untuk panen sel
Candida tropicalis dan produksi xilitol, serta
kondisi
lingkungan
optimum
untuk
memproduksi xilitol, meliputi konsentrasi
substrat dan ko-substrat. Hipotesis dari
penelitian ini adalah diperoleh kondisi
optimum untuk memproduksi xilitol, dan
diharapkan dengan penambahan ko-substrat
berupa glukosa pada media xilosa dapat
meningkatkan produksi xilitol. Semakin
tinggi konsentrasi xilosa, maka semakin
banyak biomasa sel Candida tropicalis yang
dihasilkan, dan semakin tinggi xilitol yang
dihasilkan. Manfaat dari penelitian ini, dapat

digunakan sebagai acuan untuk memproduksi
xilitol dengan menggunakan hidrolisat ampas
tebu, sebagai substrat utama pada media
fermentasi.

TINJAUAN PUSTAKA
Xilitol
Xilitol merupakan gula berkarbon 5
(Gambar 1) yang tidak dapat difermentasi
oleh bakteri S. mutans penyebab kerusakan
gigi, sehingga bersifat nonkariogenik yang
aman untuk kesehatan gigi (Uhari et al. 1996;
Sampaio et al. 2003). Xilitol mempunyai
tingkat kemanisan yang setara dengan
sukrosa namun nilai kalorinya (40%) lebih
rendah dari kelompok karbohidrat lainnya.
Xilitol memiliki sifat-sifat antara lain:
mudah larut dalam air, tahan terhadap panas
sehingga
tidak

mudah
mengalami
karamelisasi, memberikan sensasi dingin
seperti mentol (Ahmed 2001).

PENDAHULUAN
Xilitol (disebut juga sebagai gula
alkohol atau polialkohol) merupakan pemanis
alami yang terdapat pada sayuran dan buahbuahan seperti wortel, kembang kol selada,
bawang, pisang, strowberi, raspberry, plum
kuning, dan apel. Xilitol juga diproduksi
dalam tubuh manusia sebanyak 15 g/hari
sebagai senyawa antara (intermediate) dalam
metabolisme glukosa (Jaffe 1978; Saha 1997;
Kiet et al. 2006). Xilitol mempunyai tingkat
kemanisan yang setara dengan sukrosa
namun nilai kalorinya (40%) lebih rendah
dari kelompok karbohidrat lainnya. Xilitol
merupakan gula berkarbon 5 yang tidak dapat
difermentasi oleh bakteri Streptococcus

mutans penyebab kerusakan gigi, sehingga
bersifat nonkariogenik yang aman untuk
kesehatan gigi (Uhari et al. 1996; Sampaio et
al. 2003).
Secara ekonomi xilitol mempunyai
harga tinggi yaitu: 5-7$ US per pon, dengan
pangsa pasar yang luas yaitu dapat
diaplikasikan di bidang kesehatan dan
industri bahan makanan, akan tetapi
ketersediaan xilitol dalam perdagangan masih
rendah. Xilitol tersebar sangat luas di alam
dan dapat diperoleh dengan cara ekstraksi
langsung melalui sumber yang mengandung
xilitol seperti buah-buahan dan sayuran.
Namun kandungan xilitolnya rendah, yaitu
kurang dari 1% sehingga tidak praktis dan
ekonomis untuk memproduksi xilitol melalui
metode tersebut (Vandeska et al. 1996;
Sampaio et al. 2003). Produksi xilitol secara
komersial

dilakukan
melalui
proses
hidrogenasi xilosa (C5H10O5) pada suhu dan
tekanan yang tinggi (suhu 80-140oC, tekanan
50 atmosfer) dengan bantuan katalis.
Pembuatan xilitol melalui proses ini
memerlukan biaya yang cukup tinggi karena
selain diperlukan energi yang tinggi juga
bahan baku utamanya adalah xilosa murni,
serta xilitol yang dihasilkan pun masih
memerlukan pemurnian yang ekstensif untuk
memenuhi standar pemakaian pada industri
makanan dan obat-obatan yang menyebabkan
meningkatnya biaya produksi (Rao et al.
2006).
Biaya produksi xilitol yang mahal
melalui proses hidrogenasi xilosa, serta
kebutuhan energi yang tinggi, menyebabkan
diperlukannya proses bioteknologi dengan

memanfaatkan mikroorganisme
sebagai
alternatif untuk mengganti proses produksi
kimia yang diharapkan lebih ekonomis, dan

lebih singkat agar dapat mengurangi biaya
produksi dan mengurangi pemakaian energi.
Berdasarkan laporan berbagai hasil
penelitian, diperoleh informasi bahwa
mikroorganisme
yang
terbaik
dalam
memproduksi xilitol adalah khamir terutama
genus Candida. Hasil penelitian Tom
Granstrom (2002) menunjukkan bahwa
Candida tropicalis adalah penghasil xilitol
terbaik dengan produktivitas 5,7 gram xilitol
per liter. Produksi xilitol optimum secara
fermentasi dapat ditentukan oleh biokonversi

xilosa menjadi xilitol melalui metabolisme
yang dilakukan oleh khamir, serta parameter
optimum yang digunakan, seperti pH,
temperatur, konsentrasi substrat, konsentrasi
ko-substrat, dan aerasi. Di dalam penelitian
ini akan dikaji faktor konsentrasi xilosa
sebagai substrat dan glukosa sebagai kosubstrat, dengan menggunakan khamir
golongan Candida, yaitu Candida tropicalis.
Penelitian ini bertujuan menentukan
waktu inkubasi optimum untuk panen sel
Candida tropicalis dan produksi xilitol, serta
kondisi
lingkungan
optimum
untuk
memproduksi xilitol, meliputi konsentrasi
substrat dan ko-substrat. Hipotesis dari
penelitian ini adalah diperoleh kondisi
optimum untuk memproduksi xilitol, dan
diharapkan dengan penambahan ko-substrat

berupa glukosa pada media xilosa dapat
meningkatkan produksi xilitol. Semakin
tinggi konsentrasi xilosa, maka semakin
banyak biomasa sel Candida tropicalis yang
dihasilkan, dan semakin tinggi xilitol yang
dihasilkan. Manfaat dari penelitian ini, dapat
digunakan sebagai acuan untuk memproduksi
xilitol dengan menggunakan hidrolisat ampas
tebu, sebagai substrat utama pada media
fermentasi.

TINJAUAN PUSTAKA
Xilitol
Xilitol merupakan gula berkarbon 5
(Gambar 1) yang tidak dapat difermentasi
oleh bakteri S. mutans penyebab kerusakan
gigi, sehingga bersifat nonkariogenik yang
aman untuk kesehatan gigi (Uhari et al. 1996;
Sampaio et al. 2003). Xilitol mempunyai
tingkat kemanisan yang setara dengan
sukrosa namun nilai kalorinya (40%) lebih
rendah dari kelompok karbohidrat lainnya.
Xilitol memiliki sifat-sifat antara lain:
mudah larut dalam air, tahan terhadap panas
sehingga
tidak
mudah
mengalami
karamelisasi, memberikan sensasi dingin
seperti mentol (Ahmed 2001).

2

Gambar 1 Struktur kimia xilitol.
Sifat-sifat tersebut sangat baik untuk
pengembangan produk pangan maupun
produk farmasi. Salah satu produk makanan
yang menggunakan xilitol adalah permen
karet. Hampir sebagian besar sekitar 80%,
produk permen karet di Negara Finlandia
menggunakan bahan pemanis xilitol, begitu
juga di Negara Jepang, xilitol termasuk salah
satu dari 12 komponen bahan pangan yang
dapat memberikan efek menyehatkan tubuh
(Foods for Specified Health Use) atau kini
lebih dikenal dengan istilah pangan
fungsional.
Xilitol dapat diaplikasikan pada
industri
farmasi,
produk
perawatan
kesehatan, dan industri bahan makanan
(Gurgel et al. 1995). Secara famakologi,
xilitol mempunyai peran untuk mencegah
kerusakan gigi, infeksi telinga pada anakanak, dan sebagai pengganti gula untuk
pasien diabetes (Kiet et al. 2006; Rao et al.
2006). Xilitol merupakan sumber karbohidrat
yang dapat dimetabolisme oleh tubuh tanpa
melibatkan insulin serta secara lambat diserap
oleh tubuh, sehingga ideal digunakan untuk
pasien penderita diabetes yang sangat
tergantung pada ketersediaan insulin (Emodi
1978; Tochampa et al. 2005). Selain itu
xilitol juga banyak digunakan pada berbagai
produk kesehatan gigi, seperti pasta gigi (Kiet
et al. 2006).
Produksi Xilitol oleh Mikrob
Produksi xilitol yang pernah dilakukan
selama ini masih belum efisien dan efektif
untuk menghasilkan xilitol dalam skala besar
dengan harga yang relatif murah. Salah satu
cara yang sering dilakukan yaitu secara
komersial melalui proses hidrogenasi xilosa
(C5H10O5), pada suhu dan tekanan yang
tinggi (suhu 80-140oC, tekanan 50 atmosfer)
seperti yang disajikan pada Gambar 2,
dengan bantuan katalis. Pembuatan xilitol
melalui proses ini memerlukan biaya yang
cukup tinggi karena selain diperlukan energi
yang tinggi, bahan baku utamanya adalah
xilosa murni, serta xilitol yang dihasilkan pun

masih memerlukan pemurnian yang ekstensif
untuk memenuhi standar pemakaian pada
industri makanan dan obat-obatan yang
menyebabkan meningkatnya biaya produksi
(Rao et al. 2006).
Prosedur
bioteknologi
dengan
menggunakan mikroorganisme merupakan
salah satu alternatif untuk menghasilkan
xilitol dan diharapkan dapat lebih ekonomis
dari segi biaya produksi dan pemakaian
energi. Proses ini dilakukan untuk mengganti
proses produksi xilitol secara kimia yang
terbilang relatif mahal. Selain itu, xilitol
dapat diproduksi dengan memanfaatkan
hidrolisat hemiselulosa (xilan) sebagai
pengganti xilosa murni yang dapat
mengurangi biaya untuk pemisahan dan
pemurnian (Sampaio et al. 2003). Beberapa
tanaman yang dapat digunakan sebagai
sumber xilan adalah padi, gandum, jerami,
tongkol jagung, dan ampas tebu (Vandeska et
al. 1996).
Mikroorganisme yang digunakan
untuk memproduksi xilitol, diantaranya:
bakteri, jamur, dan khamir. Khamir adalah
salah satu mikrob yang bertanggung jawab
dalam biokonversi xilosa menjadi xilitol
terutama dari genus Candida (Candida
guilliermondi, C. tropicalis, C pelliculosa, C.
parapsilosis), dan spesies lainnya yaitu
Debaryomyces hansenii, Saccharomyces sp,
dan Pennicillium sp (Vandeska et al. 1995;
Carvalho et al. 2000; Ko et al. 2006; Diz et
al. 2002; Onishi dan Suzuki 1969; Sampaio
et al. 2003). Beberapa spesies khamir yang
digunakan untuk memproduksi xilitol
disajikan pada Tabel 1.

Gambar 2 Hidrolisis dan hidrogenasi xilosa
menjadi xilitol, xilan (C5H8O4)n,
n~200 (a); D. xilosa (C5H10O5) (b);
xilitol (C5H12O5)(c).

3

Tabel 1 Produksi xilitol oleh mikroorganisme dalam media xilosa atau campuran gula komersial
(Parajo et al. 1998).
Microorganism

Candida tropicalis HPX2

24

So
(g l1
)
51

Pachysolen
tannophilus
ATCC32691;
P.tannophilus PT15;
S.cerevisiae SC138;
Candida sp.;
Candida sp. B-22

2472

65100

0.902.71

53.8100

3286

0.632.17

0.880.60

--

168

250

1.49

100

210

1.25

0.84

--

C.guillermondii FTI-20037

78

104

1.33

100

77.2

0.99

0.74

Debaryomyces hansenii
DTIA 77
C.parapsilosis ATCC
28474
D.hansenii DTIA-77

28

90

--

--

62.6

2.24

0.70

0.04
8
--

--

10

0.28

44.2

1.37

0.087

0.31

0.32

48

90

1.56

81

40.3

0.84

0.54

0.13

C.guillermondii NRC 5578

406

300

0.74

100

221

0.54

0.75

0.02

C.guillermondii NRC
5578;

300100

1.780.19

100

20774

1.230.14

0.690.74

--

155300
43

0.340.5
0.66

91.5100
74

95220
23.5

0.281.35
0.49

0.500.74
0.74

--

C.guillermondii FTI 20037

168.
7528.
6
70800
48

C.mogii ATCC 18364

--

53

--

--

--

0.70

0.12

C.parapsilosis ATCC
28474;
C.guillermondii NRC
5578
C.boidinii NRRL-Y17213

--

100300

0.230.67

--

--

0.170.44

0.750.66

0.050.03

--

100

--

--

--

--

0.2

--

D.hansenii NRRL Y-7426

48

279

5.81

100

221

4.60

0.79

--

C.tropicalis DSM 7524

Time
(h)

Qs
(g l-1
h-1)
2.08

%S
cons.

P
(g l-1)

Y p/s
(g/g)

Y x/s
(g/g)

40

Qp
(g l-1
h-1)
1.67

100

0.80

--

--

Reference

Gong et al.
(1981)
Gong et al.
(1983)

Chen & Gong
(1985)
Barbosa et al.
(1988)
Girio et al.
(1990)
Furlan et al.
(1991)
Roseiro et al.
(1991)
Meyrial et al.
(1991)
Nolleau et al.
(1993)
da Silva &
Afscar (1994)
Silva et al.
(1994)
Sirisansaneeyaku
l et al. (1995)
Nolleau at al.
(1995)
Winkelhausen et
al. (1996)
Dominguez et al.
(1997)

Keterangan : So, konsentrasi substrat awal; Qs, kecepatan konsumsi substrat volumetrik; S% cons,
persentase konsumsi substrat; P, konsentrasi xilitol maksimum; Qp, produktivitas xilitol
volumetrik; Y p/s, product yield; Y x/s, biomass yield; µmax, kecepatan pertumbuhan maksimum.
Pemilihan spesies khamir sebagai
penghasil xilitol terbaik telah banyak
dilakukan dalam berbagai penelitian. Gong et
al. (1983) membandingkan kemampuan dari
Candida,
Saccharomyces
dan
Schizosaccharomyces dengan spesies yang
berbeda untuk mengikat gula pentosa dan
menghasilkan
xilitol
sebagai
produk
fermentasi, bahkan dalam spesies yang tidak
dapat
menggunakan
xilosa
untuk
pertumbuhannya. Amaral-Collaco et al.
(1989); Vandeska et al. (1995) memilih
Debaryomyces hansenii dan Candida boidinii
sebagai penghasil xilitol. Sirisansaneeyakul et
al. (1995) membandingkan 11 spesies khamir
dan memilih Candida mogii sebagai
penghasil xilitol yang paling menjanjikan.
Dominguez et al. (1996) menggunakan 6
spesies khamir (Candida, Pachysolen dan

Debaryomyces),
dan
D.hansenii
menghasilkan 106 g/L xilitol dengan
produktivitas volumetrik 2.21 g xilitol l-1 h-1
dan product yield (Y produk/substrat) sebesar
0.71 g/g.
Konsentrasi xilitol tertinggi yang
dilaporkan dalam literatur dihasilkan oleh
khamir Candida. Chen dan Gong (1985)
mencapai 210 g/L xilitol dari 250 g/L xilosa
dengan menggunakan spesies mutan Candida
sp., dengan product yield (Y p/s = 0.82 g/g).
Meyrial et al. (1991) menghasilkan 221 g/L
xilitol dari 300 g/L xilosa (Y p/s = 0.75 g/g)
dengan menggunakan Candida guillermondii.
Dominguez et al. (1997) menghasilkan 221
g/L xilitol (produktivitas volumetrik Qp = 4.6
g l-1 h-1; Y p/s = 0.79 g/g) dengan
menggunakan Debaryomyces hansenii.

4

Produksi xilitol dengan menggunakan
bakteri juga dilakukan oleh Yoshitake et al.
(1973) yaitu Enterobacter dan menghasilkan
xilitol sebesar 33.3 g/L di dalam media
fermentasi yang berisi 100 g/L xilosa. Selain
itu produksi dengan menggunakan jamur,
juga pernah dilakukan oleh Chiang dan
Knight (1961), yaitu Penicillium, Aspergillus,
Rhizopus,
Gliocladium,
Byssochamys,
Myrothecium, dan Neurospora spp. Dahiya
(1991)
melakukan
penelitian
dengan
menggunakan kultur Petromyces albertensis,
dan menghasilkan xilitol sebesar 39.8 g/L
dalam 100 g/L xilosa. Walaupun xilitol juga
dapat dihasilkan oleh jamur, tetapi khamir
merupakan penghasil xilitol terbaik. Menurut
Sampaio et al. (2003) berdasarkan hasil
penelitiannya menyatakan bahwa xilitol yang
dihasilkan oleh jamur sebesar 0.14-0.52 g/L
pada konsentrasi xilosa 11.50 g/L dengan
waktu inkubasi 96 jam, dan masih lebih
rendah jika dibandingkan dengan khamir,
yaitu sebesar 16-17 g/L pada 30 g/L
konsentrasi xilosa dengan waktu inkubasi 48
jam.
Produksi Xilitol oleh Sel Khamir Candida
Produksi xilitol dengan menggunakan
mikroorganisme merupakan metode alternatif
yang dapat menghemat biaya serta pemakaian
energi. Mikrob yang berperan dalam
biokonversi xilosa menjadi xilitol yaitu
khamir, terutama dari genus Candida.
Candida merupakan kelompok makhluk
hidup eukariot bersel tunggal (uniseluler)
yang umumnya melakukan reproduksi
vegetatif dengan tunas dan mempunyai fase

pertumbuhan yang sama dengan khamir.
Penyebaran Candida sangat berlimpah
di alam, namun umumnya Candida diisolasi
dari tanah, air laut, produk fermentasi, dan
hewan berdarah dingin. Sedikit sekali
Candida yang diisolasi dari manusia dan
hewan berdarah panas. Beberapa jenis
Candida digolongkan sebagai khamir yang
patogen termasuk C.tropicalis dan C.albicans
(Hurley 1979). C.tropicalis memiliki
taksonomi dengan Kingdom: Fungi, Filum:
Deuteromycotina, Famili: Tarulopsidaceae,
Genus: Candida, Spesies: C.tropicalis.
Hasil penelitian Gong et al. (1981)
yang membandingkan 10 spesies khamir
menemukan bahwa C.tropicalis adalah
penghasil xilitol terbaik, hasil yang sama juga
diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh
Barbosa et al. (1988), yang menggunakan 44
spesies khamir yang berperan dalam
biokonversi xilosa menjadi xilitol, dan
menyatakan bahwa C.guilliermondii dan
C.tropicalis sebagai penghasil xilitol terbaik.
Sel khamir Candida mengalami
metabolisme seperti yang disajikan pada
Gambar 3. Candida memiliki kemampuan
untuk mengkonversi xilosa menjadi Dxilulosa melalui reaksi oksidoreduktif yang
terdiri atas dua rangkaian reaksi. Xilosa
adalah gula pentosa utama yang terdapat di
dalam
lignoselulosa.
Tidak
seperti
mikroorganisme
prokariotik,
yang
mempunyai isomerase xilosa, tapi sebagian
besar Candida melakukan proses asimilasi
xilosa,
seperti
C.
tropicalis,
yang
menggunakan D- xilosa melalui dua reaksi
oksidoreduktif enzimatik dengan xylose

Gambar 3 Metabolisme xilosa dan glukosa oleh sel khamir Candida.

5

reductase (XR) dan xylitol dehydrogenase
(XDH).
Xilosa reduktase (XR) dengan
koenzim NADH atau NADPH mengkatalisis
reduksi D- xilosa menjadi xilitol. Xilitol yang
dihasilkan sebagian diekskresi keluar sel
sebagai produk utama, dan sebagian lagi
dimetabolisme lebih lanjut oleh XDH dengan
koenzim NAD yang mengkatalisis oksidasi
xilitol menjadi D-xilulosa. D-Xilulosa diubah
menjadi D-xilulosa 5-fosfat oleh enzim
xilulosa kinase, dan kemudian masuk ke
dalam siklus heksosa monofosfat yang
kemudian digunakan untuk pertumbuhan sel
dan regenerasi NADH/NADPH. Secara
keseluruhan efisiensi asimilasi xilosa terjadi
karena adanya aktivitas dari XR dan XDH
(Ko et al. 2006).
Siklus ini juga menunjukkan asimilasi
glukosa oleh Candida sebagai ko-substrat.
Glukosa merupakan sumber karbon yang
lebih mudah dimetabolisme oleh sel.
Sehingga keberadaan glukosa dapat berperan
untuk regenerasi koenzim NADPH/NADH
dan peningkatan biomasa sel melalui
glukosa-6-fosfat (Glu-6P); akibatnya siklus
heksosa
monofosfat
(HMP)
yang
menghasilkan Glu-6P dari xilulosa melalui
xilulosa-5-fosfat menurun (Tochampa et al.
2005). Sehingga konsumsi xilitol oleh sel
berkurang
dan
lebih
banyak
yang
diekskresikan sebagai produk.
Idealnya, akumulasi xilitol di dalam
sel dan ekskresi sebagai produk ekstraseluler
dapat meningkatkan xilitol, karena tidak ada
xilitol yang diubah menjadi xilulosa. Menurut
Hallborn et al. (1994) penambahan glukosa
sebagai ko-substrat dalam media fermentasi
dapat menaikkan produk xilitol. Akan tetapi
semakin tinggi konsentrasi ko-substrat
(glukosa) maka dapat menghambat transport
xilosa ke dalam sel, akibatnya dapat
menurunkan produksi xilitol (Tochampa et
al. 2005).
Produksi xilitol yang diperoleh melalui
metabolisme khamir dalam hal ini adalah
Candida tropicalis dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu pH, temperatur, konsentrasi
substrat, konsentrasi ko-substrat, dan aerasi.
Menurut Yulianto (2001) derajat keasaman
(pH) medium telah diketahui mempengaruhi
pertumbuhan sel dan pengaruhnya bervariasi
diantara spesies khamir. Membran sel yang
tidak sepenuhnya permeabel terhadap ion
hidrogen menyebabkan pH intraseluler
berbeda dengan pH medium. Disamping itu
pH juga menentukan kelarutan beberapa
komponen di dalam medium sehingga

modifikasi
pH
dapat
mengakibatkan
pengendapan nutrien dan menjadi tidak dapat
diasimilasi oleh khamir. Penurunan kerja
khamir dalam fermentasi juga dapat terjadi
ketika dalam mediumnya tidak ada kontrol
pH (Girio et al. 1990, Silva et al. 1996).
Kemampuan
khamir
untuk
memproduksi xilitol terjadi pada temperatur
antara 24-45oC dan temperatur optimum
biasanya pada batas 28-30oC (Parajo et al.
1998). Barbosa et al. (1988), di dalam
eksperimennya dengan C. guilliermondii
melaporkan bahwa pertumbuhan maksimum
terjadi pada temperatur 35oC dan konsentrasi
xilitol maksimum yang dihasilkan pada batas
30-35oC.
Konsentrasi substrat (xilosa) juga
sangat berpengaruh dalam produksi xilitol.
Konsentrasi substrat yang rendah dapat
menurunkan hasil produksinya, karena
substrat (xilosa) digunakan sebagai sumber
karbon untuk pertumbuhan sel. Semakin
besar konsentrasi substrat (xilosa) maka
semakin
besar
produksi
xilitolnya.
Konsentrasi
tertinggi
xilitol
dengan
menggunakan galur mutan Candida sp
diperoleh 205 g xilitol per liter dari 249 g/L
xilosa dengan product yield-nya (Y p/s)
sebesar 0.82 g/g (Chen dan Gong 1985).
Sedangkan dengan Candida guilliermondii
dihasilkan 221 g xilitol per liter dari 300 g/L
xilosa menghasilkan Y p/s sebesar 0.79 g/g
(Meyrial et al. 1991). Candida tropicalis
menghasilkan 84.5 g xilitol per liter dari 150
g/L xilosa menghasilkan Y p/s sebesar 0.56
g/g (Yahashi et al. 1996).
Konsentrasi xilosa yang tinggi, tidak
selalu menghasilkan xilitol yang tinggi.
Rendahnya produksi xilitol selain disebabkan
pengaruh inhibitor (hasil samping hidrolisis
hemiselulosa) juga disebabkan karena xilitol
dapat dimetabolisme oleh khamir untuk
pertumbuhan sel (Sanchez et al. 2004).
Hambatan tersebut dapat diatasi dengan
menambahkan ko-substrat yaitu glukosa,
sehingga sebagian besar atau seluruh xilosa
dikonversi menjadi xilitol (Yulianto et al.
2006). Besarnya konsentrasi ko-substrat yang
ditambahkan dalam media fermentasi juga
mempengaruhi produksi xilitol. Penelitian
yang dilakukan oleh Yahashi et al. (1995)
penambahan glukosa 5-10 g/L meningkatkan
produksi xilitol 1.2-1.3 kali (3.26 g/L.h)
dibandingkan penelitian sebelumnya sebesar
2.71g/L.h. Sedangkan penambahan glukosa
15-20 g/L tidak meningkatkan produksi
xilitol.

6

Faktor yang terakhir yaitu aerasi.
Aerasi merupakan faktor yang penting karena
ketersediaan oksigen di dalam media dapat
mempengaruhi
pertumbuhan
khamir,
kecepatan pengambilan substrat, dan
kecepatan pembentukan produk (Wahyuni et
al. 2004). Menurut Horitsu et al. (1992);
Nolleau et al. (1993), kondisi aerasi untuk
produktivitas optimum tergantung pada
konsentrasi substrat. Pembentukan xilitol
biasanya terjadi di bawah kondisi oksigen
yang terbatas dengan tujuan mengakumulasi
NADH karena keberadaan oksigen yang
berlebihan akan menurunkan aktivitas NADH
yang berakibat pada menurunnya akumulasi
produksi
xilitol
(Winkelhausen
dan
Kuzmanova 1998).
Kurva Pertumbuhan Mikrob
Pertumbuhan adalah penambahan
secara teratur semua komponen sel suatu
jasad.
Pertumbuhan
juga
diartikan
pertambahan jumlah sel, yang berarti juga
pertambahan jumlah organisme, misalnya
pertumbuhan yang terjadi pada suatu kultur
mikrob. Pembelahan atau perbanyakan sel
pada jasad bersel tunggal (uniseluler)
merupakan pertambahan jumlah individu,
misalnya pembelahan sel pada bakteri akan
menghasilkan pertambahan
jumlah sel
bakteri itu sendiri. Pembelahan sel pada jasad
bersel
banyak
(multiseluler)
tidak
menghasilkan
pertambahan
jumlah
individunya, tetapi hanya merupakan
pembentukan jaringan atau bertambah besar
jasadnya. Dalam membahas pertumbuhan
mikrob harus dibedakan antara pertumbuhan
masing-masing individu sel dan pertumbuhan
kelompok sel atau pertumbuhan populasi.
Suatu bakteri yang dimasukkan ke
dalam medium baru yang sesuai akan tumbuh
memperbanyak diri. Jika pada waktu-waktu
tertentu jumlah bakteri dihitung dan dibuat
grafik hubungan antara jumlah bakteri
dengan waktu maka akan diperoleh suatu
grafik atau kurva pertumbuhan (Gambar 4).
Pola pertumbuhan yang disajikan pada
Gambar 4 menunjukkan pertumbuhan mikrob
yang terbagi menjadi beberapa fase, yaitu
fase permulaan (adaptasi), fase pertumbuhan
awal,
fase
pertumbuhan
logaritma
(eksponensial), fase pertumbuhan akhir, fase
stationer
maksimum,
fase
kematian
dipercepat, dan fase kematian logaritma.
Fase adaptasi (permulaan) yaitu
bakteri baru menyesuaikan diri dengan
lingkungan yang baru, sehingga sel belum
membelah diri. Lama fase adaptasi ini

dipengaruhi oleh media dan lingkungan
pertumbuhan, serta jumlah inokulum. Fase
adaptasi mungkin berjalan lambat karena
beberapa sebab, misalnya kultur dipindahkan
dari media yang kaya nutrisi ke media yang
kandungan nutrisinya terbatas. Sel mikrob
mulai membelah diri pada fase pertumbuhan
yang dipercepat, tetapi waktu generasinya
masih panjang. Fase permulaan sampai fase
pertumbuhan dipercepat sering disebut lag
phase. Kecepatan sel membelah diri paling
cepat terdapat pada fase pertumbuhan
logaritma atau pertumbuhan eksponensial
dengan waktu generasi pendek dan konstan.
Selama fase logaritma, metabolisme sel
paling aktif, sintesis bahan sel sangat cepat
dengan jumlah konstan sampai nutrien habis
atau
terjadinya
penimbunan
hasil
metabolisme
yang
menyebabkan
terhambatnya pertumbuhan. Selanjutnya pada
fase pertumbuhan yang mulai terhambat,
kecepatan pembelahan sel berkurang dan
jumlah sel yang mati mulai bertambah.
Fase stasioner maksimum, jumlah sel
yang mati semakin meningkat sampai terjadi
jumlah sel hidup hasil pembelahan sama
dengan jumlah sel yang mati, sehingga
jumlah sel hidup konstan, seolah-olah tidak
terjadi pertumbuhan (pertumbuhan nol).
Kecepatan kematian sel pada fase kematian
yang dipercepat terus meningkat sedang
kecepatan pembelahan sel nol, sampai pada
fase kematian logaritma maka kecepatan
kematian sel mencapai maksimal, sehingga
jumlah sel hidup menurun dengan cepat
seperti deret ukur. Walaupun demikian
penurunan jumlah sel hidup tidak mencapai
nol, dalam jumlah minimum tertentu sel
mikrob akan tetap bertahan sangat lama
dalam medium tersebut.

Fase stationer
Fase pertumbuhan
akhir

Fase menuju
kematian
Fase kematian

Fase logaritmik

Fase pertumbuhan awal
Fase adaptasi

Gambar 4 Pola pertumbuhan mikrob.

7

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Sel khamir yang digunakan adalah
Candida tropicalis yang berasal dari koleksi
kultur LIPI Cibinong. Bahan-bahan yang
digunakan dalam pembuatan media YM dan
fermentasi adalah xilosa murni, glukosa, HCl,
ekstrak khamir, ekstrak malt, bakto pepton,
agar, KH2PO4, K2HPO4, MgSO4.7H2O, dan
aquades steril. Bahan-bahan yang digunakan
untuk pengukuran kadar xilitol adalah kit Dsorbitol/D-xilitol, serta bahan-bahan yang
lain seperti aquabides, kapas berlemak, kain
kasa, es batu, dan alkohol teknis 95%.
Alat-alat yang digunakan adalah
tabung reaksi, jarum ose, labu Erlenmeyer,
gelas ukur 100 mL, pipet mikro, pipet tetes,
kertas aluminium foil, plastik wrap, magnetic
stirrer, autoklaf, dan laminar air flow.
Pengukuran kadar xilitol menggunakan
spektrofotometer, tabung Eppendorf, dan
vortex. Serta alat-alat lain seperti sentrifuse,
stopwatch, inkubator, lemari pendingin, pH
meter, neraca analitik, dan shaker.
Metode Penelitian
Pelaksanaan
penelitian
meliputi
peremajaan kultur sel khamir C.tropicalis,
pembuatan media, pembuatan stok kultur sel
khamir C.tropicalis, pembuatan kurva
pertumbuhan sel khamir C.tropicalis,
pembuatan kurva produksi untuk optimasi
waktu inkubasi, optimasi konsentrasi xilosa,
dan ko-substrat serta penentuan biomassa sel
khamir
C.tropicalis
dengan
variasi
konsentrasi ko-substrat dalam kondisi
optimum.
Peremajaan Kultur Sel Khamir Candida
tropicalis
Prosedur ini dilakukan menurut
metode Rao et al. (2005). Sel khamir
C.tropicalis dibiakkan dalam media agar
miring Yeast Malt (YM) yang telah
disterilisasi pada suhu 121oC, dan tekanan 1
atm selama 15 menit, kemudian diinkubasi
selama 18-24 jam pada suhu 370C.
Komposisi media YM, yaitu 3 g/L ekstrak
khamir, 3 g/L ekstrak malt, 5 g/L bakto
pepton, 20 g/L glukosa dan 20 g/L agar.
Peremajaan dilakukan setiap 4 minggu sekali.
Pembuatan Media
Media
yang
digunakan
dalam
penelitian ini, antara lain: media YM, media

inokulum dan media fermentasi (Metode Rao
et al. 2005). Media YM cair dibuat sebanyak
10 mL dalam labu Erlenmeyer 50 mL dengan
komposisi 3 g/L ekstrak khamir, 3 g/L
ekstrak malt, 5 g/L bakto pepton, 20 g/L
glukosa.
Media inokulum dilakukan dengan
metode Rao et al. 2005. Sebanyak 10 mL di
dalam 50 mL labu Erlenmeyer dengan
komposisi (g/L): xilosa 30, ekstrak khamir
10; pepton 20; K2HPO4 0,5; KH2PO4 0,5;
MgSO4.7H2O 0.5, dan ammonium sulfat 2
dengan pH 5. Media fermentasi memiliki
komposisi yang sama dengan media
inokulum. Media fermentasi C.tropicalis
terdiri atas dua jenis, yaitu mengandung
xilosa dan campuran xilosa dengan glukosa.
Pembuatan Stok Kultur Sel Khamir
Sel khamir C.tropicalis diambil 1 ose
dan dipindahkan ke dalam labu Erlenmeyer
50 mL yang berisi 10 mL media YM cair,
kemudian diinkubasi bergoyang selama 18
jam dengan kecepatan 120 rpm, dan suhu
30oC. Setelah 18 jam sebanyak 1% sel
C.tropicalis dipindahkan ke dalam labu
Erlenmeyer 50 mL yang berisi 10 mL media
inokulum dengan komposisi (g/L): xilosa 30;
ekstrak khamir 10; pepton 20; K2HPO4 0,5;
KH2PO4 0,5, MgSO4.7H2O 0.5, dan
ammonium sulfat 2. pH 5 dan diinkubasi
bergoyang selama 18 jam dengan kecepatan
120 rpm pada suhu 30oC. Setelah 18 jam
sebanyak 1% sel C.tropicalis dalam media
inokulum siap dipindahkan ke dalam media
fermentasi untuk proses optimasi. Setiap
melakukan proses optimasi, sel C.tropicalis
dipanen terlebih dahulu dalam media YM
cair dan media inkolum.
Pembuatan Kurva Pertumbuhan dan
Kurva Produksi Xilitol
Sebanyak 1 ose sel C.tropicalis
dimasukkan ke dalam media YM, kemudian
diinkubasi bergoyang selama 72 jam pada
kecepatan 120 rpm pada suhu 30oC. Setiap 12
jam diambil sebanyak 1 mL larutan sampel,
kemudian dilakukan 3x pengenceran,
kemudian optical density (OD) diukur pada
panjang gelombang 600 nm hingga diperoleh
kurva pertumbuhan. Sedangkan kurva
produksi diperoleh dengan cara pengukuran
kadar xilitol yang terbentuk pada supernatan
sampel dari media fermentasi xilosa 30 g/L
yang diambil setiap 12 jam. Supernatan
diperoleh dengan cara sentrifugasi pada 5000
rpm selama 15 menit. Dari percobaan
tersebut diperoleh korelasi antara kurva

8

pertumbuhan dan kurva produksi yang
menunjukkan waktu optimum produksi
xilitol.
Optimasi Konsentrasi Substrat (Xilosa)
Prosedur dilakukan menurut metode
Eken dan Cavusoglu (1998). Sebanyak 1%
Sel C.tropicalis dari inokulum dimasukkan
ke dalam media fermentasi xilosa. Media
fermentasi dibuat dengan variasi konsentrasi
substrat berkisar antara 30-110g/L, yaitu 30,
50, 70, 90 dan 110 g/L. Media diperlakukan
pada pH 5, kecepatan pengocokan 120 rpm,
dan suhu 30oC. Sel khamir C.tropicalis
ditumbuhkan
pada
media
fermentasi
sebanyak 50 mL dalam labu Erlenmeyer 125
mL dengan waktu inkubasi optimum yang
diperoleh dari percobaan sebelumnya yaitu
48 jam, kemudian diukur kadar xilitol pada
panjang gelombang 492 nm.
Optimasi
Konsentrasi
Ko-substrat
(Glukosa)
Pada percobaan sebelumnya telah
diperoleh waktu inkubasi dan konsentrasi
xilosa optimum untuk produksi xilitol. Selain
itu konsentrasi ko-substrat juga diperlukan
untuk meningkatkan produksi xilitol.
Sehingga
perlu
dilakukan
optimasi
konsentrasi ko-substrat. Ko-substrat yang
digunakan yaitu glukosa.
Prosedur dilakukan menurut metode
Yulianto et al. (2006). C.tropicalis
ditumbuhkan
pada
media
fermentasi
campuran xilosa dengan glukosa. Sebanyak
50 mL di dalam labu Erlenmeyer 125 mL,
dengan komposisi (g/L): ekstrak khamir 10;
pepton 20; K2HPO4 0.5; KH2PO4 0.5;
MgSO4.7H2O 0.5 dan ammonium sulfat 2,
kemudian ditambahkan campuran xilosa dan
glukosa dengan perbandingan 6:1, 6:2, 6:3,
dan 6:4 (%), yaitu dengan penambahan
glukosa berkisar 12 – 48 g/L pada konsentrasi
xilosa optimum. Setelah itu media
diperlakukan pada pH 5, suhu 30oC
kecepatan pengocokan 120 rpm, dengan
waktu inkubasi 48 jam. Konsentrasi substrat
yang digunakan adalah konsentrasi xilosa
optimum yang telah diperoleh dari percobaan
sebelumnya. Kemudian diukur kadar
xilitolnya pada panjang gelombang 492 nm.
Penentuan Kadar Xilitol dengan Metode
Kit (Roche)
Pengukuran kadar xilitol dilakukan
menggunakan
metode
spektrofotometri
(metode Kit D-sorbitol/D-xilitol dari Roche).
Metode ini dilakukan di dalam tabung

Eppendorf. Sebanyak 0.6 mL dimasukkan
larutan 1 dalam tabung Eppendorf, kemudian
ditambahkan larutan 2 sebanyak 0.2 mL,
larutan 3 sebanyak 0.2 mL, sampel yang telah
diencerkan sebesar 50x sebanyak 0.1 mL, dan
aquabides sebanyak 1.9 mL, kemudian
divortex agar homogen. Setelah itu dibiarkan
selama
2
menit,
kemudian
diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 492
nm, setelah 2 menit dilakukan pengukuran
kembali. Pengukuran yang dilakukan disebut
sebagai absorban pertama. Kemudian
ditambahkan larutan 4 sebanyak 0.05 mL dan
dibiarkan selama 30 menit, setelah itu diukur
kembali absorbansinya. Kemudian setiap
interval 5 menit dari menit ke-30 hingga
menit ke-55, dilakukan 5 kali pengukuran.
Pengukuran ini disebut absorbansi kedua.
Konsentrasi xilitol yang terukur, diperoleh
sesuai dengan perhitungan yang terdapat pada
Kit (Lampiran 5). Larutan yang digunakan
disajikan pada Lampiran 2.
Biomasa Sel Khamir Candida tropicalis
pada Variasi Konsentrasi Xilosa dan Kosubstrat (Glukosa)
Prosedur yang dilakukan sama seperti
pembuatan kurva pertumbuhan. Media
fermentasi yang digunakan yaitu media yang
mengandung 70 g/L xilosa sebagai kontrol,
variasi campuran konsentrasi xilosa dan kosubstrat (glukosa) dengan perbandingan 6:1,
6:2, 6:3, dan 6:4 (%). Masing-masing dibuat
di dalam labu Erlenmeyer 125 mL sebanyak
50 mL. Setelah itu diinkubasi selama 48 jam,
dengan kecepatan pengocokan 120 rpm, pada
suhu 30oC. Pengukuran nilai optical density
(OD) dilakukan setiap 12 jam sekali pada
panjang gelombang 600 nm. Dari data
percobaan ini diperoleh 5 data kurva
pertumbuhan pada konsentrasi media yang
berbeda-beda.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan Sel Candida tropicalis dan
Produksi Xilitol
Sel Candida tropicalis sebelum
digunakan diremajakan terlebih dahulu setiap
4 minggu sekali dalam media Yeast Malt
(YM). Media YM merupakan salah satu
media yang spesifik untuk pertumbuhan
khamir, salah satunya yaitu Candida. Media
ini berisi ekstrak khamir, ekstrak malt, dan
bakto pepton yang berperan sebagai sumber
nitrogen. Ekstrak khamir terbuat dari ragi
pengembang roti atau pembuat alkohol, serta

8

pertumbuhan dan kurva produksi yang
menunjukkan waktu optimum produksi
xilitol.
Optimasi Konsentrasi Substrat (Xilosa)
Prosedur dilakukan menurut metode
Eken dan Cavusoglu (1998). Sebanyak 1%
Sel C.tropicalis dari inokulum dimasukkan
ke dalam media fermentasi xilosa. Media
fermentasi dibuat dengan variasi konsentrasi
substrat berkisar antara 30-110g/L, yaitu 30,
50, 70, 90 dan 110 g/L. Media diperlakukan
pada pH 5, kecepatan pengocokan 120 rpm,
dan suhu 30oC. Sel khamir C.tropicalis
ditumbuhkan
pada
media
fermentasi
sebanyak 50 mL dalam labu Erlenmeyer 125
mL dengan waktu inkubasi optimum yang
diperoleh dari percobaan sebelumnya yaitu
48 jam, kemudian diukur kadar xilitol pada
panjang gelombang 492 nm.
Optimasi
Konsentrasi
Ko-substrat
(Glukosa)
Pada percobaan sebelumnya telah
diperoleh waktu inkubasi dan konsentrasi
xilosa optimum untuk produksi xilitol. Selain
itu konsentrasi ko-substrat juga diperlukan
untuk meningkatkan produksi xilitol.
Sehingga
perlu
dilakukan
optimasi
konsentrasi ko-substrat. Ko-substrat yang
digunakan yaitu glukosa.
Prosedur dilakukan menurut metode
Yulianto et al. (2006). C.tropicalis
ditumbuhkan
pada
media
fermentasi
campuran xilosa dengan glukosa. Sebanyak
50 mL di dalam labu Erlenmeyer 125 mL,
dengan komposisi (g/L): ekstrak khamir 10;
pepton 20; K2HPO4 0.5; KH2PO4 0.5;
MgSO4.7H2O 0.5 dan ammonium sulfat 2,
kemudian ditambahkan campuran xilosa dan
glukosa dengan perbandingan 6:1, 6:2, 6:3,
dan 6:4 (%), yaitu dengan penambahan
glukosa berkisar 12 – 48 g/L pada konsentrasi
xilosa optimum. Setelah itu media
diperlakukan pada pH 5, suhu 30oC
kecepatan pengocokan 120 rpm, dengan
waktu inkubasi 48 jam. Konsentrasi substrat
yang digunakan adalah konsentrasi xilosa
optimum yang telah diperoleh dari percobaan
sebelumnya. Kemudian diukur kadar
xilitolnya pada panjang gelombang 492 nm.
Penentuan Kadar Xilitol dengan Metode
Kit (Roche)
Pengukuran kadar xilitol dilakukan
menggunakan
metode
spektrofotometri
(metode Kit D-sorbitol/D-xilitol dari Roche).
Metode ini dilakukan di dalam tabung

Eppendorf. Sebanyak 0.6 mL dimasukkan
larutan 1 dalam tabung Eppendorf, kemudian
ditambahkan larutan 2 sebanyak 0.2 mL,
larutan 3 sebanyak 0.2 mL, sampel yang telah
diencerkan sebesar 50x sebanyak 0.1 mL, dan
aquabides sebanyak 1.9 mL, kemudian
divortex agar homogen. Setelah itu dibiarkan
selama
2
menit,
kemudian
diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 492
nm, setelah 2 menit dilakukan pengukuran
kembali. Pengukuran yang dilakukan disebut
sebagai absorban pertama. Kemudian
ditambahkan larutan 4 sebanyak 0.05 mL dan
dibiarkan selama 30 menit, setelah itu diukur
kembali absorbansinya. Kemudian setiap
interval 5 menit dari menit ke-30 hingga
menit ke-55, dilakukan 5 kali pengukuran.
Pengukuran ini disebut absorbansi kedua.
Konsentrasi xilitol yang terukur, diperoleh
sesuai dengan perhitungan yang terdapat pada
Kit (Lampiran 5). Larutan yang digunakan
disajikan pada Lampiran 2.
Biomasa Sel Khamir Candida tropicalis
pada Variasi Konsentrasi Xilosa dan Kosubstrat (Glukosa)
Prosedur yang dilakukan sama seperti
pembuatan kurva pertumbuhan. Media
fermentasi yang digunakan yaitu media yang
mengandung 70 g/L xilosa sebagai kontrol,
variasi campuran konsentrasi xilosa dan kosubstrat (glukosa) dengan perbandingan 6:1,
6:2, 6:3, dan 6:4 (%). Masing-masing dibuat
di dalam labu Erlenmeyer 125 mL sebanyak
50 mL. Setelah itu diinkubasi selama 48 jam,
dengan kecepatan pengocokan 120 rpm, pada
suhu 30oC. Pengukuran nilai optical density
(OD) dilakukan setiap 12 jam sekali pada
panjang gelombang 600 nm. Dari data
percobaan ini diperoleh 5 data kurva
pertumbuhan pada konsentrasi media yang
berbeda-beda.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan Sel Candida tropicalis dan
Produksi Xilitol
Sel Candida tropicalis sebelum
digunakan diremajakan terlebih dahulu setiap
4 minggu sekali dalam media Yeast Malt
(YM). Media YM merupakan salah satu
media yang spesifik untuk pertumbuhan
khamir, salah satunya yaitu Candida. Media
ini berisi ekstrak khamir, ekstrak malt, dan
bakto pepton yang berperan sebagai sumber
nitrogen. Ekstrak khamir terbuat dari ragi
pengembang roti atau pembuat alkohol, serta

9

mengandung asam amino yang lengkap &
vitamin (B kompleks). Pepton menurut Fathir
(2009) mampu menyediakan nutrien esensial
untuk metabolisme bakteri. Selain itu media
YM juga mengandung glukosa yang berperan
sebagai sumber karbon bagi Candida.
Penelitian ini dimulai dari pembuatan
kurva pertumbuhan Candida tropicalis
dengan menggunakan media Yeast Malt
(YM). Pembuatan kurva pertumbuhan
dilakukan untuk menentukan waktu inkubasi
pertumbuhan optimal sel khamir Candida
tropicalis. Pertumbuhan sel paling aktif
ketika berada pada fase log, yaitu fase disaat
metabolisme sel paling aktif serta sintesis
bahan sel sangat cepat dengan jumlah
konstan sampai nutrien habis atau terjadinya
penimbunan
hasil
metabolisme
yang
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan,
sehingga pertumbuhan sel berada pada fase
stationer, kemudian menuju pada fase
kematian. Tetapi pada penelitian ini, kurva
pertumbuhan yang diperoleh tidak sampai
berada pada fase kematian, tetapi hanya
sampai pada persimpangan antara fase log
dengan fase stationer. Pembuatan kurva
pertumbuhan dilakukan dengan pengamatan
setiap 12 jam sekali sampai jam ke-72,
karena kecepatan pertumbuhan khamir lebih
lambat dibandingkan dengan bakteri yang
membelah setiap 2 jam sekali.
Berdasarkan
hasil
penelitian,
diperoleh pola pertumbuhan yang sigmoid
(Gambar 5a), yang sama dengan pola
pertumbuhan
mikroorganisme
pada
umumnya. Gambar 5a menunjukkan bahwa
fase adaptasi (lag phase) berada pada jam ke0 hingga jam ke-12, fase log (eksponensial)
berada pada kisaran jam ke-12 hingga jam
ke-24. Pertumbuhan sel mulai lambat ketika
memasuki fase pertumbuhan akhir yaitu
dimulai pada jam ke-24.
Fase-fase pada pola pertumbuhan
mikroorganisme juga menunjukkan hasil
metabolitnya. Metabolit primer dihasilkan
oleh sel ketika berada pada fase log, dan
xilitol dalam penelitian ini merupakan hasil
metabolisme primer khamir, sedangkan
metabolit sekunder dihasilkan ketika sel
berada pada fase stationer. Pertumbuhan sel
maksimal ketika berada pada fase log,
sehingga pada fase ini dihasilkan sel khamir
C. tropicalis dalam jumlah yang besar, yang
berkorelasi positif terhadap xilitol yang akan
dihasilkan, ketika diproduksi pada media
fermentasi. Semakin besar konsentrasi sel
maka xilitol yang dihasilkan juga semakin
besar, sehingga waktu inkubasi 18 jam

merupakan waktu inkubasi yang mewakili
fase log untuk pertumbuhan Candida
tropicalis, dan pada waktu ini sel berada
dalam kondisi yang sangat aktif untuk
membelah.
Kurva pertumbuhan Candida topicalis
menunjukkan bahwa pertumbuhan khamir
cukup lambat, bahkan pada jam ke-72 masih
mengalami peningkatan, sehingga tidak dapat
dipastikan waktu ketika memasuki fase
stationer, yaitu fase pada saat jumlah sel
hidup sama dengan jumlah sel yang mati atau
pertumbuhan sama dengan nol. Setelah
memasuki
fase
pertumbuhan
akhir,
pertumbuhan Candida tropicalis semakin
lambat, hal ini menunjukkan bahwa nutrisi
yang disediakan oleh media YM mengalami
penurunan, ditambah lagi dengan adanya
penimbunan hasil metabolisme. Sehingga
dapat dikatakan bahwa pada Candida,
pertumbuhan optimal sel berada pada fase
log.
Berdasarkan hasil penentuan kurva
produksi xilitol yang disajikan pada Gambar
5, menunjukkan bahwa produksi xilitol
berkorelasi positif terhadap pertumbuhan sel
khamir C.tropicalis. Semakin besar biomasa
sel maka semakin besar juga xilitol yang
dihasilkan (Gambar 5b). Tetapi pada waktu
inkubasi jam ke-60 xilitol yang dihasilkan
sudah mengalami penurunan, walaupun pada
jam ke-72 mengalami peningkatan yang tidak
terlalu tinggi.

b

Gambar 5 Pembentukan biomasa sel Candida
tropicalis (a) dan produksi xilitol
(b).

10

Menurut Yulianto (2001), tipe
fermentasi ini dikenal sebagai pertumbuhan
associated. Berdasarkan hasil percobaan
menunjukkan bahwa produksi xilitol tertinggi
pada fermentasi yang dilakukan oleh Candida
tropicalis yaitu pada jam ke-48 sebesar 1.14
g/L, dan hasil terendah sebesar 0.73 g/L pada
jam ke-12. Waktu inkubasi dengan produksi
xilitol tertinggi digunakan sebagai waktu
inkubasi optimum untuk produksi xilitol.
Konsentrasi Xilosa Optimum dalam
Produksi Xilitol
Hasil produksi xilitol pada media
fermentasi
Candida
tropicalis
pada
konsentrasi xilosa 30g/L, 50g/L, 70 g/L, 90
g/L, dan 110 g/L dengan waktu inkubasi 48
jam, disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan
hasil percobaan dapat menunjukkan product
yield dan efisiensi biokonversi xilosa menjadi
xilitol. Efesiensi biokonversi xilosa menjadi
xilitol optimum dihasilkan pada konsentrasi
xilosa 70 g/L, sebesar 14.08 g/L dengan
product yield (Y p/s) sebesar 0.20 g/g,
sedangkan pada konsentrasi 90 g/L dan 110
g/L biokonversi xilitolnya lebih rendah
dibandingkan dengan konsentrasi xilosa
70g/L, yaitu 10.08g/L (Y p/s = 0.11g/g) dan
11.82 g/L (Y p/s = 0.11 g/g). Akan tetapi jika
dilihat dari product yield konsentrasi xilosa
30 g/L paling tinggi yaitu sebesar 0.25 g/g
meskipun biokonversinya kecil, hanya
sebesar 7.49 g/L. Sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh Eken dan Cavusoglu (1998)
menggunakan konsentrasi xilosa 50-100g/L,
dihasilkan produksi xilitol tertinggi pada
konsentrasi xilosa 50g/L, yaitu sebesar 13 g/L
(Y p/s = 0.260 g/g xilosa).
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa biokonversi xilosa menjadi xilitol
meningkat pada kisaran 30-70 g/L xilosa
dengan product yield tertinggi pada
konsentrasi xilosa 30 g/L, sehingga pada
penelitian ini konsentrasi xilosa yang baik
untuk memproduksi xilitol pada kisaran 3070 g/L xilosa, sedangkan pada konsentrasi
lebih dari 90 g/L, biokonversi dan product
yield-nya rendah. Menurut Meyrial et al.
(1991) untuk spesies Candida yang lain yaitu
Candida guilliermondii, produksi xilitol
tertinggi pada kisaran 20 – 50 g/L xilosa atau
5-10 g/L konsentrasi xilosa untuk Candida
mogii (Sirisansaneeyakul et al. 1995).
Konsentrasi xilosa berkisar antara 30110 g/L didasarkan pada literatur, bahwa
xilosa
memiliki
batas
maksimum
penggunaan, jika melewati batas optimal

maka xilosa akan menjadi inhibitor bagi
produksi xilitol. Menurut Meyrial et al.
(1991) konsentrasi xilosa antara 150-200 g/L
dapat menjadi inhibitor bagi produksi xilitol
untuk C. guilliermondii dan C. boidinii.
Xilosa dapat menurunkan produktivitas dan
menghambat
produksi
xilitol
pada
konsentrasi xilosa yang meningkat dari 100 –
150 g/L, karena adanya penimbunan hasil
metabolisme (Thonart et al. 1987; Meyrial et
al. 1991; Vandeska et al. 1995). Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Prior et al.
(1989), bahwa selama fermentasi xilosa oleh
Candida sp, selain dihasilkan produk (xilitol)
dan biomasa, juga terbentuk produk samping
seperti etanol dan asam asetat. Keadaan ini
tidak
menguntungkan
karena
dapat
menurunkan product yield.
Xilitol dihasilkan dari biokonversi
xilosa menjadi xilitol, dan besarnya xilitol
yang dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu konsentrasi substrat dan kosubstrat, pH, temperatur, aerasi (Sanchez et
al. 2004) dan yang paling penting adalah
kemampuan Candida tropicalis dalam
mengkonversi xilosa menjadi xilitol dengan
bantuan enzim XR (Xilose Reductase) juga
dipengaruhi kondisi lingkungan asal sel
khamir Candida tropicalis. Walaupun
konsentrasi substrat besar, tetapi jika
kemampuan dari mikroorganisme untuk
mengkonversi rendah, maka efisiensi
penggunaan substrat (xilosa) pun tidak
optimal.
Tabel 2 Data produksi xilitol pada variasi
konsentrasi xilosa
[xilosa] g/L

[xilitol] g/L

Y (p/s)

30

7.49

0.25

50

11.12

0.22

70

14.08

0.20

90

10.08

0.11

110

11.82

0.11

Y p/s = product yield (g xilitol dihasilkan / g
xilosa yang dikonsumsi)
Konsentrasi Ko-substrat (Glukosa)
Optimum dalam Produksi Xilitol
Glukosa digunakan sebagai kosubstrat untuk mencegah xilitol sebagai
produk utama dimetabolisme lebih lanjut
untuk pertumbuhan sel, yang akan berakibat
menurunnya produksi xilitol. Selain itu juga

11

dapat digunakan untuk menyediakan koenzim
(NADH/NADPH) dan suplai energi untuk
kehidupan sel Candida tropicalis (Hallborn et
al. 1994).
Hasil penelitian yang disajikan pada
Tabel 3 menunjukkan bahwa penambahan
ko-substrat
berupa
senyawa
glukosa
(heksosa) sebesar 12 - 48 g/L pada media
fermentasi xilosa, hanya menghasilkan xilitol
1.43 - 4.81 g/L. Sementara pada kontrol
(xilosa saja) mencapai 14.08 g/L. Hasil ini
memperkuat penelitian yang dilakukan oleh
Yulianto (2006) bahwa penambahan kosubstrat
berupa
glukosa
menurunkan
produksi xilitol dan produknya hanya 27.5 –
31,1 g/L. Sementara pada kontrol (xilosa
saja) mencapai 43.4 /L. Penurunan rasio
6:1% sampai 6:4%, mengurangi produksi
xilitol dari 4.81 g/L menjadi 1.43 g/L. Hasil
penelitian juga menunjukkan rasio substrat
dan ko-substrat yang paling tinggi produksi
xilitolnya yaitu 6:1%, sebesar 4.81 g/L,
dengan penambahan konsentrasi glukosa 12
g/L.
Penambahan kadar glukosa sampai
48g/L sebagai ko-substrat ke dalam substrat
xilosa 70g/L tidak meningkatkan produksi
xilitol, tetapi hanya meningkatkan biomasa
sel pada inkubasi 48 jam dengan optical
density (OD) berkisar 2.316 - 3.192 ketika
rasio xilosa dan glukosa diubah dari 6:1%
menjadi 6:4%. Hasil ini sejalan dengan hasil
penelitian Silva et al. (1996) yang
melaporkan efisiensi konversi xilosa menjadi
xilitol oleh C.guilliermondii hanya sebesar
45% ketika ditumbuhkan pada media yang
mengandung glukosa 1.5% dan xilosa 6.5%,
tetapi dapat meningkat sampai 66% jika
tanpa glukosa.
Tabel

3

Hasil percobaan pada Gambar 6
menunjukkan bahwa penurunan xilitol
signifikan terjadi dari rasio 6:1% menuju
6:2%, dan terlihat bahwa penambahan kosubstrat tidak mempengaruhi terjadinya
peningkatan produksi xilitol. Menurut
Yahashi et al. (1996) glukosa akan
menghambat penggunaan xilosa sampai
ketersediaan glukosa habis, kemudian sel
akan
menggunakan
xilosa
untuk
pertumbuhan sel dan produksi xilitol. Selain
itu, Yulianto (2006) mengungkapkan
penelitian yang dilakukan oleh Prior et al.
(1989) bahwa selama fermentasi xilosa oleh
Candida tropicalis, selain dihasilkan xilitol
dan biomassa sel, juga terbentuk produk
samping seperti etanol dan asam asetat.
Keadaan ini tidak menguntungkan karena
dapat menurunkan produksi xilitol. Yulianto
(2006) juga menyatakan bahwa penambahan
glukosa yang semakin tinggi juga dapat
meningkatkan produksi etanol. Keadaan ini
menyebabkan arah pembentukan produk
utama (xilitol) menjadi berkurang, karena
glukosa-6-fosfat (Glu-6P) dalam lintasan
heksosa monofosfat untuk menghasilkan
NADH/NADPH yang digunakan untuk
biokonversi xilosa menjadi xilitol, digunakan
untuk pembentukan etanol. Sehingga semakin
tinggi konsentrasi glukosa yang ditambahkan
maka konsumsi xilosa akan semakin
terhambat dan xilitol yang dihasilkan
semakin berkurang.

Data produksi xili