Kekayaan Jenis Makroepifit Di Hutan Telaga Taman Nasional Gunung Leuser (Tngl) Kabupaten Langkat

Jurnal Biologi Sumatera, Januari 2007, hlm. 12 – 16
ISSN 1907-5537

Vol. 2, No. 1

KEKAYAAN JENIS MAKROEPIFIT DI HUTAN TELAGA
TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER (TNGL) KABUPATEN LANGKAT
T. Alief Aththorick1,2, Etti Sartina Siregar1, dan Sri Hartati
1)

Staf Pengajar Departemen Biologi FMIPA USU

Abstract
The research has been conducted in Telaga Village Gunung Leuser National Park, Langkat Regency.
Data were collected using Quadrat Method. The result showed that there were 26 species of macroepiphytes
belong to 18 genera and 9 families. Orchidaceae had the highest number of species followed by Polypodiaceae
and Aspleniaceae with the number of 9, 6 and 4 species respectively. In family level, Polypodiaceae dominated
in all strata followed by Aspleniaceae and Davalliaceae.
Keywords: species richness, macroepiphytes, Gunung Leuser National Park

PENDAHULUAN

Epifit adalah tumbuhan yang tumbuhnya
melekat pada batang dan cabang pohon, semak, dan
liana (Polunin, 1990). Smith (1992) membedakan
epifit berdasarkan ukuran tubuhnya menjadi
mikroepifit dan makroepifit. Mikroepifit adalah epifit
yang mempunyai ukuran daun yang kecil di mana
bagian-bagiannya (akar, batang, dan daun) sukar
dibedakan karena daunnya berbentuk seperti sisik,
contohnya lumut, lichenes, dan alga sedangkan
makroepifit adalah epifit yang mempunyai ukuran
daun yang lebih besar dari pada mikroepifit dimana
bagian-bagiannya (akar, batang, dan daun) dengan
nyata dapat dibedakan dengan jelas, contohnya dari
famili Orchidaceae, Ericaceae, Melastomataceae, dan
tumbuhan paku (Richard, 1981).
Sebagian besar epifit dipencarkan oleh angin.
Pada tumbuhan paku, spora kecil dan ringan sehingga
mudah diterbangkan angin demikian juga dengan bijibiji anggrek yang kecil diterbangkan angin sampai
jarak yang sangat jauh (MacKinnon, 1986). Epifit
paling banyak ditemukan pada kondisi lingkungan

dengan kelembaban yang tinggi. Epifit ada yang
menyenangi tempat-tempat terlindung tetapi ada juga
yang menyenangi tempat terbuka, contohnya
Asplenium (Soeriaatmadja, 1989).
Epifit memiliki fungsi ekologi yaitu
menyediakan habitat utama bagi hewan tertentu dalam
ekosistem dan sebagai pembentuk iklim mikro
(Anwar, et al., 1984). Selanjutnya menurut Tjitrosomo
et al. (1983), bahwa secara ekologi epifit yang berasal
dari paku-pakuan berperan dalam proses pelapukan.
Epifit juga memiliki fungsi ekonomi yang tinggi,
umumnya dijadikan sebagai tanaman hias karena
memiliki bentuk yang beraneka ragam dan warna
2)

yang indah, sehingga dapat dimanfaatkan untuk
menambah penghasilan, contohnya jenis-jenis
anggrek. Selain itu epifit yang berasal dari pakupakuan dapat dimanfaatkan sebagai tanaman obat,
contohnya Drynaria quersifolia di Malaya, dipakai
untuk obat bengkak, air enthalnya juga dapat dipakai

untuk menyembuhkan demam (Sastrapradja et al.,
1980).
Aminah (2002) melaporkan di hutan Sibayak
I Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang
terdapat 14 jenis paku epifit. Yulinda (2004)
melaporkan di kawasan hutan Tangkahan Taman
Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat terdapat 47
jenis makroepifit yang termasuk dalam 4 kelas, 10 ordo,
20 famili, dan 32 genera. Orchidaceae merupakan famili
yang memiliki jumlah jenis tertinggi sebanyak 9 jenis,
sedangkan Sari (2005) melaporkan di kawasan hutan
Gunung Sinabung terdapat 25 jenis paku epifit.
Selanjutnya Mahfuz (1995) melaporkan di
Hutan Gunung Tujuh Kawasan Taman Nasional
Kerinci Seblat terdapat 6 famili, 14 genera, dan 120
jenis paku epifit. Famili Davalliaceae merupakan
famili yang paling banyak jumlah jenisnya. Hernawati
(1995), melaporkan bahwa terdapat 61 jenis paku
epifit dari 5 famili di Taman Nasional Kerinci Seblat.
Rini (1998), melaporkan bahwa di Areal Stasiun Riset

Soraya Ekosistem Leuser Kabupaten Aceh Selatan
terdapat 15 jenis paku epifit dari 5 famili di mana
jenis Asplenium nidus L. merupakan jenis yang paling
banyak ditemukan. Ruhana (2003), melaporkan
bahwa terdapat anggrek epifit sebanyak 25 genus (70
jenis) di Stasiun Penelitian Ketambe Ekosistem
Leuser. Selanjutnya Amalia (2004), melaporkan
bahwa di Gunung Tangkubanparahu terdapat 4053
individu makroepifit yang berasal dari 89 jenis dan 37
famili. Famili terbanyak adalah Orchidaceae.

Alamat untuk korespondensi: talief@lycos.com
Universitas Sumatera Utara

Vol. 2, 2007

J. Biologi Sumatera 13

Hutan di Desa Telagah kawasan Taman
Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat

termasuk salah satu tipe hutan hujan dataran rendah di
Sumatera Utara yang berdasarkan pengamatan di
lapangan memiliki keanekaragaman makroepifit yang
tinggi. Hutan ini memiliki pohon-pohon yang tinggi
dan udara yang lembab sehingga merupakan habitat
yang sesuai bagi pertumbuhan epifit. Untuk
mendukung upaya konservasi kawasan hutan ini perlu
diketahui terlebih dahulu data dasar tentang kekayaan
jenis floranya termasuk salah satunya adalah
tumbuhan epifit. Namun demikian sejauh ini belum
pernah dilaporkan kekayaan jenis makroepifit di hutan
Telaga Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten
Langkat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
komposisi dan keanekaragaman makroepifit di
kawasan hutan Taman Nasional Gunung Leuser Desa
Telagah Kabupaten Langkat. Hasil penelitian ini
diharapkan bermanfaat sebagai informasi dasar bagi
instansi terkait dan masukan bagi peneliti-peneliti
selanjutnya dalam rangka upaya konservasi.

BAHAN DAN METODE
Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan
menggunakan metode purposive sampling berdasarkan
keberadaan tumbuhan makroepifit yang dianggap
mewakili tempat tersebut. Pengamatan dan
pengambilan koleksi tumbuhan menggunakan metode
kuadrat. Pada lokasi penelitian dibuat plot petak
tunggal berukuran 500 x 20 m yang dibagi menjadi 25
subplot dengan ukuran 20 x 20 m. Pada setiap subplot
dicatat setiap jenis makroepifit yang dijumpai, jumlah
individu setiap jenis dan strata ditemukannya
makroepifit. Strata bawah yaitu dari permukaan tanah
sampai tinggi batang pohon 1,3 m, strata tengah yaitu
dari 1,3 m sampai bebas cabang, strata atas yaitu dari
bebas cabang sampai tajuk pohon.
Makroepifit yang tidak diketahui jenisnya
dikoleksi, diberi label, dan dicatat ciri-ciri morfologi
yang akan hilang setelah spesimen kering seperti
warna bunga, buah dan spora dari spesimen yang
diambil. Koleksi diatur sedemikian rupa di antara

lipatan koran, kemudian koran dilipat, diikat dengan
tali plastik, dimasukkan ke dalam kantung plastik
yang berukuran 60 x 40 cm dan diawetkan dengan
alkohol 70% sampai lembab agar spesimen tidak
kering, rontok atau busuk, diusahakan sebelum
kantung plastik ditutup rapat dikosongkan terlebih
dahulu udara yang terdapat di dalam kantung plastik
seminimal mungkin baru kemudian kantung plastik
ditutup rapat dengan lakban. Selanjutnya spesimen
dibawa ke laboratorium untuk dikeringkan,
dideskripsi dan diidentifikasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kekayaan
Jenis
Makroepifit.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa di kawasan hutan
Telaga Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten
Langkat terdapat 26 jenis makroepifit yang termasuk

ke dalam 2 divisi yaitu Pteridophyta dan
Spermatophyta, 3 kelas, 4 ordo, 9 famili, dan 18
genera, seperti yang tercantum pada Tabel 1. Jumlah
jenis ini lebih rendah dari penelitian Yulinda (2004) di
hutan Tangkahan yang melaporkan bahwa di kawasan
hutan Tangkahan Taman Nasional Gunung Leuser
Kabupaten Langkat terdapat 47 jenis makroepifit yang
termasuk dalam 4 kelas, 10 ordo, 20 famili, dan 32
genera.
Sebagian besar makroepifit yang ditemukan
di lokasi penelitian tergolong tumbuhan paku-pakuan.
Spora yang dimiliki oleh tumbuhan paku-pakuan
sangat mudah diterbangkan oleh angin maupun
serangga sehingga menyebabkan paku-pakuan ini
mempunyai penyebaran yang luas. Dari Tabel 1 dapat
dilihat bahwa kelas Filicinae merupakan kelas yang
paling banyak jumlah jenisnya yaitu sebanyak 15 jenis
yang termasuk ke dalam 6 famili. Jumlah jenis yang
paling banyak terdapat pada famili Polypodiaceae
yaitu sebanyak 6 jenis, selanjutnya famili

Aspleniaceae dan Davalliaceae dengan jumlah jenis
berturut-turut sebanyak 4 jenis dan 2 jenis, serta famili
Lomariopsidaceae dan Nephrolepidaceae masingmasing hanya 1 jenis. Haupt (1956) dan Polunin
(1997) menyatakan bahwa Filicinae merupakan pakupakuan yang jumlah jenisnya banyak, tersebar luas
pada daerah tropis dan kebanyakan tumbuh pada
daerah yang lembab dan ternaungi.
Dari Tabel 1 juga dapat dilihat adanya
stratifikasi makroepifit. Makroepifit yang ditemukan
pada strata bawah sebanyak 19 jenis yang termasuk ke
dalam 8 famili. Strata tengah 24 jenis yang termasuk
ke dalam 9 famili, selanjutnya makroepifit yang
ditemukan pada strata atas terdapat 13 jenis yang
termasuk ke dalam 5 famili. Dari 26 jenis makroepifit
yang ditemukan pada lokasi penelitian, ada 8 jenis
makroepifit yang ditemukan pada semua strata yaitu
D. corniculata, D. trichomanoides, E. callifolium,
Crypsinus stenophyllus, L. avenia, M. sarawakense, P.
nigrescens, dan Polypodium persicifolium.
Famili Orchidaceae merupakan famili paling
banyak jumlah jenisnya dari semua famili yang

ditemukan yaitu sebanyak 9 jenis, diikuti oleh famili
Polypodiaceae 6 jenis, famili Aspleniaceae 4 jenis,
famili Davalliaceae 2 jenis, famili Lomariopsidaceae,
Nephrolepidaceae, Zingiberaceae, Melastomataceae,
dan Lindsaeaceae masing-masing 1 jenis (Tabel 2).
Tingginya jumlah jenis dari famili Orchidaceae ini
kemungkinan disebabkan oleh faktor abiotik yang

Universitas Sumatera Utara

14 ATHTHORICK ET AL.

J. Biologi Sumatera

sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangannya,
dengan suhu udara 21,3o C masih cukup baik untuk
jenis-jenis anggrek dapat tumbuh. Pewarta (1981)
menyatakan bahwa kondisi ini masih berada pada
kisaran suhu udara yang sesuai untuk pertumbuhan
anggrek yaitu antara 21-35o C.

Anwar et al. (1984) menyatakan bahwa bijibiji anggrek biasanya mudah dipencarkan oleh tupai

atau burung, cukup tahan terhadap cahaya matahari
langsung, dan pertumbuhan semai cepat. Hal ini
menyebabkan jenis-jenis anggrek mempunyai
penyebaran yang luas. Selanjutnya Comber (2001)
menambahkan bahwa famili Orchidaceae di Sumatera
termasuk paling banyak jenisnya yaitu terdapat 1118
jenis.

Tabel 1. Jenis-jenis makroepifit di Hutan Telaga Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.

Kelas
Filicinae

Ordo
Filicales

Famili
Aspleniaceae

Davalliaceae
Lindsaeaceae
Lomariopsidaceae
Nephrolepidaceae
Polypodiaceae

Monocotyledoneae

Orchidales

Orchidaceae

Dicotyledoneae

Zingiberales
Myrtales

Zingiberaceae
Melastomataceae
Total

Jenis
Asplenium longissimum
A. nidus
A. salignum
A. tenerum
Davallia corniculata
D. trichomanoides
Lindsaea sp.
Elaphoglossum callifolium
Nephrolepis falcata
Colysis macrophylla
Crypsinus stenophyllus
Loxogramme avenia
Microsorum sarawakense
Phymatodes nigrescens
Polypodium persicifolium
Appendicula ramosa
Bulbophyllum lepidum
Bulbophyllum sp.1
Bulbophyllum sp.2
Bulbophyllum sp.3
Bulbophyllum sp.4
Dendrobium concinnum
Flickingeria luxurians
Phreatia sp.
Hedychium sp.
Medinilla hasseltii

B
13
4
1
6
35
1
12
53
6
2
5
12
12
21
2
1
3
13
9
211

Strata
T
A
7
47
93
8
52
7
48
17
1
35
8
41
36
44
3
26
34
40
2
14
4
6
5
3
8
4
13
8
4
5
16
1
14
3
10
18
2
483 204

Keterangan:
B
: Bawah
T
: Tengah
A : Atas
: tidak ditemukan

Universitas Sumatera Utara

Vol. 2, 2007

J. Biologi Sumatera 15

Tabel 2. Famili makroepifit pada semua strata
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Famili
Orchidaceae
Polypodiaceae
Aspleniaceae
Davalliaceae
Lomariopsidaceae
Nephrolepidaceae
Zingiberaceae
Melastomataceae
Lindsaeaceae
Total

Jumlah
Jenis
9
6
4
2
1
1
1
1
1
26

Jumlah
Individu
108
272
173
165
55
94
18
11
2
898

Tingginya jumlah jenis pada famili
Orchidaceae yang terdapat pada seluruh strata
menandakan bahwa famili Orchidaceae adalah famili
terbesar yang terdapat di lokasi penelitian. Menurut Rifai
(1993), bahwa jumlah jenis anggrek yang hidup sebagai
epifit pada pepohonan belantara pegunungan sangatlah
besar, terutama dari jenis-jenis Bulbophyllum. Monk et al.
(2000), menyatakan bahwa di hutan pegunungan bawah
banyak ditemukan anggrek epifit, khususnya anggrek
Corybas, Corymborkis, dan Malaxis.
Deskripsi Jenis Makroepifit dari Kelas
Filicinae. Asplenium longissimum BI. Enthal tunggal,
tersusun menyirip, warna hijau; tepi bergerigi. Sori
terdapat pada percabangan urat enthal yang pertama
dekat anak tulang enthal; indusia tipis seperti selaput.
Asplenium nidus L. Enthal tunggal, tersusun
melingkar pada batang yang sangat pendek, warna
hijau muda atau tua terang; ujung meruncing atau
membulat; tepi rata dengan permukaan yang
berombak dan mengkilap. Sori di sepanjang urat
enthal yang menyirip, tersusun rapat; indusia panjang,
tipis seperti selaput.
Asplenium salignum BI. Enthal tunggal,
tersusun menyirip, warna hijau gelap mengkilap;
ujung runcing. Sori tersusun memanjang menjadi 2
baris dan terpusatkan pada area tengah enthal-nya.
Asplenium tenerum Forst. Enthal menyirip
ganda dua, berbentuk jorong, warna hijau terang,
letaknya berdekatan tetapi tidak saling menutupi;
ujung membulat; tepi bergerigi; bagian dasarnya
mempunyai bentuk tidak sama. Sori tersusun sejajar
dengan anak tulang enthal, terdapat di permukaan
bawah enthal.
Colysis macrophylla (BI.) Presl. Enthal
tunggal, berbentuk jorong, warna hijau mengkilap;
ujung runcing. Sori berbentuk garis, sejajar pada urat
enthal yang menyirip.
Crypsinus stenophyllus (BI.) Holtt. Enthal
tunggal, berbentuk lanset, warna hijau terang; ujung
runcing. Sori berbentuk bulat, terdapat hampir di
sepanjang permukaan bawah enthal.

Davallia corniculata Moore. Enthal menyirip
ganda dua, tipis, warna hijau muda terang. Sori
terdapat pada ujung anak enthal. Rhizome berambut
halus, tersusun jarang dan panjang.
Davallia trichomanoides BI. Enthal menyirip
ganda dua, tebal dan sedikit kaku, warna hijau tua;
anak enthal berbagi. Sori terdapat pada ujung anak
enthal. Rhizome berambut halus, tersusun rapat dan
panjang.
Elaphoglossum callifolium (BI.) Moore.
Enthal tunggal, berbentuk lanset yang memanjang,
warna hijau mengkilap; ujung meruncing, enthal fertil
dan steril terpisah. Sori menutupi seluruh permukaan
bawah enthal.
Lindsaea sp. Enthal tunggal, tersusun
menyirip, warna hijau. Sori di tepi lekukan anak
enthal pada ujung percabangan urat enthal.
Loxogramme avenia (BI.) Presl. Enthal
tunggal, tersusun membulat atau melingkar,
sederhana. Sori berbentuk lonjong, panjang dan
berbaris di ujung enthal; indusia panjang, tipis seperti
selaput, terdapat di permukaan bawah enthal.
Microsorum sarawakense (Baker) Holtt.
Enthal tunggal, berbentuk delta (tombak), warna hijau
gelap. Sori menutupi seluruh permukaan bawah
enthal, berbentuk bulat, tersusun menyirip dalam 3
baris, sejajar di sisi kanan dan kiri enthal.
Nephrolepis falcata (Cav.) C.Chr. Enthal
tunggal, tersusun menyirip, warna hijau; ujung
runcing; tepi bergerigi. Sori berbentuk bulat, berupa
bintik-bintik kecil di tepi enthal, terdapat di
permukaan bawah enthal.
Phymatodes nigrescens (BI.) J.Sm. Enthal
bercangap tiga, warna hijau tua; tangkai enthal cukup
panjang. Sori terdapat pada kedua sisi ibu tulang
enthal.
Polypodium persicifolium Desv. Enthal
tersusun menyirip ganda dua, kaku, warna hijau
terang; ujung runcing. Sori berupa bintik-bintik
menonjol pada permukaan enthal bagian bawah,
terdapat di dekat ibu tulang enthal, berbaris sejajar.
Deskripsi Jenis Makroepifit dari Kelas
Monocotyledoneae. Appendicula ramosa BI. Tidak
mempunyai umbi semu. Batang tegak, panjang ± 7,515,1 cm. Daun tersusun menyirip, panjang ± 0,2-1,1
cm dan lebar ± 0,1-0,3 cm.
Bulbophyllum lepidum (Blume) J.J.Sm. Umbi
semu berbentuk segi empat, tumpul, tinggi sekitar 1,52,1 cm; jarak antar umbi semu sekitar 1,3 cm. Daun
berbentuk lanset memanjang, panjang ± 10,3-15,1 cm
dan lebar ± 2,2-2,9 cm.
Bulbophyllum sp.1. Tidak mempunyai umbi
semu. Daun berbentuk lanset memanjang, panjang ±
33 cm dan lebar ± 1,9-3,2 cm.

Universitas Sumatera Utara

16 ATHTHORICK ET AL.

Bulbophyllum sp.2. Umbi semu mempunyai
tinggi sekitar 0,6-1,9 cm; jarak antar umbi semu
sekitar 0,1-0,2 cm. Daun berbentuk lanset, panjang ±
1,8-5,2 cm dan lebar ± 0,5-0,8 cm.
Bulbophyllum sp.3. Umbi semu mempunyai
tinggi sekitar 0,7 cm; jarak antar umbi semu sekitar
1,3-2 cm. Batang panjangnya ± 18,4 cm, lentur,
ditutupi pelepah daun yang halus. Daun berbentuk
lanset, ujung tumpul, tersusun menyirip, panjang
sekitar 4,1-6,6 cm, dan lebar sekitar 1,3-1,9 cm.
Bulbophyllum sp.4. Umbi semu mempunyai
tinggi sekitar 2,6 cm; jarak antar umbi semu sekitar
2,7 cm. Daun berbentuk lanset, panjang ± 3,4-8,3 cm
dan lebar ± 0,9-1,8 cm.
Dendrobium concinnum Miq. Tidak ada umbi
semu. Batang tumbuh rapat pada akar, menggantung,
tertutup pangkal daun dan panjang sekitar 26,5 cm.
Daun berbentuk segitiga memanjang, sedikit
melengkung, panjangnya ± 0,4 x 0,7 cm, daun yang
dekat pangkal lebih pendek daripada daun yang dekat
ujung terdiri dari ± 20-36 helai daun; ujung runcing.
Flickingeria luxurians (J.J.Sm.) Hawkes.
Umbi semu berbentuk bulat telur sungsang yang
memanjang, tinggi sekitar 2,4 cm; jarak antar umbi
semu sekitar 1,6-2,5 cm. Daun berbentuk lanset,
panjang ± 3,3-5,3 cm dan lebar ± 0,5-0,8 cm.
Phreatia sp. Tidak mempunyai umbi semu
dan batang. Akar terdapat pada pangkal daun. Daun
berbentuk seperti pita memanjang, panjang ± 9,6-19,8
cm, lebar ± 0,3-0,8 cm; ujung meruncing; dasar daun
membulat; jarak antar satu daun sekitar 0,5-1 cm.
Hedychium sp. Akar beraroma. Batang
tumbuh dengan tegak. Daun berbentuk bulat telur
memanjang, tersusun menyirip dalam 2 baris dengan
pelepah memeluk batang; ujung meruncing.
Deskripsi Jenis Makroepifit dari Kelas
Dycotyledoneae. Medinilla hasseltii BL. Akar tidak
beraroma. Batang bulat. Daun berbentuk bulat telur,
warna hijau terang, letaknya berhadapan; ujung
meruncing; dasar daun runcing; daging daun cukup
tebal; urat daun 3 terlihat sangat jelas. Buah aksilar,
majemuk, berwarna kuning muda kemerahan.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia. 2004. Macroepiphyte diversity and distribution
based on surface type of phorophyte (host) on
mount Tangkubanparahu. [19 Sep. 2005].
Aminah. 2002. Inventarisasi Paku-pakuan di Sibayak
I Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli
Serdang.
Thesis.
Medan:
Universitas
Sumatera Utara.

J. Biologi Sumatera

Anwar, J., S. J. Damanik., A. J. Whitten & N.
Hisyam. 1984. Ekologi Ekosistem
Sumatera. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Comber, J. B. 2001. Orchids of Sumatra. Singapore:
Singapore Botanic Gardens.
Corner, E. J. H & Watanabe. 1969. Collection of
Illustrated Tropical Plants. IV Book. Kyoto.
Holttum, R. E. 1968. A Rivised Flora of Malaya. Vol
II. Fern of Malaya. Singapura: Government
Printing Office.
Lawrence, G. H. M. 1951. Taxonomy of Vascular
Plants. New York: The Macmillan Company.
Mahfuz, M. 1995. Jenis-jenis Paku Epifit Yang
Terdapat Di Hutan Gunung Tujuh Kawasan
Taman Kerinci Seblat. Thesis. Padang:
Universitas Andalas.
Mahyar, U. W & A. Sadili. 2003. Jenis-jenis anggrek
Taman Nasional Gunung Halimun. PT.
Binamitra Megawarna.
Pewarta. 1981. Anggrek Indonesia. Bandung: PT.
Rukun Gaya Baru Offset.
Piggott, A. G. 1988. Ferns of Malaysia in Colour.
Malaysia: Tropical Press SDN. BHD.
Richards, P. W. 1981. The Tropical Rain forest. 7th
Edition. New York: Cambridge University
Press London.
Rini, C. 1998. Kondisi Vegetasi Dan Keragaman
Jenis Paku (Pteridophyta) Di Areal Stasiun
Riset Soraya Ekosistem Leuser Kabupaten
Aceh Selatan. Thesis. Darussalam Banda
Aceh: Universitas Syiah Kuala.
Ruhana. 2003. Kajian Jenis Anggrek Di Stasiun
Penelitian Ketambe Ekosistem Leuser. Thesis.
Darussalam Banda Aceh: Universitas Syiah
Kuala.
Sari, W. D. P. 2005. Struktur dan Komposisi Pakupakuan Di Kawasan Hutan Gunung Sinabung
Kabupaten Karo. Thesis. Medan: Universitas
Sumatera Utara.
Sastrapradja, S., J. J. Afriastini., D. Darnaedi &
Elizabeth. 1980. Jenis Paku Indonesia. Bogor:
Lembaga Biologi Nasional – LIPI, Balai
Pustaka.
. 1985.
Kerabat Paku. Bogor:
Lembaga Biologi Nasional – LIPI.
Sulistiarini, D & U. W. Mahyar. 2003. Jenis-jenis
Anggrek Taman Nasional Bogani Nani
Wartabone. Pusat Penelitian Biologi. Bogor:
CV. Mitrayuda.
Yulinda. 2004. Keanekaragaman Makroepifit Di
Kawasan Hutan Tangkahan Taman Nasional
Gunung Leuser Kabupaten Langkat. Thesis.
Medan: Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara