Jenis-Jenis Lumut Daun (MUSCI) Di Kawasan Hutan Taman Nasional Gunung Leuser Desa Telagah Kabupaten Langkat Sumatera Utara

JENIS-JENIS LUMUT DAUN (MUSCI) DI KAWASAN HUTAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER DESA TELAGAH KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA
SKRIPSI
RIA WINDI LESTARI 070805003
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012

JENIS-JENIS LUMUT DAUN (MUSCI) DI KAWASAN HUTAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER DESA TELAGAH KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
RIA WINDI LESTARI 070805003
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012

PERSETUJUAN

ii

Judul
Kategori Nama Nomor Induk Mahasiswa Program Studi Departemen Fakultas

: JENIS-JENIS LUMUT DAUN (MUSCI) DI KAWASAN HUTAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER DESA TELAGAH KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA
: SKRIPSI : RIA WINDI LESTARI : 070805003 : SARJANA BIOLOGI (S1) BIOLOGI : BIOLOGI : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Komisi Pembimbing

Diluluskan Medan, Juli 2012
:

Pembimbing 2

Pembimbing 1

Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS NIP. 1962 1214 1991 03 2001
Diketahui/Disetujui oleh Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

Dr. Nursahara Pasaribu M.Sc NIP. 1963 0123 1990 03 2001

Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc. NIP. 1963 0123 1990 03 2001

PERNYATAAN


iii

JENIS-JENIS LUMUT DAUN (MUSCI DI KAWASAN HUTAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER DESA TELAGAH KABUPATEN LANGKAT
SUMATERA UTARA
SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juli 2012

RIA WINDI LESTARI 070805003

PENGHARGAAN

iv

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha pengasih lagi Maha Penyayang atas Rahmat dan karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi penelitian yang berjudul “Jenis-Jenis Lumut Daun (Musci) Di Kawasan Hutan Taman Nasional Gunung Leuser Desa Telagah Kabupaten Langkat Sumatera Utara”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc. selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Prof.Dr. Retno Widhiastuti, MS selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, waktu, dan perhatian terutama saat penulis memulai penulisan hingga penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Muhammad Zaidun Sofyan, M.Si dan Bapak Drs. Arlen.H.J. M.Si., selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan saran, kritik, dan arahan sehingga skripsi ini menjadi sempurna. Terima kasih kepada Bapak T. Alief Aththorick, S.Si., M.Si. dan Ibu Etti Sartina Sriregar, S.Si., M.Si atas bimbingan, arahan dan bantuan yang telah diberikan.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ing. Teranala. A. Barus, M.Sc. selaku Penasehat Akademik, kepada Ibu Ketua Departemen dan Bapak Drs. Kiki Nurtjahja, M.Sc. selaku Sekretaris Departemen serta seluruh Dosen Departemen Biologi FMIPA USU yang telah mengajarkan dan memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama melaksanakan perkuliahan. Terima kasih kepada Bapak Dr. Sutarman, M.Sc. selaku Dekan dan para Pembantu Dekan FMIPA USU. Terima kasih juga kepada Bang Endra Raswin dan Ibu Roslina Ginting yang telah banyak membantu di laboratorium maupun di bidang administrasi.
Ungkapan terima kasih yang tidak terhingga pula penulis sampaikan kepada kedua orangtua tercinta (Ayahanda Nuriadi dan Ibunda Winarni) dan saudara tercinta Kakanda (Subakti, Juliani, Indra Fitra, Guntur, Dewi), Adinda (Riko Ariansyah) Serta keponakanku (Salsalika Ardhun dan Azzura Baha Rizqi)) atas doa, dukungan, perhatian, kasih sayang dan cinta yang selama ini diberikan kepada penulis. Bapak Irwansyah Sembiring selaku kepala Dusun Perteguhan beserta keluarga dengan segala kebaikan buat penulis.
Ucapan terima kasih kepada kepada Tim Disini Kawan (Pak Jack, Dika, Dwi, Anti) yang telah menemani serta membantu penulis dari sebelum dan sewaktu di lapangan. Ucapan terimakasih juga kepada LIKE THE ANT’S CREW telah memberi persahabatan dan kekompakan selama ini. Buat Sahabat-sahabat ku (Risa, Anti, Resti, Dwi) terima kasih atas ukhuwah yang dibangun selama ini. Terima kasih teman-teman asisten Laboratorium Sistematika Tumbuhan, yang telah mendukung, membantu dan memberikan motivasi kepada penulis. Semoga Allah Swt membalasnya dengan kebaikan. Amin. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dalam melengkapi kekurangan serta penyempurnaan skripsi ini. Dengan segala kerendahan hati penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

` Medan, Juli 2012
Penulis

v
JENIS - JENIS LUMUT DAUN (MUSCI) DI KAWASAN HUTAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER DESA TELAGAH KABUPATEN LANGKAT
SUMATERA UTARA
ABSTRAK
“Jenis-jenis Lumut Daun (Musci) di Kawasan hutan Taman Nasional Gunung Leuser Desa Telagah Kabupaten Langkat Sumatera Utara” telah diteliti dengan menggunakan “Metode Survey” dari bulan Mei sampai November 2011. Ditemukan 50 jenis Musci yang termasuk kedalam 34 genera dan 19 famili. Famili yang banyak ditemukan yaitu Dicranaceae dengan delapan jenis diikuti Polytrichaceae dengan lima jenis, Bryaceae, Hypnaceae dan Sematophyllaceae empat jenis, dan famili lainnya masingmasing dengan tiga jenis, dua jenis, atau satu jenis. Musci umumnya ditemukan tumbuh pada ketinggian 700-1200 meter di atas permukaan laut di berbagai substrat diantaranya batu, pohon, kayu lapuk, dan tanah.
Kata Kunci: Bryophyta, Lumut Daun, Ekosistem Leuser.

vi
AN INVENTORY OF MOSSES IN THE GUNUNG LEUSER NATIONAL PARK TELAGAH VILLAGE LANGKAT DISTRICT NORTH SUMATERA
ABSTRACT
Species of Musci in Gunung Leuser National Park Telagah Village Langkat Regency North Sumatra had been studied using Survey Methods from May to November 2011. There are 50 species of Musci recorded in the study area belonging to 34 genera and 19 families. Dicranaceae is one of the most abundant family found on the study site with eight species, Polytrichaceae five species, Bryaceae, Hypnaceae and Sematophyllaceae with four species, and the other families with either three, two or one species. Musci mostly found in altitude 700-1200 meter above sea level in all type of substrat (stones, trees, log and soils).
Key words: Bryophyte, Musci, Leuser Ecosystem.

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PERNYATAAN PENGHARGAAN ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN


Bab 1

Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan 1.3Tujuan 1.4 Manfaat

Bab 2

Tinjauan Pustaka 2.1 Bryophyte 2.2 Karakteristik Lumut Daun 2.3 Ekologi Lumut 2.4 Manfaat Lumut

Bab 3

Bahan dan Metode 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Deskripsi Area 3.3 Metode penelitian 3.4 Pelaksanaan penelitian 3.5 Analisis data

Bab 4

Hasil dan Pembahasan 4.1 Jenis-Jenis Lumut Daun (Musci) 4.2 Karakteristik Morfologi 4.3 Karakteristik Anatomi 4.4 Deskripsi Lumut Daun (Musci) 4.5 Ekologi Lumut Daun (Musci)

Bab 5 Kesimpulan dan saran 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA


vii
halaman ii iii iv v vi vii ix x xi
1 1 2 2
3 4 6 7
8 8 10 10 11
12 16 19 22 58
62 62
63

DAFTAR TABEL

viii

halaman

4.1 Jenis-jenis Lumut Daun (Musci) di hutan Telagah Taman Nasional

12

Gunung Leuser


4.2 Distribusi Musci di hutan Telagah TNGL berdasarkan ketinggian dan

58

habitat.

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43

Bentuk daun Musci Beberapa bentul sel-sel daun Pola Pertumbuhan pada Musci Orientasi daun pada Musci Basal daun Tipe costa Bentuk sel-sel lamina Bentuk sel-sel cancellina Bentuk-bentuk sel alar Acroporium sigmatodontium Acroporium sp. Barbella comes Barbula consanguinea Barbula pseudo-ehrenbergii Barbula indica Bryum apiculatum Bryum clavatum Bryum sp. Campylopodium medium Campylopus serratus Campylopus umbellatus Campylopus sp1. Campylopus sp2. Cladopanthus pilifer Dicranella setifera Dicranoloma reflexum Diphyscium mucronifolium Ectropothecium buitenzorgii Enthosthodon buseanus Fissiden geminiflorus Fissiden zippelianus Fissiden sp. Foreauella orthothecia Hypnodendron reindwardtii Isopterigyum minuterameum Leucobryum sumatranum Leucoloma molle Leucophanes glaucum Octoblepharum albidum Philonotis hastata Pogonatum cirratum Pogonatum flexicaule Pogonatum teysmannianum

ix
halaman 5 6 17 18 19 20 20 21 21 23 24 24 25 26 26 27 28 28 29 29 31 31 32 33 34 34 35 36 37 37 38 39 39 40 41 41 42 43 43 44 45 46 46

44 Pogogantum sp1. 45 Pogogantum sp2. 46 Pyrrhobryum spiniforme 47 Rhizogonium cf lamii 48 Rhodobryum aubertii 49 Sematophyllum tristiculum 50 Syrrhopodon muelleri 51 Syrrhopodon sp. 52 Taxiphyllum taxirameum 53 Thuidium plumulosum 54 Thuidium sp. 55 Trismegistia lancifolia 56 Vesicularia montagnei 57 Spesies A 58 Spesies B 59 Spesies C

x
47 48 49 49 50 51 52 52 53 54 54 55 56 56 57 58


DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta Lokasi Penelitian 2 Data Faktor Fisik-Kimia 3 Hasil Identifikasi Herbarium Medanense (MEDA) 4 Sel-sel lamina (perbesaran 10 x 40)

xi
halaman 66 67 69 71

v
JENIS - JENIS LUMUT DAUN (MUSCI) DI KAWASAN HUTAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER DESA TELAGAH KABUPATEN LANGKAT
SUMATERA UTARA
ABSTRAK
“Jenis-jenis Lumut Daun (Musci) di Kawasan hutan Taman Nasional Gunung Leuser Desa Telagah Kabupaten Langkat Sumatera Utara” telah diteliti dengan menggunakan “Metode Survey” dari bulan Mei sampai November 2011. Ditemukan 50 jenis Musci yang termasuk kedalam 34 genera dan 19 famili. Famili yang banyak ditemukan yaitu Dicranaceae dengan delapan jenis diikuti Polytrichaceae dengan lima jenis, Bryaceae, Hypnaceae dan Sematophyllaceae empat jenis, dan famili lainnya masingmasing dengan tiga jenis, dua jenis, atau satu jenis. Musci umumnya ditemukan tumbuh pada ketinggian 700-1200 meter di atas permukaan laut di berbagai substrat diantaranya batu, pohon, kayu lapuk, dan tanah.
Kata Kunci: Bryophyta, Lumut Daun, Ekosistem Leuser.

vi
AN INVENTORY OF MOSSES IN THE GUNUNG LEUSER NATIONAL PARK TELAGAH VILLAGE LANGKAT DISTRICT NORTH SUMATERA
ABSTRACT
Species of Musci in Gunung Leuser National Park Telagah Village Langkat Regency North Sumatra had been studied using Survey Methods from May to November 2011. There are 50 species of Musci recorded in the study area belonging to 34 genera and 19 families. Dicranaceae is one of the most abundant family found on the study site with eight species, Polytrichaceae five species, Bryaceae, Hypnaceae and Sematophyllaceae with four species, and the other families with either three, two or one species. Musci mostly found in altitude 700-1200 meter above sea level in all type of substrat (stones, trees, log and soils).
Key words: Bryophyte, Musci, Leuser Ecosystem.


BAB 1 PENDAHULUAN

1

1.1 Latar Belakang
Kawasan hutan Indonesia umumnya merupakan hutan hujan tropis. Hutan hujan tropis termasuk hutan pegunungan terkenal dengan keanekaragaman flora termasuk di dalamnya adalah jenis-jenis lumut (Hasan & Ariyanti 2004). Jumlah lumut kurang lebih 18.000 jenis yang tersebar di seluruh dunia dan merupakan kelompok tumbuhan terbesar kedua setelah tumbuhan berbunga (Tan & Chuan 2008). Bryophyte dibagi menjadi tiga kelompok yaitu lumut hati (Hepaticeae), lumut tanduk (Anthocerotae), dan lumut daun (Musci) (Gradstein et al, 2009).
Lumut daun merupakan kelas terbesar dalam Bryophyte. Diperkirakan terdapat 900 genera dalam 8000 jenis (Gradstein, et al 2009). Sekitar 2.000 jenis lumut daun tersebar di Asia (Tan & Chuan, 2008). Gametofit lumut daun terdiri dari batang dengan cabang-cabang dan daun, tumbuh tegak (acrocarpus) atau merayap (pleurocarpus). Sporofit lumut daun sangat kompleks, secara garis besar terdiri dari rhizoid, seta dan kapsul (Damayanti, 2006).
Lumut daun dapat tumbuh di tempat-tempat lembab dan ternaungi. Menurut Hasan & Ariyanti (2004), lumut daun bila dibandingkan dengan lumut hati, lebih toleran terhadap habitat kering, dapat mengkolonisasi tanah terbuka dan bertahan hidup di beberapa daerah kering dan dingin di seluruh dunia. Lumut daun merupakan tumbuhan kosmopolitan, dapat tumbuh di berbagai tempat, misalnya menempel pada pohon, tunggul kayu, batu, tanah, tembok, bata dan hampir semua tempat.
Kawasan hutan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) yang terletak di Desa Telagah Kabupaten Langkat Sumatera Utara merupakan daerah dataran tinggi yang memiliki topografi yang bervariasi dengan kelembaban udara berkisar 60-80%

2 dan curah hujan pertahun 2.674 mm. Suhu harian yang bisa dicapai antara 210-280C, sehingga kawasan tersebut merupakan salah satu kawasan hutan yang potensial untuk habitat dari berbagai jenis-jenis lumut.
Lumut daun merupakan salah satu kelompok tumbuhan rendah dan bagian dari keanekaragaman hayati yang belum banyak mendapat perhatian. Jenis-jenis lumut daun di wilayah Sumatera belum banyak terungkap khususnya kawasan hutan TNGL. Hal ini didasarkan hasil koleksi spesimen di Herbarium MEDANENSE yang belum pernah ditemukan spesimen maupun laporan tentang lumut daun di Kawasan hutan TNGL Desa Telagah Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian tentang jenis-jenis lumut daun.
1.2 Permasalahan
Lumut daun memiliki sebaran yang luas di Asia, namun demikian sejauh ini belum diketahui data tentang kekayaan jenis-jenis Lumut daun apa sajakah yang terdapat di Kawasan hutan TNGL.
1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk inventarisasi dan mendeterminasi lumut daun yang tumbuh di kawasan hutan TNGL Desa Telagah Kabupaten Langkat Sumatera Utara.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi berupa data tentang lumut daun di Kawasan hutan TNGL Desa Telagah Kabupaten langkat Sumatera Utara serta sebagai masukan bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian tentang lumut daun.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


3

2.1 Bryophyte
Lumut merupakan tumbuhan tingkat rendah yang termasuk ke dalam divisi Bryophyte. Pada umumnya tumbuhan lumut menyukai tempat-tempat yang basah dan lembab di dataran rendah sampai dataran tinggi. Tumbuhan ini sering disebut sebagi tumbuhan piooner atau tumbuhan perintis, karena lumut dapat tumbuh dengan berbagai kondisi pertumbuhan dimana tumbuhan pertama yang tumbuh ketika awal suksesi pada lahan yang rusak, atau daerah dengan hara yang miskin. Setelah area ditumbuhi lumut, area tersebut akan menjadi media yang cocok untuk perkecambahan pertumbuhan tumbuhan lainnya (Damayanati, 2006).
Bryophyte dibagi kedalam tiga kelompok besar, yaitu lumut tanduk (Anthocerotae), lumut hati (Hepaticeae), lumut daun (Musci) (Gradstein, Churchill & Salazar, 2009). Anthocerotae merupakan kelompok terkecil pada Bryophyte (Damayanti, 2006). Diperkirakan kurang dari 100 jenis dengan delapan sampai sembilan marga yang tersebar di seluruh dunia (Gradstein, Churchill & Salazar 2009). Gametofit lumut tanduk pipih dengan thalus symmetris billateral (Goffinet & Vanderpoorten, 2009). Sporofit umumnya tumbuh tegak terdiri dari kaki dan kapsul, tanpa tangkai (Hasan & Ariyanti, 2004). Hepaticeae dikenal sebagai lumut hati memiliki anggota sekitar 5000 jenis. Gametofit lumut hati sangat bervariasi. Berdasarkan hal tersebut lumut hati dibedakan menjadi dua kelompok yaitu lumut hati bertalus dan lumut hati berdaun. Sporofit lumut hati tidak seperti lumut daun, perkembangan sporofit secara penuh terselubung tanpa kaliptra sampai spora masak (Gradstein, Churchill & Salazar 2009). Lumut daun memiliki gametofit yang telah terdifferensiasi sehingga dapat dibedakan bentuk-bentuk seperti b atang, cabang dan daun. Sporofit Musci berumur panjang , berwarna kecoklatan terdiri atas kaki, kapsul yang disangga oleh suatu tangkai disebut seta ( Hasan & Ariyanti, 2004).

4
2.2 Karakteristik Lumut daun
Identifikasi lumut daun menggunakan karakteristik dari kedua generasi yaitu gametofit dan sporofit (Hallingbäck & Nick, 2000). Ada beberapa ciri-ciri yang digunakan untuk proses identifikasi lumut daun, seperti habit, daun, dan sel-sel daun.
a. Habit
Berdasarkan letak tumbuhnya sporofit, lumut daun dibagi menjadi dua grup yaitu acrocarpus dan pleurocarpus. Lumut dari kelompok acrocarpus memproduksi arkegonia dan sporofit terminal pada ujung batang, biasanya tumbuh tegak seperti rumput dan sedikit bercabang. Lumut dari kelompok pleurocarpus memproduksi arkegonia dan sporofit lateral, umumnya menjalar dan koloninya membentuk seperti keset (mats), benang anyaman (wefts). Keduanya dapat menjadi menggantung (pendants), seperti pohon (dendroid), seperti kipas (frondose) atau dense tufts (Gradstein, Churchill, & Salazar, 2009).
b. Daun
Karakter daun dari Musci adalah daun selalu sessile pada batang, dan tidak pernah ada petiole (Shaw et al, 2009). Daun biasanya tersusun spiral di sekitar batang atau cabang (Tan, 2008) dan tidak pernah berbagi (Goffinet & Vanderpoorten, 2009). Orientasi daun sangat bervariasi, banyak spesies pleurocarpus memiliki orientasi daun complanate. Bentuk daun ada yang ovate, lanset, dan ujung daun bervariasi dari tumpul atau truncate dan acuminate atau aristate. Pada basal daun, kadang-kadang decurrent atau ensheathing batang. Margin daun dapat bervariasi, rata, bergigi atau bergerigi . Umumnya, lamina daun terdiri dari satu lapisan sel kecuali pada sel-sel costa. Costa tunggal atau ganda, pendek atau panjang, percurrent atau excurrent atau tidak ada (Gradstein, Churchill, & Salazar, 2009). Bentuk-bentuk daun Musci dapat dilihat pada Gambar 1.

5 e.

c. d. b.

h. a.

g.

j. k.

f. i.
Gambar 1. Bentuk daun Musci. (a) Oblong-lanceolate dengan costa yang sangat lebar. (b). Oblong-ligulate, terdapat aurikel di basal daun. (c) Circinate dengan double costa. (d) Oblong-obovate dengan ujung yang membulat. (e) Ovate-lanceolate, costa berakhir sampai ujung daun. (f) Daun dengan vaginant lamina (basal kanan). (g) oblong-lingulate dengan double costa. (h) Elliptic, dengan pinggir daun tebal. (i) Oval-elliptic, terdapat percabangan pada costa. (j) Ovate, tidak ada costa. (k) lanceolate (Goffinet & Vanderpoorten, 2009).

c. Sel-sel Daun
Bentuk sel, ukuran sel, dan susunan sel di dalam daun dapat berbeda jauh antar genera tetapi juga dalam daun tunggal. Bentuk sel dapat quadratus, panjang dan sempit. Sel pada tepi daun dapat berbeda, membentuk perbatasan daun, dan bagian bawah dari daun di sudut sekelompok sel, sel-sel alar, dapat dibedakan. Ini dapat meningkat dan berdinding tebal atau quadrat, membentuk segitiga khas daerah dari costa ke perbatasan daun. Meskipun dinding sel secara merata menebal, mereka dapat sempit, tebal (incrassate), berliku-liku, porose atau dihiasi oleh papilla (Gradstein, Churchill, & Salazar, 2009). Beberapa bentuk sel-sel daun dapat dilihat pada Gambar 2.

ab

6 c

Gambar 2. Beberapa bentuk sel-sel daun. (a) Rhomboidal. (b) Quadrat-isodiametrik; sel tepi linear. (c) Elongate-linear; sel quadrat pada bagian sudut basal (Goffinet & Vanderpoorten, 2009).

d. Generasi sporofit

Sporofit lumut daun terdiri dari kapsul, seta dan kaki. Kapsul merupakan kotak spora yang terdiri atas beberapa bagian yaitu leher dan operculum (lid). kapsul dilindungi oleh jaringan yang disebut kaliptra. Ada beberapa tipe kaliptra; culcullate, mitrate dan campanulate. Orientasi kapsul dapat tegak, miring, horisontal, atau ovoid. Letak spora ada yang terbenam di antara daun perichaetial atau exserted di atas batang (Gradstein, Churchill, & Salazar, 2009).


2.3 Ekologi Lumut

Sejak kondisi lingkungan mengalami perubahan dengan ketinggian, Bryophyte di

hutan hujan tropis berubah secara signifikan karena adanya perbedaan ketinggian. Ada

beberapa perbedaan percobaan dalam mendeterminasi zonasi ketinggian di hutan

hujan. Frahm (2003) dalam Pollawatan (2008) mendeskripsikan daerah ketinggian di

hutan hujan tropis sebagai berikut:

- 0-400 m

: Hutan Tropis Dataran Rendah

- 1100-1300 m : Hutan Pegunungan

- 1800 m

: Hutan Pegunungan Bawah

- 2800 m

: Hutan Pegunungan Atas

- forest line : subalpine forest

Oleh karena itu Bryophyte merupakan suatu komponen umum dan menarik pada banyak habitat, seperti lahan gambut, tundra, hutan pegunungan, dimana mereka

7
tumbuh di daerah yang ternaungi, tebing, dan daerah yang marginal (Goffinet & Vanderpooten, 2009). Menurut Gradstein & Poc’s (1989) dalam Pollawatan (2010) daerah dataran rendah sampai hutan pegunungan bawah dan selanjutnya hutan pegunungan atas merupakan habitat dari banyak Bryophyte.
Kehadiran dan kelangsungan hidup Bryophyte sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan khususnya lingkungan mikro meliputi suhu, kelembaban dan pencahayaan (Hallingbäck & Nick, 2000). Lumut umumnya berkembang pada daerah pegunungan yang memiliki kelembaban tinggi, suhu rendah dan cukup sinar matahari. Kehadiran lumut di daerah dataran rendah umumnya terbatas pada tempat-tempat lembab seperti pinggir sungai dan daaerah sekitar sumber air. Oleh karena itu, perubahan terhadap lingkungan mikro dari suatu tempat akan berdampak cukup besar terhadap keberadaan lumut di lingkungan sekitarnya (Windadri, 2010).
2.4 Manfaat Lumut
Bryophyte dari segi ekologi memiliki peran yang sangat penting, merupakan tumbuhan perintis dalam menciptakan habitat primer dan sekunder setelah adanya perusakan lingkungan. Bryophyte juga memiliki peran yang penting dalam menjaga porositas tanah dan mengatur tingkat kelembaban ekosistem (Damayanti, 2006). Menurut Hallingbäck & Nick, (2000) karena kemampuannya dalam menahan dan menyerap air. Bryophyte juga dapat digunakan sebagai indikator pencemaran udara (Glime & Saxena, 1991). Taoda (1972) dalam Hallingbäck & Nick (2000) menggunakan bryophyte dalam memperkirakan dampak terhadap polusi udara di Japan, Eropa dan Amerika Utara.
Lumut merupakan rumah bagi invertebrata, dan sebagai material pembuatan sarang burung (Hallingbäck & Nick, 2000). Lumut juga digunakan untuk pertamanan, merupakan media tanam untuk propagasi, khususnya untuk bunga anggrek dan Nepenthes. Lumut juga digunakan oleh masyarakat China sebagai bahan obat-obatan terutama untuk mengobati gatal-gatal dan penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan jamur (Tan & Gradstein, 2009).

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

8

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2011 di kawasan TNGL Desa Telagah kabupaten Langkat. Peta penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.2 Deskripsi Area 3.2.1 Letak Dan Luas Lokasi Penelitian
Kawasan hutan TNGL memiliki luas area 5.000 Ha. Secara administratif Desa Telagah termasuk Kecamatan Sei Bingei, Kabupaten Langkat. Secara Geografis terletak pada koordinat 03014”–04013” BT dan 97052”–98045” LU.
Kawasan hutan TNGL berbatasan dengan: a. Sebelah Utara : Desa Rumah Galoh b. Sebelah Selatan : Kawasan Ekosistem Leuser c. Sebelah Barat : Kawasan Ekosistem Leuser d. Sebelah Timur : Desa Tanjung Gunung

Topografi

9

Topografi di kawasan hutan TNGL Desa Telagah, Kabupaten Langkat pada umumnya berbukit-bukit hingga curam dengan ketinggian 700-1220 meter dari permukaan laut.

Curah Hujan
Berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) terdekat di Kecamatan sei Bingei, diperoleh data curah hujan kawasan hutan Telagah Taman Nasional gunung Leuser adalah rata-rata 2776.7 mm pertahunnya.

Tipe Iklim
Berdasarakan Schmidt-Ferguson dalam Kartasapoetra (2004) tipe iklim di kawasan hutan telagah TNGL adalah tipe A dengan rata-rata curah hujan bulanan di desa Telagah sekitar 116-398 mm dan jumlah hari hujan setiap tahunnya berkisar 170-210 hari serta penyebaran hujan bulanan hampir merata setiap tahun.

Vegetasi
Berdasarkan pengamatan di sekitar areal penelitian, vegetasi yang umum ditemukan yaitu famili Aspleniaceae, Polypodiaceae, Sellaginaceae (Pteridophyta), Araceae, Arecaceae, (Monocotyledonae), Annonaceae, Dipterocarpaceae, Moraceae, adn Urticaceae (Dicotyledonae).

3.3 Metode Penelitian

10

Penelitian lumut dilakukan dengan menggunakan metode eksplorasi dan koleksi flora yaitu dengan cara jelajah, yaitu melakukan penjelajahan di sepanjang jalur pengamatan atau disesuaikan dengan keadaan lapangan (Rugayah et al, 2004). Luas penjelajahan ± 7 ha.

3.4 Pelaksanaan Penelitian 3.4.1 Dilapangan
Jenis- jenis lumut daun yang ditemukan dicatat karakter penting meliputi substrat atau tempat tumbuh, sifat hidup, warna kemudian diphoto, dikoleksi dari tempat tumbuhnya dengan menggunakan pisau atau alat pencongkel. Pengambilan spesimen lumut diusahakan selengkap mungkin, meliputi fase generasi gametofit (tumbuhan lumutnya sendiri) dan generasi sporofit (bagian yang menghasilkan spora). Kemudian dimasukkan ke dalam amplop spesimen. Dilakukan pengukuran faktor fisik, meliputi, pengukuran titik ordinat dengan menggunakan GPS (Global Positioning System), altimeter untuk ketinggian tempat, suhu udara dengan termometer, kelembaban udara dengan higrometer, intensitas cahaya dengan luxmeter.
3.4.2 Di Laboratorium
Spesimen lumut yang dikoleksi diawetkan dengan cara dikering anginkan agar tidak rusak (lembab dan berjamur). Dilakukan pengamatan anatomi daun dengan cara diambil potongan spesimen lumut secukupnya, selanjutnya potongan tersebut direndam dalam air, lumut pada bagian pangkalnya dijepit dengan pinset runcing daunnya dirontokkan dari atas ke bawah. Daun diratakan di atas gelas preparat, ditutup dengan gelas penutup, dan diamati di bawah mikroskop. Dicatat karakter seperti bentuk daun, tepi, ujung, pangkal, pertulangan daun (costa), bentuk sel daun yang meliputi sel alar pada bagian pangkal dan sel-sel pada helaian daun.

11
Selanjutnya dideterminasi di Herbarium MEDANENSE (MEDA) USU (Lampiran 2) dengan menggunakan buku-buku acuan antara lain:
1. A Handbook of Malesian Mosses volume 1 (Eddy, 1988) 2. A Handbook of Malesian Mosses volume 2 (Eddy, 1990) 3. A Handbook of Malesian Mosses volume 3 (Eddy, 1996) 4. A Guide to the Mosses of Singapore (Tan & Chuan, 2008) 5. Mengenal Bryophyta (Lumut) Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Volume 1 (Hasan & Nunik, 2004). 6. Mosses of The Philippines. The Philippine journal of Science (Bartram, E.B, 1939)
2.3 Analisis Data
Data Jenis-jenis lumut daun disajikan dalam bentuk deskripsi morfologi yang dilengkapi dengan ketinggian tempat, dan gambaran habitat secara umum dari masing-masing jenis lumut daun.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

12

4.1 Jenis-jenis Musci (Lumut daun)

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di hutan Telagah TNGL diperoleh 34

marga lumut daun dengan 50 jenis, keseluruhan jenis dikelompokkan ke dalam 19

suku yang teridentifikasi sedangkan tiga jenis belum diketahui sukunya, seperti yang

ditampilkan pada Tabel 4.1.

4.1. Jenis Musci di Hutan Telagah Taman Nasional Gunung Leuser

No Suku

Jenis

1 Bartramiaceae

Philonotis hastata

2 Bryaceae

Bryum apiculatum

3 Bryum sp.

4 Bryum clavatum

5 Rhodobryum giganteum

6 Calymperaceae

Syrrhopodon muelleri

7 Syrrhopodon sp.1

8 Dicranaceae

Campylopodium medium

9 Campylopus serratus

10 Campylopus umbellatus

11 Campylopus sp 1.

12 Campylopus sp 2.

13 Dicranella setifera

14 Dicranoloma reflexum

15 Leucoloma molle

16 Diphysciaceae

Diphysciacium longifolium

17 Fissidentaceae

Fissiden geminiflorus

18 Fissiden zippelianus

19 Fissiden sp1.

20 Funariaceae

Enthosthodon buseanus

21 Hylocomiaceae

Foreauella orthothecia

22 Hypnaceae

Ectropothecium buitenzorgii

23 Isopterigium Minuteramium

24 Taxiphyllum taxirameum

25 Vesicularia montagnei

26 Hypnodendraceae

Hypnodendron reindwardtii

27 Leucobryaceae

Lecobryum sumateranum

Tabel 4.1. (lanjutan)
No Suku 28 Leucobryaceae 29 Meteoriaceae 30 Octoblepharaceae 31 Polytrichaceae 32 33 34 35 36 Pottiaceae 37 38 39 Rhizogoniaceae 40 41 Schistomitriaceae 42 Sematophyllaceae 43 44 45 46 Thuidiaceae 47 48 Unidentified 49 Unidentified 50 Unidentified

Jenis Leucophanes glaucum Barbella comes Octoblepharum albidum Pogonatum cirratum Pogonatum flexicaule Pogonatum teysmannianum Pogonatum sp1. Pogonatum sp2. Barbula consanguinea Barbula pseudo-ehrenbergii Barbula indica Pyrrhobryum spiniforme Rhizogonium cf lamii Cladopanthus pilifer Acroporium sigmatodontium Acroporium sp1. Sematophyllum tristiculum Trismegistia lancifolia Thuidium plumulosum Thuidium sp. Spesies A Spesies B Spesies C

13

Hasil penelitian ini menunjukkan kekayaan lumut di Kawasan Hutan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) cukup tinggi jika dibandingkan dengan penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh Herlinawati (2010) di Hutan Lindung Aek Nauli Sumatera Utara, dimana ditemukan 20 jenis lumut yang termasuk ke dalam 14 suku. Windadri (2010) di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung memperoleh 37 lumut jenis yang termasuk 23 marga dalam 11 suku. Windadri (2010) di Kawasan Cagar Alam Duwus Ingul, Jasinga Jawa Barat menemukan 38 jenis lumut yang termasuk 26 marga dalam 14 suku.

Dari 19 suku yang ditemukan, secara umum hidup di seluruh tipe hutan. Gradstein & Pocs (2009) mengemukakan bahwa sekitar 90% Bryophyte di hutan hujan tropis termasuk pada suku Calymperaceae, Dicranaceae, Fissidentaceae, Hookeriaceae, Hypnaceae, Meteoriaceae, Neckeraceae, Orthotrichaceae, Pterobryaceae,dan Sematophyllaceae.

14
Dari Tabel 4.1 diketahui bahwa Suku Dicranaceae memiliki jenis terbanyak yaitu delapan jenis, diikuti Polytrichaceae sebanyak lima jenis, Bryaceae, Hypnaceae dan Sematophyllaceae sebanyak empat jenis, Fissidentaceae dan Pottiaceae sebanyak tiga jenis, Calymperaceae, Leucobryaceae, Rhizogoniaceae, Thuidiaceae sebanyak dua jenis, dan famili lainnya masing-masing satu jenis.
Dicranaceae merupakan lumut yang dominan di lokasi penelitian dengan berbagai substrat, seperti di tanah, kayu lapuk dan menyukai tempat terbuka. Hal ini dikarenakan jenis-jenis dari famili Dicranaceae merupakan tumbuhan dengan penyebaran yang luas (kosmopolit). Menurut Sehnem (1953) dan Frahm (1991) dalam Liuizi-Ponzo & Barth (1999), famili Dicranaceae mempunyai wilayah distribusi geografi yang luas, ditemukan mulai dari Artik, Antartik, hutan Temperate, hutan tropis dan hutan subtropis. Selanjutnya Eddy (1988) menyatakan di wilayah tropis Dicranaceae banyak melimpah pada setiap ketinggian. Suku Dicranaceae jarang ditemukan dengan spora, sehingga memungkinkan suku ini lebih mengutamakan perkembangan secara vegetatif. Menurut Glime (2006) reproduksi secara vegetatif cenderung lebih sukses mengkolonisasi wilayah lebih luas dari pada dengan spora. Salah satu jenis dari suku Dicranaceae yang banyak ditemukan adalah Leucoloma molle, tumbuh epifit di batang pohon. Culmse & Gradstein (2010) melaporkan di Sulawesi jenis Leucoloma molle merupakan yang biasa ditemukan tumbuh di pohon sekitar 70% dan melimpah pada setiap ketinggian.
Hal yang sama diperkirakan juga berlangsung pada suku Polytrichaceae, Bryaceae, Hypnaceae, dan Sematophyllaceae sehingga menyebabkan suku-suku ini mempunyai penyebaran yang sangat luas. Keempat suku tersebut merupakan lumut kosmopolit yang memiliki kisaran toleransi yang besar untuk tumbuh. Eddy (1988) menyatakan Polytrichaceae memiliki keanekaragaman yang melimpah tersebar di daerah tropis Asia dan secara khusus tumbuh di substrat tanah yang kaya akan mineral tapi lebih sering di tanah humus. Selanjutnya Hyvo¨nen (2010), menambahkan salah satu jenis dari suku Polytrichaceae , yaitu Pogonatum berhasil mengkolonisasi daerah terbuka ataupun pinggir jalan.

15
Keempat suku tersebut tersebar sangat luas juga disebabkan proses perbanyakannya seperti pada suku seperti pada suku Bryaceae. Alkan et al., (2007) menyatakan famili Bryaceae melakukan perbanyakan secara vegetatif dan spora. Bryaceae sebagian besar terdistribusi dari Eropa, Asia, Amerika Utara, Australia, dan New Zeland. Bryaceae dapat tumbuh di tanah, celah batu, tebing dan batang pohon.
Sematophyllaceae yang ditemukan empat genera. Sematophyllaceae biasanya ditemukan di hutan hujan tropis dan terdistribusi disebagian besar di hutan lembab dengan habitat epifit pada kulit kayu, kayu lapuk, kadang-kadang epiphyll, dan agak jarang pada batu atau lantai hutan yang lembab (Ramsey et al, 2002 dalam Pollawatan, 2010).
Hypnaceae yang ditemukan terdiri dari empat genera. Hypnaceae salah satu suku terbesar dari kelompok Pleurocarpus yang terdiri dari 60 genus. Keempat genera ini terdapat di semua tipe habitat. Jenis yang sering ditemukan adalah Ectropothecium buitenzorgi Tan, et al. (2006) melaporkan di Gunung Halimun jenis ini tumbuh pada habitat batang pohon, bebatuan dan kayu lapuk pada ketinggian 1000-1600 mdpl.
Dari Tabel 4.1 juga dapat dillihat bahwa suku Fissidentaceae dan Pottiaceae yang ditemukan hanya terdiri satu genus. Suku Fissidentaceae merupakan marga terbesar, mempunyai beberapa ratus spesies (Eddy, 1988). Iskandar (2010) melaporkan di Kebun Raya Cibodas ditemukan 12 jenis suku Fissidentaceae. Tiga jenis diantaranya tumbuh di tempat yang teduh atau ternaungi dan di berbagai substrat seperti kayu lapuk, batu, dan tanah berpasir. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan Eddy (1988), Fissidentaceae merupakan lumut kosmopolit dan sangat representativ di kawasan Malesia. Suku Fissidentaceae dapat ditemukan pada hampir semua tipe habitat dimana habitat tersebut mendukung untuk pertumbuhan Bryophyte.
Suku Pottiaceae hanya satu genus yang ditemukan yaitu Barbulla. Menurut Eddy (1988) genus Barbulla penyebarannya sangat baik di Kawasan Malesia. Pottiaceae ditemukan tumbuh di substrat batu, tanah dan langsung terpapar cahaya matahari. Zander, (1996) menyatakan bahwa Pottiaceae termasuk famili ekstrim tahan terhadap cuaca kering, dingin, daerah yang rusak. Hal ini dikarenakan karena struktur

16 morfologi dan fisiologi yang bervariasi. Selanjutnya Smith (1980) dalam Erkara & Savaroglu (2008) menambahkan Pottiaceae termasuk famili yang menyukai habitat terbuka dengan intensitas cahaya tinggi.
4.3 Karakteristik Morfologi
Musci yang ditemukan umumnya memperlihatkan bentuk pertumbuhan yang berbeda pada setiap jenis. Pada kelompok Acrocarpus biasanya tumbuh tegak dan generasi sporofit tumbuh terminal, sedangkan Pleurocarpus umumnya merayap, bercabang dan generasi sporofit tumbuh lateral di setiap percabangan. Variasi morfologi dan anatomi Musci yang tumbuh Pleurocarpus umumnya dijelaskan oleh kondisi lingkungan dimana spesies terjadi dan/atau sejarah filogenetik dari spesies (Hedenas 1999 dalam Hedenas & Tan, 2004).
Bentuk (Pola) Pertumbuhan
Umumnya Musci yang ditemukan memperlihatkan bentuk pertumbuhan yang sangat beragam dan unik, antara lain 1). Rumput pendek (short turft) 2). Rumput tinggi ( long turft) 3). keset (mats) 4). anyaman (wefts), 5). bantalan (chusion), dan 6). pohon (dendroid) (Gambar 3). Dari keseluruhan pola pertumbuhan tersebut yang paling umum ditemukan adalah berumput pendek terdapat 23 jenis. Sembilan jenis berumput tinggi (Campylopus umbellatus, Campylopus sp2., Dicranolloma reflexum, Pyrrhobryum spiniforme dan semua suku Polytrichaceae). Tujuh jenis seperti anyaman (semua jenis dari suku Hypnaceae, Thuidiaceae dan Sematophyllum tristiculum. Lima jenis seperti keset (Diphysciacium longifolium, Rhizogonium cf lamii, Trismegistia lancifolia, Spesies A, dan Spesies B. Empat jenis seperti bantalan (Dicranella setifera, Leucobryum sumateranum, Cladopanthus pilifer, dan Spesies C, dan dua jenis seperti pohon (Hypnodendron reindwartii dan Rhodobryum giganteum).
Menurut Gradstein (2009) di hutan dataran rendah pola pertumbuhan keset (Mats) sering dijumpai untuk suku Hookeriaceae, Hypnaceae, Sematophyllaceae, sedangkan pola pertumbuhan bantalan (chusions) cocok untuk suku Leucobryum.

17
A BC
DEF
Gambar 3. Pola Pertumbuhan pada Musci (a) Seperti pohon pada Hypnodendron arborescens. (b) Seperti bantalan pada Cladophantus pilifer (c) Berumput tinggi pada Campylopus umbellatus (d) Seperti rumput pendek pada Octoblepharum albidum (e) Seperti keset pada Barbula pseudoehrenbergii (F) Seperti anyaman pada Thuidium sp.
Bentuk pertumbuhan seperti keset (mats) dan anyaman (wefts) secara bentuk sangat efektif dalam menyimpan air dan karakteristik dengan kadang-kadang tumbuh lebih tahan lama karena faktor kekeringan. Bentuk pertumbuhan menggantung (pendants) sangat karakteristik pada hutan awan, bentuk pertumbuhan ini dapat secara efektif menyisir kelembaban dari kabut (Frahmn, 2003).
Menurut Gimingham & Birse (1957) dalam Chantanaorrapint (2010) pola pertumbuhan seperti bantalan (chusion), keset (mats) dan rumput secara jelas mempertimbangkan kemampuan hidup di daerah kering dengan meningkatnya toleransi musim kemarau. Selanjutnya pola pertumbuhan seperti pohon (dendroids), kipas (fans), (pendants), dan anyaman (wefts) sangat karakteristik oleh lingkungan yang lembab. Glime (2006) menambahkan bentuk pertumbuhaan sepeti anyaman dan rumput tinggi biasa tumbuh dilantai hutan dengan tingkat kelembaban tinggi sedangkan berumput pendek dapat dijumpai di lahan terbuka dan permukaan batu.

Orientasi Daun

18

Orientasi daun dari Musci umumnya berbeda-beda pada setiap suku. Orientasi daun tegak-tersebar (erect-spreading) dan squarrose-spreading umumnya ditemukan pada suku Bartramiaceae, Bryaceae, Calymperaceae, Dicranaceae, Diphysciaseae, Hypnodendronaceae, Octoblepharaceae, Polytrhicaceae, Pottiaceae, Rhizogoniaceae, Sematophyllaceae, sedangkan orientasi daun complanate pada suku Hypnaceae, Hylocomiaceae, Meteoriaceae, Thuidiaceae. Beberapa suku tertentu memiliki tipe orientasi daun Seperti falcate-secund hanya ditemukan pada suku Leucobryaceae, distichous hanya ditemukan pada suku Fissidentaceae, tipe imbricate hanya ditemukan pada suku Schistomitriaceae, dan orientasi daun tipe julaceous hanya dimiliki oleh Spesies C (Gambar 4).
A BCD

Gambar 4. Orientasi daun pada Musci. Falcate-secund pada Leucobryace (a) Distichous pada Fissidentaceae (b) Julaceous pada Sp3. (c) Imbricate pada Schistomitriaceae (d)
Menurut (Goffinet & Vanderpooten, 2009) orientasi daun Musci tersusun tiga paralel, mengelilingi batang, beberapa Musci khususnya Fissidentaceae, memperlihatkan sususnan daun distichous (dua tingkatan). Daun umumnya terdistribusi rata pada sumbu utama batang, tetapi pada beberapa spesies batang Musci tidak mengalami pemanjangan sehingga daun meroset. Orientasi complanate sangat karakteristik untuk beberapa taksa Pleurocarpus. Tumbuh di lingkungan dengan tingkat penetrasi cahaya rendah (e.g. Plagiothecium).

4.3 Karakteristik Anatomi

19

Daun

Daun dari setiap musci umumnya berbentuk lanset, garis, oblanseolatus, dan bulat telur yang pada umumnya memiliki tipe basal daun cuneatus dan deccurrent (Gambar 5). Tipe deccurent hanya ditemukan pada suku Fissidentaceae. Pada sebagian besar taksa, basal daun merupakan diferensiasi yang berfungsi pada penambahan hasil fotosintesis (Goffinet & Vanderpooten, 2009).
AB

Gambar 5. Basal daun (a) Basal decurrent pada Fissiden, (b) Basal truncatus pada Enthostodon buseanus.
Daun Musci umumnya memiliki tulang daun tipe percurrent dan excurrent, sebagian jenis ada yang tidak memiliki tulang daun disebut juga (ecostate) seperti pada jenis Acroporium sp. Tipe percurrent dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu double costa dan single costa. Kelompok double costa terdapat pada suku Hypnaceae, jenis Sematophyllum tristiculum, dan Spesies A. Jenis-jenis lainnya termasuk kelompok single costa (Gambar 6). Menurut Goffinet & Vanderpooten (2009) banyak dari kelompok Pleurocarpus memiliki double costa. Sebagian besar costa pada Musci memiliki costa yang lebar seperti pada suku dari Dicranaceae yang berfungsi menyimpan air dan oksigen ketika kelembaban udara meningkat dan untuk menjaga kekurangan air ketika musim kering. Glime (2006) menyatakan jenis Campylopus mampu bertahan dilingkungan yang ekstrim karena dengan pertulangan daun yang lebar sehingga memungkinkan air tersimpan dengan baik. Goffinet & Vanderpooten (2009) menambahkan ada dua fungsi costa yaitu untuk memberi bentuk pada helaian daun dan transport air dan hasil fotosintesis ke seluruh bagian daun.

20

A

BC

D

Gambar 6. Tipe costa (a) excurrent pada Bryum apiculatum (b) Percurrent pada Pogonatum teysmannianum (c) Double costa pada Forauella (d) Ecostate pada Barbella comes
Bentuk sel-sel lamina umumnya isodiametrik, rhomboidal, rektangular, linear dan vermiculose. Ada yang berdinding tebal, unipapillose, mamilose, pleuropapillose (Lampiran 4). Karakteristik ini menunjukkan perbedaan dari setiap jenis (Gambar 7). Menurut Goffinet & Vanderpooten (2009) bentuk sel lamina erat kaitannya dengan bentuk pertumbuhan lumut. Selanjutnya Glime (2006), bentuk sel persegi enam, isodiametrik, short-rektanguler untuk bentuk pertumbuhan Acrocarpus, sedangkan Pleurocarpus secara jelas memiliki bentuk sel elongate dan linear.
A B CD E
Gambar 7. Bentuk sel-sel lamina (a) Sel lamina memanjang pitted (b) Quadrat (c) Rhomboidal (d) Vermiculose unipapillose (e) Quadratrektangular berhyaline
Sel cancellina atau disebut juga sel kosong tanpa kandungan klorofil, biasanya berada pada basal daun, kadang menempati sepertiga dari dari daun. Sel cancellina ditemukan pada jenis Syrrhopodon muelleri, Syrrhopodon sp. Campylopus serratus, Barbula, Octoblpharum albidum. Menurut Glime (2006) sel cancellina merupakan sel yang membesar sehingga membentuk kisi-kisi (lattice) terdapat pada beberapa Bryophyte, tetapi khususnya pada suku Calymperaceae, Pottiaceae, Encalypta dan Leptodontium. Sel ini berfungsi untuk menyimpan air.

21
A B CD
Gambar 8. Bentuk sel-sel cancellina (a) Syrrhopodon muelleri (b) Syrrhopodon sp. (c) Octhoblepharum albidum (d) Campylopus serratus.
Beberapa ciri penting dalam karakter Musci adalah sel alar. Sel alar yang diamati umumnya berbentuk quadrat sampai rektangular dan berdinding sel tebal berwarna orange dimana tipenya berbeda-beda pada setiap jenis. Sebagian besar sel alar hanya ditemukan pada beberapa jenis seperti Acroporium sp., Dicranoloma reflexum, Leucoloma molle, Philonotis hastata, Trismegistia lancifolia, Sematophyllum tristiculum.
A BC

DE

F

Gambar 9. Bentuk–bentuk sel alar (a). Tipe brotheroid pada jenis Acroporium sp. (b). Tipe heterophylloid pada jenis Leucoloma molle. (c). Tipe heterophylloid pada jenis Dicranoloma reflexum (d). Tipe acroporoid pada suku Acroporium sigmatodontium. (e) Tipe brotheroid pada famili Sematophylum tristiculum. (f). Tipe Acroporoid pada jenis Trismegistia lancifolia
Menurut Pollawatan (2010) tipe acroporoid terbentuk karena menyoloknya bagian
basal yang tidak sama ukuran dan bentuk dan lebih besar atau inflated, berwarna atau

22
hyaline, sering dinding sel nya tipis, supra alar sel ukurannya lebih kecil. Tipe brotheroid merupakan bagian basal dengan ukuran yang tidak sama besar, lebih inflated, berwarna, hyaline, dinding sel tipis, bagaimanapun ada 2-3 pada supra-sel alar bahwa equally inflated dan dinding sel tipis, walaupun ukuran lebih kecil dan ramping. ada tahap morfologi yang berubah sedikit demi sedikit dari supra alar sel yang membumbung menuju ke bagian basal. Tipe heterophylloid tetap pada grup yang berwarna atau hyaline, quadrat-rektangular, dinding sel tebal tersusun 2-4 tingkatan. perubahan dari sel alar ke sel lamina regular agak kasar.
4.4 Deskripsi Umum Lumut daun
Tanaman berukuran 0,5-12 cm, tumbuh tegak (Acrocarpus), mengelompok atau merayap (Pleurocarpus), bentuk pertumbuhan berumput pendek (short turft), berumput tinggi (long turft), keset (mats), anyaman (wefts), bantalan (chusions), dan pohon (dendroid), warna koloni hijau-kekuningan, hijau-keputihan dan merah. Batang: tinggi 44-11 cm, tegak, bercabang, tinggi cabang ± 2 cm, percabangan menyirip, teratur-tidak teratur, terdapat involucrum (simple-forked), hijau-kekuningan, merah. Daun: panjang 16-360 mm, lebar 6-100 mm, tersusun spiral, tegak, tersebar, falcate-secund, squarrose, distichous, julaceus, complanate, imbricate, menggulungkeriting saat kering, bangun lanset, bulat telur, bulat telur terbalik, linear, oblong, segitiga, tepi rata, bergerigi, bergerigi kecil, bergigi, bergigi ganda, berduri, orange, putih, berpembatas, menggulung, ujung runcing, meruncing, aristate, terdapat rambut (piliform), membulat, tumpul, pangkal cuneatus, truncatus, deccurrent. Costa: tipe percurrent (double costa dan single costa), excurrent, ecostate, bergigi, bercabang, sel elongate, hijau, kecokelatan, orange, merah. Sel-sel lamina: bentuk isodiametrik, bulat, quadrat, rektangular, rhomboidal, linear, vermiculose, prorate, pitted, papilla, mamilla. Sel cancellina 1/3-1/2 daun, bentuk quadrat-rektangular. Sel alar; tipe acroporoid, brotheroid, heterophylloid, bentuk quadrat, rektangular, elips, dinding sel tebal, orange. Seta: panjang 1-3 cm, orange-kecokelatan, lateral, terminal. Kapsul: inclined, silindris, horizontal, globose, immersed. Operculum: conic, apiculate, berparuh panjang. Kaliptra: campanulate, cucullate, mitrate berambut, putihkecokelatan.

23

1) Acroporium sigmatodontium (C.M.) Fleisch.

Acrocarpus, tinggi total ± 2,7 cm, bentuk pertumbuhan berumput pendek, mengkilap,

hijau-kekuningan. Batang: tinggi 1-2 cm, tegak, bercabang tidak beraturan,

bertumpuk-tumpuk, merah. Daun: panjang 20-25 mm, lebar 7-13 mm, orientasi tegak-

tersebar, tumpang tindih, keras saat kering, bangun bulat telur-lanset, tepi rata,

pangkal cuneatus, ujung meruncing, sel-sel lamina linear, di bagian ujung sel

cembung (pitted), terdapat sel alar, tipe acroporoid, orange. Costa: ecostate. Seta:

tinggi 1-1,5 cm, lateral, orange. Kapsul: ovoid-inclined. Operculum: berparuh

panjang. Kaliptra: cucullate, putih (Gambar 10).

Spesimen

: WINDI 50

Distribusi

: Sumatera, Jawa, Philipina, New Guinea, Tahiti.

Habitat & Ekologi

: Epifit di kayu lapuk di daerah terbuka pada ketinggian 772 m dpl, dengan titik ordinat 03018’18.4” LU/ 098022’03.6” BT. Kelembaban 85 % dan suhu 24 240.

Gambar 10. Acroporium sigmatodontium

2) Acroporium sp.

Acrocarpus, tinggi total ± 0,5 cm, bentuk pertumbuhan berumput pendek, hijau-

keputihan. Batang: tinggi 44-152 mm, tegak, bercabang pendek, orange-kuning.

Daun: panjang 43-65 mm, lebar 7-11 mm, orientasi tegak-tersebar, seperti jarum,

bentuk lanset, cekung, tepi rata, menggulung ke dalam, pangkal cuneatus, ujung

runcing, sel-sel lamina rektangular-linear, quadrat di bagian basal, terdapat sel alar,

tipe brotheroid, terdiferensiasi, orange. Costa: ecostate. Generasi sporofit tidak

ditemukan (Gambar 11).

Spesimen

: WINDI 05

24

Distribusi Habitat & Ekologi

: Sumatera.
: Epifit di pohon mati, di dalam hutan, pada ketinggian 1220 m dpl dengan titik kordinat 03018’35.2” LU/ 098021’37” BT. Kelembaban 85% dan suhu 230C.

Gambar 11. Acroporium sp.

3) Barbella comes (Griff.)

Pleurocarpus, bentuk pertumbuhan keset, hijau-kekuningan. Batang: bercabang,

percabangan menyirip-tidak beraturan. Daun: panjan g 33 mm, lebar 16 mm, orientasi

tersebar, bangun bulat telur-lanset, pangkal cuneatus, ujung meruncing, tepi rata di

bagian basal, bergerigi kecil di bagian tengah-ujung, sel-sel lamina bentuk linear,

sempit. Costa: ecostate. Seta: tinggi 3 cm, lateral, merah. Kapsul: inclined.

Operculum: conic. Kaliptra: campanulate. (Gambar 12).

Spesimen

: LESTARI 22

Distribusi

: Sumatera, Jawa, Philipina, Ceylon, Himalaya.

Habitat & Ekologi

: Epifit di kayu lapuk, di dalam hutan, pada ketinggian 1146 m dpl, dengan titik ordinat 03016’90.2” LU/ 098022’12.1” BT. Kelembaban 84% dan suhu 210C.

Gambar 12. Barbella comes

25

4) Barbula consanguinea (Thw. & Mitt.) Jaeg.

Acrocarpus, tinggi total ± 0,5 cm, bentuk pertumbuhan berumput pendek, hijau.

Batang: tinggi ± 95 mm, coklat gelap. Daun: panjang 58-65 mm, lebar18-22 mm,

orientasi tegak-tersebar, keriting saat kering, bangun oblong, pangkal cuneatus, ujung

meruncing, tepi rata, bergerigi, sel-sel lamina bagian basal rektangular, kosong,

isodiametrik-quadrat di bagian tengah. Costa: percurrent-excurrent, merah. Seta:

tinggi 1-1,5 cm, terminal, orange. Kapsul: inclined. Operculum: berparuh panjang,

gigi peristom menggulung melintir. Kaliptra: cucullate. (Gambar 13).

Spesimen

: LESTARI 11

Distribusi

: Sumatera, Jawa.

Habitat & Ekologi

: Tumbuh di tanah, ternaungi, didalam hutan pada ketinggian 1017 m dpl, dengan titik ordinat 03017’01.5” LU/ 098022’07.0” BT. Kelembaban 84 % dan suhu 240C.

Gambar 13. Barbula consanguinea

5) Barbula pseudo-ehrenbergii Fleisch.

Acrocarpus, tinggi total ± 1 cm, bentuk pertumbuhan berumput pendek, hijau. Batang:

tinggi 70-150 mm, bercabang tegak, merah. Daun: panjang 60-85 mm, lebar 20-30

mm, orientasi tegak-tersebar, menggulung saat kering, bangun lanset, pangkal

truncatus, ujung membulat agak runcing, tepi rata, sel-sel lamina bagian basal

rektangular, bagian tengah-ujung quadrat. Costa: percurrent, merah-kecokelatan.

Generasi sporofit tidak ditemukan (Gambar 14).

Spesimen

: LESTARI 33

Distribusi

: Sumatera, Jawa, Borneo.

26
Habitat & Ekologi : Tumbuh di tanah, ternaungi, di dalam hutan pada ketinggian 1017 m dpl, dengan titik ordinat 03018’51.9 LU/ 098021’57.3” BT. Kelembaban 84 % dan suhu 26 0C.

Gambar 14. Barbula pseudo-ehrenbergii

6) Barbula indica (Hook.)

Acrocarpus, tinggi total ± 1cm, bentuk pertumbuhan berumput pendek, hijau. Batang:

tinggi 100 mm. Daun: panjang 50-74 mm, lebar 20-25 mm, orientasi tegak, keriting

saat kering, pangkal truncatus, ujung membulat agak runcing, tepi rata di bagian

basal, bergerigi kecil di di bagian tengah-ujung, sel-sel lamina bagian basal

rektangular, bagian tengah-ujung quadrat-isodiametrik. Costa: percurrent, sel-sel

lamina memanjang. Seta: tinggi 1-1,8 cm, terminal, orange. Kapsul: silindris.

Operculum: berparuh panjang. Kaliptra: cucullate (Gambar