5
yang jelas setiap kecelakaan lalu-lintas mendatangkan kerugian yang tidak sedikit.
Hal inila h yang mendorong penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dalam hubungannya dengan penyusunan skripsi yang
berjudul: “ PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KEALPAAN
YANG MENYEBABKAN KECELAKAAN LALU-LINTAS DAN MATINYA ORANG LAIN YANG DILAKUKAN PENGEMUDI
KENDARAAN BERMOTOR” Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Penelitian ini hanya difokuskan pada Putusan Pengadilan Negeri Surakarta tentang tindak pidana kealpaan yang menyebabkan
kecelakaan lalu -lintas dan matinya orang lain yang dilakukan pengemudi kendaraan bermotor.
Berdasarkan uraian latar belakang yang ada, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Fator-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kealpaan pada
kecelakaan lalu-lintas? 2.
Bagaimana pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana terhadap perkara tindak pidana kealpaan yang menyebabkan
matinya orang lain yang dilakukan pengemudi kendaraan
bermotor?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
6
1. Mengetahui fator-faktor yang menyebabkan terjadinya kealpaan
pada kecelakaan lalu-lintas. 2.
Mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana terhadap perkara tindak pidana kealpaan yang menyebabkan
matinya orang lain yang dilakukan pengemudi kendaraan bermotor. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Memberikan sumbangan pemikiran di bidang hukum terutama yang berhubungan dengan tindak pidana kealpaan yang menyebabkan
matinya orang lain yang dilakukan pengemudi kendaraan bermotor. 2.
Manfaat Praktis Dengan penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan
jawaban atas permasalahan yang diteliti dan hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan serta sumbangan pemikiran
bagi para pihak yang terkait dalam masalah yang diteliti.
D. Kerangka Pemikiran
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan menjunju ng nilai-nilai keadilan hukum, sehingga sebagai warga yang berdasarkan
hukum maka negara berkewajiban untuk menegakkan keadilan dan mencegah terjadinya tindak pidana atau kejahatan di masyarakat.
Pencapain tujuan itu tentunya harus dilaksanakan oleh segenap
7
komponen bangsa termasuk dalam konsep pemidanaan dan pelaksanaannya.
4
Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-
aturan untuk:
5
1 Menentukan perbuatan-perbutan mana yang tidak boleh dilakukan,
yang dilarang dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.
2 Menentukan kapan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka
yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
3 Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat
dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Pada umumnya bagi kejahatan-kejahatan diperlukan adanya kesengajaan, tetapi terhadap sebagian dari padanya ditentukan bahwa di
samping kesengajaan itu orang juga sudah dapat dipidana bila kesalahannya berbentuk kealpaan. Misalnya Pasal 359 KUHP dapat
dipidananya orang yang menyebabkan matinya orang lain karena kealpaannya.
6
Tetapi dalam kasus kealpaan dalam kecelakaan lalu-lalu lintas yang menyebabkan matinya orang lain diatur sendiri dalam Pasal
4
Kaelan, 2004, Pendidikan Pancasila , Yogyakarta: Paradigma, hal : 160-161.
5
Moeljatno, 2002, Asas-Asas Hukum Pidana, Yogyakarta ; PT Rineka Cipta, hal :1.
6
Ibid , hal : 198.
8
310 ayat 4 Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 yang merupakan lex specialis dari Pasal 359 tersebut.
Dengan mengatakan bahwa kealpaan adalah suatu bentuk kesalahan, maka dikatakan pula bahwa sikap batin yang demikian itu
adalah berwarna. Artinya selalu kita hubungkan dengan sikap batin terhadap perbuatan yang dipandang dari sudut hukum adalah keliru.
Sama saja dengan kesengajaan, bahkan lebih dari itu, lebih berwarna daripada kesengajaan, kalau masih mungkin mengatakan “dengan
sengaja berbuat baik” atau “dengan sengaja berbuat jahat”, pada hemat saya tidaklah mungkin mengatakan “karena kealpaanya berbuat baik”.
Sebab tidaklah mungkin menyatakan demikian ialah karena istilah kealpaan itu sendiri terkandung makna kekeliruan.
7
Van Hamel mengatakan bahwa kealpaan itu mengandung dua syarat:
8
1. Tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan oleh
hukum. Mengenai hal ini ada dua kemungkinan, yaitu:
a. Terdakwa berfikir bahwa akibat tidak akan terjadi karena
perbuatannya, padahal pandangan itu kemudian ternyata tidak benar.
Dalam hal ini kekeliruan terletak pada salah pikir atau pandang, yang seharusnya disingkiri. Contoh: mengenai sepeda motor
dengan cepat melalui jalan ramai, karena percaya dia pandai
7
Ibid , hal. 200.
8
Ibid , hal. 201.
9
naik sepeda motor, maka tidak akan menabrak. Pandangan mata keliru, sebab dia manabrak seseorang. Seharusnya perbuatan itu
disingkirinya, sekalipun dia pandai, justru karena ramainya lalu- lintas tadi dan kemungkinannya menabrak.
Di sini, adanya kemungkinan diinsyafi, tetapi tidak berlaku baginya, karena kepandaian yang ada pada nya. Ini merupakan
kealpaan yang disadari bewu ste culpa. b.
Terdakwa sama sekali tidak mempunyai pikiran bahwa akibat yang dilarang mungkin timbul karena perbuatannya.
Dalam hal ini terletak pada tidak mempunyai pikiran sama sekali bahwa akibat yang mungkin akan timbul, hal mana
adalah sikap yang berbahaya. Contoh: seseorang mengendarai sepeda motor, sedangkan dia belum paham tekniknya. Sewaktu
dikejar oleh anjing lalu menjadi bingung dan karena itu menabrak orang. Di sini tidak terlintas sama sekali akan
kemungkinan akan menabrak orang, padahal kemungkinan itu diketahui, sehingga naik sepeda motor itu harus dengan kawan
yang sudah pandai. Dikatakan bahwa dalam hal ini adalah kealpaan yang tidak disadari onbewuste culpa.
2. Tidak mengadakan penghati-hati yang diharuskan oleh hukum.
Ini antara lain ialah tidak mengadakan penelitian, kebijaksanaan, kemahiran atau usaha pencegah yang ternyata dalam keadaan-
keadaan yang tertent u atau caranya yang melakukan perbuatan.
10
Kealpaan yang terjadi terutama pada kecelakaan lalu lintas seringkali memakan korban, akan tetapi pelaku sering mendapatkan
hukuman yang ringan yaitu hanya beberapa bulan saja padahal korbanya menjadi cacat seumur hidup bahkan meninggal dunia. Hal ini
seakan-akan menunjukkan bahwa keselamatan atau nyawa orang lain yaitu pada korban tidak diperhatikan. Sejauh mana
pertangggungjawaban pelaku pelanggaran yang sering terjadi mempunyai banyak pertanyaan besar terutama bagi masyarakat yang
kurang mengerti hukum. Dalam hal kealpaan ini, mempunyai kriteria kealpaan yang bisa dirumuskan yaitu: apabila seseorang melakukan
perbuatan dan perbuatan itu menimbulkan suatu akibat yang dilarang oleh Undang-Undang, dimana perbuatan tersebut berakibat kurang hati-
hati atau lalai atau kurang waspada. Dalam proses peradilan tentang tindak pidana kealpaan sama
dengan tindak pidana lainnya , diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yang di dalamnya
memberikan perlindungan hukum bagi tersangka dan tidak adanya diskriminasi terhadapnya, karena berlakunya asas praduga tak
bersalah dimana setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di muka pengadilan wajib diangga p tidak
bersalah sampai adanya putusan hakim dari pengadilan menyatakan kesalahannya yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Mengenai pertanggungjawaban pidana menggunakan prinsip tiada pidana tanpa kesalahan. Dalam pengertian tindak pidana tidak
11
termasuk pertanggungjawaban pidana. Tindak pidana hanya menunjuk pada dilarangnya perbuatan sebagai ditetapkan dalam suatu peraturan
perundang-undangan. Apakah pembuat yang telah melakukan perbuatan yang dilarang tindak pidana kemudian dapat dijatuhi
pidana , sangat tergantung pada persoalan apakah dalam melakukan tindak pidana, sipembuat dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kata
lain apakah pembuat mempunyai kesalahan.
9
Dalam hal ini yang dipertimbangkan oleh hakim bukan caranya orang berbuat, akan tetapi kealpaan atau kelalaiannya yang
menyebabkan akibat itu. Jadi termasuk apa yang disebut delik materiil, yaitu bahwa tindak pidana itu baru lengkap apabila terjadi akibatnya.
Yang merupakan materinya adalah kematian orang atau orang mendapat luka berat, yang menyebabkan ia menjadi sakit atau tidak
dapat bekerja lagi
E. Metode Penelitian