Model pengembangan kawasan pesisir berbasis budidaya perikanan berwawasan lingkungan

MODEL PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
BERBASIS BUDIDAYA PERIKANAN
BERWAWASAN LINGKUNGAN
(Studi Kasus Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan)

FATMAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Model Pengembangan
Kawasan Pesisir Berbasis Budidaya Perikanan Berwawasan Lingkungan (Studi
Kasus Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan) adalah hasil karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

Fatmawati
C261050021

ABSTRACT
FATMAWATI. Development Model of
Coastal Regions Based on
Environmentally Friendly Aquaculture (Case Study of Tanah Bumbu Regency,
South Kalimantan). Under supervision of KADARWAN SOEWARDI,
TRIDOYO KUSUMASTANTO and LUKY ADRIANTO.
The main goal of research is to construct a model of coastal development
based on environmentally friendly aquaculture. Research site is in the village of
Sebamban Baru, Sungai Loban District, Tanah Bumbu Regency of South
Kalimantan Province. Data collected included primary and secondary data. Data
were analyzed with the ratio formula ponds and mangrove, ANOVA, and
ecological-economic modeling analysis. The results showed that development of
methods mass balance estimated of carrying capacity in this study which is a

combination of formula Pariwono and Widigdo (2001), Tookwinas (1998) can
be used to estimate the carrying capacity of environmentally friendly aquaculture.
Ecological-economic optimization results showed that the area of environmentally
friendly pond is 380.42 hectares, This value is closer to the value of simulation
results with an area of 402.52 hectares which are 20% (16.68 ha) area of intensive
ponds, 35% (73.0 ha) semi-intensive and 45% (312.84 ha) of traditional ponds.
Economic value per year of the intensive, semi-intensive, traditional ponds were
Rp 451,143,489.00; Rp 1,053,780,171.00 and Rp 198,215,358.00 respectively
with a total economic value of Rp 1,703,139,017.00 per year. Current utilization
of the existing pond is below carrying capacity, based on this scenario pond area
will reach a maximum carrying capacity in the year 2024. Using optimistic
scenario and decrease the conversion of mangrove to brackishwater pond by 25%
per year will extend maximum the carrying capacity until 2028.
Keywords: Environmentally friendly, ponds, mangroves, carrying capacity, mass
balance

v

vi


RINGKASAN
FATMAWATI. Model Pengembangan Kawasan Pesisir Berbasis Budidaya
Perikanan Berwawasan Lingkungan (Studi Kasus Kabupaten Tanah Bumbu,
Provinsi Kalimantan Selatan). Dibimbing oleh : KADARWAN SOEWARDI,
TRIDOYO KUSUMASTANTO dan LUKY ADRIANTO
Pemanfaatan wilayah pesisir untuk budidaya khususnya budidaya udang
pada umumnya kurang memperhatikan aspek lingkungan, sehingga menyebabkan
kerusakan hutan mangrove. Di berbagai wilayah pesisir di Indonesia
kerusakannya sudah mengkhawatirkan. Salah satu contoh adalah wilayah pesisir
Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan. Kawasan tersebut
memiliki potensi sumberdaya perikanan yang cukup besar, dan menjadi andalan
sektor perikanan dan kelautan Kabupaten Tanah Bumbu. Peningkatan aktivitas
pemanfaatan sumberdaya pesisir yang tidak memperhatikan lingkungan akan
berdampak pada rusaknya hutan mangrove. Kegiatan budidaya perikanan yang
kurang memperhatikan kaedah teknologi yang benar menyebabkan usaha tersebut
kurang berhasil. Pemanfaatan pesisir untuk budidaya udang tidak harus
menggunakan teknologi intensif yang sebenarnya mengandung risiko kegagalan
yang tinggi. Bagi masyarakat diperlukan teknologi sederhana dan ditambah
manfaat dengan penghasilan tambahan dari kawasan khususnya hutan mangrove.
Dengan mengkombinasikan kegiatan budidaya dengan teknologi sederhana dan

hasil sampingan secara alami dari hutan mangrove mungkin lebih cocok bagi
masyarakat pesisir yang memiliki pengetahuan relatif rendah terhadap teknologi
budidaya. Penelitian ini dimaksudkan untuk mencari model pemanfaatan wilayah
pesisir yang berwawasan lingkungan bagi kegiatan budidaya perikanan.
Tujuan utama penelitian adalah menyusun sebuah model pengembangan
kawasan pesisir, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan melalui
pengembangan usaha budidaya perikanan di Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi
Kalimantan Selatan. Tujuan khusus adalah: Pengembangan metode estimasi
daya dukung pemanfaatan ekosistem pesisir untuk pengembangan budidaya
perikanan
berwawasan
lingkungan.
Optimalisasi
ekologis-ekonomis
pemanfaatan kegiatan budidaya perikanan dan ekosistem mangrove berwawasan
lingkungan. Menentukan model pengembangan kawasan pesisir berbasis
budidaya perikanan dengan pendekatan sistem dinamik.
Lokasi penelitian secara administratif berada di Desa Sebamban Baru,
Kecamatan Sungai Loban, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan
Selatan. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan

Selatan. Dilaksanakan selama 10 (sepuluh) bulan. Data yang dikumpulkan
dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer
dikumpulkan melalui pengamatan lapangan (observasi), sampling (random
dan purposive) dan ground check terhadap objek penelitian serta penggunaan
kuisioner dan wawancara dengan stakeholders yang terkait dengan materi
penelitian. Sedangkan data primer juga diperoleh dari kegiatan eksperimen
laboratorium. Estimasi daya dukung pemanfaatan ekosistem pesisir untuk
pengembangan budidaya perikanan dianalisis dengan perhitungan formula rasio
tambak dan mangrove, anova, analisis daya dukung mass balance (Tookwinas
1998), formula Widigdo dan Pariwono (2001), valuasi ekonomi mangrove dan
tambak, serta mengembangkan model pengelolaan pesisir berbasis budidaya

perikanan melalui analisis modeling ekologi-ekonomi, sehingga tersusunnya
model pengelolaan pesisir berbasis budidaya perikanan berwawasan lingkungan di
Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan.
Pengembangan metode estimasi daya dukung mass balance yang diperoleh
dalam penelitian ini berupa gabungan formula Widigdo dan Pariwono (2001) dan
Tookwinas (1998) dapat digunakan untuk mengestimasi daya dukung perikanan
budidaya berwawasan lingkungan.
Volume perairan yang tersedia dalam dua kali periode pasang surut yaitu

4.171.218,158 m3, oleh karena itu volume limbah tambak yang didukung sebesar
41.712 m3. Bila terdapat 2,4 ha tambak memerlukan 1 ha mangrove untuk dapat
menyerap limbah yang dikeluarkan oleh tambak berdasarkan N total. Rasio luas
tambak dan mangrove dalam penelitian ini 2,4:1, Berdasarkan perbandingan ini
luas lahan tambak yang ada saat ini 368,542 ha, memerlukan luas mangrove 153,5
ha untuk dapat menyerap limbah N. Potensi lahan maksimal daya dukung mass
balance 409 ha memerlukan mangrove seluas 170,4 ha.
Daya dukung perairan pesisir Desa Sebamban Baru, Kabupaten Tanah
Bumbu, berdasarkan perhitungan luas potensi tambak mass balance yang boleh
dikembangkan maksimum untuk pertambakan seluas 409 ha, Konsentrasi
amoniak yang dikeluarkan oleh tambak saat ini belum memberikan pengaruh
terhadap kualitas perairan pesisir, karena luasan tambak yang ada baru dibuka
seluas 368,542 ha. Bila tambak yang dibuka melebihi luas daya dukung ini akan
timbul dampak negatif terhadap perairan pesisir dan bagi tambak itu sendiri,
sehingga perlu kehati-hatian dalam mengembangkan tambak di wilayah ini agar
tidak melebihi daya dukung.
Hasil optimalisasi ekologi-ekonomi yang menunjukan kegiatan usaha
berwawasan lingkungan adalah luas tambak 380,42 ha, nilai ini lebih mendekati
nilai hasil simulasi yaitu seluas 402,52 ha dengan rincian 20% (16,68 ha) luas
tambak intensif, 35% (73,0 ha) semi intensif dan 45% (312,84 ha) tambak

tradisional dengan nilai ekonomi berturut-turut adalah
tambak intensif
dengan nilai ekonomi Rp 451.143.489,00 pertahun, tambak semi intensif
Rp 1.053.780.171,00 pertahun dan tradisional Rp 198.215.358,00 pertahun
dengan nilai ekonomi total dari penerapan ketiga metode ini Rp 1.703.139.017,00
per tahun lebih layak untuk dikembangkan.
Model pengembangan kawasan pesisir berbasis budidaya perikanan
berwawasan lingkungan, menunjukan bahwa pemanfaatan tambak yang ada saat
ini masih berada dibawah daya dukung. Daya dukung maksimum akan tercapai
pada tahun 2024. Berdasarkan skenario optimistik, laju pemanfaatan lahan
mangrove menjadi tambak diturunkan sebesar 25% pertahun ternyata lebih
berkelanjutan, daya dukung maksimum akan tercapai pada tahun 2028. Selain itu
perlu dilakukan perubahan usaha tambak dari pola tradisional ke usaha tambak
sesuai dengan arahan teknologi daya dukung. Perhitungan tersebut mengacu pada
simulasi rasio luas tambak hasil optimasi ekologi ekonomi, yaitu terdiri atas
komposisi luas tambak tradisional, semi intensif dan intensif. Penerapan kaedah
manajemen budidaya yang baik perlu dilakukan seperti pembenahan desain dan
layout tambak, pengaturan saluran pembuangan tambak, dan adanya saluran
pembagi air agar dapat lebih meningkatkan kelangsungan hidup komoditas
budidaya.

Kata kunci: pengelolaan, tambak, mangrove, daya dukung, massbalance

viii
i

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1 Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah
b Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2 Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
.

MODEL PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
BERBASIS BUDIDAYA PERIKANAN
BERWAWASAN LINGKUNGAN

(Studi Kasus Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan)

FATMAWATI

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr.Ir. Cecep Kusmana, MS
Dr.Ir. Achmad Fahrudin, M.Si

Penguji pada Ujian Terbuka

: Prof. Dr. Ir. M. Fatuchri Sukadi

Prof. Dr. Ir. Ismudi Muchsin, DEA

Judul Disertasi

: Model Pengembangan Kawasan Pesisir Berbasis Budidaya
Perikanan Berwawasan Lingkungan (Studi Kasus
Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan)

Nama

: Fatmawati

NRP

: C261050021

Program Studi

: Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan


Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Kadarwan Soewardi
Ketua

Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS
Anggota

Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc
Anggota

Mengetahui
Ketua Program Studi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

Tanggal Ujian : 16 Desember 2011

Tanggal Lulus : ……………..

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan Kepada Allah SWT atas segala karuniaNya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema dalam penelitian ini adalah
”Model Pengembangan Kawasan Pesisir Berbasis Budidaya Perikanan
Berwawasan Lingkungan, Studi Kasus Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi
Kalimantan Selatan”.
Secara khusus, terima kasih dan penghargaan tak terhingga penulis ucapkan
kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Kadarwan Soewardi selaku Ketua Komisi
Pembimbing, kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS dan Bapak
Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah
banyak memberikan bimbingan, arahan dan saran.
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Rektor Universitas
Lambung Mangkurat dan Dekan Fakultas Perikanan Universitas Lambung
Mangkurat (UNLAM) yang telah memberikan izin tugas belajar, dengan
Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) dari Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi (DIKTI), Dosen dan Mahasiswa Program Studi Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir dan Lautan (SPL) yang telah memberikan masukan yang sangat berarti
bagi perbaikan disertasi ini, kepada Dr. Ir. Hasni Y. Azis, Dr. Ir. Rasman Manafie
dan Dr. David Hermawan dan berbagai pihak yang yang telah membantu selama
pengumpulan data serta mendukung penyelesaian naskah disertasi ini.
Pada akhirnya penghargaan dan ucapan terimakasih penulis sampaikan
kepada Ayahanda Asnawie (alm) dan Ibunda Hj. Halimah (alm) terkasih.
Semangat belajar tidak lain berkat dukungan Suami tercinta Ir. Andi Nadransyah,
dalam menempuh studi dan keberhasilan penulisan disertasi ini. Kedua anakku
tercinta Winda Ermina Hayati dan Muhammad Ridha atas segala doa,
pengorbanan yang luar biasa yang telah menjadikan inspirasi dan semangat hidup
serta atas waktu yang banyak tersita selama melakukan studi.
Semoga Disertasi yang telah disusun, memberikan manfaat bagi berbagai
pihak dalam pengembangan pesisir secara lestari.

Bogor,

Januari 2012

Fatmawati

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Provinsi
Kalimantan Selatan pada tanggal 7 September 1963 sebagai anak bungsu lima
bersaudara dari pasangan Asnawie dan Hj. Halimah. Pendidikan sarjana ditempuh
di Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan, Universitas Lambung
Mangkurat (UNLAM), Banjarbaru, lulus pada tahun 1989. Pada tahun 1995
penulis melanjutkan pendidikan magister (S2) pada Program Studi Ilmu
lingkungan, Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta, lulus pada tahun 1998.
Pada tahun 2005 penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan Doktor
(S3) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (SPL),
Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor.
Pada tahun 1990 penulis diangkat sebagai pegawai negeri sipil (PNS)
ditempatkan sebagai staf pengajar pada Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas
Perikanan Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru.
Selama mengikuti program S3, penulis menerbitkan dua buah artikel ilmiah
yang merupakan bagian dari program S3 penulis. Satu artikel berjudul “Estimasi
daya dukung mass balance terhadap effluen tambak di Desa Sebamban Baru
Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan” pada Jurnal Fish
Scientiae Volume 1 No.1, Juni 2011 ISSN 1693-3710 dan satu artikel berjudul
“Efek aliran limbah budidaya udang vaname terhadap pertumbuhan mangrove”
pada Jurnal Chlorophyl Volume 7 No. 2, Juli 2011 ISSN 1858-3954.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL …………………………………………………………

xxi

DAFTAR GAMBAR………………………………………………………

xxiii

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………

xxv

1

PENDAHULUAN …………………………………………………
1.1 Latar Belakang………………………………………………….
1.2 Perumusan Masalah…………………………………………….
1.3 Kerangka Pemecahan Masalah…………………………………
1.4 Tujuan Penelitian……………………………………………….
1.5 Manfaat Penelitian …………………………………………….
1.6 Kebaruan (Novelty) …………………………………………….

1
1
3
4
4
6
6

2

TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………….
2.1 Sistem Pesisir…………………………………………………..
2.2 Ekologi Mangrove……………………………………………...
2.3 Integrasi Perikanan ke dalam Integrated Coastal Management..
2.4 Budidaya Perikanan dan Integrated Coastal Management……..
2.4.1 Konsep Teoritis………………………………………….
2.4.2 Ekologi Tambak…………………………………………
2.4.3 Keterkaitan Mangrove dan Tambak …………………….
2.4.4 Pengelolaan Ekosistem Mangrove………………………
2.5 Daya Dukung Pesisir untuk Budidaya Perikanan ……………..
2.6 Beban Limbah Tambak di Perairan Pesisir…………………….
2.7 Valuasi Ekonomi Sumberdaya Pesisir …………………………
2.7.1 Fungsi Lingkungan Mangrove………………………......
2.7.2 Valuasi Barang dan Jasa Lingkungan Mangrove ……….
2.8 Pemodelan Sistem Dinamik……………………………………

7
7
8
11
14
14
20
22
29
32
35
37
39
43
45

3

METODOLOGI PENELITIAN ……………………………………..
3.1 Metode Penelitian………………………………………………
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian………………………………….
3.3 Jenis dan Sumber Data…………………………………………
3.4 Metode Analisis Data ………………………………………….
3.4.1 Analisis Daya Dukung …………………………………
(1) Pengukuran Daya Dukung Berdasarkan kuantitas Air ..
(2) Estimasi Rasio Luas Mangrove dan Luas Tambak
Lestari ……………………………………………….
(3) Percobaan Fungsi Filter Mangrove terhadap
Limbah Tambak ………………………………………
(4) Analisis Daya Dukung Berdasarkan Model
Mass balance…………………………………………..
3.4.2 Analisis Nilai Ekonomi Budidaya Perikanan dan
Mangrove……………………………………………….
3.4.3 Analisis Model Dinamik ………………………………
3.5 Verifikasi dan Validasi Model …………………………………

49
49
49
49
50
53
53

xix

54
55
57
59
62
65

xx
3.6 Batasan dan Pengukuran ……………………………………….

66

4

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN....................................
4.1 Kondisi Bio-Geografis …………………………………………
4.1.1 Biofisik…………………………………………………..
4.1.2 Kondisi Mangrove dan Tambak…………………………
4.2 Kondisi Sosial Ekonomi dan Kependudukan ………………….
4.2.1 PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)………………
4.2.2 Kependudukan dan Mata Pencaharian…………………..
4.2.3 Sosial Masyarakat ……………………………………….
4.2.4 Prasarana dan Sarana Umum…………………………….
4.3 Kondisi Perikanan……………………………………………...
4.3.1 Pengembangan Perikanan Tangkap ……………………..
4.3.2 Pengembangan Perikanan Budidaya…………………….

69
69
70
71
75
75
79
80
81
83
83
87

5

DAYA DUKUNG PENGELOLAAN KAWASAN ...........................
5.1 Daya Dukung Berdasarkan Kuantitas Air Perairan Pesisir…….
5.2 Daya Dukung Model Mass balance……………………………
5.3 Fungsi Filter Mangrove Terhadap Limbah Tambak……………
5.3.1 Pertumbuhan Tinggi Tanaman Mangrove …………..…..
5.3.2 Penentuan Luas Sabuk Hijau (Greenbelt)……………….
5.3.2 Estimasi Rasio Luas Mangrove dan Luas Tambak Lestari
5.3.4 Rasio Luas Mangrove dan Luas Tambak Lestari………..
5.4 Rasio Luas Tambak Lestari Berdasarkan Ekologi Ekonomi…...

91
91
93
97
102
105
106
107
109

6

MODEL PENGELOLAAN TERPADU BERBASIS BUDIDAYA
PERIKANAN BERWAWASAN LINGKUNGAN…………………
6.1 Skenario Pengelolaan…………………………………………..
6.1.1 Skenario Moderat……….……………………………….
6.1.2 Skenario Optimistik ……………………………………..
6.2 Validasi Model…………………………………………………
6.3 Arahan Pengelolaan Kegiatan Budidaya Perikanan Berwawasan
Lingkungan ……….…………………………………………….

119
123
127
128
129
130

KESIMPULAN DAN SARAN ……………………...........................
7.1 Kesimpulan ……..……………………………………………...
7.2 Saran……………………………………………………………

133
133
134

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………..

137

LAMPIRAN ……………………………………………………………….

147

7

DAFTAR TABEL
1
2

Halaman
Perbedaan antara pengelolaan ESM, CZM dan ICM ………………….
14
Suatu kesepakatan yang disesuaikan dengan panduan ICM (Cicin Sains
et al. 1995)………………………………………………………………

18

Beberapa penelitian terdahulu tentang mangrove dan
pembangunan tambak..……………………………………………….

34

Produksi barang dan jasa lingkungan yang disediakan oleh mangrove
Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan……………….

42

5

Data penelitian yang dikumpulkan…………………………………….

50

6

Tahapan pengumpulan data berdasarkan tujuan, alat analisis utama dan
output yang diinginkan dalam penelitian……………………………….

51

Analisis variansi (ANOVA) percobaan RAL faktorial yang terdiri dari
dua faktor……………………………………………………………….

57

8

Kondisi kualitas perairan Desa Sebamban Baru………………………

70

9

PDRB Kabupaten Tanah Bumbu atas dasar harga berlaku tahun 20072009 (juta rupiah)……………………………………………………….

77

10 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tanah Bumbu atas dasar
harga berlaku menurut lapangan usaha pertanian tahun 2006-2009
(jutaan rupiah dan persentase)…………………………………………..

78

11 Jumlah penduduk setiap Desa di Kecamatan Sungai Loban…………..

80

12 Jenis mata pencaharian penduduk Desa Sebamban Baru………………

80

13 Mayoritas etnis penduduk setiap Desa di Kecamatan Sungai Loban….

81

14 Klasifikasi tingkat pendidikan masyarakat Desa Sebamban Baru……..

81

15 Jenis alat penangkap dan kapal yang digunakan di Kabupaten
Tanah Bumbu……………………………………..……………………

84

16 Jenis ikan dan alat tangkap yang digunakan di Kabupaten
Tanah Bumbu……………………………………………………………

84

17 Rumah tangga perikanan tangkap pada setiap desa di Kabupaten Tanah
Bumbu…………………………………………………………………..

85

18 Desa desa yang melakukan kegiatan budidaya perikanan tambak di
Kabupaten Tanah Bumbu………………………………………………..

87

19 Keragaan budidaya perikanan di Kabupaten Tanah Bumbu berdasarkan
luas lahan, produksi, RTP, jumlah petani, dan jenis produksinya………

88

20 Luas tambak berdasarkan daya dukung pada perairan pesisir Desa
Sebamban Baru…………………………………………………………..

91

21 Total ammonia outflow (AO) dalam satu hari di perairan pesisir Desa
Sebamban Baru…………………………………………………………

95

3
4

7

xxi

xxii
v
22 Total ammonia inflow (AI) dalam satu hari di perairan pesisir Desa
Sebamban Baru…………………………………………………………

96

23 Maksimum ammonia inflow (MAI) dalam satu hari diperairan pesisir
Desa Sebamban Baru……………………………………………………

96

24 Rerata konsentrasi N total pada perlakuan selama penelitian…………..

98

25 Pengukuran N total dalam tanah dan air media penelitian……………..

99

26 Kandungan N total dari daun, kulit dan akar dari kedua jenis mangrove
di Desa Sebamban Baru………………………….……………………

100

27 Kandungan N total dari daun, kulit dan akar dari kedua jenis mangrove
di Desa Sepunggur………………………………………………………

101

28 Kualitas air selama pemeliharaan udang dan mangrove………………

101

29 Analisis ragam hasil pertumbuhan mangrove…………………………..

103

30 Uji lanjutan DUNCAN…………………………………………………

103

31 Biomas mangrove jenis Avicennia……………………………………..

107

32 Nilai N total dalam biomas Avicennia………………………………….

107

33 Luas tambak dan kebutuhan mangrove…………………………………

108

34 Kombinasi optimal luas tambak intensif, semi intensif dan tradisional
dalam batasan daya dukung maksimum………………………………...

110

35 Manfaat langsung dan tidak langsung berdasarkan jenis tambak………

111

36 Hasil perhitungan luas simulasi tambak dan nilai ekonomi tambak……

112

37 Nilai ekonomi total tambak dan mangrove (Rp/th)…………………….

115

38 Keuntungan bersih pada budidaya tambak tradisional dengan
kelangsungan hidup dari udang dan bandeng.….………………………

117

39 Arahan pengelolaan tambak berwawasan lingkungan…………………

133

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Diagram alir kerangka pemikiran masalah…………………………….

5

2

Siklus Nitrogen dalam ekosistem mangrove secara sederhana
dimodifikasi dari Schulze 2000 dalam Fancy 2004)….……………..

40

Fungsi lingkungan alamiah (dikutip dari de Groot, 1993 dalam
Gilbert dan Janssen (1998) ……………………….…………………....

.41

4

Diagram alir tahapan analisis data ……………………………………

52

5

Alur pendekatan untuk mendapatkan luas tambak lestari ……………

54

6

Causal loop diagram sub model mangrove (SM-M)………………….

63

7

Causal loop diagram sub model produksi tambak (SM-PT) …………

63

8

Causal loop diagram sub model ekonomi mangrove (SM-EM) ……..

64

9

Causal loop diagram sub model ekonomi tambak (SM-ET)…………..

64

3

10 Causal loop diagram sub model tambak dengan tiga teknologi ……...

65

11 Pemanfaatan lahan tambak dan mangrove tahun 2001 ………………

73

12 Pemanfaatan luas tambak dan mangrove tahun 2010 ………………..

74

13 Grafik Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tanah Bumbu
bidang pertanian atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha (%)

79

14 Aliran N total dalam air kolam sampai pembuangan…………………..

100

15 Kandungan N total dari daun, kulit, dan akar dari kedua jenis mangrove
Desa Sepunggur dan Sebamban…………………………………………. 101
16 Grafik hubungan nilai ekonomi dengan simulasi luas lahan pada tambak
intensif, semi intensif, dan tradisional………………………………….. 114
17 Grafik hubungan nilai ekonomi total hasil simulasi dengan luas lahan
simulasi dalam batas daya dukung..…………………………………….

114

18 Hubungan ekonomi tambak total dan ekonomi mangrove…………….

116

19 Diagram alir sub model mangrove…………………………………….

119

20 Diagram alir sub model tambak………………………………………..

120

21 Diagram alir sub model ekonomi mangrove……………………………

121

22 Diagram alir sub model produksi dan ekonomi tambak………………..

122

23 Diagram alir stok (SFD) pengelolaan pesisir terpadu berbasis budidaya
perikanan tambak………………………………………………………..

122

24 Diagram alir stok (SFD) sub model ekonomi tambak berdasarkan hasil
simulasi daya dukung……………………………………………………

123

xxiii

xxiv
25 Hasil simulasi skenario dasar pengelolaan pesisir terpadu berbasis
budidaya perikanan tambak (luas lahan) (a) tanpa perhitungan
penyerapan N total dan (b) dengan penyerapan N total…………..…

125

26 Hasil simulasi skenario dasar manfaat total sumberdaya mangrove dan
tambak………………………………………………………………….

125

27 Hasil simulasi luas lahan tambak dengan tiga teknologi intensif, semi
intensif, dan tadisional berdasarkan luas lahan pemanfaatan dengan infra
sturktur (a) tanpa perhitungan penyerapan N total dan (b) dengan
penyerapan N total…………………………………………..………....
126
28 Hasil simulasi NPV tambak dengan tiga tingkat teknologi intensif, semi
intensif, dan tradisional (a) tanpa perhitungan penyerapan N total dan (b)
dengan penyerapan N total…………………………………………….
127
29 Hasil simulasi luas lahan tambak dengan fraksi tumbuh tambak
diturunkan 15% ………………………………………………………..

128

30 Hasil simulasi luas lahan tambak dengan fraksi tumbuh tambak
diturunkan 25% ………………………………………………………..

129

31 Nilai luasan tambak aktual, nilai simulasi dan nilai AME ……………..

130

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Produksi barang dan jasa lingkungan ……………………………….

149

2 Nilai barang dan jasa lingkungan……………………………………

150

3 Desain layout kolam pemeliharaan udang dan mangrove percobaan..

152

4 Dokumentasi percobaan laboratorium dan lapangan..………………

153

5 Data perhitungan parameter daya dukung lingkungan Mass balance
kawasan pertambakan di Desa Sebamban Baru Kecamatan Sungai
Loban…………………………………………………………………

158

6 Perhitungan luas sabuk hijau (Greenbelt)……………………………

160

7

Tabel laba rugi tambak tradisional rata-rata pada lokasi penelitian…

161

8

Tabel biaya investasi tambak tradisional rata-rata pada lokasi
penelitian…………………………………………………………….

162

Nilai parameter model dan persamaan sub model mangrove dan
tambak……………………………………………………………….

163

1

9

xxv

1

1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan yang merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan
taraf hidup manusia tidak terlepas dari aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam
(Bengen 2004). Peluang untuk peningkatan produksi melalui ekstensifikasi dan
intensifikasi tambak cukup besar, sehingga laju perubahan fungsi lahan ini akan
menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan pesisir. Menurut Supriharyono
(2002) ada beberapa daerah yang sudah menunjukkan gejala eksploitasi yang
berlebihan (over exploited) seperti wilayah Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,
Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung, sedangkan di sebagian daerah masih
dibawah potensi yang ada.
Pada awal perkembangannya budidaya di tambak memberikan keuntungan
yang sangat besar, karena produksi dan produktivitas lahan yang tinggi serta
udang sebagai komoditas ekspor (harga dalam dolar). Sehingga bisnis ini banyak
menarik minat para pembudidaya dan pengusaha kecil maupun besar. Berbagai
tingkat teknologi budidaya telah diterapkan dari teknologi tradisional sampai
super intensif.

Contoh kasus di Teluk Thailand selama periode tahun 1975

sampai 1993 lahan mangrove di wilayah ini telah dikembangkan sebagai lahan
budidaya tambak yang kemudian menyebabkan kehilangan mangrove sampai
85%. Fenomena tersebut berkaitan dengan pertumbuhan kegiatan tambak udang
yang tidak terkontrol sehingga pembangunan tambak menimbulkan permasalahan
yang berkaitan dengan penyebaran pencemaran perairan yang sangat cepat dan
berakibat kegiatan pertambakan di daerah ini tidak bisa berproduksi lagi pada
tahun 1980-an (Huitric et al. 2002).
Pada perkembangan selanjutnya berbagai permasalahan telah muncul
dalam budidaya udang di tambak diantaranya penurunan kualitas lingkungan.
Hal ini telah menyebabkan turunnya produktivitas lahan bahkan ada sebagian
besar diantaranya sudah tidak berproduksi lagi. Fenomena ini merupakan
konsekuensi dari pengembangan kegiatan pertambakan yang hanya berorientasi
pada keuntungan, tidak berwawasan lingkungan dan tidak memperhatikan
kaidah-kaidah ekologis.

Pada umumnya, menurut Huitric et al. (2002),

2
eksploitasi
tradisional.

sumberdaya

mangrove

tidak

intensif

dalam

perekonomian

Namun karena meningkatnya intergrasi pasar dan modernisasi

perekonomian tradisional pada dekade terakhir mendorong terjadinya peningkatan
teknologi budidaya tambak menjadi semi intensif dan intensif yang menyebabkan
eksploitasi mangrove lebih intensif dan bahkan menyebabkan habisnya mangrove.
Wilayah pesisir Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan
merupakan kawasan yang mempunyai potensi sumberdaya perikanan yang cukup
besar. Wilayah ini menjadi andalan sektor perikanan dan kelautan Kabupaten
Tanah Bumbu, dibalik potensi yang besar ini terjadi kecenderungan penurunan
produksi, hal ini dapat dilihat dari Laporan Statistik Perikanan tahun 2007,
produksi perikanan tambak tahun 2004 sebesar 670,6 ton, tahun 2005 menurun
menjadi sebesar 390,9 ton dan pada tahun 2006 menjadi sebesar 370,4 ton.
Kondisi mangrove yang berfungsi sebagai sabuk hijau dikenal sebagai mangrove
green belt (MGB) juga dapat difungsikan sebagai penyaring (filter) dan penyerap
limbah, di Kabupaten Tanah Bumbu mangrove juga mengalami degradasi akibat
pembangunan tambak, hal ini diindikasikan oleh tingkat kerusakan mangrove.
Hasil inventarisasi dan identifikasi yang dilakukan oleh Balai Pengelolaan DAS
Barito Kalimantan Selatan tahun 2006, di Kabupaten Tanah Bumbu terdapat
hutan mangrove yang tidak mengalami kerusakan seluas kurang lebih 215 ha
(1%), dengan kondisi rusak seluas kurang lebih 9.593 ha (66%) dan kondisi rusak
berat seluas kurang lebih 4.697 ha (32%).
Berdasarkan permasalahan lingkungan pesisir yang ada di Kabupaten Tanah
Bumbu ini maka diperlukan suatu strategi pengelolaan di wilayah pesisir sehingga
dapat tercapai pengembangan tambak berkelanjutan, melalui pengelolaan secara
terintegrasi dengan pendekatan sistem, menghubungkan informasi ekologi guna
efesiensi dan efektifitas ekonomi manajemen kawasan pesisir, dengan
mengidentifikasi dan menilai barang dan jasa

yang diproduksi oleh sistem,

dibawah rejim manajemen yang berbeda antara ekosistem mangrove dan budidaya
perikanan.
Sehingga penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan yang ada.
Dari hasil penelitian ini diharapkan diperoleh Model Pengembangan Kawasan
Pesisir Berbasis Budidaya Perikanan Berwawasan Lingkungan, Studi Kasus

3
Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan. Agar dapat menjadi
acuan dalam pengelolaan kawasan pesisir lestari melalui pengembangan usaha
pertambakan secara berkelanjutan dan ramah lingkungan.
1.2 Perumusan Masalah
Wilayah pesisir Kabupaten Tanah Bumbu yang telah dipilih sebagai studi
kasus dalam penelitian ini, saat ini oleh sebagian masyarakatnya dimanfaatkan
untuk kegiatan budidaya tambak. Lahan tambak yang ada di Kabupaten Tanah
Bumbu ini berdasarkan DKP Tanah Bumbu (2005) memiliki luas 2.490,50 ha.
Pada awalnya kegiatan budidaya tambak tersebut cukup baik untuk memperbaiki
kehidupan masyarakat lokal, namun saat ini produktivitas tambak tersebut rendah
dan hasil produksinya menurun dan kondisi hutan mangrovenya sudah banyak
berkurang atau boleh dikatakan rusak.
Permasalahan yang ada dapat

diuraikan

sebagai berikut: Pertama,

pengelolaan budidaya perikanan tambak dibangun di daerah intertidal (biasanya
tempat tumbuh mangrove), padahal keberadaan hutan mangrove difungsikan
sebagai sabuk hijau yang dikenal sebagai mangrove green belt (MGB) yang juga
dapat berfungsi sebagai penyaring (filter) air yang masuk ke tambak, dapat
membersihkan limbah secara alamiah dan penahan banjir. Disamping itu
ekstensifikasi dan intensifikasi pembangunan tambak tidak memperhitungkan
kebutuhan kawasan konservasi mangrove dan tidak mengindahkan prinsip
budidaya perikanan yang bertanggung jawab (responsible aquaculture) sehingga
menyebabkan produktivitas dan produksi budidaya tambak menurun,
Kedua, penurunan produksi perikanan tambak dapat disebabkan oleh
kondisi daya dukung lingkungan, masukan aqua input dalam sistem budidaya
menyebabkan pengkayaan nutrien diperairan penerima sebagai hasil buangan
limbah yang bersifat kumulatif, berdampak pada perairan pesisir dan budidaya
perikanan itu sendiri. Jumlah pakan yang tidak di konsumsi dan hasil ekskresi
menurut Barg (1992), umumnya adalah Total Suspended Solid (TSS), BOD, COD
dan kandungan N dan P yang secara potensial penyebaran dampak limbah organik
yang kaya nutrien dapat mempengaruhi kualitas perairan pesisir. Seperti

4
peningkatan sedimentasi dan siltasi, hypoxia, hypernutrifikasi, perubahan
produktivitas dan struktur komunitas bentik.
Ketiga, permasalahan pengembangan pengelolaan pesisir melalui pengembangan
budidaya perikanan yang tidak memperhatikan

lingkungan. Pada saat ini

pemanfaatan kawasan budidaya perikanan tambak tidak memperhitungkan daya
dukung lingkungan dan kebutuhan kawasan konservasi mangrove sehingga perlu
dibuat model pengembangan kawasan pesisir berbasis budidaya perikanan
berwawasan lingkungan, yang sangat dibutuhkan untuk perbaikan lingkungan dan
diperlukan kebijakan yang sesuai agar tercipta budidaya perikanan yang
bertanggung jawab dan berkelanjutan.
1.3 Kerangka Pemecahan Masalah
Dalam konsep pembangunan perikanan di wilayah ekosistem mangrove
yang di dalamnya terdapat aktivitas budidaya perikanan tambak, pendekatan yang
tepat dilakukan adalah pendekatan yang berwawasan lingkungan. Dalam rangka
mendukung konsep ini maka perlu dilakukan pengintegrasian pengembangan
ekosistem mangrove dan budidaya perikanan dalam bentuk pengembangan
berbasis budidaya perikanan (tambak). Diagram alir kerangka pemikiran masalah
dapat dilihat pada Gambar 1.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian adalah menyusun sebuah model pengembangan
kawasan pesisir yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, melalui
pengembangan usaha budidaya perikanan di Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi
Kalimantan Selatan. Sedangkan tujuan khusus adalah:
1

Mengembangkan metode estimasi daya dukung pemanfaatan ekosistem pesisir
untuk pengembangan budidaya perikanan berwawasan lingkungan.

2

Mengkaji optimalisasi secara ekologis-ekonomis pemanfaatan kegiatan
budidaya perikanan dan ekosistem mangrove berwawasan lingkungan.

3

Menentukan

model pengembangan kawasan pesisir berbasis budidaya

perikanan berwawasan lingkungan dengan pendekatan sistem dinamik.

5

Subsistem
Bio-Fisik,
Ekologi, dan
Ekonomi

Aqua input
Tambak

Mulai

Blok Ekologi

Lahan Budidaya Pesisir

Kesesuaian Lahan
Budidaya Pesisir
Keterkaitan
mangrove -tambak

Permasalahan
- Degradasi lingkungan perairan
dan tambak
- Belum optimalnya ekologiekonomi tambak
-

Kapasitas Asimilasi
perairan

Daya Dukung

Analisis
Kebutuhan
Formulasi
Permasalahan
Identifikasi
Sistem

Hipotesis
Peningkatan pengelolaan lingkungan
pesisir
turut
meningkatkan daya
dukung
budidaya tambak
dan
kelestarian ekosistem perairan pesisir.

Ekonomi Budidaya

Sosial Budidaya

Pemodelan
Sistem

Kelembagaan
Analisis Sistem
Blok Ekonomi

Optimasi ekologi-ekonomi
perikanan budidaya pesisir

Optimasi pengembangan kawasan
pesisir untuk perikanan budidaya
Desain model pengembangan
kawasan pesisir melalui
pengembangan usaha
Budidaya

Coastal policy
decision variables

-

Selesai

-

Luas optimal
budidaya
Tata kelola pesisir

Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran masalah.

6
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini antara lain adalah:
1 Sebagai salah satu acuan bagi pengambil kebijakan, dalam perumusan dan
pengimplementasian pengembangan tambak berwawasan lingkungan.
2 Sebagai salah satu contoh pengembangan model integrasi tambak -mangrove
berwawasan lingkungan.

1.6 Kebaruan (Novelty)
Di Indonesia, khususnya di Institut Pertanian Bogor sendiri, sudah banyak
penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui daya dukung pesisir terhadap
limbah tambak diantaranya: Sitorus (2005) dan Asbar (2007) telah melakukan
penilaian daya dukung lingkungan dengan pendekatan Widigdo dan Pariwono
(2003) yang telah dimodifikasi, Sitorus (2005) menggunakan metode daya dukung
lingkungan ini dalam rangka pengembangan areal tambak berdasarkan laju
biodegradasi limbah tambak diperairan pesisir Kabupaten Serang, sedangkan
Asbar (2007) mengembangkan metode ini dengan menentukan daya dukung
kawasan pesisir kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan, dengan asumsi adanya sungai
pada lokasi tersebut maka volume air laut yang memasuki pantai ditambah dengan
debit air tawar yang masuk ke perairan pantai melalui aliran sungai.
Kebaruan dari penelitian ini adalah (1) pengembangan metode estimasi daya
dukung mass balance dengan menggabungkan formula Widigdo dan Pariwono
(2001) dengan Tookwinas (1998) belum pernah dilakukan sebelumnya, (2)
optimalisasi ekologi ekonomi pemanfaatan kegiatan budidaya perikanan dan
ekosistem mangrove berwawasan lingkungan berdasarkan daya dukung mass
balance serta (3) model pengembangan kawasan pesisir berbasis budidaya
perikanan berwawasan lingkungan berdasarkan input data daya dukung dari
hasil perhitungan optimasi ekologi ekonomi dalam penelitian ini.

7

2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Pesisir
Coastal system tempat dimana masyarakat tinggal dan penuh dengan
aktivitas manusia yang berpengaruh terhadap pelayanan ekosistem habitat laut,
sistem perikanan laut adalah tempat

manusia yang berhubungan dan

menimbulkan dampak melalui aktivitas kegiatan perikanan. Wilayah paparan
benua (continental shelf) atau ekosistem pesisir yang besar terdiri dari sistem
pesisir dan lautan, yang menyediakan sejumlah pelayanan ekosistem kunci; paling
sedikit terdapat 25% produktivitas primer, 90-95% hasil tangkapan laut dunia,
80% produksi karbonat, 50 % denitrifikasi dunia dan 90% mineralisasi sedimen
dunia (Alder 2004).
Pada wilayah paparan benua ini terdapat tipe sistem pesisir yang beragam,
termasuk air tawar dan air payau lahan basah, hutan mangrove, estuaria, rawa,
danau dan tambak garam, bebatuan dan wilayah intertidal berlumpur, pantai dan
gumuk pasir, sistem terumbu karang, padang lamun, hutan, pulau kecil, teluk,
dan perairan dekat pantai dipaparan benua. Sebagian dari sistem pesisir ini sangat
produktif (Alder 2004). Sedangkan menurut IUCN (2007) ekosistem pesisir
terdiri dari hutan bakau, estuaria, terumbu karang, bukit pasir, pantai dan padang
lamun,

bersifat kompleks dan saling tergantung, dan bersama-sama diyakini

menghasilkan barang-barang ekosistem, yang digunakan bagi pemenuhan
kebutuhan makanan, konstruksi, bahan bakar, pendapatan dan pemanfaatan
lainnya. Lebih penting lagi, ekosistem pesisir melayani kesejahteraan

hidup

manusia. Secara umum wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan
antara ekosistem darat dan ekosistem laut yang saling bertemu dalam suatu
keseimbangan yang rentan (Beatly et al. 2002 in BAPPENAS 2004), sedangkan
dalam Undang-Undang No.27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil. Pengertian pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil, adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan
pengendalian sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil antar sector, antar
pemerintah dan pemerintah daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara
ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
(Pasal 1, ayat 1). Pengertian wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara

8
ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di laut
(Pasal 1, ayat 2).
Wilayah Pesisir memiliki keunikan, nilai ekonomi tinggi, namun terancam
keberlanjutannya (Cicin-Sain dan Knecht 1998). Hal ini menurut Adrianto (2004)
merupakan konsekuensi akibat intensitas kegiatan ekonomi di wilayah pesisir
meningkat secara tajam. Ini berarti kita harus mengelola wilayah pesisir
sedemikian rupa sehingga intensitas kegiatan tersebut masih berada dibawah
kapasitas keberlanjutan ekosistem alamiah.
2.2 Ekologi Mangrove
Mangrove merupakan salah satu ekosistem terpenting dan produktif serta
ditemukan di sepanjang pesisir dan garis pantai (Hong dan San 1993). Ekosistem
mangrove banyak dijumpai di wilayah pesisir yang terlindung dari deburan ombak
dan daerah yang landai. Mangrove tumbuh optimal di wilayah pesisir yang
memiliki muara sungai besar dan delta yang aliran airnya banyak mengandung
lumpur. Sedangkan di wilayah pesisir yang tidak terdapat muara sungai,
pertumbuhan mangrove tidak optimal, mangrove sulit tumbuh di wilayah pesisir
yang terjal dan berombak besar dengan arus pasang surut kuat karena kondisi ini
tidak memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur sebagai substrat yang
diperlukan untuk pertumbuhannya (Nontji 2005). Hal ini terbukti dari daerah
penyebaran mangrove di Indonesia, yang umumnya terdapat di Pantai Timur
Sumatera, Kalimantan, Pantai Utara Jawa dan Papua. Penyebaran ekosistem
mangrove juga dibatasi oleh letak lintang karena mangrove sangat sensitif
terhadap suhu dingin. Bengen (2004) menyebutkan, hutan mangrove merupakan
komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon
mangrove yang mampu berkembang pada daerah pasang surut terutama pantai
berlumpur seperti jenis Rhizophora, Avicennia, Bruguiera dan Sonneratia yang
berasosiasi dengan jenis lain seperti nipah, anggrek dan tumbuhan bukan
mangrove lainnya.
Di Indonesia tercatat setidaknya 202 jenis tumbuhan mangrove meliputi: 89
jenis pohon, 5 jenis palmae, 19 jenis pemanjat, 44 jenis herba tanah, 44 jenis
epifit, dan 1 jenis paku (Noor et al. 1999). Menurut Soemodihardjo dan

9
Soerianegara (1989), bahwa jenis-jenis tumbuhan yang ditemukan di hutan
mangrove di Indonesia sekitar 89 jenis yang terdiri dari 35 jenis pohon, 5 jenis
terna, 9 jenis perdu, 9 jenis liana dan, 29 jenis epifit, dan 2 jenis parasit.
Sementara itu Bengen (2001), mengatakan bahwa vegetasi mangrove terdiri dari
12 genera tumbuhan berbunga yaitu Avicennia, Sonneratia, Rhizophora,
Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lumnitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegilitas,
Snaeda, dan Conocarpus, yang termasuk ke dalam 8 famili. Melana et al. (2000)
mengatakan bahwa tumbuhan mangrove terdiri dari 47 jenis tumbuhan mangrove
sejati dan jenis asosiasi yang termasuk ke dalam 26 famili. Mangrove sejati
tumbuh di ekosistem mangrove, sedangkan mangrove asosiasi kemungkinan dapat
tumbuh di habitat lain seperti di hutan pantai dan daerah dataran rendah.
Menurut Liyanage (2004) nilai keuntungan (manfaat) tidak langsung dari
ekosistem mangrove dirasakan lebih tinggi jika dibandingkan manfaat
langsungnya. Nilai penting ekosistem mangrove antara lain menurunkan tingkat
erosi di pantai dan sungai, mencegah banjir, mencegah intrusi air laut,
menurunkan tingkat polusi (pencemaran) produksi bahan organik sebagai sumber
makanan, sebagai wilayah/daerah asuhan, pemijahan, dan mencari makan untuk
berbagai jenis biota laut. Mangrove juga akan menjadi sumberdaya penting dalam
ekowisata di banyak negara. Hong dan San (1993), menambahkan pada
kenyataannya ekosistem ini menjaga kestabilan garis pantai, menyediakan
penghalang alami dari badai, taufan, pasang surut yang tidak menentu dan
bencana alam lainnya. Untuk beberapa kasus, ekosistem mangrove juga telah
berkontribusi secara signifikan terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat
disekitarnya.
Melana et al. (2000) mengatakan bahwa terdapat 6 fungsi ekosistem
mangrove ditinjau dari ekologi dan ekonomi, yaitu:
1

Mangrove menyediakan daerah asuhan untuk ikan, udang, kepiting dan
mendukung produksi perikanan di wilayah pesisir.

2

Mangrove menghasilkan serasah daun dan bahan-bahan pengurai yang
berguna sebagai bahan makanan hewan-hewan estuari dan perairan pesisir.

3

Mangrove melindungi lingkungan sekitar dengan melindungi daerah pesisir
dan masyarakat di dalamnya dari badai, ombak, pasang surut dan topan.

10
4 Mangrove menghasilkan bahan organik (organic biomass) yaitu karbon dan
menurunkan polusi bahan organik di daerah tepi dengan menjebak dan
menyerap berbagai polutan yang masuk ke dalam perairan.
5 Dari segi estetika, mangrove menyediakan daerah wisata untuk pengamatan
burung dan pengamatan jenis-jenis satwa lainnya.
6 Mangrove merupakan sumber bahan baku kayu dan atap dari nipah untuk
bahan bangunan, kayu api dan bahan bakar, serta tambak untuk budidaya
perikanan. Benih mangrove dapat dipanen dan dijual. Ikan, udang-udangan
dan kerang juga dapat dipanen dari ekosistem mangrove. Budidaya perikanan
dan perikanan komersial juga tergantung dari mangrove untuk perkembangan
benih dan ikan-ikan dewasa. Selain itu mangrove juga sumber bahan tanin,
alkohol dan obat-obatan. Nilai keseluruhan ekosistem mangrove berkisar
US$500 sampai US$1.550 per hektar pertahun, nilai minimum terjadi ketika
ekosistem mangrove dikonversi menjadi peruntukan yang lain.
Ekosistem mangrove sebagai jalur hijau berfungsi sebagai penyaring
berbagai jenis polutan yang dibawa oleh sungai atau aliran air lainnya yang masuk
ke ekosistem ini (Abdullah 1988). Sedangkan bagi kawasan pertambakan,
keberadaan mangrove difungsikan sebagai sabuk hijau yang dikenal sebagai
mangrove green belt (MGB). Boers (2001) menyatakan bahwa MGB dapat
difungsikan sebagai penyaring (filter) air yang masuk tambak dari penyakit ikan
atau udang yang disebabkan oleh virus maupun bakteri.
Fungsi penting lainnya dari ekosistem mangrove adalah manfaat sosial
ekonomi bagi masyarakat sekitarnya, yaitu sebagai sumber mata pencaharian dan
produksi dari berbagai jenis hutan dan hasil ikutan lainnya. Dahuri et al. (2004)
mengidentifikasikan kurang lebih 70 macam kegunaan pohon mangrove bagi
kepentingan manusia, baik produk langsung maupun tidak langsung yang
sebagian besar telah dimanfaatkan oleh masyarakat. Manfaat langsung seperti:
bahan baku bangunan, alat tangkap, pupuk pertanian, bahan baku kertas,
makanan, obat-obatan, minuman dan tekstil. Sedangkan produk tidak langsung
berupa tempat rekreasi dan sebagainya.
Fungsi biologis hutan mangrove adalah sebagai sumber kesuburan perairan,
tempat perkembangbiakan dan pengasuhan berbagai biota laut, tempat

11
bersarangnya burung-burung (khususnya burung air), habitat berbagai satwa liar
dan sumber keanekaragaman hayati (Khazali 2001). Menurut Macnae (1968) in
Kusmana (1995) secara umum fauna hutan mangrove terdiri atas fauna teresterial
dan fauna laut. Fauna teresterial misalnya kera ekor panjang, biawak, berbagai
jenis burung dan lain-lain. Sedangkan fauna laut didominasi oleh Mollusca dan
Crustaceae. Golongan Mollusca umumnya didominasi oleh Gastropoda
sedangkan golongan Crustaceae di dominasi oleh Brachyura. Para peneliti
melaporkan bahwa fauna laut tersebut merupakan komponen utama fauna hutan
mangrove.
2.3 Integrasi Perikanan ke dalam Integrated Coastal Management
Perikanan laut seperti juga perikanan di danau-danau yang besar bergantung
pada kawasan pesisir di d