UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN FOTOPROTEKTIF FRAKSI KLOROFORM EKSTRAK ETANOLIK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus)

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN FOTOPROTEKTIF FRAKSI KLOROFORM EKSTRAK ETANOLIK KULIT BUAH NAGA MERAH

(Hylocereus polyrhizus) HALAMAN JUDUL

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh

ADITYA DWI PAMUNGKAS 20120350011

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

KARYA TULIS ILMIAH

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN FOTOPROTEKTIF FRAKSI KLOROFORM EKSTRAK ETANOLIK KULIT BUAH NAGA MERAH

(Hylocereus polyrhizus) HALAMAN JUDUL

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh

ADITYA DWI PAMUNGKAS 20120350011

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

(4)

iii

“Yang terbaik di antara kalian adalah mereka yang berakhlak paling mulia” (Nabi Muhammad SAW)

“Ilmu itu lebih baik dari harta. Ilmu akan menjaga engkau dan engkau akan menjaga harta. Ilmu itu penghukum (hakim) sementara harta terhukum. Jika harta

itu akan berkurang jika dibelanjakan, maka ilmu akan bertambah jika

dibelanjakan” (Sayidina Ali bin Abi Thalib)

“Pendidikan merupakan senjata paling ampuh yang bisa kamu gunakan untuk merubah dunia"


(5)

iv

kupanjatkan serta memberikan berbagai nikmat yang tak terhitung jumlahnya.

Karya Tulis Ilmiah ini kupersembahkan kepada:

Untuk kedua orangtuaku Ibu Marsiyem dan Bapak Embyan Suharsana dengan segala perjuangan untuk membiayai kuliahku, selalu memberiku nasehat, semangat motivasi, dan doa. Semoga ananda kelak menjadi orang yang sholeh dan

sukses.

Untuk kedua saudaraku Immawan Insani dan Nanda Yudha Pratama, dengan segala bentuk motivasi dan dukungan. Semoga kebaikan semua akan menjadikan

amal sholeh, dan kita bertiga akan menjadi orang yang sukses

Untuk simbah alm. Guno Wilarjo, dengan semua perhatian, motivasi, dan kasih sayangnya akan selalu kujaga semua nasehatmu.


(6)

v

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... Error! Bookmark not defined. MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

INTISARI ... xiii

ABSTRACT ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined. A. Latar Belakang ... Error! Bookmark not defined. B. Perumusan Masalah ... 3

C. Keaslian Penelitian ... 4

D. Tujuan Penelitian ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Radiasi Ultraviolet dan Fotoprotektif ... 7

B. Rad ikal Bebas ... 8

C. Antioksidan ... 9

D. Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) ... 10

E. Flavonoid ... 12

F. Maserasi dan Ekstraksi cair-cair ... 13

G. Spektrofotometri UV/VIS ... 14

H. Uji Antioksidan Metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) ... 16

I. Kerangka Konsep ... 18

J. Hipotesis ... 19

BAB III METODE PENELITIAN... 21

A. Desain Penelitian ... 21

B. Tempat Dan Waktu Penelitian ... 21

C. Variabel Penelitian ... 21

D. Definisi Operasional ... 22

E. Instrumen Penelitian ... 23

F. Cara Kerja ... 24


(7)

vi

6. Uji Penangkapan Radikal Bebas DPPH ... 27

7. Penetapan Panjang Gelombang Absorbsi Maksimum dan SPF secara in vitro ... 28

G. Skema Langkah Kerja ... 29

H. Analisis Data ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

I. Determinasi Tanaman ... 31

J. Penyiapan Sampel ... 31

K. Kromatografi Lapis Tipis ... 32

L. Analisis Kandungan Fenolik Total ... 34

M. Analisis Kandungan Flavonoid Total ... 37

N. Uji Daya Antioksidan Metode DPPH ... 40

O. Uji Panjang Gelombang dan SPF secara In Vitro ... 43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

A. Kesimpulan ... 46

B. Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 42


(8)

vii

Tabel 3. Persamaan fungsi yang digunakan untuk kalkulasi SPF ... 29

Tabel 4. Nilai Rf tiap bercak sampel uji pada Plat KLT...34

Tabel 5. Perhitungan Konsentrasi fenol sampel fraksi kloroform KBNM ... 36

Tabel 6. Kandungan total flavonoid fraksi kloroform KBNM ... 38

Tabel 7. Uji penangkapan radikal bebas DPPH ... 41

Tabel 8. Scanning panjang gelombang maksimal fraksi kloroform KBNM ... 43

Tabel 9.

Tingkat kemampuan tabir surya Wasitaadmatdja, 1997; Damogalad, 2013) ... 45

Tabel 10. Absorbansi standar asam galat ... 57

Tabel 11. Perhitungan Konsentrasi fenol Fraksi kloroform KBNM ... 57

Tabel 12. Uji Flavonoid total standar kuersetin ... 60

Tabel 13.Uji Flavonoid total Fraksi kloroform KBNM ... 60

Tabel 14. Kandungan total flavonoid Fraksi kloroform KBNM... 60

Tabel 15. Uji penangkapan radikal bebas DPPH quarsetin replikasi 1 ... 62

Tabel 16. Uji penangkapan radikal bebas DPPH quarsetin replikasi 2... 62

Tabel 17. Uji penangkapan radikal bebas DPPH quarsetin replikasi 3... 62

Tabel 18. Uji penangkapan radikal bebas DPPH quarsetin ... 63

Tabel 19.Uji penangkapan radikal bebas DPPH fraksi Kloroform KBNM ... 63


(9)

viii

Gambar 2. Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) (Rukmana, 2003) ... 10

Gambar 3. Struktur dasar senyawa flavonoid (Lenny, 2006) ... 12

Gambar 4. Persamaan reaksi uji penangkapan radikal bebas DPPH ... 17

Gambar 5. Kerangka konsep ... 18

Gambar 6. Skema langkah kerja ... 29

Gambar 7. Hasil uji KLT Kloroform KBNM (A) dan kuersetin (B) ... 33

Gambar 8. Kurva hubungan konsentrasi asam galat dan absorbansi ... 35

Gambar 9. Reaksi Folin-ciocelteu dengan senyawa fenol (Turisman, 2012) ... 37

Gambar 10. Kurva standar kuersetin pada uji total flavonoid ... 38

Gambar 11. Reaksi penetapan kandungan flavonoid total dengan cara khelasi AlCl3 (Harborne, 1987) ... 40

Gambar 12. Kurva standar asam galat ... 57

Gambar 13. Grafik uji aktivitas antioksidan kuersetin pada uji DPPH ... 63

Gambar 14. Grafik uji aktivitas antioksidan fraksi kloroform KBNM ... 64

Gambar 15. Perajangan kulit buah naga merah ... 71

Gambar 16. Proses maserasi ... 71

Gambar 17. Proses fraksinasi ... 71

Gambar 18. Proses evaporasi ... 71

Gambar 19. Uji Kandungan Fenolik Total ... 71


(10)

xii

Lampiran 3. Perhitungan nilai Rf ... 56

Lampiran 4. Analisis kandungan fenolik total ... 57

Lampiran 5. Analisis total flavonoid kloroform KBNM ... 60

Lampiran 6. Uji aktivitas antioksidan kloroform KBNM ... 62

Lampiran 7. Hasil penetapan panjang gelombang maksimal Fraksi Kloroform KBNM ... 65

Lampiran 8. Perhitungan SPF ... 70


(11)

(12)

UV. Antioksidan dapat mengurangi efek dari radikal bebas dan agen fotoprotektif dapat melindungi kulit dari sinar UV. Antioksidan dan fotoprotektif dapat mencegah penyakit degeneratif. Menurut literatur, senyawa fenolik dan flavonoid berfungsi sebagai antioksidan dan fotoprotektif. Kulit buah naga merah mengandung senyawa fenolik dan flavonoid. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar fenolik dan flavonoid dalam fraksi kloroform kulit buah naga merah (KBNM) (Hylocereus polyrhizus) serta mengetahui daya antioksidan dan fotoprotektifnya.

Fraksi kloroform KBNM (Hylocereus polyrhizus) didapatkan dari ekstraksi menggunakan etanol dan fraksinasi menggunakan kloroform. Kadar fenolik didapatkan dengan metode Folin-ciocalteu dan kadar flavonoid didapatkan dengan metode khelasi AlCl3. Sedangkan, daya antioksidan didapatkan dengan uji

penangkapan radikal bebas DPPH dan daya fotoprotektif didapatkan dengan uji menggunakan metode spektrofotometri yang dinyatakan dalam nilai SPF.

Kandungan fenolik total fraksi kloroform KBNM sebesar 2.470 ± 34,641 mg GAE/100g dan kandungan flavonoid total fraksi kloroform KBNM sebesar 23,117 ± 0.135% b/b EQ. Nilai SPF fraksi kloroform KBNM sebesar 0.009 ± 0.003 dan nilai IC50 fraksi kloroform KBNM sebesar 4λ7,824 g/ml. Fraksi

kloroform KBNM pada konsentrasi 5-100 mg/L tidak memiliki daya fotoprotektif dan memiliki daya antioksidan lemah.


(13)

antioxidants and photoprotective can prevent degenerative diseases. According to the literature, phenolic compounds and flavonoids function as antioxidants and photoprotective. Peels of Red Dragon fruit contain phenolic compounds and flavonoids. This research aims to know the levels of phenolic and flavonoid in chloroform fraction of Red Dragon fruit peels (Hylocereus polyrhizus) and knowing the power of antioxidants and photoprotective.

The chloroform fraction of Red Dragon peels obtained from extraction using ethanol and oil using chloroform. Phenolic levels obtained with the Folin-ciocalteu method and the levels of flavonoids obtained by chelation AlCl3

methods. the antioxidant power obtained by DPPH method and photoprotective power obtained with test method using spectrophotometry expressed in SPF values.

The total content of phenolic chloroform fraction is (32.82 ± 2,931 mg GAE/g) and the content of total flavonoid chloroform fraction is (0.0001% ± 0.022 b/b EQ). The IC50 values of chloroform fraction (4λ7,824 g/ml) and value

of SPF chloroform fraction (0.009±0.003). The chloroform fraction concentration of 5-100 mg/L does not have photoprotective activities and the antioxidant power of chloroform fraction known are weak.


(14)

(15)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara tropis yang terletak disekitar garis khatulistiwa. Hal tersebut menyebabkan wilayah Indonesia selalu terpapar sinar matahari. Salah satu manfaat yang diperoleh dari sinar matahari adalah untuk meningkatkan suplai vitamin D bagi manusia melalui paparan radiasi UVB. Paparan sinar UV yang berlebihan mengakibatkan terbentuknya suatu radikal bebas (Mead, 2008). Penelitian secara epidemiologi, klinik, dan in vitro telah menunjukkan bahwa paparan terhadap sinar ultraviolet bertanggung jawab terhadap beberapa penyakit kulit seperti penuaan dini, dilatasi pembuluh darah, kehilangan kolagen dan kanker kulit (Nichols dan Katiyar, 2010).

World Health Organization (WHO) memperkirakan di seluruh dunia ada sekitar dua juta kasus baru kanker kulit non melanoma dan kanker kulit jenis melanoma sekitar 132.000 kasus setiap tahunnya. Sedangkan, di Indonesia kanker kulit dijumpai sekitar 5,9–7,8% dari keseluruhan jenis penyakit kanker (Suharyanto dan Prasetyo, 2004). Oleh karena itu, kulit kita memerlukan suatu pelindung yang efektif untuk mengurangi paparan sinar UV.

Penelitian tentang usaha pencegahan dan pengurangan dampak negatif dari sinar ultraviolet terhadap kulit semakin meningkat, diantaranya dengan penggunaan kosmetik tabir surya (sunscreen) (Garoli dkk., 2009). Tabir surya (sunscreen) adalah suatu zat atau material yang dapat melindungi kulit


(16)

terhadap radiasi sinar UV. Efektivitas sediaan tabir surya didasarkan pada penentuan harga SPF (Sun Protected Factor) yang menggambarkan kemampuan produk tabir surya (antioksidan) dalam melindungi kulit dari eritema (Stanfield dan Joseph, 2003). Tubuh kita membutuhkan suatu senyawa yang dapat membantu menangkal radikal bebas atau sering disebut dengan antioksidan (Pieta, 1999). Antioksidan alami dapat diperoleh dari berbagai macam buah-buahan, salah satunya adalah buah naga merah yang saat ini banyak dikembangkan di Indonesia sebagai tanaman budidaya. Masyarakat biasa mengkonsumsi daging buah segar, sedangkan kulit buahnya merupakan limbah yang belum dimanfaatkan secara optimal. Buah naga termasuk tanaman kaktus atau famili Cactaceae yang hidup di daerah tropis. Jenis buah naga diantaranya buah naga putih (Hylocereus undatus), buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dan buah naga kuning (Selenicereus megalanthus) (Nurliyana dkk., 2010). Pemanfaatan tumbuhan untuk berbagai macam manfaat telah dijelaskan dalam Al-Quran.

Dalam surah An-Nahl ayat 11 Allah SWT berfirman:

“Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang


(17)

demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.”

Ayat tersebut menjelaskan bahwa setiap tanaman yang diciptakan Allah SWT akan memiliki manfaat bagi orang-orang yang berfikir untuk menelitinya.

Penelitian daya antioksidan kulit buah naga merah dengan fraksi juga telah dilakukan. Uji daya antioksidan fraksi n-heksana ekstrak kloroform mempunyai nilai IC50 sebesar 206,5λ1 g/mL (Budilaksono dkk., 2014) dan fraksi kloroform

ekstrak kloroform menunjukkan nilai IC50 sebesar 334λ,λ36 g/mL (Pranata,

2013). Uji daya antioksidan dan fotoprotektif fraksi kloroform ekstrak etanol kulit buah naga merah belum pernah diteliti. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap kandungan senyawa khususnya flavonoid dan fenolik dalam kulit buah naga merah (Hylocereus Polyrhizus) sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan perlindungan kulit terhadap radiasi UV.

B. Perumusan Masalah

1. Apakah terdapat kandungan flavonoid dan fenolik dalam fraksi kloroform ekstrak etanolik kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) yang diuji dengan uji KLT, metode khelasi AlCl3, serta metode Folin-Ciocalteu?

2. Berapa nilai daya antioksidan fraksi kloroform ekstrak etanolik kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dilihat dari nilai IC50 yang diuji

menggunakan metode DPPH?

3. Berapa nilai daya fotoprotektif fraksi kloroform ekstrak etanolik kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dilihat dari nilai SPF yang diuji menggunakan metode spektrofotometri?


(18)

C. Keaslian Penelitian

1. Penelitian yang dilakukan oleh Pranata (2013), berjudul “Uji Aktivitas Antioksidan Fraksi Kloroform Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus lemairei Britton and Rose) menggunakan metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil)”. Didapatkan Nilai IC50 fraksi kloroform kulit buah

(Hylocereus lemairei Britton and Rose) sebesar 334λ,λ36 g/mL. Perbedaan dengan penelitian ini adalah terletak pada sampel dan kontrol positifnya. Sampel yang digunakan oleh Pranata (2013) adalah fraksi kloroform ekstrak kloroform dengan kontrol positif vitamin C, sedangkan sampel penelitian ini adalah fraksi kloroform ekstrak etanolik dengan kontrol positif kuersetin.

2. Penelitian yang pernah dilakukan Putri dkk. (2014) “Uji Aktivitas Antioksidan Antosianin dalam Ekstrak Etanol Kulit Buah Naga Super Merah (Hylocereus costaricensis) dan Analisis Kadar Totalnya”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan kulit buah naga merah ekstrak etanolik yang dilakukan dengan metode DPPH menghasilkan nilai IC50 73277.2 µg/ml. Perbedaan dari penelitian ini adalah Putri dkk.

menggunakan sampel ekstrak etanol, sedangkan penelitian ini menggunakan fraksi kloroform ekstrak etanolik kulit buah naga merah.

3. Penelitian yang pernah dilakukan Budilaksono dkk., (2014), berjudul “Uji Aktivitas Antioksidan Fraksi n-Heksana Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus lemairei Britton and Rose) menggunakan Metode DPPH (1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil)”. Hasilnya didapatkan nilai IC50 fraksi n-Heksana


(19)

ekstrak kloroform kulit buah naga merah adalah 206,5λ1 g/mL. Perbedaan dari penelitian ini adalah sampel yang digunakan Budilaksono dkk. menggunakan fraksi n-heksan ekstrak kloroform, sedangkan penelitian ini menggunakan fraksi kloroform ekstrak etanolik kulit buah naga merah dan kontrol positif yang digunakan Budilaksono dkk. adalah vitamin C, sedangkan kontrol positif yang digunakan pada penelitian ini adalah kuersetin.

D. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui adanya senyawa flavonoid dan fenolik dalam fraksi kloroform ekstrak etanolik kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) yang diuji dengan uji KLT, metode khelasi AlCl3, serta metode Folin-Ciocalteu.

2. Mengetahui daya antioksidan fraksi kloroform ekstrak etanolik kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dengan nilai IC50 yang diuji

menggunakan metode DPPH.

3. Mengetahui daya fotoprotektif fraksi kloroform ekstrak etanolik kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dengan nilai SPF yang diuji menggunakan metode spektrofotometri.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah dapat menjadi sumber pengetahuan bagi pemanfaatan produk limbah dari buah naga merah Hylocereus polyrhizus, menjadi landasan ilmiah bagi pemanfaatan kandungan kimia kulit buah naga untuk bahan fotoprotektif, serta dapat digunakan sebagai dasar bagi


(20)

pengembangan sediaan tabir surya dengan bahan alam sebagai kandungan aktifnya.


(21)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Radiasi Ultraviolet Dan Fotoprotektif

Ultraviolet merupakan suatu bagian dari spektrum elektromagnetik dan tidak membutuhkan medium untuk merambat. Ultraviolet mempunyai rentang panjang gelombang antara 100-400 nm yang berada di antara spektrum sinar X dan cahaya tampak (USEPA, 1999). Menurut Dutra dkk., (2004) spektrum elektromagnetik pada area UV terbagi menjadi 3 pita yaitu; ultraviolet A (UVA: 315-400 nm); ultraviolet B (UVB: 280-315 nm) dan ultraviolet C (UVC: 100-280 nm).

Radiasi sinar UV matahari pada sel hidup dapat menyebabkan berbagai resiko fotokimiawi seperti, fotoisomerisasi, dan fotooksidasi. Reaksi fotooksidasi terjadi akibat pelepasan (ROS) berupa : anion superoksida (O2*),

hidrogen peroksida (H2O2) dan radikal hidroksil (OH*) oleh kromofor yang

menyerap sinar ultraviolet (Kochevar, 1995). Reaksi kulit terhadap radiasi sinar UV di antaranya adalah terbentuknya radikal bebas (O2* dan OH*), dan

kematian sel secara langsung. Pengaruh patobiologik sinar ultraviolet (UV-A dan UV-B) menghasilkan radikal bebas dan menimbulkan kerusakan pada DNA, radikal bebas inilah merupakan faktor utama yang mempercepat proses penuaan dini (Backman, 1988).


(22)

B. Radikal Bebas

Radikal bebas adalah suatu senyawa atau molekul yang mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya (Soematmaji, 1998). Adanya elektron yang tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan, dengan cara menyerang dan mengikat elektron molekul yang berada di sekitarnya. Radikal bebas tersebut dapat mengoksidasi asam nukleat, protein, lemak, bahkan DNA sel dan menginisiasi timbulnya penyakit degeneratif (Leong dan Shui, 2001). radikal bebas memerlukan elektron yang berasal dari pasangan elektron di sekitarnya, sehingga terjadi perpindahan elektron dari molekul donor ke molekul radikal untuk menjadikan radikal tersebut stabil (Simanjuntak dkk., 2004).

Gambar 1. Antioksidan menetralisir radikal bebas (Fessenden, 1982)

Secara umum sumber radikal bebas dapat dibedakan menjadi dua, yaitu endogen dan eksogen. Radikal bebas endogen dapat terbentuk melalui autoksidasi, oksidasi enzimatik, fagositosis dalam respirasi, transport elektron


(23)

di mitokondria dan oksidasi ion-ion gologam transisi. Sedangkan radikal bebas eksogen berasal dari luar sistem tubuh, misalnya melalui paparan sinar UV (Supari, 1996).

Secara umum, tahapan reaksi pembentukan reaksi radikal bebas melalui tiga tahapan reaksi yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi. Tahap inisiasi merupakan awal pembentukan radikal bebas, tahap propagasi merupakan pemanjangan rantai dan tahap terminasi merupakan bereaksinya senyawa radikal dengan radikal lain atau dengan penangkap radikal sehingga potensi propagasinya rendah (Winarsi, 2007).

C. Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga reaksi radikal bebas tersebut dapat terhambat dan mencegah terbentuknya radikal bebas baru (Winarsi, 2007). Senyawa antioksidan dapat berfungsi sebagai penangkap radikal bebas, pembentuk kompleks dengan logam-logam prooksidan dan berfungsi sebagai senyawa pereduksi (Andlauer dan Furst, 1998). Antioksidan dapat menangkap radikal bebas sehingga menghambat mekanisme oksidatif yang merupakan penyebab penyakit-penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, kanker, katarak, disfungsi otak dan arthritis (Miller dkk., 2000)

Inhibitor radikal bebas adalah suatu senyawa yang dapat bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas yang tidak reaktif dan bersifat relatif stabil. Suatu inhibitor yang berperan dalam menghambat auto-oksidasi atau oksidasi oleh udara disebut dengan antioksidan. Senyawa antioksidan


(24)

tersebut dapat melawan radikal bebas karena memiliki gugus-gugus fenol atau gugus –OH yang terikat pada karbon cincin aromatik. Disamping itu, radikal bebas yang terbentuk pada tahap propagasi dari senyawa antioksidan akan terstabilkan secara resonansi sehingga menjadi radikal bebas yang tidak reaktif (Fessenden, 1986).

D. Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus)

Buah naga termasuk dalam kelompok tanaman kaktus atau famili Cactaceae dan Subfamili Hylocereanea. Adapun klasifikasi buah naga tersebut adalah : Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Cactales Famili : Cactaseae Subfamili : Hylocereanea Genus : Hylocereus

Spesies : Hylocereus polyrhizus (Buah naga merah)


(25)

Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) yang berasal dari Meksiko, Amerika tengah dan Amerika selatan bagian utara ini sudah lama dimanfaatkan buahnya untuk dikonsumsi. Secara morfologi tanaman ini termasuk tanaman tidak lengkap karena tidak memiliki daun akan tetapi memiliki akar, batang dan cabang, bunga, buah serta biji. (Kristanto, 2009).

Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) mengandung berbagai senyawa bioaktif seperti asam stearat, asam oleat, campesterol, stigmasterol, asam asetat, betanin, isobetanin, fenolik, dan flavonoid (Foong dkk., 2012). Asam stearat, asam oleat, serta fitosterol dapat digunakan untuk mengurangi konsentrasi LDL-kolesterol dan menghambat penyerapan kolesterol (Foong dkk., 2012; Isabelle dkk., 2009). Kandungan tujuh betacyanin pada buah naga merah (betanin, isobetanin, betanidin, isobetanidin, phyllocactin, isophyllocactin, dan bougainvillein-R-I) dapat menjadi pewarna alami, antioksidan, dan untuk menurunkan kolesterol (Foong dkk., 2012).

Senyawa fenolik seperti flavonoid juga bersifat sebagai antioksidan sehingga berpotensi untuk mengurangi risiko penyakit seperti penyakit jantung koroner dan kanker. Selain bersifat sebagai antioksidan, flavonoid juga bersifat sebagai penghambat enzim dan mempunyai efek terhadap bakteri (Foong dkk., 2012). Kulit buah naga merah juga mengandung beberapa senyawa seperti triterpenoid, betasianin, alkaloid, steroid,dan flavonoid (flavon dan flavonol) (Pranata, 2013; Budilaksono dkk., 2014).

Nurliyana dkk., (2010) juga menyatakan bahwa daya antioksidan (nilai IC50) tertinggi terdapat di kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus),


(26)

diikuti kulit buah naga putih (Hylocereus undatus), daging buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dan daging buah naga putih (Hylocereus undatus). Total fenolik tertinggi terdapat di kulit buah naga putih (Hylocereus undatus), diikuti kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus), daging buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dan daging buah naga putih (Hylocereus undatus). E. Flavonoid

Flavonoid merupakan golongan senyawa fenol terbesar diamana strukturnya terdiri dari C6-C3-C6 dan sering ditemukan di berbagai macam tumbuhan dalam bentuk glikosida atau gugusan gula bersenyawa pada satu atau lebih grup hidroksil fenolik (Sirait, 2007). Flavonoid merupakan golongan metabolit sekunder yang disintesis dari asam piruvat melalui metabolisme asam amino (Bhat dkk., 2009). Flavonoid adalah senyawa fenol, yang warnanya berubah bila ditambah basa atau amoniak. Terdapat sekitar 10 jenis flavonoid yaitu antosianin, proantosianidin, flavonol, flavon, glikoflavon, biflavonil, khalkon, auron, flavanon, dan isoflavon (Harborne, 1987).

1,3-diaril propana 1,2-diaril propana 1,1-diaril propana


(27)

Senyawa-senyawa flavonoid terdiri dari beberapa jenis tergantung pada tingkat oksidasi rantai propana dari sistem 1,3-diaril propana. Flavon, flavonol dan antosianidin adalah jenis yang banyak ditemukan di alam sehingga sering disebut sebagai flavonoid utama (Lenny, 2006). Perlu diperhatikan bahwa cincin A selalu memiliki gugus hidroksil yang letaknya sedemikian hingga memberikan kemungkinan untuk terbentuknya cincin heterosiklis dalam senyawa trisiklis. Flavonoid dapat digolongkan sebagai fenol karena biasanya cincin A dan B mengandung gugus hidroksil (Sastrohamidjojo, 1996).

F. Maserasi dan Ekstraksi cair-cair

Maserasi merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut yang digunakan, pada temperatur ruangan. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektifitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam terhadap pelarut tersebut (Lenny, 2006).

Ekstraksi merupakan proses penarikan atau pemisahan komponen atau zat aktif suatu simplisia dengan menggunakan pelarut tertentu. Proses ekstraksi bertujuan untuk mendapatkan komponen-komponen bioaktif suatu bahan (Harborne, 1987). Ada beberapa metode umum ekstraksi yang sering dilakukan, yaitu ekstraksi dengan pelarut maserasi, destilasi, supercritical fluid extraction (SFE), pengepresan mekanik dan sublimasi. Destilasi dan ekstraksi dengan pelarut merupakan metode ekstraksi yang sering digunakan (Gritter dkk., 1991). Ekstraksi dengan pelarut didasarkan pada sifat kepolaran zat dalam pelarut saat ekstraksi. Senyawa polar hanya akan larut pada pelarut polar, seperti etanol, metanol, dan air. Senyawa non-polar juga hanya akan larut pada pelarut


(28)

non-polar, seperti eter, kloroform dan n-heksana (Gritter dkk., 1991). Jenis dan mutu pelarut yang digunakan menentukan keberhasilan proses ekstraksi. Pelarut yang digunakan harus dapat melarutkan zat yang diinginkannya, mempunyai titik didih yang rendah, murah, tidak toksik dan mudah terbakar (Harborne, 1987).

Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen kimia diantara dua fase pelarut yang tidak saling bercampur di mana sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagian larut pada fase kedua, lalu kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair, dan komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap (Harborne, 1987). G. Spektrofotometri UV/Vis

Spektrofotometer UV-Vis bermanfaat untuk penentuan konsentrasi senyawa-senyawa yang dapat menyerap radiasi pada daerah ultraviolet (200-400 nm) atau daerah sinar tampak ((200-400-750 nm). Biasanya cahaya terlihat merupakan campuran dari cahaya yang mempunyai berbagai panjang gelombang ( ), dari 400-750 nm (tabel 1).

Tabel. 1 Warna dan panjang gelombang (Day, 1998)

Panjang gelombang (nm) Warna Warna komplementer 400 – 435 Violet Kuning – hijau


(29)

435 – 480 Biru Kuning 480 – 490 Hijau – biru Oranye 490 – 500 Biru – hijau Merah

500 – 560 Hijau Ungu

560 – 580 Kuning – hijau Violet

580 – 595 Kunig Biru

595 – 610 Oranye Hijau – biru

610 – 750 Merah Biru – hijau

Prinsip penentuan spektrofotometer UV-Vis adalah aplikasi dari Hukum Lambert-Beer, yakni dengan penentuan absorbansi dari larutan sampel yang diukur dengan persamaan penentuan nilai absorbansi (Fessenden, 1982).

Bila cahaya jatuh pada senyawa maka sebagian dari cahaya diserap oleh molekul-molekul sesuai dengan struktur dari molekul. Setiap senyawa mempunyai tingkatan tenaga yang spesifik. Bila cahaya yang mempunyai tenaga yang sama dengan perbedaan tenaga tereksitasi jatuh pada senyawa, maka elektron-elektron pada tingkatan dasar akan dieksitasi kemudian tenaga cahaya yang sesuai dengan panjang gelombang ini diserap. Elektron yang tereksitasikan melepaskan tenaga dengan proses radiasi panas dan kembali ke tingkatan dasar asal. Karena perbedaan tenaga antara tingkat dasar dan tingkat tereksitasi spesifik untuk tiap-tiap bahan atau senyawa, maka frekuensi yang diserap juga tertentu. Jika foton yang mengenai cuplikan memiliki tenaga yang sama dengan yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya perubahan tenaga, maka serapan dapat terjadi. Kekuatan radiasi juga diturunkan dengan adanya penghamburan dan pemantulan, namun demikian


(30)

pengurangan-pengurangan ini sangat kecil bila dibandingkan dengan serapan (Sastrohamidjojo, 2001).

H. Uji Antioksidan Metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil)

Salah satu metode yang paling umum digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan adalah dengan menggunakan radikal bebas 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH). Pengukuran antioksidan dengan metode DPPH merupakan metode pengukuran antioksidan yang sederhana, cepat dan tidak membutuhkan banyak reagen seperti halnya metode lain. Hasil pengukuran dengan metode DPPH menunjukkan kemampuan antioksidan sampel secara umum, tidak berdasar jenis radikal yang dihambat (Juniarti dkk., 2009). Pada metode lain selain DPPH seperti FRAP (Ferric Reducing Antioxidant Power) dan CUPRAC (Cupric Ion Reducing Antioxidant Capacity) membutuhkan reagen kimia yang cukup banyak, waktu analisis yang lama, biaya yang mahal dan tidak selalu dapat diaplikasikan pada semua sampel (Badarinath, dkk., 2010).

Pada metode ini, larutan DPPH berperan sebagai radikal bebas yang akan bereaksi dengan senyawa antioksidan sehingga DPPH akan berubah menjadi difenil-2-pikrilhidrazil yang bersifat non-radikal. Peningkatan jumlah 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil akan ditandai dengan berubahnya warna ungu tua menjadi warna merah muda atau kuning pucat dan dapat diamati menggunakan spektrofotometer sehingga aktivitas peredaman radikal bebas oleh sampel dapat ditentukan (Molyneux, 2004).


(31)

Gambar 4. Persamaan reaksi uji penangkapan radikal bebas DPPH (Molyneux, 2004)

Pengukuran aktivitas antioksidan dengan metode DPPH menggunakan prinsip spektrofotometri. Senyawa DPPH dalam metanol berwarna ungu tua terdeteksi pada panjang gelombang sinar tampak sekitar 515-517 nm. Parameter untuk menginterpretasi hasil pengujian DPPH adalah dengan nilai IC50

(Inhibitor Concentration). IC50 merupakan konsentrasi larutan substrat atau

sampel yang mampu mereduksi aktivitas DPPH sebesar 50%. Semakin kecil nilai IC50 berarti semakin tinggi aktivitas antioksidan. Tingkat aktivitas

antioksidan diklasifikasikan berdasarkan nilai IC50 (tabel 2).

Tabel 2. Tingkat aktivitas antioksidan dengan metode DPPH (Jun, 2003)

IC50 Keterangan

<50 g/mL Sangat kuat

50 -100 g/mL Kuat

100- 150 g/mL Sedang


(32)

I. Kerangka Konsep

Gambar 5. Kerangka konsep

Paparan terhadap sinar ultraviolet bertanggung jawab terhadap beberapa penyakit kulit seperti penuaan dini, dilatasi pembuluh darah, kehilangan kolagen dan kanker kulit (Nichols dan Katiyar, 2010). Senyawa fenolik seperti flavonoid juga bersifat sebagai antioksidan sehingga berpotensi untuk mengurangi risiko penyakit seperti penyakit jantung koroner dan kanker.

Sinar ultraviolet

Radikal bebas

Masuk ke kulit  Penyakit

Fotoprotektif Antioksidan

senyawa aromatis yang terkonjugasi dengan

gugus karbonil

gugus fenol atau gugus -OH yang terikat pada karbon cincin aromatik Kulit buah naga merah mengandung antioksidan

(fenolik & flavonoid)


(33)

Selain bersifat sebagai antioksidan, flavonoid juga bersifat sebagai penghambat enzim dan mempunyai efek terhadap bakteri (Foong dkk., 2012).

Selain sebagai antioksidan, flavonoid juga dapat digunakan sebagai agen fotoprotektif karena memiliki kemampuan dalam menyerap sinar UV (Saewan dan Jimtaisong, 2013). Senyawa kimia dalam tabir surya sintetik umumnya adalah senyawa aromatis yang terkonjugasi dengan gugus karbonil. Struktur ini dapat menyerap energi yang tinggi dari matahari kemudian melepas energi tersebut menjadi lebih rendah (Rai dkk., 2007).

Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang mengandung berbagai senyawa bioaktif, salah satunya adalah senyawa fenolik dan flavonoid (Foong dkk., 2011). Daya antioksidan kulit buah naga merah dapat diketahui dengan melakukan analisis kadar fenolik total dan uji DPPH. Kadar fenol akan menentukan bagaimana daya antioksidan kulit buah naga merah. Daya fotoprotektif kulit buah naga merah diketahui dengan melakukan uji KLT, analisis kadar flavonoid total, dan uji SPF. Hasil dari uji KLT dan analisis kadar flavonoid total menyatakan bagaimana kandungan flavonoid dalam kulit buah naga merah. Kandungan flavonoid akan menentukan bagaimana daya fotoprotektif kulit buah naga merah.

J. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah:

1. Fraksi kloroform ekstrak etanolik kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) mengandung flavonoid yang diuji menggunakan uji KLT dan


(34)

metode khelasi AlCl3 serta mengandung senyawa fenolik yang diuji

menggunakan metode Folin-Ciocalteu.

2. Fraksi kloroform ekstrak etanolik kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) memiliki daya antioksidan dilihat dari nilai IC50 yang diuji

dengan metode DPPH.

3. Fraksi kloroform ekstrak etanolik kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) memiliki daya fotoprotektif dilihat dari nilai SPF yang diuji menggunakan metode spektrofotometri.


(35)

21 BAB III

METODE PENELITIAN

A.Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah observasional laboratorik untuk mengetahui kandungan fenolik total, kandungan flavonoid total, nilai IC50 serta nilai SPF

pada fraksi kloroform ekstrak etanolik kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) sebagai agen antioksidan dan fotoprotektif.

B.Tempat Dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan dari bulan November 2014 sampai dengan Juni 2015

C.Variabel Penelitian 1. Variabel bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah konsentrasi fraksi kloroform ekstrak etanolik kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus).

2. Variable tergantung

Variabel tergantung pada penelitian ini adalah % inhibisi DPPH. 3. Variabel terkendali

Variabel terkendali pada penelitian ini adalah sistem spektrofotometri UV/ Vis.


(36)

D.Definisi Operasional

Definisi operasional yang digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan dan fotoprotektif fraksi kloroform ekstrak etanolik kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) adalah:

1. Nilai SPF (Sun Protection Factor) adalah nilai yang digunakan untuk menentukan daya fotoprotektif dengan menetapkan panjang gelombang

absorbsi maksimum ( maks) yang di scanning dengan spektrofotometer UV/

Vis pada panjang gelombang antara 260-400 nm.

2. Inhibition Concentration 50% (IC50) yaitu konsentrasi sampel yang dapat

meredam radikal DPPH sebanyak 50%. Nilai IC50 digunakan untuk

menentukan daya antioksidan yang dihitung menggunakan rumus persamaan regresi (Josephy, 1997)..

3. Kadar fenolik total merupakan kadar senyawa fenolik dalam sampel yang dinyatakan sebagai ekuivalen asam galat atau Gallic Acid Equivalent (GAE). Kadar fenolik total didapatkan dari perhitungan menggunakan rumus TPC (Total Phenolic Content), dimana nilai C (kadar fenol total larutan) atau sumbu x didapatkan dengan memasukkan nilai absorbansi sampel ke dalam sumbu y pada persamaan regresi linier standar asam galat. (Wisesa dan Widjanarko, 2014).

4. Kadar flavonoid total merupakan kadar flavonoid dalam sampel yang dinyatakan sebagai ekuivalen kuersetin (EQ). Kadar flavonoid total didapatkan dari perhitungan menggunakan rumus Total Flavonoid, dimana


(37)

kadar flavonoid dalam sampel (sumbu x) diketahui dengan memasukkan absorbansi sampel ke dalam sumbu y pada persamaan regresi linier kuersetin (Desmiaty, 2009).

E.Instrumen Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Alat

Spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu® UV-1700 Series), Rotary evaporator (IKA® RV10), Waterbath (Memmert®), Plat KLT Selulosa, pipa kapiler, sinar UV 254 dan UV 366 nm, kuvet, rak tabung reaksi, mikropipet (Gilson),Blender (Philips®), pipet tetes, sendok tanduk, cawan porselen, timbangan analitik (Sartorius®), bejana maserasi, bejana KLT, tabung reaksi (Pyrex®), erlenmeyer (Pyrex®), gelas ukur (Pyrex®), oven, vortex, corong pisah (Pyrex®), termometer, propipet, labu takar, pipet volume (Pyrex®). 2. Bahan

Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus), etanol 95%, etanol 70%etanol p.a (E Merck®), metanol (E Merck®), Pereaksi sitroborat (asam borat dan asam sitrat) (E merck®), Na2CO3 (E Merck®), DPPH p.a (E Merck®), Aquades

(BrataChem), asam asetat p.a (E Merck®), n-butanol p.a (E Merck®), Kuersetin standard (Sigma®), AlCl3 p.a (E Merck®), NaNO2 p.a (E Merck®),

NaOH p.a (E Merck®), H3PO4 p.a (E Merck®), Folin-Ciocalteu p.a (E


(38)

F. Cara Kerja

1. Preparasi sampel

Tahap awal penelitian yang dilakukan adalah determinasi tanaman, agar karakteristik tanaman dapat diketahui jenis dan spesiesnya. Selanjutnya, pemisahan kulit buah naga merah dari daging buah. Sebelum dipisahkan, buah dicuci sampai bersih dengan air mengalir. Setelah buah dibersihkan, kulit buah naga dipisahkan dari daging dengan pisau, kemudian dilakukan pengecilan ukuran kulit buah dengan cara diiris tipis-tipis. Selanjutnya, kulit buah naga ditutup dengan kain hitam dan dikeringkan dengan bantuan sinar matahari. dilanjutkan dengan oven pada suhu 40oC hingga kadar air menyusut. Setelah itu dilakukan sortasi kering dan dihaluskan menjadi serbuk.

2. Ekstraksi

Simplisia kering dalam bentuk serbuk diayak menggunakan pengayak ukuran 60 mesh untuk menyeragamkan partikel simplisia. Serbuk kering kulit buah naga merah dimaserasi dengan etanol 95% pada suhu kamar dalam bejana kedap cahaya selama 72 jam dan diaduk setiap hari. Setelah 72 jam dilakukan remaserasi selama 48 jam. Kemudian, hasil maserasi dan remaserasi dilakukan penyaringan untuk memisahkan antara filtrat dan residu. Selanjutnya filtrat dipekatkan menggunakan vacum rotary evaporator dengan suhu 50oC sehingga didapatkan ekstrak etanolik kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) (KBNM-Etanol).


(39)

3. Fraksinasi

KBNM-Etanol dilarutkan dalam campuran H2O-Metanol (3:7).

Selanjutnya, dilakukan fraksinasi cair-cair dengan kloroform sehingga diperoleh fraksi metanol ekstrak etanolik kulit buah naga merah (KBNM-Metanol) dan fraksi kloroform ekstak etanolik kulit buah naga merah (kloroform KBNM). Fraksi kloroform KBNM dipekatkan menggunakan kompor listrik suhu 50oC. Fraksi kental digunakan untuk melakukan berbagai pengujian selanjutnya (Junior dkk., 2013).

4. Analisis Kualitatif Flavonoid dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Mula-mula bejana kromatografi dijenuhi dengan uap fase gerak n-butanol : asam asetat : air (4:1:5 v/v, lapisan atas). Penjenuhan fase gerak dilakukan dengan cara memasukkan kertas saring ke dalam bejana kromatografi yang terisi fase gerak dalam keadaan tertutup rapat hingga fase gerak mencapai ujung atas kertas saring. Plat KLT selulosa dioven pada suhu 70°C selama 10 menit untuk menghilangkan kadar air. Selanjutnya, standar kuersetin dan fraksi kloroform KBNM ditotolkan pada plat KLT selulosa dengan menggunakan pipet kapiler pada jarak 1 cm dari bagian bawah. Bercak penotolan dibiarkan hingga kering kemudian dielusi dalam bejana kromatografi. Jarak elusi yang digunakan adalah 8 cm. Pengamatan plat KLT selulosa dilakukan dibawah sinar tampak, UV 254 nm dan 366 nm sebelum dan setelah disemprot dengan pereaksi sitroborat (Suhendi dkk., 2011).


(40)

5. Analisis Kandungan Fenolik Total

Kandungan fenolik total diuji menggunakan reagen Folin-Ciocalteu, dimana sejumlah 400 L fraksi kloroform KBNM ditambahkan 3,16 mL aquadest dan 200 L reagen Folin-Ciocalteu, dicampur hingga homogen. Larutan digojog selama 6 menit. Selanjutnya, ditambahkan 600 L larutan Na2CO3 2% untuk membentuk suasana basa dan dihomogenkan dengan cara

divortex. Larutan didiamkan pada suhu kamar selama 2 jam. Absorbansi diamati pada panjang gelombang 760 nm dengan spektrofotometer UV-Vis. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali (Junior dkk., 2013).

Asam galat konsentrasi 10, 20, 30, 40, dan 50 µg/mL diuji seperti prosedur diatas. Persamaan regresi linier asam galat dibuat dari hubungan antara konsentrasi dengan nilai absorbansi asam galat. Persamaan regresi ini digunakan untuk menghitung kadar fenol total larutan.

6. Penetapan Kandungan Flavonoid Total

Kadar flavonoid total ditetapkan dengan cara khelasi AlCl3. Sebanyak

0,4 mL fraksi kloroform KBNM ditambahkan dengan 0,6 mL aquadest dan 0,06 mL NaNO2 (5%). Larutan diinkubasi selama 6 menit pada suhu kamar

lalu ditambahkan 0,06 mL AlCl3 (10%), setelah 5 menit kemudian

tambahkan NaOH 0,4 mL (1mM). Selanjutnya absorbansi diukur pada panjang gelombang 510 nm mengunakan spektrofotometer UV-Vis. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali (Saini dkk., 2011).

Kuersetin konsentrasi 400, 800, 1200, 1600 dan 2000 μg /mL diuji seperti prosedur diatas. Persamaan regresi linier kuersetin dibuat dari


(41)

hubungan antara konsentrasi dengan nilai absorbansi kuersetin. Persamaan regresi ini digunakan untuk menghitung kadar flavonoid dalam sampel. 7. Uji Penangkapan Radikal Bebas DPPH

Fraksi kloroform KBNM (kadar 100, 200, 300, 400 dan 500 µg/mL) masing-masing dicampur dengan 1 mL DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrasil) 0,4 mM dilarutkan dalam larutan etanol hingga 5 ml. Larutan didiamkan bereaksi pada temperatur ruangan dan gelap selama 30 menit. Absorbansi masing-masing larutan dibaca pada panjang gelombang 518 nm mengunakan spektrofotometer UV-Vis (Sumarny dkk., 2014). Replikasi dilakukan 2 kali dengan masing-masing absorbansinya diukur sebanyak 2 kali.

Nilai absorbansi yang didapat adalah absorbansi sampel, sedangkan absorbansi kontrol adalah absorbansi yang didapatkan dari larutan yang berisi 1 mL DPPH dalam 5 mL etanol. % inhibisi dihitung menggunakan persamaan % inhibisi.

% inhibisi = Absorbansi kontrol−Absorbansi sampel

Absorbansi kontrol x 100

Persamaan % inhibisi

Persamaan regresi linier dibuat dari hubungan antara konsentrasi dan % inhibisi. Persamaan regresi ini digunakan untuk menghitung nilai IC50.

Kuersetin konsentrasi 1, 2, 3, 4, dan 5 µg/mL diuji seperti prosedur diatas untuk dijadikan pembanding.


(42)

8. Penetapan Panjang Gelombang Absorbsi Maksimum dan SPF secara invitro

Untuk menetapkan panjang gelombang absorbsi maksimum ( maks),

ekstrak kering Kloroform KBNM dilarutkan dalam etanol absolut dan dibuat seri kadar 5, 25, 50 dan 100 mg/L. Selanjutnya dilakukan scanning spektrofotometer UV/ Vis pada panjang gelombang antara 260-400 nm, dengan interval 2 nm (Junior dkk., 2013). Etanol digunakan sebagai blanko. Kemudian, dibuat kurva baku kuersetin untuk membandingkan nilai absorbansinya. Selanjutnya nilai SPF dapat dihitung menggunakan persamaan penentuan nilai SPF.

SPFSpektrofotometrik= CF x Σ290-320EE ( ) x I ( ) x Abs ( )

Persamaan penentuan nilai SPF Keterangan:

EE ( ) : Spektrum efek erythemal

I ( ) : Spektrum intensitas matahari

Abs ( ) : Absorbansi

CF : Faktor koreksi (= 10)

Nilai I ( ) yang digunakan berdasarkan panjang gelombangnya, mengacu pada (tabel 3).

Tabel 3. Persamaan fungsi yang digunakan untuk kalkulasi SPF (Mansur dkk., (1986)

Panjang gelombang (nm) EE x I (normalized)


(43)

295 0.0817

300 0.2874

305 0.3278

310 0.1864

315 0.0839

320 0.0180

Total 1.0000

G. Skema Langkah Kerja

Gambar 6. Skema Langkah Kerja Analisis

Kadar Flavonoid

Total Analisis

Kadar Fenolik

Total

Uji Antioksidan

DPPH Analisis

Flavonoid dengan

KLT

Uji maks

Nilai SPF

Analisis Data Maserasi

Kulit Buah Naga merah (Hylocereus polyrhizus)

kering

Ekstrak Etanolik KBNM

Fraksi Kloroform KBNM


(44)

H. Analisis Data

Daya antioksidan dilihat dari nilai IC50 yang dihitung dengan persamaan

regresi linier yang didapatkan dari hubungan antara konsentrasi sampel ( g/ml) dengan % inhibisi.

% inhibisi = Absorbansi kontrol −Absorbansi sampel

Absorbansi kontrol x 100

Persamaan % inhibisi

Sedangkan daya fotoprotektif dilihat dari nilai SPF ekstrak etanolik kulit buah naga merah fraksi kloroform yang didapatkan dari perhitungan rumus SPF.

SPFSpektrofotometrik= CF x Σ290-320EE ( ) x I ( ) x Abs ( )


(45)

31 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Determinasi Tanaman

Sampel uji buah naga merah yang digunakan terlebih dahulu telah dilakukan uji determinasi di laboratorium Sistematika tumbuhan Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada. Tujuan determinasi ini adalah untuk mengetahui kebenaran identifikasi sampel uji yang akan dianalsis dan menghindari kesalahan pengambilan sampel analisis (Harborne, 1987). Hasil identifikasi menunjukkan bahwa sampel uji yang digunakan sebagai bahan uji adalah buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) (Lampiran 1).

B. Penyiapan Sampel

Sampel yang digunakan yaitu kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus). Kulit buah naga merah ini dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil untuk mempercepat proses pengeringan (Sudewo, 2009). Kulit buah naga dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 40oC. Sebanyak 20 kg buah didapatkan kulit buah naga merah basah sejumlah 7 kg dan setelah dikeringkan mengalami penyusutan menjadi serbuk kering seberat 470 gram.

Kulit buah naga merah yang sudah kering diekstraksi menggunakan etanol 95% dengan perbandingan serbuk dengan pelarut yang digunakan adalah 1:10. Ekstrak kental etanolik kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) (KBNM-Etanol) yang didapatkan adalah sebanyak 19,273 gram. Ekstrak kental KBNM-Etanol yang digunakan untuk fraksinasi cair-cair hanya sebanyak 5,022


(46)

gram. Metode fraksinasi cair-cair dilakukan untuk memisahkan antara senyawa polar dengan senyawa semi polar dalam ekstrak kental KBNM-Etanol. Senyawa polar (seperti betasianin danantosianin) akan tertarik ke dalam pelarut campuran H2O-Metanol, sedangkan senyawa yang bersifat semipolar (senyawa

flavonoid seperti flavon dan flavonol) akan tertarik ke dalam pelarut kloroform (Budilaksono dkk., 2014).

Ketika proses fraksinasi, fraksi campuran H2O-Metanol ekstrak etanolik

kulit buah naga merah (KBNM-Metanol) berada di lapisan atas, dan fraksi kloroform KBNM berada pada lapisan bawah. Karena pelarut kloroform memiliki massa jenis yang lebih besar (1,49 g/cm3) dibanding metanol (0,7915 g/cm3). Hasil fraksi kloroform KBNM selanjutnya dipekatkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 50oC dilanjutkan dengan menggunakan waterbath pada suhu 50o-70oC. Fraksi kental kloroform KBNM yang diperoleh adalah sebanyak 1,987 gram dan didapatkan nilai rendemen fraksi kental kloroform KBNM terhadap kulit buah naga kering sebesar 1,622 % (Lampiran 2).

C. Kromatografi Lapis Tipis

Untuk mengidentifikasi senyawa flavonoid yang terkandung pada kloroform KBNM dapat dilakukan uji KLT (Kromatografi Lapis Tipis). KLT merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase diam dan fase gerak (Gandjar dan Abdul Rohman, 2012). Fase gerak yang digunakan adalah n-butanol : asam asetat : air (4:1:5) dan fase diam yang digunakan adalah selulosa. Pembanding yang digunakan pada uji KLT ini adalah kuersetin (golongan flavonoid). Campuran n-butanol : asam asetat : air yang diambil


(47)

untuk fase gerak adalah pada lapisan atas karena pada lapisan ini mengandung air dan asam asetat yang terdispersi dalam n-butanol.

Pemilihan selulosa sebagai fase diam dikarenakan fase diam yang lain seperti silika dapat menyebabkan terbentuknya kompleks antara senyawa flavonoid yang banyak mengandung gugus –OH dengan logam CaSO4 pada

silika. Fase gerak yang bersifat polar dan fase diam yang bersiat non polar mengakibatkan senyawa flavonoid (kuersetin) akan lebih tertarik pada fase gerak (Christinawati, 2007). Uji KLT yang diamati dibawah sinar tampak, UV 254 nm, UV 366 nm sebelum dan setelah disemprot pereaksi sitroborat dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7. Hasil uji KLT kuersetin (A) dan Kloroform KBNM (B)

Kandungan flavonoid pada fraksi kloroform KBNM dapat diketahui apabila nilai Rf fraksi kloroform KBNM sama dengan nilai Rf kuersetin. UV 254 nm sinar tampak UV 366 nm UV 366 nm


(48)

Berdasarkan hasil perhitungan, nilai Rf fraksi kloroform KBNM adalah 0,93 sedangkan Rf kuersetin adalah 0,87 (Lampiran 3). Hal ini menunjukkan bahwa kedua nilai Rf berbeda.

Tabel 4. Nilai Rf dan warna bercak sampel uji pada Plat KLT Sampel Rf Sinar

tampak

UV 254 nm

UV 366 nm sebelum disemprot sitroborat

UV 366 nm setelah disemprot sitroborat A 0,87 Kuning

kehijauan

Kuning Coklat Flouresensi kuning menyala B 0,93 Kuning

kecoklatan

Kuning pucat

Coklat Flouresensi kuning tipis

Setelah diamati terlihat adanya bercak sampel berfluoresensi kuning setelah disemprotkan pereaksi sitroborat. Semua flavonoid akan memberikan fluoresensi kuning pada UV 366 nm (Harborne, 1987). Oleh karena itu, bercak fraksi kloroform KBNM dan standar kuersetin merupakan senyawa flavonoid. D. Analisis Kandungan Fenolik Total

Uji kandungan fenolik total fraksi kloroform KBNM dilakukan dengan menggunakan metode Folin-Ciocalteu yang telah dikembangkan oleh Singleton dan Rossi (Rahmawati, 2009). Gallic Acid Equivalent (GAE) merupakan acuan umum untuk mengukur sejumlah senyawa fenolik yang terdapat dalam suatu bahan. Sehingga perlu dibuat kurva hubungan konsentrasi asam galat dengan kadar 10, 20, 30, 40 dan 50 µg/mL (gambar 8). Pemilihan asam galat adalah berdasarkan ketersediaan substansi yang lebih stabil dan murni serta harga yang lebih murah dibandingkan senyawa standar yang lainnya (Rahmawati, 2009).


(49)

Gambar 8. Kurva hubungan konsentrasi asam galat dan absorbansi

Hubungan antara nilai absorbansi dan konsentrasi asam galat menghasilkan suatu persamaan regresi linier. Persamaan regresi linier asam galat yang didapat adalah y = 0,0105x + 0,0201 dengan nilai R² = 0,9968 (gambar 8). Kadar fenol total larutan fraksi kloroform KBNM (sumbu x) dihitung dengan memasukkan nilai absorbansi sampel fraksi kloroform KBNM kedalam sumbu y.

Tabel 5. Perhitungan Konsentrasi fenol sampel fraksi kloroform KBNM

Sampel Replikasi ke-

Absorbansi (760 nm)

Konsentrasi fenol total larutan (µg GAE/ml sampel)

Kadar Fenol Total (mg GAE/100g y = 0.010x + 0.020

R² = 0.996

0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600

0 20 40 60

ab so r b an si konsentrasi (µg/ml)

kurva baku asam galat

Linear (kurva baku asam galat )


(50)

sampel) Fraksi

kloroform KBNM

1 0,121 10,1 2430

2 0,124 10,4 2490

3 0,124 10,4 2450

Rata- rata 10.3 2470

SD 0,173 34,641

Dari hasil perhitungan, rata-rata konsentrasi fenol total larutan fraksi kloroform KBNM adalah 10.3 ± 0.173 µg GAE/mL sampel (Lampiran 4). Pengenceran tidak dilakukan dalam uji ini dan larutan stok yang digunakan adalah 10 mg fraksi kloroform KBNM yang dilarutkan dalam 10 mL etanol. Rata-rata kadar fenol total (TPC) fraksi KBNM yang didapat adalah 2.470 ± 34,641 mg GAE/100g (Lampiran 5). Artinya, setiap 100 gram fraksi kloroform KBNM setara dengan 2,470 gram asam galat.

Menurut Kiessoun dkk., (2010) Senyawa golongan fenol diketahui sangat berperan terhadap aktivitas antioksidan, semakin besar kandungan senyawa golongan fenolnya maka semakin besar aktivitas antioksidannya. Kandungan fenolik total diuji menggunakan metode Folin-Ciocalteu dimana terjadi reaksi oksidasi-reduksi antara reagen Folin (asam fosfomolibdat dan asam fosfotungstad) dan senyawa polifenol, sehingga terbentuk malibdenum-tungsen dengan kompleks warna biru. Semakin tinggi kadar fenol pada sampel, semakin banyak molekul kromagen (biru) yang terbentuk akibat absorbansinya meningkat. (Wisesa dan Widjanarko, 2014).


(51)

Gambar 9. Reaksi Follin-Cioucalteu dengan senyawa fenol (Turisman, 2012)

Hasil dari uji total fenol kloroform KBNM sangat rendah bila dibandingkan dengan senyawa pembandingnya (asam galat). Sehingga dapat disimpulkan daya antioksidan kloroform KBNM lemah.

E. Analisis Kandungan Flavonoid Total

Analisis flavonoid total fraksi kloroform KBNM dilakukan menggunakan metode kolorimetri AlCl3 berdasarkan Zhinsen dkk., (1999) yang telah

dimodivikasi oleh Saini dkk., (2011). Kandungan flavonoid total dinyatakan dalam gram ekuivalen kuersetin tiap 100 gram subfraksi (% b/b EQ) (Abdul Rohman dkk., 2007). Sehingga perlu dibuat kurva hubungan konsentrasi kuersetin dan absorbansinya (gambar 10). Alasan pemilihan kuersetin sebagai standar adalah karena kuersetin merupakan flavonoid golongan flavonol yang dapat membentuk kompleks dengan AlCl3 (Desmiaty, 2009).


(52)

Gambar 10. kurva standar kuersetin pada uji total flavonoid

Nilai absorbansi dan konsentrasi kuersetin dihubungkan untuk membuat suatu persamaan regresi linier. Persamaan regresi linier kuersetin yang didapat yaitu y=0.0009x - 0.1414 dengan R² = 0.9904 (Lampiran 5). Apabila nilai absorbansi fraksi kloroform KBNM dimasukkan ke dalam sumbu y dalam persamaan regresi linier kuersetin maka kadar flavonoid dalam sampel (sumbu x) dapat diketahui.

Tabel 6. Kandungan total flavonoid Fraksi Kloroform KBNM Sampel Replika

si ke- Kadar flavonoid dalam sampel (ppm) Konsentra si sampel (ppm) Total flavonoid (% b/b EQ) Fraksi

kloroform KBNM

1 243,770 1050 23,216

2 241,111 1050 22,962

3 243,333 1050 23,174

Rata- rata 242,738 1050 23,117

SD 1,425 0 0,135

Dari hasil perhitungan, rata-rata kadar flavonoid dalam sampel fraksi kloroform KBNM adalah 242,738 ± 1,425 ppm (Lampiran 5). Larutan stok

y = 0.000x - 0.141 R² = 0.990

0 0.5 1 1.5 2

0 1000 2000 3000

a b so rb a n si

konsentrasi μg/ml)

Kurva standar quarsetin

Linear (Kurva standar quarsetin)


(53)

dibuat dengan melarutkan 10,5 mg fraksi kloroform KBNM kedalam 10 mL etanol. Oleh karena itu, rata-rata kadar total flavonoid fraksi kloroform KBNM yang didapatkan dari hasil perhitungan adalah 23,117 ± 0,135 % b/b EQ (Lampiran 5). Artinya, tiap 100 gram fraksi kloroform KBNM ekuivalen atau setara dengan 23,117 gram senyawa flavonoid kuersetin. Apabila dibandingkan dengan penelitian Chet (2009), fraksi kloroform KBNM menunjukkan kadar flavonoid yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak air kulit buah naga dengan rata-rata kadar flavonoid sebesar 1,8767 ± 0,3287 mg ekuivalen katekin/ 25 gram.

Prinsip penentuan kandungan flavonoid ini adalah dengan mengukur absorbansi larutan dimana flavonoid dalam kloroform KBNM akan membentuk kompleks yang berwarna kuning dengan AlCl3, yang selanjutnya akan bereaksi

dengan basa kuat NaOH membentuk warna merah muda pada panjang gelombang 510 nm (Abdul Rohman, 2006; Nurhaeni, dkk., 2014) dan jika menghasilkan warna kuning, orange, dan merah menandakan adanya flavonoid (gambar 11) (Harborne, 1987).


(54)

Gambar 11. Reaksi penetapan kandungan flavonoid total dengan cara khelasi AlCl3 (Harborne, 1987).

Dari hasil uji total flavonoid ekstrak kloroform KBNM memberikan hasil positif berupa warna kuning terang yang serupa warna pembanding kuersetin dengan pereaksi AlCl3. Hasil menunjukkan adanya senyawa flavonoid pada

kloroform KBNM dengan nilai sebesar 23,117 ± 0,135 % b/b EQ. F. Uji Antioksidan Metode DPPH

Daya antioksidan senyawa fenol dan flavonoid fraksi kloroform KBNM dapat diketahui dengan melakukan uji penangkapan radikal bebas DPPH. Metode DPPH dipilih karena merupakan metode yang cepat, sederhana dan murah untuk mengukur aktivitas antioksidan (Prakash dkk., 2001). Kuersetin dipilih sebagai pembanding karena kuersetin mempunyai aktivitas antioksidan yang sangat kuat. Bila vitamin C mempunyai aktivitas antioksidan 1, maka kuersetin memiliki aktivitas antioksidan 4,7 (Sugrani dkk., 2009). Berikut adalah hasil uji penangkapan radikal bebas DPPH oleh kuersetin dan fraksi kloroform KBNM:


(55)

Tabel 7. Uji penangkapan radikal bebas DPPH Sampel Konsentrasi (µg/mL) Rerata % inhibisi

Kuersetin

1 31.132

2 46.275

3 61.829

4 75.568

5 86.357

Fraksi kloroform

KBNM

100 14.70588

200 22.96919

300 30.35714

400 41.03641

500 51.29552

Nilai % inhibisi didapatkan dari perhitungan yang dilakukan dengan memasukkan nilai absorbansi kedalam rumus % inhibisi (Lampiran 6). Konsentrasi kuersetin dan fraksi kloroform KBNM yang dihubungkan dengan nilai % inhibisi akan menghasilkan suatu persamaan regresi linier. Persamaan regresi linier kuersetin yang didapat adalah y = 13,974x + 18,309 dengan R² = 0,9954, sedangkan persamaan regresi linier fraksi kloroform KBNM adalah y = 0.091x + 4.698 dengan R² = 0.994 (Lampiran 6). Persamaan regresi linier ini digunakan untuk mengetahui nilai IC50 (sumbu x) dengan cara memasukkan

nilai 50 ke dalam sumbu y kedalam persamaan regresi linier yang didapat. Dari hasil perhitungan, maka didapatkan nilai IC50 kuersetin sebesar 2,2679

g/mL dan IC50 fraksi kloroform KBNM adalah 497,824176 g/mL (Lampiran

6). Artinya, pada fraksi kloroform KBNM membutuhkan konsentrasi sebesar 497,824176 g/mL untuk menangkap radikal DPPH sebanyak 50%, sedangkan kuersetin hanya membutuhkan konsentrasi sebesar 2,267λ g/mL untuk menangkap radikal DPPH sebanyak 50%.


(56)

Senyawa flavonoid berperan sebagai antioksidan karena memiliki gugus hidroksil yang dapat melepaskan proton dalam bentuk ion hidrogen. Ion hidrogen hanya memiliki satu buah proton dan tidak memiliki elektron, sehingga elektron radikal yang terdapat pada atom nitrogen di senyawa DPPH berikatan dengan ion hidrogen dan menghasilkan DPPH yang tereduksi (Gurav, dkk. 2007). Nilai IC50 yang terlalu besar diduga karena senyawa

flavonoid mengikat gugus samping sehingga dapat mengakibatkan penghambatan aktivitas antioksidan. Hal tersebut mengakibatkan flavonoid tidak dapat mendonasikan hidrogen dan elektron untuk menangkal radikal bebas dikarenakan terjadinya halangan sterik (Harborne, 1987). Adanya gugus lain di dalam esktrak kloroform KBNM juga dapat menyebabkan flavonoid termetilasi. Pengubahan atom (-H) menjadi gugus metil (-CH3) melalui reaksi

metilasi dapat menurunkan aktivitas antioksidan, yang disebabkan pengurangan atom -H yang merupakan sumber proton untuk penangkapan radikal bebas (Mikamo dkk., 2000; Pranata, 2013). Menurut Pine (1988) Potensi antioksidan fraksi kloroform yang tergolong lemah diduga turut disebabkan oleh adanya pengganggu seperti protein, lemak dan senyawa lainnya yang dapat terlarut dalam pelarut non-polar, dalam hal ini adalah pelarut kloroform, sehingga menghalangi proses penangkapan radikal bebas. Adanya senyawa protein atau lemak pada fraksi dapat mengganggu proses penangkapan radikal bebas oleh senyawa flavonoid. Protein atau lemak pada tumbuhan dapat memberikan atom hidrogen yang dimilikinya sehingga akan berikatan dengan radikal hidroksil pada DPPH.


(57)

Walaupun nilai IC50 dari fraksi kloroform KBNM masuk ke dalam katagori

lemah jika dilihat dari tingkat aktivitas antioksidan menurut Jun (2003) (>150

g/mL), namun nilai IC50 200-1000 g/mL dinyatakan masih berpotensi

sebagai antioksidan (Molyneux, 2004; Pranata, 2013). G. Panjang Gelombang Maksimal dan SPF secara in vitro

Penentuan nilai SPF dapat dilakukan dengan metode spektrofotometri (Sayre dkk., 1979). Uji SPF secara in vitro dilakukan dengan menetapkan

panjang gelombang absorbsi maksimum ( maks). Untuk mengetahui panjang gelombang maksimum fraksi kloroform KBNM, dilakukan scanning spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang antara 200-400 nm. Berikut adalah hasil scanning spektrofotometer UV-Vis fraksi kloroform KBNM:

Tabel 8. Scanning panjang gelombang maksimal fraksi kloroform KBNM Konsentrasi

( g/ml)

max (260-400 nm interval 2 nm)

Daerah Ultraviolet

5 298 B

25 294 B

50 290 B

100 254 C

Spektrum elektromagnetik pada area UV terbagi menjadi 3 pita yaitu; ultraviolet A (UVA : 315-400 nm) ; ultraviolet B (UVB : 280-315 nm) dan ultraviolet C (UVC : 100-280 nm) (Dutra dkk., 2004). Panjang gelombang maksimum fraksi kloroform KBNM konsentrasi 5, 25, dan 50 g/mL diketahui berada pada rentang daerah UVB, sedangkan panjang gelombang maksimum fraksi kloroform KBNM konsentrasi 100 g/mL berada pada rentang daerah


(58)

UVC (100-280 nm) (Tabel 8). Konsentrasi fraksi kloroform KBNM yang berada pada rentang UVB dapat dilakukan perhitungan nilai SPF menggunakan rumus yang telah dikembangkan oleh Mansur dkk., (1986), sedangkan konsentrasi fraksi kloroform KBNM yang berada pada rentang UVC tidak perlu dilakukan perhitungan nilai SPF karena sinar radiasi UVC merupakan radiasi yang tidak sampai ke permukaan bumi karena terserap oleh lapisan ozon (McKinlay, 1987).

UVB memiliki energi yang dapat menembus lapisan paling luar kulit (epidermis) yang efeknya dapat terlihat secara langsung berupa eritema. Kemampuan suatu tabir surya dapat melindungi kulit dengan menunda eritema dinyatakan dengan Sun Protection Factor (SPF) (Hassan dkk., 2013). Nilai SPF menunjukkan berapa kali perlindungan kulit dilipatgandakan sehingga aman di bawah sinar matahari tanpa mengalami eritema. Senyawa kimia dalam tabir surya umumnya adalah senyawa aromatis yang terkonjugasi dengan gugus karbonil. Struktur ini dapat menyerap energi yang tinggi dari matahari kemudian melepas energi tersebut menjadi lebih rendah.

Rata-rata nilai SPF pada rentang daerah UVB fraksi kloroform KBNM adalah 0.0093 ± 0.0036 (Lampiran 8). Menurut Wasitaadmatdja, 1997; Damogalad, 2013) nilai SPF minimal suatu tabir surya atau agen fotoprotektif diklasifikasikan berdasarkan kekuatan daya fotoprotektifnya (tabel 9).


(59)

Nilai SPF

Keterangan

2-4 Minimal

4-6 Sedang

6-8 Ekstra

8-15 Maksimal >15 Ultra

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa fraksi kloroform KBNM konsentrasi 5, 25, 50 dan 100 mg/L tidak memiliki daya fotoprotektif. Rendahnya nilai SPF padafraksi kloroform KBNM (<2) diduga disebabkan oleh konsentrasi fraksi kloroform KBNM yang digunakan terlalu rendah


(60)

46 A. Kesimpulan

1. Fraksi kloroform ekstrak etanolik kulit buah naga merah (kloroform KBNM) mengandung senyawa flavonoid sebesar 23,117 ± 0,135 % b/b EQ diukur dengan metode khelasi AlCl3 dan kadar fenolik total sebesar 2470 ± 34.641

mg GAE/100g yang diukur dengan metode Folin-Ciocalteu.

2. Daya antioksidan fraksi kloroform KBNM bersifat lemah dilihat dari nilai IC50 yaitu sebesar 497.824 g/mL diukur dengan metode DPPH.

3. Nilai SPF fraksi kloroform KBNM adalah 0.0093 ± 0.0036. Hal ini menunjukkan fraksi kloroform KBNM konsentrasi 5, 25, 50 dan 100 mg/L yang diuji menggunakan metode in vitro (spektrofotometri) tidak memiliki daya fotoprotektif.

B. Saran

Penelitian ini disarankan dapat dilanjutkan dengan isolasi senyawa fenolik dan flavonoid, sehingga diharapkan akan mendapatkan senyawa yang lebih murni. Kemudian juga diharapkan dapat di uji secara in vivo ke hewan uji untuk melihat aktivitas kulit buah naga merah sebagai antioksidan dan agen fotoprotektif.


(61)

47 DAFTAR PUSTAKA

Andlauer W and Furst P. 1998 Antioxidative power of phytochemicals with specialreference to cereals. Journal Cereal Foods World. 43; 356-359.

Badarinath, A.V., Rao K. M., Chetty C. M. S., Ramkanth S., Rajan and Gnanaprakash K. 2010. A review on In-vitro Antioxidant Methods : Comparisons, Correlations and Considerations. International Journal of Pharmaceutics Technology Research, 2 (2) : 1276-1285.

Beckman B, Bruce N. and Amies, 1998. The free radical theory of aging matures. Physiol Rev. 78: 547–81.

Budilaksono, W., Wahdaningsih, S. & Fahrurroji, A., 2014, Uji Aktivitas Antioksidan Fraksi N-Heksana Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus lemairei Britton dan Rose) Menggunakan Metode DPPH (1,1 – Difenil – 2 - Pikrilhidrazil), Jurnal Mahasiswa Farmasi Fakultas Kedokteran UNTAN, vol.1 no.1.

Chet, N.W., 2009, Total Phenolic and Total Flavonoids Content of Pitaya Peels by Water Extraction, Thesis, Faculty of Chemical and Natural Resources Engineering, Universiti Malaysia Pahang.

Christinawati, T., 2007, Identifikasi Flavonoid pada Herba Pegagan Embun (Hydrocotyle sibthorpioides Lmk.) Hasil Isolasi Secara Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP), Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma.

Damogalad, V., Edy, H.J., Supriati, H.S., 2013, Formulasi Tabir Surya Ekstrak Kulit Nanas (Ananas Comosus L Merr) dan Uji In Vitro Nilai Sun Protecting Factor (SPF), Pharmacon, Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT, Vol.2 No.2. Kristanto D. 2009. Buah Naga : Pembudidayaan di Pot dan di Kebun. Penebar

Swadaya. Jakarta.

Day, J., Underwood, Analisis Kimia Kuantitatif , Jakarta: Erlangga.

Desmiaty, Y., Ratnawati, J.,dan Andini, P., 2009, penentuan Jumlah Flavonoid Total Ekstrak Etanol Daun Buah Merah (Pandanus Conoideus Lamk) Secara Kolorimetri Komplementer, Presentasi Seminar Nasional POKJANAS TOI XXXVI, Universitas Sanata Dharma.


(62)

Dutra EA., Oliveira DAGC., Kedor-Hackmann ERM., Santoro MIRM., 2004, Determination of sun protection factor (SPF) of sunscreens by ultraviolet spectrophotometry. Rev Bras Cienc Farm., 40: 381-385.

Fessenden, R.J., Fessenden, J.S., 1982, Kimia Organik Jilid 2 , Jakarta: Erlangga Foong, J.H., Hon, W.M., & Ho, C.W., 2012, Bioactive Compounds Determination

In Fermented Liquid Dragon Fruit (Hylocereus Polyrhizus),Borneo Science, volume 31.

Gandjar, I.G., & Abdul Rohman, 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Garoli, D., Pelizzo, M.G., Nicolossi, P., Peserico, A., Tonin, E., Alaibac, M., 2009, Effectiveness of Different Substrate Materials for In Vitro Sunscreen Test, Journal of Dermatological Science, 56, Issue 2, November 2009, 89-98.

Gritter, R. J., James M. B dan E. S. Arthur. 1991. Pengantar Kromatografi. Institut Teknologi Bandung, Bandung. (diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata). Gurav, S., Deshkar, N., Gulkari, V.,Duragkar, N., dan Patil, A., 2007, Free Radical

Scavenging Activity of Polygala chinensis Linn, Pharmacologyonline. 2: 245-253.

Handayani, H., Sriherfyna, F.H., Yunianta, 2016, Ekstraksi Antioksidan Daun Sirsak Metode Ultrasonic Bath (Kajian Rasio Bahan: Pelarut dan Lama Ekstraksi), Jurnal Pangan dan Agroindustri, vol.4 no.1 p.262-272.

Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Institut Teknologi Bandung, Bandung. (diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro).

Isabelle, D., Rouyanne, T.R., Henk, C.M., Guus, S.M., Linsie, M., Peter, L.Z., Johanna, M.G., & Elka, A.T, 2009, Continuous Dose-Response Relationship of the LDL-Cholesterol Lowering Effect of Phytosterol Intake,Journal of Nutrition, 139: 271-284.


(1)

A B A B A B A B

UV 254 nm sinar tampak UV 366 nm UV 366 nm disemprot sitroborat

Gambar 1. Hasil uji KLT (A) Fraksi Kuersetin (B) Kloroform KBNM

Berdasarkan hasil perhitungan, nilai Rf fraksi Kloroform KBNM adalah 0,93, sedangkan Rf kuersetin adalah 0,87. Hal ini menunjukkan bahwa kedua nilai Rf berbeda.Warna bercak fraksi Kloroform KBNM dan standar kuersetin ketika diamati dibawah sinar tampak menunjukkan warna yang sama yaitu warna kuning (warna flavonoid apabila diamati dibawah sinar tampak). Oleh karena itu, bercak fraksi Kloroform KBNM dan standar kuersetin merupakan senyawa flavonoid.

Analisis Kuantitatif Kandungan Fenolik Total

Kandungan fenolik total atau Total Phenolic Content (TPC) fraksi Kloroform

KBNM dilakukan dengan menggunakan metode Folin-Ciocalteu yang telah dikembangkan oleh Singleton dan Rossi (Rahmawati, 2009). Gallic Acid Equivalent (GAE) merupakan acuan umum untuk mengukur sejumlah senyawa fenolik yang terdapat dalam suatu bahan. Pemilihan asam galat adalah berdasarkan ketersediaan substansi yang lebih stabil dan murni serta harga yang lebih murah dibandingkan senyawa standar yang lainnya (Rahmawati, 2009). Kandungan fenolik total dihitung dengan rumus:

TPC =C. V. fp g

Keterangan:


(2)

V = Volume ekstrak yang digunakan (mL) fp = Faktor pengenceran

G = Berat sampel yang digunakan (g)

Rata-rata kadar fenol total (TPC) fraksi Kloroform KBNM adalah 2.470 ± 34,641 mg GAE/100g (Tabel 2). Artinyasetiap 100 gram fraksi Kloroform KBNM setara dengan 2.470 mg asam galat.

Tabel 2. Konsentrasi fenol sampel

Replikasi ke-

Konsentrasi fenol total larutan (µg GAE/ml sampel)

Kadar Fenol Total (mg GAE/100g

sampel)

1 10,1 2430

2 10,4 2490

3 10,4 2450

Menurut Kiessoun et al., (2010) Senyawa golongan fenol diketahui sangat berperan terhadap aktivitas antioksidan, semakin besar kandungan senyawa golongan fenolnya maka semakin besar aktivitas antioksidannya.

Penetapan Kuantitatif Kandungan Flavonoid Total

Analisis flavonoid total fraksi Kloroform KBNM dilakukan menggunakan metode kolorimetri AlCl3 berdasarkan

Zhinsen et al. (1999) yang telah dimodivikasi oleh Saini et al. (2011). Kandungan flavonoid total dinyatakan dalam gram ekuivalen kuersetin tiap 100 gram subfraksi (% b/b EQ) (Abdul Rohman et al., 2007). Kuersetin menjadi standar karena kuersetin merupakan

flavonoid golongan flavonol yang dapat membentuk kompleks dengan AlCl3

(Desmiaty et al., 2009). Kadar total flavonoid dihitung menggunakan rumus:

Total Flavonoid =kadar flavonoid dalam sampel ppm konsentrasi sampel ppm x 100 %

Rata-rata kadar total flavonoid fraksi Kloroform KBNM adalah 23,117 ± 0,135 % b/b EQ (Tabel 3). Artinya, tiap 100 gram fraksi Kloroform KBNM ekuivalen atau setara dengan 23,117 gram senyawa flavonoid kuersetin.

Tabel 3. Kandungan total flavonoid sampel

Replikasi ke-

Kadar flavonoid dalam sampel

(ppm)

Total flavonoid (% b/b EQ)

1 243,770 23,216

2 241,111 22,962

3 243,333 23,174

Uji Antioksidan Metode DPPH

Daya antioksidan senyawa fenol dan flavonoid fraksi kloroform KBNM dapat diketahui dengan melakukan uji penangkapan radikal bebas DPPH. Metode DPPH dipilih karena merupakan metode yang cepat, sederhana dan murah untuk mengukur aktivitas antioksidan (Prakash et al., 2001). Kuersetin dipilih sebagai pembanding karena kuersetin mempunyai aktivitas antioksidan yang sangat kuat. Bila vitamin C mempunyai aktivitas antioksidan 1, maka kuersetin memiliki aktivitas antioksidan 4,7 (Sugrani et al., 2009).


(3)

Persamaan regresi linier kuersetin adalah y = 13,974x + 18,309 dengan R² = 0,9954, sedangkan persamaan regresi linier fraksi Kloroform KBNM adalah y = 0.091x + 4.698 dengan R² = 0.994. Dari hasil perhitungan, maka didapatkan nilai IC50 kuersetin sebesar

2,267λ g/mL dan IC50 fraksi Kloroform

KBNM adalah 497,824 g/mL.

Nilai IC50fraksi Kloroform KBNM lebih

besar dari IC50 kuersetin. Hal ini diduga

disebabkan karena adanya senyawa flavonoid yang mengikat gugus samping yang dapat menghambat aktivitas antioksidan (Harborne, 1987; Budilaksono et al., 2014). Selain itu, gugus samping juga dapat menyebabkan flavonoid termetilasi (gugus –H menjadi gugus –CH3), sehingga sumber proton untuk menangkap DPPH berkurang (Mikamo et al, 2000; Pranata, 2013). Adanya pengganggu seperti protein dan lemak dalam fraksi Kloroform KBNM diduga juga dapat mengganggu reaksi penangkapan radikal bebas DPPH (Budilaksono et al., 2014).

Walaupun, nilai IC50 dari ketiga fraksi

masuk ke dalam katagori lemah jika dilihat dari tingkat aktivitas antioksidan menurut

Ariyanto (2006) (>150 g/mL), namun nilai

IC50 200-1000 g/mL dinyatakan masih

berpotensi sebagai antioksidan (Molyneux, 2004; Pranata, 2013).

Panjang Gelombang Maksimal dan SPF secara in vitro

Senyawa kimia dalam tabir surya sintetik umumnya adalah senyawa aromatis yang terkonjugasi dengan gugus karbonil. Struktur ini dapat menyerap energi yang tinggi dari matahari kemudian melepas energi tersebut menjadi lebih rendah (Rai et al., 2007). Tingkat efektif suatu tabir surya didasarkan pada pengukuran nilai SPF (Sun

Protection Factor). SPF adalah nilai yang

diperoleh dengan membandingkan waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya sunburn pada kulit yang dilindungi tabir surya dengan kulit yang tidak dilindungi tabir surya (Mishra et al., 2011).

Panjang gelombang maksimum fraksi Kloroform KBNM konsentrasi 5, 25, dan 50

g/mL diketahui berada pada rentang daerah

UVB (290-320 nm), sedangkan panjang gelombang maksimum fraksi Kloroform KBNM konsentrasi 100 g/mL berada pada rentang daerah UVC (200-290 nm). Rata- rata nilai SPF pada rentang daerah UVB fraksi Kloroform KBNM adalah 0.0093 ± 0.0036 (Tabel 4).

Tabel 4. Penetapan SPF Secara In Vitro

konsentrasi

( g/ml) Absorbansi (nm) SPF

5 0.004 300 0.011496

25 0.014 295 0.011438

50 0.034 290 0.0051


(4)

Menurut Wasitaadmatdja (1997), nilai SPF minimal suatu tabir surya atau agen fotoprotektif adalah 2. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa fraksi Kloroform KBNM konsentrasi 5, 25, 50 dan 100 mg/L tidak memiliki daya fotoprotektif. Rendahnya nilai SPF pada fraksi Kloroform KBNM (<2) diduga disebabkan oleh konsentrasi fraksi Kloroform KBNM yang digunakan terlalu rendah.

KESIMPULAN

Fraksi kloroform ekstrak etanolik kulit buah naga merah (Kloroform KBNM) mengandung senyawa flavonoid sebesar 23,117 ± 0,135 % b/b EQ dan kadar fenolik total sebesar 2.470 ± 34,641 mg GAE/100g. Daya antioksidan fraksi Kloroform KBNM bersifat lemah dilihat dari nilai IC50 yaitu

sebesar 497,824 g/mL. Nilai SPF fraksi Kloroform KBNM adalah 0.0093 ± 0.0036. Hal ini menunjukkan fraksi Kloroform KBNM konsentrasi 5, 25, 50 dan 100 mg/L tidak memiliki daya fotoprotektif.

SARAN

1. Penelitian ini disarankan dapat dilanjutkan dengan isolasi senyawa fenolik dan flavonoid, sehingga diharapkan akan mendapatkan senyawa yang lebih murni. Kemudian juga diharapkan dapat di uji secara in vivo ke hewan uji untuk melihat aktivitas kulit

buah naga merah sebagai antioksidan dan agen fotoprotektif.

2. Terimakasih kepada Lembaga Penelitian, Publikasi dan Pengabdian Masyarakat Fakultas Universitas Muhammadiyah Yogyakarta atas dana penelitian unggulan Prodi Farmasi yang mendanai penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Budilaksono, W., Wahdaningsih, S., & Fahrurroji, A., 2014, Uji Aktivitas Antioksidan Fraksi N-Heksana Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus lemairei Britton dan Rose) Menggunakan Metode DPPH (1,1 – Difenil – 2 - Pikrilhidrazil), Jurnal Mahasiswa Farmasi Fakultas Kedokteran

UNTAN, vol.1 no.1.

Chet, N.W., 2009, Total Phenolic and Total Flavonoids Content of Pitaya Peels by Water Extraction, Thesis, Faculty of Chemical and Natural Resources Engineering, Universiti Malaysia Pahang. Christinawati, T., 2007, IdentifikasiFlavonoid

pada Herba Pegagan Embun (Hydrocotyle

sibthorpioides Lmk.)Hasil Isolasi Secara

Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP), Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma.

Desmiaty, Y., Ratnawati, J., Andini, P., 2009, penentuan Jumlah Flavonoid TotalEkstrak Etanol Daun Buah Merah (Pandanus Conoideus Lamk) SecaraKolorimetri Komplementer, Presentasi Seminar

Nasional POKJANAS TOI XXXVI,

Universitas Sanata Dharma.

Fessenden, R.J. & Fessenden, J.S., 1986, Kimia Organik, Jilid 1. Edisi Ketiga


(5)

Terjemahan Aloysius Hadyana

Pudjaatmaka Ph.D, Erlangga, Jakarta.

Foong, J.H., Hon, W.M., & Ho, C.W., 2012, Bioactive Compounds Determination In Fermented Liquid Dragon Fruit

(Hylocereus Polyrhizus),Borneo Science,

volume 31.

Gandjar, I.G., & Abdul Rohman, 2007, Kimia

Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar,

Yogyakarta.

Harborne, J., 1987, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis

Tumbuhan, Cetakan kedua, Penerjemah:

Padmawinata,K. Dan I. Soediro, ITB, Bandung.

Junior, R.G.O., Araujo, C.S., Souza, G.R., Guimaraes, A.L., Oliveira, A.P., Lima-Saraiva, S.R.G., Morais, A.C.S., Santos, J.S.R., & Silva, A.J.R.G., 2013, In Vitro Antioxidant and Photoprotective Activities of Dried Extracts from Neoglaziovia variegata (Bromeliaceae),

Journal of Applied Pharmaceutical

Science, Vol. 3 (01), pp. 122-127.

Kiessoun K., Souza A., Meda N.T.R., Coulibaly A.Y., Kiendrebeogo M., Lamien-Meda A., Lamidi M., Millogo-Rasolodimby J., Nacoulma O.G., 2010, Polyphenol Contents, Antioxidant and Anti-Inflammatory Activities of Six Malvaceae Species Traditionally used to Treat Hepatitis B in Burkina Faso,

European Journal of Scientific Research,

44(4): 570-580.

Kumar, S., 2011, Free Radicals and Antioxidants: Human and Food System,

Advances in Applied Science Research, 2

(1): 129-135.

Mansur, J.S., Breder, M.V.R., Mansur, M.C.A., Azulay, R.D., 1986, Determinação do fator de proteção solar

por espectrofotometria. An Bras

Dermatol, 61:121-124.

McKinlay, A., & Diffey, B.L., 1987, A Reference Action Spectrum for Ultraviolet Induced Erythema in Human Skin: In Human Exposure to Ultraviolet Radiation, Risks and Regulations,

Elsevier, Amsterdam, Netherlands, p 83.

Mead, M.N., 2008, Benefits of Sunlight: A Bright Spot for Human Health, Environmental Health Perspectives, 116(4): A160–A167.

Mikamo, E., Okada, Y., Semma, M., Itto, Y., Morimoto, T., 2000, Studies on Structural Correlationship with Antioxidant Activity of Flavonoids, J. Jpn. Soc. Food Sci.

Technol. 7:97-101.

Mishra, A.K., Mishra, A., & Chattopadhyay, P., 2011, Herbal Cosmeceuticals for Photoprotection from Ultraviolet B Radiation: A Review, Tropical Journal of

Pharmaceutical Research; 10 (3):

351-360.

Molyneux, P., 2004, The Use of The Stable Free Radical Diphenyl picrylhydrazyl(DPPH) for Estimating Antioxidant Activity,Songklanakarin J.

Sci. Technol, 26 (2):211-219.

Pieta P-G., 1999, Flavonoids as Antioxidant, Review, J.Nat. Prod., 63, 1035-1042. Prakash, A., Antioxidant Activity., Medallion

Laboratories : Analithycal Progres ,2001, Vol 19 No : 2. 1 – 4.

Pranata, R., 2013, Uji Aktivitas Antioksidan Fraksi Kloroform Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus Lemairei Britton dan Rose) Menggunakan Metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil), Skripsi, Universitas Tanjungpura, Pontianak.


(6)

Rahmawati, A., 2009, Kandungan Fenol Buah Mengkudu, Skripsi, Fakultas Kedokteran,Universitas Indonesia.

Rai, R., & Srinivas, C.R., 2007, Photoprotection.,Indian dermatol venerol lepro, vol.73, issue 2.

Saini, N.K., Singhal, M., Srivastava, B., 2011, Evaluation of Antioxidant Activity of

Tecomaria capensis Leaves Extract,

Ethnopharmacology, Vol. 2011, Issue 2.

Saewan, N., & Jimtaisong, A., 2013, Photoprotection of Natural Flavonoids,

Journal of applied pharmaceutical scienc,

vol.3 (09).

Sayre, R.M., Agin, P.P., Levee, G.J., Marlowe, E., 1979, Comparison of In Vivo and In Vitro Testing of Sunscreening Formulas, Photochem

Photobiol, 29:559-566.

Sudewo, B., 2009, Buku Pintar Hidup Sehat

Cara Mas Dewo, PT. Agro Media

Pustaka, Jakarta.

Sugrani, A., & Waji, R.A., 2009, Flavonoid (Quercetin), Makalah, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin.

Suhendi, A., Sjahid, L.R., Hanwar, D., 2011, Isolasi dan Identifikasi Flavonoid dari Daun Dewandaru (Eugenia uniflora L.),

Pharmacon, Vol.12 No.2

Sumarny, R., Sofiah, S., Nurhidayati, L., Fatimah., 2014, Antioxidant activity of Mangosteen (Garcinia mangostana L.) Fruit Rind Extract in Oral Solution Dosage Form, Presentation, International Symposium on Medicinal Plants & Traditional Medicine.

Wasitaatmaja, S.M., 1997, Penuntun Ilmu

Kosmetik Medik, UI Press, Jakarta.

WHO, 2015, Protection Against Exposure to Ultraviolet Radiation, Publication, Diakses 10 Mei 2015 pukul 11.57 WIB, dari

http://www.who.int/uv/publications/proU Vrad.pdf.


Dokumen yang terkait

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) SECARA IN VITRO

5 68 80

Efektivitas Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus) Sebagai Pewarna, Antioksidan, Dan Antimikroba Pada Sosis Daging Sapi

6 17 42

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN FOTOPROTEKTIF FRAKSI ETILASETAT EKSTRAK ETANOLIK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus)

2 19 178

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN FOTOPROTEKTIF FRAKSI KLOROFORM EKSTRAK ETANOLIK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus)

0 6 97

SKRIPSI KUALITAS DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN MINUMAN PROBIOTIK DENGAN VARIASI KONSENTRASI EKSTRAK BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus).

0 2 17

UJI SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH NAGA MERAH Uji Sitotoksik Ekstrak Etanol Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus) Dan Kulit Buah Naga Putih (Hylocereus Undatus) Terhadap Sel Kanker Payudara Mcf-7.

0 2 16

UJI SITOTOKSI EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) DAN KULIT BUAH NAGA Uji Sitotoksik Ekstrak Etanol Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus) Dan Kulit Buah Naga Putih (Hylocereus Undatus) Terhadap Sel Kanker Payudara Mcf-7.

0 2 13

PENDAHULUAN Uji Sitotoksik Ekstrak Etanol Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus) Dan Kulit Buah Naga Putih (Hylocereus Undatus) Terhadap Sel Kanker Payudara Mcf-7.

0 3 7

View of EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus Polyrhizus) SEBAGAI ANTIOKSIDAN DALAM FORMULASI SEDIAAN LOTIO

0 1 7

FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN LIPSTIK LIKUID EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus L.)

0 0 17